Upload
lamlien
View
233
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN
PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL
NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR,
CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
MAULIDANI TRESNAPUTRI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Komunikasi
pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa
Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Maulidani Tresnaputri
NIM I3410008
ABSTRAK
MAULIDANI TRESNAPUTRI. Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan
Pendampingan Program “Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir,
Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh ANNA FATCHIYA.
Usaha jati pada unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara (UBH-KPWN) dilakukan dengan menjalin kemitraan dengan petani.
Komunikasi yang efektif penting dilakukan antara pemandu lapang dengan petani
untuk meningkatkan produktivitas. Metode yang digunakan dalam penelitian
adalah metode survei dengan didukung data kuantitatif dan kualitatif. Hasil
penelitian menunjukkan karakteristik petani didominasi usia dewasa, tingkat
pendidikan sedang, pengalaman usahatani yang sedang, pendapatan rendah, luas
lahan garapan sempit, dan keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan tergolong
sedang. Pemandu lapang memiliki hubungan yang dekat dengan petani,
kredibilitas, sikap yang sangat baik, dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani
tinggi, serta komunikasi pemandu lapang sangat baik. Efektivitas komunikasi
antara petani dengan pemandu lapang sudah efektif. Hal ini berhubungan dengan
frekuensi keikutsertaan petani, kedekatan, kredibilitas, penguasaan materi
program, dan kesesuaian metode penyuluhan.
Kata kunci: petani, pemandu lapang, komunikasi, kegiatan pendampingan
ABSTRACT
MAULIDANI TRESNAPUTRI. Communication Efficacy at Assistance Program
Activities “Jati Unggul Nusantara” in Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang,
Kabupaten Bogor. Supervised by ANNA FATCHIYA.
The teak business of Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara (UBH-KPWN) unit conducted by a partnerships with farmers. The
effective communication between field guides and farmer is important to improve
the productivity. The method used in the study is a survey method supported by
quantitative and qualitative data. The results showed the characteristics of farmers
dominated adulthood, moderate education level, experience in farming classified
as moderate, low income, limited arable land, and the farmers' participation in
extension activities classified as moderate.Field guides have a close relationship
with farmers, very good credibility and attitude,and frequency to visits the farmer
group is also quite high,as well as excellent communication field guides. The
communication efficacy between farmers and field guides been effective. It is
related to the frequency of participation of farmers, proximity, credibility, mastery
of the material program, and the appropriateness of extension methods.
Keywords: farmer, field guides, communication, assistance activities
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN
PENDAMPINGAN PROGRAM “JATI UNGGUL
NUSANTARA” DI DESA CIARUTEUN ILIR,
CIBUNGBULANG, KABUPATEN BOGOR
MAULIDANI TRESNAPUTRI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program
“Jati Unggul Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang,
Kabupaten Bogor
Nama : Maulidani Tresnaputri
NIM : I34100085
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fatchiya, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MScAgr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Efektivitas Komunikasi pada Kegiatan Pendampingan Program “Jati Unggul
Nusantara” di Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Kabupaten Bogor” tepat pada
waktunya. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr Ir Anna Fatchiya, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, dan motivasi,
kepada penulis selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Ir Sutisna Riyanto, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru
Purwandari SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas saran dan
masukannya.
3. Dosen-dosen Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
atas ilmu, kesabaran, bimbingan, dan pertolongan yang diberikan.
4. Dra Anih Setiawati dan Ir Danu, MSi selaku ibu dan ayah tercinta yang selalu
mendoakan dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya kepada penulis, serta
Agung Ahmad Khairudin selaku adik yang selalu menyemangati penulis.
5. Muhamad Rifki Maulana atas doa, motivasi dan dukungan yang diberikan
kepada penulis selama ini.
6. Sahabat-sahabat tercinta Sarah, Nita, Kiki, Tantri, Adien, Akfin, Nadyana,
Mahda, Puteri, Okta, Bibah, Addin, Ajeng, Lieke, Iffah, Aya, Debby, Fifi,
Echa, Raissa, Jihan, Caca, Aufa Mutia, Pipiw, dan Annisa yang telah selalu
mewarnai hari-hari penulis dan memberikan semangat kepada penulis.
7. Seluruh keluarga besar SKPM, terutama SKPM 47 atas kebersamaannya.
Serta kakak-kakak SKPM 45 dan SKPM 46 atas kesediaannya berbagi
pengalaman dan memberikan saran-saran dalam penulisan proposal skripsi
ini.
8. Pihak-pihak dari UBH-KPWN Bogor atas penerimaan, waktu, kesempatan,
informasi, dan seluruh bantuan yang diberikan untuk kelancaran proses
penelitian ini. Bapak Ir Dharmawan Budiantho, MP, Bapak Edi Wahyudi S
Hut, dan Bapak Ivan Ade Purnama S Hut selaku pembimbing di lapangan.
9. Para petani di Desa Ciaruteun Ilir yang telah banyak membantu penulis dalam
memperoleh data.
10. Teman-teman satu bimbingan Tari dan Venny untuk motivasi yang positif dan
kebersamaan selama proses penyusunan karya ilmiah.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Maulidani Tresnaputri
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 3
PENDEKATAN TEORITIS 5
Tinjauan Pustaka 5
Komunikasi 5
Efektivitas Komunikasi 8
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi 10
Desain Pesan Komunikasi Bisnis 15
Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi 16
Kerangka Pemikiran 18
Hipotesis Penelitian 19
Definisi Operasional 19
Karakteristik Petani 19
Karakteristik Pemandu Lapang 20
Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang 21
Efektivitas Komunikasi 22
PENDEKATAN LAPANGAN 23
Metode Penelitian 23
Lokasi dan Waktu Penelitian 23
Pengambilan Sampel 24
Pengumpulan Data 24
Pengolahan dan Analisis Data 25
GAMBARAN UMUM 27
Gambaran Umum Desa Penelitian 27
Kondisi Geografis 27
Kondisi Demografis 27
Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan
Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN)
28
Pola Bagi Hasil UBH-KPWN 29
Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN 31
FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG,
SERTA KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU LAPANG
33
Karakteristik Petani 33
Usia 33
Pendidikan 34
Pengalaman Usahatani 34
Pendapatan 35
Luas Lahan Garapan 35
Karakteristik Pemandu Lapang 35
Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang 39
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN
PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA
45
Tingkat Pengetahuan Petani 45
Tingkat Sikap Petani 46
Tingkat Keterampilan Petani 47
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN
PENDAMPINGAN PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA
49
Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas
Komunikasi
49
Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan
Efektivitas Komunikasi
50
Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang
dengan Efektivitas Komunikasi
52
PENUTUP 55
Simpulan 55
Saran 55
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN 59
RIWAYAT HIDUP 65
DAFTAR TABEL
1 Sebaran penduduk menurut mata pencaharian di desa studi 27
2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi 28
3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBH-
KPWN
30
4 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di
desa studi
33
5 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap
karakteristik pemandu lapang di desa studi
36
6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap
keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi
39
7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi
di desa studi
46
8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik
petani dengan efektivitas komunikasi
49
9 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik
pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi
51
10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan
komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi
52
DAFTAR GAMBAR
1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan
komunikasi
7
2 Elemen-elemen dalam model SMCRE 8
3 Bagan kerangka pemikiran 18
4 Rumus interval 22
5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN 29
DAFTAR LAMPIRAN
1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten
Bogor
59
2 Jadwal pelaksanaan penelitian 59
3 Kerangka sampling 60
4 Contoh hasil uji statistik 61
5 Dokumentasi kegiatan 63
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki luas wilayah 750 juta hektar (ha) dengan luas daratan
sekitar 187.91 juta ha. Sebesar 70 persen dari daratan tersebut merupakan
kawasan hutan. Data konsumsi kayu untuk kepentingan domestik (masyarakat)
sebesar 0.9 m3 per kapita per tahun (berdasarkan ITTO tahun 1990) secara
signifikan akan terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Hal
ini mendorong pemerintah untuk melaksanakan program hutan rakyat melalui
budidaya kayu jati. Karena pengembangan hutan rakyat akan mendorong
berkembangnya usaha rakyat perdesaan. Hal ini selaras dengan Kementerian
Kehutanan yang telah menerbitkan Permenhut No. 55 Tahun 2011 bahwa izin
HTR untuk koperasi dibatasi maksimal 700 Ha, agar lebih adil bagi masyarakat
dan kembali ke filosofi kebijakan HTR yang ada dalam PP No. 6 Tahun 2007 jo
PP No. 3 Tahun 2008. Hutan Tanaman Rakyat dibentuk untuk membangun jiwa
kewirausahan masyarakat (Kemenhut 2012).
Salah satu pelaku usaha budidaya jati unggul adalah unit Usaha Bagi Hasil
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN). Kegiatan penanaman
Jati Unggul Nusantara ini tersebar di Pulau Jawa salah satunya di Desa Ciaruteun
Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kegiatan budidaya JUN
berlangsung dengan menjalin kerjasama dengan pemilik modal, petani penggarap,
pemilik lahan, pamong desa, dan fasilitator. Kegiatan budidaya JUN ini
diharapkan dapat membangun komunikasi yang efektif diantara pihak-pihak yang
terkait. Khususnya antara petani dengan pemandu lapang selaku sumber pesan
dan saluran komunikasi UBH-KPWN. Proses komunikasi yang efektif menjadi
penting karena produktivitas dari kegiatan budidaya JUN ini berada di tangan
petani. Karena petani bertugas melaksanakan pengolahan lahan, penanaman,
pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Tugas petani ini tidak terlepas dari
peran pemandu lapang yang memberikan bimbingan, pelatihan, dan pembinaan
kepada petani terkait teknis-teknis budidaya JUN. Oleh karena itu efektivitas
komunikasi dalam penyampaian pesan yang dilakukan pemandu lapang terkait
budidaya JUN kepada petani menjadi hal yang penting dalam kegiatan
pendampingan ini. Hal ini selaras dengan definisi komunikasi menurut Black dan
Bryant (1992) dalam Lubis et al (2010) adalah proses orang-orang berbagi makna,
dimana seorang (komunikator) mengirimkan rangsangan untuk mengubah
perilaku orang lain (komunikan) karena adanya pengalihan pesan sehingga orang
saling mempengaruhi.
Komunikasi dapat berjalan efektif apabila makna antara komunikan (petani)
dan komunikator (pemandu lapang) akan sesuatu hal telah sama, sehingga mampu
mempengaruhi tingkat perilaku bahkan keterampilan mereka. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah (2006) dengan
melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh (effects) berupa
perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior)
untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh sumber.
2
Perumusan Masalah
Kegiatan budidaya JUN selama ini berlangsung dengan adanya kegiatan
pendampingan antara pemandu lapang dengan petani. Diperlukan komunikasi
yang efektif antara pemandu lapang dengan petani agar hubungan yang terjalin
diantara kedua belah pihak dapat terus dipertahankan. Akan tetapi kondisi di
lapangan seringkali menimbulkan permasalahan. Salah satunya karena adanya
perbedaan sudut pandang dan sumber daya manusia yang berbeda antara petani
dengan pemandu lapang. Pemandu lapang berperan sebagai sumber informasi
sekaliguss satu-satunya saluran komunikasi yang menjembatani kepentingan
antara petani dengan UBH-KPWN. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan
proses komunikasi yang rentan dengan konflik, dan kegiatan pendampingan dapat
terganggu pada periode penanaman selanjutnya. Berdasarkan permasalahan
tersebut, efektivitas komunikasi memiliki peranan yang sangat penting.
Efektivitas komunikasi dapat diukur dari tingkat pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada diri petani. Hal itu dapat terjadi disebabkan petani telah diterpa
informasi terkait budidaya JUN dari pemandu lapang. Terdapat beberapa faktor
yang berhubungan dengan efektivitas komunikasi yaitu faktor internal adalah
faktor yang berada dalam diri petani, maupun faktor eksternal yang berkaitan
dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Maka, rumusan masalah yang akan
dikaji dalam penelitian adalah:
1. Bagaimana karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan program
Jati Unggul Nasional (JUN)?
2. Bagaimana karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu lapang?
3. Bagaimana efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang
dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas
komunikasi tersebut?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk:
1. Mengidentifikasi karakteristik petani dalam kegiatan pendampingan
program Jati Unggul Nusantara (JUN).
2. Mengidentifikasi karakteristik dan keterampilan komunikasi pemandu
lapang.
3. Menganalisis efektivitas komunikasi antara petani dengan pemandu lapang
dan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan efektivitas
komunikasi tersebut.
3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi berbagai
pihak, antara lain:
1. Instansi terkait
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan
perbaikan bagi UBH-KPWN dalam meningkatkan kualitas pendampingan
melalui pemandu lapang. Agar pemandu lapang dapat membangun
komunikasi yang efektif dengan petani.
2. Masyarakat umum
Masyarakat umum pada umumnya dan petani baik yang sudah
bermitra dengan UBH-KPWN maupun yang belum bermitra. Melalui
penelitian ini dapat diketahui sejauh mana efektivitas komunikasi yang
terjalin selama ini anatara petani dengan lembaga UBH-KPWN yang
ditimbulkan dengan adanya perubahan pada aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik pada petani. Serta, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
efektivitas komunikasi antara petani dengan UBH-KPWN.
3. Para peneliti
Bagi para peneliti, penelitian ini dijadikan salah satu bahan referensi
bagi penelitian selanjutnya dengan topik sejenis. Peneliti selanjutnya juga
diharapkan dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam
penelitian ini.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Komunikasi
Definisi komunikasi menurut Black dan Bryant (1992) dalam Lubis et al
(2010) adalah proses orang-orang berbagi makna, dimana seorang (komunikator)
mengirimkan rangsangan untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan)
karena adanya pengalihan pesan sehingga orang saling mempengaruhi. Menurut
Osgood dalam Lubis et al komunikasi dapat terjadi bila suatu sistem (sumber)
mempengaruhi yang lain (tujuan) dengan memanfaatkan simbol yang
disampaikan melalui saluran yang menghubungkan mereka.
Effendy (2000) menjelaskan bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling
ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Alasannya adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung
secara tatap muka (face to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik
berlangsung seketika. Komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan
komunikan terhadap pesan yang disampaikan. Keampuhan dalam mengubah
sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan, komunikasi perseorangan
seringkali digunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif, yaitu agar orang
lain (komunikan) bersedia menerima suatu faham atau keyakinan, melakukan
suatu perbuatan atau kegiatan.
Komunikasi memiliki tujuan-tujuan, diantaranya seperti yang dikemukakan
oleh Berlo dalam Lubis et al (2010) yang menyatakan ada tiga tujuan komunikasi,
yaitu: (a) memberitahu artinya kita berkomunikasi untuk menyampaikan sesuatu
hal (gagasan, pemikiran, perasaan, dan sejenisnya). Agar komunikasi efektif
informasi yang disampaikan adalah faktual dan obyektif, (b) membujuk artinya
komunikasi dipergunakan untuk mengubah perasaan, dari tidak suka menjadi
suka, (c) menghibur artinya komunikasi dipergunakan untuk menghibur atau
menyenangkan seseorang.
Komunikasi memiliki unsur-unsur yang saling berkaitan untuk membangun
suatu proses komunikasi. Harold Lasswell menggambarkan komunikasi dengan
cara menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut,”Who Says What In Which Channel
To Whom What Effect?” (atau siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada
siapa dengan pengaruh bagaimana). Berdasarkan definisi komunikasi ini Laswell
ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain
(Mulyana 2005), yaitu:
1. Sumber, pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk
berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi,
perusahaan atau bahkan suatu negara. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari
sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan
informasi, menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan
agama dan perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai,
pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya
6
dalam merumuskan pesan tersebut. Proses inilah yang disebut penyandian
(encoding).
2. Pesan, yaitu apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan
merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan,
nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi.
3. Saluran, yakni alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan
pesannya kepada penerima. Saluran juga merujuk pada bagaimana
penyampaian pesan yaitu dengan langsung (tatap muka) atau lewat media cetak
(multimedia). Komunikasi langsung melalui bahasa baik itu verbal maupun non
verbal adalah saluran komunikasi yang paling dominan untuk digunakan.
4. Penerima, sering juga disebut sasaran atau tujuan (destination), komunikate
(communicatee), dan lain-lain. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan
nilai, pengetahuan, presepsi, pola pikir, dan perasaan, penerima pesan ini
menerjemahkan atau menafsirkan seperangkat simbol verbal atau non verbal
yang diterima menjadi gagasan yang dapat dipahami. Proses ini disebut
penyandian-balik (decoding).
5. Efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut,
misalnya penambahan pengetahuan (dari tidak tahu menjadi tahu), terhibur,
perubahan sikap (dari tidak setuju menjadi setuju), perubahan keyakinan,
perubahan perilaku (dari tidak bersedia menjadi bersedia).
Proses komunikasi terjadi karena terdapat unsur yang melakukan proses
komunikasi tersebut. Model komunikasi yang dikemukakan Berlo dalam Lubis
et al (2010) merupakan model komunikasi yang mudah dipahami. Model
komunikasi ini dikenal sebagai model SMCR, Source Message Channel dan
Receiver. Berlo mengemukakan terdapat elemen-elemen dasar komunikasi
yang relevan meliputi enam komponen, sehingga dapat menciptakan komunikasi
secara efektif, diantaranya:
1. Sumber-Encoder (penyandi), yaitu orang atau sekelompok orang yang sengaja
dan bertujuan untuk berkomunikasi. Sumber dapat disebut dengan berbagai
istilah seperti encoder, pengirim, sumber informasi, atau komunikator.
2. Pesan merupakan sesuatu yang dikirimkan oleh sumber kepada penerima.
Sesuatu yang disalurkan dalam bentuk pesan.
3. Saluran mencakup tiga pengertian, yaitu moda membuat kode
(encoding) dan menerjemahkan kode (decoding) dari pesan,
kendaraan pesan, dan pembawa pesan.
4. Penerima-Decoder (penerjemah), yaitu orang atau sekelompok orang
yang menjadi sasaran komunikasi.
7
Gambar 1 Model komunikasi SMCR dan faktor-faktor penentu ketepatan
komunikasi
Faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap
keefektivan komunikasi, yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, tingkat
pengetahuan, dan sistem sosial-budaya. Keterampilan berkomunikasi penting
bagi sumber dan penerima. Bagi sumber keterampilan berkomunikasi penting
karena sumber dapat mengembangkan dan menyandi pesan, dan bagi
penerima karena mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan
tentang suatu pesan. Sikap diartikan sebagai predisposisi atau kecenderungan
individu untuk suka atau tidak suka terhadap sesuatu. Pada sumber dan
penerima sikapnya mempengaruhi ketepatan komunikasi meliputi, sikap
terhadap diri sendiri, sikap terhadap isi pesan dan sikap terhadap penerima.
Tingkat pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber mampu
memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi dengan
efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan
pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima jika dia mengetahui kode yang
digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim sumber.
Sistem sosial-budaya menggambarkan terdapat hubungan antara sistem sosial
budaya dengan komunikasi. Sumber mampu berbahasa sesuai dengan
kemampuan penerima. Bagi penerima budaya yang dimiliki akan berpengaruh
terhadap pemaknaan pesan yang disampaikan oleh sumber.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pesan adalah elemen dan struktur pesan,
kode pesan, isi pesan, serta perlakuan pesan. Kode pesan diartikan sebagai
kelompok simbol-simbol yang dapat distrukturkan dengan cara tertentu sehingga
bermakna bagi sejumlah orang. Isi pesan diartikan sebagai materi pesan yang
telah diseleksi oleh sumber untuk mengekspresikan tujuannya berkomunikasi.
Perlakuan pesan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh sumber untuk
memilih metode untuk menyusun dan mengirimkan kode dan isi pesan.
Faktor-faktor pada saluran yaitu sumber harus memutuskan atau memilih
saluran komunikasi mana yang akan digunakannya. Sumber harus memahami tiga
aspek saluran komunikasi, yaitu sebagai mekanisme yang berpasangan,
sebagai kendaraan, dan sebagai kendaraan pembawa. Dapat dikatakan saluran
merupakan media pembawa pesan.
Model komunikasi SMCR disempurnakan oleh Rogers dan Shoemaker
dalam Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses
komunikasi yang dikenal dengan model SMCRE. Terdapat proses inovasi
(gagasan atau teknologi) yang disebarluaskan kepada suatu sistem sosial agar
diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota sistem sosial tersebut. Difusi inovasi
dipandang Roger dan Shoemaker sebagai suatu tipe komunikasi khusus, yakni
Receiver
Communication
Skills
Attitude
Knowledge
Social system
Culture
Source
Communication
Skills
Attitude
Knowledge
Social system
Culture
Message
Elements and
Structure
Contents
Treatment
Code
Channel
Seeing
Hearing
Touching
Smelling
Tasting
8
suatu proses dimana inovasi (baik itu gagasan ataupun teknologi) disebarluaskan
kepada suatu sistem sosial agar diadopsi atau diaplikasikan oleh anggota tim
sosial tersebut. Terdapat empat elemen dasar yang menentukan proses difusi
inovasi, yakni inovasi (innovation) yang dikomunikasikan melalui saluran
komunikasi (channel) tertentu, dalam waktu tertentu dan di kalangan anggota-
anggota sistem sosial (social system).
Gambar 2 Elemen-elemen dalam model SMCRE
Elemen-elemen dalam model SMCRE meliputi: (1) sumber yang terdiri atas
orang atau lembaga dari mana inovasi berasal, (2) pesan-pesan (messages), yakni
inovasi (innovations) baik itu berupa teknologi maupun gagasan atau ide-ide,
dengan segala karakteristik yang ditawarkannya (keuntungan relatif, kesesuaian,
kesulitan, kemudahan dicoba, dan kemudahan untuk diamati hasilnya, (3) saluran
komunikasi (channels), yang bisa: (a) melalui orang, sekelompok orang atau
lembaga (petugas penyuluh, fasilitator mahasiswa, dan lainnya) dan atau (b)
media massa, (4) penerima, yang terdiri dari anggota sistem sosial; dalam hal ini
laki-laki maupun perempuan, baik sebagai individu, anggota rumah tangga, atau
keluarga, (5) pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di
kalangan petani berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
perilaku terbuka (overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang
ditawarkan oleh sumber.
Efektifitas Komunikasi
Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari aspek
perubahan yang terjadi yaitu aspek efek dalam proses komunikasi. Selaras yang
dikemukakan oleh Effendy (2001) menjelaskan bahwa komunikasi dapat
dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak:
1. Kognitif, yaitu meningkatnya pengetahuan komunikan. Dampak kognitif
adalah yang timbul pada komunikan yang menyebabkan dia menjadi tahu atau
meningkat intelektualitasnya. Di sini pesan yang disampaikan komunikator
ditujukan kepada pemikiran si komunikan. Dengan kata lain, tujuan
komunikator hanyalah berkisar pada upaya mengubah pikiran diri komunikan.
2. Afektif, yaitu perubahan sikap dan pandangan komunikan, karena hatinya
tergerak akibat komunikasi. Dampak afektif lebih tinggi kadarnya daripada
9
dampak kognitif. Di sini tujuan komunikator bukan hanya sekedar supaya
komunikan tahu, tetapi tergerak hatinya, dan menimbulkan perasaan tertentu.
3. Konatif, yaitu perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan.
Efek pada arah kognitif meliputi peningkatan kesadaran, belajar dan tambahan
pengetahuan. Pada afektif meliputi efek yang berhubungan dengan emosi,
perasaan dan sikap. Sementara efek pada konatif berhubungan dengan perilaku
dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu.
Sementara Tubbs dan Moss (2000) menyatakan terdapat lima hal yang
menjadikan ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu: ukuran dari pemahaman,
ukuran dari kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari
sumber, ukuran dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan.
1. Ukuran dari pemahaman
Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan
stimuli seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan (komunikator), dikatakan
efektif bila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang
disampaikan. Arti pokok pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas
rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Komunikator dikatakan
efektif bila memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang
disampaikannya.
2. Ukuran dari kesenangan
Komunikasi tidak semua ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu,
ada kalanya komunikasi hanya sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan
kebahagian bersama. Ketiga ukuran dari mempengaruhi sikap, tindakan
mempengaruhi orang lain dan berusaha agar orang lain memahami ucapan kita
adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Pada waktu menentukan tingkat
keberhasilan berkomunikasi ternyata kegagalan dalam mengubah sikap orang lain
belum tentu karena orang lain tersebut tidak memahami apa yang dimaksud.
3. Seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber
Proses mengubah dan merumuskan kembali sikap atau pengaruh sikap
(attitude influence) berlangsung seumur hidup. Dalam hubungan antara dua orang,
pengaruh sikap sering disebut ”pengaruh sosial”. Bila diterapkan pada konteks
komunikasi publik dan komunikasi massa, proses mempengaruhi sikap disebut
”membujuk” (persuasi). Dalam menentukan tingkat keberhasilan berkomunikasi,
pasti terdapat resiko kegagalan yang tercipta. Kegagalan dalam mengubah
perilaku orang lain, namun orang tersebut tetap dapat memahami apa pesan yang
dimaksudkan. Tidak bisa disamakan antara kegagalan dalam mengubah sikap
dengan kegagalan dalam meningkatkan pemahaman.
4. Ukuran dalam memperbaiki hubungan
Komunikasi yang dilakukan dalam suasana psikologis yang positif dan
penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya komunikasi yang efektif.
Apabila hubungan manusia dibayang-bayangi oleh ketidakpercayaan, maka pesan
10
yang disampaikan oleh komunikator yang paling kompeten pun bisa saja
mengubah makna.
5. Ukuran dalam tindakan
Mendorong orang lain untuk melakukan tindakan yang sesuai dengan yang
diinginkan merupakan hasil yang paling sulit dicapai dalam berkomunikasi. Lebih
mudah mengusahakan agar pesan dapat dipahami orang lain daripada
mengusahakan agar pesan tersebut disetujui, tindakan merupakan feed back
komunikasi paling tinggi yang diharapkan pemberi pesan. Bila sumber ingin
mencoba membangkitkan tindakan pada penerima pesan, kemungkinan responnya
yang sesuai dengan apa yang sumber inginkan akan lebih besar apabila sumber
dapat memudahkan pemahaman penerima tentang apa yang sumber harapkan,
meyakinkan penerima bahwa tujuan sumber itu masuk diakal, dan
mempertahankan hubungan harmonis dengan penerima.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komunikasi
Faktor-faktor komunikasi memiliki sebab faktor-faktor yang terdapat dalam
proses komunikasi adalah hal-hal yang menunjang tercapainya efek yang
diharapkan pada situasi, kondisi, waktu, dan tempat (Effendy 1992). Berikut
penjelasan yang berkaitan dengan faktor internal maupun eksternal dalam proses
komunikasi.
Faktor Internal
Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa
karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka
menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Menurut Nelly
(1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh
seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan melalui pola pikir, pola
sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering kali digunakan untuk
membedakan seseorang atau suatu kelompok masyarakat dengan yang lainnya.
McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa orang berbeda akan
memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu memiliki tingkat
predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan respon, umur, jenis
kelamin, pendapatan, pekerjaan, pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut
menentukan seleksivitas seseorang individu terhadap komunikasi.
Sumardjo (1999) menjelaskan terdapat karakteristik personal yang patut
diperhatikan adalah umur, pendidikan, pengalaman, kekosmopolitan,
keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan dan fasilitas informasi. Hasil
penelitian Suwanda (2008), Rachmawati (2010), Ernawati (2011), Oktarina et al
(2008), dan Saleh (2009) menunjukan adanya perubahan perilaku petani akibat
pengaruh faktor internal (faktor internal) yaitu pada aspek kognitif dan afektif.
Faktor internal dalam penelitian ini meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan
non-formal, pengalaman bertani, pendapatan rata-rata per bulan, pola usahatani,
status usaha tani, luas lahan, orientasi berusahatani, status petani, jenis kelamin,
dan pekerjaan. Sedangkan untuk aspek konatif, hasil penelitian Rosana et al
11
(2010) menunjukan tingkat kekosmopolitan yang mampu mempengaruhi aspek
konatif petani. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh faktor internal terhadap
perubahan pada aspek kognitif dan aspek afektif seseorang belum tentu mampu
merubah aspek konatifnya.
Faktor Eksternal
Komunikator sebagai pihak yang menyampaikan pesan ikut menentukan
berhasilnya komunikasi. Karena sekumpulan faktor kompleks yang
mempengaruhi penerimaan informasi bekerja bersama-sama untuk mempengaruhi
keputusan penerima pesan untuk memilih pesan tertentu dan bagaimana
memahaminya serta memperoleh manfaat dari informasi tersebut. Faktor-faktor
tersebut adalah faktor penerima, pesan, sumber, medium, dan lingkungan. Berikut
penjelasan faktor-faktor eksternal apa saja yang mampu mempengaruhi
penerimaan informasi menurut Lubis et al (2010):
1. Pengaruh Penerima
Tujuh hal yang mempengaruhi faktor penerima dalam penerimaan informasi
adalah faktor kebutuhan, sikap, kepercayaan dan nilai, tujuan, kemampuan,
penggunaan, gaya komunikasi, serta pengalaman dan kebiasaan. Uraian faktor-
faktor tersebut sebagai berikut:
a) Kebutuhan, atau alasan lain, adalah meliputi kontak sosial, eksplorasi realitas,
sosialisasi, dan hiburan yang meiliki pengaruh terhadap aspek psikologis,
aspek sosial, dan komunikasi.
b) Sikap, kepercayaan, dan nilai, memainkan peran penting pada aktivitas
penerimaan pesan dan hasil penerimaan pesan tersebut. Individu umumnya
tertarik dan cenderung senang terhadap pesan baru, sumber atau penafsiran
yang mendukung pandangan mereka sebelum mereka mempertimbangkan
pesan, sumber, atau kesimpulan yang tidak mendukung.
c) Nilai dapat diartikan seagai prinsip dasar yang dipegang dalam hidup, dan
perasaan murni mengenai apa yang harusnya dilakukan dan apa yang tidak
dilakukan pada hubungan seseorang dengan lingkungan dan orang-orang di
dalamnya. Sama seperti sikap dan kepercayaan, nilai secara subtansial dapat
mempengaruhi pemilihan, penafsiran, dan pengingatan. Pesan yang tidak
konsisten dan tidak mendukung sikap, keperayaan, atau nilai penerima pesan
sehingga membuat penerima menjadi tidak tertarik dengan pesan yang
disampaikan.
d) Tujuan, disini tidak hanya pesan yang diterimanya melainkan juga penafsiran
dari pesan tersebut: pertama, tujuan yang ingin dicapai memperbesar
kemungkinan seorang individu memperlihatkan jati dirinya pada satu pesan
yang menyinggung masalah tertentu yang digelutinya secara khusus. Kedua,
tujuan tersebut memperbesar kemungkinan individu untuk berhubungan
dengan orang lain yang memiliki ketertarikan pada bidang yang sama. Hal ini
menambah pengaruh pada proses penerimaan pesan.
12
e) Kemampuan, tingkat kecerdasan seseorang, pengalaman sebelumnya mengenal
suatu masalah tertentu, dan kemampuan berbahasa yang dimilki berdampak
penting pada saat berbagai macam pesan muncul dan bagaimana pesan tersebut
ditafsirkan.
f) Penggunaan, seseorang akan lebih peduli dan berusaha keras untuk memahami
dan mengingat pesan yang dipikirnya akan diperlukan atau dapat digunakan.
g) Gaya komunikasi, dapat mempengaruhi dinamika penerimaan pesan dengan
dua cara tergantung kepada kebiasaan dan pilihannya, yaitu mungkin menjauhi
perlahan atau mungkin dengan aktif menghindari kesempatan untuk berurusan
dengan orang lain. Banyak sedikitnya pengaruh langsung terhadap gaya
komunikasi pada penerimaan informasi mempengaruhi etika yang
diperlihatkan pada orang lain. Bagaimana cara berhubungan, dan dengan siapa
saling berinteraksi dapat memiliki dampak substansial terhadap bagaimana
tanggapan mereka, dan ini juga akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari
informasi yang akan mereka berikan.
h) Pengalaman dan kebiasaan, pengembangan sejumlah kecenderungan
penerimaan informasi merupakan kumpulan hasil pengalaman. Kebiasaan
tidaklah diragukan lagi menjadi pengaruh utama bagaimana seseorang
memulihkan, menafsirkan, atau mengingatkan pada suatu pesan dan pada suatu
waktu. Pola komunikasi yang dapat dikembangkan dari hasil pengalaman ini
mampu mempengaruhi inti dari pesan dan penerimaan pesan.
Menurut Effendy (2005) peranan komunikator dalam komunikasi efektif
ditentukan etos kerja dan sikap komunikator. Etos kerja adalah nilai diri seseorang
yang merupakan paduan dari kognisi (cognition), afeksi (affection), dan konasi
(conation). Kognisi adalah proses memahami (process of knowing) yang
bersangkutan dengan pikiran, afeksi adalah perasaan yang ditimbulkan oleh
perangsang dari luar, dan konasi adalah aspek psikologis yang berkaitan dengan
upaya atau perjuangan. Informasi yang disampaikan komunikator kepada
komunikan itu setala (in tune). Situasi komunikatif seperti itu akan terjadi bila
terdapat etos pada diri komunikator. Etos yang timbul pada diri seorang
komunikator dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni kesiapan (preparedness),
kesungguhan (seriousness), ketulusan (sincerity), kepercayaan (confidence),
ketenangan (poise), keramahan (friendship), dan kesederhanaan (moderation).
2. Pengaruh Pesan
Lima hal yang mempengaruhi faktor pesan dalam penerimaan informasi
adalah faktor sumber, mode, karakteristik fisik, pengorganisasian, dan hal-hal
baru. Uraian dari faktor-faktor tersebut sebagai berikut: (a) sumber, beberapa
pesan dapat berasal atau bersumber pada lingkungan fisik manusia. Selain itu,
dapat juga menggunakan pesan yang diciptakan melalui proses yang disebut
komunikasi intrapersonal berulang kali, (b) mode, berbagai penerimaan pesan
bergantung kepada apakah pesan tersebut tampak secara visual, dapat diraba,
dapat didengar, dapat dicicipi atau dapat dicium aromanya, (c) karakteristik fisik,
13
seperti ukuran, warna, kecerahan, dan intensitas juga dapat menjadi sangat
penting bagi pemrosesan suatu pesan, (d) pengorganisasian, banyak penelitian
yang difokuskan pada bidang persuasi telah diarahkan untuk menentukan cara
bagaimana susunan ide dan opini mempengaruhi penerimaan, dan (e) hal-hal baru,
sering kali pesan yang baru, tidak dikenali, atau tidak biasa, justru merebut
perhatian walaupun sebentar.
3. Pengaruh Sumber
Beberapa keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang
menarik dan kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan
antar pribadi. Dalam hal ini, keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor
termasuk kedekatan (proximity), daya pikat, kesamaan, kredibilitas, kewenangan,
motivasi, maksud, penyampaian, status, kekuatan, dan kekuasaan. Kedekatan
(Proximity), jarak dari sumber pesan memiliki pengaruh utama pada kemungkinan
penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Penerima biasanya akan
lebih terbuka kepada sumber yang dekat dibandingkan dengan sumber yang jauh,
karena semakin dekat, semakin sedikit waktu, upaya, dan uang yang harus
dikeluarkan untuk menerima pesan tersebut. Arti penting dari jarak sebagai faktor
bagi penerimaan pesan digambarkan dengan melihat fungsi dari media
komunikasi. Daya pikat, bagaimana cara suatu pesan antar pribadi diproses
seringkali terkait dengan semenarik apa pesan yang diberikan oleh sumber. Ketika
penerima pesan telah tertarik dengan pesan yang disampaikan sumber, maka
kemungkinan orang tersebut akan lebih mendengarkan, mengingat, dan
memberikan pengertian spasial, yang sering kali sulit dipisahkan, dan berperan di
dalam mempengaruhi sifat alami pemilihan, penafsiran, dan mengingat pesan
tersebut.
Seseorang komunikator akan berhasil dalam komunikasi, mampu
mengubah sikap, opini, dan perilaku komunikan melalui mekanisme daya tarik.
Jika pihak lain komunikan merasa bahwa komunikator ikut serta dengannya.
Dengan kata lain, komunikan merasa ada kesamaan antara komunikator
dengannya sehingga komunikan bersedia taat pada isi pesan yang dilancarkan
komunikator. Kesamaan, semakin sumber pesan menyerupai penerima pesan,
maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi perhatian kepadanya,
apapun yang dikatakannya. Kadangkala kesamaan yang membuat ketertarikan
tersebut merupakan karakteristik standar seperti jenis kelamin, tingkat pendidkan,
umur, agama, latar belakang, ras, hobi, atau bahasa. Kredibilitas (credibility) dan
kekuasaan, bisa menyebabkan komunikasi berhasil ialah kepercayaan komunikan
pada komunikator. Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau
keahlian yang dimiliki seseorang komunikator. Dalam hubungan ini faktor source
credibility komunikator memegang peranan sangat penting.
Motivasi dan tujuan, etika dimana penerima pesan bereaksi pada sumber
pesan antar pribadi tertentu juga bergantung pada bagaimana dia menjelaskan
aksinya kepada dirinya sendiri. Tergantung pada motivasinya di dalam
memberikan atribut pada seseorang, dan tanggapannya yang juga bervariasi.
Penyampaian, etika bagaimana sumber pesan menyampaikan pesannya
merupakan faktor penting pada proses dan penerimaan pesan. Beberapa faktor
yang memiliki peran pada pengiriman pesan verbal adalah volume suara,
kecepatan berbicara, alunan suara, pengucapan kata-kata, dan faktor jeda. Faktor
14
visual lain yang berpengaruh adalah gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah dan tatapan
mata atau kontak mata. Status, kekuatan, wewenang, atau otoritas dari sumber
pesan, menambah kemampuannya untuk memberikan imbalan atau hukuman
sebagai akibat dari memilih, mengingat atau menafsirkan pesan dengan cara
tertentu. Hal ini akan berpengaruh pada pengolahan informasi.
Seorang komunikator dalam menghadapi komunikan lain harus bersikap
empatik (emphaty), yaitu kemampuan seseorang untuk memproyeksikan dirinya
kepada peranan orang lain. Seorang komunikator harus bersikap empatik ketika ia
berkomunikasi dengan komunikan.
4. Pengaruh Medium dan Lingkungan
Media, atau saluran yang digunakan pesan untuk menjangkau penerima
pesan dapat menjadi faktor berpengaruh pada penerimaan informasi. Perbedaan
seperti apakah pesan disajikan melalui media cetak atau ilustrasi, gerak-gerik,
pakaian, film, siaran radio atau kata yang terucap dari teman, memiliki pengaruh
langsung pada beberapa kasus. Beberapa media memiliki kelebihan dalam
menyajikan informasi dibandingkan dengan media lainnya.
Etika dimana pesan disajikan melalui media juga memiliki hubungan
dengan pengolahan informasi. Pengaruh lingkungan yang memiliki dampak
penting pada pemilihan, penafsiran dan penyimpanan pesan adalah unsur konteks,
pengulangan, serta konsistensi dan kompetisi. Berikut penjelasan unsur pengaruh
lingkungan selengkapnya: (a) konteks, etika dimana seseorang atau peristiwa
tertentu bereaksi. Kehadiran orang lain seringkali mempunyai hubungan langsung
bagaimana seseorang memilih untuk menginterpretasikan dan menyimpan
informasi, yaitu bagaimana dia mau melihat, bagaimana dia memikirkan orang
lain melihat dirinya, apa yang diyakininya mengenai harapan orang lain terhadap
dirinya, dan apa yang dipikirkannya mengenai pikiran mengenai keadannya di
antara pertimbangan bagaimana seharusnya dia bereaksi dalam keadaan sosial, (b)
pengulangan, pesan yangs sering diulang-ulang akan mungkin untuk
dipertimbangkan dan diingat, (c) konsistensi dan kompetisi, mempertimbangkan
bentuk pesan yang tidak terlalu ekstrim perubahannya, dan proses pendidikan
menggunakan prinsip yang sama adalah bentuk konsistensi pesan.
Hasil penelitian Suwanda (2008) yang melihat adanya perubahan pada
aspek kognitif, afektif dan konatif melalui faktor eksternal yang digunakan, yaitu
keragaan kelompok tani, aksesbilitas, syarat mutlak dan pelancar dalam
pemanfaatan media komunikasi Prima Tani di Desa Citarik Kabupaten Karawang
Jawa Barat. Sementara Nurhayati (2011) melalui hasil penelitiannya melihat
adamya perubahan aspek kognitif, afektif, dan konatif petani akibat adanya
pengaruh dari faktor eksternal. Faktor eksternal yang terdapat dalam penelitian ini
adalah karakteristik pemadu sebagai sumber pesan yang mempengaruhi partisipasi
petani dan karakteristik inovasi. Karakteristik pemandu dalam penelitian ini yaitu,
penguasaan materi Sekolah Lapang Padi, pengalaman pemandu lapang, dan
kemampuan berkomunikasi. Sementara untuk karaktersitik inovasinya adalah
keuntungan relatif (Relative Knowledge), kesesuaian (Compatibility), kerumitan
(Complexity), kemungkinan dicoba (Triability), dan kemungkinan diamati
(Observability).
15
Desain Pesan Komunikasi Bisnis
Salah satu karakter yang melekat dalam komunikasi bisnis adalah sifatnya
yang cenderung persuasif. Oleh karena itu, komunikator harus benar-benar
merancang pesan-pesan yang akan disampaikan secara seksama agar menjadi
pesan yang persuasif. Keberhasilan penyampaian pesan ditentukan oleh strategi
pesan. Strategi pesan adalah proses perancangan pesan yang dimulai dengan
menganalisis sumber, tujuan komunikasi, khalayak sasaran, dan media yang
digunakan. Menurut Murphy dan Hildebrant (1991) dalam Kusumastuti (2009)
bahwa kegiatan komunikasi bisnis perlu berpegang pada prinsip-prinsip
komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, yaitu:
a) Completeness, memberikan informasi selengkap mungkin kepada pihak
yang membutuhkan. Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian
dan kepercayaan.
b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi disusun secara jelas,
singkat, dan padat.
c) Concreteness, pesan yang disampaikan secara spesifik dan tidak abstrak.
d) Consideration, mempertimbangkan situasi penerimanya.
e) Clarity, pesan disusun dengan menggunakan kata-kata maupun simbol-
simbol yang mudah dipahami.
f) Courtesy, memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai
penghargaan kepada komunikan.
g) Correctness, pesan harus dibuat secara cermat baik dari sisi tata bahasa
maupun kemampuan berbahasa dari komunikan.
Beberapa gaya pesan yang berkaitan dengan kemampuan menyampaikan
pesan antara lain, bahasa yang digunakan untuk menyampaikan pesan hendaknya
enak didengar atau dibaca dan mudah dipahami, kaya akan perbendaharan kata,
sehingga dapat menghindari pengulangan kata yang sama, mampu
mengungkapkan hal-hal secara konkret, bisa diuji secara empiris, dan memiliki
minat insani (human interest). Faktor lain yang mempengaruhi efektivitas pesan
adalah kemampuan memilih dan menggunakan kata-kata dengan baik, seperti
berikut ini:
a) Jelas, agar pesan tidak mengandung arti ganda, usahakan menggunakan
kata-kata spesifik, sederhana, menghindari kata-kata teknis, berhemat
dalam kata dan mengungkapkan gagasan yang sama dengan kata yang
berbeda.
b) Tepat, gunakan kata-kata yang sesuai dengan keadaan khalayak, situasi
komunikasi dan jenis pesannya.
c) Menarik, kata-kata yang digunakan hendaknya memiliki minat insani
(human interest).
Organisasi Pesan
Merupakan pembagian pesan yang disusun secara anatomis, yakni
pengantar, pernyataan, argumen, dan kesimpulan. Cara pengorganisasian pesan
dapat kita lakukan dengan cara:
16
a) Deduktif, artinya pesan dimulai dengan menyebutkan gagasan pokok
diikuti dengan penjelasan melalui keterangan penunjang dan bukti-bukti
empiris.
b) Induktif, artinya pengorganisasian pesan yang dimulai dengan
mengungkapkan realitas yang dilanjutkan dengan hal-hal bersifat umum.
c) Kronologis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan
urutan waktu kejadian.
d) Urutan logis, artinya pengorganisasian pesan yang disusun berdasarkan
hubungan sebab akibat dari satu peristiwa.
e) Topikal, artinya pengorganisasian pesan disusun berdasarkan urutan topik
dari topik yang menyenangkan hingga yang kurang menyenangkan, dari
yang penting sampai kurang penting, dari yang disepakati sampai yang
kurang disepakati.
Faktor-faktor yang Menghambat Efektivitas Komunikasi
Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi
terdapat pula faktor-faktor yang menghambat komunikasi. Karena proses
komunikasi berlangsung dalam konteks situasional yang mengharuskan seorang
komunikator memperhatikan situasi ketika komunikasi dilangsungkan, sebab
situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran komunikasi. Berikut penjelasan
mengenai faktor-faktor apa saja yang mampu menghambat jalannya suatu proses
komunikasi menurut Effendy (1992) :
1. Hambatan sosio-antro-psikologis
Proses komunikasi berlangsung dalam konteks situasional. Ini berarti
bahwa komunikator harus memperhatikan situasi ketika komunikasi
dilangsungkan, sebab situasi amat berpengaruh terhadap kelancaran
komunikasi, terutama situasi yang berhubungan dengan faktor sosio-antro-
psikologis. Karena masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan, yang
menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat
pendidikan, tingkat kekayaan, dan sebagainya yang mampu menjadi hambatan
bagi kelancaran komunikasi.
Hambatan antropologis, seorang komunikator tidak akan berhasil apabila
tidak mengenal siapa komunikan yang menjadi sasarannya. Komunikator harus
mengenal komunikan dengan mencari tahu identitas diri komunikan, mengenal
pula kebudayaannya, gaya hidup dan norma kehidupannya, kebiasaan, dan
bahasanya. Komunikasi akan berjalan lancar jika suatu pesan yang
disampaikan komunikator diterima oleh komunikan secara tuntas, yaitu
diterima dalam pengertian received atau secara inderawi, dan dalam pengertian
accepted atau secara rohani.
Hambatan psikologis, seringkali muncul disebabkan komunikator sebelum
melancarkan komunikasinya tidak mengkaji diri komunikan. Komunikasi juga
dapat berjalan sulit apabila psikologi komunikan tidak dalam keadaan baik
(misalnya, sedih, marah, kecewa, dll) dan menaruh prasangka (prejudice)
kepada komunikator. Prasangka merupakan salah satu hambatan berat bagi
kegiatan komunikasi, karena orang yang berprasangka belum apa-apa sudah
bersikap menentang komunikan. Pada komunikan yang memiliki prasangka
17
biasanya menyebabkan dia menarik kesimpulan tanpa menggunakan pikiran
secara rasional.
2. Hambatan Semantis
Jika hambatan sosio-antro-psikologis terdapat pada pihak komunikan,
maka hambatan semantis terdapat pada diri komunikator. Faktor semantis
meyangkut bahasa yang digunakan komunikator sebagai “alat” untuk
menyalurkan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Karena kesalahan
dalam berucap atau kesalahan dalam menulis dapat menimbulkan salah
pengertian (misunderstanding) atau salah tafsir (misinterpretation), yang pada
gilirannya bisa menimbulkan salah komunikasi (miscommunication). Jadi,
untuk menghilangkan hambatan semantis dalam komunikasi, seorang
komunikator harus mengucapkan pernyataannya dengan jelas dan tegas,
memilih kata-kata yang tidak menimbulkan presepsi yang salah, dan disusun
dalam kalimat-kalimat yang logis.
3. Hambatan Mekanis
Dijumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi.
Hambatan yang dijumpai misalnya huruf ketikan yang tidak terbaca dalam
media cetak karena buram, suara yang hilang-muncul pada pesawat radio,
gambar yang tidak jelas di televisi, dan lain-lain.
4. Hambatan Ekologis
Disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap proses berlangsungnya
komunikasi, jadi datangnya dari lingkungan. Contoh hambatan ekologis adalah
suara riuh orang-orang atau kebisingan lalu-lintas, suara hujan atau petir, suara
pesawat terbang lewat dan lain-lain pada saat komunikator sedang
menyampaikan pesan atau informasi. Situasi komunikasi yang tidak
menyenangkan seperti itu dapat diatasi komunikator dengan
menghindarkannya jauh sebelum atau dengan mengatasinya pada saat ia
sedang berkomunikasi.
18
Kerangka Pemikiran
Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani harus
dibangun dengan memperhatikan lima unsur penting yaitu sumber, pesan,
saluran, penerima, dan efek. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan
efektivitas komunikasi ialah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah yang berhubungan dengan faktor demografis penerima pesan
yaitu, usia, tingkat pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan
luas lahan.
Karakteristik serta peran pemandu lapang sebagai salah satu faktor
eksternal menjadi sangat penting terkait dengan penyebaran informasi terkait
teknis penerapan program Jati Unggul Nasional (JUN) yakni pemeliharaan
budidaya JUN, sistem bagi hasil, profil JUN, dan lain sebagainya. Karakteristik
pemandu lapang dilihat dari kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap
(attitudes), dan frekuensi kunjungan ke kelompok tani. Faktor eksternal lainnya
yaitu faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang yang dilihat dari
penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode
penyuluhan. Indikator komunikasi yang efektif dilihat dari Komunikasi yang
efektif antara pemandu lapang dan petani dapat dilihat dari tingkat pengetahuan
petani, tingkat sikap petani terhadap program JUN maupun pengelola UBH-
KPWN (afektif) dan tingkat keterampilan (psikomotorik) petani dalam kegiatan
JUN. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam Mugniesyah
(2006) bahwa efek atau pengaruh dari proses komunikasi pengaruh berupa
perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani berupa perubahan
pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka (overt behavior).
Keterangan:
: Hubungan
Keterangan
: Berhubungan
Gambar 3 Bagan kerangka pemikiran
Keterampilan komunikasi pemandu
(X3)
X.3.1 Penguasaan materi program
X.3.2 Kejelasan informasi program
X.3.3 Kesesuaian metode
penyuluhan
Karakteristik petani (X1)
X.1.1 Usia
X.1.2 Lamanya menempuh
pendidikan formal
X.1.3 Pengalaman usahatani
X.1.4 Pendapatan
X.1.5 Luas lahan
Pemandu lapang (X2)
X.2.1 Kedekatan (Proximity)
X.2.2 Kredibilitas (Credibility)
X.2.3 Sikap (Attitudes)
X.2.4 Frekuensi kunjungan ke
kelompok tani
Efektivitas komunikasi (Y)
Y.1 Tingkat pengetahuan
Y.2 Tingkat sikap
Y.3 Tingkat keterampilan
19
Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran yang tertera pada Gambar 3, maka
hipotesis penelitian yang disusun adalah sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik petani (usia,
lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani,
pendapatan, dan luas lahan) dengan efektivitas komunikasi antara petani
dengan pemandu lapang.
2. Terdapat hubungan nyata yang positif antara karakteristik pemandu lapang
(kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan
frekuensi kunjungan ke kelompok tani) dengan efektivitas komunikasi
antara petani dengan pemandu lapang.
3. Terdapat hubungan nyata yang positif antara keterampilan komunikasi
pemandu (penguasaan materi program, kejelasan informasi program, dan
kesesuaian metode penyuluhan) dengan efektivitas komunikasi antara
petani dengan pemandu lapang.
Definisi Operasional
1. Karakteristik Petani, yaitu ciri-ciri yang melekat pada diri petani dan
ditetapkan dengan 5 karakteristik, yaitu usia, lamanya menempuh pendidikan
formal, pengalaman usahatani, pendapatan, dan luas lahan.
a. Usia adalah lama hidup responden yang dihitung sejak tanggal kelahiran
hingga saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Pengukuran
umur dinyatakan dalam tahun dan diukur menggunakan skala ordinal. Umur
dikategorikan sebagai berikut:
1. Muda (26 - 41 tahun)
2. Dewasa (42 - 47 tahun)
3. Tua (58 - 73 tahun)
b. Tingkat Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh
oleh responden. Tingkat pendidikan diukur menggunakan skala ordinal.
Kategori lamanya menempuh pendidikan formal:
1. Pendidikan rendah (0 - 5 tahun)
2. Pendidikan sedang (6 - 11 tahun)
3. Pendidikan tinggi (12 - 16 tahun)
c. Pengalaman usahatani adalah lamanya seseorang berprofesi sebagai petani
dalam satuan tahun. Pengalaman usahatani diukur dengan skala ordinal.
Pengalaman usahatani dikategorikan sebagai berikut:
1. Pengalaman usahatani rendah (5 - 15 tahun)
2. Pengalaman usahatani sedang (16 - 26 tahun)
3 Pengalaman usahatani tinggi (27 - 37 tahun)
d. Pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh petani baik dari on-farm dan
off-farm dengan rata-rata tiap bulan dalam satuan rupiah. Pendapatan diukur
menggunakan skala ordinal. Kategori tingkatan pendapatan berdasarkan
sebaran responden adalah sebagai berikut:
1. Pendapatan rendah (Rp1 000 000 - Rp 2 200 000)
2. Pendapatan sedang (Rp2 200 001 - Rp 3 300 000)
3. Pendapatan tinggi (Rp 3 300 001 - Rp 4 500 000)
20
e. Luas lahan yang ditanami pohon jati adalah luas area yang digarap petani untuk
melakukan budidaya tanaman jati dalam satuan meter persegi, diukur dengan
skala ordinal. Luas lahan dikategorikan yaitu:
1. Sempit (350 - 23 600 m2)
2. Sedang (23 601 - 47 000 m2)
3. Luas (47 001 - 70 000 m2)
2. Karakteristik pemandu lapang adalah ciri-ciri pemandu lapang yang
dapat menggambarkan kemampuannya dalam melaksanakan fungsi dan
tugasnya sebagai pemandu UBH-KPWN. Penilaian karakteristik pemandu
lapang menggunakan empat indikator yaitu penilaian responden terhadap
kedekatan (proximity), kredibilitas (credibility), sikap (attitudes), dan frekuensi
kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani. Indikator-indikator tersebut diukur
dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak
setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Indikator ini dikategorikan menjadi:
1. Tidak baik : Skor 65-72
2. Baik : Skor 73-80
3. Sangat baik : Skor 81-88
Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1
hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor
maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.
a. Frekuensi kunjungan ke kelompok tani intensitas pemandu lapang dalam
berinteraksi ataupun bertatap muka dengan petani bimbingannya. kategori
kriteria ini adalah:
1. Rendah (sebulan sekali)
2. Sedang (seminggu sekali)
3. Tinggi (setiap hari)
b. Kedekatan (proximity) adalah penilaian responden tentang sejauh mana
hubungan yang terjalin antara pemandu lapang selaku sumber pesan dengan
responden yang ternyata memiliki pengaruh pada kemungkinan responden
selaku penerima pesan dapat menangkap atau menerima pesan. Kedekatan ini
dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa solidaritas, tali silaturahmi,
dan intensitas pertememuan yang rutin contohnya kegiatan diskusi. kategori
untuk kedekatan (proximity)adalah:
1. Tidak dekat : Skor 8-15
2. Dekat : Skor 16-24
3. Sangat dekat : Skor 25-32
c. Kredibilitas (credibility) pemandu lapang adalah penilaian responden tentang
kemampuan, pengalaman ataupun pengetahuan pemandu lapang selaku sumber
pesan yang dipercayai keahlian dalam bidang pertanian. Selain itu kredibiltas
pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan, kebenaran informasi
yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari petani, dan
kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara. Kriteria kredibilitas
sumber pesan adalah:
1. Tidak baik : Skor 8-15
2. Baik :Skor 16-24
3. Sangat baik : Skor 25-32
21
d. Sikap (attitudes) adalah penilaian responden tentang sikap pemandu lapang
ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam kegiatan JUN.
Sikap pemandu yang dimaksud mengenai keramahan, kejujuran, terbuka,
tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata krama dan sopan santun,
berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat yang positif dengan
petani. Kriteria sikap pemandu lapang saat berkomunikasi dengan petani
adalah:
1. Tidak baik : Skor 8-15
2. Baik : Skor 16-24
3. Sangat baik : Skor 25-32
3. Keterampilan komunikasi pemandu adalah penilaian responden tentang
kemampuan pemandu lapang dalam melakukan proses komunikasi dengan petani
dalam kegiatan Jati Unggul Nasional (JUN) yang meliputi penguasaan materi
program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan.
Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni
SS (sangat setuju), S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju).
Indikator ini dikategorikan menjadi:
1. Tidak baik : Skor 68-74
2. Baik : Skor 75-81
3. Sangat baik : Skor 82-88
Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1
hingga 4, maka rentang skala penilaian yang didapat adalah selisih skor
maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.
a) Penguasaan materi program adalah penilaian responden tentang pemandu
lapang JUN menyangkut wawasan pengetahuan pemandu lapang tentang
materi yang disampaikan. Materi yang disampaikan yaitu sosialisasi kegiatan
JUN, teknis penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi
kekeringan, teknis pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi
tumpang sari, dan sistem pola bagi hasil. Kategori penguasaan materi program
dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu:
1. Tidak baik : Skor 8-15
2. Baik : Skor 16-24
3. Sangat baik : Skor 25-32
b) Kejelasan informasi program adalah penilaian responden terhadap kejelasan
informasi program yang disampaikan oleh pemandu lapang Kejelasan
informasi program terkait materi diberikan secara lengkap, terperinci, mudah
dipahami, penggunaan kosakata yang sederhana, serta menarik. Kriteria
pengukuran yang digunakan adalah:
1. Tidak jelas : Skor 8-15
2. Jelas : Skor 16-24
3. Sangat jelas: Skor 25-32
c) Kesesuaian metode penyuluhan adalah penilaian responden terhadap
kesesuaian metode penyuluhan yang digunakan penyuluh lapang dengan
keinginan responden. Metode penyuluhan yang digunakan berupa pembinaan
teknis yakni metode kunjungan rumah, metode demonstrasi cara, metode
pertemuan diskusi, metode pertemuan kuliah, dan metode demonstrasi hasil.
Kriteria pengukuran yang digunakan adalah:
22
1. Tidak sesuai : Skor 8-15
2. Sesuai : Skor 16-24
3. Sangat sesuai : Skor 25-32
4. Efektivitas komunikasi adalah penilaian responden terkait tingkat
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotorik) dalam
kegiatan JUN. Indikator-indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala
Likert yang nantinya diordinalkan menjadi tiga kategori:
1. Tidak efektif : Skor 65-72
2. Kurang efektif :Skor 73-80
3. Efektif : Skor 81-88
Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1
hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor
maksimum dan minimum pada masing-masing kelas.
a) Tingkat pengetahuan adalah penilaian responden terhadap tingkat pengetahuan
responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam kegiatan jati
unggul nusantara sebagai pesan. Indikator-indikator tersebut diukur dengan
menggunakan skala Likert yakni SP (sangat paham), P (paham), TP (tidak
paham), dan STP (sangat tidak paham). Kriteria aspek kognitif petani adalah:
1. Rendah : Skor 8-15
2. Sedang : Skor 16-24
3. Tinggi : Skor 25-32
b) Tingkat sikap adalah penilaian responden terhadap tingkat sikap responden
terkait materi teknis terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh
pemandu lapang dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikator-indikator
tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SS (sangat setuju),
S (setuju), TS (tidak setuju), dan STS (sangat tidak setuju). Kriteria aspek
afektif petani adalah:
1. Rendah: Skor 8-15
2. Sedang : Skor 16-24
3. Tinggi : Skor 25-32
c) Tingkat keterampilan adalah penilaian responden terhadap tingkat
keterampilan yang dimiliki responden dalam menerapkan teknis-teknis terkait
teknologi inovatif yang diberikan. Tindakan diukur berdasarkan terampil atau
tidak terkait kegiatan budidaya dalam kegiatan jati unggul nusantara. Indikator-
indikator tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert yakni SM
(sangat mudah), M (mudah), TM (tidak mudah), dan STM (sangat tidak
mudah). Kriteria aspek psikomotorik petani adalah:
1. Rendah: Skor 8-15
2. Sedang : Skor 16-24
3. Tinggi : Skor 25-32
Rentang skala Likert yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1
hingga 4, maka rentang skala penilaian yang yang didapat adalah selisih skor
maksimum dikurangi skor minimum pada masing-masing kelas: rs = Skor maksimum-skor minimun
Gambar 4 Rumus interval
23
PENDEKATAN LAPANG
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif
dengan menggunakan metode survei. Penelitian survei merupakan suatu
penelitian kuantitatif dengan menggunakan pertanyaan terstruktur atau sistematis
yang sama kepada banyak orang, untuk kemudian seluruh jawaban yang diperoleh
peneliti dicatat, diolah, dan dianalisis (Prasetyo 2005). Data kuantitatif didukung
oleh data kualitatif untuk memperkaya dan memperdalam analisis. Penelitian
kualitatif dilakukan melalui wawancara mendalam kepada pihak-pihak yang
terkait, diantaranya responden dan pihak Unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul
Nusantara (UBH-KPWN).
Penelitian didesain dengan metode deskriptif dan korelasional. Metode
deskriptif digunakan untuk melukiskan variabel-variabel dan untuk
mengumpulkan infromasi aktual secara rinci yang melukiskan keadaan yang ada
(Rakhmat 1984). Sedangkan metode korelasional digunakan untuk menjelaskan
hubungan di antara variabel. Metode korelasional bertujuan untuk meneliti sejauh
mana variasi pada satu faktor berkaitan dengan variasi pada faktor lain.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di unit Usaha Bagi Hasil Koperasi Perumahan
Wanabakti (UBH-KPWN) Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa UBH-KPWN adalah satu pelaku usaha
budidaya jati unggul yang memiliki sistem usaha terpadu dan ramah lingkungan.
Karena visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di
bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Disamping itu, misi dari UBH-
KPWN adalah mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan
yang memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak yang
tergabung dalam kemitraan khususnya petani. Serta mendorong pertumbuhan
sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan dalam perbaikan lingkungan
hidup. Oleh sebab itu, demi mendukung kelancaran kemitraan tersebut dibutuhkan
proses komunikasi yang efektif.
Sasaran penelitian adalah petani Jati Unggul Nasional (JUN) yang berlokasi
Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor (Lampiran 1).
Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa penanaman JUN di Desa Ciaruteun Ilir memiliki umur tanaman jati empat
tahun dan lima tahun sehingga dampak positif yang diberikan kegiatan JUN sudah
dirasakan oleh masyarakat. Penelitian dilaksanakan selama enam bulan yaitu sejak
dari bulan Februari 2014 sampai dengan Juli 2014. Kegiatan penelitian meliputi
penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, penulisan
draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian. Rangkaian
kegiatan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.
24
Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang menjadi anggota dalam
kelompok petani Jati Unggul Nasional (JUN) di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor yang berjumlah 75 orang. Kemudian responden
yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 45 orang. Responden dipilih dengan
pertimbangan bahwa responden merupakan anggota aktif JUN yang memiliki
hubungan baik dengan pihak UBH-KPWN sampai saat penelitian berlangsung.
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik simple random
sampling atau acak sederhana yaitu suatu teknik penarikan sampel yang
mendasarkan diri bahwa setiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel (Prasetyo 2005). Teknik simple random sampling
yang digunakan yaitu dengan menyusun semua unit penelitian yaitu individu ke
dalam daftar kerangka sampling (Lampiran 3). Kemudian dari kerangka sampling
ditarik sebagai sampel untuk diteliti menggunakan fungsi RANDBETWEEN dalam
program Microsoft Excel 2007. Fungsi RANDBETWEEN berguna untuk
memberikan nilai acak (random) yang terletak antara selang (range) tertentu dan
kemudian menghasilkan bilangan bulat (integer) secara acak. Fungsi
RANDBETWEEN dijalankan dengan dua buah parameter, bottom adalah nilai
batas bawah, dan top nilai batas atas dari bilangan acak yang diinginkan.
Misalnya, nilai terkecil yaitu 1 dimasukan dalam kategori top dan nilai terbesar
dari kerangka sampling yakni 75 dimasukan ke dalam kategori bottom, kemudian
akan muncul nilai tertentu. Setelah itu tarik garis ke bawah sesuai dengan jumlah
sampel yang direncanakan yakni 45. Selanjutnya akan muncul nomor-nomor yang
berbeda-beda, yang kemudian menjadi unit penelitian karena terpilih sebagai
sampel secara acak. Data yang telah dikumpulkan nantinya akan diolah dan
disimpulkan.
Pengumpulan Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui penelitian langsung di lapangan dengan
menggunakan instrumen berupa kuisioner dan pedoman pertanyaan. Isi kuesioner
terdiri atas empat bagian yang ditujukan kepada petani dengan menggunakan
teknik pendekatan kuantitatif, berupa karakteristik responden (6 pertanyaan),
karakteristik pemandu lapang (25 pertanyaan), keterampilan komunikasi
pemandu lapang (24 pertanyaan), dan efektivitas komunikasi antara petani dan
UBH-KPWN (24 pertanyaan).
Wawancara juga dilakukan dengan pihak UBH-KPWN wilayah Bogor
untuk menggali lebih banyak tentang efektivitas komunikasi yang telah
berlangsung selama ini. Wawancara mendalam ini dilakukan melalui teknik
pendekatan kualitatif, yang digunakan untuk melengkapi informasi penelitian
sebanya 20 pertanyaan. Pedoman pertanyaan juga digunakan untuk wawancara
mendalam kepada petani sebanyak 10 pertanyaan. Data sekunder diperoleh dari
kantor desa mengenai profil desa, jumlah masyarakat yang bekerja di bidang
pertanian dan non pertanian. Data sekunder lainnya diperoleh dari pihak UBH-
KPWN yaitu mengenai profil lembaga, struktur organisasi, dan tentang kegiatan
sistem bagi hasil.
25
Pengolahan dan Analisis Data
Data diperoleh menggunakan kuisioner. Setelah seluruh data terkumpul,
data dianalisis secara kuantitatif dan selanjutnya dilakukan pengkodean data.
Analisa data ini dimaksudkan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang
lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Singarimbun 1989). Data yang telah
terkumpul tersebut kemudian diolah secara statistik deskriptif menggunakan SPSS
for Windows versi 20.0 dan Microsoft Excel 2007. Data yang diperoleh dianalisis
dengan beberapa teknik, antara lain menggunakan tabel frekuensi, untuk
menganalisis data primer, yaitu karakteristik petani, karakteristik pemandu
lapang, keterampilan komunikasi pemandu lapang, dan efektivitas komunikasi.
Kemudian pengolahan data dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antar variabel bebas dan variabel terikat dengan data yang berskala ordinal diolah
dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman (Lampiran 5).
Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antar
variabel dengan data ordinal, seperti untuk mementukan hubungan antara kedua
variabel (independen dan dependen) yang ada pada penelitian ini, yaitu menguji
hubungan karakteristik petani (Skala Ordinal) sebagai komunikan dengan
efektivitas komunikasi (Skala Ordinal). Uji korelasi ini juga digunakan untuk
mengukur karakteristik pemandu lapang sebagai komunikator dengan efektivitas
komunikasi (skala ordinal). Uji korelasi digunakan juga untuk menganalisis
keterampilan komunikasi pemandu lapang (skala ordinal) dengan efektivitas
komunikasi (skala ordinal). Penyimpulan hasil penelitian dilakukan dengan
mengambil hasil analisis antar variabel yang konsisten.
27
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Desa Penelitian
Kondisi Geografis
Letak Desa Ciaruteun Ilir secara administratif pemerintahan terletak di
Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data
potensi Desa Ciaruteun Ilir mempunyai luas wilayah 246 ha, di atas permukaan
laut 87 m dan tinggi curah hujan 186 mm/tahun, dan memiliki suhu udara kisaran
300-32
0 C. Desa Ciaruteun Ilir terbagi 8 Rukun Warga (RW) dan 32 Rumah
Tangga (RT). Jarak Kantor Desa ke Ibukota Kecamatan sejauh 6 km, untuk ke
Ibukota Kabupaten Bogor sejauh 27 km, untuk ke Ibukota Provinsi Jawa Barat
sejauh 140 km dan untuk ke Ibukota negara sejauh 65 km. Adapun batas-batas
geografisnya adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Cidokom - Kecamatan Rumpin
Sebelah barat : Desa Cijujung - Kecamatan Cibungbulang
Sebelah timur : Desa Ciampea - Kecamatan Ciampea
Sebelah selatan : Desa Leuwi Kolot - Kecamatan Cibungbulang
Kondisi Demografis
Jumlah penduduk di Desa Ciaruteun Ilir sebanyak 10 259 jiwa terdiri dari
laki-laki sejumlah 5 232 jiwa dan perempuan sejumlah 5 027 jiwa. Mata
pencaharian masyarakatnya didominasi oleh pedagang, petani, dan buruh tani
berdasarkan jumlah angkatan kerja Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Sebaran mata pencaharian penduduk di desa studi
No Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani 206 14.58
2 Buruh tani 114 8.07
3 PNS 20 1.42
4 TNI/Polri 3 0.21
5 Pensiunan/Purnawiraman 15 1.06
6 Swasta 12 0.85
7 Pedagang 922 65.25
8 Pengrajin 5 0.35
9 Pembantu rumah tangga 30 2.12
10 Peternak 10 0.71
11 Montir 76 5.38
Total 1 413 100
Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir (2014)
28
Wilayah Desa Ciaruteun Ilir sebagian besar dikelola untuk lahan
persawahan, pemukiman dan pekarangan, hutan rakyat dan sisanya
digunakan untuk lahan kuburan, perkantoran, lapangan olah raga serta bangunan
pendidikan (Tabel 2). Lahan di Desa Ciaruteun Ilir yang digunakan untuk
kegiatan budidaya JUN yakni seluas 25 ha dengan jumlah pohon sebanyak 52 231
pohon jati.
Tabel 2 Sebaran penggunaan lahan di desa studi
Jenis Penggunaan Lahan Luas (ha)
Persawahan 167
Pemukiman dan Pekarangan 160
Hutan Rakyat 25
Kuburan 3
Perkantoran 0.60
Lapangan olah raga 2
Bangunan Pendidikan 1
Total 358.6
Sumber: Data monografi Desa Ciaruteun Ilir (2014)
Profil dan Kelembagaan Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti
Nusantara (UBH-KPWN)
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) merupakan koperasi
yang dibina oleh Kementerian Kehutanan. Koperasi ini didirikan pada tahun 1989.
Tujuan dari UBH-KPWN yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
sekaligus memperbaiki kondisi lingkungan hidup, khususnya wilayah pedesaan,
KPWN merancang konsep tentang pengembangan usaha budidaya jati unggul
dengan pengelolaan secara intensif. Pengelolaan intensif tersebut dikembangkan
melalui pola bagi hasil. Pengembangan usaha budidaya jati unggul perlu didukung
dengan ketersediaan sumberdaya manusia, kemampuan pendanaan, dan
kemampuan pengelolaan sehingga usaha yang dikembangkan dapat
menguntungkan baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (KPWN) membentuk Unit
Usaha Bagi Hasil-Koperasi Perumahan Wanabakti Nusantara (UBH-KPWN).
Kantor pusat UBH-KPWN berlokasi di Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Lt.
5 R. 504-A Jakarta. UBH-KPWN dibentuk dengan Keputusan Pengurus (KPWN)
No. 62/Kpts/KPWN/XII/2006 Tanggal 21 Desember 2006, sebagaimana telah
diperbaharui dengan Keputusan Pengurus KPWN No. 45/Kpts/KPWN/V/2007
Tanggal 10 Mei dan disahkan dengan Akta 39 Notaris Sigit Siswanto, SH. No. 12
Tanggal 24 Mei 2007.
Visi dari UBH-KPWN adalah menjadi pengelola profesional terbaik di
bidang usahatani jati unggul pola bagi hasil. Misi UBH-KPWN adalah
mewujudkan usahatani jati unggul pola bagi hasil menjadi kegiatan yang
memberikan keuntungan finansial optimal kepada semua pihak terkait dan
mendorong pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pedesaan serta berperan
29
dalam perbaikan lingkungan hidup. UBH-KPWN membangun kantor cabang
sebagai sarana berjalannya kegiatan pola bagi hasil di berbagai daerah, salah
satunya di Kabupaten Bogor yang berlokasi di Komplek Perumahan Akasia No. 1,
Sindang Barang. Pengelolaan semua kegiatan JUN pihak UBH-KPWN memiliki
kelembagaan yang terstruktur agar dalam pelaksanaanya terlaksana dengan baik
dan sesuai dengan pekerjaannya masing-masing. Berikut merupakan bagan
kelembagaan UBH-KPWN pada Gambar 5.
Sumber: UBH-KPWN (2014)
Gambar 5 Bagan struktur kelembagaan UBH-KPWN
Pola Bagi Hasil UBH-KPWN
Pola bagi hasil yang diterapkan UBH-KPWN yaitu pola yang dilaksanakan
melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat
desa, dan UBH-KPWN. Berdasarkan Tabel 3 UBH-KPWN berperan
melaksanakan pengelolaan usaha JUN dengan memanfaatkan dana dari investor,
lahan milik perorangan, lahan desa, maupun lahan badan usaha, serta tenaga kerja
petani penggarap yang terlibat dalam usaha JUN. Imbal jasa atas peranannya
tersebut, UBH-KPWN akan mendapat bagian hasil panen sebanyak 15 persen dari
jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada tanaman JUN yang mati atau
hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi 0.3 bagian dari jumlah yang
mati atau hilang. Investor berperan sebagai pihak yang menanamkan modal untuk
biaya pengadaan bibit, pupuk, obat-obatan, peralatan, upah petani, dan biaya
manajemen. Imbal jasa atas peranannya tersebut, investor akan mendapat bagian
hasil panen sebanyak 40 persen dari jumlah pohon yang ditanam.
DIREKTUR UTAMA
Direktur Umum
dan Pemasaran
Direktur Perencanaan dan
Tanaman, Keuangan
Divisi
Umum
Divisi
Pemasaran
Divisi
Keuangan
Pendamping
Supervisior
Divisi
Perencanaan
Divisi
Tanaman
Tata Usaha (TU)
KPWN
30
Tabel 3 Hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam usaha JUN UBH-
KPWN Pihak Hak Kewajiban
UBH-
KPWN
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak 15 persen
dari total jumlah pohon yang
ditanam.
1. Melakukan inventarisasi dan identifikasi
calon lokasi dan pemilik lahan serta petani
penggarap peserta budidaya JUN.
2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan
usaha budidaya JUN.
3. Melaksanakan pendampingan kepada petani
penggarap.
4. Menarik calon investor usaha JUN.
5. Mengelola dana dari investor untuk
kegiatan usaha budidaya JUN.
6. Memasarkan pohon jati siap panen.
7. Melaksanakan pembagian hasil sesuai
dengan perjanjian.
8. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil UBH-KPWN dikurangi sebanyak 0.3
bagian dari jumlah yang mati/hilang.
Investor 1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak 40 persen
dari jumlah pohon yang
ditanam.
2. Tidak menanggung resiko
bila terdapat tanaman yang
mati/hilang yang disebabkan
karena kelalaian.
1. Berkontribusi dengan menanamkan modal,
dimana jumlah minimal investasi adalah
100 pohon.
Pemilik
Lahan
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak sepuluh
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
2. Tidak menanggung resiko
bila terdapat tanaman yang
mati/hilang yang disebabkan
kelalaian.
1. Memberi ijin lahannya untuk ditanami JUN
dalam jangka waktu kerjasama lima tahun.
Petani
Penggarap
1. Memperoleh pendamping
saat melaksanakan budidaya
JUN.
2. Memperoleh bimbingan,
pelatihan, dan pembinaan.
3. Memperoleh upah dan
bagian hasil sebesar 25
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
1. Melaksanakan pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan
tanaman JUN.
2. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil petani dikurangi sebanyak 0.5 bagian
dari jumlah yang mati atau hilang.
Perangkat
Desa
1. Memperoleh bagian hasil
panen sebanyak sepuluh
persen dari jumlah pohon
yang ditanam.
1. Membuktikan keabsahan kepemilikan lahan
yang akan ditanami JUN.
2. Berperan dalam menggerakkan masyarakat
calon peserta JUN.
3. Mengawasi dan mengamankan tanaman
JUN dari gangguan, pencurian, dan
kebakaran.
4. Bila terjadi kematian/kehilangan, bagian
hasil pemerintah desa dikurangi sebanyak
0.2 bagian dari jumlah yang mati/hilang.
Sumber: UBH-KPWN (2014)
31
Pemilik lahan berperan untuk menyediakan lahan yang akan ditanami JUN.
Hubungan pemilik lahan dan UBH-KPWN bukan sewa menyewa, melainkan
kerja sama, sehingga atas peranannya menyediakan lahan, pemilik lahan akan
mendapat bagian hasil panen sebanyak sepuluh persen dari jumlah pohon yang
ditanam dan tidak menanggung resiko bila ada yang mati atau hilang.
Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan
diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian
hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada
yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5
bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
Perangkat desa berperan memberikan dukungan dan bantuan dalam rangka
memastikan keabsahan kepemilikan lahan, melaksanakan sosialisasi dan
menggerakkan masyarakat untuk menjadi peserta usaha JUN, membantu
melaksanakan pengawasan lapangan dan pengamanan. Imbal jasa atas peranannya
tersebut, pemerintah desa akan mendapat bagian hasil panen. untuk pembangunan
desa sebesar sepuluh persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada
yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.2
bagian dari jumlah yang mati atau hilang.Berdasarkan Tabel 3, penetapan bagi
hasil pihak-pihak yang terlibat dalam budidaya JUN didasarkan atas hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Hak dan kewajiban ini merupakan hal-hal apa
saja yang harus mereka lakukan karena dalam usaha kegiatan JUN harus saling
melengkapi dan tidak dapat berjalan sendirian sehingga membutuhkan kelima
pilar yang terkait.
Semakin besar kematian pada tanaman JUN maka bagi hasil yang diperoleh
petani penggarap, aparat desa, dan UBH KPWN akan berkurang, sedangkan bagi
investor dan pemilik lahan tidak berpengaruh karena mereka tidak berhubungan
langsung dengan tanaman. Apabila kematian mencapai 50 persen maka ketiga
pihak tidak akan mendapatkan bagi hasil karena pihak-pihak tersebut
menanggung resiko yang telah ditentukan, oleh karena itu harus adanya kerjasama
yang baik antar semua pihak untuk meminimalisir kematian tanaman JUN.
Pemilihan Lokasi Tanam UBH-KPWN
Pemiilihan lokasi sebaiknya mempertimbangkan beberapa hal agar di
kemudian hari tidak ada kendala yang menyebabkan gagalnya pelaksanaan usaha.
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan lokasi proyek yang
strategis, antara lain ketersediaan bahan baku utama dan pembantu, ketersediaan
tenaga kerja langsung, ketersediaan sarana transportasi, ketersediaan sarana
telekomunikasi, dan kedekatan dengan pasar yang dituju. Jika usaha bergerak di
bidang budidaya, kesesuaian kondisi lahan dan iklim juga menjadi pertimbangan
yang penting. Lokasi yang dinilai layak sebagai lahan tanam JUN harus memiliki
persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
a. Bukan lahan persawahan.
b. Tidak tergenang air atau banjir setelah hujan.
c. Tidak terkena naungan pohon atau bangunan.
d. Ketinggian lokasi maksimum 400 m dari permukaan laut.
e. Diprioritaskan di daerah dimana terdapat tanaman jati tumbuh dengan baik.
32
Persyaratan lokasi penanaman ini ditetapkan oleh UBH-KPWN berdasarkan
literatur penanaman tanaman jati unggul. Selain karakteristik lahan, aksesibilitas
lokasi tanaman menjadi pertimbangan pula, selain memudahkan pengadaan input,
akses lokasi yang mudah juga mendorong minat investor untuk melihat lokasi
tanam, memudahkan pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan pengawasan.
Salah satu penetapan lokasi yang dilakukan oleh UBH-KPWN adalah di
daerah Kabupaten Bogor karena secara karakteristik Kabupaten Bogor memiliki
persyaratan yang ditetapkan UBH-KPWN. Selain itu, Kabupaten Bogor masih
banyak memiliki lahan yang tidak digunakan secara maksimal untuk memperoleh
pendapatan bagi masyarakat sekitar. UBH-KPWN telah menanam pohon JUN
dalam umur yang berbeda-beda mulai dari umur satu sampai lima tahun yang
tersebar di berbagai lokasi di Kabupaten Bogor.
33
FAKTOR KARAKTERISTIK PETANI DAN PEMANDU LAPANG,
SERTA FAKTOR KETERAMPILAN KOMUNIKASI PEMANDU
LAPANG
Karakteristik Petani
Karakteristik individu dianggap sebagai pertimbangan pokok terhadap
pelaksanaan suatu program. McQuail dan Windahl (1987) menyatakan bahwa
orang berbeda akan memberikan respons yang berlainan, karena individu-individu
memiliki tingkat predisposisi motivasional yang berbeda dalam memberikan
respon. Karakteristik individu petani yang diamati dalam penelitian ini adalah
usia, lamanya menempuh pendidikan formal, pengalaman usahatani, pendapatan,
luas lahan garapan, dan frekuensi keikutsertaan dalam kegiatan penyuluhan pada
Tabel 4.
Tabel 4 Jumlah dan Frekuensi responden berdasarkan karakteristik petani di
desa studi
No Karakteristik Petani Jumlah (orang) Frekuensi (%) Rata-rata
1 Usia (tahun)
47 tahun Muda (26-41) 12 26.7
Dewasa (42-47) 18 40.0
Tua (58-73) 15 33.3
2 Lama menempuh pendidikan
formal (tahun)
6 tahun Rendah (0 – 5) 5 11.1
Sedang (6 – 11) 38 84.4
Tinggi (12-16) 2 4.4
3 Pengalaman usahatani (tahun)
18 tahun Rendah (5 – 15) 16 35.6
Sedang (16 – 26) 19 42.2
Tinggi (27 – 37) 10 22.2
4 Pendapatan (rupiah)
Rp 1 628 889 Rendah (Rp 1 000 000 - 2 200 000) 39 86.7
Sedang (Rp 2 200 001 - 3 300 000) 4 8.9
Tinggi (Rp 3 300 001- 4 500 000) 2 4.4
5 Luas lahan garapan (m2)
5 992 m2 Sempit (350 - 23 600) 42 93.3
Sedang (23 601 - 47 000) 2 4.4
Luas (47 001 -70 000) 1 2.2
Total 45 100 -
Usia
Penyerapan informasi pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) yang
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh karakteristik
internal yang dimiliki oleh orang tersebut. Usia merupakan salah satu
34
karakteristik atau faktor internal yang dapat berpengaruh terhadap suatu informasi
yang akan mempengaruhi pengetahuan yang dimilikinya. Kategori usia
responden dalam penelitian ini dibagi berdasarkan sebaran usia responden yang
didapatkan setelah melakukan survei. Usia antara 26 sampai 41 tahun termasuk
kategori muda, usia antara 42 sampai 47 tahun termasuk kategori usia dewasa,
dan usia antara 58 sampai 73 tahun termasuk kategori usia tua.
Usia responden berada pada golongan dewasa yaitu pada usia 42 tahun
sampai 47 tahun dengan presentase sebesar 40.0 persen. Usia responden rata-rata
berada pada umur 47 tahun. Petani di Desa Ciaruteun Ilir memang didominasi
oleh warga yang berusia dewasa. Oleh karena itu, penelitian ini didominasi oleh
pendapat petani yang berada pada golongan usia dewasa.
Pendidikan
Tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini diukur dari lamanya
responden menempuh jenjang pendidikan formal. Sebagian besar responden
yaitu berjumlah 38 orang memiliki tingkat pendidikan yang tergolong sedang
yaitu menempuh pendidikan selama 6 sampai dengan 11 tahun dengan persentase
84.4 persen. Rata-rata responden menempuh pendidikan formal selama 6 tahun
atau setingkat sekolah dasar. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani
di Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan setingkat SD dan SMP, bahkan
ada beberapa petani yang tidak pernah menempuh jenjang pendidikan formal.
Hasil Tabel 4 menunjukkan bahwa rata-rata responden memiliki tingkat
pendidikan yang termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan sebagian
besar responden berada pada golongan usia dewasa sehingga sedikit sekali
responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Sebagian besar
masyarakat Desa Ciaruteun Ilir memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu
berada pada jenjang pendidikan SD. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan salah
satu responden yang menyatakan bahwa faktor ekonomi yang tergolong rendah
menjadi hambatan untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Hal tersebut
menjadi salah satu faktor penyebab tingkat pendidikan petani yang masih
rendah. Namun, para responden menyadari bahwa pendidikan merupakan hal
yang penting sehingga mereka berusaha menyekolahkan anak-anak mereka
setinggi mungkin melalui bidang pertanian salah satunya dengan budidaya JUN
ini. Sedangkan untuk responden yang termasuk dalam kategori berpendidikan
tinggi yakni terdapat 2 orang dengan proporsi 4.4 %. Menurut informasi dari
pemandu lapang di Desa Ciaruteun Ilir, kedua responden ini merupakan lulusan
sarjana perguruan tinggi yang memiliki minat dalam kegiatan budidaya JUN ini.
Pengalaman Usahatani
Pengalaman usahatani yang telah dijalani petani sebagai responden beragam
kurun waktunya. Pengalaman usahatani terbagi menjadi tiga kategori yaitu,
rendah, sedang, dan tinggi. Mayoritas petani memiliki pengalaman usahatani
yang tergolong sedang yakni antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan proporsi
42.2 persen (19 orang). Responden yang memiliki pengalaman usahatani yang
rendah antara 5 tahun sampai dengan 15 tahun memiliki persentase 35.6 persen
(16 orang). Pengalaman usahatani yang paling sedikit berada pada kategori tinggi
35
yakni antara 27 sampai 37 tahun dengan proporsi 22.2 persen (10 orang). Jadi
petani Desa Ciaruteun Ilir memiliki pengalaman usahatani yang sedang dalam
kurun waktu antara 16 sampai dengan 26 tahun dengan rata-rata pengalaman
usahatani selama 18 tahun.
Pendapatan
Responden pada penelitian ini adalah petani sehingga pendapatan
responden yang diukur berasal dari usahataninya. Pendapatan responden
didapatkan dengan menghitung seluruh pengeluarannya selama satu bulan.
Sebagian besar pendapatan responden berada pada selang Rp 1 000 000 sampai
Rp 2 200 000 yaitu sejumlah 39 orang dengan persentase 86.7 persen (Tabel 4).
Pendapatan rata-rata responden berada pada Rp 1 628 889. Pendapatan petani
tergolong kategori yang rendah disebabkan beberapa petani hanya bekerja
sebagai petani penggarap bagi hasil dan petani buruh. Sementara itu,
menurut pemandu lapang petani yang memiliki pendapatan tinggi kebanyakan
adalah petani pemilik dan memiliki usahatani yang tidak hanya berasal dari padi
sawah tetapi juga sebagai wirausahawan.
Pendapatan sebagian besar petani terutama di Desa Ciaruteun Ilir,
Kabupaten Bogor ternyata masih berada di bawah Upah Minimun
Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Bogor tahun 2013 yaitu sebesar Rp2 002
000. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar petani masih memiliki
pendapatan yang tidak sesuai dengan kebutuhan pemenuhan hidup sehingga
tingkat kesejahteraannya pun rendah. Pada umumnya, responden mengaku
bahwa pengeluaran mereka lebih besar daripada pendapatan. Pemenuhan
kebutuhan sehari-hari biasanya tidak bisa hanya mengandalkan pekerjaan utama
sebagai petani penggarap JUN yang keuntungannya baru dapat diperoleh setelah
lima tahun sejak penanaman. Sehingga, mereka seringkali berhutang kepada
orang lain dan mencari pekerjaan sampingan seperti supir angkot, membuka
warung, berternak, berusaha di bidang perikanan, dan lain sebagainya.
Luas Lahan Garapan
Luas lahan yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan total luas lahan
yang digarap petani sebagai responden untuk bertani. Mayoritas responden
sebanyak 93.3 persen (42 orang) memiliki luas lahan garapan yang termasuk
dalam kategori sempit. Kategori sempit disini yaitu berkisar antara 350 m2 sampai
23 600 m2. Rata-rata responden memilki lahan dengan luas 5 992 m
2. Luas lahan
yang sempit akan sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan tingkat
pendapatan petani. Berdasarkan hal ini maka diperlukan peningkatan sistem
usahatani, salah satunya dengan melakukan kegiatan tumpang sari selama 1
sampai dengan 2 tahun di sekitar lahan usaha budidaya JUN.
Karakteristik Pemandu Lapang
Pemandu lapang UBH-KPWN diukur menurut penilaian responden
terhadap karakteristik pemandu lapang dan keterampilan komunikasi pemandu
36
lapang. Peran pemandu lapang sangat penting dalam membangun komunikasi
yang efektif dengan petani mitra. Karena menurut Effendy (2000), komunikasi
perseorangan dinilai paling ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap,
kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi
perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face to face), sehingga
terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika.
Menurut Berlo dalam Mugniesyah (2006) terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi proses komunikasi dalam unsur sumber pesan yakni, keterampilan
berkomunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya. Hal ini sesuai
dengan yang dikemukakan Lubis et al (2010), beberapa keputusan yang dibuat
mengenai penerimaan informasi yang menarik dan kompleks akan melibatkan
sumber pesan yang berasal dari hubungan antar pribadi. Dalam hal ini,
keputusannya akan tergantung pada sejumlah faktor yaitu, kedekatan, daya pikat,
kesamaan, kredibilitas, kewenangan, motivasi, maksud, penyampaian, status,
kekuatan, dan kekuasaan.
Penilaian karakteristik pemandu lapang disini berdasarkan penilaian
responden terhadap kedekatan, kredibilitas, sikap, dan frekuensi kunjungan ke
kelompok tani bimbingannya. Karakteristik pemandu lapang dikategorikan
menurut kategori tidak baik, baik dan sangat baik.
Tabel 5 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap
karakteristik pemandu lapang di desa studi
No Karakteristik Pemandu Lapang Jumlah (orang) Frekuensi (%)
1 Kedekatan
Tidak dekat (8-15) 0 0
Dekat (16-24) 25 55.6
Sangat dekat (25-32) 20 44.4
2 Kredibilitas
Tidak baik (8-15) 0 0
Baik (16-24) 3 6.7
Sangat baik (25-32) 42 93.3
3 Sikap
Tidak baik (8-15) 0 0
Baik (16-24) 8 17.8
Sangat baik (25-32) 37 82.2
4 Frekuensi kunjungan ke kelompok tani
Rendah (sebulan sekali) 2 4.4
Sedang (seminggu sekali) 11 24.4
Tinggi (setiap hari) 32 71.1
5 Total penilaian faktor karakteristik pemandu
lapang
Tidak baik (65-72) 2 4.4
Baik (73-80) 27 60.0
Sangat baik (81-88) 16 35.6
37
Keempat indikator karaktersitik pemandu lapang digabung, sehingga
menghasilkan nilai total rata-rata. Mayoritas penilaian karaktersitik pemandu
lapang berada pada kategori baik dengan proporsi sebesar 60.0 persen (27
orang). Karaktersitik pemandu lapang dengan kategori sangat baik memiliki
proporsi 35.6 persen (16 orang), dan 4.4 persen (2 orang) dengan kategori
tidak baik. Ini artinya sebagian besar karaktersitik pemandu lapang Desa
Ciaruteun Ilir memiliki karaktersitik individu yang baik sehingga mampu
mempengaruhi petani responden melalui pesan-pesan yang dikirimnya
melalui kegiatan pendampingan maupun penyuluhan. Hasil jumlah dan
persentase disajikan dalam Tabel 5.
Masing-masing indikator memiliki proporsi yang beragam tiap kategori,
walaupun mayoritas total karakteristik pemandu lapang berada pada kategori
baik. Penilaian karakteristik pemandu lapang dari aspek penilaian terhadap
kedekatan dengan petani berada pada kategori dekat dengan proposi 55.6 persen
(25 orang) dan sangat dekat dengan proprsi 44.4 persen (20 orang). Kedekatan
adalah pendapat responden tentang sejauh mana hubungan yang terjalin antara
pemandu lapang selaku sumber pesan dengan responden. Kedekatan berhubungan
terhadap responden selaku penerima pesan dalam menangkap atau menerima
pesan. Kedekatan ini dilihat dari keakraban, suasana kekeluargaan, rasa
solidaritas, tali silaturahmi, dan intensitas pertememuan yang rutin. Penerima
biasanya akan lebih terbuka kepada sumber yang dekat dengan mereka. Hal ini
didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu:
“...Saya mah merasa akrab seperti teman saja dengan Pak Irvan,
orangnya hampir setiap hari main (silaturahmi) ke kebon nengokin
petani-petani disini, ga ada tuh rasa segen kalo ngobrol-ngobrol sama
dia, Pak Irvan mah orangnya baik sekali...” (HMN, 50 tahun)
Penilaian responden terhadap kredibilitas pemandu lapang tergolong sangat
baik dengan proporsi 93.3 persen (42 orang) dan kategori baik dengan proporsi
6.7 persen (3 orang). Kredibilitas (credibility) pemandu lapang diukur dari
penilaian responden yang terhadap kemampuan, pengalaman atau pengetahuan
pemandu lapang selaku sumber pesan yang dipercayai memiliki keahlian dalam
bidang pertanian. Pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir memiliki pendidikan yang
tergolong tinggi yaitu lulusan perguruan tinggi Universitas Winaya Mukti
Bandung dengan jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Hal ini
didukung dengan pernyataan salah satu petani yaitu:
“...Antara ilmu pertanian yang Pak Irvan dapat dari sekolah dan ilmu
pertanian yang saya dapat dari orang tua dapat saling melengkapi. Apa
yang saya ga tahu Pak Irvan beri tahu, begitu juga sebaliknya apa yang
saya tahu saya kasih tahu ke Pak Irvan...” (ISK, 43 tahun)
Kredibilitas pemandu diliat dari penggunaan bahasa yang digunakan,
kebenaran informasi yang disampaikan, kemampuan menjawab pertanyaan dari
petani, dan kemampuan dalam melakukan metode demonstrasi cara.
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa sebagian besar responden yaitu 37
orang atau sebesar 82.2 persen menilai sikap pemandu lapang terhadap petani
38
mitra selama ini tergolong sangat baik. Sikap ini dinilai responden dari sikap
pemandu lapang ketika berkomunikasi maupun berinteraksi dengan petani dalam
kegiatan pendampingan budidaya JUN. Sikap pemandu yang dimaksud mengenai
keramahan, kejujuran, terbuka, tanggung jawab, kesabaran, memperhatikan tata
krama dan sopan santun, berbaur dengan petani,dan mampu membangun sifat
yang positif dengan petani. Seperti penuturan salah satu petani yaitu:
“...Pak Irvan itu ramah, sabar, tanggung jawab neng, jujur masalah
uang pemeliharaan, pupuk, dan sebagainya selalu diberikan tepat waktu
dan langsung dianter ke petani. Jika berbicara juga sopan pake bahasa
sunda yang lemes (halus), alhamdulillah aja saya mah dapet
pendamping seperti Pak Irvan...” (SDI, 46 tahun)
Frekuensi kunjungan ke kelompok tani yang dilakukan pemandu lapang
tergolong tinggi dengan proporsi 71.1 persen (32 orang). Karena menurut
sebagian besar responden pemandu lapang seringkali mengunjungi mereka di
lahan hampir setiap hari baik karena ada kegiatan pendampingan atau hanya ingin
bersilaturahmi dengan petani bimbingannya. Hal ini sesuai dengan penuturan
pihak UBH-KPWN selaku pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir:
“...Kita sering melakukan pertemuan-pertemuan dengan petani hampir
setiap hari itu sering per kelompok petani bimbingan yaitu 2 hingga 3
petani atau 5 hingga 10 petani. Waktu untuk berkumpul dengan petani
pun kita harus sesuaikan bisa malem bisa siang kerena penyuluh atau
pendamping di lapangan tidak mengenal waktu dalam melakukan
pendampingan kepada petani...”
Kunjungan yang dilakukan oleh pemandu lapang ke kelompok tani
menyebabkan petani dapat berkomunikasi langsung sehingga dapat memperoleh
informasi atau bimbingan yang mendukungnya dalam berusahatani dan dengan
seringnya berkomunikasi maka akan meningkatkan efektivitas komunikasi antara
pemandu lapang dengan petani. Pemandu lapang bukan hanya sekedar
memberikan informasi pada saat melakukan kunjungan tetapi langsung
memberikan contoh dengan praktek langsung di lapangan dan memberikan
kesempatan kepada petani untuk melakukan secara bersama-sama kegiatan
budidaya JUN sehingga petani menjadi lebih paham.
Menurut responden, sebagai seorang pembimbing memang harus intensif
melakukan kunjungan secara langsung untuk memberikan pendampingan tentang
segala hal yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan budidaya JUN. Hal ini
dianggap penting karena dengan kunjungan yang intensif dari pemandu lapang
petani merasa dibantu dalam menggali dan menetapkan masalah dalam
menjalankan usahatani sampai mencari solusinya. Kunjungan yang dilakukan
pemandu lapang ke kelompok tani disesuaikan dengan waktu atau jadwal
pertemuan yang disepakati bersama atau tergantung kebutuhan petani disesuaikan
dengan situasi dan kondisi petani.
39
Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang
Keterampilan komunikasi pemandu lapang diukur berdasarkan penguasaan
materi program, kejelasan informasi program, dan kesesuaian metode penyuluhan.
Total penilaian faktor keterampilan komunikasi pemandu lapang dikategorikan
menurut kategori tidak baik, baik, dan sangat baik. Berdasarkan Tabel 6 apabila
ketiga indikator kemampuan komunikasi petani digabung menghasilkan nilai total
rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori baik dengan proporsi 46.7 persen
(21 orang), pada kategori sangat baik yaitu sebesar 35.6 persen (16 orang), dan
pada kategori tidak baik sebesar 17.8 persen (8 orang).
Penguasaan materi budidaya JUN bagi pemandu lapang merupakan faktor
yang sangat penting. Penguasaan materi dimaksud meliputi penguasaan
terhadap komponen-komponen budidaya JUN yang akan disampaikan kepada
petani. Penilaian responden terhadap penguasaan materi budidaya JUN yang
dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat baik
dengan proporsi 88.9 persen (40 orang). Penguasaan materi program yang dimiliki
pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir tergolong sangat baik. Hal ini sesuai dengan
hasil distribusi jawaban petani bahwa mayoritas petani responden memahami apa
yang disampaikan pemandu lapang sesuai dengan bahasa yang biasa digunakan
oleh petani.
Tabel 6 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan penilaian terhadap
keterampilan komunikasi pemandu lapang di desa studi
No Keterampilan komunikasi
pemandu lapang
Jumlah (orang) Frekuensi (%)
1 Penguasaan materi program
Tidak baik (8-15) 0 0
Baik (16-24) 5 11.1
Sangat baik (25-32) 40 88.9
2 Kejelasan informasi program
Tidak jelas (8-15) 0 0
Jelas (16-24) 10 22.2
Sangat jelas (25-32) 35 77.8
3 Kesesuaian metode penyuluhan
Tidak sesuai (8-15) 1 2.2
Sesuai (16-24) 15 33.3
Sangat sesuai (25-32) 29 64.4
4 Total penilaian faktor keterampilan
komunikasi pemandu lapang
Tidak baik (68-74) 8 17.8
Baik (75-81) 21 46.7
Sangat baik (82-88) 16 35.6
40
Materi pemeliharaan budidaya JUN sangat dikuasai pemandu lapang dari
materi sosialisasi program JUN, penanaman, penyiraman, pemupukan,
penanggulangan hama penyakit, tumpang sari, sistem bagi hasil, hingga
pemanenan. Berikut penuturan dari pihak UBH-KPWN:
“...Tugas saya salah satunya yaitu bagaimana menyadarkan petani
bahwa jati itu harus di pelihara sebaik mungkin. Karena JUN memilki
komitmen untuk membuat petani memiliki nilai tambah salah satunya
melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan usahataninya.
Budidaya JUN ini sebenarnya adalah tabungan jangka pendek dalam 5
tahun. Kemitraan dalam budidaya JUN ini tidak ingin seperti program-
program lainnya yang memberi petani bibit mau dipelihara mau
ditebang terserah saja yang penting udah ngasih istilahnya “nanem
tinggal”, UBH-KPWN tidak ingin seperti itu. UBH-KPWN selalu
memberikan pehaman kepada petani bahwa kami menjamin tersedianya
bibit JUN yang unggul, pupuk yang berkualitas, serta pendampingan
yang intensif kepada petani...“
Kejelasan informasi program yang disampaikan pemandu lapang Desa
Ciaruteun Ilir dinilai responden termasuk dalam kategori sangat jelas dengan
proporsi 77.8 persen (35 orang). Hal ini telah sesuai dengan prinsip-prinsip
komunikasi bisnis yang terdiri atas tujuh C, menurut Murphy dan Hildebrant
(1991) dalam Kusumastuti (2009), yaitu:
a) Completeness, pemandu lapang telah memberikan informasi selengkap
mungkin kepada pihak yang membutuhkan terkait teknis budidaya JUN.
Informasi yang lengkap akan memberikan kepastian dan kepercayaan.
b) Conciseness, berarti bahwa semua bentuk komunikasi yang dilakukan
pemandu lapang telah disusun secara jelas, singkat, dan padat.
c) Concreteness, pesan teknis budidaya JUN disampaikan pemandu lapangg
secara spesifik dan tidak abstrak.
d) Consideration, pemandu lapang mempertimbangkan situasi penerimanya.
e) Clarity, pesan disusun pemandu lapang dengan menggunakan kata-kata
maupun simbol-simbol yang mudah dipahami.
f) Courtesy, pemandu lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun
sebagai penghargaan kepada petani.
g) Correctness, pesan teknis budidaya JUN dibuat oleh pemandu lapang
secara cermat baik dari sisi tata bahasa maupun kemampuan berbahasa
dari komunikan.
Komunikasi yang efektif dapat terjadi karena adanya pemahaman antara
petani terhadap apa yang disampaikan pemandu lapang. Pemahaman petani
berhubungan dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya. Kemampuan
komunikasi petani diukur bagaimana petani mampu memaknai pesan yang
disampaikan oleh pemandu lapang. Pemandu lapang menyusun semua bentuk
komunikasi secara jelas, singkat, dan padat. Pesan yang disampaikan pemandu
lapang secara spesifik dan mempertimbangkan situasi penerimanya. Pesan
disusun pemandu lapang menggunakan kata-kata yang mudah dipahami. Pemandu
41
lapang memperhatikan tata krama dan sopan santun sebagai penghargaan kepada
komunikan. Hal ini sesuai dengan penuturan salah satu petani yaitu:
“Informasi-informasi terkait budidaya JUN yang disampaikan Pak
Irvan sangat jelas, lengkap, dan kata-kata yang digunakan juga mudah
saya pahami. Selain itu, pendampingan yang dilakukan menggunakan
bahasa sunda jadi saya lebih mengerti dan menjadi lebih senang”(UN,
60 Tahun)
Penilaian responden terhadap kesesuaian metode penyuluhan yang
dilakukan pemandu lapang Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam kategori sangat
sesuai dengan proporsi 66.4 persen (29 orang). Petani berpendapat pemandu
lapang sangat membuka kesempatan atau waktu yang cukup untuk berdiskusi
kepada petani untuk menyampaikan masalahnya. Hal ini menurut pemandu lapang
penting untuk diperhatikan karena terampil berkomunikasi lisan atau tulisan
bukan hanya menyangkut aktivitas pemandu lapang dalam menyampaikan materi
saja tetapi dapat berkomunikasi secara aktif, responsif, dan intensif. Kesesuaian
metode penyuluhan dinilai responden terhadap kesesuaian ataupun tercapai
tidaknya tujuan atau manfaat dari metode penyuluhan yang digunakan pemandu
lapang.
Pemandu lapang selain bertugas mendampingi dan menjadi saluran
komunikasi UBH-KPWN juga bertindak sebagai pengajar yang dituntut
kemampuannya untuk menguasai materi secara luas, menyampaikan informasi
dengan jelas, dan menggunakan metode penyuluhan yang sesuai. Hal ini didukung
oleh kondisi pemandu lapang yang memiliki wawasan atau pengetahuan yang luas
mengenai materi. Karena telah mengikuti banyak pelatihan dan mempunyai
pengalaman yang cukup di lapangan. Serta menguasai masalah teknis yang biasa
dihadapi petani kemudian mencari pemecahannya sehingga informasi yang
dibutuhkan petani dapat dengan tepat dipenuhi oleh pemandu lapang.
Kemampuan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang Desa Ciaruteun
Ilir sebagai sumber pesan dikategorikan baik. Hal ini dikarenakan pemandu
lapang sangat menyesuaikan materi pemeliharan JUN yang ada dengan kondisi
petani di pedesaan sehingga petani dapat menerima informasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhannya. Data ini sesuai dengan fakta lapangan, semua
petani mengenal dengan baik pemandu lapang yang bertugas di lokasi
tersebut. Serta percaya dan menganggap yang bersangkutan sangat menguasai
materi dan memilki keterampilan komunikasi yang sangat baik mengenai
budidaya JUN. Berikut penuturan pihak UBH-KPWN:
“...Ketika melakukan pendekatan dengan petani kita harus mampu
menyesuaikan diri. Kita ga mungkin bilang ke petani pohon nomor 1
pupuknya 100 gram dan pohon nomor 2 pupuknya 200 gram memang
petani mengerti dengan istilah seperti itu? Kan tidak untuk itu kita butuh
kreasi dengan menggunakan kata-kata yang lebih mudah dipahami
petani. Misalnya pak pohon yang nomor 1 pupuknya 2 sendok, pohon
nomor 2 pupuknya 5 sendok. Kalau penakaran seperti itu disesuaikan
dengan daya tangkap petani karena dari faktor pendidikan aja wajib 9
tahun aja ada yang ga lulus. Jadi, pemandu yang harus menyesuaikan...”
42
Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang kepada petani selama ini
disesuaikan dengan faktor budaya setempat. Karena menurut pemandu lapang
ilmu penyuluhan itu tidak boleh kaku dalam melakukan pendekatan. Misalnya
dengan mengobrol santai dengan petani. Membuka percakapan dengan petani
dengan menawarkan rokok atau dengan menggunakan sirih. Menjalin komunikasi
dengan petani harus dilaksanakan sesuai dengan kearifan lokal. Pemandu lapang
juga harus pintar menempatkan dirinya dimana pun dia berada. Karakteristik
masyarakat Ciaruteun Ilir adalah masyarakat yang agamis. Sehingga pendekatan
yang dilakukan pemandu lapang juga harus bernuansa keagamaan. Misalnya
mengadakan pertemuan dengan seluruh petani biasanya dilakukan di emperan
mushola atau mesjid.
Beragamnya kebutuhan ekonomi petani yang memiliki pekerjaan ganda
mengakibatkan tanaman jati yang digarap petani menjadi sedikit terlantar.
Pemandu lapang berupaya mengantisipasi hal ini dengan melakukan pendekatan
yang intensif serta memberikan pengertian bahwa jati harus panen dengan jumlah
yang telah ditentukan dengan estimasi harga yang telah disepakati bersama.
Pendampingan yang dilakukan pemandu UBH-KPWN disertai dengan melakukan
pendekatan yang berlapis. Pendamping melakukan pendekatan dengan petani
dengan bekerja secara tim dengan pendamping di desa lainnya.
Pendekatan yang dilakukan pemandu lapang UBH-KPWN dilakukan
dengan berdasarkan standar operational (prosedur) JUN yang ada. Pemeliharan
SOP ini adalah standar baku yang ditetapkan UBH-KPWN tetapi saat diterapkan
di lapangan terjadi modifikasi yang merupakan kemampuan pemandu lapang
untuk memelihara dan melaksankan SOP. Memelihara dan melaksanakan SOP
adalah hal yang berbeda. Pelaksanaan SOP dilakukan seperti yang tertuang di
instruksi kerja tapi memelihara SOP butuh inovasi dan kreativitas pemandu
lapang karena kebutuhan nutrisi setiap tanaman di setiap lokasi itu berbeda-beda.
Oleh karena itu, pemandu lapang perlu melakukan uji kesuburan tanah dengan
jarak 100 m. Kesuburan tanah berbeda-beda disebabkan karena adanya proses
erosi. Pemandu lapang JUN harus mampu mengkreasikan dan melakukan inovasi
di lahan-lahan yang tidak subur. Inilah SOP yang menjadi tantangan pemandu
lapang JUN untuk dilaksanakan dan dipelihara.
Pelaksanaan SOP ini salah satunya dengan adanya instruksi kerja teknis
pemeliharaan Jati Unggul Nusantara (JUN) sebagai pesan komunikasi yang
disampaikan pemandu lapang kepada petani. Instruksi kerja teknis pemeliharaan
JUN merupakan materi yang disampaikan pemandu lapang UBH-KPWN kepada
petani mitra terkait cara-cara budidaya JUN dari mulai penyiapan pupuk dasar,
penanaman, pemupukan lanjutan, tumpang sari, pengamanan khusus, hingga
perlakukan khusus. Instruksi kerja ini diterapkan kepada petani dengan
menyesuaikan kondisi dan situasi petani setempat. Oleh karena itu, instruksi kerja
ini bersifat fleksibel dan tidak baku sehingga dapat berubah sewaktu-waktu sesuai
dengan kondisi di lapangan.
Pengolahan pupuk sebelum penanaman berguna untuk menjamin
tersedianya pupuk dasar siap pakai dan siap saji. Salah satu yang perlu
diperhatikan dalam pengolahan pupuk sebelum penanaman, yaitu sebaiknya
naungan (gubuk) diberi maupun dibangun agar pupuk tidak terkena matahari
secara langsung sehingga pupuk tidak dalam kondisi yang panas. Kegiatan
penanaman dilakukan dengan jarak yang sudah ditentukan UBH-KPWN yakni 5
43
m x 2 m. Bila terjadi kemarau panjang, untuk menghindari tanaman dari
kekeringan terutama untuk tanaman yang berumur kurang dari 1 tahun, diberikan
perlakuan khusus berupa penyiraman yang intensif, melalui pemompaan air dari
sumber air yang ada (danau, sungai dan sumur) maupun membuat sumber air baru
dan atau membuat tandon air. Sebelum penyemprotan sprayeratau alat penyiram
lainnya harus di cuci terlebih dahulu hingga bersih. Hal ini dilakukan untuk
menghindari kontaminasi antara bekas penyemprotan pupuk atau obat lain
sebelumnya yang masih tersisa dalam sprayer, yang dapat mengakibatkan
kerusakan dan kematian pada tanaman JUN. Terhadap tanaman yang terserang
wabah penyakit, dilakukan pengamatanuntuk mengamati serta mencermati
terhadap semua tanaman secara rutin, meliputi gejala penyakit atau serangan hama
yang menyerang tanaman JUN untuk diberikan perlakuan khusus dengan
melakukan pemberantasan hama dan wabah penyakit pada semua tanaman.
Pemeliharaan tanaman jati akan lebih mudah dan menguntungkan apabila
dilakukan penanaman jati ditumpangsarikan dengan tanaman palawija seperti
kacang-kacangan, jagung, ubi jalar, cabai, dan lain-lain. Adanya tanaman
tumpang sari akan mempermudah pemeliharaan tanaman jati dalam hal
pendangiran, penyiraman atau pengendalian gulma, dan pemupukan. Tumpang
sari dengan tanaman palawija dapat dilakukan hingga tanaman berumur 2 tahun.
Kegiatan pengamanan tanaman jati harus dilakukan agar terhindar dari gangguan
hewan ternak, kebakaran, perusakan atau pencurian dan gangguan lainnya.
Misalnya, untuk pengamanan terhadap api atau kebakaran tidak diizinkan adanya
kegiatan pembakaran serasah atau lainnya dilokasi tanaman yang dapat
mengakibatkan kebakaran.
Petani penggarap berperan dalam melaksanakan pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharaan, dan pengamanan tanaman JUN. Imbal jasa yang akan
diperoleh oleh petani penggarap disamping mendapat upah juga mendapat bagian
hasil panen sebesar 25 persen dari jumlah pohon yang ditanam, tetapi apabila ada
yang mati atau hilang maka bagian hasil panen tersebut dikurangi sebanyak 0.5
bagian dari jumlah yang mati atau hilang.
45
EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN
PROGRAM JATI UNGGUL NUSANTARA (JUN)
Efektivitas komunikasi antara pemandu lapang dengan petani merupakan
tingkat pengetahuan, tingkat sikap, dan tingkat keterampilan petani yang terjadi
setelah diterpa informasi dari pemandu lapang selaku sumber pesan. Pesan yang
disampaikan terkait teknis budidaya JUN yaitu teknis pengolahan pupuk,
penanaman, teknis penyiraman di awal pananaman bila terjadi kekeringan, teknis
pemupukan, teknis penanggulangan hama penyakit, materi tumpang sari, dan
sistem pola bagi hasil.
Indikator komunikasi dapat dikatakan efektif jika dilihat dari tingkat
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan petani (psikomotorik).
Selaras yang dikemukakan oleh Effendy (2001) menyatakan bahwa komunikasi
dapat dikatakan efektif, jika dapat menimbulkan dampak kognitif yaitu
komunikan yang menjadi tahu atau meningkat intelektualitasnya, perubahan sikap
dan pandangan komunikan, karena hatinya tergerak akibat komunikasi, dan
perubahan perilaku atau tindakan yang terjadi pada komunikan. Efektivitas
komunikasi yang terjadi dalam suatu lembaga atau organisasi dapat digunakan
sebagai salah satu indikator untuk melihat tercapai atau tidak tercapainya tujuan
dari lembaga atau organisasi tersebut.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rogers dan Shoemaker dalam
Mugniesyah (2006) dengan melihat efek atau pengaruh dari proses komunikasi
pengaruh (effects) berupa perubahan-perubahan yang terjadi di kalangan petani
berupa perubahan pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku terbuka
(overt behavior) untuk mengadopsi atau menolak inovasi yang ditawarkan oleh
sumber.
Komunikasi antara pemandu lapang dengan petani dapat dikatakan efektif
bila rangsangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pemandu lapang
sebagai pengirim atau sumber, berkaitan erat dengan rangsangan yang ditangkap
dan dipahami oleh petani sebagai penerima pesan. Semakin besar kaitan antara
yang dimaksud oleh pemandu lapang (komunikator) dapat di respons oleh petani
(komunikan), maka semakin efektif pula komunikasi yang dilaksanakan.
Total penilaian efektivitas komunikasi dalam kegiatan JUN antara pemandu
lapang dengan petani dikategorikan menurut kategori rendah, sedang, dan
tinggi. Berdasarkan Tabel 7 apabila ketiga indikator efektivitas komunikasi
digabung menghasilkan nilai total rata-rata, yaitu mayoritas berada pada kategori
efektif dengan proporsi 44.74 persen (20 orang), pada kategori kurang efektif
yaitu sebesar 33.3 persen (15 orang), dan pada kategori tidak efektif sebesar 22.2
persen (10 orang). Ini menandakan komunikasi yang terjalin antara pemandu
lapang dan petani dalam kegiatan JUN sudah efektif.
Tingkat Pengetahuan Petani
Tingkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani merupakan penilaian
petani terhadap efektivitas komunikasi yang selama ini terjadi antara dirinya
dengan pemandu lapang selaku sumber pesan. Tingkat pengetahuan adalah
penilaian responden tentang teknologi inovatif yang di aseminasikan dalam
kegiatan jati unggul nusantara sebagai pesan
46
Tabel 7 Jumlah dan frekuensi responden berdasarkan efektivitas komunikasi di
desa studi
Efek pada arah kognitif meliputi tingkat kesadaran, belajar dan tambahan
pengetahuan. Berdasarkan pada Tabel 7 tingkat pengetahuan petani setelah
terterpa informasi dari pemandu lapang, mayoritas responden berada pada
kategori tinggi dengan proporsi 84.4 persen (38 orang) dan kategori sedang
dengan proporsi 15.6 persen (7 orang). Hal ini menunjukan UBH-KPWN
memberikan nilai tambah bagi petani khususnya dalam tingkat pengetahuan
dalam budidaya jati. Hal ini didukung oleh salah satu pernyataan responden petani
sebagai berikut:
“....Berkat JUN saya jadi tahu bagaimana cara-cara memelihara jati
dari mulai menanam jati hingga jati itu siap untuk di panen. Sejak
bermitra dengan JUN banyak ilmu-ilmu usahatani yang saya ketahui.
Saya juga jadi tahu mengenai harga jati di pasaran....”(MS, 65 tahun)
Tingkat Sikap Petani
Tingkat sikap petani adalah penilaian responden terhadap materi teknis
terkait teknologi inovatif yang dikomunikasikan oleh pemandu lapang dalam
kegiatan JUN. Pada tingkat sikap meliputi efek yang berhubungan dengan emosi,
perasaan dan sikap. Berdasarkan penelitian di lapang, tingkat sikap petani
mayoritas berada pada kategori tinggi dengan proporsi 60.0 persen (27 orang),
kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17 orang), dan kategori rendah 2.2
persen (1 orang). Hal ini menunjukan sebagian besar responden merasa sangat
setuju dengan isi dari materi budidaya JUN yang disampaikan oleh pemandu
No Efektivitas komunikasi Jumlah (orang) Frekuensi (%)
1 Tingkat pengetahuan petani
Rendah (8-15) 0 0
Sedang (16-24) 7 15.6
Tinggi (25-32) 38 84.4
2 Tingkat sikap petani
Rendah (8-15) 1 2.2
Sedang (16-24) 17 37.8
Tinggi (25-32) 27 60.0
3 Tingkat keterampilan petani
Rendah (8-15) 0 0
Sedang (16-24) 17 37.8
Tinggi (25-32) 28 62.2
4 Total efektivitas komunikasi
Tidak efektif (65-72) 10 22.2
Kurang efektif (73-80) 15 33.3
Efektif (81-88) 20 44.4
47
lapang. Materi yang ditanyakan kepada responden berkaitan dengan pengolahan
pupuk dasar, jarak tanam, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengendalian
kebakaran dan pencurian, serta perhitungan sistem bagi hasil. Namun, responden
yang termasuk dalam kategori sedang yakni sekitar 37.8 persen (17 orang)
menyatakan sikap yang kurang setuju dengan materi yang di sampaikan pemandu
lapang yakni terkait jarak tanam, tumpang sari, serta pembagian sistem bagi hasil.
Menurut petani yang diwawancarai menyatakan kurang setuju dengan
jarak tanam yang ditetapkan UBH-KPWN yakni 5 m x 2 m. Karena jarak tanam
tersebut terlalu rapat sehingga nutrisi untuk tanaman jati tidak menyebar secara
menyeluruh. Hal ini menyebabkan diameter pohon yang tumbuh menjadi kecil.
Petani menyarankan jarak tanam yang digunakan sebaiknya 3.5 m x 3.5 m agar
jarak tanamnya tidak terlalu rapat dan diameter pohon yang dihasilkan menjadi
lebih besar. Kegiatan tumpang sari hanya dapat dilakukan ketika tahun pertama
hingga tahun kedua saja sejak penanaman. Setelah itu kegiatan tumpang sari tidak
dapat lagi dilakukan sehingga pemasukan tambahan petani menjadi berkurang.
Selain jarak tanam dan kegiatan tumpang sari petani kurang setuju dengan sistem
bagi hasil. Berikut penuturan petani terkait pembagian sistem bagi hasil:
“.....Saya sebenarnya kurang setuju dengan pembagian hasil petani
sebesar 25 bagi petani penggarap tapi mau gimana lagi neng....” (HLM,
50 tahun)
Tingkat Keterampilan Petani
Efek budidaya JUN terkait tingkat keterampilan petani adalah penilaian
responden tentang keterampilannya dalam menerapkan teknis-teknis terkait
teknologi inovatif yang diberikan. Efek pada psikomotorik berhubungan dengan
perilaku dan niat untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Ini berarti apa
yang petani ketahui, rasakan, dan lakukan berakibat terhadap efektivitas
komunikasi dengan pemandu lapang.
Tingkat keterampilan petani mayoritas berada pada kategori tinggi dengan
proporsi 62.2 persen (28 orang) dan kategori sedang dengan proporsi 37.8% (17
orang). Hal ini menunjukan sebagian besar petani mitra JUN memilki
keterampilan usahatani yang tergolong tinggi. Tingkat keterampilan petani ini
didukung dengan pengetahuan pertanian yang sudah dimiliki sebelumnya serta
pengalaman usahatani yang dimiliki petani yang sudah mencapai puluhan tahun.
Keterampilan petani dalam menerapkan budidaya JUN seringkali
mengalami kendala, tetapi petani tetap semangat dan berusaha semaksimal
mungkin dalam menerapkan seluruh tahapan pemeliharaan JUN seperti yang
disampaikan pemandu lapang. Petani menggabungkan dan mengkreasikan materi
pemeliharaan JUN yang diajarkan pemandu lapang dengan pengetahuan pertanian
yang dimilikinya selama ini. Misalnya, terdapat petani yang tidak memilki mesin
pompa air untuk penyiraman tanaman jati. Oleh karena itu petani melakukan
penyiraman dengan menggunakan gedebong pisang dan rerumputan di sekitar
kebun yang lembab sebagai sumber air. Pengamanan perkebunan jati dilakukan
petani dengan memelihara beberapa anjing penjaga.
48
Komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara pemandu lapang dan
petani sudah berjalan dengan efektif karena dari ketiga aspek yakni peningkatan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani seluruhnya mengalami peningkatan
dan termasuk dalam kategori yang tinggi. Hal ini juga didukung dengan
pernyataan dari Tubbs dan Moss (2000) terdapat lima hal yang menjadikan
ukuran bagi komunikasi yang efektif, yaitu ukuran dari pemahaman, ukuran dari
kesenangan, seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari sumber, ukuran
dalam memperbaiki hubungan dan ukuran dalam tindakan.
Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani mampu
mencapai pokok pemahaman yakni penerimaan yang cermat atas kandungan
rangsangan seperti yang dimaksud oleh pengirim pesan. Pemandu lapang bisa
dikatakan efektif karena memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang
disampaikannya. Hal ini juga menandakan komunikasi yang terjalin telah
mencapai ukuran dimana seseorang memahami suatu pesan yang berasal dari
sumber. Komunikasi yang efektif antara pemandu lapang dengan petani telah
mencapai ukuran kesenangan karena komunikasi yang terjalin tidak semua
ditujukan untuk menyampaikan maksud tertentu, ada kalanya komunikasi hanya
sekedar untuk bertegur sapa dan menimbulkan kebahagian bersama. Pemandu
lapang dan petani telah berupaya membangun komunikasi yang mencapai ukuran
dalam memperbaiki hubungan dimana setiap komunikasi dilakukan dalam
suasana psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu
terciptanya komunikasi yang efektif. Proses komunikasi yang efektif ini juga telah
memenuhi ukuran dalam tindakan karena mampu mendorong orang lain untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan.
Nilai tingkat pengetahuan petani memilki proporsi yang lebih tinggi 84.4
persen dibandingkan dengan nilai yang lainnya yaitu sikap 60.0 persen dan
tindakan 62.2 persen. Hal ini menandakan upaya pemahaman yang dilakukan
oleh pemandu lapang berlangsung secara efektif. Kemampuan pemandu
lapang untuk memberi pemahaman yang baik di tempuh dengan beberapa
upaya diantaranya, membangun komunikasi yang baik dengan petani dan
dibarengi dengan makin tingginya minat petani mengikuti penjelasan-
penjelasan budidaya JUN yang selama ini disosialisasikan oleh pemandu
lapang. Pendekatan yang digunakan oleh pemandu lapang sebagai satu-satunya
saluran komunikasi dari UBH-KPWN ke petani penggarap yaitu dengan
membangun hubungan interpersonal. Diantaranya, pemandu lapang berkunjung
ke petani tetapi bukan membicarakan budidaya JUN tetapi semata membangun
komunikasi dengan petani misalnya, sore hari sekedar bersantai di saung-
saung petani atau menghadiri undangan, menghadiri acara-acara yang
dilakukan para petani.
Penilaian tentang sikap petani terhadap materi budidaya JUN yang
disampaikan pemandu lapang memporoleh angka yang relatif lebih rendah dari
angka peningkatan pengetahuan dan keterampilan petani. Jadi, suatu pengetahuan
dimengerti dengan baik belum tentu akan membuat bersikap untuk
menyetujuinya. Tingkat keterampilan petani merupakan rana tertinggi dari
terjadinya efektivitas dalam suatu komunikasi. Pemahaman dan sikap yang
baik tentu akan berimplikasi dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk
tindakan.
49
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EFEKTIVITAS
KOMUNIKASI PADA KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM JATI
UNGGUL NUSANTARA
Analisis Hubungan Karakteristik Petani dengan Efektivitas Komunikasi
Petani sebagai suatu komunitas dalam pedesaan memiliki beberapa
karakteristik khusus dalam dirinya yang khas dan berpengaruh ketika mereka
menjalin komunikasi dengan pihak lain di luar komunitasnya. Sehingga
karakteristik personal petani menjadi salah satu faktor internal yang berhubungan
dengan efektivitas komunikasi.
Hasil uji korelasi pada Tabel 8 menunjukkan nilai signifikansi untuk
usia berada pada α lebih besar dari 0.05, sehingga dapat dikatakan usia tidak
terlihat berhubungan dengan efektivitas komunikasi. Hal ini dapat terjadi karena
mayoritas usia responden berada pada masa usia tua dan dewasa. Selain itu
pengalaman usahatani responden berada pada kategori sedang antara 16 sampai
26 tahun. Sehingga pengalaman usaha tani juga tidak terlihat berhubungan
signifikan dengan efektivitas komunikasi. Karena responden sudah memiliki
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang sangat baik terkait bidang pertanian.
Tabel 8 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik
petani dengan efektivitas komunikasi
Tingkat pendidikan menunjukkan nilai signifikansi pada efek peningkatan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani lebih besar dari α (0.05) yakni
0.590, 0.871, dan 0.884. Ini menunjukkan tidak terlihat adanya hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan efektivitas komunikasi. Artinya,
bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani yang yang
berpendidikan rendah maupun yang berpendidikan tinggi.
Tingkat pendapatan yang dikeluarkan petani tidak terlihat memiliki
hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi, sebab nilai
signifikansi menunjukan lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar 0.248, 0.105
dan 0.845 pada aspek peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan petani.
Karakteristik petani
Efektivitas komunikasi
Peningkatan
pengetahuan Petani Sikap petani
Peningkatan
keterampilan petani
Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig
Usia 0.113 0.459 0.138 0.365 0.051 0.0740
Lamanya menempuh
pendidikan formal 0.082 0.590 -0.25 0.871 -0.022 0.884
Pengalaman usahatani -0.091 0.552 -0.030 0.845 -0.15 0.921
Pendapatan -0.176 0.248 -0.245 0.105 0.030 0.845
Luas lahan 0.115 0.453 -0.211 0.164 0.016 0.915
50
Artinya, bahasa yang digunakan pemandu lapang pas dengan petani baik petani
yang yang memiliki pendapatan rendah maupun yang memiliki pendapatan tinggi.
Luas lahan tidak terlihat berhubungan signifikan dengan efektivitas
komunikasi, sebab nilai signifikansi lebih besar dari α (0.05) yaitu sebesar
0.115, 0.164, dan 0.915. Hal ini dikarenakan sebagian besara lahan garapan yang
dimiliki oleh petani JUN atas namanya sendiri. Sehingga pengambilan keputusan
yang diambilnya aman yang artinya tidak ada kaitannya dalam efektivitas
komunikasi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yakni yang dilakukan
oleh Cahyanto et al (2008) dan Rosana et al (2010) yang menunjukan bahwa
tidak terlihat adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik petani dengan
]proses komunikasi.
Analisis Hubungan Karakteristik Pemandu Lapang dengan Efektivitas
Komunikasi
Pemandu lapang merupakan sumber informasi yang menjembatani
kepentingan antara UBH-KPWN dengan petani. Sumber informasi menurut
Harold Laswell dalam Mulyana (2005) adalah pihak yang berinisiatif atau
mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Kebutuhannya bervariasi, mulai dari
sekedar memelihara hubungan yang sudah dibangun, menyampaikan informasi,
menghibur, hingga kebutuhan untuk mengubah ideologi, keyakinan agama dan
perilaku pihak lain. Pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, presepsi,
pola pikir, dan perasaan sumber mempengaruhinya dalam merumuskan pesan
tersebut.
Karakteristik pemandu lapang dalam membangun kedekatan dengan petani
bimbingannya berhubungan signifikan dengan efektivitas komunikasi khususnya
dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi budidaya JUN. Kedekatan
memilki nilai signifikansi 0.012 yakni α lebih kecil dari 0.05 yang artinya
berhubungan signifikan. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.371 yang artinya
korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah
yang tercantum dalam nilai koefisien yaitu positif. Hal ini menyatakan bahwa
semakin dekat hubungan antara pemandu lapang dengan petani mitra maka
komunikasi yang terjalin semakin efektif. Hal ini dikarenakan untuk mencapai
keberhasilan komunikasi khususnya dalam kemitraan dibutuhkan komunikasi
yang persuasif.
Suasana psikologis yang positif dapat terbangun salah satunya dengan
menjalin kedekatan antara pemandu lapang sebagai sumber pesan dengan petani
sebagai penerima pesan. Petani merasa akan lebih terbuka kepada pemandu
lapang yang dekat dengannya secara pribadi dibandingkan dengan pemandu
lapang yang hanya menjalin hubungan karena urusan kemitraan semata. Petani
merasa ada kesamaan antara pemandu lapang dengannya sehingga petani bersedia
menerapkan isi pesan yang dilancarkan pemandu lapang.
Kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang berhubungan signifikan dengan
efektivitas komunikasi khususnya dalam meningkatkan sikap dan keterampilan
petani. Kredibilitas memiliki nilai signifikansi 0.036 dan 0.021 yang artinya
berhubungan signifikan pada taraf 0.05. Nilai koefisien korelasinya yakni 0.343
yang artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah
nilai 0.5. Arah yang tercantum pada nilai koefisien korelasi kredibilitas adalah
51
positif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kredibilitas
yang dimiliki pemandu lapang semakin tinggi efektivitas komunikasi yang
terbangun dengan petani bimbingannya begitu pun sebaliknya.
Tabel 9 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi karakteristik
pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi
Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05
Kedekatan dan kredibilitas yang dimiliki sumber berhubungan dengan
efektivitas komunikasi. Hal ini didukung oleh Lubis et al (2010) bahwa beberapa
keputusan yang dibuat mengenai penerimaan informasi yang menarik dan
kompleks akan melibatkan sumber pesan yang berasal dari hubungan antar
pribadi. Dalam hal ini, kedekatan dan kredibilitas merupakan salah satu faktor
yang memiliki hubungan dengan keputusan petani untuk menerima dan
menyetujui peasan yang disampaikan pemandu lapang. Kredibilitas menyebabkan
komunikasi berhasil berkat kepercayaan petani pada pemandu lapang.
Kepercayaan ini banyak bersangkutan dengan profesi atau keahlian yang dimiliki
seseorang pemandu lapang. Oleh karena itu, kredibilitas pemandu lapang
memegang peranan yang sangat penting dalam membangun proses komunikasi
yang efektif.
Sikap pemandu lapang tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan
dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih
besar dari α (0.05). Karena menurut petani sikap yang ditunjukan oleh pemandu
lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara langsung dengan efektivitas
komunikasi. Bagi petani penguasaan isi materi yang disampaikan pemandu lapang
terkait teknis-teknis budidaya JUN menjadi unsur yang lebih penting bagi petani.
Frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak terlihat
memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas komunikasi. Sebab nilai
signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05). Karena menurut petani
frekuensi kunjungan pemandu lapang ke kelompok tani tidak berhubungan secara
langsung dengan efektivitas komunikasi. Bagi petani kedekatan yang dibangun
pemandu lapang serta kredibilitas yang dimiliki pemandu lapang menjadi unsur
yang lebih memiliki hubungan yang signifikan dalam membangun efektivitas
komunikasi antara petani dengan pemandu lapang.
Karakteristik pemandu
lapang
Efektivitas komunikasi
Tingkat
pengetahuan petani
Tingkat Sikap
petani
Tingkat
keterampilan
petani
Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig
Kedekatan (Proximity) 0.137 0.369 0.371 0.012* -0.41 0.789
Kredibilitas (Credibility) 0.131 0.391 0.313 0.036* 0.343 0.021*
Sikap (Attitudes) 0.282 0.061 0.246 0.103 0.237 0.117
Frekuensi kunjungan
pemandu lapang ke
kelompok tani
- 0.271 0.071 -0.116 0.446 -0.013 0.930
52
Analisis Hubungan Keterampilan Komunikasi Pemandu Lapang dengan
Efektivitas Komunikasi
Pemandu lapang berkomunikasi secara persuasif untuk mempengaruhi sikap
petani, dan berusaha agar petani memahami apa yang ia ucapkan dan melakukan
suatu perbuatan atau kegiatan yang diinginkan pemandu lapang. Hal ini sesuai
dengan penuturan Effendy (2000) bahwa komunikasi perseorangan dinilai paling
ampuh dan lebih efektif dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
komunikan. Alasannya adalah komunikasi yang digunakan pemandu lapang
adalah komunikasi perseorangan umumnya berlangsung secara tatap muka (face
to face), sehingga terjadi kontak pribadi dan umpan balik berlangsung seketika.
Pemandu lapang dapat mengetahui secara langsung tanggapan petani terhadap
pesan yang disampaikan. Komunikasi persuasif yang dilakukan dalam suasana
psikologis yang positif dan penuh kepercayaan akan sangat membantu terciptanya
komunikasi yang efektif.
Hal ini dibuktikan dengan keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu
lapang dalam menguasai materi program memiliki hubungan yang signifikan
dengan efektivitas komunikasi. Khususnya dalam meningkatkan keterampilan
petani dalam bidang pertanian. Nilai signifikansinya sebesar 0.040 yang
berarti lebih kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.308 yang
artinya korelasi yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai
0.5. Arah yang tercantum dalam koefisien korelasi nilai penguasaan materi yaitu
positif (0.308). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin baik pemandu lapang
menguasai materi program maka semakin tinggi efektivitas komunikasi yang
terbangun dengan petani mitranya. Hal ini sesuai dengan penuturan Berlo dalam Lubis et al (2010) bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi sumber dan penerima terhadap efektivitas
komunikasi, salah satunya yaitu keterampilan berkomunikasi, sikap, dan tingkat
pengetahuan. Keterampilan berkomunikasi penting bagi sumber dan penerima.
Bagi sumber yakni pemandu lapang, keterampilan berkomunikasi penting
karena sumber dapat mengembangkan pesan, dan bagi penerima yakni pertani
mampu menerjemahkan serta membuat keputusan-keputusan tentang suatu pesan. Kemampuan berbahasa yang sopan dan dapat menggunakan bahasa
yang digunakan petani sehari-hari, membuat responden paham pada bahasa
yang digunakan pemandu lapang. Menurut Berlo dalam Lubis et al (2010) tingkat
pengetahuan menjelaskan bahwa seorang sumber yakni pemandu lapang
mampu memahami materi yang disampaikan sehingga dapat berkomunikasi
dengan efektif. Apabila dapat menguasai materi maka dapat mentransmisikan
pengetahuannya secara efektif. Bagi penerima yakni petani jika dia mengetahui
kode yang digunakan sumber maka dia akan mengerti pesan yang dikirim
sumber.
Keterampilan komunikasi pemandu lapang dalam menjelaskan informasi
program tidak terlihat memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas
komunikasi, sebab nilai signifikansinya menunjukan lebih besar dari α (0.05).
Karena ketika pemandu lapang menjelaskan teknis pemeliharaan budidaya JUN,
petani sebagai responden telah memiliki pengetahuan dan keterampilan bertani
berdasarkan pengalaman usahatani yang dimiliki serta informasi yang diperoleh
dari petani lain.
53
Tabel 10 Koefisien korelasi Rank Spearman dan nilai signifikansi keterampilan
komunikasi pemandu lapang dengan efektivitas komunikasi
Keterangan: *Berhubungan signifikan pada taraf 0.05
Kesesuaian metode penyuluhan sebagai salah satu keterampilan komunikasi
pemandu lapang memiliki hubungan yang signifikan dengan efektivitas
komunikasi khsusunya dalam meningkatkan sikap petani terhadap materi
budidaya JUN. Nilai signifikansinya sebesar sebesar 0.010 yang berarti lebih
kecil dari α (0.05). Nilai koefisien korelasinya yakni 0.378 yang artinya korelasi
yang tercipta lemah karena nilai yang dihasilkan dibawah nilai 0.5. Arah yang
tercantum dalam koefisien korelasi nilai kesesuaian metode penyuluhan yaitu
positif (0.378). Hal ini juga menunjukan bahwa semakin sesuai pemandu lapang
dalam menggunakan metode penyuluhan maka semakin tinggi efektivitas
komunikasi. Menurut Lubis et al (2010) semakin sumber pesan menyerupai
penerima pesan, maka semakin besar kemungkinan penerima pesan memberi
perhatian kepadanya apapun yang dikatakannya dan bersedia taat pada isi pesan
yang dilancarkan pemandu lapang. Pemandu lapang mampu berbahasa sesuai
dengan kemampuan petani. Terlihat adanya hubungan antara kesesuaian metode
penyuluhan dengan efektivitas komunikasi khususnya terhadap pemaknaan pesan
yang disampaikan oleh pemandu lapang.
Kesesuaian metode penyuluhan mampu mendorong petani untuk
melakukan tindakan yang sesuai dengan yang diinginkan pemandu lapang
sehingga keberhasilan komunikasi tercapai dengan baik. Tingkat keterampilan
berupa tindakan merupakan timbal balik (feed back) dari efektivitas komunikasi
yang paling tinggi yang diharapkan pemandu lapang. Kesesuaian metode
penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang memudahkan pemahaman petani
tentang apa yang pemandu lapang sampaikan, mampu meyakinkan petani bahwa
tujuan dari budidaya JUN itu masuk diakal, dan mempertahankan hubungan
harmonis antara pemandu lapang dengan petani.
keterampilan
komunikasi
pemandu lapang
Efektivitas komunikasi
Tingkat
pengetahuan
petani
Tingkat Sikap
petani
Tingkat
keterampilan
petani
Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig Koef.
Korelasi
sig
Penguasaan materi
program 0.043 0.777 -0.006 0.967 0.308 0.040*
Kejelasan informasi
program 0.066 0.669 0.096 0.529 0.135 0.377
Kesesuaian metode
penyuluhan 0.057 0.712 0.378 0.010* 0.262 0.082
55
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sesuai dengan hasil-hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat
dibuat beberapa kesimpulan seperti berikut:
1. Karakteristik petani JUN Desa Ciaruteun Ilir berusia dewasa dengan rata-rata
usia petani adalah 47 tahun. Tingkat pendidikan petanit tergolong sedang
dengan rata-rata selama 6 tahun atau setingkat sekolah dasar. Pengalaman
usahatani yang dimiliki tergolong sedang dengan rata-rata selama 18 tahun.
Pendapatan petani tergolong rendah dan luas lahan garapan yang termasuk
dalam kategori sempit. 2. Pemandu lapang memiliki hubungan kedekatan yang sangat baik dengan petani
bimbingannya. Kredibilitas dan sikap pemandu lapang tergolong sangat baik.
Frekuensi kunjungan ke kelompok tani bimbingannya juga tergolong tinggi.
Keterampilan komunikasi yang dimiliki pemandu lapang secara keseluruhan
tergolong baik. Kemampuan penguasaan materi yang dimiliki pemandu lapang
tergolong sangat baik. Pemandu lapang menjelaskan informasi program kepada
petani dengan sangat jelas. Metode penyuluhan yang digunakan dalam kegiatan
budidaya JUN sudah sangat sesuai. 3. Efektivitas komunikasi dalam kegiatan budidaya JUN antara petani Desa
Ciaruteun Ilir dengan pemandu lapang tergolong efektif. Kedekatan,
kredibilitas, penguasaan materi program, dan kesesuaian metode penyuluhan
pemandu lapang berhubungan nyata dengan efektivitas komunikasi.
Saran
1. Kedekatan hubungan dengan petani perlu dijalin tidak hanya antara petani
dengan pemandu lapang, tetapi juga antara petani dengan pihak UBH-KPWN.
Misalnya, secara rutin berkunjung ke petani tidak hanya secara formal terkait
kegiatan JUN tetapi juga secara informal. Karena kedekatan memiliki
hubungan yang nyata dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan
pendampingan JUN.
2. Guna meningkatkan kredibilitas, penguasaan materi dan metode penyuluhan
diperlukan kegiatan-kegiatan bagi pemandu lapang yang bermanfaat dalam
menunjang kinerjanya selama melakukan pendampingan. Misalnya, pemandu
lapang mengikuti kegiatan pelatihan ataupun seminar yang berkaitan dengan
penguasaan materi dan metode penyuluhan. Karena kredibilitas, penguasaan
materi, dan kesesuaian metode penyuluhan yang dilakukan pemandu lapang
berhubungan dengan efektivitas komunikasi dalam kegiatan pendampingan
JUN.
57
DAFTAR PUSTAKA
Cahyanto PG, Sugihen BG, Hadiyanto. Efektivitas Komunikasi Partisipatif dalam
Pelaksanaan Prima Tani di Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Pontianak,
Kalimantan Barat. Jurnal Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip
tanggal 24 Mei 2014]. 06(1): 14-30. Dapat diunduh dari: http://jesl.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5657
Effendy OU. 1992. Dinamika komunikasi. Cetakan kedua. Bandung [ID]: Remaja
Rosdakarya. 214 hal.
OU. 2000. Ilmu, teori, dan filsafat komunikasi. Bandung [ID]: Citra
Aditya Bakti. 421 hal.
OU. 2001. Ilmu komunikasi: teori dan praktek. Cetakan kedua puluh
dua. Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 181 hal.
OU. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan kedelapan.
Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal.
Ernawati E. 2011. Efektivitas komunikasi dalam sosialisasi kegiatan program
Posdaya di desa binaan IPB. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November
2013]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 95 hal. Dapat diunduh dari:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/51495.
Hafsah MJ. 2000. Kemitraan usaha konsepsi dan strategi. Jakarta [ID]: Pustaka
Sinar Harapan. 329 hal.
[Kemenhut] Kementrian Kehutanan [ID]. 2012. Peran sektor kehutanan dalam
meningkatkan ketahanan pangan nasional. [Internet]. [dikutip tanggal 01
Oktober 2013]. Dapat diunduh dari:
http://ppid.dephut.go.id/pidato_kemenhut/browse/3.
Kusumastuti YI. 2009. Komunikasi bisnis. Bogor [ID)]: IPB Press. 200 hal.
Lubis DP, Mugniesyah SS, Purnaningsih N, Riyanto S, Kusumastuti YI,
Hadiyanto, Saleh A, Sumardjo, Sarwititi, Amanah S, Fatchiya A. 2010. Dasar-
dasar komunikasi. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat IPB Press. 391 hal.
Mayers J, Vermeulen S. 2002. Company-community forestry partnership: from
raw deals to mutual gians? instrumen for sustainable private sector 67 forestry
series. Forestry and land use program. London: International Institute for
Environment and Development [IIED]. 330 hal.
McQuail D, Windahl S.1987. Teori komunikasi massa. Edisi kedua. Jakarta [ID]:
Erlangga. 243 hal.
Manggeng M. 2005. Pendidikan yang membebaskan menurut Paulo Freire dan
relevansinya dalam konteks Indonesia. Jurnal Teologi Kontekstual. [internet].
[dikutip tanggal 24 Mei 2014]. 08(1): 41-44. Dapat diunduh
dari:http://www.oaseonline.org/artikel/manggeng_freire.pdf.
Mugniesyah SS. 2006. Ilmu penyuluhan. Bogor [ID]: Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat IPB. 236 hal.
Mulayana D. 2005. Ilmu komunikasi: suatu pengantar. Cetakan
kedelapan.Bandung [ID]: Remaja Rosdakarya. 410 hal.
58
Nelly M. 1988. Hubungan karakteristik sosial ekonomi dan perilaku petani
mengadopsi rumput unggul di daerah Jawa Barat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut
Pertanian Bogor. 92 hal.
Nurhayati. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi di
dalam sekolah lapang padi. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 6 November
2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 136 hal. Dapat diunduh dari:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46765.
Oktarina S, Sumardjo, Rustiadi E. 2008. Keefektivan komunikasi dalam
pengembangan peran-peran kelembagaan agropolitan. Komunikasi
Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November 2013]. 06(2): 23-42.
Dapat diunduh dari:
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5666/4297.
Prasetyo B, Jannah LM. 2005. Metode penelitian kuantitatif. Jakarta [ID]:
PT RajaGrafindo Persada. 239 hal.
Rachmawati N. 2010. Efektivitas komunikasi klinik agribisnis pada Prima Tani di
Kecamatan Leuwi Sadeng Bogor. [Tesis].[internet]. [dikutip tanggal 3
November 2013].Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 144 hal. Dapat
diunduh dari: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/5097.
Rakhmat J. 1984. Metode penelitian komunikasi. Bandung [ID]: PT Remaja
Rosdakarya. 184 hal.
Rosana E, Saleh A, Hadiyanto. 2010. Hambatan-hambatan komunikasi yang
dirasakan peternak dalam pembinaan budidaya sapi potong di Kabupaten Ogan
Ilir. Komunikasi Pembangunan. [internet]. [dikutip tanggal 3 November
2013]. 08(1): 27-41. Dapat diunduh dari:
http://ilkom.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5693.
Saleh A, Rizkawati N. 2009. Efektivitas komunikasi masyarakat dalam
memanfaatkan pertunjukan wayang purwa di era globalisasi (kasus: Desa
Bedoyo, Gunung Kidul, Yogyakarta). Komunikasi Pembangunan. [internet].
[dikutip tanggal 3 November 2013]. 07(1): 37-48. Dapat diunduh dari:
http://jagb.journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/view/5680.
Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survai. Jakarta [ID]: LP3ES.
334 hal.
Sumardjo. 1999. Transformasi model penyuluhan pertanian menuju
pengembangan kemandirian petani (kasus di Provinsi Jawa Barat). [Disertasi].
Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. 347 hal.
Suwanda FN. 2008. Analisis efektivitas komunikasi model prima tani sebagai
diseminasi teknologi pertanian di Desa Citarik Kabupaten Karawang Jawa
Barat. [Tesis]. [internet]. [dikutip tanggal 11 Oktober 2013] . Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor. 126 hal. Dapat diunduh dari:
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9307/2008fns.pdf.
Tubss S, Moss S. 2000. Human communication: Prinsip-prinsip dasar. Bandung
[ID]:Remaja Rosdakarya. 256 hal.
59
LAMPIRAN
Lampiran 1 Sketsa wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan Cibungbulang,
Kabupaten Bogor
Sumber: Data potensi Desa Ciaruteun Ilir tahun 2014
Lampiran 2 Jadwal pelaksanaan penelitian
Kegiatan Februari Maret April Mei Juni
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
proposal skripsi
Kolokium
Perbaikan proposal
Pengambilan data
lapang
Pengolahan dan
analisis data
Penulisan draft
skripsi
Uji petik
Sidang skripsi
Perbaikan laporan
skripsi
60
Nama Usia Alamat No. Nama Usia Alamat
OA 63 Kp. Ciaruteun Ilir Rt.1/03 38. SMR 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
ACG 32 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 39. MDRS 37 Kp. Tegal Rt.06/06
AEG 30 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 40. SRP 39 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
MMD 70 Kp. Padati Mondok Rt.01/09 41. SKT 40 Kp. Bubulak Rt.2/10
KSN 63 Kp. Tutul Rt.03/05 42. USN 40 Kp. Padati Mondok, Rt.4/8
SND 35 Kp. Tutul Rt.03/05 43. AP 42 Kp. Tegal Rt.04/06
SNM 42 Kp. Tutul Rt.03/05 44. ENC 48 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
ADR 36 Kp. Wangunjaya Rt.02/06 45. SRJ 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
AI 32 Kp. Tegal Rt.05/06 46. DW 35 Kp. Tutul Rt.03/05
SBN 45 Kp. Tutul Rt.03/05 47. SRO 52 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
ANM 35 Kp. Wangunjaya Rt.3/6 48. SMN 70 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
ANDR 32 Kp. Sawah Rt. 01/04 49. JNM 50 Kp. Tutul Rt.03/05
EGI 45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 50. DMR 50 Kp. Tutul Rt.03/05
ANG 32 Kp. Wangunjaya Rt.02/06 51. PI 35 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
EWR 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09 52. UP 35 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
AWR 45 Kp. Tutul Rt.02/05 53. UTG 65 Kp. Tutul Rt.02/05
EDH 42 Kp. Tutul Rt.03/05 54. BBH 73 Kp. Padati Mondok Rt.01/08
EJN 33 Kp. Bubulak Rt.2/10 55. ADI 40 Kp. Wangunjaya Rt.02/06
ADRF 30 Kp. Tutul Rt.03/05 56. ING 55 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
ADDH 26 Kp. Tutul Rt.03/05 57. EMN 62 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
EMN 36 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 58. SYM 50 Kp. Poncol Rt.09/03
DN 37 Kp. Wangunjaya Rt.02/07 59. ACG 32 Kp. Wangunjaya Rt.02/07
ICH 39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09 60. HYT 40 Kp. Padati Mondok Rt.03/09
ATM 55 Kp. Tutul Rt.03/05 61. EDI 45 Kp. Padati Mondok Rt.04/09
JL 27 Kp. Tutul Rt.03/05 62. IRN 52 Kp. Cibanteng Rt.03/01
SMA 60 Kp. Tutul Rt.03/05 63. OMN 55 Kp. Rancabungur Rt. 01/04
SDI 46 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 64. ABS 49 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
HT 57 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 65. ISN 32 Kp. Wangunjaya Rt.03/07
UN 60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 66. SHR 39 Kp. Padati Mondok Rt.01/06
MS 45 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 68. ANT 26 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
ING 39 Kp. Padati Mondok Rt.02/09 69. IMG 48 Kp. Bubulak Rt.03/10
IST 27 Kp. Bubulak Rt.03/10 70. PPN 47 Kp. Bubulak Rt.2/10
KNO 36 Kp. Padati Mondok Rt.03/08 71. HLM 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
SH 61 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 72. ASP 40 Kp. Padati Mondok Rt.01/09
AH 60 Kp. Padati Mondok Rt.03/09 73. SM 45 Kp. Ciaruteun Ilir,Rt.2/3
ISK 43 Kp. Padati Mondok Rt.02/08 74. MH 65 Kp. Padati Mondok Rt.02/09
HMN 50 Kp. Padati Mondok Rt.01/08 75. YD 40 Kp. Bubulak Rt.2/10
Lampiran 3 Kerangka sampling
Data Petani Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kecamatan
Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Keterangan:
: Responden Penelitian
61
Lampiran 4 Contoh hasil uji statistik
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu
kedekatan dengan tingkat sikap petani
Correlations
Kedekatan Tingkat sikap
petani
Spearman's rho
Kedekatan
Correlation Coefficient 1,000 ,371*
Sig. (2-tailed) . ,012
N 45 45
Tingkat sikap petani
Correlation Coefficient ,371* 1,000
Sig. (2-tailed) ,012 .
N 45 45
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi Rank Spearman antara karakteristik pemandu lapang yaitu kredibilitas
dengan tingkat keterampilan petani
Correlations
Kredibilitas Tingkat
Keterampil
an petani
Spearman's rho
Kredibilitas
Correlation Coefficient 1,000 ,343*
Sig. (2-tailed) . ,021
N 45 45
Tingkat Keterampilan
petani
Correlation Coefficient ,343* 1,000
Sig. (2-tailed) ,021 .
N 45 45
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
62
Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu
lapang yaitu penguasaan materi program dengan tingkat keterampilan petani
Correlations
Penguasaan
materi program
Tingkat
keterampilan
petani
Spearman's rho
Penguasaan materi program
Correlation
Coefficient 1,000 ,308
*
Sig. (2-tailed) . ,040
N 45 45
Tingkat keterampilan petani
Correlation
Coefficient ,308
* 1,000
Sig. (2-tailed) ,040 .
N 45 45
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hasil uji korelasi Rank Spearmanantara keterampilan komunikasi pemandu
lapang yaitu kesesuaian metode penyuluhan dengan tingkat sikap petani
Correlations
Kesesuaian
metode penyuluhan
Tingkat sikap
petani
Spearman's rho
Kesesuaian metode
penyuluhan
Correlation
Coefficient 1,000 ,378
*
Sig. (2-tailed) . ,010
N 45 45
Tingkat sikap petani
Correlation
Coefficient ,378
* 1,000
Sig. (2-tailed) ,010 .
N 45 45
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
63
Lampiran 5 Dokumentasi kegiatan
Petani jati unggul nusantara Desa Ciaruteun Ilir
Pemandu lapang dan pengurus unit Usaha Bagi Hasil Jati Unggul Nusantara
(UBH-KPWN)
Surat Perjanjian Kerja (SPK) dalam kemitraan antara petani dengan UBH-KPWN
64
Sosisalisasi budidaya jati unggul nusantara
Perkebunan jati unggul nusantara di Desa Ciaruteun Ilir
Pemanenan jati unggul nusantara
65
RIWAYAT HIDUP
Maulidani Tresnaputri dilahirkan di Majalengka pada tanggal 16
September 1992. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Ir Danu, MSi dan Dra Anih Setiyawati. Penulis memulai pendidikan
formal di Taman Kanak-kanak Al-Yasmin Bogor pada tahun 1997-1998, SDN
Panaragan 03 pada tahun 1998-2004, SMPN 4 Bogor pada tahun 2004-2007,
dan SMAN 5 Bogor pada tahun 2007-2010. Pada tahun 2010 penulis di terima
di Institut Pertanian Bogor melalui Ujian Seleksi Masuk Institut Pertanian
Bogor (USMI) di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis aktif dalam berbagai
kegiatan organisasi dan kepanitiaan. Penulis pernah menjadi anggota divisi
Public Relation HIMASIERA selama periode 2011-2012. Selain itu, penulis juga
merupakan anggota unit kegiatan mahasiswa Music Agriculture X-Pression!!
(MAX!!) IPB divisi Event Organizer mulai tahun 2012 dan merupakan anggota
komunitas Public Relation IPB mulai tahun 2013. Penulis juga aktif dalam
berbagai event yang ada di IPB, diantaranya sebagai anggota divisi Humas
dan Sponsor Acara Priority Himasiera IPB pada tahun 2011, kepala divisi
Publikasi, Dekorasi, dan Dokumentasi dalam Acara MAX!! Corner pada tahun
2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat serta LO IMIKI (Ikatan Mahasiswa
Ilmu Komunikasi Indonesia) dalam Acara HIMASIERA Goes To Public pada
tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam Acara MPD SKPM
2012, anggota divisi Dana Usaha dalam Acara ACRA (Art, Collaboration and
Action) MAX!! IPB tahun 2012, anggota divisi Hubungan Masyarakat dalam
Acara Malam Keakraban SKPM 48 pada tahun 2012, dan kepala divisi acara
dalam Acara Meet and Greet HIMASIERA bersama anak-anak panti asuhan
Hidayatullah pada akhir tahun 2012. Selain aktif di organisasi dan acara
kepanitiaan, penulis juga memiliki prestasi yaitu Juara 2 Lomba Debat Se-
JABODETABEK dalam Acara HIMASIERA Olah Talenta (HOT) pada tahun
2012 dan Asisten Praktikum dalam mata kuliah Komunikasi Bisnis selama dua
semester pada tahun 2013 .