24
i TESIS DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA TENGGARA TIMUR HELGA MARIA EVARISTA GERO NIM 1390261013 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

i

TESIS

DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAIDI NUSA TENGGARA TIMUR

HELGA MARIA EVARISTA GERO

NIM 1390261013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

ii

DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI

DI NUSA TENGGARA TIMUR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Budaya

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HELGA MARIA EVARISTA GERONIM 1390261013

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

iii

LEMBAR PENGESAHAN

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 9 OKTOBER 2015

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Aron Meko Mbete Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.SiNIP. 194707231979031002 NIP. 195208151981031004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Kajian Budaya Direktur Program PascasarjanaProgram Pascasarjana Universitas Udayana,Universitas Udayana,

Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K)NIP. 195208151981031004 NIP. 195902151985102001

Page 4: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

iv

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 9 Oktober 2015

Panitia Penguji Tesis berdasarkan

SK Rektor Universitas Udayana No. 3298/UN.14.4/HK/2015 Tanggal 5 Oktober 2015

Ketua : Prof. Dr. Aron Meko Mbete

Anggota :

1. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si

2. Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si

3. Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum

4. Dr. Industri Ginting Suka, M.S

Page 5: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

v

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : HELGA MARIA EVARISTA GERO

NIM : 1390261013

PROGRAM STUDI : S2 KAJIAN BUDAYA

JUDUL TESIS : DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI

DI NUSA TENGGARA TIMUR

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 9 Oktober 2015

Helga Maria Evarista Gero

Page 6: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis bersyukur dan memuliakan Tuhan Yesus Yang Maha Baik sebab DIA telah

membimbing penulis serta menganugerahkan kesehatan dan kemampuan, sehingga tesis

dengan judul “Diskursus Tradisi Belis Orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur”

dapat diselesaikan. Kajian ini merupakan suatu upaya untuk menelaah pertarungan diskursus

tradisi belis Orang Manggarai. Tradisi belis atau paca (dalam bahasa Manggarai) merupakan

produk dan praktik budaya adiluhung yang berkaitan dengan sistem perkawinan adat

Manggarai. Tradisi belis sebagai budaya yang sakral dan memengaruhi pandangan hidup

orang Manggarai, kini dinilai telah mengalami pergeseran sehingga belakangan wacana

tandingan mulai mencuat ke permukaan dan menyebabkan tradisi belis menjadi sesuatu yang

marak diperbincangkan serta menuai pro dan kontra.

Tidak dapat disangkal bahwa dalam proses penyelesaian tesis ini, penulis mendapatkan

banyak dukungan baik dalam bentuk moral maupun materi dari segenap pihak. Oleh karena

itu, sudah sepatutnya dengan tulus penulis mengungkapkan rasa terima kasih dan apresiasi

yang mendalam kepada:

1. Segenap pejabat struktural di lingkungan Universitas Udayana, khususnya Prof. Dr. dr.

I Ketut Suastika, Sp. P.D., KEMD selaku Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A. A.

Raka Sudewi, Sp.S.(K) selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Dr. I

Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si selaku Ketua Program Studi Magister (S2) Kajian Budaya

sekaligus Pembimbing Akademik, dan Dr. I Nyoman Dhana, MA selaku Sekretaris Program

Studi Magister (S2) Kajian Budaya Universitas Udayana yang telah menyetujui dan memberi

kesempatan bagi penulis untuk mengikuti studi.

2. Prof. Dr. Aron Meko Mbete dan Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si selaku

pembimbing yang telah dengan sabar dan teliti dalam membimbing dan penuh perhatian telah

Page 7: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

vii

memberikan dorongan semangat, pengarahan, ide-ide kritis dan saran-saran berkualitas dalam

menyelesaikan tulisan ini.

3. Dr. I Ketut Setiawan, M.Hum, Dr. Ni Luh Nyoman Kebayantini, M.Si, dan Dr. Industri

Ginting Suka, M.S selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran membangun

untuk mewujudkan tulisan yang lebih baik.

4. Seluruh dosen di lingkungan Program Studi S2 Kajian Budaya Universitas Udayana

yang selalu berkenan membagi ilmu dan membangun paradigma berpikir kritis serta Staf

Sekretariat di lingkungan Program Studi S2 dan S3 Kajian Budaya, Pak Putu Sukaryawan,

Bu Iluh, Bu Komang, Pak Ketut Songket dan segenap staf yang telah membantu, memberikan

layanan administrasi, informasi dan suasana yang akrab selama penulis menjalani masa studi.

5. Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur, Bupati Kabupaten Manggarai, Camat

Kecamatan Langke Rembong, Lurah Kelurahan Golo Dukal, Kelurahan Pau, Kelurahan

Waso, Kelurahan Watu, Kelurahan Wali, Kelurahan Tenda dan Kelurahan Lawir, atas izin

yang diberikan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

6. Romo Dr. Ino Sutam, Pr, Romo Herman Ando, Pr selaku Ketua Komisi Keluarga

Keuskupan Ruteng, Bapak Andreas Gandi dan Bapak Paulus Waru selaku tokoh masyarakat

Manggarai di Kelurahan Pau, Mama Moni Djangkong dan Ibu Inat Geong sebagai Aktivis

Perempuan Anti Kekerasan (PEMANTIK) Ruteng, Ibu Karolina Kleden selaku Kepala

Bidang Pemberdayaan Perempuan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BkkbN)

Kabupaten Manggarai, Bapak Valens Sene selaku tokoh masyarakat dan Kepala Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Manggarai, Bapak Sius Ladem dan Bapak Alex

Lesing sebagai tongka, Bapak Lambertus Dapur dan Bapak Maksimus Antar sebagai tu’a

golo Kampung Ruteng dan segenap informan di Kecamatan Langke Rembong Kabupaten

Manggarai yang telah berkenan menerima penulis dan bersedia meluangkan waktu untuk

Page 8: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

viii

berbincang serta berbagi pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan

tulisan ini.

7. Kakak Mir Madung, Kakak Yuliana Risna, P. Dr. Otto Gusti, SVD, Kakak Ryno Pota,

Kakak Prima Maoen, Kakak Mikael Gandi, Kakak Toly Gandi, Kakak Essy Gandi, Diakon

Arnus Eugene, Kakak Nancy Djeha, Kakak Alfons Kantus, Kakak Alfian Septianto, Kakak

Darius Jehanih dan Kakak Anni Djeha yang telah berkenan menyediakan tempat dan waktu

untuk mengantarkan penulis berkeliling selama penelitian berlangsung dan tidak pernah

menolak mendengar keluh kesah ketika penulis menemukan saat-saat sulit selama proses

analisis data berlangsung. Tidak lupa keluarga Bapak Steven Gero dan Mama Florensia yang

selalu mendukung dan mendoakan penulis selama masa studi.

8. Ayahanda tercinta Drs. Aloysius T. Gero, M.Si, Ibunda tercinta Evimia Tijah, SE, Adik

Marina Gero, A.md. A.K., dan Adik Enca Gero yang tiada henti mendukung penulis lewat

doa dan cinta yang begitu besar.

9. Uncle Nebo yang sedia untuk berdiskusi bersama melalui whatsapp, sms dan telepon.

Juga Aunty Nury dan Tara Gero yang mendukung lewat doa. Tidak lupa Soul brothers and

sisters: D’Gilaz, brogil Andri Hiang, Elfis, Cifan Rian, Haris Buga Raya, Li Dalung dan

semua kerabat yang memotivasi penulis dengan pertanyaan “kapan wisuda?”

10. Teman-teman Cultural Studies UNUD angkatan 2013 atas kebersamaan dan suasana

studi yang menyenangkan, akrab dan saling memotivasi. Bersama teman-teman, saya tidak

merasa sendirian selama hidup merantau di Bali.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang

telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 9 Oktober 2015

Penulis

Page 9: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

ix

ABSTRAK

DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI

DI NUSA TENGGARA TIMUR

Penelitian ini menjelaskan tentang fenomena munculnya ragam diskursus tradisi belisdalam kehidupan orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur. Tradisi belis merupakan ritualpenyerahan mahar sebagai prasyarat penting sebuah ikatan perkawinan dalam adatManggarai. Tradisi belis diberlakukan untuk menghormati pengantin perempuan dan menjadikontrol kekuasaan laki-laki atas perempuan. Singkatnya, tradisi belis mengikat laki-laki untukbertanggung jawab terhadap perempuan. Dahulunya tradisi belis disesuaikan dengan statuspengantin perempuan; keturunan raja atau rakyat biasa. Dalam perkembangannya, tradisibelis dikaitkan dengan latar belakang pendidikan seorang perempuan. Semakin tinggipendidikan seorang perempuan, semakin mahal pula belis yang akan diterima. Sehingga,harga diri perempuan dan prestise keluarganya akan meningkat karena itu. Saat ini, banyakorang Manggarai mengatakan bahwa nilai tradisi belis telah bergeser. Belis dipandangsemakin membebani karena harganya meningkat dari tahun ke tahun. Belis tidak lagi“melindungi” dan melambangkan penghargaan kepada perempuan tetapi turut mengesahkankebebasan yang paradoksal bagi perempuan. Perbedaan pandangan terhadap tradisi belismenyebabkan tradisi ini mendulang pro dan kontra dari orang Manggarai di Kota Ruteng.

Masalah yang didiskusikan dalam penelitian ini dirumuskan dalam pertanyaan sebagaiberikut: (1) bagaimana bentuk diskursus tradisi belis orang Manggarai di Nusa TenggaraTimur, (2) mengapa terjadi diskursus tradisi belis orang Manggarai, (3) bagaimana refleksidan aksi orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur terhadap pelbagai bentuk diskursustradsisi belis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap beragam manifestasi relasi kuasadalam diskursus, baik yang mendukung status quo maupun beresistensi. Teori yangdigunakan untuk menganalisis data adalah Analisis Wacana Kritis, teori relasi kuasa danpengetahuan dan teori posfeminisme. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalahmetode kualitatif dengan teknik observasi partisipasi, wawancara mendalam dan studikepustakaan.

Penelitian ini menemukan bahwa bentuk diskursus tradisi belis, baik lisan maupuntertulis, menyatakan kebenarannya masing-masing. Pertama, diskursus tradisi belis dalammasyarakat tradisional membenarkan kenyataan bahwa tradisi belis merupakan tradisi lokalyang sakral, given, mengikat relasi suami dan istri dan sebagai simbol penghargaan kepadaperempuan. Kedua, diskursus tradisi belis dalam posmodernitas. Tradisi belis dilihatmengesahkan ideologi gender, memperkuat kapitalisme pendidikan, mendukung kontestasiprestise keluarga Manggarai dan memicu mapannya situasi kemiskinan di Manggarai. Ketiga,gereja lokal memosisikan diri sebagai ruang perjumpaan antara iman Katolik dan kebudayaanorang Manggarai melalui diskursus tradisi belis yang diproduksi. Bentuk-bentuk wacanayang diproduksi oleh berbagai sumber kekuasaan di Manggarai berakar pada kuasakapitalisme, kuasa Gereja Katolik Manggarai, kuasa patriarkal Manggarai dan kuasaposfeminis. Kekuasaan tersebut menyebar di dalam relasi-relasi kuasa baik relasi negosiasimaupun relasi oposisional. Diskursus yang ada merepresentasikan perempuan menurutbahasa patriarki dan fenomena itu direfleksikan oleh orang Manggarai.

Kata kunci : Diskursus, tradisi belis orang Manggarai, representasi perempuan

Page 10: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

x

ABSTRACT

DISCOURSE OF THE TRADITION OF BELIS OF MANGGARAI PEOPLEIN EAST NUSA TENGGARA

This study explains the phenomenon about the presence of discourses of the tradition ofbelis in the lives of Manggarai people in East Nusa Tenggara. The tradition of belis is a ritualof giving dowry as the absolute prerequisite for marriage in customary law of Manggaraipeople. The tradition of belis places to honor the bride and being a control of male power inwomen. Briefly, the tradition of belis sets a man to be responsible for his woman. Formerly,the tradition of belis was tailored to the status of the brides; the blood of the aristocrat orcommon people. In its development, the tradition of belis is adjusted with the educationalbackground of women. The higher education of a woman, the more expensive belis will bereceived. So that, the self-esteem of women increases as well as the prestige of her family.Nowadays, many Manggarai people say that there has been a shift in the value of the traditionof belis. Belis is considered increasingly burdensome because the price goes up from year toyear. Belis is no longer protected and represented respect for woman but has authorized thefreedom that is paradoxical for women. This led the tradition of belis pros and cons ofManggarai people in Ruteng.

The problems that mainly discussed in this paper are (1) the form of discourse of thetradition of belis, (2) ideology and power relation behind the discourse that is growing, (3)the praxis reflection of Manggarai people to the discourse of the tradition of belis.Furthermore, this research aims at revealing a variety of manifestations of the power relationin discourses both to support the status quo and showing resistance. Theories used to analyzethe data obtained were the Critical Discourse Analysis, theory of power relation andknowledge and theory of post feminism. The method performed in this study is the method ofqualitative with participatory observation technique, in-depth interviews and study ofliterature.

The result of analysis shows that the form of discourse of the tradition of belis, both oraland written stating their own truth. First, discourses of belis in local tradition justify the factthat the tradition of belis is a tradition of sacred, binding relationship of husband and wife andas a symbol of respect for women. Second, discourse of belis in postmodern. The tradition ofbelis is seen as legitimizing the ideology of gender, strengthens the capitalism of education,has authorized the contestation of the prestige of Manggarai people and lead to an establishedfor the situation of poverty in Manggarai. Third, local church stands as the meeting betweenthe faith of the Roman Catholic and culture of Manggarai people through discourse of belistradition. The forms of discourses produced are rooted in the power of capitalism, theCatholic Church of Manggarai, the patriarchy of Manggarai people and the power ofpostmodern feminism. The powers spread in the relation of negotiation and oppositionalrelation. The discourse represents women as in accordance with the language of patriarchyand build praxis reflection from the people of Manggarai.

Keywords : Discourse, tradition of belis of Manggarai people, representation of women

Page 11: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xi

RINGKASAN

Dalam sistem perkawinan orang Nusa Tenggara Timur, pembayaran belis menjadiprasyarat penting suatu perkawinan. Perkawinan dalam tradisi kehidupan sosial orang NusaTenggara Timur umumnya menganut sistem genealogis patrilineal (mengikuti garisketurunan ayah) dan disempurnakan oleh ritual berupa belis (material) yang wajib dipenuhioleh pihak mempelai laki-laki berdasarkan kesepakatan kedua keluarga mempelai. Dalamperkembangannya, praktik belis menuai pro dan kontra. Di satu sisi, sebagai budaya yangterberi, belis memiliki fungsi sosial sebagai perekat hubungan sosial kekerabatan dimasyarakat. Belis bukanlah suatu beban yang menghambat peningkatan kesejahteraanmasyarakat karena merupakan tradisi yang sudah diyakini manfaat dan kebaikannya,terutama dalam menjaga nilai kekerabatan, gotong-royong dan kebersamaan dalammasyarakat. Dikatakan menjaga nilai gotong-royong karena dalam mempersiapkan belis yangditentukan keluarga mempelai perempuan, keluarga mempelai laki-laki akan mengumpulkankeluarga serta kerabat terdekatnya yang tergabung dalam ikatan keluarga seetnis ataupunseguyub. Di sisi lain tradisi belis dianggap telah mengalami pergeseran dan cenderungmembebani serta menjadi ‘tameng’ atas beroperasinya kekuasaan.

Dalam tradisi Manggarai, ketentuan yang harus dibawa sebagai belis biasanya tergantungpada modal ekonomi, sosial, kultural dan simbolik yang melekat pada mempelai perempuan.Dengan kata lain, nilai perempuan diukur berdasarkan modal yang dimiliki. Padahalsejatinya, belis diberlakukan untuk menghargai perempuan dan untuk mencegah poligamiserta sebagai ungkapan penghargaan setinggi-tingginya dan sekaligus mempererat talikekeluargaan yang terjalin antara kedua keluarga. Tetapi, hal yang terjadi belakangan iniadalah bahwa praktik belis lebih menunjukkan adanya gejala transaksional. Seperti adatransaksi produk serta tenaga manusia dalam hal ini perempuan. Belis menjadi tameng dalamlahan pertarungan ideologis. Hal ini dibuktikan dengan maraknya ketentuan nilai belissebagai penghargaan terhadap perempuan berdasarkan tingkatan kualifikasi sumber dayamanusia perempuan tersebut, seperti pendidikan terakhir dan pekerjaan yang dimiliki danseakan-akan telah dibakukan. Baik individu maupun kelompok menjalankan kepentingan dankuasanya melalui wacana-wacana baik yang mendukung terus berlangsungnya tradisi belis‘masa kini’ tetapi ada pula yang menunjukkan sikap anti kekuasaan dengan menciptakanwacana-wacana tandingan.

Fenomena diskursus tradisi belis orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur urgen diteliti.Usaha untuk mengungkap segala bentuk diskursus, membongkar kekuasaan yang bermain dibelakang hadirnya beragam diskursus tersebut dan refleksi praksis orang Manggarai terhadapfenomena pro dan kontra tradisi belis Manggarai yang dianggap sakral dan agung akandilakukan dengan menggunakan beberapa teori. Teori tersebut antara lain, teori relasi kuasadan pengetahuan perspektif Foucault, teori posfeminisme dan Analisis Wacana Kritis. Ketigateori ini sangat relevan untuk ‘membedah’ fenomena permainan wacana yang dikaitkandengan produksi dan reproduksi kekuasaan. Selain mengungkap relasi kuasa dan wacana-wacana yang bergulir tentang tradisi belis dengan menggunakan teori relasi kuasa danpengetahuan yang dikemukakan Foucault, analisis posisi perempuan dalam wacana sertakesadaran kritis perempuan tentang posisinya di hadapan tradisi belis dan beragam bentukwacana yang ada, dilakukan dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis dan teoriposfeminisme. Penggunaan teori tersebut dikarenakan pro dan kontra tentang tradisi belisorang Manggarai dikaitkan dan bahkan mengatasnamakan perempuan.

Page 12: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xii

Pertarungan diskursus tradisi belis pun terjadi khususnya di antara tiga sumberkekuasaan di Manggarai yakni gereja, kelompok adat dan kelompok aktivis termasuk orangmuda Manggarai. Ketiganya memperjuangkan tujuan dan kepentingan masing-masingdengan pelbagai bangunan argumen yang mampu memengaruhi orang lain untuk setuju sertamengikuti pandangan mereka. Wacana tersebut terdiri dari wacana tulisan dan wacana lisan.Semua wacana yang diproduksi merupakan ritus-ritus kebenaran buah-buah kekuasaan untukmenjaga kesepakatan tentang kenyataan, kewajaran dan kebenaran umum. Pertama,kelanggengan belis didukung sebagai sebuah tradisi adiluhung yang lumrah dalam setiapmasyarakat tradisional. Dukungan atas kelanggengan belis didukung dengan anggapannormatif bahwa tradisi belis merupakan warisan budaya yang harus dipertahankan. Merekamenolak pandangan tentang hubungan antara budaya belis dan kekerasan termasukeksploitasi terhadap perempuan. Titik pijak argumentasi ialah tradisi tersebut senantiasadilaksanakan beriringan dengan ritual yang melibatkan pencipta dan leluhur. Ada pulaungkapan tradisional yang terkesan sangat menghargai dan menjunjung tinggi martabatperempuan. Lebih lanjut, karena tradisi ini dianggap sebagai simbol penghargaan terhadapperempuan Manggarai maka tradisi ini ampuh mengikat relasi suami istri. Kedua, diskursustradisi belis dalam posmodernitas. Diskursus yang diproduksi merupakan hasil refleksi yangmelihat ketidakwajaran dalam praktik belis dan ‘usil’ terhadap status quo. Tradisi belis‘masa kini’ dipandang sebagai manifestasi modernitas sehingga lebih memikirkan untung danrugi. Tradisi belis ‘masa kini’ dipandang sebagai tradisi yang membawa perempuanManggarai merayakan kebebasannya yang paradoksal karena melegitimasi ideologi gender.Selain itu, praktik belis ‘masa kini’ dinilai menunjukkan adanya gejala transaksional.Transaksional yang dimaksud karena perempuan dihargai hanya ketika ia memiliki kualitasyang berbeda yang diukur dengan gelar akademik dan ijazah sekolah. Lebih lanjut, kontestasiprestise keluarga Manggarai juga dinilai terjadi dalam tradisi belis, dimana keluargaManggarai menetapkan ukuran-ukuran tertentu untuk ditiru dan diakui. Kapitalismependidikan dalam angka belis menjadi penyebab terjadinya kontes prestise tersebut. Tubuhperempuan berpendidikan menjadi tempat pertarungan ideologi sosio-ekonomi untukmencapai kesepakatan harga belis yang kemudian diperkuat keabsahannya oleh masyarakatpatriarkis. Pada akhirnya, kontes prestise yang berusaha dipertahankan oleh masyarakatsetempat memicu mapannya situasi kemiskinan orang Manggarai. Ketiga, diskursus tradisibelis dalam sudut pandang Gereja Katolik Manggarai yang inkulturatif dan membebaskan.Dalam konteks ini, gereja lokal berperan sebagai tonggak perubahan pandangan orangManggarai, Nusa Tenggara Timur, menuju satu kebudayaan baru (tradisi belis). Sehingga,gereja lokal memosisikan diri sebagai ruang perjumpaan antara iman Katolik dan budayaManggarai.

Bentuk-bentuk wacana yang tercipta selalu berakar pada kekuasaan. Pertarungandiskursus tradisi belis dilatarbelakangi oleh ideologi dan kekuasaan. Terdapat empatpengetahuan atau kuasa yang menjadi kontrol produksi kebenaran, yakni 1) kuasakapitalisme, 2) kuasa Gereja Katolik Manggarai, 3) kuasa patriarkal Manggarai dan 4) kuasaposfeminis. Pengetahuan ini diartikulasikan dengan praktik belis dalam beragam relasi kuasa,baik relasi negosiasi maupun relasi oposisional diantara sumber kekuasaan yang ada diManggarai. Perempuan menjadi tokoh sentral dalam pro dan kontra tradisi belis orangManggarai. Sebagai tokoh sentral, ada perempuan yang benar-benar ‘sadar’ bahwa tradisibelis adalah tradisi yang given, adiluhung dan sakral. Kalaupun tradisi tersebut diwariskanhingga kini, tradisi tersebut dikonstruksi untuk kepentingan baik dan mulia. Ada pulaperempuan yang sadar bahwa sedang terjadi sesuatu yang tidak wajar di dalam pelaksanaantradisi belis masa kini tetapi memilih untuk apatis atau membiasakan diri dengan keyakinankebanyakan orang Manggarai. Namun, tidak sedikit perempuan yang sadar akan realitas,

Page 13: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xiii

berusaha lepas dari keimanensiannya dan kritis menciptakan transformasi sosial. Bukanhanya perempuan melainkan juga kelompok adat dan gereja Katolik, memilih untuk tidakmempertahankan sikap netral, tetapi berani mengungkapkan pikirannya sebagai bentukrefleksi atas praksis tradisi dan diskursus tradisi belis orang Manggarai.

Page 14: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM......................................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .................................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ................................................................... iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... v

UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................................... vi

ABSTRAK................................................................................................................ ...... ix

ABSTRACT.................................................................................................................... x

RINGKASAN........................................................................................................... ...... xi

DAFTAR ISI ……………………………………………………….............................. xiv

DAFTAR TABEL........................................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xix

GLOSARIUM................................................................................................................. xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 10

1.3 Tujuan Penelitian ………………............................................................ 10

1.3.1 Tujuan Umum.............................................................................. 10

1.3.2 Tujuan Khusus............................................................................. 11

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 11

1.4.1 Manfaat Teoretis.......................................................................... 11

1.4.2 Manfaat Praktis............................................................................ 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL

PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 13

2.2 Konsep..................................................................................................... 18

2.2.1 Diskursus ..................................................................................... 18

2.2.2 Tradisi Belis................................................................................. 20

Page 15: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xv

2.2.3 Orang Manggarai di Nusa Tenggara Timur ................................ 22

2.2.4 Tradisi Belis Orang Manggarai ................................................... 24

2.2.5 Diskursus Tradisi Belis Orang Manggarai

di Nusa Tenggara Timur.............................................................. 26

2.3 Landasan Teori ........................................................................................ 27

2.3.1 Teori Relasi Kekuasaan dan Pengetahuan................................... 27

2.3.2 Teori Analisis Wacana Kritis ...................................................... 29

2.3.3 Teori Posfeminisme..................................................................... 31

2.4 Model Penelitian ..................................................................................... 34

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................. 36

3.2 Lokasi Penelitian ..................................................................................... 37

3.3 Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 38

3.4 Teknik Penentuan Informan .................................................................... 38

3.5 Instrumen Penelitian................................................................................ 39

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 40

3.6.1 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 40

3.6.2 Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 41

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data........................................................... 43

3.7.1 Seleksi Data ................................................................................. 43

3.7.2 Transkripsi Data .......................................................................... 44

3.7.3 Analisis Data ............................................................................... 44

3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data..................................................... 45

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis .................................................................................. 46

4.2 Kondisi Demografi dan Aksesibilitas ..................................................... 48

4.2.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk ................................... 50

4.2.2 Keadaan Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ....................... 51

4.2.3 Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian.......................... 53

4.3 Kebudayaan Orang Manggarai................................................................ 57

4.3.1 Bahasa Manggarai ....................................................................... 57

4.3.2 Kesenian ...................................................................................... 58

Page 16: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xvi

4.3.3 Pola Pemukiman.......................................................................... 64

4.3.4 Sistem Kepercayaan .................................................................... 65

4.3.5 Sistem Kekerabatan ..................................................................... 70

4.3.6 Sistem Perkawinan ...................................................................... 72

4.3.6.1 Jenis Perkawinan Adat Manggarai ....................................... 73

4.3.6.2 Tahapan Adat dalam Perkawinan Orang Manggarai ........... 74

4.3.6.3 Belis Berdasarkan Jenis Perkawinan

Orang Manggarai .................................................................. 78

4.3.6.4 Belis Bagi Janda

dalam Konteks Tradisi Pande Molas Kole ................................ 80

BAB V BENTUK DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARA DI NUSA

TENGGARA TIMUR

5.1 Wacana Tulisan ....................................................................................... 84

5.2 Wacana Lisan .......................................................................................... 101

5.2.1 Diskursus Belis dalam Masyarakat

Tradisional Manggarai................................................................. 101

5.2.2 Diskursus Belis dalam Posmodernitas......................................... 140

5.2.3 Diskursus Belis dalam Tradisi Gereja Katolik

Manggarai.................................................................................... 179

BAB VI KEKUASAAN DI BALIK DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG

MANGGARAI

6.1 Kekuasaan di Balik Diskursus Tradisi Belis Orang Manggarai

di Nusa Tenggara Timur ......................................................................... 185

6.1.1 Kuasa Kapitalisme....................................................................... 185

6.1.2 Kuasa Gereja Katolik Manggarai ................................................ 188

6.1.2.1 Ajaran Kitab Suci

Sebagai Landasan Ideologis Humanisasi ............................. 190

6.1.2.2 Ajaran Sosial Gereja Katolik

Sebagai Landasan Ideologis Humanisasi ............................. 191

6.1.3 Kuasa Patriarkal Manggarai (Status Quo) ................................... 194

6.1.4 Kuasa Posfeminisme ................................................................... 199

6.2 Relasi Kuasa di dalam Diskursus Tradisi Belis....................................... 202

Page 17: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xvii

6.2.1 Relasi Negosiasi .......................................................................... 204

6.2.1.1 Relasi Negosiasi Tokoh Adat

dan Tokoh Masyarakat ......................................................... 204

6.2.1.2 Relasi Negosiasi Elit Kultural dan

Gereja Katolik Manggarai......................................................... 207

6.2.1.3 Relasi Negosiasi Gereja Katolik Manggarai dan

Aktivis Perempuan.................................................................... 210

6.2.1.4 Relasi Negosiasi Anak Rona dan Anak Wina ....................... 211

6.2.2 Relasi Kuasa Oposisional ............................................................ 213

6.2.2.1 Relasi Oposisional Imam Lokal dan

Gereja Katolik Manggarai......................................................... 213

6.2.2.2 Relasi Oposisional Gereja Katolik Manggarai dan

Elit Kultural .......................................................................... 216

6.2.2.3 Relasi Oposisional Aktivis Perempuan dan

Elit Kultural .......................................................................... 220

6.2.2.4 Relasi Oposisional Aktivis Perempuan dan

Gereja Katolik Manggarai .................................................... 225

BAB VII REFLEKSI PRAKSIS ORANG MANGGARAI TERHADAP DISKURSUS

TRADISI BELIS

7.1 Refleksi Praksis Perempuan Manggarai.................................................. 231

7.2 Refleksi Praksis Elit Kultural .................................................................. 253

7.3 Refleksi Praksis Gereja Katolik Manggarai ............................................ 256

7.4 Refleksi Penulis....................................................................................... 259

BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN

8.1 Simpulan.................................................................................................. 262

8.2 Saran........................................................................................................ 265

Daftar Pustaka................................................................................................................. 268

Pedoman Wawancara...................................................................................................... 273

Daftar Informan .............................................................................................................. 276

Page 18: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kecamatan Langke Rembong Menurut Jenis

Kelamin........................................................................................................ 50

Tabel 4.2 Komposisi Penduduk Kecamatan Langke Rembong Menurut Tingkat

Pendidikan.................................................................................................... 51

Tabel 4.3 Jenis Usaha di Kecamatan Langke Rembong .............................................. 54

Tabel 4.4 Populasi Ternak Besar di Kecamatan Langke Rembong............................. 56

Tabel 4.5 Populasi Ternak Kecil dan Unggas di Kecamatan Langke

Rembong ...................................................................................................... 56

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Agama.............................................................. 67

Tabel 4.7 Jumlah Tempat Ibadah Menurut Agama di Kecamatan Langke

Rembong ...................................................................................................... 67

Tabel 5.1 Model Analisis Sara Mills............................................................................ 84

Tabel 5.2 Perbedaan Konteks Sosial di Sekitar Belis Dahulu dan Sekarang ............... 137

Page 19: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Situasi dalam Tahapan Ritual Perkawinan Adat

Orang Manggarai ....................................................................................... 22

Gambar 2.2 Tahapan Pongo dalam Perkawinan Adat Orang Manggarai ..................... 25

Gambar 4.1 Persentase Luas Wilayah Kecamatan Langke Rembong .......................... 47

Gambar 4.2 Peta Kecamatan Langke Rembong............................................................ 52

Gambar 4.3 Jumlah Produksi Padi di Kecamatan Langke Rembong............................ 55

Gambar 4.4 Sepasang Pengantin Mengenakan Busana Adat Manggarai...................... 61

Gambar 5.1 Mempelai Laki-laki dan Perempuan bersama

Sejumlah Uang yang Menjadi Ketentuan Belis ......................................... 117

Gambar 5.2 Jenis Hewan Belis Orang Manggarai......................................................... 136

Gambar 5.3 Suasana Masuk minta dan Penyerahan Belis ............................................. 139

Gambar 5.4 Pertukaran Cincin dalam Tahapan Adat

Perkawinan Orang Manggarai ................................................................... 147

Gambar 5.5 Suguhan Sirih dan Pinang dalam Tahapan Meminang.............................. 158

Gambar 5.6 Uang dan Beer dalam Pembicaraan Adat Orang Manggarai..................... 166

Page 20: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xx

GLOSARIUM

Ajaran Sosial Gereja : seluruh kumpulan prinsip sosial dan ajaran moral sebagaimana

diartikulasikan Hirarki dalam dokumen-dokumen resmi Gereja

Katolik yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja Katolik,

semisal dokumen Konsili Vatikan II maupun Sinode para

uskup, ensiklik-ensiklik kepausan maupun nota doktrinal

kongregasi Tahta Suci tentang persoalan-persoalan sosial.

Sebagai contoh, Rerum Novarum, Gaudium et Spes,

Cantesimus Annus, Laborem Exersens.

anak rona : 1) anak laki-laki; keluarga mempelai perempuan atau keluarga

yang akan mendapatkan anak laki-laki sebagai anggota

keluarga, 2) peran sosial dalam konteks hubungan perkawinan

orang Manggarai yakni sebagai kelompok yang berhak

menuntut anak wina untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai

kewajiban atau sida.

anak wina : 1) anak perempuan; keluarga mempelai laki-laki atau keluarga

yang akan mendapatkan anak perempuan sebagai anggota

keluarga, 2) peran sosial dalam konteks hubungan perkawinan

orang Manggarai yakni sebagai kelompok yang wajib

menyerahkan sejumlah uang sebagai kewajiban atau sida

kepada kelompok anak rona.

Ata one : sebutan adat yang menegaskan bahwa laki-laki dan

keturunannya berada dalam struktur kekerabatan patrilineal

Ata pe’ang : sebutan adat yang menegaskan bahwa perempuan dan

keturunannya berada di luar struktur kekerabatan sang ayah

(patrilineal) karena akan menikah dan mengikuti struktur

kekerabatan suami.

Page 21: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xxi

bis kayu : truk yang dimodifikasi sebagai sarana angkutan penumpang

pedesaan

counter hegemoni : gerakan perlawanan terhadap kelompok-kelompok yang

berkuasa. Gerakan ini dikonstruksi secara diskursif oleh

kelompok-kelompok subordinat sehingga terjadi pertarungan

diskursus.

ela podo wa’u : sanksi adat yang harus dibayar untuk memulihkan nama baik

jika terjadi perceraian atau pemutusan hubungan perkawinan.

Enu, nu : sapaan kepada perempuan Manggarai.

golo : Kampung atau pemukiman

hegemoni : proses membuat, menjaga dan mempertahankan serta

memproduksi seperangkat makna, ideologi dan praktik yang

bersifat otoritatif melalui konsep bersama tentang kenyataan.

humanisasi : proses pembentukan subyek dan identitas kultural dari seorang

manusia sehingga mampu mengatur diri sendiri.

ideologi : konsep ideologi menurut Foucault adalah kekuasaan atau

pengetahuan yang membentuk relasi-relasi sosial di dalam dan

lewat kekuasaan. Ideologi kemudian mewujud dalam wacana

dan menjadi alasan pembenaran atas tindakan-tindakan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang.

jaran : kuda

kaba : kerbau

kaer wae cucu de ende : upacara adat yang dilakukan kepada ibu menyusui dengan

maksud agar ibu dapat memberikan ASI eksklusif kepada

anaknya sehingga anaknya sehat selama masa pertumbuhan

sekaligus membangun ikatan cinta yang mendalam antara ibu

dan anak tersebut.

Page 22: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xxii

kapitalisme : sistem yang bertujuan untuk meraup keuntungan. Sistem ini

mengalami perkembangan menyangkut sarana produksi

sekaligus penciptaan pasar-pasar baru, misalnya gaya hidup,

pendidikan dan ranah budaya.

Kraeng : sapaan kepada seseorang dengan maksud menghormati.

kumpul kope : sikap ‘gotong-royong’ mengumpulkan sejumlah ketentuan belis

untuk laki-laki yang mau menikah yang dilakukan oleh keluarga

mempelai laki-laki dan kerabat yang terkait.

lonto leok : musyawarah, forum diskusi

mbaru gendang : rumah adat

Mori Kraeng : Tuhan Yang Maha Kuasa, pencipta, wujud tertinggi

onto kursi : dalam konteks tahapan perkawinan, kata ini berarti gelaran

pesta perkawinan yang besar.

relasi oposisional : interaksi atau hubungan yang sifatnya menentang dan

mengkritisi pendapat atau kebijakan kelompok yang berkuasa.

relasi negosiasi : interaksi tanpa tekanan dan pendiktean dari kelompok manapun

dengan tujuan untuk bertukar kepentingan dan mencari titik

temu dari perbedaan persepsi dan tuntutan.

paca : sebutan lokal orang Manggarai yang merujuk pada belis atau

mahar.

pande molas kole : mengembalikan status dan nama baik perempuan (janda)

patriarkal Manggarai : paradigma yang menerima pembedaan laki-laki dan perempuan

sebagai sesuatu yang natural dan universal. Paradigma ini

disebabkan oleh sistem yang melembagakan pemerintahan dan

hak istimewa laki-laki dan menuntut subordinasi perempuan

dalam kehidupan sosial dan budaya orang Manggarai.

penti : pesta syukur panen atau syukur atas keberhasilan.

Page 23: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xxiii

poli lunas belis : belis telah diserahkan sesuai kesepakatan antara kedua belah

pihak.

posmodernitas : kondisi pengetahuan atau pemikiran, yang mengkritisi

modernitas, merefleksikan dirinya sendiri dari kejauhan (secara

berjarak) dan merasakan adanya dorongan untuk berubah.

refleksi praksis : kesadaran terhadap pengalaman yang dialami, cara

mendefinisikan diri sendiri, budaya dan dunia, kritis terhadap

klaim-klaim kebenaran yang telah diterima selama ini dan unjuk

aksi pembebasan diri dan subyek yang tertindas dari

komunikasi dan struktur yang mendominasi (emansipatoris).

Sang Liyan : pembedaan dalam model biner yang melibatkan relasi

kekuasaan, dimana salah satu kubu dikuatkan atau dicitrakan

secara positif, sementara yang lain ‘dikebawahkan’. Sebagai

contoh, oposisi biner laki-laki dan perempuan; penjajah dan

yang dijajah.

sapi reme kawing : sapi yang disembelih dan dikonsumsi saat gelaran pesta

perkawinan.

seng wali tuak rongko : sejumlah uang yang wajib diberikan pihak mempelai laki-laki

kepada pihak mempelai perempuan apabila dalam acara adat

disuguhi tuak atau semua minuman dan rokok. Biasanya uang

yang diberikan senilai dua kali lipat harga pasar.

status quo : struktur yang mengekalkan apa yang terjadi sekarang untuk

mencegah timbulnya ketidakstabilan demi memertahankan

kepentingan-kepentingan tertentu.

tanjeng : sikap menyerahkan kepada orang lain untuk mengambil

keputusan bahkan keputusan untuk dirinya sendiri.

Tongka tei : juru bicara pihak keluarga mempelai laki-laki.

Tongka tiba : juru bicara pihak keluarga mempelai perempuan.

Page 24: DISKURSUS TRADISI BELIS ORANG MANGGARAI DI NUSA … Awal.pdfi tesis diskursus tradisi belis orang manggarai di nusa tenggara timur helga maria evarista gero nim 1390261013 program

xxiv

Tu’a golo : elit tradisional atau tua adat yang memimpin suatu

perkampungan. Elit tradisional ini diberi kuasa untuk mengurus

dan mengatur urusan adat di kampung sehingga ia menjadi

pengambil keputusan tertinggi dan berwenang memberi sanksi

adat kepada yang melanggar adat di kampung.

Tu’a teno : elit tradisional yang berkuasa penuh untuk membagikan bagian-

bagian tanah ulayat kepada tiap-tiap keluarga atau warga

kampung untuk diolah sebagai lahan pertanian dan perkebunan

dan melaksanakan ritus pembagian tanah.

turuk empo : menceritakan silsilah keluarga dari kedua mempelai.

wae teku tedeng : filosofi orang Manggarai mengenai relasi yang tercipta karena

ikatan perkawinan. Relasi yang tercipta diantara kedua keluarga

besar bersifat abadi dan tidak akan terputus. Hubungan tersebut

seperti mata air yang mengalir, tak pernah berhenti meskipun

ditimbah terus-menerus.

wali sida : memenuhi kewajiban berupa sumbangan ketika terjadi peristiwa

perkawinan dan kematian dalam keluarga anak rona dengan

tujuan saling meneguhkan dan melestarikan kehidupan

keluarga.

wa’u : keluarga yang terbentuk dalam hubungan patrilineal, satu klan,

satu keturunan.

wida : pemberian perlengkapan rumah tangga dari pihak keluarga

mempelai perempuan, semisal kain adat, perlengkapan dan

perabotan rumah tangga.