5
Nama : Kristianingtyas Fanny Putranti NIM : 21030113120024 “Edible Coating as Packaging Strategy to Extend the Shelf-life of Fresh-Cut Fruits and Vegetables” Raffaele Porta 1 *, Giovanna Rossi-Marquez 1 , Loredana Mariniello 1 , Angela Sorrentino 2 , C. Valeria L. Giosafatto 1 , Marilena Esposito 1 and Prospero Di Pierro 1 Edible coating merupakan cara pengawetan makanan secara fisika khususnya pada teknik pengemasan. Edible coating adalah lapisan tipis yang melapisi bahan makanan namun layak dikonsumsi. Aplikasi edible coating didasarkan pada sifat-sifat proteksi dari pengemas dalam aspek untuk meningkatkan umur simpan melalui pencegahan reaksi deteriorasi. Deteriorasi adalah penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya. Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang akan memicu reaksi ini di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari sekelilingnya. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap produk meliputi perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis. Teknologi edible coating telah banyak digunakan pada bahan- bahan farmasi, unggas, seafood, beberapa produk daging dan manisan. Namun aplikasi kemasan ini pada umumnya dijumpai pada buah dan sayur segar terutama buah dan sayur siap hidang (minimally processed). Teknik ini lebih banyak digunakan karena

Edible Coating

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Edible coating sebagai pelapis bahan pangan

Citation preview

Page 1: Edible Coating

Nama : Kristianingtyas Fanny Putranti

NIM : 21030113120024

“Edible Coating as Packaging Strategy to Extend the Shelf-life of Fresh-Cut Fruits and

Vegetables”

Raffaele Porta1*, Giovanna Rossi-Marquez1, Loredana Mariniello1, Angela Sorrentino2, C. Valeria L.

Giosafatto1, Marilena Esposito1 and Prospero Di Pierro1

Edible coating merupakan cara pengawetan makanan secara fisika khususnya pada

teknik pengemasan. Edible coating adalah lapisan tipis yang melapisi bahan makanan namun

layak dikonsumsi. Aplikasi edible coating didasarkan pada sifat-sifat proteksi dari pengemas

dalam aspek untuk meningkatkan umur simpan melalui pencegahan reaksi deteriorasi.

Deteriorasi adalah penyimpangan suatu produk dari mutu awalnya. Reaksi deteriorasi dapat

disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang akan memicu reaksi ini di dalam

produk berupa reaksi kimia, reaksi enzimatis atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau

gas dari sekelilingnya. Hal ini menyebabkan perubahan terhadap produk meliputi perubahan

tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis.

Teknologi edible coating telah banyak digunakan pada bahan-bahan farmasi, unggas,

seafood, beberapa produk daging dan manisan. Namun aplikasi kemasan ini pada umumnya

dijumpai pada buah dan sayur segar terutama buah dan sayur siap hidang (minimally

processed). Teknik ini lebih banyak digunakan karena selain murah, kenampakan dan

struktur bahan yang diawetkan lebih menarik dibanding teknik pengawetan yang lain.

Pengawetan buah siap hidang biasanya dilakukan dengan metode drying atau kolonisasi

mikroba. Namun, produk yang dihasilkan tidak menarik dan water loss serta perubahan

osmotik sangat tinggi sehingga pembusukan lebih cepat terjadi. Waterloss terjadi sesuai

relative humidity suatu lingkungan. Oleh karena itu, stabiltas mikroba pada permukaan

makanan harus dilakukan selama penyimpanan dan distribusi. Edible coating merupakan

teknologi yang efektif yang berfungsi sebagai penghalang air yang menguap sehingga water

loss rendah dan menghambat pertumbuhan mikrba selama penyimpanan.

Sebagai bahan pengemas makanan, edible coating memiliki kelebihan dan

kekurangan. Kelebihan edible coating dibanding bahan pengemas yang lain yaitu dapat

dikonsumsi dengan produk yang dikemas, tidak menimbulkan efek beracun, mampu

mengendalikan pertumbuhan mikroba permukaan dalam makanan sedang dieksplorasi,

Page 2: Edible Coating

mengurangi penggunaan pengemas sintetik seperti plastik, dan mempertahankan kualitas saat

pengiriman dan penyimpanan. Namun kekurangannya yaitu film dari karbohidrat kurang

bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat

dipengaruhi oleh perubahan pH.

Bahan dasar pembuatan edible coating adalah bahan hidrokoloid (protein,

polisakarida), lipid (lemak) dan komposit (campuran hidrokoloid dan lipid). Protein dapat

diperoleh dari jagung, kedelai, keratin, kolagen, gelatin, kasein, protein susu, albumin telur

dan protein ikan. Polisakarida dapat diperoleh dari selulosa dan turunannya, tepung dan

turunannya, pektin ekstrak gangang laut (alginat, karagenan, agar), dan gum (gum arab, gum

karaya).

Salah satu contoh bahan pembuatan edible coating adalah pektin. Pektin adalah

polisakarida kompleks yang ada di dalam dinding sel tumbuhan, berwujud bubuk putih

hingga coklat terang. Pektin dapat diisolasi dari berbagai jenis tanaman pangan terutama pada

buah seperti buah nanas, kulit durian, dan kulit jeruk. Komponen utama dari senyawa pektin

adalah asam D-galakturonat. Pektin bersifat asam dan koloidnya bermuatan negatif karena

adanya gugus karboksil bebas. Pektin mempunyai kemampuan untuk membentuk gel jika di

campur dalam larutan yang mempunyai tingkat keasaman dan kadar gula dalam

perbandingan yang tepat.

Figure 1. Pectin structure

Sebelum menjadi edible coating siap pakai, pektin harus dicampurkan dengan larutan

yang mempunyai sifat asam seperti yang dijelaskan di atas dengan tujuan untuk membentuk

gel (viscous). Larutan asam yang biasa digunakan adalah asam asetat. Pencampuran

dilakukan dengan perbandingan tertentu selama waktu tertentu dan suhu tertentu. Setelah

tercampur rata, film pektin siap digunakan untuk edible coating.

Dalam penelitian Raffaele Porta dkk, 2013 berjudul “Edible Coating as Packaging

Strategy to Extend the Shelf-life of Fresh-Cut Fruits and Vegetables”, edible coating

digunakan untuk melapisi potongan-potongan buah dan sayur segar siap sidang. Lapisan film

yang digunakan berbahan dasar pektin yang mengandung enzim transglutaminase. Percobaan

dilakukan pada kentang dan apel yang telah dipotong dan dibiarkan selama 10 hari pada suhu

Page 3: Edible Coating

4˚C. Sebagai perbandingan, terdapat kentang dan apel yang telah dicelupkan ke dalam film

pektin.

Setelah 10 hari, terlihat perbedaan antara kentang dan apel tanpa lapisan film pektin

dan yang telah diawetkan dengan cara edible coating menggunakan film pektin. Pada kentang

dan apel yang dibiarkan tanpa pengawetan, keduanya mengalami reaksi pencoklatan

(browning) dan moisture loss nya sangat tinggi. Sedangkan pada kentang dan apel yang

sudah dilapisi film pektin, keduanya tetap masih segar walaupun telah dibiarkan 10 hari.

Selain itu, teksturnya masih baik dan moisture loss nya rendah serta tidak ada mikroba yang

terdapat pada permukaan apel dan kentang.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengawetan bahan pangan dengan

metode edible coating sangat baik untuk diterapkan untuk produk-produk makanan yang

mudah mengalami deteriorasi seperti browning, moisture loss, perubahan tekstur, dan

perubahan biologis.

Figure 2: Browning and softening degrees between uncoated and coated apple and potato samples after 10 days of storage at 4°C