23
Duniaku Dunia Pendidikan Kamis, 07 Agustus 2014 TUJUAN HUKUM MAKALAH TUJUAN HUKUM Disajikan Untuk Perkuliahan Pengantar Ilmu Hukum Dosen : Mariatul Kiftiah, S.Pd., M.Pd. Di susun Oleh: Kelompok !l Mis"ah Hajihi !#!#$%&' !riani !#!#$%(# )ka Sri Muda*ani !#!#$#' +ina Kesuma ardani !#!#$% Khairunnisa !#!#$%#- Mirajiah !#!#$% ' Muhammad Ha"i"urrahman !#!#$## /i0ki !ul*a /ahman !#!#$#% P/O+/!M S1UDI P)2DIDIK!2 P!23!SI4! D!2 K)5!/+!2)+!/!!2 6!KU41!S K)+U/U!2 D!2 I4MU P)2DIDIK!2 U2I7)/SI1!S 4!M8U2+ M!2+KU/!1 8!29!/M!SI2

Duniaku Dunia Pendidikan.PENTING

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aminudin.makalah penting sekali.

Citation preview

Duniaku Dunia Pendidikan Kamis, 07 Agustus 2014TUJUAN HUKUM

MAKALAHTUJUAN HUKUM

Disajikan Untuk Perkuliahan Pengantar Ilmu HukumDosen : Mariatul Kiftiah, S.Pd., M.Pd.

Di susun Oleh:Kelompok 2Al Misbah HajihiA1A213058ArianiA1A213071Eka Sri MudayaniA1A213218Gina KesumawardaniA1A213202KhairunnisaA1A213016MirajiahA1A213048Muhammad HabiburrahmanA1A213211Rizki Aulya RahmanA1A213210

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBANJARMASIN2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah Pengantar Ilmu Hukum yang berjudul Tujuan Hukum .

Penyusunan makalah ini di buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam mempelajari mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mariatul Kiftiah, S.Pd., M.Pd. yang telah membimbing penulis pada mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna baik materi maupun cara penulisannya. Namun demikian, penulis telah berupaya dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat penulis harapkan untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

Akhirnya penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 03 Oktober 2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiBAB I. PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang 1 B. Rumusan Masalah 2 C. Tujuan Penulisan 2 D. Manfaat Penulisan 2BAB II. PEMBAHASAN 3A. Pengertian Tujuan Hukum3B. Perkembangan Pandangan tentang Tujuan Hukum 5BAB III. ANALISIS 20 A. Tujuan Hukum Menurut Para Ahli Hukum 20B. Garis Besar Tujuan Hukum 20BAB III. PENUTUP 21A. Kesimpulan 21B. Saran 21DAFTAR PUSTAKA 22

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangDalam pergaulan masyarakat terdapat aneka ragam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu. Dengan banyak dan aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar tidak terjadi kekacauan. Salah satu sistem yang dipergunakan dalam menegakkan norma atau kaedah yang merupakan kesepakatan bersama, agar dapat menjadi pedoman hidup adalah adanya suatu lembaga peradilan. Pada awal perkembangannya digunakan hanya sekedar untuk menegakkan kepastian hukum. Hal ini dianggap penting bukan hanya untuk mewujudkan satu kehidupan masyarakat yang teratur, tetapi lebih merupakan suatu syarat mutlak bagi terbentuknya suatu organisasi kehidupan yang dapat menjamin adanya suasana kehidupan yang aman dan tenteram.Perkembangan kehidupan masyarakat ke arah suatu bentuk kehidupan yang lebih maju, menghendaki bukan hanya sekedar penegakan kepastian hukum belaka, tetapi masyarakat yang telah secara sadar memahami bahwa dalam pola hidup bermasyarakat, penegakan hukum bukan hanya sekedar kepastian hukum yang dapat membawa ketenteraman dan kedamaian, tetapi penegakan hukum itu memerlukan pula upaya penegakan keadilan dan kegunaan (Satjipto Rahardjo, 1996;19) atau kemanfaatan (Sudikno Mertokusumo, 1993; 1), sebab menumbuhkan keadilan hukum di kalangan masyarakat itu akan berarti tidak terjadinya kesewenang-wenangan antara individu yang satu dengan yang lain.Demikian pula dengan menegakkan kegunaan / kemanfaatan hukum akan membawa kepada suatu suasana aman, tertib dalam kehidupan suatu masyarakat. Kehidupan masyarakat tersebut yang kemudian berkembang menjadi suatu negara, tentunya lebih memerlukan suatu perangkat peraturan formal yang akan menjadi alat pengatur kehidupan warga negara, yang dalam hal ini dalam rangka penegakan norma-norma kehidupan, memerlukan perangkat khusus guna penegakan hukumnya, yang dimulai dengan penyediaan aturan yang akan dipedomani, kemudian ditetapkan penegak hukumnya, dilengkapi dengan sarana atau fasilitas penegakan hukum, yang dengan ketiga unsur ini, diharapkan apa yang menjadi kebutuhan dasar warga negara dalam bidang penegakan hukum akan dapat terwujud.

B. Rumusan Masalah1. Apa pengertian tujuan hukum ?2. Bagaimana perkembangan pandangan tentang tujuan hukum ?

C. Tujuan Penulisan1. Memahami tujuan hukum2. Mengetahui pandangan beberapa tokoh tentang tujuan hukum

D. Manfaat Penulisan1. Agar memahami tujuan hukum2. Agar mengetahui pandangan para ahli hukum tentang tujuan hukum3. Lebih memperkaya diri tentang pengetahuan hukum serta tujuannya

BAB IIPEMBAHASAN

A. Pengertian tujuan hukumTujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai . Hukum menghendaki perdamaian . Pikiran itu diucapkan dalam salah satu prolog dari hukum rakyat Franska salis , lex salics ( kira kira 500th sebelum masehi ), zaman dahulu sangat berpengaruh dalam hidup bangsa bangsa Germania .Dengan menjalankan tujuan hukum tersebut, maka tercipta tatanan masyarakat yang tertib, damai, adil yang ditunjang dengan kepastian hukum sehingga kepentingan individu dan masyarakat dapat terlindungi. Dalam beberapa literatur Ilmu Hukum para sarjana hukum telah merumuskan tujuan hukum dari berbagai sudut pandang, dan paling tidak ada 3 teori:1. Teori etisTeori etis pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani, Aristoteles, dalam karyanya ethica dan Rhetorika, yang menyatakan bahwa hukum memiliki tujuan suci memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya. Menurut teori ini hukum semata-mata bertujuan demi keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan etis kita mana yang adil dan mana yang tidak. Artinya hukum menurut teori ini bertujuan mewujudkan keadilan.Mengenai isi keadilan, Aristoteles membedakan adanya dua macam keadilan; justitia distributive (keadilan distributif) dan justitia commulative (keadilan komuliatif). Keadilan distributif adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap orang berdasarkan jasa atau haknya masing-masing. Makna keadilan bukanlah persamaan melainkan perbandingan secara proposional. Adapun keadilan kumulatif adalah keadilan yang diberikan kepada setiap orang berdasarkan kesamaan. Keadilan terwujud ketika setiap orang diperlakukan sama.2. Teori UtilitisMenurut teori utilitis (utilities theorie) hukum bertujuan untuk menghasilkan kemanfaatan yang sebesar-besarnya pada manusia dalam mewujudkan kesenangan dan kebahagiaan. Penganut teori ini adalah Jeremy Bentham dalam bukunya Introduction to the morals and legislation. Pendapat ini dititik beratkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan aspek keadilan.3. Teori CampuranMenurut Apeldoorn tujuan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Mochtar Kusumaatmadja menjelaskan bahwa kebutuhan akan ketertiban ini adalah syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat yang teratur dan damai. Kedamaian atau damai adalah suatu keadaan yang meliputi dua hal, yaitu ketertiban atau keamanan (orde) dan ketenteraman atau ketenangan (rust). Ketertiban tertuju pada hubungan lahiriah, dengan melihat pada proses interaksi antar-pribadi dalam bermasyarakat. Sedangkan ketenteraman tertuju pada keadaan batin yaitu melihat pada kehidupan batiniah masing-masing pribadi dalam masyarakat. Dan untuk mewujudkan kedamaian masyarakat maka harus diciptakan kondisi masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan satu dengan yang lain, dan setiap orang (sedapat mungkin) harus memperoleh apa yang menjadi haknya. Dengan demikian pendapat ini dikatakan sebagai jalan tengah atau campuran antara teori etis dan utilitis.Dengan demikian, pada hakikatnya tujuan hukum menghendaki keseimbangan kepentingan, ketertiban, keadilan, ketenteraman, kebahagiaan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi setiap manusia. Tujuan hukum mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil. Hukum menghendaki pelayanan kepentingan setiap orang, baik secara individual maupun kelompok tidak diganggu oleh orang atau kelompok lain yang selalu menonjolkan kepentingan pribadinya atau kelompoknya, sehingga pada intinya tujuan hukum adalah agar terciptanya kebenaran dan keadilan.Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan. Dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuan itu, hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antarindividu dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum, serta memelihara kepastian hukum.

B. Perkembangan Pandangan tentang Tujuan HukumPemikir Yunani yang untuk pertama kalinya berbicara tentang tujuan hukum adalah Aristoteles. Filsuf ini melihat realita bahwa secara alamiah manusia adalah binatang politik (zoon politikon) atau sering diperhalus dengan makhluk bermasyarakat. Ia mengemukakan bahwa suatu negara didasarkan atas hukum sebagai satu-satunya sarana yang tepat dan dapat digunakan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik yang merupakan tujuan utama organisasi politik. Akan tetapi, Aristoteles menyadari bahwa dalam pelaksanaan hukum bukan tidak mungkin untuk kasus-kasus konkret akan terjadi kesulitan dalam penerapan hukum yang kaku. Untuk mengatasi masalah tersebut, Aristoteles mengusulkan adanya equity. Ia mendefinisikan equity sebagai koreksi terhadap hukum apabila hukum itu kurang tepat karena bersifat umum. Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum mempertimbangkan sebagian besar peristiwa yang situasi dan tipenya bersifat biasa saja, yaitu bukan peristiwa yang aneh. Dari peristiwa-peristiwa yang biasa dan sering terjadi dan bahkan mungkin dapat di bayangkan akan terjadi tersebut dibuat aturan-aturan untuk diterapkan kepada peristiwa-peristiwa tersebut atau peristiwa-peristiwa yang mirip dengan peristiwa-peristiwa itu. Sudah barang tentu ketentuan-ketentuan demikian tidak serta-merta secara semena-mena diterapkan untuk peristiwa-peristiwa yang khusus dan unik. Apabila terjadi kasus yang unik, hakim harus berani mengambil huruf-huruf undang-undang dan memutus kasus itu dengan bertindak seakan-akan pembuat undang-undang yang seharusnya dapat menduga bahwa kasus semacam itu mungkin terjadi.Dari apa yang dikemukakan Aristoteles tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan hukum menurut Aristoteles adalah untuk mencapai kehidupan yang baik itu diperlukan hukum. Akan tetapi manakala hukum terlalu kaku, dilakukan pelunakan yang disebut equity. Dalam hal ini Aristoteles tidak membicarakan ketertiban sebagai tujuan hukum. Hal itu disebabkan Aristoteles melihat realita bahwa manusia secara alamiah memang makhluk sosial, sehingga betapa kecilnya pun suatu satuan kehidupan bermasyarakat, akan tetapi manusia hidup berkelompok. Dalam kehidupan macam seperti itu bukan ketertiban yang menjadi permasalahan dalam hidup bermasyarakat. Masalah keadilan merupakan masalah yang bersifat filosofis yang merupakan pokok perbincangan filsafat hukum.Pandangan Aristoteles mengenai tujuan hukum ini diadopsi oleh Thomas Aquinas dan dikembangkan lebih jauh pada abad Pertengahan. Sebagaimana Aristoteles mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, Thomas Aquinas menyatakan bahwa secara ideal hukum terpancar dari kekuasaan untuk memerintah guna kebaikan bersama. Ia selanjutnya, menyatakan bahwa hukum adalah sesuatu yang hidup secara batiniah di dalam masyarakat. Tugas hukum yang memadai tertulis dalam hati dan kehendak rakyat karena manusia merupakan makhluk rasional. Hukum menurut Thomas Aquinas adalah terutama berkaitan dengan kewajiban yang diletakkan oleh nalar.Karena manusia adalah bagian dari masyarakat secara keseluruhan, hukum harus ditunjuk sebagai kesejahteraan dan sentosa (well-being) masyarakat secara keseluruhan. Nalar mempunyai kekuatan untuk menggerakkan kehendak. Oleh karena itulah, apabila kehendak penguasa ingin dituangkan kedalam hukum harus mengarah pada nalar yang mencapai tujuan itu. Berdasarkan hal ini Thomas Aquinas menyatakan bahwa, It is in the sense that we should understand the saying that will of prince has the power of law. In other sense the will of the prince becomes an evil rather than law. Dengan demikian menurut Thomas Aquinas, hukum tidak lain dari pada pengaturan secara rasional untuk kesejahteraan dan sentosa (well-being) masyarakat secara keseluruhan tidak peduli siapa yang membuatnya, pemerintah atau masyarakat. Pada akhirnya Thomas Aquinas berkata: Akibat yang diharapkan dari hukum adalah membimbing orang-orang yang diatur ke arah kebajikan. Dengan demikian, dasar yang benar satu satunya bagi pembentuk undang-undang adalah niatnya untuk menjamin kebaikan umum sesuai dengan keadilan Ilahi.Selama abad Pertengahan, gereja melupakan pusat kehidupan di Eropa. Lembaga itu mengontrol lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan dan teologi menduduki tempat pertama di antara ilmu pengetahuan. Semua pengetahuan terpancar dari sumber sumber utama kepercayaan Kristiani yang ditafsirkan oleh Gereja Roma.Pada abad XVI, dominasi kehidupan rohani gereja diserang oleh gerakan Protestan. Kaum Protestan melakukan reinterpretasi terhadap ayat-ayat Alkitab, yang menyatakan bahwa semua jiwa mempunyai nilai yang sama dihadapan Allah mengandung pengertian bahwa setiap orang mempunyai hak untuk bersekutu dengan makhluk Yang Ilahi tanpa perlu perantaraan seorang iman. Oleh karena itu, individu mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk membangun pandangan mengenai keinginan Allah dan tentang prinsip prinsip pedoman hidup daripada yang dimiliki dari abad sebelumnya.Serangan terhadap hierarki pada abad XVI dalam bidang kerohanian diarahkan pada tataan Gereja Katolik dan untuk hal-hal yang duniawi ditujukan pada tatanan feodalisme. Dalam tatanan feodalisme, perekonomian didasarkan pada kekuasaan para tuan tanah atas para budak dan didasarkan pada kekuatan asosiasi para pedagang dan pembuat barang dagangan. Adapun bidang politik pada tatanan feodalisme dikuasai oleh mereka yang memiliki hak istimewa. Tatanan yang bersifat hierarkis di semua bidang kehidupan tersebut pada abad XVI dilawan. Ternyata, perlawanan tersebut berhasil dan melahirkan kekuatan sekuler, individualistis, dan liberistis dalam bidang politik ekonomi, dan kehidupan intelektual.Dalam bidang hukum, awal abad modern tersebut didominasi oleh bentuk baru pandangan hukum alam yang biasanya disebut sebagai aliran hukum alam klasik. Aliran ini sebenarnya merupakan akibat sampingan dari kekuatan kekuatan yang mentransformasi Eropa sebagai hasil revolusi yang dilancarkan kepada kaum Protestan. Pada abad XVII dan XVIII aliran ini dengan berbagai variasi dan manifestasinya mendominasi Eropa. Akan tetapi, tidak dapat dikatakan bahwa aliran hukum alam klasik merupakan suatu pemutusan hubungan sama sekali dengan teori hukum Aristoteles dan pemikiran skolastik abad Pertengahan yang diajarkan oleh Thomas Aquinas. Sebaliknya, tidak dapat disangkal adanya pengaruh Aristoteles dalam pemikiran skolastik terhadap aliran yang baru ini. Namun demikian, aliran hukum alam klasik ini mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari aliran hukum alam skolastik abad pertengahan. Pertama, aliran hukum alam klasik ini memisahkan antara hukum dan teologi yang dalam hal ini penggunaan nalar dalam membedakan antara lex devina dan lex naturalis sebagaimana dikemukakan Thomas Aquinas merupakan dasar berpijak aliran hukum alam klasik ini. Kedua, aliran hukum alam klasik ini memercayai bahwa sistem aturan yang konkret dan perinci merupakan deduksi dari nalar. Para penganut aliran hukum alam klasik ini meyakini bahwa kekuatan nalar bersifat universal bagi semua orang dan bangsa dan untuk segala masa, sehingga sistem hukum yang lengkap dan memadai dapat dibangun di atas suatu fondasi analisis rasional terhadap kehidupan sosial manusia. Ketiga, aliran hukum alam pasca-abad Pertengahan melalui proses perkembangan yang perlahan-lahan mengubah titik berat dari hukum nalar yang secara objektif terletak pada hakikat sosial manusia ke doktrin yang memberi tempat kepada hak-hak alamiah manusia dan inspirasi individunya untuk mengambil peranan yang dominan. Keempat, aliran hukum alam klasik membuat langkah-langkah yang perlahan-lahan mengubah pola pendekatan dari yang bersifat teologis ke pendekatan kausalitas dan empiris terhadap hakikat manusia.Perkembangan aliran hukum alam klasik ini bisa dibedakan menjadi tiga periode. Ketiga periode itu berkaitan dengan tingkatan perkembangan sosial, ekonomi, dan intelektual. Periode pertama yang terjadi setelah Renaissance dan Reformasi merupakan proses emansipasi terhadap teologi dan feodalisme adab Pertengahan. Periode ini ditandai dengan bangkitnya Protestanisme dalam bidang agama, timbulnya kekuasaan dalam bidang politik, dan tumbuhnya merkantilisme dalam bidang ekonomi. Para pemikir pada periode ini adalah Thomas Hobbes de Groot, Benedict Spinoza, Samuel Pufendorf, dan Christian Wollf. Periode kedua berlangsung hampir bersamaan dengan berkobarnya Revolusi Puritan Inggris yang ditandai dengan tendensi menuju kapitalisme bebas dalam bidang ekonomi dan liberalisme dalam bidang politik. Pada periode ini yang menonjol adalah pandangan John Locke dan Montesquiea. Selanjutnya, periode ketiga ditandai dengan kepercayaan yang kuat terhadap demokrasi. Pada periode ini yang hanya dapat dipelajari dari karya Jean-Jacques Rousseau yang disebut hukum alam tidak lain dari General Will atau istilah yang dipakai oleh Rousseau Volont General dan keputusan mayoritas rakyat. Namun karena periode ketiga ini tidak memiliki kaitan dengan tujuan hukum, dalam tulisan ini tidak dikemukakan pandangan Rousseau. Pandangan Rousseau hanya tepat untuk studi ilmu negara.Dalam kaitannya dengan perbincangan mengenai tujuan hukum, pandangan yang perlu dikemukakan pada periode pertama aliran hukum alam klasik adalah pandangan Thomas Hobbes. Hal itu disebabkan, pertama, hanya Thomas Hobbes yang secara jelas membicarakan masalah tujuan hukum, dan kedua, pandangan Hobbes ini sering disalahtafsirkan sebagai suatu pandangan yang seakan-akan sudah diterima sebagai pandangan yang berlaku umum. Menurut pandangan Hobbes, tujuan hukum adalah untuk ketertiban sosial. Pandangan inilah yang sering disalahtafsirkan seakan-akan memang benar bahwa adanya hukum terutama memang untuk mengatur kehidupan bermasyarakat. Pandangan Hobbes ini sebenarnya lahir dari kehidupan dan situasi lingkungan kehidupan Thomas Hobbes yang suram.Pada 5 April 1588, terdengar kabar bahwa armada Spanyol berlayar ke Inggris yang waktu itu diperintah oleh Ratu Elizabeth I. Oleh karena terkejut, istri pejabat administrasi kerajaan yang bernama Thomas Hobbes yang sedang hamil tua, lalu melahirkan Thomas Hobbes junior. Si junior ini menyatakan: My Mother dear did bring forth twins at once, both me and fear. Pada saat Thomas Hobbes junior ini menginjak dewasa, ia menyaksikan Inggris dilanda perang saudara. Keadaan demikian dilukiskan oleh Thomas Hobbes junior sebagai status naturalis, yaitu keadaan ilmiah, suatu keadaan pra-negara. Ia lalu berspekulasi bahwa situasi status naturalis, manusia bersifat egois, suka menyakiti sesamanya, brutal, dan agresif. Situasi demikian harus diakhiri dengan membuat perjanjian masyarakat sehingga terwujud status civilis.Status naturalis oleh Hobbes diartikan suatu keadaan tanpa adanya pemerintahan yang teratur. Dalam situasi semacam itu setiap orang menjadi serigala terhadap sesamanya (homo homili lupus) dan berada dalam iklim saling membenci, ketakutan, dan saling percaya sehingga semua orang berperang melawan semua orang lainnya (bellum omnium contra omnes). Di dalam perang ini oleh Hobbes semua orang dianggap mempunyai kekuatan yang sama. Oleh karena itulah, dalam situasi demikian menurut Hobbes tidak ada benar atau salah baik secara moral dan secara hukum. Semua orang mempunyai hak yang sama atas semua benda dan keuntungan merupakan satu-satunya ukuran keabsahan suatu hak. Selanjutnya, ia mengatakan bahwa di dalam status naturalis setiap orang memiliki hak alamiah untuk mempertahankan jiwa dan raganya dengan segala kekuatan yang dimilikinya ia menghadapi serangan dari pihak lain.Akan tetapi, masih menurut Hobbes, manusia mempunyai kecenderungan memiliki damai daripada situasi status naturalis yang seperti perang. Hukum alam paling mendasar menurut Hobbes adalah menciptakan ketertiban. Dengan adanya ketertiban ini, aturan-aturan lain yang lebih spesifik dapat diwujudkan. Agar ketertiban tercipta, semua orang menurut Hobbes harus menyerahkan semua hak-haknya kepada seseorang yang tidak berpihak yang berkuasa.Mengingat pandangan Thomas Hobbes ini berpangkal dari suatu spekulasi, pandangan yang dikemukakan olehnya merupakan suatu pandangan yang bersifat spekulatif. Hal itu berbeda dari pandangan Aristoteles dan Thomas Aquinas yang justru berpangkal dari kondisi nyata manusia sebagai makhluk bermasyarakat. Oleh karena itu menurut aliran hukum alam kuno dan skolastik hukum ditunjukkan untuk mencapai sesuatu yang lebih tinggi dari sekedar ketertiban.Pada periode kedua perkembangan hukum alam klasik, berkembang pula pandangan yang bersifat spekulatif. Namun demikian, pandangan pada periode ini bertolak belakang dengan pandangan yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes. Periode kedua ini ditandai dengan usaha membangun perlindungan yang efektif terhadap perlanggaran hak-hak alamiah oleh pemerintah. Hukum pada periode ini dipandang terutama sebagai sarana untuk melindungi pribadi-pribadi dari kekuasaan yang bersifat kekuasaan yang bersifat otokratis dan sewenang-wenang. Timbulnya penguasa-penguasa absolut di seluruh Eropa membuktikan bahwa perlindungan terhadap kebebasan pribadi dari kecongkakan pemerintah dibutuhkan. Dengan demikian, pada periode ini terjadi perubahan pandangan tentang tujuan hukum, yaitu dari ditujukan untuk menciptakan ketertiban ke pemeliharaan hak-hak perorangan yang dalam hal ini kebebasan merupakan titik berat.Pandangan yang patut dikemukakan pada periode kedua perkembangan aliran hukum alam klasik ini adalah pandangan John Locke. Menulis setelah Glorius Revolution pada 1688, yaitu pada saat hangat-hangatnya mencari gagasan-gagasan hidup bernegara secara konstitusional, John Locke mengambil alih pikiran-pikiran abad Pertengahan mengenai superioritas dan kekuatan mengingat prinsip-prinsip moral terhadap penguasa. Akan tetapi, Locke memodernisasi pandangan abad Pertengahan itu dengan mengadopsi pikiran Thomas Hobbes dalam menggambarkan hakikat manusia yang bersifat individualistis dan menyatakan nilai-nilai individualitas itu dalam kaitannya dengan hak-hak alamiah yang tidak dapat diasingkan. Menurut John Locke, setiap pribadi mempunyai hak-hak alamiah yang dibawa sejak lahir, yaitu hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik.Oleh karena mengadopsi pandangan Hobbes yang berpangkal pada keadaan manusia yang individualistis, pandangan ini pun bersifat spekulatif. Sebagaimana Hobbes, John Locke pun juga berpangkal dari situasi status naturalis. Hanya saja terdapat perbedaan asumsi antara yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes dan yang dikemukakan oleh John Locke mengenai situasi status naturalis. Kalau Hobbes menggambarkan status naturalis sebagai suatu keadaan yang kacau balau yang semua orang berperang melawan semua orang lainnya, sebaliknya John Locke melukiskannya sebagai paradise lost, suatu keadaan yang damai, tenteram, saling menolong, dan terlindungi. Dalam situasi semacam ini manusia mempunyai semua yang disediakan oleh alam; mereka hanya tidak mempunyai organisasi.Menurut John Locke, keadaan seperti itu disebabkan manusia mempunyai nalar dan menggunakan nalar. Penggunaan nalar inilah yang membedakan manusia dari binatang. Binatang tidak menggunakan nalar, melainkan kekuatan. Apabila penguasa maupun rakyatnya sama-sama menggunakan kekuatan, bukan nalar, mereka sama halnya dengan menggunakan cara-cara binatang. Dengan menggunakan nalarnya, manusia dapat dan harus mengetahui apa yang dikehendaki Allah atas mereka. Nalar itulah yang memberikan jawaban apabila kehendak Allah tidak jelas. Semua orang mempunyai nalar dan semua orang sama. Oleh Karena itulah, setiap orang harus hidup menurut hukum alam. Nalarlah yang memungkinkan manusia memahami isi hukum alam. Tetapi, bagaimana mereka dapat membedakan antara hukum alam dan kebiasaan-kebiasaan atau keinginan-keinginan mereka sendiri? John Locke menjawabnya bahwa kemampuan tersebut terletak pada hati nurani manusia.Status naturalis diatur oleh hukum alam. Dalam situasi pengaturan oleh hukum alam itu, setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dan merdeka. Dengan menggunakan nalarnya, tidak seorang pun boleh mengganggu kehidupan, kesehatan, kebebasan, dan hak milik orang lain. Hal itu disebabkan semua orang merupakan hasil karya cipta pencipta yang mahabijak dan mahahadir (omnipotent); semua orang merupakan hamba Tuhan yang berdaulat dan manusia di lahirkan ke dunia ini untuk menunaikan perintah-Nya dan rencana-Nya. Apa yang dilakukan manusia harus menyenangkan Tuhan, bukan menyenangkan diri sendiri. Oleh karena itulah ia dilengkapi dengan sarana yang memungkinkan setiap orang untuk bekerja sama dengan sesamanya dalam hidup bermasyarakat.Status naturalis dikuasai oleh hukum alam yang bertujuan untuk menciptakan damai sejahtera dan pemeliharaan kemanusiaan dan mengajarkan kepada setiap manusia bahwa semua orang berkedudukan sama dan merdeka sehingga tidak seorang pun mendatangkan kerugian bagi hak milik, mencederai fisik, dan mengurangi kebebasan orang lain. Selama status naturalis masih berlangsung, selama itu pula setiap orang mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan hukum alam dan menjatuhkan hukuman bagi pelanggar hukum alam dengan caranya sendiri tetapi tidak bersifat melampaui batas artinya hukuman yang dijatuhkan harus setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan.Menurut John Locke, sudah barang tentu situasi semacam itu membahayakan. Pertama, terdapat ketidakpastian dalam menikmati hak-hak alamiah yang berupa hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik karena sewaktu-waktu dapat saja terjadi penaklukan oleh masyarakat lain. Kedua, dalam menjatuhkan hukuman atas pelanggaran terhadap hukum alam, setiap orang mengangkat dirinya sendiri menjadi hakim sehingga bukan tidak mungkin dalam menjatuhkan hukuman bertindak melampaui ketentuan yang ditetapkan oleh nalar karena didasarkan atas dasar pembalasan. Untuk mengakhiri kebingungan dan ketidaktertiban yang mungkin terjadi pada status naturalis, orang-orang lalu berjanji untuk membuat suatu kehidupan bernegara. Keadaan bernegara inilah yang di sebut status civilis.Kegunaan Negara menurut John Locke adalah untuk mempertahankan hak-hak alamiah yang berupa hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik yang telah ada pada situasi status naturalis. Selanjutnya John Locke menyatakan: Hukum alam berlaku sebagai aturan abadi bagisemua orang, legislator, maupun orang lain. Kehidupan bernegara tersebut diatur oleh hukum. Dengan demikian, tujuan hukum menurut John Locke, adalah memelihara hak-hak alamiah yang telah ada pada masa status naturalis. Tujuan inilah yang harus menjadi acuan bagi legislator.Setelah John Locke, pandangan mengenai tujuan hukum dikemukakan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Berbeda dengan Thomas Hobbes dan John Locke yang berpegang kepada teori yang bersifat spekulatif, dengan mengikuti David Hume dan Adam Smith, Jeremy Bentham dalam mengembangkan pandangannya berpegang kepada pola pikir empiris.Ajaran Bentham disebut utilitiarianisme. Meskipun akar dari utilitiarianisme sebenarnya terlihat pada tulisan pada David Hume (1711-1776), yang dipandang sebagai penganjur pandangan utilitiarianisme adalah Jeremy Bentham. Menurut Bentham, alam telah menempatkan manusia di bawah perintah dua tuan yang berkuasa, yaitu kesenangan dan sengsara. Kedua hal itulah yang membimbing manusia mengenai apa yang harus di kerjakan dan apa yang harus dihindari. Sesuatu yang baik atau jahat dari suatu tindakan harus diukur dari kuantitas kesukaan atau sengsara yang ditimbulkan oleh perbuatan tersebut.Utility menurut Bentham adalah prinsip-prinsip yang menyetujui atau menolak setiap tindakan apapun juga yang tampak memperbesar atau mengurangi kebahagiaan pihak yang kepentingannya terpengaruh oleh tindakan itu. Apabila pihak yang berkepentingan adalah perorangan, prinsip Utility harus dirancang untuk meningkatkan kebahagiaannya; apabila pihak yang berkepentingan adalah masyarakat, prinsip utility harus diarahkan untuk kebahagiaan masyarakat. Tugas pemerintah, menurut Bentham, adalah meningkatkan kebahagiaan masyarakat dengan memperbesar kesenangan yang dapat dinikmati masyarakat dan memungkinkan terciptanya keamanan dengan mengurangi penderitaan. Alat mengenai benar dan salah adalah kebahagiaan terbesar untuk sebagian besar orang atau terkenal dengan ungkapan the greatest happiness for the greatest numbers. Ia percaya bahwa apabila individu-individu yang membentuk masyarakat bahagia dan bersukacita, keseluruhan Negara akan menikmati kebahagiaan dan kemakmuran.Menurut Bentham, pembentuk undang-undang yang ingin menjamin kebahagiaan masyarakat harus berjuang untuk mencapai empat tujuan yaitu, subsitensi, kelimpahan, persamaan, dan keamanan bagi warga negara. Fungsi hukum harus ditujukan untuk memenuhi keempat tujuan tersebut, yang paling utama adalah keamanan. Menurut Bentham, keamanan menuntut bahwa pribadi seseorang, kehormatannya, hak miliknya, dan statusnya harus di lindungi, dan harapan seseorang tersebut sejauh diberikan oleh hukum harus dipertahankan. Kebebasan, meskipun merupakan bagian yang sangat penting dalam pandangannya harus mengalah kepada keamanan, artinya apabila harus dipilih mana yang harus didahulukan, kebebasan atau keamanan, menurut Bentham, keamananlah yang harus di prioritaskan, karena hukum tidak dapat dibuat kecuali harus mengorbankan kebebasan.Setelah keamanan, yang harus dikedepankan oleh pembentuk undang-undang adalah persamaan. Akan tetapi menurut Bentham, hal itu harus dipertimbangkan manakala keamanan tidak terganggu. Persamaan yang ada dalam benak Bentham bukanlah persamaan kondisi, melainkan persamaan kesempatan. Persamaan ini merupakan suatu persamaan yang memungkinkan setiap orang untuk mencari sendiri kebahagiaannya dan berjuang untuk menjadi kaya dan hidup dengan kehidupannya sendiri.Bentham menghendaki adanya liberalisme di bidang ekonomi (laissez faire) dan hak milik pribadi. Suatu Negara, ia mengatakan, dapat menjadi kaya dengan tiada jalan lain kecuali mempertahankan penghargaan atas hak milik. Masyarakat harus mendorong inisiatif individu dan perusahaan swasta. Hukum tidak dapat berbuat apa-apa untuk memberikan secara langsung bahan-bahan kebutuhan hidup masyarakat; apa yang dapat dilakukan oleh hukum adalah menciptakan motif, yaitu memberi penghargaan atau menjatuhkan nestapa yang dengan melalui hukum tersebut manusia dengan kekuatannya dapat dibimbing ke arah pemenuhan kebutuhan hidup mereka sendiri. Hukum juga tidak mungkin mengarahkan manusia secara langsung untuk hidup berlimpah; yang dapat dilakukan oleh hukum adalah menciptakan kondisi yang menstimulasi dan menghargai usaha manusia untuk menciptakan hal-hal baru.Kiranya bukan tanpa alasan Bentham menempatkan tujuan dibuatnya aturan hukum untuk keamanan dan persamaan. Ia tidak menempatkan kebebasan sebagai tujuan hukum. Hal itu disebabkan, menurut Bentham, kekuasaan parlemen tidak boleh dibatasi, artinya parlemen harus benar-benar berdaulat. Legislatif yang berdaulat ini bersifat omnipotent. Dan, yang menjadi landasan bagi undang-undang adalah prinsip utility. Dari kewenangan yang ada pada parlemen yang selalu digunakan adalah keinginan yang tetap untuk memberikan kesenangan yang bersifat nasional, yaitu kebahagiaan sebagian besar orang.Metode penyusunan undang-undang yang diajarkan oleh Bentham adalah mengukur akibat yang ditimbulkan oleh suatu perbuatan, apabila suatu perbuatan menimbulkan sengsara, perbuatan itu harus dilarang. Perbuatan yang mendatangkan sengsara merupakan suatu perbuatan yang jahat. Menurut Bentham ada dua macam perbuatan jahat, yaitu perbuatan primer dan perbuatan jahat sekunder, dan keduanya harus diperhatikan oleh legislator. Ia memberi contoh, seorang perampok telah berbuat jahat terhadap korban yang dirampok hartanya dan dalam hal ini yang terjadi adalah perbuatan jahat primer. Akan tetapi, perampokan juga menimbulkan perbuatan jahat sekunder karena keberhasilan tindakan perampokan telah menimbulkan pandangan bahwa merampok merupakan pekerjaan yang mudah dan cepat kaya; sudah barang tentu hal ini melemahkan pandangan bahwa hak milik seseorang harus dihormati; akibatnya, orang merasa tidak aman memiliki hartanya sendiri. Perbuatan jahat sekunder ini menurut Bentham lebih penting daripada perbuatan jahat primer karena kerugian aktual yang dialami oleh korban lebih ringan dibandingkan dengan kerugian dalam kaitannya dengan melemahkan stabilitas dan keamanan dalam masyarakat secara keseluruhan.Hukum ditujukan untuk meningkatkan kebahagiaan masyarakat secara keseluruhan dengan cara melarang perbuatan-perbuatan, yang, mendatangkan sengsara. Suatu perbuatan yang patut pidana, menurut Bentham, adalah suatu perbuatan yang jelas-jelas merugikan kebahagiaan masyarakat; hanya suatu perbuatan yang dengan cara tertentu yang menimbulkan sengsara sehingga mengurangi kesenangan individu atau kelompok tertentu yang harus menjadi perhatian hukum. Menurut Bentham, fungsi pemerintah adalah meningkatkan kebahagiaan masyarakat dengan memidana barangsiapa yang melakukan perbuatan yang melanggar prinsip utility. Bentham meyakini bahwa apabila legislator hanya menggunakan prinsip utility dalam menentukan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang, banyak perbuatan yang diatur oleh hukum pada masa ia hidup harusnya dipandang sebagai perbuatan-perbuatan dalam ruang lingkup pergaulan sosial yang apabila perbuatan itu dipandang salah cukup diberi sanksi hukum. Utilitiarianisme, dengan demikian, memerlukan perbuatan-perbuatan apa saja yang layak diatur oleh pemerintah.Sebagaimana telah dikemukakan bahwa Bentham menghendaki adanya liberalisme di bidang ekonomi atau laissez faire. Hal ini menunjukkan bahwa ia sebenarnya menitikberatkan pandangannya kepada individualisme. Hal itu juga terlihat dari pandangannya mengenai tujuan hukum yang didasarkan atas prinsip utility. Tetapi ironisnya, ia juga menginginkan adanya reformasi terhadap hukum alam yang dianggapnya kuna dan kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, tidak salah kalau kemudian pada abad XX ia dipandang sebagai salah satu pencetus negara kesejahteraan kolektif.Kiranya penerapan prinsip utility dan pandangan Bentham tentang kesejahteraan kolektif telah menimbulkan kesenjangan ekonomi dalam kehidupan bernegara. Salah satu realisasi dari prinsip itu adalah kebijakan memacu pertumbuhan tanpa memerhatikan kualitas hidup rakyatnya. Dalam situasi semacam ini prinsip utility Bentham bertemu dengan pola pikir pragmatis. Sebagai contoh konkret dapat dikemukakan, ada sebuah perusahaan yang menggaji buruh rendah tetapi sesuai ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh pemerintah, barang yang dihasilkan sangat murah dan kompetitif, produknya menjadi ekspor andalan sehingga meningkatkan devisa, kinerja perusahaan investor asing yang juga melahirkan anak perusahaan sehingga membuka lapangan kerja serta adanya teknisi asing dan alat-alat produksinya memungkinkan alih teknologi. Tidak ada satu perbuatan pun yang dilakukan oleh perusahaan itu tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum. Bahkan perusahaan itu banyak mendatangkan kesenangan. Oleh karena itulah, semakin banyak perusahaan semacam itu semakin meningkat kesenangan dan kali ini sesuatu dengan prinsip utility. Dengan demikian ketentuan upah minimum yang ditetapkan oleh penguasa setempat seiring dengan prinsip utility. Akan tetapi, suatu hal yang dilupakan di sini adalah kualitas hidup dari buruh telah menjadi korban penerapan prinsip ini. Hal ini bertentangan dengan esensi hukum itu sendiri. Di sinilah kelemahan pandangan utilitarianisme.Dari pandangan perkembangan tujuan hukum di atas, maka penulis mengemukakan beberapa pendapat ahli hukum tentang tujuan hukum, diantaranya :1. Dr.Wirjono Prodjodikoro.SH.Dalam bukunya Perbuatan Melanggar Hukum mengemukakan bahwa tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagian, dan tata tertib dalam masyarakat.Ia mengatakan bahwa masing masing anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang beraneka ragam wujud dan jumlah kepentingannya tergantung pada wujud dan sifat kemanusian yang ada di dalam tubuh para anggota masyarakat masing masing. Hawa nafsu masing masing menimbulkan keinginan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidupnya sehari hari dan upaya segala kepentinganya terpelihara dengan sebaik baiknya sehingga untuk memenuhi keinginan keinginannya timbul berbagai usaha untuk mencapainya, yang menimbulkan pemberontakan pemberontakan antara bermacam macam kepentingan para anggota masyarakat. Akibat bentrokan tersebut menimbulkan guncangan antara masyarakat dan guncangan inilah yang harus dihindari. Menghindarkan guncangan dalam masyarakat inilah sebetulnya maksud dari tujuan hukum, maka dengan menghindarkan guncangan tersebut hukum dapat menciptakan berbagai hubungan antar masyarakat dalam berbagai wujud.

2. Prof. Subekti. SH.Dalam bukunya Dasar Dasar Hukum Dan Pengadilan , Prof. Subekti, SH mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya. Pengabdian tersebut dilakukan dengan cara menyelenggarakan keadilan dan ketertiban. keadilan ini digambarkan sebagai suatu keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang yang apabila melanggar menimbulkan kegelisahan dan guncangan. Kaidah ini menurut dalam keadaan yang sama dan setiap oarang menerima bagian yang sama pula .Menurut Prof. Subekti, SH, keadilan berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dan setiap oramg di beri kemampuan dan kecakapan untuk meraba dan merasakan keadaan adil itu dan segala apa yang ada di dunia ini sudah semestinya menimbulkan dasar dasar keadilan pada manusia.Dengan demikian hukum tidak hanya mencarikan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, akan tetapi juga untuk mendapatkan keseimbangan antara tuntutan keadilan tersebut dengan ketertiban dan kepastian hukum.3. Prof. Mr. Dr. L. J. ApeldoornDalam bukunya Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht , peldorn menyatakan bahwa tujan hukum adalah mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil.Untuk mencapai kedamaian hukum harus diciptakan masyarakat yang adil dengan mengadakan perimbangan antara kepentingan yang bertentang satu sama lain, dan setiap orang harus memperoleh ( sedapat mungkin ) apa yang menjadi haknya. Pendan Van Apeldoorn ini dapat dikatakan jalan tengah antara dua teori tujuan hukum, teori etis dan teori utilitis.4. AristotelesDalam bukunya rhetorica mencetuskan teorinya bahwa, tujuan hukum menghendaki keadilan semata mata dan isi daripada hukum ditentukan oleh kesadaran etis mengenai apa yag dikatakan adil dan apa yang tidak adil.Menurut teori ini hukum mempunyai tugas suci dan luhur, ialah keadilan dengan memberikan kepada tiap tiap orang apa yang berhak ia terima yang memerlukan peraturan tersendiri bagi tiap tiap kasus. Apabila ini di laksanakan maka tidak ada habis habisnya, oleh karenanya hukum harus membuat apa yang dinamakan Algemeene regals ( peraturan atau ketentuan ketentuan umum ). Peraturan ini di perlukan oleh masyarakat teratur demi kepentingan kepastian hukum, meskipun pada suatu waktu dapat menimbulkan ketidakadilan.5. Jeremy BenthamDalam buku introduction to the morals and legislation , ia mengatakan bahwa hukum bertujuan semata mata apa yang berfaedah bagi orang. Pendapat ini di titik beratkan pada hal hal yang berfaedah bagi orang banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan.Teori yang berhubungan dengan kefaedahan ini di namakan teori utilitis, yang berpendapat bahwa hukum pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan apa yang berfaedah bagi orang yang satu dapat juga merugikan orang lain, maka tujuan hukum ialah untuk memberikan faedah sebanyak banyaknya. Di sini kepastian melalui hukum bagi perorangan merupakan tujuan utama daripada hukum.Teori ini berkembang di Inggris dan pengikutnya adalah John Stuart Mill dan John Austin.6. Thomas HobbesTujuan hukum adalah memberikan hak kepada orang yang memilikinya.7. Prof. Mr J. Van KanIa berpendapat bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap- tiap manusia agar kepentingan kepentingan itu tidak dapat di ganggu. Di sini di jelaskan bahwa hukum bertugas untuk menjamin kepastian hukum di dalam masyarakat dan juga menjaga serta mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim sendiri, tetapi tiap perkara harus di selesaikan melalaui proses pengadilan berdasarkan hukum yang berlaku.8. Geny Tujuan hukum semata-mata ialah untuk mencapai keadilan. Dan ia kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur dari keadilan. Pada umumnya hukum ditujukan untuk mendapatkan keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang sedang berlaku.9. Rusli Effendy Mengemukakan bahwa tujuan hukum dapat dapat dikaji melalui tiga sudut pandang, yaitu :a) Dari sudut pandang ilmu hukum normatif, tujuan hukum dititik beratkan pada segi kepastian hukum.b) Dari sudut pandang filsafat hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi keadilan.c) Dari sudut pandang sosiologi hukum, maka tujuan hukum dititikberatkan pada segi kemanfaatan.10. Purnadi dan Soerjono Soekanto Mengatakan bahwa tujuan hukum adalah kedamaian hidup antarpribadi yang meliputi ketertiban eksternal antarpribadi dan ketenangan internal pribadi.11. S.M Amin Tujuan hukum adalah mengadakan ketertiban dalam pergaulan manusia sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.12. Roscoe PoundHukum bertujuan untuk merekayasa masyarakat, artinya hukum sebagai alat perubahan sosial (as a tool of social engeneering). Intinya adalah hukum sebagai sarana atau alat untuk mengubah masyarakat ke arah yang lebih baik, secara pribadi ataupun dalam hidup bermasyarakat.13. BellefroidTujuan hukum adalah menambah kesejahteraan umum atau kepentingan umum, yaitu kesejahteraan atau kepentingan semua anggota masyarakat.14. Philip S. James Tujuan hukum adalah memberi petunjuk bagi tingkah laku manusia yang dipaksakan kepadanya, dan dipaksakan kepada penyelenggara atau aparat negara.15. Sutjipto RahardjoTujuan hukum yang paling utama adalah membimbing manusia pada kehidupan yang baik, aman, tenteram, adil, damai, dan penuh kasih sayang.

BAB IIIANALISIS

A. Tujuan Hukum Menurut Para Ahli HukumDari pendapat-pendapat para ahli ilmu hukum yang berbeda-beda, maka dapat diambil inti sari bahwa tujuan hukum dibagi menjadi 3 teori, yaitu teori etis , teori utilitis dan teori campuran. Ada juga beberapa sarjana hukum yang mengartikan tujuan hukum sebagai mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib dalam masyarakat menurut Dr.Wirjono Prodjodikoro.SH dalam bukunya Perbuatan Melanggar Hukum atau menurut Prof. Subekti, SH dalam bukunya Dasar Dasar Hukum Dan Pengadilan , mengemukakan bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan negara yang intinya ialah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyat.

B. Garis Besar Tujuan Hukum Perkembangan pandangan tentang tujuan hukum di mulai saat pemikir Yunani yang untuk pertama kalinya berbicara tentang tujuan hukum adalah Aristoteles. Filsuf ini melihat realita bahwa secara alamiah manusia adalah binatang politik (zoon politikon) atau sering diperhalus dengan makhluk bermasyarakat dan dari itu Aristoteles mengatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mencapai kehidupan yang lebih baik sedangkan menurut Thomas Aquinas menyatakan bahwa secara ideal hukum terpancar dari kekuasaan untuk memerintah guna kebaikan bersama. Walaupun pandangan mengenai tujuan hukum terdapat perbedaan, namun seluruh pendapat itu tertuju pada terciptanya damai sejahtera dalam hidup bermasyarakat, untuk mengadakan keselamatan, kemakmuran, ketenteraman kebahagiaan dan tata tertib untuk rakyat. Hal ini tentu dimaksudkan agar terciptanya suatu lingkungan sosial yang ideal, sehingga tercipta keserasian kepentingan-kepentingan umum dan kepentingan-kepentingan pribadi.Dari keterangan-keterangan diatas, maka secara garis besar hukum bertujuan untuk terciptanya kepastian hukum, rasa keadilan dan kemanfaatan.

BAB IVPENUTUP

A. KESIMPULANDalam membicarakan tentang tujuan hukum, sama sulitnya dengan membicarakan tentang pendefinisian hukum, karena kedua-duanya mempunyai obyek kajian yang sama yaitu membahas tentang hukum itu sendiri.Atas dasar tersebut dimana hukum merupakan suatu hal yang penting dalam mengatur dan menciptakan ketertiban dalam masyarakat kiranya dapat teratasi, sehingga dapat dikatakan bahwa hukum merupakan sekumpulan peraturan mengenai tingkah laku dalam masyarakat yang harus ditaati untuk mencapai suatu tujuan. Hukum bertindak sebagai pelindung kepentingan manusia dalam masyarakat, maka hukum mempunyai sasaran yang hendak dicapai, dimana hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antara perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum itu sendiri.Dari hal tersebut, berbagai pakar di bidang hukum maupun di bidang ilmu sosial lainnya mengemukakan pandangannya masing-masing tentang tujuan hukum itu sendiri berdasarkan sudut pandang mereka masing-masing.

B. SARANTujuan hukum secara umum ialah arah atau sasaran yang hendak dicapai hukum dalam mengatur masyarakat. Dalam rumusan tentang tujuan hukum masih terdapat perbedaan pendapat antara para ahli hukum. Hal ini disebabkan karena sifatnya yang universal, adanya faktor penyebab lain yaitu dari masing-masing masyarakat atau bangsa yang memiliki karakteristik yang menjelma menjadi ideologi bangsa yang sekaligus bertujuan mencapai cita-cita hukum. Diharapkan kepada para penegak hukum bahwa di dalam proses pembentukan hukum dan proses penemuan hukum agar dapat mengkaji dan menggali nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat, agar dapat tercapai tujuan hukum.

DAFTAR PUSTAKA

Hariri, Wawan Muhwan. 2012. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.Kansil, C.S.T. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.Soeroso, R. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.Syahrani, Riduan. 2004. Rangkuman Inti Sari Ilmu Hukum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.http://blogstoryaboutme.blogspot.com/2012/11/makalah-tujuan-dan-penggolongan-hukum.html diakses pada 16 September 2013 jam 16:15