22
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Change.org merupakan platform petisi online yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi mereka. Platform petisi online ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menciptakan perubahan. Masyarakat dapat mengajukan petisi untuk suatu perubahan dengan menggalang dukungan melalui penandatanganan petisi secara virtual. Setiap tanda tangan pendukung secara otomatis mengirimkan email yang berisi petisi kepada target yang dituju yaitu pembuat kebijakan. Melalui email yang dikirimkan secara otomatis ini, masyarakat menjadi lebih terhubung dengan lembaga pemerintah dan korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi online Change.org menjadi saluran penghubung antara masyarakat dengan pembuat kebijakan. Melalui saluran ini, masyarakat dapat menyampaikan protes dan kritik terhadap kinerja pemerintah dan korporasi. Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam urusan publik. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat dalam urusan publik ditunjukkan dengan inisiatif mereka untuk memulai dan mendukung petisi online atas isu tertentu. Keterlibatan masyarakat dalam permasalahan publik lebih difasilitasi dengan adanya platform petisi online. Platform petisi online menyederhanakan bentuk petisi tradisional, sehingga masyarakat semakin mudah mengajukan petisi untuk menggalang dukungan tanpa perlu menghabiskan banyak tenaga, waktu, dan biaya. Platform petisi online membuat masyarakat semakin terhubung, sehingga kepedulian mereka atas isu tertentu menjadi lebih mudah dan lebih cepat tersebar, serta dukungan atas kepedulian tersebut menjadi lebih mudah diperoleh. Pada dasarnya petisi online merupakan bentuk partisipasi politik yang menghubungkan masyarakat dengan pemerintah. Namun, bentuk partisipasi politik ini juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Petisi online menjadi media yang mampu memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan kepedulian mereka terhadap isu-isu sosial seperti isu hak asasi manusia, isu lingkungan, dan isu kesejahteraan binatang. Kepedulian masyarakat terhadap isu-isu sosial ini

disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

  • Upload
    lykhanh

  • View
    220

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

1

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Change.org merupakan platform petisi online yang dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat untuk menyalurkan aspirasi mereka. Platform petisi online ini

memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam menciptakan

perubahan. Masyarakat dapat mengajukan petisi untuk suatu perubahan dengan

menggalang dukungan melalui penandatanganan petisi secara virtual. Setiap tanda

tangan pendukung secara otomatis mengirimkan email yang berisi petisi kepada

target yang dituju yaitu pembuat kebijakan. Melalui email yang dikirimkan secara

otomatis ini, masyarakat menjadi lebih terhubung dengan lembaga pemerintah dan

korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan.

Platform petisi online Change.org menjadi saluran penghubung antara

masyarakat dengan pembuat kebijakan. Melalui saluran ini, masyarakat dapat

menyampaikan protes dan kritik terhadap kinerja pemerintah dan korporasi.

Selain itu, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam urusan publik. Partisipasi

dan keterlibatan masyarakat dalam urusan publik ditunjukkan dengan inisiatif

mereka untuk memulai dan mendukung petisi online atas isu tertentu.

Keterlibatan masyarakat dalam permasalahan publik lebih difasilitasi

dengan adanya platform petisi online. Platform petisi online menyederhanakan

bentuk petisi tradisional, sehingga masyarakat semakin mudah mengajukan petisi

untuk menggalang dukungan tanpa perlu menghabiskan banyak tenaga, waktu,

dan biaya. Platform petisi online membuat masyarakat semakin terhubung,

sehingga kepedulian mereka atas isu tertentu menjadi lebih mudah dan lebih cepat

tersebar, serta dukungan atas kepedulian tersebut menjadi lebih mudah diperoleh.

Pada dasarnya petisi online merupakan bentuk partisipasi politik yang

menghubungkan masyarakat dengan pemerintah. Namun, bentuk partisipasi

politik ini juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Petisi online menjadi

media yang mampu memfasilitasi masyarakat untuk menyampaikan kepedulian

mereka terhadap isu-isu sosial seperti isu hak asasi manusia, isu lingkungan, dan

isu kesejahteraan binatang. Kepedulian masyarakat terhadap isu-isu sosial ini

Page 2: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

2

disebarkan melalui petisi online dan ditujukan untuk mencapai tindakan kebijakan

tertentu atas isu sosial tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa petisi online bisa

dimanfaatkan sebagai alat advokasi kebijakan.

Platform petisi online Change.org telah berkontribusi terhadap

perubahan baik dalam skala global maupun dalam skala lokal yaitu di Indonesia.

Perubahan yang terjadi menunjukkan bahwa platform petisi online Change.org

Indonesia telah berperan dalam mendukung keberhasilan advokasi kebijakan.

Sejumlah petisi telah berhasil membawa perubahan dalam masyarakat. Salah satu

petisi yang berhasil adalah petisi yang dimulai oleh Hasna Pradityas terkait

perbaikan Jalan Raya Muncul di wilayah Tangerang Selatan. Petisi lain yang juga

berhasil antara lain petisi oleh Melanie Subono yang menuntut Komisi III DPR

untuk tidak meloloskan M. Daming Sanusi sebagai hakim agung, petisi oleh Nong

Mahmada terkait pemberhentian Bupati Garut Aceng Fikri, dan petisi oleh Anita

Wahid terkait pelemahan KPK.

Keberhasilan petisi tidak hanya ditunjukkan oleh petisi yang ditujukan

kepada aktor politik atau pemerintahan, tetapi juga ditunjukkan oleh petisi yang

ditujukan kepada aktor bisnis. Seorang konsumen Garuda Indonesia, Cucu Saidah,

memulai petisi yang ditujukan kepada Emirsyah Satar selaku Presiden Direktur

PT Garuda Indonesia untuk menghapus surat pernyataan bagi penyandang

disabilitas. Petisi ini memperoleh kemenangan. Beberapa contoh petisi online

yang berhasil tersebut menunjukkan bahwa petisi online Change.org Indonesia

memiliki kekuatan untuk membawa perubahan khususnya terkait kebijakan

sebagai tujuan advokasi kebijakan.

Ada petisi yang berhasil ada juga petisi yang belum berhasil. Petisi-petisi

ini belum memperoleh kemenangan walaupun di antara petisi-petisi yang belum

mencapai keberhasilan ini ada beberapa petisi yang telah memperoleh pendukung

dalam jumlah besar. Misalnya, petisi Tiza Mafira terkait pemberian kantong

plastik secara gratis oleh supermarket yang telah mencapai lebih dari 8.600

pendukung dan petisi Fahira Idris terkait penjualan minuman keras oleh

minimarket dengan lebih dari 6.700 pendukung. Petisi Angela Sutandar yang

ditujukan kepada Gubernur Yogyakarta agar membantu menghentikan kekejaman

Page 3: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

3

perdagangan anjing untuk konsumsi juga belum mencapai keberhasilan walaupun

petisi ini telah memperoleh lebih dari 18.500 pendukung.

Petisi lain tentang perlindungan satwa yang juga masih belum mencapai

kemenangan adalah petisi stop sirkus keliling lumba-lumba. Petisi yang dimulai

oleh Coki Netral ini meminta beberapa perusahaan untuk tidak lagi memberikan

dukungan terhadap pertunjukan sirkus keliling lumba-lumba karena pengelola

sirkus tidak memperlakukan lumba-lumba dengan baik. Petisi ini telah mencapai

lebih dari 97.500 pendukung dan telah berhasil membawa beberapa perubahan.

Perubahan tersebut antara lain perusahaan-perusahaan swasta yang menjadi target

petisi berhenti memberikan dukungan terhadap sirkus keliling lumba-lumba.

Selain itu, protes terhadap eksploitasi lumba-lumba melalui petisi online ini juga

memperoleh respon positif dari Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan. Zulkifli Hasan

dan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian

Kehutanan mengeluarkan pernyataan pelarangan terhadap sirkus keliling lumba-

lumba dan menegaskan bahwa sirkus keliling lumba-lumba adalah ilegal.

Walaupun petisi ini telah berhasil membawa perubahan, tetapi faktanya

pertunjukkan sirkus keliling lumba-lumba masih terus berlangsung. Fakta ini

menunjukkan bahwa petisi online sebagai alat advokasi kebijakan untuk

menghentikan eksploitasi lumba-lumba belum sepenuhnya berhasil.

Kepedulian terhadap satwa di Indonesia juga ditunjukkan dari petisi Dian

Paramita dan Melanie Subono terkait penyelamatan satwa Kebun Binatang

Surabaya yang telah memperoleh lebih dari 75.300 pendukung. Beberapa kasus

terkait eksploitasi satwa dan penyiksaan terhadap hewan mendorong Dian

Paramita untuk membuat petisi online. Dian Paramita mempetisi Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono dan Komisi III DPR RI untuk membentuk Komisi Nasional

Perlindungan Hewan. Petisi tersebut telah memperoleh lebih dari 12.800

pendukung. Namun, petisi-petisi ini belum mencapai keberhasilan.

Tidak semua petisi yang telah memperoleh tanda tangan pendukung

dalam jumlah besar bisa menuai kemenangan. Hal ini menunjukkan bahwa

banyaknya jumlah pendukung tidak menjamin kemenangan atau keberhasilan

suatu petisi. Padahal petisi online hadir sebagai platform bagi masyarakat untuk

Page 4: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

4

menggalang dukungan dalam membuat suatu perubahan. Namun, pada faktanya

aktivitas menggalang dukungan saja tidak cukup untuk membuat suatu perubahan.

Sejumlah petisi belum dinyatakan menang walaupun telah mendapat respon dari

target petisi karena tujuan advokasi kebijakan belum terlaksana dengan baik.

Selain itu, petisi online tidak bisa berdiri sendiri untuk mencapai keberhasilan

advokasi kebijakan. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penelitian ini

mencoba untuk menganalisis efektivitas petisi online Change.org Indonesia

sebagai alat advokasi kebijakan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana efektivitas petisi online Change.org Indonesia

sebagai alat advokasi kebijakan periode tahun 2012-2013?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk menganalisis dan menilai efektivitas petisi online

Change.org Indonesia sebagai alat advokasi kebijakan periode tahun 2012-2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan kajian studi Ilmu

Komunikasi terkait efektivitas petisi online sebagai alat advokasi

kebijakan.

b. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan bentuk komunikasi yang

efektif melalui petisi online sebagai alat advokasi kebijakan.

Page 5: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

5

1.5. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini adalah petisi online dalam situs Change.org

Indonesia dan serangkaian aktivitas advokasi kebijakan yang dilakukan oleh

penggagas petisi bersama Change.org Indonesia. Aktivitas advokasi kebijakan

tersebut dilakukan untuk meningkatkan pengaruh petisi online dan mendukung

kemenangan petisi. Penelitian ini diarahkan kepada pengelola platform petisi

online Change.org Indonesia, pembuat atau penggagas petisi, dan komunitas yang

ikut mendukung aktivitas advokasi kebijakan.

1.6. Kerangka Pemikiran

a. Advokasi Kebijakan

Prakash dan Gugerty (2010:1) menjelaskan konsep advokasi sebagai

upaya sistematis oleh aktor tertentu untuk mencapai tujuan kebijakan tertentu.

Upaya untuk mencapai tujuan kebijakan ini mengacu pada aktivitas advokasi.

Berdasarkan definisi advokasi dari The Merriam Webster Dictionary, Almog-Bar

dan Schmid (2014:13) membatasi aktivitas advokasi pada upaya untuk mengubah

hukum, kebijakan, praktik, dan perilaku dengan cara mendukung dan

mempromosikan persoalan atau usulan tertentu. Aktivitas advokasi yang

bertujuan untuk memengaruhi atau mengubah kebijakan disebut dengan advokasi

kebijakan. Jenkins dalam Mosley (2006:18) mendefinisikan advokasi kebijakan

sebagai upaya untuk memengaruhi keputusan elit institusional dalam kepentingan

kolektif atau bersama. Keputusan elit institusional ini merujuk pada tindakan

kebijakan terkait kepentingan publik oleh pembuat kebijakan.

Istilah elit institusional menunjukkan bahwa fokus advokasi kebijakan

tidak selalu ditargetkan kepada pemerintah tetapi pihak lain yang berpengaruh

dalam sistem kebijakan juga bisa menjadi target advokasi kebijakan (Mosley,

2006:19). Pihak lain yang juga berperan dalam kebijakan dan berpengaruh

terhadap kepentingan publik adalah institusi swasta. Advokasi tidak hanya

dilakukan untuk memengaruhi pemerintah dan sektor publik, tetapi dapat juga

dilakukan untuk mendorong perubahan di sektor swasta (Casey, 2011). Advokasi

kebijakan dimaknai sebagai setiap upaya untuk memengaruhi dan tidak dibatasi

Page 6: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

6

pada serangkaian strategi tertentu (Mosley, 2006:19). Advokasi kebijakan

mengacu pada setiap upaya atau aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan

tindakan kebijakan dan tidak terpaku pada strategi tertentu. Advokasi kebijakan

dibatasi pada upaya yang dilakukan atas nama kepentingan kolektif atau bersama

(Mosley, 2006:19).

Advokasi kebijakan dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas seperti

mengadakan atau berpartisipasi dalam demonstrasi, mengorganisasi anggota

komunitas untuk mengambil tindakan terkait isu kebijakan, melobi (mengadakan

pertemuan dengan pejabat publik, memberikan testimoni publik), atau menulis

surat kepada editor, merilis laporan kebijakan, berpartisipasi dalam koalisi yang

bertujuan untuk memengaruhi kebijakan publik, dan mengedukasi publik tentang

isu-isu kebijakan (Mosley, 2006:20). Berbagai aktivitas tersebut ditujukan kepada

pembuat kebijakan secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas yang

ditujukan kepada pembuat kebijakan secara langsung misalnya melobi atau

mengadakan pertemuan langsung dengan pembuat kebijakan, sedangkan aktivitas

secara tidak langsung dapat dilakukan dengan menulis surat kepada editor untuk

menarik perhatian pembuat kebijakan.

Aktivitas advokasi kebijakan dikelompokkan ke dalam taktik insider dan

outsider dimana taktik insider dimaksudkan untuk mengubah kebijakan melalui

bekerja langsung dengan pembuat kebijakan dan elit institusional lainnya yang

menekankan bekerja di dalam sistem, sedangkan taktik outsider atau taktik tidak

langsung mengacu pada taktik ekstra institusional yang menekankan bekerja di

luar sistem, seperti edukasi publik, media massa, protes, boikot, dan demonstrasi

(Almog-Bar dan Schmid, 2014:21). Taktik advokasi dengan fokus insider

dilakukan melalui aktivitas seperti melobi atau bersaksi di hadapan legislatif,

sedangkan taktik advokasi dengan orientasi outsider dilakukan melalui aktivitas

dalam bentuk petisi, mobilisasi akar rumput, dan protes (Barakso, 2010:156-157).

Petisi termasuk dalam taktik outsider dimana aktivitas tersebut dilakukan di luar

sistem dengan menggalang dukungan atas isu sosial atau isu kebijakan tertentu.

Advokasi mencakup upaya meningkatkan kesadaran melalui media,

pengorganisasian, kampanye (edukasi dan mobilisasi), lobi, riset dan analisis

Page 7: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

7

kebijakan, event, dan penggunaan sistem legal dan litigasi (Casey, 2011; Cohen

dkk, 2010; Mayoux, 2003). Upaya meningkatkan kesadaran melalui media bisa

dilakukan dengan cara bermitra dengan perusahaan media massa atau dengan

menarik perhatian media massa agar memberitakan isu atau permasalahan yang

dimaksud. Misalnya, menulis surat kepada editor atau menulis artikel opini dan

mengadakan konferensi pers.

Upaya pengorganisasian mengacu pada aktivitas membangun hubungan

atau koalisi dengan kelompok atau komunitas terkait isu. Kampanye meliputi

upaya edukasi dan mobilisasi yang ditujukan untuk memperoleh dukungan dari

publik atas isu, sehingga memengaruhi pembuat kebijakan. Lobi dilakukan

melalui pertemuan atau diskusi secara langsung dengan pembuat kebijakan. Riset

dan analisis kebijakan bisa dilakukan dengan cara mengevaluasi efektivitas dan

outcomes program yang ada (Casey, 2011). Event bisa dilakukan dengan cara

mempertemukan berbagai stakeholder dan pembuat keputusan untuk menyoroti

penyebab dan mengidentifikasi solusi atas permasalahan, dengan tindak lanjut

yang mencakup tindakan nyata dan segera (Cohen dkk, 2010:7). Upaya

penggunaan sistem legal dan litigasi berkaitan dengan upaya melalui sistem

hukum.

Berdasarkan kategori aktivitas advokasi tersebut, petisi merupakan salah

satu bentuk strategi kampanye yang meliputi upaya edukasi dan mobilisasi.

Edukasi publik dan mobilisasi cenderung mengarah pada bentuk yang

menunjukkan dukungan masyarakat atas isu atau persoalan tertentu seperti petisi

(Start dan Hovland, 2004:42). Pernyataan ini juga didukung oleh Casey (2011)

yang menyebutkan bahwa mengorganisasi atau mempromosikan petisi merupakan

salah satu contoh aktivitas dalam kategori edukasi dan mobilisasi.

Upaya atau aktivitas advokasi kebijakan dilakukan untuk menghasilkan

tindakan kebijakan sebagai tujuan utama. Pencapaian tujuan utama ini didukung

oleh outcomes yang dihasilkan oleh aktivitas advokasi kebijakan. Outcomes yang

mendukung pencapaian tindakan dan implementasi kebijakan tersebut antara lain

koverasi media, kesadaran publik, dukungan publik atau public will, dan

dukungan pembuat kebijakan atau political will (Coffman, 2003; Cohen dkk,

Page 8: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

8

2010). Koverasi media menunjukkan pemberitaan terkait isu atau permasalahan

sosial oleh media massa cetak, elektronik, dan online. Kesadaran publik mengacu

pada kemampuan publik untuk mengetahui bahwa ada isu atau permasalahan

sosial dan usulan kebijakan atas isu tersebut. Dukungan publik atau public will

merujuk pada kesediaan publik untuk bertindak dalam mendukung isu atau usulan

kebijakan (Cohen dkk, 2010:64). Dukungan publik ini dapat dilihat dari aktivitas

mereka terkait isu atau permasalahan. Dukungan pembuat kebijakan atau political

will didefinisikan sebagai kesediaan pembuat kebijakan untuk bertindak dalam

mendukung isu atau usulan kebijakan (Cohen dkk, 2010:64).

Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi memberikan dampak

terhadap taktik advokasi kebijakan dengan menghadirkan advokasi online (e-

advocacy). Advokasi online ini digunakan oleh aktor advokasi kebijakan seperti

organisasi nonprofit untuk melakukan aktivitas advokasi karena sebagian besar

organisasi tersebut tidak mengalokasikan sumber daya yang memadai untuk

mempromosikan aktivitas mereka (Almog-Bar dan Schmid, 2014:22). Advokasi

online mendukung aktivitas advokasi kebijakan yang dilakukan. Pemanfaatan

advokasi online bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam hal biaya dan

manfaat karena dapat menjadi solusi permasalahan terkait jarak, sehingga

berpeluang untuk memobilisasi kelompok dan pendukung baru (McNutt dalam

Almog-Bar dan Schmid, 2014:22).

Advokasi online memperluas pengaruh aktivitas advokasi. Menurut

beberapa peneliti, alat yang paling umum dalam memperluas aktivitas advokasi

adalah petisi online, blog, dan situs media sosial (Almog-Bar dan Schmid,

2014:22). Petisi online, blog, dan media sosial membantu penyebaran pesan

advokasi kebijakan dengan lebih cepat dan lebih luas, sehingga upaya dalam

memperoleh dukungan dari khalayak luas semakin mudah dilakukan. Aktivitas

advokasi online melalui petisi online, blog, dan situs media sosial serta alat

komunikasi massa lainnya mengurangi keperluan aktivis turun ke jalan untuk

menyebarkan pesan mereka (Casey, 2011).

Advokasi kebijakan dan advokasi terhadap isu-isu saat ini disebarkan dan

diyakinkan kepada masyarakat dengan media yang lebih sederhana, efisien, dan

Page 9: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

9

efektif (Prajarto dalam Nurjaman, 2013:28). Misalnya, melalui petisi online.

Advokasi kebijakan melalui petisi online didukung dengan aktivitas advokasi

kebijakan lainnya sebagai upaya memengaruhi pembuat kebijakan secara tidak

langsung. Misalnya, dengan membentuk opini publik melalui koverasi media

sebagai outcomes dari aktivitas advokasi kebijakan. Advokasi digunakan untuk

mengubah pemikiran, memobilisasi public will, dan memengaruhi pemerintah

(Casey, 2011). Advokasi kebijakan melalui petisi online ditujukan untuk

memengaruhi pemikiran masyarakat dan memobilisasi public will sehingga

pemerintah sebagai pembuat kebijakan mengambil tindakan kebijakan. Advokasi

kebijakan melalui petisi online juga dapat ditujukan untuk memastikan penerapan

kebijakan. Oleh karena itu, petisi online menjadi salah satu media yang berperan

penting dalam advokasi kebijakan.

b. Petisi Online

Lindner dan Riehm (2011:3) mendefinisikan petisi sebagai permintaan

kepada otoritas publik, biasanya institusi pemerintahan atau parlemen. Petisi

memiliki tujuan antara lain untuk mengubah kebijakan publik atau mendorong

tindakan tertentu oleh institusi publik (Lindner dan Riehm, 2011:3). Petisi

memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan

mereka terkait kebijakan tertentu. Perkembangan teknologi komunikasi dan

informasi menghasilkan petisi online sebagai bentuk baru dari petisi tradisional.

Kehadiran petisi online ini tidak mengubah fungsi petisi tradisional, tetapi

menawarkan jangkauan akses yang lebih luas dalam periode waktu yang lebih

singkat.

Petisi online dalam penelitian ini dapat digolongkan sebagai e-petitions

atau electronic petitions. Petisi online atau e-petitions dikategorikan menjadi tipe

formal dan informal (Mosca dan Santucci dalam Lindner dan Riehm, 2009:3).

Petisi online formal mengacu pada sistem petisi yang dioperasikan oleh lembaga

publik, sedangkan petisi online informal mengacu pada sistem petisi yang dibuat

dan diatur oleh organisasi nonpemerintah atau swasta (Lindner dan Riehm,

2009:3). Petisi online informal biasanya disampaikan kepada lembaga publik oleh

Page 10: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

10

pengelola setelah mengumpulkan sejumlah tanda tangan dan petisi online

informal dapat dibedakan menjadi petisi online yang diinisiasi oleh LSM sebagai

bagian dari kampanye politik dan petisi online yang dioperasikan oleh organisasi

swasta baik komersial maupun nonprofit yang menyediakan infrastruktur berbasis

internet untuk memulai petisi online dan mengumpulkan tanda tangan online

(Lindner dan Riehm, 2009:3). Berdasarkan kategori tersebut, Change.org

Indonesia merupakan platform petisi online informal yang dikelola oleh

organisasi swasta berbentuk social enterprise atau kewirausahaan sosial.

Petisi online merupakan aktivitas online yang menarik volume partisipasi

warga negara (Chadwick dalam Panagiotopoulos dan Al-Debei, 2010:3).

Partisipasi warga negara ini bisa berupa partisipasi sosial dan politik. Petisi

biasanya mencakup isu yang luas, mulai dari pengaduan individu hingga

permintaan untuk mengubah kebijakan publik (Lindner dan Riehm, 2011:4).

Petisi online meningkatkan proses demokrasi, menghubungkan warga negara

dengan pemerintah, dan memfasilitasi keterlibatan warga negara (Panagiotopoulos

dan Al-Debei, 2010:3). Kemampuan petisi online untuk memfasilitasi permintaan

perubahan kebijakan publik dan menghubungkan masyarakat dengan pembuat

kebijakan menunjukkan bahwa petisi online bisa dimanfaatkan sebagai alat

advokasi kebijakan.

Petisi online adalah salah satu bentuk aksi kolektif yang muncul dari

pengguna internet melalui mailing lists atau website dan secara teknis website

petisi online memuat ruang digital dimana pengguna dapat memulai atau

menandatangani petisi serta melacak perkembangan petisi yang sudah ada

(Panagiotopoulos dan Al-Debei, 2010:5). Adanya ruang digital membuat petisi

online memiliki beberapa kelebihan dibandingkan petisi tradisional. Kelebihan

tersebut antara lain masyarakat dapat memperoleh latar belakang informasi,

membuat komentar tentang isu, menandatangani online, dan menerima feedback

tentang perkembangan petisi (Macintosh, Malina, dan Farrel, 2002:8). Petisi

online menunjukkan adanya partisipasi dan keterlibatan publik dalam proses

pembuatan kebijakan melalui pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi.

Page 11: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

11

Lindner dan Riehm (2011:5-6) menjelaskan fungsi umum petisi dalam

negara demokrasi dengan membaginya ke dalam tiga level yaitu

a. Fungsi level individu

Fungsi ini terkait dengan tujuan pribadi seperti kasus pengaduan atau

keluhan individu. Fungsi level individu juga bertujuan untuk mengubah

kebijakan publik. Dalam hal ini, petisi berperan membantu memasukkan

isu yang dipetisikan ke dalam agenda target petisi (pembuat kebijakan).

Fungsi level individu juga mencakup memobilisasi pendukung dan LSM

serta membantu kelompok kepentingan untuk menghidupkan pendukung

dan menangkap perhatian media.

b. Fungsi level intermediate

Fungsi ini dilihat dari perspektif target petisi. Fungsi level intermediate

antara lain mendukung parlemen mengontrol eksekutif, mengirim

informasi dan menjadi indikator politik, berpotensi memberikan kontribusi

kepada parlemen, serta berperan dalam proses penguatan parlemen dalam

sistem politik.

c. Fungsi level sistem

Fungsi ini dilihat dari perspektif komprehensif sistem politik. Petisi

berpotensi memberikan kontribusi pada fungsi sistem integrasi dan

legitimasi. Petisi memfasilitasi integrasi warga negara dalam sistem politik

karena dengan adanya petisi warga negara memiliki saluran formal untuk

mengirimkan permintaan mereka. Jika target petisi memutuskan untuk

menggunakan petisi sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan

politik, maka memungkinkan untuk mencapai legitimasi sistem politik.

Berdasarkan fungsi umum tersebut, Change.org Indonesia sebagai

platform petisi online melaksanakan beberapa fungsi antara lain fungsi level

individu. Pelaksanaan fungsi level individu petisi online Change.org Indonesia

meliputi memfasilitasi pengaduan atau keluhan masyarakat kepada pemerintah

atau korporasi, membantu mengupayakan pembuatan atau perubahan kebijakan

tertentu, membantu memasukkan isu yang dipetisikan ke dalam agenda target

petisi (pembuat kebijakan), memobilisasi pendukung dan LSM terkait isu tertentu,

Page 12: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

12

serta membantu kelompok kepentingan (komunitas) untuk menghidupkan

pendukung dan menarik perhatian media massa. Kelompok menggunakan petisi

untuk memperoleh perhatian pemerintah, dan mereka sering berhasil karena petisi

sering kali memperoleh perhatian media (Macmanus, 1996:118). Schmidt dalam

Macmanus (1996:118) menyarankan pemimpin gerakan petisi untuk mengadakan

konferensi berita, mengirim press release, menyelenggarakan event media untuk

menangkap perhatian dan mengejar atau memburu editorial surat kabar, stasiun

televisi, dan radio.

Petisi online menjalankan fungsi dasar petisi tradisional dan dalam

menjalankan fungsinya tersebut petisi online didukung oleh media sosial.

Change.org Indonesia memanfaatkan media sosial seperti Facebook, Twitter, dan

Youtube untuk mendukung fungsi petisi. Panagiotopoulos dkk (2010:2)

menjelaskan bagaimana kelompok jejaring sosial muncul untuk mendukung

proses pengajuan petisi online. Saebo dkk (2009) mengamati peran jejaring sosial

dan peningkatan potensi partisipasi online dimana jejaring sosial memungkinkan

penyebaran ide dan isu serta mencoba memengaruhi agenda setting politik

(Panagiotopoulos dkk, 2010:4).

c. Kerangka Evaluatif Efektivitas Petisi Online

Martin dan Kracher (2008:305) menawarkan kerangka konsep untuk

mengevaluasi efektivitas taktik protes bisnis online dengan menggunakan dua

konsep yaitu ultimate dan intermediate effectiveness. Penelitian ini mengadaptasi

kerangka konsep tersebut untuk mengukur dan mengevaluasi efektivitas petisi

online sebagai alat advokasi kebijakan. Adaptasi kerangka konsep tersebut

dilakukan karena petisi online merupakan salah satu bentuk dari taktik protes

bisnis online dan juga karena petisi online bisa dikatakan sebagai salah satu alat

dalam advokasi kebijakan yang setara dengan aktivitas protes. Penelitian ini

memaknai kerangka evaluatif tersebut tidak hanya bisa digunakan untuk

menganalisis taktik protes online terhadap bisnis saja. Namun, juga bisa

digunakan untuk menganalisis efektivitas taktik protes online terhadap

pemerintah.

Page 13: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

13

Kerangka evaluatif untuk mengukur efektivitas taktik protes bisnis online

terdiri dari dua tingkat yaitu ultimate dan intermediate effectiveness. Ultimate

effectiveness menjelaskan bahwa taktik protes bisnis online dapat disebut efektif

jika mencapai tujuan akhir yaitu mendorong perubahan dalam kebijakan atau

praktik bisnis, sedangkan intermediate effectiveness menjelaskan bahwa walaupun

taktik protes bisnis online tidak mengubah praktik bisnis, taktik protes bisnis

online dapat disebut efektif jika mencapai tujuan intermediate yaitu menangkap

perhatian pemimpin bisnis (Martin dan Kracher, 2008:305). Jadi ketika aktivitas

protes terhadap bisnis secara online belum mampu menghasilkan perubahan

kebijakan, aktivitas protes online ini tetap bisa dikatakan efektif jika mampu

menangkap perhatian pembuat keputusan atau pemimpin bisnis. Misalnya,

melalui koverasi media yang bisa menarik perhatian pemimpin bisnis. Perhatian

pemimpin bisnis ini merupakan langkah yang diperlukan untuk mencapai tujuan

akhir dan dapat mendorong dukungan lebih lanjut terhadap persoalan (Vegh

dalam Martin dan Kracher, 2008:305). Hal ini menunjukkan bahwa tujuan

intermediate juga menjadi salah satu faktor yang menentukan tujuan akhir dari

taktik protes bisnis online.

Kerangka konsep evaluatif untuk mengukur efektivitas taktik protes

bisnis online juga dapat diaplikasikan untuk taktik protes bisnis offline yang

dimobilisasi oleh kelompok kepentingan warga (Martin dan Kracher, 2008:305).

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kerangka

konsep tersebut tidak hanya dapat digunakan untuk menilai efektivitas dari

aktivitas secara online, namun juga dapat digunakan untuk menilai efektivitas dari

aktivitas secara offline. Oleh karena itu, efektivitas petisi online yang juga

mencakup aktivitas offline untuk mendukung petisi online sebagai alat advokasi

kebijakan dapat dianalisis dengan menggunakan ultimate dan intermediate

effectiveness.

Martin dan Kracher (2008:305) menyebutkan kriteria utama untuk

menentukan intermediate dan ultimate effectiveness dari taktik protes bisnis

online antara lain support, public impact, dan disruption. Support merujuk pada

dukungan masyarakat terhadap isu. Public impact dikonseptualisasikan dengan

Page 14: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

14

tingkat dan jumlah orang yang memperoleh informasi tentang penyebab protes

bisnis, juga bisa mencakup kesadaran komunitas atau konstituen bisnis, atau

mencakup perubahan sebenarnya yang dipengaruhi oleh protes tersebut (Martin

dan Kracher, 2008:305-306). Public impact menunjukkan perubahan pada publik

sebagai dampak dari aktivitas protes secara online dan offline. Kriteria ketiga

yaitu disruption to the business mengacu pada tingkat permasalahan dan

gangguan normal dalam aktivitas bisnis sehari-hari (Martin dan Kracher,

2008:306). Tiga kriteria utama tersebut bisa digunakan untuk menilai intermediate

dan ultimate effectiveness dari aktivitas yang dilakukan secara online dan offline

untuk mendukung petisi online sebagai alat advokasi kebijakan.

Penelitian ini menganalisis efektivitas petisi online Change.org Indonesia

sebagai alat advokasi kebijakan dengan menggunakan konsep ultimate dan

intermediate effectiveness. Efektivitas petisi online yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah efektivitas dari aktivitas advokasi kebijakan yang dilakukan

secara online dan offline untuk mendukung petisi online. Ultimate effectiveness

dalam penelitian ini menjelaskan bahwa petisi online dan aktivitas advokasi

kebijakan online dan offline dapat disebut efektif jika mencapai tujuan akhir yaitu

mendorong perubahan dalam kebijakan atau praktik bisnis dan pemerintah,

sedangkan intermediate effectiveness menjelaskan bahwa walaupun petisi online

dan aktivitas advokasi kebijakan online dan offline tidak mengubah kebijakan atau

praktik bisnis dan pemerintah, petisi online dan aktivitas tersebut dapat disebut

efektif jika mencapai tujuan intermediate yaitu menangkap perhatian pembuat

kebijakan baik dari institusi bisnis maupun pemerintah.

d. Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, dapat

dipahami bahwa advokasi kebijakan didefinisikan sebagai upaya atau aktivitas

untuk mencapai tindakan kebijakan terkait kepentingan kolektif. Konteks

advokasi kebijakan dalam penelitian ini adalah aktivitas Change.org Indonesia

yang dilakukan secara online dan offline untuk memperjuangkan kepentingan

publik yang dipetisikan guna membantu mencapai keberhasilan atau kemenangan

petisi online. Aktivitas ini dilakukan untuk mendukung dan menguatkan fungsi

Page 15: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

15

petisi online sebagai media perubahan sehingga lebih berpengaruh. Petisi online

didefinisikan sebagai bentuk online dari petisi yang memfasilitasi permintaan

publik kepada pembuat kebijakan dengan menggalang dukungan melalui tanda

tangan secara virtual. Petisi online dapat dimanfaatkan sebagai alat advokasi

kebijakan untuk menggalang dukungan publik dan memengaruhi tindakan

kebijakan.

Change.org Indonesia menggerakkan aktivitas advokasi kebijakan

lainnya untuk mendukung petisi online. Aktivitas advokasi kebijakan lainnya

yang digerakkan oleh Change.org Indonesia antara lain upaya meningkatkan

kesadaran melalui media, pengorganisasian, lobi, serta event advokasi. Aktivitas

tersebut dilakukan untuk menguatkan fungsi petisi online sebagai alat advokasi

kebijakan guna mendukung pencapaian outcomes advokasi kebijakan. Outcomes

yang dihasilkan menunjukkan pengaruh dan perubahan sebagai dampak dari

aktivitas advokasi kebijakan.

Outcomes berbeda dengan output. Outcomes menunjukkan measures of

effect terkait perubahan yang terjadi dalam target populasi atau komunitas sebagai

hasil dari advokasi kebijakan, sedangkan output menunjukkan measures of effort

terkait apa dan berapa banyak yang dicapai, distribusi, jangkauan advokasi dan

output tidak bercerita banyak tentang efek (Coffman, 2002:20-21). Outcomes

dalam penelitian ini mulai dari variabel kognitif hingga variabel yang menyusun

konteks sosial terkait isu (Coffman, 2002:21).

Penelitian ini menggunakan dua konsep untuk menilai dan menganalisis

efektivitas petisi online Change.org Indonesia sebagai alat advokasi kebijakan.

Konsep pertama adalah ultimate effectiveness dimana petisi online Change.org

Indonesia dan aktivitas yang dilakukan secara online dan offline untuk

mendukung petisi online dalam advokasi kebijakan, disebut efektif jika mencapai

tujuan akhir yaitu mendorong tindakan kebijakan. Tindakan kebijakan bisa berupa

pembuatan atau perubahan kebijakan dan tujuan akhir dari aktivitas advokasi

kebijakan juga mencakup implementasi kebijakan baik dalam praktik bisnis

maupun pemerintah.

Page 16: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

16

Perubahan kebijakan tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas petisi online

dan aktivitas advokasi kebijakan lain yang mendukung petisi online. Ada banyak

faktor lain yang memengaruhi perubahan kebijakan. Namun, penelitian ini fokus

mengkaji dan menyoroti perubahan kebijakan yang dinilai berhasil dicapai dari

aktivitas petisi online dan aktivitas advokasi kebijakan lain yang mendukung

petisi online.

Konsep kedua adalah intermediate effectiveness dimana walaupun petisi

online Change.org Indonesia dan aktivitas yang dilakukan secara online dan

offline untuk mendukung petisi online dalam advokasi kebijakan, belum berhasil

mencapai tujuan akhir, aktivitas petisi online Change.org Indonesia bisa disebut

efektif jika mencapai tujuan intermediate yaitu menangkap perhatian pembuat

kebijakan. Intermediate effectiveness dianalisis dengan menggunakan tiga kriteria

antara lain support, public impact, dan disruption. Penelitian ini hanya

menggunakan dua kriteria yaitu support dan public impact. Hal ini dikarenakan

dua kriteria tersebut mengacu pada outcomes advokasi kebijakan yang mencakup

kesadaran publik, dukungan publik atau public will, dan dukungan pembuat

kebijakan atau political will, sedangkan kriteria disruption bukan merupakan

outcomes dalam advokasi kebijakan.

Kriteria support dan public impact menjadi indikator dari pencapaian

tujuan intermediate yaitu menangkap perhatian pembuat kebijakan. Tujuan

intermediate ini dapat dicapai melalui koverasi media yang juga merupakan

outcomes dari aktivitas advokasi kebijakan. Koverasi media ini bisa diperoleh

melalui aktivitas advokasi kebijakan yang dilakukan secara online dan offline

untuk mendukung petisi online. Indikator atau parameter yang digunakan untuk

menganalisis efektivitas petisi online sebagai alat advokasi kebijakan diuraikan

dalam Tabel 2. Indikator yang dipilih dinilai telah cukup mewakili konsep untuk

menjelaskan efektivitas petisi online sebagai alat advokasi kebijakan.

Tabel 1. Konsep Efektivitas Petisi Online sebagai Alat Advokasi Kebijakan

Konsep Makna Konsep IndikatorUltimate effectiveness

Penilaian efektivitas berdasarkan pencapaian tujuan akhir yaitu

1. Perubahan kebijakan terkait permasalahan sosial yang dipetisikan

Page 17: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

17

perubahan kebijakan 2. Implementasi atau pelaksanaan kebijakan

Intermediate effectiveness

Penilaian efektivitas berdasarkan pencapaian tujuan intermediate yaitu menangkap perhatian pembuat kebijakan

1. Koverasi media massa cetak, elektronik, dan online terkait permasalahan sosial yang dipetisikan

2. Kesadaran publik atas permasalahan sosial yang dipetisikan

3. Dukungan publik atau public will terhadap permasalahan sosial yang dipetisikan

4. Dukungan pembuat kebijakan atau political will terkait permasalahan sosial yang dipetisikan

Sumber: Diadaptasi dari Martin dan Kracher (2008:305-306) dan Coffman (2003)

1.7. Metodologi Penelitian

a. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode studi kasus.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif karena bertujuan untuk mendeskripsikan

efektivitas petisi online sebagai alat advokasi kebijakan. Studi kasus dilakukan

ketika peneliti perlu memahami atau menjelaskan fenomena (Wimmer dan

Dominick, 2011:141). Berdasarkan pernyataan tersebut, maka peneliti memilih

metode studi kasus karena peneliti ingin menggambarkan fenomena petisi online

Change.org Indonesia khususnya efektivitasnya sebagai alat advokasi kebijakan.

Penelitian ini menggunakan berbagai sumber bukti untuk menceritakan fenomena

kontemporer terkait petisi online Change.org Indonesia. Penelitian ini juga

memaparkan aktivitas lain secara online dan offline yang dilakukan oleh pengelola

dan pengguna petisi online Change.org Indonesia. Aktivitas tersebut merupakan

taktik untuk mendukung petisi online sebagai alat advokasi kebijakan.

Penelitian ini menggunakan studi kasus instrumental karena kasus tidak

menjadi minat utama tetapi kasus memainkan peranan suportif yang memudahkan

pemahaman atas sesuatu yang lain (Stake, 2009:301). Studi kasus instrumental

digunakan dalam penelitian untuk membantu mencapai tujuan tertentu, sehingga

Page 18: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

18

metode studi kasus dalam penelitian bertindak sebagai sebuah instrumen atau alat

(Thomas, 2011:98). Metode studi kasus dalam penelitian ini dilakukan untuk

mendapatkan pemahaman tentang kasus petisi online Change.org Indonesia

dimana kasus tersebut berfungsi sebagai instrumen untuk menilai efektivitas petisi

online sebagai alat advokasi kebijakan.

Studi kasus instrumental digunakan untuk meneliti suatu kasus tertentu

agar tersaji sebuah perspektif tentang isu dimana kasus dilihat secara mendalam

dan konteksnya dikaji secara menyeluruh (Stake, 2009:301). Kasus petisi online

Change.org Indonesia dianalisis melalui sejumlah isu yang dipetisikan untuk

menemukan efektivitas petisi online sebagai alat advokasi kebijakan. Efektivitas

tersebut akan dilihat berdasarkan aktivitas-aktivitas advokasi kebijakan yang

dilakukan untuk mendukung petisi online.

b. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menganalisis petisi yang berhasil dan petisi yang belum

berhasil dalam situs petisi online Change.org Indonesia mulai dari Change.org

Indonesia berdiri yaitu pada bulan Juni tahun 2012 hingga bulan Desember tahun

2013. Petisi yang dianalisis dipilih berdasarkan beberapa kriteria antara lain petisi

berhasil menangkap perhatian media atau memperoleh koverasi media, petisi

melibatkan komunitas atau kelompok masyarakat tertentu, dan petisi berhasil

menggerakkan aktivitas lainnya yang mendukung outcomes advokasi kebijakan.

Berikut ini adalah petisi-petisi yang dipilih untuk dianalisis.

Tabel 2. Sample Petisi yang Berhasil

Kategori Petisi Berdasarkan Isu yang Dipetisikan

Petisi dan Penggagas Komunitas yang Terlibat

Antikorupsi Hentikan Pelemahan KPK oleh Anita Wahid

Komunitas Semut Rangrang

Kesejahteraan satwa Hentikan Promosi, Konsumsi, dan Penjualan Produk Hiu oleh WWF Indonesia

WWF Indonesia

Usut Kejadian Gajah Mati tanpa Gading oleh Aulia Ferizal

Kelompok pecinta satwa

Page 19: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

19

Lingkungan Batalkan IMB PT EGI atas Hutan Kota Babakan Siliwangi oleh Forum Warga Peduli Babakan Siliwangi

Forum Warga Peduli Babakan Siliwangi

Hak asasi manusia/difabel

Hapuskan Surat Pernyataan bagi Penyandang Disabilitas oleh Cucu Saidah (Target Direktur Utama Garuda Indonesia)

General Election Network for Disability Access, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia

Ubah Kebijakan Diskriminatif yang Menolak Tuna Netra untuk Menabung oleh Trian Airlangga (Target Presiden Direktur BCA)

Komunitas Difabel

Sumber: Diadaptasi dari Change.org Indonesia (2013) diunduh dari http://www.change.org/id dan House of Infographics (2013) diunduh dari houseofinfographics.com/infografis-change-org-indonesia-di-tahun-2013/ pada tanggal 1 Januari 2014 pukul 18.42 WIB.

Tabel 3. Sample Petisi yang Belum Berhasil

Kategori Petisi Berdasarkan Isu yang Dipetisikan

Petisi dan Penggagas Komunitas yang Terlibat

Lingkungan Tolak Tambang di Pulau Kecil Selamatkan Pulau Bangka oleh Kaka Slank

Greenpeace, WALHI, Friends of the Earth Indonesia, Aliansi Masyarakat Menolak Limbah Tambang, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi Sulawesi Utara, dan Tunas Hijau

Batalkan Izin Penebangan Hutan Kepulauan Aru oleh Glenn Fredly

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Komnas HAM Maluku, dan Maluku Bloggers

Kesejahteraan satwa Stop Supporting Travelling Dolphin Circuses oleh Coki Netral

Animal Friends Jogja, Jakarta Animal Aid Network, dan Welfarian Indonesia

Page 20: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

20

Selamatkan Satwa Kebun Binatang Surabaya oleh Dian Paramita dan Melanie Subono

Animal Friends Jogja dan Jakarta Animal Aid Network

Segera Bentuk Komnas Perlindungan Hewan oleh Dian Paramita

Aktivis pecinta satwa dan lingkungan

Human trafficking/buruh migran

Bebaskan Wilfrida dari Hukuman Mati oleh Anis Hidayah

Aktivis HAM, Migrant Care, dan Forum Komunikasi Pemerhati Perjuangan Hak-hak Perempuan NTT

Sumber: Diadaptasi dari Change.org Indonesia (2013) diunduh dari http://www.change.org/id pada tanggal 24 November 2013 pukul 10.56 WIB.

Empat sumber data yang dapat digunakan dalam studi kasus yaitu

dokumen, wawancara, observasi/partisipasi, dan artefak fisik (Wimmer dan

Dominick, 2011:143). Berdasarkan keempat sumber data tersebut, penelitian ini

menggunakan tiga sumber data atau teknik pengumpulan data yaitu dokumen,

wawancara, dan observasi. Dokumen yang dikumpulkan dan dianalisis berupa

data teks, gambar atau foto, audio, dan video terkait petisi online dari situs

Change.org Indonesia, media sosial (Facebook, Twitter, dan Youtube), dan situs

berita online. Data terkait isu yang dipetisikan juga diperoleh dari Change.org

Indonesia berupa dokumentasi pemberitaan media massa cetak dan elektronik.

Wawancara semi terstruktur dilakukan kepada sejumlah informan antara lain

pengelola Change.org Indonesia yaitu Arief Aziz selaku Direktur Komunikasi dan

Dhenok Pratiwi selaku Communication Officer, perwakilan penggagas petisi, dan

komunitas atau kelompok masyarakat terkait isu yang dipetisikan.

c. Teknik Analisis Data

Stake (1995) dalam (Thomes, 2012:41-42) menyebutkan empat bentuk

analisis data yaitu categorical aggregation, direct interpretation, patterns, dan

naturalistic generalizations. Thomes (2012:41-42) menjelaskan empat bentuk

analisis data tersebut sebagai berikut.

Page 21: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

21

1. Categorical aggregation merujuk pada pengumpulan data terkait tema

oleh peneliti atau pengelompokkan data yang diperoleh dari berbagai

sumber terkait tema untuk membuat valid data dari sumber individu

(coding).

2. Direct interpretation merujuk pada proses penarikkan data dan

penyusunan kembali dalam cara yang lebih bermakna.

3. Patterns merupakan penjelasan tema data berdasarkan kesamaan dan

dikelompokkan dalam tema yang lebih besar.

4. Naturalistic generalizations merupakan cara agar orang lain dapat belajar

dari data dan menggeneralisasikannya dalam kasus mereka sendiri.

Penelitian ini menggunakan tiga bentuk analisis data tersebut yaitu categorical

aggregation atau coding untuk mengkategorikan data berdasarkan tema-tema

tertentu, patterns atau membuat pola untuk menemukan hubungan antarkategori,

dan naturalistic generalizations untuk membuat hasil penelitian lebih mudah

dipahami dan memberikan manfaat bagi pembaca.

d. Reliabilitas dan Validitas Data

Maykut dan Morehouse dalam Wimmer dan Dominick (2011:123)

meringkas empat faktor yang membantu membangun kredibilitas yaitu

pengumpulan data dengan menggunakan beragam metode, audit trail, member

checks, dan tim riset sebagai bentuk verifikasi data (reliabilitas dan validitas data).

Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data yang beragam yaitu

dokumen, wawancara, dan observasi untuk membantu membangun kredibilitas.

Metode wawancara juga dilakukan untuk mencapai validitas data yang diperoleh

dari metode dokumen dan observasi.

e. Limitasi Penelitian

Penelitian ini mendeskripsikan efektivitas petisi online sebagai alat

advokasi kebijakan. Penelitian ini fokus pada pemanfaatan petisi online dan

aktivitas advokasi kebijakan yang digerakkan oleh Change.org Indonesia bersama

penggagas petisi. Efektivitas petisi online dalam penelitian ini mengacu pada

efektivitas dari aktivitas advokasi kebijakan yang dilakukan oleh Change.org

Indonesia dan penggagas petisi untuk mendukung outcomes petisi online sebagai

Page 22: disebarkan melalui petisi - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/74534/potongan/S2-2014... · korporasi swasta sebagai pembuat kebijakan. Platform petisi

22

alat advokasi kebijakan. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam menganalisis

koverasi media sebagai outcomes advokasi kebijakan. Analisis terhadap koverasi

media tidak dilakukan secara mendalam karena analisis tersebut digunakan untuk

memperoleh data pendukung. Penelitian ini juga tidak membahas petisi online dan

aktivitas advokasi kebijakan secara teknis.

f. Sistematika Penulisan

Peneliti memaparkan efektivitas petisi online sebagai alat advokasi

kebijakan dengan membagi penulisan dalam lima bab. Pada bab I, peneliti

mendeskripsikan pendahuluan dan desain penelitian yang mencakup latar

belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, objek

penelitian, kerangka pemikiran, dan metodologi penelitian. Pada bab II, peneliti

menjelaskan konteks penelitian yang dekat dengan data yang diperlukan yaitu

platform petisi online Change.org Indonesia, internet dan platform petisi online

Change.org Indonesia dalam advokasi kebijakan, dan aktivitas advokasi kebijakan

lain yang dilakukan untuk mendukung petisi online.

Peneliti menceritakan temuan di lapangan dan hasil analisis data dengan

membaginya dalam dua bab yaitu bab III dan bab IV. Pada bab III, peneliti

menganalisis pemanfaatan petisi online Change.org Indonesia untuk advokasi

kebijakan. Peneliti juga mendeskripsikan petisi online Change.org Indonesia dan

aktivitas advokasi kebijakan. Pada bab IV, peneliti membahas efektivitas petisi

online dan aktivitas advokasi kebijakan lain yang dilakukan guna menguatkan

pengaruh petisi online. Peneliti juga menambahkan rekomendasi pemanfaatan

petisi online untuk advokasi kebijakan. Pada bab V, peneliti membuat kesimpulan

akhir dari penelitian dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.