Dermatitis Kontak Iritan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

paper

Citation preview

DERMATITIS KONTAK IRITAN

I. PENDAHULUANDikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Keduanya dapat bersifat akut maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik, jadi kerusakan kulit terjadi tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya dermatitis kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi pada suatu allergen.1Dermatitis kontak iritan (DKI) yang merupakan reaksi peradangan non imunologik pada kulit dapat disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan penting pada penyakit ini. 80% kasus dermatitis kontak iritan berhubungan dengan pekerjaan.22000 SM, dermatitis kontak pertama kali dijelaskan untuk tanaman ketika ekstrak dari biji minyak jarak digosok ke kulit kepala untuk mempromosikan pertumbuhan rambut. Seiring berjalannya waktu, dermatitis kontak iritan diakui memiliki kaitan yang kuat terhadap pekerjaan seseorang. Misalnya, pada tahun 1556 kalangan pekerja logam di Agricola memiliki ulcer yang dalam. Sebagian kota di Yunani pada saat itu kurang memperhatikan kesejahteraan para perkerjanya, sehingga beberapa kota itu ilegal bagi warga negara untuk melakukan perdagangan. Akibatnya, pekerja medis yang bertugas cenderung berkonsentrasi pada warga negara sipil dan bukan kepada tenaga kerjanya.3Kesadaran penyakit akibat kerja mulai terlihat pada tahun 1700-an saat Revolusi Industri. Ramazzini (1633-1714) yang menjelaskan bahwa adanya fisura pada tangan para pekerja yang memiliki tugas mencuci dan ulkus di kaki pada para penambang garam. Pada abad 19 di Inggris menunjukkan adanya minat peneliti kesehatan kepada dermatitis kontak iritan yang ditandai dengan penjelasan dari Willan tentang dermatitis yang diderita oleh kalangan pekerja pembuat sepatu dan erupsi Bateman di antara pekerja bangunan.3Tingkat peradangan tergantung pada faktor-faktor seperti kekuatan dan konsentrasi bahan kimia, kerentanan individu, lokasi kontak, dan waktu. Alergi, infeksi, menggaruk, dan stres mempengaruhi tampilan klinisnya. Kekeringan dan pecah-pecah adalah perubahan awal. Retak yang sangat menyakitkan serta rekahan yang terjadi terutama di daerah lipatan bersama dan sekitar ujung jari. Pada punggung tangan tampak kermerahan dan bengkak. Pada permukaan telapak tangan, terutama jari menjadi merah dan terus menjadi kering dan dapat retak.4II. EPIDEMIOLOGIDermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat dengan kelainan ringan.1 Dari data yang didapatkan dari U.S. Bureau of Labour Statistic menunjukkan bahwa 249.000 kasus penyakit akupasional nonfatal pada tahun 2004 untuk kedua jenis kelamin, 15,6% (38.900 kasus) adalah penyakit kulit yang merupakan penyebab kedua terbesar untuk semua penyakit okupational. Juga berdasarkan survey tahunan dari institusi yang sama, bahwa incident rate untuk penyakit okupasional pada populasi pekerja di Amerika, menunjukkan 90-95% dari penyakit okupasional adalah dermatitis kontak, dan 80% dari penyakit didalamnya adalah dermatitis kontak iritan.2,5Luka bakar merupakan gejala yang relatif umum, survei di Amerika menunjukkan bahwa 119 rumah sakit merawat 11.759 pasien selama periode 1 tahun. Mayoritas luka bakar yang terlibat biasanya ekstremitas atas dan sebagian besar terjadi pada orang dewasa muda dan bayi. Luka bakar akibat pekerjaan juga merupakan gejala yang relatif umum, 29% kasus luka bakar yang masuk berhubungan dengan pekerjaan, dengan kasus 26,4 per 10.000 karyawan. Pada wanita, luka bakar dari pergelangan tangan dan tangan yang paling sering terjadi, sedangkan pada pria keterlibatan mata lebih umum. Tukang las, buruh, koki dan mekanik merupakan pekerjaan yang paling berisiko.3Karakteristik predisposisi yang penting dari individu meliputi usia, jenis kelamin, penyakit kulit yang sudah ada sebelumnya, daerah tubuh yang terpapar, dan aktivitas sebasea. Ada perubahan terkait usia pada kulit yang dapat mengubah respon kulit terhadap iritasi. Kedua bayi dan orang tua lebih sering dipengaruhi oleh ICD karena kurangnya pertahanan epidermal mereka, serta mengalami gejala yang lebih parah. Namun, ada penelitian di mana orang lanjut usia yang diamati memiliki respon iritasi yang kurang untuk natrium lauril sulfat dibandingkan dengan orang yang lebih muda. Sementara iritasi kulit dapat terlihat lebih sering pada ekstremitas atas wanita daripada pria, ini prevalensi lebih tinggi dari ICD mungkin karena pengaruh frekuensi paparan lebih kuat daripada perbedaan gender yang ada. Faktor genetik juga berperan dalam pengembangan ICD, seperti yang ditunjukkan dalam studi dengan kembar monozigot. Penyakit kulit lainnya, seperti dermatitis atopik aktif, dapat mempengaruhi seorang individu untuk menderita dermatitis kontak iritan. Terakhir, situs yang paling sering terkena adalah daerah yang terkena seperti tangan dan wajah, dengan keterlibatan tangan terlihat di sekitar 80% dari pasien dan keterlibatan wajah dalam 10%. Paparan berlebihan terhadap air, sabun dan deterjen biasanya menyebabkan dermatitis kontan iritan.6III. ETIOLOGIDermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.2,7Faktor EksogenSelain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : 2a. Sifat kimia bahan iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar, kelarutan. b. Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnyac. Faktor lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan, gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.Faktor Endogena. Faktor genetikAda hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan iritan. Selain itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan iritan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa genetik faktor independen atopi dapat memepengaruhi kerentanan terhadap iritasi dan terjadinya eksema pada tangan. Gen TNF- polimorfisme telah dibuktikan sebagai penanda untuk kerentanan untuk dermatitis kontak iritan.2,3b. Jenis Kelamin Gambaran klinis dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.2,7c. Umur Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia dan bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema) menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan pertahanan) meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus.2d. Suku Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap, penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.2e. Lokasi kulitAda perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.1,2f. Riwayat AtopiAdanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan.2 Pada pasien dengan dermatitis atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.8

IV. PATOGENESISKelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan, yaitu:1,21. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan2. Jejas pada membran sel3. Denaturasi keratin epidermis4. Efek sitotoksik langsungPada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan pelepasan mediator radang, khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia. Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis factor- (TNF- ). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh kali lipat dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat. TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.2Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.9Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan yaitu iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel di bawahnya oleh iritan.1

Gambar 1 : (a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi, banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi. Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI. Dikutip dari kepustakaan.9

V.MANIFESTASI KLINISDermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi sebagaimana yang disebutkan sebelumnya.1 Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu: 1. Dermatitis Kontak Iritan AkutPada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu, gejala subyektif (rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.1,2,5Kecepatan terpaparnya zat iritan pada dermatitis kontak iritan akut biasanya memiliki gejala yang jelas terutama bila zat iritannya merupakan asam atau basa yang kuat maka gejala akan timbul dalam hitungan menit. Sedangkan untuk zat yang tidak terlalu kuat, gejala yang timbul akan terjadi dalam waktu yang bervariasi. Spektrum klinis dari dermatitis kontak iritan akut ini dapat berupa dari reaksi iritan ringan dengan transien eritema sampai dermatitis yang disertai dengan edema, peradangan, dan rasa nyeri.3Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.7

Gambar 2 : DKI akut akibat penggunaan pelarut industri.52. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24 jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.1,2,5Dermatitis kontak iritan lambat biasanya berhubungan dengan beberapa zat yang telah dilaporkan sebelumnya oleh beberapa penelitian termasuk SLS, propilen dan diacrylates tertentu. Penyakit ini juga sering disebabkan karena interpretasi yang timbul dari tes Patch karena respon inflamasi yang terjadi lambat (48 jam) dan hal itu dapat menstimulasi reaksi kontak alergi.3

Gambar 3 : Pasien ini memiliki reaksi terhadap pewarna cinnabar yang terdapat dalam tatonya.10

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting. Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.1,2,5

Gambar 4 : DKI kronis akibat efek korosif dari semen Dikutip dari kepustakaan.5

Distribusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif, biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: ukang cuci, kuli bangunan, montir bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).1,5

4. Reaksi IritanSecara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama, eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari. Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.1,2,5

Gambar 5 : Beberapa luka bakar kimia kecil karena semen debu di lengan tukang.11

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas atau laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama. Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik gejala mirip dengan dermatitis numular.1,2

6. Dermatitis Kontak Iritan NoneritematousJuga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi. Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat. Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum tanpa tanda klinis (DKI subklinis).1,2

7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif (Sensory ICD)Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah, kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan penyakit ini.1,2

8. Dermatitis Kontak Iritan Gesekan (Friction ICD)Terjadi iritasi mekanis yang merupakan hasil dari mikrotrauma atau gesekan yang berulang. DKI Gesekan berkembang dari respon pada gesekan yang lemah, dimana secara klinis dapat berupa eritema, skuama, fisura, dan gatal pada daerah yang terkena gesekan. DKI Gesekan dapat hanya mengenai telapak tangan dan seringkali terlihat menyerupai psoriasis dengan plakat merah menebal dan bersisik, tetapi tidak gatal. Secara klinis, DKI Gesekan dapat hanya mengenai pinggiran-pinggiran dan ujung jemari tergantung oleh tekanan mekanik yang terjadi.1,7

Gambar 9 : DKI Gesekan 7

9. Dermatitis Kontak Iritan AkneiformDisebut juga reaksi pustular atau reaksi akneiform. Biasanya dilihat setelah pajanan okupasional, seperti oli, metal, halogen, serta setelah penggunaan beberapa kosmetik. Reaksi ini memiliki lesi pustular yang steril dan transien, dan dapat berkembang beberapa hari setelah pajanan. Tipe ini dapat dilihat pada pasien dermatitis atopy maupun pasien dermatitis seboroik.2

Gambar 10 : DKI Akneiform. 12

10. Dermatitis AsteatotikBiasanya terjadi pada pasien-pasien usia lanjut yang sering mandi tanpa menggunakan pelembab pada kulit. Gatal yang hebat, kulit kering, dan skuama ikhtiosiform merupakan gambaran klinik dari reaksi ini.2

Gambar 11 : DKI Asteatotik.13

VI. DIAGNOSISDiagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih memastikan diagnosis DKI.1A. AnamnesisAnamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:14 Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah pajanan. Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif (DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang merusak kulit. Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat pruritus yang terjadi.

B. Pemeriksaan FisisMenurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut: 14,15 Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

C. Pemeriksaan Penunjang.Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari efek berbagai iritans.151. Patch TestPatch test digunakan untuk menientukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dan kemabali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI. Pemeriksaan patch tes digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren. 2,5,14

Gambar 12 : Patch test.10

2. Kultur BakteriKultur bakteri dapat dilakukan pada kasus-kasus komplikasi infeksi sekunder bakteri.143. Pemeriksaan KOHDapat dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya mikology pada infeksi jamur superficial infeksi candida, pemeriksaan ini tergantung tempat dan morfologi dari lesi.144. Pemeriksaan IgEPeningkatan imunoglobulin E dapat menyokong adanya diathetis atopic atau riwayat atopi.14

VII. DIAGNOSIS BANDING1. Dermatitis Kontak AlergiDermatitis kontak alergi disebabkan oleh kulit sensitif yang terpapar alergen. Proses ini merupakan salah satu tipe dari reaksi hipersensitivitas, yang berbanding terbalik dengan dermatitis kontak iritan yang bukan merupakan reaksi hipersensitivitas. Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh terpaparnya kulit dengan berbagai macam bahan iritan seperti zat asam basa yang kuat.16,17Secara klinis dermatitis kontak alergi bermanifestasi sebagai papul edema kemerahan yang akan segera berubah menjadi conical papulovesicles. Vesikel ini mudah dideteksi melalui pemeriksaan dengan palpasi maupun observasi. Bila progresinya cepat dan berat maka vesikel akan menjadi bulla. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.16,17

Gambar 13 : Dermatitis Kontak Alergi.2

2. Dermatitis AtopiMerupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.1

Gambar 14 : Atopiic Dermatitis.2

3. Tinea ManusTinea manus paling sering disebabkan oleh T. Rubrum, T. mentagrophyte, T. flocossum. Gambaran klinis dapat berupa 4 bentuk, yaitu: (1) tipe interdigitalis : dapat berupa sisik, erosi maupun eritema: (2) tipe hiperkeratotik kronik : biasanya bilateral berupa bercak, sangat sedikit yang berupa vesikel: (3) tipe vesikobullosa : berupa vesikel besar, pustul, dan bulla: (4) tipe ulserasi akut : berupa vesikel, pustule dan purulen ulserasi.2

Gambar 15 :Tinea Manus et Pedis.2

VIII. PENATALAKSANAANPenatalaksanaan dari dermatitis kontak iritan dapat dilakukan dengan melakukan dengan memproteksi atau menghindakan kulit dari bahan iritan. Selain itu, prinsip pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari bahan iritan, melakukan proteksi (seperti penggunaan sarung tangan), dan melakukan substitusi dalam hal ini, mengganti bahan-bahan iritan dengan bahan lain.1,2,7,16Selain itu, beberapa strategi pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis kontak iritan adalah sebagai berikut:1. EdukasiMenghindari iritasi penyebab di rumah atau tempat kerja adalah pengobatan utama untuk dermatitis kontan iritan. Strategi dalam pencegahannya meliputi identifikasi iritasi dengan substitusi yang tepat, pembentukan rekayasa kontrol untuk mengurangi eksposur, penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan dan pakaian khusus, dan hambatan seperti salep, atau krim emolien. Strategi pencegahan lainnya termasuk menekankan kebersihan pribadi dan pekerjaan, mendirikan program pendidikan untuk meningkatkan kesadaran di tempat kerja, dan menyediakan pemantauan kesehatan.62. Kompres dingin dengan Burrows solutionpKompres dingin dilakukan untuk mengurangi pembentukan vesikel dan membantu mengurangi pertumbuhan bakteri. Kompres ini diganti setiap 2-3 jam.5

3. Glukokortikoid topikalEfek topical dari glukokortikoid pada penderita DKI akut masih kontrofersional karena efek yang ditimbulkan, namun pada penggunaan yang lama dari corticosteroid dapat menimbulkan kerusakan kulit pada stratum korneum. Pada pengobatan untuk DKI akut yang berat, mungkin dianjurkan pemberian prednison pada 2 minggu pertama, 60 mg dosis inisial, dan di tappering 10 mg.5

4. EmolienSecara eksperimen, emolien sendiri telah menunjukkan dapat meningkatkan perbaikan penghalang. Pemilihan emolien mungkin penting, dengan persiapan yang matang maka pengobatan menjadi lebih efektif. Penelitian terakhir telah menunjukkan bahwa perbaikan penghalang mungkin terganggu atau percepatan konstituen dari proses lipid fisiologis. Hilangnya fungsi sawar kulit melalui mekanik atau kimia dapat menyebabkan hilangnya air dan eksim tangan. Barrier krim diterapkan setidaknya dua kali sehari pada semua daerah yang terpapar, berguna untuk melindungi kulit dan diformulasikan untuk resistent terhadap air atau minyak-repellent. Jenis yang resisten terhadap air memberikan sedikit perlindungan terhadap minyak atau solvents.3,4

5. Imunosupresi OralDosis prednison awal setidaknya harus 60 mg sehari-hari, tentu saja pemberiannya tidak boleh kurang dari 2 sampai 3 minggu. Alternatif untuk prednison oral yaitu termasuk 6 mg betametason natrium fosfat dan betametason asetat suspensi (Celestone), 40 sampai 80 mg methylprednisolone (Depo-Medrol), 40 mg triamsinolon acetonide (Kenalog), atau 40 mg triamsinolon diasetat (Aristocort), yang semuanya sama-sama efektif. Sayangnya masih banyak kita jumpai pengobatan dengan jumlah steroid yang memadai untuk jangka waktu yang tidak memadai.18 Kortikosteroid sistemik harus tapring off secara bertahap untuk mencegah flare-up atau reaksi melambung. Jika proses ini ditekan terlalu singkat waktu, eksaserbasi umum ruam dan gejala dapat terjadi ketika steroid dihentikan. Penghambatan ruam dan gejala akan terlihat dalam waktu 48 jam dari terapi dimulai. Adalah penting bahwa infeksi sekunder seperti impetigo, selulitis, erisipelas atau didiagnosis dan diobati sebelum terapi kortikosteroid menjadi inisiasi.18IX. PROGNOSISPrognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor, juga pada penderita atopi.1,2Penyembuhan biasanya terjadi dalam waktu 2 minggu setelah rangsangan berbahaya disingkirkan. Dalam kasus yang lebih kronis, 6 minggu atau lebih mungkin diperlukan. Dalam pengaturan pekerjaan menurut ICD, hanya sepertiga dari individu yang memiliki remisi lengkap dan dua-pertiga biasanya dialokasikan ke pekerjaan lain. Penderita dengan atopic dermatitis memiliki prognosis yang lebih buruk. Dalam kasus tingkat subkritis kronis iritasi, beberapa pekerja mengalami gejala "pengerasan".5

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito, S.A dan Suria Djuanda, editors. Dermatitis. In: Djuanda A, Mochtar H, Aisah S, editors. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2008.p.130-133.2. Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL, editors. Fitzpatricks Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; 2008.p.396-401.3. Wilkinson SM, and Beck MH. Rooks Textbook Of Dermatology 8th ed. Australia: Blackwell Publishing. 2010. Chapter 25.4. Habif TP. Infestations and bites. In: Habif TP, editor. A clinical dermatology : a color guide to diagnosis and therapy. 5th ed. London. Mosby; 2009.5. Wolff C, Richard AJ, and Dick S, editors. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of Clinical Dermatology 6th ed. New York: McGraw Hill; 2009.6. Peter CM, Joost S. Papulosquamous and Eczematous dermatoses. In : Bolognia JL, et al. Dermatology 2nd ed: Elsevier Science Health Science Division; 2008. Chapter 16.7. Grand SS. Allergic Contact Dermatitis Versus Irritant Contact Dermatitis. 2008.Available from: URL: http://wsiat.on.ca/english/mlo/allergic.htm 8. Schnuch A and Berit CC, editors. Genetics And Individual Predispotitions in Contact Dermatitis. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer. 2011.p.28-309. Rustenmeyer T, Ingrid MW, B.Mary E, Sue G, Rik JS, editors. In: Johansen JD, Peter JF, Jean PL, editors. Contact Dermatitis 5th ed. New York: Springer.2011.p.43-8.10. T.Menn, J.-P. Lepoittevin. Irritant Dermatitis. In: Contact Dermatitis. 2007.11. Peter J. Frosch, Swen Malte John. Clinical Aspect of Irritant Contact Dermatitis. 2009.12. Desar IME, A Phase I Dose Escalation Study To Evaluate Safety And Tolerability Of Sorafenib Combined With Sirolimus In Patient With Advance Solid Cancer. [online] 2010 [cited 2013 Juny 18]: [3 screens]. Available from: URL: http://nature.com/bjc/journal/v103/n11/fig_tab/6605777f2.html13. Anderson CK, Asteatotil Eczema.M2009. Available from:URL: http://emedicine.medscape.com/article/ 1124528-overview.htm14. Hogan D J. Contact Dermatitis, Irritant. [Online] 2009 [cited 2011 January 8]:[4 screens]. Available from: URL: http://emedicine.medscape/ article/1049352-overview.htm15. Anonim. Contact Dermatitis. [Online] 2009 [cited 2011 January 9]:[1 screen]. Available from: URL: http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article /000869..htm 16. Bourke J, Coulson I, and English J. Guidelines For The Managemen Of Contact Dermatitis: An Update. London: British Journal of Dermatology; 2008.p.946-5417. A. Bernard Ackerman and associates. Allergic Contact Dermatitis vs. Irritant Contact Dermatitis. In : Differential Diagnosis in Dermatopathology I, II, III, IV, Third Edition. 2007. 18. Arndt, Kenneth A.; Hsu, Jeffrey T.S. Dermatitis, Eczema. In: Manual of Dermatologic Therapy, 7th ed. Lippincot William and Wilkin. 2007.22