Upload
mala-khansa-umniatie
View
119
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
farmasi
Citation preview
Dispersi padat
Pendahuluan
Teknik dispersi padat merupakan metode yang paling banyak dilakukan pada dua
dekade terakhir dalam peningkatan laju disolusi obat yang sukar larut. Peningkatan
laju disolusi terjadi karena pengurangan ukuran partikel, terbentuknya polimorfi
atau amorf, terjadinya kompleksasi dan terbentuknya larutan padat. Pembentukan
titik eutektik melalui penggunaan sistem biner atau terner secara signifikan dapat
meningkatkan kelarutan dan disolusi dari obat yang sukar larut.
Sistem dispersi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang salah satu zatnya adalah
fase terdispersi kedalam zat atau fase pendispersi. Klasifikasi sistem dispersi dalam
farmasi dilakukan berdasarkan keadaan fisik medium dispersi, fasa terdispersi,
serta ukuran partikel fasa terdispersi. Klasifikasi ketiga sistem dispersi dibatasi
pada medium cair berdasarkan interaksi antara fasa terdispersi dan medium
dispersi.Pada sistem iyofilik terdapat afinitas antara fasa terdispersi dan medium
cair. Dalam sistem iyofobik terdapat hanya sedikit tarik-menarik antara kedua fasa,
seperti belerang dan magnesium stearat dalam air. Jika cairan adalah air, maka di
pakai terminologi hidrofobik. Kelompok ketiga dari klasifikasi ini adalah molekul,
yang mempunyai baik gugus hidrofolik maupun hidrofobik, yang dinamakan ampifil.
Molekul ini membentuk agregat dimensi koloidal yang dalam medium despersi
dinamakan misel, seperti surfaktan dalam air. Dari bermacam bentuk sediaan
farmasi , sistem dispersi cairan merupakan sistem yang paling kompleks. Faktor
metode manufaktur, pendekatan formulasi, pemilihan bahan formulasi, dan efek
faktor lingkungan, seperti terperatur dan waktu, sangat mempengaruhi variabilitas
ketersediaan hayati produk, karakteristik, dan variabel lain. Contoh dari bentuk
sediaan cair adalah suspensi yang dapat didefinisikan sebagai preparat yang
mengandung pertikel obat yang terbagi secara halus disebarkan secara merata
dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.
A. Metode pembuatan dispersi padat
Metode Peleburan ( melting method )
Dispersi padat yang dibuat dengan metode peleburan dilakukan dengan cara
memanaskan secara langsung campuran obat dan pembawa hingga melebur,
kemudian leburan ini didinginkan dengan cepat hingga memadat. Selanjutnya
massa padat dihaluskan dan diayak. Keuntungan metode ini yaitu sederhana dan
ekonomis sedangkan kerugiannya tidak sesuai untuk bahan yang tidak tahan
pemanasan.
Metode peleburan atau fusi, pertama kali diusulkan oleh Sekiguchi dan Obi
melibatkan persiapan campuran fisik obat dan pembawa air-larut dan pemanasan
secara langsung sampai meleleh. Campuran mencair kemudian dipadatkan dengan
cepat di mandi-es di bawah kuat mengaduk. Massa padat akhir ini dihancurkan,
dilumatkan dan disaring. Tepat ini telah mengalami banyak modifikasi menuangkan
meleleh homogen dalam bentuk lapisan tipis ke piring ferit atau pelat baja stainless
dan didinginkan dengan mengalirkan udara atau air di sisi berlawanan dari piring
Selain itu, kejenuhan-super dari zat terlarut atau obat dalam sistem sering dapat
diperoleh oleh pendinginan yang mencair dengan cepat dari suhu tinggi. Dalam
kondisi seperti itu, molekul solut ditangkap dalam matriks pelarut oleh proses
pembekuan seketika. Teknik quenching memberikan dispersi halus banyak kristalit
bila digunakan untuk campuran eutektik sederhana.
Namun berbagai zat, baik obat-obatan dapat terurai selama proses fusi yang
mempekerjakan suhu tinggi. Hal ini juga dapat menyebabkan penguapan obat
volatile atau pembawa volatile selama proses fusi pada suhu tinggi. Beberapa cara
untuk mengatasi masalah ini bisa memanaskan campuran fisik dalam wadah
tertutup atau mencair di bawah hampa udara atau dalam gas inert kehadiran
seperti nitrogen untuk mencegah degradasi oksidatif obat atau carrier.
Metode Pelarutan ( solvent method )
Dispersi padat yang dibuat dengan metode pelarutan dilakukan dengan cara
melarutkan campuran fisika dua komponen padat didalam pelarut yang sama,
kemudian diikuti dengan menguapkan pelarutnya. Keuntungan metode ini yaitu
dapat mencegah peruraian bahan obat atau pembawa, karena penguapan pelarut
organik dilakukan pada suhu rendah. Sedangkan kerugiannya yaitu tidak ekonomis,
sukarnya menguapkan pelarut secara sempurna, adanya pengaruh pelarut pada
terhadap kestabilan kimia bahan obat dan sukarnya menghasilkan bentuk kristal.
Dalam metode ini, campuran fisik obat dan pembawa dilarutkan dalam pelarut
umum, yang merupakan diuapkan sampai film, yang jelas bebas pelarut yang
tersisa. Film ini selanjutnya dikeringkan dengan berat konstan. Keuntungan utama
dari metode dekomposisi termal pelarut obat atau pengangkut dapat dicegah
karena suhu relatif rendah diperlukan untuk penguapan pelarut organik. Namun,
beberapa kelemahan yang terkait dengan metode ini seperti
1) Biaya tinggi persiapan.
2) Kesulitan dalam benar-benar menghilangkan pelarut cair.
3) Pengaruh buruk kemungkinan jejak pelarut pada kestabilan kimia
4) Pemilihan pelarut volatile umum.
5) Kesulitan mereproduksi bentuk kristal.
6) Di samping itu, kejenuhan super zat terlarut dalam sistem padat tidak dapat
dicapai kecuali dalam suatu sistem yang menunjukkan
Metode Campuran ( melting-solvent method )
Suatu senyawa cair dapat disatukan kedalam polietilenglikol 6000 tanpa kehilangan
yang berarti sifat padatnya, oleh sebab itu dispersi padat dapat dibuat dengan cara
ini yaitu mula-mula melarutkan bahan obat dalam pelarut yang cocok, kemudian
larutan tersebut disatukan secara langsung kedalam leburan polietilenglikol pada
suhu dibawah 70ᵒC tanpa diikuti penguapan pelarut. Keuntungan metode ini
merupakan gabungan kentungan metode peleburan dan metode pelarutan , tetapi
metode ini secara praktis hanya dapat digunakan untuk obar yang mempunyai dosis
terapeutik yang rendah, misalnya dibawah 50 mg.
Ini melibatkan persiapan dispersi padat dengan melarutkan obat dalam cairan
pelarut yang sesuai dan kemudian menggabungkan solusi langsung ke mencair
glikol polietilen, Film ini selanjutnya dikeringkan dengan berat konstan. 5% -10 (b /
b) senyawa cair dapat dimasukkan ke dalam polietilen glycol6000 tanpa kehilangan
signifikan properti padat. Ada kemungkinan bahwa obat pelarut atau dilarutkan
dipilih mungkin tidak larut dengan lelehan dari polietilen glikol. Juga cairan pelarut
yang digunakan dapat mempengaruhi bentuk polimorfik dari obat, yang presipitasi
sebagai dispersi padat. Teknik ini memiliki keuntungan yang unik baik dari fusi dan
metode penguapan pelarut. Dari sudut pandang praktis, hanya terbatas pada obat-
obatan dengan dosis terapi rendah misalnya di bawah 50 mg.
B. Keuntungan Dispersi Padat
Keuntungan dari dispersi padat dikemukakan oleh Vasconcelos dan kawan-kawan
(2007) yaitu:
o Penyiapan dispersi padat dihasilkan dengan mengurangi ukuran partikel sehingga
luas permukaannya meningkat dan meningkatkan laju disolusi. Akibatnya
meningkatkan bioavailabilitaso Kemampuan terbasahi meningkat selama produksi dispersi padat sehingga
meningkatkan kelarutan. Disini pembawa memainkan peranan untuk meningkatkan
pembasahan dari partikelo Partikel pada dispersi padat ditemukan memiliki derajat porositas yang lebih tinggi.
Peningkatan porositas dari partikel dispersi padat meningkatkan profil pelepasan
obat. Peningkatan porositas juga tergantung pada sifat pembawao Pada obat dispersi padat memberikan larutan supersaturasi yang dianggap
menjadi bentuk polimorfik metastabil. Akibatnya dihasilkan obat dalam bentuk
amorf yang kelarutan partikelnya meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
Saffoon, Nadia ; Uddin, Riaz; Huda, Naz Hasan dan Sutradhar, Kumar Bishwajit.
2011. Journal of Applied Pharmaceutical Science: Enhancement of Oral
Bioavailability and Solid Dispersion. Bangladesh: Ziska Pharmaceutical Ltd
Sweetman,Sean. 2009. The Complete of Drug Reference. Great Britain :
Pharmaceutical Press
McEvoy , Gerald K. 2008. AHFS Drug Information. US: American Society of Health-
System Pharmacists, Inc.
Rowe, Raymond C. 2009. Handbook of pharmaceutical Excipient 6th edition. Great
Britain: Pharmaceutical Press
Pandey,Swarnima; Kumar,Sushant; Prajapati,S.K; dan madhav, N.V.Satheesh. 2010.
International Journal of pharma and bio sciences: An Overview on Taste Physiology
and masking of Bitter Drugs. Vol.1. ISSN 0975-6299
http://apotikmakassar.wordpress.com/dispersi-padat/
Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa
inert atau matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan,
pelarutan atau pelarutan-peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali
diperkenalkan
oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961 dengan pembawa yang mudah larut
diantaranya:
polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea dengan tujuan untuk memperkecil
ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat yang tidak larut
dalam
air (Chiou dan Riegelman, 1971).
Laju disolusi atau kecepatan melarut obat yang relatif tidak larut dalam air telah
lama menjadi masalah pada industri farmasi. Ibuprofen termasuk pada senyawa
model biopharmaceutical classifikasi system (BCS) II, permeabilitas tinggi
kelarutan
rendah (Daham dan Amidon, 2009). Untuk obat yang mempunyai kelarutan rendah
laju disolusi merupakan tahap penentu pada proses absorpsi obat (Shargel dan Yu,
1999; Leuner dan Dressman, 2000).
Universitas Sumatera UtaraPembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa
yang mudah larut telah luas
digunakan diantaranya adalah polietilen glikol (PEG). Umumnya, PEG dengan bobot
molekul 1500 - 20.000 yang digunakan untuk pembuatan dispersi padat. PEG
dengan
bobot molekul 4000 - 6000 paling sering digunakan untuk pembuatan dispersi
padat.
Umumnya proses pembuatan dispersi padat dengan PEG 6000 menggunakan
metode
peleburan karena lebih sederhana dan murah (Leuner dan Dressman, 2000).
Sistem dispersi padat menggunakan ibuprofen sebagai bahan aktif yang praktis
tidak larut dalam air dan polietilen glikol 6000 digunakan sebagai pembawa inert
yang mudah larut dalam air. Ibuprofen merupakan golongan obat anti-inflamasi non
steroid derivat asam propionat yang mempunyai aktivitas anti radang dan analgesik
yang tinggi, terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat peradangan
pada kondisi rematik dan arthritis (Trevor, et al., 2005). Terapi demikian umumnya
membutuhkan pelepasan obat yang cepat dan segera mendapatkan respon
farmakologi yang diinginkan, sehingga ibuprofen sesuai dibuat dengan sistem
dispersi padat
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31617/5/Chapter%20I.pdf
Surfaktan Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung gugus hidroksil. (Jatmika, 1998) Gugus hidrofilik pada surfaktan bersifat polar dan mudah bersenyawa dengan air, sedangkan gugus lipofilik bersifat non polar dan mudah bersenyawa dengan minyak. Di dalam molekul surfaktan, salah satu gugus harus lebih dominan jumlahnya. Bila gugus polarnya yang lebih dominan, maka molekul-molekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh air dibandingkan dengan minyak. Akibatnya tegangan permukaan air menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Demikian pula sebaliknya,
bila gugus non polarnya lebih dominan, maka molekulmolekul surfaktan tersebut akan diabsorpsi lebih kuat oleh minyak dibandingkan dengan air. Akibatnya tegangan permukaan minyak menjadi lebih rendah sehingga mudah menyebar dan menjadi fase kontinu. Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Genaro, 1990). Tween 80 dapat menurunkan tegangan antarmuka antara obat dan mediumsekaligus membentuk misel sehingga molekul obat akan terbawa oleh misel larut ke dalammedium (Martinet al., 1993). Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC) surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat absorbsi obat karena surfaktan dan membranmengandung komponen penyusun yang sama (Attwood & Florence, 1985;Sudjaswadi,1991).
Salah satu sifat penting dari surfaktan adalah kemampuan untuk meningkatkankalarutan bahan yang tidak larut atau sedikit larut dalam medium dispersi. Surfaktan pada konsentrasi rendah, menurunkan tegangan permukaan dan menaikkan laju kelarutan obat(Martinet al., 1993). Sedangkan pada kadar yang lebih tinggi surfaktan akan berkumpul membentuk agregat yang disebut misel (Shargelet al.,1999) Klasifikasi surfaktan berdasarkan muatannya dibagi menjadi empat golongan yaitu:
1. Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu anion. Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat asam lemak rantai panjang.
2. Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatu kation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-dimethil ammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.
3. Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan. Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, ester sukrosa asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.
4. Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muatan positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino, betain, fosfobetain.
http://delvina-vina.blogspot.com/2011/10/pengaruh-penambahan-surfaktan-tween-80.html
Penambahan surfaktan pada formulasi tablet merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kelarutan zat aktif yang tidak larut dalam air.
Penambahan surfaktan sangat berguna dalam mengurangi tegangan antar
muka, menurunkan sudut kotak, dan membantu memindahkan fase udara
pada permukaan dan menggantikannya dengan suatu fase cair dan akan
terjadi pembasahan sehingga meningkatkan disolusi (Martin, 1993).
nanoteknologi (pengecilan ukuran partikel)
Nanoteknologi mempunyai peran penting dalam program
penemuan obat dan sistem penghantaran obat. Nanosuspensi sebagai
bagian dari nanoteknologi dapat diberikan dengan berbagai rute
pemberian obat seperti intravena, oral, parenteral, okular, topikal dan
pulmonar. Bioavailabilitas obat oral yang rendah dapat disebabkan oleh
rendahnya kelarutan, permeabilitas dan stabilitas obat dalam saluran
pencernaan. Penurunan ukuran partikel pada sediaan nanosuspensi
memecahkan masalah bioavailabilitas rendah yang disebabkan oleh
rendahnya kelarutan, permeabilitas dan stabilitas obat (Arunkumar, et
al., 2009).
Nanosuspensi adalah dispersi koloidal partikel obat ukuran nano
yang distabilkan oleh surfaktan (Lakhsmi, et al., 2010). Dalam 10 tahun
terakhir ini telah dikembangkan pendekatan lain untuk meningkatkan
kelarutan dan kecepatan pelarutan senyawa aktif farmasi, yaitudengan
mereduksi ukuran partikel senyawa aktif farmasi sampai ke ukuran yang
ada dalam rentang nanometer atau submikron. Penurunan ukuran
partikel tersebut berarti peningkatan luas permukaan, peningkatan
kecepatan pelarutan dan dapat pula meningkatkan kelarutan senyawa
aktif farmasi tersebut dalam air. Beberapa senyawa aktif
farmasi dapat ditingkatkan bioavailabilitasnya setelah mereduksi ukuran
partikelnya menjadi ukuran nanometer. Danazol yang merupakan
senyawa aktif dengan sifat kelarutan yang sangat rendah dapat
ditingkatkan bioavailibilitasnya menjadi 85% setelah pemberian
nanopartikel danazol secara oral kepada anjing percobaan (Mauludin, et
al., 2010).
Penurunan ukuran senyawa aktif farmasi menjadi ukuran
nanometer dapat dicapai melalui berbagai macam cara, yang secara
garis besar dapat dibedakan menjadi dua teknik, yaitu teknologi bottom-
up dan top-down. Teknologi bottom-up di antaranya dilakukan dengan
menggunakan metode pengendapan (precipitation method) dari senyawa
yang sukar larut air dalam dalam dua media pelarut yang saling
bercampur.Sementara teknologi topdown dimulai dengan menghaluskan
partikel kasar dalam media cair yang biasa disebut makrosuspensi.
Penghalusan partikel dapat dilakukan dengan cara pearl/ball
milling, homogenisasi dalam tekanan tinggi (high pressure
homogenization-HPH), dalam air atau media bebas air, atau dengan
kombinasi teknologi seperti metode pengendapan yang dilanjutkan
dengan HPH atau ball milling yang dilanjutkan dengan metode
HPH (Mauludin, et al., 2010).
Nanokristal senyawa obat adalah partikel dengan diameter antara
5-10 nm sampai 1.000 nm, terdiri dari obat murni tanpa ada matriks
tambahan. Nanopartikel dapat seluruhnya berupa kristal, sebagian
kristal sebagian amorf, dan diproduksi baikdengan teknologi bottom
up ataupun top down. Nanosuspensi senyawa obat merupakan suspensi
yang terdiri dari nanokristal senyawa obat.Nanosuspensi dapat dikatakan
merupakan suspensi dari dispersi nanokristal yang distabilkan surfaktan
atau polimer (stabilisasi sterik). Media pendispersi dapat berupa air,
campuran air dan senyawa organik larut dalam air, atau media non air
seperti minyak, polietilen glikol cair (PEG) (Mauludin, et al., 2010).
Penurunan ukuran partikel obat dalam rentang nanometer dapat
meningkatkan tekanan dissolusi sehingga meningkatkan laju disolusi.
Peningkatan laju disolusi perubahan tegangan permukaan pada partikel
obat ukuran nanometer yang menyebabkan peningkatan kelarutan jenuh
partikel tersebut. Energi yang masuk selama proses perubahan ukuran
partikel menjadi ukuran nanometer menyebabkan terjadinya kenaikan
tegangan permukaan pada partikel sehingga tekanan disolusi menjadi
meningkat (Arunkumar, et al., 2009).
http://pharmassip.blogspot.com/2012_04_01_archive.html