Upload
lyxuyen
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN 1998
(PERSPEKTIF HUKUM ISLAM)
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh :
Muhamad Anwar
N I M : 109045200002
KONSENTRASI HUKUM KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN 1998
(PERSPEKTIF HUKUM ISLAM)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
Muhamad Anwar
NIM: 109045200002
Di Bawah Bimbingan:
Afwan Faizin MA Khamami Zada MA
NIP: 19750102 200312 1001 NIP: 19721026 200312 1001
K O N S E N T R A S I HUKUM KETATANEGARAAN ISLAM
PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014 M
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Denganinisayamenyatakan:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (satu) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang ditetapkan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Januari 2014
Muhamad Anwar
iv
ABSTRAK
Muhamad Anwar, 109045200002. Demonstrasi Dalam Undang-Undnag
No 9 Tahun 1998 (Perspektif Hukum Islam). Konsentrasi Hukum Ketatanegaraan
Islam, Program Studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 2013, xiv+62 halaman+5
lampiran.
Masalah pokok penelitian ini adalah pandangan Hukum Islam terhadap
demonstrasi dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menjelaskan sejauh Hukum Islam membahas dan mengatur tata cara demonstrasi
sesuai dengan dalil-dalil Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ulama yang ahli
dalam ahli siyasah.
Jenis penelitian ini adalah metode penilitian kualitatif dengan
menggunakan pendekatan normatif yaitu menemukan kesamaan dan kesesuaian
antara muatan isi Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jenis data dalam penelitian ini terdiri
atas dua sumber, yaitu data primer yang diperoleh dengan teknik studi pustaka
berupa Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan
Pendapat di Muka Umum, Al-Qur’an, Hadist dan pendapat para ulama yang ahli
dalam siyasah dan sekunder berupa data-data yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang
memuat segala keterangan yang berkaitan dengan penelitian ini. Metode analisis
data yang digunakan adalah metode analisis isi secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kesamaan dan kesesuaian
antara Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan
Pendapat di Muka Umum yang membolehkan demonstrasi dengan Hukum Islam
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist serta pendapat para ulama yang ahli
dalam siyasah. Dengan ketentuan dalam aksi demonstrasi dilarang mengeluarkan
kata-kata yang mengandung penghinaan dan memfitnah seseorang atau golongan,
dan tidak menimbulkan kemunkaran.
Kata Kunci: Demonstrasi, Undang-Undang No 9 Tahun 1998, Hukum
Islam.
Pembimbing: 1. Afwan Faizin, M.A.
2. Khamami Zada, M.A.
Daftar Pustaka: 1975 s.d 2012.
v
PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI
Skripsi yang berjudul DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO. 9
TAHUN 1998 (PERSPEKTIF HUKUM ISLAM) telah diujikan dalam Sidang
Munaqasyah Fakultas Syariah dan HukumUIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
Hari Jum’at 3 Januari 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Siyasah
Syar’iyah (Hukum Ketatanegaraan Islam).
Jakarta, Januari 2014
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM.
NIP: 195505051982031012
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua : Dr. Asmawi, M. Ag. (.................................)
NIP: 197210101997031008
Sekertaris : Afwan Faizin, M.A. (..................................)
NIP: 19721026 200312 1001
Pembimbing I : Afwan Faizin, M.A. (..................................)
NIP: 197210262003121001
Pembimbing II : Khamami Zada, M.A. (..................................)
NIP: 197501022003121001
Penguji I : Dr. H. Supriyadi Ahmad, MA. (..................................)
NIP: 195811281994031001
Penguji II : Dr. H. M. Nurul Irfan, M. Ag. (...................................)
NIP: 197308022003121001
vi
KATA PENGANTAR
بسم اهلل الرحمن الرحيم
Segala puja dan puji syukur penulis hanturkan kepada kehadirat Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan langit dan bumi dengan bentuk
yang indah. Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dengan kasih dan
sayangnya sehingga penulis selalu di berikan motivasi dan dorongan suci untuk
menyelesaikan skripsi. Tuhan Yang Maha Berkehendak, dengan kehendak-Nya
lah penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Jakarta. Oleh
karena itu, penulis tak lupa selalu bersyukur dan berterima kasih kepada Allah
SWT. Tuhan Yang Maha Besar, Tuhan Yang Maha Segala-gala-Nya atas semua
nikmat dan karuniah-Nya yang telah diberikan kepada penulis.
Shalawat serta salam tak lupa penulis ucapkan kepada junjungan Nabi
Besar Muhamad Saw, manusia yang sangat mulia di antara manusia lainnya dan
manusia yang paling lembut di antara manusia lainnya, yang telah mengantarkan
umatnya dari zaman gelap gulita dan terang benderang seperti saat ini. Dengan
kelembutannya dan akhlak baiknya sehingga Islam menjadi agama yang banyak
diikuti para pengikutnya di atas bumi Allah SWT. Semoga kita mendapatkan
syafa’at nya nanti di hari akhir. Amin.
Alhamdulilah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Berbagai rasa senang, sedih, duka penulis rasakan
selama studi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Senang karena bisa
menyelesaikan studi S1 di UIN. Sedih karena harus berpisah dengan teman-teman
sekampus dan sejurusan. Berduka karena belum tentu bisa belajar dan menggali
vii
ilmu dengan dosen-dosen yang luar biasa selama penulis kuliah di UIN. Tapi
penulis sadar bahwa hidup tidak hanya habis untuk kuliah dan kumpul bareng,
bercanda dan tertawa. Tetapi ada suatu hal yang harus dikejar yaitu cita-cita dan
masa depan yang sudah di rancang dalam jiwa penulis.
Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang
penulis hadapi. butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi, penulis
paham bahwa dalam mengejarkan skripsi bukan perkara yang mudah karena
butuh ketelitian dan kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua
itu bisa diatasi berkat motivasi dan dorongan yang diberikan kepada semua pihak
yang membantu dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga
Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi
dan menyayangi kalian, dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin
penulis ucapkan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu
Dekan.
2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah Jurusan
Siyasah Syar’iyah.
3. Bapak Afwan Faizin, MA, Sekretaris Program Studi Jinayah Siasah Jurusan
Siyasah Sya’iyah, Selaku dosen pembimbing yang sangat penulis hormati,
dengan ikhlas beliau membimbing penulis dan selalu memberikan motivasi
sehingga penulis selalu optimis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Muhammad Ali Wafa, S.Ag, M.Ag, Dosen Penasehat Akademik.
viii
5. Bapak Khamami Zada, MA, Dosen pembimbing yang juga penulis hormati,
dengan sangat sabar beliau membimbing penulis, memberikan banyak ilmu
kepada penulis sehingga banyak hal baru yang penulis dapatkan selama
bimbingan bersama beliau.
6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan
literatur selama kuliah, terima kasih juga WIFI nya sehingga penulis tak perlu
ke warnet untuk mencari informasi yang dibutuhkan.
7. Ibuku tercinta, Hj. Khoiriyah yang penuh cinta dan kasih sayang memberikan
semangat, do’a dan susah payah bating tulang supaya penulis bisa
menyelesaikan studinya dengan penuh sabar. Beliau tak pernah memikirkan
apapun kecuali penulis bisa bahagia dan sukses. Begitu juga ayah tercinta, H.
Muhamad Idris yang selalu mendukung dan mendoakan untuk kebaikan
penulis. Untuk kakakku Ahmad Fauzi dan adik tersayang Mita semoga kalian
selalu di lindungi Allah SWT dimanapun kalian berada.
8. Nenek dan Kakekku yang sangat perhatian, dari masih kecil sampai saat ini
penulis masih merasakan kelembutan dan kehangatan tangan beliau saat susah
dan senang. Terima kasih nenek dan kakek atas do’a dan dukungannya.
9. Teman-teman SJS tercinta, yang membuat penulis merasa senang dan bahagia
kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya for Muhdi, Andre,
Sulthan, Ridho, Asep, Cocom, Youngki,Mansur, Hafiz, Sopian yangdalam
keadaan susah dan senang selalu kumpul bersama, bercanda bersama, tertawa
ix
bersama sehingga menjadi obat penghibur untuk penulis. Rasanya sudah
banyak hal yang penulis lewati bersama dalam suka dan duka selama kuliah.
Oleh karena itu, tidak cukup satu buku untuk menulis kenangan penulis
bersama mereka selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. I love u for
all and dont forget me, my brothers.
10. Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok Andulusia 2012.
Untuk Alamsyah Nugraha, Ismar, Fa’i, Ozi, Yubi, Suwandi, Ulum, Ami, Ira,
Suci, dll. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang sangat berkesan, tidak
ada kelompok KKN yang seseru dan sekompak kalian.Terima kasih semua
atas perhatian dan dukungannya. Semoga kita akan menjadi rekan se team
kembali pada kesempatan yang lain.
11. Tidak lupa juga kepada teman-teman yang pernah merasakan berjuang
bersama penulis dalam menciptakan keadilan di Indonesia. Maaf penulis tidak
bisa menyebutkan nama kalian satu-persatu. Bagi penulis kalian adalah kawan
diskusi yang luar biasa dan kawan seperjuangan yang solid. Thanks juga
dukungan nya selama ini kawan.
12. Ibu dan Bapak kos, terima kasih selama penulis tinggal di kosan Ibu dan
Bapak sudah banyak sekali membantu, melindungi dan memperhatikan
keadaan penulis sehingga penulis selalu merasa nyaman dan tentram untuk
menyelesaikan kewajiban sebagai mahasiswa. Semoga kebaikan Ibu dan
Bapak selama ini di balas dengan setimpal oleh Allah SWT.
13. Kepada sahabat tercinta dari SMP, SMA dan sampai saat ini, Siva Zul Arfat,
Nawawi, Habibi yang sedang menyelesaikan studinya di UIN Jogja,
x
Muhamad Alwan yang sekarang lagi di Tunisia mengejar gelar S1, Sabda
Alam Mashar, Muhamad Al-Fikri dan Rifki Fajri Sani yang sama-sama
sedang menyelesaikan skripsi di Universitasnya masing-masing, semangat
buat kalian dan semoga kita semua bisa menjadi orang yang sukses dan
bermanfaat buat Negara dan Agama. Terima kasih sudah memberikan
motivasi terhadap penulis dan menjadi sahabat yang baik.
14. Team Futsal Marxis Fc di Rorotan, Reza, Ujih, Aceh, Heri, Azizi, Madi, Xing,
Bustom, Dulloh, Hamsik, terima kasih atas dukungan kalian selama ini.
15. Kepada semua pihak yang sudah membantu penulis, mohon maaf apabila
belum disebutkan. Akan tetapi, penulis berdo’a semoga agar kebaikan dan
ketulusan kalian di balas oleh Allah SWT.
Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik
yang terlihat dan tersembunyi. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa
bermanfaat untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya. Sebagai
manusia biasa tentulah salah hal yang wajar yang terpenting ada kemauan untuk
belajar dan belajar agar bisa menyempurnakan yang kurang dan membenarkan
yang salah.
Ciputat, 15 Januari 2014
Penulis
Muhamad Anwar
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENYATAAN .............................................................................. iii
ABSTRAK ...................................................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 7
D. Review Studi Terdahulu ............................................................ 8
E. Metodologi Penelitian ............................................................... 9
F. Sistematika Penulisan ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG DEMONSTRASI
A. Pengertian Demonstrasi ............................................................. 12
B. Demonstrasi dan Partisipasi Politik........................................ ... 14
C. Sejarah Demonstrasi di Dunia ................................................... 18
BAB III TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DEMONSTRASI
A. Praktek Demonstrasi Pada Masa Khulafaur Rasyidin ............... 26
B. Pendapat Para Ulama Tentang Demonstrasi ............................. 32
BAB IV DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9
TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYATAKAN
PENDAPAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Unsur-Unsur Demonstrasi ......................................................... 44
B. Hak dan Kewajiban Demonstran ............................................... 49
C. Tata Cara Penyampaian Pendapat Di Muka Umum .................. 55
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 57
B. Saran-saran ................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 60
LAMPIRAN.................................................................................................... 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pilihan demokrasi sebagai sistem politik di Indonesia sudah ditentukan
pada masa kemerdekaan dan sampai saat ini demokrasi masih dijadikan
sebagai satu-satunya sistem yang dipilih oleh pemerintahan Indonesia.
Demokrasi yang dikembangkan pada masa Orde Lama, Orde Baru sampai
reformasi mempunyai versinya masing-masing. Ketika pada masa
pemerintahan Orde Baru, demokrasi belum berjalan dengan baik. Terlihat
misalnya seperti kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum,
kebebasan pers maupun kebebasan dalam organisasi belum sepenuhnya dapat
dijalankan oleh rakyat Indonesia pada masa itu.
Pasca tumbangnya Orde Baru membuka peluang terjadinya reformasi
politik dan demoktratisasi di Indonesia.1 Demokrasi di Indonesia dinilai mulai
mengalami perubahan dan kemajuan oleh para aktivis terutama dalam hal
kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Hampir semua aktivis
sepakat bahwa kebebasan menyatakan pendapat di era reformasi jauh lebih
baik dari masa sebelumnya terutama Orde Baru. Akan tetapi problematikanya
adalah semakin banyak ormas, LSM, organisasi kampus dan yang lainnya
menggunakan kebebasan menyatakan pendapat ini dengan jalur demonstrasi
dalam menyalurkan pendapat mereka untuk mengkritik kinerja pemerintah.
1 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), Cet. III, hal. 134.
2
Dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kebebasan
menyatakan pendapat memang dijamin dalam Pasal 28 yang berbunyi:
“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang”.2Ditambah
lagi lahirnya Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat di Muka Umum pasal 9 ayat (1) yang membolehkan
menyampaikan pendapat dengan cara unjuk rasa atau demonstrasi.
Memang dalam iklim demokrasi, pilihan demonstrasi itu wajar untuk
mengungkapkan aspirasi, karena landasan negara demokratis adalah
kebebasan3. Salah satu kebebasan itu ialah kebebasan berbicara dan
menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of
religion) dan kebebasan untuk memilih presiden. Kebebasan-kebebasan
tersebut merupakan bagian penting dari demokrasi.4
Dalam Undang-Undang No 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat Dimuka Umum sedikit sekali aturan pasal yang
mengatur tentang kewajiban yang harus dipatuhi dalam berujuk rasa atau
berdemonstrasi. Akibatnya tak sedikit para demonstran yang salah
mengartikan dan menterjemahkan kewajiban yang mesti dijalankan oleh para
demonstran, seperti keributan, bentrokan serta kerusuhan selalu saja terjadi
2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, (Jakarta, Sekretariat Jendral
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003). 3 Diane Revitch, Demokrasi Klasik dan Modern, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005), hal. 13. 4 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hal. 211.
3
dalam aksi unjuk rasa atau demonstrasi. Disisi lain, aparat terkesan
membiarkan aksi-aksi anarkis tersebut, misalnya pada aksi penolakan
kenaikan harga BBM pada tanggal 20 juni 2013 banyak sekali kerusuhan yang
terjadi disejumlah kota kota besar seperti di Jakarta, Makassar, Maluku dan
lain-lain.
Dalam wacana Islam, demonstrasi disebut مظا هرة (muzhaharah), yaitu
sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap
benar dan berupaya mensyi`arkannya dalam bentuk pengerahan masa.
Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan
digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya. Sebagaimana
misalnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan
untuk mencuri. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum
demonstrasi.5
Islam memberikan hak kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat
kepada seluruh warga negara Islam dengan syarat bahwa hak itu digunakan
untuk menyebarkan kebaikan dan bukan untuk menyebarkan
keburukan.6Karena itu, prinsip kebebasan mutlak perlu dikembangkan dan
dijamin pelaksanaannya guna terjaminnya keutuhan masyarakat pluralistik.
Kebebasan-kebebasan yang dibutuhkan manusia adalah kebebasan beragama,
kebebasan dari perbudakan, kebebasan dari kekurangan, kebebasan dari rasa
takut, kebebasan dari penganiyaan dan kebebasan menyatakan pendapat.7
5 Ahmad Sarwat, Fiqih Politik, (Jakarta: DU CENTER), hal. 77.
6 Abu A’la Almaududi, Hak- Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah Bambang
Iriana Djajatmadja, (Jakarta; Bumi Aksara, 2005), hal. 30. 7 J. Suyuthi Pulungan, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah Ditinjau
Dari Pandangan Al-Quran, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1994) hal. 156.
4
Dalam bahasan soal kebebasan berpendapat, Wahbah az-Zuhaily
melanjutkan bahwa kebebasan berpendapat adalah prinsip yang sangat
dikedepankan oleh Islam. Prinsip ini menuntut orang untuk dengan tegas
menyatakan kebenaran tanpa takut kepada siapapun, meskipun itu
menyangkut pemerintahan.8 Oleh karena itu, kebebasan berpendapat di akui
dalam Islam.
Dalam catatan sejarah Islam awal ditemukan bukti-bukti yang
menunjukkan bahwa Nabi memberikan kebebasan kepada sahabatnya untuk
berbicara dan mengemukakan pendapat mereka. Hal ini tampak dalam
musyawarah-musyawarah atau konsultasi yang beliau laksanakan untuk
membicarakan berbagai masalah.Tapi disamping kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat, Islam juga memberikan batasan-batasan dalam
rangka menghargai hak-hak orang lain.9
Menurut Imam Ghazali, menyampaikan kritik dan memberikan nasihat
bagi orang yang keliru adalah wajib. Oleh karena itu, masyarakat harus
menegakkan kewajiban ini, bukan untuk tujuan lain melainkan agar kebenaran
itu terus hidup dan eksis. Karena kebahagiaan hidup di akhirat akan diperoleh
apabila kewajiban-kewajiban sebagai manifestasi dari ketaqwaan telah
dilaksanakan dengan baik waktu hidup di dunia.10
Sejarah Pemerintahan Islam juga telah menunjukan tentang adanya
mu’aradhah atau melakukan kritik terhadap pemerintah. Abu Bakar secara
8 Abdul Djalil, Fiqh Rakyat; Pertautan Fiqh Dengan Kekuasaan, (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2000), hal. 22. 9 Ibnu Taymiyah, Kumpulan Fatwa Fatwa Ibnu Taymiyah, Jakarta Darul Haq, 2007.
10A. Djazuli, Fiqih Siyasah: ImplementasiKemaslahatan Ummat Dalam Rambu-Rambu
Syari’ah, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hal. 95.
5
terbuka dan di hadapan umum mengatakan;”...bila aku berlaku baik, bantulah
aku. Akan tetapi bila aku berbuat salah, bawalah aku ke jalan yang benar.
Kebanaran adalah suci, dan kesalahan adalah pengkhianatan”. Pada saat
pelantikan, di hadapan umum, Umar bin Khattab meminta agar menegur Umar
jika melakukan penyimpangan. Kemudian salah seorang yang hadir, tampil
sambil menghunus pedang seraya mengatakan;” Jika aku melihat
penyimpangan yang dilakukan Umar, aku akan meluruskannya dengan pedang
ini’. Mendengar itu Umar tidak marah, justru mengucapkan alhamdulillah.11
Dalam meluruskan setiap kebijakan pemerintah yang dinilai
bertentangan dengan ajaran Islam dibutuhkan sebuah gerakan Islam. Didalam
Islam sendiri mengenal adanya gerakan-gerakan Islam dimulai dari gerakan
keagamaan sampai gerakan sosial yang semakin berkembang pesat dari
generasi ke genarasi atau dari tahun ke tahun. Gerakan-gerakan tersebut
mempunyai visi dan misi yang berbeda dan prinsip-prinsip yang berbeda
pula.Ada yang mengelompokkan gerakan Islam fundamentalis,gerakan Islam
militan, gerakan Islam tradisional dan gerakan Islam radikal.12
Gerakan sosial sebagai sebuah proses perubahan juga terjadi bukan hanya
di dunia Barat,tetapi dunia Islam pun mengenal gerakan-gerakan yang
mengarah kepada suatu perbaikan dalam masyarakat,sesuai dengan nilai-nilai
Islam.Islam mendorong semangat juang, semangat menolak dan semangat
11
Ridwan HR, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, (Yogyakarta: FH UII
PRESS, 2007), hal. 41. 12
Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi
Perspektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), hal.231.
6
meniadakan keadaan yang tidak diinginkan di kalangan umatnya melalui
jihad. Jihad dengan kata lain yaitu mengarahkan sesama manusia untuk
melakukan apa yang digariskan oleh Islam (al-amr bil ma’ruf) dan melarang
sesama manusia melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan oleh Islam (al-
nahy’an al-munkar).13
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis tertarik untuk
mengkaji lebih jauh lagi tentang “DEMONSTRASI DALAM UNDANG
UNDANG NO 9 TAHUN 1998 (PERSPEKTIF HUKUM ISLAM)”. Penulis
ingin meneliti lebih dalam lagi tentang unjuk rasa atau demonstrasi yang
diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 ini. Setelah itu, penulis menjelaskan apa
pandangan para ulama dan fatwa-fatwa mereka mengenai unjuk rasa dan
aturan-aturan yang terkait dalam UU tersebut.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan dalam latar belakang
masalah, maka penulis dapat menyusun pembatasan masalah sebagai berikut:
1. Demonstrasi dalam skripsi ini dibatasi dengan suatu cara mengeluarkan
pikiran dengan lisan maupun tulisan secara demonstratif di muka umum.
2. Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 dalam skripsi ini dibatasi pada
Undang-Undang Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka
Umum, yang membolehkan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi.
3. Hukum Islam dalam skripsi ini dibatasi pada dalil-dalil Al-Qur’an, Hadist
dan pendapat para ulama yang ahli dalam siyasah.
13
Bambang Pranowo, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran
SosiologiPerspektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008), hal.229.
7
Dari pembatasan masalah diatas, dapat dirumuskan masalah yang ada
dalam kajian:
1. Bagaimanakah tata cara demonstrasi yang diatur dalam Undang-Undang
No. 9 Tahun 1998?
2. Bagaimanakah Islam mengatur tata cara melakukan demonstrasi?
3. Bagaimanakah pandangan Hukum Islam tentang demonstrasi yang diatur
dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk menjelaskan tata cara demonstrasi menurut Hukum Islam dengan
memasukkan beberapa pendapat Ulama.
2. Memberikan penjelasan bagaimana Islam mengatur tentang tata cara
demonstrasi.
3. Meneliti lebih jauh demonstrasi dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998
dengan Tinjaun Hukum Islam.
Sedangkan manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam mengkaji
persamaan dan perbedaan tata cara demonstrasi yang diatur dalam hukum
positif dan hukum Islam.
2. Bagi pembaca dan masyarakat untuk mengetahui beberapa hukum, prinsip
dan aturan tentang unjuk rasa dalam menegakkan amar ma’ruf nahy
munkar serta mencari keharmonisan antara Hukum Islam dan hukum
positif yang mengatur tentang unjuk rasa dan demonstrasi.
8
D. Review Studi Terdahulu
Penelitian terkait unjuk rasa dan demonstrasi memang sudah ada
sebelumnya. Namun penulis belum menemukan sebuah penelitian yang secara
teoritis dan analisis secara spesifik yang membahas tentang unjuk rasa dan
demonstrasi ditinjau dari Hukum Postif dan Hukum Islam. Penulis juga belum
mendapatkan penjelasan lebih jauh lagi dalam mencari keharmonisan aturan
yang dimuat oleh Undang-Undang no 9 tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat Dimuka Umum dengan Hukum Islam. Adapun
penelitian sebelumnya yang akan menunjang penelitian ini adalah :
Skripsi tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Wewenang Polisi
Malaysia dan Indonesia Dalam Menanggulangi Unjuk Rasa Di Tempat
Umum” yang ditulis oleh Muhamad Sukri bin Nayam pada tahun 2011. Dalam
skripsi ini hanya dijelaskan tentang kewenangan kepolisian yang ada di
Malaysia dan Indonesia dalam mengatasi unjuk rasa yang terjadi di kedua
negara tersebut. Skripsi ini juga memfokuskan penelitiannya terhadap tugas
dan kedudukan hak-hak dalam unjuk rasa. Sayangnya skripsi ini tidak
membahas secara sefesifik mengenai hukum unjuk rasa dan demonstrasi
dalam Hukum Islam.
Selain itu skripsi tentang” Kebebasan BerpendapatDalam Hukum
Indonesia danMalaysia” yang ditulis oleh Moh. Sabri bin Mamat pada tahun
2011. Skripsi ini membandingkan tentang Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) pada tahun 1948 dan Deklarasi Kairo pada tahun 1990
dan memfokuskan penelitiannya tentang perbandingan hak menyatakan
pendapat di Indonesia dan Malaysia. Juga penulis ini membahas tentang
9
perbandingan implementasi kebebasan menyatakan berpendapat di Indonesia
dan Malaysia.
E. Metodologi Penelitian
Untuk mendapatkan data dalam penelitian skripsi ini penulis
menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun penelitian ini
menggunakan pendekatan normatif yaitu menemukan kesamaan dan
kesesuaian antara muatan isi Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum dengan Hukum Islam.
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik studi pustaka (library research)
dalam pengumpulan datanya bahan utamanya berupa buku-buku literatur,
peraturan perundang-undangan, norma-norma yang hidup dan berkembang
dalam masyarakat14
, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumber
lainnya yang berkaitan secara langsung dengan obyek yang diteliti.
2. Kriteria dan Sumber Data
a. Data Primer
Data primer ini merupakan data-data yang diperoleh dari
sumber aslinya, memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan
dengan penelitian ini. Sumber-sumber data tersebut berupa Undang-
Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan
Pendapat di Muka Umum, Al-Quran, As-Sunnah, pendapat para
ulama tentang unjuk rasa atau demonstrasi dan fatwa-fatwa ulama.
14
Zainudin Ali. Metode penelitian hukum. (Palu: Sinar grafika, 2009), hal. 30.
10
b. Data Sekunder
Data sekunder ini merupakan data-data yang memberikan
penjelasan mengenai bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-
sumber tambahan yang memuat segala keterangan-keterangan yang
berkaitan dengan penelitian ini, antara lain informasi yang relevan,
artikel, buletin, atau karya ilmiah para sarjana.
3. Teknik Analisis Data
Data yang diklarifikasikan maupun dianalisa untuk mempermudah
dan menghadapkan pada pemecahan masalah. Adapun metode analisis
data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode analisis isi
secara kualitatif. Dalam analisis ini, semua data yang dianalisis adalah
berupa teks. Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan,
mengidentifikasi, dan menganalisa teks atas dokumen untuk memahami,
signifikasi dan relevansi teks atau dokumen.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai pertimbangan dalam mempermudah penulisan skripsi saya ini,
penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab,
dimana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan penjelasan yang
terinci. Penulisan skripsi ini akan disusun dengan sistematika penyusunan
berdasarkan bahasan bab-perbab sesuai yang akan diuraikan sebagai berikut :
Bab I, berisi tentang pendahuluan mengenai latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, metedologi penelitian kemudian diakhiri dengan sistematika
penulisan.
11
Bab II, penulis memaparkan tinjauan umum tentang demonstrasi dengan
memberikan pengertian mengenai demonstrasi menurut referensi dan kamus
besar bahasa Indonesia kemudian dilanjutkan dengan memasukkan sebuah
fenomena besar tentang terjadinya sebuah demonstrasi besar yang pernah
terjadi di berbagai negara.
Bab III, membahas lebih jauh lagi tentang tinjauan Hukum Islam terhadap
aksi demonstrasi dengan mengungkap pertama kali terjadi demonstrasi pada
masa al-Khulafa’ al-Rasyidun, memaparkan pendapat para ulama tentang
unjuk rasa atau demonstrasi dan memasukkan fatwa NU mengenai hukum
melakukan unjuk rasa.
Bab IV, penulis mengkaji unsur-unsur unjuk rasa atau demonstrasi dan
Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan
Pendapat Dimuka Umum mengenai hak dan kewajiban dan tata cara unjuk
rasa atau demonstrasi sesuai dengan kajian dan pandangan Islam serta
memasukkan beberapa ayat al-Qur’an dan al-Hadist terkait masalah tersebut.
Bab V, berisi tentang penutup, dalam bab ini penulis mencoba
memberikan beberapa kesimpulan-kesimpulan terkait skripsi ini, dengan
kesimpulan yang penulis paparkan diharapkan pembaca dapat memetik sebuah
intisari dari keseluruhan isi skripsi ini dan diakhiri saran-saran dari penulis.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG DEMONSTRASI
A. Pengertian Demonstrasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, demonstrasi bisa mengandung
dua makna. Pertama, demonstrasi adalah pernyataan protes yang
dikemukakan secara massal; unjuk rasa: mereka berbondong-bondong
mengadakan–menentang percobaan nuklir. Kedua, demonstrasi adalah
peragaan atau pertunjukan tata cara melakukan atau mengerjakan sesuatu: -
pencak silat perlu diadakan guna memperoleh bibit-bibit pesilat yang baik.1
Dalam Kamus Ilmiah Populer, demonstrasi adalah unjuk rasa; tindakan
bersama untuk menyatakan protes; pertunjukan mengenai cara-cara
penggunaan suatu alat; pamer (kekuataan yang mencolok).2 Sedangkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang
Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di Muka Umum, Pasal 1 ayat 3
dijelaskan unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan
sebagainya secara demonstratif di muka umum.3 Demonstrasi merupakan
kegiatan aksi yang dilakukan oleh beberapa komponen organisasi/masyarakat
terhadap satu kebijaksanaan pemerintah. Untuk mendapatkan perhatian,
dilakukan dengan terpimpin.
1 Frista Artmanda W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jombang: Lintas Media).
2 Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka,
1994), hal. 100. 3 Undang-Undang Republik Indonesia No 9 Tahun 1998.
13
Dalam pengertian lain, demonstrasi atau unjuk rasa atau protes jalanan
adalah aksi yang dilakukan kelompok massa atau sekumpulan kelompok
massa untuk tujuan politis atau yang lain. Demonstrasi umumnya dilakukan
dengan cara berjalan dalam format parade massal yang biasanya diawali di
suatu tempat dan menuju lokasi yang ditentukan. Demonstrasi terkadang
diakhiri dengan bacaan petisi oleh ketua demo atau tuntutan untuk berbicara
dengan perwakilan pihak yang didemo.4 Istilah unjuk rasa atau demonstrasi
mengacu pada ekspresi tingkah laku dari orang/sekelompok orang lainnya atau
obyek-obyek yang dapat mewakili (isntitusi/lembaga) dengan tujuan agar
pikiran, pendapat, dan perasaannya dapat diperhatikan, dilihat, didengar atau
diterima.5
Sedangkan dalam Islam, demonstrasi disebut muzha’haroh, yaitu
sebuah media dan sarana penyampaian gagasan atau ide-ide yang dianggap
benar dan berupaya mensyi`arkannya dalam bentuk pengerahan masa.
Demonstrasi merupakan sebuah sarana atau alat sangat terkait dengan tujuan
digunakannya sarana atau alat tersebut dan cara penggunaannya. Sebagaimana
misalnya pisau, dapat digunakan untuk berjihad, tetapi dapat juga digunakan
untuk mencuri. Sehingga niat atau motivasi sangat menentukan hukum
demonstrasi.6 Pada intinya unjuk rasa merupakan pernyataan pendapat atau
lebih jauh lagi aspirasi dari sejumlah warga masyarakat yang dapat berupa
reaksi atau tanggapan yang bersifat mendukung atau menolak prilaku.7
4 Lihat, http://www.alkhoirot.net/2012/05/demonstrasi-dalam-islam.html.
5Tesis Ahmad Burhan Wijaya, Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Menangani
AksiMassa Unjuk Rasa Di Bawah Kondisi Konflik Peran, (Pasca Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002), hal. 50.
6 Ahmad Sarwat, Fiqih Politik, (Jakarta: DU CENTER), hal. 77.
7 Budiman Tanuredjo, Pasung Kebebasan; Menelisik Kelahiran UU Unjuk Rasa,
(Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1999), hal. VII.
14
B. Demonstrasi dan Partisipasi Politik
Demonstrasi bagian daripada partisipasi politik yang digerakkan
langsung oleh partai politik maupun masyarakat biasa yang mempunyai
kepentingan-kepentingan tertentu. Bisa dikatakan demonstrasi sebagai
keikutsertaan kelompok atau organisasi yang ingin mempengaruhi keputusan
atau kebijakan pemerintah. Karena dalam kenyataannya, para demonstran
dalam aksinya selalu mengangkat issu-issu yang berhubungan dengan
kebijakan-kebijakan pemerintah, misalnya, kebijakan kenaikan harga BBM
pada tahun 2012 yang mengakibatkan maraknya aksi demonstrasi untuk
menolak kebijakan tersebut.
Dalam analisis politik modern, partisipasi politik merupakan suatu
masalah yang penting, dan akhir-akhir ini banyak dipelajari terutama dalam
hubungannya dengan negara-negara berkembang seperti Indonesia. Pada
awalnya studi mengenai partisipasi poltik memfokuskan diri pada partai
politik sebagai pelaku utama, tetapi dengan berkembangnya demokrasi banyak
muncul kelompok masyarakat yang ingin mempengaruhi proses pengambilan
keputusan mengenai kebijakan umum. Kelompok-kelompok ini lahir di masa
pasca industrial (post industrial) dan dinamakan gerakan sosial baru.8
Sebagai definisi umum, partisipasi politik bisa dikatakan sebagai
kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta secara aktif dalam
kehidupan politik, antara lain dengan memilih pimpinan negara dan secara
langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah.
8 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hal. 367.
15
Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan
umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai atau salah satu
gerakan sosial dengan direct actionnya. 9
Sedangkan Huntington dan Nelson dalam bukunya Partisipasi Politik di
Negara Berkembang mengartikan partisipasi politik sebagai kegiatan warga
negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk
mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat
induvidual atau kolektif, teroganisir atau spontan, mantap atau sporadik,
secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak
efektif.10
Dari penjelasan tersebut jelaslah bahwa partisipasi politik erat sekali
kaitannya dengan kesadaran politik.
Lahirnya Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat di Muka Umum dan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945, pasal 28E ayat (3) “Setiap orang berhak atas
kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat” semakin
menguatkan eksistensi kebebasan dan perkumpulan yang di bentuk atas dasar
demokrasi. Adanya Undang-Undang tersebut pada intinya memberikan
kebebasan suara kepada masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam politik.
Sehingga semakin banyak kelompok-kelompok yang bermunculan untuk
dijadikan sebagai alat mereka untuk menyuarakan suara dan aspirasinya.
Karena beragamnya kelompok-kelompok kepentingan ini Gabriel A.
Almond dan Bingham G. Powell dalam bukunyaComparative Politics Today:
9 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 367.
10 Samuel P Huntington dan Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 4.
16
A World View (1992) yang diedit bersama, membagi kelompok kepentingan
dalam empat kategori, yaitu : a) kelompok anomi (anomic groups), b)
kelompok nonasosiasioanl (nonassociational groups), c) kelompok
institusional (institutional groups), dan d) kelompok asosiasional
(associational groups).11
Pertama, adalah kelompok anomi, kelompok-kelompok ini tidak
mempunyai organisasi, tetapi individu-individu yang terlibat merasa
mempunyai perasaan frustrasi dan ketidakpuasan yang sama. Sekalipun tidak
terorganisir dengan rapi, dapat saja kelompok-kelompok ini secara spontan
mengadakan aksi massal jika tiba-tiba timbul frustrasi dan kekecewaan
mengenai sesuatu masalah. Ketidakpuasan ini diungkapkan melalui demikrasi
dan pemogokan yang tak terkontrol, yang kadang-kadang berakhir dengan
kekerasan. Ledakan emosi ini yang sering tanpa rencana yang matang, dapat
saja tiba-tiba muncul, tetapi juga dapat cepat mereda. Akan tetapi jika
keresahan tidak segera diatasi, maka masyarakat dapat memasuki keadaan
anomi, yaitu situasi chaos dan lawlessness yang diakibatkan runtuhnya
perangkat nilai dan norma yang sudah menjadi tradisi, tanpa diganti nilai-nilai
baru yang dapat diterima secara umum. Hal ini tercermin dalam kejadian
seperti pemberontakan di Berlin Timur dan Hungaria (tahun 1950-an) dan
Polandia (tahun 1980-an) demonstrasi di Tianamen Square (1989), dan
demonstrasi-demonstrasi menguntuk kartun Nabi Muhammad SAW di
Denmark (2006) dan di beberapa negara di dunia.
11
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
2008), hal. 387. Lihat, Gabriel A. Almond dan G. Bingham Powell, eds, Comparative Politics
Today:A World View, Edisi ke-5 (New York: Harpes Collins, 1992), hal. 62-65.
17
Kedua, adalah kelompok nonasosiasional, kelompok kepentingan ini
tumbuh berdasarkan rasa solidaritas pada sanak saudar, kerabat, agama,
wilayah, kelompok etnis, dan pekerjaan. Kelompok-kelompok ini biasanya
tidak aktif secara politik dan tidak mempunyai organisasi ketat, walaupun
lebih mempunyai ikatan daripada kelompok anomi. Anggota-anggotanya
merasa mempunyai hubungan batin karena mempunyai hubungan ekonomi,
massa konsumen, kelompok etnis, dan kedaerahan. Contoh di Indonesia:
Paguyuban Pasundan, kelompok penggemar kopi, dan lain-lain.
Ketiga, adalah kelompok institusional, kelompok-kelompok formal
yang berada dalam atau bekerja sama secara erat dengan pemerintah seperti
birokrasi dan kelompok militer. Contoh di Amerika : military indstrial
complex di mana Pentagon bekerja sama dengan industri pertahanan. Contoh
di Indonesia: Darma Wanita, KORPRI, Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia (PKBI).
Keempat, adalah kelompok asosiasional, terdiri atas serikat buruh,
kamar dagang, asosiasi etnis dan agama. Organisasi-organisasi ini dibentuk
dengan suatu tujuan yang eksplisit, mempunyai organisasi yang baik dengan
staff yang bekerja penuh waktu. Hal ini telah menjadikan mereka lebih efektif
daripada kelompok-kelompok lain dalam memperjuangkan tujuannya. Contoh
di Indonesia: Federasi Persatuan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, Himpunan
Kerukunan Petani Indonesia (HKTI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan
Kamar Dagang Indonesia (KADIN).12
12
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, hal. 388.
18
C. Sejarah Demonstrasi di Dunia
1. Amerika
Pada musim semi tahun 1887 suatu jurnal pertanian di North
Carolina dengan sangat cermat menyatakan apa yang banyak diperhatikan
oleh petani di seluruh pelosok Amerika Serikat.13
Isi jurnal tersebut,
menggambarkan bagaimana nasib para petani di Amerika Serikat waktu
itu. Menceritakan kenyataan pahit bagi para petani yang jauh dari
kemakmuran.
Sampai abad ke-19, kehidupan pekerja industri jauh dari mudah.
Bahkan diwaktu yang baik pun upah tetap rendah, jam kerja panjang, dan
kondisi pekerjaan berbahaya. Sedikit saja kemakmuran yang muncul
karena pertumbuhan negara ini yang bisa dirasakan para pekerja. Situasi
ini lebih buruk lagi bagi wanita dan anak-anak yang merupakan tenaga
kerja dengan presentase tinggi di beberapa industri, tetapi sering menerima
upah yang jauh lebih kecil dari kaum pria. Krisis ekonomi secara berkala
melanda seluruh negeri sehingga mengikis upah buruh industri dan
membuat pengangguran semakin tinggi.14
Sebelumnya berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan nasib
buruh. Upaya besar pertama untuk membentuk kelompok pekerja yang
berbasis nasional ditandai dengan munculnya The Noble Order of the
Knights of Labor ( Orde mulia ksatria pekerja) ditahun 1869. Namun pada
13
Allen F. Davis dan Harold D. Woodman, Konflik dan Konsensus Dalam Sejarah
AmerikaModern. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991), hal. 111. 14
Howard Cincotta, Garis Besar Sejarah Amerika, Penerjemah; Yusi A Pareanom. hal.
233.
19
akhirnya The Knights of Labor mengalami kemunduran, sehingga kaum
buruh melakukan aksi mogok kerja pada tahun 1877 lewat pemogokan
besar di seluruh negeri karena pemotongan upah sebesar 10 persen. Usaha-
usaha yang dilakukan untuk membubarkan pemogokan ini menyebabkan
terjadinya kerusuhan dan perusakan dalam skala luas di beberapa kota
seperti, Baltimore, Maryland; Chicago, New York dan berbagai kota di
Amerika Serikat lainnya.
Insiden Haymarket Square terjadi 9 tahun kemudian. Ketika itu
seorang melemparkan bom ke sebuah pertemuan yang sedang
mendiskusikan pemogokan yang sedang berlangsung di Chicago, insiden
ini menewaskan 9 orang dan melukai 60 orang.15
Selanjutnya terjadi
kerusuhan pada tahun 1893 di pengecoran baja Carnegie di Homestead,
Pennsylvania. Satu gruop yang terdiri dari 300 detektif Pinkerton
membubarkan aksi demo pemogokan kerja yang dilakukan oleh gabungan
asosiasi pekerja besi, baja dan timah dengan melakukan tembakan dan 10
orang menyebabkan meninggal.
2. Mesir
Di bawah Konstitusi Mesir 1971, Presiden Mubarak memiliki
kuasa yang luas atas Mesir. Bahkan, dia dianggap banyak orang sebagai
seorang diktator.16
Rezim diktator Husni Mubarok terkenal dengan
korupsinya. Salah satunya adalah korupsi besar-besaran yang terjadi di
Kementrian Dalam Negri Mesir. Hal ini tidak terlepas dari semakin
15
Howard Cincotta, Garis Besar Sejarah Amerika, hal. 235. 16
http://id.wikipedia.org/wiki/Hosni_Mubarak
20
meningkatnya kekuasaan terhadap sistem institusional yang diperlukan
untuk mengamankan posisi sebagai presiden yang dipegang oleh Husni
Mubarok dalam waktu yang sangat lama. Tindakan korupsi tersebut juga
mengakibatkan banyak politikus dan aktivis-aktivis muda yang dipenjara
tanpa menjalani persidangan. Selain itu, rezim Husni Mubarok juga
memiliki banyak penjara rahasia dan memberikan kebebasan kepada
kroni-kroninya untuk mengganggu privasi rakyat.
Hingga tahun 1999, Husni Mubarok sudah terpilih menjadi
presiden selama 5 kali. Hal ini tentu memunculkan tekanan, baik domestik
maupun internasional, agar mesir segera melakukan reformasi dan
membentuk pemerintahan yang demokratis. Oleh sebab itu, pada 26
Februari 2005. Husni Mubarok memrintahkan perlemen untuk
mengamandemen undang-undang dasar negara tersebut, sehingga
memungkinkan adanya calon lain dalam pemilihan presiden.
Pada tanggal 8 September 2005, salah seorang calon kalah, Ayman
Nour. Dia menolak hasil pemilu tersebut dan menuntut dilakukannya
pemilu ulang. Akan tetapi, usaha tersebut tidak berhasil karena Ayman
Nour justru dituduh melakukan pemalsuan dan dijatuhi hukuman penjara
selama 5 tahun.17
Menyusul jatuhnya rezim Ben Ali di Tunisia, Mesir pun mulai
bergejolak. Pada 25 Januari 2011, terjadi demonstrasi besar-besaran yang
menuntut Husni Mubarok mundur dari jabatannya. Para demonstran
17
Hamid Bahri, Para Diktator Terheboh Di Dunia Yang Berhasil Digulingkan,
(Jogjakarta: FlashBooks, 2012), hal. 156.
21
berkumpul di Tahrir Square. Guna mengatasinya, Husni Mubarok
mengerahkan kekuatan militer untuk membubarkan para demonstran
tersebut. Bentrokan pun tidak terhindarkan. Kerusuhan pun terjadi dimana-
mana.
Tindakan represif yang dilakukan oleh kekuatan militer Husni
Mubarok menyebabkan banyak korban berjatuhan dari pihak demonstran.
Sekitar 850 orang demonstran terbunuh dalam pristiwa tersebut. Adapun
Husni Mubarok bersikeras mempertahankan kekuasaannya. Karena
posisinya semakin tersudut, Husni Mubarok mengeluarkan pernyataan
bahwa ia tidak akan mencalonkan diri dalam pemilu yang akan digelar
pada bulan September. Akan tetapi, ia juga menyatakan keinginannya
untuk menyelesaikan masa pemerintahannya dan menjanjikan adanya
reformasi konstitusional. Pernyataan ini tetap tidak diindahkan oleh para
demonstran. Bahkan, mereka yang sudah berkumpul di depan istana
presiden mulai melakukan tindakan yang anarkis.
Pada 11 Februari 2011, Wakil presiden Omar Suleiman
mengumumkan pengunduran diri Husni Mubarok. Selain itu, ia juga
menegaskan bahwa pemerintahan akan diserahkan kepada pihak militer.
Pada 28 Februari 2011, jaksa penuntut umum Mesir mengeluarkan
larangan bagu Husni Mubarok dan keluarganya keluar dari Mesir. Setelah
itu, Husni Mubarok menjalani tahanan rumah. Pemeriksaan terhadapnya
dan keluarganya dimulai pada 13 April 2011.18
18
Hamid Bahri, Para Diktator Terheboh Di Dunia Yang Berhasil Digulingkan , hal. 158.
22
3. Indonesia
Kekuasaan presiden semasa rezim Orde Baru Soeharto terasa
sangat absolut. Melihat hal ini sama terjadi pula sebelumnya dalam paruh
kedua kekuasaan rezim Soekarno (1959-1966). Maka absolutisme lembaga
kepresidenan ini tidak terlepas dari kelemahan UUD 1945 dan sistem
pemilihan presiden secara bertahap lewat Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR). Dengan memanfaatkan kelemahan itu, Soeharto bisa
dipilih berkali-kali dan berkuasa selama lebih dari 30 tahun.
Selama kepemimpinanya akhir dekade 1990-an Soeharto dikenal
sebagai presiden diktator yang mempunyai kekuasaan tanpa batas. Banyak
yang percaya bahwa ia bukan lagi semata presiden melainkan Raja.19
Dia
juga dikenal sebagai presiden yang KKN (korupsi, Kolusi dan Nepotisme)
yang menyebabkan sebagian masyarakat indonesia terutama mahasiswa
sudah tidak percaya lagi terhadap kepemimpinannya.
Badai besar yang akhirnya memaksa presiden Soeharto untuk
mundur dari kekuasaannya yang dipegangnya lebih dari 30 tahun itu
bermula dari krisis moneter yang melanda thailand awal Juli 1997.20
Respons pertama pemerintah terhadap krisis mencerminkan kesombongan
dan kurangnya kesadaran terhadap realitas. Ada seruan-seruan menuntut
reformasi dari banyak pihak, tapi tetap tidak mendatangkan hasil.
Tuntutan akan reformasi terus semakin meningkat seiring semakin
memburuknya krisis ekonomi dan semakin jelas bahwa rezim ini tidak
19
Muhamad Iqbal Djajadi, Kisah Perjuangan Reformasi, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999), hal. 2. 20
James Luhulima, Hari-Hari Panjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto
danBeberapa Pristiwa Terkait, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001), hal. 78.
23
mampu mereformasikan diri. Demonstrasi mahasiswa meluas dan semakin
marak. 21
Morat-maritnya perekonomian Indonesia, melambung tingginya
harga-harga barang, meningkatnya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan
menyempitnya kesempatan kerja, memancing mahasiswa untuk
mengadakan aksi keperihatinan.
Pada awalnya aksi keprihatinan mahasiswa itu digelar di dalam
kampus saja, dan itu pun hanya melibatkan segelintir mahasiswa. Sesekali
ada juga sekelompok mahasiswa yang datang ke DPR dan menggelar aksi
disana. Memasuki bulan Januari 1998, jumlah mahasiswa yang
berpartisipasi dalam aksi-aksi keprihatinan meningkat menjadi ratusan
orang. Bukan itu saja aksi keprihatinan di kampus-kampus berbagai kota
itu juga melibatkan alumni dan dosen. Semakin maraknya demonstrasi
ABRI membiarkannya selama demonstrasi itu digelar atau dilakukan
dalam kampus. Tapi, pada awal Mei, mahasiswa sudah turun ke jalan-jalan
di kota besar. Kerusuhan besar terjadi di Medan. Pada tanggal 12 Mei,
penembak jitu ABRI menembak mati empat mahasiswa demonstran di
Universitas Trisakti Jakarta. Pada saat itu, tokoh-tokoh penting militer
termasuk Jendral Wiranto dan Susilo Bambang Yudhoyono menyadari
bahwa rezim Soeharto tak bisa dipertahankan lagi.22
Keesokan harinya, tanggal 13 Mei 1998 siang, usai pemakaman
keempat mahasiswa itu, ribuan mahasiswa Trisakti mengadakan aksi
berkabung di kampusnya. Massa mulai menyemut di sekitar kampus
21
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, (Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2008), Cet I, hal. 689. 22
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, hal. 83.
24
Trisakti. Mereka ingin bergabung dengan para mahasiswa, namun dicegah
oleh aparat keamanan. Akibatnya, massa mengamuk dan mereka mulai
mengadakan aksi pelemparan dan perusakan.
Sejak peristiwa itu, para demonstran tak terbendung lagi, baik yang
dilakukan di kota maupun didaerah-daerah. Akibatnya, kerusuhan,
pengerusakan bangunan-bangunan, pembakaran rumah dan toko-toko
dilakukan oleh para demonstran guna menuntut presiden Soeharto untuk
mundur dari jabatannya. Tuntutan para demonstran meminta agar Soeharto
mampu mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Puncaknya, pada
tanggal 21 Mei 1998, presiden mengumumkan pengunduruan dirinya
sebagai Presiden Republik Indonesia karena disebabkan banyaknya
tuntutan yang dikeluarkan baik dari DPR, MPR dan para demonstrasi yang
sudah tidak terbendung lagi.23
4. Libya
Ketika Muammar Gadaffi berhasil menduduki kursi kepresidenan
di Libya, Gaddafi menjelma menjadi Rezim yang otoriter dan diktator.
Salah satu tindakan otoriternya yaitu, ia melakukan “pembersihan” etnis
dan pengusiran terhadap orang-orang italia yang tinggal di Libya.
Sebenarnya Libya adalah sebuah negara yang kaya akan sumber daya
alam, khususnya minyak. Akan tetapi, negara ini tidak tergolong maju
secara ekonomi. Hal ini tidak terlepas dari tindakan korupsi yang
dilakukan oleh Mummar Gaddafi dan kroni-kroninya. Sebagian besar
23
M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, hal. 234.
25
perusahaan yang ada dikuasi oleh keluarga dan orang-orang yang
dekatnya.24
Sementara itu, banyak rakyat Libya yang hidup dalam
kemiskinan.
Pada tahun 1990, rezim Muammar Gaddafi menghadapi oposisi
yang semakin besar dari pemberontak yang dilakukan oleh Libyan Islamic
Fighting Group. Kelompok pemberontak tersebut hampir berhasil
membunuhnya pada tahun 1996. Untuk mengatasinya, Muammar Gaddafi
memerintahkan kepada tentaranya untuk melakukan tindakan represif
kepada orang-orang yang menentangnya.
Menyusul tumbangnya beberapa rezim diktator di Timur Tengah,
Libya pun mulai ikut bergejolak. Pada 17 Februari 2011, terjadi
demonstrasi besar-besaran yang mendesak Muammar Gaddafi untuk turun.
Demonstrasi tersebut menimbulkan banyak kekacauan hampir di seluruh
bagian Libya. Pertempuran antara tentara Muammar Gaddafi dan pihak
oposisi terjadi dimana-mana. Beberapa kota Libya berhasil dikuasai oleh
para pemberontak.
Pada tanggal 25 Agustus 2011, hampir semua bagian di Tripoli
berhasil dikuasai oleh para pemberontak. Muammar Gaddafi berhasil
ditangkap ditempat persembunyiannya pada 20 Oktober 2011.25
Akhirnya
Gaddafi tumbang oleh para demonstrasi dan oposisi yang menuntutnya
untuk mundur dari jabatannya.
24
Hamid Bahri, Para Diktator Terheboh Di Dunia Yang Berhasil Digulingkan,
(Jogjakarta: FlashBooks, 2012), hal. 162. 25
Hamid Bahri, Para Diktator Terheboh Di Dunia Yang Berhasil Digulingkan, hal. 164.
26
BAB III
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP DEMONSTRASI
A. Praktek Demonstrasi Pada Masa Khulafur Rasyidin
Sejarah mencatat bahwa unjuk rasa atau demonstrasi pernah terjadi
pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Utsman memang dikenal sebagai
seorang sahabat Nabi yang sangat populis. Saat ia masuk (awal) Islam.1
Utsman bin afwan naik menjadi khalifah menggantikan Umar bin Khattab
lewat prosedur formatur.2
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan banyak sekali gejolak-
gejolak yang terjadi baik dari kalangan sahabat maupun dari kalangan rakyat
pada saat itu karena kebijakan-kebijakan Utsman yang dinilai kontroversial.
Sehingga banyak yang mengkritik dan melakukan pemberontakan untuk
menurunkan Utsman dari kekhalifahan. Sebagian ahli sejarah menilai, bahwa
Utsman melakukan nepotisme. Ia mengangkat sanak saudaranya, dalam
jabatan-jabatan strategis yang paling besar dan paling banyak menyebabkan
suku-suku dan kabilah-kabilah lainnya merasakan pahitnya tindakan Utsman
itu.3
Salah satu tindakan atau kebijakan Utsman yang mengakibatkan
banyak protes (demonstrasi) serta meluasnya oposisi yaitu kebijakan baru
tentang tanah. Utsman mengambil beberapa kebijakan yang jauh berbeda
1 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hal. 89. 2 Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’; Sejarah Pembentukan Hukum Islam, (Depok: Gramata
Publishing, 2010), hal. 93. 3 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007), hal. 91.
27
dengan para pendahulunya (Abu Bakar dan Umar). Dia mengadopsi sebuah
kebijakan baru pada tahun 30 H.4 Yaitu jika seorang penduduk Hijaz memiliki
kekayaan di wilayah yang ditaklukkan, dibolehkan baginya untuk mengganti
kekayaan itu dengan kekayan yang ada di daerahnya. Alasannya, dalam
pandangan Utsman, hal ini ditunjukkan untuk mengurangi tekanan dari
beberapa kota, seperti Kuffah dan Bashrah, karena pertambahan penduduk
Badui dan budak-budaknya melahirkan banyak problema sosial.
Kebijakan ini disambut gembira oleh penduduk Hijaz. Namun izin
untuk menukarkan tanah merupakan sebilah pedang yang bermata dua. Para
sahabat yang memiliki tanah-tanah di Hijaz mulai menjual tanah-tanah mereka
dan membeli tanah-tanah baru di berbagai propinsi. Thalhah, misalnya,
membeli banyak tanah dari pemiliknya yang berada di Hijaz. Kebijakan ini
telah melahirkan kelas-kelas elit pemilit tanah dan tuan tanah.5
Orang-orang Quraisy terkemuka yang sebelumnya hanya berkutat di
Mekkah akibat kebijakan Umar, kini menyebar ke berbagai negara Islam di
dunia dan mereka menjadi sumber-sumber penderitaan. Orang-orang kecil
pemilik tanah menjual tanah mereka kepada para pemilik modal, yang bisa
menginvestasi sejumlah uang yang dimilikinya. Orang seperti Thalhah,
Zubair, Marwan bin Hakam membeli tanah dengan jumlah yang besar akibat
adanya dispensasi ini.
Negara yang semula berdasarkan persaudaraan dan persamaan kini
tampaknya mulai mengalami pergeseran karakter. Para elit baru mulai
4 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Penerjemah; Samson Rahman (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2000) hal. 180. 5 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal. 180.
28
mengeksploitasi orang miskin dan mencari kekuasaan dan pengaruh lewat
kekayaan dan kemamuran yang mereka miliki. Istana-istana (rumah-rumah)
yang indah, budak-budak, kuda dan unta, binatang-binatang dan ternak,
pakaian-pakaian dengan harga mahal, makanan-makanan yang lezat, dan alat-
alat perlengkapan, kini bukan lagi monopoli Syiria ataupun Iraq, bahkan di
dua kota Suci pun mulai ada.6
Maka tidaklah mengeherankan jika orang seperti Abu Dzar Al-Ghifari,
seorang sahabat yang terkenal, secara terang-terangan di depan publik
memprotes keras tindakan eksploitasi orang-orang kaya atas orang-orang
miskin. Misi pokok yang diembannya adalah, bahwa orang-orang miskin
hendaknya melakukan perlawanan terhadap orang-orang kaya dan
menghukum mereka dengan besi panas yang akan membakar bagian dahi,
lambung dan punggung mereka. Dia mendasarkan tindakannya itu kepada
sebuah ayat Al-Qur‘an yang menyinggung tentang para pemilik modal.7 Ayat
tersebut ialah :
6 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal. 181.
7 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal. 181.
29
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian
besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi
(manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (35) pada
hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar
dengannya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan)
kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu
sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu."
( QS. At-Taubah: 34-35).
Konflik akibat adanya kebijakan baru tentang tanah itu pertama kali
muncul di Kufah pada tahun 33 H, yaitu tiga tahun setelah kebijakan ini di
umumkan. Sa‘ad bin Al-Ash, gubernur baru Kufah, dilaporkan telah berbicara
di depan publik dengan menyatakan, ―Kufah adalah surga orang-orang
Quraisy.‖ Para pendengarnya yang kebanyakan dari orang-orang Yaman
sangat marah atas pernyataan ini, karena didalamnya mengandung implikasi
bahwa Kufah adalah monopoli Quraisy.8 Ini menjadi salah satu faktor pemicu
menyebarnya kekecewaan dan meluasnya protes (unjuk rasa) terhadap
khalifah Ustman.
Cara dan kebijakan Utsman serta gaya hidup yang ditempuhnya telah
banyak menyebabkan krisis dan mengundang kritik keras serta krisis
kepercayaan di antara para sahabat. Salah satu sahabat yang mengkritik karena
tindakan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh Utsman adalah :
Abdullah Ibnu Mas‘ud, oposisi dari anggota yang memilih Utsman.
Sifatnya sangat moderat dan tidak keras. Oposisi yang sebenarnya datang dari
beberapa sahabat di luar mereka yang memiliki posisi dan kedudukan yang
8 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal. 182.
30
sama dan sederajat serta dikenal luas oleh masyarakat saat itu. Abdullah bin
Mas‘ud adalah sahabat yang memenggal kepala Abu Jahal dalam perang badar
dan memainkan peran penting di awal-awal Islam, adalah sahabat yang
demikian keras menantang kebijakan-kebijakan yang dilakukan Utsman.9
Dia adalah kepala kas negara di Kufah saat Sa‘ad bin Abi Waqqas
menjabat sebagai gubernur. Dia masih memegang jabatan itu saat Sa‘ad bin
Abi Waqqas telah berhenti menjabat. Gubernur yang baru, Walid, pernah
meminjam uang dari kas negara (baiitul mal), gagal untuk mengembalikan
pinjaman itu dengan tepat waktu. Abdullah bin Mas‘ud menolak untuk
memberi perpanjangan waktu. Tatkala kasus itu diajukan kepada khalifah,
Utsman menyarankan untuk memberi perpanjangan waktu sesuai dengan apa
yang diminta oleh sang gubernur. Atas permintaan ini, dia mengundurkan diri
dari jabatannya dan melakukan protes terhadap khalifah dan menyatakan,
bahwa Utsman telah memberikan perlindungan kepada seorang pengutang
yang memiliki hubungan dengannya. Abdullah bin Mas‘ud mengatakan bahwa
tugas dia sebagai seorang kepala kas negara adalah melindungi kepentingan
rakyat.
Protes dan kritik yang dilakukan di depan umum oleh Abdullah bin
Mas‘ud semakin keras. Ketika Musha‘ab bin Sa‘ad, seorang sahabat Nabi,
melihat Utsman membakar mushhaf-mushhaf, lalu orang-orang yang melihat
merasa terkejut10
. Abdullah bin Mas‘ud protes serta mengkritik karena semua
mushhafdibakar kecuali satu mushhafyang dia sendiri telah ikut membantu
9 Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal.183.
10 Ali Muhamad Ash-Shalabi, Biografi Ali bin Abi Thalib, Penerjemah: Muslich Teman
dan Ahmad Yaman, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012), hal. 197.
31
mempersiapkannya dan sesuai dengan aslinya. Abdullah bin Mas‘ud sangat
tidak setuju dengan keputusan ini dan menuduh Utsman telah melakukan
inovasi (bid‘ah).
Kemudian, Abu Dzar Al-Ghifari, ia adalah seorang sahabat yang
sangat alim dan shaleh, salah seorang ahli hadis ternama11
. Abu Dzar adalah
sosok sahabat yang keras menentang segala kemegahan dan kemewahan yang
melanda masyarakat Islam. Dia tinggal di Madinah pada pemerintahan Abu
Bakar, pemerintahan Umar dan di awal-awal pemerintahan Utsman. Dia
adalah satu dari empat atau lima orang yang pertama masuk Islam. Rasulullah
pernah suatu waktu menyamakan dia dengan Nabi Isa. Dia demikian sifat
yang sangat sederhana, baik budi dan tidak takut terhadap apapun. Perhatian
dan komitmennya kepada orang-orang yang melarat, miskin dan fakir
demikian tinggi dan mendalam.12
Abu Dzar adalah orang Muslim pertama yang melakukan protes secara
terbuka terhadap kelompok masyarakat kaya yang dihasilkan oleh
penaklukan-penaklukan Islam. Dia memperjuangkan hal tersebut dengan gigih
penuh berani dan keyakinan. Dia sangat kritis terhadap kebijakan politik
Utsman. Dia bersikap menantang terhadap terhadap pemberhentian beberapa
gubernur, dia juga tidak setuju dengan penempatan orang-orang dekat dan
kerabat Utsman di posisi-posisi penting. 13
11
Muhamad Husain Haekal, Usman bin Affan: Antara Kekhalifahan dengan Kerajaan,
(Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2007). Cet. 5, hal. 132. 12
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Penerjemah Samson Rahman (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2000) hal. 183. 13
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal. 185.
32
Lebih daripada itu semua ia memprotes keras bahwa khalifah memiliki
wewenang dan otoritas untuk menekan dan memangkas kebebasan berpikir
dan membungkam pendapat orang-orang yang mengkritiknya. Apalagi sampai
mengasingkan dan membuangnya karena kritikan-kritikan dan ungkapan-
ungkapan tersebut. Dia lebih suka jika Tuhan suka kepadanya daripada
khalifah senang., namun Allah murka, dia selalu lantang kepada hal-hal yang
di anggap benar dan tegas untuk menyuruh khalifah untuk berjalan di atas
jalan yang lurus.14
Pemerintahan Utsman selanjutnya menghadapi persoalan serius.15
Menyebarnya para demonstran baik dari kalangan masyarakat maupun sahabat
membuat khalifah Utsman merasa diambang perpecahan. Propaganda demi
propaganda para penentang Utsman makin membesar yang mengantarkan
kepada kematiannya. Utsman tewas terbunuh pada tahun 36 H/656 M akibat
penyerbuan para pembangkang yang kecewa atas kepemimpinannya.16
Setelah
itu jabatan khalifah dipegang Ali bin Thalib melalui majelis syura.
B. Pendapat Para Ulama Tentang Demonstrasi
Dalam perspektif Islam, kata demonstrasi memang tidak disebutkan
secara eksplisit/jelas dalam Al-Qur‘an. Akan tetapi prinsipnya sudah dikemas
dalam bingkai amar ma‘ruf nahi munkar. Kata amar ma’ruf nahi munkar
dalam istilah fiqih biasa disebut dengan istilah ―Al-Hisbah‖. Dengan demikian
14
Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, hal 185. 15
Syed Mahmudunnashir, Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, penerjemah; Adang Affandi,
(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991), hal. 188. 16
Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), hal.
43.
33
secara sederhana maksud istilah ―AmarMa’ruf Nahi Munkar‖ yang telah
meng-indonesia tersebut adalah menyerukan kebajikan dan mencegah
kemunkaran.17
Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar merupakan salah satu kewajiban
yang berbobot besar.18
Amar ma’ruf nahi munkar adalah bagian dari syariat
Islam yang paling agung dan sarana yang paling ampuh untuk menjaga dien
(agama) dan memelihara kehormatan. Kewajiban ini tergantung kepada
kemampuan kita untuk melakukannya, serta mempertimbangkan adanya
―maslahat‖ yang lebih besar.19
Oleh karena itu, tidak aneh jika mendapatkan para pemimpin pada
masa Khulafur Rasyidin dengan sungguh-sungguh memerintahkan rakyatnya
untuk mengkritik (berdemo) dan beroposisi kepada mereka (para pemimpin).
Apabila mendapatkan dalam tindakan-tindakan mereka hal-hal yang menuntut
ke arah tersebut.20
Arah yang membawa kepada kemunkaran.
Allah SWT berfirman :
Artinya: dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali ‗Imran, 3:
104).
17
Al- Habib Muhamad Rizieq bin Husein Syihab, Dialog FPI; Amar Ma’ruf Nahi
Munkar, ( Pustaka Ibnu Sidah, 2008), Cet. II, hal. 36. 18
M. Dhiauddin Rais, Teori Politik Islam, ( Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal. 256. 19
Abdullah Al-Muslih, Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kehidupan, Penerjemah: M.Ridwan
Yahy dkk. (Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1999), Cet. II, hal. 201. 20
Fahmi Huwaydi, Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani, (Bandung: Mizan,
1996), hal. 135.
34
Menurut Ibnu Qudamah di dalam ayat ini terkandung penjelasan,
bahwa tugas ini merupakan fardhu kifayah dan bukan fardhu a‘in. Sebab Allah
berfirman, ―Hendaklah ada diantara kalian segolongan umat‖, dan tidak
difirmankan, ― Jadilah setiap orang di antara kalian yang menyuruh kepada
yang ma‘ruf.‖ Jika sudah ada yang melaksanakannya, berarti yang lain sudah
terbebas dari tugas tersebut. Namun ada keberuntungan yang khusus dan kabar
gembira bagi orang-orang yang melaksanakannya.21
Dan juga Allah SWT mewajibkan sekelompok ummat untuk
menggeluti urusan ini, meskipun setiap pribadi wajib melakukan tugas ini
sesuai dengan kemampuan. Allah SWT berfirman :
Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih
baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali ‗Imran, 3: 110).
Dalam tafsir Ibnu Abbas, dia berkata, ―Ta’muruuna bilma’ruf artinya,
hendaknya mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, mengakui apa
yang diturunkan Allah SWT. Laa ilaaha illa Allah adalah sebesar-besar
kebaikan (ma’ruf). Tanhauna ‘an al munkar, kemungkaran adalah kedustaan,
21
Ibnu Qudamah, Mukhtasar Minhâjul-Qâshidîn, Penerjemah Kathur Suhardi, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsa, 1999), Cet. III hal. 147.
35
dan itulah sebesar-besar kemunkaran.22
Oleh karena itu, melakukan
kemunkaran jelas dilarang agama Islam.
Dalam demonstrasi bisa dikatakan sebagai alat untuk menyalurkan
aspirasi umat dan mengkritik pemerintah. Apabila pemerintah tidak dapat
menampung aspirasinya dan menyimpang dari ajaran dan syari‘at Islam dalam
menjalani tugasnya sebagai kepala negara. Dalam hal ini banyak sekali
pendapat para tokoh dan ulama muslim mengenai hukum melakukan
demonstrasi/kritik terhadap pemerintah.
Menurut Imam Ghazali melaksanakan tugas amar ma’ruf nahi munkar
hukumnya adalah fardhu’ain atas setiap orang. Tugas amar ma’ruf nahi
munkar adalah bentuk yang tegas dari perasaan tanggung jawab terhadap
kesalamatan moralnya bangsa, dan karenannya dia adalah termasuk akhlaq
yang utama. Di samping itu, amar ma’ruf nahi munkar adalah pula menjadi
―benteng moral‖ yang menjaga dan mempertahankan segala akhlak-akhlak
yang baik yang harus menjadi watak dan kepribadian bangsa dan negara.23
Adapun amar ma’ruf nahi munkar sebagai benteng moral itu dibaginya
pula pada 3 tingkatan sebagai dibawah ini :
1. Tugas umum yang bersifat massal dan menyeluruh, yang meliputi seluruh
umat, yang dinamakan ―wajib ‗ain.‖ Setiap orang harus menjalankan
amar ma’ruf nahi munkar menurut kesanggupannya masing-masing.
22
Diriwayatkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan ‘An Ta’wil Ayi Al Qur’an (Jilid.
7, h. 105) dengan sanadnya, Ath-Thabari berkata: Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami,
dia berkata: Muawiyah menceritakan kepadaku dari Ali, dari Ibnu Abbas. Kemudian
disebutkanatsar ini, dengan sedikit perbedaan pada lafazhnya.Ali bin Abu Talhah, Tafsir Ibnu
Abbas, Penerjemah; Muhyidin Mas Rida, Muhamad Rana Manggala, Khalid Al Sharih, (Jakarta:
Pustaka Azzam, 2009), Cet. I hal.169. 23
Zainal Abidin Ahmad, Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Ghazali, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1975), cet I, hal. 233.
36
2. Tugas khusus yang terpikul di atas pundak para ahli dan Ulama, di
namakan ―wajib kifayah.‖ Hanyalah orang-orang yang bertugas saja yang
memikul tugas itu, yang dinamakan oleh Al-Ghazali ―juru nasehat‖
(nushaha) dan ―juru ajaran‖ (wu’azh)
3. Tugas resmi yang dijalankan oleh jabatan pemerintahan, yang dinamakan
oleh Al-Ghazali ―Hisbah.‖ Orang-orang yang menjalankan tugas ini
adalah pegawai-pegawai yang ditetapkan oleh pemerintah, dengan
dinamakan ―Polisi Susila‖ atau ―Polisi Kemasyarakatan‖ yang oleh Al
Ghazali dinamakan ―Muhtasib‖ atau ―Ahl al-Hisbah‖.
Menurut Syeikh Zainuddin al-Malibary pengarang kitab Irsyâdal al-
Ibâd menulis dalam kitabnya bahwa perintah (menyuruh) mengerjakan
kewajiban-kewajiban syariah dan mencegah perbuatan-perbuatan yang
diharamkannya (amar ma’ruf nahi munkar) baik yang dilakukan penguasa
maupun lainnya adalah menjadi kewajiban bagi setiap mu‘min mukallaf yang
merdeka. Meliputi lelaki atau perempuan sebagai bentuk kewajiban kifayah.
Sekalipun perintah dan larangan itu sekedar hanya merubah atau meluruskan
ucapan yang didengar. Tetapi sewaktu-waktu kewajiban itu bisa berubah
menjadi fardhu ‗ain, jika ternyata di tempat mana adanya kemunkaran itu
tidak diketahui orang lain kecuali dirinya sendiri. Atau orang lain tidak
sanggup menjalankan tugas itu selain dirinya saja.
Kewajiban melenyapkan kemunkaran jika memungkinkan harus
menggunakan kekuatan, kalau tidak mampu bisa melalui lisan,. Sebaliknya
jika kedua cara itu dapat dikerjakan. Maka menggunakan cara yang pertama,
37
yakni dengan kekuatan, itu lebih utama. Kecuali bila pendekatan melalui lisan
lebih efektif.24
Menurut Syaikh Musthafa Masyhur membolehkan mengkritik dan
meluruskan pendapat orang lain. Setiap orang tidak boleh membiarkan
kesalahan dan penyelewengan, karena memang kebebasan berfikir dijaga oleh
Islam. Setiap individu diberi kebebasan mengeluarkan pendapat sesuai
kebutuhannya tanpa ancaman dan rasa takut walaupun pendapatnya salah.
Kecuali jika pemikirannya itu mengajak kepada atheis dan kekafiran.25
Menurut Taqiyuddin An-Nabhani melakukan koreksi (demonstrasi)
terhadap penguasa hukumnya adalah fardhu. Dan makna keta‘atan kepada
mereka sekalipun mereka berbuat zhalim dan merampas hak rakyat itu bukan
berarti harus mendiamkan mereka. Tetapi menta‘ati mereka hukumnya wajib,
sedangkan melakukan koreksi kepada mereka atas prilaku dan tindakan-
tindakan yang mereka lakukan itu juga sama-sama wajib.26
Jika penguasa
memerintahkan untuk melakukan kemaksiatan maka sudah adanya kekufuran
yang nyata. Kalau kekufuran yang nyata itu benar-benar telah nampak, maka
wajib diperangi.27
Menurut Muhamad Khidhr Al-Husayn wajib bagi umat memantau
prilaku kepala negara dan pejabat-pejabatnya. Dengan tujuan memperingatkan
24
Syeikh Zainuddin Al Malibary, Terjemah Irsyadul ‘Ibad; Panduan Ke Jalan
Kebenaran, Penerjemah Drs. H. Moh. Zuhri & Drs. Ibnu Mochtar, (Semarang: CV. Asy Syifa‘,
1992), hal. 309. 25
Syaikh Musthafa Masyhur, Fiqih Dakwah, Penerjemah Abu Ridho dkk (Jakarta: Al-
I‘tishom, 2000) cet. I hal. 732. 26
Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas
Empirik, Penerjemah Magfur Wahid, ( Jakarta: Al- Izzah, 1996), Cet. I hal. 343. 27
Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan Realitas
Empirik, hal. 347.
38
orang-orang yang menyimpang. Serta menegur orang-orang yang
mengabaikan tugas-tugas yang dipercayakan kepada mereka. 28
Menurut Abu A‘la Maududi, Islam memberikan hak kebebasan
berpikir dan mengemukakan pendapat bagi seluruh warganegara Islam.
Sepanjang kebebasan tersebut digunakan untuk menyebarluaskan kebenaran
dan kebajikan, bukannya untuk menyebarkan kejahatan dan kekejian.
Kegiatan mengajak kepada yang ma‘ruf dan mencegah dari yang munkar ini
bukan hanya sekedar hak, tetapi juga kewajiban.
Menurutnya, diantara hak-hak yang telah diberikan Islam kepada
ummat manusia adalah hak-hak untuk memprotes/berdemonstrasi kepada
tirani pemerintah. Dalam hal ini al-Qur‘an menyatakan :
Artinya: Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan)
dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya....‖ (QS, an-Nisa‘,
4:148)
Maksudnya, Allah sangat mencela ucapan-ucapan buruk atau kutukan-
kutukan yang keras, namun bagi orang-orang yang menjadi korban
ketidakadilan atau tirani, Allah memberikan hak kepada mereka untuk
melakukan protes terbuka terhadap perlakuan zhalim yang telah mereka
terima. Hak ini tidak dibatasi terhadap pribadi-pribadi saja tetapi berlaku
umum. Karena itu apabila ada pribadi atau sekelompok orang yang memegang
kekuasaan dan kemudian menindas individu-individu, sekelompok manusia
atau suatu partai, maka mereka yang tertindas itu memperoleh hak dari Allah
28
Muhamad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Penerjemah Eva Y.
Nukman dan Fathiyah Basri, (Bandung: Mizan, 1996) Cet. I, hal. 77.
39
untuk memprotes penguasa tersebut secara terang-terangan, dan hak ini tidak
bisa di rampas atau diingkari siapapun. Siapa saja mencoba merampas hak ini,
berarti ia telah menentang Allah.29
Syeikh Abdul Aziz al-Badri dalam kitabnya al-Islamû Bayna al-Ulamâ
Waal-Hukkâm, membolehkan mengkritik dan menasihati penguasa apabila
penguasa itu melakukan kezhaliman, karena Islam memberikan hak penuh
kepada umat untuk mengontrol dan mengawasi setiap pekerjaan dan prilaku
para penguasa. Tidak ada jalan lain untuk melarang suatu kezhaliman para
penguasa kecuali dengan berani dan berterus-terang. Amar ma’ruf tidak akan
terwujud tanpa mau memberikan nasihat dan mengajak kepada kebajikan.
Tidak ada satu kebajikan pun kecuali dengan mengikuti ajaran al-Qur‘an dan
al-Sunnah.30
Menurut Yusuf Qardhawi di dalam Islam dibolehkan kebebasan
berpikir dan kebebasan ilmiah. Kebebasan mengemukakan pendapat dan
mengemukakan kritik juga diakui oleh Islam. Kebebasan seperti ini dapat
berubah kedudukannya dari hak menjadi wajib jika tidak ada orang lain yang
dapat melaksanakannya.31
Yusuf Qardhawi termasuk salah satu ulama
kontemporer yang membolehkan demonstrasi. Bagi Qaradhawi unjuk rasa
hukumnya boleh dalam Islam selagi bertujuan baik dan di dalamnya tidak
terkandung unsur-unsur yang bertentangan dengan syariah Islam.32
29
Abul A‘la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1985), hal.
53. 30
Abdul Aziz Al Badri, Ulama Mengoreksi Penguasa, Penerjemah Salim Muhamad
Wakid, (Solo: Pustaka Mantiq, 1991), cet. II hal. 75. 31
Dr. Yusuf Qardhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah Drs. As‘ad Yasin,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), Cet. V hal. 884. 32
http://www.alkhoirot.net/2012/05/demonstrasi-dalam-islam.html.
40
Yusuf Qardhawi mengatakan dalam kitabnya Majmu al-Fatawâ, al-
Qardhawi berkata, ―Adalah menjadi hak umat Islam –sebagimana umat
manusia lainnya— melakukan demonstrasi untuk mengungkapkan tuntatan
dan menyampaikan kebutuhan mereka kepada pihak pemerintah dan pembuat
keputusan dengan suara yang didengar dan tidak mungkin tidak diketahui.
Sesungguhnya suara satu orang, terkadang tidak diperhatikan. Berbeda dengan
suara para demonstran dalam jumlah besar, apalagi jika di antara mereka
terdapat para tokoh yang mempunyai kedudukan penting dan pengaruh yang
kuat di tengah-tengah masyarakat, maka pasti suara diperhatikan. Karena
tuntutan yang disampaikan secara bersama lebih kuat dibanding apabila
dilakukan sendirian‖.
Menurut Abdul Qadir ‗Audah dalam al-Tasyrî al-Jinaî al-Islamî
memperbolehkan rakyat untuk mendongkel penguasa yang menyeleweng dan
tidak lagi melaksanakan kewajiban-kewajibannya33
. Menurutnya pemerintah
yang tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya, atau keluar dari batas-
batas prinsip, dia tidak berhak didengar dan ditaati. Bahkan, dia harus
mengundurkan diri, untuk (kedudukannya) diberikan kepada yang
berkelayakan dan mampu memerintah sesuai aturan yang Allah tetapkan. Jika
dia tidak mau undur diri secara sukarela, rakyat berhak memaksanya dan
mencari penggantinya secara bebas.34
Menurut Ali Muhamad Ash-Shalabi dalam kitabnya Fiqh Annasri
waattamkin (Fikh kemenangan dan Kejayaan), dalam berbagai hadist
33
Abdul Djalil, Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, (Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2000), hal. 23. 34
Ibid, Lihat, Abdul Qadir ‗Audah, At-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, (Beirut: Mu‘assah ar-
Risalah, 1412 H/1992 M), juz I, hal. 44.
41
dijelaskan, bahwa diberi hak bagi setiap orang untuk mengkritik pemerintah
dan memberi masukan. Menurutnya, kebebasan mengkritik (demonstrasi) dan
berekspresi, membentuk masyarakat untuk terus berkembang maju dan kreatif,
serta mampu menghilangkan penyakit mencari muka dan kedudukan, yang
merupakan penyakit yang sangat berbahaya dan melemahkan pundi-pundi
suatu masyarakat dan terus menggerogoti dan menjerumuskan mereka kepada
kehancuran.35
Pada intinya, demonstrasi bukan bermaksud menentang atau
mengangkat senjata menghadapi pemerintah. Ia adalah sebagai salah satu cara
untuk menasihati pemerintah dan mencegahnya dari terus melakukan mungkar
serta ketidakadilan terhadap rakyat (amar ma’ruf nahi munkar). Tanpa adanya
hak ini (demonstrasi), orang tidak dapat melaksanakan tugas amar makruf dan
nahi munkar dengan baik sebagai salah satu cermin ketakwaan.36
Maka boleh melakukan kritik (unjuk rasa atau demonstrasi) kepada
penguasa/pemerintah apabila mereka telah melakukan penyelewengan dari
tugas-tugas yang sudah diberikan kepadanya dan mengeluarkan kebijakan
yang tidak sesuai dengan keinginan ummat Islam (keluar dari ajaran Islam).
Maka dalam agama Islam dibolehkan untuk melakukan kritik ataupun nasehat
dengan melakukan unjuk rasa atau demonstrasi dengan catatan diniatkan
untuk menjalankan tugas amar ma’ruf nahimunkar.
Menurut perspektif NU, melakukan unjuk rasa atau demonstrasi itu
dibolehkan. Asalkan dalam unjuk rasa tersebut bermuatan amar ma’ruf nahi
35
Ali Muhamad Ash-Shalabi, Fikih Kemenangan dan Kejayaan, Penerjemah Samson
Rahman (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006). 36
Ali Muhamad Ash-Shalabi, Fikih Kemenangan dan Kejayaan, hal. 265.
42
munkar untuk mencari kebenaran dan mencari keadilan. Akan tetapi ada
beberapa hal yang mesti di ingat dalam melakukan unjuk rasa tersebut. Salah
satunya ialah :
1. Tidak menimbulkan mafsadah yang lebih besar.
2. Sudah tidak ada jalan seperti menempuh musyawarah atau lobi.
3. Apabila ditujukan pada pemerintah, hanya boleh dilakukan dengan cara
ta’tif (menyampaikan penjelasan) dan al-wa’zhu (pemberian nasehat).
Dalam hal ini ada beberapa rujukan yang dijadikan dalil sebagai fatwa
membolehkan berunjuk rasa. Dalil-dalil tersebut di ambil dari kitab Ihyâ
‗Ulumuddîn dan hadist-hadist Nabi Muhamad SAW. Yaitu:
1. Ihyâ ‗Ulûm al-Dîn37
:
―Amar ma’ruf nahi munkaritu ada beberapa tingkatan: Pertama,
memberikan pengertian. Kedua, menyampaikan tuntunan. Ketiga,
menggunakan bahasa yang lugas. Kempat, menghindari kekerasan dalam
meneggakkan haq, dengan memukul dan memberikan hukuman.
Adapun yang diperbolehkan dalam hubungan dengan penguasa
adalah dua tingkatan, yaitu memberikan pengertian dan menyampaikan
tuntunan (tingkatan yang pertama dan kedua). Sedangkan menghindari dan
mencegah dengan kekerasan bukan merupakan urusan perorangan rakyat
bersama penguasa, karena dapat menimbulkan fitnah dan menyuburkan
keburukan, sehingga berbagai hal yang tidak di inginkan lebih banyak lagi
bisa terjadi.
37
Hafizh Utsman, Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan Permusyawarahan Lainnya,
(Jakarta: Lajnah Taklif Wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), Cet. I, hal. 450. Lihat,
al-Ghazali Hujjatul Islam, Ihya ‘Ulumuddin, (Mesir: Musthafal Halabi, 1354 H/1939 M), Jilid II,
hal. 337.
43
Adapun bahasa yang lugas, seperti ucapan: wahai orang yang
lalim, wahai orang tidak takut kepada Allah SWT. Dan sebagainya, itu jika
menimbulkan fitnah, akibat buruknya akan menimpa pihak lain, maka
tidak diperbolehkan. Namun jika hanya mengkhawatirkan terhadap dirinya
sendiri, maka boleh dan bahkan di anjurkan. Sesungguhnya kebiasaan
ulama salaf, berani menghadap bahaya dan terang-terangan melakukan
pembangkangan tanpa peduli dengan bencana yang menimpa kehomatan
diri dan sikap bersedia menerima kemungkinan berbagai macam siksaan.
Mereka tahu betul bahwa semua ini merupakan proses kematian syahid.‖
2. Faidul Qadir38
:
قال : سمعت زسول اهلل صلي اهلل عل اهلل عى زض د الخرز سع عه أب
، دي فإن لم ستطع فبلساو فإن لم وسلم قول : مه زأى مىكم مىكسا فلغسي ب
مان )متفق عل(. ، وذلك أضعف اإل ستطع فبقلب
―Riwayat Said al-Khudri ra, berkata : Aku mendengar Rasulullah SAW
bersabda: Barangsiapa melihat munkar maka ia harus merubahnya
dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika ia tidak mampu maka dengan
lidahnya. Jika ia tidak mampu pula maka dengan hatinya, dan itu
merupakan yang paling lemah. (HR. Bukhari dan Muslim).39
38
Hafizh Utsman, Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan Permusyawarahan Lainnya,
(Jakarta: Lajnah Taklif Wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, 2006), Cet. I, hal. 451. Lihat,
Abdurrauf al-Minawi, Faidul al-Qadir, (Mesir: al-Tijariah al-Kubra, 1357 H/1938 M), Cet. I, Jilid
VI, hal. 130. 39
Imam Muslim, Shahih Muslim, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2006), Cet. IV, hal.
42.
44
BAB IV
KAJIAN DEMONSTRASI DALAM UNDANG-UNDANG NO 9 TAHUN
1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYATAKAN PENDAPAT DI
MUKA UMUM DALAM PERSPEKTIF ISLAM
A. Unsur-Unsur Demonstrasi
Dalam UU No 9 Tahun 1998, unjuk rasa atau demonstrasi diartikan
sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan
pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka
umum. Sesuai definisi di atas dapat di simpulkan bahwa unjuk rasa itu
memiliki unsur-unsur sebagai berikut: (a) mengeluarkan pikiran, (b) seorang
atau lebih, (c) lisan atau tulisan, (d) di muka umum. Ke-empat hal ini bukan
sesuatu yang baru dalam bahasan Islam, akan tetapi sudah di jelaskan dalam
al-Qur’an maupun hadist.
Pertama, unsurnya adalah mengeluarkan pikiran. Islam datang
menyeru manusia untuk berpikir, menganjurkan memandang dan kedua-
duanya ia jadikan sebagai penghubung utama antara manusia dengan
keyakinannya.1 Melihat ini Islam memberikan kebebasan penuh terhadap
manusia untuk selalu menggunakan pikirannya agar terbebas dari penindasan
karena kebodohannya. Islam tentu tidak melarang manusia untuk berpikir
melainkan suatu kewajiban terhadap manusia untuk selalu berpikir dan
mengeluarkan pikirannya secara bebas selama tidak bertentangan dengan
syariat Islam. Dan dalam memberikan anjuran untuk berfikir dan memandang,
1 Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam, (Bandung: PT Alma’rif, 1998), Cet. I , hal. 140.
45
banyak sekali ayat-ayat yang terang seolah-olah merupakan suatu revolusi
yang sengit terhadap kemalasan dan kebekuan dan apa saja yang
menghentikan pemikirannya2. Ayat tersebut ialah :
Artinya: Katakanlah, "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi.
tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (QS. Yunus: 101).
Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)
Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi
mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. (QS. Fushshilat: 53).
Artinya: Dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak
memperhatikan? (QS. Adz-Dzaariyaat: 21).
Artinya: Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya
kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah : 219).
Artinya: Maka hendaklah manusia memperhatikan dari Apakah Dia
diciptakan?. Dia diciptakan dari air yang dipancarkan. Yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. (QS. Ath-Thariq: 5-7).
2 Bakar Musa, Kebebasan Dalam Islam, hal. 141.
46
Dari beberapa ayat di atas, seolah-olah seluruh isi Al-Qur’an adalah
merupakan seruan yang dengan tidak diragukan mempertajam kemampuan
yang terpendam dalam akal untuk memperhatikan dan berpikir.
Memperhatikan dengan akal adalah merupakan jalan nurani menuju
kebenaran, dan bahwa berpikir adalah merupakan salah satu pintu di antara
pintu-pintu petunjuk yang dimasuki iman.
Kedua, unsurnya adalah lisan atau tulisan. Soal melakukan unjuk rasa
atau demonstrasi tentu yang paling banyak digunakan adalah orasi-orasi para
pendemonstran dalam menyuarakan aspirasi dan pendapatnya. Dalam orasi-
orasi tersebut mereka mengeluarkan semua pendapat dan pemikirannya agar
pihak penguasa mendengar semua keluhan dan aspirasi dari mereka. Issu nya
pun beragam, dari issu sosial sampai issu keagamaan.
Dalam berorasi tentu yang digunakan adalah lisan. Lisan sangat
berguna untuk mengajarkan ilmu kepada orang lain, lisan juga berguna untuk
berkomunikasi terhadap orang lain terutama lisan berguna untuk menyerukan
kebaikan dan mencegah kemunkaran. Baik menyerukan kebaikan kepada
ummat maupun terhadap penguasa, sebagaimana dalam hadist Nabi Muhamad
SAW di halaman 44.
Oleh karena itu, lisan dalam Islam mempunyai kedudukan sangat
penting untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Dan bukan
hal yang baru dalam Islam menyerukan kebaikan dan kebenaran dengan
menggunakan lisan. Pada dasarnya dalam menyerukan kebaikan bisa
menggunakan metode apa saja, entah menggunakan lisan, tulisan dan
sebagainya. Karena yang paling penting adalah niat seseorang untuk
mencegah kemunkaran (nahi munkar) yang dilakukan oleh penguasa.
47
Ketiga, unsurnya adalah seorang atau lebih. Melakukan kritik atau
penyampaian pendapat, baik yang dilakukan seorang atau lebih kepada
Pemerintah dalam pandangan Islam bukan suatu hal yang baru. Karena hal
tersebut sudah pernah dilakukan pada masa awal ke pemerintahan Islam, baik
pada masa kepemimpinan Nabi Muhamad SAW ataupun pada masa Khulafa
ar-Rasyidin.
Menurut Syekh Syaukat Hussain, Rasulullah Saw selama hidupnya
telah memberikan kebebasan kepada kaum muslim dalam mengungkapkan
pendapat mereka yang berbeda kepada beliau. Rasulullah telah menempa
kepribadian para sahabat sedemikian rupa sehingga mereka dapat
mengekspresikan perbedaannya tanpa ragu-ragu. Kebebasan dalam
mengemukakan pandapat tanpa rasa takut ini tetap berlanjut sampai waktu
setelah zaman Rasulullah3. Dalam hadistnya Nabi Muhamad bersabda.
“orang-orang yang menyongkong tindakan lalim para penguasa sesudahku,
mereka bukan termasuk umatku.”4
Dalam kaitan ini, al-Qur’an pun memerintahkan kepada kita untuk
selalu mengingatkan kepada siapa saja, baik kepada pemimpin maupun
masyarakat biasa agar senantiasa menyuruh mereka mengerjakan hal yang
baik dan mencegah sesuatu yang menimbulkan kemunkaran. Allah berfirman :
3 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah Abdul Rochim,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), hal. 72. 4 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, hal. 72. Lihat, HR Nasa’i,
Misykat Kitabul wal-Qadha.
48
Artinya : suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka)
dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah). (QS: Luqman: 17).
Khalifah Sayidina Umar biasa mengundang kaum muslim untuk
meminta kritik dari mereka jika salah dalam suatu persoalan. Kaum muslim
pun mengkritik tanpa ragu-ragu. Dalam kesempatan lain, ada seseorang berdiri
dan terus-menerus berkata, “Wahai Umar, takutlah kepada Allah.” Lalu salah
seorang dari mereka yang hadir menahannya agar dia tidak bicara lebih
banyak, tapi sayidina Umar berkata, “ Biarlah dia berkata, jika orang-orang ini
tidak berbicara, maka mereka sia-sia berada di sini; dan jika kita tidak
mendengarkan mereka, maka kita ini pun tidak berguna.”5
Keempat, unsurnya adalah di muka umum. Islam memberikan hak
kebebasan berpikir dan mengemukakan pendapat bagi seluruh warganegara
Islam. Kebebasan ini dipergunakan untuk mengajak kepada manusia ke arah
kebaikan dan mencegah mereka menempuh jalan kemunkaran,6 baik yang
dilakukan oleh penguasa maupun lainnya. Bahkan kebebasan ini menjadi hak
yang istimewa diberikan oleh tuhan kepada hambanya agar senantiasa selalu
menasihati dan meluruskan setiap pendapat dan kebijakan yang dinilai
bertentangan dengan Islam. Salah satu ayat Al-Qur’an yang memiliki
jangkauan paling luas yang memberikan petunjuk tentang pembatasan dalam
kebebasan berbicara. Ayat tersebut yaitu :
5 Syekh Syaukat Hussain, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, hal. 73. Lihat, Kitabul-
Kharaj, hal. 125. 6 Abu A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, (Bandung: Pustaka, 1985), Cet.
I, hal. 55.
49
Artinya: Allah tidak menyukai Ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terus
terang kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui. Jika kamu melahirkan sesuatu kebaikan atau
Menyembunyikan atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Kuasa. (QS. An-Nisaa’: 148-
149).
Secara harfiah al-jahr berarti penyiaran atau pengumuman. Sedangkan
su’ menunjukkan sesuatu yang buruk atau menyakitkan. Jadi kata-kata yang di
ucapkan di depan umum, yang menyakiti orang lain dengan menindas
kehormatannya. Dalam konteks ini, juga mencakup ucapan yang ditujukan
kepada seseorang, kepada orang banyak atau kepada masyarakat umumnya.
Lebih jauh, ayat tersebut cukup luas untuk mencakup semua metode dan
fasilitas modern yang dipergunakan dalam penyampaian ucapan tersebut.7
B. Hak dan Kewajiban dalam Melakukan Demonstrasi
Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat di Muka Umum pasal 5 tertulis dengan jelas. Bahwa
seseorang yang menyampaikan pendapat di muka umum dengan melakukan
unjuk rasa atau demonstrasi, pawai rapat umum atau mimbar bebas bagian
dari hak sebagai warga negara. Oleh karena itu, siapapun bisa menggunakan
hak ini. Sebagaimana tertulis dalam pasal 5 yang berbunyi:
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk :
7 Mohamad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, (Bandung : Mizan,
1996), hal. 204. Lihat, Syalhut, Tawjihat, hal. 330.
50
1. Mengeluarkan pikiran secara bebas;
2. Memperoleh perlindungan hukum.8
Dalam muatan isi pasal tersebut, tertulis jelas bahwa mengeluarkan
pikiran secara bebas di akui oleh negara. Lebih dari itu, negara memberikan
perlindungan hukum kepada warga negara yang menggunakan hak ini. Hak ini
bisa digunakan oleh siapa saja baik dari kalangan masyarakat bawah maupun
masyarakat kalangan atas.
Dalam pandangan Islam, juga diatur tentang kebebasan mengeluarkan
pendapat atau pikirannya. Ketika Islam datang, dunia pada saat itu dipenuhi
perbudakan, manusia diperbudak alam pemikirannya, politiknya, sistem
kemasyarakatannya maupun keagamaannya. Islam kemudian mengubah
semuanya dengan mengikrarkan kemerdekaan, baik kemerdekaan beriktikad,
kemerdekaan berpikir, kebebasan berbicara dan kebebasan mengemukakan
pendapat. Kesemuanya itu merupakan kemerdekaan dan kebebasan paling
penting yang dicari dan didambakan manusia.9
Menurut perspektif Islam, kebebasan berbicara dan mengeluarkan
pendapat dianggap yang paling besar dan termasuk kewajiban. Maka bukan
sekedar masalah hak dan kebebasan. Setiap orang yang melihat kemunkaran
yang nyata, maka dia harus mencegahnya selagi dia sanggup melakukannya.10
Dengan kebebasan ini ummat bisa mengoreksi penguasa apabila penguasa
8 Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat Di
Muka Umum. 9 Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah: As’ad Yasin, (Jakarta:
Gema Insani, 1995), Jilid I, hal. 880. 10
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Daulah Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Sunnah,
Penerjemah: Kathur Suhardi, Cet. I, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1997), hal. 73.
51
telah melakukan tindakan yang munkar. Sebagaimana Allah SWT Berfirman :
Artinya: kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi
mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik. (Q.S Ali-Imran: 110)
Islam datang justru memperkenankan manusia untuk berpikir bebas,
bahkan mereka disuruh berpikir dan memikirkan sesuatu. Adapun mengenai
kebebasan berpikir dan bernalar. Maka islam datang dengan menyeru kepada
manusia untuk memperhatikan dan memikirkan alam semesta.11
Sebagaimana
firman Allah SWT :
Artinya: Katakanlah: "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu
suatu hal saja, Yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-
dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad)....”
(Q.S. Saba’ : 46).
Artinya: Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi...”
(Q.S. Yunus: 101).
11
Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah: As’ad Yasin, (Jakarta:
Gema Insani, 1995), Jilid I, hal. 882.
52
Artinya: Maka Apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? karena Sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(QS. Al-Hajj: 46).
Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyatakan Pendapat di Muka Umum memang menyampaikan pendapat
dengan mengeluarkan pikiran secara bebas menjadi hak warga negara.
Disamping itu, ada kewajiban-kewajiban yang mesti di patuhi dalam
menyampaikan pendapatnya di muka umum. Sebagaimana yang tertulis jelas
dalam pasal 6 yang berbunyi :
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban
dan bertanggung jawab untuk :
1. Menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
2. Menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;
3. Menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
4. Menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam Islam memang diberikan hak untuk bebas berbicara dan
mengeluarkan pendapat. Bahkan berpikir merupakan hak yang ditetapkan
dalam Islam. Akan tetapi ada kewajiban-kewajiban yang mesti di ingat dan di
patuhi dalam menggunakan hak ini.
53
Kewajiban-kewajiban dalam menyampaikan pendapat menurut Islam,
yaitudilarang mengeluarkan kata-kata yang mengandung penghinaan dan
memfitnah seseorang atau golongan, memperkenalkan serta menjelaskan
permasalahannya, mana yang baik dan mana yang buruk. Serta dalam
menyampaikan pendapat seorang harus menghormati hak-hak orang lain dan
tidak mengganggu orang lain, kemudian tidak menimbulkan kemunkaran.
Menurut Yusuf Al-Qardhawi dalam bukunya fatwa-fatwa
kontemporer, ditulis bahwa kebebasan yang dapat menimbulkan bahaya
(mudharat) terhadap diri anda dan orang lain wajib anda cegah dan batasi,
karena kebebasan yang anda lakukan itu berbenturan dengan kebebasan orang
lain. Lebih-lebih jika kebebasan yang anda lakukan menginjak-injak hak
orang lain, maka sudah tentu tidak dibenarkan.12
Lebih lanjut, kebebasan dalam menyampaikan pendapat dan berbicara
tidak boleh digunakan sebagai cara untuk memecah belah, mengacaukan, atau
sebagai perluasan pribadi. kebebasan ini harus dijadikan obor penerang untuk
menemukan kebenaran dam untuk mencari jalan yang benar untuk membawa
jalan yang benar (mashunun) bagi umat keseluruhan.13
Oleh karena itu, di samping Islam memberikan hak kebebasan untuk
mengeluarkan pendapat. Islam juga memberikan batasan-batasan dalam
rangka menghargai hak-hak orang lain, adaah suatu kewajiban bagi seorang
muslim menghargai orang lain dan menjunjung tinggi martabat mereka di
dalam mengekspresikan pendapatnya. Juga tidak boleh menggunakan kata-
12
Yusuf Al-Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, hal. 886. 13
Muhamad Hashim Kamali, Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Penerjemah Eva Y,
Nukman dan Fathiyah Basri, (Bandung: Mizan, 1996), Cet. I, hal. 7.
54
kata yang mengandung unsur penghinaan.14
Sehubungan hal ini Al-Qur’an
menegaskan:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran
yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka
Itulah orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Hujaraat: 11).
Hal ini juga menunjukkan bahwa hukum Islam telah menggariskan
agar manusia mencapai satu ekuilibrium(keseimbangan dan harmoni) antara
kewajiban-kewajiban dengan hak-haknya. Keseimbangan antara kepentingan
pribadi dengan kepentingan masyarakat merupakan kebutuhan mutlak bagi
kelangsungan hidup umat manusia. Kepentingan pribadi dengan kepentingan
masyarakat hendaklah selalu ber-iringan dan bukan antagonistis dan
kontradiktif.15
Maka dalam hal ini bisa dilihat antara hukum positif dengan
hukum Islam sama-sama mengatur hak dan kewajiban dalam menyampaikan
pendapat dan aspirasinya.
14
Ahmad Kosasih, Ham Dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Salemba Diniyam, 2003), hal.
54. 15
Muhamad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995), hal. 291
55
C. Tata Cara Penyampaian Pendapat di Muka Umum
Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Bukan hanya mengatur tentang hak
dan kewajiban para unjuk rasa. Akan tetapi, UU tersebut mengatur juga
tentang prosedur penyampaian pendapat di muka umum khususnya dengan
melalui jalan demonstrasi, yaitu para pendemonstrasi wajib melaporkan atau
memberitahukan kepada aparat pemerintah (polri) sebelum aksi demonstrasi
dilakukan. Sebagaimana yang di maksud dalam pasal 10 ayat (1), isi inti
maksud pasal tersebut yaitu , “penyampaian pendapat di muka umum (dengan
demonstrasi) wajib diberitahukan secara tertulis kepada polri.”
Soal pendapat ulama tentang harus adanya izin kepala
pemerintahan/penguasa setempat dalam penegakkan amar ma’ruf nahi
munkar. Al-Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumudin, kitab amar ma’ruf nahi
munkar, juz II halaman 342, telah memberikan jawaban yang tuntas.16
Antara
lain beliau mengatakan :
“Syarat ke empat (bagi penegak amar ma’ruf nahi munkar): Si penegak
harus seizin Imam dan Wali. Suatu kaum telah menjadikan ini sebagai syarat,
dan mereka tidak memberikan hak hisbah (hak penegakkan amar ma’ruf nahi
munkar) bagi seorang rakyat pun. Persyaratan ini fasid (rusak/tidak benar),
sesungguhnya ayat-ayat dan berita-berita agama yang telah kami sajikan
menunjukkan bahwa setiap orang yang melihat kemunkaran kemudian diam
membiarkannya maka ia telah ma’siat, karena wajib atasnya mencegahnya
16
Al-Habib Muhammad Rizieq Bin Husein Syihab, Dialog FPI: Amar Ma’ruf Nahi
Munkar, (Pustaka Ibnu Sidah, 2008), Cet. II, hal. 124.
56
kapan dan bagaimana pun ia melihatnya secara umum, dan pengkhususan
dengan syarat izin dari imam adalah suatu pengambilan hukum yang tidak
berdasar.”
Berbeda dengan aturan Undang-Undang tersebut, dalam Islam
melakukan unjuk rasa atau demonstrasi untuk menjalankan tugas amar ma’ruf
nahi munkar tidak perlu meminta izin dari pihak pemerintah. Karena ketika
seseorang melihat kemunkaran maka wajib mencegah kemunkaran itu segera
dengan semampunya, karena jika dibiarkan, ditakutkan menyebar luas
kemunkaran tersebut. Maka oleh karena itu, dalam Islam mencegah
kemunkaran tidak perlu meminta izin dari pihak pemerintah, apalagi
kemunkaran tersebut di lakukan oleh pemerintah itu sendiri.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa uraian dan penjelasan penulis mengenai demonstrasi
dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 (Perspektif Hukum Islam), Penulis
bisa mengambil kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1. Dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum dibolehkan menyampaikan
pendapat melalui unjuk rasa atau demonstrasi dengan catatan mengikuti
tata cara penyampaian pendapat di muka umum, sebagaimana tertulis jelas
dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 pasal 10 ayat (1-4), yang
menjelaskan tata cara penyampaian pendapat di muka umum, yaitu
diwajibkan bagi para demonstran sebelum menggelar aksi unjuk rasa atau
demonstrasi agar membuat surat pemberitahuan secara tertulis kepada
polri.
2. Istilah demonstrasi memang tidak diterangkan secara eksplisit/jelas dalam
al-Qur’an. Akan tetapi prinsipnya sudah dikemas dalam bingkai amar
ma’ruf nahi munkarsebagai dorongan umat Islam dalam menyeru
kebaikan dan mencegah kemunkaran dan istilah demonstrasi dalam Islam
lebih dikenal dengan sebutan amar ma’ruf nahi munkar. Oleh karena itu,
mayoritas ulama membolehkan bagi seorang muslim dalam melakukan
demonstrasi untuk mengkritik penguasa/pemerintah dengan catatan semua
itu dilakukan dengan niat menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar
dan tidak memecah belah persatuan umat.
58
3. Lahirnya Undang-Undang No 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang membolehkan melakukan
demonstrasi sudah sesuai dengan hukum Islam. Karena Islam
membolehkan kepada umatnya untuk mengkoreksi dan mengontrol setiap
tindakan dan kebijakan pemerintah. Dengan begitu, pemerintah atau
penguasa selalu terawasi agar selalu ingat terhadap tugas dan
kewajibannya sebagai pemimpin.
B. Saran-Saran
Berkaitan dengan pembahasan Unjuk rasa atau Demonstrasi dalam UU
NO 9 Tahun 1998 (Persepktif Hukum Islam). Penulis mempunyai saran-saran
sebagai berikut:
1. Sekalipun melakukan unjuk rasa atau demonstrasi dibolehkan oleh hukum
negara dan hukum Islam, hendaknya massa yang menggelar aksi tersebut
tetap menjaga akhlak, adab dan memetahui segala peraturan dan UU yang
mengatur hal tersebut. Massa bukan hanya melaksanakan saja akan tetapi
harus mengetahui apa-apa yang menjadi kewajiban yang harus dijaga
dalam menggelas aksinya.
2. Baik masyakat sipil, pemerintah, ulama dan lain-lainnya hendaknya selalu
mengamalkan tugas amar ma’ruf nahi munkardengan sebaik-baiknya,
karena dengan mengamalkan hal tersebut kita akan jadi bangsa yang akan
selalu menasehati dalam hal kebaikan dan menimalisir segala macam
keburukan atau kemunkaran.
59
3. Dan kepada aparat keamanan, yang ditugaskan untuk mengamankan setiap
aksi demonstrasi, harusnya bersikap lembut dan toleransi terhadap mereka
serta dalam mengamankan setiap aksi demonstrasi, hendaknya aparat
keamanan tidak melakukan tindakan diluar batas yang dapat melanggar
asas demokrasi dan UU untuk menjaga dan mengamankan setiap aksi para
demonstran.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Zainal, Abidin,Konsepsi Negara Bermoral Menurut Imam Al Ghazali,
Jakarta: Bulan Bintang, 1975, Cet I.
Al-Badri, Abdul Aziz,Ulama Mengoreksi Penguasa, Penerjemah Salim Muhamad
Wakid, Solo: Pustaka Mantiq, 1991, Cet. II.
Ali, Muhamad Daud dan Habibah Daud, Lembaga-Lembaga Islam Di Indonesia,
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1995.
Al-Malibary, Zainuddin,Terjemah Irsyadul ‘Ibad; Panduan Ke Jalan Kebenaran,
Semarang: CV. Asy Syifa’, 1992.
Al-Maududi, Abu A’la,Hak- Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah
Bambang Iriana Djajatmadja, Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Al-Muslih,Abdullah, Prinsip-Prinsip Islam Untuk Kehidupan, Jakarta: Bina Rena
Pariwara, 1999, Cet. II.
An Nabhani, Taqiyuddin,Sistem Pemerintahan Islam; Doktrin, Sejarah dan
Realitas Empirik, Penerjemah Magfur Wahid, ( Jakarta: Al- Izzah, 1996,
Cet. I
Artmanda, Frista W, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jombang: Lintas Media.
Ash Shalabi, Ali, Muhamad,Biografi Ali bin Abi Thalib, Penerjemah: Muslich
Teman dan Ahmad Yaman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2012.
Ash Shalabi,Ali Muhamad, Fikih Kemenangan dan Kejayaan, Penerjemah
Samson Rahman, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006.
Bahri,Hamid, Para Diktator Terheboh Di Dunia Yang Berhasil Digulingkan,
Jogjakarta: FlashBooks, 2012.
Budiarjo,Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Davis, Allen F. dan Woodman, Harold D,Konflik dan Konsensus Dalam Sejarah
AmerikaModern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1991.
Djajadi,Muhamad, Iqbal, Kisah Perjuangan Reformasi, Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1999.
Djalil, Abdul,Fiqh Rakyat: Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan, Yogyakarta: LkiS
Yogyakarta, 2000.
61
Djazuli, A,Fiqih Siyasah: ImplementasiKemaslahatan Ummat Dalam Rambu-
rambu Syari’ah, Jakarta: Prenada Media, 2003.
HR, Ridwan, Fiqih Politik: Gagasan, Harapan, dan Kenyataan, Yogyakarta: FH
UII PRESS, 2007.
http://www.alkhoirot.net/2012/05/demonstrasi-dalam-islam.html.
http://www.alkhoirot.net/2012/05/demonstrasi-dalam-islam.html.
Hussain, Syekh Syaukat, Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Penerjemah Abdul
Rochim, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.
Huwaydi, Fahmi, Demokrasi, Oposisi dan Masyarakat Madani, Bandung: Mizan,
1996.
Iqbal, Afzal, Diplomasi Islam, Penerjemah; Samson Rahman, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2000.
Kamali, Muhamad Hashim,Kebebasan Berpendapat Dalam Islam, Bandung:
Mizan, 1996, Cet. I.
Karim, Abdul, M, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, 2007.
Luhulima,James, Hari-Hari Panjang Menjelang Mundurnya Presiden Soeharto
danBeberapa Pristiwa Terkait, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2001.
Mahmudunnashir, Syed,Islam, Konsepsi dan Sejarahnya, penerjemah; Adang
Affandi,Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.
Masyhur, Syeikh Musthafa,Fiqih Dakwah, Penerjemah Abu Ridho dkk, Jakarta:
Al-I’tishom, 2000, Cet. I.
Maududi, Abul A’la,Hak Asasi Manusia Dalam Islam, Bandung: Pustaka, 1985.
Musa, Bakar,Kebebasan Dalam Islam, Bandung: PT Alma’rif, 1998.
Partanto, Pius A. dan Al-Barry, M. Dahlan,Kamus Ilmiah Populer, Surabaya:
Arloka, 1994.
Pranowo, Bambang,Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran
SosiologiPerspektif Islam, Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008.
Pulungan,J Suyuthi, Prinsip-Prinsip Pemerintahan Dalam Piagam Madinah
Ditinjau Dari Pandangan Al-Quran,Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
1994.
62
Qardhawi, Yusuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, Penerjemah Drs. As’ad Yasin,
Jakarta: Gema Insani Press, 1996, Cet. V.
Qudamah,Ibnu, Mukhtasar Minhajul-Qashidin, Penerjemah Kathur Suhardi,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999, Cet. III.
Rais, M. Dhiauddin,Teori Politik Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Revitch, Diane,Demokrasi Klasik dan Modern, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2005.
Rickleks, M, Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta, 2008.
Rizieq, Al Habib Muhamad, bin Husein Syihab, Dialog FPI; Amar Ma’ruf Nahi
Munkar, Pustaka Ibnu Sidah, 2008, Cet. II.
Saefuddin, Didin, Buchori, Sejarah Politik Islam, Jakarta: Pustaka Intermasa,
2009.
Sarwat, Ahmad, Fiqih Politik, Jakarta: DU CENTER
Sopyan, Yayan,Tarikh Tasyri’; Sejarah Pembentukan Hukum Islam, Depok:
Gramata Publishing, 2010.
Tanuredjo, BadumanPasung Kebebasan; Menelisik Kelahiran UU Unjuk Rasa,
Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1999.
Taymiyah, Ibnu,Kumpulan Fatwa Fatwa Ibnu Taymiyah, Jakarta: Darul Haq,
2007.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Jakarta: Sekretariat Jendral
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2003.
Utsman, Hafiz,Hasil-Hasil Keputusan Muktamar Dan Permusyawarahan
Lainnya, Jakarta: Lajnah Taklif Wan Nasyr Pengurus Besar Nahdlatul
Ulama, 2006.
Wijaya, Ahmad, Burhan,Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Menangani
AksiMassa Unjuk Rasa Di Bawah Kondisi Konflik Peran, PascaSarjana
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002.
63
LAMPIRAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN I998
TENTANG
KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM
DENGAN RAHMA T TUHAN Y ANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia
yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi
Manusia;
b. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum
merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;
c. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan
menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib,dan damai;
d.bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan secara bertanggungjawab
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu
dibentuk Undang-Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka
Umum;
Mengingat :
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945;
Dengan persetujuan
DEW AN PERW AKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
UNDANG-UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAlKAN PENDAPAT Dl
MUKA UMUM
BAB I
KETENTUANUMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk
menyampaikan pikiran dengan lisan. tulisan. dan sebagainya secara bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain tennasuk juga di tempat
yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.
3. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk
mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka
umum.
4. Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.
5. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat
dengan tema tertentu.
64
6. Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan
secara bebas terbuka tanpa tema tertentu.
7. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.
8. Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 2
(1) Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat
sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-
undang ini.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Kemerdekaan menyampaikan pendapal di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada :
a. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;
b. asas musyawarah dan mufakat;
c. asas kepastian hukum dan keadilan;
d. asas profesionalitas; dan
e. asas manfaat.
Pasal 4
Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :
a. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi
manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin
kemerdekaan menyampaikan pendapat;
c. mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap
warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan
berdemokrasi;
d. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bemegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.
BAB III
HAK DAN KEWAJIBAN
Pasal 5
Warga ncgara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk :
a. mengeluarkan pikiran secara bebas;
b. memperoleh perlindungan hukum.
Pasal 6
Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung
jawab untuk :
a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;
b. menghonnati aturan-aturan moral yang diakui umum;
c. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d. menjaga dan menghonnati keamanan dan ketertiban umum; dan
65
e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.
Pasal 7
Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di rnuka umurn oleh warga negara. aparatur
pernerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :
a. melindungi hak asasi manusia;
b. rnenghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsjp praduga tidak bersalah; dan
d. rnenyelenggarakan pengamanan.
Pasal 8
Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar
penyarnpaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.
BAB IV
BENTUK-BENTUK DAN TATA CARA PENYAMPAIAN
PENDAPAT Dl MUKA UMUM
Pasal 9
(1) Bentuk penyampaian pendapatdi muka urnum dapat dilaksanakan dengan:
a. unjuk rasa atau dernonstrasj;
b. pawai;
c. rapat umurn; dan atau
d. mimbar bebas.
(2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum. kecuali :
a. di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah. instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan
udara atau laut, stasiun kereta api. terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital
nasional;
b. pada hari besar nasional.
(3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.
Pasal l0
(1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib
diberitahukan secara tertulis kepada Polri.
(2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh
yang bersangkutan. pemimpin, alau penanggungjawab kelompok.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga
kali dua puluh empat ) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.
(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi
kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.
Pasal 11
Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal l0 ayat (1) memuat :
a. maksud dan tujuan;
b. tempat, lokasi, dan rute;
c. waktu dan lama;
d. bentuk;
e. penanggung jawab;
66
f. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
g. alat peraga yang dipergunakan; dan atau
h. jumlah peserta.
Pasal l2
(1) Penanggungjawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11
wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara arnan, tertib, dan damai.
(2) Setiap sarnpai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau dernonstrasi dan
pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lirna)orang penanggungjawab.
Pasal 13
(1) Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 11 Polri wajib
:
a. segera rnemberikan surat tanda terirna pemberitahuan;
b. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di rnuka umum;
c. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian
pendapat;
d. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi. dan rute.
(2) Dalarn pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum. Polri bertanggungjawab
memberikan perlindungan keamanan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat
di muka umum.
(3) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab
menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai
dengan prosedur yang berlaku,
Pasal 14
Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis
dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.
BABV
SANKSI
Pasal 15
Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila tidak
mcmenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 10, dan Pasal 11.
Pasal l6
Pelakuu atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 17
Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang berlaku ditambah dengan
1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.
67
Pasal 18
(1) Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga
negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan
Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) adalah kejahatan.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 19
Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 20
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 181.