100
ISSN: 0854-915X No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005 Website: http://www.pustekkom.go.id DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL PUSAT TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI PENDIDIKAN • E-dukasi.Net Web untuk Pendidikan JURNAL TEKNODIK brought to you by tadata, citation and similar papers at core.ac.uk provided by Repositori Institusi Ke

E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

1No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005 1

ISSN: 0854-915X

No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005W

ebsi

te:

htt

p:/

/ww

w.p

ust

ekko

m.g

o.id

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONALPUSAT TEKNOLOGI KOMUNIKASI DANINFORMASI PENDIDIKAN

• E-dukasi.Net

• Web untukPendidikan

JU R N A L

TEKNODIK

brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Repositori Institusi Kemendikbud

Page 2: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

3No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005Editorial

Editorial

A khir tahun 2005 ini Jurnal Teknodik kembali hadir. Topik utamakami masih menyajikan tentang perkembangan ICT untuk

pendidikan. Ade Koesnandar, Uwes A. Chaeruman, dan Ika Kurniawatimelaporkan hasil penelitian pemanfaatan portal pendidikan EduksiNetdi sekolah-sekolah rintisan. Hasil penelitian ini menunjukan adapeningkatan pengunjung (user hit) yang siginfikan, namun portal inimasih belum dimanfaatkan secara optimal oleh guru dan siswa. Yangmenarik hasil studi ini ditemukannya pemanfaatan portal yangterintergrasi dengan kegiatan siswa dalam memberikan penugasan,presentasi dan diskusi, serta praktikum di laboratorium komputer.

Masih terkait dengan ICT, Gatot Pramono mengkaji aplikasi komputerGraphical User Interface (GUI) sebagai salah satu aplikasipembelajaran terutama aspek kegunaan dan pemanfaatanya.Sementara itu Dwi Sumarwanto melakukan kajian tentang kemudahanmembuat portal sendiri. Menurut Dwi kini banyak jenis aplikasi portalweb yang instan dan siap pakai baik yang komersil atau gratisditemukan di internet. Misalnya dengan CMS siapapun bisa menjadipemilik sekaligus pengelola sebuah portal web.

Sebagai hasil inovasi, pembalajaran berbasis internet (e-learning) yangdapat menjadi alternatif pembelajaran tatap muka menimbulkan prodan kontra. Menurut Sudirman Siahaan, dalam hal ini yang pentingadalah koordinasi berbagai pihak terkait sehingga e-learningmemberikan manfaat dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Zulfah Larisu menulis hasil penelitian tentang kebutuhan dan perilakupencarian informasi pada kelompok orang yang berpotensimembutuhkan informasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwakebutuhan informasi dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan danpekerjaannya. Sedangkan perilaku pencarian informasi banyakdilakukan di perpustakaan. Kebutuhan dan perilaku pencarian informasiini ditentukan oleh ketersediaan dan kemudahan mengakses informasi.

Page 3: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

5No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

STUDI PEMANFAATANE-DUKASI.NET DI SEKOLAHoleh: Kusnandar, Uwes A. Chaeruman, dan Ika Kurniawati *)

Abstrak

Internet mempunyai potensi yang besar dalam pembelajaran,baik sebagai sumber belajar, media, maupun pendukungpengelolaan proses belajar mengajar. Berdasarkan asumsitersebut, Pustekkom telah mengembangkan sebuah portalbahan belajar yang diberi nama EdukasiNet. Portal ini berisibahan belajar, forum diskusi komunitas pendidikan, serta websekolah.Guna mengoptimalkan pemanfaatan EduksiNet, telah dilakukanstudi pengembangan terhadap sekolah-sekolah rintisan pada18 sekolah di 16 lokasi kabupaten/kota yang tersebar di seluruhIndonesia. Studi dilaksanakan dalam rangka menjawabpertanyaan, antara lain: 1. Bagaimana guru/siswa telahmemanfaatkan EdukasiNet dalam pembelajaran? 2.Bagaimana pola pemanfaatan EdukasiNet tersebut? dan 3.Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatanEdukasiNet?Responden terdiri dari 18 orang kepala sekolah, 190 orangguru, serta 136 siswa. Hasil analisis data menunjukkan bahwapengunjung (user hit) mengalami peningkatan yang cukupsiginfikan dari bulan ke bulan. Sampai Februari 2006, tercatattelah mencapai 671.591 orang dan anggota aktif (registereduser) telah mencapai 6.934 orang. Dari sisi pemanfaatan disekolah, baik guru maupun siswa belum memanfaatkanEdukasiNet secara optimal. Hanya 62% guru dan 45% siswayang memanfaatkan EdukasiNet. Sedangkan frekuensi

*) Drs. Kusnandar, M.Pd., Uwes A. Chaeruman, dan Ika Kurniawati adalahstaf Pustekkom Diknas.

Page 4: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

7No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kalangan media massa, kalangan bisnis, maupun kalangan pendidikan.

Teknologi komunikasi dan informasi yang meng-global ini telahmengubah pola kehidupan, pola belajar, dan pola kerja pada saat ini.Dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalamproses pembelajaran, negara-negara di Asia seperti Korea Selatan,Malaysia, Singapura, dan Thailand telah terbukti sukses memperbaikimutu pembelajaran di tingkat pendidikan dasar sampai denganpeguruan tinggi. Bahkan, telah terbukti dapat meningkatkan persainganekonomi global dalam dunia internasional.

Sebagai suatu institusi yang memiliki tugas pokok merancang,mengembangkan dan membina kegiatan di bidang teknologikomunikasi dan informasi pendidikan, Pustekkom telah berusahamengembangkan berbagai inovasi penerapan teknologi komunikasidan informasi untuk pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya yangdikembangkan antara lain sebuah portal bahan belajar yang diberi namaEdukasiNet. Portal ini selain berisi bahan belajar, juga menyediakanforum diskusi sebagai wadah interaksi komunitas pendidikan, informasipendidikan, serta web sekolah.

Dalam upaya pemanfaatan portal EdukasiNet, Pustekkom telahmengadakan penelitian pengembangan yang dimulai dari studi kelayakanuntuk memilih sekolah yang memenuhi syarat untuk dijadikan sekolahperintisan. Kriteria sekolah antara lain telah memiliki sejumlah komputeryang terkoneksi ke internet, memiliki tenaga teknis komputer, serta adadukungan dari kepala sekolah untuk memanfaatkan komputer sebagaimedia belajar. Studi dilakukan pada 18 lokasi di 16 propinsi yaitu: NangroeAceh Darussalam, Riau, Kepulauan Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta,Jawa Barat (2 lokasi), Jawa Tengah (2 lokasi), DI Yogyakarta, Jawa Timur,Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Maluku, danPapua.

Dari 18 lokasi tersebut dipilih masing-masing satu sekolah (baik SMA,MA, maupun SMK) yang dianggap paling memenuhi syarat di kotatersebut. Selanjutnya, kepada kepala sekolah, guru, serta tenaga teknis

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 5: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

9No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Ada lima aplikasi stpenggunar internet yang dapat digunakan untukkeperluan pendidikan, yaitu e-mail, Mailing List (milis), News groups,File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW) (Onno W.Purbo, 2002). World Wide Web atau sering disebut Web merupakankumpulan dokumentasi terbesar yang tersimpan dalam berbagai serveryang terhubung menjadi suatu jaringan (internet). Dokumen inidikembangkan dalam format hypertext dengan menggunakanHypertext Markup Language (HTML). Melalui format ini dimungkinkanterjadinya link dari satu dokumen ke dokumen atau bagian yang lain(http://www.livinginternet.com).

Dalam kaitan pemanfaatannya untuk pendidikan, Ashby (1972) sepertidikutip oleh Miarso (2004), menyatakan bahwa dunia pendidikan telahmemasuki revolusinya yang kelima. Revolusi pertama terjadi ketikaorang menyerahkan pendidikan anaknya kepada seorang guru.Revolusi kedua terjadi ketika diguanakannya tulisan untuk keperluanpembelajaran. Revolusi ketiga terjadi seiring dengan ditemukannyamesin cetak sehingga materi pembelajaran dapat disajikan melaluimedia cetak. Revolusi keempat terjadi ketika digunakannya perangkatelektronik seperti radio dan televisi untuk pemerataan dan perluasanpendidikan. Revolusi kelima, seperti saat ini, dengan dimanfaatkannyateknologi komunikasi dan informasi mutakhir, khususnya komputer daninternet untuk pendidikan. Revolusi ini memberi dampak terhadapbeberapa kecenderungan pendidikan masa depan. Beberapa ciritersebut, menurut Ashby seperti dikutip oleh Miarso (2004) adalahsebagai berikut:• Berkembangnya pembelajaran di luar kampus sebagai bentuk

pendidikan berkelanjutan.• Orang memperoleh akses lebih besar dari berbagai sumber belajar.• Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar menjadi ciri dominant

dalam kampus.• Bangunan kampus berserak (tersebar) dari kampus inti di pusat

dengan kampus satelit yang ada di tengah masyarakat.• Tumbuhnya profesi baru dalam dalam bidang media dan teknologi.• Orang dituntut lebih banyak belajar mandiri.

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 6: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

11No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

seorang dosen memiliki daftar mahasiswa yang tergabung dalamkelompok mata kuliah tertentu. Pemberian tugas dan diskusi dapatdilakukan melalui fasilitas seperti ini.Konferensi jarak jauh (teleconference); konferensi jarak jauh dapatberupa konferensi audio maupun konferensi video. Keduakonferensi ini dapat dilakukan dengan cara “point to point” atau“multi point”. Cara pertama dilakukan dalam dua tempat.Sedangkan cara kedua dilakukan dalam lebih dari dua tempat.Sebagai contoh, seorang guru dari sekolah tertentu dapatmendiskusikan suatu topik tertentu kepada siswa di beberapasekolah lain dalam waktu bersamaan.

Untuk memanfaatkan EdukasiNet sebagai media pembelajaran disekolah, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar pemanfaatanEdukasiNet bisa berhasil, antara lain:• Faktor lingkungan yang meliputi institusi penyelenggara pendidikan

(dalam hal ini sekolah).• Siswa/peserta didik/pebelajar, meliputi usia, latar belakang sosial

ekonomi dan budaya, penguasaan bahasa maupun IT literacy,serta berbagai gaya belajar.

• Guru/pendidik/pembelajar, meliputi latar belakang, usia, gayamengajar, pengalaman, dan personalitinya.

• Faktor teknologi meliputi computer, perangkat lunak, jaringankoneksi internet dan berbagai kemampuan yang dibutuhkanberkaitan dengan penerapan EdukasiNet di lingkungan sekolah.

• Institusi Penyelenggara (Sekolah)Peranan institusi penyelenggara dalam hal ini sekolah, diwujudkandalam bentuk kebijakan dan komitmen. Kebijakan atau komitmensekolah sangat menentukan terselenggaranya pemanfaatanEdukasiNet di sekolah. Kebijakan ini terutama berkaitan denganpenggunaan teknologi tinggi yang menyangkut keharusanmenyediakan sejumlah dana untuk penyediaan peralatan(komputer dan perangkatnya), jaringan telepon (koneksi ke ISP),biaya berlangganan ke internet service provider (ISP), biayapenggunaan telepon, dan sebagainya.

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 7: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

13No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

oleh internet sebagai sarana komunikasi atau bertukar informasi satusama lain. Terjadinya pertukaran informasi yang mudah dan cepat tanpaterbatas ruang dan waktu melalui program jaringan sekolah inimemungkinkan terjadinnya komunitas masyarakat informasi(knowledge-based society) dalam lingkup sekolah. Dengan demikian,jaringan sekolah dapat dikatakan sebagai salah satu wahana untukmeningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan komunitassekolah yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan mutupendidikan. Itulah sebabnya, program jaringan sekolah menjadi salahsatu program yang menjadi fokus utama UNESCO untuk diterapkan diberbagai negara di dunia. Bahkan ke depan diharapkan terjadi jaringansekolah yang tidak hanya terjadi dalam skala lokal (nasional), tapi dalamskala yang lebih luas, yaitu regional dan internasional. Jadi, EdukasNetadalah program jaringan sekolah yang dikembangkan oleh Pustekkomyang berfungsi sebagai 1) wahana komunikasi lintas sekolah; 2) wadahsumber belajar; dan 3) wahana berbagii informasi antar sekolah diIndonesia. Sebagai portal pendidikan, EdukasiNet dapat diakses olehsiapa saja, dimana saja dan kapan saja melalui url: http://www.e-dukasi.net. Dengan tiga peran utama tersebut, maka EdukasiNet dapatberfungsi atau dikatakan pula sebagai jaringan sekolah (schoolnet).

Dengan demikian, EdukasiNet dapat berperan atau memilki manfaatsebagai berikut:1. Sebagai Sumber Bahan Belajar:

a. guru dan siswa dapat memperoleh berbagai sumber bahanbelajar yang meliputi bahan belajar yang berkaitan dengansemua mata pelajaran untuk SD, SMP dan SMA, modul online,pengetahuan populer, berita serta artikel pendidikan dengancara mendownload atau memanfaatkannya langsung dalamkelas;

b. siswa dapat menguji kemampuan/kompetensi semua matapelajaran yang dipelajarinya secara online;

c. guru dapat memperoleh informasi mengenai teknik dan tipsdalam belajar dan membelajarkan siswa

d. guru dapat berbagi ilmu dengan guru lain dengan cara

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 8: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

15No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

EdukasiNet menyediakan sumber belajar yang dirancang secarakhusus dan dapat diakses dan atau download secara gratis.Sumber belajar ini terdiri dari materi pokok, modul online,pengetahuan populer, serta uji kompetensi.- Materi Pokok, yaitu bahan belajar yang meliputi semua mata

pelajaran untuk SD, SMP, SMA atau yang sederajat dan sesuaidengan kurikulum yang berlaku.

- Modul Online ini dirancang untuk siswa dan guru SMP-SMATerbuka dalam versi digital, sehingga mereka dapat mengambil/mencetak modul sesuai dengan kebutuhan. Namun siapapunPengguna dapat memanfaatkan modul ini seperti mereka.

- Pengetahuan Populer, berisikan informasi praktis yangdikemas dengan gaya yang khas dan ringan. Topik yangdisajikan dipilih yang populer dan bermanfaat bagi masyarakat.

- Uji Kemampuan, berupa soal-soal latihan yang disusunberdasarkan stpenggunar kompetensi yang ada pada kurikulumsekolah. Di sini Pengguna (khususnya siswa SD, SMP danSMA atau yang sederajat) dapat berlatih mencoba sejauhmanapenguasaan materi pelajaran di sekolah.

• Interaksi KomunitasForum komunitas ini dirancang sebagai wahana tukar informasiantar pengguna EdukasiNet. Guru, siswa, mahasiswa, orang tua,pakar/praktisi atau siapapun yang peduli dengan pendidikan dapatbergabung secara aktif di sini. Interaksi komunitas ini dapatdilakukan dalam berbagai bentuk sebagai berikut:- Forum

Interaksi didalam forum ini dirancang untuk komunikasi antarguru dengan guru lain, siswa dengan siswa lain, guru dengansiswa dalam bentuk diskusi atau tukar informasi, pemikiran,saran, mata pelajaran, dan lainnya.

- ChattingFasilitas ini memungkinkan pengguna dapat melakukan dialogsecara elektronik (chatting) secara langsung dengan penggunalain di tempat yang berbeda secara real time.

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 9: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

17No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

melalui prosedur yang khas yang biasanya diawali dengan analisiskebutuhan, dilanjutkan dengan proses pengembangan dan diakhiridengan evaluasi.Mengikuti prosedur tersebut, sebagai langkah awal Pustekkom telahmengadakan analisis kebutuhan akan bahan belajar berbasis webuntuk sekolah. Dari hasil analisis kebutuhan ini, maka mulaidikembangkan portal EdukasiNet yang tidak hanya berisi bahan belajar,tetapi juga menyediakan forum komunikasi dan layanan info.

Untuk pemanfaatannya di sekolah, studi kelayakan dilaksanakanterlebih dahulu guna memilih sekolah rintisan yang nantinya akanmemanfaatkan portal ini. Selanjutnya pada sekolah rintisan tersebutPustekkom mengadakan orientasi pemanfaatan EdukasiNet. Sebagaitindak lanjut dari kegiatan orientasi ini, Pustekkom melaksanakan studike sekolah tersebut untuk mengetahui pemanfaatan EdukasiNet di sekolahserta kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam memanfaatkan agardapat dicarikan solusi pemecahannya. Dari studi ini akan terjaring puladata tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan EdukasiNetdi sekolah.

Instrumen yang digunakan meliputi kuesioner, pedoman wawancaradan survey elektronik.• Angket

Instrumen ini digunakan untuk menjaring data dari guru dan siswatentang:1) Pemanfaatan fitur-fitur yang ada dalam EdukasiNet.2) Cara pemanfaatan bahan belajar (termasuk di dalamnya

strategi, frekuensi, dan kendala).3) Manfaat dan keuntungan yang diperoleh guru serta siswa dalam

memanfaatkan EdukasiNet.4) Kendala-kendala yang dihadapi guru maupun siswa dalam

memanfaatkan EdukasiNet.5) Harapan guru dan siswa pada masa yang akan datang terhadap

pemanfaatan EdukasiNet.

• Pedoman WawancaraInstrumen ini digunakan untuk menjaring data dari Kepala Sekolah/

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 10: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

19No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

mencapai 671.591 orang. Sementara anggota terdaftar telahmencapai 6.934 orang, seperti digambarkan dalam diagram dibawah ini:

Diagram Perkembangan Jumlah Pengunjung (user hit)

Diagram Perkembangan Jumlah Anggota (Registered User)

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Agust 05 Okt 05 Nop 05 Des 05 Jan 06 Feb 06

100000

200000

300000

400000

500000

600000

700000

800000

142836

343542

428824

550235599600

671591

User Hit

2004

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

14 17 154 467813

1042

0Feb Mar April Mei Juni Juli Agust Sept Okt Nop Des Jan Feb

2005 2006

14

2477

1569

3391

4282

5430

61956934

Member

Page 11: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

21No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Seperti terlihat dalam diagram di atas, pendapat pengguna tentangportal EdukasiNet sebagian besar adalah baik (37%), baik sekali(33%), cukup (20%) dan buruk (10%).

• Pemanfaatan EdukasiNet oleh Guru / Siswa diSekolah- Komitmen/kebijakan sekolah dalam memanfaatkan sumber

belajar (termasuk EdukasiNet); Sekolah pada umumnya telahmemanfaatkan berbagai sumber belajar antara lain mediacetak, media audio, VCD pembelajaran, CD Interaktif, dan adajuga diantaranya yang telah memanfaatkan layanan internet.Namun untuk pemanfaatan EdukasiNet belum banyakdiprogramkan oleh sekolah. Sekolah masih dalam tahapan barumemperkenalkan EdukasiNet kepada para guru dan siswa.

- Pemanfaatan fitur-fitur EdukasiNet; Fitur yang banyakdimanfaatkan adalah bahan belajar terutama materi pokok. Fiturlainnya seperti interaksi komunitas dan info belum begitubanyak dimanfaatkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat padadiagram berikut.

Perbandingan pemanfaatan Fitur EdukasiNet

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 12: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

23No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

45%

55%

TidakYa

38%

62%

TidakYa

Perbandingan Guru yang Memanfaatkan EdukasiNet

Pemanfaatan EdukasiNet oleh Siswa

Rendahnya pemanfaatan EdukasiNet terutama oleh siswa karenakurangnya sosialisasi terhadap mereka tentang EdukasiNet.Sebagai akibat banyaknya responden siswa yang belum tahutentang EdukasiNet, maka data tentang motivasi dan minat siswamemanfaatkan EdukasiNet belum banyak terjaring. Namun apabiladilihat dari frekuensi pemanfaatan EdukasiNet, dapat sedikit ditarikkesimpulan bahwa minat dan motivasi siswa dalam memanfaatkanEdukasiNet masih terbilang kurang.

• Pola pemanfaatan bahan belajar dalam EdukasiNet(strategi dan frekuensi)Cara pemanfaatan bahan belajar belum dijadwalkan secara khusus.strategi yang digunakan ada yang terpisah (43%) dan terintegrasi(57%). Penerapan strategi yang terpisah antara lain kalau adawaktu/jam belajar kosong siswa diminta untuk memanfaatkanEdukasiNet di laboratorium komputer.

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 13: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

25No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Presentasi Penugasan Lab

33%17%

50%

Pola Pemanfaatan Terintegrasi

• Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan EdukasiNet(pendukung maupun penghambat)Banyak faktor yang mempengaruhi pemanfaatan EdukasiNet disekolah, antara lain faktor lingkungan (institusi penyelenggarapendidikan dalam hal ini sekolah), faktor siswa, faktor guru, danfaktor teknologi (meliputi komputer dan perangkatnya serta jaringaninternet). Faktor-faktor tersebut bisa mendukung, bisa juga menjadipenghambat pemanfaatan EdukasiNet di sekolah.

Pengaruh faktor-faktor tersebut berdasarkan hasil studi dapatdijelaskan sebagai berikut:

- Faktor lingkungan (institusi penyelenggara pendidikandalam hal ini sekolah)Dari hasil studi ke sekolah rintisan, hanya 5 sekolah yang telahmemanfaatkan secara optimal. Hal ini karena didukung olehkebijakan dan komitmen dari masing-masing sekolah tersebut.Sekolah mulai memprogramkan pemanfaatan EdukasiNetsebagai salah satu sumber belajar. Sekolah mengusahakanjalinan kerjasama dengan instansi terkait agar fasilitas komputerdi sekolahnya terkoneksi dengan internet.

Beberapa sekolah yang pemanfaatannya kurang optimal,karena mereka kurang mensosialisasikan pemanfaatan

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 14: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

27No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kompetensi,• cara belajar lebih efisien,• wawasan bertambah,• meringankan dalam membuat contoh soal,• mengetahui dan mengikuti perkembangan materi dan

info-info lain yang berhubungan dengan bidang studi,• membantu siswa dalam mempelajari materi secara

individu selain di sekolah,• membantu siswa melek TIK.

- TeknologiSelain ketiga faktor diatas, faktor teknologi juga merupakanfaktor yang sangat menentukan pemanfaatan EdukasiNet disekolah. Faktor teknologi merupakan faktor yang harus adadengan memenuhi stpenggunar minimal yang dipersyaratkanbaik berkaitan dengan peralatan, infrastruktur, pengoperasiandan perawatannya.

Beberapa sekolah yang kurang optimal dan sekolah yang tidakmemanfaatkan EdukasiNet disebabkan juga oleh faktor ini.Fasilitas komputer yang terkoneksi dengan internet jumlahnyabelum memadai bila dibandingkan dengan jumlah siswamaupun guru. Disamping biaya yang mahal, SDM yangmenanganinya masih kurang, terutama berkaitan dengankerusakan/gangguan pada peralatan maupun jaringan.

Secara umum dapat disimpulkan bahwa dalam pemanfaatanEdukasiNet di lapangan (sekolah) ditemui beberapa kendaladari sisi teknologi antara lain adalah sebagai berikut:• akses lama, dan apabila bisa dibuka terkadang hanya

muncul judulnya saja, isi tidak berhasil ditampilkan,• kesulitan mengatur waktu pemanfaatan, karena jam belajar

terlalu padat,• biaya untuk jaringan masih mahal,• jaringan sering terganggu,

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 15: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

29No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kendala yang ditemukan antara lain:- akses dan download materi yang lamban- sering terganggunya jaringan internet,- biaya jaringan internet masih relatif mahal,- kurangnya tenaga IT- terbatasnya fasilitas komputer di beberapa sekolah,- beberapa guru ada yang masih belum terbiasa memanfaatkan

internet,- kurangnya sosialisasi kepada siswa tentang pemanfaatan

EdukasiNet.

SARAN

Beberapa saran yang dapat diajukan dari hasil studi untuk perbaikandan penyempurnaan EdukasiNet pada masa yang akan datang antaralain:• Bahan belajar agar dilengkapi yang meliputi semua mata pelajaran

dan jenjang sekolah. Perlu ditambah juga materi untuk SMK.• Tampilan dibuat lebih menarik.• Sosialisasi tidak hanya dilakukan terhadap guru, tetapi juga kepada

siswa, karena banyak siswa yang belum tahu tentang EdukasiNet.Pada saat sosialisasi terhadap guru maupun siswa perlu ditekankanpentingnya pemanfaatan EdukasiNet dalam rangka meningkatkanmutu pembelajaran.

• Akses dan proses download materi agar lebih dipermudah dancepat.

• Lebih interaktif, dan bila memungkinkan menyediakan laboratoriummaya sehingga siswa dapat melakukan percobaan sendiri.

• Perlu ditambah contoh soal-soal untuk Ujian Nasional dan SPMBberikut penyelesainnya.

• Untuk meningkatkan keoptimalan pemanfaatan EdukasiNet baikoleh sekolah, guru, dan siswa ada semacam take and give.Misalnya saja ada perlombaan penyusunan bahan belajar ataupenulisan artikel. Bagi yang memenangkan perlombaan tersebut,selain mendapatkan insentif, bahan belajar dan artikelnya dimuatdi EdukasiNet. Bisa juga sering diadakan pertemuan bagi pengguna

Kusnandar, Uwes A. Chaeruman & IkaKurniawati:Studi Pemanfaatan E-dukasi.Net

Page 16: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

31No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

*) Gatot Pramono, MPET., adalah Staff pada Studio Multimedia PustekkomDepartemen Pendidikan Nasional.

GRAPHICAL USER INTERFACE(GUI) DAN PEMANFAATANNYA

DALAM PERANGKAT LUNAKOleh: Gatot Pramono *)

Abstrak

Antar muka grafis atau yang sering disebut Graphical UserInterface (GUI) merupakan suatu komponen utama dari suatuaplikasi komputer. GUI berfungsi untuk memudahkan penggunadalam menggunakan suatu aplikasi komputer, selain itu jugauntuk memperindah tampilan suatu aplikasi. Tulisan ini akanmencoba untuk memaparkan komponen-komponen GUI yangterkadang disebut widget (window gadget), kegunaannya danjuga bagaimana memanfaatkannya dengan tepat. Porsiterbanyak dari tulisan ini adalah masalah pemanfaatan GUI.Penulis akan mencoba menyoroti hal ini karena pemanfaatanGUI dalam beberapa aplikasi komputer (terutama aplikasipembelajaran dengan komputer produksi Pustekkom) belumlahoptimal.

Kata-kata Kunci: Graphical User Interface, window gadget,

1. PENGANTARDunia komputer (baca perangkat lunak) modern adalah dunia yangpenuh warna, keindahan dan yang terpenting kemudahan. Istilahclick and drag , yang menggambarkan bagaimana mudahnyamenggunakan suatu perangkat lunak, sudah menjadi suatu jargonyang harus diimplementasikan dalam suatu perangkat lunak.Berbagai sistem operasi maupun perangkat-perangkat lunaklainnya berlomba tidak hanya dalam memberikan kemudahan tetapi

Page 17: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

33No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

graphics designer dengan interface designer. Yang pertamamenekankan bagaimana membuat tampilan suatu perangkat lunak(hal ini bisa jadi mencakup juga pembuatan GUI) seindah mungkin,sementara yang kedua menekankan bagaimana merancang suatuantar-muka yang memudahkan pengguna. Sinergi antara keduaprofesi ini tentu saja menghasilkan GUI yang selain indah jugameningkatkan usability.

GUI (penulis mencoba menerjemahkannya sebagai antar mukagrafis) adalah penghubung, yang direprentasikan dalam gambar(grafis), yang memudahkan pengguna ketika memanfaatkan suatuperangkat lunak. Dalam suatu pengolah kata (word processor) andapasti sudah familiar dengan berbagai ikon seperti ikon-ikonberbentuk disket (mewakili tool untuk menyimpan suatu berkasatau file) atau gunting (mewakili tool untuk menghapus ataumemotong kata atau kalimat). Ikon-ikon tersebut merupakan contohdari button yang merupakan salah satu komponen dari sekianbanyak komponen yang dimiliki oleh suatu GUI. Komponen-komponen suatu GUI sering disebut sebagai widget (windowgadget). Selain button masih banyak komponen-komponen GUIlainnya seperti : toggle button, check box, radio button, combo box,dan lainnya yang nanti akan dibahas.

Suatu perangkat lunak bisa datang dengan GUI bawaannya sendiriatau menggunakan GUI yang telah disediakan oleh Sistem Operasi.Yang terakhir ini disebut GUI yang native. GUI native memilikibeberapa keunggulan dibandingkan GUI non native, pertama GUInative memudahkan pengguna beradaptasi dengan programkarena pengguna sudah familier dengan GUI dari OS; keduapengembang tak perlu repot-repot membuat GUI sendiri (suatupekerjaan yang sulit, menyita waktu dan hasilnya belum tentusebaik GUI yang telah ada). Dengan menggunakan GUI bawaanOS pengembang cukup memanfaatkan pustaka-pustaka yang adapada OS. Pustaka-pustaka ini pada OS seperti Unix atau Linuxdisebut library sementara pada Windows disebut DLL (DynamicLink Library). Penggunaan GUI native juga mengimplementasikan

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 18: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

35No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

anda menggunakan ponsel yang memiliki layout yang sedikitberbeda yakni memiliki 3 baris dan 4 lajur seperti Xplore G-88 ?Awalnya mungkin anda akan bingung; anda membutuhkan waktuuntuk beradaptasi dengan layout yang sedikit berbeda. Mungkinsaja setelah sekian lama menggunakannya anda akan terbiasa,tetapi bukan tidak mungkin pula anda tetap merasakanketidaknyamanan dan anda lebih memilih layout yang baku. Contohperubahan kecil diatas ternyata memberikan pengaruh yang besardalam hal kenyamanan, bagaimana lagi bila perubahan yangdilakukan cukup besar atau radikal. Perubahan pada GUI yangnotabene lebih kompleks daripada perubahan pada layout keypadsuatu ponsel tentu saja memerlukan pertimbangan yang mendalam.

Demikian pentingnya suatu interface (baca GUI) suatu perangkatlunak komputer sehingga perancangannya memerlukan suatudisiplin khusus yang disebut HCI, seperti telah disampaikansebelumnya. Beberapa orang bahkan berpendapat bahwaperancangan GUI harus dilakukan sebelum program suatuperangkat lunak ditulis. Untuk mengetahui aspek-aspek apa sajayang diperlukan dalam perancangan GUI maka di sini penulis akanmenyinggung beberapa aspek tersebut. Materi ini merupakanringkasan dari beberapa penulis seperti Nielsen, Toganizzini danlain-lain yang ada di beberapa website (lihat daftar acuan).

a. Kenali AudiensMengetahui audiens atau pengguna merupakan langkahpertama yang penting dalam perancangan GUI. Paling tidakkita mengetahui kemampuan rata-rata calon pengguna dalammemanfaatkan komputer. Bila calon pengguna adalah parasiswa SMA maka kita usahakan GUI yang akan kita buatdimengerti oleh rata-rata muid SMA. Sebagai contoh kita akanmembuat suatu perangkat lunak untuk berlatih menggambarmaka GUI yang kita berikan tentulah buakn GUI secanggih(dan serumit) GUI milik Photoshop2 karena belum tentu semuasiswa SMA pernah menggunakan Photoshop.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 19: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

37No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

untuk mengeluarkan disket. Pengguna (terutama yang baru)pasti akan bingung mengasosiasikan keranjang sampahdengan aksi pengeluaran disket.

c. Hukum FittAda suatu prinsip yang selayaknya mendapat perhatian penuhbagi para perancang GUI yakni apa yang disebut Hukum Fitt.Bunyi hukum ini sebenarnya sederhana saja, yiatu “The timeto acquire a target is a function of the proximity and sizeof the target”. Atau, Waktu untuk mencapai target (dalam halini widget) merupakan fungsi dari kedekatan dan ukuran daritarget tersebut.

Hukum Fitt mengimplikasikan bahwa semakin besar dansemakin dekat suatu obyek maka semakin mudah obyektersebut dicapai dengan mouse. Dengan demikian ikon yanglebih besar tentu lebih mudah dicapai dibandingkan ikon yanglebih kecil.

Konsekuensi berikutnya dari Hukum Fitt yakni ujung-ujung atautepi-tepi jendela (window) adalah tempat yang ideal bagipenempatan ikon-ikon penting. Menemukan atau mencapaisuatu ikon yang berada di ujung atau tepi pastilah lebih mudahdaripada mencari ikon yang berada di tengah-tengah, sebagaiilustrasi dengan menggeser mouse ke ujung atau ke tepi secarasambil lalu anda akan menemukan ikon yang anda cari,sebaliknya bila ikon berada di tengah anda harus menggesermouse dengan lebih teliti untuk mendapatkan ikon yangdimaksud. Sebagai analogi anda pasti lebih mudah menemukanrumah yang terletak di ujung blok dibandingkan rumah yangterletak di tengah blok.

Sekalipun kedengarannya sederhana namun tak semuaperangkat lunak mampu mengimplementasikannya denganbaik. Salah satu contoh adalah sebuah web browser yang palingpopuler saat ini yakni Firefox.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 20: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

39No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

d. KonsistensiSuatu perangkat lunak yang baik mestilah konsisten baik dalamlayout , tampilan maupun pengaturan fungsi dari GUI.Konsistensi sangat krusial karena ia menentukan bagaimanaseorang pengguna mendapatkan kemudahan. Sebagai contohbila suatu tombol (button) memiliki label berupa kata kerja (verb)misal Copy, Cut, atau Paste maka button-button yang lain jugamenggunakan label berupa kata kerja. Penggunaan labelberupa kata benda misalnya akan menghasilkan inkonsistensi.Jika suatu button diaktifkan dengan 1 kali click maka button-button yang lain juga dengan 1 kali click, bukan double-click.

e. Informasikan Apa yang Terjadi pada PenggunaPengguna komputer atau internet umumnya tidak sabar(Nielsen) ketika menggunakan komputer. Bila penggunamengaktifkan suatu tombol dan komputer beraksi lambat makaumumnya mereka akan mengklik tombol berulang-ulang. Alih-alih mendapatkan hal yang mereka inginkan seringkalikomputer justru mengalami hang. Reaksi semacam ini adalahreaksi spontan yang sering dilakukan pengguna komputer.Untuk memberikan informasi kepada pengguna bahwakomputer sedang memproses sesuatu maka sebaiknya suatupenanda diberikan. Penanda tersebut bisa berupa jam pasiryang berputar-putar atau suatu progress bar yang tengahberproses. Penanda ini akan membuat pengguna mengertibahwa mereka hasus menunggu sampai proses selesai.Contoh lain adalah bila pengguna diminta untuk memberikansuatu input. Kadang input yang diberikan pengguna tidaksesuai dengan input yang diharapkan program. Dalam hal iniin formasikan( b e r i k a nf e e d b a c k )bahwa inputdari penggunaadalah salah.Contoh darifeedback semacam itu diperlihatkan pada gambar.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 21: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

41No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

lunak akan memberikan nilai tambah pada perangkat lunaktersebut. Kesan bahwa perangkat lunak tersebut memberikankeleluasaan akan disenangi oleh pengguna. Salah satuprogram multimedia Pustekkom yang akan direlease mencobamelakukan pendekatan ini.

Program berjudul Transformasi ini adalah program multimediauntuk geometri (matematika). Topik yang diambil adalahtransformasi . Salah satu bagian dari program ini membahaspencerminan (refleksi). Di sini pengguna dapat memilih obyekyang diinginkan (garis, segitiga, segiempat atau poligon).Dengan menentukan persamaan garis refleksi maka akandiperoleh bayangan dari obyek. Alih-alih menyediakan fungsi-fungsi tertentu (built-in function) untuk persamaan garis refleksi,program memberikan keleluasaan bagi pengguna untukmenuliskan sendiri persamaan yang ia kehendaki (asalberbentuk persamaan linier) pada isian yang telah disediakan.Dengan cara ini diharapkan pengguna merasakan kebebasandengan menuliskan persamaan yang ia inginkan dan seketikamelihat bagaimana bayangan terbentuk setelah obyekdicerminkan oleh garis tersebut.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 22: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

43No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Setelah kita mengetahui bagaimana kesiapan bahasapemrograman atau perangkat lunak dengan GUInya maka saatnyasekarang kita mengenal satu-persatu (sekalipun tidak semua)komponen-komponen GUI. Yang pertama tentu saja adalah buttonsebagai komponen GUI yang paling dikenal dan paling banyakdigunakan. Sesederhana apapun suatu aplikasi berbasis GUI rasa-rasanya komponen yang satu ini selalu ada.

a. Button

Fungsi dari button adalah untuk membangkitkan suatu aksi(action).

b. Toggle Button

Sekumpulan toggle button dengan label.

Sekumpulan toggle button dengan ikon dalam suatu toolbar

Toggle Button mirip seperti button tetapi memiliki fungsi yangberbeda. Jika button membangkitkan suatu aksi maka togglebutton untuk mengganti suatu keadaan. Perubahan keadaansuatu toggle button (aktif atau tidak aktif) dapat diikuti oleh suatuaksi atau tidak diikuti suatu aksi. Toggle Button dapat disertailabel atau ikon. Toggle button dengan ikon dapat digunakansebagai komponen-komponen dari suatu toolbar. Gambar di

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 23: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

45No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

bagian suatu kotak dialog dimana pengguna akan menentukanpilihannya, dan tidak pernah ditempatkan dalam suatu toolbar.

d. Check Button

Check Button umumnya digunakan untuk mengubah ataumenunjukkan suatu setting. Keadaan aktif ditunjukkan dengankeadaan dimana check button tertandai (checkmark). Contohdi atas adalah check button yang digunakan untuk mengubahsetting dari tampilan program, dalam hal ini apakah grid danangka pada grafik ditampilkan atau tidak. Jika radio button takdigunakan dalam bentuk tunggal maka check button dapatdigunakan dalam bentuk tunggal.

e. Combo Box

Combo Box berfungsi untuk mengubah suatu nilai (baik nilainumerik atau non numerik) dimana pengguna memilih satudiantara beberapa nilai yang ada atau memasukkan suatu nilaibaru. Combo box berbentuk daftar (list) yang akan munculseluruhnya saat pengguna melakukan klik di atas tombol yangtersedia. Jika tombol tersebut tidak aktif maka yang ditampilkanhanya satu nilai (nilai yang aktif). Umumnya combo box berisiteks.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 24: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

47No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Tree adalah sekumpulan data yang diatur secara hirarkis.Fungsi dari tree adalah agar pengguna dapat mengaksesinformasi yang bersangkutan dengan data pada tree dengancepat dan untuk menunjukkan pengelompokan dari data-datayang sejenis. Tree dapat terdiri dari 2 kolom dan dapat berisidata berupa teks, gambar atau kombinasi keduanya.

Kebanyakan help atau petunjuk cara menggunakan programdari suatu perangkat lunak ditampilkan dalam bentuk treesehingga pengguna mudah melihat pengelompokan dariinformasi yang ingin dilihat.

h. Slider

Slider adalah tampilan berbentuk seperti penggeser dimanapengguna dapt menggesernya ke kanan atau ke kiri, ke atasatau ke bawah. Slider berfungsi untuk memberikan akses bagipengguna mengubah suatu nilai dengan cepat. Slider umumnyamemiliki nilai dalam suatu range tertentu. Ada kalanya nilai yangditunjukkan slider ditampilkan ada kalanya tidak. Pada gambardi atas dimana slider digunakan untuk mengaktifkan speakerkiri atau kanan nilai yang ditunjukkan slider tidak diperlihatkankarena nilai tersebut tidaklah terlalu penting.

i. Spin Box

Spin box adalah suatu box atau kotak yang berisi nilai-nilai(numerik) dimana selalu tersedia dua tombol (satu untukmenaikkan nilai dan satu lagi menurunkan nilai). Spin boxberfungsi untuk memberikan akses bagi pengguna dalammengubah suatu nilai tertentu. Keuntungan spin box

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 25: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

49No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Progress bar adalah suatu tampilan yang berbentuk batang(bar) yang panjangnya (nilainya) berubah sesuai dengan statusdari suatu proses yang tengah berlangsung. Umumnyaprogress bar diberi label berupa prosentase untuk menunjukkanbesarnya prosentase dari proses yang tengah berlangsung.Progress bar sangat ideal digunakan saat program pertamakali berjalan (loading) untuk menunjukkan bahwa programtengah melakukan loading file-file tertentu atau tengahmelakukan suatu inisialisasi. Tanpa progress bar bisa jadipengguna mengira program hang atau macet padahal programtengah melakukan inisialisasi.

l. Status bar

Status bar adalah informasi (berupa teks) terletak di bagianbawah jendela. Status bar berfungsi untuk menampilkaninformasi singkat mengenai status atau keadaan aplikasi saatitu.

4. SARAN UNTUK PENGEMBANGANPEMBELAJARAN BERBASIS KOMPUTER.Pembelajaran Berbasis Komputer (PBK) adalah pembelajaran yangmenggunakan komputer sebagai mediumnya. Umumnya PBKbersifat suplementary terhadap pembelajaran melalui buku ataupembelajaran di kelas (Hannafin & Peck, 1988). Karena sifatnyaini beberapa orang menggunakan istilah CAI (Computer AssistedInstruction), CAL (Computer Assisted Learning). CAI sendiri, secaraumum, bermakna instruksi pembelajaran melalui komputer yangmemiliki karakteristik yang khas : menekankan belajar mandiri,interaktif, dan menyediakan bimbingan (Steinberg, 1991). Istilah-

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 26: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

51No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Secara khusus penulis ingin mengulas tahap design di atas. Padatahap ini cetak biru dari suatu program PBK dilakukan. Sayangnyajustru pada tahap ini rancangan interface (GUI) tidak dilakukansecara memadai. Komponen-komponen GUI yang dieksplor olehpenulis, pengkaji dan team leader hanya sebatas pada button, menudan toggle button. Pengintegrasian rancangan GUI jelas akanberpengaruh besar terhadap cetak biru yang dihasilkan dan padagilirannya terhadap produk PBK (dalam bentuk program komputer).Seperti telah diuraikan di atas GUI yang baik akan meningkatkankenyamanan dan kemudahan pengguna atau meningkatkanusability. Tanpa rancangan GUI yang baik tidak heran bila produkPBK dari Pustekkom kurang menarik dan tidak intuitive.Kekurangan ini tentu saja bukan kesalahan mutlak pada penulis,pengkaji naskah ataupun team leader. Permasalahanya adalahkurangnya pembekalan pengetahuan tentang pentingnya GUI padasuatu aplikasi komputer.

Oleh karena itu penulis mengajak mereka baik yang berhubunganlangsung dengan produksi PBK di Pustekkom maupun pihak luar(universitas misalnya) yang tertarik dengan pengembangan PBKuntuk bersama-sama mendalami dan melakukan berbagai studitentang HCI untuk melihat bagaimana pemanfaatan komputer padaanak didik kita. Bukankah ini membuka suatu cakrawala baru,bahkan profesi baru? Harapan penulis rekan-rekan yang memilikilatar belakang Teknologi Pendidikan tertarik untuk menggeluti HCI.HCI sendiri bersifat multi disiplin sehingga nampaknya sinergi antarailmu komputer dengan ilmu-ilmu lain seperti psikologi (cognitivepsychology) atau teknologi pendidikan akan menghasilkan produkPBK yang lebih baik.

KEPUSTAKAANFenrich, P. (1997). Practical Guidelines For Creating Instructional

Multimedia Applications. Fort Worth: The Dryden Press.Hannafin, M., & Peck, K. (1988). The design, development, and

evaluation of instructional software. New York: MacMillan.

Gatot Pramono: Graphical User Interface

Page 27: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

53No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

MUDAHNYA MEMILIKIPORTAL WEB SENDIRI

Oleh: Dwi Sumarwanto *)

Abstrak

Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawakemudahan bagi penggunanya. Sejak www, http dan htmldikenalkan, babak baru dalam penyebaran informasi globaldimulai. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dangerakan open source di dunia, perkembangan web yang dahulustatis dan memerlukan sumber daya yang banyak dankemampuan pemrograman web yang tinggi untukmengembangkannya, saat ini sudah tergantikan denganberbagai jenis aplikasi Portal Web yang instan dan siap pakai.Berbagai jenis aplikasi portal web baik yang komersil dan gratisbanyak ditemukan di internet, mulai dengan dukungan teknologidan fasilitas yang sederhana hingga yang kompleks. CMS(Content Management System) merupakan salah satu bagiandari portal web yang berperan sebagai pusat kendali dalamsebuah portal. Dengan aplikasi CMS pada sebuah portal web,siapapun bisa menjadi pemilik sekaligus pengelola sebuahportal web.

Kata kunci : portal web, internet, open source, CMS

PENDAHULUANPerkembangan teknologi informasi khususnya internet hampirsemuanya dimulai dari hasil riset yang panjang, hingga saat inipunberbagai hal seputar dunia internet masih dilakukan untuk memperolehhal-hal baru. Sejak komputer ditemukan pertama kali, tidak bisa

*) Dwi Sumarwanto , S.Si, S.Kom., adalah Staf PUSTEKKOM DEPDIKNAS

Page 28: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

55No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

(CERN). Dengan posisi sebagai software engineer, Tim mencobamembuat sebuah aplikasi yang dapat digunakan untuk berbagi datadan informasi bagi para peneliti CERN yang tersebar diberbagainegara sehingga pekerjaan mereka menjadi lebih efisien. Aplikasibuatan Tim tersebut diberi nama Enquire (web browser) yangkemudian dibawa keluar dari CERN agar dapat digunakan olehpeneliti-peneliti lainnya. Akhirnya pada tahun 1991, Timmeluncurkan browsernya, sampai suatu saat, seseorang bernamaMarc Andressen meluncurkan browser yan diberi nama Mosaicyang kemudian berkembang menjadi Netscape. Meskipun tidakberhasil menjadi orang tenar seperti halnya Bill Gates, Tim telahmeletakkan sebuah penemuan besar bagi perkembangan internethingga dirinya dinobatkan sebagai 100 dari orang yangberpengaruh pada abad ini versi majalah TIME. Lewatpenemuannya, sekarang kita mengenal WWW (World Wide Web),HTTP (Hyper Text Transfer Protocol), URL (Uniform ResourceLocator) dan HTML (Hyper Text Markup Language) dimana kitadapat berbagai file, gambar, suara, musik dan informasi.

B. Sejarah Portal WebInternet dengan layanan WWW (World Wide Web) mengalamibanyak pengembangan dari isi dan teknologinya, diantaranyaadalah web portal. Seperti sebuah web, portal web tak ubahnyasebuah web biasa tetapi memiliki kelebihan pada isinya. Dalamsuatu portal web akan banyak dijumpai fasilitas yang jarang kitajumpai pada web pribadi atau web sekelasnya. Portal web mulaipopuler sejak tahun 1999 dan menjadi aplikasi internet yang hangatuntuk diperbincangkan pada tahun 2000. Saat mulai dirintis,komunitas IT sudah kenal dengan portal kecil atau “micro portal”seperti slashdot (www.slashdot.org) dan proyek weblog, yangdidalamnya menyajikan berbagai informasi dan link yang terkaityang dibuat dengan struktur dan anatomi web yang khas. Microportal itulah yang kemudian menjadi cikal bakal tumbuhnya portalsekarang ini dengan dukungan teknologi yang besar dan contentyang melimpah serta maraknya gerakan open source diseluruhdunia.

Dwi Sumarwanto: Memiliki Portal Web Sendiri

Page 29: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

57No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

portal www.detik.com yang mempunyai kontributor berita diberbagaidaerah dan manager (CEO) yang berperan mengelola portaltersebut.

Awal-awal demam portal web dimulai, hampir semua orang atauperusahaan berlomba-lomba untuk membangunnya, mulai dariyang kelas bawah hingga yang enterprise. Saat itu banyak portalweb bermunculan dan tidak sedikit pula yang tutup, berbagai upayadilakukan mulai merubah orientasi bisnisnya hingga melakukanmerger (Geocities.com dengan Yahoo.com). Saat itu untukmembuat sebuah portal web yang lengkap dengan berbagailayanan serta aplikasi yang canggih sangatlah sulit, disampingkendala biaya juga sedikitnya pilihan teknologi yang dipakai.

D. Perkembangan Portal WebDahulu untuk membuat sebuah portal web minimal dibutuhkansebuah tim yang terdiri dari web programmer yang menguasai skrippemrograman web dan database (PHP, ASP, Perl, HTML, MySQL,Postgree) dan desainer grafis (Adobe Photoshop, CorelDraw,Macromedia Fireworks). Sedangkan dari sisi waktu, dibutuhkanwaktu yang cukup relatif lama jika dimulai dari menentukankebutuhan (requirement capture) untuk apa portal dibuat,programming hingga tahap implementasi.

Saat ini untuk membuat dan memiliki sebuah portal web bisa dapatdinikmati oleh semua orang dengan tidak perlu memperhatikankeahlian orang tersebut, bukan seorang programmer web atau ahlidibidang grafis pun dapat memiliki dan mengelola sebuah portalweb yang menakjubkan dan dapat disejajarkan dengan portal weblain yang sudah mapan.

Sejak fenomena gerakan open source didengungkan beberapatahun silam, seolah membalikkan kondisi dunia komputer (Internet).Banyak aplikasi portal web yang dikembangkan dan didistribusikanoleh perorangan atau sekelompok penggiat TI, disamping gratisdan bebas memperolehnya aplikasi portal web tersebut juga

Dwi Sumarwanto: Memiliki Portal Web Sendiri

Page 30: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

59No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

8 TYPO3 www.typo3.com Free dan open source, untukenterprise dan intranet

9 Midgard www.midgard-project. Free dan open sourceorg

10 Lucid http://lucidcms.net Free, open source, untuk situsyang tidak terlalu besar,tampilan sederhana

11 Plume www.plume-cms.net Free, open source, sederhanatapi power full

12 Blue Shoes www.blueshoes.org Free, tapi kode program/source code tidak disertakan

13 Caravel www.caravelcms.org Free dan open source

14 CMS Made Simple www.cmsmadesimple. Free dan open sourceorg

15 Dragon Fly http://dragonflycms.org Free dan open source

16 Free Styler http://datalink.com.au Komersial

17 Bandits http://freshmeat.net/ Free dan open sourceprojects/cms-bandits

18 PHP Nuke www.phpnuke.org Free, open source danpower full

19 Moodle www.moodle.org Free, open source, portallearning manajemen yanghandal

20 Aura www.ayo.kliksini.com/ Free, open source, buatanauracms Indonesia

21 Pangsit www.sentralweb.com Free, open source, buatanIndonesia

E. Portal Web MamboDari berbagai aplikasi portal di atas, Mambo adalah salah satujenis CMS portal web yang sangat mudah diinstalasi dan simpelpengaturannya. Mambo dengan motto Power is Simplicity membuatpenggunanya yang awam akan dunia pemrograman web menjadipercaya diri sebagai administrator web dengan dukungan aplikasi

Dwi Sumarwanto: Memiliki Portal Web Sendiri

Page 31: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

61No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

6. Kemampuan mengatur weblink7. Kemampuan mengatur FAQ8. Kemampuan mengatur news flash9. Kemampuan mengatur arsip dan menampilkan kembali10. Kemampuan mengatur halaman kontak dan form email11. Kemampuan mengatur user dengan akses level yang

berbeda12. Kemampuan menambah komponen, modul dan template

Selain fasilitas diatas, dengan sedikiti pengetahuan teknikpemrograman web kita juga dapat menambahkan sendiri toolsdan layanan lain sesuai kebutuhan.

F. Penutup1. Kesimpulan

a. Perkembangan teknologi internet menjadi luas setelah TimBerners Lee menemukan teknologi www (world wide web),HTTP (Hyper Text Transfer Protocol), URL (UniformResource Locator) dan HTML (Hyper Text MarkupLanguage) dimana kita dapat berbagai file, gambar, suara,musik dan informasi.

b. Era perkembangan portal web dimulai sekitar tahun 1999dengan adanya proyek micro portal slashdot dan weblog.

c. Portal web mengalami perkembangan yang pesat sejakadanya gerakan open source, yaitu banyaknya aplikasiCMS Portal Web yang dikembangkan dan disebarkan olehkomunitas TI dengan sumber kode/source code yangdibuka sehingga memudahkan pengembangannya.

d. Mambo merupakan salah satu CMS Portal Web yang baikuntuk digunakan, dengan dukungan aplikasi yang baik sertabanyaknya komunitas penggunanya.

2. Sarana. Pilihlah Portal Web sesuai dengan kebutuhan Andab. Pertimbangkan dukungan berbagai macam web browser

kepada portal web Anda

Dwi Sumarwanto: Memiliki Portal Web Sendiri

Page 32: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

63No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

*) Drs. Sudirman Siahaan, M.Pd., adalah tenaga fungsional penelitibidang pendidikan pada Pustekkom Depdiknas.

SEPUTAR PEMBELAJARANELEKTRONIK

(e-Learning)Sudirman Siahaan*)

Abstrak

Setiap kemajuan yang berhasil dicapai oleh ilmu pengetahuandan teknologi hendaklah senantiasa dipandang sebagai suatuinstrumen untuk peningkatan kualitas hidup manusia. Demikianjuga halnya dengan “e-learning” sebagai salah satu wujudkemajuan yang dicapai di bidang teknologi komunikasi daninformasi haruslah juga disikapi secara positif sekalipun harusdiakui ada sisi negatifnya. Dipandang secara positif, artinya,sejauh mana “e-learning” dapat dioptimalkan pemanfaatannyasehingga menjadi kontributor yang positif terhadap berbagaiaspek kehidupan manusia pada umumnya dan bagi duniapendidikan dan pembelajaran pada khususnya. Dalam kaitanini, kerjasama dan koordinasi antara berbagai institusi/organisasi yang mempunyai keterkaitan misi, tugas dan fungsidi bidang teknologi komunikasi dan informasi perlu disinergikanagar kemajuan yang ada dapat memberikan manfaat yangsebesar-besarnya terutama di bidang pendidikan danpembelajaran. Berkaitan dengan respons terhadap “e-learning”,ada yang pro dan kontra. Masing-masing dari kedua pihak inididukung oleh berbagai argumentasi. Sejauh lembaga-lembagapendidikan tertentu merespons “e-learning” secara positif karenamemberikan nilai tambah bagi peningkatan kualitas lulusannya,maka lembaga pendidikan tersebut perlu didukung sebagaipionir. Lembaga-lembaga pendidikan lainnya dapat menjadikanpengalaman lembaga pionir ini sebagai rujukan apakah akanmemanfaatkan “e-learning” atau akan menunda untuk jangkawaktu tertentu.

Page 33: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

65No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Kenyataannya memang tetap selalu pihak yang pro dan kontra.Sekalipun demikian, yang juga menjadi kenyataan adalah bahwaberbagai lembaga pendidikan sekolah atau pelatihan yangmemandang penting pemanfaatan “e-learning dan telah melakukanberbagai persiapan yang pada akhirnya telah mulai menerapkan“e-learning. Tidaklah juga perlu memaksakan berbagai pendidikansekolah atau pelatihan lainnya untuk segera memanfaatkan “e-learning”. Dalam hal ini, pengelola lembaga pendidikan sekolahatau pelatihan yang cepat dan sigap untuk memanfaatkankemajuan teknologi, biarlah mereka lakukan dengan cepat.Senaliknya, pengelola lembaga pendidikan sekolah atau pelatihanyang menilai belum saatnya untuk ber”e-learning”, biarlah jugamereka menyusul kemudian.

Terlepas dari pro dan kontra terhadap penerapan “e-learning”, makatulisan ini dimaksudkan sebagai suatu sumbang pemikiran untukmelihat berbagai aspek yang berkaitan dengan “e-learning” yangdapat menambah perluasan wawasan. Atau setidak-tidaknya,sebagai bahan perbandingan namun bukan untuk memihak padapihak yang pro atau kontra terhadap “e-learning”.

B. PEMBAHASAN1. Pengertian “e-Learning”

Pertama-tama perlu disepakati terlebih dahulu tentangpengertian istilah “e-learning” (pembelajaran elektronik).Beberapa istilah lain yang digunakan untuk “e-learning” adalah:“internet-based learning” (belajar berbasis internet), “virtuallearning” (belajar melalui lingkungan maya), “web-basedlearning” (belajar berbasis web). Dalam kaitan denganpengertian “e-learning”, Mark Nichols mengemukakan bahwa“e-learning” merupakan kegiatan pendidikan/pembelajaranyang memanfaatkan berbagai sarana teknologi, baik yangberupa “web-based”, “web-distributed”, maupun “web-capable”(Nichols, 2003).

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 34: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

67No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

e. mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembagapenyelenggara (Newsletter of ODLQC, 2001).

Berkaitan dengan pengertian tentang “e-learning”, AriefRachman mengemukakan bahwa ada 3 kriteria mendasar yangperlu dipahami dalam mendiskusikan “e-learning”, yaitu bahwa“e-learning”:a. merupakan jaringan yang memungkinkan dilakukannya

pemutakhiran secara instan, penyimpanan/pengambilan,distribusi dan berbagi informasi atau materi pembelajaran;

b. menggunakan perangkat komputer sebagai saranapenyajian dengan menerapkan standar teknologi internet;

c. berfokus pada keluasan pandangan tentang belajartermasuk tentang solusi belajar yang melampaui paradigmapelatihan yang tradisional. (Rachman, 2002).

2. Awal Perkembangan “e-learning” di IndonesiaDari berbagai referensi dapat diketahui bahwa beberapainstitusi di berbagai negara telah menyelenggarakan secarapenuh kegiatan pembelajaran yang dikelolanya melalui mediaelektronik (e-learning). Artinya, “e-learning” benar-benarberfungsi sebagai pengganti kegiatan pembelajaran yangdisajikan secara tatap muka di sekolah normal (konvensional).Berbagai kepentingan untuk konsultasi dan diskusi dengandosen atau penyerahan tugas-tugas dilakukan secaraelektronik, melalui fasilitas telepon, atau fax. Apabila dalamkeadaan yang sangat diperlukan, memang disediakan peluanguntuk bertatap muka antara mahapeserta didik dan dosen.Lulusan yang dihasilkan melalui “e-learning” dihargai samadengan hasil kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan secaratatap muka. Bagaimana “e-learning” di Indonesia?

Tampaknya, belum ada institusi pendidikan di Indonesia yangmenerapkan “e-learning” sebagai substitusi atau penggantikegiatan pembelajaran yang disajikan secara tatap muka disekolah konvensional. Dengan demikian, tidak ada alternatif

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 35: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

69No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

di daerah perkotaan. Peranserta masyarakat perkotaan yangmenyediakan fasilitas koneksi internet kepada publik, yaitu yangberupa Warung Internet (WARNET) terus meningkat jumlahnyadari tahun ke tahun. Jumlah berbagai lembaga dan perseoranganyang mengembangkan website yang antara lain berisikanberbagai referensi tentang ilmu pengetahuan, baik untukkonsumsi umum maupun secara khusus untuk peserta didik,mahapeserta didik, guru/dosen, dan kaum profesionals. Selainitu, hadirnya berbagai penyedia jasa internet yang memberikankemudahan kepada publik untuk menjadi pelanggan internet(internet subscribers) secara gratis turut mempercepatpemanfaatan internet di Indonesia.

Sebagai satu catatan bahwa pengguna internet di Indonesia padatahun 1995 berjumlah sekitar 10.000 pengguna, kemudian terusmeningkat menjadi sekitar 2,4 juta pengguna pada tahun 2001dengan rincian: 550.000 pengguna dari rumah, 26.000 penggunadari perusahaan, 2.000 sekolah dengan rata-rata 500 penggunasetiap sekolah, 500 perguruan tinggi dengan rata-rata 1.000mahapeserta didik setiap perguruan tingginya, dan 2.500 warunginternet dengan rata-rata 100 pelanggan dari setiap warunginternet (Hardjito, 2002).

Kemudian, berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan telahmulai melakukan perintisan penerapan “e-learning” dalamkegiatan belajar-mengajar. Dalam hal ini, fungsi “e-learning”dapat sebagai tutorial, pengayaan, atau remedial bagi pesertadidik. Beberapa di antara lembaga pendidikan dan pelatihan iniadalah sekolah-sekolah di lingkungan BPK Penabur Jakarta,Universitas Bina Nusantara, UGM, Universitas Pelita Harapan,Universitas Terbuka, Universitas Trisakti.

3. Apakah “E-learning” atau Metode Belajar lewatInternet telah Menjadi Kebutuhan?Untuk dapat menjawab apakah “e-learning” atau metodepembelajaran melalui internet telah menjadi suatu kebutuhan,

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 36: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

71No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

memperkaya pemahamannya, memperluas wawasannya, danpada akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajarmereka. Dengan demikian, tidak perlu harus menunggu sampaisemua sekolah sudah benar-benar siap dalam arti telahdilengkapi dengan fasilitas lab komputer dan LAN, barukemudian kita memikirkan untuk memulai menerapkan “e-learning”.

Peningkatan jumlah pengguna internet sangat menakjubkandi berbagai negara, terutama di lingkungan negara-negaraberkembang. Alexander Downer, Menteri Luar negeri Australia,mengemukakan bahwa jumlah pengguna internet dalam kurunwaktu 1998-2000 meningkat dari 1,7 juta menjadi 9,8 juta orang(Brazil), dari 3,8 juta menjadi 16,9 juta orang (China), dan dari3.000 menjadi 25.000 orang (Uganda) (Downer, 2001).

Sebagai perbandingan dapat dikemukakan bahwa prosentasejumlah warga negara di kawasan Asia Tenggara yang telahmemanfaatkan internet atau telah terkoneksi dengan internetadalah: Singapore (49%), Malaysia (17%), Filippina (2.46%),Thailand (1,86%), Brunei Darussalam (1,19%), dan disusul olehIndonesia (0,88%), Lao PDR (0,11%), Vietnam (0,13%), danCambodia (0,05%). (Pascual dan Sulaiman, 2003). Dalam kaitanini, tentunya kita harus bekerja lebih keras lagi agar semakinbanyak warga negara kita yang melek internet sehingga tidaktertinggal/terlindas oleh persaingan kehidupan global, semakinbanyak lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan yangmenerapkan “e-learning”, dan semakin banyak pula anggotamasyarakat yang menyediakan layanan fasilitas koneksi internetsehingga mempermudah publik untuk memanfaatkannya bagiberbagai kepentingan.

4. Bagaimana Kemungkinan KeberhasilanPenerapan Sistem Belajar secara Elektronik?Ya, memang sangat berat untuk mengubah kebiasaan yangtelah berkembang di masyarakat. Masyarakat Indonesia dikenal

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 37: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

73No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Dari berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan olehberbagai pihak, baik yang bersifat individual maupuninstitusional (perguruan tinggi dan lembaga penelitian), ternyataprestasi belajar para lulusan SMP Terbuka tidak kalah jauhdengan lulusan SMP biasa atau konvensional. Para lulusanSMP Terbuka juga tidak kalah bersaing dalam mengikutipendidikan lanjutan di Sekolah Menengah. Dewasa ini, SMPTerbuka dapat dijumpai di semua propinsi di Indonesia dantelah dijadikan sebagai salah satu pola wajib belajar pendidikandasar sembilan tahun.

Persoalan tentang kesiapan menerima atau menerapkan sistempembelajaran melalui pemanfaatan internet atau “e-learning”,maka tidak perlu harus menunggu atau menundanya denganberbagai dalih tetapi justru memulainya dengan berbagai ragamkesiapan yang ada. Bahkan sekarang ini, beberapa sekolahsudah berinisiatif memulai penerapan “e-learning” sekalipundalam skala yang masih relatif kecil. Artinya, kesiapan untukmenerapkan “e-learning” dapat dimulai dengan jumlah sekolahyang sedikit sebagai pionir. Secara bertahap, sekolah-sekolahlainnya akan dapat belajar dari pengalaman yang telah dimilikioleh sekolah-sekolah pionir (rintisan). Pentahapan yangdemikian ini akan berjalan seiring dengan perkembangankesiapan sekolah-sekolah lainnya.

Infrastruktur teknologi telekomunikasi yang telah tersedia akanterus ditingkatkan. Demikian juga dengan jumlah sekolah yangmelengkapi dirinya dengan lab komputer dan fasilitas LAN akansemakin banyak dan terus meningkat, berbagai situs yangmenyajikan materi pembelajaran mulai tersedia sehingga dapatdiakses oleh para peserta didik, pelatihan para guru di bidangpengembangan dan pemanfaatan internet untuk pembelajaranjuga terus dilakukan, jumlah warga masyarakat yangmenyediakan layanan fasilitas koneksi internet terus bertambahbanyak, maka tidak ada alasan untuk berdiam diri ataumenunggu, tetapi melakukan sinergi antara berbagai institusi

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 38: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

75No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Guru, tentunya dengan dukungan sekolah dan orangtua pesertadidik serta berbagai pihak lainnya, mulai merintis penggunaan“perangkat lunak (software)” tertentu di dalam merancang danmenyajikan materi pelajarannya kepada peserta didik. Porsiwaktu peserta didik untuk melakukan koneksi ke internetsemakin meningkat. Sangat ideal apabila para peserta didikdapat melakukan koneksi internet di sekolah setelah jampelajaran sekolah usai. Artinya, peserta didik berada di sekolahlebih lama. Pertemuan di kelas dengan guru semakin lebihterfokus pada pembahasan berbagai kesulitan yang dihadapipara peserta didik sewaktu melakukan akses internet. Artinya,terjadi pembagian “tanggungjawab” antara guru dan fasilitasinternet dalam kegiatan pembelajaran.

Manakala berbagai kondisi yang dibutuhkan dinilai sudahkondusif untuk memulai kegiatan pembelajaran secaraelektronik, maka lembaga pendidikan dapat saja memulaikegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan internet (internet-based learning) sebagai pengganti kegiatan pembelajaransecara tatap muka. Tentunya, keputusan untuk memulaikegiatan pembelajaran secara elektronik penuh dilakukansecara bertahap.

Sebagai contoh misalnya, penerapan “e-learning” dapat dimulaidari pemanfaatan fasilitas email sebagai media komunikasiantara peserta didik dengan guru di samping untuk berbagaipenugasan. Kemudian, tahapan berikutnya dapat sajadilakukan dengan pemanfaatan internet untuk kegiatan tutorial,pengayaan, atau remedial. Setelah itu, barulah dimulaipenerapan “e-learning” sebagai substitusi kegiatanpembelajaran secara tatap muka di kelas. Pola pembelajaran“e-learning” sebagai substitusi terhadap kegiatan pembelajaransecara tatap muka telah diterapkan oleh berbagai institusi diberbagai negara. Para peserta didik yang lulus melalui “e-learning” dengan peserta didik yang lulus melalui kegiatan

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 39: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

77No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

elektronik. Dalam kaitan ini, para ahli pembelajaran elektroniktelah menyiasati kemungkinan terbukanya peluang bagi pesertadidik untuk melakukan berbagai kecurangan dalam mengikutiujian.

Model ujian yang ditempuh adalah mengumpulkan semuapeserta didik yang akan mengikuti ujian di tempat tertentu yangdilengkapi dengan perangkat komputer yang terkoneksi kejaringan internet. Soal-soal ujian tetap disajikan secaraelektronik. Dengan teknik-teknik tertentu, peserta didik hanyaboleh mengubah pilihan jawabannya sebanyak 2 kali misalnyadan soal-soal ujian akan terkunci apabila waktu yangdialokasikan untuk mengerjakannya telah habis. Di sampingitu, tempat penyelenggaraan ujian juga diawasi oleh petugastertentu. Dengan demikian, peserta didik yang mengikuti ujiantidak akan mempunyai kesempatan untuk saling bekerjasama.

Di samping kekhawatiran tentang kualitas pelaksanaan danhasil ujian bagi peserta didik yang mengikuti kegiatanpembelajaran secara elektronik, masih ada kekhawatiranbanyak pihak yaitu yang berkaitan dengan peluang“komersialisasi ijazah”.

Yang namanya jual beli apa saja termasuk ijazah dapat terjadikapan saja dan di mana saja, baik dalam kegiatan pembelajarandi sekolah reguler maupun kegiatan pembelajaran melaluipemanfaatan internet (“e-learning”). Berbagai media massapada waktu-waktu yang lampau banyak menyoroti tentangadanya sinyalemen kepemilikan atau penggunaan ijazah aspal(asli tetapi palsu). Tidak akan ada asap apabila tidak ada api.Terjadinya ijazah palsu ini tentunya disebabkan karena adapihak yang membutuhkan dan ada pihak yang menawarkan.Pada umumnya pihak yang menawarkan ini adalah oknum yangtidak bertanggung-jawab.

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 40: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

79No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

besarnya terutama di bidang pendidikan dan pembelajaran.

Istilah “e-learning” diartikan sebagai kegiatan pendidikan/pembelajaran yang memanfaatkan berbagai sarana teknologi.Berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan telah menerapkan “e-learning” dalam kegiatan pembelajarannya. Lembaga pendidikandan pelatihan ini telah melewati beberapa tahapan. Bahkanbeberapa di antara lembaga pendidikan dan pelatihan telahmenerapkan “e-learning” sebagai substitusi dari kegiatanpembelajaran secara tatap muka.

Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran secara elektronik (“e-learning”), banyak kekhawatiran yang dilontarkan, misalnya tentangkualitas lulusannya, pelaksanaan ujiannya, atau peluang untuk jual-beli ijazah. Dalam kaitan ini, perlu dilakukan keseriusan dalammenerapkan “e-learning”. Berbagai kelemahan atau kekhawatiranmasyarakat akan model pembelajaran “e-learning” perlu disiasatisehingga dapat menjadi satu alternatif kegiatan pembelajaran yangdibutuhkan dengan memperoleh pengakuan yang sama dengankegiatan pembelajaran secara tatap muka.

KEPUSTAKAAN

Brown, Mary Daniels. (2000). “Education World: Technology in theClassroom: Virtual High Schools, Part 1, The Voices ofExperiences”. Sumber: Internet <http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml>

Downer, Alexander. 2001. The Virtual Colombo Plan-Bringing theDigital Divide. (sumber dari internet: http://www.ausaid.gov.au/).

Feasey, Dave. 2001. E-Learning. Eyepoppingraphics, Inc. (sumberdari Internet tanggal 20 Agustus 2002: http://eyepopping.manilasites.com/profiles/).

Hardhono, A.P. 2002. ‘Potensi Teknologi Komunikasi dan Informasidalam Mendukung Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh diIndonesia’ dalam Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh

Sudirman Siahaan: Seputar Pembelajaran Elektronik (e-Learning)

Page 41: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

81No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

*) Zulfah Larisu, M.Si., Staf Pengajar FISIP Unhalu Kendari

KEBUTUHAN DAN PERILAKUPENCARIAN INFORMASI

(Sebuah Tinjauan Hasil Penelitian)Oleh: Zulfah Larisu *)

Abstrak

Penelitian kebutuhan dan perilaku pencarian informasidilakukan pada kelompok orang yang berpotensi membutuhkaninformasi, baik untuk keperluan pendidikan maupunpekerjaannya. Penelitian-penelitian dilakukan untukmengidentifikasi informasi apa yang dibutuhkan danmengetahui bagaimana perilaku mencari informasi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan dan perilaku pencarianinformasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhaninformasi untuk masing-masing kelompok sesuai dengan latarbelakang pendidikan dan pekerjaannya. Sedangkan perilakupencarian informasi banyak dilakukan pada perpustakaansebagai sumber informasi dan juga sumber informasi online(internet). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhandan perilaku pencarian informasi adalah ketersediaan dankemudahan mengakses informasi.

I. PENDAHULUANSejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,informasi seakan-akan telah menjadi bagian penting dalamkehidupan manusia, bahkan dengan anggapan seperti ini lahirsuatu istilah yang mengatakan “siapa yang menguasai informasimaka dialah yang akan menguasai dunia”. Senada dengan hal iniDaniel Bell (1985) juga menyebutkan bahwa pada masa-masa inilah

Page 42: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

83No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Sementara, menurut Wersig (dalam Belkin dan Vickery, 1985),perilaku pencarian informasi adalah aspek yang dapatmenggambarkan mengapa hingga bagaimana dan untuk apapencarian informasi dilakukan oleh manusia. Ketiga gambaranaspek perilaku pencarian informasi tersebut mensyaratkan adanyaalasan kebutuhan akan informasi, pilihan tindakan yang berkaitandengan informasi, dan proses atau cara dalam pencarian informasiserta mensyaratkan makna tujuan atau kegunaan pencarianinformasi yang dilakukan. Evans (1987) menyatakan bahwaseseorang mencari informasi menggunakan 2 (dua) sumber yaituformal yang berhubungan dengan lembaga-lembaga pusatinformasi dan tidak formal atau di luar lembaga pusat informasi.

Perilaku pencarian informasi juga dimulai dengan adanyakesenjangan (gap) dalam diri si pencari informasi, yaitu antarainformasi yang dimiliki saat itu dengan kebutuhan informasi yangharus diperlukan. Timbulnya kesenjangan tersebut akhirnyamendorong untuk mencari informasi guna mengatasi masalah yangdihadapinya (Kulthau, 1991 : 362). Wersig (dalam Belikn danVickery, 1985) menyatakan segala perilaku seseorang termasukdalam pencarian informasi didasarkan pada gambaran tentanglingkungan, pengetahuan, situasi dan tujuan yang ada di dalamdiri manusia. Perilaku pencarian informasi menurut Pannen (1990)adalah keadaan ketika orang berperan melewati ruang dan waktuuntuk memenuhi informasi. Jadi perilaku pencarian informasi yangdimaksud di sini adalah proses dalam bentuk keterampilan yangdapat diamati dan yang tidak, yang merupakan salah satu bagiandari perwujudan sikap. Perilaku pencarian informasi dilihat darihubungan dengan sumber informasi, strategi mencari informasi,frekuensi hubungan dengan sumber informasi dan waktu yangdigunakan untuk berhubungan dengan sumber informasi. MenurutBelkin (1985) perilaku pencarian informasi dipengaruhi oleh latarbelakang sosial budaya, pendidikan, tujuan yang ada pada dirimanusia dan lingkungan sosialnya.

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 43: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

85No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

informasi Dosen Fakultas Kedokteran Undip dan Unisula di KodyaSemarang, yang dilakukan oleh Suwanto dan dipublikasikan padatahun 1996. Penelitian terhadap perilaku pencarian informasi StafPengajar Fakultas Pertanian di IPB, yang dilakukan oleh Sumarlinahpada tahun 1997. Penelitian terhadap kebutuhan dan perilakupencarian informasi para profesional dan staf administrasi diUniversitas Western Ontario yang dilakukan oleh Wilkins dan J.Leckie (1997).

III. PERMASALAHAN PENELITIANPenelitian terhadap kebutuhan dan perilaku pencarian informasidalam skala besar untuk menjawab beberapa pertanyaan. Tentusaja, yang terutama adalah pola penggunaan informasi olehberbagai kalangan. Penekanannya bukan saja pada si pengguna,melainkan pada jenis-jenis bahan pustaka apa yang palingdibutuhkan dan dicari oleh pengguna. Tujuan utama kajian-kajiandi bidang ini adalah untuk mencari-tahu bagaimana caranyamengefektifkan penggunaan bahan pustaka dan bagaimana caraagar pengguna lebih banyak menggunakan bahan pustaka. Secararinci pertanyaan penelitian yang diajukan, seperti: Apa kebutuhaninformasi para insinyur, peneliti, mahasiswa multikultur, mahasiswapenulis skripsi, Dosen Kedokteran, Dosen Pertanian dan paraprofessional perguruan tinggi? Bagaimana kebutuhan informasitersebut dipenuhi? Adakah cara yang efektif dan efisien yang dapatdilakukan untuk memenuhi kebutuhan informasi tersebut? Apakahada institusi yang berperan penting dalam memenuhi kebutuhaninformasi itu secara lebih baik? Sumber-sumber informasi apakahyang banyak dan sering dipakai? Adakah hambatan psikologis,intelektual maupun institusional yang menentukan tingkat kepuasanpemakai informasi? Bagaimana cara mengatasi hambatan dalammencari informasi?

IV. METODE PENELITIANMenurut Wilson, kajian awal di bidang ini berfokus kepadapenggunaan sistem (system use), bukan kepada perilaku pemakai(user behavior). Baru pada tahun 1980-an terjadi perpindahan

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 44: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

87No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

mahasiswa pada tahap penyelesaian skripsi dihubungkan denganlatar belakang keilmuan; Sumarlinah (1997) meneliti dengan tujuanuntuk mengetahui perilaku pencarian informasi staf pengajarFakultas Pertanian dihubungkan dengan peringkat kepentinganinformasi dilihat latar belakang pendidikan dan kegiatan Tridhama;serta Wilkins dan J. Leckie (1997) dalam penelitiannya bertujuanuntuk mengetahui kebutuhan dan pencarian informasi tenagaprofesi dan staf administrasi Perguruan Tinggi dalam hubungannyadengan pekerjaan dan penggunaan perpustakaan. KecualiSuwanto (1996) meneliti dengan tujuan untuk menyelidikikemungkinan penyebab adanya perbedaan kebutuhan danpencarian informasi bagi dosen dalam hubungannya dengan tugasmengajar.

A. Pengumpulan dataSebagaimana dijelaskan di atas bahwa ciri penelitian surveisalah satunya adalah kuesioner, sebagai alat pengumpulandatanya. Kuesioner adalah daftar pertanyaan-pertanyaan yangakan diajukan atau dijawab oleh responden. Dalam penelitiansurvei kuesioner sebagai sumber data primer, di samping ituterdapat juga sumber data sekunder seperti observasi danwawancara. Data sekunder berfungsi untuk mendukung ataumemperkuat data primer.

Dalam penelitian tentang kebutuhan dan perilaku pencarianinformasi, teknik pengumpulan data banyak diperoleh melaluikuesioner, observasi dan wawancara, yang dilakukan kepadaresponden yang menjadi sampel penelitian. Kecuali penelitianyang dilakukan oleh Suwanto (1996) teknik pengumpulan datamelalui wawancara dan dokumenter. Penelitian survei tidakselalu dilakukan kepada populasi mengingat populasijumlahnya sangat besar dan terbatas oleh waktu, tenaga danbiaya untuk menjangkaunya, sehingga penelitian cukupdilakukan pada bagian populasi atau sampel.

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 45: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

89No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

proporsional dan Suwanto (1996) memilih sampel secararandom stratified artinya karena populasi sangat heterogenharus dibagi-bagi terlebih dahulu dalam lapisan-lapisan (strata)yang seragam kemudian berdasarkan strata tersebut diambilsecara acak. Hal ini dilakukan untuk memberi kemungkinansetiap strata terpilih menjadi responden.

C. Teknik Analisa DataTeknik analisa data yang banyak digunakan dalam penelitiantentang kebutuhan dan perilaku pencarian informasi adalahsecara deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Deskriptif kualitatifuntuk memaparkan dan menjelaskan kebutuhan-kebutuhandan perilaku pencarian informasi responden, dan kuantitatifuntuk mencari atau melihat adanya hubungan yang nyataantara variabel-variabel penelitian. Kecuali penelitian yangdilakukan Purnomowati (1998) analisa data hanya dilakukansecara deskriptif tanpa menguji hipotesa.

V. HASIL DAN REKOMENDASI PENELITIANTENTANG KEBUTUHAN DAN PERILAKUPENCARIAN INFORMASIPerilaku pencarian informasi merupakan salah satu kajian dalamdomain ilmu informasi, di mana pemakai ditempatkan sebagai unityang dianalisa. Berbagai ragam penelitian tentang kebutuhan danperilaku pencarian informasi telah dilakukan, dan memberikan hasilyang berbeda pula.

Holland dan Powell (1995) dalam penelitiannya berusahamengungkapkan kebutuhan dan kebiasaan-kebiasaan parainsinyur mencari informasi dalam hubungannya denganpenggunaan perpustakaan dan sumber-sumber informasi lain.Hasil penelitian diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhisuksesnya pekerjaan para insinyur salah satunya adalah karenamengetahui teknik pencarian informasi yang benar (20%).Sedangkan akses informasi elektronik untuk menunjang pekerjaan

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 46: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

91No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

elektronik agar pelajar terbiasa melakukan pencarian informasisecara elektronik yang dapat digunakamn dalam bekerja nanti.

Penelitian terhadap penelitian dan pengembangan di kalanganindustri startegis Indonesia yang dilakukan oleh Purnomowati(1995) dengan tujuan untuk mengetahui kebutuhan dan perilakupencarian informasi para peneliti. Hasil penelitian diperoleh bahwaalasan penggunaan informasi adalah untuk memecahkan masalahdalam pekerjaan (37,7%) dan untuk mengetahui literatur yangberhubungan dengan penelitian yang dilakukan (14,2%) serta untukmerancang produk baru 12,6%. Jenis informasi yang dibutuhkanadalah informasi standar, spesifikasi, dan informasi teknologi baru,yang berupa KIT siap pakai yang dapat langsung digunakan untukmemproduksi suatu barang.

Sumber informasi yang digunakan adalah literatur, orang (personal)dan lembaga. Cara mempeoleh sumber informasi yaitu denganmembaca, diskusi dengan kolega baik dari dalam maupun dariluar perusahaan, serta melalui seminar atau pameran. Asal sumberinformasi lebih banyak digunakan dari sumber informasi luar negeri(asing). Hasil penelitian merekomendasikan kepada pusdokinfountuk menyediakan informasi iptek kepada para peneliti danmeningkatkan pengetahuan pengelola informasi dilingkunganindustri strategis.

Dengan demikian hasil penelitian diperoleh bahwa peneliti lebihbanyak membutuhkan informasi yang dapat digunakan untukmemecahkan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan(dalam hal ini penelitian), dan banyak diperoleh dari literatur yangberbahasa asing (Inggris). Sumber informasi yang digunakan lebihbanyak adalah laporan-laporan teknik dan diperoleh dalamlingkungan sendiri (intern). Ketika informasi tidak ditemukan dalamlingkungan sendiri, penelitian baru mencari diluar seperti diperpustakaan dan teman di luar lembaga. Selain itu sumberinformasi lain yang dianggap penting adalah kontak person denganteman sejawat.

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 47: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

93No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pada PPDU dan PPDS-I dengan latar belakang pendidikan S1, S2dan S3 lebih banyak membutuhkan informasi yang berhubungandengan bidang ilmu dan bidang studi yang diajarkan. Informasidiperoleh dari buku teks majalah ilmiah dan hasil-hasil seminar.Sedangkan pencarian informasi dilakukan di perpustakaan, tokobuku dan internet. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkanbahwa tidak ada perbedaan antara dosen yang mengajar padaPPDU dan PPDS-I berdasarkan latar belakang pendidikan.

Sumarlinah (1997) dalam penelitiannya yang mencoba untukmelihat perilaku pencarian informasi staf pengajar dalam kegiatantridharma perguruan tinggi dan hubungan antara peringkatkepentingan informasi dengan kegiatan tridharma perguruan tinggi,diperoleh bahwa sumber informasi yang dianggap penting dansangat diminati adalah buku teks, majalah ilmiah terbitan dalamnegeri, tesis/disertasi dan buku pegangan/prosiding serta kontakperson antar sesama pengajar. Uji statistik ditemukan bahwaterdapat hubungan yang nyata antara peringkat kepentinganinformasi dengan jenis kegiatan tridharma perguruan tinggi danterdapat hubungan nyata antara peringkat kepentingan informasidengan strata pendidikan. Sumber informasi yang dipilih terbanyakdengan alas an mudah digunakan. Waktu yang digunakan untukmencari informasi antara 5 – 10 jam setiap minggu. Dengandemikian hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaandalam pemeilihan sumber informasi dengan jenjang pendidikandan kegiatan tridharma perguruan tinggi.

Wilkins dan J. Leckie (1997) dalam penelitiannya yang berusahamelihat kebutuhan dan perilaku pencarian informasi bagi tenagaprofesional dan staf administrasi Perguruan Tinggi danhubungannya dengan penggunaan perpustakaan. Hasil penelitianmenunjukkan bahwa informasi banyak diperoleh dari kontakpersonal, internet dan lembaga. Untuk kebutuhan informasi tentangpekerjaan sehari-hari dan waktunya singkat sedikit menggunakanperpustakaan, tetapi untuk kebutuhan informasi tentang pekerjaan

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 48: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

95No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kebutuhan dan perilaku pencarian informasi adalah 2 (dua) konsepyang tidak dapat dipisahkan dalam mengkaji fenomena penggunainformasi. Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan,menunjukkan bahwa kebutuhan informasi dipengaruhi oleh latarbelakang sosial (lingkungan), pekerjaan (profesi), pendidikan(keahlian/keilmuan). Perilaku pencarian informasi dipengaruhi olehkemudahan menjangkau atau menggunakan sumber informasiserta bahasa yang mudah dipahami.

Dalam mencari informasi memang banyak memanfaatkan sumber-sumber informasi seperti perpustakaan dan elektronik (on line).Namun kadang timbul masalah dalam proses pencarian informasiyakni adanya ketidakmampuan perpustakaan untuk memenuhisetiap permintaan penggunanya, akibat keterbatasan sumberinformasi dan sumber daya manusia yang dimiliki. Oleh karena itu,lembaga informasi (perpustakaan) tidak jarang mengupayakankerjasama dengan lembaga informasi lain dalam menyediakaninformasi yang dibutuhkan para penggunanya.

Kajian kebutuhan dan perilaku pencarian informasi akan terusberkembang dan makin spesifik. Dengan demikian akhirnyapengguna dapat menggunakan sumber-sumber informasi sepertiinternet (sumber informasi online), kontak personal (teman sejawat)dan lembaga terkait (lembaga pusdokinfo).

DAFTAR PUSTAKABelkin, Nicolas J. and Vickery, Alina (1985) Interaction in Information

System: Review Research from Document Retrieval to Knowledge– Based Systems, London, The British Library.

Bell, Daniel (1995) On Line Journalism Bukan Untuk Pengguna Biasadalam Ana Nadya Abrar, Jurnal ISIP Vol 2 No. 13, Juni – Agustus2000.

Darmono (1995) Studi tentang Kebutuhan dan Perilaku PencarianInformasi Mahasiswa Skripsi IKIP Malang. UI: Depok.

Dervin, B dan Nilan, M.S. (1996) Information Need and User, dalam

Zulfah Larisu: Kebutuhan danPerilaku Mencari Informasi

Page 49: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

97No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

*) Drs. Oos M. Anwas, M.Si., adalah peneliti bidangpendidikan, bekerja di Pustekkom Depdiknas.

MASYARAKATPEDULI SIARAN TELEVISI

Oleh: Oos M. Anwas *)

Abstrak

Karena pesawat televisi hanya satu, anak memiliki andil besardalam menentukan siaran televisi dalam keluarga. Orang tuamanut dengan pilihan acara anak-anaknya. Hal inilahdimanfaatkan oleh stasiun televisi. Akibatnya kekhawatiranmayarakat terhadap dampak negatif siaran televisi. Kiniwaktunya untuk membudayakan masyarakat peduli siarantelevisi. Kepedulian diwujudkan melalui: mendampingi anakketika nonton televisi, kualitas komunikasi keluarga,memperlakukan televisi seperti membaca buku, keteladananorang tua, mengkritisi stasiun televisi, memboikot stasiuntelevisi, hingga melaporkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia(KPI). Kehadiran Televisi Edukasi (TVE) diharapkan dapatmenjadi TV alternatif yang mampu memenuhi harapanmasyarakat peduli siaran televisi

Kata kunci: Siaran televisi, masyarakat peduli, orang tua, anak

A. PENDAHULUANSebagian besar masyarakat kita menonton televisi dilakukanbersama-sama dengan anggota keluarga. Artinya satu pesawattelevisi ditonton oleh seluruh anggota keluarga. Bahkan tidak sedikittetangga dekat yang ikut nonton karena masih belum memilikipesawat televisi. Di beberapa daerah yang masih sulit menerimasiaran televisi, biasanya menggunakan antene parabola. Anteneparabola ini dibeli bersama-sama. Ada juga yang menjadi milikpribadi, kemudian disambung dengan kabel ke rumah-rumah.

Page 50: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

99No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Tulisan ini akan mengkaji bagaimana peran orangtua sebagaianggota masyarakat dalam menyikapi gencarnya tayangan televisikhususnya terhadap perkembangan anak-anak.

B. TELEVISI DAN KELUARGASebagian besar anak hidup di lingkungan keluarga. Oleh karenaitu pendidikan di keluarga akan memberi landasan bagi kehidupandi masa mendatang. Hal ini wajar jika perilaku anak sangat dominandipengaruhi oleh lingkungan keluarganya. Orangtua terutama kaumibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya(Oos M. Anwas, 1998). Sejak dalam kandungan sang bayimembutuhkan belayan kasih sayang sang ibu dan bapaknya, begitupula di saat bayi, masa anak-anak, hingga dewasa.

Beberapa pakar psikologi mengatakan bahwa apa yang dialamianak di masa kecil, akan membekas dalam diri anak dan mewarnaikehidupannya kelak. Barangkali ada benarnya sebuah syair laguyang menyatakan bahwa ”Belajar di waktu kecil bagaikan mengukirdi atas batu, belajar di waktu dewasa bagaikan mengukir di atasair”. Ini menunjukan betapa pentingnya penanaman nilai-nilai budipekerti yang bermanfaat sebagai bekal kehidupannya nanti.

Dalam kaitannya dengan siaran televisi di keluarga, hasil studi pakarpsikiatri Universitas Harvard, Robert Coles (dalam Dedi Supriadi,1997) menunjukan bahwa pengaruh negatif tayangan televisi, justruterdapat pada keharmonisan di keluarga. Dalam temuannya, anak-anak yang mutu kehidupannya rendah sangat rawan terhadappengaruh buruk televisi. Sebaliknya keluarga yang memegangteguh nilai, etika, dan moral serta orang tua benar-benar menjadipanutan anaknya tidak rawan terhadap pengaruh tayangan negatiftelevisi. Lebih lanjut Cole menunjukan bahwa mempermasalahkankualitas tayangan televisi tidak cukup tanpa mempertimbangkankualitas kehidupan keluarga. Ini berarti menciptakan keluarga yangharmonis jauh lebih penting ketimbang menuduh tayangan televisisebagai biangkerok meningkatnya perilaku negatif di kalangan anakdan remaja.

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 51: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

101No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Anak-anak sangat rindu dengan hal itu. Akibatnya mereka mencaricara lain untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang. Bermaindengan pembantu tentu sudah sering dan mungkin bosan. Adanyasiaran televisi yang menyuhkan acara yang variatif tentu sajamenjadi hiburan gratis di tengah-tengah kesunyian dan kehampaankasih sayang. Media ini bisa menghibur dan menjadi magnetbaginya. Tak heran mereka setia nongkrong di depan televisi darimulai bangun hingga malam hari. Sang pengasuh anak juga perluhiburan. Sambil menemani anak yang diasuhnya ia juga menikmatyisajian siaran televisi. Akibatnya akan makin betah dan akrab dengansiaran televisi.

Kekhawatiran bahaya televisi terhadap anak juga dirisaukan olehpara orangtua yang memiliki banyak waktu mendampingi anaknyadi rumah. Sudah sering kita mendengar keluhan orang tua yangtidak bisa menonton televisi karena seharian dikuasai anak-anaknya. Mereka mengalah dan rela untuk tidak nonton televisi.Namun yang paling penting hal ini mengancam masa depan sikecil sebagai harapan bangsa di masa mendatang. Para orangtuayang peduli dengan anaknya menyadari betul terhadap bahayaini. Oleh karena itu, mereka harus mewaspadai dan memahamibagaimana memperlakukan televisi sebagai media masa yang tidakmemberikan dampak negatif. Sebaliknya media televisi bisamemberikan efek postif khususnya bagi perkembangan anak-anaknya.

C. PEDULI SIARAN TVDampak siaran televisi terhadap perilaku anak seringkali menjadibahan perdebatan. Yang pro menganggap bahwa acara televisibisa memberikan pengetahuan dan wawasan baru pada anak, sertaalasan positif lainnya. Sebaliknya yang kontra dapat membeberkanberbagai fakta dampak negatif siaran televisi terhadapperkembangan anak. Di sini yang penting adalah bagaimana paraorang tua mensiasati siaran televisi yang begitu gencar bisamemberikan manfaat positif, kususnya bagi anak-anak. Jawabanya

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 52: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

103No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

2. Komunikasi KeluargaKini permasalahan yang mendasar adalah banyak orang tuayang tidak sempat mendampingi anak-anaknya nonton televisisebagai akibat keterbatasan waktu dan kesibukan sehari-hari.Di sini perlunya komunikasi antara orangtua dan anak. Jikaorang tua memiliki waktu sempit untuk berkomunikasi, yangpenting adalah kualitas dari komunikasi tersebut. Komunikasiyang berkualitas adalah hubungan keterbukaan dan salingpengertian di antara kedua belah pihak. Orangtua memahamikebutuhan dan perkembangan anak-anaknya. Ia tentu dituntutuntuk paham dan bisa memenuhi kebutuhan tersebut, terutamatentu saja kebutuhan kasih sayang dan pengertian sebagaiorangtua. Begitu pula ditanamkan kesadaran kepada anakuntuk memahami kesibukan yang dilakukan orang tuanya.

Salah satu hal penting dalam menjaga kualitas komunikasiadalah diciptakan kemudahan komunikasi antara anak danorangtua. Keharminisan komunikasi ini perlu diciptakan. Jangansampai anak merasa segan untuk menyampaikan sesuatu/masalah yang dihadapinya. Lebih celaka lagi kalau anak tidakpercaya pada orangtua sendiri dan lebih suka mencurahkanmasalah dan perasaannya kepada temannya atau orang lain.

Kecanggihan alat komunikasi khususnya telpon (handpon)sangat membantu menjaga komunikasi antara anak denganorang tua. Dengan adanya hubungan yang harmonis ini tentusaja anak bathin anak merasa dekat dengan orang tuanya,padahal secara fisik mereka mungkin berada di tempat/kotayang berbeda. Jika keharmonisan komunikasi ini sudah terciptadengan baik, tentu saja anak senang suka berkomunikasidengan orangtuanya. Segala masalah atau hal-hal yangmenjadi pertanyaan anak akan dikomunikasikan dengan orangtuanya. Orangtuanya menjelma sebagai panutan. Hal inipenting untuk diciptakan.

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 53: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

105No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

4. Keteladanan OrangPerlu kita pahami bahwa anak cenderung meniru perilaku orangtuanya. Oleh karena itu kita sebagai orangtua perlu memberikancontoh cara menonton televisi yang baik. Tak cukup dengansikap duduk dan jarak antara mata dengan layar televisi, kitaperlu memberikan contoh memperlakukan televisi sebagaimedia massa. Tayangan televisi yang dilarang untuk anaksebaiknya kita sebagai orang tua juga menghindarinya.

Ada kalanya orang tua melarang anaknya menonton televisidan disuruhnya masuk ke kamar untuk belajar, sementaradirinya dengan santai menonton televisi tersebut. Dalam kaitanini menarik untuk direnungi hasil penelitian yang dilakukan YaleFamily Television Research (Kompas, 26/12/1999), yangmengungkapkan bahwa anak-anak yang banyakmenghabiskan waktu untuk nonton televisi umumnyamempunyai orang tua yang doyan nonton televisi. Anak sukanonton karena orang tuanya juga sering nonton. Dengan katalain anak menonton televisi karena meniru perilakuorangtuanya. Hal ini berarti sulit bagi orang tua semacam ituuntuk membatasi anak nonton televisi, karena memang merekasendiri adalah contoh bagi anak-anaknya.

5. Mengkritisi stasiun TVMengajukan usul, saran, atau keberatan terhadap sebuahtayangan televisi perlu dibudayakan. Sebagai warga negarakita memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan atas siarantelevisi. Oleh karena itu usul atau saran bisa dikirimkanlangsung ke stasiun TV. Usulan ini dapat melalui telpon, surat,email, fax, dll. Mengkritisi terhadap tayangan televisi bisa jugadilakukan melalui media cetak (koran, majalah). Biasanyadalam kolom surat pembaca. Kita bisa memanfaatkan kolomini untuk mengkritisi mereka. Bahkan melalui rubrik ini bisamenghimpun opini dan dukungan para pembaca untukmendukung gagasan yang kita ajukan.

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 54: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

107No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

7. Laporkan ke KPIAturan penyiaran telah diatur dalam Undang Undang No 32tahun 2002 tentang penyiaran. Menurut Undang Undang ini,untuk mengatur penyiaran dibentuk Komisis PenyiaranIndonesia (KPI). KPI sebagai wujud peran serta masyarakatberfungsi mewadahi aspirasi serta mewakili kepentinganmasyarakat akan penyiaran (pasal 8 ayat 1 UU Penyiaran).Lebih tegas lagi dalam ayat 3a dikatakan bahwa KPImempunyai tugas dan kewajiban menjamin masyarakat untukmemperoleh informasi yang layak dan benar sesuai denganhak asasi manusia. Dalam ayat 3 butir e ditegaskan bahwaKPI mempunyai tugas dan kewajiban menampung, meneliti,dan meninadaklanjuti ajuan, sanggahan serta kritikan danaspirasi masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran.

Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut, Komisi PenyiaranIndonesia (KPI) telah mengeluarkan Keputusan KPI Nomor:009/SK/KPI/8/2004 tantang Pedoman Perilaku Penyiaran danStandar Program Siaran. Salah satu isi SK ini tertuang dalamBab IV mengatur tentang Kesopanan, Kepantasan, danKesusilaan penyiaran. Misalnya pasal 31 menyatakan bahwasesuai dengan kodratnya, lembaga penyiaran dapatmenjangkau secara langsung khalayak yang sangat beragambaik dalam usia, latar belakang, ekonomi, budaya, agama, dankeyakinan. Karena itu, lembaga penyiaran harus senantiasaberhati-hati agar isi siaran yang dipancarkan tidak merugikan,menimbulkan efek negatif, atau bertentangan dan menyinggungnilai-nilai dasar yang dimiliki beragam kelompok khalayaktersebut.

Secara lebih rinci Bab IV SK KPI ini merinci tentang kesopanan,kepantasan, dan kesusilaan yang diuraikan dalam 12 bagiandengan pasal-pasalnya. Bagian pertama mengatur tentangpenyajian program kekerasan. Bagian kedua tentang seks,diantaranya melarang adegan seperti ciuman, hubungan seks,

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 55: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

109No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

ini. Sikap dan perilaku peduli orangtua dan masyarakat terhadapsiaran televisi dapat diwujudkan antara lain melalui; mendampingianak ketika nonton televisi, kualitas komunikasi keluagra,memperlakukan televisi seperti membaca buku, keteladanan orangtua, mengkritisi stasiun televisi, memboikot stasiun televisi, hinggamelaporkan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Upaya inipenting dilakukan karena di era globalisasi sulit rasanyamenghindari dari terpaan siaran televisi.

Jika hal itu terjadi dan sudah menjadi tradisi di masyarakat tentusaja kekhawatiran dampak negatif siaran televisi bisa ditekan.Begitupun stasiun televisi akan berpikir seribu kali tentang dampakpenyiaran sebuah program. Stasiun televisi yang tidak bisamemenuhi kepedulian masyarakat akan ditinggalkan pemirsanya.Selain itu citra dan image stasiun televisi akan jatuh. Bahkanmungkin masyarakat akan memiliki sikap antipati terhadap stasiuntelevisi tersebut. Oleh karena itu sangat bijaksana jika seluruhstasiun televisi baik milik pemerintah maupun swasta tidak hanyamengejar rating, tetapi juga memperhatikan materi siaran terutamadampaknya terhadap pemirsa. Stasiun seperti ini tentu saja memilikijati diri dan tanggung jawab moral sehingga ia akan dicintaipemirsanya. Citra dan reputasinya juga akan terjaga dan mungkinmakin melekat di hati masyarakat.

Kehadiran stasiun televisi pendidikan atau Televisi Edukasi (TVE)di tengah-tengah gencarnya banyak siaran televisi merupakansebuah terobosan baru. Televisi Edukasi ini dikelola olehDepartemen Pendidikan Nasional yang mengurus masalahpendidikan. Acara TVE meliputi pendidikan formal, pendidikannonformal, pendidikan informal, serta informasi yang terkait denganpendidikan. Diharapkan acara TVE ini memberikan nilai edukatifsehingga bisa memberikan kesejukan di tengah kehausanmasyarakat terhadap siaran televisi yang santun danmencerdaskan. Dengan demikian TVE ini mampu memenuhiharapan masyarakat yang peduli siaran televisi. Semoga.

Oos M. Anwas: Masyarakat Peduli Siaran TV

Page 56: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

111No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

*) Asep Saepudin, M.Pd. adalah Dosen STMIK Mardira Indonesia,Kandidat Doktor pada Universitas Pendidikan Indonesia.

PENGAJARAN BERPIKIR:SUATU KONSEP PENGEMBANGAN

PROSES BELAJAR MENGAJAROleh: Asep Saepudin *)

Abstrak

Kegiatan belajar mengajar merupakan proses interaksi antarapengajar (guru) dengan peserta didik (siswa) baik bersifatteacher centred (berpusat pada guru) maupun student centred(berpusat kepada siswa). Pengajaran berpikir (teaching ofthinking) sebagai suatu konsep pengajaran yang bersifatstudent centred, menekankan bahwa proses belajar mengajarsebagai suatu proses pengembangan kemampuan berpikir,dengan menempatkan siswa sebagai subyek yang berada padaposisi yang lebih aktif dan kreatif. Dalam penerapannya,pengajaran berpikir lebih mengutamakan keterampilan berpikirpemecahan masalah dan analisis isu (problem solving andissues analisis). Sedangkan langkah-langkah pengajaranberpikir itu sendiri adalah sebagai berikut; Exploration,Expression, Investigation, Ide Production, and Evaluation/Refinement.

PENDAHULUANPengajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa.Banyak konsep atau model tentang interaksi guru dengan siswa mulaidari yang bersifat teacher centered yang memberi kesempatan lebihdominan kepada gurunya sampai dengan student centered yangmemberi kesempatan lebih dominan kepada para siswanya. AdalahJohn Dewey (1915) seorang ahli pendidikan modern yang dalam

Page 57: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

113No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

The most significant finding from this assesment is that while studentlearn to read a wide range of materials, they develop very few skills forexamining the nature of the ideas that they take away from their reading.Students seemed satisfied with their initial interpretation of what theyhave read and seemed satified wih their initial request to explain ordefend their points of view. Few students could provide more thansuperficial response little evidence of well-developed problem-solvingstrategies or critical thinking.

Dalam kutipan di atas, ditekankan bahwa selama ini banyak siswayang tidak memperoleh ketrampilan untuk menguji gagasan yangdiperoleh dari berbagai bacaan. Siswa umumnya merasa sudah puasdengan hasil yang belajarnya. Hanya sedikit siswa yang memilikiketrampilan memecahkan masalah dan strategi berpikir kritis.Menurunnya kemampuan siswa dalam berpikir kritis, kreatif, analisis,sintesis, dan evaluasi yang menyebabkan lemahnya kemampuanmereka dalam memecahkan masalah merupakan alasan yangfundamental untuk mengembangkan kemampuan berpikir dalamkegiatan pengajaran.

Ketiga, berkenaan dengan kelemahan pada aspek metode pengajaran.Menurut Goodlad (La Costa, 1985 : 5), 75% dari proses pengajaran dikelas didominasi oleh guru dengan informasi verbal. Kajian yang lainmenunjukkan bahwa sebagian besar pengajar tidak menggunakanmetode yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir para siswa.Dominasi guru dan miskinnya metode dalam proses pengajaranmerupakan alasan yang sangat penting untuk dikembangkannyapengajaran yang memberi kesempatan yang lebih luas kepada siswauntuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, kemampuanyang dibutuhkan di saat ini dan di masa yang akan datang.

Ketiga butir alasan di atas, melatarbelakangi perlunya model ataumetode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir.Sebagaimana direkomendasikan Association for Supervision andCurriculum Development - ASCD (1984) bahwa diperlukan perluasantujuan pendidikan yang bukan hanya menekankan pada kemampuan

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 58: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

115No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

(pengajaran untuk berpikir = PUB), dan teaching about thinking(pengajaran tentang berpikir = PTB). Ketiga istilah tersebut mempunyaimakna yang berbeda. Pengajaran berpikir (PB) adalah pengajaranyang mengarahkan kegiatan pengajarannya pada pembentukanketrampilan mental tertentu yaitu ketrampilan berpikir. Pengajaran untukberpikir (PUB) adalah pengajaran yang diarahkan pada penciptaaansituasi kelas yang mendorong pengembangan kognitif. Sedangkanpengajaran tentang berpikir (PTB) adalah pengajaran yang kegiatannyadiarahkan pada upaya untuk membantu siswa agar lebih sadarterhadap proses berpikirnya.

Pengajaran berpikir dilandasi oleh konsep bahwa pendidikan padadasarnya berintikan berpikir “education is nothing more, nor less, thanlearning to think “ (Peter A. Facione, 1998). Pendidikan semacam itu,menekankan pada aspek belajar daripada aspek mengajarnya. Konseptersebut, menempatkan proses pengajaran sebagai prosespengembangan kemampuan berpikir, dengan menempatkan siswasebagai subyek yang berada pada posisi yang lebih aktif dan kreatif.Dalam penerapannya pengajaran ini mengutamakan pemecahanmasalah dan analisis isu (problem solving and issues analisis).

Berkaitan dengan pengajaran berpikir, Meyer (1986) dalam bukunya“Teaching Student to Think Critically” berpendapat bahwa belajaradalah berpikir yang diarahkan pada pemecahan masalah “ Criticalthinking always begins with a problem and result in a solution “.Sedangkan Dardis, Christopher (1998) berpendapat bahwa “Learningto think usualy begins (1) by bringing order out of chaos, (2) discoveringuncored ideas, and (3) developing strategies, while avoiding jumpingto conclusions”. Konsep tersebut secara tegas mensyaratkan bahwaproses pengajaran dimulai dengan permasalahan dan daripermasalahan tersebut diupayakan dengan berbagai cara untukmendapatkan data dan informasi sampai akhirnya diperoleh hasilpemecahannya. Belajar bukan saja untuk tahu atau memperolehinformasi tentang sesuatu fakta atau konsep. Orang belajar lebih seringuntuk memperdalam dan membangun pengertian atas namanya sendiriatau mengembangkan wawasan dan makna.

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 59: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

117No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Menyatakan secara tertulis beberapa keheranan yang ditemukan dalampermasalahan, dan menentukan permasalahan sebagai hasilpemikirannya. “the purpose of this stage is find be best expression ofthe problem or issue”. Contoh kegiatan yang dapat dilakukan padatahap ini antara lain menuliskan kembali masalah yang ditemukansejelas mungkin, menentukan unsur-unsur pokok dari sesuatu yangdianggap sebagai permasalahan tersebut, memilih ekspressi terbaiksebagai pemikiran sementara atas permasalahan tersebut.

Investigation adalah langkah ketiga dari proses pengajaran ini. Padalangkah ini siswa dibawa kepada kegiatan untuk mencari bukti atauinformasi selengkap-lengkapnya untuk memperkuat dan mempertegasjawaban yang akan disampaikan pada proses ini. Langkah investigasiini merupakan langkah yang sangat penting. Data dan informasiyang terkumpul pada langkah ini sangat berguna untuk menjawabpermasalahan yang lebih kompleks dan kontroversial. Cara yang dapatditempuh pada langkah ini antara lain; melakukan pencarian informasidari berbagai sumber, bertanya kepada pakar atau tokoh, berdiskusi,dan kegiatan-kegiatan lain yang dikategorikan sebagai upaya mencariinformasi. Mencari informasi yang efektif dapat dilakukan dengan carayang terencana misalnya dengan memfokuskan pencarian informasipada latar belakang permasalahan, pandangan-pandangan searahdengan permasalahan, dan pemikiran-pemikiran kontradiktif, sertafokus lain yang akan mempertajam perolehan data dan informasi.

Idea Production adalah langkah keempat dari proses pengajaran ini.Pada langkah ini siswa dimotivasi untuk memberikan alternatif jawabansebagai hasil pembahasan atas permasalahan atau kekeliruan.Alternatif yang disampaikan pada tahap ini sifatnya masih sementaradan terbuka, belum merupakan jawaban final, karena masih mungkinadanya ide atau jawaban lain sebagai alternatif terbaiknya. Pada tahapini siswa dituntut untuk menggunakan seluruh potensinya baik yangbersifat imajinatif maupun konkrit. Ruggiero (1988:41) dalam hal inimenyarankan beberapa cara yang dapat digunakan dalam rangkamendapatkan alternatif jawaban atas permasalahan antara lain: forceuncommon response, use free association, use analogy, look for

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 60: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

119No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

juga penting daripada pengajaran berpikir adalah menempatkan parasiswa sebagai pelaku yang berperan secara aktif dan kedudukannyaseimbang dengan guru.

KETERAMPILAN BERPIKIR DALAM PENGAJARANBERPIKIRPengajaran berpikir merupakan upaya pembelajaran yang memiliki ini(core) pada upaya mengembangkan keterampilan berpikir bagi setiapdiri siswa. Keterampilan berpikir merupakan proses untuk menemukankombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upayamengatasi situasi baru (Gagne 1975:178). Keterampilan berpikir bukansekedar bentuk kemampuan menerapkan aturan-aturan yang telahdikuasai melalui kegiatan-kegiatan belajar terdahulu, melainkanmerupakan proses untuk mendapatkan seperangkat aturan padatingkat yang lebih tinggi. Jika seseorang telah mendapatkan kombinasiperangkat aturan dan terbukti dapat dioperasikan sesuai dengan situasiyang sedang dihadapi, maka ia tidak saja dapat memecahkan suatumasalah, tetapi juga berhasil menemukan sesuatu yang baru. Sesuatuyang baru di sini merupakan perangkat prosedur atau strategi yangmemungkinkan seseorang dapat meningkatkan kemandirian berpikir.

Presseisen (1985) memberikan deskripsi tentang keterampilan berpikirdan menegaskan bahwa pemecahan masalah merupakan salah satudari keterampilan berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir lainyang merupakan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah pembuatankebijakan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Masing-masing memilikijenis tugas, penekanan, keterampilan dan hasil-hasil yang berbeda.Pemecahan masalah merupakan kegiatan yang dilakukan dalamrangka memecahkan kesulitan-kesulitan (permasalahan) yangdihadapi. Keterampilan yang ditekankan pada pemecahan masalahadalah transformasi atau asimilasi prosedur. Hasil dari pemecahanmasalah adalah generalisasi, cara memecahkan masalah atau solutiongeneralization. (Presseisen, 1985). Proses dasar keterampilan berpikiryang digambarkan Presseisen adalah sebagai berikut:

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 61: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

121No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pada tahap ini adalah meneliti ciri-ciri dari permasalahan yang ada,menilai dan menyempurnakan karakteristik yang ada dan sesuaidengan permasalahan.

Sasaran utama pengajaran berpikir, adalah pemecahan masalah.Muncul pertanyaan kapan seseorang disebut sedang menghadapimasalah?. Menurut teori pemrosesan informasi, seseorang disebutsedang menghadapai masalah jika ia telah menyanggupi tugas tertentu,tetapi ia belum tahu bagaimana menanganinya (Simon, 1978:272).Menyanggupi suatu tugas berarti menerima kriteria pencapaian dansasaran akhir yang ditetapkan. Dengan kata lain, suatu masalah terjadidalam situasi di mana ada sasaran dan tujuan yang ingin dicapai tetapiseseorang belum memiliki struktur tertentu dalam memorinya yangdapat dioperasikan untuk mencapai sasaran itu.

Penjelasan di atas, memunculkan pertanyaan lanjutan: apa yang terjadidalam memori seseorang ketika dihadapkan dengan suatu masalah?.Bruner (1973:421), mengasumsikan bahwa belajar bidang studi ataumata pelajaran, merupakan proses pemerolehan informasi ke dalammemori serta uji relevansinya dengan situasi atau permasalahan baru.Lebih jauh Bruner (1972:168) menegaskan bahwa persoalan inti daribelajar memecahkan masalah terletak pada bagaimana informasi yangdidapatkan itu disimpan dalam memori sehingga mudah diproduksisaat diperlukan.

Menurut Bruner (1973:16) ada empat tahapan aktivitas mental danpengambilan keputusan yang harus dilakukan seseorang dalampemecahan masalah agar sampai pada jawaban akhir. Pertama,menentukan kategori awal (primitive categorization). Pada tahap inisiswa memilih informasi yang datang dari sumber eksternal ke dalambentuk-bentuk tertentu. Kedua, mencari jejak (cue search), yaitu ketikaseseorang harus menggabungkan informasi yang telah dipilih denganapa yang telah ada dalam memori menjadi pola struktur dengankarakter tertentu. Ketiga, konfirmasi (confirmation), yaitu membuktikanapakah pola-pola struktur yang dibangun itu dapat dioperasikan dalamsituasi baru yang mirip dengan karakteristik permasalahan yang ada

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 62: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

123No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

bahwa: “we strongly suspect that the best results are obtainedwhen highly skilled teachers have excellent material with which towork “Sebagai unsur penting bagi keberhasilan pengajaran,posisinya yang tepat dalam suatu proses pengajaran akanmenentukan tingkat keberhasilan proses tersebut. Dalampengajaran berpikir, posisi guru adalah sebagai director of learning,facilitator, motivator, dan councelor. Sebagai director of learningguru dituntut untuk merancang skenario pengajaran sesuai dengantahap-tahap pengajaran yang akan diterapkan. Dalampelaksanaan pengajaran ia berperan sebagai manajer yangmengarahkan setiap langkah pengajaran serta mengontrol aktivitaspengajarannya sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai. “Teacherto take the role of learning manager by giving students more controlof what they learn and how they learn it”.

Sebagai fasilitator (facilitate learning), guru adalah pemberikemudahan atau penunjuk jalan terhadap langkah-langkahpengajaran yang akan ditempuh. guru bukanlah satu-satunyasumber yang diandalkan untuk mendapatkan informasi “apa yangdiinformasikan oleh guru bukanlah sesuatu yang paling penting,namun apa yang akan menjadi pemikiran siswa dalam prosestersebut, itulah yang paling diutamakan”.

Sebagai fasilitator proses pengajaran (pengajaran berpikir) berartimenempatkan guru sebagai pemberi kemudahan kepada parasiswanya. Kemudian sebagai motivator (motivate leraning) gurumengarahkan dan mendorong pengajaran kepada kegiatan belajaryang efektif dan efisien. Setiap kegiatan yang diprogramkanmempunyai makna untuk menumbuhkan kegairahan belajar parasiswa.

Untuk menumbuhkan kegairahan tersebut, guru dituntut memilikikemampuan memberi penghargaan kepada para siswa yang telahberpartisipasi aktif dan memperlihatkan prestasi dalam kegiatanbelajar tersebut. Selanjutnya sebagai Konselor (Counselor), guruharus dapat berperan sebagai pihak yang membantu jalan keluar/

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 63: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

125No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pengajaran ini adalah topik bahasan, tujuan pengajaran, garis besarpengajaran, pendekatan pengajaran, media pengajaran, evaluasi,dan buku sumber.

Ware dan Nickerson (1985, h. 329) menyatakan bahwa tujuan,prosedur, dan evaluasi pengajaran merupakan tiga komponenpenting dalam program pengajaran berpikir “ we believe that threeimportant ingredients of any program to teach thinking that is tohave reasonable chance of success are: intructional objectives,intructional procedures, evaluation procedures “. Ungkapkantersebut mengarahkan pada hal-hal yang perlu perhatian gurudalam pembelajaran yakni: tujuan pembelajaran, prosedurmencapaian tujuan, dan prosedur evaluasi pembelajaran. Ketigakomponen tersebut satu dan lainnya saling berkaitan secaraterpadu.

Dalam proses pengajaran, tujuan (intructional objectives)memberikan arah dan batas standar yang ingin dicapai oleh suatuprogram pengajaran. Oleh karena itu dalam merumuskan tujuanperlu diperhatikan kriteria yang mendasarnya. Nickerson(1985:330) mengemukan tiga kriteria yang perlu diperhatikan dalammerumuskan tujuan antara lain : (1) Validity. Instructional objectivesshould be such that achieving them facilitates realization of long-term goal of improving thinking ability generally, (2) Feasibility.Intructional objectives should be realistic in the sence that there isreasonable expectation of achieving them. This implies the need forgraded objectives that are applicable at different stages of cognitivedevelopment of different levels of intelectual proficiency, (3)Assessability. Intructional objectives should be difined in such a waythat one may determine whether or not they have been at anyparticular time.

Selanjutnya, prosedur pengajaran (intructional procedures) adalahskenario pengajaran yang dibuat oleh guru dengan tujuanmengarahkan proses belajar-mengajar pada suatu aktivitas yangmemiliki strategi dan dasar-dasar pertimbangan tertentu. Dalam

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 64: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

127No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

c. SiswaDalam proses pembelajaran, siswa merupakan unsur pengajaranyang sangat penting. Keterlibatannya dalam proses belajarmengajar sangat menentukan keberhasilan proses pengajaran.Motivasi, kesungguhan dan aktivitasnya melaksanakan kegiatanpengajaran yang diskenariokan guru memegang peranan penting,tanpa keterlibatan mereka secara aktif maka proses pengajarantidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Dalam pelaksanaanpengajaran berpikir, siswa berperan sebagai pencari, pengolah,pemadu, pemecah dan penyimpul pengetahuan dan masalah.Siswa aktif dalam setiap kegiatan pengajaran yang dirancang.

d. Iklim akademisSebagai bagian dari proses pembelajaran, Iklim akademis adalahaspek penting pengajaran, fluktuasinya akan sangat mempengaruhikegairahan dan aktivitas siswa dalam belajar. Iklim akademismeliputi pelaksanaan seluruh kegiatan akademis terutamaperkuliahan pada suatu institusi, seperti disiplin kehadiran gurudalam perkuliahan, pendekatan-pendekatan perkuliahan yangdilaksanakan guru, keteraturan dan ketepatan pelaksanaan ujian,diskusi, seminar, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Tingkat kestabilan iklim akademis sangat dipengaruhi olehkepemimpinan yang dilakukan para pengelolanya. PerguruanTinggi yang terkelola dengan efisien dan efektif dan didukung olehsistem pengadministrasian yang baik dan lancar akan mendukungterhadap terciptanya iklim akademis yang kondusif. Dengan iklimakademis yang kondusif, proses dan produk pengajaran akantercapai sesuai dengan tujuan.

RANCANGAN PENGAJARANSekurang-kurangnya terdapat 6 (enam) komponen rancangan ataudesain proses pengajaran berpikir yaitu: (1) topik bahasan, (2) tujuanpengajaran, (3) garis besar bahan ajaran, (4) strategi pengajaran (5)media pengajaran, dan (6) evaluasi.

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 65: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

129No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

perlu dimilikinya?”, “ Hal-hal apakah yang perlu diperhatikan dalammemilih dan menetapkan bahan pengajaran?”.

Lebih lanjut diuraikan bahwa untuk memilih dan menetapkan bahanpengajaran perlu diperhatikan: (1) Bahan pengajaran hendaknya sesuaidengan/menunjang tercapainya tujuan pengajaran, (2) Bahanpengajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan/perkembangan siswa pada umumnya, (3) Bahan pengajaranhendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan,(4) Bahan pengajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifatfaktual maupun konseptual.

Strategi Pengajaran, dapat berarti siasat yang ditempuh dalam rangkamencapai suatu tujuan tertentu. Strategi dalam pengajaran berkaitandengan seperangkat teknik yang mendukung sesuatu pola yangdigunakan untuk mencapai tujuan pengajaran. Seperangkat teknik yangdimaksud adalah kegiatan-kegiatan atau langkah-langkah yangdilakukan dalam pelaksanaan kegiatan pengajaran. Kusmana (1985)mendefinisikan strategi pengajaran itu sebagai suatu kerangka upayayang terdiri dari perpaduan berbagai metode dengan segala teknikyang mendukungnya, untuk mencapai sesuatu tujuan yang telahditentukan.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkanstrategi pengajaran antara lain: fokus orientasi strategi, tujuanpengajaran, kompentensi pengajar, sifat bahan yang disajikan, saranadan fasilitas. Fokus orientasi strategi akan mempengaruhi strategi yangakan digunakan. Strategi yang mengutamakan aspek mengajar akanberbeda dengan strategi yang mengutamakan aspek belajar.Pengajaran berpikir yang mengutamakan aspek belajar strategipengajarannya menekankan kepada strategi pengajaran yang lebihberorientasi pada siswa (student centered).

Tujuan pengajaran akan mempengaruhi strategi pengajaran yang akandigunakan, tujuan yang berorientasi pada pengembangan kemampuankognitif akan berbeda dengan tujuan yang berorientasi pada

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 66: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

131No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

sumber ( wajib dan referensi). Sumber belajar meliputi buku-buku danmajalah, manusia sumber (guru dan para ahli), perpustakaan,laboratorium, radio, televisi, internet, dan lain-lain.

Evaluasi Pengajaran, merupakan usaha atau kegiatan untukmengetahui sampai sejauhmana pengajaran dapat diikuti oleh parasiswa. Evaluasi pengajaran meliputi evaluasi proses dan evaluasihasil belajar. Evaluasi proses ditujukan untuk mendapatkan datakualitatif yang dapat dipakai untuk mengetahui “sampai sejauhmanasiswa dapat mengikuti pengajaran ini”, dan evaluasi hasil ditujukanuntuk memperoleh data kuantitatif untuk mengetahui “sampaisejauhmana bahan pengajaran dapat diserap para siswa “. Kedua datatersebut dipakai sebagai bahan untuk menetapkan nilai para siswapada pembelajaran tersebut, dan bahan untuk perbaikan prosespengajaran selanjutnya.

Kegiatan evaluasi untuk mendapatkan data kuantitatif meliputi tes awal(pre test), tes akhir topik bahasan , dan tes akhir pengajaran (posttest). Pre test dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan awal siswasebagai peserta pengajaran. Tes akhir topik bahasan dilaksanakanuntuk mengetahui penguasaan siswa setelah mengikuti suatu topikbahasan. Perubahan-perubahan hasil dari tes awal dan tes akhir topik,baik yang bersifat positif ataupun negatif digunakan sebagai bahanuntuk perbaikan pola interaksi belajar-mengajar dalam topik bahasanselanjutnya. Post test dilaksanakan untuk mengeahui tingkatpenguasaan siswa setelah mengikuti keseluruhan programpengajaran.. Data hasil pre test dan post test tersebut dengan caramembanndingkannya kemudian dipakai untuk melihat hasil atauperolehan pengajaran.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dari pre test, tes akhir topikbahasan, dan post test disamping dipakai untuk menilai kemajuan siswajuga digunakan dalam proses pengembangan model. Menurut Kemp(1985:267) pre test berfungsi sebagai bahan untuk menentukan kesiapansiswa dalam mengikuti program pengajaran, dan mengingatkan merekatentang apa yang telah mereka kuasai dan belum mereka kuasai dari

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 67: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

133No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

DAFTAR BACAANBruner, J.S. 1960. “The Process of Education Cambridge”,

Masschusetts: Harvard Univercity Press.Cohen, J. 1971. “Thinking”. Chicago: Rand McNally.De Bono E. 1988. “Berpikir lateral”. Jakarta: Binarupa Aksara.Dewey, J. 1933. “How We Think”. Chicago: Henry Regenery Company.Dick, W., Carey, L. 1985. “The Systematic Design of Instruction”.

Glenview: Scott, Foresman & Co.Kemp, J.E. 1985. “The Instructional design Process”. New York:Harper

& Row Publishing.La Costa, A. 1985. “Developing Minds: A Resource Book for Teaching

Thinking”. Virginia:ASCD.McTighe and Scholenberger, 1985. “Why teach Thinking: A Statement

Rationale”. Virginia: ASCD.Polya, G. 1971. “How To Solve It”. New York: Princeton University

Press.Purwadhi. 2000. Pengembangan Model Pengajaran Berpikir. Disertasi.

Bandung: Universitas Pendiidkan Indonesia.Presseinsen, B. Z 1985. “Thinking Skills: Meaning, Models, Materials”.

Virginia: ASCD.____________________

Asep Saepudin: Pengajaran Berpikir

Page 68: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

135No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

PENDAHULUAN1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan sekaligus hak bagi setiapindividu, tanpa membedakan golongan, usia, status sosial maupuntempat tinggal. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan sepanjanghayat (life long education) dan pendidikan untuk semua (educationfor all) yang dideklarasikan oleh UNESCO. Untuk mewujudkangagasan tersebut, maka kita dituntut untuk terus melakukan upayainovasi agar dapat memberikan layanan pendidikan yang dapatmenjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sejalan dengan ituDepdiknas (Renstra, 2000-2004) telah menetapkan programlayanan alternatif pendidikan bagi masyarakat yang karenaberbagai masalah tidak dapat melanjutkan pendidikan. Programa-program lain yang telah ditetapkan di antaranya perluasankesenpatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu, danefektifitas dan efisiensi pendidikan.

Berdasarkan data yang ada, lulusan SLTP dan MTs. pada tahun2000 berjumlah 2.830.727 orang. Dari sejumlah lulusan tersebuthanya 1.874.577 orang yang dapat melanjutkan ke jenjangpendidikan menengah atas, sehingga terdapat 956.150 orang(33,78%) lulusan SLTP dan MTs yang tidak dapat melanjutkankarena berbagai alasan. Jumlah anak yang belum memperolehpendidikan pada jenjang pendidikan menengah tersebut belumtermasuk akumulasi lulusan tahun-tahun sebelumnya dandimungkinkan akan terus bertambah pada tahun-tahun berikutnya.

Data pada tahun 2000 (Balitbang Depdiknas, 2001) jugamenunjukkan bahwa anak usia SLTA (16 s.d 18 tahun) berjumlah13.466.700 orang. Dari jumlah tersebut hanya 5.358.802 yangterdaftar sebagai siswa pendidikan menengah. Jumlah tersebutmenunjukan masih rendahnya Angka Partisipasi Kasar (APK) padajenjang pendidikan menengah, yaitu 0,40. Jika kita inginmeningkatkan daya tampung bagi lulusan SLTP dan MTs, makaperlu ada penambahan ruang kelas baru sebanyak 925 lokal dari71.918 lokal ruang kelas yang telah ada. Di samping itu diperlukan

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 69: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

137No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

SMA Terbuka merupakan salah satu model layanan pendidikanalternatif jalur sekolah (pendidikan formal) tingkat menengah yangdiselenggarakan oleh SMA reguler. SMA Terbuka bukanlahlembaga atau UPT baru yang berdiri sendiri, melainkan mengindukpada SMA reguler yang telah ada. SMA reguler yang menjadi indukSMA Terbuka tersebut menyelenggarakan pendidikan denganmodel dual system (tugas ganda), sekaligus melayani duakelompok siswa yang berbeda, dengan cara belajar yang berbeda.

SMA penyelenggara SMA Terbuka pada dasarnya perluasan ataupenambahan peran, berupa layanan pendidikan dengan sistemterbuka jarak jauh yang diperuntukkan bagi siswa yang memilikikendala tertentu. Siswa SMA Terbuka memperoleh layananpendidikan melalui sistem pembelajaran mandiri dengan bahanbelajar uatama berupa modul cetak. Sebagai bahan belajar mandiri,modul bersifat self contained atau self explanatory (Russel, 1974).Oleh karena itu, tingkat keterbacaan modul oleh siswa harus tinggisehingga siswa mampu memahami isi modul dengan mudah.

Tingkat keterbacaan modul oleh siswa akan terpengaruh terhadaptingkat keberhasilan belajar siswa. Selain itu tingkat keberhasilanbelajar siswa juga dapat dipengaruhi oleh tingkat motivasi berprestasi(keberhasin) masing-masing siswa. Atas dasar itulah penulismelakukan penelitian sejauh mana tingkat hubungan antaraketerbacaan modul dan motivasi berprestasi, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama terhadap hasil belajar mata pelajaranSejarah.

2. Permasalahan dan Tujuan PenelitianPermasalahan yang diteliti dirumuskan sebagai berikut: (1) Apakahterdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasidengan hasil belajar Sejarah siswa SMA Terbuka? (2) Apakahterdapat hubungan yang signifikan antara keterbacaan moduldengan hasil belajar Sejarah siswa SMA Terbuka? (3) Apakahterdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi danketerbacaan modul secara bersama-sama dengan hasil belajar

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 70: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

139No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

atas. Pelajaran sejarah selalu ada dalam kurikulumpersekolahan baik sebagai mata pelajaran yang berdiri sendirimaupun bergabung dalam kelompok bidang studi atau programilmu sosial.

Dalam kurikulum 2004 untuk jenjang SMA (Depdiknas, 2004)pelajaran sejaran di berikan sebanyak tiga jam pelajaran padakelas X semester satu, masing-masing tiga jam pelajaran tiapsemester pada kelas program IPS dan Bahasa untuk kelas XIdan XII, dan dua jam pelajaran pada semester satu pada kelasXI dan XII untuk program IPA.

Menurut I. Gde Wijaya bersama teman-teman (1988: 100)pembelajaran sejarah pada hakikatnya adalah usahapenanaman nilai-nilai yang diperoleh dari peristiwa-peristiwamasa lampau yang mempunyai arti istimewa kepada siswa,sebagai generasi masa kini, agar mereka mampu mengambilperan dalam peradaban masa kini maupun untuk membentukperadaban masa yang akan datang. Usaha penanaman inipunmemiliki arti dalam kerangka pembentukan dan pengembangankarakter bangsa, di mana nilai-nilai sejarah tersebut dapatterwujud dalam pola-pola tingkah laku yang nyata.

Selanjutnya dikatakan (Wijaya: 103) pembelajaran sejarahdapat dikatakan sebagai pembentukan kondisi kejiwaan siswayang menunjukkan tingkat penghayatan pada makna danhakikat sejarah bangsanya, sehingga siswa mampu memilikikesadaran sejarah bangsanya, yakni suatu orientasi intelektualdan sikap jiwa yang berkepribadian nasional. Sehubungankonsep-konsep sejarah dan pembelajaran sejarah di atas, makapembelajaran sejarah di kelas hendaknya dilakukan untukmencapai tujuan-yujuan yang terkandung dalam pengertiantersebut.

Dalam kurikulum 2004 bahwa konsepsi sejarah danpembelajaran sejarah secara implisit telah tergambar dalam

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 71: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

141No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pengetahuan, sikap, keterampilan, informasi, dan nilai.Berbagai macam tingkah laku yang berlain-lainan inilah yangdisebut kababilitas sebagai hasil belajar.

Reigeluth (1996: 164) mengatakan bahwa hasil pembelajaransecara umum dapat dikategorisasi menjadi tiga indikator, yaitu(1) keefektivitas pembelajaran, yang biasanya diukur daritingkat keberhasilan (prestasi) siswa dari berbagai sudut; (2)efisiensi pembelajaran, yang biasanya diukur dari waktu belajardan/atau biaya pembelajaran, dan (3) daya tarik pembelajaranyang selalu diukur dari tendensi siswa ingin belajar secarakontinu. Secara spesifik, hasil belajar adalah suatu kinerja(performance) yang diindikasikan sebagai suatu kapabiltas(kemampuan) yang telah diperoleh. Hasil belajar tersebut selaludinyatakan dalam bentuk tujuan-tujuan (khusus) perilaku (unjukkerja).

Gagne dan Briggs (1979: 49-50) membagi hasil belajar menjadi5 kategori yaitu (1) keterampilan intelektual (intellectual skills),2) strategi kognitif (cognitive strategies), 3) informasi verbal(verbal information), 4) keterampilan motorik (motor skills), dan5) sikap (atitudes), sedangkan Bloom dkk. sebagaimana dikutipoleh Degeng (1989: 176-177) mengklasifikasikan hasil belajarmenjadi 3 domain atau ranah, yaitu “ranah kognitif, psikomotor,dan sikap.

Ranah kognitif, menaruh perhatian pada pengembangankapabilitas dan keterampilan intelektual; ranah psikomotorberkaitan dengan kegiatan-kegiatan manipulatif atauketerampilan motorik; dan ranah sikap berkaitan denganpengembangan perasaan, sikap, nilai, dan emosi yangdipelajari (baru). Bloom (1956: 18) mengklasifikasi ranahkognitif menjadi enam aspek yaitu; pengetahuan (knowledge),pemahaman (comprehension), penerapan (application),analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian(evaluation).

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 72: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

143No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

: Kebutuhan Internal Drive Aktivitas Tujuan Pasif”.

Davies (1981: 74) mengatakan bahwa, motivasi mempunyai empatpengaruh penting dalam pembelajaran, yang tiga di antaranyaadalah (a) motivasi memberi semangat siswa, siswa menjadi aktif,sibuk, dan tertarik, motivasi menopang upaya-upaya dan menjaga(belajar) siswa tetap jalan, (b) motivasi mengarahkan danmengendalikan tujuan, siswa mengarah untuk melengkapi suatutugas, mencapai tujuan (khusus) yang diinginkan, (c) motivatiadalah selektif; siswa dapat menentukan kegiatan apa yang akandilakukan dan bagaimana tugas-tugas itu akan dilakukan. Dengandemikian, motivasi berfungsi sebagai penentu prioritas untukkeberhasilan seseorang.

Berdasarkan teori atribusi, Crow, Kominsky, dan Padell (1997: 239-240) mengatakan bahwa; “penyebab keberhasilan dan kegagalanindividu diatribusikan oleh kemampuan, upaya (usaha), kesulitantugas, dan keberuntungan. Keberhasilan dan kegagalan seseorangdipengaruhi oleh motivasi mereka”. Good dan Brophy (1990: 380-382), berpendapat bahwa salah satu dimensi dari teori Atribusi(keberhasilan) adalah locus of causality yang membedakan antarapenyebab yang ada dalam diri seseorang (internal), sepertikemampuan (intelegensi) dan upaya, dan penyebab yang ada diluar seseorang (eksternal) seperti tugas yang sulit dan faktorkeberuntungan.

Kemampuan dan usaha termasuk dalam dimensi intrinsik,sedangkan sulit atau tidaknya tugas dan faktor keberuntungantermasuk dalam dimensi ektrinsik. Kalau demikian, keempat faktorpenyebab kesuksesan dan kegagalan seseorang di atasmerupakan indikator atau sub indikator dari motivasi berprestasi.

Sejalan dengan itu, berdasarkan teori Atribusi Weiner (Gredler,1986: 452) ada dua lokus penyebab seseorang berhasil atauberprestasi. Lokus penyebab instrinsik mencakup (1) kemampuan,

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 73: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

145No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

atau Distance Learning. Pendidikan jarak jauh adalah suatu bentukpendidikan di mana antara guru atau instruktur dengan siswa secarageografis terpisah dan mereka menggunakan bahan belajar cetak(What is MDL (http://wwwl.sphere.ne.jp/e-website/e-mdl.htm).Sementara itu Bates (1995: 26-27) berpendapat pada sistem belajarterbuka siswa dapat belajar dengan cara yang fleksibel, sesuaidengan caranya masing-masing dengan menggunakan materibelajar yang telah disediakan dan para siswa dapat belajar sesuaidengan waktu, tempat yang mereka pilih sendiri tanpa harusbertatap muka dengan guru atau dosen.

Sejalan dengan itu, Keegan (1990: 24) berpendapat bahwa belajarterbuka adalah belajar dalam kondisi antara siswa dan guru (secarafisik) terdapat jarak bukan dalam arti adminstrasi. Materi belajaryang telah disediakan pada SMA terbuka dikemas dalam bentukmodul cetak yang ditunjang oleh media noncetak seperti vidieo,VCD, dan kaset audio. Modul cetak tersebut merupakan mediaatau sumber belajar utamanya. Dengan menggunakan modul,siswa melaksanakan belajar mandiri maupun sendiri yang sebagianbesar waktu belajarnya digunakan di luar gedung sekolah. Karenaitu modul sengaja dirancang agar tingkat keterbacaannya olehsiswa cukup tinggi.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1995)keterbacaan adalah dapat dibacanya suatu teks secara cepat,mudah dimengerti, dipahami, dan mudah diingat. Kerbacaan modulberarti teks dalam modul dapat dibaca oleh pembaca secara cepat,mudah dimengerti, dipahami, dan mudah diingat.

Dalam pengembangan faktor keterbacaan modul sangatdiperhatikan baik oleh para content specialist, media instructionalspesialist, dan penulis. Modul bersifat komunikatif, disusun denganmenggunakan bahasa yang sederhana, kalimatnya pendek-pendek, menghindari penggunaan istilah-istilah asing yang sulitdimengerti oleh siswa (Kemp & Dayton: 1985). Siahaan (1987:64)mengatakan yang dimaksud dengan keterbacaan modul adalah

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 74: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

147No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kemampuan siswa atau seseorang memahami isi atau materi dalammodul atau suatu tingkat penguasaan siswa atau seorang untukmenangkap informasi atau ide-ide yang disampaikan oleh penulismelalui modul baik makna yang tersirat maupun makna yangtersurat.

METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini dilaksanakan pada semester pertama tahun ajaran 2002di SMA Terbuka. Sebagai tempat pengumpulan data adalah SMATerbuka Kepanjen Malang, Jawa Timur, SMA Terbuka Samarinda,Kalimantan Timur, dan SMA Terbuka Bungoro Pangkajene Kepulauan,Sulawesi Selatan yang ditetap secara porpusif dengan menggunakanmetode survei. Jumlah sampel penelitian masing-masing lokasi SMATerbuka sebanyak 25 orang siswa.

Dalam penelitian ini digunakan tiga macam istrumen yaitu instrumenketerbacaan modul, instrumen motivasi berprestasi, dan instrumen atautes hasil belajar Sejarah.. Sebelum digunakan sebagai alatpengumpulan data instrumen tersebut terlebih dahulu dilakukan ujivaliditas. Untuk instrumen (tes) hasil belajar Sejarah dilakukan validitasmuka kepada sekelompok pakar dari dosen UNJ dan guru matapelajaran SMA di Jakarta yang mengajar mata pelajaran Sejarah.Validasi instrumen keterbacaan modul dilakukan pula dengan ujivaliditas muka kepada beberapa instruktional specialist yang semuanyadari Pustekkom Depdiknas. Sedangkan instrumen motivasi telahdilakukan kalibrasi pada tahun 1999 setelah dilakukan uji coba lapangandengan tingkat reliabilitas sebesar 0,897. Analisis data dilakukandengan uji anava (koreasi) dengan menggunakan program SPSS versi11.0.

HASIL PENELITIANBerdasarkan hasil perhitungan Anava (korelasi) dengan menggunakanprogram SPSS, maka dapat diperoleh nilai korelasi (hubungan) antaravariabel X

1 dengan variabel Y, variabel X

2 dengan variabel Y, dan

Variabel X1 bersama-sama variabel X

2 dengan variabel Y, sebagai

berikut.

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 75: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

149No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Sumber Variansi

Regresi 1438,207 1 1438,207 5,934 4,130

Sisa 77998,364 33 242,375

Total 9436,571 34

JK dk RJK Fhitung Ftabel 0,05

Dimana 17 persen variansi yang terjadi pada hasil belajar Sejarahsiswa dapat dijelaskan melalui motivasi berprestasi mereka.

2. Hubungan antara Keterbacaan Modul (X2) dengan

hasil belajar Sejarah (Y)Berdasarkan perhitungan diperoleh besarnya nilai koefisien regresiY atas X

2, yaitu a = 21,533 dan b = 0,466 sehingga hubungan

antara kedua variabel tersebut ditunjukkan oleh persamaan regresi. Uji signifikansi regresi terdapat dalam Tabel 2.

Tabel 4.2 Tabel ANAVA untuk Regresi Linear

Hasil uji signifikansi regresi diperoleh Fhitung

= 5,934 > Ftabel

= 4,130pada taraf signifikansi 0,05 dan derajat kebebasan (dk = 1:33). Halini menunjukkan regresi hasil belajar Sejarah (Y) atas keterbacaanmodul (X

2) adalah signifikan. Dapat disimpulkan bahwa keterbacaan

modul merupakan salah satu faktor penentu hasil belajar siswapada mata pelajaran Sejarah.

Persamaan regresi tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan1 skor keterbacaan modul akan menyebabkan kenaikan 0,466 hasilbelajar Sejarah siswa pada konstanta 21,533. Kekuatan hubunganantara variabel keterbacaan modul dengan hasil belajar Sejarahsiswa dapat ditunjukan oleh besarnya koefisien korelasi 0,390signifikan pada á = 0,05, dengan koefisien determinasi sebesar12,7 persen.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa hubungan antaraketerbacaan modul dengan hasil belajar Sejarah siswa bersifat

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 76: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

151No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

belajar Sejarah pada konstanta - 5,476. Kekuatan hubungan antaravariabel motivasi berprestasi dan keterbacaan modul dengan hasilbelajar Sejarah dapat ditunjukkan oleh besarnya koefisien korelasijamak, yaitu 0,499 signifikansi pada < 0,05 dengan koefisiendeterminasi 24,9 persen.

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa secara bersama-samahubungan antara motivasi berprestasi dan keterbacaan moduldengan hasil belajar Sejarah bersifat positif dan berarti, denganperkataan lain makin tinggi motivasi berprestasi dan keterbacaanmodul secara bersama-sama maka semakin tinggi pula hasil belajarSejarah siswa. Jadi dengan demikian hipotesis yang menyatakansecara bersama-sama terdapat hubungan positif antara motivasiberprestasi dan keterbacaan modul dengan hasil belajar Sejarahsiswa dapat diterima.

SIMPULAN DAN SARAN1. Simpulan

a. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pertama, ternyatahipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti. Dengandemikian variabel motivasi berprestasi (X

1), memiliki hubungan

yang positif dan sangat berarti dengan hasil belajar siswa padamata pelajaran Sejarah (Y). Adanya hubungan positif yangsangat berarti antara variabel bebas (X

1) dan variabel terikat

(Y) dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa hasil analisisregresi dan korelasi variabel motivasi berprestasi dengan hasilbelajar siswa pada mata pelajaran Sejarah yang diujimemberikan petunjuk bahwa koefisien regresi dan koefisienkorelasi yang masing-masing sangat signifikan memberikanpetunjuk bahwa untuk meningkatkan hasil belajar siswa padamata pelajaran Sejarah maka salah satu faktor yang harusdiperhatikan adalah motivasi berprestasi mereka. Artinya, bilaseseorang siswa telah memiliki motivasi berprestasi tinggidalam belajarnya, maka memungkinkan bagi siswa SMA

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 77: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

153No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pada mata pelajaran Sejarah diperoleh koefisien regresi dankoefisien korelasi signifikan. Hasil pengujian ini menunjukkanbahwa secara bersama-sama hubungan antara motivasiberprestasi dan keterbacaan modul dengan hasil belajarAkuntansi bersifat positif dan berarti, dengan perkataan lainmakin tinggi motivasi berprestasi dan keterbacaan modulsecara bersama-sama maka semakin tinggi pula hasil belajarAkuntansi siswa SMA Terbuka. Jadi dengan demikian hipotesisyang menyatakan secara bersama-sama terdapat hubunganyang signifikan (positif) antara motivasi berprestasi danketerbacaan modul dengan hasil belajar Akuntansi siswa SMATerbuka dapat diterima.

2. SaranBerdasrkan kesimpulan di atas maka maka dalam penelitian inidapat diajukan beberapa saran sebagai berikut.

Pertama, dalam mengembangkan modul hendaknya factorkebahasaan perlu diperhatikan. Penggunaan bahasa yangsederhana, singkat, dan jelas merupakan factor yang perludiperhatikan oleh penulis modul pembelajaran sejarah.Penggunaan kalimat tunggal dan majemuk sederhana, illustrasiverbal dan visual. Harus lebih diutamakan. Dengan demikianpemahaman siswa tentang isi bacaaan materi modul pembelajaransejarah dapat dipahami oleh siswa SMA Terbuka dengan baik.

Kedua, Dalam pelaksanaan pembelajaran baik pada saatpembelajaran tutorial tatap muka maupun pembelajaran mandiridi TKB, guru bina dan guru pamong hendaknya secara terarahdan terus menerus mengupayakan berbagai program yang dapatmeningkatkan motivasi belajar dan motivasi berprestasi siswa SMATerbuka

Ketiga, Dalam mengembangkan modul pembelajaran sejarahfactor-faktor motivasional dan paedagogik perlu mendapatperhatian dari pengembang. Oleh karena itu dalam pengembangan

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 78: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

155No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Graham, Sandra and Bernard Weiner. 1996. “Theories and Principlesof Motivation” Handbook of Educational Psychology. (ed.) DavidC. Berliner and Robert C. Calfee. New York: Macmillan LibraryReference USA,.

Gredler, Margaret E. Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan.Terjemahan Munandir. Ja-karta: Rajawali Pers,.

Heinich, Robert, Molenda, Michael, Russel, James D. 7 Smaldino,Sharon E., 1996. Instructional Media and Technology for Learning.USA: Prentice-Hall, Inc.

Kartodirdjo, Sartono. 1982. Pemikiran dan Perkembangan HistoriografiIndonesia: Suatu Alternatif. Jakarta: PT. Gramedia.

Kemp, Jerold E. & Dayton, Deane K., 1985. Planning and ProducingInstructional Media. USA: Harper and Row Publisher Inc.

McClelland, David C. dkk. 1976. The Achievement Motive. New York:Irvington Publis-hers,

Nurgiantoro, Burhan. 1988. Penelitian Dalam Pengajaran Bahasa DanSastra. Yogyakarta : Bpfe.

Reigeluth, Charles M. 1987. Instructional Theories In Action, LessonsIllustrating Selected Theories and Models, (ed.) Charles M.Reigeluth. New Jesey: Lawrence Erl-baum Associates, In..

Russel, James D., 1974. Modular Instruction, A Guide to he Design,Selection, Utilization and Evaluation of Modular Material. USA:Burges Publishing Company.

Semiawan, Conny R. 1989. Pendekatan keterampilan prosesBagaimana Mengaktifkan Siswa dalam Belajar. Jakarta: PT.Gramedia.

Siahaan, Bistok, A., 1987. Pengembangan Materi Bahasa FPS 626.Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan TenagaKependidikan.

Steers, Richard M. and Lyman W. Porter. Motivation and Work Behavior.New York: Mc-Grew-Hill Inc., 1991.

Travers, Robert M.W. 1982. Essential of Learning; The New Cog-nitive Learniong for Students of Education. USA: MacmillanPublishi-ng Co Inc.,.

Widja, I Gde et al, 1988. Pengantar Ilmu Sejarah: Sejarah dalamPerspektif Pendidikan. Semarang: Satya Wacana.

__________________

Nurdin Ibrahim: Hubungan Keterbacaan Moduldan Motivasi Berprestasi dengan Hasil Belajar

Page 79: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

157No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

adanya usaha yang disengaja. Untuk terjadinya perubahan nilaisikap pada peserta belajar sebagaimana dimaksud di atas, sangatdipengaruhi oleh praktek pengajaran yang dilakukan pengajar(pamong belajar) dalam mengelola suatu kegiatan pengajaran,mulai dari pengembangan desain, implementasi, evaluasi, danfeedback.

Dalam prakteknya pembelajaran pendidikan luar sekolah disusundalam suatu pengelolaan atau manajemen kegiatan pembelajaranyang dirumuskan dalam enam fungsi secara berurutan yakni:perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pembinaan,penilaian, dan pengembangan. Perencanaan pembelajaranmencakup rangkaian kegiatan penyusunan pola, rangkaian danproses berdasarkan tujuan (goals) dengan memperhatikankebutuhan belajar dan dukungan informasi yang lengkap.Sedangkan pengorganisasian adalah kegiatan mengidentifikasi danmemadukan sumber-sumber pembelajaran yang diperlukankedalam kegiatan yang akan dilakukan. Sumber-sumberpembelajaran tersebut yang dipadukan berkenaan dengan tujuan,materi, media, sarana, biaya, dan sebagainya yang diperlukan.Pelaksanan pembelajaran merupakan interaksi belajar antarasumber belajar dengan peserta belajar dalam iklim pembelajaranyang kondusif. Dalam pelaksanaan pembelajaran dibutukan strategipembelajaran.

Menurut Ishak Abdulhak (2000:43) strategi pembelajaran yangdigunakan dalam kegiatan pembelajaran ada yang berpusat kepadatutor (teaching centred) dan ada yang berpusat pada peserta belajar(student centred). Selanjutnya kegiatan evaluasi berkenaan denganpenilaian yakni kegiatan pengumpulan, pengolahan dan penyajianinformasi. Sasaran penilaian meliputi: (1) keseluruhan fungsimanajemen sejak perencanaan sampai evaluasi, (2) hasilpembelajaran dari suatu program pendidikan luar sekolah (HDSudjana, 2000:58).

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 80: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

159No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

bahwa kompetensi: “ ..is a knowledge, skills, and abilities orcapabilities that a person achieves, which become part of his orher being to the exent he or she can satisfactorily perform partcularcognitive, afektive, and psychomotorr behaviors” Dalam hal inikompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dankemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadibagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku-perilakukongnitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.

Kompetensi ini memiliki 3 dimensi, yakni: (1) pemilikan nilai dansikap dengan menghargai dan menyenangi materi pelajaran itu,(2) penguasaan konsep dengan menguasai ilmu pengetahuansehingga mampu berpikir secara rasional, kemampuan dankecakapan berkomunukasi, serta mampu memecahkan masalahsecara sistematis dalam hidupnya, dan (3) kecakapanmengaplikasiskannya dengan menggunakan teknologi danpengukuran yang tepat dalam kehidupan.

Hal-hal yang dikembangkan dalam konsep ini terdiri ataskompetensi akademik, keterampilan hidup, pengembangan moral,pembentukan karakter yang kuat, kebiasaan hidup sehat, semangatbekerjasama, dan aspirasi estetika terhadap dunia sekitarnya.

Berdasarkan konsepi diatas, maka pengertian Kompetensi PamongBelajar dimaksudkan kemampuan melakukan tugas-tugas denganstandar performasi tertentu sebagai pamong belajar, sehinggahasilnya dapat dirasakan oleh peserta didik, berupa penguasaanterhadap seperangkat hasil tertentu. Kompetensi Pamong belajarberekenaan dengan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai,sikap, dan minat profesi, dalam melakukan sesuatu dalam bentukkemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggungjawab.

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 81: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

161No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

sebagai fasilitator bahkan dapat pula sebagai mediator kegiatanmembelajarkan warga belajarnya.

Program pembelajaran digunakan oleh Pamong Belajar sebagaipedoman/arahan dalam menyusun rencana pembelajaran.Konsekuensinya, Pamong Belajar perlu memiliki persepsi danpemahaman yang benar terhadap hakekat pembelajaran danperekayasaan program. Setelah tersusunnya perencanaanpembelajaran, maka tahapan berikutnya merealisasikan kepadakegiatan pembelajaran dan dilanjutkan dengan penilaianpembelajaran. Hal ini ditegaskan oleh pernyataan S. Hamid Hasan(1996) bahwa “implementasi program pembelajaran pada dasarnyaadalah realisasi dari ide tenaga pengajar mengenai program.” Jikaide tenaga pengajar sesuai dengan ide yang terkandung dalamprogram maka ada kecenderungan program tersebut akandilaksanakan, begitu pula sebaliknya. Keseluruhan peran tenagapengajar akan sangat dipengaruhi oleh persepsi danpemahamannya terhadap program dan juga hakekat pembelajaranyang sedang berlangsung.

William H. Burton (1979) menyatakan bahwa mengajar adalahupaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan,pengarahan dan dorongan kepada warga belajar agar terjadi prosesbelajar (M. Ali, 1992:13). Dalam hal ini Burton memandang bahwabahan pelajaran hanya sebagai bahan perangsang saja.Sedangkan arah yang akan ditujukan oleh proses belajar adalahtujuan pengajaran yang diketahui warga belajar. Dengan strategimengajar tertentu proses belajar akan terbimbing secara lebih baik.Warga belajar akan diberikan tugas dan latihan untuk terjadinyaproses belajar lebih lanjut.

Berbagai pandangan yang dikemukakan oleh Burton dalam M. Ali(1992), bila dikaji secara cermat, pada hakekatnya merupakanupaya Pamong Belajar dalam memberikan kemungkinan bagiwarga belajar agar terjadi proses belajar. Pandangan ini sejalandengan pandangan Gagne dan Briggs (1992:3) yang menyatakan

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 82: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

163No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

merupakan hasil kesadarannya. Oleh karena itu, untukmengubah perilaku Pamong Belajar harus dimulai daripersepsinya. Di sisi lain Felley, et. al. (1976) dalam Jukri(1998:19) mengidentifikasi tiga komponen utama dari prosespersepsi. Pertama, seleksi atau screening yang sangat erathubungannya dengan pengamatan dan stimulus yang dilihat.Kedua, interpretasi, yaitu proses pengorganisasian informasisehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi initergantung pada berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu,sistem nilai yang dipunyai seorang, motivasi kepribadian,kecerdasan dan sebagainya. Ketiga, kemampuan seseoranguntuk mengadakan kategorisasi yang diterimanya, yaitu prosesmereduksi informasi yang komplek, menjadi lebih sederhana,yaitu interpretasi behavior terhadap sesuatu obyek persepsi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa persepsimerupakan suatu proses aktif yang berperan bukan hanyastimulus tetapi juga sebagai keseluruhan pengalaman,motivasinya, dan sikap yang relevan dengan stimulus tersebut.Persepsi sangat penting untuk pengambilan keputusanPamong Belajar di dalam implementasi program pembelajaranpembelajaran. Persepsi seorang Pamong Belajar terhadaphakekat pembelajaran dan perekayasaan programpembelajaran yang benar akan memberikan kontribusi padaimplementasi program pembelajaran tersebut. Dalam tulisanini yang dimaksud pemahaman Pamong Belajar terhadaphakekat pembelajaran dan perekayasaan programpembelajaran yakni kemampuan Pamong Belajar memahami,menerjemahkan, dan menafsirkan hakekat pembelajaran dandokumen program pembelajaran pendidikan luar sekolah.

Pemahaman menuntut adanya proses pengolahan informasi(istilah, peristiwa, konsep, generalisasi, teori, dan sebagainya)menjadi sesuatu yang dapat dihubungkan dengan apa yangdiketahui sebelumnya (S. H. Hasan, 1996). Lebih lanjutdikemukakan bahwa memahami program pembelajaran berarti

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 83: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

165No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pendidikan dan pengajaran, dan perubahan pengetahuan danteknologi dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Keenamadalah kepribadian, yang menyangkut sistem nilai yang dianutguru, sikap-sikapnya, dan minat kepada hal-hal yang berkaitandengan kemanusiaan, pendidikan, dan pengajaran.

Dari batasan pengertian tersebut di atas dapat dikemukakanbahwa kompetensi adalah suatu penampilan khusus yangrasional dari pemilikan pengetahuan, keterampilan, dankemampuan yang dibutuhkan oleh tenaga pengajar (pamongbelajar) untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.Menurut Rochman Natawidjaja dan Achmad Sanusi (1991:38),unjuk kerja/penampilan kerja tenaga pengajar termasukdidalamnya Pamong Belajar mencakup: (1) kemampuanprofesional, (2) kemampuan sosial, dan (3) kemampuanpersonal. Ketiga aspek tersebut dijabarkan ke dalampenampilannya sebagai pengembang program pembelajaran.

Kemampuan dasar Pamong Belajar sebagai tenaga pengajardan sekaligus sebagai pengembang program pembelajaran dikelas perlu dikembangkan secara terus menerus. Hal inidimaksudkan agar dalam setiap upaya akan selalu tersediatenaga pengajar yang handal dan tepat, baik dalam jumlahmaupun kualitas kompetensinya. Di sisi lain pembinaanterhadap Pamong Belajar diharapkan agar mereka selalu pekadan termotivasi untuk memahami perkembangan iptek, hakekatpembelajaran, dan perekayasaan program pembelajaransecara berkesinambungan.

Pada akhirnya penampilan seorang Pamong Belajar ditentukanoleh kemampuan mengatur dirinya (self management) untukmemperoleh pengetahuan, mengolah, dan mentransfernyakepada peserta kegiatan pembelajaran tersebut. Sesuaidengan karakteristik program pembelajaran, diperlukan adanyakemampuan Tenaga Pengajar, dalam hal ini adalah Pamong

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 84: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

167No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

intinya berkaitan dengan proses mengubah tingkah laku. Disamping itu, para ahli psikologi mengakui tentang adanyaperbedaan individual yang dimiliki setiap individu. Perbedaanini meliputi kecerdasan, sikap, motivasi, dan aspek-aspekkepribadian lainnya. Perbedaan ini akan dapat mempengaruhipencapaian hasil belajar bagi warga belajar. Berpegang padaprinsip-prinsip psikologis, Pamong Belajar dalam menentukanstrategi belajar mengajar harus mempertimbangkankarakteristik warga belajarnya.

Berdasarkan uraian di atas, Pamong Belajar sebagai tenagapengajar sekaligus pengembang program pembelajaran perlumerencanakan dengan baik isi pesan (materi) yang meliputipenganalisaan dengan konsep-konsep, teori, dan sebagainya.Di samping ketrampilan menjelaskan materi yang diperlihatkanPamong Belajar, ia pun hendaknya memperhatikan karakteristikpada setiap warga belajarnya yang akan menerima pesan/informasi instruksional.

3. Kinerja Pamong BelajarKinerja Pamong Belajar selaku tenaga pengajar dalamimplementasi program pembelajaran dapat dilihat dari aktivitasdan tindakannya untuk merealisasikan program pembelajarantersebut. Seorang Pamong Belajar harus memenuhikompetensi untuk melakukan perencanaan pembelajaran,pengelolaan pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran.

Proses belajar-mengajar terjadi karena adanya serangkaianperbuatan/tindakan Pamong Belajar selaku tenaga pengajardan warga belajar pada situasi edukatif untuk mencapai tujuantertentu. Pamong Belajar yang profesional harus mampu“membaca” dan menjabarkan makna yang ada dalam programpembelajaran sebagai suatu dokumen tertulis. Melalui berbagaistrategi dan pendekatannya, peranan Pamong Belajar memilikimakna yang positif bagi pencapaian tujuan pembelajaran.

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 85: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

169No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

menjadi lebih terarah. Seiring dengan manfaatperencanaan, Mulyani Sumantri (1988) menyatakan bahwaperencanaan yang baik sangat membantu pelaksanaandalam kelas karena baik tenaga pengajar maupun pesertadidik mengetahui pasti tujuan yang ingin dicapai dan caramencapainya, dengan demikian tenaga pengajar ataupamong belajar dapat mempertahankan situasi agarpeserta didik dapat memusatkan perhatiannya padapembelajaran yang telah diprogramkan.

b) Pelaksanaan PembelajaranSelanjutnya, pelaksanaan pembelajaran memerlukankompetensi dan akuntabilitas Pamong Belajar dalammelakukannya. Adapun makna kompetensi di sinidimaksudkan sebagai kemampuan yang harus dimilikiPamong Belajar untuk kepentingan pelaksanaanpembelajaran, dan meliputi kemampuan dalammerumuskan tujuan, menentukan strategi pengajaran,pemilihan dan pemanfaatan sumber belajar, dansebagainya. Sedangkan makna akuntabilitas dimaksudkansebagai pertanggung jawaban Pamong Belajar terhadapberbagai keputusan yang diambil berkaitan denganpelaksanaan pembelajaran tersebut.

Pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegang padaapa yang telah tertuang dalam perencanaan. Di dalammelaksanakan proses belajar mengajar Pamong Belajardituntut untuk memiliki berbagai keterampilan yangberkaitan dengan pertanyaan yakni bagaimanamenyelenggarakan pengajaran yang dapat mengantarkanwarga belajar mencapai tujuan yang telah ditetapkan. M.Ali (1992:7) mengemukakan bahwa tenaga pengajar perlukiranya memiliki kemampuan terhadap berbagai hal yangmeliputi: kemampuan penguasaan materi pelajaran,kemampuan menerapkan prinsip-prinsip psikologis,kemampuan menyelenggarakan proses belajar mengajar,

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 86: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

171No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

pengambilan keputusan instruksional. Penilaiandimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan,baik terhadap komponen program pembelajaran yang telahdirencanakan maupun yang terkait dalam pelaksanaanprogram pembelajaran.

Jenis-jenis evaluasi yang digunakan dalam proses belajar-mengajar meliputi evaluasi seleksi penempatan, evaluasiformatif, evaluasi diagnostik, dan evaluasi sumatif(Groundlund, N.E. 1976:20). Untuk lebih jelas akandiuraikan keempat jenis-jenis evaluasi tersebut yaknisebagai berikut:

Evaluasi formatif, yakni evaluasi yangdilaksanakan setiap selesai dipelajari suatu unitpelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai alatpenilaian proses belajar mengajar suatu unitbahan tertentu.

Evaluasi sumatif, yakni evaluasi yangdilaksanakan setiap akhir pengajaran suatuprogram atau sejumlah unit pelajaran tertentu.Evaluasi ini mempunyai manfaat untuk menilaihasil pencapaian warga belajar terhadap tujuansuatu program pelajaran dalam periodetertentu.

Evaluasi diagnostik, yakni evaluasi yangdilaksanakan sebagai sarana diagnose.Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti ataumencari penyebab kegagalan, dimana letakkelemahan yang terjadi dalam prosespembelajaran.

Evaluasi penempatan, yakni evaluasi yang

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 87: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

173No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

yaitu proses yang makin turun dan tidak menguntungkandari peranan yang ditampilkannya yang rendah danharapan yang rendah.

Peran Pamong Belajar dalam implementasi programpembelajaran juga akan dapat dipengaruhi oleh harapanyang dimilikinya sehubungan dengan tugas yangdiembannya. Jika mereka mendapatkan harapan yangtinggi terhadap peranannya, hal ini akan dapat meningkatkinerja yang bersangkutan.

b) Lingkungan OrganisasiImplemntasi program pembelajaran dapat berlangsungsesuai dengan tuntutan dari program pembelajaran, apabilaPamong Belajar selaku pengembang programpembelajaran di lapangan mendapatkan lingkunganorganisasi yang kondusif. Organisasi yang sehat akanmemperlihatkan setiap aktivitasnya ke arah tujuan yangsama. Komitmen kerja yang ditampilkan Pamong Belajarharus tumbuh dan berkembang dalam lingkunganorganisasi secara menyeluruh.

Peran Pamong Belajar dalam implementasi programpembelajaran harus searah dengan kedudukan, tugas, danfungsi SKB sebagai unit pelaksana teknis pendidikan luarsekolah, pemuda, dan olahraga. Peran Pamong Belajarsangat tergantung pada banyak faktor. Bila hal ini dilihatdari manajemen mutu terpadu, maka dua komponen yangmeliputi organisasi dan orang yang berada di organisasitersebut harus mendukung terlaksananya tugas dan fungsikelembagaanya.

c) KepemimpinanDukungan yang nyata dari kepemimpinan berkaitan eratdengan peran Pamong Belajar pada implementasi program

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 88: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

175No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

Teori prestasi (achievement theory) dari Mc.Celland (1996)berusaha menjelaskan “achievement oriented behavior”yang merupakan tingkah laku yang diarahkan terhadappencapaian “standard of excellent.” Menurut teori tersebut,seorang yang mempunyai need for achievement yang tinggiselalu mempunyai pola pikir tertentu ketika iamerencanakan untuk melaksanakan sesuatu yaitumempertimbangkan apakah sesuatu yang akan dilakukanitu cukup menantang atau tidak.

DAFTAR BACAANAbdulhaq. Isak, (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa.

Bandung: Andira.Ali M. (1992). Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru.Gagne, R.M. and Briggs, L.J. (1992). Principles of Instructional Design.

New York: Holt Rinehart and Winston.Groundlund, N.E. (1976). Preparing Criterian Reference Test for

Classroom Instruction. New York: Mac. Millan.HD. Sudjana, (2000). Strategi Pembelajaran Pendidikan Luar Sekolah.

Bandung: Falah ProductionHasan, S.H, (1996). Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial. Buku I dan II, FPIPS,

IKIP Bandung.Joice, Bruce and Weil, Marsha. (1982). Model of Teaching. New Jersey:

Prentice Hall, Inc. Englewood CliffWaspodo, M. (2004). Peranan Pamong Belajar Dalam Implementasi

Kurikulum. Makalah.Mc. Clelland, David.(1996) Achievement Motivation, New York:

Irvington: Publisher. IncMiller, J.P and Seller, W. (1985). Curriculum Perspective and Practices.

New York: Longman, Inc.William H. Burton, (1979) The Skill of Basic Quetioning: Sidney Micro

Skill, Sidney University Press.Zais, R.S. (1976). Curriculum Principles and Foundations. New York:

Harper and Row Publisher, Inc.______________________

Sudirman: Kompetensi Pamong Belajar

Page 89: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

177No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

kawasan pribadi manusia tersebut. Hasil belajar yang diharapkandapat dicapai harus sejalan dengan tujuan pembelajaran. Bilatujuan pembelajaran dapat berbentuk kognitif, afektif maupunpsikomotorik, maka hasil belajar berada dalam kawasan itu.

Terdapat banyak macam alat evaluasi dalam ilmu sosial.Berdasarkan atas objek yang dievaluasi, evaluasi dapat dibagimenjadi dua yaitu tes dan nontes. Tes digunakan untukmengevaluasi gejala sosial di mana responden (sebutan untukorang yang memberikan respons terhadap instrumen) didoronguntuk memberikan penampilan maksimumnya (maximumperformance). Penampilan maksimum mencerminkan kemampuanatau penguasaan responden dalam hal keadaan yang dievaluasi.Termasuk dalam jenis tes ini adalah tes hasil/prestasi belajar, bakat,potensi akademik, intelegensia, kreativitas dan sebagainya. Di sisilain, instrumen nontes digunakan untuk mengevaluasi gejala sosialdi mana responden tidak didorong untuk memberikan penampilanmaksimum tapi penampilan tipikal (typical performance).Responden tidak diukur dalam penguasaan/kemampuan tapi dalampikiran dan perasaannya. Responden lebih didorong untukmemberikan respons secara jujur sesuai dengan keadaan diri danapa yang dirasakannya. Termasuk dalam jenis tes ini adalahinstrumen untuk mengukur minat, persepsi, motivasi, self efficacy,tingkat pengambilan resiko, locus of control, dan karakteristik pribadisejenisnya.

Evaluasi penampilan maksimum dan tes sebagai alatnyaberhubungan dengan evaluasi aspek kognitif. Hasil belajarmerupakan salah satu karakteristik dari kepribadian manusia dalamranah kognitif yang berisi kemampuan/penguasaan yangmerupakan hasil dari proses belajar. Hasil diperoleh dalam evaluasimenggunakan tes.

Tes yang digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar dapatberbentuk esai maupun objektif. Kedua bentuk mempunyaikelebihan dan kelemahan dalam mengevaluasi hasil belajar.

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 90: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

179No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

prosesnya berlangsung. Pandangan mengenai proses belajarbukan saja menentukan hasilnya tapi juga model evaluasi yangdianjurkan untuk digunakan. Oleh karenanya, proses belajarmenentukan bentuk hasil dan model evaluasinya. Berikutdibahas kedua pandangan itu.

1. BehavioristikDalam pandangan psikologi perilaku (behavioristic) belajardilakukan dengan menghubungkan stimulus – responsdengan cara menghafal berulang-ulang dengan hasilberupa hafalan. Evaluasi model pengukuran digunakanuntuk mengevaluasi kemampuan hafalan setelah dilakukanpengukuran menggunakan tes objektif.

a) BelajarTeori ini di ilhami oleh aliran empirisme dalampendidikan dan dipelopori oleh John Locke. Menurutaliaran ini, satu-satunya deteminan perkembanganmanusia adalah dengan lingkungan. Semuapengalaman merupakan akibat dari interaksi individudengan lingkungan. Pengalaman datangnya dari indera(sensory). Pengalaman inderawi adalah sumber utamapengetahuan dan perubahan perilaku.

Dalam pandangan behavoristik, belajar merupakansebuah perilaku.membuat hubungan antara stimulus(S) dan respon(R), kemudian memperkuatnya.Pengertian dan pemahaman tidaklah penting karenaS dan R dapat diperkuat dengan menghubungkansecara berulang-ulang untuk memungkinkan terjadinyaproses belajar dan menghasilkan perubahan yangdiinginkan. Belajar adalah perubahan perilaku yangdapat diamati melalui kaitan antara stimulus danrespons menurut prinsip-prinsip yang mekanistik(Dahar, 1998 : 24). Dasar belajar adalah asosiasi antarakesan (impression) dengan dorongan untuk berbuat

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 91: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

181No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikiandimungkinkan karena pengukuran merupakan kegiatanilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidangtermasuk pendidikan.

Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanyaperubahan perilaku pada individu yang belajar.Perubahan perilaku itu merupakan perolehan menjadihasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yangmengakibatkan manusia berubah dalam sikap dantingkah lakunya (Winkel, 1999 : 51). Aspek perubahanitu mengacu kepada teksonomi tujuan pengajaran yangdikembangkan oleh Blomm, Simpson dan Harrowmencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik(Winkel, 1999 : 244).

Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadaruntuk membuat siswa belajar. Proses sadarmengandung implikasi bahwa pengajaran merupakansebuah proses yang direncanakan untuk mencapaitujuan pengajaran (goal directed). Dalam konteksdemikian maka hasil belajar merupakan perolehan dariproses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran(end are being attained). Tujuan pengajaran menjadihasil belajar potensial yang akan dicapai sehingga alatuntuk mengukur hasil belajar harus mengukur apa yangdipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengantujuan instruksional yang tercantum dalam kurkulumyang berlaku. Tujuan pengajaran adalah kemampuaanyang diharapkan dimiliki oleh siswa setelahmenyelesaikan pengalaman belajarnya (Sudjana, 1996: 3)

. Hasil belajar yang diukur merefleksikan tujuan

pengajaran (Gronlund, 1985 : 21). Tujuan pengajaranadalah tujuan yang menggambarkan pengetahuan,ketrampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswasebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 92: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

183No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

adalah akibat dari interaksi seseorang denganlingkungan. Pengalaman datangnya dari sensori inderakita. Pengalaman inderawi adalah sumber utamapengetahuan dan perubahan perilaku secara umum.Menurut paham ini, “sumber pengetahuan adalahempiri. Pengetahuan yang bermanfaat, pasti dan benarhanya diperoleh lewat indera” (Achmadi, 1995). Alamkejadiannya memang tersusun rapi dalam pola,sehingga aturan, hukum dan prinsip umum dapatdihasilkan. Menurut paham behaviorisme (Dahar,1998), “manusia adalah organisme pasif yang dikuasaioleh stimulus-stimulus dalam lingkungan. Manusiadapat dimanipulasi dan tingkah lakunya dapat dikontroldengan mengontrol stimulus-stimulus yang ada dalamlingkungan”. Akal hanyalah penampungan pasif yangmenerima hasil-hasil penginderaan. “Semuapengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacakkembali sampai pada pengalaman indera yangpertama, seperti atom-atom yang menyusun objekmaterial. Apa yang tidak dapat dilacak kembali bukanlahpengetahuan” (Kattsoff, 1996 : 137).

Segala kepribadian manusia sepenuhnya ditentukanoleh stimulus lingkungan, sehingga perilaku manusiaadalah respons atas stimulus yang datang kepadanya.Manusia terikat dalam hubungan stimulus-respons (SRbound). Perilaku manusia dapat dijelaskan sebagaihubungan S-R di mana perilaku (R) sepenuhnya hanyamerespons sitimulus yang diperolehnya (S).Kepribadian manusia dibentuk sepenuhnya olehstimulus yang diterimanya sepanjang hidupnya. Hasilbelajar – bagian dari kepribadian manusia – adalah jugajumlah respons pelajar atas stimulus pembelajaranyang diterimanya. Manusia adalah makhluk pasif yangterikat pada keteraturan ikatan hukum S-R. Otak danjiwa adalah penampungan pasif yang hanya merespons

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 93: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

185No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

hasil belajar nampak dalam perilaku yang terukur danteramati, yaitu nampak dalam seberapa banyak pelajarmenampilkan perilaku menjawab benar untukmerespons stimulus soal.

Model pengukuran dalam evaluasi pendidikandikemukakan oleh Edward L Thorndike dan Robert LEbel. Model ini dipengaruhi oleh evaluasi dalam modelalam di mana evaluasi dilakukan atas hasil pengukuran.Gejala alam bersifat objektif, teratur dan dapatdiramalkan. Perilaku objek alam sangat dipengaruhioleh hukum alam dan sebab-akibat (stimulus-respons).Setiap perubahan perilaku objek selalu dapat dijelaskandari stimulus yang diterimanya. Model pengukuran jugamemandang perilaku manusia – seperti juga alam –bersifat objektif, teratur dan dapat diramalkan di managejala sosial juga terikat pada hukum alam – responsperilaku selalu berhubungan stimulus yang diterima.Dalam model ini evaluasi hanya dilakukan atas hasilbelajar dalam domain kognitif. Evaluasi dilakukan padaakhir proses pembelajaran menggunakan tes tertulis(pencil and paper test). Tes sebagai alat ukur harusmempunyai ciri-ciri alat ukur gejala alam berupavaliditas dan reliabilitas.

Proses evaluasi didahului dengan kegiatanpengukuran. Batasan evaluasi adalah kegiatanpengambilan keputusan atas dasar hasil pengukuran,sehingga setiap evaluasi harus didahului dengankegiatan pengukuran. Pengukuran yang dilakukansebelum evaluasi dimaksudkan agar evaluasi dilakukansecara akurat karena dilandaskan atas hasilpengukuran. Akuntabilitas evaluasi dapat dicapaikarena pengukuran yang menjadi dasarnyamemungkinkan mendapatkan data yang objektif.

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 94: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

187No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

2. KognitifDalam pandangan psikologi kognitif belajar terjadi bilatercapai pemahaman sehingga hasilnya adalahpemahaman. Hasil belajar pemahaman dievaluasi denganmodel iluminatif menggunakan tes esai.a) Belajar

Pengajaran merupakan proses membuat belajar dalamdiri anak. Pelajaran bukanlah menginformasikan materiagar dikuasai oleh pelajar, tetapi memberikan kondisiagar pelajar mengusahakan terjadi belajar dalamdirinya. Pelajar tidaklah dalam kedudukaan yang pasif,tetapi aktif mengusahakan terjadinya proses belajarnyasendiri. Oleh karena itu, pengajaran dilakukan untukmembuat pelajar melakukan belajar, maka pengajaranakan dilakukan secara baik dengan memahamibagaimana proses belajar terjadi pada pelajar.Pengajaran harus didasarkan atas pemahaman tentangbagaimana anak belajar.

Alam diciptakan Tuhan dalam keadaan acak dan tidakberaturan. Panca indera mengambil bahan alam yangmasih belum teratur sebagai kebenaran. Di atas itusemua pikiran yang aktif bekerja. Akal mengolah bahanalam menjadi pengetahuan. Kebenaran terletak padaakal dan karenanya akal merupakan sumber penalaranyang valid dalam menemukan kebenaran pengetahuan.Model ini dipengaruhi oleh paham filsafat rasionalismeyang dipelopori Rene Descartes yang terkenal denganperkataannya “saya berpikir maka saya ada” (cogitoergo sum). Sumber pengetahuan adalah akal sebabdengan akal dapat diperoleh kebenaran denganmetode deduktif seperti dicontohkan dalam ilmu pasti(Achmadi, 1995).

Keharusan akan perlunya pengertian dan pemahamandalam belajar menjadi kondisi yang mutlak harus

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 95: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

189No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

LearningExperience

LeaningOutcomePupil

pembelajaran. Hasil adalah perolehan dari sebuahproses. Hasil berbeda dengan inputnya karena prosestelah mengubahnya ke dalam bentuk baru yangberbeda. Belajar adalah sebuah proses dalam otak danjiwa untuk mengubah input menjadi hasil belajar.

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami duakata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”.Pengertian hasil (product) menunjuk kepada suatuperolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atauproses yang mengakibatkan berubahnya input secarafungsional. Hasil produksi adalah perolehan yangdidapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan(raw materials) menjadi barang jadi (finished goods).Hal yang sama berlaku untuk memberikan batasan bagisiklus input-proses-hasil. Hasil dapat dengan jelasdibedakan dari input akibat perubahan oleh proses.Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelahmengalami belajar siswa berubah perilakunyadibanding sebelumnya. Hubungan itu digambarkansebagai berikut (Gronlund dan Lin, 1985 : 25).

c) Model evaluasiEvaluasi hasil belajar menurut paham psikologi kognitifmenggunakan model iluminatif yang dipelopori olehMalcolm Parlett yang banyak dikaitkan denganpendekatan antropologi. Model ini menekankan padapendekatan kualitatif. Cara yang digunakan tidakstandar tapi fleksibel sebab situasi yang dinilai bersifatterbuka dan mengandung banyak kemungkinan.Sebuah pertanyaan mengandung banyak perspektif

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 96: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

191No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

representatif kawasan (dominan) perilaku yang diukur. Ketiga,tes mengukur perilaku. Butir-butir tes menghendaki sebjek agarmenunjukkan apa yang diketahui atau apa yang dipelajarisubjek dengan cara menjawab butir-butir atau mengerjakantugas yang dikehendaki oleh tes. Respon subjek di atas tesmerupakan perilaku yang ingin diketahui dari penyelenggaraantes.

b. Bentuk TesPembahasan mengenai bentuk tes berhubungan denganpandangan tentang proses dan hasil belajar. Tes objektifmerupakan cara mengevaluasi proses dan hasil belajar dalampandangan psikologi behavioristik, sedang tes esaidihubungkan dengan proses dan hasil belajar dalampandangan psikologi kognitif.

1) ObjektifTes objektif adalah tes yang keseluruhan informasi yangdiperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenasifatnya yang demikian Popham menyebutkan denganistilah tes jawaban dipilih (selected reponse test) (Popham,1981 : 235). Butir soal telah mengandung kemungkinanjawaban yang harus dipilih atau dikerjakan oleh pesertates. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh tes danpeserta hanya memilih jawaban dari kemungkinan jawabanyang telah disediakan (Zainul dan Nasoetion, 1996 : 9).Menurut Subino perbedaan yang khas bentuk soal objektifdibanding dengan soal esai adalah tugas peserta tes(testee) dalam merespons tes (Subino, 1987 : 4). Pada tesobjektif, tugas testi adalah memanipulasi data yang adadalam butir soal. Hal ini berbeda dengan soal esai dimanatesti harus menciptakan dan mencari sendiri unsur-unsuryang dibutuhkan untuk menjawab soal.

Sebagaimana nama yang digunakannya, soal objektifadalah soal yang tingkat kebenarannya objektif. Oleh

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 97: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

193No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

sebenarnya hanya memanipulasi data yang telah ada padasoal. Dalam hal ini pengambil tes tidak menciptakan sendiriunsur yang diperlukan untuk menjawab soal, sehinggamenjadi tingkat rendah lagi. Kedua, peluang melakukantebakan (guessing) sangat tinggi. Pengambil tes akanmenggunakan semua informasi yang diingatnya untukmenjawab soal. Namun, ketika informasi yang disimpannyatidak cukup untuk secara pasti menjawab soal maka diamenebaknya.

2) EsaiTes esai adalah suatu bentuk tes yang terdiri daripertanyaan atau suruhan yang menghendaki jawaban yangberupa uraian-uraian yang relatif panjang (Nurkancana danSumartana, 1986 : 42). Tes dirancang untuk mengukur hasilbelajar di mana unsur-unsur yang digunakan untukmenjwab soal dicari, diciptakan dan disusun sendiri olehpeserta tes. Peserta tes harus menyusun sendiri kata-katadan kalimat yang digunakan merumuskan jawabannya.Butir soal mengandung pertanyaan yang jawaban ataupengerjaan soal tersebut harus dilakukan dengan caramengekspresikan pikiran peserta tes (Zainul danNasoetion, 1996 : 33), constructud-response tests are thosethat call for the examinee to produce something (Popham,1981 : 266).

Bentuk-bentuk pertanyaan atau suruhan meminta padamurid-murid untuk menjelaskan, membandingkan,mengintepretasikan dan mencari perbedaan. Semuabentuk pertanyaan tersebut mengharapkan agar murid-murid menunjukkan kepada pengertian mereka terhadapmateri yang dipelajari. Tes esai digunakan untuk mengatasikelemahan daya ukur soal objektif yang terbatas pada hasilbelajar rendah. Soal tes bentuk ini cocok untuk mengukurhasil belajar yang level kognisinya lebih dari sekedarmemanggil informasi, karena hasil belajar yang diukur

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 98: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

195No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

sebuah jawaban pada situasi yang berbeda sangat mungkinmenghasilkan nilai yang berbeda. Kedua, tes esaimenghendaki jawaban yang panjang, sehingga tidakmemungkinkan ditulis butir tes dalam jumlah banyak.Akibatnya, soal tidak representatif dalam mengukurkemampuan yang diharapkan. Ketiga, penggunaan soalesai membutuhkan waktu koreksi yang lama dalammenentukan nilai.

4. MODEL EVALUASI DAN BENTUK TESDi muka sudah dijelaskan bahwa model evaluasi berhubungandengan pandangan psikologi dalam belajar dan hasilnya. Pertama,pandangan behavioristik memandang belajar sebagai kegiatanyang mekanis sehingga hasilnya juga didapat dan digunakansecara mekanis. Model evaluasinya juga mencerminkanmekanisasi yaitu model pengukuran yang mempersamakan hasilbelajar dan karakteristik kepribadian lainnya sebagaimana objekgejala alam yang evaluasinya didahului dengan kegiatanpengukuran. Kedua, pandangan kognitif memahami belajar sebagaisebuah proses otak mengolah input bahan yang diindera menjadiinformasi baru yang fungsional. Pemahaman lebih diutamakandaripada sekedar hafalan, sehingga ketika pelajar dihadapkan padasituasi soal masalah maka dia akan menggunakan pemahamannyauntuk membuat pemecahan. Bagian ini membahas hubunganantara model evaluasi dengan bentuk tes yang digunakannya.Model pengukuran akan menggunakan tes objektif untukmendapatkan objektivitas dan akurasi, sedang model iluminatifakan menggunakan tes esai untuk mengungkap kedalamanpemahaman siswa yang dievaluasi.

a. Model pengukuran dan tes objektifTes objektif berhubungan dengan evaluasi model pengukuran.Evaluasi model pengukuran menuntut dilakukannyapengukuran sebelum evaluasi. Evaluasi dilakukan atas tingkahlaku akhir pembelajaran menggunakan tes tertulis berbentuk

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 99: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

197No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

sebuah soal masalah mengandung banyak kemungkinanjawaban penyelesaian. Kebenaran jawaban tidaklah mutlak tapirelatif dan subjektif. Oleh karenanya penilaian tidak didasarkanatas hasil pengukuran tapi didasarkan atas penafsiran subjektifpenilai. Atas dasar penafsiran tersebut evaluasi atas siswadilakukan.

Tes esai adalah bentuk tes yang sesuai untuk digunakan dalammodel evaluasi iluminatif. Tes ini mengungkap pengertian danpemahaman siswa atas suatu soal masalah sertakemampuannya membuat solusi pemecahan. Jawaban bersifatkompleks sehingga kemampuan penyelesaian masalah bersifatalamiah karena dapat terlihat konteks jawaban secarakeseluruhan.

5. KESIMPULANEvaluasi diperlukan untuk melihat apakah tujuan yangdirencanakan sudah tercapai dalam hasil belajar. Pengumpulandatanya menggunakan tes. Tes menurut bentuknya dapat berupaobjektif atau esai, dan menurut jenisnya dapat berupa esai terbatas,esai bebas, pilihan ganda, benar salah, menjodohkan dansebagainya.

Penggunaan bentuk tes sangat dipengaruhi oleh pandangantentang belajar, hasil belajar dan model evaluasi yang digunakan.Pandangan behavioristik melihat proses belajar sebagai aktivitasmekanis mengkoneksikan stimulus pembelajaran denganresponsnya, sehingga hasil belajar merupakan hasil koneksi yangdapat diretensi. Jumlah respons terkoneksi itu menjadi kemampuanyang diperlukan untuk memecahkan masalah. Hasil retensi inidiperlukan sebagai respons otomatis untuk menghadapi soal yangdiujikan dalam tes. Ketika individu dihadapkan pada stimulusmasalah berbentuk soal maka ia akan memanggil informasi yangsudah diretensi untuk merespons. Model evaluasi yang digunakanadalah model pengukuran dalam bentuk tes objektif.

Rini Susanti: Hasil Belajar, Model Evaluasi dan Bentuk Tes

Page 100: E-dukasi.Net • Web untuk Pendidikan

199No. 17/IX/TEKNODIK/DESEMBER/2005

dihasilkan siswa. Informasi berbeda-beda karena perbedaanproses pengolahan dalam otak siswa, dan karenanya jawaban atassebuah soal mengandung banyak perspektif. Model evaluasi inimemerlukan alat tes berbentuk esai.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro (1995) Filsafat umum. Jakarta : PT RajaGrafindoPersada

Arikunto, Suharsimi (1995), Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan Jakarta: Bumi Aksara

Bower, Gordon H. dan Hilgard, Ernest R (1981). Teories of Learning,Englewood Cliffs, NJ : Prentice Hall Inc

Dahar, Ratna Wilis (1988). Teori-teori belajar. Jakarta : P2LPTKGronlund, Norman E dan Lin, Robert L (1985), Measurement and

Evaluation in Teaching, New York : Macmillan Poblishing CompanyGronlund, Norman E (1985), Construction Achievement Test

(Englewood Cliffis, NJ : Prentice Hall, IncKattsoff, Louis O (1987). Pengantar filsafat. Terjemahan oleh Soejono

Soemargono. Yogyakarta : Tiara WacanaNurkancana, Wayan dan Sumartana, PPN (1986). Evaluasi Pendidikan

Surabaya : Usaha NasionalPopham, W. James (1981). Modern Educanional Measurement,

(Englewood Cliffts, NJ : Prentice Hall, IncSaifudin Azwar (1997). Tes Prestasi. Yogyakarta : Penerbit LibertySoekanto, Soerjono (1997). Sosiologi suatu pengantar. Jakarta : PT

RajaGrafindo PersadaSubino (1987). Konstruksi dan Analisis Tes. Jakarta : Ditjen DiktiSudjana, Nana (1996) Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum

diSekolah. Bandung : Sinar BaruWinkel, WS. (1999) Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT GrasindoZainul, Asmawai dan Nasoetion, Noehi (1996). Penilaian Hasil Belajar

Jakarta : Dijen Dikti Depdikbud, 1996.______________________________