Upload
bebbysyafitrie
View
4
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Dyspepsia
Citation preview
CASE REPORT 5
Clinical Exposure 3
Bebby Syafitrie Kusuma Wardani/00000001638
IDENTITAS
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 28 tahun
Alamat : Teluk Naga
Status pernikahan : Sudah Menikah
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis, pada hari Selasa, 31 Maret 2015 bertempat di
Puskesmas Teluk Naga.
Keluhan Utama : Perut bagian atas terasa sakit
Keluhan Tambahan : Mual
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke puskesmas dengan keluhan
perut bagian atas (epigrastric) yang terasa sakit selama 1 minggu terakhir. Rasa
sakitnya tajam dan tidak menyebar ke punggung atau perut bagian bawah. Pasien
juga merasa mual terutama habis makan tetapi tidak muntah. Sesaat setelah makan,
pasien mengeluh bahwa perutnya langsung akan terasa lebih tidak enak dan ia harus
beristirahat sejenak untuk menghilangkan rasa tidak enak tersebut. Pasien juga
berkata bahwa ia merasa lebih cepat kenyang (setelah makan 8-10 sendok makan
nasi) dan terkadang merasa kembung. Karena hal itu porsi makan pasien menjadi
lebih sedikit. Pasien menyangkal adanya rasa panas didada dan rasa asam pada
tenggorokkan atau mulut pasien. Pasien belum meminum obat untuk sakit ini.
Diketahui karena aktivitas kerja pasien yang padat, pola makannya tidak teratur
(sehari makan 2 kali, jam 14.00 dan 20.00) dan ia menyukai makanan pedas dan
asam. Pasien tidak ada demam, BAB dan BAK pasien normal. Dalam skala 1-10,
pasien mengatakan bahwa sakit yang dialaminya adalah 6.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada
Riwayat Alergi : Tidak ada
Riwayat Pengobatan : Tidak ada
Riwayat Operasi : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
Riwayat Kebiasaan
Merokok : Tidak ada riwayat merokok
Alkohol : Tidak ada riwayat mengkonsumsi alkohol
Gaya hidup : Jarang sekali berolahraga
Makan : Pasien menyukai makanan yang asam dan
pedas serta mempunyai pola makan yang tidak teratur.
Riwayat Lingkungan dan Sosial
Pasien tinggal sendiri di kontrakan dengan lingkungan sekitar yang cukup
padat penduduk dengan rata-rata penduduk menengah ke bawah. Pasien tidak tahu
apa ada yang menderita sakit seperti ini dilingkungannya.
Reaksi Pasien
Feelings : Pasien khawatir terhadap sakit yang dideritanya.
Insights : Pasien khawatir sakit yang di deritanya akan bertambah parah.
Functions : Pasien menjelaskan bahwa terkadang sakit ini menganggu aktifitas
pasien.
Expectations : Pasien mengharapkan dapat sembuh dan beraktifitas normal kembali.
Pemeriksaan Fisik
Status general : Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TB/BB : 170 cm / 65 kg
Tanda – Tanda Vital : - Denyut Nadi : 85 kali/menit
- Pernafasan : 19 kali/menit
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Suhu : 36,5 oC
Inspeksi :
Wajah : Simetris
Kulit : kuning langsat, turgor kembali cepat, tidak ada lesi, tidak
sianosis.
Kepala : rambut agak coklat,tidak mudah rontok, normosefali,
deformitas (-)
Mata : pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+, sklera ikterik -/-, conjunctiva pucat -/-, mata cekung -/-
Telinga : bentuk normal dan simetris, lubang lapang dan sekret atau
darah (-)
Hidung : nafas cuping hidung (-), deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut :
Bibir : mukosa tidak tampak kering, sianosis (-)
Lidah : lidah tampak basah, tidak kotor
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax :
Paru-paru :
I : Dada statis dan dinamis simetris, lesi kulit -, otot bantu pernafasan -/-,
bentuk dada normal.
P : Pernapasan dada simetris. Tactile fremitus kanan=kiri
P : Perkusi bagian depan sonor pada kedua lapangan paru
A : Suara nafas vesikular +/+ , Ronkhi kasar -/-, Wheezing -/-
Cor :
I : Iktus kordis tidak tampak
P : Iktus kordis teraba lemah di ruang antar iga V pada garis aksilaris anterior
P : Batas kanan atas jantung ICS II linea parasternalis dekstra
Batas kanan bawah jantung ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri atas jantung ICS II linea parasternalis sinistra
Batas kiri bawah jantung di ICS V linea midklavikularis sinistra
A : S1,S2 (+) normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
I : Rata, Cekung, lesi (-), massa (-), striae (-)
P : nyeri tekan pada lapang perut (-), nyeri tekan pada ulu hati (+), massa (-),
undulasi (-), hepatosplenomegali (-), ballotement (-/-)
P : Timpani pada seluruh region abdomen, nyeri ketuk (-),shifting dullness (-)
A : Bising usus ± 8x/menit, kesan normal
Ekstremitas :
I : clubbing finger (-/-), deformitas (-/-), valgus, varus (-/-), edema (-/-)
P : krepitasi (-/-), edema (-/-), CRT < 2 detik, akral hangat
M : Nyeri gerak aktif (-), nyeri gerak pasif (-)
Resume
Laki-laki,28 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan perut bagian atas
(epigrastric) yang terasa sakit selama 1 minggu terakhir. Rasa sakitnya tajam,
berskala 6 (dari skala 1-10, 10 yang paling sakit). Pasien juga merasaterutama sehabis
makan tetapi tidak muntah. Sesaat setelah makan, pasien mengeluhkan bahwa
perutnya langsung akan terasa lebih tidak enak dan ia harus beristirahat sejenak untuk
menghilangkan rasa tidak enak tersebut. Pasien juga berkata bahwa ia merasa lebih
cepat kenyang (setelah makan 8-10 sendok makan nasi) dan terkadang merasa
kembung. Karena hal itu porsi makan pasien jadi sedikit. Pasien menyangkal adanya
rasa panas didada dan rasa asam di tenggorokkan atau mulut pasien. Pasien belum
meminum obat untuk sakit ini. Pasien mengakui karena kerjaannya, pola makannya
tidak teratur (sehari makan 2 kali, jam 14.00 dan 20.00) dan ia menyukai makanan
pedas dan asam. Dari pemeriksaan fisik didapat sedikit nyeri tekan pada bagian
epigastric.
Diagnosis Kerja
Dyspepsia
Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease
Diagnostic Reasoning
Diagnosis Tn. P adalah dyspepsia karena pasien tidak mempunyai keluhan
ataupun riwayat penyakit ginjal, jantung, maupun penyakit lainnya. Diagnosis ini
dapat ditegakkan melalui anamnesis yang menujukkan manifestasi klinis dari
dyspepsia dan diketahui tidak ada rasa panas di dada maupun rasa asam di
tenggorokkan atau mulut pasien yang dapat menyingkirkan diagnosis GERD. Pada
pemeriksaan fisik juga ditemukan adanya nyeri tekan di epigastric.
Review of Disease
Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen
bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin
digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi
atau flatus (Grace & Borley, 2006). Menurut Tarigan (2003), dispepsia
merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut
bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa
penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual,
muntah, heartburn, regurgitasi.
Patofisiologi1.Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin antiinflamasi (Il-10, TGF-β). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat menyebabkan peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus. 5,13 Insiden keluarga yang mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik.
2.Faktor Psikososial Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres
adalah faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin.
3.Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Helicobacter pylori (Hp) Mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan
epidemiologi menunjukkan kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi, walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat somatostatin.
4.Gangguan motilitas dari saluran pencernaan Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Gastric
scintigraphy ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah
antral. Dismolitas duodenum adalah keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan gastrointestinal.
5.Hipersensitivitas viseral Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat
gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis penyakit gastrointestinal fungsional. Sensasi viseral ditransmisikan dari gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan persepsi nyeri sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. Peningkatan perangsangan pada dinding perut menunjukkan disfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum terganggunya aktivitas serabut aferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya gejala dispepsia. Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat setelah rangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan penurunan motilitas duodenum.
Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme sentral. Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak yang terlibat dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit yang berhubungan dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa perubahan periperal pada gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme 28 sentral. Bagian kortikolimbikpontin otak adalah bagian pusat terpenting dalam persepsi stimuli periperal.
Klasifikasi Klasifikasi dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori
berdasarkan gejala atau keluhan: a. Postprandial Distress Syndrome
- Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu.
- Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu.
b. Epigastric Pain Syndrome - Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat
keparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu. - Nyeri interimiten. - Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus. - Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu. Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta
dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi)
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk menyingkirkan adanya
kelainan organik, pemeriksaan untuk dispepsia terbagi pada beberapa bagian 1. Pemeriksaan laboratorium, biasanya meliputi hitung jenis sel darah
yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan urin. Jika 1 ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak pada pemeriksaan tinja kemungkinan menderita malabsorpsi.
2. Barium enema untuk memeriksa saluran cerna pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
3. Endoskopi bisa digunakan untuk mendapatkan contoh jaringan dari lapisan lambung melalui tindakan biopsi. Pemeriksaan nantinya di bawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi Helicobacter pylori.
4. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti foto polos abdomen, serologi H. pylori, urea breath test, dan lain-lain dilakukan atas dasar indikasi.
Penatalaksanaan 1.Non farmakologis Gejala dapat dikurangi dengan menghindari makanan yang
mengganggu, diet tinggi lemak, kopi, alkohol, dan merokok. Selain itu, makanan kecil rendah lemak dapat membantu mengurangi intensitas gejala.
2.Farmakologis Pengobatan dispepsia mengenal beberapa obat, yaitu
a.Antasida Golongan ini mudah didapat dan murah. Antasida akan menetralisir sekresi asam lambung.
Antasida biasanya mengandung natrium bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan magnesium trisiklat. Pemberian antasida tidak dapat dilakukan terus-menerus, karena hanya bersifat simtomatis untuk mengurangi nyeri. Magnesium trisiklat merupakan adsorben nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.
b.Antikolinergik Kerja obat ini tidak sepsifik, Obat yang agak selektif
adalah pirenzepin yang bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan sekresi asam lambung sekitar 28% sampai 43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.
c.Antagonis resptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin, ranitidin, dan famotidin.
d.Proton pump inhibitor (PPI ) Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung
pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazol. e.Sitoprotektif Prostaglandin sintetik
seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2) selain bersifat sitoprotektif juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan prostaglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mucus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (sile protective) yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian atas.
f. Golongan prokinetik Obat yang termasuk golongan ini yaitu sisaprid,
domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki asam lambung.
g. Golongan anti depresi Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan
psikofarmaka (obat anti depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi. Contoh dari obat ini adalah golongan trisiclic antidepressants (TCA) seperti amitriptilin.