Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DITINJAUDARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Skripsi)
Oleh
NI MADE ARIESTANIATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNINGDITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
Oleh
NI MADE ARIESTANIATI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran Discovery Learning dibandingkan
pembelajaran konvensional. Desain yang digunakan adalah pretest posttest
control group design. Populasinya adalah seluruh siswa kelas VIII SMP N 21
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2016/2017 yang terdistribusi dalam sebelas
kelas. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster random
sampling. Data penelitian diperoleh melalui tes kemampuan komunikasi
matematis. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran Discovery
Learning tidak efektif meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata kunci: komunikasi matematis, konvensional, model pembelajaran
Discovery Learning
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNINGDITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
Oleh
NI MADE ARIESTANIATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan MatematikaJurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ni Made Ariestaniati lahir di Rama Indra pada tanggal 7 April
1994. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak I
Nyoman Trinatha dan Ibu Ni Ketut Endaryati.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 2 Rama Indra pada tahun
2006, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Kotagajah pada tahun
2009, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun
2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2012
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN)
dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Kependidikan Terintegrasi (KKN-KT)
pada tahun 2015 di desa Sindang Pagar, Kecamatan Sumberjaya dan menjalani
Program Pengalaman Lapang (PPL) di SMP Negeri 3 Sumberjaya.
Persembahan
Segala Puji Bagi Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Kupersembahkan karya kecil ini sebagai tanda cinta & kasih sayangkukepada:
Kedua orang tuaku tercinta, Bapak I Nyoman Trinatha dan Ibu Ni KetutEndaryati yang telah membesarkan dan mendidik dengan penuh kasih sayang
yang tulus serta selalu mendoakan yang terbaik untuk keberhasilan dankebahagiaanku.
Kakakku I Wayan Rian Dharnata yang telah memberikan dukungan dansemangatnya padaku.
Seluruh keluarga besar pendidikan matematika 2012, yang terus memberikando’anya, terima kasih.
Para pendidik yang telah mengajar dengan penuh kesabaran
Semua sahabat yang begitu tulus menyayangiku dan selalu hadir sebagaipenyemangatku
Almamater Universitas Lampung tercinta
ii
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan rahmat dan anugerah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas
Model Pembelajaran Discovery Learning Ditinjau dari Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung
Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2016/2017)”.
Dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dan mendukung selama penelitian sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dan studi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Ayah (I Nyoman Trinatha) dan Ibu (Ni Ketut Endaryati) tercinta, atas
perhatian dan kasih sayang yang telah diberikan selama ini yang tidak pernah
lelah untuk selalu mendoakan yang terbaik.
2. Ibu Dr. Haninda Bharata, M.Pd., selaku Pembimbing I sekaligus Dosen
Pembimbing Akademik yang telah bersedia meluangkan waktu untuk mem-
bimbing, memberikan sumbangan pemikiran, perhatian, kritik, saran, mo-
tivasi, dan semangat selama penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Jurusan
Pendidikan MIPA yang telah bersedia meluangkan waktu untuk
iii
membimbing, memberikan sumbangan pemikiran, kritik, dan saran demi
terselesaikannya skripsi ini.
4. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku Pembahas dan yang telah memberikan
masukan dan saran, serta memberikan kemudahan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
5. Bapak Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku Kaprodi Pendidikan Matematika
yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung beserta staff dan jajarannya yang telah memberikan bantuan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan.
8. Ibu Khusnul Khotimah, M.Pd., selaku guru mitra yang telah banyak
membantu dalam penelitian.
9. Siswa/siswi kelas VIII A dan VIII D SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun
Pelajaran 2016/2017, atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin.
10. Kakakku (I Wayan Rian Dharnata) dan keluarga besarku yang telah
memberikan doa, semangat, dan motivasi kepadaku.
11. Sahabat-sahabatku mrs. Galau (Ressa Dwi Kurnia), madam (Tiurma Natalia
Situmorang), Ijah (Iis Triyani), Lela Komala Sari, Devi Anggraini, Erma
Widihastuti, Suci Febrika, dan Atika Putri yang selalu memberikan doa dan
semangat serta menjadi motivator bagiku.
iv
12. Teman-teman karibku tersayang, seluruh angkatan 2012 Pendidikan
Matematika yang selama ini selalu berbagi ilmu, memberi semangat, bantuan,
serta kebersamaannya yang telah terjalin seperti keluarga.
13. Saudara-saudaraku keluarga besar UKM Hindu Unila, bersama kalian banyak
ilmu sosial yang kudapatkan.
14. Teman-teman KKN di Sindang Pagar dan PPL di SMP Negeri 3 Sumberjaya
Kabupaten Lampung Barat (Nurya, Wahyu Farida, Septi, Sesa, Indah, Yesi,
Wahyu Ambar, Indrata, dan Bondan) atas kebersamaan yang penuh makna
dan kenangan.
15. Pak Liyanto dan Pak Mariman, penjaga gedung G, terima kasih atas bantuan
selama berada di gedung G
16. Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan mendapat balasan dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Bandar Lampung, Juli 2019
Penulis
Ni Made Ariestaniati
v
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
E. Batasan Penelitian............................................................................. 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ....................................................................................... 8
1. Efektivitas Pembelajaran ............................................................. 8
2. Kemampuan Komunikasi Matematis .......................................... 9
3. Model Discovery Learning .......................................................... 11
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 14
C. Anggapan Dasar................................................................................. 17
D. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 17
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ......................................................................... 19
B. Desain Penelitian ............................................................................. 20
C. Instrumen Penelitian ......................................................................... 21
vi
D. Prosedur Penelitian ........................................................................... 25
E. Teknik Penelitian .............................................................................. 26
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ............................................................................... 32
B. Pembahasan .................................................................................... 38
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................... 43
B. Saran ................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Distribusi Siswa dan Rata-rata Nilai Ulangan Harian ........................ 20
3.2 Design Penelitian ................................................................................ 20
3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ......... 21
3.4 Kriteria Koefisien Reliabilitas ............................................................ 23
3.5 Interpretasi Indeks Daya Pembeda ..................................................... 24
3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran.............................................................. 25
3.7 Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa........................................................................................................ 28
3.8 Uji Homogenitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
siswa .................................................................................................... 29
4.1 Data Skor Kemampuan Awal Komunikasi Matematis Siswa Dengan
Skor Maksimal 50 ............................................................................... 32
4.2 Data Skor Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis Siswa Dengan
Skor Maksimal 50 ............................................................................... 33
4.3 Data Peningkatan (Gain) Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa .................................................................................................. 34
4.4 Pencapaian Indikator Kemampuan Awal Komunikasi Matematis
Siswa .................................................................................................. 35
viii
4.5 Pencapaian Indikator Kemampuan Akhir Komunikasi Matematis
Siswa.................................................................................................... 36
4.6 Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Data Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa.................................................................................. 37
4.7 Hasil Uji Proporsi Data Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa.................................................................................................... 38
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia.
Menurut UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Pendidikan dapat dikatakan berhasil apabila dalam proses
pembelajarannya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Adapun tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah
“Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangkamencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk mengembangkan potensi pesertadidik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YangMaha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, danmenjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Dalam mencapai tujuan pendidikan yang dapat mengembangkan potensi peserta
didik yaitu melalui proses pembelajaran.
2
Pembelajaran adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk men-
ciptakan suasana lingkungan yang memungkinkan seorang (pelajar) melaksanakan
kegiatan belajar. Dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pen-
didikan Nasional pasal 1 ayat 20 juga disebutkan bahwa Pembelajaran adalah
proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang diran-
cang untuk membantu seseorang mempelajari suatu pengetahuan dan nilai yang
baru. Pada proses pembelajaran guru harus mengetahui kemampuan dasar yang
dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasar, motivasi, latar belakang akademis,
latar belakang ekonomi, dan lain sebagainya. Kesiapan guru untuk mengenal
karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan salah satu modal utama
penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembe-
lajaran.
Seorang guru memiliki peran yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Oleh
karena itu seorang guru perlu memperhatikan lima kemampuan matematis yang
sesuai dengan National Council of Teachers of Mathematics (NCTM 2000: 67)
salah satu standar kemampuan matematika yang harus dimiliki oleh siswa yaitu
kemampuan komunikasi matematis. Kemampuan komunikasi matematis menun-
jang kemampuan-kemampuan matematis yang lain, misalnya kemampuan peme-
cahan masalah. Dengan kemampuan komunikasi yang baik maka suatu masalah
akan lebih cepat bisa direpresentasikan dengan benar dan hal ini akan mendukung
untuk penyelesaian masalah. Hulukati (2005) menyatakan bahwa kemampuan ko-
munikasi matematis merupakan syarat untuk memecahkan masalah, artinya jika
siswa tidak dapat berkomunikasi dengan baik memaknai permasalahan maupun
3
konsep matematika maka ia tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan
baik.
Kemampuan matematis siswa di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini
terlihat dari hasil survei The Trend International Mathematics and Science Study
(TIMSS) pada tahun 2011, Indonesia berada di urutan ke-38 dari 42 negara de-
ngan skor 386. Skor ini turun 11 poin dari penilaian tahun 2007 (Napitupulu,
2012). Demikian pula pada hasil survei Programme for International Student
Assesment (PISA) tahun 2012, Indonesia hanya menduduki rangking 64 dari 65
peserta dan memperoleh skor 375 (OECD, 2013). Salah satu faktor penyebabnya
adalah siswa di Indonesia pada umumnya belum mampu menyelesaikan soal-soal
dengan karakteristik seperti soal-soal pada TIMMS dan PISA yang substansinya
konstektual, menuntut penalaran, kreativitas dan argumentasi dalam penyelesai-
annya (Wardhani & Rumiyati, 2011: 1).
SMP Negeri 21 Bandarlampung adalah salah satu sekolah yang mempunyai
karakteristik yang sama seperti sekolah di Indonesia pada umumnya. Hal ini
berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri 21 Bandarlampung menunjukkan
bahwa kondisi dan situasi sekolah sama seprti sekolah pada umumnya. Pada
proses pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah dan latihan.
Latihan yang diberikan berupa soal-soal dengan tipe yang sama seperti yang telah
diajarkan sebelumnya. Berikut ini adalah contoh latihan yang menunjukan
kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah.
Tentukan persamaan garis yang mempunyai gradient -3 dan melalui titik(0,6) dan gambarlah grafiknya.Adapun persentase jawaban siswa sebagai berikut.Sebanyak 20% dari 35 siswa yang menjawab benar
4
Sebanyak 28,6% dari 35 siswa tidak bisa menjawabSebanyak 51,4% dari 35 siswa menjawab seperti berikut.
Berdasarkan hasil soal latihan di atas diperoleh jawaban-jawaban siswa yang
menunjukan bahwa sebagian besar siswa masih memiliki kemampuan komunikasi
yang rendah karena sebagian besar siswa tidak bisa mencapai salah satu indikator
kemampuan komunikasi matematis yaitu menggambarkan situasi masalah dan
menyatakan solusi masalah dengan gambar, bagan, tabel, atau secara aljabar. Hal
ini ditunjukan oleh sebanyak 51,4% dari 35 siswa hanya bisa menentukan
persamaan garis dan tidak bisa menggambar grafiknya. Berdasarkan hasil
wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung,
guru tersebut menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih
tergolong rendah karena dalam proses pembelajaran yang sering berpusat pada
guru sehingga siswa menjadi pasif dan kurang berkembangnya kemampuan
komunikasi siswa sehingga siswa sulit untuk mengembangkan dan
mengungkapkan ide-ide matematika yang mereka miliki karena dalam kegiatan
pembelajaran siswa hanya mendengarkan materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru.
− = ( − )− 6 = −3( − 0)− 6 = −3= −3 + 6
Titik (0,6), maka = 0 dan = 6Gradien ( ) = −3Persamaan garis:
5
Untuk dapat mewujudkan tujuan pembelajaran dan untuk meningkatkan
komunikasi matematis siswa maka diperlukan inovasi pembelajaran yang
diterapkan oleh guru. Model pembelajaran yang diterapkan harus dapat
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa untuk
menggungkapkan ide-ide matematika yang mereka miliki dan model
pembelajaran yang digunakan juga harus sesuai dengan keadaan kelas.
Berdasarkan hasil wawancara guru di SMP Negeri 21 Bandarlampung, diperoleh
bahwa siswa belum terbiasa untuk belajar secara berkelompok karena model
pembelajaran yang digunakan guru di dalam kelas adalah model pembelajaran
yang berpusat pada guru dan membuat siswa lebih sering belajar secara individu,
akan tetapi ketika menemukan masalah dalam belajar siswa sudah sudah dapat
berdiskusi dengan teman pasangan duduknya di dalam kelas, namun mereka
masih terlihat malu untuk saling bertanya kepada pasangan duduknya karena
belum terbiasa untuk belajar secara berkelompok. Oleh karena itu salah satu
model pembelajaran yang tepat untuk mengatasi permasalahan komunikasi
matematis siswa adalah model pembelajaran Discovery Learning atau penemuan
terbimbing. Pembelajaran dengan penemuan terbimbing adalah pembelajaran
dimana idea tau gagasan yang disampaikan melalui proses penemuan. Dalam
pembelajaran ini siswa dapat mengasah kemampuan komunikasi matematisnya
dalam memahami temuan dengan bahasa sendiri dan menemukan sendiri pola-
pola serta struktur matematika melalui diskusi teman kelompok menggunakan
pengalaman siswa sebelumnya dan bimbingan dari guru untuk mengembangkan
kemampuan memahami ide atau gagasan. Dengan demikian model pembelajaran
6
discovery learning dapat me-mungkinkan siswa untuk meningkatkan kemampuan
komu-nikasi matematisnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah model pembelajaran Discovery Learning efektif ditinjau dari
kemampuan komunikasi matematis siswa?”
Mengacu pada pengertian efektivitas pembelajaran rumusan masalah di atas dapat
dijabarkan pertanyaan penelitian:
1. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengi-
kuti model pembelajaran discovery learning lebih tinggi daripada kemampuan
komunikasi matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?
2. Apakah persentase siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis
yang dikategorikan baik pada kelas yang menggunakan model pembelajaran
discovery mencapai lebih dari 60% dari jumlah siswa?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menge-
tahui efektivitas model pembelajaran Discovery terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ter-
hadap pembelajaran matematika, terkait model pembelajaran discovery serta
hubungannya dengan kemampuan komunikasi matematis siswa.
2. Manfaat Praktis
Discovery Learning diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran alternatif
yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa serta da-
pat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain yang ingin mene-
liti lebih lanjut mengenai model pembelajaran tersebut.
E. Batasan Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
Penelitian membahas materi sistem persamaan linear dua variabel dengan model
pembelajaran discovery untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang
memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan
merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas
dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan intruksional khusus yang dicanangkan
lebih banyak tercapai. Hal ini sesuai dengan Makmur (2011: 5) menggungkapkan
efektivitas berhubungan dengan tingkat kebenaran atau keberhasilan dan kesalah-
an. Ia berpendapat bahwa untuk menentukan tingkat efektivitas keberhasilan se-
seorang, kelompok, organisasi bahkan sampai kepada negara kita harus melaku-
kan perbandingan antara kebenaran atau ketepatan dengan kekeliruan atau yang
dilakukan. Semakin rendah tingkat kekeliruan atau kesalahan yang terjadi, tentu-
nya akan semakin mendekati ketepatan dalam pelaksanaan setiap aktivitas atau
pekerjaan (tugas) yang dibebankan setiap orang.
Menurut Hamalik (2001: 171) pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran
yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-
luasnya kepada siswa untuk belajar. Pernyataan ini didukung oleh Ato (2010)
9
yang menyatakan bahwa pembelajaran dikatakan efektif jika terjadi aktifitas
pembelajaran yang memberikan kesan kepada peserta didik untuk belajar mudah,
antusias, dan menyenangkan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
Menurut Firman (1987) keefektivan pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri seba-
gai berikut: a) berhasil menghantarkan siswa mencapai tujuan-tujuan instruksional
yang telah ditetapkan; b) memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibat-
kan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional; c)
memiliki sarana-sarana yang menunjang proses pembelajaran.
Tercapainya tujuan pembelajaran dapat diukur dari indikator kemampuan mate-
matis yang siswa. Indikator kemampuan matematis yang diukur dalam penelitian
ini adalah kemampuan komunikasi matematis siswa setelah melakukan aktivitas
belajar dengan Kriterian Ketuntasan Minimum (KKM) sesuai dengan yang di-
tetapkan sekolah yaitu 73 serta diperoleh jumlah siswa yang mencapai KKM lebih
dari 60% dari banyak siswa dalam satu kelas.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
Sumarmo (2000) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi dalam matematika
merupakan kemampuan yang dapat menyertakan dan memuat berbagai kesem-
patan untuk berkomunikasi dalam bentuk: a) merefleksikan benda-benda nyata,
gambar, dan diagram ke dalam ide matematika; b) membuat model situasi atau
persoalan menggunakan metode lisan, tertulis, konkrit, grafik, dan aljabar; c) me-
nyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; d) men-
10
dengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; e) membuat konjektur,
menyusun argumen, merumuskan definisi, dan generalisasi; f) menjelaskan dan
membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari; g) mengungkap-
kan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri.
Hal serupa juga dikemukan oleh Greenes dan Schulman (Umar:2012) juga me-
nyatakan bahwa komunikasi dalam matematika merupakan: (1) kekuatan inti bagi
siswa untuk merumuskan konsep matematika, (2) wadah komunikasi bagi siswa
untuk bertukar pikiran dengan guru maupun siswa lain, memperoleh informasi,
serta mengungkapkan ide untuk meyakinkan orang lain atas pola pikir atau
penemuannya, dan (3) modal dasar keberhasilan siswa untuk memiliki kemam-
puan eksplorasi dan investigasi dalam matematika.
Fachrurazi (2011) mengemukakan bahwa salah satu model komunikasi matematis
yang dikembangkan adalah model Cai, Lane, dan Jacobsin yang meliputi sebagai
berikut.
a. Menulis matematis. Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk dapat menulis-
kan jawaban permasalahannya secara matematis, masuk akal, jelas serta tersu-
sun secara logis dan sistematis.
b. Menggambar secara matematis. Pada kemampuan ini siswa dituntut untuk da-
pat melukiskan gambar, diagram, dan tabel secara lengkap dan benar.
c. Ekspresi matematis. Pada kemampuan ini, siswa diharapkan mampu untuk
memodelkan permasalahan matematis secara benar, kemudian melakukan per-
hitungan atau mendapatkan solusi secara lengkap dan benar.
11
Dalam NCTM Standards (2003) disebutkan bahwa indikator kemampuan komu-
nikasi matematis yang seharusnya dikuasai siswa yaitu (1) mengekspresikan ide-
ide matematika secara koheren dan jelas kepada siswa lain, guru dan lainnya, (2)
menggunakan bahasa matematika secara tepat dalam berbagai ekspresi
matematika, (3) mengorganisasikan dan mengkonsolodasi pemikiran matematika
dan mengomunikasikan kepada siswa lain, dan (4) menganalisis dan meng-
evaluasi pemikiran matematis dan strategi orang lain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, kemampuan komunikasi matematis sangat
penting dalam proses pembelajaran karena dengan memiliki kemampuan
komunikasi matematis yang baik siswa dapat dengan mudah memahami pelajaran.
Indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah mengguna-
kan gambar, bagan, tabel, atau secara aljabar.
b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara tulisan.
c. Menggunakan ekspresi, simbol, atau lambang matematika secara tepat.
3. Model Discovery Learning
Suherman, dkk (2003: 178-179) menyatakan bahwa Discovery learning merupa-
kan suatu model pembelajaran yang membimbing siswa untuk menemukan hal-
hal yang baru bagi siswa berupa konsep, rumus, pola, dan sejenisnya. Sehingga
dengan penerapan model ini dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam
proses pembelajaran. Alma (2010:61) juga menyatakan bahwa model Discovery
12
Learning ini memiliki pola strategi dasar yang dapat diklasifikasikan ke dalam
empat strategi belajar, yaitu penentuan problem, perumusan hipotesis, pengum-
pulan dan pengolahan data, dan merumuskan kesimpulan.
Kurniasih dan Berlin (2014) mengungkapkan bahwa terdapat enam langkah dalam
tahap pelaksanaan model pembelajaran discovery learning yaitu:
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pada tahap ini, siswa dihadapkan pada suatu permasalahan, kemudian dilanjut-
kan untuk tidak memberikan generalisasi, agar timbul keinginan untuk menye-
lidiki permasalahan tersebut. Selain dengan menghadapkan pada suatu ma-
salah, guru juga dapat memulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan,
anjuran membaca buku, dan aktivitas lainnya yang mengarahkan siswa pada
persiapan pemecahan masalah.
2. Problem Statement (pernyataan/identifikasi masalah)
Pada tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengiden-
tifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran.
Kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam jawaban sementara
atas pertanyaan masalah.
3. Data Collection (pengumpulan data)
Pada tahap ini, siswa mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, mem-
baca literatur, mengamati objek, atau melakukan uji coba sendiri, dan sebagai-
nya untuk membuktikan hipotesis yang telah dibuat. Pada tahap ini secara ti-
dak langsung menghubungkan masalah dengan pengetahuan sebelumnya.
4. Data Processing (pengolahan data)
13
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, diklasifikasikan, atau dihitung
untuk memperoleh jawaban apakah sesuai dengan hipotesis atau tidak.
5. Verification (pembuktian)
Melalui tahap ini, siswa melakukan pemeriksaan secara cermat dan teliti untuk
membuktikan kebenaran hipotesis yang ditetapkan sebelumnya, serta dihubu-
ngkan dengan hasil data processing.
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Pada tahap ini dilakukan penyimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama dengan memperhatikan
hasil verifikasi.
Setiap model pembelajaran tentunya memiliki kelebihan serta kelemahan, begitu
pula dengan model pembelajaran discovery learning. Kurniasih dan Berlin (2014:
66-68) mengemukakan bahwa terdapat kelebihan dan kelemahan dalam melak-
sanakan model pembelajaran discovery. Kelebihan-kelebihan model pembelajar-
an discovery yaitu: (1) membantu memperbaiki dan meningkatkan keterampilan
kognitif, (2) menguatkan ingatan karena pengetahuan yang diperoleh melalui
penemuan secara mandiri, (3) menimbulkan rasa senang yang diakibatkan dari
keberhasilan dalam penemuan, (4) memungkinkan siswa dapat berkembang
dengan cepat menurut kemampuannya, (5) mengarahkan pada kegiatan belajar
yang berdasarkan pikiran dan motivasinya sendiri, (6) memperkuat konsep pada
diri siswa, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya,
(7) berpusat pada siswa, (8) menghilangkan keragu-raguan karena mengarah pada
kebenaran yang final dan pasti, serta (9) memungkinkan siswa memanfaatkan
berbagai jenis sumber belajar.
14
Sedangkan kelemahan-kelemahan pada model pembelajaran discovery yaitu: (1)
bagi siswa yang memiliki kemampuan rendah, dapat mengalami kesulitan berpikir
dan mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep, sehingga dapat
menimbulkan frustasi, (2) jika jumlah siswa dalam satu kelas cukup banyak model
ini tidak efisien untuk digunakan, karena membutuhkan waktu yang lama untuk
membantu mereka menemukan teori, konsep, atau pemecahan masalah lainnya,
serta (3) jika siswa dan guru telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama,
maka harapan-harapan yang terkandung dalam model pembelajaran ini dapat
hilang.
Berdasarakan beberapa pendapat di atas, maka model pembelajaran discovery
merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif untuk mene-
mukan konsep-konsep dalam proses pembelajaran. Ada 6 fase dalam pelaksanaan
model pembelajaran discovery, yaitu: 1) Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rang-
sangan), 2) Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah), 3) Data
Collection (Pengumpulan Data), 4) Data Processing (Pengolahan Data), 5)
Verification (Pembuktian), 6) Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi)
B. Kerangka Pikir
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran
discovery terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dalam penelitian
ini model pembelajaran discovery yang diterapkan pada kelas eksperimen dan
pembelajaran konvensional pada kelas kontrol dijadikan sebagai variabel bebas.
Kemampuan komunikasi matematis siswa sebagai variabel terikat.
15
Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang menciptakan situasi
belajar yang melibatkan siswa belajar secara aktif dan mandiri dalam menemukan
suatu konsep atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses penemuan
tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing. Adapun tahapan
dalam model pembelajaran ini dimulai dari menstimulasi siswa hingga siswa da-
pat menarik kesimpulan sendiri dari proses pembelajaran yang mereka lakukan.
Tahap pertama adalah Stimulation (Stimulasi/Pemberian Rangsangan), pada tahap
ini guru memulai kegiatan pembelajaran dengan memberikan stimulasi berupa
pertanyaan-pertanyaan yang bertujuan agar siswa merasa kebingungan sehingga
timbul keinginan siswa untuk menyelidiki sendiri jawaban dari pertanyaan-
pertanyaan yang diberikan oleh guru. Siswa akan berusaha memahami pertanyaan
dengan bahasanya sendiri dan ketika siswa merasa bingung maka siswa akan
berinteraksi dengan temannya. Hal ini merupakan salah satu indikator kemam-
puan komunikasi matematis.
Tahap kedua adalah Problem Statement (Pernyataan/ Identifikasi Masalah), pada
tahap ini guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi seba-
nyak mungkin agenda-agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran,
kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis. Untuk
merumuskan hipotesis tentu saja siswa akan mengungkapkan ide-ide yang mereka
miliki dan untuk memperkuat identifikasi masalah maka mereka akan berinteraksi
tengan temannya. Hal ini tentu mempengaruhi kemampuan komunikasi matema-
tis siswa.
16
Tahap ketiga adalah Data Collection (Pengumpulan Data), pada tahap ini guru
memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi
sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya
hipotesis yang telah dirumuskan pada tahap sebelumnya. Untuk mengumpulkan
data siswa mencari informasi dari berbagai sumber seperti membaca literatur,
mengamati objek, wawancara dengan narasumber, atau melakukan uji coba
sendiri. Proses mencari informasi ini tentu saja siswa harus dapat berkomunikasi
dengan baik agar mereka mendapat informasi yang sesuai.
Tahap keempat adalah Data Processing (Pengolahan Data), pengolahan data
merupakan kegiatan mengolah data dan informasi yang telah diperoleh para siswa
baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua in-
formasi hasil bacaan, wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah,
diacak, diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara
tertentu serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu dan dengan bahasanya
sendiri. Sehingga, kemampuan komunikasi matematis siswa sangat dibutuhkan
dalam proses ini.
Tahap kelima adalah Verification (Pembuktian), pada tahap ini siswa melakukan
pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis
yang ditetapkan sebelumnya, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.
Tahap terakhir dari model pembelajaran discoveri learning ini adalah
Generalization (Menarik Kesimpulan/Generalisasi), proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian
atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi. Proses ini tentu
17
dilakukan sendiri oleh siswa dan menggunakan bahasa mereka sendiri sehingga
diperlukan kemamuan komunikasi matematis yang baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa discovery learning diduga
berpengaruh terhadap efektivitas kemampuan komunikasi matematis siswa
sedangkan pembelajaran konvensional kemampuan komunikasi matematis siswa
kurang afektif karena pada pembelajaran konvensional siswa cenderung pasif
sehingga tidak dapat menggungkapkan ide-ide yang mereka miliki dalam proses
pembelajaran atau dengan kata lain kemampuan komunikasi matematis siswa
yang mengikuti model pembelajaran discovery learning lebih efektif daripada
siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
C. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Setiap siswa kelas VIII semester ganjil SMP Negeri 21 Bandarlampung mem-
peroleh materi pelajaran matematika yang sama dan sesuai dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Faktor lain yang mempengaruhi kemampuan komunikasi matematis siswa
selain model pembelajaran discovery dan model pembelajaran konvensional
dianggap memiliki kontribusi yang sama.
D. Hipotesis Penelitian
1. Hipotesis Umum
18
Pembelajaran Discovery efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis siswa.
2. Hipotesis Khusus
a. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti model pem-
belajaran discovery lebih tinggi daripada kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
b. Siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis yang dikate-
gorikan baik setelah pembelajaran discovery mencapai lebih dari 60%
dari banyak siswa.
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Penelitian ini telah dilaksanakan di SMP Negeri 21 Bandarlampung yang terletak
di Jl. Ryacudu Perum Korpri blok D-8, kel. Korpri Raya-Sukarame,
Bandarlampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII se-
mester ganjil tahun pelajaran 2016/2017 SMP Negeri 21 Bandarlampung
sebanyak 371 siswa yang terdistribusi dalam sebelas kelas. Pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik cluster random sampling dengan
pertimbangan bahwa kedua kelas diajar oleh guru yang sama dan menggunakan
perangkat pembelajaran yang sama, maka peneliti beranggapan bahwa kedua
kelas memperoleh pengalaman bejalar yang sama. Terpilihlah kelas VIII A dan
VIII D, selanjutnya VIII D yang terdiri dari 35 siswa sebagai kelas eksperimen
yaitu kelas yang mendapatkan pembelajaran discovery dan kelas VIII A yang
terdiri dari 35 siswa sebagai kelas kontrol yang mendapatkan pembelajaran
konvensional.
20
Tabel 3.1. Distribusi Siswa dan Rata-rata Nilai Ulangan Harian SMPN 21BandarlampungKelas Jumlah Siswa Rata-rata NilaiVIII A 35 39,38VIII B 34 33,12VIII C 34 37,65VIII D 35 40,73VIII E 34 38,38VIII F 34 32,28VIII G 34 33,85VIII H 34 38,91VIII I 34 38,96VIII J 34 32,78VIII K 33 35,72
Rata-rata 33 36,52
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment yang terdiri dari satu
variabel bebas dan dua variabel terikat. Variabel bebasnya adalah model
pembelajaran discovery dan variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi
matematis siswa. Desain yang digunakan adalah the pretest–posttest control
group design seperti yang dikemukakan Fraenkel dan Wallen (1993: 248) sebagai
berikut:
Tabel 3.2. Desain Penelitian
Kelompok Pretes Perlakuan PostesPembelajaran
E Y1 Discovery Y2
K Y1 Konvensional Y2
Keterangan:E : Kelas dengan pembelajaran discoveryK : Kelas dengan pembelajaran konvensionalY1 : Kemampuan komunikasi matematis siswa sebelum diberikan perlakuanY2 : Kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan perlakuan
21
C. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dalam bentuk
soal uraian dengan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Tes disusun
dalam bentuk uraian yang terdiri dari empat soal. Tes diberikan kepada kelompok
siswa dengan model pembelajaran discovery learning dan kelompok siswa dengan
pembelajaran konvensional sebelum dan setelah diberikan perlakuan.
Penyusunan instrumen tes diawali dengan menyusun kisi-kisi tes berdasarkan
kompetensi dasar dan indikator kemampuan komunikasi matematis yang dipilih
dan menyusun butir tes berdasarkan kisi-kisi. Instrumen tes untuk mengukur
kemampuan komunikasi mate-matis siswa disusun berdasarkan indikator-
indikator kemampuan komunikasi ma-tematis. Adapun pedoman penskoran tes
kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan pendapat Ansari
(Puspaningtyas, 2012), seperti yang disajikan pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Skor Menggambar(Drawing) Menulis (Written Texts)
Ekspresi matematika(Mathematical
Expression)0 Tidak ada jawaban,
atau meskipun adainformasi yang di-berikan tidak berarti.
Tidak ada jawaban, ataumeskipun ada informasiyang diberikan tidakberarti.
Tidak ada jawaban, ataumeskipun ada informasiyang diberikan tidakberarti.
1 Hanya sedikit darigambar/model mate-matika yang dibuatbernilai benar.
Hanya sedikit penjelasanyang bernilai benar.
Hanya sedikit daripendekatan matematikayang digunakan bernilaibenar
2 Menggambar modelmatematika namunkurang lengkap danbenar.
Penjelasan matematismasuk akal, namunkurang lengkap danbenar.
Membuat pendekatanmatematika denganbenar, namun salahmelakukan perhitungan.
3 Menggambar modelmatematika secaralengkap dan benar.
Penjelasan matematistidak tersusun logis atauterdapat kesalahanbahasa.
Membuat pendekatanmatematika denganbenar, dan melakukanperhitungan dengantepat.
22
4 Penjelasan secaramatematis masukakal dan jelas sertatersusun secarasistematis
SkorMaks
3 4 3
Sebagai upaya untuk mendapatkan data yang akurat, maka instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini harus memenuhi kriteria tes yang baik. Oleh ka-
rena itu, dilakukan analisis sebagai berikut:
a. Validitas
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana instrumen tes kemampuan komunikasi
matematis mencerminkan kemampuan komunikasi matematis terkait materi pem-
belajaran yang telah ditentukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini soal tes di-
validasi guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Penilaian terhadap kesesuai-
an isi tes dengan kisi-kisi tes yang diukur dan penilaian terhadap kesesuaian baha-
sa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa dilakukan dengan
menggunakan daftar ceklis oleh guru.
Penilaian validitas isi dilakukan dengan menggunakan daftar check list oleh guru
mata pelajaran matematika. Hasil penilaian terhadap tes menunjukkan bahwa tes
yang digunakan untuk mengambil data telah memenuhi validitas isi (Lampiran
B.5). Soal tes yang dinyatakan valid tersebut kemudian diujicobakan pada siswa
kelas di luar sampel, yaitu kelas IX D. Setelah dilakukan uji coba, langkah selan-
jutnya adalah menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui reliabilitas,
tingkat kesukaran dan daya pembeda dari soal tes tersebut.
.
23
b. Reliabilitas
Perhitungan reliabilitas tes komunikasi matematis dapat dihitung dengan meng-
gunakan rumus Alpha (Arikunto, 2011: 109) sebagai berikut.
2
2
11 11
t
b
k
kr
Keterangan:
11r : koefisien reliabilitas instrumen tesk : banyaknya item tes
2b : jumlah varians dari tiap-tiap item tes
2t : varians total skor.
Menurut Arikunto (2011: 75) nilai 11r yang diperoleh diinterprestasikan ke dalam
kriteria reliabilitas sebagai berikut.
Tabel 3.4. Kriteria Koefisien Reliabilitas
Koefisien reliabilitas (r11) Kriteria0,00 − 0,20 Sangat Rendah0,21 − 0,40 Rendah0,41 − 0,60 Cukup0,61 − 0,80 Tinggi0,81 − 1,00 Sangat tinggi
Berdasarkan hasil perhitungan data tes diperoleh 11r = 0,62 (perhitungan seleng-
kapnya dapat dilihat pada lampiran C.1 halaman 118) yang berarti reliabilitas
instrumen tes memenuhi kriteria tinggi.
c. Daya Pembeda
Daya beda tiap butir soal menyatakan seberapa jauh soal tersebut mampu mem-
bedakan siswa yang dapat menjawab dengan benar (berkemampuan tinggi)
dengan siswa yang tidak dapat menjawab dengan benar (berkemampuan rendah).
Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang
24
memperoleh nilai tertinggi sampai terendah, selanjutnya diambil 27% siswa yang
memperoleh nilai tertinggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang
memperoleh nilai terendah (disebut kelompok bawah).
Sudijono (20011:389-390) mengungkapkan menghitung indeks daya pembeda
ditentukan dengan rumus :
DP = JA − JBIAKeterangan :DP : indeks daya pembeda butir soalJA : jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolahJB : jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolahIA : jumlah skor maksimum butir soal yang diolah
Interpretasi nilai daya pembeda suatu butir soal merujuk pada kriteria menurut
Sudijono (2013:389) sebagai berikut:
Tabel 3.5. Interpretasi Indeks Daya Pembeda
Nilai (DP) Interpretasi−1,00 − 0,09 Sangat Buruk0,10 − 0,19 Buruk0,20 − 0,29 Agak baik, perlu revisi0,30 − 0,49 Baik0,50 − 1,00 Sangat Baik
Setelah dilakukan perhitungan didapatkan daya pembeda butir soal nomor 1a, 1b,
2a, 2b, 2c, dan 4b memiliki kriteria baik dan pada soal nomor 3 dan 4a memiliki
kriteria sangat baik. Perhitungan daya pembeda selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran C.2 halaman 120.
25
d. Tingkat Kesukaran
Suatu tes dikatakan baik jika memiliki tingkat kesukaran sedang, yaitu tidak ter-
lalu sukar dan tidak terlalu mudah. Untuk menghitung tingkat kesukaran soal, di-
gunakan rumus yang dikutip dari Sudijono (2008: 372) sebagai berikut.TK =Keterangan:
TK : Indeks tingkat kesukaran butir soalJT : Jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperolehIT : Jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal.
Interpretasi indeks tingkat kesukaran suatu butir soal merujuk pada pendapat
Thorndike dan Hagen dalam Sudijono (2008:372) sebagai berikut.
Tabel 3.6. Interpretasi Indeks Kesukaran
Indeks Tingkat Kesukaran Interpretasi0,00 − 0,15 Sangat Sukar0,16 − 0,30 Sukar0,31 − 0,70 Sedang0,71 − 0,85 Mudah0,86 − 1,00 Sangat Mudah
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan tingkat kesukaran semua butir soal
yang telah diujicobakan memiliki kriteria sedang. Perhitungan selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran C.3 halaman 123.
D. Prosedur Penelitian
Untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa, penelitian dilakukan
dalam dua tahap, yaitu tahap pendahuluan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap
pendahuluan meliputi.
26
1. Melakukan penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi sekolah dan ke-
mudian memilih sampel penelitian.
2. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan materi Sistem Per-
samaan Linear Dua Variabel untuk kedua kelas sampel. Selanjutnya membuat
Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan kepada siswa yang mengikuti
model pembelajaran Discovery Learning.
3. Membuat instrumen tes kemampuan komunikasi matematis siswa beserta pe-
nyelesaian dan aturan penskorannya, lalu melakukan uji validitas, reliabilitas,
daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
Pada tahap pelaksanaan meliputi:
1. Mengadakan pretest pada kedua kelas sampel untuk melihat kemampuan awal
komunikasi matematis siswa.
2. Melaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pem-
belajaran Discovery learning pada kelas eksperimen dan model pembelajaran
konvensional pada kelas control.
3. Mengadakan posttest pada kedua kelas sampel untuk melihat kemampuan akhir
komunikasi matematis siswa.
4. Pengumpulan, pengolahan data penelitian, analisis data dan penarikan ke-
simpulan.
E. Teknik Penelitian
Data yang diperoleh dari hasil pretest dan postest dianalisis untuk mengetahui be-
sarnya peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas eksperimen
27
dan kelas kontrol. Besarnya peningkatan menurut Hake (1998:1) dapat dihitung
dengan rumus gain, yaitu.
= −−Setelah data gain diperoleh, selanjutnya data diolah dengan uji normalitas, uji
homogenitas dan uji hipotesis.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data yang didapat berdistribusi
normal atau tidak. Pengujian normalitas untuk masing-masing data dilakukan de-
ngan Uji Chi-Kuadrat mengacu pada Sudjana (2005:293) sebagai berikut.
a. Hipotesis
H0 : data gain berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data gain berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
b. Taraf signifikan : = 0,05c. Statistic uji
= ( )Keterangan:X2 = harga Chi-kuadratOi = frekuensi pengamatanEi = frekuensi yang diharapkank = banyaknya kelas interval
Setelah dilakukan uji normalitas terhadap data gain dari kelas eksperimen dan
kelas kontrol, diperoleh hasil uji normalitas yang disajikan pada Tabel 3.8.
Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.5 halaman 125 dan C.6
halaman 125.
28
Tabel 3.7. Uji Normalitas Data Gain Kemampuan Komunikasi MatematisSiswa
Model Pembelajaran KeputusanUji
Kesimpulan
discovery 6,4737,815 Ho diterima Normal
Konvensional 5,985
Berdasarkan Tabel 3.8, dapat diketahui bahwa gain nilai baik siswa yang me-
ngikuti pembelajaran discovery maupun siswa yang mengikuti pembelajaran kon-
vensional memiliki nilai < pada taraf signifikan = 5%, yang
berarti H0 diterima. Dengan demikian, data gain skor dari sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data indeks gain
dapat dilihat pada Lampiran C.7 halaman 131 dan C.8 halaman 132.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok data me-
miliki varians yang homogen atau tidak. Menurut Sudjana (2005:249), menguji
homogenitas:
a. Hipotesis
H0:22
21 (kedua populasi data gain memiliki varians yang sama)
H1 : 22
21 (kedua populasi data gain memiliki varians yang tidak
sama)
b. Taraf Signifikan : α = 0,05
c. Statistik Uji:
terkecilVarians
terbesarVariansF
29
d. Kriteria Uji
Tolak H0 jika > dengan didapat dari daftar distribusi F
dengan α = 0,05 dan derajat kebebasan masing-masing sesuai dk pembilang
dan penyebut.
Uji homogenitas data gain dilakukan dengan uji kesamaan dua varians. Tabel 3.9
menunjukkan rekapitulasi perhitungannya. Perhitungan selengkapnya disajikan
pada Lampiran C.9.
Tabel 3.9. Uji Homogenitas Data Gain Kemampuan Komunikasi Matematis
ModelPembelajaran Varians Fhitung
KeputusanUji
Kesimpulan
Discovery 0,03411,030 1,981 H0 diterima Varians sama
Konvensional 0,0348
Berdasarkan Tabel 3.9, dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data gain
homogen.
3. Uji Hipotesis
Setelah dilakukan uji prasyarat, diperoleh kedua kelompok gain normal dan
homogen. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rata-rata dan uji proporsi.
a. Uji Kesamaan Dua Rata-Rata
Untuk menguji hipotesis terdapat beberapa kemungkinan yaitu :
1. Pada uji normalitas dan homogenitas, kedua data gain berdistribusi normal dan
homogen maka dilakukan kesamaan dua rata-rata (uji-t). Dengan hipotesis
sebagai berikut:
30
a) Hipotesis
H0: μ1 = μ2 (tidak terdapat perbedaan antara rata-rata skor peningkatan
kemampuan komunikasi matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran discovery dengan pembelajaran konvesional)
H1: μ1 > μ2 (rata-rata skor peningkatan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran discovery
lebih tinggi daripada pembelajaran konvensional)
b) Taraf signifikan : α = 0,05
c) Uji statistik
Sudjana (2005: 239) menyatakan rumus uji t yaitu:
= −1 + 1Dengan
Keterangan:̅ = rata-rata skor kemampuan kelas eksperimen̅ = rata-rata skor kelas kontroln1 = banyaknya siswa kelas eksperimenn2 = banyaknya siswa kelas kontrol
= varians pada kelas eksperimen= varians pada kelas kontrol= varians gabungan
d). Kriteria uji
Terima H0 jika < dengan derajat kebebasan dk = (n1 + n2 – 2) dan
peluang (1 − α).
2
11
21
222
2112
nn
snsns
31
b. Uji Proporsi
Untuk mengetahui besarnya persentase siswa yang mengikuti model pembelajaran
Discovery dengan komunikasi matematis sama dengan atau lebih dari 60% skor,
dilakukan uji proporsi satu pihak. Menurut Sudjana (2005: 234) rumus hipotesis
untuk uji ini sebagai berikut:
a) Hipotesis
H0 : = 0,60 (persentase siswa yang berkemampuan komunikasi
matematis terkategori baik sama dengan 60%)
H1 : > 0,60 (persentase siswa yang berkemampuan komunikasi
matematis terkategori baik lebih dari 60%)
b) Taraf signifikan: α = 0,05
c) Uji Statistik.
Menurut Sudjana (2005: 234) rumus uji proporsi yang digunakan yaitu:
= − 0,60,6 (1 − 0,6)Keterangan:
x = banyaknya siswa yang tuntas dengan model pembelajaran DiscoveryLearning
n = banyak anggota sampel
d) Kriteria pengujian adalah tolak H0 jika zhitung > zkritis, dengan zkritis= z0,5-
diperoleh dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α).
44
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian pada siswa kelas VIII SMP Negeri 21
Bandarlampung tahun pelajaran 2016/2017 dan pembahasan, dapat dilihat bahwa
peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran
discovery lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan komunikasi matematis
siswa dengan pembelajaran konvensional, tetapi presentase siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi matematis terkategorikan baik kurang dari 60% yang
mengikuti pembelajaran discovery. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran discovery tidak efektif ditinjau dari kemampuan komunikasi
matematis.
B. Saran
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, penulis mengemukakan saran-saran
sebagai berikut:
Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian tentang kemampuan
komunikasi matematis melalui model pembelajaran discovery disarankan untuk
melilih materi yang cocok dengan model pembelajaran discovery karena tidak
semua materi pelajaran dapat diajarkan dengan model pembelajaran discovery.
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2010. Guru Profesional Menguasai Metode dan TerampilMengajar. Bandung: PenerbitAlfabeta.
Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: BumiAksara
Ato, Abdurahman.2010.Kontribusi Kinerja Mengajar Guru Dan FasilitasPendidikan Terhadap Efektifitas Pembelajaran PAI. Tesis.Repository UPI.Tidak Diterbikan.
Fachrurazi. 2011. Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah untukMeningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis SiswaSekolah Dasar. Jurnal UPI Edisi Khusus No.01. [Online]. Diakses dihttp://jurnal.upi.edu/file/8-Fachrurazi.pdf pada 5 Maret 2016.
Firman, Hari. 1987. Efektivitas Pembelajaran. Diakses di https://ahmadmuhli.wordress.com/2011/08/02/efektivitas-pembelajaran/ 20 juni 2016
Fraenkel, Jack R dan Norman E Wallen. 1993. How to Design and EvaluateResearch in Education. Singapura: McGraw-Hill.
Hake, PR.1998. Interactive-Engagement Versus Tradisional Methods: A Six-Thousand-Student Survey Of Mechanics Test Data For Introductory PhysicsCourses. Indriana: Indiana University. [online]. Diakses di http://-web.mit.edu-/rsi/www/2005/misc/minipaper/papers/hake.pdf. pada tanggal15 februari 2016.
Kurikulum. 2006. Pengertian Matematika Menurut Pendapat Ahli danKurikulum. Tersedia http:/www.rumusmatematikadasar.com/2014/09/pengertian-matematika-menurut-pendapat-ahli-dan-kurikulum.html?m=1pada tanggal 17 februari 2016
Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2014. Sukses Mengimplementasikan Kurikulum2013. Yogyakarta: Kata Pena.
Makmur. 2011. II Tinjauan Pustaka. Diakses pada tanggal 03 Desember 2018 dihttp://digilib.unila.ac.id/10145/16/BAB%20II.pdf
Napitupulu, Ester L. 2012. Prestasi Sains dan Matematika Indonesia Menurun.Harian Kompas. 14 Desember 2012. [online]. Diakses di http://edukasi-.kompas.com/read/2012/12/14/09005434 pada tanggal 21 Mei 2016.
NCTM. 2000. Curriculum and Evaluation Standard for School Mathematics.Reston. VA: NCTM
National Council of Teachers of Mathematics. (2003). Prinsiples and Standardsfor School Mathematics. Reston: NCTM.
Nurgana. 1985. Efektivitas Pembelajaran. Diakses di https://ahmadmuhli.wordress.com/2011/08/02/efektivitas-pembelajaran/ 20 juni 2016
Said. 1981. Efektivitas Pembelajaran. Diakses pada tanggal 20 juni 2016 dihttps://ahmadmuhli.wordress.com/2011/08/02/efektivitas-pembelajaran/
Sheskin, David J. 2003. Parametric and Nonparametric Statistical ProceduresThitdEdition. A CRC Perss Company. New York.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindoPersada.
Sudjana,2005.Metoda Statistika. Bandung: PT. Tarsito Bandung.
Suherman, Erman., Turmudi., Didi, S., Tatang, H., Suhendra., Sufyani, P.,Nurjanah., & Ade, R. 2003. Common Text Book : Strategi PembelajaranMatematika Kontemporer. Bandung: JICA FMIPA UPI.
Sumarmo, U. 2000. Pengembangan Model Pembelajaran Matematika UntukMeningkatkan Kemampuan Intelektual Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Dasar.Laporan Penelitian. Bandung: FMIPA UPI.
Tim Penyusun. 2009. Undang-Undang Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional)2003. Jakarta: Asa Mandiri.
Umar, Wahid. 2012. Membangun Kemampuan Komunikasi Matematis dalamPembelajaran Matematika. jurnal Ilmiah Program Studi Matematika. Vol.01. No. 01.[online]. Diakses di http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2012/08-/Wahid-Umar.pdf pada tanggal 21 Mei 2016.
Wardhani, Sri & Rumiyati. 2011. Instrumen Penilaian Hasil Belajar MatematikaSMP: Belajar dari PISA dan TIMSS. Yogyakarta: Badan PengembanganSumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan.[online]. Diakses di http://p4tkmatematika.org/file/Bermutu%202011/-SMP/4.INSTRUMEN%20PENILAIAN%20HASIL%20BELAJAR%20MATEMATIKA%20.pdf pada tanggal 3 juni 2016.