Upload
likhaika
View
597
Download
45
Embed Size (px)
Citation preview
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I1
DERET TAYLOR
TEOREMA TAYLOR Jika fungsi f dan n+1 turunannya kontinu pada selang yang memuat a dan x maka nilai fungsi pada x diberikan oleh :
f(x) = f(a) + f’(a)(x–a) + 2
)('' af(x–a)
2 +
!3
)(''' af(x–a)
3 +…+
!
)()(
n
af n
(x–a)n + Rn (1.11)
dengan sisa Rn didefinisikan sebagai :
Rn = dttfn
tx nx
a
n
)(!
)( )1(
(1.12)
Dengan t adalah peubah boneka (dummy variable). Jika sisanya dihilangkan, ruas kanan persamaan (1.11) adalah aproksimasi polinom terhadap f(x), pada hakekatnya, teorema itu menyatakan bahwa fungsi-fungsi yang mulus dapat diaproksimasi (dihampiri) oleh polinom. Teorema Taylor dan formulanya yang berkaitan, yaitu deret Taylor, sangat berguna dalam pengkajian metode numerik. Dalam intinya deret Taylor menyediakan sarana untuk meramalkan nilai fungsi pada satu titik dalam bentuk nilai fungsi dan turunan-turunannya pada titik lain. Suatu cara yang berguna untuk mendapatkan wawasan tentang deret Taylor adalah membangunnya suku demi suku. Misalnya, suku pertama dalam deret itu adalah : f(xi + 1) f(xi) (1.13) Persamaan 1.13 menyediakan taksiran yang sempurna jika fungsi yang sedang diaproksimasi ternyata berupa konstanta. Namun, jika fungsi berubah pada seluruh selang, diperlukan suku-suku tambahan dari deret Taylor untuk menyediakan taksiran yang lebih baik. Misalnya, aproksimasi orde-pertama dikembangkan dengan penambahan suku lain yang menghasilkan
f(xi + 1) f(xi) + f(xi) (xi + 1 – xi) (1.14)
Suku tambahan orde-pertama terdiri dari kemiringan (slope) f(xi) dikalikan jarak antara xi dan xi
+ 1. Sekarang ungkapan berbentuk garis lurus dan mampu untuk meramalkan suatu penambahan atau pengurangan fungsi antara xi dan xi+1.
Walaupan persamaan 2
x
x (dengan sebagai epsilon mesin) dapat meramalkan
perubahan, tetapi akan eksak hanya untuk trend garis-lurus, atau linear. Karena itu, pada deret ditambahkan suku orde-kedua agar menangkap beberapa dari kelengkungan yang mungkin dipertunjukkan oleh fungsi :
f(xi + 1) f(xi) + f(xi)(xi + 1 – xi) + 2
)('' xif (xi + 1 – xi)
2 (1.15)
Dalam cara yang serupa, suku-suku tambahan dapat disertakan untuk mengembangkan uraian deret taylor yang lengkap.
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I2
f(xi + 1) = f(xi) + f’(xi)(xi + 1 - xi) + !2
)(' xif(xi + 1 - xi)
2 +
!3
)(''' xif(xi + 1 – xi)
3 (1.16)
+…+ !
))((
n
xinf(xi + 1 – xi)
n + Rn
Perhatikan bahwa karena Persamaan (1.16) adalah deret tak hingga, tanda sama menggantikan tanda aproksimasi yang digunakan dalam Persamaan (1.13) dan (1.15). Suku sisa disertakan untuk memperhitungkan semua suku dari n + 1 sampai tak hingga.
1
1
)1(
1
n
ii
n
n xxn
fR
(1.17)
Di mana tikalas n menunjukkan bahwa ini adalah sisa untuk aproksimasi orde ke n dan
adalah nilai x yang terletak sebarang antara xi dan xi+1. Pengenalan adalah demikian
pentingnya sehingga perlu pembahasan yang lebih mendalam. Untuk saat sekarang, cukup untuk diperhatikan bahwa terdapat suatu nilai yang demikian yang memberikan taksiran sebenarnya dari galat. Seringkali menguntungkan untuk menyederhanakan deret Taylor dengan cara mendefinisikan
suatu ukuran langkah ii xxh 1 dan menyatakan Persamaan (2.11) sebagai :
13
'''
2
''
'
!1!3!21
ni
n
ii
iii hn
xfh
xfh
xfhxfxfxf (1.18)
Dimana sekarang suku sisanya adalah :
1)1(
1
n
n
n hn
fR
(1.19)
Contoh 1.3 Dalam matematika, fungsi-fungsi kerap kali dapat dinyatakan oleh deret tak hingga. Misalnya, fungsi eksponen dapat dihitung memakai
!...
!3!21
32
n
xxxxe
nx
taksirlah nilai e0,5
sampai tiga angka bena. Solusi : Nilai sejati e
0,5 = 1,648721271
Pertama, persamaan (1.10) dapat diterapkan untuk menentukan kriteria galat yang akan memastikan adanya suatu hasil yang benar sampai paling sedikit tiga angka bena :
εs = (0,5 x 102-3
)% = 0.05% (Scarborough, 1966)
maka : Taksiran awal adalah : e
x 1 kemudian taksiran berikutnya : e
x 1 + x untuk x = 0,5 adalah : e
0,5 1 + 0,5 = 1,5
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I3
ini merupakan galat relatif yang sebenarnya (persamaan 1.6)
εt = %02,9%100648721271,1
5,1648721271,1
x
untuk menentukan suatu taksiran dari galat, seperti dalam
ε = %3,33%1005,1
15,1
x
iterasi berikutnya :
ex 1 + x +
2
2x atau e
0,5 1 + 0,5 + 2
)5,0( 2
= 1,625
ini merupakan galat relatif yang sebenarnya (persamaan 1.6)
εt = %44,1%100648721271,1
625,1648721271,1
x
untuk menentukan suatu taksiran dari galat, seperti dalam
ε = %69,7%100625,1
5,1625,1
x
iterasi berikutnya :
ex 1 + x +
2
2x +
6
3x atau e
0,5 1 + 0,5 + 2
)5,0( 2
+ 6
)5,0( 3
= 1,645833333
ini merupakan galat relatif yang sebenarnya (persamaan 1.6)
εt = %175,0%100648721271,1
645833333,1648721271,1
x
untuk menentukan suatu taksiran dari galat, seperti dalam
ε = %27,1%100645833333,1
625,1645833333,1
x
dan seterusnya
Suku Hasil εt (%) ε (%)
1 1 39.30
2 1.5 9.02 33.3
3 1.625 1.44 7.69
4 1.64583 0.18 1.27
5 1.648375 0.17 0.158
Latihan :
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I4
Taksirlah nilai e0,7
sampai tiga angka bena
Total kesalahan adalah jumlah dari kesalahan pembulatan dan kesalahan pemotongan. Kesalahan pembulatan disebabkan oleh keterbatasan dalam menyajikan jumlah angka (digit), atau konversi dari suatu sistem pembilangan kesistem bilangan lainnya kesalahan pemotongan disebabkan oleh pemotonganm suku (yang tidak diperhitungan) dalam suatu deret/fungsi. REFERENSI : 1. Munir, Rinaldi, 2006, Metode Mumerik, Edisi Revisi, Penerbit Informatika, Bandung.
Halaman 1 – 13, 18 – 30 2. Sahid, 2005, Pengantar Komputasi Numerik dengan Matlab, Edisi Pertama, Penerbit Andi
Offset, Yogyakarta. Halaman 19 – 24 3. Chapra, Steven C dan Canale, Raymond P, 1989, Metode Numerik (Terjemahan), Edisi
Kedua, Penerbit Erlangga, Jakarta. Halaman 8 – 16, 53 – 65, 71 – 83 4. Triatmodjo, Bambang, 2002, Metode Numerik Dilengkapi Dengan Program Komputer,
Penerbit Beta Offset, Yogyakarta. Halaman 1 – 9 5. Supriyono T, Rizayana F, 2000, Draf Matematika Teknik II, Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik UNPAS, Bandung. Halaman 4 – 10
MENGURAIKAN FUNGSI MENJADI DERET
Deret kuasa dalam x dapat dibentuk dengan bermacam-macam cara, misalnya
dengan melakukan pembagian terus menerus :
......11
1 132
nxxxxx
(1)
(Catatan : Misalkan untuk x = 3 persamaan itu tidak benar)
Dapat dilihat bahwa deret (1) berlaku untuk │x│ < 1 atau -1 < x < 1
Cara umum untuk menguraikan fungsi menjadi deret kuasa dalam x atau dalam (x – a), Dengan
catatan bahwa fungsi dan turunan-turunan dari semua tingkat harus ada harganya untuk x = 0
atau x = a.
Jadi x
1, ln x, dan cot x tidak dapat diuraikan menjadi deret kuasa dalam x.
DERET MACLAURIN
Fungsi dapat diuraikan menjadi deret kuasa dalam x, disebut deret Maclaurin:
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I5
f(x) = f(0) + f’(0) x + 2
)0(''fx
2 +
!3
)0('''fx
3 +…+
!
)0()(
n
f n
xn + Rn (1.11)
DERET TAYLOR
Fungsi dapat diuraikan menjadi deret kuasa dalam (x – a), disebut deret Taylor:
f(x) = f(a) + f’(a)(x–a) + 2
)('' af(x–a)
2 +
!3
)(''' af(x–a)
3 +…+
!
)()(
n
af n
(x–a)n + Rn (1.11)
Contoh Soal:
1. Deret kuasa ......1 132 nxxxx , adalah deret geometri dengan suku
pertama a = 1 dan pembanding (rasio) r = x.
Untuk │r│ < 1, deret konvergen ke xr
a
1
1
1
Untuk │r│ ≥ 1, deret divergen
2. Uraikan f(x) = sin x menjadi deret kuasa dalam x (deret Maclaurin)
f(x) = sin x → f(0) = 0
f'(x) = cos x → f'(0) = 1
f''(x) = -sin x → f''(0) = 0
f'''(x) = -cos x → f'''(0) = -1
…. ….
…. ….
Jadi harga turunan-turunannya pada x = 0 membentuk siklus 0, 1, 0, -1, …
Sin x = f(0) + f’(0) x + 2
)0(''fx
2 +
!3
)0('''fx
3 +…+
!
)0()(
n
f n
xn + Rn
Sin x = 0 + 1. x + 2
0x
2 +
!3
)1(x
3 +…+
!
)0()(
n
f n
xn + Rn
Sin x = x – !3
1x
3 +
!5
1x
5 –
!7
1x
7 + … – (-1)
2n-1
)!12(
1
nx
2n-1
3. Uraikan f(x) = ex/2 menjadi deret kuasa dalam (x – 2) (deret Taylor)
f(x) = ex/2 → f(2) = e
f'(x) = ½ ex/2 → f'(2) = ½ e
f''(x) = (½)2 ex/2 → f''(2) = (½)2 e
f'''(x) = (½)3 ex/2 → f'''(2) = (½)3 e
…. ….
…. ….
Deret Maclaurin dan Deret Taylor I6
ex/2 = f(2) + f’(2)(x–2) + 2
)2(''f(x–2)
2 +
!3
)2('''f(x–2)
3 +…+
!
)2()(
n
f n
(x–2)n + ….
ex/2 = e + ½ e(x–2) + !2
)2/1( 2 e(x–2)
2 +
!3
)2/1( 3e(x–2)
3 +…+
!
)2/1(
n
en
(x–2)n + ….
ex/2 = e
...)2(
!3
)2/1()2(
!2
)2/1()2(
!1
)2/1(1 3
32
21
1
xxx
4. Uraikan ln(1 + x) menjadi deret kuasa dalam x (deret Maclaurin)
f(x) = ln(1 + x) → f(0) = 0
f'(x) = x1
1 → f'(0) = 1
f''(x) = 2)1(
1
x → f''(0) = -1
f'''(x) = 3)1(
2.1
x → f'''(0) = 2!
f'''(x) = 4)1(
3.2.1
x → f'''(0) = -3!
….
…. ….
5. Uraikan ln x menjadi deret kuasa dalam (x – 2) (deret Taylor)
f(x) = ln x → f(2) = ln 2
f'(x) = x-1 → f'(2) = ½
f''(x) = -x-2 → f''(2) = - ¼
f'''(x) = 2x-3 → f'''(2) = ¼
f'''(x) = -6x-4 → f'''(2) = -3/8
…. ….
6.