13
Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992) Copyright Aji Hermawan [email protected] http://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep- 1992/ DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992) DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (dimuat di harian Bisnis Indonesia 17 Sept 1992) Oleh Aji Hermawan Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB Sudah sering kita dengar dalam berbagai pembicaraan bahwa agroindustri merupakan sektor yang sangat potensial dan perlu dikembangkan di Indonesia. Agroindustri dianggap sebagai jembatan transformasi antara masyarakat pertanian dan industri. Dalam rangka membangun indutri yang maju dan pertanian yang tangguh, agroindustrilah yang diharapkan dapat mempercepat terjadinya struktur ekonomi yang seimbang. Perkembangan agroindustri juga diharapkan akan meningkatkan permintaan dan memberikan nilai tambah hasil pertanian, di mana saat ini banyak masyarakat yang menggantungkan nasibnya pada sektor ini. Pemerintah pun menyadari pentingnya pengembangan agroindustri. Belum lama ini pemerintah mengijinkan didirikannya PTP Agroindustri, yang merupakan konsorsium dari seluruh PTP di Indonesia, dengan total investasi mencapai 105 milyar USD. Dalam memandang agroindustri kita tidak bisa mengabaikan keterkaitannya page 1 / 13

DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 …anitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf... · uti selera pasar dan konsumen kita lebih berselera terhadap kentang

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (BisnisIndonesia, 17 Sep 1992)

    DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (dimuat di harian Bisnis Indonesia 17 Sept1992)

    Oleh

    Aji Hermawan

    Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB

    Sudah sering kita dengar dalam berbagai pembicaraan bahwa agroindustrimerupakan sektor yang sangat potensial dan perlu dikembangkan di Indonesia. Agroindustri dianggap sebagai jembatan transformasi antara masyarakat pertaniandan industri.  Dalam rangka membangun indutri yang maju dan pertanian yangtangguh, agroindustrilah yang  diharapkan dapat mempercepat terjadinya strukturekonomi yang seimbang.  Perkembangan agroindustri juga diharapkan akanmeningkatkan permintaan dan memberikan nilai tambah hasil pertanian, di manasaat ini banyak masyarakat yang menggantungkan nasibnya pada sektor ini. Pemerintah pun menyadari pentingnya pengembangan agroindustri.  Belum lamaini pemerintah mengijinkan didirikannya PTP Agroindustri, yang merupakankonsorsium dari seluruh PTP  di Indonesia, dengan total investasi mencapai 105milyar USD.

    Dalam memandang agroindustri kita tidak bisa mengabaikan keterkaitannya

    page 1 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    dengan sektor lain.  Sebagai bagian dari satu sistem agribisnis, agroindustrimempunyai berkaitan dengan sektor agrikultur dan juga sektor jasa pertanian. Dalam perspektif sistem seperti ini, perkembangan agroindustri kita dapatdikatakan masih jauh dari harapan.  Perkembangan agroindustri kita meninggalkansektor agrikultur yang merupakan sektor penyedia inputnya .  Hal ini dapat dilihatdari koefisien kaitan ke belakangnya (backward linkage) yang kecil, dan koefisienkaitan ke depan (forward linkage) yang besar.  Koefisien kaitan ke belakangmerupakan indeks yang menyatakan total input yang diperlukan dari sektor lainuntuk memenuhi satu unit kenaikan permintaan akhir dalam sektor produksitertentu.  Sedangkan koefisien kaitan ke depan adalah indeks yang menyatakanberapa output suatu sektor ekonomi diperlukan untuk memenuhi satu unit kenaikanpermintaan akhir sari semua sektor yang menggunakannya.  Perkembanganagroindustri kita cenderung berkembang ke hilir atau konsumen akhir, sementarakaitannya dengan sektor penyedia bahan baku relatif tidak berkembang.

    Ketertinggalan sektor agrikultur ini dapat juga kita lihat dari segi investasi. Investasi di sektor agrikultur seperti tanaman pangan, perkebunan, peternakan, danperikanan juga mandek.  Menurut BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal),sampai Pebruari 1992 rencana investasi di empat bidang tersebut hanya Rp 24.8trilyun atau 12.8 persen dari total investasi PMDN.  Sedangkan untuk PMA sebesar1.4 milyar USD atau hanya 2.9 persen dari total investasi PMA.  Dan yang lebihmemprihatinkan lagi kalau kita lihat realisasinya.  Realisasi PMDN hanya 18.9persen dan PMA hanya 34.4 persen.

    Dalam perspektif sistem agribisnis, kondisi seperti ini patut menjadi perhatianserius, karena perkembangan agroindustri yang kita harapkan adalah yang dapat menggairahkan permintaan dari sub-sistem lain, terutama sub-sistem agrikultur. Secara nasional negara juga mempunyai kepentingan berhubungan denganbanyaknya jiwa (56 persen penduduk) yang bergantung pada sektor agrikultur dantingkat kesejahteraan  masyarakat di sektor ini juga kurang menggembirakan. Sementara dilihat dari segi potensi dan daya dukung sumber daya alam negarakita, kiranya sudah tidak diragukan lagi.

    page 2 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    Kendala[1]

    Salah satu kendala utama perkembangan agroindustri di

    negara kita adalah kesulitan untuk mendapatkan bahan baku

    pertanian dalam mutu, jumlah, keseragaman, dan waktu pemenu

    han yang tepat.  Ketergantungan perusahaan agroindustri pada

    bahan baku yang tepat sangatlah vital untuk berlangsungnya

    proses produksi yang efisien.  Sementara sektor agrikultur

    kita kita belum mampu memenuhi kebutuhan agroindustri.

    Kondisi seperti ini menyebabkan banyak perusahaan agroindus

    tri yang sudah berkembang mengimpor kebutuhan bahan bakunya.

    Perusahaan-perusahaan fastfood misalnya, banyak mengimpor

    kebutuhan kentangnya karena sulit mencari kentang yang

    page 3 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    memenuhi standar mutu mereka.  Perusahaan fast-food terke

    nal, yang banyak digandrungi kawula muda kita, seperti

    McDonald, Kentucky, Texas, Burger King, dan Ny. Liza Tanzil,

    mengimpor kebutuhan kentangnya dari Amerika Serikat (melalui

    PT. Foodaria Centra Nuasa).  Kentang Amerika dianggap lebih

    enak, dan kadar airnya lebih rendah, sehingga lebih hemat minyak

    dalam proses pemasakannya.  Sedangkan kentang Indonesia

    umumnya berkadar air tinggi dan kalau digoreng menjadi

    lembek.  Tentu saja  perusahaan-perusahaan ini harus mengik

    uti selera pasar dan konsumen kita lebih berselera terhadap

    kentang impor daripada kentag domestik.  Beberapa perusahaan

    produsen makanan juga diketahui mengimpor kebutuhan tomat

    page 4 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    nya.  Perusahaan makanan terbesar  Indofood diketahui men

    gimpor cabe sebanyak 15 ton per hari.  Impor bahan baku

    seperti ini dapat kita pahami karena memang perusahaan-

    perusahaan tersebut memerlukan bahan baku bermutu, suplai

    yang kontinu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Yang

    menjadi pertanyaan adalah kenapa sektor agrikultur kita

    tidak bisa menyediakan kebutuhan agroindustri ?

    Kelemahan sektor agrikultur kita tidak lepas dari kele

    mahan para pelaku ekonomi di sektor ini.  Sebagian besar

    yang terlibat dalam sektor agrikultur kita adalah petani-

    petani rakyat yang memang lemah dalam banyak hal seperti

    page 5 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    pendidikan, modal, dan penguasaan teknologinya. Padahal

    pertanian rakyat ini meliputi 85 persen  pertanian di Indo

    nesia.  Skala usahatani mereka juga kecil, rata-rata kepe

    milikan lahannya hanya 0.5 ha.  Skala usaha yang kecil,

    tersebar dan tidak terintegrasi, tentu tidak dapat memenuhi

    kebutuhan industri yang menuntut volume yang besar dan mutu

    yang seragam.  Bahkan yang lebih memprihatinkan lagi, seka

    rang ini impor produk-produk agrikultur tidak hanya sebatas

    bahan baku agroindustri tapi juga produk agrikultur  yang langsung dikonsumsi, buah-buahan misalnya.  Semenjak

    pemerintah membuka kran impor lewat Pakjun 1991, buah-buahan

    impor mulai membanjiri pasar bahkan mulai menggeser buah-

    buahan lokal.  Kebanyakan buah-buah yang masuk berasal dari

    page 6 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia.  Harga buah

    impor ini pun dapat bersaing dengan buah lokal.  Misalnya

    harga apel Selandia Baru  Rp 4350, bandingkan dengan apel

    Malang yang Rp 4200.  Atau harga anggur lokal Rp 7000 se

    dangkan anggur hijau Australia Rp 9500.  Harga yang bersa

    ing, mutu prima dan suplai yang kontinu buah impor, ditun

    jang manajemen pemasaran yang lebih baik, jelas akan dapat

    menggeser produk lokal.  Dan saat inipun gejala dominasi

    buah impor terhadap buah lokal sudah tampak jelas di pasar-

    pasar swalayan.

    Integrasi[1]

    page 7 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    Bisnis di sektor agrikultur memang memiliki karakteris

    tik yang khas, resiko yang tinggi, gestation period yang

    panjang dan tingkat ketergantungan yang tinggi pada faktor-

    faktor eksternal yang sulit dikendalikan.  Hal ini mungkin

    yang menyebabkan pengusaha-pengusaha kita menomorduakan

    bisnis di sektor ini, disamping masalah perijinan, kekakuan

    peraturan, dan lemahnya sarana dan prasarana.  Akan tetapi

    untuk perusahaan agroindustri yang memang tidak bisa lepas

    dari sektor agrikultur mau tak mau harus memenuhi kebutuhan

    nya dengan impor ataupun dengan memproduksi sendiri. Banyak perusahaan agroindustri yang melakukan integrasi ke belakang

    (backward-integration).  Mereka menyatukan operasi dari

    budidaya bahan baku, proses pengolahan dan pemasaran.  Pola

    page 8 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    seperti inilah yang  nampaknya banyak berkembang.  Akhir-

    akhir ini dikenal adanya pola pertanian industri atau dise

    but juga pola pertanian terpadu.  Tidak lain pola ini alah

    pengintegrasian proses dari hulu sampai hilir dari penana

    man, pengolahan sampai pemasaran.  Pola-pola seperti ini

    mungkin sementara dapat menyelesaikan masalah bahan baku.

    Akan tetapi ditinjau dari kemanfaatan sosial-ekonominya

    harus dipertimbangkan kembali, mengingat banyaknya masyara

    kat ekonomi lemah yang menggantungkan hidupnya pada sektor

    ini.  Apa yang akan terjadi apabila perusahaan-perusahaan

    agroindustri mengimpor bahan bakunya atau mengusahakan

    sendiri bahan bakunya ?

    page 9 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    Dalam sistem pertanian kita yang seperti ini, akhirnya

    memang menjadi dilematis.  Di satu pihak perkembangan

    agroindustri menuntut dukungan bahan baku dalam mutu, jum

    lah, dan waktu sesuai.  Apalagi dalam menghadapi persaingan

    dalam perdagangan yang semakin global ini faktor mutu menja

    di sangat penting dan untuk lebih kompetitif dituntut pula

    pengembangan teknologi dan skala ekonomi.  Yang dapat melak

    ukan hal ini adalah kekuatankekuatan ekonomi besar atau

    petani-petani berdasi, bukan petani-petani rakyat kita yang

    gurem, yang kesejahteraannya masih sangat memprihatinkan,

    dan yang mulai tersingkir dari pekerjaan pertanian.

    Pemerintah sebenarnya telah menyadari hal ini dengan

    page 10 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    menyediakan pola-pola keterkaitan, seperti PIR (Perkebunan

    Inti Rakyat), TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi), HTI-Trans

    (Hutan Tanaman Industri- Transmigrasi), dan sebagainya,

    yang pada dasarnya berusaha mengaitkan kepentingan perusa

    haan dan kepentingan petani rakyat dalam suatu kerjasama

    yang saling menguntungkan.  Akan tetapi pelaksanaan pola ini

    kebanyakan menemui kegagalan.  Sering kita dengan kericuhan-

    kericuhan dalam pelaksanaan pola keterkaitan ini.  Pada

    umumnya banyak pengusaha, yang memang bertujuan mencari

    keuntungan setinggi-tingginya, memanfaatkan kelemahan petani

    sehingga hubungan yang seharusnya mutualistik menjadi hubun

    gan yang sifatnya ekspolitatif.  Petani seringkali merasa

    page 11 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    dirugikan, meskipun tidak jarang ada juga kasus petani-

    petani yang nakal, yang menyalahi perjanjian kerjasama yang

    telah ditetapkan.

    Agroindustri Masuk Desa[1]

    Akhir-akhir juga diintroduksikan pengembangan agroindus

    tri pedesaan.  Agroindustri pedesaan ini bertumpu pada

    keunggulan komparatif regional, dimana produk-produk yang

    dikembangkan didasarkan pada hasil-hasil pertanian yang

    sudah dikenal atau sudah biasa dibudidayakan oleh masyarakat

    setempat.  Diharapkan pengembangan agroindustri pedesaan ini

    akan mampu menyelesaikan banyak masalah  di pedesaan, yang

    page 12 / 13

  • Aji Hermawan | DILEMA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI (Bisnis Indonesia, 17 Sep 1992)Copyright Aji Hermawan [email protected]://ajiher.staff.ipb.ac.id/2013/01/18/dilema-pengembangan-agroindustri-bisnis-indonesia-17-sep-1992/

    juga merupakan masalah nasional kita, seperti stagnasi perekonomian pedesaan, kurangnya lapangan kerja, dan urban

    isasi.  Agroindustri masuk desa ini dianggap sebagai bentuk

    industrialisasi yang dianggap tepat untuk diintroduksikan di

    tingkat pedesaan.  Dapatkah dilema pengembangan agroindustri

    diselesaikan melalui cara ini, tentu memerlukan kajian lebih

    lanjut.  Namun barangkali BUMN-BUMN pertanian kita akan

    memulai dengan PTP Agroindustrinya.

    page 13 / 13