109
SKRIPSI STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTA KELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MONCOBALANG KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar Oleh: IRMA C12112617 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2014 i

Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

SKRIPSI

STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS MONCOBALANG KECAMATANBAROMBONG KABUPATEN GOWA

Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada Program StudiIlmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

Oleh:

IRMA

C12112617

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR

2014

i

Page 2: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

SKRIPSI

STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS MONCOBALANG KECAMATANBAROMBONG KABUPATEN GOWA

Oleh:

IRMA

C12112617

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

HASANUDDIN MAKASSAR

2014

i

Page 3: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

iii

Page 4: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada
Page 5: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

v

Page 6: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

v

ABSTRAK

Irma. C12112617. STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMASMONCOBALANG KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA, dibimbing olehHapsah dan Andriani.

Latar Belakang : Kejadian Tuberkulosis memberikan pengalaman tersendiri terhadap anggotakeluarga yang salah satu anggota keluarganya merupakan penderita TB Paru, dampak dari adanyapenyakit itu adalah adanya kecemasan yang di rasakan oleh anggota keluarga serta persepsi yangmenyatakan bahwa TB paru bersifat menular. Tujuan penelitian : Memperoleh gambaran yangmendalam tentang pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja PuskesmasMoncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa.Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Infoman dipilih dengan teknik pusposive sampling, dengan wawancara mendalam mengenaipengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru. Sampel penelitian didapatkan lima orangyang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.Hasil : Dalam penelitian ini diperoleh empat tema yaitu kecemasan anggota keluarga merawat pasienTB Paru, perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru, persepsi anggota keluargatentang penyakit TB Paru, mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TBParu.Kesimpulan dan Saran : Disimpulkan bahwa anggota keluarga mengalami kecemasan, perubahanperan, pemahaman yang kurang, dan mekanisme koping maladaptif. Disarankan agar anggotakeluarga penderita TB Paru menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat, meningkatkan kopingindividu serta menjalani tugasnya sebagai PMO dengan baik. Dan kepada perawat komunitaskhususnya di Puskesmas Moncobalang agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap penderita TBParu dengan pengobatan dan perawatan secara holistik yaitu biopsikososial dan spiritual.

Kata kunci : Pengalaman keluarga, Tuberkulosis ParuSumber Literatur : 35 Kepustakaan (2000-2013)

Page 7: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih

atas berkat dan Kasih-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kualitatif tentang Pengalaman

Anggota Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa ” guna memenuhi

syarat dalam penyelesaian studi pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari segala kendala dan keterbatasan,

tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak maka dapat diatasi. Oleh

karena itu dengan penuh rasa hormat dan segala kerendahan hati penulis

menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. dr. Budu, Ph.D.,SpM (K)., M.MedED., selaku wakil dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

2. Dr. Hj. Werna Nontji, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar.

3. Hapsah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I, dan Andriani, S.Kep.,

Ns., M.Kes., selaku pembimbing II yang dengan segala ketulusan hati telah

meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam mengarahkan dan membimbing

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Kes., dan Nurhaya Nurdin., S. Kep., Ns,. MN.,

MPH., selaku tim penguji, terima kasih atas masukan-masukannya.

Page 8: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

viiiviiiviii

5. Sahabuddin selaku petugas Laboratorium Puskesmas Moncobalang yang

telah membantu peneliti selama melakukan penelitian.

6. Para Dosen dan Staf akademik yang telah meluangkan kesempatan kepada

penulis untuk membantu dari awal sampai penulis dapat menyelesaikan

Pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar.

7. Semua informan yang telah bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian ini.

8. Teman-teman Ners B 2012 yang telah memberikan banyak dukungan dan

saran selama kuliah. Terimakasih atas semuanya yang telah memberi warna

dalam setiap langkah dan tindakan yang penulis perbuat, tanpa kalian

penulis tidak akan bisa menikmati hidup sebagai mahasiswa seutuhnya dan

tanpa kalian segalanya tiada artinya.

Akhirnya sembah sujud dan terima kasih yang teristimewa kupersembahkan

kepada Ibunda tercinta Sanariah dan Ayahanda Muh. Saleh yang telah

melimpahkan segenap cinta, kasih sayang dan perhatian yang teramat dalam dan

tulus yang selalu mendoakan, membiayai, bersabar dan memberikan dorongan

dalam menempuh jenjang pendidikan. Kepada seseorang yang senantiasa

memberiku semangat dalam menyelesaikan studiku terima kasih banyak dan

handai taulan yang tidak dapat disebutkan namanya satu demi satu. Terima kasih

atas cinta, sayang, dukungan, semangat, dan bantuannya baik moril maupun

materil kepada penulis.

Akhir kata, semoga segala bantuan dan amal ibadah dari semua pihak yang

telah membantu penulis baik yang sempat disebutkan maupun tidak, mendapat

Page 9: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

ix

pahala yang setimpal dari Allah SWT serta senantiasa melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada kita semua. Amiin

Makassar, Desember 2013

Peneliti

Page 10: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv

ABSTRAK .................................................................................................... v

ABSTRACT .................................................................................................. vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. x

DAFTAR TABEL .................................................................................. ......... xii

DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xiii

DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6

A. Tinjauan Umum Tuberkulosis Paru ....................................... 6

B. Tinjauan Umum Keluarga ..................................................... 10

C. Tinjauan Umum Kecemasan ................................................. 19

D. Tinjauan Umum Faktor-faktor yang berhubungan dengan

Page 11: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

xi

Kecemasan Anggota Keluarga Merawat Pasien Tb Paru .. ..... 24

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 31

A. Desain penelitian ................................................................... 31

B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 31

C. Sampel Sumber Data Penelitian (Informan) .......................... 32

D. Alur Peneltian ........................................................................ 33

E. Instrumen Penelitian .............................................................. 34

F. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 34

G. Teknik analisa Data ............................................................... 35

H. Uji kredibilitas Data .............................................................. 38

I. Etika Penelitian ..................................................................... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 41

A. Hasil penelitian ...................................................................... 41

1. Karakteristik Informan ..................................................... 43

2. Analisis Tema................................................................... 46

B. Pembahasan ........................................................................... 55

C. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 70

A. Kesimpulan ........................................................................... 70

B. Saran ..................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 12: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 : Karakteristik Informan……………………………..….……… 44

Page 13: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

xiiixiiixiii

DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 : Alur penelitian............................................................. 33

Page 14: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

xivxiv

DAFTAR SKEMA

Skema 4.1.Analisa Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien

TB Paru ...…………………………………….. 48

Skema 4.2.Analisa Tema 2 : Perubahan peran anggota keluarga merawat

pasien TB Paru …………………….…………. 50

Skema 4.3.Analisa Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang

TB Paru ………………………..……………… 52

Skema 4.4.Analisa Tema 4 : Mekanisme koping anggota keluarga setelah

tahu anggota keluarga terkena TB

Paru ……………………………………………. 54

Page 15: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Permohonan menjadi Informan

Lampiran 2 : Lembar Persetujuan menjadi Informan

Lampiran 3 : Pedoman Wawancara

Lampiran 4 : Matriks Analisa Tema

Lampiran 5 : Surat izin penelitian dari Program stdi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin

Lampiran 6 : Surat izin penelitian dari Badan Koordinasi Penanaman ModalDaerah Pemerintah Provinsi sulawesi Selatan

Lampiran 7 : Surat izin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik danLinmas Pemerintah Kabupaten Gowa.

Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian

Lampiran 9 : Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari PemerintahKabupaten Gowa Dinas Kesehatan Puskesmas MoncobalangKecamatan Barombong Kabupaten Gowa

Page 16: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-

paru, disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk

batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai basil tahan asam

(BTA). Infeksi TBC berarti bahwa kuman TBC berada dalam tubuh meskipun

tidak aktif. Kuman ini masih hidup dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dalam

bentuk tidak aktif, dan dapat aktif kembali (dormant). Hal ini sering terjadi

apabila kekebalan tubuh dilemahkan, akibat usia lanjut, penyakit parah, peristiwa

yang menimbulkan stres, penyalahgunaan narkotik atau alkohol, infeksi Human

Immunodeficiency Virus atau penyakit-penyakit lain (Aditama, 2006).

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa angka kejadian

TB di seluruh dunia (global reports 2010) mencapai 9,4 juta (8,9 juta hingga 9,9

juta jiwa) (Sihombing, Sembiring, Amir, & Sinaga, 2012, pp. 138-139).

Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan

merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan

penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor 1 dari

golongan penyakit infeksi (Nugroho & Astuti, 2010).

Page 17: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

2

Kota Makassar yang berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa merupakan daerah

yang memiliki jumlah penderita Tuberkulosis (TB) terbanyak di Sulawesi Selatan

yakni 1.532 orang dari sekitar 18.000 penderita yang tersebar di 23

kabupaten/kota di Sulsel. Ini sangat memprihatinkan apalagi Makassar menjadi

pintu gerbang di Kawasan Timur Indonesia (KTI) (KOMPAS, 2008).

Di Puskesmas Moncobalang tercatat pada tahun 2012 ada 12 orang yang

menderita tuberkulosis dengan BTA (+) dan tahun 2013 yakni data bulan

Januari-juni 2013 ada 6 orang (Rekam Medis Laboratorium Puskesmas

Moncobalang). Dampak dari kejadian tuberkulosis itu adalah kecemasan bagi

anggota keluarga dimana kecemasan merupakan aspek yang selalu ada dan

menjadi bagian dari kehidupan. Kecemasan anggota keluarga terhadap adanya

penularan TB paru akan sangat berpengaruh jika salah satu anggota dari keluarga

ada yang menderita TB paru, karena mengingat TB paru merupakan penyakit

mematikan dan menular. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa banyak orang

yang mengalami kecemasan terkait dengan penularan tuberkulosis paru dengan

tingkat kecemasan sedang hingga berat (Priyatin, 2007).

Iskandar dalam Sugiyarti (2011) menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan keluarga dapat berasal dari faktor eksternal maupun

internal. Faktor internal berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,

tingkat sosial ekonomi dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor eksternal berupa

ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri. Olehnya

kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor eksternal karena disebabkan oleh

Page 18: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

3

keluarga, lingkungan social serta terdapat pula faktor potensial yang dapat

membuat individu merasa cemas.

Hasil penelitian (Wahyudi, Upoyo, & Kuswati, 2008) menjelaskan bahwa

keluarga menyatakan bahwa TB paru bersifat menular dan keluarga melakukan

tindakan pencegahan penularan sesuai dengan pengetahuan mereka. Disamping

hal tersebut ada juga keluarga yang menyatakan bahwa dengan pengobatan pada

penderita dapat menurunkan penularan.

Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit TB

paru ini membutuhkan perhatian khusus dan membutuhkan analisis lebih lanjut

mengenai penyebab dari kecemasan anggota keluarga terhadap penularan TB

paru. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian studi

kualitatif tentang pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB paru di

wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten

Gowa.

B. Rumusan Masalah

Peningkatan jumlah penderita penyakit tuberkulosis di dunia makin

berpengaruh terhadap kecemasan yang dialami angota keluarga. Berbagai studi

telah mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan kecemasan anggota

keluarga terhadap penularan TB paru yang disebabkan oleh keluarga dan

lingkungan sosial. Gejalanya dapat terlihat dari adanya rasa takut dari individu itu

Page 19: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

4

sendiri. Penelitian untuk meneliti gambaran pengalaman anggota keluarga

merawat pasien TB Paru sangatlah penting.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran

pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa.

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian tentang pengalaman anggota keluarga merawat

pasien TB Paru akan bermanfaat bagi:

1. Institusi Pendidikan

Sebagai informasi tambahan bagi peserta didik dalam materi pembelajaran

asuhan keperawatan jiwa mengenai studi kualitatif tentang pengalaman

anggota keluarga merawat pasien TB paru.

2. Instansi Pelayanan Kesehatan

Dapat dijadikan Standar Operasional Pelayanan (SOP) dalam memberikan

pelayanan pada klien penderita TB paru dan sebagai salah satu upaya untuk

mengetahui berbagai informasi dari masyarakat mengenai pengalaman

merawat pasien TB paru.

Page 20: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

5

3. Keluarga pasien

Diharapkan keluarga pasien dapat menjalankan perannya sebagai pemberi

dukungan terhadap pasien TB paru.

4. Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan

penulis mengenai pengetahuan perawat tentang gambaran pengalaman

anggota keluarga merawat pasien TB paru.

Page 21: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Tuberkulosis paru

1. Defenisi

Tuberkulosis paru adalah penyakit yang dapat ditularkan ke bagian

tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe, serta

merupakan penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru

(Smeltzer & Bare, 2002).

2. Etiologi

Bakteri Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis

merupakan penyebab dari Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang tipis,

lurus atau agak bengkok, berganular atau tidak mempunyai selubung, tetapi

mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat)

dan mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron. Bakteri ini dapat

bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, dengan sifatnya

yang istimewa sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA). Bakteri ini

tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara, namun dapat tahan selama 1-2

jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan).

(Widoyono, 2008).

Page 22: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

7

3. Manifestasi Klinis

Menurut Widoyono (2008), gejala utama pada tersangka tuberkulosis

yaitu: batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan

nyeri dada. Selain itu gejala lain yang dimiliki seperti berkeringat pada malam

hari, demam tidak tinggi/meriang, penurunan berat badan.

Adapun gejala klinis dari TB paru secara umum yang harus diketahui

secara praktis adalah : batuk terus menerus berdahak, dahak pernah bercampur

darah, dan nyeri dada, yang berlangsung selama 4 minggu atau lebih

(Misnadiarly, 2006).

4. Patofisiologi

Proses infeksi Mycobacterium tuberculosis bervariasi pada penjamu

yang berbeda. Adapun penularan Tuberculosis yaitu adanya pelepasan

organisme melalui bersin, batuk, tertawa atau pengeluaran ke udara. Saat

pasien TB batuk, inti droplet terdapat di udara dan diisap orang lain. Sebagai

droplet, mekanisme perlindungan di jalan napas dan mencapai alveoli

merupakan oranisme yang dapat diserang. Hal inilah yang dikatakan sebagai

infeksi primer. Organisme dilingkupi oleh makrofag nonspesifik dan

disebarkan dari paru melalui hematogen dan sistem limfa ke seluruh tubuh.

Organisme kemudian dikenali oleh sel T dan reaksi kekebalan spesifik mulai

berkembang, namun sering kekebalan ini tidak membunuhorganisme, tapi

membuat periode laten selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.

Page 23: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

8

Penjamu tetap terinfeksi karena selama keadaan laten, organisme hidup tapi

tidak berproduksi dan meskipun tidak sakit (Smeltzer & Bare, 2002, p. 585)

5. Penularan

Anak yang berusia di bawah 3 tahun memiliki resiko tertinggi

berkembangnya penyakit. Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan

kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor

genetik dan faktor penjamu lainnya. Resiko rendah pada masa kanak-kanak,

dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Organ

terdekat dari saluran pernapasan seperti pembuluh limfe, dari sinilah bakteri

masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan menyebar ke

bagian tubuh lain melalui pebuluh darah (Widoyono, 2008).

Widoyono (2008) mengatakan bahwa kontak terdekat seperti keluarga

serumah akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak biasa (tidak

serumah). 10-15% orang akan ditularkan satu BTA positif, sehingga

kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tuberkulosis adalah 17%. Seorang

penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya tinggi berpotensi

menularkan penyakit ini.

6. Kompikasi

Crofton (2002), menuliskan komplikasi dari tuberkulosis itu adalah

pleuritis dan empisema, pneumotoraks spontan, laryngitis tuberkulosis, dan

aspergilomata.

Page 24: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

9

7. Dampak Psikososial

Menurut Moos (1976) dikutip dalam Niven (2000), status kesehatan

individu dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dapat dinilai

menurut:

a. Awitan dan perkembangan penyakit selanjutnya

b. Perjalanan penyakit dan hasil dari program pengobatan

c. Tingkatan dimana pelayanan kesehatan digunakan dan tingkatan di mana

individu memenuhi aturan terapeutik

d. Kefektifan fungsional

e. Kepuasan dan kesejahteraan

Kesehatan sangat dipengaruhi secara langsung oleh kondisi yang ramai

atau padat (melaului kontak interpersonal), dan secara tidak langsung (melalui

efek pada emosional dan kemampuan mengatasi masalah). Persepsi dan

perilaku dipengaruhi oleh terdapatnya pengaturan fisik dari lingkungan itu

seperti adanya taman-taman, balkon dan ruang terbuka yang lebih banyak.

Tenaga kesehatan profesional yang bekerja di lingkungan komunitas

menyadari bahwa terdapat beberapa kondisi lingkungan yang dapat

mempengaruhi kesehatan dan perilakun seseorang, adapun evaluasi yang

dilakukan terhadap kondisi lingkungan tersebut adalah kebisingan, populasi,

temperatur dan desain arsitektur. Dari sudut pandang psikologis, penting

untuk mempertimbangkan bagaimana budaya dapat mempengaruhi hal-hal

seperti: komunikasi, persepsi terhadap nyeri, dan apakah orang-orang yang

Page 25: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

10

berasal dari budaya yang bebeda akan berbeda secara total dalam cara

berpikirnya (Niven, 2000).

Selain itu pula Niven (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial sangat

diperlukan dalam mengidentifikasi strategi koping yang dialami seseorang.

Berbagai perasaan dengan orang lain yang dalam posisi yang sama

memberikan sejumlah fungsi:

a. Dapat membuat seseorang menyadari bahwa masalah tertentu tidak terlalu

unik untuk individu yang lain.

b. Pertemuan dapat bertindak sebagai referensi, diamana dapat memberikan

informasi tentang apa saja yang menjadi reaksi normal pada situasi

tertentu.

c. Berbagai perasan bertindak untuk mencegah individu berpikir bahwa

segala sesuatu adalah kesalahan mereka dan menekankan sifat situasional

dari masalah.

B. Tinjauan Umum tentang Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut beberapa ahli seperti Bailon dan Maglaya (1978) dikutip

dalam Efendi dan Makhfudli (2013) mengatakan bahwa keluarga adalah dua

atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,

hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu

Page 26: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

11

rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-

masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

2. Peran dan fungsi keluarga

Nasrul Effendy (1998) dikutip dalam Efendi dan Makhfudli (2013)

menjelaskan peran formal dalam kelaurga terbagi tiga yaitu:

a. Peran sebagai ayah. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-

anaknya berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan

pemberi rasa aman. Juga sebagai kepala keluarga, angggota kelompok

sosial, serta anggota masyarakat dan lingkungan.

b. Peran sebagai ibu. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya berperan

untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-

anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok social, serta

sebagai anggota masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan

pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga.

c. Peran sebagai anak. Anak melaksanakan peran psikososial sesuai

dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, social dan

spiritual.

Adapun fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998) dalam

Efendi dan Makhfudli (2013) terdiri atas lima yaitu:

a. Fungsi afektif

Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan

basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan

Page 27: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

12

kebutuhan psikososial. Keberhasilan melakukan fungsi afektif tampak

pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap

anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan

memiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang.

Fungsi afektif merupakan sumber energy yang menentukan kebahagiaan

keluarga.

b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisai

Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan

kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisai.

Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui

interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan dalam

bersosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-norma,

budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.

c. Fungsi reproduksi

Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah

sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana

maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran yang

tidak diharapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahirlah

keluarga baru dengan satu orang tua.

Page 28: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

13

d. Fungsi ekonomi

Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat

mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan

dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah.

Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan.

e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan

Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar

tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga dalam

memberikan perawatan kesehatan memengaruhi status kesehatan

keluarga. Bagi tenaga kesehatan keluarga yang professional, fungsi

perawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian

keluarga. Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit juga

memengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah

kesehatan keluarga.

3. Dukungan sosial keluarga.

Friedmen (1998) dikutip dalam Eva (2009), jenis dukungan sosial

keluarga ada empat, yaitu :

a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan

praktis dan konkrit.

b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah

kolektor dan diseminator (penyebar informasi).

Page 29: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

14

c. Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah

umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan

sebagai sumber dan validator identitas keluarga.

d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagi sebuah tempat yang aman

dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan

terhadap emosi.

4. Peran Keluarga dalam Upaya Kesehatan

Upaya kesehatan adalah setiap tindakan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau

masyarakat (Notoadmodjo, 2007).

a. Macam upaya Kesehatan

1) Upaya Promosi.

Adalah peningkatan pengetahuan keluarga tentang

penanggulangan penyakit ditempat keluarga melalui pendidikan,

penyuluhan dan penyebarluasan informasi, perbaikan gizi keluarga,

sanitasi lingkungan (Notoadmodjo, 2007).

Sasaran utama promosi kesehatan adalah masyarakat, akan tetapi

akan lebih efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan, baik

yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta langsung dialamatkan

kepada masyarakat.

Adapun sasaran promosi kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) faktor

kelompok sasaran :

Page 30: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

15

a) Sasaran Primer (Primary target).

Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala

upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan

permasalahan kesehatan misalnya kepala keluarga untuk masalah

kesehatan umum.

b) Sasaran sekunder (Secondary Target).

Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat yang diberi

pendidikan kesehatan, pada kelompok ini diharapkan akan

memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat

disekitarnya.

c) Sasaran Tersier (Tertiary Target).

Para pembuat keputusan atau kebijakan baik ditingkat pusat,

maupun daerah adalah sasaran tersier promosi kesehatan.

Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan

kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap prilaku para

tokoh masyarakat (sasaran sekunder) dan juga kepada

masyarakat umum (sasaran primer).

2) Upaya prepentif

Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi

yang memperberat penyakit TB pada keluarga. Berdasarkan

dimensi tingkat pencegahan penyakit, menurut teori dari Leavel and

Page 31: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

16

Clark ada lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dikutip

dalam Efendi dan Makhfudli (2013) yaitu :

a) Promosi Kesehatan (Health Promotion).

Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalnya

dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi

lingkungan, kesehatan perorangan.

b) Perlindungan khusus (specifik protection).

Dalam program imunisasi sebagai bentuk perlindungan khusus,

ini sangat diperlukan karena imunisasai sebagai cara perlindungan

terhadap penyakit pada seseorang.

c) Diagnosis dini dan pengoabatan segera (early diagnosis and

prompt treatment).

Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran

masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit-

penyakit yang terjadi dimasyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan

kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau di periksa dan

obati penyakitnya.

d) Pembatasan cacat (disablity limitation).

Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan dan penyakit, sering mengakibatkan masyarakat tidak

melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak

layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang bersangkutan

Page 32: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

17

menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan

sesuatu.

e) Rehabilitas (Rehabilitation).

Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang

orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut

diperlukan latihan-latihan tertentu.

3) Upaya kuratif.

Hadju et al. (2010) menjelaskan upaya pengobatan penyakit

TB bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,

mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Obat TB

diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah

cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan

OAT standard yang direkomendasi oleh WHO dan IUATLD

(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).

Pelaksanan minum obat dan kemajuan hasil pengobatan harus

dipantau.

Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan

penderita untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini pengawas

minum obat (PMO) dalam hal ini keluarga akan sangat membantu

kesuksesan penaggulangan TB. Widyaningsih (2004) menjelaskan

bahwa PMO adalah seseorang yang mengawasi penderita TB paru

Page 33: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

18

selama pengobatan agar dapat dipastikkan bahwa penderita tersebut

menyelesaikan pengobatannya dengan lengkap dan teratur.

Tugas PMO terhadap penderita TB paru adalah :

a) Mengawasi penderita menelan obat setiap hari

b) Mengambilkan obat penderita seminggu sekali

c) Mengenal tanda-tanda tersangka TB paru

d) Mengingatkan penderita untuk memeriksa ulang dahak

PMO harus mengawasi penderita TB paru karena :

a) Jika tidak diawasi, tidak akan tahu apakah penderita menelan obat

anti tuberculosis (OAT) atau tidak.

b) Jika tidak menelan OAT satu kali, dengan segera diketahui,

dilacak apa penyebabnya kemudian diatasi agar pengobatannya

dapat dilanjutkan.

5. Peran Perawat Komunitas pada penyakit TB paru dan Keluarga

Perawat yang bertugas di puskesmas, dimana sebagai perawat kesehatan,

selain sebagai model peran (role model), minimal jg dapat berperan sebagai

pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan, penemu kasus,

pendidik atau penyuluh kesehatan, penghubung dan coordinator, serta

sebagai pelaksana konseling keperawatan. Perawat kesehatan masyarakat

diharapkan dapat mendukung individu, keluarga, kelompok dan masyarakat

dalam mencapai tujuan perubahan perilaku untuk hidup bersih dan sehat

(Efendi & Makhfudli, 2013).

Page 34: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

19

Selain itu Efendi dan Makhfudli (2013) mengemukakan bahwa sebagai

pendidik dan pelaksana konseling keperawatan perawat melaksanakan

fungsi sebagai :

a. Memberikan informasi, mendengarkan secara objektif, memberikan

dukungan, memberikan asuhan, dan menjaga kepercayaan yang

diberikan oleh klien.

b. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk pemulihan

kesehatan klien antara lain tentang pengobatan, hygiene, perawatan,

serta gejala dan tanda-tanda bahaya.

c. Menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk

topik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latihan, penyakit, dan pengelola

penyakit.

d. Membantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi masalah serta

faktor-faktor yang memengaruhi.

C. Tinjauan Umum tentang Kecemasan

1. Defenisi

Kecemasan yang diartikan dalam Bahasa Inggris dapat berarti “anxiety”

yang berasal dari Bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci”

yang berarti mencekik. Kecemasan yang diarasakan tiap individu berbeda-

beda diaman gejalanya merupakan akibat dari rangsangan sistem syaraf

Page 35: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

20

otonom maupum visceral. Hal inilah yang akan melibatkan komponen

kejiwaan maupun fisik (Pratiwi, 2010).

Kecemasan merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan

dan ditandai dengan perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan,

ketakutan, kekhawatiran serta ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat.

Kecemasan psikotik adalah saat terjadinya konflik antara dororngan naluriah

dan norma yang ada dalam masyarakat, dimana kecemasan timbul ketika

orang mengetahui bahwa naluri-nalurinya mendapati jalan keluar, dimana

dorongan naluriah tersebut pemuasannya tidak disetujui oleh masyarakat

(Mu’arifah, 2005).

2. Jenis-jenis Kecemasan

Buclew (1980) dikutip dalam Mu’arifah (2005) mengatakan bahwa

kecemasan dibagi dua tingkatan secara umum menurut para ahli: Tingkat

psikologis, adalah kecemasan yang ditandai dengan gejala kejiwaan, seperti

tegang, bingung khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan

sebagainya. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan yang mengarah pada gejala

fisik, terutama pada fungsi saraf, seperti tidak dapat tidur, jantung berdebar,

keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, dan perut mual.

3. Tingkat Kecemasan

Ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu (Stuart &

Sundeen, 2002) yaitu :

Page 36: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

21

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan

meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi

belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang

muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi

meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat

dan tingkah laku sesuai situasi.

b. Kecemasan sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting

dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian

yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi

yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut

jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara

cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk

belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian

selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,

mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.

c. Kecemasan berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal

lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

Page 37: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

22

memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada

tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur

(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,

tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan

keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak

berdaya, bingung, disorientasi.

d. Panik

Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena

mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu

melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang

terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,

pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap

perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan

delusi.

4. Respon Kecemasan

Stuart dan Laraia (2005) menjelaskan ada 2 macam respon yang dialami

seseorag ketika mengalami kecemasan :

a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.

1) Kardiovaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi

meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.

Page 38: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

23

2) Respirasi

Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3) Kulit

Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-

gatal.

4) Gastrointestinal

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,

nausea, diare.

5) Neuromuskuler

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,

tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan

1) Perilaku

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik

diri, menghindar.

2) Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang

berlebihan, khawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut

kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

Page 39: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

24

3) Afektif

Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat

gelisah.

Situasi krisis dapat terjadi akibat akumulus permasalahan dalam

keluarga yang salah satunya dalah keluarga dengan penyakit TB Paru. Situasi

ini dinilai keluarga tidak mampu mengatasi stressor yang timbul (Herry,

2011).

D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan Anggota Keluarga

terhadap Penularan Tb paru

1. Persepsi

Persepsi merupakan kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal

ini melalui proses mengamati, daya mengenal barang, mengetahui dan

mengartikan setelah pancaindranya mendapat rangsang. Maka persepsi itu

dapat terganggu oleh gangguan otak (karena adanya kerusakan otak,

keracunan, obat halusinogenik), oleh gangguan jiwa (emosi tertentu dapat

mengakibatkan ilusi); psikosis dapat menimbulkan halusinasi) atau oleh

pengaruh lingkungan sosiobudaya ( memengaruhi persepsi karena penilaian

yang berbeda karena dari lingkungan sosiobudaya yang berbeda pula)

(Maramis, 2009, p. 142).

Persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa atau penyakit tertentu dapat

berpengaruh terhadap stressor yang dimiliki seseorang. dalam hasil penelitian

yang dilakukan oleh Priyatin (2007) menganalisis bahwa hubungan persepsi

Page 40: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

25

anggota keluarga terhadap penularan TB paru bersifat positif yang berarti

bahwa bila tingkat persepsi anggota keluarga terhadap penaykit TB paru

semakin baik maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan terhadap penularan

TB paru.

2. Usia

Yunding (2010) menjelaskan bila dilihat pengaruh usia dengan perilaku

dapat dijelaskan bahwa seyogyanya dapat memberikan gambaran tentang

kematangan fisik dan psikologi seseorang. Semakin tinggi umur akan

memberikan banyak kesempatan belajar yang akan lahir dalam bentuk

pengalaman, yang akan dapat memperkaya khasanah pikir dan bertindak

manusia.

Usia adalah lamanya seseorang hidup sampai pada saat dilakukan

penelitian. Faktor ini sangat penting bila dihubungkan dengan terjadinya

distribusi suatu penyakit. Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan

karena perbedaan usia, akan tetapi berdasarkan teori, TB Paru didominasi

kelompok usia produktif (15-50 tahun). Fakta ini mungkin dikarenakan pada

kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB

disuatu tempat dalam waktu yang lama (Yunding, 2010). Hurloch membagi

usia dalam tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah

(41-59 tahun), dan dewasa lanjut (60 tahun keatas) (Ajzy, 2013).

3. Tingkat pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat

Page 41: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

26

dibutuhkan untuk pengembangan diri dan peningkatan kematangan

intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan

dan berpikir seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun

dalam cara pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan juga merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah

menerima ide teknologi baru (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi dirinya untuk

memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa

dan Negara. Pendidikan anggota keluarga dapat meningkatkan kemampuan

dalam berfikir dan memahami keadaan penderita yang sedang sakit (Niven,

2000).

Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan

orang tersebut mudah mengalami kecemasan, semakin tingkat pendidikannya

tinggi akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Anggota keluarga

dengan individu yang menderita penyakit yang tingkat pendidikannya lebih

rendah akan lebih mudah mengalami kecemasan dibanding dengan anggota

keluarga yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan

pendidikan yang tinggi maka keluarga akan lebih mampu untuk memahami

kondisi penderita dengan proses penyakit (Stuart & Sundeen, 2002). Status

Page 42: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

27

pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang menyebabkan

orang tersebut mengalami stres dibanding dengan mereka yang status

pendidikan dan status ekonomi yang tinggi.

4. Jenis kelamin

Menurut Hawari (2001), mereka yang memiliki gangguan kecemasan

ditinjau dari jenis kelamin mempunyai perbandingan antara wanita dan pria

adalah 2 banding 1. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih cenderung

untuk merasa cemasa dibandingkan dengan laki-laki, wanita lebih memiliki

kepribadian pencemas sehingga lebih rentang (vulnirable) untuk menderita

gangguan cemas.

5. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo, (2007) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu

objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat

penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari hasil

penelitian Nugroho & Astuti (2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi

tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk menerima

informasi sehingga dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya

maka semakin baik pula pengetahuannya.

Notoatmodjo (2007) membagi pengetahuan dalam domain kognitif

menjadi 6 tingkatan, yaitu :

Page 43: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

28

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari

sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat pengetahuan ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu yang lebih spesifik dari seluruh bahan

yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Sehingga dalamhal

ini keluarga mampu untuk mengetahui segala bentuk sesuatu yang

berhubungan dengan penularan tuberkulosis paru.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengartikan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau

materi harus dapat menjelaskan bagaimana cara penularan TB paru,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

Mengaplikasikan segala bentuk dari sesuatu yang telah dipelajari dalam

pengembangan pengetahuan tentang TB paru.

Page 44: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

29

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen, tapi masih didalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitan satu sama lain.kemampuan analisa ini

dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan

pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria

yang sudah ada.

Secara teori, pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari hasil penelitian Nugroho

dan Astuti (2010) menngambarkan adanya hubungan antara pengetahuan

tentang TB paru dengan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi

pendidikan seseorang maka semakin baik pula pemahaman seseorang

mengenai suatu masalah.

Page 45: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

30

6. Sosial Budaya

Cara hidup individu di masyarakat yang sangat mempengaruhi pada

timbulnya stres. Individu yang mempunyai cara hidup sangat teratur dan

mempunyai falsafat hidup yang jelas maka pada umumnya lebih sukar

mengalami stres. Demikian juga keyakinan agama akan mempengaruhi

timbulnya stres. Pemahaman tentang kesehatan dikalangan masyarakat

dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat yang memberikan pengaruh

terhadap perilaku seseorang (Suratno, 2006).

7. Pekerjaan

Dari hasil penelitian Priyatin (2007) menerangkan bahwa pekerjaan

yang berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lainnya

memiliki pengaruh dalam kecemasan terhadap penularan TB paru hal ini

dimungkinkan karena akibat dari adanya pekerjaan tersebut atau karena

adanya ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.

Page 46: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

31

BAB III METODE

PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang disajikan dalam

bentuk gambaran deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang pengalaman

merawat pasien TB paru. Penelitian ini diilakukan dengan cara observasi

pengamatan dan interview wawancara yang mendalam terhadap anggota

keluarga dalam merawat pasien TB paru di wilayah kerja puskesmas

Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. Penelitian kualitatif

ini bersifat “perspective emic“ artinya memperoleh data bukan “sebagaimana

harusnya”, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi

berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami,

dirasakan, dan dipikirkan oleh informan/ sumber data (Sugiyono, 2012).

Penekatan yang digunakan adalah kualitatif untuk menjelaskan

kenyataan yang ditemui di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan

Barombong Kab. Gowa dalam menggambarkan pengalaman anggota keluarga

merawat pasien TB paru.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang

Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa pada bulan Juli-Agustus 2013.

Page 47: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

32

C. Sampel Sumber Data Penelitian (Informan)

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data

tertentu, dimana pertimbangan tersebut menganggap bahwa orang tersebut

paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan (Sugiyono, 2012).

Dalam hal ini yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu anggota

keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita penyakit TB paru.

Estimasi jumlah sampel yang akan dipilih yaitu sebanyak 5 orang yang

memenuhi kriteria inklusi:

1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Keluarga terdekat dengan penderita TB paru yang bertanggung jawab

sebagai pengawas minum obat (PMO).

b. Mampu membaca dan menulis.

c. Anggota keluarga yang sakit telah selasai menjalani pengobatan (± 1

bulan terakhir).

d. Alamat rumah mudah dijangkau dan tinggal serumah dengan penderita

TB Paru minimal 6 bulan terakhir.

e. Bersedia menjadi responden dengan mengisi informed consent.

f. Mengikuti penelitian dari awal sampai akhir.

2. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah anggota keluarga yang sedang

sakit saat penelitan dan mengundurkan diri sebagai informan.

Page 48: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

33

Untuk mendukung validitas data yang diperoleh sesuai dengan

keadaan dilapangan, dapat diamati, dicatat dan dicermati kembali sesuai

dengan sumber data yang didapat dari informan. Dalam hal ini informan yang

dapt memberikan keterangan secara objektif, netral, dan dapat

dipertanggungjawabkan.

D. Alur Penelitian

PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga yang menjadi PMO penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan barombong Kab. Gowa sebanyak 6 orang

SampelPemilihan informan/ sampel berdasarkan kriteria inklusi & kriteria eksklusidengan teknik pengambilan purposive sampling sebanyak 5 orang

Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan pendekatan kepada caloninforman & menjelaskan maksud dan tujuan penelitian (informed consent)

Melakukan pengumpulan data dilapangan pada informan dengan cara wawancara mendalam(in-depth interview) menggunakan pedoman wawancara dan alat perekam (tape recorder)

Transkrip wawancara

Analisis data yang dikembangkan oelh Colaizzi

Penyajian Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Bagan 3.1: Alur penelitian

Page 49: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

34

E. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif yang menjadi istrumen atau alat penelitian

adalah peneliti itu sendiri. Namun setelah penelitian menjadi jelas maka

dikembangkan instrument penelitian sederhana yang dapat mempertajam serta

melengkapi data hasil pengamatan dan observasi (Sugiyono, 2012).

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan

adalah wawancara mendalam (in-depth interview) dimana peneliti akan

memperoleh keterangan atau hal-hal yang mendalam dari informan untuk

tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka secara

langsung dengan informan tentang pengalaman merawat penderita TB Paru

dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

Setelah mengenal calon informan, peneliti memperkenalkan identitas

dan para informanpun memperkenalkan identitas mereka. Setelah itu peneliti

melakukan kontrak waktu untuk melakukan wawancara dengan masing-

masing informan. Berdasarkan waktu yang telah disepakati, peneliti menemui

calon informan pertama, menjelaskan tujuan penelitian, manfaat, prosedur

penelitian, hak-hak informan, peran informan dalam penelitian serta membina

hubungan saling percaya dengan calon informan. Dalam pengumpulan data,

peneliti menggunakan alat bantu perekam (tape recorder) kemudian

dilanjutkan dengan pertanyaan yang ada dalam pedoman wawancara yang

Page 50: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

35

telah disiapkan sebelumnya. Wawancara diawali dengan pertanyaan terbuka

dan bersifat umum tentang kabar informan, aktfitas sehari-hari, keterlibatan

dalam kegiatan sehari-hari dalam lingkungan keluarga maupun sosial,

pengalaman pribadi informan selama merawat anggota keluarga yang sakit,

pernakah memperoleh informasi tentang TB paru, hingga dilanjutkan dengan

pertanyaan berdasarkan pedoman wawancara dan tujuan penelitan. Setelah

wawancara selesai, peneliti meminta kesediaan dari informan untuk

diwawancarai kembali apabila peneliti perlu mengklarifikasi jawaban yang

telah diberikan sebelumnya atau bila peneliti perlu data tambahan.

Proses pengumpulan data telah dilakukan dengan mewawancarai pada

5 (lima) informan, peneliti akan melakukan wawancara sampai mencapai

saturasi data pada informan yang dituju. Proses wawancara dilakukan dalam

waktu 30 sampai 60 menit tiap informan. Selama proses wawancara dari

informan pertama hingga informan ke lima, peneliti mengisi catatan lapangan

( field not) yang berisi tentang tanggal, waktu, dan informasi dasar tentang

suasana saat wawancara dilakukan.

G. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian selama di lapangan

menurut Miles dan huberman dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpuan dalam

Page 51: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

36

periode tertentu. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa dalam analisis

data meliputi 3 aktivitas utama, yaitu (Sugiyono, 2012):

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Karena data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, maka

perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu, perlu segera dilakukan

analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,

memilih hal-hal pokok. Memfokuskan pada hal-hal penting,

mengelompokkan kata-kata kunci, membuat kategori dan dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan

gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan

pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.

2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendysplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan untuk menyajikan

data adalah dengan teks yang bersifat naratif.

3. Clonclusion Drawing (verifikasi)

Langkah selanjutnya adalahpenarikan kesimpulan atau verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan

berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang

dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan

Page 52: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

37

konsisten saat peneliti kembali mengumpulkan data dilapangan, maka

kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel.

Analisa data yang dilakukan dengan metode fenomenologi yang

dikembangkan oleh Colaizzi, 1978 dikutip dalam Saryono & Anggraini

(2011). Menurut Colaizzi, analisis dapat dilakukan dengan:

1. Mengambarkan pengalaman anggota keluarga dalam merawat pasien

TB Paru

2. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan informan

kemudian membuat transkrip dengan merubah dari rekaman suara

menjadi bentuk tertulis secara verbatim.

3. Membaca hasil secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua

informan.

4. Memilih pernyataan yang penting agar bisa dikelompokan.

5. Menentukan makna setiap pernyataan yang penting dari setiap

informan dan pernyataan yang berhubungan dengan pengalaman

anggota keluarga merawat keluarga yang sakit.

6. Mengelompokan data kedalam bebagai kategori untuk selanjutnya

dipaami secara utuh dan menentukan tema utama yang muncul.

7. Mengintegrasikan hasil secara keseluruhan kedalam bentuk deskripsi

naratif mendalam tentang pengalaman anggota keluarga merawat

pasien TB Paru.

Page 53: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

38

H. Uji Keabsahan Data

Menurut Saryono & Anggraeni (2011) dan Sugiyono (2012) salah satu

cara untuk memvalidasi dan memperoleh keabsahan data (trustworthiness)

pada studi kualitatif adalah dengan melakukan verifikasi atau konfirmasi data

kepada partisipan. Tujuan validasi data dalam suatu penelitian kualitatif

adalah agar dapat menampilkan pengalaman-pengalaman partisipan secara

akuraat. Teknik operasional yang dapat meningkatkan keakuratan dalam

penelitian kualitatif adalah :

1. Credibility (Nilai Kebenaran/validitas internal).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan

cara wawancara mendalam terhadap setiap informan (anggota keluarga)

yang menjadi sampel. Untuk mencapai prinsip credibility, peneliti

melakukan pengecekan kembali hasil wawancara yang telah

ditranskripkan untuk melihat kesesuaian dengan hasil rekaman dan

catatan lapangan. Peneliti kemudian meminta informan untuk mengecek

kembali hasil kutipan wawancara dan menanyakan apakah partisipan

setuju dengan hasil analisa atau ingin mengubah ataupun menambah data

yang telah diberikan.

1. Transferability ( Penerapan/Validitas eksternal )

Guna mencapai prinsip transferability dalam penelitian ini, peneliti

bertanggung jawab dalam membuat laporan hasil penelitian dengan rinci

Page 54: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

39

dan memadai sehingga peneliti akan mentransfer hasil penelitian ke

subjek lain atau populasi lain dengan kriteria atau tipologi yang sama.

2. Dependability (Konsistensi/reliabilitas)

Dalam penelitian ini peneliti meminta rekan peneliti dan

pembimbing (independen auditor) untuk mereview aktivitas peneliti

selama melakukan penelitian ditempat penelitian yakni Puskesmas

Moncobalang Kecamatan barombong kabupaten Gowa. Selain itu

peneliti juga akan menginterpretasikan dalam kata-kata kunci, kategori,

dan tema dari hasil wawancara yang telah dibuat dalam transkrip

sebelumnya demi mencapai prinsip dependability.

3. Confirmabiity (Naturalitas/objektivitas).

Demi terwujudnya prinsip confirmability dalam penelitian ini,

peneliti mengkomfirmasi semua hasil penelitian dengan pembimbing 1

dan pembimbing 2 untuk menilai secara objektif dan netral terhadap hasil

temuan peneliti ditempat penelitian. Peneliti juga akan berusaha untuk

menyamakan pandangan atau persepsi dengan pembimbing 1 dan

pembimbing 2 terhadap temuan ditempat penelitian setelah melakukan

wawancara mendalam dengan setiap informan.

Page 55: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

40

I. Etika Penelitian

Etika dalam penelitian yang perlu diperhatikan menurut Komisi Etik

Penelitian Kesehatan 2005 meliputi:

1. Respect for person (Menghormati harkat dan martabat manusia)

a. Peneliti berupaya menghargai hak-hak responden dengan memberikan

penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan

informasi yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam penelitian.

b. Calon responden diberi kebebasan untuk memilih bersedia atau tidak

bersedia terlibat dalam penelitian ini, dan peneliti menyediakan surat

permohonan serta lembar persetujuan responden.

c. Menjaga kerahasiaan dan atau informasi yang didapatkan dengan

memberi nomor urut sebagai pengganti nama responden dan

dokumentasi penelitian tidak menampilkan wajah atau identitas

responden.

2. Benefice (Manfaat)

Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan

(balancing harms and benefits). Peneliti melaksanakan penelitian sesuai

dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat

semaksimal mungkin bagi responden, serta meminimalisasi dampak yang

merugikan (nonmaleficence).

Page 56: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

41

3. Justice (Keadilan)

Responden harus mendapat perlakuan yang sama dengan moral

yang benar dan layak dalam memperoleh haknya.

Page 57: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

42

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang

pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja

puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. Penelitian

dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai dengan 31 Agustus 2013 dengan jumlah

informan sebanyak lima orang.

Kelima informan ini didapatkan setelah mendapatkan izin penelitian dari

kepala Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa dan

mendapatkan data dari kepala bagian laboratorium (data laboratorium penderita

Tuberkulosis Paru) yang telah menjalani pengobatan selama 6 bulan (± 1 bulan

setelah menjalani pengobatan). Dari data tersebut terdapat 6 orang dengan

penderita TB Paru yang telah menjalani pengobatan dan dengan Pengawas

Minum Obat (PMO) 1 orang tiap penderita TB paru. Data yang telah lengkap

dengan alamat masing-masing tersebut sebagai pegangan bagi peneliti untuk

menemui keenam informan bersama dengan kepala laboratorium Puskesmas

Moncobalang, sekaligus menjelaskan maksud kedatangan dan memberikan

informed consent kepada masing-masing informan. Namun satu dari enam yang

sebelumnya telah ditetapkan sebagai informan sudah tidak tinggal bersama

Page 58: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

43

dengan keluarganya sejak 1 bulan terakhir. Akhirnya didapatkanlah kelima

informan tersebut.

Bagian ini terdiri dari uraian tentang karakteristik informan dan analisis tema

yang muncul dari hasil wawancara yang dilakukan berdasarkan pengalaman

anngota keluarga dalam merawat pasien TB Paru. Hasil penelitian dapat

diuraikan, adapun karakteristik informan meliputi : umur, jenis kelamin,

pendidikan, hubungan dengan penderita serta analisis tema meliputi empat tema

yang ditemukan : tema satu kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB

paru, tema dua perubahan peran anggota keluarga dalam merawat pasien TB paru,

tema tiga persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB paru, tema empat

mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB paru.

1. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Semua informan

merupakan anggota keluarga yang selalu merawat dan menjadi POM dari

penderita TB Paru dan telah memiliki pengalaman dalam merawat pasien TB

Paru di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong

Kabupaten Gowa. Untuk menjaga kerahasiaan tentang identitas namanya,

masing-masing informan diberi kode sesuai dengan urutan wawancara saat

pengumpulan data. Kodenya adalah I1, I2, I3, I4, I5.

Page 59: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

44

Tabel 4.1. Karakterisitik Informan

Kode Umur JK Pendidikan Pekerjaan Status HubunganInforman Terakhir dengan

PenderitaI1 29 P SD IRT Kawin IstriI2 31 P SMP IRT Kawin IstriI3 30 P SMP IRT Kawin IstriI4 32 P SD IRT Kawin IstriI5 35 P SMA IRT Kawin Istri

a. Informan 1 (I1)

Informan 1 adalah seorang wanita berumur 29 tahun dan merupakan istri

dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhirnya adalah SD dan memiliki seorang anak laki-laki

berumur 9 tahun. Tidak ada riwayat penyakit TB dari keluarga, dan

mengetahui suaminya menderita penyakit TB Paru pada bulan Januari

2013.

b. Informan 2 (I2)

Informan 2 adalah seorang wanita berumur 31 tahun dan merupakan istri

dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhirnya adalah SMP dan memiliki dua orang anak, anak

pertama laki-laki 8 tahun, anak kedua perempuan 5 tahun. Tidak ada

riwayat penyakit TB dari keluarga, dan mengetahui suaminya menderita

penyakit TB Paru pada bulan Januari 2013.

Page 60: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

45

c. Informan 3 (I3)

Informan 3 adalah seorang wanita berumur 30 tahun dan merupakan istri

dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhirnya adalah SMP dan memiliki dua orang anak. Anak

pertama laki-laki 9 tahun, anak kedua laki-laki 6 tahun. Ada riwayat

penyakit TB dari keluarga yaitu ayah dari suaminya (mertua). Suaminya

sudah lama menderita penyakit TB Paru, namun baru diketahui sejak

bulan Januari 2013 bertepatan dengan saat suaminya masuk rumah sakit

karena adanya prostat.

d. Informan 4 (I4)

Informan 4 adalah seorang wanita berumur 32 tahun dan merupakan istri

dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhirnya adalah SD dan belum memiliki anak. Ada riwayat

TB dari keluarga yaitu kakak dan ayah dari suaminya adalah penderita TB

Paru. Suaminya sudah lama memiliki gejala dari TB Paru yaitu batuk, tapi

baru diketahui sejak bulan Januari 2013 saat suaminya sering merasakan

nyeri dada.

e. Informan 5 (I5)

Informan 5 adalah seorang wanita berumur 35 tahun dan merupakan istri

dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.

Pendidikan terakhirnya adalah SMA dan memiliki dua orang anak. Anak

pertama laki-laki 8 tahun, anak kedua perempuan 6 tahun. Tidak ada

Page 61: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

46

riwayat penyakit TB Paru dari keluarga. Penyakit tersebut baru diketahui

sejak awal bulan Januari 2013 saat suaminya merasakan nyeri dada yang

hebat dan sering mengalami sesak napas.

2. Analisis Tema

Data penelitian, berupa transkrip dan catatan lapangan dari setiap

wawancara mendalam, dianalisis dengan menggunakan metode fenomenologi

yang dikembangkan oleh Collaizi dikutip dalam Saryono dan Anggreani

(2011). Kemudian peneliti melakukan analisa data dengan berpatokan pada

tujuh langkah yang dikemukakan oleh Collaizi, peneliti mengidentifikasi tema

sebagai hasil penelitian ini. Tema yang muncul dalam penelitian ini saling

terkait antara satu dengan lainnya yang timbul berdasarkan pengalaman

anggota keluarga merawat penderita TB Paru, dimana tema-tema tersebut

akan diuraikan di bawah ini. Proses pemunculan tema tersebut dapat dilihat

pada matriks analisis data pada lampiran. Dari hasil analisa tersebut peneliti

menemukan empat (tema) sebagai hasil dari penelitian ini. Masing-masing

tema dibuat berdasarkan apa yang dialami, dirasakan dan diungkapkan

informan yang merupakan pengalam seperti yang diuraikan dibawah ini.

a. Tema 1: Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB paru

Adapun tema pertama yang berhasil peneliti identifikasi berdasarkan

hasil wawancara yaitu kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB

paru. Kategori dari tema tersebut adalah afektif, perilaku, dan kognitif.

Page 62: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

47

1) Afektif

Dari hasi wawancara diidentifikasi dua kata kunci yaitu gugup

dan gelisah seperti yang terungkap dalam pernyataan informan di

bawah ini :

“Erere… annekkereka’. Kukana naku apami, jari nakana dottorokaa’do’a mamiki… Bu’…” (I1).(saya gemetar dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga doktermenyarankan untuk senantiasa berdo’a).

“Cemasja juga…. (dengan nada rendah). Tapi anuka ku bilangyang penting maujaki berobat toh...(I2).(saya juga merasa cemas…(dengan nada rendah). Tapi saya selalumemberinya dukungan agar tetap mau minum obat).

2) Perilaku

Hasil penelitian mengidentifikasi dua kata kunci yaitu susah tidur dan

menghindar. Hal tersebut terungkap dalam pernyataan-pernyataan

informan berikut :

“wattunna ni taba garring daengku, tena na jannang tinroku, nasabak sannging iaminjo ku nawa-nawa...” I1

(saat sumiku sakit, saya mengalami susah tidur, sebab saya selalumemikirkan penyakitnya).

“ Tidak ada tetanggaku di sini yang tauki kalau sakit begitukisuamiku, karena nanti menularki toh, jadi tidak bilang-bilangkasama orang-orang”.(I5).(tidak satupun tetangga yang tahu kalau suami saya menderitapenyakit menular karena saya menyembunyikannya dari semuaorang).

Page 63: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

48

“tena naissengi anrinni tau riampik ballakku angkana garring anjoakpaballe annang bulanga daengku...” I3

(tidak ada yang tahu bahwa suami saya menderita penyakit TB danberobat enam bulan)

3) Kognitif

Hasil penelitian teridentifikasi satu kata kunci yaitu khawatir yang

berlebihan seperti yang terungkap dalam pernyataan dibawah ini :

“Mallakma kusakring wattunna mulaimi nitaba garring, ka tena kuassengi sebelumna anjo angkana garringi”…(I4)(saya sangat takut saat mengetahui suami saya menderita TB,karena saya tidak melihat ada tanda-tanda penyakit tersebutpadanya)

Kata Kunci Kategori Tema

Gugup

Afektif

Gelisah

Susah tidur

Menghindar

PerilakuKecemasan

anggota keluarga

merawat pasien

TB Paru

Khawatir yangberlebihan

Kognitif

Skema 4.1 : Analisa tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasienTB Paru

Page 64: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

49

b. Tema 2 : Peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru.

Adapun tema kedua yang berhasil peneliti indentifikasi adalah peran

anggota keluarga merawat pasien TB Paru. Terdapat dua kategori yang

muncul yaitu penambahan tugas dan perubahan fungsi peran.

1) Penambahan tugas

Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci yaitu menjadi PMO. Hal

ini terungkap dalam penrnyataan-pernyataan berikut :

“ Iye terus-terus, pokokna lakbusukna maeku akboya. Biasa tenapapoeng nalakbusuk sebelumna maema akboya pakballe.(I1).(iya rutin, yang jelas seblum obat yang diberikan oleh petugas habisdiminum, saya sudah ke Puskesmas untuk mengambil obat lagi).

“Rajinka pergi ambilkanki obatnya, karena mauka supaya cepatkisembuh…(I5)(saya rutin mengambil obat, demi kesembuhan suami saya).

2) Perubahan fungsi peran

Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci mengambil alih peran

suami sebagai pencari nafkah dan bertanggung jawab terhadap

keluarga. Hal ini terungkap dalam pernyataan berikut :

“Iya, baru ini berapa harika na bantu di sawah, baru tidakmi nakeluar karna batuki to’, di siniji. Tapi, tidak bisai juga kalau tidakkerjai karna anak-anaka juga kodong. (I2).(beberapa hari ini suami saya ikut membantu di sawah, tapi karenabatuknya kambuh makanya ia kembali beristirahat. Tapi susah jugajika suami saya tidak bekerja, nanti anak-anak mau makan apa).

“… langsungmi berhenti kerja… jadi saya lagi yang kerja, jualankakeu-kue supaya ada biaya sehari-hari untuk keluargaku…”(I5)

Page 65: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

50

(…suami saya langsung berhenti bekerja, sehingga secara otomatissaya mengambil alih pekerjaannya, saya berjualan kee-kue untukkebutuhan hidup keluarga sehari-hari…)

Kata Kunci Kategori Tema

Menjadi PMO Penambahan tugas

Mengambil alih peransuami sebagai pencari

nafkah

Bertanggung jawabterhadap keluarga

Perubahan fungsikeluarga

Perubahan perananggota keluarga

merawat pasien TBParu

Skema 4.2. Analisa tema 2 : perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru

c. Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru.

Tema ketiga yang berhasil peneliti identifikasi adalah persepsi anggota

keluarga tentang penyakit TB Paru. Terdapat tiga kategori yang muncul

yaitu defenisi, pencegahan, dan pengaruh sosial budaya.

1) Defenisi

Hasil penelitian teridentifikasi tiga kata kunci yaitu tidak tahu

penyebab TB Paru, tidak mengerti cara penularan dan tidak dapat

Page 66: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

51

sembuh. Hal ini terungkap dalam pernyataan-pernyataan informan

berikut :

“Tena nakuassengi angkana anngapa na nitaba garring kammaanjo daengku...” I2

(saya tidak tahu apa yang menyebabkan suamiku menderitapenyakit tersebut)

“Ianjo ku kamallakkang wattunna uru-uru, ereree karaeng kupikkiri gassingka antu tenamo na kulle bajik” ( ekpresi takut)…(I1)(saat pertama saya mengetahui bahwa suami saya menderitapenyakit TB, saya sangat takut karena saya pikir bahwa penyakittersebut tidak bisa sembuh). (ekspresi takut)

2) Pencegahan

Hasil penelitian teridentifikasi satu kata kunci yaitu tidak

mengerti cara pencegahan dari penyakit TB Paru. Hal ini terungkap

dalam pernyataan informan berikut :

…”Iaji anjo angkana pannganreanna ni saklak”… (I3)(…hanya tempat makannya saja yang kami pisah…)

“tena kulekbak ammake anjo nikanaya masker, nampa siagangterusja aktinro daengku..” I4

(saya tidak pernah memakai menggunakan, dan saya pun selalutidur bersama dengan suami)

3) Pengaruh sosial budaya

Hasil penelitian teridentifikasi dua kata kunci yaitu lingkungan dan

penyembuhan secara tradisional. Hal ini terungkap dalam pernyataan-

pernyataan informan berikut :

Page 67: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

52

“Kerjaki suamiku di dalam situ (sambil menunjuk arah depanrumah) to’, di pabrik gas. Baru rata-rata orang di dalam situ sakit-sakit dadanya…(I5)(suamiku kerja di dalam pabrik gas dekat rumah. Baru rata-rataorang yang kerja di dalam sakit-sakit dadanya…)Ni pasiambakmi poeng anjo mae pakballe mangkasarak. Pokoknakarea nikana ambajiki… (I3)(di padukan juga itu semua obat tradisional. Pokoknya yangdikatakan bisa menyembuhkan…)

Kata Kunci Kategori Tema

Tidak tau penyebabTB Paru

Tidak mengerti carapenularan Defenisi

Tidak dapat sembuh

Cara pencegahan

Lingkungan

pencegahanPersepsi anggota

keluarga tentang

penyakit TB Paru

Penyembuhan secaratradisional

Pengaruh sosialbudaya

Skema 4.3. Analisis tema 3 : persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru

Page 68: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

53

d. Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tau anggota keluarga

terkena TB Paru

Adapun tema keempat yang berhasil peneliti identifikasi adalah

mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB

Paru. Terdapat dua kategori yang muncul yaitu koping adaptif dan

mekanisme pertahanan ego.

1) Koping adaptif

Hasil penelitian teridentifikasi tiga kata kunci yaitu berusaha

tenang, berdo’a dan beryukur, serta menjalankan pesan petugas

kesehatan. Hal ini nyata dalam pernyataan-pernyataan informan

berikut:

“ ee… itu waktunya apa itu. Ee batuki toh keluarki darah sedikit,tapi kubilang anunyaji itu obatka…(I2)(ee… pada saat itu suamiku menderita batuk dan mengeluarkansedikit darah, tapi saya sampaikan bahwa itu mungkin adalah efeksamping dari obat)

“…a’doa terusjaki anjo ka nikana apami paeng ka sarengnaminitaba garring kamma…(I4)(saya selalu berdo’a dan bersabar karena ini sudah menjadi takdirbagi suami saya)

“…Nakana dottoroka, tena nakkulle anngangkak anu battalak,haruski rajeng annganre pakballe… jari ni turukiang tommi anjomae, ka dottoroka antu jai naisseng…(I1)(dokter menganjurkan agar suamiku tidak mengangkat beban yangterlalu berat dan senantiasa menum obat secara teratur, saya

Page 69: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

54

menganjurkan suami untuk mengikuti saran tersebut karena dokterlebih tahu dalam hal ini…)

2) Koping maladaptif

Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci yaitu penyangkalan

terhadap keadaan penyakit. Hal ini nyata dalam pernyataan informan

berikut :

“itumi ku bilang kenapa na bisa sakit begitu na tidak pernahjibatuk-batuk… tidak mentong na kubilangi suamiku sakitbegitui..”(I5)(makanya saya heran mengapa suamiku menderita penyakit sepertiini, padahal sebelumnya suamiku tidak pernah batuk. Sampaisekarang saya tidak percaya bahwa suamiku menderita penyakitTB...)

Kata Kunci Kategori Tema

Berusaha tenang

Berdo’a danbersyukur Koping adaptif

Menjalankanpesan petugas

kesehatan

Mekanisme kopingkeluarga setelah

tahu anggotakeluarga terkena

TB Paru

Penyangkalanterhadap keadaan

penyakit

Koping maladaptif

Skema 4.4. Analisis tema 4 : Mekanisme koping keluarga setetlah tahu anggota keluarga terkena TB Paru

Page 70: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

55

Berdasarkan uraian tentang analisis tema di atas, dapat disimpulkan

bahwa empat tema yang muncul dalam penelitian ini dapat menjawab tujuan

penelitian, yaitu memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang

pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Moncobalang Kecamatan Pallangga Kab. Gowa.

B. Pembahasan

Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi dari

hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian

dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan tinjauan pustaka

yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Keterbatasan penelitian ini akan

dibahas dengan membandingkan proses penelitian yang telah dilalui dengan

kondisi ideal yang seharusnya dicapai.

Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru

Hasil penelitian menunjukkan adanya kecemasan anggota keluarga

merawat pasien TB Paru. Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh

Hawari (2001) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan

ditandai dengan keluhan-keluhan yang sering diungkapkan seperti cemas,

khawatir, merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan lain sebagainya.

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai

dengan perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan,

kekhawatiran serta ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat, seseorang

Page 71: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

56

yang mengalami kecemasan akan mengalami respon fisiologis dan respon

psikologis, hal ini dijelaskan dalam penelitian Mu’arifah (2005). Kecemasan

yang dialami oleh anggota keluarga tergambar dari adanya respon yang

ditimbulkan dari kecemasan tersebut yaitu afektif, perilaku dan kognitif

seperti yang diungkapkan oleh informan dalam penelitian.

a. Afektif

Hasil penelitian terungkap bahwa informan mengalami perilaku afektif

dalam bentuk gugup dan gelisah. Dari pernyataaan yang diungkapkan oleh

informan, empat dari lima informan merasa gugup dan gelisah dengan

adanya anggota keluarga yang menderita TB Paru. Hasil penelitian ini

sejalan dengan yang diungkapkan oleh Stuart dan Laraia (2005) bahwa

seseorang yang mengalami kecemasan akan mengalami respon psikologis

terhadap kecemasan yaitu ditandai dengan perilaku seperti gugup dan

gelisah.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam merawat pasien TB

Paru informan mengalami respon kecemasan yaitu afektif yang ditunjukkan

dengan gugup dan gelisah sehingga dalam merawat penderita TB Paru

informan selalu merasa gugup karena tidak tahu harus berbuat apa setelah

mengetahui bahwa anggota keluarganya menderita penyakit TB Paru.

Page 72: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

57

b. Perilaku

Hasil penelitian mengungkapkan adanya respon kecemasan berupa

perilaku anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

Menurut tiga dari lima informan dalam penelitian, mereka mengalami susah

tidur dan menghindar.

Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh stuart dan Laraia (2005)

bahwa ketika seseorang mengalami kecemasan maka ia akan mengalami

respon psikologis yaitu perilaku, afektif dan kognitif. Respon perilaku

tersebut terungkap dari pernyataan informan yang menyatakan bahwa

mereka susah tidur dan menghindar dari lingkungan sekitar.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan mengalami respon

berupa susah tidur dikarenakan selalu memikirkan keadaan suaminya yang

menderita penyakit TB paru. Selain itu informan menghindar dari

lingkungan sekitar karena tidak ingin ada yang tahu bahwa salah satu

anggota keluarganya menderita penyakit TB paru.

c. Respon kognitif

Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya respon kognitif seseorang

dengan adanya kecemasan anggota keluarga terhadap penularan TB Paru,

respon kognitif yang ditunjukkan adalah perasaan khawatir yang berlebihan.

Hal ini sejalan dengan penjelasan Stuart dan Laraia (2005) bahwa respon

psikologis yang dirasakan seseorang terhadap kecemasan adalah adanya

perasaan khawatir yang berlebihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Page 73: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

58

Mu’arifah (2005) menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecemasan

akan berdampak pada gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis dan

psikologis.

Respon kognitif yang dirasakan oleh keluarga dengan penderita TB

paru berdampak pada kehidupan mereka dalam merawat anggota keluarga

yang sakit, mereka merasa khawatir terhadap penyakit tersebut dengan

adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang sebelumnya tidak

ada riwayat anggota keluarga yang pernah menderita TB paru.

Tema 2 : Perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru

Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan peran anggota keluarga

merawat pasien TB Paru. Perubahan peran tersebut antara lain penambahan

tugas dan perubahan fungsi keluarga. Dalam satu keluarga setiap anggota

keluarga memiliki peran masing-masing seperti yang dijelaskan oleh Efendy

(1998) dalam effendi dan Makhfudli (2013) bahwa peran dalam keluarga yaitu

peran sebagai ayah, peran sebagai ibu, dan peran sebagai anak. Dalam

menjalankan kehidupan keluarga memiliki lima fungsi salah satunya adalah

fungsi ekonomi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga

(Friedman, 1998) dalam Efendi dan Makhfudli (2013).

Page 74: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

59

a. Penambahan tugas

Hasil penelitian mengungkapkan adanya penambahan tugas oleh

anggota keluarga dalam merawat pasien TB paru yaitu sebagai PMO. Hal

ini sejalan dengan Widyaningsih (2004) menjelaskan bahwa PMO adalah

seseorang yang mengawasi penderita TB paru selama pengobatan agar dapat

dipastikan bahwa penderita tersebut menyelesaikan pengobatannya dengan

lengkap dan teratur. Dalam merawat anggota keluarga yang sakit khususnya

penderita TB Paru maka anggota keluarga harus menjadi PMO agar

penderita bisa lebih aktif dalam pengobatannya. Semua informan menjadi

PMO dari anggota keluarga yang sakit karena mereka adalah keluarga

terdekat dari penderita TB Paru.

b. Perubahan fungsi keluarga

Hasil penelitian mengungkapkan adanya perubahan fungsi keluarga

dalam merawat pasien TB Paru. Beberapa informan mengungkapkan bahwa

mereka mengambil alih pekerjaan suami mencari nafkah dan

bertanggungjawab terhadap anggota keluarga, dengan adanya penyakit yang

diderita oleh suami sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai

kepala keluarga dan mencari nafkah untuk keluarganya. Hal ini tidak sesuai

dengan teori yang ada (Efendy, 1998) dalam Efendi dan Makhfudli (2013)

menjelaskan bahwa peran formal dalam keluarga adalah ayah berperan

sebagai pencari nafkah, ibu berperan untuk mengurus rumah tangga,

pengasuh dan pendidik anak-anaknya.

Page 75: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

60

Dalam fungsi keluarga sebagai fungsi ekonomi, keluarga berfungsi

untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan keluarga

seperti makan, pakaian, dan rumah (Friedman, 1998) dalam Efendi dan

Makhfudli (2013). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori bahwa

dalam merawat pasien TB Paru, anggota keluarga sulit untuk memenuhi

fungsi ekonomi keluarga karena yang seharusnya bertanggung jawab akan

hal itu adalah kepala keluarga yaitu suami, namun dengan kondisi suami

yang sedang sakit maka yang mengambil alih adalah istri yang seharusnya

bertanggung jawab sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Untuk

memenuhi fungsi ekonomi itu sangat sulit dipenuhi oleh seseorang yang

tidak memiliki pekerjaan tetap seperti semua informan yang hanya sebagai

ibu rumah tangga.

Tema 3 : Persepsi anggota kelurga tentang penyakit TB Paru

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman anggota keluarga terhadap

penyakit TB Paru masih sangat kurang. Hal itu tergambar dari pernyataan

informan yang mengungkapkan bahwa tidak tahu cara penyebab dan cara

penularan dari TB Paru serta pengaruh sosial budaya. Suratno (2006)

mengemukakan bahwa nilai-nilai budaya pemahaman tentang kesehatan

dikalangan masyarakat yang masih sangat berbau mistis daripada logika medis

cukup memberikan pengaruh terhadap perilaku seorang pengguna jasa

pengobatan di puskesmas.

Page 76: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

61

a. Defenisi

Hasil penelitian mengungkapkan adanya beberapa perilaku anggota

keluarga terhadap penyakit TB Paru. Menurut dua dari lima informan dalam

penelitian, mereka memiliki persepsi bahwa penyakit TB Paru adalah

penyakit yang tidak dapat sembuh dan merupakan penyakit yang menular.

Hal ini sejalan dengan Maramis (2009) yang menyatakan bahwa persepsi

seseorang terhadap suatu penyakit ditentukan oleh stressor dan pengaruh

sosiobudaya yang ada. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Priyatin (2007) bahwa semakin baik persepsi seseorang

terhadap suatu penyakit maka semakin baik pula stressor yang dimiliki dalam

menghadapi kecemasan yang dialami. Anggota keluarga memiliki persepsi

terhadap penyakit TB paru sebagai penyakit yang menular dan penyakit yang

tidak dapat sembuh, hal ini dikarenakan dilingkungan mereka yang masih

meyakini penyembuhan secara tradisional dan tidak mengerti cara

pencegahan penyakit TB paru.

Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil

dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang

sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

Hal ini tidak sejalan dengan yang diungkapkan oleh PPTI (2004) dalam

Nugroho dan Astuti (2010) dijelaskan bahwa keluarga melakukan upaya

pencegahan dengan cara menerapkan pola hidup sehat ( makan makanan

Page 77: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

62

bergizi, istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius

dan hindari stress), bila batuk mulut ditutup, jangan meludah disembarang

tempat.

Widoyono (2008) mengatakan bahwa kontak terdekat dua kali lebih

beresiko tertular seperti keluarga serumah dibandingkan kontak biasa (tidak

serumah). Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya

tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Penelitian yang terkait dengan

pengetahuan seseorang terhadap penyakit TB Paru dilakukan oleh Nugroho

dan Astuti (2010) yang menerangkan bahwa seseorang dengan semakin

tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk menerima informasi

sehingga dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya semakin baik

pula tingkat pengetahuannya.

b. Pencegahan

Hasil penelitian terungkap bahwa informan tidak mengerti cara

pencegahan TB Paru, karena kelima informan tidak ada yang memakai

masker saat melakukan aktivitas sehari-hari bersama dengan suami mereka.

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Fibriana (2011) bahwa upaya

pencegahan menurut WHO yaitu pencahayaan rumah yang baik, Menutup

mulut saat batuk, Tidak meludah di sembarang tempat, Menjaga kebersihan

lingkungan dan alat makan.

Page 78: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

63

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fibriana (2011) di

puskesmas wringinanom di dapatkan dari 22 responden sebanyak 6

responden dengan keluarga yang berperilaku baik dari hasil tersebut dapat di

katakan bahwa sebagian responden minim nya informasi yang didapatkan

(kurangnya informasi), karena sebagain keluarga berpendidikan SMP-SMA.

Dan keluarga hanya mendapatkan informasi disaat kelurga

berobat/berkunjung atau mendatangi di puskesmas, sulitnya mencapai sarana

pelayanan kesehatan, dan mahalnya biaya transportasi dan pengobatan.

Keluarga jarang sekali bahkan tidak pernah mendapatkan penyuluhan

kesehatan di desa mereka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan belum tahu tentang

cara pencegahan dari penyakit Tuberkulosis Paru karena kurangnya

informasi yang didapatkan, sehingga salah satu dari anggota keluarga dari

informan kedua ada yang tertular penyakit tersebut. Anak dari informan

kedua yang berusia ± 1 tahun meninggal dunia akbiat tertular dari penyakit

TB Paru yang diderita oleh orangtuanya. Suami informan selalu tidur

bersama anaknya, sehingga anak tersebut tertular. Informan pun tidak pernah

memberitahukan suaminya agar mencegah penularan tersebut.

c. Pengaruh sosial budaya

Hasil penelitian terungkap bahwa informan mengalami pengaruh

sosial budaya dari segi lingkungan dan penyembuhan secara tradisional.

Menurut sebagian besar informan penelitian, mereka terpengaruh oleh

Page 79: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

64

lingkungan dan penyembuhan secara tradisional. Hasil penelitian ini sejalan

dengan yang diungkapkan oleh Suratno (2006) menurut Engel et al. (1995)

bahwa perilaku seseorang dalam menentukan pilihan pelayanan pengobatan

dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berupa nilai-nilai budaya, faktor

perbedaan individual serta faktor psikologis. Hasil penelitian

mengungkapkan adanya pengaruh lingkungan dan sosial budaya, hal ini

nampak dari pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa informan bahwa

selain berobat ke layanan kesehatan mereka juga masih berobat tradisional,

mereka meyakini bahwa penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya

juga dapat sembuh dengan pengobatan secara tradisional.

Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena

TB Paru

Hasil penelitian juga menunjukkan adanya gambaran mekanisme koping

keluarga setelah tahu anggota keluarga terdiagnosa TB Paru dimana informan

menggunakan koping adaptif dan mekanisme pertahanan ego dalam menghadapi

serta meyelesaikan masalah yakni, berusaha tenang, berdoa dan bersyukur

kepada Tuhan dan melaksanakan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan.

Selain itu, mekanisme pertahanan diri yang terjadi adalah penyangkalan terhadap

keadaan penyakit. Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Niven (2000)

Page 80: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

65

bahwa dukungan sosial sangat diperlukan dalam mengidentifikasi strategi koping

yang dialami seseorang.

Mekanisme koping adalah usaha kognitif dan perilaku yang dibuat oleh

seseorang untuk mengorganisasikan tuntutan dari perbedaan harapan dan

kenyataan. Mekanisme koping diukur dengan menggunakan skala berdasarkan

jenisnya, yaitu: emotion focus coping dan problem focus coping (Herry, E.

2011).

a. Koping adaptif

1) Berusaha tenang

Dalam menghadapi masalah keluarga penderita TB Paru berusaha

tenang dan membicarkan dengan keluarga serta menghadapinya dengan

lapang dada. Itulah yang diungkapkan oleh empat dari lima informan

dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping

yang dipakai sangatlah efektif dengan tingkat kepercayaan kepada

keluarga sangat besar dengan menjalankan fungsi keluarga. Hal ini

selaras dengan Friedman (1998) dikutip dalam Eva (2009) tentang

dukungan keluarga dimana dalam kehidupan informan yaitu keluarga

sebagi sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.

Hal yang sama juga sejalan dengan hasil penelitian Herry (2011)

mengenai tingkat kecemasan, dukungan sosial dan mekanisme koping

Page 81: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

66

terhadap kelentingan keluarga penderita TB Paru menunjukkan bahwa

lebih dari tiga per empat contoh (yaitu anggota keluarga/orang tua

sebagai penderita penyakit TB paru) keluarga penderita TB Paru (78%)

memiliki komunikasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian

besar keluarga contoh mengeluarkan pendapat dalam proses pengambilan

keputusan, beradaptasi dengan lingkungan keluarga, saling memahami

antar anggota keluarga, dapat mengekspresikan isi hati di rumah tanpa

mengganggu masalah anggota keluarga, dapat menangani perbedaan

dalam keluarga, dapat melakukan pekerjaan melalui kesulitan-kesulitan

yang terjadi dalam keluarga, merasa bebas untuk mengutarakan pendapat,

berdiskusi dan mencari solusi dengan anggota keluarga.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang salah satu

anggota keluarganya merupakan penderita TB Paru memiliki mekanisme

koping yang sangat baik karena mereka berusaha tenang menghadapi

penyakit tersebut dan dengan adanya dukungan dari anggota keluarga

yang lain. Namun tiga dari lima informan masih tidak menerima bahwa

suaminya menderita penyakit TB Paru. Hal ini disebabkan oleh anggota

keluarga yakin bahwa tidak ada riwayat penyakit TB Paru.

2) Berdoa dan bersyukur kepada Tuhan.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada keluarga penderita

TB Paru menghadapi masalahnya yaitu memiliki nilai/prinsip hidup yang

benar dalam menghadapi penyakit. Informan ke satu dan kedua,

Page 82: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

67

mengatakan bahwa selalu berdo’a karena itu sudah jadi nasib suaminya

terkena penyakit seperti itu.

Berdasarkan hasil penelitian Herry (2011), dari aspek family

integration, kerja sama dan optimisme membuktikan bahwa lebih dari

separuh contoh (yaitu anggota keluarga/orang tua sebagai penderita

penyakit TB paru) (57%) memiliki family integration, kerja sama dan

optimisme yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar contoh

mencoba untuk tidak saling menyalahkan, pasangan merasa percaya

bahwa penyakit TB Paru akan sembuh, percaya sepenuhnya kepada

Tuhan Yang Maha Esa melalui doa, mengatakan kepada diri sendiri

bahwa banyak seharusnya yang saya syukuri, membina hubungan yang

lebih dekat dengan pasangan dan anak/anggota keluarga lain, melakukan

beberapa kegiatan di rumah dengan anggota keluarga dan merawat

keluarga sendiri dengan baik.

3) Menjalankan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, keluarga yang memiliki

penderita TB Paru karena ingin keluarganya sembuh dari penyakit yang

dideritanya, maka taat dalam meminum obat dalam program pengobatan

yang diberikan oleh petugas puskesmas. Empat dari lima informan

mengungkapkan bahwa mereka selalu ingat pesan petugas kesehatan agar

penderita TB Paru meminum obat secara teratur.

Page 83: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

68

Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan penderita

untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini pengawas minum obat

(PMO) keluarga akan sangat membantu kesuksesan penaggulangan TB.

Widyaningsih (2004) menjelaskan bahwa PMO adalah seseorang yang

mengawasi penderita TB paru selama pengobatan agar dapat dipastikan

bahwa penderita tersebut menyelesaikan pengobatannya dengan lengkap

dan teratur.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa anggota keluarga yang

selalu mendampingi dan merawat penderita TB Paru sangat aktif dalam

menjalankan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan dimana

anggota keluarga selalu mengingatkan anggota keluarga yang sakit untuk

rutin meminum obatnya dan meludah pada tempat yang disediakan.

b. Mekanisme pertahanan ego

Hasil penelitian terungkap salah satu respon psikologis yang dialami

oleh penderita TB Paru adalah penyangkalan terhadap keadaan penyakit yang

diderita oleh anggota keluarga. Tiga dari lima informan mengatakan bahwa

mereka tidak percaya kalau salah satu dari anggota keluarganya terkena

penyakit TB Paru dalam hal ini suami informan.

Sejalan dengan itu menurut Dongoes (2000), seorang penderita TB Paru

mengalami masalah dalam integritas ego yakni menyangkal khususnya

selama tahap dini dan dalam interaksi sosial dengan terjadi reaksi penolakan

karena penyakit menular. Sunaryo (2004) dikutip dalam Yohanis (2012)

Page 84: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

69

menjelaskan bahwa penyangkalan (denial) adalah mekanisme perilaku

penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.

Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dari beberapa informan (tiga dari

lima informan) mengungkapkan bahwa mereka tidak menerima salah satu

anggota keluarganya menderita penyakit TB Paru, hal ini disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh para informan tentang penyebab

dari penyakit TP Paru itu sendiri.

C. Keterbatasan Penelitian

Peneliti mengakui bahwa dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan

ataupun kekurangan. Keterbatasan tersebut antara lain : Panduan wawancara yang

telah disusun sebelumnya dengan banyak pertanyaan menjadi hambatan/kesulitan

tersendiri dalam menganalisa setiap pernyataan dari informan pada saat

penyusunan kata kunci, kategori dan tema dari hasil penelitian. Hal ini disebabkan

oleh dari lima informan hanya dua orang yang menggunakan bahasa Indonesia

pada saat dilakukan wawancara, sedangkan ketiga informan menggunakan bahasa

daerah (Makassar). Sehingga peneliti sulit untuk mengerti makna dari pernyataan

informan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka peneliti dibantu oleh

seseorang dalam menentukan makna dari setiap pernyataan informan dalam hal

ini petugas P2M pada Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong

Kabupaten Gowa.

Page 85: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

70

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penelitian ini memperoleh 4 (empat) tema yang menggambarkan

pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru.

1. Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru, sebagai anggota

keluarga yang selalu mendampingi dan merawat penderita TB Paru maka

anggota keluarga memiliki kecemasan dengan adanya respon yang

ditunjukkan oleh informan. Respon tersebut nampak dari pernyataan yang

telah diungkapkan oleh informan seperti afektif, perilaku dan kognitif.

2. Perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru, dalam merawat

pasien TB paru anggota keluarga yang merawat penderita mengalami

perubahan peran sehingga dalam kehidupan sehari-hari terjadi pengalihan

peran yaitu istri menjadi kepala keluarga selama suami menjalani proses

pengobatan.

3. Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru, dalam merawat pasien

TB paru anggota keluarga belum tahu secara keseluruhan mengenai penyakit

TB Paru, mulai dari cara pencegahan, cara penularan, dan penyebab dari

penyakit TB Paru itu sendiri. Hal itu terungkap dari pernyataan-pernyataan

yang telah diungkapkan oleh informan.

Page 86: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

71

4. Mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB Paru,

sebagai keluarga yang memiliki penderita TB Paru maka anggota keluarga

berusaha tenang dan bersabar dalam merawat anggota keluarga yang sakit.

B. Saran

Melalui hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran :

1. Hendaknya melakukan suatu kegiatan penyuluhan kesehatan terkait cara

perawatan Penderita TB Paru khususnya bagi keluarga penderita yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten

Gowa serta melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang memiliki

penderita TB paru untuk menjelaskan mengenai penyakit TB paru.

2. Bagi perawat komunitas khususnya yang bekerja di Puskesmas Moncobalang

dapat lebih meningkatkan motivasi dan kinerja dalam pelayanan keperawatan

kepada penderita TB paru sehingga dalam menjalani pengobatan penderita TB

paru dapat lebih aktif serta melakukan pendekatan secara kekeluargaan agar

keluarga dengan penderita TB paru memiliki semangat untuk merawat

anggota keluarga yang sakit.

3. Petugas kesehatan hendaknya memberikan pemahaman mengenai cara

pencegahan, cara penularan serta penyebab dari TB paru disetiap kunjungan

pengambilan obat untuk keluarga dengan penderita TB paru.

4. Bagi peneliti lain, karena keterbatasan peneliti maka dalam penelitian

selanjutnya agar lebih mendalam mengkaji pengalaman anggota keluarga

Page 87: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

72

merawat pasien TB Paru dengan mambagi serta memisahkan sesuai umur dan

jenis kelamin mengenai pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB

Paru pada remaja, TB Paru pada dewasa dan TB Paru lansia sesuai

perkembangan psikologi masing-masing individu.

Page 88: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

DAFTARPUSTAKA

Ajzy, (2013). Pembagian umur menurut Hurlock.http://www.scribd.com/doc/138378532/Pembagian-umur-menurut-Hurlock-docx. Diakses: tanggal 21 Mei 2013.

Aditama, T. (2006). Perkembangan teknologi, perkembangan kuman. JurnalTuberkulosis Indonesia, 3 (2), i-iv.

Crofton, S. J., Horne, N., & Miller, F. (2002). Tuberkulosis Klinis (2 ed.). (M. Harun,E. Sutiono, T. Citraningtyas, P. Cho, E. Noviani, & A. N. Abidin, Eds.)Jakarta: Widya Medika

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Etik Penelitian Kesehatan.Komisi Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI,http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/knepk/. Diakses : tanggal 31 Mei 2013

Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untukperencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta :EGC.

Eva, Y. (2009). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kemandirian keluargamerawat pasien TB paru program DOTS di Puskesmas Jongaya MakassarTahun 2010 (Skripsi PSIK FK Unhas tidak diterbitkan), Makassar, Indonesia.

Efendi, F., Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas,teori dan praktikdalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Fibriana, L.P., (2011). Hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentangpencegahan penyakit menular tuberkulosis, Jurnal Keperawatan, 1 (1), 1-9.

Hadju, V., Dachlan, D M., Bahar, B & Jafar, N. (2010). Penanggulangan penyakittuberkulosis oleh perawat, Makassar : Hasanuddin University Press.

Hawari, D. (2001). Manajemen stress cemas dan depresi. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.

Herry, E. (2011). Tingkat kecemasan, dukungan sosial dan mekanisme kopingterhadap kelentingan keluarga dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor(Skripsi dipublikasikan), Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut PertanianBogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48176. Diakses: tanggal3 Mei 2013.

Page 89: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

KOMPAS.com. (2008). Makassar memiliki penderita TB terbanyak di Indonesia.http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/03/25/18590760/Makassar.Miliki.Penderita.TB.Terbanyak.di.Sulsel. Diakses tanggal: 14 Mei 2013.

Maramis, W. F., & Maramis, A., A. (2009). Catatan Ilmu kedokteran jiwa (2 ed.).Surabaya: Airlangga University Press.

Misnadiarly. (2006). pemeriksaan laboratorium tuberkulosis dan mikobakteriumatipik. (H. Djayaningrat, & R. Pratomo, Eds.) Jakarta: PT Dian Rakyat.

Mu'arifah, A. (2005). Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas: Indonesianpsychologi journal , 2 (3), 102-111.

Niven, N. (2000). Psikologi Kesehatan pengantar untuk perawat &profesional kesehatan lain (2 ed). (Ester, M., Eds.) Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, S,. Wuryaningsih, E. (2003), Pendidikan-Promosi dan PerilakuKesehatan. Jakarta: FKM-UI.

Notoatmodjo, S. (2007). Pomosi kesehatan & ilmu perilaku kesehatan (2 ed.).Jakarta: PT Rineka Cipta.

Nugroho, F. A., & Astuti, E. P. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikapdengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis pada keluarga. JurnalSTIKES RS. Baptis , 3 (1), 19-28.

Pratiwi, P. R. (2010). Pengertian Kecemasan. http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/pengertian-kecemasan-anxiety.htm. Diakses tanggal 3 Mei 2013.

Priyatin, W. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan anggotakeluarga terhadap penularan tb paru di silayah kerja puskesmas Sokaraja IIKabupaten Banyumas. Jurnal of Nursing , 2 (3), 154-161.

Rekam medis Puskesmas Moncobalang. (2013). Data laboratorium penderitatuberkulosis. Moncobalang: Puskesmas Moncobalang.

Saryono., Anggreani. (2011). Metodologi penelitian kualitatif dalam bidangkesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.

Sihombing, H., Sembiring, H., Amir, Z., & Sinaga, B. Y. (2012). Pola resistensiprimer pada penderita TB paru kategori I di RSUP H. Adam Malik, Medan.Jurnal respirasi Indonesia , 32 (3), 138-139.

Smelzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan medikal bedah (8 ed., Vol. 1). (A.Waluyo, I. M. Karyasa, Julia, H. Y. Kuncara, & Y. Asih, Trans.) EGC.

Page 90: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Stuart, G. W., & Laraia, (2005) . M. T. Principles and practice of psychiatricnursing. (8th ed.). St. Louis: Mosby.

Stuart, G. W., Sundden, S. J. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.

Sugiyarti, L. R., & Roestamadji, S. W. (2011). Pengaruh kepercayaan diri dandukungan keluarga terhadap kecemasan menghadapi menopause pada iburumah tangga. Jurnal Penelitian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (JP3B),1 (1), 7.

Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: CV.Alfabeta.

Suratno. (2006). Karakteristik sosiodemografik, motivasi keluarga, perilakupengobatan dan pencegahan penularan TB Paru hubungannya dengan angkakonversi di Kabupaten Madiun (Tesis tidak dipublikasikan), UniversitasGadjah Mada Yogyakarta, Indonesia.

Wahyudi, Upoyo, A. S., & Kuswati, A. (2008). Penilaian lima tugas keluarga dengananggota keluarga menderita TB paru di wilayah kerja BP-4 Magelang. JurnalKeperawatan Sudirman , 3 (3). 144-148.

Widoyono. (2008). Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan &pemberantasannya. (A. Safitri, & R. Astikawati, Eds.) Penerbit Erlangga.

Widyaningsih, N. (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PraktikPengawas Menelan Obat (PMO) dalam Pengawasan Penderita TuberkulosisParu Di Kota Semarang. Disertasi diterbitkan. Semarang: ProgramPascasarjana Universitas Di Ponegoro semarang.http://eprints.undip.ac.id/14516/1/2004MPK3580.pdf. Diakses: tanggal 10 Juli2013.

Yunding, M. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahanpenularan penyakit pada keluarga dengan penderita tuberkulosis paru diwilayah kerja puskesmas Banggae I Kabupaten Majene. (Skripsi tidakdipublikasikan), Makassar: Program Studi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Yohanis, B. (2013). Gambaran tentang konsep diri pada penderita tuberculosis paruyang menjalani rawat jalan di puskesmas Tual Kota Tual Maluku Tenggara.(Skripsi tidak dipublikasikan), Makassar: Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.

Page 91: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Lampiran 1

PENJELASAN PENELITIAN

Kepada Yth.

Calon Informan Penelitian

Dengan hormat,

Saya Irma, NIM: C12112617, mahasiswa Program Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, bermaksud

mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kualitatif tentang Pengalaman

Anggota Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa”.

Maka bersama ini saya jelaskan beberapa hal mengenai penelitian saya:

1. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang mendalam

tentang pengalama anggota keluarga merawat pasien TB paru, dan manfaat

secara umum penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman keluarga dalam

merawat pasien TB paru.

2. Informan yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga

yang bertanggungjawab sebagai pengawas minum obat (PMO) pasien TB paru

dan bersedia menjadi informan, berada dilokasi penelitian dan mampu

mengungkapkan pengalamnnya secara kooperatif.

3. Wawancara akan dilakukan beberapa kali selama 30-60 menit atau sesuai

dengan kesepakatan yang dibuat oleh peneliti dan informan.

4. Selama wawancara dilakukan, diharapkan informan dapat menyampaikan

pengalamnnya dalam merawat pasien TB paru dan menjawab segala hal

dengan sebenar-benarnya semua pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan

judul penelitian.

5. Selama penelitian dilakukan, peneliti akan menggunakan alat bantu

wawancara seperti buku catatan dan pulpen, alat perekam (tape recorder).

Page 92: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

6. Informasi yang informan berikan hanya akan digunakan semata-mata untuk

kepentingan penelitian dan hanya penelitiu sendiri yang memiliki akses

terhadap data asli.

7. Pelaporan hasil penelitian ini nantinya akan menggunakan kode informan

(inisial nama) dan bukan nama sebenarnya dari informan guna menjaga

kerahasiaan identitas informan.

Demikian penjelasan ini, apabila disetujui maka saya mohon kesediannya

untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua pernyataan yang

telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.

Gowa, Juli 2013

Peneliti

(Irma)

Page 93: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa saya bersedia

untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program

Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

dengan judul penelitian : “Studi Kualitatif tentang Pengalaman Anggota

Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas

Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa”.

Setelah saya mendapat informasi dari peneliti dan membaca penejelasan

tersebut, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin

peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai informan.

Saya berharap penelitian ini tidak akan mempunyai dampak negatif serta

merugikan bagi saya dan keluarga saya, sehingga pertanyaan yang akan saya

jawab, benar-benar dapat dirahasiakan.

Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangani dan kiranya

dipergunakan sebagaimana mestinya.

Gowa, Juli 2013

Informan

( )

Page 94: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Lampiran 3

PEDOMAN WAWANCARA

I. DATA UMUM

Inisial informan/ kode informan :

Umur :

Jenis kelamin :

Hubungan dengan penderita :

Tanggal wawancara :

II. GARIS BESAR PERTANYAAN WAWANCARA

1. Coba ceritakan pengalaman anda selama ini dalm merawat pasien TB,

dalam hal ini keluarga anda yang terkena penyakit TB paru.

2. Sejak kapan anda tahu bahwa keluarga terkena penyakit TB paru?

3. Apa yang anda lakukan setelah tahu bahwa keluarga anda terkena

penyakit TB paru?

4. Siapa yang pertama kali memberi tahu anda bahwa keluarga terkena

penyakit TB paru?

5. Apakah sebelumnya keluarga anda pernah menderita penyakit TB

paru?

6. Sejauh ini apakah keluarga anda rutin minum obat anti tuberkulosis?

7. Apakah anda mengalami kesulitan dalam merawat keluarga anda yang

terkena penyakit TB paru?

Page 95: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman

1 2 3 4 5Kecemasan

anggota

keluarga

merawat

pasien TB

Paru

Afektif Gugup “Erere… annekkereka’. Kukana naku apami, jari nakanadottoroka a’do’a mamiki… Bu’… (I1).(saya gemetar dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga doktermenyarankan untuk senantiasa berdo’a).

√ √ √

Gelisah “Cemasja juga…. (dengan nada rendah). Tapi anuka ku bilangyang penting maujaki berobat toh...(I2).(saya juga merasa cemas…(dengan nada rendah). Tapi sayaselalu memberinya dukungan agar tetap mau minum obat).

√ √ √

Perilaku Susah tidur “wattunna ni taba garring daengku, tena na jannang tinroku, nasabak sannging iaminjo ku nawa-nawa...” I1

(saat sumiku sakit, saya mengalami susah tidur, sebab saya selalumemikirkan penyakitnya)

√ √

Menghindar “ Tidak ada tetanggaku di sini yang tauki kalau sakit begitukisuamiku, karena nanti menularki toh, jadi tidak bilang-bilangkasama orang-orang”.(I5).(tidak satupun tetangga yang tahu kalau suami saya menderitapenyakit menular karena saya menyembunyikannya dari semuaorang).

“tena naissengi anrinni tau riampik ballakku angkana garring anjoakpaballe annang bulanga daengku...” I3

(tidak ada yang tahu bahwa suami saya menderita penyakit TBdan berobat enam bulan)

√ √

MATRIKS ANALISA DATA

Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru

Page 96: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Kognitif Khawatir yangberlebihan

“Mallakma kusakring wattunna mulaimi nitaba garring, ka tena kuassengi sebelumna anjo angkana garringi”…(I4)(saya sangat takut saat mengetahui suami saya menderita TB,karena saya tidak melihat ada tanda-tanda penyakit tersebutpadanya)

√ √ √

Page 97: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman

1 2 3 4 5Perubahan

peran

anggota

keluarga

merawat

pasien TB

Paru

Penambahanperan

Menjadi PMO “ Iye terus-terus, pokokna lakbusukna maeku akboya. Biasatenapa poeng nalakbusuk sebelumna maema akboyapakballe.(I1).(iya rutin, yang jelas seblum obat yang diberikan oleh petugashabis diminum, saya sudah ke Puskesmas untuk mengambil obatlagi).

√ √ √ √

“Rajinka pergi ambilkanki obatnya, karena mauka supayacepatki sembuh…(I5)(saya rutin mengambil obat, demi kesembuhan suami saya). √ √ √

Perubahanfungsi

keluarga

Mengambilalih pekerjaansuami sebagaipencari nafkah

“Iya, baru ini berapa harika na bantu di sawah, baru tidakmi nakeluar karna batuki to’, di siniji. Tapi, tidak bisai juga kalau tidakkerjai karna anak-anaka juga kodong. (I2).(beberapa hari ini suami saya ikut membantu di sawah, tapikarena batuknya kambuh makanya ia kembali beristirahat. Tapisusah juga jika suami saya tidak bekerja, nanti anak-anak maumakan apa).

√ √

MATRIKS ANALISA DATA

Tema 2 : Peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru

Page 98: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Bertanggungjawab terhadap

keluarga

“… langsungmi berhenti kerja… jadi saya lagi yang kerja,jualanka keu-kue supaya ada biaya sehari-hari untukkeluargaku…”(I5)(…suami saya langsung berhenti bekerja, sehingga secaraotomatis saya mengambil alih pekerjaannya, saya berjualan kee-kue untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari…)

√ √

Page 99: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman

1 2 3 4 5Persepsi

anggota

keluarga

tentang

penyakit TB

Paru

Defenisi Tidak taupenyebab TB

Paru

“Tena nakuassengi angkana anngapa na nitaba garring kammaanjo daengku...” I2

(saya tidak tahu apa yang menyebabkan suamiku menderitapenyakit tersebut)

“Ianjo ku kamallakkang wattunna uru-uru, ereree karaeng kupikkiri gassingka antu tenamo na kulle bajik” ( ekpresitakut)…(I1)(saat pertama saya mengetahui bahwa suami saya menderitapenyakit TB, saya sangat takut karena saya pikir bahwa penyakittersebut tidak bisa sembuh). (ekspresi takut)

√ √ √ √

Pencegahan Tidak mengertiCara

pencegahan

…”Iaji anjo angkana pannganreanna ni saklak”… (I3)(…hanya tempat makannya saja yang kami pisah…)

“tena kulekbak ammake anjo nikanaya masker, nampa siagangterusja aktinro daengku..” I4

(saya tidak pernah memakai menggunakan, dan saya pun selalutidur bersama dengan suami)

√ √ √

Pengaruhsosial budaya

Lingkungan “Kerjaki suamiku di dalam situ (sambil menunjuk arah depanrumah) to’, di pabrik gas. Baru rata-rata orang di dalam situsakit-sakit dadanya…(I5)(suamiku kerja di dalam pabrik gas dekat rumah. Baru rata-rataorang yang kerja di dalam sakit-sakit dadanya…)

√ √ √

MATRIKS ANALISA DATA

Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru

Page 100: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Penyembuhansecara

tradisional

Ni pasiambakmi poeng anjo mae pakballe mangkasarak.Pokokna karea nikana ambajiki… (I3)(di padukan juga itu semua obat tradisional. Pokoknya yangdikatakan bisa menyembuhkan…)

√ √ √

Page 101: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

MATRIKS ANALISA DATA

Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tau anggota keluarga terkena TB Paru

Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman

1 2 3 4 5Mekanisme

koping

keluarga

setelah tahu

anggota

keluarga

terkena TB

Kopingadaptif

Berusahatenang

“ ee… itu waktunya apa itu. Ee batuki toh keluarki darah sedikit,tapi kubilang anunyaji itu obatka…(I2)(ee… pada saat itu suamiku menderita batuk dan mengeluarkansedikit darah, tapi saya sampaikan bahwa itu mungkin adalahefek samping dari obat)

√ √ √

Berdo’a danbersyukur

“…a’doa terusjaki anjo ka nikana apami paeng ka sarengnaminitaba garring kamma…(I4)(saya selalu berdo’a itu karena itu sudah jadi nasib suami sayaterkena penyakit seperti itu) (saya selalu berdo’a dan bersabarkarena ini sudah menjadi takdir bagi suami saya)

√ √

Melaksanakanpesan yangdianjurkan

oleh petugaskesehatan

“…Nakana dottoroka, tena nakkulle anngangkak anu battalak,haruski rajeng annganre pakballe… jari ni turukiang tommi anjomae, ka dottoroka antu jai naisseng…(I1)(dokter menganjurkan agar suamiku tidak mengangkat bebanyang terlalu berat dan senantiasa menum obat secara teratur,saya menganjurkan suami untuk mengikuti saran tersebut karenadokter lebih tahu dalam hal ini…)

√ √ √ √

Page 102: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Kopingmaladaptif

Penyangkalanterhadapkeadaanpenyakit

“itumi ku bilang kenapa na bisa sakit begitu na tidak pernahjibatuk-batuk… tidak mentong na kubilangi suamiku sakitbegitui..”(I5)(makanya saya heran mengapa suamiku menderita penyakitseperti ini, padahal sebelumnya suamiku tidak pernah batuk.Sampai sekarang saya tidak percaya bahwa suamiku menderitapenyakit TB...)

√ √ √

Page 103: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada
Page 104: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada
Page 105: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada
Page 106: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada
Page 107: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Lampiran 6

DOKUMENTASI PENELITIAN

Informan 1

Informan 2

Page 108: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada

Informan 3 Informan 4

Informan 5

Page 109: Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada