Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN PENGUKURAN SUDUT
DALAM PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV
SDN NYAMPLUNG GAMPING SLEMAN
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Skripsi
Oleh:
SIDIQ PRAMONO
X7108748
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK
MENINGKATKAN PEMAHAMAN PENGUKURAN SUDUT
DALAM PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV
SDN NYAMPLUNG GAMPING SLEMAN
TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh:
SIDIQ PRAMONO
X7108748
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program S1 PGSD
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk
Meningkatkan Pemahaman Pengukuran Sudut dalam Pelajaran Matematika Siswa
Kelas IV SDN Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Tahun
Pelajaran 2010/2011”.
Oleh:
Nama : Sidiq Pramono
Nim : X7108748
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Januari 2011
Pembimbing I Pembimbing II
Siti Istiyati, M.Pd Siti wahyuningsih, M.Pd
NIP 196108191986032001 NIP.196101211986012001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk
Meningkatkan Pemahaman Pengukuran Sudut dalam Pelajaran Matematika Siswa
Kelas IV SDN Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Tahun
Pelajaran 2010/2011”.
Nama : Sidiq Pramono
NIM : X7108748
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk
memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs.Kartono, M. Pd .......................
Sekretaris : Drs. Hasan Mahfud, M. Pd ........................
Anggota I : Siti Istiyati, M. Pd ........................
Anggota II : Siti Wahyuningsih, M Pd ........................
Disahkan oleh,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
v
ABSTRAK
Sidiq Pramono, PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN PENGUKURAN SUDUT DALAM PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS IV SDN NYAMPLUNG KECAMATAN GAMPING KABUPATEN SLEMAN TAHUN PELAJARAN 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2011. Tujuan penelitian ini adalah: Meningkatkan pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika melalui model pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Nyamplung Tahun Pelajaran 2010/2011; Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan bentuk pendekatannya adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Model penelitian ini menggambarkan serangkaian langkah yang membentuk siklus. Setiap langkah tersebut terdiri dari empat tahapan, yaitu: perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan di SDN Nyamplung, Gamping Sleman. Sebagai subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV sebanyak 12 orang siswa yaitu 4 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi: observasi, wawancara, tes hasil belajar dan perekaman. Validitas data dalam penelitian ini menggunkan dua trianggulasi yaitu trianggulasi data dan trianggulasi metode. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: reduksi data, penyajian data, dan penarikan simpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan siswa yang belajar tuntas pada siklus I hanya 66,67% atau meningkat 41,67% dari keadaan awal, namun hasil ini belum mencapai target penelitian yang mematok siswa belajar tuntas sebanyak 90%. Penelitian kemudian dilanjutkan ke siklus II. Siswa yang belajar tuntas pada siklus II ini mengalami peningkatan, yaitu 91,67% siswa telah mencapai KKM yang ditentukan (nilai 70), dari hasil siklus II ini maka penelitian telah berhasil. Untuk proses pembelajaran terjadi peningkatan keaktifan siswa dan keluwesan guru dalam mengajar menggunakan model pembelajaran kontekstual. Kesimpulan yang dapat diambil adalah Penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika siswa kelas IV SDN Nyamplung, Gamping, Sleman Tahun Pelajaran 2010/2011;;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACTS
Sidiq Pramono, THE IMPLEMENTATION OF CONTEXSTUAL TEACHING AND LEARNING MODEL TO IMPROVE THE COMPREHENSION OF ANGLE MEASUREMENT IN MATHEMATIC LESSON FOR 4TH GRADE OF ELEMENTARY SCHOOL NYAMPLUNG GAMPING SLEMAN SCHOOL YEARS 2010/2011. Skripsi, Surakarta: Education Faculty. Sebelas Maret University of Surakarta, January 2011 The purpose of this research are: To increase student comprehension of angle measurement in Mathematic lesson in 4th grade of Elementary School Nyamplung Gamping Sleman School Years 2010/2011 through Contextual Teaching and Learning Model; The kind of the research is action research and the approach which is used in the research is descriptive qualitative. This mode describes the steps in forming the cycle. Every step has four phases: planning, action, observation, and reflection. The subject in this research are 12 students, they are 4 girls and 8 boys in 4th grade of Elementary School Nyamplung Gamping Sleman School Years 2010/2011. The technique which are use in collecting the data cover: observation, conversation, achievement test, and data record. The technique of analyzing data which is used is the verification analyzing which consist of three steps: reduction data, presentation data, and conclusion data. Based on the result of the research it can be known that the students who have quite better in the first cycles only 66,67% or increase 41,67% from the first condition, but the result has not yet reach the result target which have to complete learning 90%. The research is continued to the second cycle. The students who get the complete learning in the second cycle get the increasing of 91,67% students have gained the complete learning (70 point), from this second cycles result it can be known that the research has been successful. The Contextual Teaching and Learning Model can make the students active and the teachers can flexible to teach the students. The conclusion are: The application Contextual Teaching and Learning Model can increase student comprehension of angle measurement in Mathematic lesson for the 4th grade of Elementary School Nyamplung Gamping Sleman School Years 2010/2011;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
vii
MOTTO
Andai kesusahan adalah hujan dan kesenangan adalah matahari,
maka kita butuh keduanya untuk melihat pelangi,
Sebelum jauh-jauh memperbaiki diri,
sebelum jauh-jauh mencari solusi buat segala permasalahan yang kita hadapi,
Nomer satu yang harus kita perbaiki adalah sholat
(Ustad. Yusuf Mansur)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Ibunda (Sutini) dan Ayahanda (Warsono) atas
doa kasih sayangnya
2. Kakak (Mas Ikhsanudin) atas dorongan dan
motivasinya.
3. Ibu dan Teman-teman kos Bu Sri (Mas
Rizki,Neng, Mas Ucup, Haunan, Tian, dll )atas
bantuanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Alloh SWT, karena atas
berkat rahmat serta hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual untuk Meningkatkan
Pemahaman Pengukuran Sudut dalam Pelajaran Matematika Siswa Kelas IV SDN
Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Tahun Pelajaran
2010/2011”.
Penulisan ini disusun dalam rangka guna memperoleh gelar Sarjana pada
Program Studi PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, bantuan maupun kerjasama
dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd, selaku Dekan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan ijin bagi penulis untuk menyusun skripsi ini.
2. Drs. R. Indianto, M. Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah menyetujui dan mengesahkan judul skripsi yang telah diajukan.
3. Drs. Kartono, M. Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. Hasan Mahfud, M. Pd, selaku Sekretaris Program Studi PGSD Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.
5. Ibu Siti Istiyati, M. Pd dan Ibu Siti Wahyuningsih selaku dosen Pembimbing I
dan dosen Pembimbing II yang telah tulus ikhlas dan sabar membimbing,
mengarahkan, dan memberikan petunjuk dalam penyusunan skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
6. Bapak/Ibu guru berserta staf SD Negeri Nyamplung, Gamping, Sleman, yang
telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
7. Teman-teman se-almamater yang tidak mampu penulis sebutkan satu persatu,
yang telah memberikan semangat pada penulis dan atas kerja samanya.
8. Semua pihak yang telah ikut membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini.
Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh
dari sempurna. Untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran
yang membangun. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
penulis sendiri khususnya serta pembaca pada umumnya
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Surakarta, Januari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN .................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iv
HALAMAN ABSTRAK ......................................................................... v
HALAMAN ABSTRACT ....................................................................... vi
HALAMAN MOTTO ............................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Perumusan Masalah ................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................. 6
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 6
1. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual............................. 6
a. Pengertian Pembelajaran ..................................................... 6
b. Pengertian Model Pembelajaran .......................................... 7
c. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual ....................... 8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
d. Komponen Model Pembelajaran Kontekstual ..................... 11
e. Tujuan Pembelajaran Kontekstual ...................................... 12
f. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kontekstual .......... 13
c. Langkah- langkah Pembelajaran Kontekstual ...................... 14
2. Peningkatan Pemahaman Pengukuran Sudut Dalam
Pembelajaran Matematika ....................................................... 17
a. Pengertian Pemahaman ....................................................... 17
b. Pengertian Pengukuran ....................................................... 19
c. Pengertian Sudut ................................................................. 20
d. Pembelajaran Pengukuran Sudut ......................................... 22
e. Pengertian Matematika ....................................................... 23
f. Langkah- langkah Pembelajaran Matematika ....................... 24
g. Ruang Lingkup Matematika SD ......................................... 25
B. Penelitian yang Relevan .......................................................... 27
C. Kerangka Berpikir ................................................................... 28
D. Hipotesis Tindakan ................................................................. 29
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................... 30
A. Setting Penelitian .................................................................... 30
1. Tempat Penelitian ............................................................. 30
2. Waktu Penelitian ............................................................... 30
B. Subjek Penelitian .................................................................... 30
C. Bentuk dan Strategi Penelitian ................................................ 31
1. Bentuk Penelitian .............................................................. 31
2. Strategi Penelitian ............................................................. 31
D. Sumber Data ........................................................................... 31
E. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 32
F. Validitas Data ......................................................................... 33
G. Teknik Analisis Data ............................................................... 33
H. Indikator Kerja ........................................................................ 34
I. Prosedur Penelitian Tindakan .................................................. 35
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
xiii
BAB IV HASIL PENELITIAN ............................................................... 39
A. Deskripsi Data Penelitian ........................................................ 39
1. Deskripsi Kondisi Awal ...................................................... 41
B. Deskripsi Data Tindakan ......................................................... 43
1. Tindakan Siklus I ................................................................ 43
2. Tindakan Siklus II ............................................................... 51
C. Pembahasan Hasil Penelitian ................................................... 60
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ................................... 62
A. Simpulan ................................................................................. 62
B. Implikasi ................................................................................. 62
C. Saran ....................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 66
LAMPIRAN ........................................................................................... 68
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian untuk Aspek
Kualitas Proses .................................................................... 34
Tabel 2 Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian untuk Aspek
Pemahaman Konsep ............................................................ 35
Tabel 3 Data Frekuensi Awal Sebelum Tindakan ............................. 41
Tabel 4 Hasil Tes Awal .................................................................... 42
Tabel 5 Data Nilai Pada Siklus I....................................................... 48
Tabel 6 Data Frekuensi Nilai Pada Sklus I ....................................... 49
Tabel 7 Hasil Tes Siklus I ................................................................ 50
Tabel 8 Data Nilai Pada Siklus II ..................................................... 56
Tabel 9 Data Frekuensi Nilai Siklus II .............................................. 57
Tabel 10 Hasil Tes Pertemuan Siklus II .............................................. 58
Tabel 11 Data Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas ........... 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir ............................................................... 29
Gambar 2 Prosedur Penelitian Tindakan Kelas..................................... 36
Gambar 3 Grafik Nilai Awal Siswa Sebelum Tindakan ........................ 42
Gambar 4 Grafik Nilai Siswa Siklus I .................................................. 50
Gambar 5 Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas Awal
dengan Siklus I .................................................................... 51
Gambar 6 Grafik Nilai Siswa Siklus II ................................................. 58
Gambar 7 Grafik Perbandingan Siswa Belajar Tuntas .......................... 59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Silabus Matematika Kelas IV SD ...................................... 67
Lampiran 2 Soal Pretes ........................................................................ 68
Lampiran 3 Rekapitulasi Nilai Siswa Sebelum Tindakan ..................... 70
Lampiran 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I ..................... 71
Lampiran 5 Soal Evaluasi Siklus I ........................................................ 87
Lampiran 6 Kunci Jawaban dan Kriteria Penilaian Soal Evaluasi
Siklus I .............................................................................. 90
Lampiran 7 Rekapitulasi Nilai Siklus I ................................................. 91
Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .................... 92
Lampiran 9 Soal Evaluasi Siklus II ...................................................... 108
Lampiran 10 Kunci Jawaban dan Kriteria Penilaian Soal Evaluasi
Siklus II ............................................................................ 110
Lampiran 11 Rekapitulasi Nilai Siklus II ............................................... 111
Lampiran 12 Lembar Observasi Aktifitas Siswa Siklus I ........................ 112
Lampiran 13 Lembar Observasi Aktifitas Siswa Siklus II ...................... 114
Lampiran 14 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I ........................... 116
Lampiran 15 Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II .......................... 118
Lampiran 16 Dokumentasi ..................................................................... 120
Lampiran 17 Bukti Fisik Evaluasi Siswa ................................................ 127
Lampiran 18 Surat Keterangan dari SD N Nyamplung ........................... 151
Lampiran 19 Ijin .................................................................................... 152
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam
kehidupan sekarang ini. Standarisasi dan profesionalisme pendidikan yang sedang
dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman berbagai pihak terhadap perubahan
yang terjadi dalam berbagai komponen sistem pendidikan. Dalam implementasi
kurikulum di sekolah, guru dituntut untuk senantiasa belajar dan mendapatkan
informasi baru tentang pembelajaran dan peningkatan mutu pendidikan pada
umumnya (Mulyasa, 2009: 13).
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (NSP) terdapat standar kompetensi lulusan
yaitu digunakan sebagai penilaian penentuan kelulusan peserta didik, yang
meliputi kompetensi untuk seluruh mata pelajaran, serta mencakup aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Salah satu mata pelajaran yang sering membebani
siswa dalam menentukan kelulusan adalah Matematika.
Matematika adalah salah satu pelajaran yang membutuhkan tingkat
konsentrasi yang tinggi. Matematika menjadi penting karena semua ilmu
membutuhkan Matematika di dalamnya. Pada kenyataannya, jika diperhatikan
hasil belajar Matematika pada umumnya masih tergolong rendah. Hal ini
disebabkan karena banyak faktor yang mempengaruhi pembelajaran Matematika.
Banyak mitos-mitos yang berkembang pada lingkungan sekolah tentang
Matematika, hal ini akan memberikan andil besar dalam membuat sebagian siswa
merasa alergi bahkan tidak menyukai Matematika. Akibatnya, mayoritas siswa
kita akan mendapat nilai buruk untuk bidang studi ini, bukan lantaran tidak
mampu, melainkan karena sejak awal sudah merasa alergi dan takut sehingga
malas untuk mempelajari Matematika. Menurut Ade Chandra Prayogi, S.Pd
(http://www.friendster.com/adechandraprayogi. 02/02/2010) Ada lima mitos
sesat yang sudah mengakar dan menciptakan persepsi negatif terhadap
Matematika yaitu: (1) Matematika adalah ilmu yang sangat sukar sehingga hanya
�
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
sedikit orang atau siswa dengan IQ minimal tertentu yang mampu memahaminya.
(2) Matematika adalah ilmu hafalan dari sekian banyak rumus. Padahal,
Matematika bukanlah ilmu menghafal rumus, karena tanpa memahami konsep,
rumus yang sudah dihafal tidak akan bermanfaat. (3) Matematika selalu
berhubungan dengan kecepatan menghitung. Memang, berhitung adalah bagian
tak terpisahkan dari Matematika, terutama pada tingkat SD. Tetapi, kemampuan
menghitung secara cepat bukanlah hal terpenting dalam Matematika. Yang
terpenting adalah bagaimana siswa dapat memahami Matematika sehingga
pemahaman meningkat. (4) Matematika adalah ilmu abstrak dan tidak
berhubungan dengan realita. Mitos ini jelas-jelas salah kaprah, sebab fakta
menunjukkan bahwa Matematika sangat realistis. Dalam arti, Matematika
merupakan bentuk analogi dari realita sehari-hari. (5) Matematika adalah ilmu
yang membosankan, kaku, dan tidak rekreatif. Anggapan ini jelas keliru. Meski
jawaban (solusi) Matematika terasa eksak lantaran solusinya tunggal, tidak berarti
Matematika kaku dan membosankan. Maka menjadi tugas guru untuk
menghilangkan atau meluruskan mitos sesat yang ada pada siswa tersebut agar
matematika tidak menjadi pelajaran yang menakutkan lagi bagi mereka. Berbagai
cara dan upaya perlu dilakukan agar siswa tidak malas dalam mempelajari
matematika. Dengan begitu diharapkan pendidikan di Indonesia akan semakin
maju.
Pendidikan di Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lain.
Tantangan bagi pendidikan pada saat ini adalah bagaimana menemukan dan
menciptakan metode pendidikan dan mengkondisikan lingkungan yang tepat bagi
kebutuhan individu-individu yang unik. Lemahnya tingkat berfikir siswa menjadi
sebuah tantangan besar bagi para pendidik. Oleh karena itu guru dituntut harus
mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajar dengan tepat agar siswa
memperoleh pengetahuan secara utuh sehingga pembelajaran menjadi bermakna
bagi siswa.
Belajar akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya,
bukan mengetahui atau menghafal apa yang dipelajarinya. Jika siswa dapat
memahami apa yang mereka pelajari maka akan lebih mudah bagi para siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
untuk menangkap isi dari pelajaran Matematika. Pembelajaran yang baik adalah
suatu pemahaman bukan menghafal.
Berdasarkan hasil observasi dan kajian dokumen pre tes tentang
pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika siswa kelas IV belum
seperti yang diharapkan. Kenyataan menunjukkan masih rendahnya tingkat
penguasaan terhadap materi Matematika yang ada. Dari 12 siswa yang ada di
kelas IV hanya ada 3 siswa yang memenuhi KKM (70). Hal ini diakibatkan oleh
beberapa faktor antara lain: kurangnya perhatian siswa dalam pembelajaran,
kesiapan fasilitas pembelajaran, strategi serta model pembelajaran yang digunakan
oleh guru kelas. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pemahaman siswa
rendah dapat didentifikasikan antara lain sebagai berikut: Model pembelajaran
yang digunakan guru kurang menarik, matematika dianggap pelajaran yang sulit
dan membosankan, pembelajaran yang berlangsung kurang melibatkan siswa atau
guru lebih aktif dari pada siswa, guru tidak mempersiapkan alat peraga yang
mendukung untuk menjelaskan materi pengukuran sudut, media yang digunakan
guru kurang bervariatif, dan pembelajaran tidak dikaitkan dengan situasi alami
siswa. Semua permasalahan yang dialami siswa kelas IV SD N Nyamplung
tersebut akhirnya menjadi seperti benang kusut yang sulit diuraikan. Dibutuhkan
sistem pembelajaran yang benar-benar bisa mengakumulasi semua permasalahan
itu dan sekaligus menemukan solusi yang menyeluruh dan mengakar pada
permasalahan yang ada.
Dalam rangka meningkatkan kemampuan pemahaman dalam pelajaran
Matematika, maka proses pembelajaran harus menggunakan model pembelajaran
yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan anak. Pada dasarnya, siswa lebih tertarik
untuk belajar hal-hal konkrit dan harus mengalami untuk memahami.
Pembelajaran yang di kaitkan dengan keadaan nyata di sekitar akan lebih
bermakna daripada sekedar penyampaian teori. Maka dari sekian banyak model
pembelajaran inovatif, peneliti memilih untuk menggunakan model pembelajaran
kontekstual. Model pembelajaran kontekstual adalah pendekatan yang
menghubungkan pembelajaran dengan keadaan alami siswa, sehingga siswa dapat
memahami dengan mudah konteks yang mereka pelajari. Dalam meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
pemahaman pengukuran sudut, guru dapat mengkaitkan dengan situasi nyata
siswa, dan salah satu alternatifnya adalah menggunakan benda nyata yang sering
dijumpai siswa dalam kehidupan sehari-hari sebagai media untuk menjelaskan
pengukuran sudut pada kelas IV. Karena permasalah yang diteliti terlalu luas,
maka peneliti membatasi masalah penelitian ini sebagai berikut: Materi
Matematika yang diteliti yaitu pengukuran sudut pada siswa kelas IV, model
pembelajaran inovatif yang digunakan adalah model pembelajaran kontekstual,
target penelitiannya adalah pemahaman pengukuran sudut pada siswa kelas IV
SDN Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
Penelitian Tindakan Kelas dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran
Kontekstual untuk Meningkatkan Pemahaman Pengukuran Sudut dalam Pelajaran
Matematika Siswa Kelas IV SDN Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten
Sleman Tahun Pelajaran 2010/2011”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut:
Apakah penerapan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan
pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika di kelas IV Sekolah
Dasar Negeri Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Tahun
Pelajaran 2010/2011 ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka tujuan dicapai dalam
penelitian ini adalah:
Meningkatkan pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika
melalui model pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IV Sekolah Dasar
Negeri Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Tahun Pelajaran
2010/2011.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat dalam pendidikan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Manfaat penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoretis
1) Memberikan masukan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran
Matematika khususnya pengukuran sudut.
2) Memberikan sumbangan dalam khasanah keilmuan. Peningkatan mutu
pendidikan di Indonesia pada umumnya dan di SDN Nyamplung pada
khususnya.
3) Mengembangkan kreativitas guru dalam penggunaan model pembelajaran
kontekstual�
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak berikut:
a. Bagi siswa
1) Tumbuhnya motivasi siswa dalam proses pembelajaran Matematika.
2) Meningkatnya pemahaman tentang materi yang dipelajari dalam
Matematika.
3) Meningkatnya keaktifan siswa dalam proses pembelajaran.
b. Bagi guru
1) Meningkatnya pengetahuan guru tentang model pembelajaran inovatif
yang bisa diterapkan untuk meningkatkan proses pembelajaran.
2) Meningkatnya kemampuan dalam mengatasi kesulitan dalam
pembelajaran khususnya materi pengukuran sudut pada mata pelajaran
Matematika dengan model pembelajaran kontekstual..
c. Bagi Sekolah
Meningkatnya kualitas pendidikan sekolah dan mampu mendorong untuk
selalu mengadakan pembaharuan dalam proses pembelajaran ke arah yang
lebih baik kualitasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
�
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual
a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran berasal dari kata belajar, belajar ialah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang
baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya (Slameto, 2003: 2).
Pembelajaran merupakan suatu proses belajar. Belajar memiliki banyak
definisi. Pembelajaran menurut M.G. Dwijiastuti, Usada, dan Sri Anitah, 2005: 6
adalah membelajarkan siswa menggunakan azas pendidikan maupun teori belajar
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan
proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan pihak guru sebagai pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oleh siswa.
Slameto (2003: 2) memberikan pengertian belajar sebagai suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Mulyono Abdurrahman ( 2003: 28 )
mendefinisikan belajar sebagai suatu proses seorang individu yang berupaya
mencapai tujuan belajar atau yang biasa disebut dengan hasil belajar, yaitu suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap. Nabisi Lapono. Dkk ( 2008: 44)
mengartikan proses pembelajaran yang mendidik adalah proses pembelajaran
yang dilaksanakan untuk membantu peserta didik berkembang secara utuh baik
dalam dimensi kognitif maupun dalam dimensi afektif dan psikomotorik.
Dari sekian banyak definisi pembelajaran atau learning, Elaine B. Johnson
(2007: 18) memilih dua definisi berikut ini:
�
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
“ A relatively permanent change in response potentiality which occurs as a result of rainforced practice and a change in human disposition or capability, which can be retained, and which is not simply ascribableto the process of growth”
Dari dua definisi ini dapat didefinisikan ada tiga prinsip yang layak
diperhatikan. Pertama belajar menghasilkan perubahan tingkah laku anak didik
yang relatif permanen; kedua, anak didik memiliki potensi, gandrung, dan
kemampuan kodrati untuk tumbuh dan berkembang tanpa henti; dan yang ketiga,
perubahan atau pencapaian kualitas ideal. Sedangkan Oemar Hamalik ( 2008: 27 )
belajar merupakan suatu proses, sutu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan, belajar
bukan hanya mengingat, tetapi lebih luas dari itu yaitu memahami.
Pengalaman yang diperoleh berkat interaksi antara individu dengan
lingkungan merupakan belajar dengan jalan mengalami. Dalam Oemar Hamalik
(2008: 29) William Burton menyatakan bahwa:
“Experiencing means living through actual situations and recting vigorously to various aspects of those situations for purposes apparent to the leaner. Experiencing includes whatever one does or undergoes which results in changed behavior, in changed value, meanings, attitudes, or skill.”
Yang artinya pengalaman berarti kehidupan dalam situasi nyata yang
secara sungguh-sungguh meliputi beberapa aspek dimana dalam situasi tersebut
tujuannya untuk mendapatkan pembelajaran yang nyata. Pengalaman termasuk
mengandung apa saja yang dijalani untuk menghasilkan perubahan tingkah laku,
nilai, pengertian, sikap atau kemampuan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
merupakan sutu proses belajar individu untuk merubah tingkah laku kearah yang
lebih baik dan perubahan itu relatif menetap.
b. Pengertian Model Pembelajaran
Model yakni cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mendapatkan informasi dari guru, dimana informasi tersebut
dibutuhkan untuk mencapai kompetensi pengajaran (Dwijiastuti, dkk, 2005: 5).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran
dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
�
�
didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain menurut Joyce di
dalam (Trianto, 2007: 5).
Arends dalam (Trianto, 2007: 5-6), menyatakan “The term teaching model
refers to a particular appoarch to instruction that includes its goals, syntax,
environment, and management system.” Istilah model pengajaran mengarah pada
suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya,
lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Istilah model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada
strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode, atau prosedur. Ciri-ciri tersebut
ialah:
(1) Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau pengembangnya;
(2) Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai);
(3) Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan dengan berhasil; dan
(4) Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Kardi dan Nur, di dalam Trianto, 2007: 6)
Dalam kehidupan sehari-hari, kata model digunakan dalam beberapa
konteks. Dalam lingkup pendidikan istilah model telah lama digunakan. Model
mengajar merupakan patokan bagi guru untuk melakukan kegiatan belajar-
mengajar. Model pembelajaran adalah suatu pola instruksional yang memberikan
proses sepesifikasi dan penciptaan situasi lingkungan tertentu yang
mengakibatkan para siswa berinteraksi sehingga terjadi perubahan khusus pada
tingkah laku mereka (Dwijiastuti, dkk, 2005:24).
c. Pengertian Model Pembelajaran Kontekstual
Pengertian Kontekstual (contextual) berasal dari kata konteks (contex).
Konteks (contex) berarti “bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung
atau menambah kejelasan makna, situasi yang ada hubungannya dengan suatu
kejadian” (Depdiknas, 2001: 591). Kontekstual (contextual) diartikan “sesuatu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
yang berhubungan dengan konteks (contex)” (Depdiknas, 2001: 591). Sesuai
dengan pengertian konteks maupun kontekstual tersebut, pembelajaran
kontekstual (contextual learning) merupakan sebuah pembelajaran yang dapat
memberikan dukungan dan penguatan pemahaman konsep siswa dalam menyerap
sejumlah materi pembelajaran serta mampu memperoleh makna dari apa yang
mereka pelajari dan mampu menghubungkannya dengan kenyataan hidup sehari
hari. Hal ini juga sejalan dengan pendekatan pembelajaran kontekstual yang
berasumsi sebagai berikut:
Secara alamiah proses berpikir dalam menemukan makna sesuatu itu
bersifat kontekstual dalam arti ada kaitannya dengan pengetahuan dan
pengalaman yang telah mereka (siswa) memiliki yaitu ingatan, pengalaman, dan
balikan (respon), oleh karenanya berpikir itu merupakan proses mencari hubungan
untuk menemukan makna dan manfaat pengetahuan tersebut ( Gafur, 2003: 1 ).
Penemuan makna adalah ciri utama dari Model pembelajaran kontekstual.
Di dalam kamus “makna” diartikan sebagai arti dari sesuatu atau maksud ( Elaine
B. Johnson, 2007: 35 ). Ketika diminta untuk mempelajari sesuatu yang tidak
bermakna, para siswa biasanya bertanya, “Mengapa kami harus mempelajari
ini?”. Karena otak terus-menerus mencari makna dan menyimpan hal-hal yang
bermakna, proses mengajar harus melibatkan para siswa dalam pencarian makna.
Model pembelajaran kontekstual adalah sebuah sistem yang merangsang otak
untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna dengan menghubungkan
muatan akademis dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa.
Shawn & Anna (2003) Contextual Teaching and Learning (CTL) is e new instructional approach rapidly being adopted, particularly science teacher, accros the nation. It is a conception of teaching and learning in which teachers relate subject matter to real world situations. It motivates students to apply what they learn to their lives as a family members, citizen, and workers and engage in the hard work that learning requires. ( http://www.cew.wisc.edu/teachnet/ctl/ 02/02/2010).
Proses pembelajaran harus memungkinkan para siswa memahami arti
pelajaran yang mereka pelajari. Dalam model pembelajaran kontekstual
pembelajaran kontekstual meminta para siswa melakukan hal itu. Karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
kontekstual mengajak para siswa membuat hubungan-hubungan yang
mengungkapkan makna, maka kontekstual memiliki potensi untuk membuat para
siswa berminat belajar. Model pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching
and Learning) atau CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa.
Contextual Teaching and Learning oleh ATEEEC (dalam
http://www.ateec.org/learning/instructor/contectual.htm) disebutkan bahwa
:’’Students learn best-and retain what they have learned-whwn(1)they are
interested in the subject matter and (2)concepts are applied to the contex of the
students’ own lives.’’(ATEEC Fellows 2000)
ATTEC became formally involved in Contextual Teaching and Learning
(CTL) methodos in 1999 as one of the regional cluster teams in a University of
Wisconsin-Madison research project (‘’TeachNET’’) funded by the U.S.
Departement of Education. By June 2001, ATEEC’s growing experience in CTL’s
problem-based learning approach was infused into the Fellows Institute.
Principles and practices of contextual learning continue to be incorporated in the
Fellows Institute curricular projects.
Dapat diartikan bahwa siswa belajar dengan baik dan mengingat apa yang
mereka pelajari ketika (1) Mereka tertarik dengan bahan ajar atau subjek yang
dipelajari dan (2) Konsep yang dipelajari pada kontek kehidupan siswa. ATEEC
menjadi bahan resmi termasuk metode CTL di tahun 1999. salah satu dari
kelompok daerah di Universitas Wiconsin, Madison melakukan penelitian tentang
‘’teachNet’’ yang dibiayai oleh Departemen Pendidikan Amerika. Bulan Juni
2001, ATEEC mengembangkan penelitian pada masalah CTL yaitu dasar
pendekatan pembelajaran dengan memasukkan dalam institut. Prinsip dan praktik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dari pembelajaran kontekstual adalah penggabungan secara berkelanjutan dalam
kurikulum institut.
Menurut kerangka berpikir atau asumsi di atas model pembelajaran
kontekstual merupakan proses belajar yang menghubungkan alam pikiran
(pengetahuan dan pengalaman) dengan keadaan yang sebenarnya dalam
kehidupan. Jika siswa mampu menghubungkan kedua hal tersebut, pengetahuan
dan pengalaman yang mereka miliki dari pemahaman konsep akan lebih
bermakna dan dapat dirasakan manfaatnya. Berdasarkan uraian di atas,
pembelajaran kontekstual pada prinsipnya sebuah pembelajaran yang berorientasi
pada penekanan makna pengetahuan dan pengalaman melalui hubungan
pemanfaatan dalam kehidupan yang nyata.
d. Komponen Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran berbasis kontekstual menurut Sanjaya (Sugiyanto, 2009: 17)
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran, yakni kontruktivisme, bertanya,
menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya.
Model pembelajaran kontekstual memiliki tujuh komponen yaitu:
1) Kontruktivisme, yaitu pengetahuan siswa dibangun oleh dirinya sendiri atas
dasar pengalaman, pemahaman konsep, persepsi dan perasaan siswa, bukan
dibangun atau diberikan oleh orang lain. Jadi, guru hanya berperan dalam
menyediakan kondisi atau memberikan suatu permasalahan.
2) Inquiry (menemukan), dalam hal ini sangat diharapkan bahwa apa yang
dimiliki siswa baik pengetahuan dan ketrampilan diperoleh dari hasil
menemukan sendiri bukan hasil mengingat dari apa yang disampaikan guru.
Inkuiri diperoleh melalui tahap observasi (mengamati), bertanya (menemukan
dan merumuskan masalah), mengajukan dugaan (hipotesis), mengumpulkan
data, menganalisa dan membuat kesimpulan.
3) Bertanya, dalam pembelajaran kontekstual, bertanya dapat digunakan oleh
guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan siswa.
Sehingga siswa pun akan dapat menemukan berbagai informasi yang belum
diketahuinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
4) Masyarakat Belajar, hal ini mengisyaratkan bahwa belajar itu dapat diperoleh
melalui kerja sama dengan orang lain. Masyarakat belajar ini dapat kita latih
dengan kerja kelompok, diskusi kelompok, dan belajar bersama.
5) Pemodelan, agar dalam menerima sesuatu siswa tidak merasa samar atau
kabur dan bingung maka perlu adanya model atau contoh yang bisa ditiru.
Model tak hanya berupa benda tapi bisa berupa cara, metode kerja atau hal
lain yang bisa ditiru oleh siswa.
6) Refleksi yaitu cara berpikir tentang apa yang telah dipelajari sebelumnya, atau
apa-apa yang sudah dilakukan dimasa lalu dijadikan acuan berpikir. Refleksi
ini akan berguna agar pengetahuan bisa terpatri dibenak siswa dan bisa
menemukan langkah-langkah selanjutnya.
7) Penilaian yang sebenarnya ( Authentic Assessement ) yaitu penilaian yang
sebenarnya terhadap pemahaman konsep siswa. Penilaian yang sebenarnya
tidak hanya melihat hasil akhir, tetapi kemajuan belajar siswa dinilai dari
proses, sehingga dalam penilaian sebenarnya tidak bisa dilakukan hanya
dengan satu cara tetapi menggunakan berbagai ragam cara penilaian.
e. Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Model Pembelajaran kontekstual bertujuan untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa melalui peningkatan pemahaman konsep makna materi pelajaran
yang dipelajarinya dengan mengkaitkan antara materi yang dipelajari dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat dan anggota bangsa. Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya
diperlukan guru-guru yang berwawasan kontekstual, materi pembelajaran yang
bermakna bagi siswa, strategi, metode dan teknik belajar mengajar yang mampu
mengaktifkan semangat belajar siswa, alat peraga pendidikan yang bernuansa
kontekstual, suasana dan iklim sekolah yang juga bernuansa kontekstual sehingga
situasi kehidupan sekolah dapat seperti kehidupan nyata di lingkungan siswa.
Model pembelajaran kontekstual diharapkan terjadi pembelajaran yang
menyenangkan, tidak membosankan, siswa bisa kerja sama, belajar secara aktif,
berbagai sumber disekitar siswa bisa digunakan sehingga siswa akan lebih kritis,
dan guru lebih kreatif. Kalau model pembelajaran kontekstual ini dapat dilakukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dengan baik oleh para pendidik, tentunya sedikit banyak akan dapat meningkatkan
mutu pendidikan. Semoga dengan model pembelajaran kontekstual standar
kompetensi yang harus dimiliki oleh pesarta didik dapat dicapai.
f. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual
Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran kontekstual yang
dikutip dari (http://www.anisah89.blogspot.com , 21/05/2010) adalah:
1) Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran menjadi lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut
untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan
kehidupan nyata. Hal ini sangat penting, sebab dengan dapat mengkorelasikan
materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, bukan saja bagi materi itu akan
berfungsi secara fungsional, akan tetapi materi yang dipelajarinya akan tertanam
erat dalam memori siswa, sehingga tidak akan mudah dilupakan. Pembelajaran
lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena
model pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana
seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui
landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami”
bukan ”menghafal”.
2) Kelemahan Model Pembelajaran Kontekstual
Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam model pembelajaran
kontekstual. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah
mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan
pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan
mengajak siswa agar menyadari dan dengan sadar dapat menggunakan strategi-
strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam dalam hal ini, tingkat
kemampuan siswa yang berbeda-beda akan menyebabkan hasil pembelajaran dan
tujuan pembelajaran sulit tercapai sacara merata.
Berdasarkan kelebihan model pembelajaran kontekstual yang dijabarkan di
atas maka model pembelajaran kontekstual ini sangat cocok diterapkan untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
anak usia sekolah dasar, karena dengan diterapakan model pembelajaran
kontekstual tersebut maka anak akan selalu berpikir kritis untuk menemukan dan
mengkontruksi pengetahuan yang diperolehnya.
g. Langkah- langkah pembelajaran kontekstual
Urutan kegiatan pembelajaran kontekstual menurut Gafur (2003, 6-7)
diunduh dalam (http://www.sekolahku.info.com.13/02/2010 ) adalah sebagai
berikut:
1) Pembelajaran Pendahuluan (Pre-instructional Activities)
Pada umumnya kegiatan pembelajaran pendahuluan atau kegiatan awal
dilaksanakan dengan kegiatan apersepsi atau prates. Dalam pembelajaran
kontekstual, selain melaksanakan kegiatan tersebut kegiatan pembelajaran
pendahuluan dikembangkan dengan kegiatan lain yang merupakan
penjabaran dari prinsip “keterkaitan” (relating). Kegiatan ini meliputi:
pemberian tujuan, ruang lingkup materi (akan lebih baik dilengkapi peta
konsep yang menggambarkan struktur atau jalinan antara materi), manfaat
atau kegunaan suatu topik baik untuk keperluan sekarang maupun belajar
yang akan datang, manfaat atau relefansinya untuk bekerja dikemudian hari,
dll. Dari pembelajaran pendahuluan yang melibatkan kegiatan prates, dapat
diketahui kesiapan siswa untuk menerima materi pembelajaran. Siswa yang
sudah menguasai pembelajaran diperbolehkan mempelajari topik berikutnya
sedangkan siswa yang belum menguasai topik pelajaran diberi pembekalan
atau matrikulasi. Setelah itu, mereka diperbolehkan mempelajari topik
berikutnya.
2) Penyampaian Materi Pembelajaran (Presenting Instructional Materials).
Hal yang sangat penting untuk diperkatikan oleh guru penyampaian materi
pembelajaran dalam pembelajaran kontekstual hendaknya jangan terlalu
banyak penyajian yang bersifat “ekspositori (ceramah, dikte), dan deduktif”.
Namun sebaliknya gunakanlah sebanyak mungkin metode penyajian atau
presentasi seperti inquisitory, discovery, diskusi, inventori, induktif,
penelitian mandiri”. Penyampaian materi pembelajaran diupayakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
senantiasa menantang siswa untuk dapat memperoleh “pengalaman
langsung, menemukan, menyimpulkan, serta menyusun sendiri konsep yang
dipelajari”. Sejalan dengan konsep di atas, penyampaian materi pelajaran
lebih mengarah pada prinsip pengalaman langsung, penerapan, dan
kerjasama. Hal lain yang tidak kalah penting dalam pembelajaran adalah alat
peraga dan alat bantu sebagai alat pemusatan perhatian seperti “paduan
warna, gambar, ilustrasi, penegas visual”. Kaitannya dengan masalah ini
guru dapat memilih dan mengembangkan sendiri alat peraga maupun alat
bantu pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.
3) Pemancingan Penampilan siswa (Eliciting Performance)
Siswa merupakan subjek pembelajaran, bukan objek pembelajaran. Oleh
sebab itu, siswalah yang lebih banyak berperan aktif dalam pembelajaran
dari pada guru. Dalam hal ini, guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator
yaitu menyiapkan fasilitas dan kondisi pembelajaran yang dapat merangsang
siswa untuk aktif belajar. Untuk dapat mengaktifkan siswa dalam belajar,
guru harus mampu memancing penampilan siswa (eliciting performance).
Hal ini dimaksudkan untuk membantu siswa dalam menguasai materi atau
mencapai tujuan pembelajaran melalui kegiatan latihan (exercise) dan
praktikum. Berdasarkan konsep di atas, prinsip pembelajaran kontekstual
yang di gunakan dalam kegiatan ini adalah penerapan dan alih pengetahuan.
Dengan demikian orientasi kegiatan siswa pada kegiatan pelatihan dan
penerapan konsep dan prinsip yang dipelajari dalam konteks dan situasi
yang berbeda, bukan sekedar kegiatan menghafal.
4) Pemberian Umpan Balik (Providing Feedback)
Pada umumnya pemberian umpan balik (providing feedback) dilakukan
melalui kegiatan pascates. Hasilnya kemudian diinformasikan kepada siswa
sebagai bahan umpan balik. Umpan balik itu sendiri diartikan yaitu”
informasi yang diberikan kepada siswa mengenai kemajuan belajarnya”.
Dalam prinsip pembelajaran kontekstual tidak dinyatakan secara eksplisit
mengenai prinsip pembelajaran yang mengarah pada kegiatan umpan balik.
Namun demikian, secara inplisit pemberian umpan balik dapat dilaksanakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
selama pembelajaran berlangsung baik dalam bentuk penilaian prates,
penilaian proses, maupun pascates. Bahan umpan balik dapat diambil dari
hasil penilaian melalui kegiatan pengamatan guru terhadap siswa dalam
menerapkan prinsip-prinsip belajar kontekstual. Aspek-aspek yang dinilai
antara lain keaktifan siswa, penarikan simpulan, dan penerapan konsep.
Selain itu umpan balik dapat dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:
Siswa diberi tugas mengerjakan soal-soal latihan, lalu diberi kunci jawaban.
Dengan mengetahui kunci jawaban, mereka akan mengetahui apakah
jawabannya benar atau salah. Umpan balik yang baik adalah umpan balik
yang lengkap. Jika salah, siswa diberitahukan kesalahannya, mengapa salah,
kemudian dibetulkan. Jika jawaban siswa benar, mereka diberi konfirmasi
agar mereka mantap bahwa jawabannya benar. Agar siswa dapat
menemukan sendiri jawaban yang benar, ada baiknya umpan balik diberikan
tidak secara langsung (delay feedback) misalnya “jawaban yang benar anda
baca lagi pada halaman 34”. Berdasarkan uraian di atas, pemberian umpan
balik dapat melalui informasi hasil penilaian proses dan hasil pekerjaan
siswa dalam mengerjakan soal-soal latihan, tugas-tugas, baik individu
maupun kelompok, serta informasi dari hasil penilaian lainnya.
5) Kegiatan Tindak Lanjut (Follow Up Activities).
Kegiatan tindak lanjut dalam pembelajaran kontekstual, merupakan
pembelajaran tingkat tinggi. Hal ini dikarenakan bentuk kegiatan tindak
lanjut berupa “mentransfer pengetahuan (transfering) dan pemberian
pengayaan (enrichment)”. Sebagaimana prinsip belajar trasfering dalam
pembelajaran kontekstual, siswa akan belajar pada tataran yang lebih tinggi
yakni belajar untuk dapat menemukan dan mencapai strategi kognitif.
Kegiatan tindak lanjut berikutnya yakni “pengayaan yang diberikan kepada
siswa yang telah mencapai prestasi sama atau melebihi dari yang
ditargetkan, dan alat peraga diberikan kepada siswa yang mengalami
hambatan atau keterlambatan dalam mencapai target pembelajaran yang
telah ditentukan”. Dengan demikian komponen pembelajaran tindak lanjut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
dilaksanakan dengan cara menemukan prinsip pembelajaran alih
pengetahuan (transfering).
Sedangkan menurut Halil (dalam http:halil4. wordpress.com/ 2009/ 12/ 26/
pendekatan_ctl_contextual_teaching and_learning) mengemukakan langkah-
langkah pembelajaran CTL sebagai berikut :
1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya
2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik
3) kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya
4) Ciptakan masyarakat belajar
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan
7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara
Berdasarkan uraian di atas, prinsip-prinsip model pembelajaran
kontekstual dapat diintegrasikan kedalam kegiatan pembelajaran yang biasa
dilaksanakan oleh guru dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dengan bekal
pengetahuan sistem model pembelajaran kontekstual ini, guru dapat dengan
segera melakukan perubahan dan pengembangan sistem pembelajaran yang dapat
memberikan peluang lebih banyak terhadap keberhasilan belajar siswa.
2. Peningkatan Pemahaman Pengukuran Sudut Dalam Pelajaran
Matematika
a. Pengertian Pemahaman
Pemahaman merupakan terjemahan dari comprehension. Purwadinata
dalam ( Emiliani, 2000:7) menyatakan bahwa paham artinya "mengerti benar",
sehingga pemahaman konsep artinya mengerti benar tentang konsep.
Pemahaman berasal dari kata paham yang artimya (1) pengertian:
pengetahuan yang banyak; (2) pendapat: pikiran; (3) aliran: pandangan; (4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
mengerti benar (akan): tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila
mendapat imbuhan me-i menjadi memahami, berarti: (1) mengerti benar (akan):
mengetahuai benar; (2) memaklumi. Dan bila mendapat imbuhan pe-an menjadi
pemahaman, artinya (1) proses; (2) pembuatan; (3) cara memahami atau
memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) (Depdikbud,1994:74).
Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami
atau cara mempelajari baik-baik supaya paham dan mengetahui banyak.
Pemahaman merupakan tingkatan kedua dari tujuan ranah kognitif berupa
kemampuan memahami atau mengerti tentang isi pembelajaran yang dipelajari
tanpa perlu menghubungkannya dengan isi pelajaran lainnya menurut Davis
(Dimyati & Mudjiono, 2006: 203). Sedangkan menurut Arikunto di dalam buku
belajar dan pembelajaran (Dimyati & Mudjiono, 2006: 203) mengatakan bahwa
dalam pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami
hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Sedangkan dalam
Elaine B. Johnson (2007: 185) untuk mencapai suatu pemahaman maka kita harus
berpikir kritis. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang
mengarahkan hidup kita setiap hari.
Berkenaan dengan proses pemahaman, di dalam Suwarto dan St. Y.
Slamet (2007: 136), Nunan menyatakan bahwa inti pemahaman tercakup dalam
satu inti yang sederhana, pemahaman adalah upaya membangun jembatan antara
pengetahuan yang baru dengan yang sudah diketahui.
Ada beberapa ahli yang mempelajari ranah-ranah kognitif, afektif, dan
psikomotor secara hierarkis. Diantara ahli yang mempelajari ranah-ranah kejiwaan
tersebut adalah Bloom, Krathwohl, dan Simpson. Hasil penelitian mereka dikenal
dengan taksonomi instruksional Bloom dan kawan-kawan. Salah satu jenis
perilaku adalah perilaku pemahaman, yaitu yang mencakup menangkap arti dan
makna tentang hal yang dipelajari (Dimyati dan Mudjiono, 2006: 26-27).
Pemahaman konsep merupakan tipe belajar yang lebih tinggi
dibandingkan tipe belajar pengetahuan. Nana Sudjana dalam buku strategi belajar
mengajar (Dwijiastuti, dkk, 2005: 34) menyatakan bahwa pemahaman dapat
dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: (1) tingkat terendah adalah pemahaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
terjemahan, yaitu kesanggupan memahami makna yang terkandung di dalamnya;
(2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu memahami grafik,
menghubungkan dua konsep yang berbeda, membedakan yang pokok dan yang
bukan pokok; dan (3) tingkat ketiga adalah pemahaman ekstrapolasi, yakni
kemampuan memahami dibalik yang tertulis, tersurat dan tersirat, meramalkan
sesuatu atau memperluas wawasan.
Suatu pendapat implikasi yang kaya dan yang rumit tentang proses
pemahaman meliputi (1) Pemahaman adalah aktif bukan pasif; (2) Pemahaman
merupakan sejumlah besar pengambilan keputusan; (3) Pemahaman adalah
merupakan dialog antara penulis dan pembaca (Suwarto dan St. Y. Slamet, 2007:
137).
Menurut Machener dalam Sumarmo ( 1987: 24), untuk memahami suatu
objek secara mendalam, seseorang harus mengetahui: (1) Objek itu sendiri; (2)
Relasinya dengan objek lain yang sejenis; (3) Relasinya dengan objek lain yang
tidak sejenis; (4) Relasi dual dengan objek lain yang sejenis; (5) Relasi dengan
objek dalam teori lainnya. Menurut Sumarmo (1987: 24) ada 3 macam
pemahaman, yaitu: (1) Pengubahan (translation); (2) Pemberian arti
(interpretation); (3) Pembuatan ekstrapolasi (extrapolation).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman
adalah proses mengetahui inti atau ide pokok dari suatu keadaan, masalah atau
sesuatu hal yang kita pelajari. Pemahaman yang baik harus disertai pengertian
terhadap ekspresi yang dihadapi. Memahami berarti mengerti benar tentang
sesuatu yang dipelajari. Hal ini dapat dibuktikan dengan tingkat kesalahan yang
sedikit atau siswa dapat mengerjakan semua tugas-tugas.
b. Pengertian Pengukuran
Pengukuran atau measurement merupakan suatu proses atau kegiatan
bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen untuk melakukan penilaian.
Unsur pokok dalam kegiatan pengukuran ini, antara lain adalah : tujuan
pengukuran, ada objek ukur, alat ukur, proses pengukuran, hasil pengukuran
kuantitatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Pengertian pengukuran menurut para ahli (http://bangfajars.wordpress.com
02/09/2010): Menurut Budi Hatoro pengukuran atau measurement merupakan
suatu proses atau kegiatan untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat
numerik. Pengukuran lebih bersifat kuantitatif, bahkan merupakan instrumen
untuk melakukan penilaian. Menurut Akmad Sudrajat pengukuran
(measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha memperoleh deskripsi
numerik dari suatu tingkatan di mana seorang peserta didik telah mencapai
karakteristik tertentu. Sedangkan menurut Lien pengukuran adalah sejumlah data
yang dikumpul dengan menggunakan alat ukur yang objektif untuk keperluan
analisis dan interpretasi.
Suharsimi Arikunto mengemukakan pengukuran adalah membandingkan
sesuatu dengan suatu ukuran. Sedangkan menurut Pflanzagl’s pengukuran adalah
proses menyebutkan dengan pasti angka-angka tertentu untuk mendiskripsikan
suatu untuk menentukan kuantitas sesuatu yang bersifat numerik. Pengukuran
lebih tribut empiri dari suatu produk atau kejadian dengan ketentuan tertentu.
Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
pengukuran adalah proses pemberian angka atau diskripsi numerik pada sesuatu
dengan cara membandingkan dengan suatu ukuran tertentu.
c. Pengertian Sudut
Sudut adalah suatu besaran yang dibangun oleh dua buah sinar garis yang
memiliki titik pangkal yang sama ( berhimpit ) Purwoto (2002: 3). Sedangkan
menurut Burhan Mustaqim (20008:69 ) sudut adalah daerah yang dibatasi oleh
dua sinar atau garis lurus. Kedua sinar dinamakan kaki sudut dan pusat perputaran
atau titik pertemuan kedua sinar dinamakan titik sudut. Daerah bidang yang
dibatasi oleh kaki-kaki sudut dinamakan daerah sudut.
1) Jenis-jenis Sudut
a) Sudut 0 derajat
Sudut 0 derajat, jika kaki-kakinya berimpit dengan jarak putar 0 derajat.
b) Sudut lancip
Sudut lancip adalah suatu sudut yang dibangun oleh perputaran yang
kurang dari seperempat lingkaran tetapi tidak sama dengan nol, sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
besar sudut lancip berkisar 0 derajat dan 90 derajat
c) Sudut siku
Sudut siku-siku adalah suatu sudut yang dibangun oleh perputaran
sebesar seperempat lingkaran, sehingga besar sudut siku-siku adalah 90
derajat.
d) Sudut lurus
Sudut lurus adalah suatu sudut yang dibangun oleh perputaran sebesar
setengah lingkaran, sehingga sudut lurus besarnya 180 derajat.
e) Sudut tumpul
Sudut tumpul adalah suatu sudut yang dibangun oleh perputaran diantara
seperempat lingkaran dan setengah lingkaran, sehingga sudut tumpul
besarnya berkisar antara 90 derajat dan 180 derajat
f)Sudut refleks
Sudut refleks adalah suatu sudut yang dibangun oleh perputaran di antara
setengah lingkaran dan satu lingkaran, sehingga sudut refleks besarnya
berkisar antara 180 derajat dan 360 derajat.
g) Sudut 360 derajat
Sudut 360 derajat, jika kaki-kakinya kembali berimpit setelah jarak
putarnya satu putaran penuh.
2) Hubungan antara sudut dan garis
Sudut-sudut terjadi jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain.
Dua garis yang sejajar mempunyai jarak yang tetap walaupun kedua garis
tersebut diperpanjang.
a) Sudut-sudut sehadap
Sudut yang menghadap kearah yang sama, yaitu arah kanan atas. Sudut
itu disebut sudut sehadap.
b) Sudut-sudut berseberangan
(1) Sudut-sudut dalam berseberangan
Sudut yang berada diantara (di dalam) dua garis sejajar dan
berseberangan terhadap garis transversal. Sudut-sudut itu disebut
sudut dalam berseberangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
(2) Sudut-sudut luar berseberangan
Sudut yang berada di luar dua garis sejajar dan berseberangan
terhadap garis transversal. Sudut itu disebut sudut luar
berseberangan.
c) sudut-sudut sepihak
(1) Sudut-sudut dalam sepihak
Sudut yang berada di dalam dua garis sejajar dan keduanya terletak
di sebelah kiri garis transversal. Sudut-sudut itu di sebut sudut
dalam sepihak.
(2) Sudut-sudut luar sepihak
Sudut yang berada diluar dua garis sejajar dan keduanya terletak di
sebelah kiri garis transversal. Sudut-sudut ini disebut sudut luar
sepihak.
3) Hubungan sudut-sudut pada dua garis sejajar yang dipotong oleh garis lain
Jika dua garis sejajar dipotong oleh garis lain, berlaku:
a) Sudut-sudut yang sehadap sama besar.
b) Sudut-sudut dalam berserangan sama besar.
c) Sudut-sudut luar berseberangan sama besar.
d) Sudut-sudut dalam sepihak berjumlah 180 derajat.
e) Sudut-sudut luar sepihak berjumlah 180 derajat.
d. Pembelajaran Pengukuran Sudut
Konsep sudut merupakan salah satu konsep yang paling penting dalam
geometri.
“The concepts of equality, sums, and differences of angles are important and used throughout geometry, but the subject of trigonometry is based on the measurement of angles.”
Konsep kesetaraan, jumlah, dan perbedaan dari sudut yang penting dan
digunakan di seluruh geometri, tetapi subjek dari trigonometri didasarkan pada
pengukuran sudut. Ditinjau dari segi kemanfaatan, alat- alat pengukuran dan
keterampilan dalam pengukuran dapat digunakan dalam kehidupan peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
didik di masa mendatang. Peserta didik diharapkan juga dapat menghubungkan
antara pengukuran dengan lingkungan, seperti menggunakan penggaris,
termometer, gelas ukur, skala, dan sebagainya. Pengukuran memberikan
peserta didik aplikasi yang praktis untuk keterampilan berhitung yang telah
mereka pelajari. Pengukuran juga menyediakan suatu cara untuk
menghubungkan antara konsep-konsep dasar geometri dengan konsep-konsep
bilangan. Dengan kata lain, pengukuran akan sangat bermanfaat untuk
mempelajari mata pelajaran lainnya, seperti: geografi, sains, seni, musik, dan
sebagainya. Menurut standar isi mata pelajaran matematika materi pengukuran
terdiri dari 12 standar kompetensi (SK) dan 36 kompetensi dasar (KD),
meliputi: pengukuran waktu, panjang, berat, sudut, dan kuantitas menghitung
keliling, luas, dan volum, satuan ukuran dan hubungan antar satuan ukuran,
serta menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan
kecepatan. (http://www.slideshare.net/NASuprawoto/pemb-pengukuran-luas-
bgn-datar-volum-bgn-ruang-di-sd).
Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami bahwa pengukuran sudut merupakan
sebuah konsep dasar yang penting. Karena setiap kita belajar tentang geometri
pasti kita temukan sudut didalamnya. Maka paham tentang pengukuran sudut
adalah sesuatu yang urgen.
e. Pengertian Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin manthanein atau mathema yang
berarti belajar atau hal yang dipelajari. Matematika dalam bahasa Belanda disebut
wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri
utama Matematika adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau
pernyataan diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga
kaitan antar konsep atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten.
Menurut Kline di dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 252) menyebutkan
Matematika merupakan bahasa simbol dan ciri utamanya adalah penggunaan cara
bernalar deduktif tetapi juga tidak melupakan cara bernalar induktif.
Dalam situs internet (http//.www.syarifartikel.blogspot.com, 21/05/2010),
Reyt.et, al. (1998:4) mengemukakan pendapatnya tentang Matematika yaitu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Matematika adalah (1) studi pola dan hubungan (study of patterns and relationships) dengan demikian masing-masing topik itu akan saling berjalinan satu dengan yang lain yang membentuknya, (2). Cara berpikir (way of thinking) yaitu memberikan strategi untuk mengatur, menganalisis dan mensintesa data atau semua yang ditemui dalam masalah sehari-hari, (3). Suatu seni (an art) yaitu ditandai dengan adanya urutan dan konsistensi internal, dan (4) sebagai bahasa (a language) dipergunakan secara hati-hati dan didefinisikan dalam teori dan symbol yang akan meningkatkan kemampuan untuk berkomunikasi akan sains, keadaan kehidupan riil, dan Matematika itu sendiri, serta (5) sebagai alat (a tool) yang dipergunakan oleh setiap orang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
Johnson dan Rising (1978) menyatakan bahwa “ Mathematics is a creation
of the human mind, concerned primarily with ideas, processes and reasoning.”
Yang berarti bahwa Matematika merupakan kreasi pikiran manusia yang pada
intinya berkaitan dengan ide-ide, proses-proses, dan penalaran. (
Http://p4tkMatematika.org/sd/geometriRuang.pdf /01/05/2010 )
Johnson dan Myklebus di dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 252)
mengemukakan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya
untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan,
sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berpikir. Demikian pula
Leaner di dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 252) mengemukakan bahwa
Matematika di samping sebagai bahasa simbolis juga merupakan bahasa universal
yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, dan mengkomunikasikan
ide mengenai elemen dan kuantitas.
Dari beberapa pendapat tentang Matematika yang telah dikemukakan di
atas dapat disimpulkan bahwa Matematika adalah bahasa simbolis untuk
mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan yang
memudahkan manusia berpikir dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari.
f. Langkah- langkah Pembelajaran Matematika
Ada beberapa pendekatan dalam pengajaran Matematika, masing-masing
didasarkan atas teori belajar yang berbeda (Mulyono Abdurrahman, 2003: 255),
ada empat pendekatan yang paling berpengaruh dalam pelajaran Matematika, (1)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
urutan belajar yang bersifat berkembang (development learning sequences), (2)
belajar tuntas (matery learning), (3) strategi belajar (learning strategies), dan (4)
pemecahan masalah (problem sloving).
Menurut Heruman (2007: 3) ada tiga langkah dalam pembelajaran
Matematika yaitu : (1) penanaman konsep dasar; (2) pemahaman Konsep; dan (3)
pembinaan keterampilan. Penanaman konsep dasar adalah pembelajaran suatu
konsep baru Matematika ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.
Dari uraian diatas hakikat pembelajaran Matematika adalah suatu kegiatan
atau proses yang dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan
(kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar Matematika di
sekolah.
g. Ruang lingkup Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pelajaran Matematika modern lebih menekankan pada “mengapa” dan
“bagaimana” Matematika, melalui penemuan dan eksplorasi (Mulyono
Abdurrahman, 2003: 254). Matematika sekolah (School Mathematic) adalah unsur
atau bagian dari Matematika yang dipilih berdasarkan dan berorientasi pada
kepentingan kependidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti yang dikemukakan oleh Soedjadi (2000: 37). Di sini Matematika sebagai
bidang studi pendidikan yang diajarkan di sekolah dari jenjang Sekolah Dasar
(SD), Sekolah Tingkat Pertama (SLTP), dan Sekolah Menengah (SMU/SMK).
Bahan kajian Matematika untuk Sekolah Dasar berbeda dengan di tingkat
SLTP atau SMU/SMK. Sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa
Sekolah Dasar yang berada pada tahap operasi konkret, maka cakupan materinya
lebih sedikit dan bersifat dasar. Kemampuan mereka yang cenderung rendah
dibanding siswa pada jenjang sekolah di atasnya, sehingga kemampuan
bernalarnya relatif lebih rendah. Oleh karena itu pada jenjang Sekolah Dasar
penggunaan pola pikir induktif dalam pengajaran suatu topik sering dilakukan,
sebaliknya penggunaan pola pikir deduktif jarang dilakukan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Bidang studi Matematika yang diajarkan di Sekolah Dasar mencakup tiga
cabang yaitu aritmatika, aljabar dan geometri (Mulyono Abdurrahman, 2003:
253).
1) Aritmatika
Aritmatika adalah salah satu cabang Matematika selain aljabar dan geometri.
Menurut Dali S. Naga yang dikutip oleh Mulyono Abdurrahman (2003: 253)
aritmatika atau berhitung adalah cabang Matematika yang berkenaan dengan
sifat hubungan bilangan-bilangan nyata dengan pehitungan mereka terutama
menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
2) Aljabar
Dalam perkembangan aritmatika selanjutnya, penggunaan bilangan sering
diganti dengan abjad. Penggunaan abjad dalam aritmatika inilah yang
kemudian disebut aljabar. Aljabar ternyata tidak hanya menggunakan abjad
sebagai lambang bilangan yang diketahui atau yang belum diketahui tetapi
juga menggunakan lambang-lambang lain seperti titik (.), lebih besar (>),
lebih kecil (<) dan sebagainya.
3) Geometri
Geometri adalah cabang Matematika yang berkenaan dengan titik dan garis,
tetapi ada juga yang mengatakan geometri adalah studi tentang ruang dan
berbagai bentuk dalam ruang.
Dalam penyampaian materi Matematika agar dapat mudah diterima dan
dipahami oleh siswa, guru harus memahami tentang karakteristik Matematika
sekolah. Menurut Soedjadi (2000: 13) Matematika memiliki karakteristik: (1)
Memiliki obyek kajian abstrak; (2) Bertumpu pada kesepakatan; (3) Berpola pikir
deduktif; 4) Memiliki symbol yang kosong dari arti; (5) Memperhatikan semesta
pembicaraan; dan (6) Konsisten dalam sistemnya.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan pelajaran Matematika sudah
diajarkan sejak Sekolah Dasar, hanya saja materi yang diajarkan masih sederhana.
Dalam Matematika Sekolah Dasar guru dituntut untuk menanamkan konsep
Matematika, karena Matematika akan dipelajari hingga Perguruan Tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian yang relevan yang dimaksud disini adalah tinjauan terhadap
karya atau penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian yang diambil
adalah penelitian yang memiliki keterkaitan topik dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
Mohammad Effendi( http://tep.ac.id/berita-122-efektivitas-penerapan-
model-pembelajaran-kontekstual-di-sekolah-dasar-2.html ) dalam penelitiannya
yang berjudul “Eksperimen Kuasi Model Pembelajaran Kontekstual Bidang Studi
Bahasa Indonesia Kelas VI Sekolah Dasar” menyimpulkan bahwa pendekatan
pembelajaran kontekstual mampu meningkatkan kemampuan siswa mencapai
rentangan 10 % – 27 %, serta tingkat efisiensi antara 0,06 % - 0,15 % per-menit.
Penelitian Mohammad Effendi berkaitan dengan penelitian ini, kesamaan
penelitian ini adalah sama- sama menggunakan model pembelajaran kontekstual.
Sedangkan perbedaan penelitian ini adalah Bidang Studi yang diteliti yaitu Bahasa
Indonesia.
Eka Yunaningsih, (2010) dalam penelitiannya “Meningkatkan Hasil
Belajar Matematika Pengukuran Sudut Melalui Pendekatan Cooperattif Learning
Tipe STAD Bagi Siswa Kelas V-B Di SDN Pakunden 2 Kecamatan Sukorejo Kota
Blitar” menyimpulkan bahwa pelaksanaan pendekatan Coopera-tive Learning
Tipe STAD dalam pembelajaran matematika pengukuran sudut, mengalami
peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa pada setiap tindakan. Penelitian
Eka Yunaningsih berkaitan dengan penelitian ini. Kesamaan penelitian ini adalah
sama- sama terfokus pada peningkatan hasil pembelajaran matematika
pengukuran sudut. Sedangkan perbedaanya adalah penelitian ini menggunakan
pendekatan Cooperatif Learning tipe STAD.
C. Kerangka Berpikir
Dalam penelitian ini, kondisi awal yang dihadapi pada SD Negeri
Nyamplung adalah guru dalam melaksanakan pembelajaran Matematika, masih
menggunakan model pembelajaran konfensional. Guru masih terlalu banyak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
berceramah. Pembelajaran hanya berlangsung secara satu arah dan teacher center.
Siswa kurang semangat dalam belajar dan pemahaman pengukuran sudut rendah.
Kemudian dilakukan penelitian tentang penerapan model pembelajaran kontekstual untuk meningkatkan pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran matematika. Model pembelajaran kontekstual merupakan proses belajar yang menghubungkan alam pikiran (pengetahuan dan pengalaman) dengan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan. Kelebihan model pembelajaran ini adalah menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan riil. Artinya siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata.� selain itu pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan penguatan konsep kepada siswa karena model pembelajaran kontekstual menganut aliran konstruktivisme, dimana seorang siswa dituntun untuk menemukan pengetahuannya sendiri. Melalui landasan filosofis konstruktivisme siswa diharapkan belajar melalui ”mengalami” bukan ”menghafal”. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus. Setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan pembelajaran, observasi dan refleksi.�
Kondisi Akhir dalam penelitian ini yaitu melalui penerapan pembelajaran
kontekstual maka pemahaman pengukuran sudut dalam pembelajaran matematika
dapat meningkat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Dari uraian di atas dapat digambarkan melalui skema gambar. 1:
D.
E.
F.
G.
H.
Gambar 1. Kerangka Berpikir
D. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di
atas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: “Penerapan model
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman pengukuran sudut
dalam pelajaran Matematika kelas IV SD Negeri Nyamplung Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman.”
Kondisi Awal
Kondisi Akhir
Tindakan
Guru menggunakan model pembelajaran konfensional
atau ceramah.
Pemahaman siswa tentang pengukuran
sudut rendah
Melalui model pembelajaran kontekstual pemahaman pengukuran sudut dalam
pelajaran Matematika dapat meningkat
Siklus IRencana Pelaksanaan Observasi Refleksi
Dalam pembelajaran guru menggunakan model
pembelajaran kontekstual
Siklus IIRencana Pelaksanaan Observasi Refleksi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
�
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Setting Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Nyamplung Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman. Pemilihan tempat tersebut didasarkan pada pertimbangan:
a. Pemahaman pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika pada kelas IV
masih rendah.
b. Pada tahun sebelumnya dalam proses pembelajaran Matematika belum
menggunakan model pembelajaran kontekstual.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu Tahun ajaran 2010/2011.
Lebih tepatnya bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2010 atau selama 6
bulan. Untuk penelitian di SD N Nyamplung di laksanakan bulan November-
Desember 2010 yang terdiri dari 2 Siklus, masing- masing siklus terdiri dari 4 kali
pertemuan. Adapun Rinciannya adalah sebagai berikut :
a. Refleksi awal yang dilaksanakan pada awal bulan November
b. Siklus I dilaksanakan pada tanggal 12-20 November 2010
c. Refleksi dilaksanakan pada tanggal 22 november 2010, karena hasil yang
diperoleh belum tuntas maka dilanjutkan ke siklus II
d. Siklus II dilaksanakan pada tanggal 26 November – 4 Desember 2010
e. Penyusunan hasil penelitian dan konsultasi skripsi akhir Desember 2010-
Januari 2011
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru dan siswa kelas IV SD Negeri
Nyamplung Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman dengan jumlah siswa
sebanyak 12 orang siswa yaitu 4 anak perempuan dan 8 anak laki-laki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Karena data yang akan diperoleh atau dikumpulkan berupa data yang
langsung tercatat dari kegiatan di lapangan, maka bentuk pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah diskriptif kualitatif dan jenis penelitiannya
adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
2. Strategi Penelitian
Pada strategi penelitian ini langkah-langkah yang diambil adalah strategi
tindakan kelas model siklus karena objek penelitian yang diteliti hanya satu
sekolah. Adapun rancangan penelitiannya sebagai berikut:
a. Perencanaan
Dalam tahapan perencanaan peneliti membuat rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), membuat soal-soal dan menyiapkan media
pembelajaran.
b. Tindakan
Dalam penelitian ini dilaksanakan penelitian mandiri, jadi guru kelas yang
bertugas untuk mengajar sesuai RPP yang dibuat menggunakan model
pembelajaran kontekstual dan dibantu oleh seorang guru sebagai observer.
c. Pengamatan
Peneliti melakukan observasi atau pengamatan selama proses pembelajaran
berlangsung. Hal-hal yang diamati antara lain keaktifan siswa, cara mengajar
guru dalam menerapkan model pembelajaran kontekstual, dan sejauh mana
model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan proses pembelajaran.
d. Refleksi
Peneliti melakukan refleksi terhadap hasil yang didapat dalam setiap siklus
apakah telah berhasil atau belum dengan melihat hasil evaluasi siswa.
���
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
D. Sumber Data
Sumber data adalah subjek dari mana data dapat diperoleh ( Arikunta,
2007 : 107). Data atau informasi yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian
ini, sebagian besar berupa data kualitatif. Data atau informasi tersebut meliputi:
1. Informan, yaitu guru, observer dan siswa kelas IV SD Negeri Nyamplung
Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman.
2. Arsip dan Dokumen
a. Arsip : Kurikulum dan Silabus 2006 Mapel Matematika.
b. Dokumen : Daftar nilai hasil tes dan dokumentasi selama proses
pembelajaran.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di atas meliputi
observasi, kajian dokumen, dan tes yang masing-masing diuraikan berikut ini:
1. Observasi
Observasi merupakan salah satu alat pengumpul data yang dilakukan dengan
mengamati atau mencatat secara sistematis tentang semua gejala yang terjadi.
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah
melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument (
Arikunta, 2007: 204). Observasi yang dilakukan untuk mendapatkan data
tentang kinerja guru dan peningkatan keaktifan siswa kelas IV SD N
Nyamplung dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual. Kegiatan observasi ini dilakukan oleh guru lain (Bpk A Pranoto,
Guru kelas V) yang bertindak sebagai observer. Kegiatan observasi ini
dilaksanakan sejak dimulai pembelajaran sampai dengan selesai. Masukan
dari observer digunakan sebagai acuan untuk melaksanakan tindakan yang
akan dilaksanakan pada setiap siklus.
2. Tes
Pemberian tes dimaksudkan untuk mengukur seberapa jauh pemahaman yang
diperoleh siswa Kelas IV SD N NYamplung setelah kegiatan pembelajaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
dan pemberian tindakan. Tes yang diberikan kepada siswa kelas IV SD N
Nyamplung, yakni tes objektif dan subjektif, siswa diberi lembar soal dan
disuruh mengerjakan. Pada penelitian ini tes dilaksanakan pada akhir
pertemuan ke empat, dengan materi mencakup pertemuan 1 sampai dengan
pertemuan ke empat.
3. Perekaman
Perekaman dengan latar kamera foto, untuk memperjelas deskripsi berbagai
situasi dan perilaku subjek yang diteliti dalam model pembelajaran
kontekstual.
F. Validitas Data
Untuk menjamin validitas data yang digunakan dalam penelitian ini,
maka digunakan dua trianggulasi, yaitu:
1. Trianggulasi data (sumber) yaitu mengumpulkan data sejenis dari sumber
yang berbeda. Adapun caranya adalah membandingkan data hasil tes dengan
hasil obsevasi, menurut Meleong (dalam Sukajati, 2008: 60). Dalam
penelitian ini data yang dibandingkan untuk mengetahui pemahaman
pengukuran sudut siswa kelas IV adalah data yang berasal dari tes dan data
observasi selama proses pembelajaran berlangsung.
2. Trianggulasi metode yaitu mengumpulkan data yang berbeda mengarah pada
sumber data yang sama dengan menggunakan metode pengumpulan yang
berbeda. Metode yang digunakan untuk menjamin kevaliditasan data dalam
penelitian ini adalah dengan melakukan observasi secara langsung dan
wawancara.
G. Teknik Analisis Data
Menurut Patton (dalam Moelong, 2007: 280) teknis analisis data adalah
proses katagori uraian data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, katagori
dan satuan uraian dasar, ia membedakannya dengan penafsiran yaitu memberikan
arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari
hubungan diantara dimensi-dimensi uraian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis
Interaktif. Model analisis interaktif mempunyai tiga buah komponen pokok yaitu
Reduksi data, Sajian Data, Penarikan kesimpulan atau verifikasi menurut Miles
dalam Sukajati ( 2008: 60)
Dalam penelitian ini teknik analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Reduksi data, pemilihan atau penyeleksian data yang digunakan dan data
yang tidak digunakan untuk menarik kesimpulan. Dalam penelitian ini tidak
ada data yang dibuang.;
2. Penyajian data selama penelitian. Data - data yang disajikan dalam penelitian
ini berupa hasil tes tentang pengukuran sudut dan hasil observasi tentang
kinerja guru serta keaktifan siswa selama penelitian untuk menarik
kesimpulan mengenai pemahaman pengukuran sudut;
3. Berdasarkan Sajian data� (tunjukan datanya) yang ada maka peneliti dapat
menarik kesimpulan bahwa penerapan model Pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan pemahaman ppengukuran sudut.
H. Indikator Kerja
Adapun indikator atau tujuan penelitian tentang penerapan model
pembelajaran kontekstual dapat dibagi menjadi dua tujuan, tertera pada tabel 1 di
bawah ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Tabel 1. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian untuk Aspek Kualitas Proses
Aspek yang
diukur (Aspek
Proses)
Target Capaian Cara Mengukur
Kualitas Proses 1. Guru dapat menerapkan model pembelajaran
kontekstual dalam kelas sehingga pembelajaran
menjadi hidup.
2. Siswa aktif dalam pembelajaran yaitu
motivasi belajar siswa meningkat, siswa aktif
mengajukan pertanyaan dan menjawab.
Diamati saat pembelajaran
berlangsung menggunakan
lembar observasi kinerja
guru dan lembar observasi
aktifitas siswa, oleh
observer.
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Tindakan Penelitian untuk Aspek Pemahaman
Konsep
Aspek yang diukur (Pemahaman Pengukuran Sudut)�
Target capaian (dihitung dari jumlah siswa yang mencapai target tertentu)�
Cara mengukur�
Siklus I Siklus II�- Kemampuan
membandingkan besar
dua sudut,
- Kemampuan mengukur
besar sudut dengan
sudut satuan dan satuan
derajat.
- Kemampuan
mengidentifikasi sudut
siku-siku dari bangun
datar dan benda-benda di
sekitar.
66,67% 91,66%
Dihitung dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 70 dari Evaluasi di akhir pertemuan tiap Siklus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
I. Prosedur Penelitian Tindakan
Prosedur penelitian tindakan merupakan gambaran secara lengkap
mengenai langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian. Tindakan yang
ditempuh dimaksudkan untuk mengubah kondisi atau perilaku yang mencakup
rencana, tindakan, observasi dan refleksi. Rencana tindakan dalam penelitian ini
dapat dijelaskan pada gambar 2 di bawah ini:
Siklus I Siklus II
Gambar 2.
Prosedur Penelitian Tindakan Kelas
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa prosedur rencana tindakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Rencana
1) Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan materi
pengukuran sudut, yang kemudian melaksanakan pembelajaran.
Masing-masing siklus terdiri dari 4 kali pertemuan, masing masing
pertemuan alokasi waktunya 2 x 35 menit.
2) Peneliti menyiapkan soal yang akan diujikan
3) Peneliti menyiapkan media pembelajaran
4) Peneliti menyiapkan lembar observasi
Perencanaan II
Refleksi
Observasi
Tindakan
Perencanaan I
Refleksi
Observasi
Tindakan
Pembelajaran siklus II
berhasil maka penelitian di
hentikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
b. Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dibuat dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual. Pembelajaran berlangsung
selama 4 kali pertemuan dan dibantu oleh seoarang observer. Dalam proses
pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator sedangkan siswa yang
menemukan sendiri pemahaman konsep Matematika tentang pengukuran
sudut.
c. Observasi
Peneliti melakukan observasi selama kegiatan pembelajaran Matematika
tentang pengukuran sudut berlangsung. Pengamatan atau observasi
dilaksanakan untuk mengamati cara guru mengajar dengan model
pembelajaran kontekstual dan pengamatan terhadap keaktifan siswa dalam
proses pembelajaran menggunakan lembar observasi.
d. Refleksi
Mengadakan refleksi dari evaluasi selama kegiatan pelaksanaan tindakan
berlangsung. Hasil evaluasi siswa menunjukan pemahaman siswa tentang
pengukuran sudut masih rendah, maka perlu dilaksanakan siklus ke-II.
2. Siklus II
a. Rencana
1) Peneliti menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran yang berbeda
dengan yang diterapkan dengan siklus I dengan materi pengukuran
sudut, yang kemudian di laksanakan di kelas IV .
2) Peneliti menyiapkan soal yang akan diujikan
3) Peneliti menyiapkan media pembelajaran
4) Peneliti menyiapkan lembar observasi.
b. Tindakan
Guru melaksanakan pembelajaran sesuai dengan RPP yang dibuat dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual yang dalam kegiatan inti
berbeda dengan siklus I. Pembelajaran siklus II berlangsung selama 4 kali
pertemuan. Dalam proses pembelajaran guru berperan sebagai fasilitator
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
sedangkan siswa yang menemukan sendiri pemahaman konsep
Matematika tentang pengukuran sudut. Guru juga dibantu oleh seorang
observer.
c. Observasi
Kegiatan observasi dilaksanakan selama kegiatan pembelajaran
Matematika tentang pengukuran sudut berlangsung. Pengamatan atau
observasi dilaksanakan untuk mengamati cara guru mengajar dengan
model pembelajaran kontekstual dan pengamatan terhadap keaktifan siswa
dalam proses pembelajaran menggunakan lembar observasi. Kegiatan
observasi dilakukan oleh seorang guru yang bertindak sebagai observer.
Setiap masukan dari observer digunakan sebagai acuan untuk
melaksanakan tindakan pada setiap siklus.
d. Refleksi
Mengadakan refleksi dari evaluasi dan observasi selama kegiatan
pelaksanaan tindakan.
�
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
�
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Nyamplung Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman Tahun Pelajaran 2010/2011. Tempat penelitian ini berlokasi di
pemukiman penduduk. Staf yang ada di SD ini terdiri dari: 6 guru kelas, 1 guru
agama islam, 1 guru agama katholik, 1 guru bahasa inggris,1 guru SBK, 1 kepala
sekolah, dan 1 penjaga sekolah.
Siswa-siswa yang bersekolah di SDN Nyamplung sebagian besar dari
keluarga yang mempunyai latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Orang
tua siswa sebagian besar bekerja sebagai petani dan bekerja di luar kota sehingga
mereka kurang perhatian terhadap perkembangan belajar anaknya, akibatnya
masih banyak anak yang mengalami kesulitan belajar. Pada kelas IV yang jumlah
siswanya 12, masih banyak siswa yang kurang memahami konsep dari materi-
materi yang dipelajari khususnya dalam pelajaran matematika. Peneliti mencoba
memberikan tes awal dalam materi pengukuran sudut untuk mengetahui keadaan
awal siswa terhadap materi pengukuran sudut. Ternyata hasilnya menunjukkan
bahwa hanya 3 orang siswa yang mencapai KKM (70). Hal ini yang menjadikan
alasan peneliti untuk mengadakan penelitian pada siswa kelas IV tentang
pemahaman konsep pengukuran sudut pada pelajaran Matematika.
Dalam hal ini peneliti menggunakan penelitian tindakan kelas yaitu
dengan siklus berulang. Masing-masing siklus terdiri dari empat kali pertemuan.
Pada siklus I, pertemuan pertama membahas tentang pengenalan sudut,
membandingkan besar dua sudut yang berbeda. Guru mengarahkan siswa untuk
menemukan unsur-unsur sudut yaitu titik sudut, kaki sudut dan sudut. Kemudian
guru menggambar sebuah sudut dan mencontohkan memberi nama sudut. Setelah
itu guru memerintahkan siswa untuk menemukan macam- macam sudut yang ada
di kelas dan menggambarnya di buku. Kemudian siswa di arahkan untuk
��
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
membandingkan besar dua sudut dengan cara membuat dua buah sudut yang
kemudian dipotong dan sudut yang satu direkatkan dengan sudut yang lain. Pada
pertemuan kedua, materi yang dibahas adalah mengenai pengukuran sudut dengan
satuan tidak baku dan mengukur sudut dengan satuan yang baku. Siswa
diperintahkan untuk menggambar lingkaran pada kertas kemudian dibagi menjadi
delapan bagian yang sama besar dan memotong masing- masing bagian dan guru
menjelaskan bahwa tiap 1 potong bagian adalah 1 sudut satuan. Kemudian guru
mendemonstrasikan cara mengukur sudut dengan satuan yang tidak baku. Setelah
dirasa cukup kemudian guru mengajak siswa untuk menggunakan satuan baku
dalam mengukur sudut yaitu dengan menggunakan busur. Pada pertemuan ke tiga
siswa diajak untuk mempelajari sudut siku- siku. Siswa diajak untuk membuat
sudut siku- siku kemudian menemukan sudut siku- siku yang ada di dalam kelas.
Setelah itu guru menjelaskan sudut siku- siku yang ada pada arah mata angin.
Pada pertemuan ke empat, materi yang di pelajari adalah tentang besar sudut satu
putaran, setengah putaran dan seperempat putaran. Untuk menjelaskan sudut satu
putaran guru menggunakan kursi guru di depan kelas dan menyuruh salah satu
siswa untuk berjalan mengitari kursi dari satu titik dan kembali ke titik tersebut
kemudian guru menjelaskan tentang sudut satu putaran. Kemudian guru mengajak
siswa ke lapangan dan menyuruh salah satu siswa mengitari tiang bendera
setengah putaran dan seper empat putaran. Pada akhir pertemuan ke empat,
diadakan evaluasi.
Hasil yang dicapai siswa pada siklus I, meskipun telah mengalami
peningkatan namun hasilnya masih kurang memuaskan dan belum memenuhi
target yang telah ditetapkan oleh peneliti. Jumlah siswa yang tuntas atau nilai
mencapai KKM kurang dari 90%, yaitu hanya 66,67%,maka dilanjutkan dengan
siklus II.
Pada siklus II juga terdiri dari 4 kali pertemuan. Pada pertemuan pertama
guru menambahkan motode kerja kelompok untuk mengidentifikasikan titik
sudut. Pada pertemuan kedua guru menyuruh siswa berpasangan kemudian
melakukan sebuah permainan yaitu membuat beberapa sudut yang berbeda secara
bersembunyi atau tidak boleh diketahui oleh pasangannya, kemudian masing-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
masing siswa saling membandingkan besar sudut yang di buat. Pada pertemuan
ketiga guru membagi siswa dalam 3 kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 4 siswa kemudian menyuruh siswa untuk berdiskusi dalam mengukur
sudut menggunakan busur. Pada pertemuan ke empat guru menambahkan metode
kerja kelompok.
1. Deskripsi Kondisi Awal
Sebelum melaksanakan proses penelitian, terlebih dahulu melakukan
kegiatan survey awal dengan tujuan untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di
lapangan. Proses ini dilakukan melalui observasi dan tes awal pelajaran
Matematika pokok bahasan pengukuran sudut di kelas IV SD Negeri
NyamplungKecamatan Gamping Kabupaten Sleman, dengan hasil awal antara
lain: guru lebih banyak menggunakan metode ceramah dalam menjelaskan materi
pelajaran, kegiatan pembelajaran kurang hidup, guru tidak menyiapkan media
yang bervariasi dalam menjelaskan materi pelajaran, guru kurang sigap dalam
merespon jawaban siswa, guru kurang banyak memberikan contoh soal, guru
kurang aktif dalam mengelola kelas.
Sedangkan permasalahan yang ditemui pada diri siswa yaitu: siswa kurang
termotivasi untuk mengikuti pelajaran, siswa kurang memperhatikan penjelasan
dan tugas dari guru, siswa masih banyak yang takut untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan dari guru. Dari hasil evaluasi awal sebelum diterapkan model
pembelajaran kontekstual pada pelajaran Matematika materi pengukuran sudut
menunjukan pemahaman konsep siswa masih rendah yaitu dari 12 siswa hanya
25% atau 3 siswa yang mendapatkan nilai diatas batas KKM ( nilai 70 ),
sedangkan ada 9 anak yang nilainya di bawah KKM.
Fakta hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar siswa
mendapatkan nilai rendah. Dengan demikian dapat dikatakan pemahaman konsep
siswa tentang pengukuran sudut masih kurang, maka perlu ditingkatkan.
Berdasarkan data nilai yang diperoleh pada tes awal dapat dibuat tabel frekuensi,
pada table 3 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Tabel 3 Data Frekuensi Nilai Tes Awal Sebelum Tindakan
No Nilai Frekuensi Prosentase
1 0-20 1 8,3%
2 21-40 4 33,3%
3 41-60 4 33,3%
4 61-80 2 16,7%
5 81-100 1 8,3%
JUMLAH 12 100%
Berdasarkan tabel 3 tentang frekuensi nilai awal siswa tentang pemahaman
konsep awal siswa tentang pengukuran sudut dapat digambarkan:
Gambar 3. Grafik Nilai Awal Siswa Sebelum Tindakan
Tabel 4. Hasil Tes Awal
Keterangan Ujian Awal
Nilai terendah 10
Nilai tertinggi 80
Rata-rata nilai 55
Siswa belajar tuntas 25%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Analisis hasil evaluasi dari tes awal siswa diperoleh nilai rata-rata
kemampuan awal siswa kelas IV tentang pengukuran sudut yaitu 55. Dari hasil
rata-rata nilai siswa tersebut masih dibawah nilai rata-rata yang diinginkan dari
pihak guru, peneliti dan sekolah adalah 70. Sedangkan besarnya prosentase siswa
tuntas belajar yaitu 25%, dari pihak sekolah ketuntasan siswa diharapkan
mencapai lebih dari 90%. Dari hasil analisis tes awal tersebut, maka dilakukan
tindak lanjut untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa, proses kegiatan
belajar mengajar khususnya pada materi pengukuran sudut.
B. Deskripsi Data Tindakan
Deskripsi pelaksanaan tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini terdiri
dari paparan siklus I dan paparan siklus II.
1. Tindakan Siklus I
Deskripsi data tindakan siklus I terdiri dari paparan data perencanaan, data
tindakan, data observasi dan data refleksi.
a. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan dilaksanakan sebagai awal untuk melakukan
tindakan pada kegiatan pembelajaran. Adapun langkah-langkah persiapan
peneliti dalam tahap perencanaan yaitu:
Sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan model
pembelajaran kontekstual, peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
yang kemudian dilaksanakan dalam pembelajaran. Peneliti juga menyiapkan
media dan soal yang akan digunakan oleh guru kelas IV dalam pembelajaran
pengukuran sudut, pelaksanaan tindakan siklus I direncanakan menjadi empat
kali pertemuan yang masing-masing pertemuan alokasi waktunya 2x 35 menit
yaitu pada hari jum’at 12 November 2010,sabtu 13 November 2010, jum’at 19
November 2010, dan sabtu 20 November 2010.
Dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SD
kelas IV, peneliti melakukan langkah-langkah perencanaan pembelajaran
materi pengukuran sudut menggunakan model pembelajaran kontekstual.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Standar Kompetensi : Menggunakan pengukuran sudut, panjang dan berat
dalam pemecahan masalah.
Kompetensi Dasar :
- Menentukan besar sudut dengan satuan tidak baku dan satuan derajat
Indikator:
a) Menjelaskan pengertian Sudut
b) Membandingkan besar dua sudut.
c) Mengukur sudut dengan sudut satuan tidak baku.
d) Mengukur sudut dengan busur derajat.
e) Mengidentifikasi sudut siku- siku dari bangun datar dan benda- benda
di sekitar.
f) Menjelaskan sudut siku- siku dengan empat arah mata angin.
g) Menentukan besar sudut satu putaran, setengah putaran,dan seperempat
putaran dalam derajat.
b. Pelaksanaan Tindakan :
Dalam siklus I ini dibagi menjadi empat kali pertemuan. pertemuan
pertama membahas tentang pengenalan sudut, membandingkan besar dua sudut
yang berbeda, pertemuan kedua membahas tentang mengukur sudut dengan
satuan tidak baku dan satuan derajat, pertemuan ketiga membahas tentang
identifikasi sudut siku-siku dari bangun datar dan benda- benda di sikitar,
menjelaskan sudut siku-siku dengan empat arah mata angin, sedangkan
pertemuan ke empat membahas tentang menentukan sudut satu
putaran,setengah putaran dan seper empat putaran dalam derajat. Evaluasi
dilaksanakan pada pertemuan ke empat.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran kontekstual,
adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
1) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal disini adalah sebelum
pelajaran dimulai guru memimpin doa, mengabsen siswa kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
mengkodisikan kelas. Apersepsi yang dilakukan guru adalah dengan
memberikan pertanyaan tentang sudut kepada siswa serta meminta siswa
menunjukkan contoh sudut yang mereka ketahui..
Sedangkan kegiatan intinya adalah melaksanakan pembelajaran
mengenai pengertian sudut dan membandingkan besar sudut. Adapun
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Siswa disuruh membuat sudut dari lidi atau kawat yang dipatahkan
tetapi tidak sampai putus. Kemudian, guru mengarahkan siswa untuk
menemukan unsur-unsur sudut yaitu titik sudut, kaki sudut, derah
sudut. ( Kontruktivisme dan Inquiry )
b) Siswa menyebutkan macam-macam sudut yang ada di ruang kelas
kemudian mengelompokannya dalam jenis sudut. (Inquiry)
c) Salah satu siswa maju dan membuat jenis-jenis sudut menggunakan
tangan kanan dan kiri. (Pemodelan)
d) Semua siswa menyimpulkan besar jenis-jenis sudut.(Masyarakat
belajar)
e) Guru memberikan apresiasi pada siswa yang membandingkan besar
sudut secara benar.
f) Siswa mengerjakan contoh soal latihan yang dibuat oleh guru.
g) Guru menyuruh siswa maju kedepan untuk menjawab soal tersebut
kemudian dibahas bersama-sama.
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani siswa
untuk menemukan konsep pengertian sudut dan membandingkan besar dua
sudut dengan menyimpulkan materi yang dipelajari.
2) Pertemuan kedua
Pertemuan kedua membahas tentang pengukuran sudut dengan
satuan tidak baku dan dengan busur derajat. Kegiatan awal sama seperti
pertemuan sebelumnya hanya apersepsinya yang berbeda yaitu guru
mengulang pelajaran yang kemarin dan memberi pertanyaan tentang
bagaimana cara mengetahui besar sebuah sudut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Kegiatan inti dalam pertemuan kedua ini adalah:
a) Siswa membuat lingkaran pada kertas kemudian di bagi menjadi
delapan bagian dan kemudian dipotong, yang masing-masing potongan
bernilai 1 satuan. Siswa menggunakan potongan kertas tersebut untuk
mengukur sudut dengan cara menempelkannya pada sudut yang mau di
ukur. ( Kontruktivisme )
b) Guru memberi contoh bagaimana cara mengukur sudut dengan cara
tidak baku.
c) Siswa melakukan tanya jawab. (Bertanya)
d) Guru memberi beberapa soal latihan kepada siswa.
e) Salah satu siswa mendemonstrasikan cara mengukur besar sudut
dengan busur derajat.( Pemodelan )
f) Guru memberikan tugas untuk mengukur besar sudut dari benda-
benda di kelas yang memiliki sudut (meja,kursi,papan tulis,buku,dll)
dan menyuruh siswa untuk berdiskusi untuk mengukur besar sudut
menggunakan busur derajat. ( Penilaian yang sebenarnya )
g) Siswa berdiskusi dan melakukan pengukuran dengan busur derajat dan
mencatat hasilnya
h) Guru memberi kata-kata pujian kepada siswa atas keaktifan dan
kesungguhannya mengikuti proses belajar mengajar.
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani siswa
untuk menemukan konsep cara mengukur sudut.
3) Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga membahas tentang identifikasi sudut siku-siku
dari benda-benda di sekitar dan menjelaskan sudut siku- siku dengan
menggunakan empat arah mata angin. Kegiatan awal sama seperti
pertemuan sebelumnya hanya apersepsinya yang berbeda yaitu sedikit
mengulangi pelajaran yang telah lalu kemudian memberikan pertanyaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
“apakah di sekitar kita ada sudut siku- siku?apakah ada manfaat sudut
siku-siku yang kita rasakan?”.
Kegiatan inti dalam pertemuan ketiga ini adalah:
a) Guru mendemonstrasikan cara membuat sudut siku-siku dari kertas
lipat, siswa mengikuti/ ikut mempraktikkannya.
b) Siswa meletakan kertas di ujung tepi meja, jika kertas siku-siku
berimpit dengan benda yang diukur,berarti pojok-pojok tersebut
membentuk sudut siku-siku. (Inquiry)
c) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. (Bertanya )
d) Siswa menggambar kerangka arah mata angin. Kemudian guru
meminta siswa melengkapi kerangka arah mata angin tersebut.
e) Dari gambar tersebut, guru meminta siswa menunjukan posisi dua arah
mata angin yang membentuk sudut siku-siku. (Kontruktivisme )
f) Guru memberikan soal-soal yang terkait, kemudian siswa diminta
menyelesaikannya.
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani siswa
untuk menemukan konsep sudut siku-siku dengan menyimpulkan materi
yang dipelajari.
4) Pertemuan ke empat
Pertemuan ke empat membahas tentang menentukan besar sudut
satu putaran, setengah putaran dan seperempat putaran dalam derajat. Pada
pertemuan ke empat ini diawali dengan pemberian motivasi pada siswa,
mengingat pelajaran yang telah lalu dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti dalam pertemuan ke empat ini adalah :
a) Guru mengajak siswa ke halaman sekolah. Kemudian, salah satu siswa
diminta berjalan mengelilingi tiang bendera dimulai dari suatu titik
sampai kembali ke titik semula
b) Dari kegiatan tersebut, guru menjelaskan bahwa anak/siswa yang
berjalan mengelilingi tiang bendera tadi telah berjalan satu putaran.
Besar sudut satu putaran = 3600.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
c) Selanjutnya anak diminta untuk berjalan setengah putaran mengelilingi
tiang bendera dan menyebutkan berapa besar sudut setengah putaran
sampai seperempat putaran, kemudian mengidentifikasikan besar sudut
tersebut. (Inquiry )
d) Siswa melakukan tanya jawab. (Bertanya)
Kegiatan penutup pada pertemuan ini adalah menguatkan meteri
yang telah dipelajari dan mengadakan evaluasi siklus I.
c. Observasi
Peneliti melakukan pengamatan tingkah laku dan sikap siswa selama
pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual berlangsung serta observer mengamati keterampilan guru kelas IV
dalam mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual.
Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa selama siklus I pada
lampiran 12 dapat di simpulkan bahwa selama pembelajaran berlangsung
sebagian siswa telah aktif dalam mengikuti pembelajaran namun masih ada
beberapa siswa yang masih belum mau untuk aktif.
Sedangkan berdasarkan hasil observasi kinerja guru pada lampiran 14
dapat diketahui beberapa kekurangan guru yaitu guru belum menjelaskan
tujuan pembelajaran dan kurang dalam memberikan umpan balik kepada siswa.
d. Analisis dan Refleksi
Dari hasil penelitian siklus I, peneliti melakukan analisis dan refleksi
hasil pembelajaran pada masing-masing pertemuan didapatkan ketuntasan hasil
belajar siswa pada siklus I ini masih kurang, maka perlu dilanjutkan kesiklus II.
Kelemahan- kelemahan yang ada pada siklus I akan disempurnakan di siklus II.
Pada siklus I sebagian siswa masih belum aktif maka peneliti merencanakan
untuk menggiatkan masyarakat belajar dan permainan secara berkelompok.
Sedangkan untuk meningkatkan kinerja guru, pada awal pembelajaran akan di
jelaskan tujuam dari setiap pembelajaran serta pemberian umpan balik dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Tanya jawab atau dengan penugasan. Adapun data hasil belajar siswa tentang
pemahaman konsep pengukuran sudut pada siklus I adalah sebagai berikut:
Pada siklus I guru melakukan evaluasi pada akhir pertemuan ke empat.
1) Hasil Nilai Siklus I
Indikator :
a) Menjelaskan pengertian Sudut
b) Membandingkan besar dua sudut.
c) Mengukur sudut dengan sudut satuan tidak baku.
d) Mengukur sudut dengan busur derajat.
e) Mengidentifikasi sudut siku- siku dari bangun datar dan benda- benda
di sekitar.
f) Menjelaskan sudut siku- siku dengan empat arah mata angin.
g) Menentukan besar sudut satu putaran, setengah putaran,dan seperempat
putaran dalam derajat.
Table 6. Data Frekuensi nilai pada Siklus I
No Nilai Frekuensi Prosentase
1 15-29 1 8,3%
2 30-44 2 16,7%
3 45-59 1 8,3%
4 60-75 4 33,3%
5 76-89 4 33,3%
Jumlah 12 100%
Berdasarkan tabel 6 tentang frekuensi nilai pada pertemuan pertama siklus I dapat
digambarkan kedalam gambar 4 di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Gambar 4. Grafik Nilai Siswa Siklus I
Tabel 7. Hasil Tes Siklus I
Keterangan Hasil Nilai
Nilai terendah 20
Nilai tertinggi 85
Rata-rata nilai 62,5
Siswa belajar tuntas 66,67%
Dari hasil evaluasi Siklus I diatas maka dapat digambarkan dan ditarik satu
kesimpulan bahwa pemahaman konsep siswa masih rendah yaitu 66,67% . Namun
jumlah siswa tuntas belajar meningkat 41,67% dari keadaan awal siswa yang
hanya 25%.
Grafik perbandingan prosentase siswa belajar tuntas pada siklus I dengan keadaan
awal adalah gambar 5 berikut ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
�
�
Gambar 5. Grafik Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas Awal dengan Siklus I
�
2. Tindakan Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan mulai tanggal 26 November 2010 sampai
dengan 4 Desember 2010, perencanaan kegiatan dilaksanakan 4 kali pertemuan.
Adapun tahapan kegiatan pada siklus II ini meliputi:
a. Tahap Perencanaan
Pada tahapan ini peneliti mengkaji perencanaan pada siklus I, yang
diketahui terjadi peningkatan tetapi belum mencapai batas yang ditetapkan
peneliti yaitu 90% pada materi pengukuran sudut. Oleh karena itu peneliti
melakukan konsultasi dengan guru observer untuk mendapatkan hasil yang
maksimal dalam pelajaran Matematika.
Sebagai tindak lanjut penerapan model pembelajaran kontekstual
untuk meningkatkan pemahaman konsep dan proses pembelajaran maka
kegiatan perencanaan pada siklus II, peneliti membuat rencana pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
pembelajaran yang indikartornya sama dengan siklus I, tetapi dalam kegiatan
pembelajaran ditambah beberapa metode seperti kerja kelompok, unjuk kerja
dan sebagainya. Rencana pembelajaran kemudian didiskusikan dengan guru
observer yang membantu peneliti dalam melaksanakan pembelajaran.
Masukan- masukan dari observer akan dijadikan acuan untuk mengambil
langkah berikutnya.
Adapun indikator yang ingin dicapai dalam siklus II ini sama dengan
siklus I karena pada siklus I, kesemua indikator tersebut belum tercapai
maksimal. Indikatornya yaitu :
a) Menjelaskan pengertian Sudut
b) Membandingkan besar dua sudut.
c) Mengukur sudut dengan sudut satuan tidak baku.
d) Mengukur sudut dengan busur derajat.
e) Mengidentifikasi sudut siku- siku dari bangun datar dan benda- benda
di sekitar.
f) Menjelaskan sudut siku- siku dengan empat arah mata angin.
g) Menentukan besar sudut satu putaran, setengah putaran,dan
seperempat putaran dalam derajat.
b. Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran Matematika melalui penerapan model pembelajaran
kontekstual dalam siklus II ini dibagi dalam empat kali pertemuan yang
masing-masing pertemuan alokasi waktunya adalah 2 jam pelajaran.
1) Pertemuan Pertama
Dalam pelaksanaan tindakan dibagi menjadi tiga kegiatan yaitu
kegiatan awal, inti dan penutup. Kegiatan awal disini adalah sebelum
pelajaran dimulai guru memimpin doa, mengabsen siswa kemudian
mengkodisikan kelas. Apersepsi yang dilakukan guru adalah menanyakan
unsur-unsur apa saja yang membentuk sudut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Sedangkan kegiatan intinya adalah melaksanakan pembelajaran
mengenai penjelasn pengertian sudut dan membandingkan besar dua sudut
yang berbeda. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :
a) Siswa membuat sudut dari kawat dengan cara dibengkokan.
Kemudian, beberapa siswa maju kedepan dan menunjukan mana titik
sudut, kaki sudut dan daerah sudut berdasarkan sudut yang mereka
buat.( Kontruktivisme dan Inquiry )
b) Siswa secara berpasangan 2 orang – 2 orang mencari, mengamati dan
menggambar sudut yang ada di sekitar ruang kelas. (Masyarakat
Belajar)
c) Guru mengamati pekerjaan pasangan kelompok siswa dan
membenarkan kesalahan siswa.
d) Siswa melakukan sebuah permainan.yaitu menyuruh masing- masing
siswa membuat sebuah sudut secara sembunyi (tidak boleh di lihat
oleh pasangannya), kemudian siswa membandingkan besar sudut yang
dibuat dengan cara merekatkan sudut salah satu siswa dengan sudut
teman satu mejanya.(Pemodelan dan Inquiry )
e) Setelah di lakukan perbandingan dengan teman kemudian
membandingkan dengan teman yang lain. (Masyarakat Belajar)
f) Siswa dapat menyimpulkan siswa mana yang membuat sudut terbesar
dan terkecil. (Kontruktivisme)
g) Siswa mengerjakan contoh soal latihan yang dibuat oleh guru.
h) Siswa maju kedepan untuk menjawab soal tersebut kemudian dibahas
bersama-sama.
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani
siswa untuk menemukan konsep pengertian sudut dan membandingkan
besar dua sudut dengan menyimpulkan materi yang dipelajari.
2) Pertemuan kedua
Pertemuan kedua membahas tentang pengukuran sudut dengan
satuan tidak baku dan dengan busur derajat. Kegiatan awal sama seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
pertemuan sebelumnya hanya apersepsinya yang berbeda yaitu guru
mengulang pelajaran yang kemarin dan menjelaskan tujuan pembelajaran.
Kegiatan inti dalam pertemuan kedua ini adalah:
a) Guru membagi siswa menjadi 4 kelompok, tiap kelompok 3 orang
siswa.
b) Siswa bekerja berkelompok, membuat lingkaran pada kertas kemudian
dibagi menjadi delapan bagian dan kemudian dipotong, yang masing-
masing potongan bernilai 1 satuan.(Masyarakat belajar )
c) Masing-masing kelompok mendiskusikan cara mengukur besarnya
sudut dengan potongan kertas atau dengan cara tidak baku.
(Kontruktivisme dan Inquiry ).
d) Setelah selesai masing-masing kelompok mendiskusikan lagi cara
mengukur sudut dengan satuan baku atau menggunakan busur derajat.
e) Guru membuat soal di depan kelas, dan menyuruh dua orang siswa
maju kedepan untuk mengukur besar sudut dengan satuan tidak baku
dan satuan baku. ( Pemodelan )
f) Siswa melakukan tanya jawab. (Bertanya)
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani siswa
untuk menjelaskan konsep cara mengukur sudut.
3) Pertemuan ketiga
Pertemuan ketiga membahas tentang identifikasi sudut siku-siku
dari benda-benda di sekitar dan menjelaskan sudut siku- siku dengan
menggunakan empat arah mata angin. Kegiatan awal sama seperti
pertemuan sebelumnya hanya apersepsinya yang berbeda yaitu sedikit
mengulangi pelajaran yang telah lalu kemudian memberikan pertanyaan
“pada pelajaran kemarin kalian telah belajar untuk mengukur
sudut,ternyata sebagian besar sudut yang kalian ukur adalah 900 disebut
apakah sudut 900 itu?”.
Adapun kegiatan inti dalam pertemuan ketiga ini adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
a) Guru membagi kelas menjadi 3 kelompok. Kemudian memerintahkan
siswa untuk membentuk sudut siku- siku dari kertas.
b) Masing masing kelompok mencari benda-benda yang membentuk
sudut siku-siku. Kemudian siswa membuat gambar sudut siku-siku
dikertas dan memotongnya.
c) Masing-masing kelompok mencari benda-benda lainnya yang ada
dalam kelas yang memiliki sudut siku-siku.dengan cara menempelkan
dengan potongan kertas tadi. (Inquiry)
d) Siswa melakukan tanya jawab. (Bertanya )
e) Salah satu siswa maju kedepan dan siswa yang tidak maju
menyanyikan arah mata angin. Siswa yang berada di depan
menunjukan arah mata anginnya dengan benar. (Pemodelan)
f) Dari demontrasi siswa di depan kelas, anak-anak dapat menarik
kesimpulan arah mata angin mana yang membentuk sudut siku-siku.
(Kontruktivisme)
g) Guru memberikan soal-soal yang terkait, kemudian siswa diminta
menyelesaikannya secara individu.
Kegiatan penutup adalah setelah selesai guru menjembatani siswa
untuk menemukan konsep sudut siku-siku dengan menyimpulkan materi
yang dipelajari.
4) Pertemuan ke empat
Pertemuan ke empat membahas tentang menentukan besar
sudut satu putaran, setengah putaran dan seperempat putaran dalam
derajat. Pada pertemuan ke empat ini diawali dengan pemberian motivasi
pada siswa, mengingat pelajaran yang telah lalu dan menjelaskan tujuan
pembelajaran.
Kegiatan inti dalam pertemuan ke empat ini adalah :
a) Guru meminta siswa membuka kembali gambar empat arah mata angin
yang telah di buat pada pelajaran sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
b) Siswa disuruh menghitung berapa banyak sudut siku-siku yang
terbentuk pada arah mata angin utama. (Inquiry)
c) Siswa maju menjelaskan konsep besar sudut satu putaran dengan
menggunakan empat arah mata angin, yang tiap sudut antar arah (misal
timur dan utara) adalah 900 . dari situ guru mengarahkan siswa untuk
menemukan konsep satu putaran adalah 3600 .( Kontruktivisme)
d) Guru mengajak siswa ke halaman sekolah. Kemudian, salah satu siswa
diminta berjalan mengelilingi tiang bendera dimulai dari suatu titik
sampai kembali ke titik semula. (Pemodelan )
e) Dari kegiatan tersebut, anak/siswa menggambarkan pola atau gambar
yang terbentuk ketika berjalan mengelilingi tiang bendera tadi
kemudian menganalisis berapa besar sudut satu putaran.
f) Selanjutnya secara berkelompok, masing- masing 3 orang, anak
diminta untuk menunjukkan setengah putaran mengelilingi tiang
bendera dan berdiskusi menyebutkan berapa besar sudut setengah
putaran. Setelah itu dilanjutkan dengan seperempat putaran.
(Masyarakat Belajar)
g) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya.
Kegiatan penutup pada pertemuan ini adalah menguatkan meteri yang
telah di pelajari dan mengadakan evaluasi siklus II.
c. Observasi
Dalam penelitian ini observasi tidak hanya dilakukan oleh guru yang
juga selaku peneliti. Namun abservasi dibantu oleh seorang guru observer.
Observer melakukan pengamatan aktivitas siswa dan kinerja guru selama
pembelajaran Matematika dengan menggunakan model pembelajaran
kontekstual berlangsung serta mengamati keterampilan guru kelas IV dalam
mengajar dengan menerapkan model pembelajaran kontekstual.
Berdasarkan hasil observasi aktifitas siswa (lampiran 13) menunjukan
adanya perbedaan antara siklus I yang telah dilaksanakan. Pada siklus II ini
terjadi kegiatan pembelajaran yang lebih aktif dan lebih hidup dari pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
sebelumnya, minat siswa mengikuti pelajaran Matematika menunjukan
peningkatan yaitu siswa lebih aktif dalam mengajukan pertanyaan serta
menjawab pertanyaan.
Sedangkan berdasarkan hasil observasi kinerja guru (lampiran 15) dapat
disimpulkan bahwa kinerja guru pada siklus II juga mengalami peningkatan.
d. Analisis dan Refleksi
Hasil analisis data terhadap pelaksanaan pembelajaran Matematika
materi bangun ruang dengan penerapan model pembelajaran kontekstual pada
siklus II secara umum menunjukan perubahan, ini dapat dilihat dari analisis
hasil tes pada siklus II ini yang diketahui terjadi peningkatan yang cukup
mengagumkan. Dari hasil tes siklus II ini rata-rata siswa telah mencapai batas
KKM yang ditetapkan yaitu sebanyak 90% dengan nilai 70, hasil yang
dicapai adalah 91,67% siswa kelas IV pada siklus II ini telah berhasil.
1) Hasil Nilai pada Siklus II
Indikator :
a) Menjelaskan pengertian Sudut
b) Membandingkan besar dua sudut.
c) Mengukur sudut dengan sudut satuan tidak baku.
d) Mengukur sudut dengan busur derajat.
e) Mengidentifikasi sudut siku- siku dari bangun datar dan benda- benda
di sekitar.
f) Menjelaskan sudut siku- siku dengan empat arah mata angin.
g) Menentukan besar sudut satu putaran, setengah putaran,dan seperempat
putaran dalam derajat.
Table 9. Data Frekuensi nilai pada Siklus II
No Nilai Frekuensi Prosentase
1 45-59 1 8,33%
2 60-74 5 41,67%
3 75-89 6 50%
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
��
�
Jumlah 12 100%
Berdasarkan tabel 9 tentang frekuensi nilai pada pertemuan pertama siklus II
dapat digambarkan kedalam grafik gambar 6 berikut ini:
Gambar 6. Grafik Nilai Siswa Siklus II
Tabel 10. Hasil Tes Pertemuan Siklus II
Keterangan Hasil Nilai
Nilai terendah 50
Nilai tertinggi 80
Rata-rata nilai 71,55
Siswa belajar tuntas 91,67%
Dari hasil evaluasi diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pemahaman
konsep meningkat yaitu dilihat hasil evaluasi ketiga pertemuan pada siklus II
tersebut adalah 91,67% siswa tuntas belajar atau meningkat 25% dari siklus I, atau
meningkat sebesar 66,67% dari keadaan awal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Tabel 11. Perbandingan Prosentase Siswa Belajar Tuntas
Keterangan Prosentase Siswa
Belajar Tuntas
Keadaan awal 25%
Siklus I 66,67%
Siklus II 91,67%
Berdasarkan tabel 11, maka dapat digambarkan perbandingan dengan keadaan
awal, siklus I, dan siklus II adalah sebagai berikut:
Gambar 7. Grafik Perbandingan Siswa Belajar Tuntas
C. Pembahasan Hasil Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I dan siklus II
dapat dinyatakan bahwa pembelajaran Matematika menggunakan model
pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa kelas IV
SD N Nyamplung ini ditunjukan perkembangan hasil belajar kognitif siswa
mengalami perkembangan yaitu dari keadaan awal sebelum dilakukan model
pembelajaran kontekstual siswa yang tuntas KKM hanya 25% dari jumlah 12
siswa. Pada siklus I dilaksanakan pembelajaran dengan model pembelajaran
kontekstual, siswa yang tuntas KKM menjadi 66,67% atau meningkat sebanyak
41,67% dari keadaan awal. Setelah dilakukan tindak lanjut kembali dalam siklus
II, siswa yang tuntas KKM menjadi 91,67% atau meningkat 66.67% dari keadaan
awal siswa atau meningkat 25% dari siklus I .
Dari hasil belajar tersebut dapat disimpulkan pemahaman konsep
pengukuran sudut pada siswa kelas IV mengalami peningkatan. Selain
peningkatan pemahaman siswa dari observasi selama pembelajaran Matematika
menggunakan model pembelajaran kontekstual berlangsung, diperoleh data
kesimpulan bahwa proses belajar-mengajar lebih aktif, ini ditunjukan dengan
minat, motivasi dan perhatian siswa ketika mengikuti pelajaran matematika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
�
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan dalam 2 siklus, dapat
ditarik suatu kesimpulan sebagai berikut:
Model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman konsep
pengukuran sudut dalam pelajaran Matematika di kelas IV SD Negeri
Nyamplung, yaitu ditunjukan dengan prosentase siswa yang tuntas KKM (nilai
70) yaitu meningkat 41,67% dari keadaan awal yang hanya 25% menjadi 66,67%
pada siklus I. Setelah dilakukan tindak lanjut kesiklus II, hasil belajar siswa
meningkat lagi menjadi 91,67% (siswa yang mencapai KKM sebanyak 11 anak),
atau meningkat sebesar 25% dari siklus I. Dari peningkatan hasil belajar siswa
tersebut dapat dikatakan bahwa pemahaman konsep siswa tentang pengukuran
sudut meningkat.
B. Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat meningkatkan pemahaman
konsep siswa pada pelajaran Matematika materi pokok pengukuran sudut pada
siswa kelas IV SDN Nyamplung, berdasarkan hasil tersebut maka dapat dibuat
implikasi sebagai berikut ini:
a. Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kontekstual dapat
meningkatkan pemahaman konsep siswa dalam Matematika karena dalam
penerapan model pembelajaran kontekstual, guru menghubungkan antara
pengetahuan yang diperoleh siswa dengan pengetahuan yang telah dimiliki
oleh siswa sebelumnya dan guru juga menghubungkan materi dengan dunia
nyata siswa yaitu dengan membawa benda-benda yang sering mereka temui
���
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
untuk dijadikan media pembelajaran sehingga dapat membantu memudahkan
siswa dalam mengkonsepkan materi pengukuran sudut, selain itu juga dalam
proses pembelajaran juga menggunakan beberapa metode pembelajaran seperti
metode pemberian tugas, kelompok, unjuk kerja, inquiri, dan demonstrasi.
Selain dengan penggunaan model guru juga menggunakan media yang
bermacam-macam seperti Busur, buku, kursi dan benda- benda sekitar siswa
untuk menjelaskan konsep pengukuran sudut dengan demikian cara
mengkonsepkan siswa akan lebih kritis.
b. Penggunaan model pembelajaran kontekstual secara tepat dan optimal sehingga
pemahaman konsep Matematika meningkat. Dengan melakukan perencanaan
dengan baik yaitu membuat rencana pembelajaran dengan bahasa yang rinci
dan mudah dipahami oleh guru kelas, kemudian dikonsultasikan dengan
observer agar dapat mendapat masukan dari rencana yang telah dibuat,
melaksanakan model pembelajaran kontekstual secara tepat dapat
meningkatkan keberhasilan pembelajaran, sehingga siswa menjadi aktif bukan
guru yang aktif atau studens center, melakukan evaluasi setiap akhir pertemuan
jadi guru mengetahui sejauh mana siswa dapat menyerap atau memahahami
konsep materi yang diberikan oleh guru, dan refleksi terhadap pembelajaran
guna mengetahui peningkatan pemahaman siswa dan sebagai bahan balikan
untuk menciptakan pembelajaran yang lebih bagus lagi sehingga pemahaman
konsep siswa dapat meningkat.
c. Selama proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran kontekstual,
cara mengajar guru meningkat, guru menjadi semangat untuk mengajar
Matematika, adapun yang dilakukan guru selama pembelajaran berlangsung
adalah guru bertindak sebagai informan untuk memberikan informasi kepada
siswa-siswanya jadi guru tidak selalu menggunakan metode ceramah untuk
menjelaskan materi yang diajarkan melainkan dalam menjelaskan materi
pelajaran guru melakukan tanya jawab supaya siswa mau belajar, posisi guru
juga tidak selalu di depan kelas, guru berpindah-pindah posisi mengajar guru
juga memberikan pujian baik dalam bahasa verbal maupun non verbal, dalam
menggunakan beberapa metode dalam mengajar guru semakin mantap, guru
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
juga semakin luwes dalam mengajar menggunakan model pembelajaran
kontekstual, selain itu juga guru lebih peka terhadap siswa. Cara mengajar guru
secara keseluruhan telah menunjukan peningkatan.
d. Adapun aktifitas siswa yang dapat dilihat atau diobservasi selama proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kontekstual dalam pelajaran
Matematika adalah, siswa menjadi lebih aktif yaitu siswa tidak malu
menyampaikan jawan di depan kelas, tidak malu untuk bertanya, siswa selalu
berebut maju dengan mengangkat tangannya, siswa dapat berkomunikasi
dengan teman-teman dalam pembelajaran yaitu mereka akan secara sadar
bergabung dengan kelompoknya tanpa banyak membuang waktu, siswa juga
lebih kritis dalam menerima materi, mereka dituntut untuk mengkonsepkan
materi pelajaran yang mereka terima.
C. Saran
Sesuai dengan simpulan dan implikasi hasil penelitian mengenai
penerapan model pembelajaran kontekstual pada siswa kelas IV SDN Nyamplung,
maka dapat diberikan saran-saran atau sumbangan pemikiran untuk dapat
meningkatkan mutu pendidikan pada umumnya dan meningkatkan pemahaman
konsep siswa terhadap materi pelajaran pada khususnya, sebagai berikut :
1. Bagi Guru
a. Dalam menjelaskan materi pelajaran guru sebaiknya jangan terlalu sering
menggunakan metode ceramah, tapi guru harus menggunakan model-model
pembelajaran inovatif seperti kontekstual (CTL).
b. Untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa tentang materi pelajaran,
sebaiknya guru mengkaitkan materi yang dipelajari dengan dunia nyata siswa.
c. Untuk meningkatkan interaksi belajar, sebaiknya guru berusaha menjadi teman
dalam belajar, bukan menjadi seseorang yang ditakuti oleh siswanya.
d. Guru sebaiknya menggunakan lebih banyak lagi media dalam pelajaran untuk
membantu siswa memahami materi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
���
�
2. Bagi Siswa
a. Peserta didik hendaknya ikut berperan aktif dalam pembelajaran dengan ikut
memberikan pendapat tentang materi pelajaran yang dipelajari dan cara
mengajar yang mereka sukai, supaya terjadi interaksi pembelajaran yang
menyenangkan.
b. Siswa hendaknya mengaplikasikan pengetahuan yang mereka dapat dari
sekolah kedalam kehidupan sehari-hari ataupun sebaliknya.
c. Siswa hendaknya lebih berani untuk menyampaikan pendapatnya di depan
kelas, ataupun untuk mengajukan pertanyaan.
d. Siswa hendaknya tidak hanya belajar di sekolah tetapi mereka juga harus aktif
mencari pengetahuan diluar jam sekolah.