Upload
cut-rahil
View
611
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Down syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental pada anak yang disebabkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom (Cuncha, 1992). Down syndrome dinamai sesuai nama dokter
berkebangsaan Inggris bernama Langdon Down, yang pertama kali menemukan
tanda-tanda klinisnya pada tahun 1866. Pada tahun 1959 seorang ahli genetika
Perancis Jerome Lejeune dan para koleganya, mengidentifikasi basis genetiknya.
Manusia secara normal memiliki 46 kromosom, sejumlah 23 diturunkan oleh ayah
dan 23 lainnya diturunkan oleh ibu. Para individu yang mengalami down
syndrome hampir selalu memiliki 47 kromosom, bukan 46. Ketika terjadi
pematangan telur, 2 kromosom pada pasangan kromosom 21, yaitu kromosom
terkecil gagal membelah diri. Jika telur bertemu dengan sperma, akan terdapat
kromosom 21 yang istilah teknisnya adalah trisomi 21. Down syndrome bukanlah
suatu penyakit maka tidak menular, karena sudah terjadi sejak dalam kandungan.
Bayi yang mengalami down syndrome jarang dilahirkan oleh ibu yang
berusia di bawah 30 tahun, tetapi risiko akan bertambah setelah ibu mencapai usia
di atas 30 tahun. Pada usia 40 tahun, kemungkinannya sedikit di atas 1 dari 100
bayi, dan pada usia 50 tahun, hampir 1 dari 10 bayi. Risiko terjadinya down
syndrome juga lebih tinggi pada ibu yang berusia di bawah 18 tahun.
Masalah ini penting, karena seringkali terjadi di berbagai belahan dunia,
sebagaimana menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan
Biotechnology (ICBB) Bogor, di Indonesia terdapat lebih dari 300 ribu anak
1
pengidap down syndrome. Sedangkan angka kejadian penderita down syndrome di
seluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa (Aryanto, 2008). Angka kejadian
kelainan down syndrome mencapai 1 dalam 1000 kelahiran. Di Amerika Serikat,
setiap tahun lahir 3000 sampai 5000 anak dengan kelainan ini. Sedangkan di
Indonesia mencapai lebih dari 300 ribu jiwa (Sobbrie, 2008). Dalam beberapa
kasus, terlihat bahwa umur wanita terbukti berpengaruh besar terhadap munculnya
down syndrome pada bayi yang dilahirkannya. Kemungkinan wanita berumur 30
tahun melahirkan bayi dengan down syndrome adalah 1:1000. Sedangkan jika usia
kelahiran adalah 35 tahun, kemungkinannya adalah 1:400. Hal ini menunjukkan
angka kemungkinan munculnya down syndrome makin tinggi sesuai usia ibu saat
melahirkan (Elsa, 2003).
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah pediatri, dan
dengan sengaja memfokuskan pada salah satu topik klinis, yaitu down syndrome.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diangkat
peneliti adalah ”Down Syndrome“.
Adapun rumusan masalah yang akan diangkat adalah :
a. Apakah yang dimaksud Down Syndrome?
b. Apakah etiologi Down Syndrome?
c. Bagaimana patofisiologi dari Down Syndrome?
d. Bagaimana epidemologi dari Down Syndrome?
e. Apa sajakah problem fisioterapi?
f. Bagaimana Tanda dan Gejala Down Syndrome?
2
g. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Down Syndrome?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan makalah ini secara umum yakni untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Pediatri dan pembaca dapat memahami lebih jauh
tentang penyakit Down Syndrome.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Down Syndrome.
b. Untuk mengetahui etiologi dari Down Syndrome.
c. Untuk mengetahui patofisiologi dari Down Syndrome.
d. Untuk mengetahui epidemologi dari Down Syndrome.
e. Untuk mengetahui problem fisioterapi.
f. Untuk memngetahui tanda dan gejala Down Syndrome.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Down
Syndrome
1.4 Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi baik
bagi tenaga kesehatan ataupun masyarakat umum mengenai Down Syndrome.
3
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Down Syndrome
Down Syndrome adalah suatu kumpulan gejala akibat dari abnormalitas
kromosom, biasanya kromosom 21, yang tidak berhasil memisahkan diri selama
meiosis sehingga terjadi individu dengan 47 kromosom. Sindrom ini pertama kali
diuraikan oleh Langdon Down pada tahun 1866. (http://varyaskep.wordpress.com)
Down Syndrome adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik
dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom.
Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sindrom_down)
Anak dengan down syndrome adalah indivudu yang dapat dikenali dari
fenotipnya dan mempunyai kecerdasan yang terbatas, yang terjadi akibat adanya
jumlah kromosom 21 yang berlebih. (Soetjiningsih. 1995:211)
Sehingga dapat disimpulkan, Down Syndrome adalah suatu kondisi
keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom 21 yang berlebih.
Down Syndrome atau dikenali sebagai Trisomi 21 adalah suatu kondisi di
mana bahan genetik tambahan menyebabkan keterlambatan pada perkembangan
seorang anak, baik secara mental dan fisik. Fitur fisik dan masalah medis yang
terkait dengan sindrom down dapat bervariasi dari satu anak dengan anak lainnya.
Sementara beberapa anak dengan Down Syndrome membutuhkan banyak
perhatian medis, yang lain menjalani kehidupan yang sehat. Perlu diketahui
4
bahwa penyakit Down Syndrome tidak dapat dicegah, namun dapat dideteksi
sebelum anak lahir atau pada masa prenatal.
Menurut JW. Chaplin (1995), down syndrome adalah satu kerusakan atau
cacat fisik bawaan yang disertai keterbelakangan mental, lidahnya tebal, dan
retak-retak atau terbelah, wajahnya datar ceper, dan matanya miring. Sedangkan
menurut Kartini dan Gulo (1987), down syndrome adalah suatu bentuk
keterbelakangan mental, disebabkan oleh satu kromosom tembahan. IQ anak
down syndrome biasanya dibawah 50, sifat-sifat atau ciri-ciri fisiknya adalah
berbeda, ciri-ciri jasmaniahnya sangat mencolok, salah satunya yang paling sering
diamati adalah matanya yang serong ke atas.
Sedangkan, dari segi sitologi, down syndrome dapat dibedakan menjadi 2
tipe, yaitu:
1. Syndroma Down Triplo-21 atau Trisomi 21, sehingga penderita
memiliki 47 kromosom. Penderita laki-laki= 47,xy,+21, sedangkan
perempuan = 47,xx,+21. Kira-kira 92,5% dari semua kasus syndrome
down tergolong dalam tipe ini.
2. Syndrome Down Translokasi, yaitu peristiwa terjadinya perubahan
struktur kromosom, disebabkan karena suatu potongan kromosom
bersambungan dengan potongan kromosom lainnya yang bukan
homolog-nya (Suryo, 2001).
Kesimpulan yang diperoleh dari berbagai definisi di atas adalah down
syndrome merupakan suatu kondisi keterbelakangan mental dan fisik yang
disebabkan oleh kelainan kromosom. Anak yang mengalami down syndrome,
biasanya memiliki IQ di bawah 50.
5
2.2 Epidemiologi
Menurut penelitian, down syndrome menimpa satu di antara 700 kelahiran
hidup atau 1 diantara 800-1000 kelahiran bayi. Diperkirakan saat ini terdapat
empat juta penderita down syndrome di seluruh dunia, dan 300 ribu kasusnya
terjadi di Indonesia. Analisis baru menunjukkan bahwa dewasa ini lebih banyak
bayi dilahirkan dengan down syndrome dibanding 15 tahun lalu. Insidensnya pada
wanita yang hamil diatas usia 35 tahun meningkat dengan cepat menjadi 1
diantara 250 kelahiran bayi. Diatas 40 tahun semakin meningkat lagi, 1 diantara
69 kelahiran bayi.
Angka kejadian DS dikaitkan dengan usia ibu saat kehamilan:
15-29 tahun – 1 kasus dalam 1500 kelahiran hidup
30-34 tahun – 1 kasus dalam 800 kelahiran hidup
35-39 tahun – 1 kasus dalam 270 kelahiran hidup
40-44 tahun – 1 kasus dalam100 kelahiran hidup
Lebih 45 tahun – 1 kasus dalam 50 kelahiran hidup
Down Syndrome merupakan salah satu kelainan kongenital yang tersering,
dan merupakan penyebab paling sering pada gangguan intelektual. DS terjadi
dalam 1 per 700 kelahiran di Amerika Syarikat, dan tidak terkait dengan unsur ras
atau etnik. Meskipun angka kejadiannya lebih tinggi pada bangsa kulit putih
berbanding kulit hitam, perbedaan tersebut tidak begitu bermakna. Frekuensi
kejadian DS meningkat dengan meningkatnya usia ibu. Pada ibu berusia 30 tahun
ke bawah, insiden DS hanyalah sebesar 0.04%, sedangkan angka ini meningkat
kepada hampir 1% bila usia ibu mencapai 40 tahun.
6
Insiden Sindrom Down di Indonesia, yaitu satu kasus hagi setiap 660
kelahiran. Risiko mendapat anak Sindrom Down dikaitkan dengan usia ibu
ketika mengandung, terutama jika mengandung pada umur diatas 35.
Kemungkinan mendapat anak Sindrom Down ialah satu kasus bagi setiap 350
kelahiran (jika umur ibu berusia 35 - 45 tahun) dan satu kasus bagi 25 kelahiran
jika usia ibu melebihi 45 tahun.
2.3 Etiologi
Sekitar 95% individu dengan DS memiliki lebihan kromosom 21,
menjadikan mereka memiliki 3 kromosom 21 dengan jumlah total kromosom 47.
Hal inilah yang disebut sebagai trisomi. Hal ini terjadi apabila salah satu dari
orang tua memberikan dua kromosom 21 melalui ovum atau sperma.
Pada dasarnya, etiologi dari Sindrom Down sendiri adalah
“nondisjunctional” , yang faktor-faktor penyebabnya, yaitu:
1. Genetik.
Diperkirakan terdapat predisposisi genetik terhadap
“nondisjunctional”. Bukti yang mendukung teori ini adalah
berdasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang menyatakan adanya
peningkatan risiko berulang bila dalam keluarga terdapat anak dengan
sindrom Down.
2. Radiasi.
Radiasi dikatakan merupakan salah satu penyebab terjadinya
“nondisjunction” pada sindrom Down ini. Uchida 1981 menyatakan
7
bahwa sekitar 30% ibu yang melahirkan anak dengan sindrom Down,
pernah mengalami radiasi di daerah perut sebelum terjadinya konsepsi.
3. Infeksi.
4. Autoimun.
Faktor lain yang juga diperkirakan sebagai etiologi sindrom Down
adalah autoimun. Terutama autoimun tiroid atau penyakit yang
berkaitan dengan tiroid. Ada penelitian yang secara konsisten
mendapatkan adanya perbedaan autoantibodi tiroid pada ibu yang
melahirkan anak dengan sindrom Down dengan ibu kontrol yang
umurnya sama.
5. Umur ibu.
Apabila umur ibu di atas 35 tahun, diperkirakan terdapat perubahan
hormonal yang dapat menyebabkan “nondisjunction” pada kromosom.
Perubahan endokrin, seperti meningkatnya sekresi androgen,
menurunnya konsentrasi estradiol sistemik, perubahan konsentrasi
reseptor hormon, dan peningkatan secara tajam kadar LH dan FSH
secara tiba-tiba dan selama menopause, dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya “nondisjunction”.
6. Umur ayah.
Selain pengaruh umur ibu terhadap sindrom Down, juga dilaporkan
adanya pengaruh dari umur ayah. Penelitian sitogenetik pada orang tua
dari anak dengan sindrom Down mendapatkan bahwa 20-30% kasus
ekstra kromosom 21 bersumber dari ayahnya. Tetapi korelasinya tidak
setinggi dengan umur ibu.
8
Down syndrome juga disebabkan oleh kurangnya zat-zat tertentu yang
menunjang perkembangan sel syaraf pada saat bayi masih di dalam kandungan,
seperti kurangnya zat iodium. Menurut data badan UNICEF, Indonesia
diperkirakan kehilangan 140 juta poin Intelligence Quotient (IQ) setiap tahun
akibat kekurangan iodium. Faktor yang sama juga telah mengakibatkan 10 hingga
20 kasus keterbelakangan mental setiap tahunnya (Aryanto, dalam Koran Tempo
Online).
Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang
berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena
diperkirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-
disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal
ini dapat mempengaruhi pada proses menua. Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun
keatas, semasa mengandung mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima penderita down syndrom
disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh “non-
dysjunction” kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses
pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku dengan
sempurna.
9
Di kalangan 5 % lagi, kanak-kanak down syndrom disebabkan oleh
mekanisma yang dinamakan “Translocation“. Keadaan ini biasanya berlaku oleh
pemindahan bahan genetik dari kromosom 14 kepada kromosom 21. Bilangan
kromosomnya normal yaitu 23 pasang atau jumlah kesemuanya 46 kromosom.
Mekanisme ini biasanya berlaku pada ibu-ibu di peringkat umur yang lebih muda.
Sebahagian kecil down syndrom disebabkan oleh mekanisme yang
dinamakan “mosaic”. Selain itu, wanita yang mempunyai anak dengan Down
Syndrome berkemungkinan mempunyai risiko sebanyak 1% untuk mempunyai
anak dengan Down Syndrome lagi. Ibu bapak yang membawa genetik sindroma
down juga berisiko untuk diturunkan kepada anaknya. Jika si ayah menjadi carrier
kemungkinan untuk diturunkan kepada anaknya adalah sebanyak 3%. Manakala
jika si ibu yang menjadi carrier, risiko untuk diturunkan kepada anaknya adalah
sebanyak 10-15%.
Sel manusia mengandungi 23 pasang kromosom. Satu dari setiap pasang
kromosom berasal dari ibu dan ayah. Down Syndrome terjadi apabila terdapat
satu dari tiga variasi kelainan pada pembelahan sel yang melibatkan kromosom
21. Ketiga-tiga kelainan pembelahan sel ini menyebabkan pertambahan pada
material genetic dari kromosom 21, dimana kromosom ini bertanggungjawab
dalam karakter sifat dan perkembangan mental pada anak Down Syndrome.
2.4 Patofisiologi
Down Syndrome disebabkan adanya kelainan pada perkembangan
kromosom. Kromosom merupakan serat khusus yang terdapat pada setiap sel
tubuh manusia dan mengandung bahan genetik yang menentukan sifat-sifat
10
seseorang. Pada bayi normal terdapat 46 kromosom (23 pasang) di mana
kromosom nomor 21 berjumlah 2 buah (sepasang). Bayi dengan penyakit down
syndrome memiliki 47 krososom karena kromosom nomor 21 berjumlah 3 buah.
Kelebihan 1 kromosom (nomor 21) atau dalam bahasa medisnya disebut trisomi-
21 ini terjadi akibat kegagalan sepasang kromosom 21 untuk saling memisahkan
diri saat terjadi pembelahan. Trisomi-21 menyebabkan fisik penderita down
syndrome tampak berbeda dengan orang-orang umumnya. Selain ciri khas pada
wajah, mereka juga mempunyai tangan yang lebih kecil, jarijari pendek dan
kelingking bengkok. Keistimewaan lain yang dimiliki oleh penderita down
syndrome adalah adanya garis melintang yang unik di telapak tangan mereka.
Garis yang disebut simian crease ini juga terdapat di kaki mereka, yaitu antara
telunjuk dan ibu jari mereka yang berjauhan (sandal foot). Dari sudut sitologi,
dapat dibedakan dua tipe sindrom down :
1. Sindroma Down Triplo 21 atau Trisomi 21, dimana pasien mempunyai
kelebihan sebuah autosom nomor 21 sehingga penderita memiliki 47
kromosom. Penulisan kromosomnya sebagai berikut :
1. Penderita laki-laki = 47, XY, + 21
2. Penderita perempuan = 47, XX, +21
Cara penulisan + 21 berarti ada kelebihan autosom nomor 21. Pada
Sindroma Down trisomi-21, nondisjunction dalam miosis 1
menghasilkan ovum yang mengandung 2 buah autosom nomor 21 dan
bila ovum ini dibuahi oleh spermatozoa normal yang membawa
autosom nomor 21, maka terbentuklah zigot trisomi-21
11
2. Sindrom Down Translokasi.
Translokasi adalah peristiwa terjadinya perubahan struktur kromosom,
disebabkan karena suatu potongan kromosom bersambung dengan
potongan kromosom lainnya yang bukan homolognya. Pada sindrom
down translokasi, lengan panjang dari autosom nomor 21 melekat pada
autosom lain, kadang-kadang dengan autosom nomor 15, tetapi yang
lebih sering dengan autosom nomor 14. Dengan demikian individu
yang menderita sindroma Down translokasi memiliki 46 kromosom.
2.5 Ciri-Ciri Fisik Down Syndrome
Ciri-ciri yang pada anak yang mengalami down syndrome dapat bervariasi,
mulai dari yang tidak nampak sama sekali, tampak minimal, hingga muncul tanda
yang khas. Tanda yang paling khas pada anak yang mengalami down syndrome
adalah adanya keterbelakangan perkembangan mental dan fisik (Olds, London, &
Ladewing, 1996).
Penderita syndrome down biasanya mempunyai tubuh pendek dan
puntung, lengan atau kaki kadang-kadang bengkok, kepala lebar, wajah
membulat, mulut selalu terbuka, ujung lidah besar, hidung lebar dan datar, kedua
lubang hidung terpisah lebar, jarak lebar antar kedua mata, kelopak mata
mempunyai lipatan epikantus, sehingga mirip dengan orang oriental, iris mata
kadang-kadang berbintik, yang disebut bintik “Brushfield”.
Berdasarkan tanda-tanda yang mencolok itu, biasanya dengan mudah kita
dapat mengenalnya pada pandangan pertama. Tangan dan kaki kelihatan lebar dan
tumpul, telapak tangan kerap kali memiliki garis tangan yang khas abnormal,
12
yaitu hanya mempunyai sebuah garis mendatar saja. Ibu jari kaki dan jari kedua
adakalanya tidak rapat.
Mata, hidung, dan mulut biasanya tampak kotor serta gigi rusak. Hal ini
disebabkan karena ia tidak sadar untuk menjaga kebersihan dirinya sendiri (Suryo,
2001).
2.6 Manifestasi Klinis Down Syndrome
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang
tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya
penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil
13
dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar.
Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai paras muka
yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal
hidungnya kemek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di
sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar
menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang
menonjol keluar (macroglossia). Pertumbuhan gigi lambat dan tidak
teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil
dan agak lebar dari bahagian depan ke belakang. Lehernya agak
pendek.
Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea.
Manifestasi mulut : gangguan mengunyah menelan dan bicara,
keterlambatan pertumbuhan gigi, dan kadang timbul bibir sumbing.
Hypogenitalism (penis, scrotum, dan testes kecil), dan keterlambatan
perkembangan pubertas.
Manifestasi kulit : kulit lembut, kering dan tipis.
Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek
termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik
pada tangan maupun kaki melebar.
Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan
kerusakan pada sistim organ yang lain. Pada bayi baru lahir kelainan
14
dapat berupa congenital heart disease. Kelainan ini yang biasanya
berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah
jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti
Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik
jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung
berlubang diantara atrium kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk
salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi
kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung
berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada
esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran
sama sekali di bahagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat desakan
semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air
liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan
yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem
saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan
mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di
mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar. Saluran usus
rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka
langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”.
Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian
rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan
seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk
15
buang air besar. Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-
organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat
dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom bagi para ibu
hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu
hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka
yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau
perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan
anak dengan sindrom down lebih tinggi.
Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah
mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking
membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat
satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan
jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
Tampilan klinis otot : Mempunyai otot yang lemah menyebabkan
mereka menjadi lembik dan menghadapi masalah lewat dalam
perkembangan motor kasar.
Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di
bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh
(atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-
kanak down syndrom.
Masalah Perkembangan Belajar, Down syndrom secara keseluruhannya
mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan akal. Pada
peringkat awal pembesaran mereka mengalami masalah lambat dalam
16
semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan
motor halus dan bercakap. Perkembangan sosial mereka agak
menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka
juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka
lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya
berjaya melakukan hampir semua pergerakan kasar.
Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang.
Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan
kecerdasan dan perubahan kepribadian)
Penderita DS sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh
seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi.
Penanganan alergi pada penderita DS dapat mengoptimalkan gangguan
yang sudah ada.
2.7 Pendekatan Psikologi Pada Down Syndrome
Aliran ini memandang bahwa semua manusia pada dasarnya baik, dan
memiliki potensi untuk menjadi sehat dan kreatif. Dalam perspektif ini, gangguan
mental dapat berkembang akibat tekanan sosial. Adanya pemberian cinta dan
penerimaan dari orang tua atau orang terdekat lainnya dapat mengoptimalkan
perkembangan kepribadian anak. Rogers menciptakan teori yang terpusat pada
individu (person-centered theory), yang prinsip-prinsipnya antara lain:
1. Untuk memahami seseorang, kita harus melihat dari cara mereka
mengalami peristiwa tersebut daripada terhadap peristiwanya itu
sendiri.
17
2. Setiap individu itu unik, perbedaan persepsi dan perasaan pada tiap
individu menentukan perilaku mereka.
3. Motif utama yang selalu menggerakkan individu untuk maju adalah self
actualization, merupakan perwujudan dari seluruh potensi yang dimiliki
individu.
4. Mereka mempunyai tujuan yang sudah ditentukan. Adanya pengaruh
dari luar dirinya (orang tua, teman sebaya, sosial, atau tekanan
lingkungan) mengakibatkan individu kehilangan arah yang sudah
ditentukan (Santrock, 2002).
Oleh sebab itu, dalam memahami anak yang mengalami down syndrome,
kita harus dapat memahami keunikan yang terdapat pada diri anak down
syndrome, memberikan rasa cinta dan penerimaan tanpa syarat kepada mereka,
karena pada dasarnya mereka juga memiliki potensi positif untuk dapat
mengaktualisasikan dirinya.
2.8 Komplikasi
Sejalan dengan usia, resiko untuk individu DS terkena penyakit lain juga
meningkat seperti katarak, diabetes mellitus, hipotiroid dan hipertiroid. Setelah
usia pasien meningkat 40 tahun, mereka akan mengalami disfungsi kognitif dan
kelainan memori seperti Alzheimer.
1. Penyakit Alzheimer’s (penyakit kemunduran susunan syaraf pusat).
2. Leukimia (penyakit dimana sel darah putih melipat ganda tanpa
terkendalikan).
18
2.9 Pencegahan
1. Konseling Genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang
dicurigai akan sangat membantu mengurangi angka kejadian Sindrom
Down.
2. Dengan Biologi Molekuler, misalnya dengan “ gene targeting “ atau
yang dikenal juga sebagai “ homologous recombination “ sebuah gen
dapat dinonaktifkan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom
melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal
kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom
down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati
memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan
anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh
kromosm 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak
diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu
makin tinggi risiko untuk terjadinya DS. Diagnosis dalam kandungan bisa
dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan
CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12
minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16
minggu.
Tidak ada pencegahan yang bersifat spesifik terhadap DS, namun beberapa
pemeriksaan dapat mendeteksi dini kejadian DS. Berikut merupakan teknik-teknik
yang dapat dilakukan:
19
a. Maternal Serum Screening
Darah ibu diperiksa kombinasi dari berbagai marker: alpha-
fetoprotein (AFP), unconjugated estriol (uE3), dan human chorionic
gonadotropin (HCG) menjadikan tes standar yang dikenal bersama
sebagai triple test. Tes ini dapat menghitung risiko memiliki bayi DS.
Selama lima belas tahun terakhir ini, test ini dilakukan pada kehamilan
minggu 15 sampai minggu ke-18.
Pertimbangan yang sangat penting dalam tes skrining adalah usia
janin (usia kehamilan). Analisis yang benar komponen yang berbeda
tergantung pada usia kehamilan mengetahui dengan tepat. Cara terbaik
untuk menentukan bahwa adalah dengan USG.
b. Amniosentesis
Prosedur ini digunakan untuk mengambil cairan amnion. Sebuah
jarum dimasukkan melalui dinding abdomen ibu ke dalam rahim,
menggunakan USG untuk memandu jarum. Sekitar 1ml cairan diambil
untuk pengujian. Cairan ini mengandung sel-sel janin yang dapat
diperiksa untuk tes kromosom. Dibutuhkan sekitar 2 minggu untuk
menentukan apakah janin menderita DS atau tidak.
Amniocentesis biasanya dilakukan antara 16 dan 20 minggu
kehamilan. Efek samping kepada ibu termasuk kejang, perdarahan,
infeksi dan bocornya cairan ketuban setelah prosedur dilakukan. Ada
peningkatan risiko keguguran sekitar 2%. Amniosentesis tidak
dianjurkan sebelum minggu ke-14 kehamilan karena risiko komplikasi
lebih tinggi karena kehilangan kehamilan.
20
c. Chorionic Villus Sampling (CVS)
Dalam prosedur ini, bukan cairan ketuban yang diambil, jumlah kecil
jaringan diambil dari plasenta muda (juga disebut lapisan chorionic).
Sel-sel ini berisi kromosom janin yang dapat diuji untuk sindrom
Down. Sel dapat dikumpulkan dengan cara yang sama seperti
amniosentesis, tetapi metode lain untuk memasukkan sebuah tabung ke
dalam rahim melalui vagina.
CVS biasanya dilakukan antara 10 dan 12 minggu pertama
kehamilan. Efek samping kepada ibu adalah sama dengan
amniosentesis (di atas). Risiko keguguran setelah CVS sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan amniosentesis, meningkatkan risiko
keguguran normal 3 sampai 5%. Penelitian telah menunjukkan bahwa
dokter lebih berpengalaman melakukan CVS, semakin sedikit tingkat
keguguran.
d. Ultrasound Screening (USG Screening)
Kegunaan utama USG (juga disebut sonografi) adalah untuk
mengkonfirmasi usia kehamilan janin (dengan cara yang lebih akurat
daripada yang berasal dari ibu siklus haid terakhir). Manfaat lain dari
USG juga dapat mengambil masalah-masalah dalam medis serius,
seperti penyumbatan usus kecil atau cacat jantung. Mengetahui ada
cacat ini sedini mungkin akan bermanfaat bagi perawatan anak setelah
lahir.
Ada beberapa item lain yang dapat ditemukan selama pemeriksaan
USG bahwa beberapa peneliti telah merasa bahwa mungkin memiliki
21
hubungan yang bermakna dengan sindrom Down. Temuan ini dapat
dilihat dalam janin normal, tetapi beberapa dokter kandungan percaya
bahwa kehadiran mereka meningkatkan risiko janin mengalami sindrom
Down atau abnormalitas kromosom lain. Penanda yang lebih spesifik
yang sedang diselidiki adalah pengukuran dari hidung janin; janin
dengan Down syndrome tampaknya memiliki hidung lebih kecil USG
dari janin tanpa kelainan kromosom, masih belum ada teknik standar
untuk mengukur tulang hidung dan dianggap benar-benar dalam
penelitian saat ini.
2.10 Assesment
Assesment yaitu upaya peningkatan kapasitas kemampuan fungsional fisik
anak down syndrome agar mamapu melakukan aktivitas sehari-hari, bermain dan
berinteraksi dengan masyarakat sesuai atau mendekati anak normal.
Assesment sesuai dengan kasus kelainan tumbuh kembang anak dengan
beberapa hal yang perlu diperhatikan:
Status psikososial
Status bermain
Status kemampuan bahasa
Status motorik kasar
Status motorik halus
Reflek primitive
Deformitas
Lingkungan aktifitas otak
22
Dalam pemeriksaan ditemukan:
Observasi : cara anak berinteraksi dengan sekeliling
Tonus postural : rendah
Tonus otot : biasanya rendah
Motorik kasar: biasanya tertinggal dari tumbuh kembang yang normal
Status bermain : sampai dimana anak mampu bermain, biasanya
tertinggal dari tumbuh kembang yang normal
Kemampuan bahasa : apa yang diucapkan atau diisyaratkan
Kemampuan makan-minum :
- Cara makan dan minum
- Cara pemberian makan dan minum
- Cara mengunyah dan cara menelan
- Ngiler
2.11 Penatalaksanaan
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif
untuk mengatasi kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down
syndrom juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran
maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan
demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup
serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan
dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.
Walaupun secara jumlah meningkat, namun penderita down syndrome
lebih banyak yang berprestasi dan hidup lebih lama dibanding orang dengan
23
kehidupan yang lebih berkecukupan. Dengan kata lain, harapan hidup dan mutu
kehidupan para penderita down syndrome jauh meningkat beberapa tahun
terakini. Perbaikan kualitas hidup pengidap down sindrom dapat terjadi berkat
perawatan kesehatan, pendekatan pengajaran, serta penanganan yang efektif.
Stimulasi sedini mungkin kepada bayi yang DS, terapi bicara, olah tubuh,
karena otot-ototnya cenderung lemah. Memberikan rangsangan-rangsangan
dengan permainan-permainan layaknya pada anak balita normal, walaupun
respons dan daya tangkap tidak sama, bahkan mungkin sangat minim karena
keterbatasan intelektualnya. Program ini dapat dipakai sebagai pedoman bagi
orang tua untuk memberi lingkungan yang memadai bagi anak dengan syndrom
down, bertujuan untuk latihan motorik kasar dan halus serta petunjuk agar anak
mampu berbahasa. Selain itu agar anak mampu mandiri seperti berpakaian,
makan, belajar, BAB/BAK, mandi, yang akan memberi anak kesempatan.
Pada umumnya kelebihannya adalah penurut, periang, rajin, tepat waktu.
Untuk anak yang sudah mendapat pendidikan atau terapi, mereka sangat
menyenangi hal-hal yang rutin. Jadi, mereka lebih disiplin dari anak-anak biasa
sehingga bila sudah diberikan suatu jadwal kegiatan tiap hari, mereka akan sangat
ngotot untuk melakukan jatahnya, walaupun orang tua berusaha untuk
menjelaskan, kadang-kadang malah membuatnya sedih dan ngambek. Ini juga
karena intelektual anak yang kurang sehingga belum mempunyai pengertian yang
baik.
Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya
defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal
dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut
24
menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini
memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi.
2.12 Pemeriksaan Fisik
Sistematika daripada pemeriksaan fisik sentiasa dimulai dengan melihat
keadaan umum pasien, diikuti dengan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Pada
kasus tidak didapatkan hasil pemeriksaan TTV. Selanjutnya, pemeriksaan fisik
yang harus dilakukan pada anak tersebut meliputi:
a. Inspeksi
Hal yang harus diperhatikan adalah ciri-ciri khas yang ada pada
individu DS seperti hipertelorisme, sela hidung yang mendatar, posisi
telinga yang lebih rendah dari garis mata (Down’s ear), lidah yang
cenderung keluar, tangan dan jari-jari yang pendek, serta garis tangan
tunggal.
b. Auskultasi
Anak-anak dengan DS seringkali mengalami kelainan jantung.
Sekiranya anak pada auskultasi akan terdengar bising sistolik. Kelainan
ini harus dipastikan dengan echocardiogram.
c. Tes Denver
Pada bayi dan anak-anak, pemeriksaan motorik dilakukan dengan Tes
Denver. Tes ini dapat mengukur apakah terdapat hambatan pada sistem
motorik anak, serta pertumbuhan dan perkembangan kognitifnya.
Sebagian anak lemah dan tidak aktif, sedangkan sebagian lainnya
hiperaktif maupun agresif.
25
2.13 Pemeriksaan Penunjang
a. Echocardiogram
Echocardiogram digunakan untuk mendeteksi kelainan yang ada pada
jantung, khususnya pada katup jantung. Selain itu echocardiogram mampu
mendeteksi derajat defek, pembesaran, infeksi, dan emboli pada jantung.
b. Analisis kromosom
Analisis kromosom dapat dilakukan prenatal ataupun postnatal. Pada
prenatal, analisis kromosom dilakukan melalui chorionic villus sampling (CVS),
amniocentesis, atau cordocentesis. Pada postnatal, analisis ini dilakukan dengan
mengambil darah perifer.
Pada kasus, analisis akan dilakukan dengan menggunakan darah perifer
anak tersebut. Terdapat beberapa jenis prosedur analisa kromosom. Cara yang
paling sering digunakan adalah G banding, yang menggunakan pewarnaan
Giemsa atau Wright. Kromosom akan terlihat dalam bands berwarna gelap di
bawah mikroskop cahaya. Melalui prosedur G banding, karyogram yang
didapakan akan menunjukkan apakah anak tersebut mempunyai kelebihan
kromosom 21 atau tidak.
Gambar 1. Karyogram dengan karyotype 47, XX, +21
26
Selain G banding, metode yang sering dipakai untuk mendiagnosa DS
adalah Fluorescence In Situ Hybridization (FISH). Di Indoneisa, teknik FISH
sudah dipakai untuk mendeteksi kelainan pada kromosom 13, 18, 21, X, dan Y.
Teknik ini ternyata lebih cepat memberikan hasil, yaitu dalam masa 72 jam
dibanding kultur jaringan selama 10 hari.
c. Tes fungsitiroid
Thyroid-stimulating hormone (TSH) dan tiroksin (T4) tingkat harus
diperoleh pada saat kelahiran dan setiap tahun sesudahnya.
2.14 Terapi
Terapi fisik yang digunakan untuk menangani anak-anak yang mengatasi
kelainan down syndrome adalah dengan terapi treadmill, yaitu dengan cara
melatih ibu atau pengasuh dan anak yang mengalami down syndrome. Ibu atau
pengasuh anak down syndrome dilatih bagaimana cara yang tepat untuk melatih
anak down syndrome agar dapat berjalan dan dapat melatih keterampilan
motoriknya, misalnya bagaimana cara memegang bayi, melatih anak untuk duduk
dan berjalan sendiri. Hal ini dilakukan karena anak-anak down syndrome
seringkali mengalami keterbelakangan kemampuan motorik, seperti terlambat
berdiri dan berlari. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Palisano, dkk
membuktikan bahwa 73% dari anak-anak down syndrome baru mampu berdiri
pada usia 24 bulan, dan 40% bisa berjalan pada usia 24 bulan. Sehingga, terapi
treadmill ini dilakukan agar dapat membantu anak-anak down syndrome dalam
melatih keterampilan motoriknya (Ulrich, 2008).
27
Selain terapi fisik tersebut, dapat pula dilakukan beberapa intervensi
sebagai penunjang dalam membantu perkembangan fisik dan psikologis anak-
anak down syndrome, seperti intervensi berupa special education, menerapkan
pendidikan khusus bagi anak-anak down syndrome, modifikasi perilaku, dan
parenting skill bagi orang tua anak-anak down syndrome. Sehingga dengan
adanya terapi fisik dan intervensi tersebut, diharapkan dapat membantu anak-anak
down syndrome agar mereka dapat tetap berkembang dengan optimal, dan dapat
beraktivitas, meskipun tidak seperti anak-anak ‘normal’ lainnya.
a. Fisioterapi.
Penanganan fisioterapi menggunakan tahap perkembangan motorik kasar
untuk mencapai manfaat yang maksimal dan menguntungkan untuk tahap
perkembangan yang berkelanjutan. Tujuan dari fisioterapi disini adalah membantu
anak mencapai perkembangan terpenting secara maksimal bagi sang anak, yang
berarti bukan untuk menyembuhkan penyakit down syndromenya. Dan ini harus
dikomunikasikan sejak dari awal antara fisioterapis dengan pengasuhnya supaya
tujuan terapi tercapai.
Fisioterapi pada Down Syndrom adalah membantu anak belajar untuk
menggerakkan tubuhnya dengan cara/gerakan yang tepat (appropriate ways).
Misalkan saja hypotonia pada anak dengan Down Syndrome dapat menyebabkan
pasien berjalan dengan cara yang salah yang dapat mengganggu posturnya, hal ini
disebut sebagai kompensasi.
Tanpa fisioterapi sebagian banyak anak dengan Down Syndrome
menyesuaikan gerakannya untuk mengkompensasi otot lemah yang dimilikinya,
sehingga selanjutnya akan timbul nyeri atau salah postur.
28
Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang
tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan
dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti perbedaan
yang terjadi pada otot-tulangnya.
Fisioterapi dapat dilakukan seminggu sekali untuk terapi, tetapi terlebih
dahulu fisioterapi melakukan pemeriksaan dan menyesuaikan dengan kebutuhan
yang dibutuhkan anak dalam seminggu. Disini peran orangtua sangat diperlukan
karena merekalah nanti yang paling berperan dalam melakukan latihan dirumah
selepas diberikannya terapi. Untuk itu sangat dianjurkan untuk orangtua atau
pengasuh mendampingi anak selama sesi terapi agar mereka mengetahui apa-apa
yg harus dilakukan dirumah.
b. Terapi Wicara
Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami
keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata.
Saat ini sudah banyak sekali jenis-jenis terapi selain di atas yang bisa
dimanfaatkan untuk tumbuh kembang anak DS misalnya Terapi Okupasi. Terapi
ini diberikan untuk melatih anak dalam hal kemandirian, kognitif/pemahaman,
kemampuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan kerena pada
dasarnya anak DS tergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga
beraktifitas tanpa ada komunikasi dan tidak memperdulikan orang lain. Terapi ini
membantu anak mengembangkan kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa
menggunakan alat.
29
c. Terapi Remedial
Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kemampuan
akademis dan yang dijadikan acuan terapi ini adalah bahan-bahan pelajaran dari
sekolah biasa.
d. Terapi Sensori Integrasi
Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan / sensori
yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan
integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus
dan lain-lain. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah
sehingga kemampuan otak akan meningkat.
e. Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy)
Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami
tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan
yang berlaku di masyarakat.
f. Terapi alternative
Penanganan yang dilakukan oleh orangtua tidak hanya penanganan medis
tetapi juga dilakukan penanganan alternatif. hanya saja terapi jenis ini masih
belum pasti manfaatnya secara akurat karena belum banyak penelitian yang
membuktikan manfaatnya, meski tiap pihak mengklaim dapat menyembuhkan
DS. Orang tua harus bijaksana memilih terapi alternatif ini, jangan terjebak
dengan janji bahwa DS pada sang anak akan bisa hilang karena pada
kenyataannya tidaklah mungkin DS bisa hilang. DS akan terus melekat pada sang
anak. Yang bisa orang tua lakukan yaitu mempersempit jarak perbedaan
30
perkembangan antara anak DS dengan anak yang normal. Terapi alternatif
tersebut di antaranya adalah :
Terapi Akupuntur. Terapi ini dilakukan dengan cara menusuk titik
persarafan pada bagian tubuh tertentu dengan jarum. Titik syaraf yang
ditusuk disesuaikan dengan kondisi sang anak.
Terapi Musik. Anak dikenalkan nada, bunyi-bunyian, dll. Anak-anak
sangat senang dengan musik maka kegiatan ini akan sangat
menyenangkan bagi mereka dengan begitu stimulasi dan daya
konsentrasi anak akan meningkat dan mengakibatkan fungsi tubuhnya
yang lain juga membaik
Terapi Lumba-Lumba Terapi ini biasanya dipakai bagi anak Autis tapi
hasil yang sangat mengembirakan bagi mereka bisa dicoba untuk anak
Down Syndrome. Sel-sel saraf otak yang awalnya tegang akan menjadi
relaks ketika mendengar suara lumba-lumba.
Terapi Craniosacral. Terapi dengan sentuhan tangan dengan tekanan
yang ringan pada syaraf pusat. Dengan terapi ini anak Down Syndrome
diperbaiki metabolisme tubuhnya sehingga daya tahan tubuh lebih
meningkat.
Dan tentu masih banyak lagi terapi-terapi alternatif lainnya, ada yang
berupa vitamin, supplemen maupun dengan pemijatan pada bagian tubuh tertentu.
2.15 Asuhan Fisioterapi Pada Down Syndrome
A. Pengkajian
1. Selama Masa Neonatal Yang Perlu Dikaji :
31
a. Keadaan suhu tubuh terutama masa neonatal
b. Kebutuhan nutrisi / makan
c. Keadaan indera pendengaran dan penglihatan
d. Pengkajian tentang kemampuan kognitif dan perkembangan mental
anak
e. Kemampuan anak dalam berkomunikasi dan bersosialisasi
f. Kemampuan motorik
g. Kemampuan keluarga dalam merawat anak denga syndrome down
terutama tentang kemajuan perkembangan mental anak
2. Pengkajian terhadap kemampuan motorik kasar dan halus
3. Pengkajian kemampuan kognitif dan perkembangan mental
4. Pengkajian terhadap kemampuan anak untuk berkomunikasi
5. Tes pendengaran, penglihatan dan adanya kelainan tulang
6. Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap diagnosis dan kemajuan
perkembangan mental anak.
B. Diagnosa
1. Perubahan nutrisi (pada neonatus) : kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan kesulitan pemberian makanan karena lidah yang menjulur dan
palatum yang tinggi.
2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kemampuan pendengaran
yang berkurang.
3. Kurangnya interaksi sosial anak berhubungan dengan keterbatasan fisik
dan mental yang mereka miliki.
32
4. Defisit pengetahuan (orang tua) berhubungan dengan perawatan anak
syndrom down.
C. Problem Fisioterapi
Keterlambatan perkembangan motorik kasar dan ketidakmampuan
mengontrol gerakan mid-range.
Abnormal alighment pada waktu berdiri. Anak bertumpu pada posisi
medial kali dan ditemukan joint laxity pada beberapi sendi.
Anak kurang memahami konsep latihan.
Ditemukan adanya keterlambatan psikososial dibanding anak normal
D. Perencanaan fisioterapi
Stimulasi kekuatan
Stimulasi dalam berbicara
Stimulasi keseimbangan
Stimulasi posisi tinggi
Stimulasi bermain
E. Implementasi
1. Berikan nutrisi yang memadai
a. Lihat kemampuan anak untuk menelan
b. Beri informasi pada orang tua cara yang tepat / benar dalam memberi
makanan yang baik
c. Berikan nutrisi yang baik pada anak dengan gizi yang baik
2. Anjurkan orang tua untuk memeriksakan pendengaran dan penglihatan
secara rutin
3. Gali pengertian orang tua mengenai syndrom down.
33
a. Beri penjelasan pada orang tua tentang keadaan anaknya
b. Beri informasi pada orang tua tentang perawatan anak dengan
syndrom down
4. Motivasi orang tua agar :
a. Memberi kesempatan anak untuk bermain dengan teman sebaya agar
anak mudah bersosialisasi
b. Memberi keleluasaan / kebebasan pada anak untuk berekspresi
5. Berikan motivasi pada orang tua agar memberi lingkungan yang
memadai pada anak
a. Dorong partisipasi orang tua dalam memberi latihan motorik kasar
dan halus serta pentunjuk agar anak mampu berbahasa
b. Beri motivasi pada orang tua dalam member latihan pada anak dalam
aktivitas sehari-hari.
6. Bermain pada posisi tertentu dengan menyangga berat badan
7. Bermain dengan benda-benda yang permukaanya berbeda
8. Mengembangkan kemampuan menumpu berat badan pada segala posisi
untuk memperbaiki postur
9. Bermain sambil menari, menangkap dan melempar bola, duduk di
guling dll.
F. Evaluasi
1. Tidak ada kesulitan dalam pemberian makan pada anak Anak sehingga
anak mendapat nutrisi yang cukup
2. Pendengaran dan penglihatan anak dapat terdeteksi sejak dini dan dapat
dievaluasi secara rutin
34
3. Keluarga turut serta aktif dalam perawatan anak syndrom down dengan
baik
4. Anak mampu bersosialisasi dan berinteraksi dengan baik sehingga anak
dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain tidak merasa minder.
5. Dilakukan secara teratur dan periodik sesuai dengan perkembangan
yang sudah dicapai oleh anak.
2.16 Prognosis
Prognosis penderita down syndrome sangat bervariasi, tergantung pada
jenis komplikasi (cacat jantung, kerentanan terhadap infeksi, pengembangan
leukemia) dari masing-masing bayi. Keparahan dari keterbelakangan secara
signifikan juga dapat bervariasi. Tetapi, kebanyakan anak-anak dengan down
syndrome bertahan hidup hingga dewasa. Namun, prognosis untuk bayi yang baru
lahir dengan down syndrome lebih baik daripada sebelumnya. Karena pengobatan
medis yang semakin modern, dengan menggunakan antibiotik untuk mengobati
infeksi dan pembedahan untuk mengobati cacat jantung dan harapan hidup
mereka telah meningkat pesat. Masyarakat dan dukungan keluarga
memungkinkan penderita down syndrome memiliki hubungan yang berarti, serta
dengan adanya program-program pendidikan, dapat membantu penderita down
syndrome untuk lebih kreatif, sehingga mereka pun dapat bekerja.
Saat ini, diperkirakan sekitar 80% anak dengan DS hidup sehingga usia 10
tahun, dan hampir 40% hidup sehingga 50 tahun. Tingginya angka kejadian
penyakit jantung bawaan pada individu DS mengakibatkan 80% kematian.
35
BAB IIIPENUTUP
3.1 Kesimpulan
Down syndrome merupakan bentuk keterbelakangan mental yang
disebabkan karena adanya abnormalitas kromosom, sehingga berdampak pada
kualitas hidup individu. Walaupun tidak bisa disembuhkan, tetapi penderita ini
bisa dilatih dan dididik secara khusus, dengan cara memberikan keterampilan
musik, mengajaknya berinteraksi satu sama lain, perawatan medis di tempat yang
ditentukan, lingkungan keluarga yang kondusif, dan pelatihan kejuruan dapat
meningkatkan perkembangan keseluruhan anak-anak dengan down syndrom.
Meskipun beberapa keterbatasan genetik fisik down syndrom tidak dapat diatasi,
pendidikan dan perawatan yang tepat akan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Dan hal yang paling penting, adalah sikap memahami dan penerimaan tanpa
syarat (unconditional positive regards) dari orangtua dan keluarga terdekat
penderita down syndrome, agar mereka juga dapat mengaktualisasikan dirinya
dengan segala keterbatasan dan potensi yang mereka miliki. Sindrom down
memiliki banyak manifestasi klinik tetapi memiliki kekhasan dalam wajah yang
disebut mongolodi face atau wajah khas sindrom down.
3.2 Saran
Dengan demikian diharapkan akan ada peningkatan fungsi secara
maksimal. Selain itu fungsi tubuh juga harus tetap ditingkatkan untuk mendukung
peningkatan aktivitas dalam lingkungannya.
37
Selama pemberian tindakan fisioterapi, selalu diperhatikan toleransi pasien
terhadap perubahan posisi. Selain pasien yang sudah lama berbaring, gangguan
sistem saraf otonomi akan lebih menghambat program mobilisasi. Dengan tidak
mengurangi pentingnya pengobatan pada tahap lanjut, keberhasilan penanganan
pada kasus Down Syndrome secara menyeluruh sangat tergantung pada perawatan
tahap awal. Akan tetapi kelainan ini tidak dapat sembuh, karena DS penyakit
didalam kandungan. Sehinnga terapis dan ahli medis lainnya hanya melatih
kemapuan dan kemandirian si anak.
Oleh karenanya kerja sama yang baik tim medik pada tahap ini akan
menentukan hasil akhir kondisi pasien, termasuk diantaranya penatalaksanaan
fisioterapi pada tahap lanjut yang akan mengembalikan penderita ke langkah yang
lebih baik lagi.
38
DAFTAR PUSTAKA
Ammerman, Robert, T, Ph. D., & Hersen, Michel, Ph. D. (1997). Handbook of Prevention and Treatment with Children and Adolescents. ( 495-513). New York: United States of Amerika
Anonim. (2010). Down Syndrome. www. en.wikipedia.org/wiki/Down_syndrome . Diakses pada 7 Maret 2010
Aryanto. (2008). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome. www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Chaplin, JW. (1995). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Cuncha. (1992). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome. www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Davison, Gerald, C, dkk. (2006). Psikologi Abnormal (terjemahan). (706-717). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Depag RI. (1971). Al- Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta
Elsa. (2003). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome. www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Monks, dkk. (2008). Penyebab Down Syndrome. www.digilib.petra.ac.id. Diakses pada 7 Maret 2010
Nusdwinuringtyas, Nury. (2008). Yazid dan Diagnosa Sindroma Down. www.wikimu.com/News/DisplayNews.aspx?id=6047. Diakses pada 20 Februari 2010.
Olds, dkk. (1996). Apa sih Down Syndrome?. www.tulisan-bebas.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Santrock, John W. (2002). Life-Span Development. Jakarta: Erlangga
Sobbrie. (2008). Gangguan Pemahaman Bahasa pada Anak Down Syndrome. www.tx-wicara.blogspot.com. Diakses pada 20 Februari 2010
Supratiknya, A, Dr. (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius
Suryo, Ir. (2001). Genetika Manusia. (259-272). Jogjakarta: Gadjah Mada University Press
Ulrich. (2008). Effects of Intensity of Treadmill Training on Developmental Outcomes and Stepping in Infants With Down Syndrome: A Randomized Trial. Vol. 8,114-122
39