Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EFEK EKSTRAK DAUN KELOR (Moringa oleifera)
TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI PANKREAS
TIKUS Sprague dawley YANG DIINDUKSI STREPTOZOTOCIN
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran
Disusun oleh
Rani Rahmawati
NIM : 11161030000045
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1441 H
ii
iii
iv
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya
serta salam kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW, saya dapat
menyelesaikan penelitian yang berjudul “Efek Ekstrak Daun Kelor (Moringa
oleifera) Terhadap Gambaran Histopatologi Tikus Sprague dawley yang Diinduksi
Streptozotocin”. Dalam pelaksanaan penelitian serta penulisan penelitian ini, saya
mendapat banyak arahan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh
sebab itu, saya ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada :
1. dr. Devy Ariany, M.Biomed dan dr. Lucky Brilliantina, M.Biomed selaku
pembimbing 1 dan pembimbing 2 saya yang telah banyak memberi saran,
masukan, serta dukungan. Terima kasih sebesar-besarnya atas bimbingan yang
menyita waktu dan pikiran, serta tenaga sehingga saya bisa menyelesaikan
penelitian ini.
2. dr. Hari Hendarto, PhD, SpPD-KEMD, FINASIM dan Ibu Rr. Ayu Fitri Hapsari,
S.Si., M.Biomed. selaku penguji 1 dan penguji 2 yang telah bersedia meluangkan
waktunya dalam menilai performa saya dalam sidang skripsi.
3. dr. Achmad Zaki, M.Epid, SpOT., selaku ketua Program Studi Kedokteran yang
telah memberikan banyak masukan yang membangun.
4. dr. Hari Hendarto, PhD, SpPD-KEMD, FINASIM, selaku dekan Fakultas
Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberikan segala fasilitas
dan kemudahan dalam pelaksanaan penelitian.
5. Penanggung jawab modul riset, drg. Laifa Annisa Hendarmin, PhD, yang selalu
membantu mengingatkan dan memotivasi saya untuk segera menyelesaikan
penelitian ini.
6. Dr. Zeti Harriyati, M.Biomed selaku pembimbing akademik saya yang tidak
lelah memberikan semangat serta perhatiannya kepada saya.
7. dr. Flori Ratna Sari, PhD, dr. Nurul Hiedatari, PhD, ibu Nurlaely Mida
Rachmawati, S.Si, M.Biomed, PhD, dan ibu Dr. Endah Wulandari, S.Si,
vi
M.Biomed selaku dosen Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah, yang
juga membantu penelitian saya walaupun bukan sebagai pembimbing saya.
8. Ayah saya, Suryadi, dan Ibu saya, Suratmi, serta adik saya, Bagas Setiawan dan
Ardian Agra Sena, yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril,
materi, maupun rohaniyah selama masa penelitian saya.
9. Kelurga Harto-Mujiyono dan Keluarga Sukarno-Muji selaku keluarga besar
saya, yang telah memberikan banyak dukungan untuk saya.
10. Teman-teman Sekelompok saya, Masnunah, Tresna Anugrah, Ahmad Faizun
Niam, dan Nashih Abdillah yang selalu membantu saya serta berjuang bersama
dalam menyelesaikan penelitian ini.
11. Teman-teman kelompok lain yakni, Dheasita Permatasari, Fredianto Akil,
Aditya Rizky, dan Faradila Amirabagya yang kerap membantu saya dan
kelompok saya dalam pelaksanaan penelitian saya.
12. Teman-teman terdekat saya, Masnunah, Azza Nurlaila, Putri Nurbaeti, Rasya
Salma, Hafidzah Qaulan, Sarah Hanifah, Arini Hikmah, Siti Firyal Rafa, Muh.
Rafli Iqbal, Lazuardi Resi, M. Faiz Almumtaz, Zely Martiani, Nila Rahadatul
Aisy, Annisa Putri Z, Ayu Saputri, Ratu Nadia yang selalu memberikan
dukungan untuk saya dan menghibur saya saat penat dengan penelitian ini.
13. Keluarga Kaderisasi USMR, Honeybee, Pacemaker 2016, BPH USMR
2018/2019, Anggota Inti XII USMR, yang juga saling memberikan dukungan
dan masukan dalam pengerjaan penelitian ini.
14. Seluruh lingkungan Fakultas Kedokteran, termasuk laboran yakni Mbak Ai,
Mbak Din, Pak Panji, Pak Bacok, OB, dan satpam yang membantu kelancaran
penelitian ini.
Saya menyadari bahwa penulisan laporan ini masih terdapat kekurangan. Oleh
sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penelitian ini.
Saya harap, penelitian ini bisa memberikan manfaat bagi masyarakat dan pembaca.
Ciputat, 6 Oktober 2019
Rani Rahmawati
vii
ABSTRAK
Rani Rahmawati. Fakultas Kedokteran. Efek Ekstrak Daun Kelor (Moringa
oleifera) Terhadap Gambaran Histopatologi Pankreas Tikus Sprague dawley
yang Diinduksi Streptozotocin.
Latar Belakang Diabetes melitus adalah salah satu penyakit metabolik yang
menyebabkan keadaan hiperglikemia dan memiliki prevalensi tinggi di Indonesia.
Daun Kelor (Moringa oleifera) menurut penelitian sebelum ini, mengandung
senyawa antidiabetik dan antioksidan, yaitu flavonoid. Flavonoid ini memiliki efek
memperbaiki kerusakan pada pankreas sehingga dapat mengatasi kerusakan
pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh ekstrak
Moringa oleifera terhadap gambaran histopatologi pankreas dan kadar gula darah.
Metode yang digunakan adalah desain penelitian eksperimental. Sampel yang
digunakan adalah tikus jantan Sprague dawley sejumlah 25 ekor.Tikus diberikan
Streptozotocin dengan dosis 40 mg/kgBB untuk membuat sampel diabetes.
Kemudian tikus dibagi menjadi lima kelompok, yakni kelompok kontrol negatif
(normal), kontrol positif (tanpa ekstrak daun Kelor), dan kelompok perlakuan
dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, serta 600 mg/kgBB.
Hasil Adanya perbedaan pada gambaran histopatologi pankreas pada setiap
kelompok. Pada kelompok kontrol negatif didapatkan gambaran pulau berbatas
jelas, berbentuk bulat, jarak antarsel rapat, sitoplasma merah muda-keunguan,
nukleus bulat dan ungu, serta berdiameter 62,9 µm. Pada kelompok kontrol positif
didapatkan gambaran pulau berbatas tidak jelas, berbentuk tidak jelas, jarak antarsel
jarang, sitoplasma merah muda-keunguan, nukeluas bulat-lonjong dan ungu, serta
diameter yang tidak bisa diukur. Pada kelompok perlakuan satu didapatkan
gambaran pulau berbatas jelas, berbentuk bulat-tidak jelas, jarak antarsel jarang,
sitoplasma merah muda-keunguan, nukeluas bulat-lonjong dan ungu, serta
berdiameter 83,9 µm. Pada kelompok perlakuan dua didapatkan gambaran pulau
berbatas kurang jelas, berbentuk bulat, jarak antarsel rapat, sitoplasma merah muda-
keunguan, nukeluas bulat-lonjong dan ungu, serta berdiameter 84 µm. Terakhir,
pada kelompok perlakuan tiga didapatkan gambaran pulau berbatas jelas, berbentuk
bulat-lonjong, jarak antarsel rapat, sitoplasma merah muda-keunguan, nukeluas
bulat-lonjong dan ungu, serta berdiameter 91,1 µm.
Kesimpulan Ekstrak Daun Kelor (Moringa oleifera) pada dosis 200 mg/kgBB, 400
mg/kgBB, dan 600 mg/kgBB dapat memperbaiki kerusakan pada pulau Langerhans
pankreas dan perbedaan dosis mempengaruhi panjang diameter pulau.
Kata kunci : Moringa oleifera, Daun Kelor, Kadar gula darah, histopatologi
pankreas.
viii
ABSTRACT
Rani Rahmawati. Faculty of Medicine. An Effect of Kelor Leaves (Moringa
oleifera) to Pancreatic Histopatologic of Sprague dawley Strain Male Rats
induced by Streptozotocin.
Background Diabetes melitus is one of metabolic disorders that causes
hyperglycemic state and is high in prevalence in Indonesia. Kelor Leaves (Moringa
oleifera) contains Flavonoid, an antidiabetic and antioxidant substance. Flavonoid
has an effect as pancreas repairing substance to restore pancreas function. This
study’s goal is to determine the effect of Moringa oleifera extract on histological
changes of pancreas and blood glucose levels.
Method This study uses experimental study design. The sample that was used were
Sprague dawley strain male rats. The total amount of rats that were used was 25
rats. The rats were given streptozotocin in a dose 40 mg/kgBW to induce diabetes
in rats. The samples wre divided into 5 groups. Negative control group (without
streptozotocin), positive control group (without Moringa oleifera), and experimetn
group with doses of 200 mg/kgBW (first group), 400 mh/kgBW (second group),
and 600 mg/kgBW (third group).
Result There are some differences in the histopathological features of the pancreas
in each groups. On the negative control group, it is obtained a picture of islands
with clear borders, spherical shapes, tight spaces between cells, pink-purple
cytoplasm, round and purple nuclei, and 62,9 µm in diameter. On the positive
control groups, there is an unclear borders, crushed shapes, sparse spaces between
cells, pink-purple cytoplasm, round and purple nuclei, and unmeasurable diameter.
On the first treatment group, it is obtained a pictures of islands with clear borders,
spherical-indistinct shapes, sparsely intercell spacing, pink-purple cytoplasm,
round-oval and purple nuclei, and 83,9 µm in diameter. On the second treatment
group, it is obtained a pictures of islands with less clear borders, spherical shapes,
tight spaces between cells, pink-purple cytoplasm, oval and purple nuclei, and 84
µm in diameter. Lastly, on the third treatment group, it is obtained a pictures of
islands with clear borders, spherical-oval shapes, tight spaces between cells, pink-
purple cytoplasm, round-oval and purple nuclei, and 91,1 µm in diameter.
Conclusion Moringa oleifera leaf extract on dose of 200 mg/kgBW, 400
mh/kgBW, and 600 mg/kgBW could repair pancreatic Langerhans island structure
and different doses affect the diamter of the island.
Keyword : Moringa oleifera, Daun Kelor, Blood glucose levels, Pancreatic
histopatological.
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
ABSTRAK .........................................................................................................................vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii
DAFRAR BAGAN ........................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................... xiv
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
14.1 Latar Belakang .................................................................................................... 1
14.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
14.3 Hipotesis Masalah ............................................................................................... 3
14.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
14.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
14.5.1 Bagi Peneliti ................................................................................................ 4
14.5.2 Bagi Institusi ............................................................................................... 4
14.5.3 Bagi Masyarakat ......................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................................... 5
2.1 Landasan Teori .................................................................................................... 5
2.1.1 Histologi dan Anatomi Pankreas ................................................................. 5
2.1.2 Perbedaan Pankreas Manusia dan Tikus ..................................................... 9
2.1.3 Fisiologi Organ Pankreas .......................................................................... 10
2.1.4 Diabetes Mellitus ...................................................................................... 11
2.1.5 Klasifikasi Diabetes Melitus ..................................................................... 11
2.1.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus ................................................................ 12
2.1.7 Patofisiologi Diabetes Mellitus ................................................................. 13
2.1.8 Diagnosis Diabetes Melitus ...................................................................... 16
2.1.9 Streptozotocin ........................................................................................... 18
2.1.10 Daun Kelor (Moringa Oleifera) ................................................................ 19
2.1.11 Kandungan yang Terdapat pada Moringa oleifera.................................... 20
x
2.1.12 Efek Ekstrak Daun Moringa oleifera terhadap Pankreas .......................... 21
2.1.13 Regenerasi Pankreas ................................................................................. 23
2.1.14 Perubahan Gambaran Histologi Pankreas Tikus ....................................... 24
2.2 Kerangka Teori ................................................................................................. 25
2.3 Kerangka Konsep .............................................................................................. 26
2.4 Definisi Operasional ......................................................................................... 27
METODOLOGI PENELITIAAN ..................................................................................... 29
3.1 Desain Penelitian ............................................................................................... 29
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 29
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................................ 29
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ..................................................................... 30
3.4 Cara Kerja ......................................................................................................... 30
3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian ......................................................................... 30
3.4.2 Adatasi Hewan Coba ................................................................................. 31
3.4.3 Induksi dengan Streptozotocin .................................................................. 31
3.4.4 Pengukuran Glukosa Darah ...................................................................... 31
3.4.5 Pemberian Ekstrak daun Moringa oleifera ( daun kelor) pada Tikus. ...... 32
3.4.6 Tahap Nekropsi dan Fiksasi ...................................................................... 32
3.4.7 Tahap Pemrosesan Jaringan ...................................................................... 32
3.4.8 Foto Jaringan ............................................................................................. 33
3.4.9 Interpretasi Pulau Langerhans ................................................................... 33
3.5 Alur Penelitian .................................................................................................. 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 35
4.1 Morfologi Pulau Langerhans ............................................................................ 35
4.2 Perbandingan Gambaran Histopatologi antara Kelompok Perlakuan ............... 37
4.3 Data Gula Darah ............................................................................................... 40
4.4 Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 42
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 43
5.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 43
5.2 Saran ................................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 44
xi
DAFTAR TABEL
2.1 Perbedaan Organ Pankreas pada Manusia dan Tikus.................................. 9
2.2 Kriteria Diagnosa DM. .............................................................................. 17
3.1 Morfologi Pulau Langerhans pada Tikus Sprague dawley ...................... 35
xii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Ilustrasi Anatomi pada Tikus ...................................................................... 5
2.2 Anatomi Pankreas Tikus Normal. ................................................................ 6
2.3 Anatomi Pankreas Manusia..........................................................................7
2.4 Histologi Pankreas Tikus Normal. ............................................................... 8
2.5 Tumbuhan Kelor ........................................................................................ 19
2.6 Pankreas Normal dan Pankreas Diabetik ................................................... 24
4.1 Kelompok Kontrol negatif ......................................................................... 39
4.2 Kelompok Kontrol positif ......................................................................... 39
4.3 Kelompok Perlakuan Satu. ........................................................................ 39
4.4 Kelompok Perlakuan Dua .......................................................................... 39
4.5 Kelompok Perlakuan Tiga..........................................................................39
xiii
DAFRAR BAGAN
2.1 Langkah Diagnostik DM ........................................................................... 18
4.1 Grafik Gula Darah Tikus Sprague dawley ................................................ 40
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Identifikasi Tanaman ................................................................ 47
Lampiran 2 : Sertifikasi Hasil Uji........................................................................... 48
Lampiran 3: Surat Keterangan Sehat Hewan .......................................................... 49
Lampiran 4 : Kaji Etik............................................................................................. 50
Lampiran 5 : Dosis Streptozotocin ......................................................................... 51
Lampiran 6 : Larutan Buffer ................................................................................... 52
Lampiran 7 : Dosis Pemberian Sukrosa.................................................................. 53
Lampiran 8 : Dosis Daun Kelor ............................................................................. 54
Lampiran 9 : Pengenceran Formalin ....................................................................... 55
Lampiran 10 : Proses Penelitian. ............................................................................ 56
Lampiran 11 : Gambaran Histopatologi Pankreas Sprague dawley ........................ 58
Lampiran 12 : Identitas Penulis............................................................................... 62
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini Indonesia termasuk negara yang memiliki jumlah penderita diabetes
melitus cukup tinggi. Dilansir dari Infodatin Kemenkes RI, pada tahun 2000,
Indonesia memiliki 8,4 juta penduduk yang mengalami penyakit ini, dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta penduduk pada tahun 2030. Hal ini
disebabkan banyak faktor dari luar seperti lingkungan, pola makan, dan lainnya.
Selain itu, terdapat faktor dari dalam seperti adanya kelainan atau kerusakan organ
penghasil insulin, yaitu pankreas, kelainan sekresi insulin, kelainan kerja insulin,
dan lainnya.1
Menurut WHO (2017), jumlah penderita diabetes melitus meningkat dari 108
juta jiwa pada 1980 menjadi 422 juta jiwa pada 2014. Untuk prevalensi penderita
di atas 18 tahun meningkat dari 4,7% pada 1980 menjadi 8,5% pada 2014. Pada
tahun 2016, diperkirakan 1,6 juta kematian disebabkan oleh diabetes melitus dan
2,2 juta kematian lainnya disebabkan oleh gula darah tinggi pada 2012.5
Diabetes melitus (DM), atau penyakit gula, merupakan suatu kelompok
penyakit metabolik yang ditandai oleh adanya hiperglikemia yang dapat disebabkan
oleh kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. Hiperglikemia
merupakan keadaan di mana kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal.
Insulin dapat mempengaruhi kerja metabolisme dari tubuh. Jika terdapat defisiensi
insulin, maka akan terjadi hiperglikemia yang kemudian akan menjadi pencetus
banyak komplikasi yang terlihat sebagai manifestasi klinis dari diabetes melitus ini.
Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan efek samping berupa mikroangiopati dan
makroangiopati.2
Menurut PERKENI (2015), DM dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu
DM tipe 1, tipe 2, tipe lain, dan gestasional. Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)
dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDP Terganggu) merupakan suatu kondisi
di antara normal dengan diabetes.3,4
Sementara menurut Departemen Kesehatan Indonesia, terdapat 382 juta jiwa
penderita DM pada 2013, di mana 175 juta di antaranya belum terdiagnosis, dan
2
diperkirakan pada tahun 2035 akan meningkat menjadi 592 juta jiwa. Dengan
prevalensi yang cukup besar, baik di dunia maupun di Indonesia, diabetes melitus
menjadi suatu permasalahan yang besar dan harus segera ditangani. Sudah banyak
obat yang diperkenalkan sebagai tata laksana dari diabetes melitus ini, baik
berbentuk obat antidiabetik oral maupun dalam bentuk hormon insulin. Obat-obat
ini dapat terbuat dari bahan aktif kimia ataupun ramuan herbal, salah satunya adalah
tanaman Kelor.4
Daun Kelor (Moringa oleifera) memiliki khasiat dalam menyembuhkan
penyakit gula atau diabetes melitus ini. Hal ini semakin menarik karena setelah
ditelusuri lebih lanjut, terdapat beberapa penelitian yang mengatakan bahwa daun
kelor memiliki efek antidiabetik pada tikus yang dibuat menjadi menderita diabetes
melitus. Gupta R dkk (2012) melakukan penelitian dengan menggunakan bubuk
batang kelor selama 21 hari. Mereka menggunakan dosis 150 mg/kgBB dan 300
mg/kgBB. Kemudian, didapatkan kesimpulan bahwa kandungan antidiabetik dan
antioksidan pada Moringa oleifera dapat menurunkan kadar glukosa serum dan
nitrit oksida yang bermakna. Selain itu, pada pemeriksaan histopatologi pun terlihat
adanya perbaikan dari pulau Langerhans tersebut.6
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyorini R dkk (2015), hewan coba
diinduksi dengan streptozotocin secara intraperitoneal dan kelompok perlakuan
diberikan ektrak Moringa oleifera dengan dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB
secara peroral sselama 21 hari. Pada penelitian ini didapatkan hasil berupa
penurunan kadar glukosa darah yang meningkat akibat streptozotocin dan
perbaikan kerusakan pulau Langerhans.7
Kemudian pada penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dkk (2014),
hewan coba diinduksi dengan streptozotocin secara intraperitoneal. Hewan coba ini
juga diberikan ekstrak Moringa oleifera dengan dosis 250 mg/kgBB dan 500
mg/kgBB secara peroral selama 21 hari. Hasil yang ditunjukan pada penelitian ini
berupa penurunan kadar gula darah terutama pada hewan coba yang diberikan
ekstrak Moringa oleifera dengan dosis 500 mg/kgBB, tanpa disertai perbaikan
matriks ektraseluler pankreas.8
Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Kunharjito dkk (2018) yang
menggunakan Aloksan sebagai penginduksi diabetes melitus secara intraperitoneal.
3
Dosis ekstrak Moringa oleifera yang digunakan yakni 42 mg/kgBB, 72 mg/kgBB,
dan 98 mg/kgBB. Penelitian ini menunjukkan hasil berupa penurunan kadar
glukosa darah, penambahan diameter pulau Langerhans, dan perbaikan sel pulau
Langerhans yang mengalami nekrosis.9
Kemudian, menurut Al-Malki A dan El Rabey H (2015), terdapat perbedaan
antara gambaran histologi pankreas tikus yang mengalami diabetes melitus dan
yang sudah mendapat intervensi dengan menggunakan bubuk Moringa oleifera.
Mereka menggambarkan, terdapat nekrosis sel pada gambaran histopatologi tikus
yang mengalami Diabetes Melitus. Sementara tikus yang telah diintervensi dengan
bubuk Moringa oleifera sebanyak 50 mg/KgBB dan 100 mg/KgBB memiliki
gambaran sel yang normal seperti gambaran histologi sel pankreas tikus normal.10
Didasari oleh penelitian sebelumnya, penelitian kali ini diharapkan akan
menunjukkan bagaimana pengaruh ekstak Moringa oleifera pada peningkatan gula
darah dan bagaimana gambaran dari jaringan pankreas setelah diterapi ekstrak
Moringa oleifera dengan dosis 200 mg/KgBB, 400 mg/KgBB, dan 600 mg/KgBB.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah pada
penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh ekstrak daun Moringa
oleifera pada gambaran histopatologi pankreas tikus Sprague dawley?”
1.3 Hipotesis Masalah
Berdasarkan ilmu pengetahuan sementara yang sudah didapat, hipotesis
dirumuskan sebagai berikut: “Ekstrak daun Moringa Oleifera dapat memperbaiki
kerusakan pada pulau Langerhans pankreas.”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui bagaimana pengaruh dari ekstrak daun Moringa oleifera
pada histopatologi pankreas.
4
1.4.2 Tujuan Khusus
Mengetahui perubahan histopatologi pulau Langerhans pankreas,
ditinjau dari batas, bentuk, dan diameter pulau Langerhans, jarak antar sel
dalam pulau, dan sitoplasma serta nukleus sel pada tikus DM yang diberikan
ekstrak daun Moringa oleifera setiap hari selama 15 hari.
.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Memeroleh ilmu dari penelitian ini dan bisa mengaplikasikannya
dalam kehidupan baik secara medis maupun non medis.
2. Sebagai persyaratan untuk kelulusan Strata 1 pada Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter.
1.5.2 Bagi Institusi
1. Menambah referensi bacaan pada perpustakaan, baik perpustakaan
fakultas, kampus, maupun online.
2. Menjadi bahan bacaan bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan efek tanaman Kelor, baik daun, batang, akar,
atau lainnya.
1.5.3 Bagi Masyarakat
1. Menjadi bukti bahwa daun kelor (Moringa oleifera) memiliki efek
pada penderita diabetes melitus.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Histologi dan Anatomi Pankreas
Gambar 2.1: Ilustrasi Anatomi pada Tikus11
Sumber: Zoeckler V. Ward’s Science: Rat Dissection Guide Including Pregnant
Female. 2015
Pankreas terdiri dari dua kata, yakni Pan- yang berarti semua dan -
Kreas yang berarti daging. Pankreas sendiri merupakan salah satu organ
tubuh manusia berukuran panjang 12-15 cm dan tebal 2,5 cm, yang terletak
di rongga retroperitoneal. Pankreas berada di bawah dan di belakang
lambung.12, 13
6
Gambar 2.2: Anatomi Pankreas Tikus Normal14
Sumber: Longnecker DS. Anatomy and Histology of the Pancreas. 2014
Pankreas yang berbentuk seperti huruf L ini terdiri dari empat
bagian, yakni caput, collum, corpus, dan cauda. Bagian caput atau kepala
terletak di dekat duodenum.cauda atau ekor terletak paling lateral, di dekat
organ Limpa. corpus atau badan dari pankreas terletas di tengah caput dan
cauda. Pada masa pembentukan organ atau Organogenesis, bagian caput
berasal dari ventral pancreatic bud, sementara bagian corpus dan cauda
berasal dari dorsal pancreatic bud.13,15
Pankreas memiliki dua fungsi, yakni sebagai organ endokrin dan
eksokrin. Kedua fungsi ini bekerja dalam dua bagian berbeda. Fungsi
eksokrin dijalankan oleh sel sekretorik yang membentuk kantung yang
dikenal sebagai asinus. Asinus ini akan bermuara pada duktus-duktus yang
akan berhubungan dengan Duodenum. Sementara fungsi endokrin dijalankan
oleh sel-sel yang lebih kecil dan membentuk pulau-pulau yang dikenal
sebagai Pulau Langerhans.12
7
Gambar 2.3: Anatomi Pankreas Manusia14
Sumber: Longnecker DS. Anatomy and Histology of the Pancreas. 2014
Duktus pankreas yang menjadi muara dari asinus terdiri dari dua
duktus. Duktus yang pertama disebut duktus pankreatikus atau Duktus
Wirsungi. Duktus ini merupakan duktus yang lebih besar. Di dalam duktus
ini pula sering terjadi penyumbatan oleh batu empedu karena berhubungan
langsung dengan duktus billiaris. Pertemuan antara duktus pankreatikus dan
duktus biliaris ini disebut hepatopancreatic ampulla yang kemudian akan
bermuara ke duodenum. Sementara duktus yang lebih kecil disebut duktus
aksesorius atau duktus santorini, yang berhubungan langsung hanya dengan
duodenum. Duktus-duktus ini berfungsi pada bagian eksokrin pankreas
karena akan mengalirkan enzim-enzim pankreas dan larutan NaHCO3.12,13
Pankreas diperdarahi oleh beberapa pembuluh darah. Dari aorta
abdominalis, perdarahan ke pankreas dimulai dari truncus coelicalus yang
kemudian terbagi menjadi arteri hepatica communis dan arteri splenica.
Kedua Arteri tersebut akan terbagi-bagi menjadi beberapa pembuluh darah
yang lebih kecil. Cabang arteri hepatica communis cenderung memperdarahi
8
bagian caput, sementara cabang Arteri spelnica cenderung memperdarahi
bagian corpus dan cauda.15
Gambar 2.4: Histologi Pankreas Tikus Normal14
Sumber: Longnecker DS. Anatomy and Histology of the Pancreas. 2014
Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, fungsi eksokrin yang
berkaitan dengan fungsi digestif, difasilitasi oleh adanya sel sekretorik. Sel
sekretorik ini terdiri dari Sel Duktus dan Sel Asinus. Kedua jenis sel ini akan
menghasilkan dua produk yang berbeda fungsi. Hasil produksi kedua jenis sel
ini akan dialirkan melalui Duktus Interkalaris, kemudian ke Duktus Interlobar
yang lebih besar, dan berakhir di Duktus Pankreatikus. Duktus-duktus ini
dilapisi oleh epitel silindris.12,16
Untuk fungsi endokrin, dijalankan oleh sel-sel yang berada di pulau
Langerhans. Pulau Langerhans merupakan massa padat berbentuk sferis atau
bulat dengan diameter 100-200 µm. Pulau Langerhans dibatasi oleh simpai
serat retikular yang sangat tipis sehingga terlihat batas jelas antara pulau
dengan bagian asinus eksokrin. Jumlah pulau dalam setiap potongan
bervariasi, bergantung pada cara pemotongannya.16
Pulau Langerhans memiliki ratusan sel di dalamnya. Sel tersebut
terdiri dari beberapa jenis. Pertama, Sel α atau A yang mensekresi hormon
glukagon dan biasanya terletak di tepi pulau. Kedua, sel β atau B yang
mensekresi hormon insulin dan berada di sentral dari pulau. Ketiga, sel δ atau
9
D yang mensekresi somatostatin dan berada di sentral pulau. Terakhir,
terdapat sel F yang mensekresi Polipeptida pankreas dan berada di tepi pulau.
Dalam pewarnaan H&E, sel-sel tersebut memiliki sitoplasma yang asidofilik
dan basofilik, serta terpulas lebih pucat daripada jaringan disekitarnya, yaitu
asinus pankreas. Nukleus yang berbentuk bulat atau poligonal dan berwarna
lebih gelap dari sitoplasmanya. Sementara pada pulasan aldehida fusin, sel β
terlihat bewarna jingga kecoklatan dan sel α berwarna ungu kecoklatan.13,16
2.1.2 Perbedaan Pankreas Manusia dan Tikus
Terdapat beberapa perbedaan antara pankreas normal pada manusia
dan tikus. Dilansir dari Dolensek J, terdapat beberapa perbedaan struktur pada
organ pankreas. Perbedaan tersebut dirangkum dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.1 : Perbedaan Organ Pankreas pada Manusia dan Tikus17
Manusia Tikus
Makroskopis Terdiri dari caput, collum,
corpus, dan cauda
Terdiri dari tiga lobus yang
kurang bisa didefinisikan,
yaitu lobus gaster, lobus
duodenal, dan lobus
splenik
Mikroskopis 1. Lobulus pankreas pada
bagian eksokrin lebih
besar
2. Sel-sel di dalam pulau
endokrin tersusun secara
difus atau tersebar
3. Gambaran pulau
endokrin sama besarnya
1. Lobulus pankreas
pada bagian eksokrin
lebih kecil.
2. Sel-sel di dalam pulau
endokrin memiliki
pola mantle-core.
3. Gambaran pulau
endokrin sama
besarnya
10
Dengan gambaran pankreas yang tidak terlalu berbeda, maka tikus
bisa menjadi pilihan yang tepat untuk menjadi hewan coba dengan hasil yang
bisa diimplementasikan kepada manusia.
2.1.3 Fisiologi Organ Pankreas
Sesuai bahasan sebelumnya, terdapat dua fungsi pankreas. Fungsi
pankreas sebagai eksokrin akan berguna untuk sistem digestif. Pankreas akan
mensekresi larutan NaHCO3 dan juga enzim-enzim. Larutan NaHCO3 akan
disekresi oleh sel duktus. Larutan ini berguna untuk membasakan bolus
makanan yang bersifat asam karena tercampur asam lambung. Sementara sel
asinus akan mensekresi beberapa enzim yang akan berguna dalam proses
penyerapan makanan, di antaranya enzim proteolitik pankreas, enzim amilase
pankreas, dan enzim lipase pankreas. Namun, di sini tidak akan dibahas lebih
dalam mengenai fungsi eksokrin.12
Dalam fungsinya sebagai organ endokrin, pankreas menjalankan
fungsi metabolik Melalui hormon-hormon yang disekresikan, pankreas
menjalankan fungsinya dalam proses anabolisme dan proses katabolisme.
Anabolisme merupakan pembentukan atau sintesis makromolekul yang besar
dari molekul yang lebih kecil. Sementara Katabolisme adalah penguraian
makromolekul besar menjadi subunit yang lebih kecil.12
Hormon-hormon terpenting dari pankreas adalah insulin dan
glukagon. Kedua hormon ini bekerja berkebalikan. Insulin berfungsi sebagai
hormon anabolik untuk membentuk glikogen dari glukosa darah, dan
glukagon berfungsi sebagai hormon katabolik untuk memecah glikogen yang
disimpan di hati dan otot menjadi glukosa darah.12
Pada saat setelah makan, di mana glukosa akan diserap dari usus,
menghasilkan kenaikan kadar glukosa dalam darah. Keadaan ini akan
memicu produksi dari insulin. Insulin yang keluar ini akan berikatan dengan
reseptor yang membuat GLUT-4 muncul ke permukaan sel otot, dan melalui
GLUT-4 ini, glukosa akan masuk ke otot dan akan disimpan menjadi
glikogen. Proses ini disebut glikogenesis. Selain itu, Insulin juga akan
11
menfasilitasi penyimpanan glukosa di dalam sel adiposa dan membentuk
trigliserida, atau yang disebut proses lipogenesis.12,13
Dalam keadaan puasa, atau tidak adanya asupan makanan yang
masuk, akan menyebabkan kadar glukosa darah menjadi turun. Keadaan
inilah yang akan memicu produksi glukagon. Glukagon akan bekerja dengan
memecah glikogen menjadi glukosa darah. Proses ini disebut glikogenolisis.
Glukosa hasil pemecahan glikogen tersebut dapat dipakai oleh sel-sel lain
untuk proses glikolisis. Glukagon juga memiliki fungsi untuk memecah asam
amino menjadi glukosa darah (Glukoneogenesis) dan memecah Trigliserida
menjadi asam lemak bebas yang berguna sebagai bahan baku pembentukan
ATP juga (Lipolisis).12,13
2.1.4 Diabetes Mellitus
Menurut Dyah Purnamasari, dalam Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid
2 edisi 4, diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan
sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.2
2.1.5 Klasifikasi Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) dibagi menjadi beberapa tipe. Menurut
Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe 2 yang dikeluarkan oleh
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, terdapat empat tipe diabetes melitus,
yakni :
Diabetes melitus tipe 1, disebabkan oleh destruksi sel β dan
kebanyakan menyebabkan defisiensi insulin absolut. Biasanya
disebabkan keadaan autoimun dan idiopatik.
Diabetes melitus tipe 2, disebabkan mulai dari resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin.
Diabetes tipe lain, penyebabnya bervariasi, yaitu defek genetik
fungsi sel β, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
endokrinopati, efek samping obat atau zat kimia, infeksi, kelainan
12
imunologi, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes
melitus.
Diabetes melitus gestasional, oleh keadaan kehamilan dan diderita
oleh ibu hamil.3
Terdapat pula beberapa keadaan yang terjadi di antara keadaan
normal tanpa kenaikan gula darah dan keadaan diabetes, yaitu Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) atau impaired Glucose Tolerance (IGT) dan
Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDP Terganggu) atau impaired Fasting
Glycemia (IFG). Kedua hal tersebut dapat berkembang menjadi diabetes
melitus tipe 2 bila tidak terdapat perubahan pola makan dan gaya hidup.4
2.1.6 Epidemiologi Diabetes Mellitus
Menurut Internasional Diabets Federation (IDF), yang dicantumkan
dalam infodatin departemen kesehatan Indonesia, pada tahun 2013, terdapat
382 juta orang menderita diabetes, di mana 175 juta orang diantaranya belum
terdiagnosis dan terancam akan menimbulkan komplikasi. Diperkirakan,
jumlah tersebut akan meningkat menjadi 592 juta orang pada 2035. Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, menemukan prevalensi
diabetes di Jawa dan Bali sebesar 7,5% di rentang usia 25-64 tahun.18
Riset kesehatan dasar (riskesdas) melakukan penelitian prevalensi
diabetes melitus di Indonesia pada tahun untuk tahun 2013 sampai 2018. Pada
penduduk dengan umur di atas 15 tahun, prevalensi tahun 2018 mencapai 2%
jumlah penduduk. DKI Jakarta menempati posisi tertinggi, di mana penduduk
berusia di atas 15 tahun yang mengalami diabetes melitus sampai di angka
3,4% dari jumlah penduduk. Posisi terendah ditempati NTT, dengan
prevalensi 0,9% dari jumlah penduduk.18
Sementara untuk prevalensi penduduk pengidab diabetes melitus
pada semua umur, terdapat 1,5% penduduk yang mengalami diabetes melitus.
Sama seperti pada kelompok usia di atas 15 tahun, pada kelompok semua
umur, DKI Jakarta juga menempati posisi tertinggi dengan jumlah penduduk
penderita diabetes melitus dan NTT menempati posisi terendah.18
13
Dilihat dari kelompok umur, kelompok usia 55-64 tahun menempati
posisi tertinggi sebagai penderita diabetes melitus. Pada kelompok usia ini,
persentase mencapai 6,3% dari jumlah penderita diabetes melitus. Ditinjau
dari jenis kelamin, penderita diabetes melitus lebih banyak diderita oleh
perempuan. Sebanyak 1,8% dari jumlah penderita diabetes melitus adalah
perempuan, dan 1,2% adalah laki-laki. Sementara jika ditinjau dari daerah
tempat tinggal, penduduk di perkotaan lebih banyak menderita diabetes
melitus sebanyak 1,9% dari jumlah penderita dan di pedesaan sebesar 1%.18
Dilihat dari riwayat pendidikan terakhir, penderita diabetes melitus
paling banyak berasal dari masyarakat yang tamat D1/D2/D3/PT, dengan
persentase 2,8% dari jumlah penderita. Sementara dari pekerjaan, 4,2%
penderita diabetes melitus berlatar belakang sebagai
PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD.18
2.1.7 Patofisiologi Diabetes Mellitus
Pada saat terjadi kerusakan di sel β pankreas, insulin yang dihasilkan
akan menjadi berkurang. Kerja insulin adalah membuat kadar glukosa darah
menjadi menurun dengan menyimpannya di dalam sel otot dan sel hati
sebagai glikogen serta sel lemak sebagai trigliserida. Saat terjadi kekurangan
insulin, maka glukosa dalam darah tidak dapat disimpan di dalam sel-sel
tersebut. Pada diabetes melitus tipe 2, terjadi keaadaan yang disebut resistensi
insulin, yakni di mana terjadi kerusakan di reseptor-reseptor insulin yang
tersebar di beberapa sel. Hal tersebut menyebabkan sel tidak dapat merespon
kerja insulin dan bermanifestasi sama seperti keadaan defisiensi insulin.19
Sel β pankreas juga menghasilkan asam γ-aminobutirat (GABA), di
mana GABA akan menghambat kerja sel α pankreas untuk menghasilkan
glukagon. Saat terjadi kerusakan, maka GABA ini akan berkurang, sehingga
sel α pankreas akan menghasilkan glukagon tanpa ada yang menghambat.
Keadaan tersebut memperparah peningkatan kadar glukosa darah karena
glukagon akan memecah glikogen hati dan otot menjadi glukosa dan
trigliserida sel adiposa menjadi asam lemak bebas.19
14
2.1.6.1 Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 1
Diabetes melitus (DM) tipe 1) disebabkan oleh keadaan
autoimun, dimana destruksi sel β pankreas diperantarai oleh sel limfosit
T. Keadaan tersebut terjadi karena adanya kelainan genetik pada MHC
(histokompatibilitas mayor) tipe II yang menyandi antigen leukosit
manusia. MHC tipe II disajikan sel penyaji-antigen spesifik (APC)
seperti makrofag. Makrofag yang berada di sel β pankreas akan
membentuk suatu kompleks dengan autoantigen atau antigen asing
yang kemudian akan mengaktifkan sel limfosit T. Kemudian sel
limfosit T ini akan mulai bekerja mendestruksi sel β pankreas. Sel
limfosit T supresor CD 8 diduga menjadi penyebab utama terjadinya
destruksi sel β pankreas.2
Keadaan ini akan menyebabkan sel β pankreas hanya dapat
menghasilkan insulin dengan jumlah sedikit atau bahkan tidak sama
sekali. Jika tidak segera ditatalaksana, keadaan ini dapat menyebabkan
komplikasi ketoasidosis diabetikum, di mana terjadi peningkatan benda
keton akibat lipolisis yang dilakukan oleh glukagon.2
2.1.6.2 Patofisiologi Diabetes Melitus tipe 2
Keadaan DM tipe 2 ini pada awalnya disebabkan oleh faktor
resiko obesitas, di mana pada keadaan obesitas ini, terdapat banyak sel
lemak. Sel lemak tersebut akan menghasilkan beberapa hormon seperti
resistin yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin di sel lemak dan
sel otot, dan adinopektin yang akan meningkatkan sensitivitas reseptor
insulin pada sel. Pada keadaan obesitas, resistin akan meningkat
sementara adinopektin menurun, sehingga dapat terjadi keadaan
resistensi insulin pada penderita obesitas.2
Resistensi insulin ini menyebabkan insulin tidak dapat
menjalankan fungsinya untuk memperantarai glukosa masuk ke dalam
sel, sehingga kadar glukosa dalam darah akan meningkat. Keadaan ini
disebut keadaan hiperglikemia. Pada tahap ini, insulin belum dihasilkan
15
terlalu tinggi oleh sel β pankreas sehingga aktifitas glukagon belum
terlalu berlebihan.2
Jika berlangsung dalam kurun waktu lama, keadaan
hiperglikemia ini dapat menyebabkan sel β pankreas seakan mengalami
“kelelahan” karena terus dirangsang untuk menghasilkan insulin akibat
sel tubuh memberi umpan balik negatif berupa keadaan hipoglikemia.
“Kelelahan” yang terjadi pada sel β pankreas dapat menyebabkan
penumpukan protein di retikulum endoplasma sel β pankreas yang
akhirnya akan menyebabkan efek toksik. Jika berlangsung lama, maka
akan menyebabkan terjadinya destruksi pada sel β pankreas, yang
menyebabkan menurunnya kadar insulin dalam darah. Hal ini akan
menyebabkan gambaran dan resiko yang sama seperti diabetes melitus
tipe I.2
2.1.6.3 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis utama dari keadaan hiperglikemia adalah
polifagia, polidipsia, poliuria, dan penurunan berat badan. Polifagia
adalah keadaan di mana penderita diabetes akan mengalami rasa lapar
terus-menerus. Polidipsia adalah keadaan di mana penderia diabetes
merasa haus. Poliuria adalah keadaan di mana penderita diabetes
berkemih dengan volume urin yang meningkat.2
Pada keadaan hiperglikemia, terdapat dua keadaan, yakni
resistensi insulin dan defisiensi insulin, yang intinya adalah tubuh
kekurangan insulin. Berkurangnya insulin dalam tubuh akan
menyebabkan pengeluaran kanal GLUT-4 di beberapa sel tubuh tidak
terjadi sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tersebut.
Glukosa yang tidak bisa masuk ke dalam sel akan menumpuk di darah
sehingga kadar glukosa darah akan tinggi. Darah tersebut akan beredar
di sepanjang pembuluh darah, di mana salah satunya akan menuju ginjal
untuk diproses sebagai pengeluaran urin. Darah akan difiltrasi di
glomerulus dan glukosa dapat lolos dari proses filtrasi tersebut sehingga
glukosa di dalam lumen tubulus ginjal akan meninggkat. Glukosa
16
memiliki sifat menarik air, sehingga air dari luar tubulus akan tertarik
masuk ke dalam tubulus dan menyebabkan peningkatan volume urin
yang akan diekskresikan (poliuria).2
Pada keadaan poliuria tersebut, tubuh mengalami penurunan
osmolaritas pembuluh darah. Kemudia hal tersebut akan dideteksi oleh
baroreseptor di glomerulus ginjal dan akan mengaktifkan sel
jusxtaglomerular untuk menghasilkan renin. Renin yang dihasilkan
akan mengaktifkan sistem RAA yang akhirnya akan memicu pusat rasa
haus di hipotalamus. Aktifnya pusat rasa haus ini akan menyebabkan
penderita DM merasa haus terus menerus (polidipsia).2
Pada keadaan insulin rendah, maka akan terjadi lipolisis dan
proteolisis sebagai respon atas keadaan kekurangan energi akibat gagal
masuknya glukosa ke dalam sel. Proteolisis ini akan menurunkan massa
tubuh penderita diabetes melitus, sehingga akan tampak sebagai
penurunan berat badan yang cukup besar.2,19
Ketika terjdi lipolisis, maka sel lemak akan berkurang
jumlahnya. Menurunnya jumlah sel lemak akan memengaruhi kadar
leptin yang dihasilkan. Leptin berfungsi sebagai inhibisi neuron
penghasil Neuropeptida Y (NPY) dan stimulasi neuron penghasil
proopiomelanokortin (POMC). Ketika leptin berkurang produksinya,
maka inhibisi neuron penghasil NPY dan penstimulasi neuron
penghasil POMC akan berkurang. Peningkatan kadar NPY dan
penurunan kadar POMC akan mengaktifkan neuron hipotalamus lateral
(LHA) di area hipotalamus lateral yang kemudian mensekresi ereksin.
Ereksin ini akan meningkatkan nafsu makan. Jadi, penderita DM akan
mengalami peningkatan nafsu makan (polifagia).2,12
2.1.8 Diagnosis Diabetes Melitus
Menurut Konsensus, kecurigaan diabetes perlu diwaspadai jika
terdapat gejala-gejala berikut ini :
Keluhan klasik, yaitu poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan
berat badan.
17
Keluhan lain berupa lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada laki-laki dan pruritus vulva pada wanita.3
Di samping keluhan-keluhan yang disampaikan, perlu dilakukan
pemeriksaan kadar gula darah. Diagnosis diabetes melitus ditegakkan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemantauan dilakukan dengan
glukometer.3
Dijabarkan pula di dalam buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Kriteria
Diagnosis diabetes terdiri dari :
Tabel 2.2: Kriteria Diagnosis DM3
Sumber : Perkeni. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus tipe
2 di Indonesia. 2015
Namun, biasanya hasil pemeriksaan tidak akan serta merta langsung
terdiagnosis menjadi DM, terdapat keadaanpula keadaan TGT atau GDPT.
Oleh sebab itu, untuk mendiagnosis, perlu memerhatikan langkah-langkah
diagnostik DM, supaya tidak salah mendiagnosis. Berikut tabel langkah-
langkah diagnostik DM:
18
Bagan 2.1: Langkah Diagnostik DM2
Sumber : Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-6. 2014
2.1.9 Streptozotocin
Streptozotocin atau disebut Streptozocin atau Zanosar merupakan
agen antineoplastik sintesis yang diklasifikasikan sebagai antibiotik
antitumor. Pada Mamalia dan sel Bakteri, streptozotocin akan mencegah
sintesis DNA. Mekanisme biokimia yang terjadi akan memberikan hasil pada
mamalia berupa kematian sel. Streptozotocin dapat mencegah sintesis DNA
karena streptozotocin akan menghambat berbagai macam enzim yang
berpengaruh pada sintesis DNA.21
Streptozotocin sendiri diproduksi oleh bakteri gram positif
Streptomyces achromogenes yang menunjukan spektrum sifat bakteri yang
luas. Melalui kemampuannya menghentikan sintesis DNA, streptozotocin
akan membunuh sel β pankreas yang menghasilkan insulin, sehingga tubuh
hewan coba akan kekurangan insulin. Selain itu, streptozotocin yang
merupakan racun glucoseanalogue akan terakumulasi pada sel β pankreas dan
19
menurunkan afinitas GLUT-2 sehingga sel β pankreas sendiri akan
kekurangan glukosa dan ATP kemudian akan mengalami destruksi.
Streptozotocin juga akan merusak sel β pankreas dengan merusak sistem
mitokondria dan menghambat O-GlcNAcase. Models.22
Menurut Wilson, streptozotocin akan membentuk radikal bebas
melalui dua mekanisme, yaitu dengan merusk DNA dan mengaktifkan NO-
synthase yang akan meningkatkan konsentrasi nitrit oksida di dalam sel. Nitrit
oksida inilah yang berperan sebagai radikal bebas dan akan menghancurkan
sel dan jaringan tubuh. Kemudian, menurut Szkudelski T, streptozotocin
sebagai glucosamine nitrosurea akan masuk ke sel β pankreas dengan bantuan
GLUT-2 dan merusak DNA. DNA yang rusak akan mengaktifkan ADP-
ribosilase. Enzim ini membutuhkan NAD, sehingga semakin banyak
streptozotocin yang masuk, enzim ini akan makin banyak terbentuk dan NAD
akan semakin berkurang. Berkurangnya NAD inilah yang memicu kerusakan
sel pada sel β pankreas.23,24
2.1.10 Daun Kelor (Moringa Oleifera)
Gambar 2.5: Tumbuhan Kelor25
Sumber: Musyarofah K. Dikagumi Bangsa Barat, Inilah 10 Manfaat Daun Kelor.
2018.
Kelor atau Moringa oleifera merupakan salah satu tanaman yang
sering ditemukan di Indonesia dan digunakan oleh masyarakat sebagai obat
maupun bahan makanan. Kelor merupakan tanaman perdu setinggi 7-11
meter dan bisa tumbuh mulai dari dataran rendah sampai di ketinggian 700
m. Kelor juga merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis
20
maupun subtropis pada semua jenis tanah. Selain itu, kelor juga mampu hidup
di musim kering dan bisa bertahan sampai 6 bulan.26
Di Indonesia sendiri, Kelor memiliki nama yang berbeda, di
antaranya disebut kelor di Jawa, Sunda, Bali, dan Lambung, disebut
maronggih di Madura, Moltong di Flores, Keloro di Bugis, ongge di Bima,
murong atau barunggai di Sumatra, dan hai fo di Timur.26
Toksonomi kelor, di antaranya:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angeospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Brassicales
Familia : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera
Kelor memiliki beberapa manfaat bagi manusia, yakni dijadikan
bahan makanan karena kandungan nutrisi yang cukup tinggi, dijadikan bahan
baku pembuatan kosmetik, memperbaiki lingkungan yang tercemar, dan
menjadi obat-obatan. Salah satu fungsi yang cukup menonjol adalah
kemampuan kelor menurunkan kadar gula darah pada penderita Diabetes
melitus.26
2.1.11 Kandungan yang Terdapat pada Moringa oleifera
Tanaman kelor memiliki berbagai macam kandungan di dalamnya,
salah satunya kandungan yang bisa meningkatkan kesehatan seseorang
sehingga masyarakat cenderung menggunakan daun kelor sebagai santapan
sehari-hari maupun sebagai obat. Seperti yang disampaikan Gopalakrishnan
et al, pada 100 gram daun kelor yang segar dan kering, terdapat berbagai
kandungan nutrisi. Kandungan nutrisi tersebut, di antaranya protein, lemak,
karbohidrat, serat, kalsium, magnesium, fosfor, kalium, tembaga, besi, sulfur,
dan vitamin B1, B2, B3, C, serta E. Dikutip dari Aminah, 2015, penelitian
Verma et al pada 2009 menyatakan bahwa daun kelor mengandung cukup
21
banyak fenol, yang mana fenol dikenal sebagai penangkal senyawa radikal
bebas.26,27
2.1.12 Efek Ekstrak Daun Moringa oleifera terhadap Pankreas
Penelitian yang dilakukan oleh AlMalki dkk (2015), menggunakan
bubuk Moringa oleifera dengan dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Pada
penelitian ini, daun Moringa oleifera dinyatakan memiliki efek terhadap sel
β pankreas karena adanya kandungan antidiabetik dan antioksidan di
dalamnya. Antioksidan yang terkandung di daun akan menekan efek radikal
bebas yang merusak sel β pankreas. Sifat antioksidan ini ditunjukan dari
kemampuan daun kelor untuk mengikat nitrit oksida yang merupakan radikal
bebas yang bersifat destruktif, mempengaruhi massa serta fungsi dari sel β
pankreas, dan meningkatkan sensitivitas terhadap insulin di jaringan perifer.
Flavonoid dan Asam Fenolat yang terkandung pada daun Moringa oleifera
inilah yang mengambil peran sebagai antioksidan dan antidiabetik. Salah satu
zat dari Flavonoid, yaitu quercetin, memegang peran penting dalam fungsinya
dalam meningkatkan kemampuan regenerasi sel β pankreas. Quercetin juga
akan mengubah metabolisme Ca2+ sehingga eksositasi insulin akan
meningkat.10,28,29
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Ambarwati dkk (2014), tikus
diinduksi oleh streptozotocin 40 mg/kgBB secara peritoneal. Dosis ekstrak
daun Moringa oleifera yang digunakan adalah 250 mg/kgBB dan 500
mg/kgBB. Dalam penelitian ini, dijabarkan bahwa ekstrak tersebut memiliki
fungsi untuk mengikat oksida, sehingga stress oksidatif menurun. Stress
oksidatif yang menurun akan mengakibatkan menurunnya proses degenerasi
dan meningkatkan proses regenerasi sel pankreas. Kemudian, penelitian
mendapatkan hasil berupa penurunan kadar gula darah dan gambaran
perbaikan sel pulau Langerhans. Namun, penelitian ini tidak menunjukkan
adanya perubahan pada matriks ekstraselular pulau Langerhans.8
Hal yang tidak jauh berbeda disampaikan oleh Sulistyorini R dkk
(2015). Penelitian ini juga menggunakan ekstrak daun Moringa oleifera
dengan dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB. Perbedaannya, penelitian ini
22
menunjukan bagaimana efek ekstrak tersebut sebagai antiinflamasi. Seperti
yang disampaikan dalam penelitian ini, streptozotocin dapat mengakibatkan
kerusakan dan mengaktifkan sel-sel radang. Hasil yang terlihat adalah
penurunan derajat peradangan pada kelompok perlakuan, terutama dosis 500
mg/kgBB. Penelitian ini juga menyatakan bahwa quercetin dapat
menstimulasi sel progenitor pada saluran pankreas untuk berdiferensiasi
membentuk sel pulau Langerhans baru.7
Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Gupta dkk (2012),
dilakukan pemberian Moringa oleifera dalam bentuk bubuk kering dan pada
bagian batang. Sebelumnya, kelompok perlakuan diinduksi streptozotocin
sebanyak 50 mg/kgBB, kemudian diberikan bubuk kering dengan dosis 150
mg/kgBB dan 300 mg/kgBB. Penelitian ini menunjukkan adanya penurunan
kadar glukosa darah dan juga regenerasi pulau Langerhans. Pankreas yang
dirusak oleh streptozotocin menunjukkan gambaran degenerasi sel dengan
debris sel dan kerusakan sel asinar yang meningkatkan sekat interseluler.
Setelah 21 hari pmberian bubuk kering batang Moringa oleifera, pemulihan
pulau Langerhans baru dapat terlihat.6
Selain diinduksi oleh streptozotocin, terdapat pula penggunaan
aloksan sebagai penginduksi. Penelitian yang diakukan oleh Kunharjito dkk
(2018) salah satunya. Namun penelitian tetap menggunakan ekstrak daun
Moringa oleifera dengan dosis yang lebih rendah, yakni 42 mg/kgBB, 72
mg/kgBB, dan 98 mg/kgBB. Penelitian menunjukkan adanya penurunan
kadar glukosa darah melalui kandungan quercetin. Quercetin adalah senyawa
dengan gugus hidroksil fenolik berperan sebagai antioksidan. Lalu, penelitian
ini juga menunjukkan perubahan diameter pulau Langerhans dan keadaan
nekrosis sel pulau Langerhans Terjadi penyempitan diameter dan nekrosis sel
pada pankreas hewan coba yang hanya diinduksi streptozotocin. Sementara
untuk kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak daun Moringa oleifera
menunjukkan penambahan diameter dan perbaikan sel pulau Langerhans,
terutama pada dosis 98 mg/kgBB.9
Di samping itu, ekstrak daun Moringa oleifera juga bisa menjadi
inhibitor enzim α-glukosidase dan α-amilase yang bekerja dalam absorbsi
23
karbohidrat di usus. Hal ini dapat menyebabkan penurunan glukosa darah
sehingga mengurangi komplikasi yang akan terjadi. Mekanisme kerja yang
mirip dengan salah satu obat antidiabetes, yakni Akarbosa.30
Daun kelor juga mengandung seng yang cukup tinggi. Seng, di
samping fungsinya sebagai mikronutrien yang memenuhi kebutuhan nutrisi,
dapat menjadi mineral yang akan dibutuhkan dalam produksi insulin.27
2.1.13 Regenerasi Pankreas
Pankreas sebagai salah satu organ manusia, memiliki kemampuan
regenerasinya sendiri, sehingga pankreas dapat memperbaiki dirinya saat
terjadi jejas. Menurut Stocum DL, terdapat tiga mekanisme regenerasi
pankreas secara endogen, yaitu:
Hiperplasia kompensasi, yakni regenerasi dengan cara proliferasi
yang dilakukan oleh sel yang telah berdeferensiasi atau sel yang
telah matur.
Regenerasi oleh sel matur yang membentuk sel progenitor baru,
di mana sel progenitor ini akan membelah dan berdeferensiasi
menjadi sel baru.
Regenerasi oleh cadangan sel punca atau sel progenitor di
jaringan lainnya yang mampu diaktivasi.31
Di samping itu, Menurut Benerjee M yang dikutip dari Safithri F,
ada empat mekanisme regenerasi yang dapat dilakukan oleh pankreas, yakni
Neogenesis : pembentukan sel baru dengan memanfaatkan sel
progenitor pulau langerhans dan sel progenitor duktus endokrin.
Diferensiasi : perubahan sel yang dilakukan oleh sel punca
embrionik dan sel punca dewasa.
Replikasi: Proliferasi yang dilakukan oleh sel β pankreas matur.
Transdiferensiasi: perubahan yang dilakukan oleh sel progenitor
liver atau eksokrin pankreas.31,32
24
2.1.14 Perubahan Gambaran Histologi Pankreas Tikus
Gambar 2.6: A: Normal Pancreas; B: Diabetic Rats Pancreas 33
Sumber: Azmi NS, Zin NSNM, et all. Changes in Pancreatic Histology, Insulin
Secretion and Oxidative Status in Diabetic Rats Following Treatment with Ficus
deltoidea and Vitexin 2017
Menurut Azmi NS dkk, terdapat perbedaan antara lima kelompok
penelitian yang dilakukan, termasuk didalamnya kelompok kontrol normal
dan kelompok tikus diabetes. Pada gambar A, menunjukan susunan normal
pankreas tikus. Pada bagian eksokrin, terdapat sel asinar yang tersusun di
dalam lobus. Di antara lobus-lobus tersebut, terdapat lobulus yang dipisahkan
oleh jaringan ikat padat intralobular dan interlobular. Sementara untuk bagian
endokrin, pulau-pulau Langerhans terlihat berwarna lebih terang dan
dikelilingi oleh sel asinar.33
Pada gambar B yang merupakan pankreas dari tikus yang diabetes
akibat induksi streptozotocin menunjukan adanya perubahan pada bagian
eksokrin dan endokrin. Sel asinar membengkak dan terlihat adanya vakuola
kecil di dalamnya. Duktus interlobular dilapisi oleh sel epitel pipih. Sel β
pankreas yang ada di dalam pulau Langerhans hampir menghilang seluruhnya
akibat pemberian streptozotocin.33
25
streptozotocin Diabetes Melitus
Pemberian ekstrak MO, yang
mengandung flavonoid jenis
quercetin
Membantu
regenerasi
pulau panreas
Sebagai antioksidan
yang melindungi sel
dari NO
2.2 Kerangka Teori
Limfosit T
mendestruksi sel
β pankreas
Pankreas mengalami
kerusakan
Keadaan
autoimun
Tipe 2 Tipe 1
Melalui mekanisme
Peran sebagai
glucosamine
nitrosurea, masuk
melalui GLUT 2
Menurunkan
afinitas GLUT 2
Peran sebagai Racun
glucoseanalogue dan
terakumulasi di sel
Merusak
DNA sel β
+ NO-synthase
Nitrit oksida
meningkat
Kerusakan jaringan pankreas
NAD
berkurang
+ ADP-
ribosilase
Resistensi
reseptor insulin
Menurunkan
sekresi insulin
Sel lemak akan
menghasilkan hormon
resistin
Hipoglikemia
sel β
Obesitas
Keadaan gaya
hidup kurang baik
26
2.3 Kerangka Konsep
Keterangan:
= Variabel Bebas
= Variabel Terikat
Diabetes Melitus
Akibat pemberian Streptozotocin
Kadar gula darah naik
pemberian ekstrak daun Moringa
oleifera pada P1, P2, P3
Memperbaiki kerusakan sel
Diameter
pulau
Nukleus
sel
Sitoplasma
sel
Bentuk
pulau
Batas
pulau
Jumlah
pulau
Kandungan antioksidan (Flavonoid jenis
quercetin)
27
2.4 Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Pengukuran Skala
Dosis
ekstrak daun
Moringa
oleifera
Jumlah dosis
ekstrak daun
Moringa oleifera
yang diberikan
secara oral
menggunakan
sonde pada tikus
dalam satuan mg
per kilogram
berat badan.
Neraca analitik
ketelitian
0,0001 gram
Menimbang berat
badan tikus,
kemudian
menghitung dosis
ekstrak daun
Moringa oleifera 200
mg/KgBB, 400 mg/KgBB, dan 600
mg/KgBB.
Ekstrak daun
Moringa oleifera
diekstrak dengan
etanol dan dilarutkan
dengan aquades
secara oral
menggunakan sonde.
Rasio
Jumlah
pulau
Rata-rata jumlah
pulau Langerhans
dari masing-
masing kelompok
tikus
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x
Menghitung jumlah
pulau melalui
mikroskop, kemudian
menghitung rata-rata
jumlah pulau dari
setiap tikus pada
masing-masing kelompok.
Nominal
Batas pulau Batas rata-rata
antara pulau
Langerhans dan
Asinus eksokrin
pankreas yang
terlihat jelas
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x
Mengamati batas
pulau melalui
mikroskop dan
menginterpretasikann
ya
Nominal
Bentuk
pulau
Bentuk rata-rata
dari masing-
masing pulau
Langerhans,
berbentuk sferis atau bulat. Beserta jarak antar sel yang rapat.
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x
Mengamati bentuk
pulau melalui
mikroskop dan
menginterpretasikann
ya
Nominal
28
Sitoplasma
sel
Rata-rata warna
sitoplasma sel di
dalam pulau
Langerhans.
Pulasan yang
lebih pucat
daripada jaringan
di sekitarnya dan
berwarna
asidofilik dan
basofilik
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x
Mengamati
sitoplasma sel
melalui mikroskop
dan
menginterpretasikann
ya
Nominal
Nukleus sel Rata-rata warna
nukleus atau inti
sel yang di dalam
pulau Langehans,
berbentuk bulat
atau poligonal
dan bewarna
lebih gelap dari sitoplasma sel
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x
Mengamati nukleus
sel melalui
mikroskop dan
menginterpretasikann
ya
Nominal
Diameter
pulau
Panjang rata-rata
diameter pulau
Langerhans pada
masing-masing
kelompok
Gambaran dari
mikroskop 10x
dan 20x serta
aplikasi
ImageJ
Menghitung jarak
diameter terjauh
dalam satu pulau,
kemudian
menghitung jarak
diameter yang tegak
lurus dengan
diameter pertama.
Setelah itu,
mengukur panjang
akhir diameter
dengan aplikasi
ImageJ.
Rasio
29
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAAN
3.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu : Februari-September 2019
Tempat : Penelitian dilakukan di Animal House, Laboratorium Biokimia,
Laboratorium Farmakologi, dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta di Jalan Kertamukti No. 05, Pisangan, Ciputat, 15419,
Tangerang Selatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tikus galur Sprague dawley sebanyak 20 ekor, menurut
rumus Mead, yakni : E = N-B-T 34
Keterangan
E : derajat kebebasan komponen kesalahan (10-20)
N : jumlah sampel dalam penelitian (dikurangi 1)
B : blocking component menggambarkan pengaruh lingkungan yang
diperbolehkan dalam penelitian (dikurangi 1)
T : jumlah kelompok perlakuan (dikurangi 1)
E = N-B-T
≥10 = (N-1)-0-(5-1)
≥10 = N-1-4
≥10 = N-5
N ≥15
E = N-B-T
≤20 = (N-1)-0-(5-1)
≤20 = N-1-4
≤20 = N-5
N ≤25
Jumlah hewan coba yang dibutuhkan adalah 15 sampai 25 ekor. Kelompok kami
mengambil jumlah sampel 25 ekor karena jumlah tersebut ada di dalam rentang jumlah
30
yang sudah dihitung. Selain itu, jika ada yang mati dalam proses perlakuan, jumlah hewan
coba masih bisa mencukupi.
Seluruh tikus tersebut akan dibagi menjadi lima kelompok kontrol yang masing-
masing terdiri dari lima ekor Sprague dawley. K- adalah kontrol negatif. K+ adalah
kontrol positif yang diberi 40 mg/kgBB Streptozotocin. P1 adalah kontrol perlakuan yang
diberi 40 mg/kgBB Streptozotocin dan 200 mg/kgBB ekstrak daun Moringa oleifera. P2
adalah kontrol perlakuan yang diberi 40mg/kgBB Streptozotocin dan 400 mg/kgBB
ekstrak daun Moringa oleifera. P3 adalah kontrol perlakuan yang diberi 40mg/kgBB
Streptozotocin dan 600 mg/kgBB ekstrak daun Moringa oleifera.
3.3.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.3.1.1 Kriteria Inklusi
Tikus Sprague dawley yang sehat.
Berjenis kelamin jantan
Berat badan 150-200 gr
Usia 2-3 bulan
Kontrol negatif memiliki glukosa darah <200 mg/dL
Kontrol positif dan perlakuan memiliki glukosa darah >200 mg/dL
3.3.1.2 Kriteria Eksklusi
Tikus Spraguey dawley yang mati saat diinduksi Streptozotocin 40
mg/dL dan perlakuan.
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Alat dan Bahan Penelitian
a. Tahap Adaptasi
Kandang hewan coba, tempat makan, tempat minum, pakan 512, air
mineral galon
b. Tahap Induksi Streptozotocin dan Sukrosa
Streptozotocin, larutan buffer sitrat, spuit 1 mL, vortex, hot plate stirer, pH
meter, tabung centrifuge, aquadest, sukrosa, gelas kimia 50 mL, 100 mL,
500 mL, dan 1000 mL, timbangan digital, spatula kimia
31
c. Tahap Pengukuran Gula Darah
Strip gula darah, glukocheck Easytouch,jarum lancet, pen lancet
d. Tahap Pemberian Ekstrak Moringa oleifera.
Tabung centrifuge, aquadest, spatula kimia, lemari pendingin 40C, vortex,
sonde, spuit 10 mL
e. Tahap Nekropsi
Kapas, Toples, Minor Set Surgeon, Papan alas pemotong, Eter, gelas kimia
50 mL, larutan fisiologis
f. Tahap Fiksasi
Formalin 10%, pot plastik 30 cc
g. Tahap Foto Jaringan
Kamera preparat, DVD foto, Komputer lab, Mikroskop Olympus BX41
dan software Olympus DP2-BSW.
3.4.2 Adatasi Hewan Coba
Adaptasi hewan coba dilakukan di Animal House FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta selama 4 hari. Hewan coba diberi makanan M512 dan
minuman air mineral galon ad libitum. Kandang dibersihkan (bedding) setiap 2 hari
sekali.
3.4.3 Induksi dengan Streptozotocin
Pada hari ke-4, hewan coba dipuasakan selama 12 jam, kemudian periksa
kadar gula darah awal. Setelah itu, diinduksi streptozotocin 40 mg/KgBB pada hari
ke-5, yang dilarutkan dalam 0,1 M buffer sitrat, secara intraperitoneal. Induksi
Streptozotocin diberikan kepada K+, P1, P2, dan P3. Induksi streptozotocin ini
dilakukan pada pukul 16.00 WIB.
3.4.4 Pengukuran Glukosa Darah
Selain diukur sebelum induksi streptozotocin yakni hari ke-5, gula darah
diukur lagi pada hari ke-10 setelah induksi streptozotocin, kemudian dilakukan
pengecekan satu kali setiap 3-4 hari. Pengukuran glukosa darah menggunakan
glukocheck EasyTouch. Jarum lancet ditusuk di bagian pangkal ekor tikus sehingga
32
darah keluar. Darah yang keluar ditampung pada strip gula darah dan ditunggu
sampai hasil keluar dari alat.
3.4.5 Pemberian Ekstrak daun Moringa oleifera ( daun kelor) pada Tikus.
Daun Moringa oleifera diambil dari kawasan Desa Mekarsari, Bogor.
Kemudian daun dikirim ke LIPI bogor untuk sertifikasi selama satu bulan. Daun
yang telah dipastikan merupakan tanaman Kelor, dibawa ke LIPI Serpong untuk
dibuatkan ekstrak. Ekstrak tersebut disimpan di dalam kulkas dengan suhu 40C.
Ekstrak ini akan diberikan kepada P1 dengan dosis 200 mg/dL, P2 dengan dosis
400 mg/dL, dan P3 dengan dosis 600 mg/dL. Pemberian ekstrak dilakukan dengan
menggunakan sonde. Sebelum diberikan kepada hewan coba, ekstrak daun Moringa
oleifera dilarutkan ke dalam aquades untuk mempermudah proses menyonde.
Ekstrak disonde ke tikus setiap pukul 16.00 wib.
3.4.6 Tahap Nekropsi dan Fiksasi
Peneliti mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk proses
nekropsi. Tikus dianastesi dengan cara dimasukan ke toples yang sudah diberi
kapas yang diberikan eter, kemudian kesadaran tikus diperiksa dengan melakukan
rangsang nyeri di telapak kaki tikus. Jika sudah tidak ada respon, maka efek anastesi
telah berhasil. Pembedahan mulai dilakukan pada bagian abdominotorakal dan
nekropsi organ pankreas. Organ tersebut dimasukan ke dalam gelas kimia yang
berisi larutan fisiologis supaya bersih dari darah, kemudian dimasukan ke pot
plastik 30 mL yang sudah dimasukan formalin 10% dan diberi label kode hewan
coba.
3.4.7 Tahap Pemrosesan Jaringan
Organ pankreas yang sudah dikemas dalam pot plastik 30 mL dengan
formalin 10% dikirim ke Lab Cito, di Depok, untuk dibuatkan bentuk preparat
dengan menggunakan pewarnaan hematosilin eosin (HE).
33
3.4.8 Foto Jaringan
Preparat dengan pewarnaan HE dilihat dibawah Mikroskop Olympus
BX41 dan software Olympus DP2-BSW di komputer laboratorium Patologi
Anatomi dengan perbesara 10x, dan 20x, kemudian hasilnya difoto dan dimasukan
ke dalam DVD untuk diinterpretasi.
3.4.9 Interpretasi Pulau Langerhans
1. Identifikasi Foto
buka file berisi foto preparat di perangkat lunak Document sesuai lokasi
penyimpanan.
Klik foto preparat, perangkat lunak Photos akan otomatis terbuka.
Identifikasi foto.
Gunakan fitur zoom in untuk melihat dengan lebih jelas.
2. Pengukuran diameter pulau
Buka perangkat lunak ImageJ.
Klik File, lalu klik Open, pilih gambar yang akan diukur.
Klik gambar kaca pembesar untuk memperbesar gambar, kemudian klik
dibagian ukuran dari preparat di pojok kanan bawah untuk melakukan
kalibrasi.
Klik logo garis miring untuk membuat garis. Klik kiri pada mouse,
kemudian buat garis sepanjang garis kalibrasi.
Klik Analyze dan pilih set scale. Atur ke dalam ukuran 50 µm.
Klik kembali gambar kaca pembesar sampai gambar kembali ke ukuran
semula.
Buatlah garis pada bagian yang akan diukur dengan cara yang sama seperti
melakukan kalibrasi.
Tekan tombol ctrl+f, kemudian ctrl+m untuk melakukan pengukuran.
Hasil akan muncul dengan sendirinya.
34
Bogor pada 25 Maret 2019
3.5 Alur Penelitian
Mencit galur Sprague dawley
Dibeli dengan akta di Fakultas kedokteran Hewan IPB (sampai di FK
UIN pada 4 Mei 2019
Dibuatkan ekstrak di LIPI serpong
dan selesai pada 1 April 2019
Disimpan di lemari
pendingin di Lab
Biokimia
Adaptasi hewan
coba selama 4 hari di
Animal House (5- 8
Mei 2019)
Latihan Animal
Handling di Lab
Farmako pada 8
Februari 2019
Interpretasi
Gambaran
histopatologi
pankreas
Ambil gambar dengan Mikroskop di
lab Patologi Anatomi pada 13, 14,
dan 23 Juni 2019
Dibuat preparat di Lab Cito,
Depok. Diambil tanggal 12 Juni
2019 ( terpotong lebaran)
Mengecek kadar gula
darah
Memulai perlakuan
terhadap hewan coba
selama 25 hari di
animal house.
Pembuatan
streptozotocin,
sukrosa, dan ekstrak di
laboratorium
biokimia. Mulai
tanggal 4 sampai 29
Mei 2019
Kontrol (+) : Tikus DM
kontrol (-) : Tikus
normal
P1 : Tikus DM dengan
dgn kelor 200mg/KgBB
P2 : Tikus DM dengan
dun kelor 400mg/KgBB
P3 : Tikus DM dengan
dun kelor 600mg/KgBB
Nekropsi hewan coba di
Lab Patologi Anatomi
pada 28 dan 29 Mei 2019
35
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Morfologi Pulau Langerhans
Data morfologi pulau Langerhans yang terdapat di pankreas pada masing-masing
kelompok yang dinekropsi pada tanggal 28 dan 29 Juli 2019 (hari ke 15 pasca pemberian
daun kelor) adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1 : Morfologi Pulau Langerhans pada Tikus Sprague dawley
Tikus Rerata
Jumlah
Rerata Batas
Pulau
Rerata bentuk pulau Rerata
Sitoplasma
Rerata
Nukleu
s
Rerata
Diameter
Pulau
K(-) 5 Batas jelas Berbentuk bulat,
jarak antarsel rapat
Merahmuda
keunguan
Bulat, ungu 62.9 µm (5
tikus)
K(+) 6 Batas tidak
jelas
Berbentuk tidak jelas
(hancur), jarak antar sel
jarang
Merahmuda
keunguan
Bulat-
lonjong, ungu
Tidak dapat
dinilai
P1 4 Batas tidak
jelas sampai
jelas
Berbentuk bulat sampai
tidak jelas, jarak antar
sel jarang
Merahmuda
keunguan
Bulat-
lonjong, ungu
83.9 µm (3
tikus)
P2 6 Batas kurang
jelas
Berbentuk bulatm jarak
antarsel rapat
Merahmuda
keunguan
Bulat-
lonjong, ungu
84 µm
(5
tikus)
P3 5 Batas jelas Berbentuk bulat-
lonjong, jarak antarsel
rapat
Merahmuda
keunguan
Bulat-
lonjong, ungu
91.1 µm (5
tikus)
Pengamatan dilakukan dengan perbesaran 10x dan 20x, namun yang dijabarkan di
dalam penelitian ini adalah perbesaran pada ukuran 20x. Tikus kontrol negatif yaitu tikus
normal tanpa intervensi, baik induksi streptozotocin ataupun ekstrak daun Moringa
oleifera. Pulau langerhans yang ada pada kelompok ini memiliki batas pulau yang jelas
sebanyak 100%, bentuk pulau yang bulat sebanyak 80% dan bulat-lonjong 20%, serta
jarak antarsel yang rapat sebanyak rapat sebanyak 80% dan jarang sebanyak 20%.
Sitoplasma sel berwarna merah muda-keunguan, dengan nukleus yang berbentuk bulat
36
dan berwarna ungu. Rata-rata diameter pulau berukuran 62,9 µm. Jumlah pulau
langerhans yang ditemukan adalah lima buah.
Tikus kontrol positif adalah tikus yang diinjeksi streptozotocin dan tidak diberi
daun kelor. Pada tikus ini, pulau langerhans memiliki batas sel yang 60% tidak jelas
sehingga sulit dibedakan dari bagian eksokrin. Bentuk pulau 80% hancur dan diameter
yang tidak dapat dinilai, namun salah satu tikus menunjukkan diameter sebesar 93,3 µm.
Jarak antarsel jarang dan nukleus berbentuk bulat-lonjong berwarna ungu. Sitoplasma
80% berwarna merah muda-keunguan. Jumlah pulau langerhans pada pankreas adalah
enam pulau.
Tikus perlakuan satu adalah tikus yang diinjeksi streptozotocin dan diberikan
ekstrak daun kelor dengan dosis 200 mg/KgBB. Pada tikus ini, pulau langerhans 50%
berbatas jelas, 50% berbentuk tidak jelas, dan jarak antarsel jarang. Sitoplasma sel
berwarna merah mudah-keunguan dengan nukleus berbentuk bulat sampai lonjong
berwarna ungu. Rata-rata diameter pulau pada 3 tikus yakni 83,9 µm. Pada salah satu
tikus yang tidak ditemukan adanya pulau pada miksrokop kemungkinan disebabkan
karena saat pemotongan preparat, bagian yang terpotong tidak terdapat pulau Langerhans,
dan satu pulau lainnya yang tidak dapat dinilai karena berbentuk hancur. Jumlah pulau
langerhans pada pankreas adalah empat buah.
Tikus perlakuan dua adalah tikus yang diinjeksi streptozotocin dan diberikan
ekstrak daun kelor dengan dosis 400 mg/KgBB. Pada tikus ini, batas pulau langerhans
60% kurang jelas, 20% pulau berbentuk bulat, dan jarak antarsel rapat. 60% sitoplasma
sel berwarna merah muda-keunguan dengan nukleus berbentuk bulat sampai lonjong
berwarna ungu. Rata-rata diameter pulau yakni 84 µm. Jumlah pulau langerhans pada
pankreas adalah enam buah.
Terakhir, tikus perlakuan tiga adalah tikus yang diinjeksi streptozotocin dan
diberikan ekstrak daun kelor dengan dosis 600 mg/KgBB. Pada tikus ini, 60% batas pulau
langerhans jelas, 80% berbentuk bulat sampai lonjong, dan jarak antarsel rapat. 80%
sitoplasma sel berwarna merah muda-keunguan dengan nukleus berbentuk bulat sampai
lonjong berwarna ungu. Rata-rata diameter berukuran 91,1 µm. Jumlah pulau langerhans
pada pankreas adalah lima buah.
37
4.2 Perbandingan Gambaran Histopatologi antara Kelompok Perlakuan
Berdasarkan data hasil morfologi sel dan pulau Langerhans di atas, terdapat
perbedaan pada setiap kelompok. Kelompok kontrol negatif memiliki gambaran histologi
pankreas yang normal sehingga dijadikan acuan untuk mendeskripsikan kelompok
lainnya serta menjadi pembanding.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Pankreas sendiri memiliki kemampuan
regenerasinya sendiri. Ekstrak daun kelor membantu mempercepat proses tersebut. Hal
ini dapat dinilai dari gambaran histologi pankreas pada kelompok kontrol positif dan
kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol positif, bentuk pulau hancur dan batas sel
tidak jelas. Hal ini terjadi akibat efek dari streptozotocin itu sendiri yang mendestruksi
pankreas. Pada Kelompok perlakuan, bentuk pulau sudah kembali berbentuk bulat dan
sel sudah mulai berproliferasi kembali sehingga gambaran histologi pulau tidak jauh
berbeda dari gambaran histologi pulau langerhans pada kontrol negatif.
Pada kelompok perlakuan pun terdapat beberapa perbedaan, terutama dari diameter,
batas, dan bentuk pulau seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya. Berdasarkan jumlah
pulau yang ditemukan, kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan dua memiliki
jumlah paling banyak dan kelompok perlakuan 1 memiliki jumlah paling sedikit. Namun,
untuk jumlah pulau kurang bisa dijadikan acuan karena perbedaan potongan.
Berdasarkan persentase antara batas jelas dan tidak jelas, kelompok yang memiliki
batas paling jelas adalah kontrol negatif, kemudian perlakuan tiga, perlakuan dua,
perlakuan satu, dan terakhir kontrol positif. Berdasarkan persentase bentuk pulau, kontrol
negatif memiliki bentuk paling bulat, dan kontrol positif memiliki bentuk pulau yang
hancur atau tidak jelas. Sementara kelompok perlakuan dua memiliki lebih banyak pulau
berbentuk bulat-lonjong daripada perlakuan tiga dan perlakuan satu.Untuk diameter,
kontrol negatif memiliki rata-rata diameter sebesar 62,9 µm. Kontrol positif tidak dapat
dinilai karena berbentuk hancur dan tidak bulat. Kemudian, untuk kelompok perlakuan,
terlihat peningkatan rata-rata diameter pankreas. Peningkatan diameter ini menunjukkan
bahwa perbedaan dosis menunjukkan perbedaan dalam regenerasi sel dan pulau
Langerhans.
Di sini dapat dilihat bahwa antara kelompok perlakuan memiliki perbedaan dari
segi bentuk, batas, dan diameter. Kemudian, dapat disimpulkan, bahwa perlakuan tiga
38
memiliki efek paling baik dibandingkan kelompok lainnya. Sementara perlakuan satu
memiliki efek namun tidak sebesar kelompok perlakuan lainnya.
Gambaran pulau Langerhans dari ketiga kelompok ini mirip dengan kelompok
negatif, sementara untuk kelompok positif gambarannya sangat berbeda dari kelompok
negatif. Hal ini menandakan terjadi perbaikan pulau Langerhans oleh ekstrak daun
Moringa oleifera dan sejalan dengan pendapat Sulistyorini R, 2015, yang menyatakan
bahwa ekstrak daun kelor dengan dosis 250 dan 500 mg/KgBB dapat memperbaiki
keadaan histologi pankreas.7
Penelitian yang dilakukan Ambarwati dkk (2014), juga menunjukkan hal serupa.
Dengan ekstrak daun Moringa oleifera dosis 250 mg/kgBB dan 500 mg/kgBB, terdapat
penurunan kadar gula darah dan perbaikan gambaran histopatologi pulau Langerhans.
Penelitian yang dilakukan Gupta dkk (2012), juga menunjukkan penurunan kadar gula
darah dan adanya regenerasi pulau Langerhans. Namun, penelitian ini menggunakan
bubuk kering daun Moringa oleifera dengan dosis 150 mg/kgBB dan 300 mg/kgBB.6,8
Penelitian yang dilakukan oleh Kunharjito dkk (2018) juga menunjukkan hasil yang
serupa. Aloksan digunakan sebagai penginduksi diabetes melitus yang dialami oleh tikus.
Walau dosis ekstrak daun Moringa oleifera lebih rendah dari penelitian lainnya, yakni 42
mg/kgBB, 72 mg/kgBB, dan 98 mg/kgBB, hasil menunjukkan adanya penurunan kadar
glukosa darah, penambahan diameter pulau Langerhans, dan perbaikan sel pada pulau
Langerhans.9
39
Gambar 4.1 : Kelompok kontrol negatif Gambar 4.2 : Kelompok kontrol positif
Gambar 4.3 : Kelompok perlakuan satu Gambar 4.4 : Kelompok perlakuan dua
Gambar 4.5 : Kelompok perlakuan tiga
40
4.3 Data Gula Darah
Berikus ini adalah grafik data gula darah yang diperiksa selama periode waktu
penelitian:
Bagan 4.1: Grafik Gula Darah Tikus Sprague dawley
Tanggal 9 Mei 2019 merupakan tanggal pemeriksaan gula darah pertama di mana
seluruh tikus belum diinduksi dengan streptozotocin. Grafik warna biru adalah kontrol
negatif, gula darah yang terlihat adalah 115 mg/dL. Grafik warna merah adalah kontrol
positif, yang kadar gula darahnya sejumlah 106 mg/dL. Grafik warna hijau adalah
perlakuan satu, kadar gula darahnya sejumlah 116,6 mg/dL. Grafik berwarna kuning
adalah perlakuan dua, di mana kadar gula darahnya adalah 107,6 mg/dL. Terakhir, grafik
berwarna ungu adalah perlakuan tiga, yang kadar gula darahnya adalah 107,8 mg/dL.
Pada hari pertama pemeriksaan, seluruh kelompok menunjukkan kadar gula darah
normal, yakni di bawah 200 mg/dL.
Tanggal 14 Mei 2019, 5 hari setelah induksi streptozotocin, terjadi perubahan pada
kadar gula darah kelompok selain kontrol negatif. Kontrol negatif tetap menujukan
kadar gula darah normal, yaitu 100,2 mg/dL. Kontrol positif menunjukkan kadar gula
darah 428,8 mg/dL. Perlakuan satu menunjukkan kadar gula darah 444,6 mg/dL.
Perlakuan dua menunjukkan kadar gula darah 399,8 mg/dL. Terakhir, perlakuan tiga
menunjukkan kadar gula darah 464 mg/dL. Empat kelompok yang menunjukkan kadar
28/29 Mei 25 Mei 21 Mei 17 Mei 14 Mei 9 Mei
41
gula darah tinggi, menjadi penanda bahwa induksi streptozotocin berhasil dan tikus
mengalami diabetes melitus.
Pada tanggal 17 Mei 2019, kontrol negatif menunjukkan kadar gula darah sejumlah
117,6 mg/dL. Kontrol positif sejumlah 462,4 mg/dL. Kemudian, perlakuan satu dengan
kadar gula darah 428,8 mg/dL. Perlakuan dua dengan kadar gula darah 494,4 mg/dL.
Terakhir, kadar gula darah perlakuan tiga adlaah 394,4 mg/dL.
Tanggal 21 Mei 2019, kontrol negatif menunjukkan kadar gula darah 126,2 mg/dL.
Kontrol positif menunjukkan 468,4 mg/dL. Perlakuan satu menunjukkan kadar 473,4
mg.dL. Lalu, perlakuan dua dengan kadar 461,8 mg/dL. Terakhir, perlakuan tiga dengan
kadar 444,4 mg/dL.
Tanggal 25 Mei 2019, kadar gula darah kontrol negatif adalah 98,6 mg/dL. Kontrol
positif menunjukkan 533,8 mg/dL Lalu, perlakuan satu dengan kadar 451,4 mg/dL.
Perlakuan dua memiliki kadar gula darah 479 mg/dL. Terakhir, perlakuan tiga dengan
kadar gula darah 560,4 mg/dL.
Untuk hari terakhir pemeriksaan, dibagi menjadi dua tanggal, yakni 28 dan 29 Mei
2019. Pada tanggal 28 Mei 2019, kontrol positif dan kontrol negatif dinekropsi terlebih
dahulu. Pada pemeriksaan ini, kelompok kontrol negatif menunjukkan kadar 115,6
mg/dL. Kemudian, kontrol positif menunjukkan kadar gula darah 442,2 mg/dL.
Sementara pada tanggal 29 Mei 2019, ketiga kelompok perlakuan dinekropsi dan
sebelumnya telah diperiksa kadar gula darahnya. Perlakuan satu menunjukkan kadar gula
darah 201,25 mg/dL. Perlakuan dua menunjukkan kadar gula darah 201,4 mg.dL.
Terakhir, perlakuan tiga menunjukkan kadar gula darah sebesar 318,4 mg/dL.
Secara keseluruhan, kelima kelompok menunjukkan kadar gula darah yang naik
turun dari hari ke hari, bergantung pada makanan yang dikonsumsi. Pemberian makanan
secara ad libitum memungkinkan tikus tidak memakan makanan dengan kadar yang sama
setiap harinya. Untuk kelompok kontrol negatif, walaupun naik turun, kadar gula darah
selalu berada di bawah garis batas, yakni 200 mg/dL.
Untuk kelompok kontrol positif, kadar gula darah menunjukkan kenaikan dari hari
ke hari. Namun pada hari terakhir pemeriksaan, yakni 28 Mei 2019, kadar gula darah
cukup menurun walau tidak signifikan. Hal ini menunjukkan adanya proses regenerasi
sel seperti yang dijabarkan pada penelitian sebelumnya. Penelitian tersebut adalah
42
penelitian yang dilakukan oleh Stocrum Dl (2002), di mana penelitian ini menyatakan
bahwa pankreas memiliki kemampuan regenerasinya sendiri.31
Sementara itu, ketiga kelompok perlakuan menunjukkan kadar gula darah yang
bervariasi. Namun, dapat dilihat bahwa pada hari terakhir pemeriksaan, yakni 29 Mei
2019, terdapat penurunan yang lebih banyak daripada penurunan kelompok kontrol
positif. Pada kelompok perlakuan satu dan dua, kadar gula darah yang semula ada di
rentang 400-an, turun menjadi ada di rentang 200-an. Sementara perlakuan tiga, yang
semula ada di rentang 500-an, turun menjadi di rentang 300-an. Dapat dilihat bahwa
ketiga kelompok ini menunjukkan penurunan kadar gula darah sebanyak ±200 mg/dL.
Hal ini sesusai penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Gupta dkk (2012) dan
Ambarwati dkk (2014), di mana penelitian ini menyatakan bahwa ekstrak daun kelor
dapat meningkatkan proses regenerasi pankreas dan memperbaiki kelainan gula darah.6,8
4.4 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui gambaran
histopatologi pada pankreas tikus yang diinjeksi streptozotocin dengan berbagai dosis.
Keterbatasan pada penelitian ini, yaitu:
Belum maksimalnya waktu untuk adaptasi (4 hari) dan intervensi (15 hari).
Keadaan animal house yang kurang memadai, ditinjau dari keadaan kandang,
kebersihan, serta polusi suara.
Pemotongan dan pewarnaan preparat mempengaruhi kesubjektifan penilaian
peneliti.
43
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Ekstrak Moringa oleifera dengan dosis 200 mg/kgBB, 400 mg/kgBB, dan 600
mg/kgBB dapat memperbaiki pankreas dan pada gambaran histopatologi pulau
Langerhans menjadi mirip dengan kelompok normal, memperbaiki diameter antar
kelompok perlakuan yang semakin luas seiring dengan bertambahnya dosis, serta
menurunkan kadar gula darah yang tinggi.
5.2 Saran
Perlu dilakukan adaptasi lebih lama untuk meminimalisir stress pada tikus.
Perlu memperhatikan keadaan di Animal House supaya tidak terlalu berpengaruh
pada tingkat stress tikus.
Sebaiknya dilakukan penelitian dengan menggunakan Aloksan dan streptozotocin-
Na sebagai pembanding penggunaan streptozotocin.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Infodatin Kemenkes RI. “Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018”. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI. 2019: hal 4.
2. Setiati S, Alwi I, dkk. “Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-6”. Jakarta :
Internal Publishing. 2014.
3. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. “Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia”. Jakarta: PB PERKENI. 2015.
4. Kemenkes Depkes RI. “Situasi dan Analisis Diabetes”. Jakarta: Departemen
kesehatan. 2014.
5. World Health Organization. “Diabetes”. Swiss: WHO News Room. 2017.
6. Gupta R, et all. “ Evaluation of Antidiabetic and antioxidant activity of Moringa
Oleifera in experimental diabetes”. India: University of Rajasthan. 2012; 4(2):164-
171.
7. Sulistyorini R, Sarjadi, Johan A, Djamiatun K. “Pengaruh Ekstrak Etanol Daun
Kelor (Moringa oleifera) pada Ekspresi Insulin dan Insulitis Tikus Diabetes
Melitus”. Bandung: Majalah Kedokteran Bandung. 2015; 47(2):69-76.
8. Ambarwati, Sarjadi, Johan A, Djamiatun K. “Efek Moringa oleifera Terhadap Gula
Darah dan Kolagen Matrik Ekstraseluler sel β Pankreas Diabetes Eksperimental”.
Malang: Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2014; 28(2): 74-78.
9. Kunharjito WAC, Avesina M, Anggriyawanti DP, Purnama ER. “Pemanfaatan
Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Pemulihan Struktur Pankreas Mencit
Diabetik”. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2018; 2(2):
85-92.
10. Al-Malki AL, El Rabey HA. “The Antidiabetic Effect of Low Doses of moringa
oleifera Lam. Seeds on Streptozotocin Induced Diabetes and Diabetic Nephropathy
in Male Rats”. Biomed Res Int. 2015.
11. Zoeckler V. “Ward’s Science: Rat Dissection Guide Including Pregnant Female”.
Newyork: Ward’s Science. 2015.
12. Sherwood Lauralee. “Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi ke-8”. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2016.
45
13. Tortora G Derrickson B. “Principles, of Anatomy and Physiology 14th edition”.
New York : John Wiley & Sons. 2014.
14. Longnecker DS. “Anatomy and Histology of the Pancreas”. Pancreapedia: Exocrine
Pancreas Knowledge Base. 2014; 2: 9-27.
15. F. Paulsen dan J. Waschke. “Sobotta Atlas Anatomi Manusia Edisi 23”. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013.
16. Mescher AL. “Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas edisi 12”. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran: EGC. 2016.
17. Dolensek J, Rupnik MS, Stozer A. “Structural Similarities and Differences Between
the Human and the Mouse Pancreas”. Slovenia: University of Maribor. 2015; 7(1).
18. Kementerian Kesehatan RI. “Hasil Utama Riskesdas 2018”. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI. 2018.
19. Guyton, A.C. dan Hall, J.E. “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 12”. Jakarta:
EGC. 2014.
20. Ganong WF, McPhee SJ. “Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran
Klinis”. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.
21. Akbarzadeh A, et all. “Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats”. Indian
Journal of CLinical Biochemistry. 2007; 22(2): 60-64.
22. Goud BJ, Dwarakanath V, dan B.K. Chikka swamy. “Streptozotocin – A Diabetic
Agent in Animal Models”. Internasional Journal of Pharmacy &Pharmaceutical
Research. 2015; 3(1).
23. Wilson GL, et al. “Mechanisms of Nitrosourea-induced beta-cell damage.
Activation of poly (ADP-ribose) synthase and cellular distribution”. University of
South Alabama Collage of Medicine. 1988; 37(2): 213-216.
24. Szkudelski T. “The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin action in B cells of
the rat pancreas”.. Polandia: University of Agriculture. 2001; 50(6): 537-546.
25. Musyarofah K. “Dikagumi Bangsa Barat, Inilah 10 Manfaat Daun Kelor untuk
Kesehatan”. IDN Times. 2018.
26. Aminah S, Ramdan T, dan Yanis M. “Kandungan Nutrisi dan Sifat Fungsional
Tanaman Kelor (Moringa oleifera)”. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan.
2015; 5(2).
46
27. Isnan W, Nurhaedah. “Ragam Manfaat Tanaman Kelor (Moringa oleifera Lamk.)
Bagi Masyarakat”. Makassar: Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Makassar. 2017.
28. Vergara JM, Almatrafi MM, Fernandez ML. “Bioactive Components in Moringa
Oleifera Leaves Protect against Chronic Disease”. University of connecticut.
2017; 6(4).
29. Abdoel Aziz MT, et al. “The effect of a novel curcumin derivate on pancreatic islet
regeneration in experimental type-1 diabetes in rats”. Diabetol Metab Syndr. 2013;
5:75.
30. Adisakwattana dan Chanathing. “Alpha-glucosidase Inhibitory Activity and Lipid-
Lowering Mechanisms of Moringa oleifera Leaf Extract”. Eur Rey Med Pharmacol.
2011; 15(7): 803-808.
31. Stocum DL. “Regenerative Biology and Medicine”. J Musculoskel Neuron Interact.
2002; 2(3): 270-273.
32. Safithri F. “Potensi Biji jintan hitam (Nigella sativa) dalam regenerasi pankreas
secara endogen pada diabetes melitus tipe-2”. Skripsi, FK Universitas
Muhammadiyah Malang. 2017.
33. Azmi NS, ZIN NSNM, Nurdiana S, Goh YM, Ahmad H,Ebrahimi M, Dom SM.
“Changes in Pancreatic Histology, Insulin Secretion and Oxidative Status in
Diabetic Rats Following Treatment with Ficus deltoidea and Vitexin”. BMC
Complement Altern Med. 2017; 17: 290.
34. Singh,Ajay S. “Sampling Tehcniques & Deretermination of sample size in Applied
Statistics Research: An Overview. Internasional Journal Of Economic, Commerce
and Managemen”. United Kingdom; 2014.
47
Lampiran 1
Hasil Identifikasi Tanaman
48
Lampiran 2
Sertifikasi Hasil Uji
49
Lampiran 3
Surat Keterangan Sehat Hewan
50
Lampiran 4
Kaji Etik
51
Lampiran 5
Dosis Streptozotocin
40 mg/KgBB = 40mg/1000 g = 4 mg/ 100 g BB
Bermakna : setiap 100 g berat badan, maka diberikan 4 mg streptozotocin
20 x 200 gram BB x 4 mg
100 g
= 160 mg
Ket : 20 adalah jumlah hewan coba yang diinduksi STZ. 200 mg adalah berat
badan maksimal yang tertera pada kriteria inklusi
Bermakna : jumlah total STZ yang dibutuhkan untuk menginduksi seluruh hewan
coba adalah 160 mg
STZ akan dilarutkan dalam larutan buffer dengan konsentrasi 4mg/0,1 mL
4 mg/100 gBB = 4 mg/0,1 mL
100 gBB = 0,1 mL
Bermakna : setiap 100 g BB hewan coba akan diberikan STZ sejumlah 0,1 mL
200 mg =
4 mg
X m 0,1 ml
X = 200 mg x 0,1 ml
4 mg
X = 5 mL
Ket : 160 mg adalah kebutuhan STZ untuk seluruh tikus. Namun, untuk
meminimalkan kekurangan jumlah larutan, peneliti menggunakan 200 mg STZ
Bermakna : jumlah buffer sitrat yang dibutuhkan untuk melarutkan 200 g STZ
adalah 5 mL
Untuk pemberian dosis larutan STZ-buffer, berdasarkan pada berat masing-
masing hewan coba yang sudah ditimbang sebelumnya.
52
Lampiran 6
Larutan Buffer
Sodium sitrat 0,1 M, berat molekul 258,068 g, sebanyak 100 mL
1 M =
0,1 M =
=
=
Asam sitrat 0,1 M, berat molekul 192,123 g, sebanyak 100 mL
1 M =
0,1 M =
=
=
Campurkan 44,5 mL 0,1 M asam sitrat
55,5 mL 0,1 M natrium sitrat
100 mL larutan buffer sitrat dengan pH 4,479
53
Lampiran 7
Dosis Pemberian Sukrosa
Sukrosa diberikan kepada hewan coba selama tiga hari pertama untuk
menghindari keadaan hipoglikemi akibat pemberian streptozotocin. Pemberian sukrosa
melalui oral, secara ad libitum, dan diletakkan di dalam tempat minum. Terdapat 10
kandang di mana setiap kandang diberikan dua botol minum. Follow up terhadap botol
minuman dilakukan tiga kali sehari, dan di waktu tersebutlah botol minuman akan diisi
kembali sampai penuh.
Kebutuhan volume sukrosa untuk seluruh hewan coba.
Volume total = 80 mL x 20 x 6
= 9600 mL
= 9,6 L
Ket: Volume 1 botol minuman = 80 mL.
Jumlah seluruh botol minuman = 20 buah
Banyak pemberian = 6 kali
Sukrosa yang digunakan adalah sukrosa dengan konsentrasi 10%, maka:
10 g
100 ml =
x
9600 ml
X = 10 g x 9600 ml
100 ml
= 96000 g
100 ml
= 960 g
Maka, untuk membuat sukrosa 10% sebanyak 9600 mL, dibutuhkan 960 g
sukrosa.
54
Lampiran 8
Dosis Daun Kelor
Dosis pemberian daun kelor berdasarkan kelompok, yakni P1 sejumlah 200
mg/kgBB, P2 sejumlah 400mg/KgBB, dan P3 sejumlah 600mg/kgBB. Maka akan
didapatkan hasil berupa dosis pemberian dalam satuan mg (miligram) pada masing-
masing hewan coba.
Untuk mempermudah pemberian ekstrak melalui oral, maka ekstrak daun kelor
dilarutkan ke dalam aquadest. Peneliti menggunakan konsentrasi 25 mg/0,2 mL
didasari oleh kapasitas lambung hewan coba, yaitu maksimal 5 mL.
25 mg =
1 mg
0,2 ml x
X = 1 mg x 0,2 ml
25 mg
X = 0,008 mL
Bermakna : setiap dosis 1 mg daun kelor dilarutkan ke dalam 0,008 mL aquadest.
Maka, untuk mengukur dosis pemberian berupa larutan didapatkan rumus:
Y = P x 0,008
Ket : Y adalah jumlah larutan ekstrak daun kelor yang diberikan (mL).
P adalah jumlah ekstrak daun kelor dalam bentuk ekstrak (mg).
0,008 adalah volume aquadest yang dibutuhkan dalam 1 mg ekstrak daun kelor.
Kebutuhan per hari dalam
200 mg/KgBB 200 mg x 0,2 kg = 40 mg x 5 = 200 mg
400 mg/KgBB 400 mg x 0,2 kg = 80 mg x 5 = 320 mg
600 mg/kgBB 600 mg x 0,2 kg = 120 mg x 5 = 600 mg
Total = 200 mg + 320 mg + 600 mg = 1.120 mg
Ket : 0,2 kg adalah berat maksimal hewan coba dalam kriteria inklusi
5 adalah jumlah hewan coba dalam satu kelompok
Kemudian dimasukan ke dalam rumus di atas.
Y = 1.120 x 0,008
= 8,96 mL
Bermakna : Jumlah larutan ekstrak daun kelor yang dibutuhkan dalam satu hari
adalah 8,96 mL.
55
Lampiran 9
Pengenceran Formalin
Kebutuhan formalin adalah formalin dengan konsentrasi 10%. Oleh karena
ketersediaan formalin yang ada di Laboratorium anatomi adalah Formalin 37%, maka
harus dilakukan pengenceran.
Kebutuhan formalin 10% untuk mengawetkan semua preparat
20 ml x 25 x 7 = 3500 mL
Ket : 20 mL : volume yang dibutuhkan dalam 1 tube
25 : jumlah seluruh hewan coba
7 : jumlah organ yang akan diambil pada masing-masing tikus (pankreas,
hepar, jantung, testis kanan, testis kiri, ginjal kanan, dan ginjal kiri)
Pengenceran :
37% x P = 10% x 3700 ml (digunakan 3700 ml untuk mempermudah perhitungan)
P = 10% x 3700 ml
37%
P = 1000 mL
Ket : P : volume formalin 37% yang dibutuhkan untuk menghasilkan 3700 ml
formalin 10%
56
Lampiran 10
Proses Ekstrak
Gambar 6.1 Aklimatisasi hewan coba
Gambar 6.3 Pengukuran pH buffer
Gambar 6.5 Induksi STZ
Gambar 6.2 Penimbangan STZ
Gambar 6.4 Pencampuran STZ dan
Gambar 6.6 Pembuatan sukrosa 2%
57
Gambar 6.7 Pengukuran GDS
Gambar 6.9 Anastesi dengan kapas Eter
Gambar 6.11 Pemrosesan jaringan
Gambar 6.8 Pemberian Ekstrak daun MO
Gambar 6.10 Nekropsi
Gambar 6.12 Preparat histologi
Gambar 6.13 Pemotretan preparat
58
Lampiran 11
Gambaran Histopatologi Pankreas Sprague dawley
Gambar 7.1 Tikus 1 Kontrol negatif Gambar 7.2 Tikus 2 Kontrol negatif
Gambar 7.3 Tikus 3 Kontrol negatif Gambar 7.4 Tikus 4 Kontrol negatif
Gambar 7.5 Tikus 5 Kontrol negatif Gambar 7.6 Tikus 1 Kontrol positif
59
Gambar 7.7 Tikus 2 Kontrol positif Gambar 7.8 Tikus 3 Kontrol positif
Gambar 7.9 Tikus 4 Kontrol positif Gambar 7.10 Tikus 5 Kontrol positif
Gambar 7.11 Tikus 1 Perlakuan 1 Tikus 2 Perlakuan 1
Gambar 7.12 Tikus 3 Perlakuan 1 Gambar 7.13 Tikus 4 Perlakuan 1
60
Gambar 7.14 Tikus 5 Perlakuan 1 Gambar 7.15 Tikus 1 Perlakuan
Gambar 7.16 Tikus 2 Perlakuan 2 Gambar 7.17 Tikus 3 Perlakuan 2
Gambar 7.18 Tikus 4 Perlakuan 2 Gambar 7.19 Tikus 5 Perlakuan 2
61
Gambar 7.20 Tikus 1 Perlakuan 3 Gambar 7.21 Tikus 2 Perlakuan
Gambar 7.22 Tikus 3 Perlakuan 3 Gambar 7.23 Tikus 4 Perlakuan 3
Gambar 7.24 Tikus 5 Perlakuan 3
62
Lampiran 12
Identitas Penulis
DATA PRIBADI
Nama : Rani Rahmawati
Tempat/Tanggal lahir1 : Jakarta, 10 Juni 1998
Alamat : Jl. H. Montong No. 9 RT/RW 09/03 Ciganjur, Jagakarsa,
Jakarta Selatan 12630
Telepon Selular : 0895397942925
Email : [email protected]
Status : Mahasiswa
PENDIDIKAN FORMAL
2016- sekarang FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013-2016 SMAN 28 Jakarta
2010-2013 SMPN 41 Jakarta
2004-2010 MI El-Syifa Ciganjur
2003-2004 TK Islam El-Syifa Ciganjur
RIWAYAT ORGANISASI
1. Anggota Sahitya RSUD Pasar Minggu
2. Kepala Divisi Kaderisasi UIN Syarif Medical Rescue
3. Pengajar Kimia dan Biologi Mabit Nurul Fikri Mampang
4. Humas Paskibra SMAN 28 Jakarta
5. Humas Rohis SMAN 28 Jakarta
6. Humas Taekwondo SMAN 28 Jakarta
7. Wakil Ketua PMR SMPN 41 Jakarta