Upload
dinhhuong
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EVALUASI PROGRAM KELOMPOK KERJA GURU (KKG)
DI GUGUS VI DUKUH KECAMATAN CIBUNGBULANG KABUPATEN BOGOR
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar MAGISTER PENDIDIKAN
Di Susun Oleh MUH. WAHYUDDIN S ADAM
NIM: 2116018000018
PROGRAM MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA JAKARTA
2018 M / 1439 H
ii
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Di dalam naskah tesis ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
ARAB LATIN Kons. Nama Kons. Nama
Alif Tidak dilambangkan ا Ba b Be ب Ta t Te ت Tsa ts Es (dengan titik di atas) ث Jim j Je ج Cha H Ha (dengan titik di bawah) ح Kha kh Ka dan ha خ Dal d De د Dzal dh De dan ha ذ Ra r Er ر Za z Zet ز Sin s Es س Syin sy Es dan ha ش Shad s Es (dengan titik di bawah) ص Dlat d De (dengan titik di bawah) ض Tha t Te (dengan titik di bawah) ط Dha z Zet (dengan titik di bawah) ظ Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع Ghain gh Ge dan ha غ Fa f Ef ف Qaf q Qi ق Kaf k Ka ك Lam l El ل Mim m Em م Nun n En ن Wawu w We و Ha h Ha ھـ Hamzah ’ Apostrof ء Ya y Ye ي
iii
2. Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut: a. Vokal rangkap ( أو ) dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya: al-
yawm. b. Vokal rangkap ( أي ) dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya: al-
bayt.
3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( ة م ) ,( al-fatihah = الفاتح لو al-‘ulum ) dan = العة ) .( qimah = قیم
4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( د د ) ,( haddun = ح = طیب ) ,( saddun = سtayyib ).
5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( البیت = al-bayt ), ( السمآء = al-sama’).
6. Ta’ marbutah mati atau yang dibaca seperti ber-harakat sukun, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”, sedangkan ta’ marbutah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya ( یة الھالل ؤ ru’yah al-hilal atau ru’yatul = رhilal).
7. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( یة ؤ .(’fuqaha = فقھاء ) ,( ru’yah = ر
iv
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Muh. Wahyuddin S Adam
Tempat dan tanggal lahir : Makassar, 21 Desember 1992
NIM : 21160181000018
Jurusan : Magister Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Tesis : Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (KKG) di Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd
2. Dr. Jejen Musfah, M.A
Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Surat pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Seminar Hasil Tesis.
Jakarta, 14 Mei 2018
Yang membuat pernyataan
Muh. Wahyuddin S Adam
v
vi
vii
viii
Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru di Gugus VI Dukuh di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
Muh. Wahyuddin S. Adam
21160181000018 Prodi Magister Manajemen Pendidikan Islam
Universitas Islam Negeri Jakarta Email:[email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi program kelompok kerja guru dalam pengembangan profesionalisme guru pada Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Kelompok Kerja Guru merupakan wadah pengembangan profesionalisme para guru-guru SD dalam kegiatan belajar mengajar. Penelitian evaluatif ini berbasis kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui hasil evaluasi program kegiatan Kelompok Kerja Guru dalam pengembangan profesionalisme guru. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Kerja Guru yang bertempat di Gugus VI Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Pada gugus ini terdiri dari 6 sekolah yang semua gurunya berjumlah 62 orang. Subjek penelitian ini adalah Ketua Gugus, Ketua KKG, Pengurus, dan Peserta. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi kegiatan yang dilaksanakan, wawancara yang mendalam, dan dokumentasi terkait KKG dengan menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, & Product). Analisis data dilakukan dengan cara analisis induktif kualitatif. Hasil penelitian dijabarkan ke dalam beberapa aspek. Pada aspek Context, menunjukkan adanya korelasi antara tujuan program dengan kebutuhan peserta. Pada aspek Input, menunjukkan bahwa fasilitas telah memadai, materi diterima dengan baik, Pemandu sangat profesional, dan pengurus telah bekerja dengan baik. Pada aspek Process, menunjukkan bahwa kegiatan KKG telah berjalan sesuai dengan perencanaan yang dirumuskan sebelumnya. Pada aspek Product, menunjukkan tingkat kepuasan peserta terhadap program ini sekitar 89% mengatakan sangat puas. Maka peneliti menganggap program ini pantas untuk dilanjutkan dan menjadi model program kepada KKG gugus lainnya Sehingga dengan adanya program ini diharapkan bisa meningkatkan kompetensi guru-guru dalam kegiatan belajar mengajar khususnya di kecamatan Cibungbulang.
Kata Kunci : Evaluasi CIPP dan KKG (Kelompok Kerja Guru)
ix
Evaluation of Teacher Working Group Program in Cluster VI Dukuh in District Cibungbulang Bogor Regency
Muh. Wahyuddin S. Adam
21160181000018 Prodi Master of Islamic Education Management
Universitas Islam Negeri Jakarta Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the evaluation of teacher work group programs in the development of professionalism of teachers in Cluster VI Dukuh Cibungbulang District Bogor Regency. Teachers Working Group is a forum for the development of professionalism of elementary school teachers in teaching and learning activities. This evaluative research based on qualitative aims to know the evaluation result of activity program of Teachers Working Group in developing teacher professionalism. This research was conducted on Teachers Working Group located in Gugus VI Cibungbulang District Bogor Regency. In this cluster consists of 6 schools that all teachers totaling 62 people. The subjects of this study were Chairman of Cluster, Chairman of KKG, Management, and Participant. Methods of data collection is done by observation of activities carried out, in-depth interviews, and documentation related to KKG by using CIPP model (Context, Input, Process, & Product). Data analysis was done by qualitative inductive analysis. The results of this study are translated into several aspects. In the Context aspect, there is a correlation between the program objectives and the needs of the participants. In the Input aspect, indicating that the facility is adequate, the material is well received, the Guide is very professional, and the board has worked well. In Process aspect, it shows that KKG activity has been run in accordance with previously formulated planning. In the Product aspect, it shows that the satisfaction level of the participants to this program is about 89% say very satisfied. So the researchers consider this program worthy to continue and become a model program to other clusters GFC So that the existence of this program is expected to improve the competence of teachers in teaching and learning activities, especially in the district Cibungbulang.
Keywords: CIPP and KKG Evaluation (Teacher Working Group
x
الملخص
تھدف ھذه الدراسة إلى تحدید تقییم برامج مجموعة عمل المعلم في تطویر المھنیة للمدرسین في المجموعة المھنیة لمعلمي المدارس مجموعة عمل المعلمین ھي منتدى لتطویر .,’الرل.دكھ، شبنبالن بغور السادسة
ھذا البحث التقویمي یعتمد على األھداف النوعیة لمعرفة نتیجة التقییم . االبتدائیة في أنشطة التعلیم والتعلمتم إجراء ھذا البحث على مجموعة عمل . لبرنامج نشاط مجموعة عمل المدرسین في التطویر المھني للمعلم
6في ھذه المجموعة تتكون من .الرل.ادسة دكھ، شبنبالن بغورالمعلمین الموجودة في منطقة مجموعة السوكان موضوع ھذه الدراسة رئیس الكتلة ورئیس مجموعة عمل . شخصا 62مدارس یبلغ عدد المعلمین فیھا تم القیام بعملیات جمع البیانات من خالل مالحظة األنشطة التي نفذت . المعلمین واإلدارة والمشاركین
السیاق (CIPP مقة والوثائق ذات الصلة لمجموعة عمل المعلمین باستخدام نموذجوالمقابالت المتعتترجم نتائج ھذه . تم تحلیل البیانات عن طریق التحلیل االستقرائي النوعي). والمدخالت والمعالجة والمنتج
. ت المشاركینفي جانب السیاق ، ھناك عالقة متبادلة بین أھداف البرنامج واحتیاجا. الدراسة إلى عدة جوانبفي جانب المدخالت ، مما یشیر إلى أن المرفق مناسب ، یتم استقبال المواد بشكل جید ، والدلیل مھني للغایة ،
في . قد تم تشغیلھ وفقا للخطة المعدة مسبقا في جانب العملیة ، یوضح أن نشاط. وقد عمل المجلس بشكل جید٪ یقولون راض 89مشاركین في ھذا البرنامج ھو حوالي جانب المنتج ، فإنھ یدل على أن مستوى رضا ال
ا نموذجیا لمعلمي مجموعة العمل . جدا لذلك یعتبر الباحثون أن ھذا البرنامج یستحق أن یستمر ویصبح برنامجفي مجموعات أخرى بحیث یتوقع أن یؤدي وجود ھذا البرنامج إلى تحسین كفاءة المعلمین في أنشطة التعلیم
.سیما في منطقة سیبونجبوالنج والتعلم ، ال
xi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan kasih sayang-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor”sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Manajemen Pendidikan Islam di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sholawat dan salam selalu tercurahkan pada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kami dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Peneliti menyadari terselesaikannya tesis ini atas bantuan berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati, peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Jejen Musfah, M.A. selaku Pembimbing II dan Ketua program studi magister Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Ahmad Sofyan, M.Pd selaku pembimbing I yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan, nasehat, bimbingan, dan motivasi bagi peneliti selama menyelesaikan tesis.
5. Bapak Prof. Rusmin Tumanggor, M.A dan Dr. Hasyim Asyari, M.Pd sebagai dosen penguji tesis saya, terimakasih telah memberikan kritik dan saran untuk tesis saya.
6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Ayahanda Ir. Syafruddin A. Adam dan Ibunda Sri Nurwahyuanti Akuba serta Mama Aslia M.Pd.I yang senantiasa mendoakan dan memberikan semangat dengan kasih sayang yang tak terkira, sehingga peneliti dapat menyelesaikan pendidikan tanpa suatu halangan apapun.
8. Adik-adikku tersayang, kalian adalah mutiara hatiku, menjadi penyemangat dan penghibur, kalian menginspirasi kakak untuk terus lebih baik.
9. Bapak Mamat Turahmat S.Pd. sebagai ketua gugus, Bapak Devi Riana Praja S.Pd sebagai ketua KKG beserta guru-guru yang ada di Gugus VI Dukuh
xii
Kecamatan Cibungbulang, yang telah memberikan bantuan dan meluangkan waktu bagi peneliti untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian tesis ini.
10. Guru Agung, Guru Ahmad, Guru Ami, Guru Cicih, Guru Asep, dan Guru Imu selaku pengelola Sekolah Guru Indonesia.
11. Guru Hebat Sekolah Guru Indonesia angkatan 21 yang sangat membantu sekali, kalian yang terhebat. Guru Ades, Riki, ervan, nardis, rahman, ade, afid, habib, ulfa, upi, ayu, silmi, firda dan desita.
12. Keluarga besar Dompet Dhuafa Pendidikan, dan Dompet Dhuafa University.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat ditulis satu persatu oleh peneliti.
Peneliti berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan hati mereka. Akhir kata peneliti berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.
Jakarta, 14 Mei 2018
Peneliti
Muh. Wahyuddin S Adam
xiii
DAFTAR ISI
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ....................................................................... iv
LEMBAR PENGESAHAN PROMOSI TESIS ..................................... v
LEMBAR PENGESAHAN SEMINAR PROMOSI TESIS.................. vi
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................ vii
ABSTRAK .............................................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Rumusan Masalah ..... 8 C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 8 D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 8
BAB II Kajian Teoritis dan Kerangka Konseptual
A. Evaluasi Program ......................................................................... 10 1. Pengertian Evalausi Program .................................................. 10 2. Tujuan dan Manfaat Evaluasi .................................................. 13 3. Model Evaluasi ....................................................................... 15 4. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) ....... 18
B. KKG (Kelompok Kerja Guru) ...................................................... 22 1. Pengertian KKG ..................................................................... 22 2. Tujuan KKG ........................................................................... 23 3. Organisasi KKG ..................................................................... 25
C. Pengembangan Profesionalisme Guru ........................................... 26 1. Pengertian Profesionalisme Guru ............................................ 26 2. Bentuk-bentuk Pengembangan Profesionalisme Guru ............. 28 3. Aspek-aspek kompetensi Guru Profesional ............................. 31 4. Kriteria Guru Profesional ........................................................ 33 5. Pekerjaan Guru Menuntut Profesionalisme ............................. 34
xiv
D. Penelitian Relevan ........................................................................ 36 E. Kerangka Konseptual ................................................................... 37
BAB III Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian ............................................................................. 40 B. Objek dan Subjek Penelitian ......................................................... 40 C. Jenis-jenis Sumber Data ............................................................... 40 D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 40 E. Teknik Pengolahan Data ............................................................... 42 F. Pengecekan Keabsahan Data ........................................................ 42 G. Kriteria Evaluasi ........................................................................... 43
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
A. Deskripsi Singkat Profil KKG Gugus VI Cibungbulang ................ 46 B. Evaluasi Terhadap Context ........................................................... 48 C. Evaluasi Terhadap Input ............................................................... 53 D. Evaluasi Terhadap Process ........................................................... 69 E. Evaluasi Terhadap Product ........................................................... 79 F. Hasil Evaluasi CIPP ..................................................................... 84
BAB V Penutup
A. Kesimpulan .................................................................................. 89 B. Rekomendasi ................................................................................ 89
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 91
LAMPIRAN ........................................................................................... 97
PROFIL PENELITI .............................................................................. 118
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Contoh-contoh Objek Evaluasi Berbagai Sektor ........... 12
Tabel 2.2 Perbandingan Model Evaluasi Program Pelatihan.......... 20
Tabel 2.3 Perbandingan Lain Model Evaluasi Program ................. 21
Tabel 3.1 Kriteria Evaluasi CIPP ................................................. 43
Tabel. 4.1 Tabel Analisis SWOT KKG Gugus VI Dukuh ............. 47
Tabel 4.2 Matriks Program Kegiatan Periode 2016-2017 .............. 55
Tabel 4.3 Matriks Program Kegiatan Periode 2017-2018 .............. 56
Tabel 4.4 : Struktur Organisasi Pengurus Gugus VI Dukuh .......... 58
Tabel 4.5 Draft Nama-nama Pengurus KKG ................................ 60
Tabel 4.6: Kualifikasi Akademik Tenaga Pendidik ...................... 62
Tabel 4.7 Nama Pemandu Kegiatan Bermutu dan Workshop ........ 64
Tabel 4.8 Materi pada Kegiatan Bermutu 2017 ............................. 65
Tabel 4.9 Penggunaan Dana KKG dan MGMP ............................. 67
Tabel 4.10 Pertanggungjawaban Dana KKG dan MGMP .............. 68
Tabel 4.11 Jadwal Kegiatan Bermutu 2017 ................................... 70
Tabel. 4.12 Rangkaian Kegiatan Bermutu 2017 ............................ 72
Tabel 4.13 Perolehan Tingkat Kepuasan Peserta KKG .................. 79
Tabel 4.14 Interval tingkat kepuasan peserta KKG ...................... 80
Tabel 4.15 Rekapitulasi Penilaian KKG Bermutu ......................... 80
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Kinerja Program Gugus VI Dukuh .. 84
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fokus Model Evaluasi Program Stufflebeam ............ 22
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kelompok KKG ......................... 26
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual ................................................ 38
Gambar 2.4 Fokus Model Evaluasi Program Stufflebeam ............. 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketercapaian hasil pendidikan (output) sangat ditentukan oleh
implementasinya (process) dan dipengaruhi oleh tingkat kesiapan segala hal
(input) yang diperlukan untuk berlangsungnya implementasi. Keyakinan ini
berangkat dari kenyataan bahwa kehidupan diciptakan oleh Allah serba
sistem (utuh dan benar) dengan catatan utuh dan benar menurut hukum-
hukum ketetapan-Nya. Jika demikian halnya, tidak boleh berpikir dan
bertindak secara parsial dalam melaksanakan pendidikan dan pembelajaran.
Sebaliknya, perlu berpikir dan bertindak secara holistik, integratif, terpadu
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran (Slamet, 2005:
1).
Dalam pelaksanaan pendidikan, guru merupakan ujung tombak,
sehingga perlu pengembangan profesional guru. Setiap guru memiliki
potensi dan kebutuhan untuk berkembang serta merealisasikan dirinya.
Perkembangan IPTEK menuntut guru untuk melaksanakan pekerjaan secara
profesional. Seorang guru sekolah dasar harus memiliki empat kompetensi,
yaitu kompetensi: pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional . Keempat
kompetensi tersebut harus melekat pada setiap guru sekolah dasar dalam
melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengajar disekolah. Akan
tetapi kemampuan peran dasar tersebut di atas tidak akan berkembang jika
hanya mengandalkan pengalaman. Namun harus dirangsang dan didorong
pengetahuan baru agar dapat menumbuhkan sikap profesi yang matang.
Supriadi (2009:8) mengatakan bahwa guru sekolah dasar berbeda
dengan guru sekolah lanjutan. Guru Sekolah Dasar dengan sistem guru
kelas dituntut lebih mampu dalam mengelola kelas, penguasaan
materi/bahan pembelajaran sebanyak tujuh jenis (PPKn, Bahasa Indonesia,
IPA, IPS, Matematika, Bahasa Daerah, KTK) Penjaskes, dan PAI disajikan
oleh guru bidang. Guru Sekolah Dasar yang mengajar di kelas V-VI setiap
minggu melaksanakan mengajar sebanyak 38 jam pelajaran, untuk guru
kelas IV 36 jam pelajaran, dan guru kelas I dan II sebanyak 24 jam
pelajaran. Sedangkan guru sekolah lanjutan hanya bertugas sebanyak 18
jam pelajaran per minggu.
Di zaman sekarang pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas
telah dilaksanakan mulai berbagai upaya seperti pengembangan dan
perbaikan kurikulum, sistem evaluasi, pengembangan bahan ajar, pelatihan
guru, dan usaha lain. Upaya pembangunan pendidikan ini merupakan
respon terhadap perkembangan tuntutan global sebagai suatu upaya untuk
mengadaptasikan sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber
2
daya manusia untuk memenuhi tuntutan zaman yang sedang berkembang.
Melalui pembangunan pendidikan, guru harus berwawasan masa depan
yang memberikan jaminan bagi perwujudan hak-hak asasi manusia untuk
mengembangkan seluruh potensi dan prestasinya secara optimal guna
kesejahteraan hidup dimasa depan. Pada kenyataannya berbagai upaya itu
belum membawa dampak yang maksimal, termasuk dalam hal ini belum
berhasil meningkatkan profesionalisme guru sehingga sangat berdampak
kepada prestasi siswa. Sebuah pernyataan yang mencengangkan
dikemukakan mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman
Djoyonegoro (Mulyasa, 2006: 3) bahwa, “Hanya 43% guru yang memenuhi
syarat.” Artinya, 57% tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten,
dan tidak profesional. Kemudian dari Pernyataan Direktorat Tenaga
Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional RI Tahun 2004 nasional
diperoleh 65,29% dari 29.238 orang guru SD yang disurvei ternyata tidak
menguasai dengan baik materi pelajaran IPA. Untuk tingkat penguasaan
substansi materi, uji kompetensi profesional sebanyak 15.186 orang guru
SD masih sangat rendah. Khusus pada mata pelajaran IPA sebanyak 53,1%
guru memperoleh nilai D dan hanya 0,2% yang memperoleh nilai A.
Melihat kondisi tersebut peningkatan mutu pendidikan khususnya di
Sekolah Dasar menjadi fokus perhatian dalam rangka meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Hal ini dikarenakan Sekolah Dasar sebagai
satuan pendidikan formal pertama mempunyai tanggung jawab dalam
mengembangkan sikap, kemampuan, pengetahuan, dan keterampilan
peserta didik. Pada kenyataannya pendidikan bukanlah suatu upaya yang
sederhana, melainkan suatu kegiatan yang dinamis dan penuh tantangan.
Pendidikan akan selalu berubah seiring dengan perubahan zaman. Setiap
saat pendidikan selalu menjadi fokus perhatian dan bahkan tak jarang
menjadi sasaran ketidakpuasan masyarakat. Hal ini dikarenakan pendidikan
menyangkut kepentingan semua orang dan bukan menyangkut investasi.
Itulah sebabnya, pendidikan senantiasa memerlukan upaya perbaikkan dan
peningkatan kualitas guru sejalan dengan semakin tingginya kebutuhan dan
tuntutan kehidupan masyarakat.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan
Kebuadayaan (BPSDMPK) dan Peningkatan Mutu Pendidikan (PMP),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gultom (2013) mengakui masih
banyak guru terutama di daerah-daerah yang tidak lulus uji kompetensi dan
sertifikasi sebagai akibat rendahnya kualitas mereka. Beliau mengatakan
bahwa banyak guru yang tidak memahami substansi keilmuan yang dimiliki
maupun pola pembelajaran yang tepat diterapkan kepada anak didik. Dari
sisi kualifikasi akademik juga masih rendah, sampai saat ini dari 2,92 juta
guru baru sekitar 51% yang berpendidikan S-1 atau lebih sedangkan
sisannya belum berpendidikan S-1. Kemudian dari program sertifikasi guru
untuk menciptakan guru profesional dari persyaratan sertifikasi hanya 2,06
juta guru atau sekitar 70,5% guru yang memenuhi syarat. Sedangkan 861.67
3
guru lainnya belum memenuhi syarat sertifikasi. Begitu pun saat
dilaksanakan uji kompetensi guru-rata-rata hanya mendapatkan nilai di
bawah 50.
Rendahnya mutu pendidikan sangat terkait dengan mutu tenaga
kependidikan di sekolah. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari
prestasi atau hasil belajar siswa seperti dikemukakan oleh Wasliman Iim
(2007 : 23), bahwa : (1) Menurut laporan Bank Dunia anak-anak Indonesia
ternyata hanya mampu menguasai 30 % dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. (2) Hasil studi The Third International Mathematic and Science
Studi-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA,1999) memperlihatkan bahwa , diantara
38 negara peserta , prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada
urutan ke -32 untuk IPA, ke-34 untuk matematika. (3) Menurut survey
Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di
Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia.
Kutipan di atas menggambarkan bahwa anak-anak di Indonesia
masih rendah dalam kemampuan penalaran. Selain itu, menurut data
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, nilai Uji Kompetensi
Awal (UKA) terhadap guru di semua jenjang pendidikan, memiliki nilai
tertinggi 97,0 dan terendah 1,0 dengan rerata nasional sebesar 47,5
(Suyanto, 2012: 1). Nilai ini menunjukkan kompetensi nasional guru
Indonesia masih rendah. Hal tersebut tercermin dari pemetaan kompetensi
mengajar guru, penguasaan materi pelajaran, dan keterbatasan penggunaan
metode pembelajaran. Keterbatasan kompetensi guru ini secara langsung
akan berpengaruh pada kualitas kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Kenyataan ini merupakan konsekuensi dari pembelajaran
sebelumnya yang masih berpusat pada guru. Hal ini akan memberikan
dampak pada pelaksanaan proses belajar mengajar yang belum terpenuhi.
Karena itu kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya perlu
ditingkatkan. Peningkatan kemampuan guru tersebut dapat dilakukan
dengan satu pola pembinaan bantuan profesional guru baik secara vertikal
sesuai jenjang maupun horizontal antara teman sejawat. Pembinaan
berkaitan dengan fungsi dan usaha untuk meningkatkan daya guna dan hasil
guna manusia dalam suatu proses kerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Pembinaan profesional adalah usaha memberi bantuan kepada
guru untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan
mengajar, dan menumbuhkan sikap profesional sehingga para guru lebih
ahli dalam mengelola KBM dalam membelajarkan anak didik.
Berikut beberapa fakta tentang kualitas guru pada Uji Kompetensi
Guru tahun 2015, Hurriyati (2016) mengatakan dalam Diskusi Forum Asia
Afrika bahwa:
a. Kemampuan menjawab soal uji kompetensi ketika melakukan tes
calon guru ternyata masih di bawah 50%, yaitu hanya 44%.
Kemampuan terendah ada pada kompetensi fisika dan matematika
4
yang hanya mencapai 33% dan 46%. Kemampuan tertinggi adalah
kompetensi bahasa Inggris yang mencapai 58%. Fakta ini
memperlihatkan betapa rendahnya kompetensi para guru di
Indonesia. Dapat dibayangkan apa dampaknya terhadap lulusan
yang dihasilkan jika siswa dididik oleh guru yang kompetensinya
kurang.
b. Kemampuan rata-rata pedagogik berdasarkan data uji kompetensi
guru 2015 adalah 56.69%.
c. Kualitas guru berdasarkan asal peguruan tinggi berbeda, tetapi tidak
signifikan (hasil penilaian UKG 2015)
d. Distribusi kemampuan rata-rata guru dari urutan terbaik: Jawa,
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara-Maluku-Papua
e. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara hasil UKG di kabupaten
dan di kota
f. Hasil UKG menurun cukup tajam sesudah usia 41 tahun
g. Guru Non PNS sekolah negeri mempunyai nilai UKG paling rendah
h. Tidak ada perbedaan siginifikan antara kompetensi guru
bersertifikasi dengan kompetensi guru belum bersertifikasi
i. Semakin tinggi kualifikasi (tingkat pendidikan akhir guru), semakin baik
nilai UKG Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa rendahnya kualitas
guru di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari hasil penilaian UKG yang
masih dalam kategori rendah yaitu 56.69%. Selain itu tidak meratanya
kemampuan guru di berbagai daerah serta tidak meningkatnya kompetensi
guru yang bersertifikasi menjadi alasan lain rendahnya kualitas guru di
Indonesia.
Berdasarkan hasil analisis, rendahnya tingkat kompetensi calon guru
didasarkan pada beberapa hal, di antaranya adalah: (1) kualitas perguruan
tinggi yang menghasilkan guru masih perlu ditingkatkan lagi, (2) lulusan-
lulusan SMA yang mengambil pendidikan untuk menjadi guru bukan
mahasiswa terbaik; (3) lulusan-lulusan terbaik dari perguruan tinggi di
Indonesia tidak tertarik menjadi guru. Sampai saat ini, guru belum menjadi
profesi idaman untuk putra-putri terbaik bangsa ini. Ini merupakan
tantangan besar bagi pemerintah untuk menciptakan kondisi dimana
menjadi guru menjadi salah satu pilihan profesi yang diidamkan oleh
banyak orang.
Dalam rangka meningkatkan kompetesi guru maka harus ada
kegiatan pembinaan khusus bagi guru-guru. Kegiatan pembinaan guru
dalam rangka mencapai sasaran di atas telah terkonsep dalam pelaksanaan
Kelompok Kerja Guru. Salah satu model pembinaan profesional guru SD
yang efektif dan efisien yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan
melalui wilayah kerja/gugus sekolah. Kelompok Kerja Guru (KKG) sangat
strategis untuk meningkatkan kompetensi dan kinerja guru. Berbagai upaya
untuk meningkatkan kinerja guru, antara lain melalui berbagai pelatihan
5
instruktur, peningkatan sarana dan prasarana, dan peningkatan mutu
manajemen KKG. Laporan Penilaian pelaksanaan KKG menyebutkan
masih banyak KKG yang belum menunjukkan peningkatan kinerja yang
berarti. Di samping itu belum adanya rambu-rambu yang dapat dijadikan
acuan bagi guru dan pengurus KKG dalam melakukan aktivitas kelompok
kerja guru serta belum intensifnya program pendampingan yang
dilaksanakan instruktur terhadap guru sebagai tindak lanjut pelaksanaan
kegiatan.
Kegiatan KKG akan sangat membantu peningkatan kemampuan
para guru, jika dikelola secara benar dan profesional. Para guru yang
terlibat dalam forum KKG ini senantiasa akan bertambah pengetahuan,
wawasan maupun keterampilannya, sehingga dalam melaksanakan tugas
tidak akan merasa berat. Dalam melaksanakan tugasnya guru dituntut
memiliki bekal dan kemampuan dasar yang dikenal dengan empat
kompetensi dasar guru. Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 74 tahun
2008 Bab II pasal 2 yaitu ada empat kompetensi dasar yang harus dimiliki
oleh seorang guru yang terdiri (1) Kompetensi Pedagogik, (2) Kompetensi
Kepribadian, (3) Kompetensi Profesional, (4) Kompetensi Sosial (Undang-
undang RI tentang guru dan dosen Nomor 14 Tahun 2005:81).
Pelaksanaan kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) pada
hakikatnya bertujuan untuk peningkatan kompetensi guru, namun pada
kenyataannya program ini belum sepenuhnya berjalan sesuai yang
diharapkan. Pada kenyataannya banyak kendala-kendala yang dihadapi baik
dari segi manajemen, keuangan, tenaga ahli (pemandu/tutor), sarana-
prasarana dan lain sebagainya belum sepenuhnya terpenuhi. Selain itu, agar
dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan baik guru dituntut untuk
senantiasa meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta menambah
wawasan dan pengalaman yang akan sangat berguna untuk melakukan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini berkaitan dengan guru sebagai
fasilitator kegiatan belajar mengajar di kelas yang berhubungan langsung
dengan siswa, harus mampu memfasilitasi kegiatan di kelas dengan penuh
kreatifitas dan inovasi sehingga pembelajaran dapat berjalan
menyenangkan, bermakna dan mencapai tujuan yang diharapkan.
Salah satu wadah yang dapat dimanfaatkan para guru untuk
meningkatkan pengetahuan, menambah wawasan dan menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi pada kegiatan belajar mengajar adalah melalui
KKG. KKG sangat bermanfaat dalam upaya meningkatkan pengetahuan,
menambah wawasan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi para
guru apabila dikelola dengan baik dan profesional. Namun pengelolaan
KKG selama ini belum dikelola secara baik, kegiatannya berjalan tanpa
adanya perencanaan program kegiatan yang akan dilaksanakan. Tidak
adanya alokasi dana khusus bagi pelaksanaan kegiatan KKG sehingga
pelaksanaan kegiatan KKG biasanya hanya menunggu momen tertentu saja
6
seperti pada akhir semester. Hal ini tentunya menjadi permasalahan bagi
para guru.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen pada bab IV pasal 10 dan pasal 11, mensyaratkan untuk : (1)
memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4; (2) memiliki kompetensi
sebagai agen perubahan yaitu kompetensi pedagogik; kompetensi
kepribadian, sosial dan profesional; dan (3) memiliki sertifikat pendidik.
Dengan berlakunya undang undang ini, diharapkan memberikan suatu
kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan profesionalismenya
melalui pelatihan, penulisan karya ilmiah, pertemuan kelompok kerja guru
(KKG), dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Menyadari hal
tersebut, sikap profesional serta kompetensi perlu di tingkatkan. Karena
sebagai tenaga pendidik, pengajar, sekaligus sebagai tenaga administrasi
perlu terus ditingkatkan profesionalismenya. Ada pertanyaan yang selalu
dilontarkan berkenaan dengan kata “profesional”. Betulkah sebagian besar
guru SD belum profesional? Bagaimana caranya untuk meningkatkan
profesionalisme guru SD? Dua pertanyaan di antaranya yang selalu penulis
temukan dari beberapa orang guru, bahkan masyarakat pemerhati
pendidikan. Sebenarnya proses yang memerlukan usaha yang sungguh-
sungguh adalah yang berkenaan dengan pertanyaan tentang upaya apa yang
dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru SD.
KKG yang berada di Gugus VI kecamatan Cibungbulang ini
merupakan sistem pembinaan profesional guru SD mengemban misi yang
yaitu meningkatkan kemampuan dan kualitas guru, memberikan informasi
baru dalam bidang pendidikan, pemecahan masalah yang dihadapi guru,
membina kerjasama dan keakraban dalam meningkatkan prestasi dan
kinerja guru dalam mengelola proses belajar mengajar. KKG memiliki
peran yang penting pada berkembangnya program pendidikan di sekolah.
Sebab, lewat kelompok ini, guru-guru bisa menyelenggarakan diskusi dan
tukar pikiran tentang problema yang dihadapi pada masing-masing sekolah.
Forum tersebut juga sebagai wadah profesional guru untuk peningkatan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan. Dengan adanya pemberdayaan
KKG, seluruh anggota KKG dapat memperoleh pengalaman guna
melakukan penyusunan kurikulum yang ditetapkan pada masing-masing
sekolah. Kemudian, dapat didiskusikan berbagai masalah lainnya, misalnya
RPP, aktivitas pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran,
dan evaluasi pembelajaran. Sehingga, guru dapat melakukan kegiatan
belajar mengajar dengan baik.
Melalui wadah KKG guru dalam suatu gugus sekolah berkumpul,
berdiskusi membicarakan hal yang berkaitan dengan tugas mengajar/
mendidik. Namun KKG yang ada pada Gugus I Kecamatan Cibungbulang
ini termasuk KKG yang aktif pertemuan tatap mukanya. Pada Gugus VI ini
terdapat 40 anggota yang berpartisipasi mengikuti kegiatan KKG Bermutu
ini. Hasil observasi dari peneliti di lapangan ternyata KKG Gugus VI dalam
7
menjalankan program KKG bermutu ini terbilang aktif karena
pertemuannya dilaksanakan tiap sekali dalam seminggu dan kehadiran
guru-guru pun sekitar 90% yg konsisten mengikuti kegiatan ini. Alasan
peneliti memilih KKG di gugus VI ini sebagai objek penelitian karena sikap
tanggung jawab yang ditunjukkan para guru-guru sangat terlihat.
Pertama, Patuh pada aturan. Hampir semua para guru-guru itu
sangat taat dengan aturan yang telah disepakati. Salah satunya wajib
mengikuti kegiatan KKG ini sampai akhir kegiatan. Dan itu dibuktikan oleh
guru-guru, mereka tetap mengikuti mulai dari awal sampai akhir kegiatan.
Kedua, Mandiri. Tanggung jawab yang kedua ini adalah saya melihat
bahwa guru-guru dapat menjalankan kegiatan KKG itu juga karena adanya
dana. Tapi dana yang diberikan dari pemerintah pun hanya bisa memenuhi
program kerja dari KKG itu sendiri. Akhirnya mereka pun berinisiasi untuk
menyalurkan dana sebesar Rp 5000/tiap pekannya demi kelancaran kegiatan
ini. Ketiga, Pemeliharaan. Kelebihan dari KKG ini pun ternyata sudah
memiliki sekretariat sendiri yang berlokasi di Sekolah Dasar Negeri Dukuh
I Kab. Bogor dan merupakan sekolah induk dari KKG ini. Fungsinya yaitu
sebagai wadah para guru dalam berinteraksi satu sama lain dan bisa
memenuhi kebutuhan secara administratif.
Namun kekurangan selama program KKG bermutu ini berlangsung
yaitu interaksi antar pemandu dengan peserta belum terjalin. Pemandu
dalam menyampaikan materi masih bersifat ceramah. Karena masih terpaku
dengan pedoman materi yang diberikan dari dinas pendidikan sehingga
suasana pelatihannya terasa membosankan. Belum lagi ditambah fasilitas
ruangan yang belum memadai dan ruangan yang cukup sempit yang
disebabkan kuantitas guru yang terbilang banyak. Akhirnya banyak guru-
guru yang kurang memperhatikan ketika penyampaian materi berlangsung.
Dan ada juga yang ikut dalam kegiatan ini namun masih terkendala pada
implementasinya di lapangan. Dan kurikulum yang dibahas pun hanya
seputar kurikulum 2013, padahal masih ada sekolah di gugus ini yang
masih menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Adapun
permasalahan teknis dilapangan itu yaitu dari segi fasilitas selama
pelaksanaan KKG yang belum memadai dan dari segi waktu pelaksanaan
yang belum konsisten.
Harapannya penelitian ini dapat membantu guru guru dapat
mengutarakan segala permasalahan yang dialami ketika dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah dan dicarikan solusi-solusinya terhadap
permasalahan pembelajaran tersebut. Karena dalam kegiatan kelompok
kerja guru para guru mengupas pengetahuan tentang materi pelajaran.
Selama presentasi dan kerja kelompok, para guru hendaknya berbicara
tentang proses pembelajaran, membuat beberapa hubungan diantara ide-ide
mereka dan berbagi pengalaman mengajar. Dan yang diperlu diperhatikan
dalam diskusinya, sebaiknya guru-guru menyinggung tentang pemahaman
siswa dan bagaimana mengevaluasinya untuk ke depannya. Maka peneliti
8
tertarik meneliti tentang “Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru di
Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor”.
B. Identifikasi, Perumusan dan Pembatasan Masalah 1. Identifikasi masalah
a. Pelaksanaan kegiatan belum berbasis kebutuhan peserta
b. Sarana dan prasarana belum memadai
c. Waktu pelaksanaan kegiatan tidak konsisten
d. Tidak adanya evaluasi rutin tiap pertemuan
2. Pembatasan Masalah
Bertolak dari identifikasi masalah, agar peneliti lebih fokus dan terarah,
penulis memberikan batasan masalah yakni pada Evaluasi Program
Kelompok Kerja Guru Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan permasalahan tersebut maka peneliti
merumuskan masalah yaitu“Bagaimana Evaluasi Program Kelompok
Kerja Guru Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
dilihat dari segi Context, Input, Process, dan Product”?
C. Tujuan Penelitian
Untuk Mengetahui Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru Gugus
VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor dari aspek Context,
Input, Process, dan Product.
D. Manfaat Penelitian Dengan diperolehnya data dan informasi yang memadai terkait
“Evaluasi Program melalui Kelompok Kerja Guru”, secara umum penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Teoretis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
tentang evaluasi pengembangan profesionalisme guru melalui pelaksanaan
kegiatan KKG (Kelompok Kerja Guru) di wilayah kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor.
2. Praktis
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
eksplorasi, referensi, dan dokumentasi serta untuk memberikan konstribusi
pemikiran kepada Guru-guru SD dan juga siapapun yang ingin mengetahui
terkait tentang profesionalisme guru melalui KKG ini. semoga dapat
dijadikan sebagai bahan masukan bagi guru-guru SD yang ada di kecamatan
Cibungbulang untuk mengembangkan profesionalismennya sebagai guru
sehingga seluruh tenaga pendidik dan kependidikan memahami secara
holestik dan komprehensif profesinya sebagai guru itu sesuai dengan
9
proporsionalnya serta dapat juga sebagai sumbangsih informasi mengenai
evaluasi program KKG dalam penelitian yang relevan
10
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi Program
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa inggris evaluation,
yang berarti penilaian Wandt dan Brown (2003:1), sebagaimana dikutip
Sudijono menyatakan bahwa “Evaluation is refer to the act or process to
determining the value of something”(Evaluasi menunjuk kepada tindakan
atau proses untuk menentukan nilai dari sesuatu). Dalam praktik, penggunaan
istilah evaluasi ini sering rancu dengan istilah pengukuran dan penilaian.
Kenyataan seperti ini dapat dipahami, mengingat ketiga istilah itu memang
saling kait mengkait sehingga sulit dibedakan. Berhubung dengan itu, Griffin
dan Nix (1993:3) menyatakan bahwa :
“Measurements, assements and evaluation are hierarchial. The
comparison of observation with the criteria is a measurements, the
interpretation and description of the evidence is an assesment and the
judgement of the value or implication of the behavior is an
evaluation.”
Dari kutipan tersebut dapat dipahami bahwa pengukuran, penilaian,
dan evaluasi bersifat hierarki. Evaluasi didahului dengan penilaian
(assesment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.
Pengukuran diartikan sebagai kegiatan membandingkan hasil pengamatan
dengan kriteria, penilaian merupakan kegiatan menafsirkan dan
mendeskripsikan hasil pengukuran, sedangkan evaluasi merupakan
penetapan nilai atau implikasi dari perilaku. Pendapat Widoyoko (2015:1)
pun berbeda, membedakan istilah evaluasi ke dalam 3 hal yaitu tes,
pengukuran, dan penilaian.
Mardapi (2008:67) mengatakan bahwa tes merupakan salah satu cara
untuk menaksir besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung yaitu
melalui respons seseorang terhadap stimulus atau pertanyaan. Pengukuran
dapat didefenisikan sebagai penetapan angka dengan cara yang sistemik
untuk menyatakan keadaan individu. Sedangkan penilaian memiliki makna
yang berbeda dengan evaluasi. The Task Group On Assement and Testing
(TGAT) mendeskripsikan penilaian sebagai semua cara yang digunakan
untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok. Sementara, Arikunto
(2003:1) menyimpulkan bahwa evaluasi itu: “Evaluation is the processof
ascertaining the decision or concern, selecting appropriate iformation in
order to report summary data useful to decision makers in selecting among
alternatives”(evaluasi merupakan suatu proses atau kegiatan pemilihan,
pengumpulan, analisis dan penyajian informasi yang dapat digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan serta penyusunan program
selanjutnya).
11
Dari berbagai rumusan tersebut, tampak bahwa makna evaluasi
dipahami dalam konteks kegiatan atau pelaksanaan suatu program yang
memiliki tujuan akan kriteria keberhasilan program.
Menurut Rossi (1982:9) secara umum ada beberapa kategori dalam
evaluasi program,yaitu :
1. Front-End Analysis, hal ini mencakup kegiatan evaluasi yang
dilakukan sebelum pemasangan program untuk mengkonfirmasi,
memastikan, atau memperkirakan kebutuhan.
2. Evaluability Assesment, ini termasuk kegiatan yang dilakukan untuk
menilai dampak dari upaya evaluasi program. Mengidentifikasi
karakteristik umum program (signifikansi, ruang lingkup,
pelaksanaan, dsb) yang memfasilitasi atau menghalangi upaya
evaluasi program.
3. Formative, evaluasi perkembangan ini termasuk pengujian dalam
menilai proses yang sedang berlangsung dalam program untuk
melakukan modifikasi dan penyempurnaan kegiatan.
4. Impact, dari kategori evaluasi ini sesuai dengan defenisi paling
umum yaitu mencari tahu seberapa baik keseluruhan program
bekerja.
Berdasarkan kategori di atas dan merujuk pada penelitian peneliti
maka bisa disimpulkan kategori penelitian yang diteliti termasuk kategori
Impact. Karena peneliti ingin mengetahui sejauh mana keberhasilan
program dan bagaimana dampak program ini nantinya.
Menurut Syaodih (2009:121) penelitian evaluatif merupakan desain
dan prosedur evaluasi dalam mengumpulkan dan menganalisis data secara
sistematik untuk menentukan nilai dan manfaat dari suatu praktek yang
didasarkan atas hasil pengukuran atau pengumpulan data dengana
menggunakan standar atau kriteria tertentu yang digunakan secara absolut
ataupun relatif.
Dari pernyataan tersebut kita bisa mengetahui perbedaan dan
persamaan antara penelitian evaluatif dan evaluasi. Persamaannya adalah
keduanya bisa mengkaji fokus atau permaslahan yang sama, menggunakan
desain dengan metode dan teknik pengukuran atau pengumpulan data yang
sama. Keduanya juga dapat menggunakan sampel dengan lokasi atau
lingkup wilayah yang sama, menggunakan teknik analisis data dan
interpretasi hasil yang sama. Sedangkan perbedaan yang mendasar diantara
keduanya adalah dalam tujuan dan penggunaan.
Di Indonesia, evaluasi sudah dilakukan sejak zaman penjajahan
Belanda. Belanda datang menjajah Indonesia juga ikut berdagang rempah-
rampah, kopi, teh, karet dan lainnya ke Eropa. Evaluasi digunakan untuk
menilai kualitas produk tersebut yang di kenal dengan istiah
connoisseurship. Evaluasi di lembaga pendidikan juga dilakukan pada masa
itu dalam bentuk evaluasi oleh pemilik sekolah atau evaluasi hasil belajar
12
atau ujian. Hasil nya kemudian dibahas dalam rapat kepala sekolah dan
guru.
Definisi evaluasi di jelaskan lebih rinci sebagai berikut.
a. Riset
Evaluasi merupakan salah satu jenis riset. Sebagai penelitian,
evaluasi tunduk kepada kaidah-kaidah ilmu penelitian. Misalnya
metode yang digunakan adalah metode penelitian saintifk; metode
penelitian yang digunakan oleh semua jenis penelitian dapat
dipergunakan dalam evaluasi.
b. Objek evaluasi. Objek evaluasi adalah apa yang akan di
evaluasi.Tabel berikut ini mengemukaan contoh-contoh objek
evaluasi pendidikan, layanan sosial, dan layanan kesehatan.
Tabel 2.1 Contoh-contoh Objek Evaluasi Berbagai Sektor
Sektor Pendidikan Sektor Layanan
Kesehatan
Sektor Layana
Sosial
1) Kebijakan pendidikan
2) Program Pendidikan
3) Proyek Pendidikan
4) Kurikulum
5) Peserta didik
6) Guru/dosen
7) Tenaga administrasi
8) pendidikan
9) Kepala sekolah
10) Tenaga teknik pendidikan
11) Proses pembelajaran
12) Prasarana pendidikan
13) Sarana pendidikan
14) perpustakaan
15) Laboratorium
16) Metode pembelajaran
17) Teknik Pengukuran dan
ujian
18) Manajemen berbasis
sekolah
19) Buku teks
20) Teknologi Pendidikan
21) Anggaran pendidikan
22) Bantuan Operasional
Sekolah
23) Kesehatan Sekolah
24) Fasilitas olahraga
1) Kebijakan
kesehatan
2) Program
kesehatan
3) Proyek kesehatan
4) Layanan pusat
kesehatan
masyarakat
5) Layanan Rumah
sakit
6) Asuransi
kesehatan pegawai
negeri
7) Layanan
perawatan inap
8) Layanan gawat
darurat
9) Layanan farmasi
10) Layanan
laboratorium
kesehatan
11) Teknik
pemeriksaan
dokter
12) Sistem informasi
kesehatan
13) Program
1) Kebijakan
layanan sosial
2) Proyek layanan
sosial
3) Jaminan
pengaman sosial
4) Tanggap darurat
gempa
5) Layanan panti
sosial
6) Layanan panti
jompo
7) Layanan
penyandang cacat
8) Rumah singgaH
9) Program
rehabilitasi sosial
10) Program
pengentasan
kemiskinan
13
Sektor Pendidikan Sektor Layanan
Kesehatan
Sektor Layana
Sosial
25) Program pembelajaran
setiap mata pelajaran
26) Pengujian dan pengukuran
kesehatan malaria
14) Kompetensi
tenaga medis
c. Informasi
Adapun yang menjadi tujuan dari evaluasi adalah mengumpulkan
informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi. Informasi
tersebut kemudian di bandingkan dengan indikator objek evaluasi.
Hasil perbandingan dapat memenhi atau tidak memenuhi tolak ukur
keberhasilan.
d. Menilai
Evaluasi melakukan penilaian kualitas, baik buruknya atau tinggi
rendahnya kualitas atau kinerja programyang dievaluasi dan
pennilaian manfaat bermanaat tinggi atau rendahnya program dalam
kaitan dengan suatu tujuan atau standar tertentu.
e. Mengambil keputusan terhadap objek yang dievaluasi
Misalnya jika program bahasa inggris tidak memenuhi tolak ukur
keberhasilan, maka perlu dilakukan perubahan atau pengembangan
kurikulum, guru, proses pembelajaran atau pengembangan iklim
akademik. Sebaliknya jika hasil evaluasi menyatakan program
berhasil. program tersebut akan di teruskan atau dilaksanakan di
daerah lain (Wirawan, 2011: 7-9).
Dengan kata lain evaluasi program bertujuan untuk melihat
pencapaian program tersebut. Solihat dalam Iskandar (2012:30)
mengapa evaluasi program perlu dilaksanakan?, yaitu pertama
karena hasil evaluasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan program yang selanjutnya menjadi dasar bagi perbaikan
program. Kedua karena evaluasi berfungsi menganalisa dan
efektifitas suatu program.
2. Tujuan dan Manfaat Evaluasi Menurut Arikunto (2006:1) sadar atau tidak sebenarnya semua
orang dalam menjalani kehidupan setiap harinya telah melakukan pekerjaan
evaluasi. Tujuan dari diadakannya evaluasi adalah untuk memperoleh
informasi yang akurat dan obyektif tentang suatu program. Informasi
tersebut dapat berupa proses program pelaksanaan, dampak/hasil yang
dicapai, efesiensi serta pemanfaatan hasil evaluasi yang difokuskan untuk
program itu sendiri, yaitu untuk mengambil keputusan apakah dilanjutkan,
diperbaiki, atau dihentikan. Selain itu juga dipergunakan untuk kepentingan
penyusunan program berikutnya penyusunan kebijakan yang terkait dengan
program (Widoyoko, 2009:6). Dengan evaluasi, evaluator dapat mengetahui
tingkat pencapaian tujuan program, sehingga ia dapat bagian mana dari
14
komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa
sebabnya.
Informasi yang diperoleh dari kegiatan evaluasi sangat bermanfaat
bagi pengambilan keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena
dari masukan hasil evaluasi program itulah para pengambilan keputusan
akan menentukan tindak lanjut dari program yang sedang atau telah
dilaksanakan. Wujud dari hasil evaluasi adalah sebuah rekomendasi dari
evaluator utuk pengambilan keputusan (decision maker). Arikunto
(2008:22) melihat ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan
berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan program, yaitu:
a) Menghentikan program, karena dipandang bahwa program tersebut
tidak dapat terlaksana sebagaimana diharapkan
b) Merevisi program , karena ada bagian-bagian yang kurang sesuai
dengan harapan (terdapat kesalahan tetapi hanya sedikit)
c) Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan
bahwa segala sesuatu dengan harapan dan memberikan hasil yang
bermanfaat.
d) Menyebarluaskan program (melaksanakan program-program di
tempat lain atau mengulangi lagi program di lain waktu), karena
program tersebut berhasil dengan baik maka sangat baik jika
dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.
Sementara itu menurut Widoyoko (2009:11-14), kegunaan atau
manfaat evaluasi program sebagai salah satu program bidang pendidikan
meliputi:
a. Mengkomunikasikan program kepada publik
b. Menyediakan informasi bagi pemuat keputusan
c. Penyempurnaan program yang ada
d. Meningkatkan partisipasi
Sekolah memiliki kewajiban untuk mengkomunikasikan efektifitas
program pembelajarannya kepada orang tua maupun kepada publik lainnya
melalui hasil evaluasi yang dilaksanakan, dengan demikian publik dapat
menilai tentang efektifitas program pembelajaran dan memberikan
dukungan yang diperlukan. Selain itu, informasi yang dihasilkan dari
evaluasi program pembelajaran akan berguna bagi setiap tahapan dari
manajemen sekolah mulai sejak perencanaan, pelaksanaan ataupun ketika
akan mengulangi dan melanjutkan program pembelajaran. Hasil evaluasi
yang akurat dapat dijadikan dasar bagi pembuat keputusan, agar dapat
memutuskan sesuatu secara tepat, misalnya dalam menunjang pembuatan
keputusan tentang penyusunan program pembelajaran berikutnya,
kelangsungan program pembelajaran, dan dalam memodifikasi program.
Depdiknas (2009:6) juga telah menetapkan kriteria keberhasilan
program kegiatan KKG yang termaktub dalam rambu-rambu
pengembangan KKG, indikator keberhasilan berjalannya program kegiatan
KKG adalah sebagai berikut:
15
1. Terwujudnya peningkatan mutu pelayanan pembelajaran yang mendidik,
menyenangkan, dan bermakna bagi siswa.
2. Terjadinya saling tukar pengalaman dan umpan balik antar guru anggota
KKG atau MGMP.
3. Meningkatnya pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kinerja anggota KKG
atau MGMP dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih
profesional ditunjukkan dengan perubahan perilaku mengajar yang lebih
baik di dalam kelas.
4. Meningkatnya mutu pembelajaran di sekolah melalui hasil-hasil kegiatan
KKG atau MGMP oleh anggotanya.
5. Termanfaatkannya kegiatan KKG atau MGMP bagi guru, siswa, sekolah,
KKG atau MGMP, dan pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten/kota).
Berdasarkan kriteria keberhasilan tersebut maka peneliti akan
menggunakan indikator tersebut sebagai perbandingan dengan hasil yang
didapatkan dari program kegiatan KKG tersebut sehingga peneliti dapat
mengetahui hasil program KKG gugus VI Dukuh apakah program tersebut
pantas untuk dilanjutkan atau diakhiri.
3. Model Evaluasi
Dalam ilmu evaluasi program pendidikan, ada banyak model yang
bisa digunakan untuk mengevaluasi suatu program. Berbagai model
evaluasi program tersebut , ada yang dikategorikan berdasarkan ahli yang
menemukan dan mengembangkan nya, tetapi ada pula yang memilah sesuai
dengan sifat kerjanya. Model evaluasi program mencakup lebih dari 50
jenis yang telah dan sedang digunakan dalam evaluasi program. Sebgian
model berupa rancangan teoritis yang disusun para pakar, sebagian
dikembangkan dari pengalaman evaluasi di lapangan dan sebagian lagi
berupa konsep, pedoman, dan petunjuk teknis untuk menyelenggarakan
evaluasi program.
Menurut Djuju Sudjana (2006:51) model-model evaluasi program
dapat dikelompokkan ke dalam enam kategori berikut;
a. Model evaluasi terfokus pada pengambilan keputusan
b. Model evaluasi terhadap unsur-unsur program
c. Model evaluasi terhadap jenis/tipe kegiatan program
d. Model evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan program
e. Model evaluasi terhadap pencapaian tujuan program
f. Model evaluasi terhadap hasil dan pengaruh program
Kategori tersebut terfokus pada hasil dan unsur-unsur sistem yang
digunakan dalam program sehingga data dapat berguna untuk
mengembangkan dan memperbaiki program pada saat program itu sedang
berjalan. Sukardi mengatakan (2011:55) bahwa model evaluasi muncul
karena adanya usaha eksplanasi secara continu yang diturunkan dari
perkembangan pengukuran dan keinginan manusia untuk berusaha
16
menerapkan pirnsip-prinsip evaluasi pada cakupan yang lebih komprehensif
termasuk pada bidang ilmu pendidikan, perilaku, dan seni.
Sementara itu, Arikunto (2008:40) membedakan model evaluasi
menjadi delapan, diantarannya yaitu:
a) Goal Oriented Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Tyler, merupakan model yang
muncul paling di awal. Obyek pengamatan dari model ini adalah tujuan
dari program yang sudah ditetapkan. Dalam hal ini, sejak awal proses,
evaluator memantau tujuan secara terus menerus, apakah sudah dapat
dicapai. Dengan kata lain, evaluasi dilaksanakan secara
berkesinambungan , untuk mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah
terlaksana di dalam proses pelaksanaan program.
b) Goal Free Evaluation Model
Model ini dikembangkan oleh Michael Scriven. Berlawanan
dengan model yang pertama, Model free evaluation model (evaluasi
lepas dari tujuan) justru menoleh dari tujuan. Dalam melaksanakan
evaluasi program, evaluator tidak perlu memperhatikan apa yang
menjadi tujuan program. Yang perlu diperhatikan evaluator adalah
bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi
penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yang
diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang tidak diharapkan).
c) Formatif-Summatif Evaluation Model
Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkungan obyek
yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program
masih berjalan (evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai
atau berakhir (evaluasi sumatif). Tujuan evaluasi formatif berbeda
dengan tujuan evaluasi sumatif. Tujuan evaluasi formatif adalah untuk
mengetahui seberapa jauh program yang dirancang dapat berlangsung,
sekaligus mengidentifikasi hambatan yang dihadapi. Dengan
diketahuinya hambatan dan hal-hal yang menyebabkan program tidak
lancar, pengambil keputusan secara dini dapat mengadakan perbaikan
yang mendukung kelancaran pencapaian tujuan program. Sedangkan
tujuan sumatif adalah untuk mengukur ketercapaian program. Fungsi
evaluasi sumatif dalam evaluasi program pembelajaran dimaksudkan
sebagai sarana untuk mengetahui posisi atau kedudukan individu di
dalam kelompoknya. Mengingat bahwa obyek sasaran dan waktu
pelaksanaan berbeda antara evaluasi formatif dan evaluasi sumatif
maka lingkup sasaran yang dievaluasi juga berbeda.
d) Countenance evaluation model
Model ini dikembangkan oleh Stake. Model ini menekankan
pada adanya dua langkah pokok yang terjadi selama proses evaluasi,
yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments) serta
membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu (1)
Anteseden, (2) Transaksi, (3) Keluaran. Tiga tahap tesebut
17
menunjukkan obyek atau sasaran evaluasi. Dalam setiap program yang
dievaluasi, evaluator harus mampu mengidentifikasi 3 hal yaitu: (1)
Anteseden-yang diartikan sebagai konteks. (2) Transaksi-yang diartikan
sebagai proses. (3) Keluaran-yang diartikan sebagai hasil.
e) CSE-UCLA evaluation model
CSE merupakan singkatan dari Center for the Study of
Evaluation, sedangkan UCLA merupakan singkatan dari University of
California at Los Angeles. Ciri dari model ini adalah adanya lima
tahapan yang dilakukan dalam evaluasi yaitu perencanaan,
pengembangan, implementasi, hasil dan dampak.
f) Discrepancy Evaluation Model
Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan
model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam
pelaksanaan program. Evaluasi program yang dilakukan evaluator
mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen.
Kesenjangan ini sebetulnya merupakan persyaratan umum bagi semua
kegiatan evaluasi, yaitu mengukur adanya perbedaan antara yang
seharusnya dicapai dengan yang sudah real dicapai.
g) CIPP Evaluation Model
Model ini merupakan model yang paling banyak dikenal dan
diterapkan oleh para evaluator. Pendekatan model evaluasi model
CIPP( context, input, process, dan product) dikembangkan oleh
Stufflebeam di Ohio State University pada tahun 1965 sebagai hasil
usahanya mengevaluasi ESEA (The Elementary and Secondary
Education Act). Pendekatan tersebut didasarkan pada bahwa tujuan
paling penting evaluasi bukan untuk membuktikan, tetapi untuk
memperbaiki. Stufflebeam (1971:4-5) mengatakan evaluasi context
memberikan informasi tentang kekuatan dan kekakuan sistem total
untuk membantu perencanaan tujuan berorientasi perbaikan pada setiap
tingkat sistem. Kemudian evaluasi input memberikan informasi tentang
kekuatan dan kelemahan strategi alternatif yang dapat dipilih dan
disusun untuk pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Lalu evaluasi
proses memberikan informasi tentang dampak dan kelemahan strategi
yang dipilih berdasarkan kondisi pelaksanaan aktual, sehingga strategi
atau implementasinya dapat diperkuat. Dan evaluasi produk
memberikan informasi untuk menentukan apakah usulan tersebut
tercapai dan apakah prosedur perubahan yang telah digunakan untuk
mencapainya harus dilanjutkan, dimodifikasi, atau diakhiri.
Keempat kata diatas ( context, input, process, dan product)
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari
proses sebuah program kegiatan. Komponen-komponen evaluasi
menurut Widoyoko (2009:182) meliputi (a) Sumber Daya Manusia, (b)
Sarana dan Peralatan Pendukung, (c) Dana/Anggaran, dan (d) berbagai
prosedur dan aturan yang diperlukan.
18
Dari beberapa jenis model-model evaluasi diatas, peneliti
memutuskan untuk memakai model evaluasi CIPP. Hal ini berdasarkan
kebutuhan peneliti yang ingin mengevaluasi program KKG ini dari segi
perencanaan (Context), pengorganisasian (Input), Pelaksanaan
(Process), dan Penghasilan (Product).
4. Model Evaluasi CIPP
Model evaluasi ini merupakan model yang paling banyak dikenal
dan diterapkan oleh para evaluator. Oleh karena itu, iuran yang diberikan
relatif panjang dibandingkan dengan model-model lainnya. Model CIPP ini
dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk (1967) di Ohio State University. CIPP
yang merupakan singkatan dari huruf awal empat buah kata, yaitu:
Context evaluation : evaluasi terhadap konteks
Input evaluation : evaluasi terhadap masukan
Process evaluation : evaluasi terhadap proses
Product evaluation : evaluasi terhadap produk
Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut
merupakan sasaran evaluasi, yang tidak lain adalah komponen dari sebuah
program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model evaluasi
yang memandang program yang dievaluasi sebagai suatu sistem.
a. Evaluasi Konteks (Context evaluation)
Evaluasi ini mengidentifikasi dan menilai kebutuhan-kebutuhan
yang mendasari disusunnya suatu program. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Wang (2009 :10) “however, context evaluation goes
beyond contect definition to incorporate identification of the audience and
its needs, as well as comparison of the program`s intents with stakeholder
requiredments” .
Dalam evaluasi konteks evaluasi diarahkan kepada:
1. Menilai landasan dan tujuan program
2. Kelayakan instansi penyelenggara dalam melaksanakan program
Evaluasi konteks terkait dengan penilaian tujuan yang akan dicapai
oleh peserta setelah mengikuti sebauh program pelatihan. Hal tersbut dapat
di lakukan dengan cara menilai misi dan tujuan yang akan dicapai dengan
diselenggarakannya program pelatihan. Hal lain yang perlu dikaji dalam
evaluasi konteks adalah pelaksanaan analisis kebutuhan pelatihan
(Pribadi,2014:1 57.).
b. Evaluasi masukan (Input evaluation)
Evaluasi input menekakan pada penilaian paspek perencanaan
penyelenggaraan progam pelatihan. (Pribadi, 2014: 158).
Yahaya (2001: 7) mengatakan “Input evaluation will measure the effort of
the system and input from the stategies and the sources. This evaluation is
use to arrange result and will be use for giudence in choosing the program
strategies and the changes that can be done”.
19
Tahap ini evaluasi dilakukan dengan menilai rancangan program
pelatihan dengan melihat pada:
1. Karakteristik peserta program
2. Keadaan program (rasion jumlah peserta dengan kebutuhan progra,
kualifikasi akademik, kesesuaian kompetensi dengan bidang yang
diajarkan)
3. Ketersediaan kurikulum, perangkat pembelajaran serta pedoman
penyelenggaraan sarana dan prasarana penyelenggara program
c. Evaluasi Proses (Process evaluation)
Stufflebeam mengemukakan bahwa (1971: 10)“Process
evaluation is design to provide information during the implementation
stages of a project of program, which can assist program managers to
operate the program according to its design, improve the program design
as effects are indicated under operating condition, and to make structuring
aecisions which could not made during the preparation of the program”.
Evaluasi proses merupakan tahapan menilai implementasi program
dengan melihat ketetapan dimensi instruksional dan institusi dalam
membahas seluruh materi program. Komponen evaluasi ini menilai sejauh
mana kesesuaian antara kurikulum dan jadwal, kompetensi mengajar serta
proses belajar di kelas. Menurut (Zhang, 2011 : 65) process evaluation
techniques include on-site observation, participant interviews, rating scales,
questionnaires, records analysis, photographic records, case studies of
participants, focus groups, self-reflection sessions with staff members, and
tracking of expenditures.
d. Evaluasi Produk (Product evaluation)
Menurut Pribadi (2014:161) evaluasi terhadap komponen output
digunakan untuk mengukur kontribusi yang dapat diberikan oleh peserta
setelah mengikuti program pelatihan. Evaluasi terhadap komponen ini dapat
dilakukan dengan melihat aspek penerapan kompetensi yang telah
dilatihkan kepada peserta dalam dunia kerja nyata. Pada tahap ini dilakukan
evaluasi secara keseluruhan peserta dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek
akademis (meliputi: pemahaman materi, kemampuan menganalisis dan
pemecahan masalah, komunikasi tertulis dan lisan), dan aspek sikap(terdiri
dari: prakarsa, disiplim, kerjasama dan kepemimpinan). Seperti apa yang
diungkapkan oleh Yahaya (2011: 10) “ product evaluation focus to the
result of the program after it finish.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah CIPP (Context,
Input, Process, & Product). Hal ini dikarenakan CIPP memiliki tahapan
yang jelas dalam melakukan evaluasi. Menurut Arikunto (2014:45)
Evaluasi model CIPP pada garis besarnya melayani empat macam
keputusan: 1) Perencanaan keputusan yang mempengaruhi pemilihan tujuan
umum dan tujuan khusus. 2) Keputusan pembentukan atau structuring,
yang kegiatannya mencakup pemastian strategi optimal dan dedain proses
untuk mencapai tujuan yang telah diturunkan dari keputusan perencanaan 3)
20
Keputusan implementasi, di mana pada keputusan ini para evaluator
mengusahakan sarana-prasarana untuk menghasilkan dan meningkatkan
pengambilan keputusan atau eksekusi, rencana, metode, dan strategi yang
hendak dipilih, dan 4) keputusan pemutaran yang menentukan, jika suatu
program itu diteruskan, diteruskan dengan modifikasi, dan diberhentikan
secara total atas dasar kriteria yang ada.
Evaluasi ini difokuskan untuk membandingkan kinerja dari berbagai
dimensi program dengan sejumlah kriteria tertentu, untuk akhirnya sampai pada
deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Kesesuaian antara standar yang ditetapkan dan implementasinya
akan lebih meningkatkan profesionalitas guru sehingga guru memiliki peran
dalam meningkatkan mutu pendidikan di sekolah. Dan hal ini tidak dapat
dilakukan bila menggunakan model lain.
Ada banyak model evaluasi yang dikemukakan para ahli. Menurut
Kaswan (2013: 219-220) berikut disajikan tabel perbandingan beberapa
model evaluasi program pelatihan:
Tabel 2.2 Perbandingan Model Evaluasi Program Pelatihan
No Kirkpatrick
(1959)
CIPP Model
(1987)
IPO Model
(1990)
TVS Model
(1994)
1 Reaction:
Mengumpulka
n data tentang
reaksi peserta
pada akhir
program
pelatihan
Context:
Untuk
memperoleh
informasi tentang
situasi untuk
memutuskan
tentang kebutuhan
pendidikan dan
meneguhkan
tujuan program
Input:
Mengevaluasi
indikator kinerja
sistem seperti
kualifikasi
peserta,
kesediaan
bahan,
kesesuain
pelatihan, dsb
Situasion:
Mengumpulkan
data pra pelatihan
untuk memastikan
level kinerja saat
ini dan
mendefinisikan
tingkat kinerja
mendatang yang
dihendaki
2 Learning:
Untuk menilai
apakah tujuan
pembelajaran
untuk program
terpenuhi
Input:
Untuk
mengidentifikasi
strategi
pendidikan yang
paling mungkin
untuk mencapai
hasil yang di
hendaki
Process:
Meningkatkan
perencanaan,
desain,
pengembangan,
dan
penyampaian
program
pelatihan
Intervention:
mengidentifikasi
alasan adanya
kesenjangan antara
kinerja yang
sekarang dengan
yang diharapkan
unutk mengetahui
apakah pelatihan
adalah solusi
masalah
21
No Kirkpatrick
(1959)
CIPP Model
(1987)
IPO Model
(1990)
TVS Model
(1994)
3. Behavior:
Untuk menilai
apakah kinerja
suatu
pekerjaan
beruah sebagai
hasil penelitian
Process:
Menilai
implementasi
program
pendidikan
Output:
Mengumpulkan
data yang
dihasilkan dari
intervensi
pelatihan
Impact:
Mengevaluasi
perbedaan antara
data pra dan pasca
pelatihan
4. Result:
Menilai biaya
vs manfaat
progran
pelatihan, yaitu
dampak
organisasi di
tinjau dari
penurunan
biaya,
peningkatan
kualitas kerja,
meningkatkan
kuantitas
ekerjaan.
Product:
Mengumpulkan
informasi
mengenai
intervensi
pendidikan untuk
menafsirkan nilai
dan manfaatnya
Outcomes:
Hasil jangka
panjang yang
dikaitkan
dengan
peningkatakn
lini bawah
perusahaan ,
keuntungan dan
daya
kompetisinya
Value:
Mengukur
perbedaan kualitas,
produktivitas,
pelayanan, atau
penjualan yang di
nyatakan dalam
bentuk uang.
Berikut ini di sajikan pada tabel 2.3 perbandingan lain model evaluasi
program (Wang, 2009:131):
Model Evaluasi CIPP Outcome-Based
Evaluation (OBE)
Model
Kirkpatrick
Level
Evaluasi
Kelas
Pengambil
Keputusan
Level
Evaluasi
Metode
Framework
Level
Context Perencanaan Program Formatif Reaksi
Input Struktur Efektifitas Pembelajaran
Proses Implementasi Dampak Summative Kebiasaan
Produk Pengeluaran Kebijakan Hasil
22
Gambar 2.1 Fokus Model Evaluasi Program Stufflebeam (Pribadi, 2014: 181)
B. KKG (Kelompok Kerja Guru)
1. Pengertian KKG Dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru Departemen
Pendidikan melalui Dirjen Dikdaksmen Nomor : 079C/Kep.I/93, pada tanggal
7 April 1993 menetapkan Sistem Pembinaan Profesional Guru melalui
pembentukan Gugus Sekolah Dasar yang didalamnya terdapat beberapa
program pembinaan yaitu ada PKG (Pusat Kegiatan Guru), KKKS (Kelompok
kerja Kepala Sekolah), dan KKG (Kelompok Kerja Guru). KKG merupakan
wadah atau forum kegiatan profesional bagi para guru SD di tingkat gugus
atau kecamatan yang terdiri dari beberapa guru dan beberapa sekolah.
Hadirnya sebuah komunitas KKG ini diharapkan dapat meningkatkan
mutu KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) guru-guru khususnya yang ada di
gugus VI Dukuh ini. Hal ini senada diungkapkan oleh Anwar Yasin
(1999:28), beliau mengungkapkan :
Context
Evaluasi terhaap tujuan dan konteks
pelaksanan
Input
Evaluasi sumberdaya yang digunakan untuk
menyelenggarakan program pelatihan
Proses
Evaluasi terhadap prosedur yang dilakukan dalam
menyelenggarakan program pelatihan
Produk
Evaluasi terhadap hasil yang dicapai oleh
penyelenggara program pelatihan
23
”Kita menyadari bahwa tuntutan pembangunan akan sumber daya
manusia (SDM) yang bermutu menuntut juga kemampuan profesional
guru yang semakin tinggi. Oleh karena itu, perlu ada sistem pembinaan
yang menjamin adanya dukungan profesional bagi guru dalam
melaksanakan tugas mengajarnya sehari-hari sehingga mereka
senantiasa dapat meningkatkan mutu KBM. Sistem pembinaan
profesional yang dimaksud adalah tidak lain dari pada mekanisme
bagaimana membantu guru meningkatkan mutu kemampuan
profesionalnya terutama dalam mengajar dan membelajarkan murid,
atau dengan kata lain, dalam meningkatkan mutu proses/kegiatan
belajar-mengajar (KBM) sehingga hasil mutu hasil belajar murid pun
meningkat”.
Unsur-unsur yang harus dimiliki oleh KKG mencakup organisasi,
program, pengelolaan, sarana, dan prasarana, sumber daya manusia, dan
pembiayaan. Organisasi yang dimaksud adalah struktur kepengurusan dan
legalitas administrasi KKG. Program adalah rencana kegiatan KKG.
Pengelolaan adalah proses pelaksanaan program KKG. Sarana dan prasarana
adalah fasilitas fisik untuk menunjang KKG. Sumber daya manusia adalah
pembimbing dalam kegiatan KKG. Pembiayaan adalah dana yang digunakan
untuk kegiatan KKG. (Standar pengembangan KKG/MGMP, 208:6).
2. Tujuan KKG
Soeyetno, Sumedi, dkk (2009: 223) menjelaskan pemberdayaan
Kelompok Kerja Guru memiliki peran yang sangat sentral dan strategis dalam
peningkatan kompetensi Guru. KKG merupakan forum terdepan yang
diperhitungkan, didukung dan diberdayakan dalam rangka peningkatan
kualitas guru dalam pembelajaran. Mulyasa (2013: 143) juga menambahkan
bahwa forum Kelompok Kerja Guru memiliki tugas dan fungsi melakukan
peningkatan kemampuan guru sebagai tenaga kependidikan yang
berhubungan dengan silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP),
pengembangan bahan ajar, pendayagunaan media dan sumber belajar,
penilaian, pelaksanaan bimbingan serta diskusi mencari alternatif
penyelesaian berbagai masalah dan penetapan kegiatan.
Dalam Depdiknas (2008:4), dijelaskan bahwa tujuan KKG itu antara
lain:
a. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru dalam berbagai hal,
khususnya penguasaan substansi materi pembelajaran, penyusunan
silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran, strategi pembelajaran,
metode pembelajaran, memaksimalkan sarana/prasarana belajar,
memanfaatkan sumber belajar.
b. Memberi kesempatan kepada anggota kelompok kerja atau musyawarah
kerja untuk berbagi pengalaman serta saling memberikan bantuan dan
umpan balik.
24
c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,serta mengadopsi
pembaharuan dalam pembelajaran yang profesional bagi
kelompok/musyawarah kerja.
d. Memberdayakan dan membantu anggota kerja dalam melaksanakan
tugas-tugas pembelajaran di sekolah.
e. Mengubah budaya kerja anggota kelompok kerja atau musyawarah
(meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kinerja) dan
mengembangkan profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan
pengembangan profesionalisme di tingkat KKG.
f. Meningkatkan mutu proses pendidikan dan pembelajaran yang tercermin
darai peningkatan hasil belajar peserta didik.
g. Meningkatkan kompetensi guru melalui kegiatan-kegiatan KKG.
Proses tukar menukar informasi dan umpan balik antar guru anggota
KKG akan menambah pengetahuan, keterampilan, dan sikap guru KKG
dalam melaksanakan proses pembelajaran yang lebih profesional. Hal ini
tentu akan mewujudkan peningkatan pelayanan pembelajaran yang
mendidik, menyenangkan, dan bermakna bagi siswa.
Selanjutnya dijelaskan bahwa standar pengembangan program KKG
adalah sebagai berikut :
a. Penyusunan program KKG/MGMP dimulai dari menyusun Visi, Misi,
Tujuan, sampai kalender kegiatan.
b. Program KKG/MGMP diketahui oleh Ketua KKKS (Kelompok Kerja
Kepala Sekolah SD) atau Ketua MKKS (Musyawarah Kerja Kepala
Sekolah) dan disyahkan oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
c. Program KKG/MGMP terdiri dari program rutin dan program
pengembangan.
d. Program rutin sekurang-kurangnya terdiri dari:
1) Diskusi permasalahan pembelajaran
2) Penyusunan silabus, program semester, dan Rencana Program
Pembelajaran
3) Analisis kurikulum
4) Penyusunan instrumen evaluasi pembelajaran
5) Pembahasan materi dan pemantapan menghadapi Ujian Nasional
e. Program pengembangan dapat dipilih sekurang-kurangnya tiga dari
kegiatan-kegiatan berikut:
1) Penelitian
2) Penulisan Karya Tulis Ilmiah
3) Seminar, lokakarya, koloqium (paparan hasil penelitian), dan diskusi
panel
4) Pendidikan dan Pelatihan berjenjang (diklat berjenjang)
5) Penerbitan jurnal KKG/MGMP
25
6) Penyusunan website KKG/MGMP
7) Forum KKG/MGMP provinsi
8) Kompetisi kinerja guru
9) Peer Coaching (Pelatihan sesama guru menggunakan media ICT)
10) Lesson Study (kerjasama antar guru untuk memecahkan masalah
pembelajaran)
11) Profesional Learning Community (komunitas-belajar profesional)
12) TIPD (Teachers International Profesional Development kerja-sama
MGMP internasional Global Gateway (kemitraan lintas negara)
(Depdiknas, 2008:7).
Pada kegiatan KKG ini, guru dapat menuangkan ide-ide maupun
inovasi-inovasinya untuk peningkatan kompetensi. Setiap kegiatan KKG
Gugus diforumkan dan didiskusikan bersama, baru kemudian diambil
keputusan bersama. Seperti yang disampaikan oleh Mccommish, dkk.
(2013:239) dalam penelitiannya bahwa guru bekerja sama untuk
mendukung pembelajaran siswa adalah cara yang efektif untuk
pengembangan profesi guru. Komunitas pembelajaran profesional
memfasilitasi berbagi pengetahuan dan kolaborasi guru - seringnya dengan
para ahli untuk mendukung pembelajaran guru profesional. Fasilitas
komunitas pembelajaran profesional yang efektif meliputi pembelajaran
yang melekatkan pekerjaan, pertemuan kelompok diadakan selama hari
kerja dan penggunaan teknologi.
3. Organisasi KKG
Pada Rambu-rambu pengembangan kegiatan KKG dan MGMP (2009:
13) dijelaskan bahwa organisasi pada KKG terdiri atas pengurus dan anggota.
Pengurus merupakan orang-orang yang berfungsi menjalankan kegiatan KKG
seperti membuat rencana kegiatan, penyiapan sarana, dan menyiapkan fungsi
administrasi. Pengurus KKG terdiri dari satu orang ketua, satu orang
sekretaris, satu orang bendahara, dan tiga orang ketua bidang. Bidang-bidang
yang terdapat dalam kepengurusan KKG meliputi (1) bidang perencanaan dan
pelaksanaan program; (2) bidang pengembangan organisasi, administrasi,
sarana prasarana; (3) bidang hubungan masyarakat dan kerjasama. Berikut
gambaran struktural dalam kepengurusan Kelompok Kerja Guru:
26
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kelompok KKG
Semua anggota pengurus bersifat saling mempengaruhi dan memiliki
fungsi yang sama pentingnya. Anggota pengurus dipilih oleh anggota KKG
berdasarkan AD/ ART. Anggota KKG adalah guru yang berasal dari sekolah
negeri maupun swasta, baik yang berstatus PNS maupun bukan PNS. Anggota
KKG terdiri dari guru kelas, guru pendidikan agama, guru penjasorkes, dan
guru lain di SD/ MI/ SDLB yang berasal dari 8-10 sekolah atau disesuaikan
dengan kondisi daerah setempat.
C. Pengembangan Profesionalisme Guru
1. Pengertian Profesionalisme guru
Istilah profesionalisme guru berasal dari profesi yang artinya suatu
pekerjaan yang ingin atau ditekuni oleh seseorang. Pekerjaan tersebut
mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari
pendidikan akademis yang intensif. Dengan demikian, Usman (2005:14)
mengungkapkan bahwa pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan
yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu
dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat
memperoleh pekerjaan lain.
Guru sebagai profesi di bidang kependidikan memerlukan persyaratan
khusus yang harus dipenuhi sebelum melaksanakan tugas yang sesungguhnya.
Sebagai profesi, semestinya tidak semua dapat mengembannya. Agar guru tidak
ketinggalan zaman, maka guru harus selalu mengembangkan kemampuan dan
keterampilannya secara kontinou. Michael d. Bayles dalam Yogia Prihartini
mengatakan (2013:110) ada beberapa ciri profesi:
1. Perlunya training atau pendidikan untuk mempraktekkan profesi.
2. Training atau pendidikan mencakup komponen intelektual yang
memadai
Anggota
Ketua
Sekretaris Bendahara
Kabid Perencanaan
dan pelaksanaan
program
Kabid Pengembangan
Organisasi,
administrasi, dan
sarpras
Kabid Bidang Humas
dan Kerjasama
27
3. Kemampuan yang telah terlatih memberikan layanan penting dalam
masyarakat.
4. Adanya sertifikasi atau lisensi untuk status profesional
5. Adanya organisasi profesional yang menampung para anggota.
6. Adanya otonomi dalam melaksanakan pekerjaan.
7. Memiliki kode etik profesi.
Berdasarkan ketujuh persyaratan tersebut, maka suatu pekerjaan yang
dikatakan profesi harus memenuhi persyaratan tersebut salah satunya adalah
profesi sebagai guru. Sebagai profesi, guru harus dibentuk dengan pendidikan
atau latihan di bidangya. Hal ini sebagai dasar untuk memperkuat landasan
gurunya. Jika seorang guru tidak disiapkan melalui pendidikan guru maka
pelaksanaan kerjanya tidak didasari oleh wawasan seorang guru (Prihartini,
2013:111).
Menurut Kunandar (2007:50) Guru yang profesional memiliki
karakteristik, antara lain:
“Memiliki kepribadian matang dan berkembang, punya keterampilan
membangkitkan minat peserta didik, memiliki penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang kuat. Sikap profesionalismenya
berkembang secara bekesinambungan, mampu mengolah dan
menyiasati kurikulum, mampu mengkaitkan kurikulum dan lingkungan,
mampu memotivasi siswa untuk belajar sendiri, berkehendak
mengubah pola pikir lama menjadi pola pikir baru yang lebih bersifat
inovatif dan memahami serta mampu mampu mempraktekkan berbagai
pendekatan pembelajaran mutahir.”
Fenomena yang dijelaskan itulah yang belum diterjemahkan di dalam
diri seorang guru dalam sebagai pembaharu di dunia pendidikan khususnya di
Indonesia. Tatang Suratno (2014:1) mengungkapkan tiga permasalahan
substansial yang dihadapi oleh sebagian besar pendidik di Indonesia: 1)
Budaya berpikir pendidik yang cenderung imitatif dalam konteks
pembelajaran. 2) Budaya berpikir profesionalisme yang cenderung prosedural-
administratif dalam konteks pengembangan kapasitas diri. 3) Budaya berpikir
komunitas profesi (guru, dosen, pengawas, widyaiswara) yang cenderung
terisolasi satu sama lain dalam konteks pencapaian tujuan kolektif dan
eksistensial pendidikan nasional.
Inilah problem sistem tata kelola pendidikan yang kurang membangun
kemandirian dan keunggulan kolektif komunitas pendidik. Upaya yang selama
ini dilakukan kurang menyentuh pola pikir serta sistem keyakinan pendidika
sebagai pondasi daya inferensi dan argumentasi nasional. Akumulasi
permasalahan tersebut bersifat kontraproduktif terhadap pengembangan
karakteistik generasi masa depan yang diharapkan.
Sementara itu, Suyanto dan Abbas (2001:144) menyatakan bahwa
seorang guru profesional harus merupakan SDM yang berkualitas, dengan ciri
28
: a) memiliki kemampuan menguasai dalam keahlian suatu bidang yang
berkaitan dengan IPTEK. b) mampu bekerja secara profesional dengan
orientasi dan mutu dan keunggulan. Dan c) dapat menghasilkan karya-karya
unggul yang mampu bersaing secara global sebagai hasil dari keahlian dan
profesionalitasnya.
2. Bentuk- bentuk Pengembangan Profesional Guru
Sebagai suatu profesi, guru harus berkembang sesuai dengan
persyaratannya sebagai profesi. Karena profesi guru memberikan layanan
kepada masyarakat dan peserta didik maka diperlukan yang namnya
pengetahuan, keterampilan, dan sikap serta kemampuan yang selalu
berkembang.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan
membina kualifikasi akademik dan kompetensi guru pada satuan pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
Demikian pula, satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi
gurunya. Menurut pasal 7 ayat 2 UU nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen, pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri
yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi, hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Pembinaan dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir. Pengembangan dan pembinaan profesi guru
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial, serta dilakukan melalui jabatan fungsional.
Sedangkan pembinaan dan pengembangan karir guru meliputi penugasan,
kenaikan pangkat, dan promosi. Kebijakan strategis pembinaan dan
pengembangan profesi dan karir guru pada satuan pendidikan yang
diselenggarkan oleh pemerintah. Selanjutnya dalam pasal 46 peraturan
pemerintah No 74 tahun 2008 tentang guru, dinyatakan bahwa guru memiliki
kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik
dan kompetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan
profesi dalam bidangnya.
Pengembangan profesi guru dapat dilakukan dengan cara (Prihartini,
2013:115):
1. Selalu meningkatkan kemampuan profesional gurunya
2. Menjaga nama baik guru baik di lingkungan kerja maupun di
masyarakat
3. Menjunjung tinggi kode etik profesi dengan jalan tidak
melanggarnya
4. Selalu mengikuti penataran, kursus, latihan, seminar, lokakarya,
yang berkaitan dengan peningkatan kompetensi guru.
29
5. Memberikan layanan kepada anak didik dan masyarakat pada
umumnya secara terus menerus di bidang tugasnya
6. Turut menghidupkan organisasi profesi, di pihak lain organisasi
profesi juga dijadikan wadah untuk mengembangkan diri para
anggotannya.
7. Selalu mengasah kemampuan guru dalam mengaktifkan
berprosesnya komponen-komponen pembelajaran
8. Menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsannya dan nilai agama
yang dianutnya.
Dari tahapan-tahapan diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa guru
harus senantiasa berpikiran dinamis. Artinya guru harus selalu merasa kurang
akan kompetensi yang dimilikinya. Guru harus selalu berkembang dan terus
berkembang tiap harinya. Pada point pertama, keempat, dan keenam , serta
ketujuh tahapan pengembangan itu bisa didiperoleh pada kegiatan Kelompok
Kerja Guru (KKG).
Pendidikan profesi dalam jabatan dan sebagainya merupakan langkah
konkret peningkatan profesionalisme guru. Hal ini merupakan jawaban atas
berbagai pertanyaan yang diajukan masyarakat pada dunia pendidikan.
Masyarakat selalu mempertanyakan banyak hal terkait dengan proses dan hasil
proses pendidikan yang diselenggarakan secara formal. Pendidikan formal
merupakan kegiatan perubahan kompetensi yang dilakukan secara sistematis.
Oleh karena itulah, keberadaan guru menjadi suatu keharusan yang tidak dapat
diabaikan. Untuk dapat mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang
maksimal, guru penyelenggara pendidikan harusnya mempunya sikap profesi
yang tinggi.
Muhammad Saroni (2011:228) mempertegas bahwa guru dengan sikap
profesi yang tinggi tentunya dapat menjadi sosok yang penuh tanggung jawab
atas segala yang menjadi tugas dan kewajibannya. Guru yang peduli pada
profesinya adalah guru yang mempunyai sikap profesi yang tinggi. Sesuai
dengan prinsip peningkatan mutu berbasis sekolah (school based quality
improvement) dan semangat desentralisasi, sekolah diberi kewenangan yang
lebih besar untuk menentukan apa yang terbaik untuk pembinaan mutu guru-
gurunya. Untuk itu, sekolah menyusun program, anggaran langsung disalurkan
ke sekolah, dan kepala sekolah menentukan pelatihan (apa, dimana, kapan,
untuk menunjang kompetensi apa) yang akan diikuti oleh guru-gurunya).
Adapun ciri-ciri guru profesional dalam Index (2009) adalah:
a) Enthusiasm: this is a result of keen interest in teaching. It creates an
urge to plan interesting lessons that also motivate learners to pick
interest in the teacher and the subject being taught.
b) Masterly of the subject knowledge: knowledge of subject matter and
correct instruction methods wins the confidence of the learner.
c) Impressive personality: effective teaching involves being at ease with
class. Signs of confidence coupled with clear voice and tone variations
30
attract attention of learners. Correct and decent dress is equally
necessary for a good role model to the learners. Showing empathy and
care is part of good teaching.
d) Correct attitude: friendly attitude towards learners widen their interest
in the subject and respect for the teacher.
e) Clear focus on task at hand: while teaching, the teacher ought to keep
to the subject matter laid out in the lesson plan. However, the teacher
should be flexible as demanded by the prevailing circumstances.
f) Utilize variety of instruction methods: knowledge of how to use various
teaching methods enables the teacher to attend to learner interests.
Variety breaks monotony and increases learner interests.
Berdasarkan beberapa ciri-ciri diatas maka peneliti mengambil
beberapa intisari dari kutipan tersebut.
1. Ciri yang pertama dia harus memiliki antusias. Seorang guru
profesional pasti memiliki antusias yang tinggi dalam mengajar. Dia
tidak pernah mengeluh dan selalu merasa pekerjaannya sebagai guru
sangat membahagiakan.
2. Ciri yang kedua menguasai ilmu yang diampuhnya. Seorang guru harus
berilmu artinya tidak ada kata stop untuk tidak belajar. Walaupun dia
sebagai guru bukan berarti dia tidak belajar lagi tapi dia harus tetap giat
belajar agar menjadi teladan terhadap peserta didiknya.
3. Ciri yang ketiga adalah berpenampilan rapi. Bukan hanya non fisik saja
yang perlu diperhatikan tetapi sifatnya yang fisik juga perlu
diperhatikan sebagai seorang guru. Guru harus berpenampilan menarik
agar peserta didik yang dihadapi terfokus kepada dia.
4. Ciri yang keempat dia harus memiliki sikap yang ramah. Guru harus
menciptakan suasana yang membahagiakan dengan menyentuh hati
peserta didik dengan sikap kepedulian yang tinggi.
5. Ciri kelima fokus pada profesi. Ini berarti seorang guru diharuskan
paham tentang perangkat-perangkat pada pengajaran. Bukan hanya
sekedar menyampaikan materi tetapi harus tertib administrasi salah
satunya dengan menyusun RPP dan paham dengan menyusun silabus.
Dan sebaiknya sekali menjadi guru maka tetap menjadi guru jangan
menyandang profesi yang lain. Karena inilah yang akan menyebabkan
kefokusan atau kesungguhan menjadi guru terhambat sehingga tugas-
tugas seorang guru akan dispelekan dengan hadirnya profesi yang
berbeda tersebut.
6. Ciri keenam adalah guru harus memiliki metode pengajaran yang
menarik. Guru profesional itu harus kreatif, inovatif, dan reflektif. Dia
harus menciptakan suasana kelas yang menyenangkan salah satunya
dengan menerapkan metode yang menarik dalam menyampaikan materi.
31
Maka bisa disimpulkan dalam proses pembelajaran kriteria guru
profesional harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki oleh siswa
sehingga dapat bermanfaat terhadap dirinya, orang tua, guru-gurunya, bahkan
untuk bangsanya.
3. Aspek-aspek Kompetensi Guru Profesional
Dalam pembahasan profesionalisme guru ini, selain membahas mengenai
pengertian profesionalisme guru, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan
mengenai kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru yang profesional.
Karena seorang guru yang profesional tentunya harus memiliki kompetensi
profesional. Dalam perspektif kebijakan nasional, pemerintah telah merumuskan
empat jenis kompetensi guru, sebagaimana tercantum dalam penjelasan
pemerintah no 19. Tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, yaitu:
kompetensi pedagogis, kepribadian, sosial, dan profesional. Guru dapat
diharapkan menjalankan tugasnya secara profesional dengan memiliki dan
menguasai keempat komptensi tersebut. Jejen Musfah (2011:30) pun
memberikan penjelasan tentang keempat kompetensi guru ini.
a) Kompetensi Pedagogik
Tugas guru yang utama ialah mengajar dan mendidik murid di kelas dan
luar kelas. Guru selalu berhadapan dengan murid yang memerlukan
pengetahuan, keterampilan, sikap utama untuk menghadapi hidupnya di masa
depan. Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:88) yang dimaksud
dengan kompetensi pedagogis adalah
Kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi:
(1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan
(2) Pemahaman tentang peserta didik
(3) Pengembangan kurikulum/silabus
(4) Perancangan pembelajaran
(5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis
(6) Evaluasi hasil belajar
(7) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
b) Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian yaitu:
(1) Berakhlak mulia
(2) Mantap, stabil, dan dewasa
(3) Arif dan bijaksana
(4) Menjadi teladan
(5) Mengevaluasi kinerja sendiri
(6) Mengembangkan diri
(7) Religius. (BSNP, 2008:88)
Seorang guru yang berperilaku tidak baik, padahal dia selalu
menyampaikan nilai-nilai kebaikan kepada para siswanya berarti dia telah
menghilangkan perannya sebagai pendidik. Karena kepercayaan siswa, orang
32
tua, dan masyarakat akan luntur dengan sendirinya. Sebenarnya esensi
pembelajaran adalah perubahan perilaku, guru akan mampu mengubah perilaku
peserta didik jika dirinya telah menjadi manusia yang baik. seperti yang
dikatakan Dedy Mulyasana (2011:1). “Pribadi guru harus baik karena inti
pendidikan adalah perubahan perilaku, sebagaimana makna pendidikan adalah
proses peembebsan peserta didik dari ketidakmampuan, ketidakbenaran,
ketidakjujuran, dan dari buruknya hati, akhlak, dan keimanan.”
c) Kompetensi Sosial
Seorang guru sama dengan manusia lainnya, yang dalam hidupnya
berdampingan dengan manusia lainnya. Guru diharapkan memberi contoh baik
terhadap lingkungannya dengan menjalankan hak dan kewajibannya sebagai
bagian dari masyarakat sekitarnya.guru harus berjiwa sosial tinggi, mudah
bergaul, dan suka menolong. Bukan sebaliknya,yaitu individu yang tertutup dan
tidak memedulikan orangnya.
Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk:
(1) Berkomunikasi lisan dan tulisan
(2) Menggunakan teknologi dan informasi secara fungsional
(3) Bergaul secara efektif dengan peserta didik
(4) Sesama pendidik dan tenaga kependidikan
(5) Orang tua/wali peserta didik dan
(6) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.(BSNP,2008:88).
d) Kompetensi Profesional
Tugas guru ialah mengajarkan pegetahuan kepada murid. Guru tidak
sekedar mengetahui materi yang akan diajarkannya. Tetapi memahminya secara
luas dan mendalam. Oleh karena itu, murid harus selalu belajar untuk
memperdalam pengetahuannya terkait mata pelajaran yang diampunnya.
Kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam
meliputi;
(1) Konsep, struktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang
menaungi/koheren dengan materi ajar,
(2) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah,
(3) Hubungan konsep antarmata pelajaran terkait,
(4) penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, dan
(5) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap
melestarikan nilai dan budaya nasional. (BSNP,2008:88).
Berdasarkan konsep tersebut maka seorang guru harus menjadi orang
yang spesial, namun lebih baik lagi menjadi spesial bagi semua siswanya. Guru
harus merupakan kumpulan orang-orang pintar di bidangnya masing-masing dan
juga dewasa dalam bersikap. Namun yang lebih penting lagi adalah bagaimana
caranya guru tersebut dapat menularkan kepintaran dan kedewasaannya tersebut
pada para siswanya di kelas. Sebab guru adalah jembatan bagi lahirnya anak-
anak cerdas dan dewasa di masa mendatang.
33
Ahmad Sabri dalam Yunus Namsa (2006:37-38) mengemukakan pula
bahwa untuk mampu melaksanakan tugas mengajar dengan baik, guru harus
memiliki kemampuan profesional, yaitu terpenuhinya 10 kompetensi guru, yang
meliputi:
a. Menguasai bahan meliputi:
1) Menguasai bahan bidang studi dalam kurikulum sekolah 2) Menguasai bahn pengayaan/penunjang bidang studi
b. Mengelola program belajar mengajar, meliputi:
1) Merumuskan tujuan intsruksional 2) Mengenal dan dapat menggunakan prosedur instruksional yang tepat 3) Melaksanakan program belajar mengajar 4) Mengenal kemampuan anak didik
c. Mengelola kelas, meliputi: 1) Mengatur tata ruang kelas untuk pelajaran
2) Menciptakan iklim belajar mengajar yang serasi
d. Menggunakan media atau sumber, meliputi:
1) Mengenal, memilih dan menggunakan media;
2) Membuat alat bantu pelajaran yang sederhana
3) Menggunakan perpustakaan dalam proses belajar mengajar
4) Menggunakan micro teaching untuk unit program pengenalan
lapangan
e. Menguasai landasan-landasan pendidikan
f. Mengelola interaksi belajar mengajar
g. Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pelajaran
h. Mengenal fungsi layanan dan program bimbingan dan penyuluhan:
1) Mengenal fungsi dan layanan program bimbingan dan penyuluhan
2) Menyelenggarakan layanan bimbingan dan penyuluhan
i. Mengenal dan menyelenggarkan dan administrasi sekolah
j. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan
guna keperluan pengajaran.
Beberapa kompetensi keprofesionalan diatas merupakan modal yang
sangat penting bagi guru profesional agar bisa menjadi guru model yaitu
menginspirasi guru-guru lain.
4. Kriteria Guru Profesional
Menjadi seorang guru bukanlah pekerjaan yang gampang, seperti yang
dibayangkan sebagian orang, dengan bermodal penguasaan materi dan
menyampaikannya kepada siswa sudah cukup, hal ini belumlah dapat dikategori
sebagai guru yang memiliki pekerjaan profesional, karena guru yang
profesional, mereka harus memiliki berbagai keterampilan, kemampuan khusus,
mencintai pekerjaannya, menjaga kode etik guru, dan lain sebagainya.
Menurut Surya dalam buku yang ditulis oleh Kunandar (2007:47), guru
yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas
34
yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun dalam metode. Selain
itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh
pengabdiannya. Maka Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan
melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua,
masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Karena Guru profesional
mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual.
Tugas guru yang paling menonjol adalah mampu membimbing dan
melatih siswa. Membimbing dan melatih peserta didik (Ditjen PMPTK, 2008:6)
dibedakan menjadi tiga, yaitu membimbing atau melatih peserta didik dalam
pembelajaran, instrakurikuler, dan ekstrakurikuler. Bimbingan dan latihan pada
kegiatan pembelajaran itu dilakukan secara menyatu dengan proses
pembelajaran. Sedangkan bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler itu
terdiri dari remedial dan pengayaan. Sedangkan bimbingan dan latihan pada
kegiatan ekstrakurikuler yang terdiri dari olahraga, pramuka, kesenian,
olimpiade, paskibra, uks, jurnalistik, dan keruhanian (Arifin & Barnawi,
2012:21)
Martinis (2007:5-7) mengungkapkan bahwa guru profesional harus
memiliki persyaratan, yang meliputi:
a. Memiliki bakat sebagai guru.
b. Memiliki keahlian sebagai guru.
c. Memiliki keahlian yang baik dan terintegrasi.
d. Memiliki mental yang sehat.
e. Berbadan sehat.
f. Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas.
g. Guru adalah manusia berjiwa pancasila.
h. Guru adalah seorang warga negara yang baik
Dari beberapa persyaratan diatas maka guru profesional harus punya
beberapa keahlian yang dimiliki, dan juga secara jasmani harus seimbang begitu
pun dengan rohaninya sehingga menjadi satu kesatuan kepribadian sosok guru
profesional tersebut.
5. Pekerjaan Guru Menuntut Profesionalisme
Pertanggungjawaban moral ketiga yang harus dipenuhi oleh guru adalah
sikap profesional dalam melaksanakan tugas pendidikan dan pembelajaran.
Guru harus bersikap dan bertindak secara profesionalpada saat
menyelenggarakan proses agar hasilnya maksimal dan efektif. Hal ini penting
dijadikan sebagai landasan langkah agar ada kesinergisan diantara sekian
banyak elemen terkait dalam proses.
Jejen Musfah mengutarakan (2011:97) bahwa sikap profesional
merupakan sikap pada saat melaksanakan tugas keprofesian. Hal utama yang
dilakukan adalah menjalankan tugas sesuai job desription yang ada. Guru
35
profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugas keguruannya
mendasarkan langkah pada ketentuan yang berlaku dan mengabaikan segala
macam pengkondisian yang bersifat egois dan rekayasa. Mereka tidak
melakukan rekayasa data untuk meberikan informasi kepada peserta didik atau
masyarakat hanya untuk sebuah kesenangan diri sendiri. Semua yang diberikan
oleh guru sesuai dengan ketentuan yang berlaku, guru tidak mengurangi jatah
belajar anak didik, justru menambah materi yang harus diterima anak didik
sehingga pengetahuan dan keterampilan anak didik bernilai plus.
Guru sebagai salah satu komponen dalam kegiatan belajar mengajar
(KBM). Memiliki posisi yang snagat menentukan keberhasilan pembelajaran
karena fungsi utama guru ialah merancang, mengelola, melaksanakan, dan
mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu, kedudukan guru dalam kegiatan
belajar mengajar juga sangat strategis dan menentukan. Strategis karena guru
yang akan menentukan kedalaman dan keluasan materi pelajaran, sedangkan
bersifat menentukan karena guru yang memilah dan memilih bahan pelajaran
yang akan disajikan kepada peserta didik. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan tugas guru, ialah kinerjannya di dalam merencanakan/merancang,
melaksanakan dan mengevaluasi proses belajar mengajar.
Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walauapun potret guru
yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru
idaman merupakan produk dan keseimbangan antara penguasaan aspek
keguruan dan disiplin ilmu. Sehubungan dengan hal tersebut Syafruddin Nurdin
(2005:23) mengemukakan bahwa ada beberapa upaya untuk meningkatan
profesi guru di Indonesia sekurang-kurangnya memperhitungkan empat faktor,
yaitu:
“Ketersediaan dan mutu calon guru, Pendidikan pra-jabatan, Mekanisme
pembinaan dalam jabatan, dan Peranan organisasi profesi.”
(a) Ketersediaan dan mutu calon guru
Secara jujur di masa sekarang profesi guru kurang memberikan rasa
bangga diri. Bahkan ada guru yang malu disebut sebagai guru. Rasa
inferior terhadap potensi lain masih melekat di hati banyak guru. Masih
jarang kita mendengar dengan suara lantang guru mengatakan “Inilah
Aku”. Kurangnya rasa bangga itu akan mempengaruhi motivasi kerja
dan citra masyarakat terhadap profesi guru. Banyak guru yang secara
sadar atau tidak sadar mempromosikan keminderannya kepada
masyarakat. Ungkapan “cukuplah saya sebagai guru” sering masih
terdengar dari mulut guru. Jabatan fungsional diharapkan menjadi daya
pikat tersendiri terhadap profesi guru. Daya pikat itu merefleksi
masyarakat untuk memberikan makna tersendiri, baik dalam upaya
membangkitkan rasa bangga diri maupun dalam usaha mencari bibit-
bibit guru yang berkualitas.
(b) Pendidikan Pra-Jabatan
Sebagaimana disyaratkan dalam uraian terdahulu, bidang pekerjaan guru
hanya pantas memperoleh penghargaan khusus seperti diatur
36
oleh/melalui surat keputusan Men-PAN itu, apabila jajaran guru
memberikan layanan ahli, yang hanya bisa diberikan melalui pendidikan
pra-jabatan. Sebaliknya mereka yang tidak pernah melalui jenjang
pendidikan pra-jabatan, tidak mempunyai kemampuan untuk
menyelenggarakan layanan khas yang dimaksud.
(c) Mekanisme Pembinaan dalam jabatan
Ada tiga upaya dalam penyelenggaraaan pelbagai aspek dan tahap
penanganan pembinaan dalam jabatan profesional guru. Ketiga upaya
tersebut adalah: Pertama, mekanisme dan prosedur penghargaan aspek
layanan ahli keguruan perlu dikembangkan. Kedua, sistem penilikan di
jenjang SD dan juga sistem kepengawasan di jenjang SMA yang berlaku
sekarang jelas memerlukan penyesuaian-penyesuaian mendasar. Ketiga,
keterbukaan informasi dan kesempatan untuk meraih kualifikasi formal
yang lebih tinggi, katakanlah S1 bahkan S2 dan S3.
(d) Peranan Organisasi Profesi
Diatas telah dikemukakann bahwa pengawasan mutu layanan suatu
bidang profesional dilakukan secara kesejawatan, bahkan melalui
perorangan maupun melalui organisasi profesi. Pengawasan bukan
dilakukan atas dasar kekuasaan seperti yang terjadi di lingkungan serikat
buruh. Sebaliknya, pengawasan dilakukan oleh kelompok ahli yang
dipandu oleh nilai-nilai profesi yang sejati, yaitu pengabdian keahlian
bagi kemaslahatan orang banyak.
D. Penelitian Relevan
Penulis melihat dan meninjau beberapa karya-karya terdahulu guna
perbandingan dalam penelitian. Hal ini berguna dalam menyempurnakan
penelitian sebelumnya terkait tema yang sama, antara lain:
Penelitian Agus Sutrisno (2016): Pemberdayaan Kelompok Kerja Guru
(KKG) pada Gugus Hasanudin di kecamatan Karangrayung Kabupaten
Grobogan, Surakarta. Hasil penelitian ini ada 3 hal, pertama Pemberdayaan
administrasi pembelajaran dalam KKG tersebut dilakukan dengan cara
berkomunikasi, berkonsultasi, dan berbagi informasi terkait pembelajaran siswa.
Kedua Pemberdayaan pembuatan media pembelajaran dalam KKG diselesaikan
melalui beberapa diskusi dan rapat. Ketiga Pemberdayaan pelaksanaan
pembelajaran terselenggara karena adanya dukungan kepala sekolah dengan
memberi kemudahan kepada guru dalam mengikuti kegiatan KKG.
Penelitian Mijahamuddin Alwi (2009): Peran Kelompok Kerja Guru
(KKG) Dalam Meningkatkan Profesional Guru Sains Sekolah Dasar Kecamatan
Suralaga Kabupaten Lombok Timur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa:
Standar kinerja KKG tersebut berdasarkan program KKG tahun sebelumnnya,
meningkatnya profesionalitas guru-guru, ada kesenjangan antara standar kinerja
KKG dengan program yang dibuat dan dengan implementasinya seperti
komunikasi, sumber daya, dana terbatas, fasilitas, dan struktur birokrasi.
37
Penelitian Wartoni (2013): Evaluasi Keefektifan Kelompok Kerja Guru
(KKG) Pada program Bermutu di Kabupaten Batang Jawa Tengah. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa: Pertama, kondisi kelompok kerja (KKG) di
kabupaten Batang Jawa Tengah dikategorikan baik. Kedua, kondisi sarana dan
prasarana dan kondisi organisasi dikategorikan baik, dan Ketiga peran dan
produk di kelompok kerja guru menunjukkan dalam kategori baik.
Penelitian Mukhlisin (2016): Pengembangan model manajemen
kelompok kerja guru untuk meningkatkan kompetensi profesional guru. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan validasi ahli diperoleh rerata
3,56 dan praktisi diperoleh rata-rata 3,62 sehingga setiap komponen model dapat
dikatakan bahwa model ini layak digunakan berdasarkan rentang nilai yang
telah ditentukan dari skor tertinggi dikurangi skor terendah dibagi aras
kelayakan.
Penelitian H. A. Abram Legarano, Made Candiasa, I Nyoman Natajaya
(2014) : Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan KKG SD Gugus II Kecamatan Pamona
Selatan Kabupaten Poso. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
kegiatan KKG SD Gugus II Kecamtan Pamona Selatan Kabupaten Poso
tergolong sangat efektif dengan hasil konteks positif (+), input positif (+), proses
positif (+), dan produk positif (+).
E. Kerangka Konseptual Guru merupakan faktor yang sangat dominan dan paling penting dalam
pendidikan formal. Bagi siswa, guru sering dijadikan tokoh teladan bahkan
menjadi tokoh identifikasi diri. Di sekolah, guru merupakan unsur yang sangat
berpengaruh dalam mencapai tujuan pendidikan selain unsur siswa dan fasilitas
lainnya. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan kesiapan
guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar mengajar.
Namun demikian posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil
pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional guru dan mutu
kinerjanya.
Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, mensyaratkan untuk : (1) memiliki kualifikasi akademik minimum
S1/D4; (2) memiliki kompetensi sebagai agen perubahan yaitu kompetensi
pedagogik; kompetensi kepribadian, sosial dan profesional; dan (3) memiliki
sertifikat pendidik. Dengan berlakunya undang-undang ini, maka diharapkan
memberikan suatu kesempatan yang tepat bagi guru untuk meningkatkan
profesionalismenya melalui pelatihan, penulisan karya ilmiah, atau bahkan
melalui pertemuan kelompok kerja guru (KKG).
Salah satu upaya pemerintah dalam membentuk guru yang profesional
dalam meningkatkan prestasi belajar siswa adalah membentuk Kelompok Kerja
Guru (KKG), karena wadah ini memiliki banyak manfaat di antaranya sebagai
tempat menampung dan memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam kgiatan
belajar mengajar, diskusi, contoh mengajar, demonstrasi penggunaan dan
pembuatan alat peraga. Upaya ini banyak menimbulkan kritik dari berbagai pihak
38
dilapangan, baik itu dari guru/peserta, guru inti maupun para pemerhati
pendidikan. Kritik-kritik itu terutama berkisar tentang kurang maksimalnya KKG
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Satu hal penting yang tidak boleh
dilewatkan dalam sebuah pelatihan adalah evaluasi. Evaluasi program diartikan
sebagai sebuah proses pencarian informasi secara sistematis tentang perencanaan,
nilai, manfaat, efektifitas, serta kesesuaian dengan tujuan yang hendak dicapai.
Evaluasi yang dimaksud dengan tujuan untuk melihat proses pelaksanaanya,
apakah program KKG ini berdampak pada guru-guru dalam mengembangkan
kompetensinya.
Hasil evaluasi dengan model CIPP merupakan masukan penting bagi
penyempurnaan program pelatihan dalam hal ini KKG, baik teknis maupun
subtantifnya. Perbaikan teknis berupa penyempurnaan penyelenggaraan program
pelatihan, sedangkan perbaikan subtantif mengarah kepada penyempurnaan
tujuan, bahan pelatihan, metode dan evalusinya. Sehingga pada akhirnya
program ini dapat diketahui apakah sudah efektif atau belum dalam hal
peningkatan kompetensi kepala sekolah. Dengan demikian hal ini bisa menjadi
masukan dan rekomendasi bagi pemerintah untuk menjalankan hal yang serupa.
Berikut kerangka konseptual pada penelitian evaluasi ini:
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Latar
Belum ada Evaluasi
program
Dampak
Keberlanjutan
program
Evaluasi Program
1. Context
2. Input
3. Proccess
4. Product
Keberhasilan
progam
39
Gambar 2.4 Fokus Model Evaluasi Program Stufflebeam (Pribadi, 2014: 181)
Context
Input
Process
Product
Model
CIPP
Tujuan yang
direncanakan
Sumber daya yang
digunakan
Prosedur yang
diterapkan
Hasil yang dicapai
Keberhasilan
Program
40
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian evaluatif yaitu
memaparkan semua fenomena yang terjadi dalam setting penelitian ini.
Alasan dipilihnya pendekatan ini adalah karena penelitian ini bertujuan
untuk menggambarkan keadaan suatu fenomena yang terjadi , dan berusaha
untuk memaparkan data sebagaimana adanya atau alamiah. Istilah kasus
menunjukkan topik atau unit analisis yang dipilih untuk dipelajari. Topik
atau unit yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah context, input,
process dan product dalam pelaksanaan KKG (Kelompok Kerja Guru).
2. Objek dan Subjek Penelitian
Objek penelitian ini adalah KKG Gugus VI Dukuh Kecamatan
Cibungbulang yang di fokuskan pada evaluasi program KKG dengan
menggunakan model evaluasi CIPP. Sedangkan yang menjadi subjek
penelitian ini adalah peserta dari KKG yaitu guru-guru SD Gugus VI
Dukuh yang berjumlah sebanyak 63 orang yang berasal dari 6 sekolah se-
kecamatan Cibungbulang.
3. Jenis Sumber Data
Pengumpulan data primer dalam penelitian ini dilakukan oleh
peneliti sendiri. Adapun data-data yang dikumpulkan peneliti adalah
sebagai berikut:
a. Informasi mengenai gambaran umum tentang KKG khususnya
pelaksanaanya yang di Cibungbulang. Informasi mengenai struktural
KKG di kecamatan Cibungbulang, partisipasi Guru, dukungan dan
hambatan selama kegiatan ini berlangsung. Data tersebut diperoleh dari
dokumen yang berupa arsip dan foto serta hasil wawancara dengan
pihak terkait.
b. Informasi mengenai pelaksanaan KKG, data ini diperoleh dari hasil
wawancara dengan salah satu guru yang sebagai koordinator dalam
pelaksanaan KKG dan beberapa guru yang berpartisipasi dalam
kegiatan ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan studi
dokumen saling mendukung dan melengkapi dalam memenuhi data yang
diperlukan sebagaimana fokus penelitian ini.
a. Dokumentasi
Dokumentasi dalam menganalisis data penelitian ini dilakukan
dengan mengumpulkan data yang berkaitan denga fokus penelitian seperti
catatan tertulis dan dokumen-dokumen baik bersifat pribadi maupun tertulis
41
dan melakukan pengkajian berbagai hal yang didapat yang berhubungan
dalam penelitian.
Berbagai dokumen yang diperoleh yaitu profil Gugus dan KKG, Data
terkait guru-guru sebagai peserta, Struktur organisasi KKG, Matriks program
kegiatan KKG, Prosedur dan jadwal kegiatan, beserta dokumentasi foto hasil
observasi. Pengambilan dokumen tersebut pada pada tanggal 26 Oktober dan
30 November 2017 di SDN Dukuh 01.
b. Wawancara
Wawancara terhadap informan sebagai sumber data dan informasi
dilakukan dengan tujuan menggali informasi tentang fokus penelitian.
Wawancara adalah percakapan dua orang atau lebih, yang memiliki tujuan
dan diarahkan salah seorang dengan maksud memperoleh keterangan. Teknik
Wawancara yang digunakan adalah dengan metode Purposive Sampling.
Yaitu pengambilan sample tertentu sesuai persyaratan (sifat-sifat,
karakteristik, ciri, dan kriteria) secara sengaja. Jadi sample diambil bukan
secara acak tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti.
Berikut beberapa informan yang akan diwawancara:
1) Mamat Turahmat sebagai ketua gugus VI Dukuh
2) Devi Riana Praja sebagai ketua KKG
3) Oom Laelasari sebagai pengurus gugus dan mantan ketua KKG
4) Neng Lilis sebagai pemandu dan pengurus KKG
5) Arief sebagai peserta aktif dalam kegiatan KKG
Sebelum mengumpulkan data dilapangan sebaiknya menyusun daftar
pertanyaan sebagai pedoman, namun pertanyaan bukanlah sesuatu yang
bersifat ketat, dapat mengalami perubahan sesuai situasi dan kondisi
dilapangan. Peneliti melakukan wawancara tersebut pada tanggal 26 Oktober
2017 di SDN Dukuh 01 dan 11 November 2017 di SDN Dukuh 04.
c. Observasi
Pengumpulan data dengan menggunakan observasi berperan serta
untuk mengungkapkan makna suatu kejadian tertentu yang merupakan
perhatian esensial dalam penelitian kualitatif. Observasi berperan serta
dilakukan untuk mengamati objek penelitian, seperti khusus organisasi,
sekelompok orang dan beberapa aktivitas suatu sekolah.
Data informasi yang dikumpulkan dengan observasi dilakukan
melalui pengamatan langsung di sekolah inti yaitu di SDN Dukuh 01 dan
sekolah imbas yaitu di SDN Dukuh 04. Peneliti mengamati keadaan
lingkungan sekolah secara geografis kemudian sarana dan prasarana seperti
ruang kelas, sekretariat, halaman sekolah, dan mesjid. Dan juga pelaksanaan
kegiatan KKG seperti aktivitas peserta, rangkaian kegiatan, dan evaluasi dari
kegiatan tersebut. Pengamatan ini dilakukan pada tanggal 26 Oktober 2017 di
SDN Dukuh 01 dan pada tanggal 11 November 2017 di SDN Dukuh 04,
kemudian dilanjut lagi pada tanggal 30 November 2017 di SDN Dukuh 01.
42
5. Teknik Pengolahan Data (Analisis Data)
Proses analisis data dimulai dari menyusun dan menyajikan
kemudian menelaah seluruh data yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu
wawancara dan pengamatan observasi di lokasi penelitian. Penelitiaan
melakukan intrepretasi hasil observasi dan menyimpulkannya, untuk
kemudian dilakukan analisa terhadap data tersebut.
Proses analisis data pada penelitian ini dilakukan dari sebelum
terjun ke sekolah. Peneliti melakukan analisis terlebih dahulu terkait
penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang
akan dilakukan. Selanjutnya peneliti melakukan analisis saat dilapangan.
Data yang diperoleh dikumpulkan, kemudian di reduksi kembali. Pada
proses reduksi ini, peneliti memilih dan memilah data yang diperlukan
dalam penelitian untuk selanjutnya melakukan display data dan membuat
kesimpulan.
6. Pengecekan Keabsahan Data a. Validitas Internal
1) Melakukan pengamatan secara terus menerus
Pengamatan terus menerus membantu peneliti menemukan data
yang perlu diamati dalam proses memperoleh data. Pengamatan terus
menerus juga mengarahkan peneliti untuk fokus pada pertanyaan
penelitian yang diajukan. Maka peneliti melakukan pengamatan terus
menerus pada setiap kegiatan KKG.
1) Triangulasi data
Untuk membandingkan hasil pengamatan pertama dengan
pengamatan berikutnya terkait data wawancara dengan informant
(Peserta) dan key informant (Ketua KKG).
2) Membicarakan dengan orang lain
Hal ini dilakukan agar peneliti memperoleh masukan dan saran atas
kekurangan yang mungkin terjadi saat melakukan penelitian. Diskusi ini
dilakukan bersama Upi rahmawati sebagai teman kelas yang juga
meneliti tentang evaluasi dan Najmi sebagai pengelola di asrama.
3) Menggunakan bahan referensi
Digunakan untuk membandingkan dan mempertajam analisa data.
Hal ini diperlukan bagi peneliti untuk mendukung penelitian. Referensi
utama bersumber dari buku Suharsimi Arikunto tentang Evaluasi program
Pendidikan dan buku Benny Pribadi tentang Desain dan Pengembangan
Program Pelatihan Berbasis Kompetensi serta dari DITJEN PMPTK
tentang Standar Pengembangan KKG dan MGMP.
4) Mengadakan member check
Agar informasi yang telah diperoleh dan yang akan digunakan
dalam penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud
informant dan key informant.
b. Validitas Eksternal (Transferbility)
43
Teknik Transferbility peneliti lakukan dengan melaporkan hasil
penelitian secara rinci. Laporan penelitian mengungkapkan segala
sesuatu yang diperlukan oleh pembaca agar pembaca dapat dengan
mudah memahami temuan-temuan yang diperoleh. Dalam penelitian
ini validitas eksternal dilakukan dengan bimbingan dosen.
Caranya dengan melaporkan hasil penelitian secara rinci.
1) Reliabilitas
Yang dilakukan dengan teknik ulang (check recheck) prosedur-
prosedur kegiatan KKG.
2) Objektivitas
Digunakan untuk meneliti hasil penelitian sedangkan pengauditan
dependibilitas digunakan untuk menilai proses yang dilalui peneliti di
lapangan.
c. Validatas Internal
7. Kriteria Evaluasi
Istilah “kriteria” dalam penilaian sering juga dikenal dengan kata
“tolak ukur” atau “standar”. Dari nama-nama yang digunakan tersebut dapat
segera dipahami bahwa kriteria, tolak ukur, atau standar adalah sesuatu
yang digunakan sebagai patokan atau batas minimal untuk sesuatu yang
diukur. Secara garis besar ada dua macam kriteria, yaitu kriteria kuantitatif
dan kriteria kualitatif. Kriteria kuantitatif yaitu kriteria yang dibuat
berdasarkan angka-angka sedangkan kualitatif sebaliknya tidak
menggunakan angka-angka. Karena jenis penelitian ini adalah evaluatif
kualitatif maka peneliti menggunakan kriteria kualitatif. Berikut kriteria
evaluatif kualitatifnya yang akan menjadi tolak ukur keberhasilan program
KKG:
Tabel 3.1Kriteria Evaluasi CIPP
(Context, Input, Process, dan Product)
a. Aspek Context
No Indikator Standar
1. Latar belakang
program
Tersedia visi, misi, tujuan, dan kalender
kegiatan
2. Menentukan
kebutuhan
Pengurus membuat proposal kegiatan
(Perencanaan, Pelaksanaan, Pembiayaan, dan
Pelaporan Kegiatan)
3. Merumuskan tujuan
program
Program KKG dirumuskan terbagi menjadi 2:
program rutin dan program pengembangan
44
b. Aspek Input
No Indikator Standar
1. Mengatur keputusan a. Pengelola keseluruhan program tanggung
jawab ketua KKG
b. Pelaksanaan dilakukan oleh pengurus
berdasarkan SK dari ketua KKG
c. Pelaksanaan program berdasarkan kerangka
acuan kerja (KAK) yang disusun pengurus
2. Menentukan
sumber-sumber
yang ada
a. Terdiri dari pengurus, anggota, SK
pengesahan dari Dinas pendidikan dan
mempunyai AD/ART
b. Anggota KKG terdiri dari guru kelas,
agama, dan panjaskes yang berasal dari 8-10
sekolah
c. Tersedia ruang/gedung, komputer, media
pembelajaran, proyektor/LCD, dan telepon
d. Pemandu memiliki kualifikasi akademik
minimal S1
e. Pemandu memiliki pengalaman mengajar
minimal 10 tahun
f. memiliki keahlian yang relevan dalam
materi pembelajaran
g. Pembiayaan KKG mencakup sumber dana,
penggunaan, dan pertanggungjawaban
3. Prosedur kerja yang
diterapkan
a. Pengurus mengidentifikasi kompetensi
peserta yang akan dikembangkan
b. Pengurus mengidentifikasi pemandu sesuai
dengan kebutuhan
c. Pengurus menghubungi pemandu disertai
dengan surat permohonan dan proposal
kegiatan
d. Meminta pemandu untuk menyiapkan materi
dan media
c. Aspek Process
No Indikator Standar
1. Kegiatan yang
diterapkan dalam
program
a. Diskusi permasalahan dalam pembelajaran
b. Penyusunan silabus, prota, promes, dan
RPP
c. Analisis kurikulum 2013
45
d. Penyusunan instrumen evaluasi
pembelajaran
e. Pembahasan materi dan pemantapan
menghadapi UAN
f. Seminar, workshop, koloqium (paparan
hasil penelitian), dan diskusi panel
g. Penelitian (PTK)
h. Penulisan karya tulis ilmiah
i. Pelatihan berjenjang
j. Penyusunan website
k. Pembuatan jurnal KKG
l. Forum KKG provinsi
m. Kompetisi kinerja guru
n. Peer Coaching
o. Lesson Study
p. Professional Learning Community
q. Global Gateway
2. Alur pelaksanaan
kegiatan
a. Merancang kegiatan
b. Rapat koordinasi I
c. Mengembangkan kegiatan
d. Rapat koordinasi II
e. Melaksanakan kegiatan
f. Memonitor kegiatan
g. Rapat evaluasi kegiatan
h. Melaporkan kegiatan
d. Aspek Product
No Indikator Standar
1. Keberhasilan
program
a. Skor Tingkat Kepuasan Konsumen (Respon
Peserta)
b. Skor Pencapaian Nilai Selama Kegiatan
(Pemahaman peserta)
46
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Singkat Profil KKG Gugus VI Cibungbulang
Gugus merupakan wadah berhimpunnya sekolah-sekolah yang
memiliki keadaan secara geografis untuk memudahkan serta menefektifkan
pelaksanaan pembinaan bagi bagi para kepala sekolah dan guru. Melalui
gugus, para kepala sekolah dan para guru dengan bimbingan pengawas
sekolah dapat berdiskusi, bertukar pikiran dan pengalaman, serta melakukan
kegiatan bersama terkait penyelenggaraan pendidikan untuk
diimplementasikan dalam pengelolaan serta pelaksanaan pendidikan di
sekolah.
Oom Layla (30 November 2017) selaku pengurus KKG dan sebagai
Kepala Sekolah di SD Dukuh 04 dan juga sebagai mantan ketua KKG di
periode sebelumnya mengatakan bahwa semua keputusan terkait dengan
perumusan program atau perencanaan program itu semuanya berdasarkan
hasil mufakat yaitu hasil musyawarah dari ketua Gugus, Ketua KKG, dan
semua Pengurus KKG yang hadir bukan dari keotoritasan ketua KKG saja.
Alasannya adalah agar pelaksanaan KKG berdasarkan kebutuhan bersama
dan dirasakan kebermanfaatannya juga secara bersama bukan karena
kepentingan sepihak.
Tindakan ini pun sudah menjadi prinsip demokrasi di negara
Indonesia bahkan jauh sebelum itu islam sudah mengajarkan kita akan
prinsip ini. Kewajiban para pemimpin untuk mengambil keputusan
berdasarkan musyawarah adalah hal yang sangat urgen. Karena keputusan
seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi stabilitas wilayah yang
dipimpinnya. Seorang pemimpin harus meniru ratu Bilqis, yang mana dia
tidak pernah mengeluarkan kebijakan tanpa adanya pertemuan untuk
melakukan musyawarah terlebih dahulu. Seperti dalam firman Allah SWT
Q.S. an-Naml: 32 yang berbunyi:
Terjemahannya:
Berkata Dia (Balqis): "Hai para pembesar berilah aku pertimbangan
dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan
sebelum kamu berada dalam majelis(ku)".
Keistimewaan lain dari KKG di Gugus VI ini juga adalah
keaktifannya. Dari 8 gugus yang ada kecamatan cibungbulang, gugus VI
adalah gugus yang masih aktif KKGnya pasca pelaksanaan KKG bermutu,
maka KKG ini bisa dibilang menang bersaing dalam segi kualitas KKGnya.
Hal ini diperkuat dari pernyataan ketua UPT setempat dalam sambutannya
47
ketika membuka kegiatan KKG bermutu bahwa gugus VI menjadi KKG
terproduktif di Kecamatan Cibungbulang. Ditambah lagi dengan pernyataan
pemandu Guru Nurul Khobariyah dari gugus IV Dukuh mengatakan”Di
gugus kami tidak aktif seperti disini apalagi guru-gurunya yang datang
sebanyak ini.”
Tabel. 4.1 Tabel Analisis SWOT KKG Gugus VI Dukuh
No Jenis Keterangan
1. Kekuatan a. Memperluas wawasan dan pengetahuan guru
dalam berbagai hal, khususnya penguasaan
substansi materi pembelajaran, penyusunan
silabus, penyusunan bahan-bahan pembelajaran,
strategi pembelajaran, metode pembelajaran,
memaksimalkan pemakaian sarana/prasarana
belajar, memanfaatkan sumber belajar, dsb.
b. Memberi kesempatan kepada anggota kelompok
kerja untuk berbagi pengalaman serta saling
memberikan bantuan dan umpan balik.
c. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan,
serta mengadopsi pendekatan pembaharuan
dalam pembelajaran yang lebih profesional bagi
peserta kelompok kerja atau musyawarah kerja.
d. Memberdayakan dan membantu anggota
kelompok kerja dalam melaksanakan tugas-tugas
pembelajaran di sekolah.
e. Mengubah budaya kerja anggota kelompok
kerja(meningkatkan pengetahuan, kompetensi
dan kinerja) dan mengembangkan
profesionalisme guru melalui kegiatan-kegiatan
pengembangan profesionalisme di tingkat KKG.
f. Dukungan moral maupun moril dari para kepala
sekolah dan ketua gugus untuk senantiasa aktif
dalam setiap kegiatan KKG
g. Pengaruh sosok ketua KKG dalam memotivasi
peserta KKG untuk tetap aktif, seperti lokasi
kegiatan yang sering pindah-pindah agar tidak
jenuh dan pelatihan di desain dengan berbagai
model pembelajaran yang luar biasa
h. Pengurus KKG dapat menumbuhkan hubungan
emosional yang baik dengan peserta seperti
dalam hal membuat kesepakatan awal.
i. Adanya program inisiasi dari pengurus KKG
48
yang tetap rutin dilaksanakan untuk menunjang
pengembangan kompetensi peserta.
2. Kelemahan a. Sumber belajar dan dana, mengalami
keterbatasan dana bila tidak
memperoleh blockgrant, sehingga tidak mampu
mengadakan sumber belajar dan kegiatan
lainnya
b. Fasilitas, masih belum memadai seperti ruangan
yang kurang kondusif, perlengkapan ATK masih
minim.
c. Pemberdayaan TIK, di samping tidak memiliki
fasilitas TIK juga kurang terlatih karena belum
memperoleh kesempatan mengikuti diklat.
d. Evaluasi, tidak adanya evaluasi rutin tiap
pertemuan untuk memperbaiki pertemuan
selanjutnya 3. Peluang a. KKG Gugus VI Dukuh ini adalah satu-satunya
KKG yang paling aktif di kecamata
Cibungbulang. Sehingga KKG ini berpeluang
untuk menjadi KKG model ditiap Gugusnya.
b. Gugus VI ini satu-satunya gugus di kecamatan
cibungbulang yang menjadi penerima manfaat
dari dompet dhuafa pendidikan seperti
pemberian buku-buku bacaan di perpustakaan,
dsb. 4. Ancaman a. Terbatasnya dana yang hanya mengandalkan
dana saja dari iuran para peserta.
B. Evaluasi Terhadap Context
Arikunto (2014:46) mengemukakan evaluasi konteks adalah upaya
untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani tujuan proyek. Evaluasi
konteks juga sering disebut sebagai penilaian kebutuhan. “Apa yang perlu
dilakukan?”membantu menilai masalah satu set, dan peluang dalam
lingkungan dan lingkungan yang ditetapkan konteks (Stufflebeam &
Shinkfield, 2007). Oleh karena itu Faridah (2008:2) mengatakan “context
evaluating to serve planning decision”. Konteks evaluasi ini mengetahui
latar belakang dan tujuan program, membantu merencanakan keputusan,
menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan
tujuan program.
Maka peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi konteks berangkat dari
pertanyaan”Apa yang harus dilakukan?”(What should we do?) yang berarti
49
evaluasi cara mengumpulkan dan menganalisis kebutuhan (needs
assessment ) data untuk menentukan tujuan dan analisis kebutuhan
program.
1. Latar Belakang dan Tujuan Program Hadirnya program dalam organisasi adalah sebuah keharusan
apalagi didukung dengan tujuan yang sangat jelas maka akan membawa
arah organisasi kepada kesuksesan. Menurut Hasibuan (2007:5)
“Organisasi adalah suatu sistem perserikatan formal dari dua orang atau
lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan tertentu”. Dalam islam
sudah dijelaskan bahwa Allah menciptakan manusia itu bukan hanya
sekedar hidup tetapi semata-mata untuk bersujud kepada-Nya.
Keberadaan manusia dunia ini tiada lain hanyalah untuk beribadah
kepada Allah. Makna ibadah yang dimaksud tentu saja pengertian
ibadah yang benar, bukan berarti hanya shalat, puasa, zakat, dan haji
saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek kehidupan manusia. Allah telah
berfirman dalam Surah Ad-Dzariyyat: 56:
Terjemahannya:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
beribadah kepada-Ku.
Makna ibadah yang dimaksud tentu saja bukan berarti hanya
shalat, puasa, zakat, dan haji saja, tetapi ibadah dalam setiap aspek
kehidupan. Begitu juga dengan hadirnya Kelompok Kerja Guru di
dunia pendidikan juga bukan hanya sebagai pembinaan formalitas
belaka yang hanya duduk, mendengar, dapat sertifikat, lalu pulang.
Tapi semata-mata sebagai agent of education (pembaharu pendidikan)
dalam mengembangkan keprofesian guru-guru dan meningkatkan mutu
dari proses pembelajaran itu.
Departemen Pendidikan melalui Dirjen Dikdaksmen Nomor :
079C/Kep.I/93, pada tanggal 7 April 1993 menetapkan Sistem
Pembinaan Profesional Guru melalui pembentukan Gugus Sekolah
Dasar yang didalamnya terdapat beberapa program pembinaan salah
satunya adalah KKG (Kelompok Kerja Guru). KKG merupakan
organisasi guru yang dibentuk untuk menjadi forum komunikasi yang
bertujuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru dalam
pelaksanaan tugasnya sehari-hari di lapangan. Organisasi ini pertama
kali lahir dibidani oleh PEQIP. PEQIP adalah singkatan dari Primary
Education Quality Improvement Project (Proyek Peningkatan Mutu
50
Pendidikan Sekolah Dasar). Suatu proyek peningkatan kualitas Sekolah
Dasar yang dibiayai oleh Bank Dunia. Program yang dilaksanakan ini
disebut dengan program BERMUTU (Better Education Through
Reformed Management and Universal Teacher Upgrading) yang hanya
dimulai pada tahun 2008 hingga 2013 saja. Tapi walaupun sudah tidak
dianggarkan lagi, tampaknya pemberdayaan KKG masih tetap melekat
di hati para guru.
Dalam Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan
Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK) Tujuan utama dari program
kegiatan KKG ada 3:
a. Meningkatkan kompetensi guru, kepala sekolah, dan pengawas
dalam memperbaiki kualitas pembelajaran.
b. Memberikan kontribusi pada peningkatan kualifikasi para peserta
dengan adanya angka kredit yang diberikan kepada yang berhasil
menyelsaikan program ini.
c. Memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas peserta sistem
pengembangan tenaga profesional melalui tersediannya program
kelompok kerja guru, kepala sekolah, dan pengawas yang dapat
diterapkan, sistematis, dan berkelanjutan.
Sebuah kebijakan pasti memiliki sandaran atau landasan yang
menjadi patokan sehinggan lahirnya sebuah tujuan yang ingin
diharapkan. Begitu pun dalam kegiatan KKG mempunyai landasan
hukum. Berikut beberapa landasan yang menjadi sandaran program
gugus dalam kegiatan KKG dalam dokumen Profil Gugus dan KKG
(26 Oktober 2017):
a. UU Nomor 2 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005
Tentang Standar Nasional Pendidikan
c. Peraturan Mendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar isi
d. Peraturan Mendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi lulusan
e. Peraturan Mendiknas No. 24 tahun 2006 tentang Pelaksanaan PP. 22
tahun 2006
f. Peraturan Menteri Agama Nomor 90 Tahun 2013
g. Peraturan Menteri Agama Nomor 60 Tahun 2015
h. Panduan pembentukan Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Direktorat
Jendral PMPTK Depdiknas tahun 2006
i. Rambu-rambu Penyelenggaraan KKG dan MGMP, Direktorat
Jendral BMPTK, Depdiknas 2010.
Setelah mengetahui tujuan dan landasannya maka pihak gugus
menjabarkan, menganalisa kemudian merumuskan tujuan diadakannya
kegiatan KKG. Tipe tujuan dalam KKG ini termasuk tipe tujuan
51
keluaran (Output Goals) . Yaitu merumuskan tujuan dilihat dari
ketercapaian hasil yang diperoleh (Tandirappang: 2017). Berikut tujuan
KKG yang ada pada Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kecamatan Bogor dalam dokumen Profil Gugus dan KKG (26 Oktober
2017) yaitu :
1. Menjadi pedoman bagi KKG Gugus dalam melaksanakan program-
program kegiatan.
2. Memberi arah serta indikator ketercapaian yang jelas sebagai acuan
untuk mengukur tingkat ketercapaian pelaksanaan kegiatan.
3. Untuk mengatur sinkronisasi agar terjadi keselarasan program KKG
Gugus.
Dari pernyataan tersebut sudah jelas bahwa tujuan KKG ini
semuanya bermuara pada mutu pendidikan melalui program
pengembangan profesionalisme guru-guru di Indonesia. Hal tersebut
diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan
budaya pembelajaran yang berpusat pada sistem instruksional yang
prima sehingga berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran
yang berujung pada peningkatan kualitas pendidikan. Maka
disimpulkan bahwa tujuan KKG Gugus VI Dukuh telah selaras dengan
standar tujuan pengembangan KKG yang dirumuskan oleh pemerintah.
2. Analisis Kebutuhan
Berbicara tentang peran analisis kebutuhan sama halnya dengan
bertanya tentang apa manfaat dan mengapa evaluator perlu melakukan
analisis kebutuhan. Analisis kebutuhan adalah alat yang konstruktif dan
positif untuk melakukan perubahan. Namun bukan perubahan yang
radikal dan tidak berdasar, tetapi perubahan yang bersifat rasional
(Arikunto, 2014:72) . Pada setiap organisasi sudah pasti memiliki
tujuan yang berbeda-beda. Penetapan tujuan tersebut dilihat dari
kebutuhan organisasi tersebut. Melakukan analisis kebutuhan
merupakan dasar keberhasilan program pelatihan. Seringkali organisasi
mengembangkan dan melaksanakan pelatihan tanpa terlebih dahulu
melakukan analisis kebutuhan. Pribadi (2014:35) mengatakan analisis
kebutuhan pelatihan merupakan langkah awal yang sangat diperlukan
untuk menciptakan sebuah program pelatihan yang efektif dan efisien.
Sedangkan menurut Brown (2002:569) analisis kebutuhan adalah
sebuah proses yang berkelanjutan pengumpulan data, untuk
menentukan apa kebutuhan pelatihan ada sehingga pelatihan apa yang
dapat dikembangkan untuk membuat organisasi mencapai tujuannya.
Pengumpulan data yang dimaksud itu bersumber dari keinginan
peserta. Apa yang di inginkan itulah yang kita terapkan.
Tapi sebelum melaksanakan sebuah program terlebih dahulu
membuat sebuah perencanaan. Agar perencanaan yang dibuat sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Apalagi merumuskan sebuah
52
perencanaan secara mufakat sangat ideal karena semua stakeholder
dilibatkan agar sesuai dengan kebutuhan nantinya. Oom mengatakan
(30 November 2017) ”Awalnya Planning di konsepkan oleh ketua
KKG kemudian disosialisasikan ke semua pengurus KKG dalam hal ini
beberapa kepala sekolah dan dimusyawarahkan bersama”. Hal ini
senada dengan perkataan Mamat (30 November 2017) yang
menyatakan bahwa ”Musyawarah tentang Perencanaan program KKG
diikuti oleh semua pengurus KKG dan guru-guru yang terlibat. Semua
masukan dan ide dari semua elemen diterima dengan baik.” Bahkan
Islam pun telah mengajarkan untuk melakukan hal tersebut. Allah
berfirman dalam surah Al-Imran:159:
Terjemahannya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.
Isi kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa kita dianjurkan
untuk mengutamakan bermusyawarah secara mufakat dalam
menyelsaikan semua urusan. Dan apabila telah dicapai suatu
kesepakatan maka semua pihak harus menerima dan bertawakkal
(menyerahkan diri dan segala urusan) kepada Allah. Karena Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal tersebut. Selain itu di negara
kita Indonesia juga telah mengamalkan ayat tersebut bahkan menjadi
prinsip dasar dari pancasila yang termaktub dalam sila keempat.
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan”, dari sebelum itu islam sudah
mengajarkan tentang itu yang sebagai ajaran dasar Islam. Ajaran tauhid
diatas yag membawa kepada prikemahlukan dan prikemanusian,
selanjutnya juga membawa kepada paham kerakyatan dan
permusyawaratan (Nasution, 1997:221). Karena semua manusia adalah
bersaudara dan derajatnya sama di mata Allah SWT.
Devi (26 Oktober 2017) mengatakan bahwa pelaksanaan
kegiatan KKG dianggap sudah memenuhi kebutuhan peserta. Sebelum
53
menjadi ketua semua program ini sudah saya rumuskan dan ditawarkan
ke mereka. Alhamdulillah program tersebut diterima seperti materi
tentang mendisplay kelas yang tidak ada pada program wajib bermutu
sehingga kami lah yang harus berinisiasi memberdayakan forum KKG
ini. Bahkan kami juga menerima beberapa program yang ditawarkan
langsung dari peserta sendiri. Kami tidak serta merta memberikan
program ini langsung tanpa ada pertimbangan dari peserta karena
mereka lah yang membutuhkan bukan kami.
Analisis kebutuhan merupakan sebuah proses penting bagi
evaluasi program karena melalui kegiatan ini akan dihasilkan gambaran
yang jelas tentang kesenjangan antara hal atau kondisi yang diinginkan
(Arikunto, 2014:105). Oleh karenannya kita bisa melihat dari respon
peserta untuk memastikan kesenjangannya. Ternyata berdasarkan hasil
CSI (Customer Satisfaction Index) atau Tingkat kepuasan kerja
diketahui bahwa 36 dari 62 orang menyatakan kegiatan KKG ini
sangat berkesan, bermanfaat, menyenangkan, dan menarik bagi peserta.
Maka bisa disimpulkan bahwa sekitar 56% peserta menganggap
kegiatan ini telah berhasil memenuhi kebutuhan guru-guru semua.
Dalam KKG Gugus VI Dukuh, peran pemimpin dalam hal ini
ketua KKG sendiri juga sangat berpengaruh. Devi mengatakan “Saya
ingin membangun kesadaran peserta bahwa wadah KKG ini penting
bagi mereka dalam mengembangkan kompetensinya dan menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik. Apalagi prinsip
yang dibangun dari KKG ini adalah prinsip demokrasi yaitu dari kita,
oleh kita, dan untuk kita. Peserta yang akan mencari KKG bukan KKG
yang mencari mereka”.
Jadi, dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan
peserta telah terpenuhi. Hal ini diperkuat dengan penyelenggaraan
program kegiatan yang didasari dengan kebutuhan peserta. Ditambah
lagi peran ketua KKG yang sangat berpengaruh terhadap peserta.
Sehingga antusias dan semangat peserta sangat terlihat ketika proses
kegiatan KKG berlangsung bahkan mereka mengungkapkan kegiatan
KKG ini sangat mengesankan dan menyenangkan.
C. Evaluasi Terhadap Input
Tahap kedua dari model CIPP adalah evaluasi masukan. Maksud dari
evaluasi masukan menurut Stufflebeam dalam Arikunto (2014:47) adalah
identifikasi kemampuan awal obyek pada pemecahan masalah yang
mendorong diselenggarakannya program yang bersangkutan. Sedangkan
Faridah (2008:2) mengemukakan evaluasi masukan sebagai structuring
decision. Evaluasi ini menolong dalam mengatur keputusan, menentukan
sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan
strategi apa yang dibutuhkan, serta bagaimana prosedur kerja yang
diterapkan.
54
Maka peneliti menyimpulkan bahwa evaluasi masukan itu”Bagaimana
proses kita melaksanakannya”? (How should we do it?) yang berarti
mengevaluasi sumber daya dan langkah-langkah atau strategi yang
digunakan untuk mencapai sasaran dan tujuan sebuah program.
1. Program Kegiatan KKG
Pengertian untuk istilah “program” yaitu dapat diartikan sebagai
rencana. Jika seorang siswa ditanya oleh guru , apa programnya
sesudah lulus dalam menyelesaikan pendidikan di sekolah yang diikuti
maka program dalam kalimat tersebut adalah rencana atau rancangan
kegiatan yang akan dilakukan setelah lulus. Maka evaluasi program
adalah pengumpulan informasi yang sistematis tentang kegiatan,
karakteristik, dan hasil dari program untuk membuat penilaian tentang
program ini, meningkatkan efektivitas program, atau
menginformasikan keputusan tentang pengembangan program di masa
depan (Patton :1997). Dari program tersebut maka lahirlah beberapa
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan nantinya. Sumedi, dkk
(2009: 225) menjelaskan bahwa kegiatan atau aktivitas KKG meliputi
(1) penyiapan kurikulum tingkat satuan pendidikan (2) penyiapan
silabus; (3) rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP); (4)
penyusunan program ajar; (5) pengembangan profesi guru; (6)
peningkatan kompetensi guru; (7) pengembangan metode
pembelajaran; (8) pengembangan alat peraga; (9) sosialisasi dan
penerapan lesson study berbasis KKG; (10) sosialisasi dan aplikasi
pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM); serta
(11) mempererat tali silaturahmi di antara guru anggota KKG.
Selaras dengan pernyataan diatas maka Program KKG Gugus VI
Dukuh merumuskan kegiatan KKG yang akan dilakukan dalam
dokumen profil KKG (26 Oktober 2017) , antara lain:
a. Membedah dan merumuskan kurikulum serta perangkat
pembelajarannya.
b. Meningkatkan kemampuan guru dalam merancang menganalisis
materi pembelajaran.
c. Meningkatkan kemampuan guru untuk menguasai teknologi
informasi, model pembelajaran, pembuatan alat peraga dan media
pembelajaran serta kemampuan mengimplementasikannya dalam
pembelajaran.
d. Memahami teknis pengembangan karir melalui karya tulis ilmiah.
KKG merupakan organisasi yang dibentuk di bawah kooordinasi
Gugus, maka dapat dikatakan jika KKG merupakan alat gugus untuk
merealisasikan berbagai programnya yang berkaitan langsung dengan
peningkatan mutu guru-guru yang merupakan salah satu faktor kunci
peningkatan mutu pendidikan di lingkungan Gugus VI Dukuh. Semua
55
program kegiatan mempunyai harapan akan hasil yang dicapai sebagai
indikator keberhasilan (Wartoni, 2013:94).
Adapun kegiatan yang telah dirancang tertuang pada matrix
program kegiatan KKG Gugus VI Dukuh pada tahun ajaran 2016-2017
berikut ini:
Tabel 4.2 Matriks Program Kegiatan Periode 2016-2017
(Sumber: Profil Gugus dan KKG, 2017)
No Uraian Kegiatan
Rencana Realisasi
2016 2017
Juli Agst Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1. MusyawarahProgram M-4
2. Sosialisasi Program M-3
3. Kerja Kelompok Tim
Penyusun Soal UTS
M-4
4. Pelatihan keterampilan
4 cara membaca
M-4 M-1
5. Pelatihan desain PPT
Sebagai media belajar
M-3 M-2
6. Reflikasi & Diseminasi
Program Bermutu 2017
M-3 M-4
M-1 M-2
M-3
M-4
M-1
7. Penyusunan Laporan
Reflikasi & Diseminasi
Program Bermutu 2017
8. Refleksi dan Evaluasi
Program
KKG TA 2016-2017
Pada program yang diatas masih terbilang kurang efektif
dikarenakan kegiatan yang ditawarkan belum cukup variatif. Oleh
karenannya Devi sebagai ketua KKG ketika status jabatannya masih
menjadi pengurus mengatakan kepengurusan di periode ini sangat
vakum. Peserta yang hadir pun selama kegiatan tidak pernah lebih dari
50%. Kemudian di periode selanjutnya akhirnya dia terpilih menjadi
ketua KKG. Setelah dimusyawarahkan oleh beberapa pengurus KKG
dan mempertimbangkan permintaan peserta maka lahirlah beberapa
sebuah program kegiatan KKG periode 2017-2018 pada dokumen
diskusi program kegiatan KKG (11 November 2017) yang telah
disetujui oleh ketua Gugus VI Dukuh yang program kegiatannya antara
lain:
56
57
Tabel 4.3 Matriks Program Kegiatan Periode 2017-2018
(Sumber: Diskusi Program Kegiatan KKG, 2017)
No
. Kegiatan
Bulan
Jul Ag Se Ok No De Ja Fe Ma Ap Me Ju
1. Workshop
Optimalisasi Display Kelas
26 11
2. Lomba
Pemanfaatan
Display Kelas
30
13
3. Workshop Merancang
Media
Pembelajaran
31 15
4. Lomba Pemanfaatan
Media
Pembelajaran
28
5. Penyusunan Naskah Soal
Ujian
UT
S
Ge
nap
6. Kegiatan PKB
2017
7. KKG Bermutu
2018
8. Penyusunan Program KKG
2018-2019
9. Workshop
Penghitungan Angka Kredit
Ap
ril
10
.
Pelatihan Guru
Olahraga 1 2 6 3 3 7
Dari program-program tiap periode tersebut peneliti menemukan
sebuah perbedaan program yang ditawarkan. Di periode sebelumnya
program yang ditawarkan masih sedikit dan tidak menentu. Walaupun
jumlah keduanya sama namun dari segi variasi programnya lebih
banyak periode sekarang dibanding sebelumnya. Waktu pelaksanaan
pun masih bersifat tentatif karena tidak ditentukan secara pasti tanggal
yang ditetapkan. Sedangkan di periode sekarang beberapa kegiatan
telah fix waktu pelaksanaannya dan itu berdasarkan musyawarah antar
pengurus KKG dengan mempertimbangkan kalender pendidikan
masing-masing sekolah. Dalam Suharsaputra (2016:184) dijelaskan
bahwa pemimpin adalah pembentuk, pengelola, sekaligus juga perusak
58
budaya. Pemimpin dapat mempengaruhi seluruh anggota organisasi
melalui budaya yang dikembangkannya dalam organisasi. Maka
Peneliti menyimpulkan bahwa kepengurusan di periode sekarang lebih
progres, dinamis, variatif dan efektif. Apalagi penawaran program ini
bukan dari ketua KKG sendiri, tapi di musyawarahkan oleh pengurus
lainnya dan melibatkan juga beberapa peserta sehingga program yang
ditawarkan akan sesuai dengan kebutuhan peserta.
Bahkan ketua KKG sebelumnya juga mengakui keaktifan
kegiatan di periode 2017-2018 ini semakin meningkat dibanding
sebelumnya. Ketua KKG periode sebelumnya dipimpin oleh Oom
Laelasari sedangkan yang sekarang dipimpin oleh Devi Riana Praja.
Oom Laelasari (26 Oktober 2017) mengatakan bahwa ”KKG periode
sekarang sudah jauh lebih baik daripada yang kemarin dilihat dari
kehadiran peserta yang sudah lebih dari 50% dan keakftifan mereka
selama kegiatan”. Oom Laelasari sekarang sudah menjadi kepala SDN
Dukuh 04 dan diangkat menjadi pengurus gugus VI Dukuh.
Menurut Arikunto (2014:4) sebuah program bukan hanya
kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan dalam waktu yang singkat,
tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan karena
melaksanakan suatu kebijakan. Oleh karena itu program kerja kegiatan
KKG Gugus VI Dukuh ini dirumuskan secara mufakat. Tidak serta
merta dirumuskan oleh ketua KKG sendiri tapi sifatnya partisipatif
yaitu bersama dengan pengurus KKG yang lain. Oom mengatakan (30
November 2017) bahwa “Kami punya program kerja kegiatan KKG ini
yang disepakati bersama. Bukan hanya seorang ketua KKG saja yang
buat schedule langsung disepakati tapi anggota juga dilibatkan, pak”.
Ini berarti program kerja KKG itu dirumuskan oleh ketua KKG
beserta anggota-anggotanya. Kemudian program kerja ini diajukan ke
Ketua Gugus VI Dukuh. Tugas ketua Gugus merevisi program kerja
gugus yang ditawarkan tersebut dengan pengurus gugus yang lain
dalam hal ini yang terdiri dari 6 kepala sekolah dan 1 dari pengawas
dan 1 dari kepala UPTD setempat.
2. Sumber Daya
a. Pengurus Gugus
Gugus Sekolah adalah sekumpulan sekolah yang relatif saling
berdekatan yang dikelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu
ysng reltif sama. Keberadaan sekelompok tersebut ditandai dengan
adanya sekolah inti dan sekolah imbas. Sekolah inti adalah sekolah
yang relatif memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan sekolah
lainnya dalam kelompok tersebut. Sedangkan sekolah imbas adalah
sekolah yang menjadi anggota gugus yang menjadi objek penularan
kemampuan atau kelebihan dari apa yang dilakukan sekolah inti
59
(Rachmat, 2012:7). Sekolah inti pada Gugus VI Dukuh ini adalah SDN
Dukuh 01.
Devi (27 Oktober 2017) mengungkapkan“Dari segi fasilitas
sekolah ini masih sangat memadai dari sekolah-sekolah lainnya dan
juga dilihat dari segi aksesbilitasnya sekolah ini yang paling mudah
diakses guru-guru ketika kegiatan mengingat lokasinya tidak begitu
jauh dari sekolah-sekolah sekitarnya.“
Berikut beberapa Pengurus Gugus VI Dukuh Kecamatan
Cibungbulang Kabupaten Bogor:
Tabel 4.4 : Struktur Organisasi Pengurus Gugus VI Dukuh
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
(Sumber: Profil Gugus VI Dukuh, 2017)
No Jabatan Nama Keterangan
1 Pembina
Administrasi
Drs. Ceceng
Setiawan, MM
Kepala UPTP
XVI Kec.
Cibungbulang
2 Pembina Teknis Agus Sutisna,
S.Pd, MM
Pengawas
Pembina TK/SD
3 Ketua Mamat Turahmat,
S.Pd
Kepala SDN
Dukuh 01
4 Sekretaris Dra. Rahma, MM Kepala SDN
Dukuh 03
5 Bendahara Apong Rokaya,
S.Pd.SD
Kepala SDN
Dukuh 05
6 Anggota 1. Siti Yoyoh,
S.Pd
Kepala SDN
Dukuh 02
2. Oom
Laelasari,
S.Pd
Kepala SDN
Dukuh 04
3. Suherman Kepala SDN
Cijujung 05
Sumber daya manusia sebagai penggerak operasional pada
organisasi yang mana fungsi manusia yang bekerja secara individu atau
kelompok dengan arahan pimpinan untuk mencapai tujuan-tujuan
perusahaan itu harus di gambarkan dari sebuah struktur. Ivancevich
(2007:235) mengatakan: “Struktur organisasi merupakan rancangan dari pemimpin
organisasi sehingga mampu menentukan harapan-harapan
mengenai apa yang akan dilakukan individu-individu dan
60
kelompok-kelompok tersebut dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi”.
Oleh karena itu, struktur organisasi di desain dengan baik untuk
sebuah organisasi yang efektif yang mana dengan adanya sumber daya
manusia dalam organisasi dapat di implementasikan sesuai sistem kerja
organisasi untuk tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Maka dari
itu dengan adanya struktur organisasi dapat mengetahui gambaran
tanggung jawab pengurus. Berikut uraian tugas dan tanggung jawab
dari tiap masing-masing pengurus gugus VI Dukuh: 1) Ketua Gugus
a) Menyusun program kerja/ kegiatan gugus bersama sama
dengan pengurus
b) Menentukan kebijakan programa kegiatan khusus
c) Membagi tugas kepengurusan gugus
d) Melaksanakan kegiatan kedinasan yang berkaitan dengan
gugus
e) Mengkomunikasikan program gugus kepada sekolah-
sekolah atau anggota gugus
2) Sekretaris
a) Mendokumentasikan keputusan-keputusan rapat
b) Membuat dan mendokumentasikan surat-surat keluar
maupun surat masuk
c) Menginformasikan kegiatan-kegiatan gugus
3) Bendahara
a) Bersama sama pengurus gugus membuat rencana
pembiayaan kegiatan
b) Petugas penyimpan dana kegiatan
c) Melakukan pencatatan alur keluar masuknya keuangan.
Bersama sama dengan ketua membuat laporan
pertanggungjawaban keuangan.
b. Pengurus KKG
Kegiatan yang dikembangkan di gugus sekolah diwadahi salah
satunya oleh kelompok kerja guru (KKG). Pada Rambu-rambu
pengembangan kegiatan KKG dan MGMP (2009: 13) dijelaskan bahwa
organisasi pada KKG terdiri atas pengurus dan anggota. Pengurus
merupakan orang-orang yang berfungsi menjalankan kegiatan KKG
seperti membuat rencana kegiatan, penyiapan sarana, dan menyiapkan
fungsi administrasi. Menurut Donald (2001:17) Semua Stakeholders
harus dilibatkan dalam proses pengembangan, pengumpulan data, dan
analisis yang pasti dalam sebuah program. Dan pastikan bahwa
Stakeholders memiliki kesempatan untuk memberi masukan dan saran
dalam kemajuan sebuah program. Karena mereka lah yang cenderung
61
mendukung adanya evaluasi dan bertindak cepat terhadap kemajuan
sebuah organisasi.
Pengurus KKG terdiri dari satu orang pembina teknis, satu orang
ketua, satu orang sekretaris, satu orang bendahara, dan dua orang tutor
inti/pemandu. Bidang-bidang yang terdapat dalam kepengurusan ini
meliputi (1) bidang perencanaan dan pelaksanaan program; (2) bidang
pengembangan organisasi, administrasi, sarana prasarana; (3) bidang
hubungan masyarakat dan kerjasama. Berikut Draft nama-nama
pengurus KKG dalam dokumen struktur organisasi KKG (10
November 2017):
Tabel 4.5 Draft Nama-nama Pengurus KKG
(Sumber: Struktur Organisasi KKG, 2017)
No Jabatan Nama Keterangan
1 Penanggung
Jawab
Mamat Turahmat, S.Pd Ketua Gugus
2 Pembina Teknis Agus Sutisna,S.Pd.,MM Pengawas
Pembina TK/SD
3 Ketua Devi Riana Praja SDN Dukuh 01
4 Sekretaris Selly Risyana, S.Pd.SD SDN Dukuh 02
5 Bendahara Badriah Sintawati SDN Dukuh 04
6 Pemandu 1. Neng Lilis, S.Pd SDN Dukuh 01
7 Pemandu 2. Mia Gustiyanti SDN Cijujung04
Berikut beberapa fungsi peran dari pengurus KKG:
Ketua KKG:
1. Menyusun program kerja/ kegiatan gugus bersama sama dengan
pengurus
2. Menentukan kebijakan program kegiatan gugus
3. Membagi tugas kepengurusan gugus Melaksanakan kegiatan kedinasan
yang berkaitan dengan gugus
4. Mengomunikasikan program gugus kepada sekolah-sekolah atau
anggota gugus
Sekretaris:
1. Mendokumentasikan keputusan-keputusan rapat
2. Membuat dan mendokumentasikan surat-surat keluar maupun surat-
surat masuk
3. Menginformasikan kegiatan-kegiatan gugus
4. Bersama dengan ketua gugus mengagendakan kegiatan gugus
62
Hal menarik yang peneliti dapatkan dalam dinamika
kepengurusan KKG Gugus VI Dukuh ini adalah keharmonisan dan
solidaritas antar semua pengurus KKG dengan pengurus Gugus. Hal ini
dibuktikan dengan kehadiran semua pengurus gugus dan KKG setiap
pertemuan. Apalagi semua pengurus gugus adalah seorang kepala
sekolah. Mereka sangat setia mendampingi membimbing, dan
memantau para guru-gurunya. Suherman (24 Oktober 2017)
mengatakan:
“Kami kan seorang kepala sekolah yang sudah mengutus mereka jadi
tidak adil kalau kami tidak mendampingi mereka, kan kalau ada kami
disini juga mereka termotivasi aktif kegiatan disini”.
Kelancaran kegiatan ini juga berkat sumbangsih kepala sekolah
secara materi. Solidaritas mereka tunjukkan dengan saling membantu
dalam hal pendanaan. Mereka rela menyisihkan uang pribadi demi
kelancaran kegiatan KKG ini. Peneliti tidak tahu pasti rincian dana
yang mereka sisihkan dari kantong pribadi mereka. Yoyoh dan Siti
Rahma mengatakan (24 Oktober 2017):
“Kepala sekolah disini saling membantu, menjalin kerja sama satu
sama lain. Jadi KKG ini tidak pernah terhambat karena dana. Kompak
kan,kami?”
Padahal seorang kepala sekolah mungkin memiliki banyak tugas
dan laporan yang menumpuk tapi masih menyempatkan hadir pada
kegiatan ini. Keharmonisan yang terjadi tidak lepas dari peran seorang
ketua KKG. Dia selalu memotivasi dan memberikan arahan yang
membuat para pengurus taat dan kagum dengannya. Padahal secara
umur, dia masih junior dari para kepala sekolah tersebut. Tapi inilah
yang disebut dengan profesional dalam bekerja. Karena ketika tidak
menempatkan posisi kita pada tempatnya maka inilah yang akan
menjadi cikal bakal kehancuran sebuah organisasi. Dalam Khoriyah
(2017) Gus Dur pernah mengatakan bahwa"Bagaimanapun seorang
pemimpin yang dipilih oleh rakyat itu haruslah dihormati. Bahkan
ketika dianggap salah pun tetap harus dihormati sebagai seorang
pemimpin rakyat.” Maka bentuk keprosifesionalan dalam bekerja itu
sangat dianjurkan.
c. Peserta KKG
Peran pengurus KKG tidak bisa terlihat jika tanpa keterlibatan
peserta atau guru-guru. Keterlibatan guru-guru menjadi faktor
terpenting dalam kesuksesan kegiatan ini. Karena tanpa peserta, KKG
pun akan vakum. Hubungan ini harus saling terkait bagaikan rantai
yang tersambung satu sama lain. Satu mata rantai tidak ada atau tidak
terpenuhi maka kegiatan ini tidak dapat berjalan. Sama halnya dalam
63
konteks pembelajaran, disana ada yang namanya komponen-komponen
pembelajaran yang salah satunya harus ada peserta/siswa. Peserta
memiliki kemampuan awal yang harus di identifikasi baik dari segi
pengetahuan, sikap, bahkan keterampilan pada saat memulai proses
kegiatan demi mencapai sebuah tujuan program ( Suparman, 2014:41).
Guru yang profesional harus memilki latar belakang pendidikan
yang minimun Strata 1 (S1). Hal ini sudah dijelaskan dalam Undang-
Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada bab
IV pasal 10 dan pasal 11 yang salah satu persyaratannya adalah
memiliki kualifikasi akademik minimum S1/D4. Dan kualifikasi guru-
guru yang berada di gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor ini rata-rata telah memenuhi kriteria diatas. Berikut
data kualifikasi akademik anggota guru-guru di Gugus VI Dukuh:
Tabel 4.6: Kualifikasi Akademik Tenaga Pendidik KKG
(Sumber: Profil Gugus KKG VI Dukuh , 2017)
Nama Sekolah Tingkat Pendidikan
SLTP SLTA D1 D2 D3 S1 S2
SDN DUkuh 01 - 3 - - - 10 -
SDN Dukuh 02 - - - - - 7 -
SDN Dukuh 03 - 2 - - - 7 1
SDN Dukuh 04 - 1 - 2 - 7 -
SDN Dukuh 05 - 1 - - - 10 -
SDN Cijujung 04 - 3 - - - 8 -
Jumlah 10 - 2 - 49 1
Total 62 Orang
Nama Sekolah Tingkat Pendidikan
PNS Tenaga Honorer
SDN Dukuh 01 6 7
SDN Dukuh 02 4 3
SDN Dukuh 03 4 6
SDN Dukuh 04 7 3
SDN Dukuh 05 7 4
SDN Cijujung 04 4 7
JUMLAH 32 30
64
d. Sarana dan Prasarana
Tempat dan fasilitas yang digunakan haruslah memadai dan dapat
mendukung aktivitas belajar. Kondisi kebersihan, penerangan, sirkulasi
udara di dalam ruangan pelatihan baik secara langsung maupun tidak
langsung ikut berpengaruh terhadap efektifitas sebuah program
pelatihan (Pribadi, 2014:12). Hal yang ikut mendukung terlaksanannya
sebuah program adalah adanya sebuah sebuah sarana dan prasarana
yang memadai. Menurut Permendiknas No. 24 tahun 2007 sarana
adalah perlengkapan pembelajaran yang dapat dipindah-pindah,
sedangkan prasarana adalah fasilitas dasar untuk menjalankan fungsi
sekolah/madrasah. Sarana pendidikan antara lain gedung, ruang kelas,
meja, kursi, serta alat-alat media pembelajaran. Sedangkan yang
termasuk prasarana antara lain seperti halaman, taman, lapangan, jalan
menuju sekolah dan lain-lain.
Dalam pengembangan standar sarana dan prasarana KKG
sekurang kurangnya memiliki (Depdiknas, 2008:9):
1. Ruang/Gedung untuk kegiatan KKG/MGMP
2. Komputer
3. Media Pembelajaran
4. OHP/LCD Proyektor
5. Telepon/Faximile
Dari standar sarana prasarana diatas KKG Gugus VI Dukuh ini
sudah mencapai standar tersebut. Orang yang menjadi penanggung
jawab akan hal ini adalah seorang pengurus dari sebuah organisasi.
Makanya inisiasi dari seorang pengurus dalam memberikan
kenyamanan terhadap peserta salah satunya adalah fasilitas yang
memadai. Pengurus KKG Gugus VI Dukuh ini telah berusaha
semaksimal mungkin dalam menyelenggarakan kegiatan ini. Ruangan
yang digunakan adalah ruangan KBM (Kegiatan Belajar Mengajar) itu
sendiri. Karena ruang kelasnya sempit maka ruangannya diperluas
dengan cara dibuka sekat yang membatasi kelas sebelah. Kemudian
dari segi perlengkapan, semua peserta diwajibkan untuk membawa alat
tulis kecuali perlengkapan display, absensi, dan ATK.
e. Tutor/Pemandu
Berdasarkan hasil musyawarah dari pengurus Gugus dengan
KKG maka dibentuklah beberapa guru pemandu atau narasumber yang
akan mengisi pelatihan dengan berbagai pertimbangan. Dan ada juga
orang yang memberikan pengarahan dan stimulus diawal pelatihan
yang disebut dengan Tutor Inti. Menurut Rahmat (2012:52) Guru
pemandu adalah guru dengan spesifikasi tertentu yang mempunyai latar
belakang dan minat terhadap mata pelajaran tertentu dan berusaha
mengembangkan dan meningkatkan kemampuan profesionalnnya.
Sementara itu, tutor inti adalah guru yang menguasai mata pelajaran,
65
termasuk metode, pengembangan kemampuan profesional guru, bisa
memberi layanan/bantuan profesional dan mampu memberdayakan
PKG/PSBG (Rahmat,2012:52).
Berdasarkan hasil observasi (11 November 2017), berikut
beberapa guru pemandu yang ditunjuk mengisi pelatihan di program
bermutu dan workshop optimalisasi display kelas:
Tabel 4.7 Nama-nama Pemandu pada Kegiatan Bermutu dan
Workshop
(Sumber: Laporan Kegiataan Bermutu 2017)
No Materi Fasilitator Narasumber
1 Perubahan Penilaian
Hasil Belajar
Devi Riana Praja Neng Lilis
2 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar
Devi Riana Praja Neng Lilis
3 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar
Neng Lilis Devi Riana Praja
4 Pengembangan Karir
Guru melalui KTI
(PTK)
Entin Karitini Najib Najmuddin
5 TARSANA Tim Tarsana Tim Tarsana
6 Workshop
Optimalisasi
Display Kelas (Sesi I)
Devi Riana Praja Nurul Maftuhah &
Dicky Faturochman
7 Workshop
Optimalisasi Display
Kelas (Sesi II)
Devi Riana Praja Dede Priatna
Kusuma &
Nurul Khobariyah
f. Materi
Inilah salah satu aspek yang paling terpenting juga dalam sebuah
pelatihan pengembangan guru-guru. Tanpa materi maka tujuan sebuah
program tidak tercapai karena ukuran ketercapaian program dilihat dari
muatan materi yang disampaikan. Menurut Kaswan (2016:111) ada
beberapa hal yang harus diperhatikan untuk membuat struktur bahan
atau materi pelatihan agar menjadi bermakna. Pertama, memberi
peserta pelatihan uraian yang menyeluruh materi yang akan
dipresentasikan selama pelatihan. Kedua, menyajikan bahan-bahan
tersebut dengan menggunakan contoh-contoh dan istilah serta konsep
yang tidak asing bagi peserta untuk memperjelas dan menguatkan butir
pelajaran. Ketiga, mengajarkan keterampilan sederhana sebelum yang
kompleks. Berikut kumpulan materi yang tercantum pada laporan
kegiatan Bermutu 2017:
66
Tabel 4.8 Materi pada Kegiatan Bermutu 2017
(Sumber: Laporan Kegiataan Bermutu 2017)
No Materi Muatan
1 Perubahan Penilaian Hasil
Belajar
1. Penilaian harian (PH)
2. Penilaian Akhir Semester (PTS)
3. Penilaian Akhir Semester (PAS)
4. Penilaian Akhir Tahun (PAT)
5. Ujian Sekolah (US)
6. Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM)
2 Penyusunan Instrumen
Belajar
1. Program Tahunan (Prota)
2. Program Semeter (Promes)
3. Program Pemetaan KD/Silabus
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP)
5. High Order Thinking (HOT)
3 Pengembangan Karir
Guru
Melalui KTI
1. Pembahasan tentang Penelitian
Tindakan Kelas
2. Sistematika Penulisan PTK
4 TARSANA
(Tartil, Sari, dan Nagham)
1. Membaca Al-qur’an sesuai Tajwid
2. Cepat Mempelajari Al-qur’an
3. Lagu dalam Al-Qur’an
5 Workshop Optimalisasi
Display Kelas
1. Jenis Display
2. Fungsi Display
3. Kriteria Display
6 Penyusunan Naskah Soal
Pembelajaran
Praktek Pembuatan Soal Kelas 1-6
g. Pembiayaan
Organisasi dan kegiatan KKG merupakan kegiatan mandiri
dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam melaksanakan
tugas profesinya dengan pembiayaan bersifat mandiri. Pembiayaan
merupakan salah satu komponen penting untuk terlaksananya program
KKG sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, upaya
mengumpulkan dana dari berbagai sumber sudah semestinya dilakukan
KKG. Beberapa sumber dana yang mungkin dapat dimanfaatkan antara
lain: iuran anggota, dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), APBN,
APBD, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan, UPTD Dinas Pendidikan
Kabupaten (di Kecamatan), Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota/Provinsi, LPMP, P4TK, Direktorat terkait, donatur
yang tidak mengikat, unit produksi, hasil kerjasama, masyarakat, atau
67
sponsor yang sah dan tidak mengikat. Dana yang diperoleh KKG dapat
dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan rutin maupun pengembangan
melalui mekanisme penggunaan sesuai ketentuan. Semua dana yang
telah dan masih dimiliki KKG harus dipertanggungjawabkan kepada
seluruh anggota melalui pelaporan kegiatan/keuangan yang
disampaikan dalam rapat yang dihadiri anggota KKG.
Mekanisme yang harus dilakukan untuk pembiayaan
operasional KKG adalah rapat koordinasi antara pengurus KKG.
Setelah alokasi penggunaan dana disusun dengan tepat guna,
berikutnya alokasi tersebut disampaikan penanggungjawab program
kepada anggota KKG untuk mendapat persetujuan Ketua KKG.
Apabila Ketua KKG belum menyetujuinya, maka penanggungjawab
program harus merevisi alokasi dana yang diajukan sesuai saran Ketua.
Setelah direvisi, penanggungjawab program menyampaikan kembali
usulan kepada ketua KKG. Persetujuan ketua KKG menjadi kunci
untuk langkah pengajuan dana berikutnya kepada penyandang dana.
Apabila penyandang dana mengharapkan adanya perbaikan, maka
penanggungjawab program harus merevisi sesuai saran penyandang
dana. Apabila penyandang dana sudah setuju, maka penanggungjawab
program tinggal menunggu pencairan dana serta mekanisme
penggunaan dan pertanggungjawaban penggunaan dana. Setelah dana
cair, penanggungjawab program harus menggunakan dana sesuai
dengan butir-butir alokasi dana yang telah disepakati. Pada akhir
kegiatan penanggungjawab program harus membuat laporan
penggunaan dana sesuai ketentuan dan disertakan dengan laporan
pelaksanaan kegiatan secara keseluruhan yang telah ditandatangani
Ketua KKG.
Berdasarkan kondisi di lapangan pada organisasi KKGdi Gugus
VI Dukuh kecamatan Cibungbulang, sumber dananya hanya berasal
dari kas gugus yang merupakan iuran rutin setiap sekolah se-gugus
yang dikumpulkan pertriwulan. Kemudian pengeluaran biayanya
dijabarkan di Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Gugus
(RAPBG).
Dilihat dari Rencana Anggaran dan Pendapatan Belanja Gugus
(RAPBG) dibuat untuk mendukung pelaksanaan program kerja gugus.
Sumber keuangan yang diperoleh sangat terbatas karena hanya berasal
dari iuran anggota gugus saja. Dengan dana terbatas tersebut maka
dipergunakan sejalan dengan program kerja sehingga keberadaannya
dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka. Dana pemasukan yang
begitu minim dibandingkan dengan rencana program yang sudah
disusun, maka pemanfaatan dananya disusun se-efektif mungkin.
Tetapi hal ini tidak menjadi kendala kegiatan KKG tetap berlangsung.
Pengeluaran dana di organisasi KKG Gugus VI Dukuh kecamatan
Cibungbulang digunakan untuk pelaksanaan beberapa
68
program/kegiatan diantaranya adalah: (1) Workshop Optimalisasi
Display Kelas Sesi 1, (2) Workshop Optimalisasi Display Kelas Sesi 2,
(3) Lomba Pemanfaatan Display kelas (4) Lomba Pemanfaatan Display
kelas 2, (5) Workshop Merancang Media Pembelajaran, (6) Workshop
Merancang Media Pembelajaran 2, (7) Lomba Pemanfaatan Media
Pembelajaran, (8) Penyusunan Naskah Soal UTS Genap, (9) Workshop
Penghitungan Angka Kredit, dan (10) Pelatihan Guru Olahraga. Dari
beberapa program/ kegiatan tersebut terlihat bahwa penggunaan dana
kas gugus sudah dimanfaatkan sefektif mungkin demi peningkatan
kualitas guru di organisasi KKG tersebut. Pengukuran keefektifan
anggaran dilihat dari kajian teori dan dengan teori yang dikemukaan
para ahli. Menurut Fatah (2009:49) menyatakan bahwa : “Anggaran
dapat pula dijadikan alat untuk mempengaruhi dan memotivasi
pimpinan atau manajer dan karyawan untuk bertindak efisien dalam
mencapai sasaran-sasaran lembaga.” Menurut Pidarta (2009:253)
menyatakan, bahwa: “Efisien dalam penggunaan dana pendidikan
adalah penggunaan dana yang harganya sesuai atau lebih kecil daripada
produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan.” Dengan
demikian sumber daya pendukung dalam perencanaan harus dikaji
secermat mungkin karena kesuksesan perencanaan sangat ditentukan
oleh sumber daya yang tersedia. Besarnya sumber daya pendukung
akan mempengaruhi besarnya kegiatan perencanaan. Begitu pula dalam
menyalurkan biaya pendidikan diperlukan dukungan sumber daya yang
memadai agar kegiatannya dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan.
Berikut Prosedur operasional pembiayaan Organisasi KKG di
Gugus VI Dukuh kecamatan Cibungbulang, dijabarkan dalam bentuk
pengusulan, penggunaan, dan pertanggungjawaban dana seperti pada
Tabel 1, Tabel 2 berikut ini.
Tabel 4.9 Penggunaan Dana KKG dan MGMP
No Kegiatan Pelaksana Uraian Kegiatan
1 Persiapan Pengurus dan
Penanggung
jawab Program
Melakukan rapat koordinasi dan persiapan
awal.
2 Pelaksanaan
program
yang
disepakati
Pengurus dan
Anggota
Pemilihan program yang akan
dilaksanakan. Paparan program yang akan
dilaksanakan. Menunjuk tim khusus
pelaksana program.
3 Verifikasi
penggunaan
dana
Penanggung
jawab Program
Verifikasi jenis penggunaan dana untuk
mendanai pelaksanaan program sesuai
proposal/rambu-rambu. Menyepakati
alokasi penggunaan dana.
69
No Kegiatan Pelaksana Uraian Kegiatan
4 Rapat
penggunaan
dana
Pengurus dan
Anggota
Pengecekan jenis dan besar dana yang
akan digunakan sesuai proposal/rambu-
rambu program dimaksud .
Menyepakati rencana penggunaan dana
atau merekomendasikan untuk direvisi.
5 Penyampaian
ke bendahara
untuk dicek
Bendahara
KKG atau
MGMP
Pengecekan jenis dan besar dana yang
akan digunakan sesuai proposal/ rambu-
rambu program dimaksud.
6 Pengambilan
keputusan
Ketua dan
Bendahara
KKG atau
MGMP
Bila rencana penggunaan dana disetujui
ketua dan bendahara, maka rencana
penggunaan dana tersebut dapat
ditindaklanjuti untuk direalisasikan.
Bila laporan penggunaan dana tidak
disetujui ketua dan bendahara, maka
rencana penggunaan dana tersebut direvisi
sesuai rekomendasi.
7 Revisi Penanggung
jawab Program
Tim khusus melakukan revisi rencana
penggunaan dana sesuai rekomendasi.
Penyampaian ulang laporan penggunaan
dana ke bendahara.
8 Pencairan Bendahara
KKG atau
MGMP
Mencairkan dana. Contoh penggunaan
dana terdapat pada Lampiran .
Tabel 4.10 Pertanggungjawaban Dana KKG dan MGMP
No Kegiatan Pelaksana Uraian Kegiatan
1 Penyusunan
laporan dana
Pengurus dan
Penanggung
jawab Program
Pengurus menunjuk Penanggungjawab
Program.
Pengurus menjelaskan tugas
Penanggungjawab Program .
Penanggungjawab Program menyusun
laporan penggunaan dana dan
melampirkan bukti penggunaannya.
Format laporan penggunaan dana
terdapat pada Lampiran.
2 Pembahasan Pengurus dan
Anggota
Verifikasi butir penggunaan dana dalam
laporan. Pengecekan semua bukti
penggunaan dana sesuai jenis
penggunaannya.
Menyepakati atau merekomendasikan
penyempurnaan laporan penggunaan
dana.
70
No Kegiatan Pelaksana Uraian Kegiatan
3 Penyempurn
aan
Penanggung
jawab Program
Melakukan penyempurnaan laporan
penggunaan dana sesuai dengan masukan
dalam pembahasan.
Setelah sempurna disampaikan ke
penyandang dana.
4 Pelaporan ke
penyandang
dana
Penyandang
dana
Verifikasi jenis penggunaan dana dalam
laporan.
Pengecekan semua bukti penggunaan
dana sesuai butir penggunaannya.
Menyepakati laporan penggunaan dana
atau merekomendasikan laporan untuk
direvisi.
5 Pengambilan
keputusan
Penyandang
dana
Bila laporan penggunaan dana disetujui
penyandang dana, maka laporan tersebut
selesai. Bila laporan penggunaan dana
tidak disetujui penyandang dana, maka
laporan tersebut direvisi sesuai
rekomendasi.
6 Finalisasi
Laporan
Penanggung
jawab Program
Penanggungjawab Program melakukan
revisi laporan penggunaan dana sesuai
rekomendasi. Penyampaian ulang laporan
penggunaan dana ke penyandang dana.
D. Evaluasi Terhadap Process
Menurut Arikunto (2014:47) evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk
pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa (who) orang
yang ditunjuk sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan
selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan
yang dilaksankan di dalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
Evaluasi proses untuk membantu mengimplementasikan keputusan. Sampai sejauh
mana rencana telah diterapkan?apa yang harus direvisi?begitu pertanyaan belum
terjawab, prosedur dapat dimonitor , dikontrol, dan diperbaiki.
1. Jadwal Kegiatan
a. Tempat
Seluruh Kegiatan KKG hampir semua dilaksanakan di sekolah inti
yaitu SDN Dukuh 01 dan selebihnya di SDN Dukuh 05 dan ada juga yang
dilaksanakan di UPTD (Penyusunan Naskah Soal Pembelajaran). Hal ini
dilakukan agar kegiatan KKG tidak monoton dan mencegah rasa bosan
yang timbul dari peserta, kata ketua KKG. Alasan lain juga karena akses ke
SDN Dukuh 01 dan Dukuh 05 mudah dijangkau oleh peserta karena
lokasinya yang cukup berdekatan dengan sekolah lainnya.
71
b. Waktu
Pelaksanaan program di tahun 2017 yang terealisasi ada 4 kegiatan
yang terdiri dari program bermutu, workshop display kelas, lomba
pemanfaatan display kelas, dan penyusunan naskah soal pembelajaran.
Berikut waktu pelaksanaan kegiatannya:
Tabel 4.11 Jadwal Kegiatan Bermutu 2017
(Sumber: Laporan Kegiatan Bermutu 2017)
Hari/Tanggal Materi Program Waktu
Rabu/22-03-2017 Perubahan Penilaian
Hasil Belajar (Sesi 1)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Sabtu/25-03-2017 Perubahan Penilaian
Hasil Belajar (Sesi 2)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/29-03-2017 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar (1)
Bermutu 10.00
s.d
16.00 Sabtu/01-04-2017 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar (2)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/05-04-2017 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar (3)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Sabtu/08-04-2017 Penyusunan Instrumen
Hasil Belajar (4)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/12-04-2017 Pembinaan Karir Guru
Melalui KTI (1)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Sabtu/15-04-2017 Pembinaan Karir Guru
Melalui KTI (2)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/19-04-2017 Pembinaan Karir Guru
Melalui KTI (3)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Sabtu/22-04-2017 Pembinaan Karir Guru
Melalui KTI (4)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/26-04-2017 Membaca Cepat
Al-Qur’an dengan
Metode Tarsana (1)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Sabtu/29-04-2017 Membaca Cepat
Al-Qur’an dengan
Metode Tarsana (2)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
Rabu/03-05-2017 Membaca Cepat
Al-Qur’an dengan
Metode Tarsana (3)
Bermutu 10.00
s.d
16.00
72
Kamis/26-10-2017 Jenis, Fungsi, dan
Kriteria Display Materi
pembelajaran &
Penghargaan (1)
Workshop
Display
Kelas
09.00
s.d
14.00
Sabtu/11-11-2017 Jenis, Fungsi, dan
Kriteria Display Prestasi &
Emoji (2)
Workshop
Display Kelas
09.00
s.d
14.00
Rabu/29-11-2017 Lomba
Display
Kelas
09.00
s.d
14.00
Kamis/07-12-2017 Penyusunan
Naskah Soal
Ujian
09.00
s.d
13.00
2. Pelaksanaan Kegiatan
a. KKG Bermutu
Dalam rangka mengimplementasikan Undang-undang Nomor 14
tahun 2005 tentang guru dan dosen, Departemen Pendidikan Nasional
melalui Direktorat Jenderal peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan melaksanakan program Better Education Through Reformed
Management and Universal Teacher Upgrading (Bermutu). Program ini
dimulai pada tahun 2008 yang tersebar di 75 kabupaten/kota di 16 provinsi.
Program BERMUTU bertujuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran
sebagai dampak peningkatan komptensi, kualifikasi, dan kinerja guru. Salah
satu komponen strategis program BERMUTU untuk mencapai tujuan
tersebut adalah peningkatan mutu dan profesional guru secara berkelanjutan
(DITJEN PMPTK, 2008:1).
Besarnya jumlah guru yang belum memenuhi kualifikasi akademik
minimal S1/D4 dan kompetensi menjadi dasar pemikiran untuk
memberdayakan Kelompok Kerja Guru yang mewadahi guru-guru SD.
Paket pembelajaran model BERMUTU telah dikembangkan untuk
dimanfaatkan sebagai perangkat utama dalam proses pendidikan dan
pelatihan terakreditasi bagi guru di KKG termasuk salah satunya KKG yang
ada di Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Program BERMUTU ini dilaksanakan kurang lebih selama 3 bulan. Tepat
pada tanggal 22 Maret 2017 dilaksanakan sampai pada tanggal 3 Mei 2017.
Program BERMUTU ini dilaksanakan di Sekolah Inti yaitu SDN Dukuh 01
selama 6x pertemuan mulai pukul 10.00 pagi hingga 14.00 siang dan di
Sekolah Imbas yaitu SDN Dukuh 05 selama 7x pertemuan dengan jam yang
sama. Pematerinya adalah utusan dari gugus tersebut karena mereka
memiliki kompetensi yang lebih dari guru-guru lainnya apalagi selalu
mengikuti BIMTEK yang diadakan dari Dinas Pendidikan. Berikut
rangkaian kegiatan dari program BERMUTU:
73
Tabel. 4.12 Rangkaian kegiatan bermutu 2017
(Sumber: laporan kegiatan bermutu 2017)
No Kegiatan Durasi
1 Pembukaan (Basmalah, Lagu Indonesia
Raya, dan Tilawah)
30 Menit
2 Kultum 10 Menit
3 Sambutan (Pengawas Pembina) 40 Menit
4 Penyampaian Materi 160 Menit
5 Diskusi (Tanya Jawab) 40 Menit
6 Penutup (Kesimpulan dan Doa) 20 Menit
Kegiatan KKG Bermutu dimulai pada pukul jam 10.00 pagi. Oleh
karenanya para pengurus KKG sudah berada di lokasi sebelum jam tersebut
untuk mempersiapkan semua perlengkapan-perlengkapan yang akan
digunakan baik absensi, proyektor LCD, spidol, model kursi dan meja,
spanduk, konsumsi, dan lain-lain. Para peserta KKG juga sudah harus hadir
di lokasi sebelum kegiatan dimulai.
1) Pembukaan
Diawali dengan pembukaan yaitu kegiatan dibuka dengan membaca
”Basmallah” Bismillahirrahmanirrahim yang dipimpin oleh pembawa acara
yaitu dari fasilitator. Kemudian semua hadirin diharapkan berdiri untuk
menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” sesuai dengan ketukan
Dirigen. Setelah itu dilanjutkan dengan pembacaan tilawah dari salah satu
utusan peserta yang telah ditunjuk berdasarkan gilirannya setiap pertemuan.
2) Kultum
Demi keberkahan kegiatan ini maka sebelum materi disampaikan ada
penyampaian kultum dari utusan pengurus KKG maupun peserta
berdasarkan gilirannya yang telah ditentukan. Kegiatan ini sudah menjadi
tradisi pada KKG setiap pertemuannya agar terciptanya keharmonisan antar
para peserta dan merefleksikan diri bahwa keprofesian mereka adalah
profesi yang mulia yang semata-mata ingin mendapatkan ridho dari Allah
SWT. Kultum yang disampaikan pun berbagai macam, ada yang membahas
tentang orang-orang yang dirindukan syurga, pentingnya niat, hubungan
antara pahala, doa, dan rezeki, indahnya berpuasa, keutamaan amalan sholat
sunnah, dan pilar utama dalam pendidikan anak.
3) Sambutan
Berhubung kegiatan ini baru akan dimulai maka ada sambutan dari
pengawas pembina yaitu dari Pak Agus Sutisna. Sambutan ini diisi dengan
beberapa kalimat motivasi dan harapan beliau “Semoga wadah KKG ini
74
bisa menjadi tempat untuk peningkatan kualitas diri”,tutur beliau. Beliau
pun yang membuka kegiatan secara resmi.
4) Penyampaian Materi
Setelah itu barulah masuk pada penyampaian materi oleh para
Narasumber. Pada pertemuan I hingga pertemuan VIII materinya
disampaikan oleh ibu Neng Lilis yang membahas tentang perubahan
penilaian hasil belajar, penyusunan instrumen hasil belajar dan pembinaan
karir guru melalui KTI. Berikut rangkuman materi yang disampaikan:
5) Perubahan Penilaian Hasil Belajar
Perubahan penilaian mengacu pada landasan dasar Permendikbud
no.23 tahun 2016 tentang standar penilaian pendidikan (Permendikbud no
66/2013) dan no 104/2014). Dimana capaian kompetensi yang diharapkan
adalah mampu membuat perencanaan, pelaksanaan, dan pengolahan hasil
belajar. Penilaian hasil belajar dapat diperoleh dari:
a) Penilaian harian (PH) yang sebelumnya disebut sebagai ulangan
harian (UH)
b) Penilaian tengah semester (PTS)yang sebelumnya disebut ulangan
tengah semester (UTS)
c) Penilaian akhir semester (PAS) yang sebelumnya disebut ulangan akhir
semester (UAS)
d) Penilaian akhir tahun (PAT) sebelumnya disebut ulangan kenaikan
kelas (UKK). Kenaikan kelas di lihat dari ketuntasan belajar minimal
(KBM) sekolah yang sebelumnya dikenal dengan istilah KKM.
e) Ujian sekolah (US) merupakan kegiatan yang dilakuka untuk mengukur
capaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar
dan atau penyelesaian dari suatu pendidikan.
Ruang lingkup penilaian terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a) sikap/perilaku yang meliputi: observasi, penilaian diri dan penilaian
antar teman.
b) pengetahuan yang meliputi: tes tulis, tes lisan, dan penugasan.
c) keterampilan yang meliputi: kinerja, proyek, dan portofolio.
d) Penyusunan Instrumen hasil belajar.
Penyusunan instrumen hasil belajar diawali dengan perancangan
program tahunan, program semester, dan pemetaan kompetensi dasar.
program tahunan merupakan proses rencana penetapan alokasi waktu dalam
satu tahun pembelajaran. Sedangkan program semester merupakan rencana
penetapan alokasi waktu pembelajaran dalam waktu pembelajaran satu
semester. Selanjutnya pemetaan kompetensi dasar yang digunakan sebagai
dasar perancangan kegiatan penilaian baik yang bersifat harian, pertema,
maupun persemester. Setelah menyusun prota, promes, pemetaan KD dan
Silabus, materi dilanjutkan membahas penyusunan RPP. RPP merupakan
75
rencana pelaksanaan pembelajaran yang dikembangkan secara rinci
mengacu pada silabus, buku teks pelajaran, dan buku panduan guru.
Kemudian penyusunan instrumen hasil belajar selanjutnya adalah
pembuatan soal yang sifatnya HOT. HOT atau High Order Thinking
merupakan proses berfikir yang tidak sekedar merujuk, menyatakan
kembali atau mengingat kembali. Ditjen Dikdasmen (2017:3) mengatakan
bahwa soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan
untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan
berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali
(restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Selanjutnya di
pertemuan terakhir tentang penyusunan instrumen hasil belajar pemateri
melanjutkan dengan memberikan tips dan trik membuat soal HOT, dengan
memberi contoh-contoh soal yang bersifat HOT seperti tentang penggunaan
skenario Real-Word (Kontekstual), contoh soal PISA, penggunaan stimulus
visual, atau pengembangan konsep IPA.
6) Pengembangan Karir Guru Melalui KTI (Karya Tulis Ilmiah)
Dalam pertemuan ini para peserta di diharapkan bisa menghasilkan
sebuah produk penelitian yang menunjukkan mereka sebagai guru yang
profesional salah satunya dengan melakukan PTK minimal di kelas masing-
masing. PTK adalah terjemahan dari “Classroom Action Research”yang
saat ini sedang berkembang dengan pesatnya di negara-negara maju seperti
Inggris, Amerika, Australia, Canada, bahkan Indonesia. Dalam PTK guru
dapat meneliti sendiri praktek pembelajaran yang ia lakukan di kelas.
Dengan penelitian tindakan kelas, guru dapat melakukan penelitian
terhadap siswa dilihat dari aspek interaksinya dalam proses pembelajaran.
Kemudian di pertemuan selanjutnya membahas tentang format pembuatan
laporan PTK dan sistematika penulisan PTK.
Kemudian pada pertemuan IX dan X narasumbernya adalah ketua
KKG yaitu Devi yang membahas tentang lanjutan pembinaan karir guru
melalui KTI. Pada pertemuan ini, peserta diajak untuk mengidentifikasi
permasalahan kelas tehadap pembelajaran yang pernah dilakukan. Setelah
itu peserta diajak untuk merefleksi pembelajaran yang dimaksud. Beranjak
pada sesi berikutnya bersama-sama dengan pemateri, peserta menentukan
sebuah judul PTK untuk selanjutnya dibuat menjadi draft penelitian
tindakan kelas yang sederhana. Setelah membuat draft PTK, pemateri
meminta peserta untuk mengembangkan draft tersebut di rumah untuk
selanjutnya dijadikan tugas individu yang akan dikumpulkan pada
pertemuan berikutnya. Dan pada pertemuan terakhir masih seputar materi
ini, ketua KKG meminta rekan-rekan peserta untuk mengumpulkan draft
PTK yang telah dikembangkan dan siap untuk dipersentasikan (Terlampir).
Berdasarkan pelatihan pengembangan karir guru yang dilakukan dalam
bentuk penelitian tindakan kelas (PTK) ini sangat bermanfaat terhadap
keprofesionalan guru. Kusumah (2012:14-15) mengemukakan bahwa
76
manfaat PTK ini adalah membantu guru memperbaiki mutu pembelajaran,
meningkatkan profesionalitas guru, meningkatkan rasa percaya diri, dan
aktif mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya. Maka peneliti
menyimpulkan bahwa manfaat dari PTK ini adalah:
a) Menumbuhkan kebiasaan menulis
Dengan melakukan PTK, guru menjadi terbiasa menulis dan sangat baik
dampaknya terutama bila guru sekolah negeri atau PNS akan naik
pangkat. Begitu pun bagi guru sekolah swasta, PTK sangat penting
untuk meningkatkan apresiasi, dan profesionalisme guru dalam
mengajar. Apalagi dengan adanya program sertifikasi guru dari
pemerintah.
b) Menumbuhkan budaya meneliti
PTK akan menumbuhkan budaya meneliti di kalangan guru yang
merupakan dampak dari pelaksanaan tindakan secara
berkesinambungan.
c) Menggali ide baru
Setiap hari guru menghadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu
tidak ada habisnya. Oleh karena itu bila guru tidak dapat menemukan
masalah untuk PTK sungguh ironis.
d) Berpikir analitis ilmiah
Karena terbiasa mencari akar masalah dan mencoba mencari jalan
keluar, maka seorang guru akan terbiasa untuk berpikir analitis dan
ilmiah.
e) Menumbuhkan semangat guru lain
PTK dapat mendorong guru lain untuk mencoba melakukan PTK di
kelas yang diajarnya untuk meningkatkan kualitas pembelajarannya.
f) Mengembangkan pembelajaran
Dengan PTK, guru dapat mengembangkan keterampilan baru dalam
pembelajaran dan dapat memecahkan masalah secara langsung di ruang
kelas.
g) Meningkatkan mutu sekolah
PTK pada intinya memperbaiki proses pembelajaran di kelas. Semakin
sering guru menulis PTK maka akan semakin baik kualitas sekolah.
Dari kesimpulan manfaat PTK tersebut maka kegiatan penulisan
PTK sangat dibutuhkan guru-guru dalam meningkatkan pengembangan
profesionalismennya sebagai guru.
7) Tarsana (Tartil, Sari, dan Nagham)
Dan pada pertemuan XI hingga XIII narasumbernya diambil dari luar
pengurus KKG yaitu dari TIM TARSANA Kecamatan Cibungbulang yang
otomatis materinya tentang TARSANA. TARSANA sebenarnya sebuah
akronim yang berarti: TARTIL (membaca Al-qur’an sesuai tajwid), SARI
(Metode cepat mempelajari AL-Qur’an), dan NAGHAM (Lagu dalam Al-
Qur’an). Jadi TARSANA adalah belajar membaca Al-qur’an sesuai dengan
77
ilmu tajwid dalam waktu yang singkat dan sekaligus menggunakan lagu
dalam Al-Qur’an.
Tarsana diciptakan oleh H. Syamsuddin dari daerah Ngawi Jawa Timur
yang ke depannya akan masuk ke materi muatan lokal. Hal-hal yang perlu
dipersiapkan dalam pembelajaran Tarsana antara lain:
a) Mengajarkan huruf hijaiiyah dengan tepat sesuai tajwidnya
b) Membaca huruf hijaiyyah dengan tepat
c) bersama-sama membaca senandung al-Qur’an
d) mengenal nada untuk pembacaan al-Qur’an
e) membuat pertanyaan yang menyangkut huruf kepada anak supaya tidak
jenuh dan dibuat game
f) Membaca Al-Qur’an dengan metode Tarsana menggunakan buku
Tarsana :
- Halaman pertama belajar tentang harakat fattah (a)
- Halaman ke dua belajar tentang harakat fattah (a)
- Halaman ke tiga belajar tentang harakat kasrah (i)
- Halaman ke empat belajar tentang mad thabi’i (panjang) dan mad.
Kemudian pemateri mengulas pertemuan pertama dan kedua. Dan para
peserta menyimak video yang menggunakan metode Tarsana di daerah jawa.
Karena pertemuannya berbasis best practice maka pemateri mengajarkan
peserta KKG cara membaca Al-Quran dengan metode TARSANA secara
praktek. Dalam PTK Sungidah (2011) menunjukkan hasil prestasi belajar
siswa setelah penerapan metode tarsana meningkat. Prosentase ketuntasan
belajar siswa pada kondisi awal 19,35%, meningkat menjadi 35,48% pada
siklus I dan 64,5% pada siklus II dan 87% pada siklus III. Maka peneliti
menyimpulkan metode Tarsana ini sangat dibutuhkan oleh guru-guru dan
sangat cocok diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar agar
prestasi belajar siswa semakin meningkat khususnya dalam membca Al-
Qur’an.
b. Workshop Optimalisasi Display Kelas
Pelaksanan workhsop display kelas bertujuan melatih guru-guru untuk
dapat mengelola kelas salah satunya dengan mendisplay kelas. Dalam
Khatib (2015:63) display kelas adalah kesan pertama yang ditangkap siswa
terhadap ruang kelas dan gru sangat berperan dalam menentukan dan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Maka seyogiannya guru-
guru harus memiliki ide-ide kreatif dan memacu para peserta didiknya agar
mereka bisa menjadi lebih kreatif juga. Berikut uraian kegiatannya:
1) Display Kelas Sesi 1
Tujuan dilaksanakannya kegiatan Display kelas yaitu untuk
meningkatkan kesadaran bagi guru-guru bahwa pentingnya mendisplay,
Kemudian dapat memotivasi guru-guru agar lebih kreatif lagi, serta guru-
guru dapat mengembangkan teknik mendisplaynya lebih baik lagi. Maka
78
materi yang disajikan ada 4 yaitu tentang display peraturan,
pembelajaran, emosi, dan prestasi. Namun pada sesi I fokus pada display
peraturan dan pembelajaran yang dibawakan oleh para aktivis Sekolah
Guru Indonesia. Yaitu guru Guru Nurul Maftuhah sebagai Guru SDN
Udik Dan Guru Dede sebagai Guru SDN Cijujung 01. Kegiatan ini
berlokasi di SDN Dukuh 01 yang mana sekolah menjadi sekolah induk
bagi sekolah lainnya. dilakukan selama 2 jam dari jam 10 sampai jam 12
siang. rangkaian kegiatan terdiri dari pembukaan, penyampaian materi,
dan penutup.
Pembukaan. Acara dibuka dengan membaca basmalah yang
dipimpin oleh Guru Devi Riana Praja sebagai fasilitator kemudian
dilanjutkan dengan ice breaking agar suasana lebih semangat dan meriah
sehingga peserta sudah siap untuk menerima materi nantinya.
Penyampaian Materi (120 Menit). Diawal pemateri langsung
memperkenalkan dirinya secara unik melalui sebuah tebak-tebakan.
kemudian pemateri menampilkan sebuah slide yang terdiri dari beberapa
huruf dan warna. Peserta diminta untuk menyebutkan warna yang ada
pada setiap huruf dengan cepat. Kebanyakan peserta keliru dengan
gambar yang mereka lihat karena mereka fokus pada nama warna bukan
pada warna yang ada pada gambar. Kemudian masuk pada kegiatan Inti.
Pemateri menyampaikan tentang teori otak: Neokorteks, Limbik, dan
Reptil. Kemudian pemateri menjelaskan tentang tahapan mendisplay
melalui nyanyian terdiri dari perencanaan mendisplay, pembuatan
display, hingga pemasangan hasil display. Setelah itu pemateri
menjelaskan teknik mendisplay dengan melihat kesesuaian latar,
pemilihan huruf, model garis tepi, dan penetapan judul. Lalu
menjelaskan tentang fungsi display, sebagai hiasan, informasi, evaluasi,
dan penghargaan.
Penutup. Peserta dibagi menjadi 4 kelompok dan diperintahkan
membuat display media pembelajaran dan peraturan selama 20 menit
lalu mempresentasikannya . Setelah itu diumumkan display yang
terindah dan sesuai dengan tujuan pembelajaran akan mendapatkan
reward sederhana dari pemateri. Lalu dilakukanlah evaluasi pemahaman
peserta melalui contoh display dan peserta diharuskan menebak jenis
display yang dimaksud. Kemudian di akhir, pemateri bersama peserta
menyimpulkan materi disusul dengan doa bersama dan ditutup dengan
mengucapkan hamdalah, Wassalam
2) Display Kelas Sesi 2
Kegiatan di sesi II sebenarnya tidak jauh beda dengan kegiatan sesi
I. Perbedaannya hanya terletak pada fokus mater dan pemateri saja. Adapun
fokus materi yang dibahas adalah tentang display emosi dan prestasi yang
dibawakan oleh guru Nurul Khobariyah dan guru Dicky (Aktivis Sekolah
Guru Indonesia).
79
Pembukaan. Acara dibuka dengan membaca basmalah yang
dipimpin oleh Guru Devi Riana Praja dan dilanjutkan dengan ice breaking
untuk membuat suasana lebih semangat dan meriah sehingga peserta sudah
siap untuk menerima materi nantinya.
Penyampaian Materi (120 Menit). seperti biasa diawal pemateri
memperkenalkan diri dengan kreatif. Kemudian Peserta di stimulus dengan
dengan sebuah pertanyaan untuk mengulas kembali materi di pekan
sebelumnya. Lalu pada kegiatan inti. Pemateri memperlihatkan beberapa
gambar display kemudian menyuruh peserta untuk membedakan yang mana
gambar display emosi dan mana yang display prestasi. Setelah pendapat
mereka dikemukan maka pemateri menyimpulkan perbedaan diantara
keduannya. Pemateri menjelaskan fungsi display emoji dan prestasi. Lalu
peserta dibagi menjadi 4 kelompok dan diperintahkan membuat display
media emosi dan prestasi selama 30 menit lalu mempresentasikannya.
Setelah itu Pamateri mengevaluasi pemahaman peserta melalui game
Kahoot. Game ini berfungsi untuk mengevaluasi tingkat pemahaman kita
terhadap materi yang telah disampaiakan cukup dengan menggunakan
handphone dalam menjawab. Bentuk soalnya pun berbentuk pilihan ganda.
Kelompok yang menjawab dengan benar dan juga cepat itulah yang akan
menjadi pemenangnya. Dan akan mendapatkan reward dari pemateri.
Penutup. Pemateri dan peserta bersama-sama menyimpulkan materi
dan disusul dengan doa bersama lalu ditutup dengan mengucapkan
hamdalah. Wassalam
Purnanda mengemukakan bahwa (2013:1-8) pelaksanaan fungsi
KKG berjalan dengan baik dengan menyediakan manfaat yang dapat
meningkatkan kemampuan guru. Manfaat tersebut antara lain sebagai
wahana pengembangan profesional tenaga pendidik, wahana penyelesaian
atas berbagai masalah, wahana sumber belajar dan kerjasama para anggota,
dan wahana menemukan dan menjabarkan gagasan baru. Maka berdasarkan
kegiatan-kegiatan diatas peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan tersebut
telah mencerminkan bentuk pengembangan keprofesionalan guru yang baik.
Guru mengetahui bagaimana caranya menyusun naskah soal yang ideal,
kemudian adanya keselarasan dengan pembuatan instrumen penilaian siswa
terhadap soal yang telah dibuat, bahkan mampu membuat display yang
menarik perhatian siswa agar termotivasi ketika proses pembelajaran
berlangsung. Namun ternyata bukan hanya terkhusus pada peningkatan cara
mengajarnya saja tetapi kualitas dirinya sebagai guru pun di tingkatkan.
Seperti adanya keterampilan menjadi seorang peneliti yang diterjemahkan
dalam melakukan PTK bahkan pemahaman guru dari segi agama juga
diperhatikan khususnya baca tulis al-qur’an yang dibingkai dalam Tarsana.
80
E. Evaluasi Terhadap Product
1. Dampak Program
Menurut yahaya (2011: 10) “ product evaluation focus to the result of
the program after it finish”. Sehingga pada tahap evaluasi ini kita dapat
melihat secara keseluruhan terhadap program meliputi pengukuran
pencapaian program, dampak bagi peningkatan kompetensi dan
mengidentifikasi pengaruh utama dan hambatan program. Untuk melihat
capaian program, sebelumnya peneliti telah melakukannya sebuah metode
untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen dalam hal ini peserta program
pelatihan yaitu dengan menggunakan Costomer Satisfaction Index (CSI).
Menurut Žūkaitė-Jefimovienė (2012: 5) bahwa “Customer satisfaction is the
key factor determining how successful an organisation will be in customer
relationships; therefore, it is very important to measure it”. Kata Husna (2014:107) CSI merupakan indeks untuk menentukan tingkat
kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang
mempertimbangkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut yang diukur.
Kepuasan peserta dalam pelayanan jasa dapat diukur dalam metode Sevquel.
Metode ServQual merupakan metode analisis untuk mengukur kepuasan
konsumen yang sederhana dari kesenjangan antara harapan dan kenyataan
peserta tentang pelayanan yang akan diterima. Harapan peserta mempunyai
dua pengertian. Pertama, apa yang peserta yakini akan terjadi pada saat
layanan disampaikan. Kedua, apa yang diinginkan peserta untuk terjadi
(harapan). Kenyataan adalah apa yang dilihat atau dialami setelah memasuki
lingkungan yang diharapkan memberi sesuatu padanya. Secara tradisional
pengertian kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan merupakan perbedaan
antara harapan dan kinerja yang dirasakan (Awwaluddin, 2000:4).
Hasil pengukuran ini menunjukkan bahwa sebagian besar peserta atau
guru-guru merasa sangat puas dengan program KKG gugus VI Dukuh ini.
Berikut hasil perolehan tingkat kepuasan peserta dalam CSI:
Tabel 4.13 perolehan tingkat kepuasan peserta KKG Gugus VI Dukuh
Kode Kriteria Harapan Kenyataan Nilai
Servquel
Nilai
Aktual
Servquel
%
Tingkat
Kepuasan
A Fasilitas 4,47 3,61 -0,86 81 Puas
B Pengurus 4,53 4,23 -0,30 93 Sangat Puas
C Pemandu 4,46 4,09 -0,37 92 Sangat Puas
D Materi 4,46 4,13 -0,33 93 Sangat Puas
E Efek 4,59 3,97 -0,61 87 Sangat Puas
81
Kesimpulan 89 Sangat puas
Tabel 4.14 Interval tingkat kepuasan peserta KKG Gugus VI Dukuh
Nilai IKP
(Nilai Aktual SERVQUAL) Tingkat Kepuasan
20 < IKP < 36 Sangat tidak puas
36 < IKP < 52 Tidak puas
52 < IKP < 68 Cukup puas
68 < IKP < 84 Puas
84 < IKP < 100 Sangat puas
Tingkat kepuasan yang tinggi merupakan representatif dari
implementasi program yang melebihi harapan yang ada. Tingkat kepuasan
itu dilihat dari fasilitas yang memadai, kegigihan para pengurus,
keprofesionalan para pemandu, konten materi yang menarik dan sesuai
kebutuhan, bahkan dampak yang mereka rasakan pasca program tersebut.
Dari data di atas kepuasan peserta terhadap fasilitas mencapai 81% atau
masuk pada kategori puas. Kemudian kepuasan peserta terhadap pengurus
mencapai 93% atau masuk pada kategori sangat puas. Kepuasan peserta
terhadap fasilitas mencapai 92% atau masuk pada kategori sangat puas.
Kepuasan peserta terhadap pemandu mencapai 93% atau masuk pada
kategori sangat puas. Kepuasan peserta terhadap materi mencapai 93% atau
masuk pada kategori sangat puas. Lalu kepuasan peserta terhadap efek
program mencapai 87% atau masuk pada kategori puas. Sesuai dengan data
diatas maka rata-rata tingkat kepuasan peserta terhadap program ini
mencapai 89%. Itu artinya respon peserta terhadap program ini sangat
memuaskan maka peneliti menganggap program ini pantas untuk
dilanjutkan dan menjadi model program kepada KKG gugus lainnya
khususnya yang ada di kecamatan cibungbulang.
Tabel 4.15 Rekapitulasi Penilaian in Service-Learning KKG Bermutu Tahun
2017:
(Laporan Penilaian KKG bermutu 2017)
Perubahan Penilaian Hasil Belajar (Kompetensi 1) 84
Penyusunan Instrumen Hasil Belajar (Kompetensi 2) 83
82
Pembinaan Karir Guru Melalui Karya Tulis Ilmiah
(Kompetensi 3)
83
Membaca Cepat Al-Qur’an melalui Metode Tarsana
(Kompetensi 4)
86
Rata-rata Kompetensi 84
Post Test 82
Nilai In Service (Rata-rata Kompetensi=60%+Post
Test=40%)
83,03
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa indikator perubahan
penilaian hasil belajar mendapatkan rata-rata nilai 84, penyusunan
instrumen hasil belajar menadaptkan rata-rata nilai 83, pembinaan karir
guru melalui KTI 83, dan membaca cepat al-qur’an melalui metode Tarsana
86. Kemudian rata-rata dari keempat kompetensi tersebut adalah sebesar 84
sedangkan rata-rata post testnya adalah 82. Maka nilai in service learning
(rata-rata kompetensi=60% + Post test= 40%) yang diperoleh adalah
83,03% yang berarti masuk pada kategori memuaskan.
2. Hambatan Program
a. Dana yang terbatas
Hal ini sangat dikeluhkan oleh para pengurus KKG. Karena
anggaran yang diberikan dari pemerintah hanya sebatas untuk kegiatan
bermutu saja. Padahal kegiatan KKG bukan hanya menjalankan kegiatan
bermutu saja. Ada kegiatan workshop display, workshop media
pembelajaran, pelatihan guru olahraga, perhitungan angka kredit, dll.
Semua itu tidak mungkin dilakukan tanpa adanya biaya. Devi (27 Oktober
2017) mengungkapkan bahwa:
”Dana KKG dulu ditanggung oleh bank dunia untuk membiayai
narasumber, ATK, bahkan untuk memenuhi konsumsi peserta. Tapi
sekarang KKG lah yang harus menanggung sepenuhnya walaupun ada
pemberian 3-4 rim kertas dari DISDIK yang itupun tidak cukup digunakan
selama kegiatan”.
Kebenaran informasi pun ditegaskan oleh ketua Gugus Mamat yang
mengatakan (27 Oktober 2017):
“Sumber pendanaan dari pelaksanaan KKG sepeserpun tidak ada dari
dinas pendidikan tetapi dari iuran guru-guru semua yang dihitung Rp
5000/org tiap pekannya”.
83
Dari kedua pernyataan tersebut sudah jelas kegiatan KKG ini tidak
ada dukungan dari pemerintah khususnya dinas pendidikan. Padahal
merekalah yang seharusnya memfasilitasi kegiatan para peserta secara full
dalam mengembangkan kompetensinya. Disini menunjukkan betapa
sulitnya menjalankan kegiatan tanpa adanya dana. Apalagi konsumsi
peserta yang sangat menguras dana ketika dalam proses kegiatan dan itu
memang wajib dianggarkan. Tapi sebagai ketua KKG harus mempunyai
strategi dalam memecahkan masalah tersebut. Dan akhirnya solusi itu lahir
dari peserta sendiri. Berangkat dari masalah tersebut, peserta KKG pun
berinisiasi tanpa adanya tendensi dari ketua KKG untuk berkontribusi juga
dalam kegiatan ini yaitu setiap peserta wajib mengumpulkan uang kas Rp
5000/pertemuannya demi kelancaran kegiatan. Uang itu pun digunakan
untuk memenuhi konsumsi peserta yang konsumsinya itu bukan dari
pesanan catering tapi dibuat sendiri oleh pengurus demi meminimalisir
pengeluaraan. Bukan hanya itu uang itu juga digunakan untuk memenuhi
peralatan-peralatan lainnya yang dibutuhkan pada saat kegiatan serta biaya
transportasi ala kadarnya untuk para pemateri.
Kesungguhan dan ketulusan dari para pengurus untuk tetap
meneruskan kegiatan tersebut sangat didukung penuh oleh para pengurus
gugus. Bahkan pengurus gugus yang berprofesi sebagai KKG saling
membantu dengan menyumbangkan uang pribadi mereka demi kesuksesan
kegiatan ini. Dari hasil wawancara dengan kepala sekolah ibu Oom
mengatakan bahwa semua kegiatan ini juga berkat uluran tangan dari
solidaritas kepala sekolah yang saling menutupi kekurangan khususnya
dana. Namun walaupun begitu kewajiban pemerintah dalam memfasilitasi
kegiatan tetap harus ditindaklanjuti. Karena ini sangat merugikan para
pengurus KKG yang telah berkorban demi suksesnya kegiatan.
b. Ruangan tidak kondusif
Walaupun ruangan telah tersedia namun ternyata itu belum
menjadi kepuasan tersendiri dari peserta. Apalagi ruangan yang digunakan
adalah ruangan KBM (kegiatan belajar mengajar) yang setiap harinya
digunakan. Ruangan kelas tidak cocok karena dianggap ruangan kecil.
Artinya peserta sangat tidak leluasa bergerak. Dengan menampung 63
peserta dalam ruangan kecil sangat tidak efektif. Walaupun ruangan kelas
yang digunakan terbagi menjadi dua. Tapi sekat atau pembatas di tengah
sangat menganggu ketika dalam proses kegiatan ada tindakan simulasi
yang semuanya harus dalam kondisi bergerak. Oom mengutarakan
keluhannya (11 November 2017):
“Kebutuhan KKG ini yang belum terpenuhi adalah dari ruangannya yang
belum ideal karena masih memakai ruangan kelas yang masih di sekat”.
Belum ditambah lagi kondisi sekolah yang SDN Dukuh 01 sangat
gersang karena kurangnya pohon-pohon yang berada di lingkungan
sekolah sehingga kondisi ruangan sangat panas. Dengan jumlah peserta
84
yang banyak, ruangan sempit, suhu ruangan yang panas, maka lahirlah
kegelisahan-kegelisahan dari peserta untuk meminta izin keluar ruangan
dengan berdalih ke kamar kecil. Hal ini akan membuat mereka kurang
fokus dengan materi yang disampaikan dan berakibat kejenuhan. Oleh
karena itu kegiatan KKG tidak hanya berpusat pada sekolah inti saja tapi
juga dilaksanakan ke sekolah lain yang kondisi geografisnya sangat
berbeda untuk mensiasati masalah tersebut. Maka peneliti menyimpulkan
bahwa perlu fasilitasi lagi dengan kipas angin atau kalau memungkinkan
dengan AC dan bentuk tempat duduk perlu di bentuk dengan model yang
luas agar tidak terlihat sesak dan sempit.
c. Kehadiran peserta tidak pernah 100%
Hebatnya sebuah kegiatan itu sangat diperhitungkan dari jumlah
peserta yang hadir. Apalagi antusias kehadiran peserta itu karena
kesadaran mereka sendiri. Namun kendala tidak lengkapnya peserta disini
semuanya bukan karena faktor kemalasan , kesibukan, atau unsur
kesengajaan lainnya namun ada juga karena delegasi. Devi mengatakan
(27 Oktober 2017) mengungkapkan dari kegiatan bermutu ada beberapa
peserta yang tidak hadir karena berbagai alasan, berikut ungkapannya:
“Dari 64 peserta hanya 4 peserta saja yang tidak mendapatkan sertifikat
karena faktor kemalasan yang kesepakatannya minimal 5x pertemuan
hadir dari 7x pertemuan. Walaupun sebenarnya ada 2 orang peserta lagi
yang tidak memenuhi 5x pertemuan tapi karena alasan yang logis yaitu
karena ketidakhadirannya itu gunakan untuk mewakili KKG dalam
pelatihan PKB”.
Padahal informasi kegiatan itu sudah disampaikan seminggu
sebelumnya bahkan ketika kegiatan akan dimulai keesokannya, malam
harinya di ingatkan kembali. Jadi strategi ini digunakan untuk mengatasi
alasan peserta yang suka berdalih lupa atau tidak tahu. Pada akhirnya
peserta yang malas ini pun akan menyesal karena mereka tidak akan
mendapatkan sertifikat yang menunjang mereka untuk naik golongan.
Pemberian sertifikat ini pun memiliki beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi berdasarkan kesepakatan antar pengurus dan peserta di awal
kegiatan yaitu minimal 5x pertemuan dari 7x pertemuan. Oom
menambahkan bahwa (11 November 2017):
“Kehadiran peserta juga dipantau oleh kepala sekolah dengan
melihat absen kehadiran sebelum kegiatan dan sesudah kegiatan
dan ada reward juga seperti penghargaan bagi peserta yang disiplin
dan aktif nantinya”.
Jadi kita bisa simpulkan bahwa KKG ini telah berusaha dan
memiliki strategi yang baik dalam meningkatkan persentase kehadiran
peserta walaupun sampai saat ini belum pernah lengkap seutuhnya.
85
3. Hasil Evaluasi CIPP
Dari semua pemaparan deskriptif yang telah dikemukakan, maka
peneliti telah merangkum hasil kinerja program KKG melalui CIPP, berikut
hasilnya:
Tabel 4.16 Rangkuman Hasil Kinerja Program Gugus VI Dukuh
No Aspek Standar Kinerja Kesimpulan
1.
C
O
N
T
E
X
T
Menyusun visi, misi,
tujuan, dan kalender
kegiatan
Latar belakang dan
tujuan program disusun
dengan baik
Telah Sesuai
Diketahui oleh KKKS
dan disahkan oleh
Kadis Pendidikan
Keputusan perencanaan
belum baik karena
belum sampai ke pihak
dinas pendidikan
Tidak Sesuai
Pengurus membuat
proposal kegiatan
Manajemen program ini
sangat baik, sistematis
dan berbasis kebutuhan
Tidak Sesuai
Terdiri dari program
rutin dan program
Pengembangan
Perumusan program
sangat baik karena
mencakup semua
program rutin dan
pengembangan
Telah Sesuai
2.
I
N
P
U
Pengelola
keseluruhan program
tanggung jawab KKG
Pengambilan keputusan
sangat baik karena tetap
berdasarkan hasil
musyawarah yang
dipimpin oleh ketua
KKG
Telah Sesuai
Pelaksanaan
dilakukan oleh
pengurus
berdasarkan SK dari
ketua KKG
Keputusan yang dibuat
sangat baik karena
tertib administrasi
Telah Sesuai
Pelaksanaan program
berdasarkan kerangka
acuan kerja (KAK)
yang disusun
Program yang
dilaksanakan sudah
sangat baik karena
sesuai dengan KAK
Telah Sesuai
86
Diskusi permasalahan
dalam pembelajaran
Sharing yang
diterapkan sangat baik
karena memicu ide-ide
Telah Tercapai
T
pengurus.
Terdiri dari pengurus,
anggota, SK
pengesahan dari
Dinas pendidikan dan
mempunyai AD/ART
Struktur kepengurusan
sangat baik karena
sudah lengkap dan
sesuai dengan AD/ART
Telah Sesuai
Anggota KKG terdiri
dari guru kelas,
agama, dan penjaskes
yang berasal dari 8-10
sekolah
Terdiri sebagai guru
kelas masing-masing 3
orang sebagai guru
penjasorkes dan bahasa
inggris, serta 5 orang
guru agama dan 6
sebagai guru PKN.
Maka jumlah semua
guru-guru sebanyak
sekitar 62 orang dari 6
sekolah yang ada di
gugus VI Dukuh
Telah
Tercapai
Tersedia
ruang/gedung,
komputer, media
pembelajaran,
proyektor/LCD, dan
Telepon.
Fasilitas masih
tergolong cukup baik
Telah
Tercapai
Pemandu memilki
kualifikasi akademik
minimal S1
Semua Pemandu telah
memenuhi standar
kualifikasi akademik
Telah Sesuai
Pemandu memiliki
pengalaman mengajar
minimal 10 tahun
Pengalaman mengajar
pemandu sangat baik
karena telah lama
mengabdikan dirinya
dalam pendidikan
Telah
Tercapai
Pembiayaan KKG
mencakup sumber
dana, penggunaan,
dan
pertanggungjawaban
Tahapan pembiayaan
sudah sangat baik
karena sesuai dengan
alur pembiayaan
Telah Sesuai
87
3.
P
R
O
C
E
S
S
inovatif dan sebagai
ajang silaturrahim
Penyusunan silabus,
prota, promes, dan
RPP
Pelaksanaan Kegiatan
HGK dalam
mendiskusikan silabus,
prota, promes, bahkan
RPP berjalan sangat
baik
Telah Tercapai
Analisis Kurikulum
Kegiatan dilakukan
dengan baik karena
sesuai KTSP yang
diterapkan di sekolah
Tidak Sesuai
Penyusunan
Instrumen Evaluasi
Pembelajaran
Kegiatan dilakukan
dengan sangat baik
karena sifatnya rutin
Telah Tercapai
Pembahasan materi
dan pemantapan
menghadapai UAN
Strategi pembahasan
sangat baik
Telah Tercapai
Seminar, Workshop,
Koloqium, dan
Diskusi panel
Kegiatan berjalan
sangat baik karena
membahas tuntas
tentang teori display
kemudian langsung di
praktekkan
Telah Tercapai
Penelitian atau
Penulisan Karya Tulis
Ilmiah (PTK)
Strategi memasukkan 2
materi sekaligus
berjalan sangat baik
Telah Tercapai
Pelatihan berjenjang
(Diklat)
Diikuti oleh guru-guru
tertentu saja atau yang
sesuai dengan kriteria
Telah Tercapai
Penerbitan Jurnal
KKG
Belum melakukan
penerbitan jurnal karena
belum ada yang
mengoordinir
Peer Coaching
(Pelatihan sesama
guru
menggunakan
media ICT)
Belum
diimplementasikan
karena jadwal yang
padat
Lesson Study (Kerja
sama antar guru
untuk
Telah
diimplementasikan
dalam diskusi
Telah tercapai
88
memecahkan
masalah dalam
pembelajaran)
pembelajaran dlam
HGK (Himpunan Guru
Kelas)
Kompetisi kinerja
guru
Setelah peserta
menerima materi
tentang display maka
diadakan lomba
pembuatan display
kelas demi menunjang
kreativitas guru-guru
secara kompeten
Telah Tercapai
Penyusunan Website Dibuat Fanspage untuk
melaporkan kegiatan
KKG di media sosiaal,
di blog juga bisa namun
sudah vakum karena
tidak ada yang
koordinir
Telah Tercapai
Professional Learning
Community
Drealisasikan dalam
GPO (Grup Pembelajar
Online) bahkan PKH
(Pengembangan
keprofesian
keberlanjutan)
Telah Tercapai
Global Gateway
(Kemitraan lintas
negara)
Belum sampai ke
jaringan internasional
Telah Tercapai
Alur Pelaksanaan
kegiatan
Tahapan yang
dilakukan sangat baik
karena terstruktur
Telah Tercapai
4.
P
R
O
D
U
C
T
Skor Tingkat
kepuasan Peserta
Peserta merasa sangat
puas terhadap program
yang sudah berjalan
Telah Tercapai
Skor tingkat
pencapaian nilai
peserta
Peserta memperoleh
nilai tinggi dari aspek
kognitif, efektif, dan
psikomotorik
Telah Tercapai
Berdasarkan hasil evaluasi di atas maka diperoleh kesimpulan antara
kesesuaian standar pengembangan KKG dengan kinerja program KKG
89
yang ada di Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang. Dari segi Context,
perencanaan KKG ini sebagian besar sesuai dngan standar pengembangan
KKG ekcuali dari segi keputusan perencanaan yang masih kurang baik
karena pengesahannya masih lingkup kecamatan belum sampai kepihak
dinas pendidikan. Devi (2 February 2018) mengemukakan alasannya
“Sepengetahuan saya kegiatan kegiatan kami hanya diketahui oleh gugus,
UPTD dan KKKS. Kewenangan kami tidak sampai kedinas pendidikan
karena disitulah peran gugus untuk menginformasikannya”. Dari segi input,
semua sumber daya manusia sarana dan prasana, dan pengelolaan dana
semuanya telah mencapai standar pengembangan KKG. Kesolidan dan
kepercayaan antar pengurus satu sama lain inilah yang menyebabkan
keharmonisan forum KKG, sangat tampak dan menularkan kesemua
peserta. Dari segi process, beberapa kegiatan yang diselenggarakan telah
tercapai sesuai standar pengembangan KKG namun masih ada yang belum
terlaksana seperti penerbutan jurnal dikarenakan belum ada yang
mengkoordinir untuk bisa diterbitkan, kemudian Peer Coaching yang belum
diimplementasikan karena jadwal yang padat dan global Gateway yang
belum melakukan ekpansi hingga kelitas internasional karena masih fokus
pada pengelolaan internal KKG saja. Dari segi Product, semua perolehan
skor dari tingkat kepuasan peserta dan skor penilaian peserta sangat
memuaskan. Rata-rata tingkat kepuasan peserta terhadap program ini
mencapai 89% dan rata-rata pencapaian nilai peserta mencapai 83%. Maka
program KKG pantas untuk dilanjutkan dan menjadi model dari gugus
lainnya.
90
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan
dan saran sebagai berikut.
A. Kesimpulan
Kelompok Kerja Guru Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor merupakan wadah para guru-guru dalam mengembangkan
profesinya dan kompetensinya. Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang
telah diuraikan sebelumnya, dapat ditarik keimpulan bahwa pelaksanaan
program KKG Gugus VI Dukuh secara umum sudah baik, namun masih perlu
diperbaiki dalam beberapa aspek agar dapat memberikan kebermanfaatan yang
luas. Hasil evaluasi yang didapatkan di rincikan sebagai berikut: Pertama,
aspek Context. Program KKG ini mempunyai tujuan yang komprehensif dan
telah sesuai dengan kebutuhan peserta. Hanya belum ada pengayoman langsung
dari pihak dinas pendidikan. Kedua, aspek Input. Sarana dan prasarana cukup
memadai, pemateri menguasai materi dengan baik, pengurus gugus dan
pengurus KKG saling mendukung satu sama lain. Ketiga, aspek Process.
Program pelatihan berjalan dengan semestinya sebagaimana prosedur yang
tetapkan di awal dan telah mencapai standar pengembangan KKG yang telah
ditetapkan. Keempat, aspek Product. Hasil pencapaian keberhasilan program
sangat memuaskan dilihat dari kepuasan peserta yang mencapai 89% dan hasil
penilaian peserta hingga 87%. Dari hasil tersebut maka program KKG ini
masuk dalam kategori memuaskan. Hasil evaluasi ini menjadi bagian yang
penting dalam mempertahankan program dan memperbaiki beberapa hal yang
masih kurang dalam pelaksananaanya. Sehingga harapannya program ini terus
dapat dilanjutkan untuk demi kemajuan kualitas guru-guru di Indonesia
khususnya dalam kegiatan belajar mengajar.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, beberapa rekomendasi dapat
dikemukakan sebagai berikut.
Bagi penyelenggara program, agar terus mempertahankan
kesolidaritasan antar pengurus KKG dengan lainnya bahkan dengan pengurus
gugus. Jangan sampai keharmonisan ini hanya terjadi pada periode ini saja.
Karena keharmonisan ini akan menular terhadap peserta juga jadi akan mudah
untuk memotivasi mereka berpartisipasi kegiatan-kegiatan yang
diselengggarakan. Selain itu, harus juga diperhatikan kondisi ruangan yang
digunakan paling tidak ruangan yang digunakan tidak pengap dan sesak.
Bagi Peserta, harapannya untuk konsisten hadir setiap kegiatan. Karena
wadah KKG ini adalah kebutuhan para guru dalam mengeksplorasi segala
91
kemampuan yang dimiliki demi peningkatan kompetensinnya dan juga sebagai
ajang silaturrahim antar guru-guru dari sekolah lain.
Bagi pemerintah dan masyarakat diharapkan agar dapat ambil andil
dalam memberikan dukungan postif terhadap keterlaksanaan program program
kedepannya baik secara materi maupun non materi.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abbas dan Suyanto. 2001. Wajah dan Dinamika Pendidikan Anak Bangsa. PT:
Adicita, Yogyakarta
Acar, Esin. “Professional Development of Elementary School Teachers Through
Their Work And Understanding the Curriculum (Turkey Sample)”. European
Scientific Journal, September 2014 edition vol.10, No.25, ISSN: 1857 – 7881
(Print) e - ISSN 1857- 7431.
Anonim. 2009. Rambu-rambu Pengembangan Kegiatan KKG dan MGMP. Jakarta:
Depdiknas, Direktorat Jenderal Penjaminan Mutu Pendidik dan Tenaga
Kependidikan.
Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT: Bumi Aksara,
Jakarta Timur.
Arifin, Muhammad & Barnawi. 2012. Kinerja Guru Profesional. PT: Ar-Ruzz
Media, Yogyakarta
Awalluddin, Asep Solih. 2011. Analisis Statistik Sederhana dalam Mengukur
Kepuasan Konsumen. Bandung: Diktat Matematika Sains UIN Bandung.
Brown, Judith. Training Needs Assessment: A Must for Developing an Effective
Training Program Public Personnel Management 31.4 (Winter 2002): 569-
574.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Bahan Belajar Mandiri Pengelolaan
Kualitas KKG/MGMP. Jakarta: Direktorat Jenderal Penjaminan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Standar Pengembangan KKG/MGMP.
Direktorat Profesi Pendidik. Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan.
Djauzak, Ahmad. 1995. Pedoman Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar ,
Depdikbud RI: Jakarta.
Daimun, Y. Fadliah, dan Mas, S.R. 2015. Hubungan Kegiatan Pendidikan dan
Pelatihan Kelompok Kerja Guru dengan Peningkatan Kompetensi Profesional
Guru di SD Se Kecamatan Kota Selatan Kota Gorontalo. Jurnal Hasil
Penelitian Skripsi Jurusan Manajemen Pendidikan. Gorontalo: Universitas
Negeri Gorontalo.
93
Donald, Mac. 2001. Introduction to program evaluation for comprhensive tobacco
control programs. Department of Health and Human Services Atlanta, GA
30341-3717.
Faridah Yusuf Tayibnaspis, DR. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi
Untuk Program pendidikan dan Penelitian. PT: Rineka Cipta, Jakarta.
Fatah, Nanang. 2009. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Gultom, Syahwal. (2013, 30 September). Kualitas Guru Indonesia Rendah.
Sekolahdasar.net, Diperoleh pada tanggal 15 Januari 2017 dari
http://www.sekolahdasar.net/2013/09/kualitas-guru-di-indonesia-masih-
rendah.html.
Hurriyati, Ratih. (2016, 4 Mei). Kualitas Guru Kita. Pikiran Rakyat, Diperoleh
pada tanggal 15 Januari 2017 dari http://www.pikiran-
rakyat.com/opini/2016/05/04/kualitas-guru-kita-368286.
Husna, Siti Ainu Syukri. 2014. Penerapan Customer Satisfaction Index (CSI) dan
analisis GAP kualitas pelayanan Trans Jogja. Jurnal Ilmiah Teknik Industri,
Vol. 13, No. 2, Des 2014. ISSN 1412-6869
Index. (2009, 14 Juli). Teachertraining. Diperoleh pada tanggal 18 Januari 2017
dari http://www.unesc.go.ug/index.php? option=com content &
task=view&i=83&Itemid=80/.
Ivancevich, John M. Konopaske, Robert. Matteson, Michael T. 2007. Perilaku dan
Manajemen Organisasi. PT: Erlangga, Jakarta.
Iskandar, Fuad. 2012. Evaluasi pelaksanaan program pendampingan
penyelenggaraan pendidikan kejuruan, studi kasus di universitas sebelas
maret. Direktorat pembinaan SMK:Universitas Indonesia.
Kaswan. 2013. Pelatihan dan Pengembangan untuk Meningkatkan Kinerja SDM.
PT: Alfabeta, Bandung.
Khatib, Munif. 2015. Kelasnya Manusia. PT: Kaifa Mizan Pustaka, Bandung.
Khoiriyah, Miftahul. (2017, 24 Juni) Bagaimanapun Kondisinya Pemimpin Harus
Dihormati. Okezone Celebrity. Diperoleh pada tanggal 24 November 2017 dari
https://celebrity.okezone.com/read/2017/06/24/33/1723828/tweet-ustadz-
bagaimanapun-kondisinya-pemimpin-harus-dihormati.
94
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, PT: Raja
Grafindo Persada, Jakarta, Cet. Ke-1.
Kusuma, Wijaya & Dedi. 2012. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. PT: Indeks,
Jakarta
Lim, Wasliman. 2007. Problematika Pendidikan Dasar, Modul Pembelajaran.
Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.
Mardapi, Djemari. 2008. Teknik penyusunan instrumen tes dan non tes. PT: Mitra
Cendekia, Yogyakarta.
Malayu, Hasibuan. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT: Bumi Aksara,
Jakarta: Cetakan ke-9.
Mccomish, D. dan Parsons, J. 2013. Transformational Learning and Teacher
Collaborative
Mundilarto. 2005. Optimalisasi Peran Hasil Penelitian Pendidikan dalam
Peningkatan Kualitas Calon Guru Fisika (Pidato pada Pengukuhan Guru
Besar UNY), Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetensi. PT: Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Mulyasana, Dedy. 2011. Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing. PT: Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Musfah, Jejen. 2011. Peningkatan Kompetensi Guru. PT: Prenamedia Group,
Jakarta.
Namsa, M. Yunus. 2006. Kiprah Baru Profesi Guru Indonsia Wawasan
Metodologi Pengajaran Agama Islam. PT: Pustaka Mapan, Jakarta: Cet. Ke-1.
Nasution, Harun. 1995. Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran. PT: Mizan,
Jakarta.
Nurdin, Syafruddin. 2005. Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman
Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. PT: Press Ciputat,
Ciputat.
Patton, Michael Quinn. 1997. Utilization-Focused Evaluation: The New Century
Text. 3rd ed. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
95
Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak
Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Pribadi, Benny. 2014. Desain dan Pengembangan Proses Pelatihan Berbasis
Kompetensi. PT: Pranada Media Grup, Jakarta.
Prihartini, Yogia. 2013. Dasar-Dasar Pengembangan Profesi Guru Menurut Teori
dan Praksis Pendidikan. Jurnal Al-Fikrah Jambi. Vol.14 hal. 110
Purnanda, Aan. 2013. Pelaksanaan Fungsi Kelompok Kerja Guru (KKG) di
Sekolah Dasar Negeri (Sdn) Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah
Datar. Jurnal Administrasi Pendidikan Bahana Manajemen Pendidikan, Vol. 1,
No. 1, hlm. 1-8.
Putro Widoyoko, Eko. 2015. Evaluasi program pembelajaran. PT: Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Rachmat, Asep. 2012. Revitalisasi Gugus Sekolah. PT: Sarana Panca Karya Nusa,
Bandung.
Resmini, Wayan. 2010. Pembinaan Kemampuan Profesional Guru Melalui
Kelompok Kerja Guru (KKG). GaneC Swara, Vol. 4, No. 1, hlm. 59-62.
Rossi, Peter Henry. 1982. Standards For Evaluation Practice. Jossey-Bass Inc.
Publishers. United States Of America.
Saroni, Muhammad. 2011. Personal Branding Guru. PT: Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta.
Soeyetno, Sumedi, dkk. 2009. Pengembangan Profesi Guru. PT: Prenada Media
Grup, Jakarta.
Somantri, M. dan Ridwan. 2011. Revitalisasi Kelompok Kerja Guru Guna
Meningkatkan Kompetensi dan Profesionalisme Guru SD/ MI di Kabupaten
Seluma. Jurnal Kependidikan Triadik, Vol. 4, No. 1, hlm. 19-28.
Squire, James R. 2010. “Teacher Learning Communities”. A Policy Research
Brief, National Council of Teacher of English: The Council Chronicle,
November 2010. Hal. 26.
Stufflebeam, Daniel L. & Shinkfield, A. J. 2007. Evaluation theory, models, &
applications. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Stufflebeam, Daniel L. 1971. The relevance of the cipp evaluation model for
Educational accountability. Ohio State Univ, Columbus. Evaluation Center.
96
Sudjana, Djuju. 2006. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah. PT: Remaja
Rosdakarya , Bandung.
Sukardi. 2011. Evaluasi pendidikan. PT: Bumi Aksara, Jakarta Timur.
Sungidah. 2011. Efektivitas Belajar Membaca Al-quran dengan Metode Tarsana
pada Siswa Kelas V SD Negeri II Padas Kecamatan Kedungjati Kabupaten
Grobogan. Skripsi Jurusan PAI STAIN, Salatiga.
Suparman, Atwi. 2014. Desain Instruksional Modern. PT: Erlangga, Jakarta.
Supriadi, Oding. 2009. Pengembangan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar.
Jurnal Tabularasa Pps Unimed, Vol.6 , No.1, hlm. 27-38
Suratno, Tatang. 2008. Konstruktivisme, Konsepsi Alternatif, dan Perubahan
Konseptual dalam Pendidikan IPA. Jurnal Pendidikan Dasar, Oktober Nomor
10.
Suryanto, Slamet. 2003. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Suyanto. 2012. Masa Depan Pendidikan Inklusif. Kemendiknas, Jakarta.
Syaodih, Sukmadinata Nana. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. PT: Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Tandirappang, Dessy. (2017, 24 Oktober) Penetapan Tujuan Organisasi.
Bacapdf.com. Diperoleh pada tanggal 23 Januari 2018 dari
https://bacapdf.com/download/penetapan-tujuanorganisasi59ef31f7d64
ab25563bb1e82_pdf
Usman, Moh.Uzer. 2005. Menjadi Guru Profesional. PT: Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Widana, Wayan. 2017. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thingking Skill
(HOTS). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yamin, Martinis. 2007. Profesionalisasi Guru dan Implementasi KTSP. PT: Gaung
Persada Press, Jakarta: Cet. Ke-2
Yahaya, Azizi. 2001. The Using og Model Context, Input, Process and Products
(CIPP) In Learning Programs Assessment. International Conference on
Callanges and Prospects in Teacher Education. Malaysia: UTM.
97
Zhang, Guili, et al. 2011. Using the Context, Input, Process, and Product
Evaluation Model (CIPP) as a Comprehensive Framework to Guide the
Planning, Implementation, and Assessment of Service-learning Programs.
Journal of Higher Education Outreach and Engagement. Vol. 15, No. 4.
Žūkaitė-Jefimovienė, N. 2012. Study On Costomer Satisfaction With Facilities
Management Services in Lithuania. Slovak Journal of Civil Engineering. Vol
20, No. 4
98
LAMPIRAN
99
LAMPIRAN 1 : Profil Gugus VI Dukuh
1 Nama Gugus Gugus VI Dukuh
2 Sekolah Inti SDN Dukuh 01
3 Nama Kepala SD Inti Mamat Turahmat, S.Pd
4 Sekolah Imbas 1. SDN Dukuh 02
5 2. SDN Dukuh 03
3. SDN Dukuh 04
4. SDN Dukuh 05
5. SDN Cijujung 04
6 Berdiri 1976
7 Alamat Sekretariat SDN Dukuh 01
8 Jalan Kp. Cimangir RT. 01/04
9 Kelurahan Dukuh
10 Kecamatan Cibungbulang
11 Kabupaten Bogor
12 Provinsi Jawa Barat
13 Kode Pos 16630
14 Nomor Telepon 0251 8642138
15 Jarak ke Kecamatan 5 Km
16 Jarak ke Kabupaten 25 Km
17. Jumlah Sekolah dan Siswa
Anggota
Gugus
Nama Sekolah Jumlah
Murid
Jumlah
Rombel
Alamat
SD Inti SDN Dukuh 01 314 11 Desa Dukuh
SD Imbas SDN Dukuh 02 202 6 Desa Galuga
SDN Dukuh 03 222 6 Desa Dukuh
SDN Dukuh 04 150 6 Desa Galuga
SDN Dukuh 05 266 9 Desa Dukuh
SDN Cijujung 04 270 8 Desa Cijujung
Jumlah 6 Sekolah 1.424 46 3 Desa
100
18. Tenaga Pendidik/Guru
Nama Sekolah
Jabatan Guru
Guru
Kelas
GMP
PAI
GMP
PJOK
GMP
PKN
GMP
B.Inggris
Guru
TIK
SDN Dukuh 01 11 1 1 1 - -
SDN Dukuh 02 6 - - 1 - -
SDN Dukuh 03 6 - 1 1 1 -
SDN Dukuh 04 6 1 1 1 1 -
SDN Dukuh 05 9 1 - 1 - -
SDN Cijujung 04 8 1 - 1 1 -
Jumlah 46 4 3 6 3 -
Total 62 Orang
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Rahma S.1 IV.a PNS PKn
2 Tatang Samaran S.1 IV.a PNS III
3 Ahmad Setiadi S.1 III.d PNS VI
4 Siti Ahana S.1 III.c PNS I
5 Rusmiati S.1 - GTT II
6 Leni Mulyasari S.1 - GTT IV
7 Eneng Bungawasih S.1 - GTT V
8 Nandang Kusoy S.1 - GTT PAI
9 Ruhul Qudus SLTA - GTT PJOK
10 Devi Wulansari SLTA - GTT B. Inggris
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Siti Yoyoh S.1 IV.a PNS PKn
2 Elah Nurlaelah S.1 IV.a PNS I
3 Anda S.1 III.b PNS VI
4 Selly Risyana S.1 II.a PNS III
5 Desi Widiastuti S.1 - GTT II
6 Kosasih S.1 - GTT IV
7 Nur endah lestari S.1 - GTT V
101
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Oom Laelasari S.1 IV.a PNS KS/ PKn
2 E. Rohmatullaila S.1 IV.a PNS PAI
3 Badriah Sintawati S.1 IV.a PNS I
4 Wati Ratnawati S.1 III.d PNS III
5 Eva Dahniar S.1 III.b PNS VI
6 Nyai Warsih SLTA II.a PNS IV
7 Retno Wida Asmara D.2 II.a PNS V
8 Muhamad Ihrom D.2 - GTT II
9 Matsnah Purnama S S.1 - GTT PJOK
10 Ade Yani Agustiyani S.1 - GTT B. Inggris
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Mamat Turahmat S.1 IV.a PNS KS/ PKn
2 N. Rohayatin S.1 IV.a PNS PAI
3 Entin Kartini S.1 III.d PNS VI
4 Neng Lilis S.1 III.a PNS V
5 Priyanti SPG II.c PNS I
6 Devi Riana Praja S.1 III.a PNS VI
7 Agus Dadang H S.1 - GTT V
8 Ita Juwita S.1 - GTT IV
9 Imas Masropah SLTA - GTT IV
10 Isomullah S.1 - GTT III
11 Ismi Maya Anggraeni S.1 - GTT II
12 Rena Lokina S.1 - GTT II
13 M. Acep Ridwan SLTA - GTT PJOK
102
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Apong Rokayah S.1 IV.a PNS PKN
2 Karsih Sumiarsih S.1 IV.a PNS III
3 Sumartini S.1 IV.a PNS III
4 Kosim S.1 IV.a PNS VI
5 Rukman S.1 IV.a PNS V
6 Jubaedah S.1 IV.a PNS I
7 Nurdin S.1 IV.a PNS PAI
8 Sahroni S.1 - GTT IV
9 Yunita Ekawati S.1 - GTT V
10 Nia Kurniawati S.1 - GTT I
11 Mila Oktaviani SLTA - GTT II
No Nama Guru Pendidikan Gol.Ruang Status Tugas
Mengajar
1 Suherman S.1 IV.a PNS PKn
2 Iwa S.1 IV.a PNS V
3 Mia Gusti Yanti S.1 III.a PNS IV
4 Najib Najmuddin S.1 III.b PNS VI
5 Imas Mastikah S.1 - GTT I
6 Siti Fatimah S.1 - GTT PAI
7 Andi Aulia Rahman S.1 - GTT III
8 Risa Febriyanti S.1 - GTT II
9 Zulfah Anisa SLTA - GTT III
10 Siti Damayanti Intan P. SLTA - GTT II
11 Naufal Nugraha SLTA - GTT B. Inggris
103
LAMPIRAN II : Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi
PEDOMAN WAWANCARA
Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru
Responden: Ketua Gugus
A. Tahap Perencanaan Program Kelompok Kerja Guru (Konteks)
1. Bagaimana latar belakang program KKG ini?
2. Siapa saja yang mengambil keputusan pada program ini?
3. Kapan program KKG ini dilaksanakan?
4. Dimana saja program kegiatan ini berlangsung?
5. Apa dasar hukum dari KKG tersebut?
B. Tahap Pengorganisasian Program Kelompok Kerja Guru (Input)
1. Siapa saja SDM yang terlibat dalam program kegiatan ini?
2. Sarana dan prasarana apa yang digunakan dalam menunjang
kegiatan tersebut?
3. Darimana saja sumber dana dari KKG ini?
C. Tahap Pelaksanaan Program Kelompok Kerja Guru (Process)
1. Bagaimana alur pelaksanaan dari program kegiatan KKG ini?
2. Apa peran bapak selama kegiatan ini berlangsung?
3. Bagaimana strategi pelaksanaan dari kegiatan KKG ini?
D. Tahap Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (Product)
1. Bagaimana bapak mengevaluasi SDM yang terlibat dalam kegiatan
ini?
2. Apa saja dampak yang timbul terhadap eksistensi KKG ini?
3. Apa harapan bapak terhadap program kegiatan ini?
4. Prestasi apa saja yang diraih berkat KKG baik dari guru, siswa, dan
sekolah?
Responden: Ketua KKG
A. Tahap Perencanaan Program Kelompok Kerja Guru (Konteks)
1. Apa saja yang dibutuhkan peserta dari kegiatan ini?
2. Apa saja kegiatan-kegiatan yang akan akan diterapkan sesuai
kebutuhan?
3. Apa saja tujuan yang ingin dicapai dari program kegiatan ini?
4. Bagaimana caranya bapak mengidentifikasi target peserta?
104
B. Tahap Pengorganisasian Program Kelompok Kerja Guru (Input)
1. Apa peran dari masing-masing SDM yang terlibat?
2. Bagaimana peran bapak dalam memfasilitasi kegiatan?
3. Bagaimana cara memanfaatkan sumber dana yang ada?
C. Tahap Pelaksanaan Program Kelompok Kerja Guru (Process)
1. Bagaimana Implementasi Kegiatan KKG ini?
2. Bagaimana teknis pelaksanaan kegiatan-kegiatannya?
D. Tahap Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (Product)
1. Bagaimana teknik evaluasi program dari kegiatan ini?
2. Apa saja yang di evaluasi pada program kegiatan ini?
3. Bagaimana tindak lanjut pasca program ini?
Responden: Peserta
A. Tahap Perencanaan Program Kelompok Kerja Guru (Konteks)
1. Apa yang bapak/ibu butuhkan dari kegiatan ini?
2. Kegiatan seperti apa yang Ibu/bapak harapkan dari program ini?
B. Tahap Pengorganisasian Program Kelompok Kerja Guru (Input)
1. Bagaimana sarana dan prasarana yang yang disediakan?
2. Bagaimana kinerja para pengurus dalam menyelenggarakan
kegiatan?
3. Bagaimana kegiatan bisa berjalan tanpa adanya dana?
4. Bagaimana kesan bapak terhadap pemandu dalam menyampaikan
materi?
C. Tahap Pelaksanaan Program Kelompok Kerja Guru (Process)
1. Apakah kegiatan yang dilaksanakan telah efektif dan memenuhi
kebutuhan bapak?alasannya!
2. Apakah metode yang diterapkan sudah menarik terhadap peserta?
3. Hambatan apa saja yang ditemui selama keterlaksanaan program?
4. Hal apa saja yang mendukung keterlaksanaan program tersebut?
D. Tahap Evaluasi Program Kelompok Kerja Guru (Product)
1. Apa saja keunggulan dan kelemahan dari program ini?
2. Bagaiamana saran bapak/ibu terhadap program ini?
3. Apa harapan bapak/ibu terhadap program ini ke depannya?
105
PEDOMAN OBSERVASI
1. Mengamati keadaan lingkungan sekolah secara geografis
2. Mengamati keadaan sarana dan prasarana di SDN Dukuh 01 dan SDN Dukuh
04:
a. Keadaaan ruang kelas, ruang TU, Sekretariat, halaman sekolah, tempat
ibadah atau mesjid.
b. Alat atau media yang digunakan dalam proses kegiatan
3. Mengamati pelaksanaan kegiatan Kelompok Kerja Guru:
a. Mengamati aktivitas para peserta dan pengurus KKG
b. Mengamati rangkaian kegiatan KKG
c. Mengamati evaluasi dari kegiatan KKG
PEDOMAN DOKUMENTASI
1. Profil Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor
2. Data peserta guru-guru KKG di Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
3. Struktur Organisasi KKG Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
4. Visi, misi, dan tujuan KKG Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor
5. Bukti Fisik dan Dokumentasi yang ada di sekolah selama kegiatan
6. Matriks Program kegiatan KKG Gugus VI Dukuh Kecamatan Cibungbulang
Kabupaten Bogor periode 2017-2018
7. Dokumentasi hasil belajar siswa
8. Dokumen prestasi karya guru
9. Dokumentasi foto hasil observasi
106
HASIL DATA WAWANCARA
A. Evaluasi Konteks
1. Kebutuhan
a. Program kkg sangat saya butuhkan, karena dapat memberikan
inovasi dalam pembelajaran. Saya berusaha mengkondisikan zaman
sekarang dengan kemauan siswa. Program kegiatan ini sangat
bermanfaat bagi saya. Apalagi ketika belajar tentang soal HOT.
Tidak membuat anak kaget dengan soal yang guru berikan tapi
diberikan stimulus di awal dahulu. Apalagi karir kita ditentukan
pada kegiatan disini. Karena adanya sertifikasi yang membuat guru-
guru semangat (Guru Enting sebagai Peserta KKG).
b. Kebutuhan sudah sangat sesuai dengan keinginan peserta apalagi
pengurus sudah memiliki banyak pengalaman dalam mengajar.
Seperti Guru-guru masih kurang dalam penerapan belajar seni sunda
yaitu menyanyikan pupus asmirandah agar siswa lebih terbiasa
karena itu merupakan budaya sunda yang harus dpelajari oleh siswa
(Guru Ita sebagai Peserta KKG).
2. Latar Belakang
a. Melanjutkan ketua gugus sebelumnya dikarenakan ketua gugus
sebelumnya pensiun yang disetujui oleh PGRI dan Dinas
pendidikan. Beliau menjabat dari ketua gugus I berpindah jabatan
menjadi ketua gugus VI dan sekarang sudah berjalan sekitar 2 tahun,
beliau juga sebagai kepala sekolah dari sekolah induk KKG (Guru
Mamat sebagai Ketua Gugus)
b. Prinsip yang dibangun dari KKG ini adalah prinsip demokrasi yaitu
dari kita, oleh kita, dan untuk kita. Ketua KKG sendiri ingin
membangun kesadaran peserta KKG bahwa wadah KKG ini penting
bagi mereka dalam mengembangkan kompetensinya dan
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi peserta didik.
Peserta yang akan mencari KKG bukan KKG yang mencari mereka
(Guru Devi sebagai Ketua KKG).
c. Saya bekerjasama dengan ketua KKG untuk mengembangkan
gugusnya salah satunya dengan mengaktifkan kembali KKGnya.
Dan sekarang sudah terlihat perkembangannya yang disebabkan
107
bukan karena ketua gugus atau ketua KKG tetapi karena Guru-
gurunya (Guru Mamat sebagai Ketua Gugus).
d. Musyawarah tentang Perencanaan program KKG diikuti oleh semua
pengurus KKG dan Guru-guru yang terlibat. Semua masukan dan
ide dari semua elemen diterima dengan baik (Guru Mamat sebagai
Ketua Gugus).
e. Awalnya Planning di konsepkan oleh ketua KKG kemudian
disosialisasikan ke semua pengurus KKG dalam hal ini beberapa
kepala sekolah dan dimusyawarahkan bersama (Guru Oom sebagai
Pengurus Gugus).
B. Evaluasi Input
1. Sarana dan prasarana
a. Banyak sekali kekurangan seperti keamanan kelas yang terdapat
atap yang pada bolong, suhu di ruangan panas sehingga ada juga
peserta yang gelisah dan keluar dari ruangan. Apalagi ruas-ruas
atapnya bukan terbuat dari kayu makanya udara ke ruangan sedikit
yang masuk. Pohon-pohon yang ada pun sedikit (Guru Enting
sebagai Peserta KKG).
b. Pengurus sudah memaksimalkan kegiatan agar kondusif. Ya
walaupun memang dari segi ruangan cukup panas dan ada beberapa
peserta yang keluar masuk ketika materi sedang berlangsung. Tapi
ini dikembalikan dari motivasi peserta mengikuti kegiatan ini. Ada
guru senior tapi semangatnya sangat berkoar tapi ada juga guru
senior yang beranggapan kegiatan ini hanya formalitas karena ini
sudah ada guru-guru muda yang terlibat. Ada 7 orang guru yang
terinfeksi penyakit seperti ini yang sekedar hanya mengisi absen
saja lalu pulang lagi tapi ini dikembalikan dari komunikasi kepala
sekolah ke semua guru-gurunya (Guru Ita sebagai Peserta KKG).
c. Kebutuhan KKG ini yang belum terpenuhi adalah dari ruangannya
yang belum ideal karena masih memakai ruangan kelas yang masih
di sekat (Guru Oom Sebagai Pengurus Gugus).
d. Ruangan masih sederhana karena yang dipakai adalah ruang belajar
peserta didik di masing-masing sekolah. Tapi untuk perlengkapan
yang menunjang materi seperti spidol, karton, dll itu sudah lengkap
karena sudah disiapkan langsung dari pihak pengurus KKG sendiri
(Guru Arief Sebagai Peserta KKG).
108
2. Pengurus
a. Usaha mereka menyelenggarakan program sudah bagus. Mereka
memberikan layanan yang maksimal. Seperti perlengkapan ATK
yang sudah disediakan jadi peserta tinggal hadir saja dan aktif.
Peserta pun dipantau langsung oleh kepala sekolah masing-masing
yang membuat mereka tidak bisa berdalih untuk tidak hadir
walaupun masih ada juga yang masih bandel. Karena itu sudah
pembawaan dirinya yang membuat dia seperti itu (Guru Enting
sebagai Peserta KKG).
b. Kinerja Pengurus sudah menjalankan kegiatan dengan baik.
Kepengurusan sekarang sangat konsisten dengan job yang
dimilikinya tanpa saling berharap antar pengurus yang lain. Apalagi
ketika perekrutan pengurus ini memang sudah sangat siap untuk
ditunjuk. Kedatangan pengurus selalu datang lebih awal daripada
peserta ketika kegiatan (Guru Ita sebagai Peserta KKG).
3. Pendanaan
a. Sumber dana kebanyakan dari peserta sendiri dengan seikhlasnya.
Bahkan saya menunggak 3 bulan tidak pernah menyumbang tapi
saya berkontribusi dengan tenaga. Salah satunya dengan memasak
konsumsi untuk peserta (Guru Enting sebagai Peserta KKG).
b. Sumber danannya dari sekolah biasanya diambil dari dana BOS.
Keiatan KKG ini sangat bergantung pada dana. Karena untuk
memenuhi kebutuhan peserta khususnya Konsumsi. Sedangkan
perlengkapan ATK dari iuran peserta tiap pertemuan (Guru Ita
sebagai Peserta KKG).
c. Dana KKG dulu ditanggung oleh bank dunia untuk membiayai
narasumber, ATK, bahkan untuk memenuhi konsumsi peserta. Tapi
sekarang KKGlah yang harus menanggung sepenuhnya walaupun
ada pemberian 3-4 rim kertas dari DISDIK yang itupun tidak cukup
digunakan selama kegiatan. Berangkat dari masalah tersebut, peserta
KKG pun berinisiasi tanpa adanya tendensi dari ketua KKG untuk
berkontribusi juga dalam kegiatan ini yaitu setiap peserta wajib
mengumpulkan uang kas Rp 5000/pertemuannya demi kelancaran
kegiatan. Uang itu pun digunakan hanya untuk memenuhi konsumsi
peserta dan peralatan-peralatan lainnya yang dibutuhkan pada saat
kegiatan (Guru Devi sebagai ketua KKG).
109
d. Sumber pendanaan dari pelaksanaan KKG sepeserpun tidak ada dari
dinas pendidikan tetapi dari iuran guru-guru semua yang dihitung
Rp 5000/org tiap pekannya (Guru Mamat Devi sebagai Ketua
Gugus).
4. Pemateri
a. Pematerinya sudah bagus karena sangat menghargai dan sifatnya
tidak menggurui apalgi materi display kelas (Guru Enting sebagai
Peserta KKG).
b. Pematerinya sudah bagus karena sangat menyajikan materi sangat
menarik, variatif, dan tidak monoton. Apalagi karena pematerinya
kebanyakan diambil dari aktivis SGI yang terkenal menjadi guru
model diantara guru-guru yang lain. Tapi kekurangannya bagaimana
cara berkomunikasi yang sangat terburu-buru dan ribet. Hal ini
terjadi mungkin karena nervous. Mereka mengisi pelatihan yang
seperti ini perdana walaupun bekalnya sudah matang. Makanya
tinggal dipadatkan saja jam terbangnya ke depannya (Guru Ita
sebagai Peserta KKG).
C. Evaluasi Proses
1. Penghambat
a. Pelaksanaan kegiatan terkadang ngaret. Apalagi ketika dari ketua
KKKS yang hadir menyaksikan kegiatan kkg ini langsung. Dia
menyampaikan sambutannya sangat lama dan tidak berhubungan
dengan kegiatan yang akan dilakukan. Akhirnya peserta tidak
antusias mendengarnya karena pemaparannya yang tidak nyambung
(Guru Ita sebagai Peserta KKG).
b. Faktor penghambat selama kegiatan salah satunya adalah persoalan
dana yang selalu dibayang-bayangi oleh pungli. Contohnya
pembuatan laporan kegiatan umum ke pihak Disdik , yaitu peserta
wajib membuat laporan dalam bentuk resume yang isinya materi apa
saja yang telah didapatkan dan apa saja yang sudah
diimplementasikan setelah mendapatkan materi tersebut. Tapi untuk
menghindari kelalaian dan menumbuhkan motivasi peserta untuk
tetap konsisten mengikuti kegiatan maka saat ini Ketua KKG dulu
yang membuat laporan semuannya dengan syarat mengumpulkan
dana sebesar Rp 50.000/ orang yang rinciannya salah satunya adalah
60% dari dana tersebut untuk memenuhi keotoritasan dari para
pungli baik pihak UPT bahkan Disdik. Dan nantinya di KKG
110
bermutu selanjutnya mereka sendiri yang termotivasi untuk
membuat laporannya secara mandiri dengan modal keloyalitasan
sebelumnya (Guru Devi sebagai Ketua KKG).
2. Pendukung
a. Kepala sekolah salah satu faktor pendukung efektifnya kegiatan ini.
Mereka memberikan contoh yang baik terhadap peserta salah
satunya dengan hadir memantau guru-gurunya ketika kegiatan
berlangsung. Jadi peserta merasa senang di pantau karena mereka
menganggap kepala sekolah peduli dengan pengembangan diri
mereka. Gugus disini pun sangat diminati oleh gugus lain. Guru-
guru dari gugus lain sangat iri karena antusias guru-guru disini
sangat memotivasi guru-guru lain. Bahkan mereka diberi
kesempatan untuk bisa menyaksikan kegiatan ini tapi belum
diberlakukan di periode ini tapi periode selanjutnya secara gratis.
Informasi yang menarik dari kegiatan ini mereka tahu dari media
sosial karena setiap pasca kegiatan selalu diposting tapi bukan utuk
riya atau ujub melainkan sharing demi memotivasi guru-guru lain
(Guru Ita sebagai Peserta KKG).
b. Faktor pendukung selama kegiatan adalah sosok kepala sekolah dari
masing-masing delegasi sekolah yang mensupport kegiatan tersebut
hingga merelakan dirinya juga menjadi peserta dari kegiatan ini.
Bukan hanya itu, kontribusinya secara materi pun tidak ketinggalan
demi kelancaran KKG ini. Keahlian pemandu juga dalam mengelola
kelas terlihat sangat menyenangkan dan efektif. Indikatornya peserta
sangat antusias, dan tidak ada yang mengantuk selama kegiatan,
apalgi sampai pulang (Guru Devi Sebagai Ketua KKG).
c. Faktor pendukung sehingga berjalannya KKG itu dari kerja sama
kepengurusan, yaitu antar para kepala sekolah, ketua gugus, dan
ketua KKG. Salah satunya saling membantu dalam hal pendanaan
demi kesuksesan kegiatan (Guru Oom Sebagai Pengurus Gugus).
3. Keunggulan dan kelemahan
a. Menambah wawasan bahkan pengalaman dari guru-guru.
Kelemahannya waktu kegiatan berbenturan dengan jam mengajar di
sekolah. Sehingga anak-anak harus dipulangkan dulu. Alasan tidak
dilaksanakan di sore hari pun karena dengan pertimbangan kondisi
peserta yang ada sebagai ibu rumah tangga mengurus anak-anak dan
rumahnya cukup jauh dari lokasi kegiatan (Guru Ita sebagai
Peserta KKG).
111
b. Dari 64 peserta hanya 4 peserta saja yang tidak mendapatkan
sertifikat karena faktor kemalasan yang kesepakatannya minimal 5x
pertemuan hadir dari 7x pertemuan. Walaupun sebenarnya ada 2
orang peserta lagi yang tidak memenuhi 5x pertemuan tapi karena
alasan yang logis yaitu karena ketidakhadirannya itu gunakan untuk
mewakili KKG dalam pelatihan PKB (Guru Devi sebagai Ketua
KKG).
c. Alhamdulillah ketua KKG membuktikan strategi jitunya yaitu
membuat ruangan menjadi satu, dan mengundang para kepala
sekolah juga untuk menjadi peserta yang notabenenya mereka juga
adalah seorang guru, serta kemampuan pemandu dalam
menghadirkan metode yang variatif ketika penyampaikan materi,
apalagi ditambah dengan kesepakatan yang telah disepakati sebagai
syarat pengambilan sertifikat. Hal inilah yang membuat para peserta
lebih memilih bertahan untuk berpartisipasi dalam kegiatan hingga
selesai (Guru Arief sebagai Peserta KKG).
d. Walaupun masih ada juga segelintir peserta tidak hadir (padahal
sudah di informasikan oleh kepsek) yang menganggap ini bukan
kebutuhannya, tapi ketika ada keperluan administrasi yang harus
dibubuhi tanda tangan ketua gugus dia baru menyesal. Ketua gugus
juga tidak serta merta menandatanganinya bukan karena ingin
mempermainkan tapi sebagai upaya sadar agar peserta ini bisa
komitmen lagi ikut KKG ini (Guru Mamat sebagai Ketua Gugus).
e. Kehadiran peserta dipantau oleh kepala sekolah dengan melihat
absen kehadiran sebelum kegiatan dan sesudah kegiatan dan ada
reward juga seperti penghargaan bagi peserta yang disiplin dan aktif
nantinya (Guru Oom Sebagai Pengurus Gugus).
f. Gugus VI ini satu-satunya gugus di kecamatan cibungbulang yang
menjadi penerima manfaat dari dompet dhuafa pendidikan seperti
pemberian buku-buku bacaan di perpustakaan, dsb (Guru Oom
Sebagai Pengurus Gugus).
g. Waktu pelaksanaan KKG sangat fleksibel. Untuk harinya tidak ada
penetapan hari yang konsisten tapi diselang seling. Seperti minggu
pertama di hari kamis di sekolah A, dan di hari sabtu di sekolah B,
dan di hari rabu di sekolah C. Ini dilakukan sebagai upaya untuk
memeratakan kondisi guru-guru ketika mengajar. Agar di masing-
masing kelas tidak ada jam mengajar yang terganggu secara teruss
menerus. Dan di hari ahad difokuskan untuk mengisi waktu bersama
112
keluarga. Sedangkan untuk jamnya, KKG selalu dimulai jam 9
sampai dengan jam 2. Tapi berdasarkan pertimbangan dari pemateri
yang meminta untuk tidak terlalu lama dan peserta juga masih ada
yang berstatus sebagai mahasiswa dan harus kuliah maka
pelaksanaan KKG dipercepat hanya sampai jam 12 saja. Kalaupun
waktunya masih molor maka guru-guru yang punya kepentingan
akan minta izin langsung kepada KKG (Guru Arief sebagai
peserta KKG).
D. Evaluasi Produk
1. Kesan
a. Peserta terlihat sangat antusias, karena ilmu yang didapatkan adalah
ilmu yang sifatnya baru bagi mereka sunda (Guru Lilis sebagai
Pengurus KKG)
b. Pemateri juga memiliki pengaruh yang sangat penting dalam
menunjang keefektifan pelatihan. Apalagi pematerinya di selang
seling dari gugus masing-masing (Guru Yoyoh sebagai Pengurus
Gugus).
c. Peserta sudah mandiri, dalam artian tanpa di paksa lagi ikut KKG
mereka sudah hadir dan Selain transfer ilmu, ini juga sebagai ajang
untuk mempererat silaturrahim (Guru Oom Sebagai Pengurus
Gugus).
d. Hasil observasi masing-masing kepala sekolah, ternyata guru-guru
sudah menerapkan ilmu dari pelatihan KKG di kelas masing-masing
seperti sebelum masuk memulai pelajaran selalu diawali dengan ice
breaking terlebih dahulu menyanyi, bermain, dsb (Guru Oom
Sebagai Pengurus Gugus).
e. Sebelum mengikuti KKG ini, setiap pembelajar di kelas masih
biasa-biasa saja dan masih berpatokan sama buku, apa yang ada
dalam buku itulah yang saya sampaikan dan belum pandai
menggunakan media pembelajaran. Tapi setelah aktif dalam
kegiatan ini sudah bisa merangsang pembelajaran kepada anak-anak
salah satunya dengan adanya display kelas. Karena adanya display
kelas semakin termotivasi dalam belajar. Ilmu seperti hanya saya
dapatkan di selama pelatihan KKG ini (Guru Arief sebagai Peserta
KKG).
113
2. Harapan
a. Harapannya guru-guru mendapatkan ilmu dan mampu
mengamalkannya ketika KBM, dan bisa memicu guru-guru muda
untuk menjadi pemimpin di sekolahnya (Guru Mamat sebagai
Ketua Gugus).
b. Mungkin persoalan ketepatan waktu. Awalnya dijadwalkan jam 9
tapi dilaksanakn jam 10. Jadi ke depannya on time jam 9. Walaupun
peserta masih sedikit tapi melihat waktu jadi harus tetap
dilaksanakan. kebiasaan sebelum kegiatan juga harus ada dan saya
rekomendasi kebiasaan menyanyi lagu pupuh sunda (Guru Ita
sebagai Peserta KKG).
c. Program ini harus dipertahankan dan berkelanjutan karena kegiatan
ini merupakan konsumsi para guru-guru demi meningkatkan
kinerjanya (Guru Oom Sebagai Pengurus Gugus).
114
Lampiran III: Data Keuangan
115
116
117
Lampiran IV : Dokumentasi
Gambar 1: Slogan KKG Gugus VI Dukuh
Gambar 2: Semua Peserta Menyanyikan lagu Indonesia Raya
118
Gambar 3: Diskusi Program Kerja KKG Gugus VI Dukuh 2017-2018
Gambar 4: Sambutan Drs. Ceceng Setiawan, MM sebagai Pembna
Administrasi
119
Gambar 5: Hasil Display Kelas Peraturan yang terbaik (Sesi 1)
Gambar 6: Peserta Terbaik di Workshop Display Kelas
120
Gambar 7: Display Kelas Prestasi Terbaik (Sesi 2)
Gambar 8: Suasana Kegiatan Display Kelas (Sesi 2) bersama
Pemateri
121
Gambar 8: Kehadiran Agus Sutisna, S.Pd, MM sebagai
Pembina Teknis
Gambar 10: Piagam Penghargaan diberikan Kepada Pemateri
122
Gambar 11: Sambutan oleh Ketua KKG
Gambar 12: Sambutan Peneliti dalam kegiatan KKG
123
PROFIL PENELITI
Peneliti di lahirkan pada tanggal 21 Desember
1992 tepatnya di Kota Makassar, Sulawesi
Selatan dengan nama lengkap Muh. Wahyuddin
S. Adam. Peneliti merupakan anak pertama dari
tujuh bersaudara, Putra dari pasangan Bapak Ir.
Syafruddin A. Adam dan Ibu Aslia Jalil M.Pd.
Pendidikan formal yang diselesaikan peneliti yaitu:
1. SD Inpres Hartako Indah pada tahun 1998-2004
2. Pesantren Tarbiyah Takalar pada tahun 2004-2005
3. Pondok Pesantren Gontor VII Kendari pada tahun 2005-2006
4. Mts Hubbul Wathan pada tahun 2006-2007
5. MAN 01 Makassar pada tahun 2007-2010
6. S1 Universitas Muhammadiyah Makassar, Program Studi Pendidikan
Agama Islam pada tahun 2010-2014
7. S2 Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta, Program Studi Manajemen
Pendidikan pada tahun 2018
Pekerjaan atau organisasi yang pernah digeluti yaitu:
1. Pernah aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Makassar
pada tahun 2012-2014
2. Pernah bekerja di Carrefour sebagai Trolly Boy pada tahun 2013
3. Pernah bekerja di Johny Andrean School sebagai Pelajar pada tahun
2014
4. Pernah bekerja sebagai Surveyor di Lembaga Riset Indonesia pada
tahun 2015
124
5. Pernah aktif di komunitas Sekolah Inspirasi Alam pada tahun 2015
6. Pernah aktif di MIX Martial Club of Makassar sebagai anggota pada
tahun 2015
7. Pernah menjadi pelajar di Pare, Kampung Inggris pada tahun 2016
8. Pernah menjadi Founder dari Lesson Plan Lovers Community 2017
9. Sekarang menjadi Aktivis Sekolah Guru Indonesia-Dompet Dhuafa
University sebagai guru, trainer pendidikan, pendamping sekolah dan
tim teaching.