Click here to load reader
Upload
lana-aihara
View
325
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit demam berdarah atau Dengue hemorrhagic fever (DHF)
ialah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk
ini terdapat hampir diseluruh pelosok Indonesia.
Penyakit DHF ini disebabkan oleh virus dengue dengan tipe DEN
1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B
Arthopod borne viruses (arbovirus). Infeksi oleh salah satu jenis serotype
ini akan memberikan kekebalan seumur hidup tetapi tidak menimbulkan
kekebalan terhadap serotipe yang lain. Sehingga seseorang yang hidup di
daerah endemis DBD dapat mengalami infeksi sebanyak 4 kali seumur
hidupnya. Keempat type virus ini telah ditemukan diberbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta.
Penularan virus ini terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan Aedes albopictus betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam
tubuhnya yang berasal dari penderita demam berdarah lainnya. Demam
berdarah ini sering terjadi di daerah tropis, lingkungan yang lembab dan
pada musim penghujan.
Penyakit DHF sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti
flu atau tipus, hal ini disebabkan karena virus dengue yang menyebabkan
DHF bisa bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Masalah bisa
bertambah karena virus tersebut dapat masuk bersamaan dengan infeksi
penyakit lain, oleh karena itu diperlukan kejelian pemahaman tentang
perjalanan penyakit infeksi virus dengue, patofisiologi, dan ketajaman
pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap,
diagnosis DHF serta pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat
membantu terutama bila gejala klinis kurang memadai.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Klasifikasi dengue fever
Grade dengue fever/dengue hemorrhagi fever :
2
2. Kondisi pasien yang dicurigai menderita dengue fever
citeria dengue with/without warning sign severe dengue
A. Kemungkinan dengue fever
- Tinggal di area endemik DF
- Demam dan diikuti 2 kriteria dari kriteria berikut ini :
1. mual dan muntah
2. test tourniquet positif
3. ruam-ruam pada kulit
4. merasa sakit
5. leukopenia
6. beberapa kriteria dari warning sign.
B. (warning sign)
1. abdominal pain
2. muntah berkepanjangan
3. akumulasi cairan
4. perdarahan mukosa
5. letargi
6. pembesaran hati > 2cm
7. peningkatan Hmt disertai penurunan At
B. Kriteria Dengue Fever berat (severe)
1. kebocoran plasma berat, yang dapat menyebabkan DSS dan
akumulasi cairan dengan respiratory distress.
3
2. perdarahan berat.
3. keterlibatan organ (hati: AST atau ALT ≥ 1000, CNS: gangguan
kesadaran, Jantung dan organ lain)
3. Dengue Fever Berat
Ketika terjadi peningkatan permeabilitas vaskuler, hipovolemia makin
berat dan terjadilah syok. Biasanya terjadi pada hari ke 4 dan 5 (range 3-7
hari) yang didahului warning sign. Pada fase awal syok terjadi proses
kompensasi dengan mempertahankan tekanan sistolik normal, takikardi,
vasokonstriksi perifer untuk mengurangi perfusi kulit sehingga terjadi cold
extremities dan keterlambatan pengisian kembali kapiler darah. Akan tetapi
tekanan diastolik meningkat terhadap tekanan sistolik sehingga pulse
preassure menyempit ketika resistensi vascular perifer meningkat. Pasien
biasanya sadar. Syok hipotensi yang berkepanjangan dan hipoksia dapat
menyebabkan kegagalan multi organ.
Pasien yang mengalami syok memiliki pulse preassure ≤ 20 mm/Hg
pada anak-anak dan laki-laki atau wanita yang memiliki tanda perfusi kapiler
yang buruk, cold extremities, keterlambatan pengisian pembuluh kapiler dan
peningkatan pulse rate. Hipotensi biasanya berhubungan dengan syok yang
berat dan dapat menyebabkan komplikasi mayor bleeding. Pasien dengue
berat mengalami gangguan koagulasi, namun tidak menyebabkan perdarahan
mayor. Perdarahan mayor dapat terjadi jika disertai trombositopenia, hipoksia,
dan asidosis sehingga dapat menyebabkan kegagalan multi organ dan DIC
berat.
4. Kriteria Dengue Hemorragic Fever (DHF)
merupakan penyakit dengue dengan kecenderungan perdarahan, ditandai
dengan 1 atau lebih kriteria berikut:
a. tourniquet test positif
b. petekie, echimosis, atau purpura
c. perdarahan pada mukosa (epistaxis, perdarahan gusi)
4
d. haematemesis atau melena
e. trombositopenia ( 100.000/cu.mm atau kurang)
f. kebocoran plasma karena peningkatan permeabilitas kapiler ditandai
dengan 1 atau lebih manifestasi berikut :
g. peningkatan hematokrit >20% untuk usia dan jenis kelamin
h. penurunan hematokrit >20% setelah perawatan dengan cairan
i. tanda kebocoran plasma (efusi pleura, ascites, hipoproteinaemia)
5. Kriteria Dengue Syok Syndrome (DSS)
Semua kriteria DHF ditambah dengan tanda kegagalan sirkulasi yang
bermanifestasi sebagai nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan
darah (< atau sama dengan 20 mm Hg); hypotensi, dingin, kulit basah dan
gelisah.
6. Perjalanan penyakit dengue fever
5
a. febrile
pasien mengalami peningkatan suhu tubuh dengan cepat, dalam 2-7 hari,
disertai dengan eritema kulit, sakit pada seluruh tubuh, myalgia, arthalgia,
headache, sore throat, pharynk and conjuctival injection, anorexia, nausea,
vomiting. Test tourniquet positif. Manifestasi hemorragie ringan seperti
petechiae dan perdarahan mukosa hidung dan gusi. Vaginal bleeding,
6
gastrointestinal bleeding dapat terjadi tetapi tidak selalu ditemukan pada
pasien. Hati mengalami pembesaran dan nyeri tekan beberapa hari setelah
demam. Terjadi penurunan jumlah leukosit (AL) secara progresif, yang
merupakan penanda dengue fever.
b. critical
suhu tubuh mengalami penurunan 37,5-38oC atau kurang pada hari ke 3-7
dari sakit. Terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang berhubungan
dengan meningkatnya Hmt, yang merupakan tanda awal dari fase kritis. Pada
periode ini terjadi kebocoran plasma secara signifikan pada 24-48 jam.
Terjaadi leukopenia progressif diikuti penurunan At secara cepat sebelum
kebocoran plasma. Kebocoran plasma menyebabkan banyak volume plasma
yang hilang sehingga terjadi syok. Hal ini ditandai oleh warning sign. Suhu
tubuh dapat menjadi subnormal ketika syok. Prolong syok dapat menyebabkan
hipoperfusi sehingga tejadi gangguan organ, asidosis metabolik dan DIC. DIC
selanjutnya dapat menyebabkan severe hemorrhagic dan menyebabkan
penurunan Hmt dan terjadi syok.
c. recovery
jika pasien dapat bertahan 1-2 hari dari fase kritis, reabsorbsi cairan
ekstravaskular secara pelahan-lahan terjadi dalam 48-72 jam. Secara umum
kondisi tubuh akan membaik, nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal
berkurang, status hemodinamik stabil dan terjadi diuresis. Terdapat pruritus,
perubahan EKG, bradikardi, HMT stabil atau mungkin menurun akibat efek
dilusi dari reabsorbsi cairan. Jumlah sel darah putih akan meningkat dengan
segera namun recovery dari platelet berlangsung lebih lama daripada sel darah
putih. Dapat terjadi respiratory distress karena efusi pleura yang besar
maupun terapi cairan intravena yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan
edema pulmonari dan CHF.
7
7. Diagnosis Banding
8
8. Perawatan pasien dengue fever
9
Pasien Grup A
a) Kriteria pasien :
- pasien yang tidak memiliki warning sign
- dapat mentoleransi volume cairan oral dengan adekuat/cukup
- dapat mengeluarkan urin paling tidak 1 kali tiap 6 jam
b) Tes laboratorium yang diperlukan :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
c) Perawatan : disarankan untuk
- bed rest dengan cukup/adekuat
- intake cairan dengan cukup
- paracetamol maksimal 4gr/hari pada dewasa dan disesuaikan untuk anak-
anak.
Pasien yang memiliki HCT stabil dapat dirawat di rumah.
d) Monitoring :
Review perkembangan penyakit setiap hari :
- penurunan hitung sel darah putih (AL)
- defervescence
- warning sign (hingga keluar dari fase kritis)
Disarankan untuk kembali ke rumah sakit apabila terdapat perkembangan
munculnya warning sign dan diberikan saran tertulis untuk manajemen.
Pasien Grup B
a) Kriteria pasien :
- pasien dengan co-existing kondisi seperti kehamilan, balita, usia lanjut, DM,
gagal ginjal.
- keadaan sosial seperti tinggal sendirian, tinggal jauh dari rumah sakit.
10
b) Tes laboratorium :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
c) Perawatan :
memberikan cairan oral. Jika intoleran, diberikan terapi cairan intravena 0,9%
salin atau Ringer’s Laktat dalam laju yang terkontrol.
d) Monitoring :
- memonitor pola suhu tubuh
- memonitor volume cairan yang masuk dan keluar
- memonitor output urin (volume dan frekuensi)
- memonitor warning sign
- memonitor Hmt, Al, At
Selain itu, terdapat kriteria lain pasien grup B adalah pasien yang memiliki
warning sign.
a) Tes laboratorium :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
b) Perawatan :
Berdasarkan referensi Hmt sebelum terapi cairan diberikan.
Memberikan larutan isotonic seperti 0,9% salin, Ringer’s Laktat.
Dimulai dengan 5-7ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian dikurangi menjadi 3-
5ml/kg/jam selama 2-4 jam, dan kemudian dikurangi menjadi 2-3mlkg/jam
atau kurang, sesuai dengan respon klinis pasien.
c) Pemeriksaan kembali status klinis dan pengulangan Hmt
11
Jika Hmt tetap atau kenaikannya minimal, lanjutkan dengan 2-3ml/kg/jam
selama 2-4 jam.
Jika vital sign memburuk atau Hmt meningkat secara cepat, tingkatkan
menjadi 5-10ml/kg/jam selama 1-2 jam
d) Pemeriksaan kembali status klinis dan pengulangan Hmt dan review laju infus
cairan sesuai dengan pengurangan cairan intravena secara bertahap ketika
kebocoran plasma berkurang hingga akhir fase kritis.
Hal tersebut diindikasikan melalui output urin dan atau intake cairan yang
adekuat. Penurunan Hmt dibawah nilai batas pada pasien yang stabil.
e) Monitoring : memonitor
- vital sign dan perfusi perifer (1-4 jam hingga pasien keluar dari fase kritis)
- output urin (tiap 4-6jam)
- HCT (sebelum dan sesudah penggantian cairan dan selanjutnya tiap 6-
12jam)
- glukosa darah
- fungsi organ lain (sepert kondisi ginjal, hati, koagulasi sesuai indikasi)
Pasien Grup C
a) Kriteria pasien :
- pasien dengan kebocoran plasma yang parah disertai syok, dan atau
akumulasi cairan dengan respirasi distress.
- pasien dengan perdarahan yang parah.
- pasien dengan gangguan organ (organ impairment)
b) Tes laboratorium :
- hitung darah lengkap (FBC)
- hematokrit (HCT)
- pemeriksan fungsi organ sesuai indikasi.
12
9. Syok Kompensasi
13
a) Perawatan untuk syok kompensasi (compensated shock)
Resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid isotonik 5-10ml/kg/jam
selama 1jam. Periksa kembali status pasien.
b) Jika keadaan pasien membaik :
14
- cairan intavena harus dikurangi secara bertahap menjadi 5-7ml/kg/jam
selama 1-2 jam, kemudian 3-5ml/kg/jam selama 2-4 jam, kemudian 2-
3ml/kg/jam selama 2-4 jam dan kemudian dikurangi lagi sesuai dengan
status hemodinamik.
- cairan intavena dapat dipertahankan higga 24-48 jam
c) Jika kondisi pasien masih belum stabil :
- periksa Hmt setelah bolus pertama
- jika Hmt meningkat/ tetap tinggi (>50%), berikan bolus kedua dengan cairan
kristaloid 10-20ml/kg/jam selama 1 jam. Jika tidak ada perbaikan setelah
bolus kedua kurangi laju mejadi 7-10/ml/kg/jam selama 1-2 jam dan
lanjutkan pengurangan laju sebagaimana disebutkan diatas.
- jika HCT menurun, hal ini mengindikasikan perdarahan dan diperlukan
cross-match dan transfusi darah dengan segera.
15
10. Syok Hipotensi
a) Perawatan untk syok hipotensi (hypotensive shock)
Resusitasi cairan intravena dengan larutan kristaloid atau koloid 20ml/kg
sebagai bolus selama 15 menit.
b) Jika kondisi pasien membaik :
Berikan cairan kristaloid atau koloid 10ml/kg/ jam selama 1 jam kemudian
dilakukan pengurangan sebagaimana disebutkan diatas.
c) Jika kondisi pasien masih belum stabil :
- review Hmt yang diambil sebelum bolus pertama
- jika Hmt tersebut rendah (< 40% pada anak-anak dan perempuan dewasa;
<45% pada laki-laki dewasa), hal ini mengindikasikan perdarahan, dan
diperlukan cross-match dan transfusi darah dengan segera.
- jika Hmt tersebut tinggi dibandigkan dengan nilai batas, ganti dengan koloid
intravena 10-20ml/kg sebagai bolus kedua selama 30 menit hingga 1 jam,
lalu periksa kembai kondisi setelah bolus kedua.
- apabila keadaan pasien membaik, kurangi laju menjadi 7-10mlkg/jam selam
1-2 jam, kemuadian kembali ke kristaloid intavena dan kurangi laju.
- apabila keadaan pasien belum stabil, ulangi HCT setelah bolus kedua.
- jika HCT meningkat atau tetap tinggi (> 50%), lanjutkan infuse koloid 10-
20ml/kg sebagai bolus ketiga selama 1 jam kemudian kurangi hingga 7-
10ml/kg/jam selama 1-2 jam, kemudian ganti kembali menjadi larutan
kristaloid dan kurangi laju.
- jika HCT menurun, hal ini mengindikasikan perdarahan, dan diperlukan
cross-match dan transfusi darah dengan segera.
11. Perawatan komplikasi perdarahan:
16
Berikan 5-10ml/kg sel darah merah (RBC) segar atau 10-20ml/kg darah
(whole blood) segar.
17
BAB III
KESIMPULAN
Belum ada vaksin untuk pencegahan penyakit DBD dan belum ada
obatobatan khusus untuk penyembuhannya, dengan demikian pengendalian DBD
tergantung pada pemberantasan nyamuk Aedes aegypti. Program pemberantasan
penyakit DBD di berbagai negara umumya belum berhasil, karena masih
tergantung pada penyemprotan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa.
Penyemprotan membutuhkan pengoperasian yang khusus dan membutuhkan
biaya yang tinggi.
Tindakan pencegahan dan pemberantasan akan lebih lestari bila dilakukan
dengan pemberantasan sumber larva, Dalam hal ini perlu pendekatan yang terpadu
terhadap pengendalian nyamuk dengan menggunakan semua metode yang tepat
(lingkungan, biologi dan kimiawi) yang murah, aman dan ramah lingkungan.
Upaya-upaya ini antara lain dengan pengelolaan lingkungan, perlindungan diri,
pengendalian biologis dan pengendalian secara kimia.
Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara diatas, yang disebut dengan “3M Plus”, yaitu
menguras, menutup dan menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus
seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida, menggunakan
kelambu saat tidur atau menggunakan repellant sesuai dengan kondisi setempat.
18
DAFTAR PUSTAKA
WHO. 1999. Guidelines and Treatment of Dengue Fever / Dengue hemorrhagic Fever in Small Hospital. New Delhi.
WHO. 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever, Dengue Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Chilhood Illness. Switzerland.
WHO. 2009. Dengue Guidelines for Diagnosi, Treatment, Prevention and Control. Perancis.
19