Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Efektivitas Pelatihan Manajemen Diri untuk
Meningkatkan Prestasi Akademik Mahasiswa Baru
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun oleh :
Nama : Nanang Kurniawan
NIM : 039114046
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
= . r c - * = - = - : : * : g - _ - -E-,8#+*agE- Eae€-=
ie. g*eFsEsF;ae€fu=EE
=FiE_tF=t
F ;* €*# Ee=ee Fe€ le =e ="j * eee* €E * s€. E aeee graefu
FE"*s*s € €fu* g€*eeEE€i &€*€e* s€see,e E=eaE
F + i - - - ? - E - -
L-E 5-=;EE S€age €i.a+ g= ;
i4-*s:ae : i{i€Ea*EE€ *-geeeE*e*.*:e
r-fF€ ; t+-5=33.+E3€{;
r - - n - i - - t : - . - L - : - - : - i - = --L :--i trj:' i i-E-:* {-j_.!-g 1.._+ i ri : +ii =
F=e"fii:aaE:=eg
l l e i . = F = s _ I . t f , _ 4 t - e
! s I E E : L ' r r ? : . r . - r
i - ! a l i - - ; - + l E ; { =ia E=t+s:'=" "E.F=i" :i€.=i"
SKRIP S I
Efsktivitns Pclatihan lllanaiemen Diri lntnk
Msningkatkan Prestasi Akndemik Mnhasiswa BaruDipersiadsan dmDitulis oleh :
Nma : NmangKrnniawan
NIM :A39114046
K€tua
$ela€taris
Ailggota
Yognakauta"*ll q., | 2008
Falnrha$ Psikologi
{Jnivssitas SmmDhrma
L
ll;iW;
lll
Pernyataan Keaslian Karya
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 25 Februari 2008
Nanang Kurniawan
iv
LBMBAR PERN-YATAAN PERSETUJUAN
PT]BLIKASI KARYA ILMIAH T]NTT]K KEPENTINGAhI AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama
Nomor Mahasiswa
: Nanang Kurniawan
: 039114A46
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
Efekiivitas Pelatihen Manajeneil Diri udtuk Meningkatkdn Prestasi
Akademik Mahasiswa Baru.
Dengan demikian saya memberikan 'kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, rrlengalihkan dalam bentuk media lain,
mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan
mempublikasikan di internet atau medid lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu merrtiflta ijin dari saya maupurt frtemberikan royalti kepada saya selama
tetap mencafltumkannama saya sebagal penulis.
Demikian pernyatadn ini yang saya buat dertgan sebenarnya.
Dibuat di Yoryakarta
Padatanggal : 25 Maret 2008
V
Yang menyatakan,
( Nanang Kurniawan )
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terutama untuk yang ‘KHALIK’
Kedua orangtuaku sebagai sponsor utama
Kedua adikku sebagai penyemangat
Untuk Keluarga & anak-anak ku kelak “ this is me, son! ”
Dan untuk Kesuksesan yang akan segera menyusul “ See u soon ”
“Thousand miles journey must begin with a single step”
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah pelatihan manajemen diri efektif untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. Hipotesa penelitian yang diajukan oleh peneliti yaitu pelatihan manajemen diri dapat meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.
Rancangan penelitian ini menggunakan control group pre test – post test non randomized design dengan subyek peserta mahasiswa Psikologi angkatan 2007 Universitas Sanata Dharma sebanyak 30 orang. Pengambilan data dilakukan dengan mengevaluasi pelatihan dalam tiga evaluasi, yaitu Reaksi, Pembelajaran dan Hasil. Pengolahan data penelitian digunakan analisis uji t sampel berpasangan. Semua perhitungan dilakukan dengan SPSS for Windows versi 12.0.
Hasil analisa data pada evaluasi pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan pengetahuan pada subyek penelitian sebelum dan sesudah pelatihan untuk Tipe Declarative and procedural pada kelompok perlakuan Pretest-postest pertama: nilai t sebesar -12,476 dengan p=0,000; Postest pertama-postest kedua: nilai t=3,568 dengan p=0,003. Pada kelompok kontrol Pretest-postests pertama: nilai t sebesar 0,979 dengan p=0,344; Postest pertama-postest kedua: nilai t=0,130 dengan p=0,898. Untuk Tipe Strategic pada kelompok perlakuan Pretest-postest pertama: nilai t sebesar -13,632 dengan p=0,000; Postest pertama-postest kedua: nilai t=2,712 dengan p=0,017. Pada kelompok kontrol Pretest-postests pertama: nilai t sebesar -1,081 dengan p=0,298; Postest pertama-postest kedua: nilai t=1,650 dengan p=0,121. Namun pada evaluasi hasil dapat disimpulkan tidak ada peningkatan nilai prestasi akademik subjek sebelum dan sesudah pelatihan pada kelompok perlakuan Pretest-postest: nilai t sebesar -.577 dengan p=0,573; kelompok kontrol Pretest-postest: nilai t sebesar -2.083 dengan p=0,056. Hal ini menunjukkan bahwa pelatihan Manajemen diri tidak efektif untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa. Kata kunci: Prestasi akademik, Pelatihan Manajemen diri, Mahasiswa.
vii
ABSTRACT
This research was held to find out the effectiveness of self management training to increase the academic achievement in college student. The hypothesis in this research is self management training can increase the academic achievement.
Control group pretest–post test non randomized design in 30 (thirty) student of Sanata Dharma University majoring Psychology year 2007 is use as the design in this research. Data are taken by evaluating the training in 3 (three) evaluation, which is Reaction, Learning and Result. Data are processed by t-test pair sample and SPSS for Windows ver.12.0 for all the accounting process.
From the result of data analysis can be concluded that the student knowledge is increase before and after training for declarative and procedural type in first pretest-posttest group: the t value = -12,476 with p = 0,000, first posttest-second posttest: t value = 3,568 with p = 0,003. In control group with first pretest-posttest: t value = 0,979 with p = 0,344; first posttest-second posttest: t value = 0,130 with p = 0,898. Strategic type in first pretest-posttest experiment group: t value = -13,632 with p = 0,000; first posttest-second posttest: t value = 2,712 with p = 0,017. In first pretest-second posttest control group: t value = -1,081 with p = 0,298; first posttest-second posttest: t value = 1,650 with p = 0,121. However, from the result evaluation can be concluded that there is no increase in academic achievement before and after training in pretest-posttest experiment group: t value = -.577 with p=0,573; pretest-posttest control group: t value = -2.083 with p=0,056. Those mean that self management training is not effective for increasing the academic achievement in college student.
Keyword: academic achievement, self management training, college student.
viii
Kata Pengantar
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini dengan baik. Skripsi
ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terwujud. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua
pihak, yaitu :
1. Seluruh staf dosen Psikologi yang telah mendidik dan membagikan ilmu
pengetahuan selama ini.
2. Seluruh staf karyawan yang selalu bersedia membantu dalam bidang
administrasi selama ini.
3. Seluruh responden penelitian yang membantu suksesnya penelitian ini.
4. Seluruh individu yang mencintai dan ku cintai.
5. Terkhusus untuk “my Lady”, thanks for everything.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis mengharap segala saran dan masukan yang dapat melengkapi
skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Yogyakarta, 25 Februari 2008
Nanang Kurniawan
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...........................................ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .........................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................vi
ABSTRAK ........................................................................................................vii
ABSTRACT ......................................................................................................viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................xvii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ...........................................................................7
A. Pelatihan ..................................................................................................7
x
1. Pengertian Pelatihan …......................................................................7
B. Efektivitas Pelatihan ...............................................................................8
1. Pengertian Efektivitas ………….................................................8
2. Faktor-Faktor Penentu Efektivitas Pelatihan ..............................9
3. Metode dalam Pelatihan ……………………………………….11
4. Rancangan Pelatihan …………………………………………...14
5. Model Evaluasi Pelatihan ............................................................18
6. Metode Evaluasi …………………………………….….….…...22
C. Manajemen Diri …...................................................................................24
1. Pengertian Manajemen Diri………....................................................24
2. Dimensi Manajemen Diri ..................................................................26
D. Prestasi Akademik …...............................................................................31
1. Pengertian Prestasi Akademik .....................................................31
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik ..............31
E. Dinamika Manajemen Diri dan Prestasi Akademik ................................33
F. Hipotesis ..................................................................................................35
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN …………………………….….….36
A. Jenis Penelitian ........................................................................................36
B. Identifikasi Variabel …………………………………………………....36
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ………………………...….…37
1. Pelatihan Manajemen Diri ….......................................................37
2. Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Diri …………………......37
3. Pembelajaran …………………………………………………...38
xi
4. Nilai Akademik …………………………………………..……...38
5. Bakat ……………………….…………………………….....…...39
D. Manipulasi ………………………………………………………..……...39
1. Monitoring Diri ….........................................................................39
2. Analisis Diri ……………………………..………..…………......40
3. Perubahan Diri ………….………………………….……………40
4. Pemeliharaan Diri …………………………………...……….….41
E. Instrumen Penelitian …………………………………………...….…….41
1. Reaksi Program Pelatihan ….........................................................41
a. Definisi dan Informasi Umum …………………...…….……41
b. Reliabilitas dan Validitas ……………………………....……42
2. Tes Prestasi (Pengetahuan Manajemen Diri) ………………........44
a. Declarative and Procedural ……....……………...…………44
1. Definisi Umum ………………………………………….44
2. Analisis dan Seleksi item …………………………….….45
3. Reliabilitas dan Validitas …………………………….….46
b. Strategic ………………..………………………….......……48
3. Tes Prestasi ………….………………..……………....….……...49
4. Observasi ………………………………….................…….……50
F. Subjek Penelitian ………………………………….…………………….51
G. Pelaksanaan Penelitian ………………………………….……………….51
1. Pra Perlakuan …............................................................................51
2. Pelaksanaan Perlakuan ……………………………….……........52
xii
3. Pasca Perlakuan ………….……………………………...……….59
H. Rancangan Eksperimen ………………………………………………….60
I. Metode Analisis Data ………………………………………………........61
1. Data Reaksi Peserta terhadap Pelatihan …....................................61
2. Data Pengetahuan Materi Manajemen Diri dan Data Prestasi
Akademik ………………………………………………….……62
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………...…66
A. Hasil Penelitian .........................................................................................66
1. Diskripsi Hasil Penelitian ………………….................................66
2. Hasil Uji Prasyarat ………………………………………………67
3. Hasil Uji Hipotesis ………………………………………………68
4. Uji Evaluasi Hasil ……………………………………………….71
5. Hasil Observasi ………………………………………………….75
B. Pembahasan ………….…………………………………………….…….82
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….92
A. Kesimpulan ...............................................................................................92
B. Saran ………………………………………………………...…………..92
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………......94
LAMPIRAN …………………………………………………………………….97
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Framework Self management …………………………………. .…….30
Tabel 2. Blue print Angket Reaksi peserta pelatihan …………………………..43
Tabel 3. Blue print Uji coba Tes Pengetahuan Manajemen Diri ………………45
Tabel 4. Blue print Tes Pengetahuan Manajemen Diri setelah diuji coba ……..46
Tabel 5. Hasil Survey Hambatan Mahasiswa untuk mencapai
Prestasi Akademik …………………………………………………….49
Tabel 6. Rancangan Eksperimen Kontrol Group Pretest-postest non randomized
design ………………………………………………………………….60
Tabel 7. Norma Kategorisasi Reaksi peserta pelatihan ………………………...61
Tabel 8. Kategorisasi Reaksi peserta pelatihan ………………………………...61
Tabel 9. Kategorisasi Reaksi pada aspek Isi & Metode pelatihan ……………..62
Tabel 10. Kategorisasi Reaksi pada aspek Relevansi pelatihan …………………62
Tabel 11. Jadwal Pelatihan Manajemen Diri ……………………………………64
Tabel 12. Deskripsi Hasil Penelitian …………………………………………….66
Tabel 13. Hasil uji Normalitas sebaran ………………………………………….67
Tabel 14. Hasil uji Homogenitas Varians ……………………………………….68
Tabel 15. Reaksi keseluruhan pada peserta pelatihan …………………………...68
Tabel 16. Reaksi peserta per aspek ……………………………………………...69
Tabel 17. Hasil uji beda pretest ………………………………………………….69
Tabel 18. Hasil uji beda postest …………………………………………………70
Tabel 19. Hasil uji beda skor perolehan …………………………………………70
Tabel 20. Hasil uji beda sebelum dan sesudah pelatihan ………………………..71
Tabel 21. Deskripsi Evaluasi Hasil ……………………………………………...72
Tabel 22. Hasil uji Normalitas sebaran Evaluasi Hasil ………………………….73
Tabel 23. Hasil uji Homogenitas Varians Evaluasi Hasil ……………………….73
Tabel 24. Hasil uji beda pretest Evaluasi Hasil ………………………………….73
Tabel 25. Hasil uji beda postest Evaluasi Hasil …………………………………74
Tabel 26. Hasil uji beda skor perolehan Evaluasi Hasil …………………………74
xiv
Tabel 27. Hasil uji beda sebelum dan sesudah pelatihan pada Evaluasi Hasil ….74
Tabel 28. Kategori Observasi ……………………………………………………75
Tabel 29. Rerata hasil observasi terhadap proses pelatihan ……………………..77
Tabel 30. Rerata hasil observasi terhadap performansi fasilitator ………………79
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Learning circle ……………………………………………...13
Gambar 2. Tingkat Kejenuhan ……………………………………….....76
Gambar 3. Tingkat Antusiasme …………………………………………76
Gambar 4. Tingkat Kelelahan …………………………………………. 77
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
A. Instrumen Penelitian ……………………………………………………98
B. Reliabilitas alat ukur …………………………………………………...142
C. Data penelitian …………………………………………………………146
D. Analisis statistik ………………………………………………………..163
E. Dokumentasi …………………………………………………………...171
F. Surat ijin ………………………………………………………………..176
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mahasiswa, sebuah sebutan yang tidak asing lagi bagi kita. Sebutan
mahasiswa melekat secara otomatis pada diri seseorang ketika namanya terdaftar
sebagai siswa didik disalah satu lembaga pendidikan baik itu universitas, institut,
akademi, maupun sekolah tinggi. Mahasiswa baru merupakan istilah yang melekat
kepada individu yang memasuki tahun ajaran pertama di sebuah lembaga pendidikan
tinggi. Pada umumnya individu yang menjadi mahasiswa baru berasal dari tingkat
pendidikan sekolah menengah / sederajat. Perubahan tingkat pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, tentunya diikuti dengan perubahan sistem pendidikan, misalnya
proses belajar-mengajar. Hal ini akan membawa dampak bagi mahasiswa baru,
karena mereka akan dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
barunya.
Menurut Warsito (2004) dalam penelitiannya, penyesuaian diri mahasiswa
terhadap lingkungan akademik yang baru akan berdampak pada prestasi akademik
mahasiswa itu sendiri. Bagi mahasiswa yang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, maka ia akan memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk
mendapatkan prestasi yang memuaskan jika dibandingkan dengan mahasiswa yang
kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Keberhasilan mahasiswa dalam studinya ditandai dengan prestasi akademik
yang baik antara lain nilai-nilai optimal yang diperoleh melalui indeks prestasi serta
1
2
ketepatan waktu dalam menyelesaikan studinya (Warsito, 2004). Berdasarkan
pernyataan tersebut, mahasiswa yang berhasil akademiknya dilihat dari indeks
prestasi yang didapat selama masa studi dan ketepatan waktu menyelesaikan masa
studinya. Indeks prestasi diperoleh dari kumulatif nilai yang didapat mahasiswa dari
proses perkuliahan, sedangkan yang dimaksud dengan ketepatan waktu adalah
mahasiswa mampu menyelesaikan seluruh masa studinya sesuai dengan target waktu
yang ditentukan oleh lembaga pendidikan tersebut.
Setiap lembaga pendidikan tinggi memiliki target masa studi untuk
mahasiswanya. Pada umumnya untuk jenjang sarjana (S1) ditempuh dalam 8
semester dan maksimal harus diselesaikan dalam 14 semester, untuk jenjang diploma
(D3) ditempuh 6 sampai dengan 12 semester. Target masa studi tersebut sudah
diperkirakan sedemikian rupa supaya mahasiswa mampu menyelesaikan masa
perkuliahannya dengan tepat waktu. Sebagai contoh, Universitas Sanata Dhasrma
menargetkan mahasiswanya untuk menempuh masa studi selama 8 semester dan
harus diselesaikan maksimal 14 semester, sesuai dengan standar universitas seperti
yang tertulis pada bab III Peraturan Akademik (USD, 2006).
Pada kenyataannya banyak mahasiswa yang masa studinya tidak sesuai
dengan target waktu yang telah ditentukan, seperti yang dilansir dari salah satu
terbitan harian berita Suara merdeka (2005) yang menyatakan bahwa kasus
mahasiswa yang mengalami keterlambatan menyelesaikan masa studi S1
dikarenakan skripsi yang tak kunjung usai tidaklah sedikit. Fenomena ini menjadi
keprihatinan sendiri pada wajah pendidikan di Indonesia.
3
Fenomena tersebut dikarenakan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi
keberhasilan mahasiswa dalam menempuh studi akademiknya. Keberhasilan
mahasiswa dipengaruhi oleh pencapaian prestasi akademiknya yang ditandai dengan
indeks prestasi dan penyelesaian tugas akhir atau skripsi. Nilai IP mahasiswa tiap
semester menentukan jumlah mata kuliah yang dapat diambil pada semester
berikutnya. Jika IP tiap semester mahasiswa dinilai tidak cukup, mahasiswa tersebut
akan terhambat di semester berikutnya. Selain itu penyelesaian tugas akhir atau
skripsi yang tak kunjung selesai juga dapat menghambat mahasiswa untuk lulus
sesuai target waktu. Selain fenomena tersebut, perilaku mahasiswa seringkali
menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang kurang baik, terutama pada waktu akhir
semester. Seperti pengumpulan tugas yang tidak tepat waktu, kebiasaan mencari
catatan pada waktu menjelang ujian, kesiapan untuk menempuh ujian yang kurang
matang dan lain-lain. Beberapa hal tersebut akan sangat mempengaruhi performa
mahasiswa untuk mencapai prestasi yang maksimal.
Tentunya kondisi yang diharapkan adalah, mahasiswa mampu menyesuaikan
diri dengan lingkungan yang baru sehingga memperoleh prestasi akademik yang
memuaskan. Sedangkan kemungkinan yang lain adalah dapat menyelesaikan masa
studinya sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena itu mahasiswa harus
memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memanfaatkan lingkungannya untuk
dapat mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Hal tersebut dapat dipelajari
dengan mengembangkan perilaku manajemen diri.
Manajemen diri adalah usaha individu untuk menggunakan kontrol terhadap
aspek-aspek tertentu terhadap pembuatan keputusan dan perilaku. Manajemen diri
4
dapat dilihat sebagai suatu rangkaian strategi kognitif dan perilaku yang membantu
individu dalam menata lingkungannya, memunculkan motivasi diri, dan
memfasilitasi perilaku yang tepat untuk mencapai standar perilaku tertentu (Frayne
dan Geringer, 2000). Dengan demikian manajemen diri dapat membantu mahasiswa
dalam melakukan penyesuaian terhadap lingkungan baru sehingga diharapkan dapat
mencapai prestasi akademik yang memuaskan. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa
yang mampu menguasai manajemen diri, akan mampu menata lingkungan di
sekitarnya dan memfasilitasi perilaku yang tepat sehingga memunculkan motivasi
untuk mencapai prestasi yang diharapkan.
Manajemen diri merupakan bentuk dari suatu kebiasaan yang dapat
dipelajari, oleh karena itu pelatihan self-management dapat dijadikan sebuah
program alternatif. Pelatihan tersebut memberi pengetahuan kepada individu
bagaimana cara mengukur masalah, menyusun suatu tujuan yang spesifik dalam
hubungannya dengan masalahnya, cara-cara memonitor lingkungan yang mendukung
atau yang menghalangi pencapaian tujuan, dan mengidentifikasi serta
mengadministrasikan penguat terhadap perilaku yang mengarah ke-tujuan dan
memberi hukuman terhadap perilaku yang tidak mendukung ke arah tujuan.
Peran manajemen diri dalam membantu individu untuk mencapai suatu
performa yang diharapkan sudah terbukti efektif pada berbagai bidang. Misal, pada
penelitian yang dilakukan oleh Childre (1998) menunjukkan bahwa manajemen diri
efektif untuk terapi penyembuhan pada pasien Diabetes Mellitus, pada penelitian
tersebut subjek yang memiliki penyakit diabetes diberikan pelatihan untuk me-
manajemen dirinya, dan terbukti efektif mempercepat proses penyembuhannya. Pada
5
bidang industri, manajemen diri juga terbukti efektif untuk meningkatkan performa
kerja karyawan. Pada penelitian tersebut membandingkan antara kelompok karyawan
yang diberikan pelatihan manajemen diri dan yang tidak diberikan pelatihan
manajemen diri, pengukuran dilakukan beberapa kali pada periode tertentu dan
hasilnya menunjukkan secara signifikan bahwa peningkatan performa kerja
karyawan pada kelompok yang diberikan pelatihan lebih tinggi dibandingkan
kelompok karyawan yang tidak diberikan pelatihan (Frayne dan Geringer, 2000).
Berdasar pada bukti empiris dari penelitian sebelumnya yang menunjukkan
efektifitas pelatihan manajemen diri pada bidang kesehatan maupun industri, maka
peneliti terpacu untuk melihat efektifitas manajemen diri dalam bentuk pelatihan
pada bidang pendidikan. Asumsi yang digunakan peneliti, bahwa manajemen diri
dapat diterapkan pada semua bidang, sesuai yang diungkapkan oleh Frayne dan
Geringer (2000) bahwa semua orang dapat melakukan manajemen diri dalam tiap
bidang, namun belum tentu mereka melakukannya dengan tepat. Asumsi tersebut
berlaku juga pada bidang pendidikan untuk meningkatkan performa mahasiswa
dalam mencapai prestasi akademik yang diharapkan. Oleh karena itu pada penelitian
ini akan menguji keefektifan pelatihan manajemen diri pada bidang pendidikan.
Penelitian dilakukan dengan melihat kecenderungan mahasiswa baru yang
mengalami hambatan pada semester awal. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat
menunjukan keefektifan pelatihan manajemen diri pada mahasiswa baru.
6
B. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini adalah:
Apakah pelatihan manajemen diri efektif untuk meningkatkan prestasi akademik
pada mahasiswa baru?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan pelatihan manajemen
diri bagi mahasiswa baru dalam meningkatkan prestasi akademik.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memperkaya ranah psikologi pendidikan terapan,
dengan memberikan kontribusi kegunaan metode pelatihan dalam dunia
pendidikan.
2. Manfaat Praktis
Apabila pelatihan menajemen diri pada penelitian ini terbukti efektif bagi
mahasiswa baru, maka pelatihan menejemen diri dapat menjadi salah satu
alternatif bagi Universitas Sanata Dharma dalam meningkatkan mutu pencapaian
prestasi akademik mahasiswanya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. PELATIHAN
1. Pengertian Pelatihan
Suatu bentuk proses pembelajaran yang dialami individu, yang
mengakibatkan suatu perubahan. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat
DeCenzo dan Robbins (dalam Sasongko, 2005) bahwa pelatihan adalah
sebuah pengalaman belajar untuk membuat perubahan yang relatif permanen
pada individu, yang tujuannya meningkatkan kemampuan dalam bidangnya
atau pekerjaannya. Menurut Hardjana (2001), pelatihan merupakan suatu
kegiatan yang disusun dengan penuh perencanaan, yang kemudian
dilaksanakan secara sistematis dan metodis, dan pada akhirnya dievaluasi
secara tuntas. Sasongko (2005) menyatakan bahwa program pelatihan adalah
suatu bentuk pembelajaran yang teratur yang akan menghasilkan perubahan
permanen bertujuan meningkatkan kinerja individu tersebut. Dapat
disimpulkan bahwa pelatihan merupakan sebuah pengalaman belajar individu
yang mengakibatkan perubahan relatif permanen, tujuannya agar kemampuan
individu meningkat, suatu pelatihan haruslah terencana, pelaksanaannya pun
secara sistematis dan metodis, serta diperlukan evaluasi secara tuntas.
Proses pelaksanaan pelatihan memiliki tahapan, Cherrington (dalam
Sasongko, 2005) membagi menjadi tiga tahapan besar yakni pengukuran
kebutuhan, pelatihan dan pengembangan, evaluasi. Tahap pertama,
7
8
pengukuran kebutuhan ialah tahap penentuan ada atau tidaknya kebutuhan
akan pelatihan dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan untuk
mengadakan pelatihan. Tahap berikutnya, pelaksanaan pelatihan, meliputi
pembuatan desain program pelatihan dan pelaksanaannya. Pembuatan desain
pelatihan mengacu pada analisis dan pertimbangan yang dilakukan pada
tahap pertama serta berorientasi pada tujuan pelatihan. Tahap terakhir, tahap
evaluasi yakni membuat tolak ukur berdasarkan tujuan pelatihan, lalu
mengevaluasi apakah pelatihan telah berhasil dan dapat diterapkan dalam
bidang yang diukur.
B. EFEKTIVITAS PELATIHAN
1. Pengertian Efektivitas
Alvarez et all. (2004) menjelaskan bahwa efektivitas pelatihan
merupakan pendekatan secara teoritis untuk menganalisis dan mencapai
pemahaman tentang hasil pembelajaran dalam pelatihan. Efektivitas pelatihan
berfokus pada sistem pembelajaran secara keseluruhan, sehingga menyajikan
ulasan yang lebih luas tentang hasil pembelajaran pelatihan. Efektivitas
menganalisa mengapa peserta pelatihan belajar atau tidak belajar apapun
dalam sebuah pelatihan. Dan hasil dari analisa efektivitas pelatihan akan bisa
mendiskripsikan dan menjelaskan kelebihan dan kekurangan sebuah program
pelatihan sehingga bisa dijadikan acuan untuk penyelenggaraan pelatihan
yang lebih baik di masa mendatang.
9
2. Faktor-faktor Penentu Efektivitas
Tjia (2006) menjelaskan ada 4 hal yang menentukan agar program
pelatihan bisa efektif, yaitu:
a. Fasilitator / trainer
Peran fasilitator (trainer) sangat vital dalam sebuah pelatihan.
Trainer memfasilitasi proses belajar yang dilakukan peserta dalam
pelatihan. Persepsi peserta terhadap kredibilitas fasilitator bisa
memengaruhi tingkat partisipasi dalam proses pelatihan.
Faktor pengalaman, penguasaan materi, tingkat kepercayaan, dan
kemampuan komunikasi fasilitator bisa mempengaruhi efektivitas
pelatihan. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
fasilitator pelatihan, yaitu:
1) Menghindari sikap arogan dan superior dalam presentasi,
2) Bersikap terbuka terhadap segala pertanyaan dan komentar dari
peserta,
3) Memotivasi peserta untuk mengetahui lebih banyak dengan bertanya,
4) Terlibat dengan peserta, memanggil dengan nama, menjaga kontak
mata dan senyum,
5) Memiliki rasa humor dan cerita-cerita.
b. Peserta
Beberapa hal yang bisa mempengaruhi efektivitas pelatihan antara
lain sifat dan tipe kepribadian, motivasi, kebutuhan-kebutuhan, usia, dan
10
tingkat pendidikan. Bahkan efikasi diri peserta juga mempengaruhi
efektivitas pelatihan (Wei, 2006).
c. Topik pelatihan
Materi pelatihan harus mampu menjawab kebutuhan dari peserta
berdasarkan hasil training need analysis. Jika materi pelatihan tidak
mampu menjawab itu semua, pelatihan tidak akan efektif karena peserta
tidak termotivasi untuk belajar.
d. Metode pelatihan
Tjia (2006) merekomendasikan metode experiential learning dan
metode yang berhubungan dengan prinsip belajar orang dewasa untuk
diaplikasikan agar efektivitas pelatihan menjadi maksimal.
Selain itu, topik pelatihan hendaknya dibawakan dengan cara yang
mudah dipahami dan jelas, juga bersifat fun dan membuat peserta merasa
terfasilitasi untuk berbuat yang terbaik.
e. Lingkungan
Faktor lingkungan sekitar yang bisa mempengaruhi antara lain tata
ruang, jumlah peserta, maupun sarana pendukung seperti musik. Tata
ruang mempengaruhi interaksi dan respon peserta selama pelatihan.
Termasuk di dalam tata ruang antara lain, sistem ventilasi, penerangan,
akses keluar-masuk, tempat duduk, dll. Jumlah peserta hendaknya
berkisar antara 16 – 24 orang. Lebih dari itu, peserta akan cenderung
tidak nyaman mengikuti pelatihan. Sedangkan jika kurang dari 16 juga
11
akan membuat peserta tidak nyaman, kecuali jika sesama peserta sudah
terjalin keakraban sebelum pelatihan.
3. Metode dalam pelatihan
Sasongko (2005) menyatakan bahwa kesesuaian antara tujuan dan
materi pelatihan dengan metode menentukan keberhasilan pelatihan. Oleh
karena itu perlu pemilihan metode yang tepat.
Hardjana (2001) menjelaskan beberapa metode yang dipakai dalam
sebuah pelatihan, yaitu:
a. Metode informatif
Tujuannya adalah untuk menyampaikan data, informasi,
penjelasan, data, fakta, dan pemikiran.
b. Metode partisipatif
Metode ini digunakan untuk melibatkan peserta dalam
pengolahan materi pelatihan.
c. Metode partisipatif – eksperiensial
Metode ini bersifat partisipatif sekaligus eksperiensial, yaitu
mengajak peserta untuk ikut serta dan memberi kemungkinan kepada
peserta untuk ikut mengalami apa yang diolah dalam pelatihan.
d. Metode eksperiensial
Merupakan metode yang memungkinkan peserta untuk ikut
terlibat dalam penuh pengalaman untuk belajar sesuatu dari
pengalaman tersebut.
12
Metode yang serupa juga disampaikan oleh Pfeiffer dan Jones
(dalam modul pelatihan pengembangan kepribadian mahasiswa
Universitas Sanata Dharma, 2007) yaitu metode structured-
experiences (pengalaman terstruktur) berupa serangkaian aktivitas
yang dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan data untuk
belajar dan merumuskan kesimpulan. Dalam metode pengalaman
terstruktur peserta diajak untuk mengalami pembelajaran sendiri
dengan melalui siklus pembelajaran sebagai berikut:
experiencing
applying publishing
processing generalizing
Gambar 1.
Keterangan:
a. Experiencing (mengalami), pelibatan diri untuk mendapatkan
pengalaman pribadi konkret yang berkaitan dengan hal yang ingin
dipelajari.
b. Publishing (membagi pengalaman), menyatakan kembali hal-hal yang
sudah dialami dan tanggapannya dari hasil pengamatannya kepada
peserta lain.
13
c. Processing (memproses pengalaman), menyusun dan mendiskusikan
data yang didapat dari tahap sebelumnya, dengan mencoba
menafsirkannya.
d. Generalizing (merumuskan kesimpulan), menyimpulkan prinsip atau
hikmah berdasarkan hasil penafsiran data sebelumnya.
e. Applying (menerapkan), merencanakan cara menerapkan hasil
penafsirannya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut As’ad (2004)
teknik-teknik / bentuk pelatihan yang digunakan antara lain:
1) Ceramah / kuliah
Ceramah disampaikan secara lisan. Metode ini bisa dipakai untuk
kelompok besar dan bisa memberikan banyak materi dalam waktu
singkat. Kelemahan dari metode ini adalah komunikasi yang
terjadi hanya searah sehingga tidak ada umpan balik dari peserta.
2) Audiovisual
Penggunaan audiovisual di sini bisa berwujud, film, video klip,
maupun musik. Penggunaan media tersebut mampu membantu
memengaruhi emosi peserta (Tjia, 2006) yang membuat peserta
menggunakan lebih dari satu inderanya.
3) Diskusi
Diskusi memiliki tujuan untuk mengembangkan kemampuan
personil dalam pembuatan keputusan dan pemecahan masalah,
menyampaikan informasi baru, dan secara langsung mampu
14
mengubah sikap-sikap dari peserta. Kelemahannya adalah, metode
diskusi kemampuan pengajarannya lebih lambat.
4) Studi kasus
Studi kasus merupakan uraian tertulis maupun lisan tentang
masalah tertentu yang nyata maupun hipotesis yang didasarkan
pada kenyataan.
5) Role play
Peran merupakan suatu pola perilaku yang diharapkan. Metode ini
terutama digunakan untuk memberi kesempatan kepada para
peserta mempelajari keterampilan hubungan antar manusia
melalui praktek dan untuk mengembangkan pemahaman akan
pengaruh kelakuan mereka sendiri pada orang lain.
4. Rancangan Pelatihan
Menurut Hardjana (2001) rancangan pelatihan adalah rancangan yang
akan dijadikan pegangan dan pedoman pelaksanaan pelatihan, oleh karena itu
ketika menyusun suatu rancangan pelatihan perlu mempersiapkan beberapa
hal:
a. Kebutuhan pelatihan
Kebutuhan pelatihan adalah kekurangan dalam bidang pengetahuan,
sikap, perilaku, kecakapan, dan keterampilan pada peserta yang hendak
dipenuhi melalui kegiatan pelatihan (Hardjana, 2001). Kebutuhan
pelatihan dapat diketahui melalui analisis kebutuhan pelatihan. Analisis
tersebut bertujuan agar dapat menemukan siapa, di bidang apa yang
15
membutuhkan diberi pelatihan, dan mengapa mereka membutuhkan
pelatihan tersebut. Teknik yang dapat digunakan dalam analisis
kebutuhan antara lain wawancara, pemberian kuesioner, mengadakan tes,
atau audit lembaga pada unit-unitnya dengan mempelajari kegiatan,
masukan, keluaran, biaya atau efisiensi, dan efektivitasnya masing-
masing.
b. Tujuan pelatihan
Hardjana (2001) menyatakan bahwa dalam suatu pelatihan terdiri dari
serangkaian sesi yang disusun untuk mencapai tujuan dari keseluruhan
pelatihan, oleh karena itu setiap sesi memiliki tujuan masing-masing.
Diharapkan melalui pencapain tujuan tiap sesi, tujuan keseluruhan
pelatihan dapat tercapai. Smither (1994) menambahkan bahwa suatu
pelatihan yang tidak memiliki tujuan yang kongkret dan spesifik akan
menyebabkan pelatihan tersebut tidak fokus dan tidak berhasil.
Penetapan tujuan pelatihan sebaiknya menganut prinsip SMART,
yakni:
S : Specific, yang berarti khusus, terbatas jelas.
M : Measurable, yang berarti dapat diukur secara kuantitatif.
A : Achievable, yang berarti dapat dicapai oleh peserta, trainer,
penyelenggara, berdasarkan waktu, tempat, dan fasilitas yang
tersedia.
16
R : Realistic, berarti memenuhi kebutuhan pelatihan yang
sebenarnya, bukan hanya keinginan penyelenggara atau
trainer.
T : Timebound, yang berarti waktu pencapaian tujuan dibatasi
misalnya 3 hari, 2 minggu, 1 bulan, atau 2 tahun.
c. Materi pelatihan
Materi pelatihan adalah bahan, topik, atau hal yang dibicarakan dan
diolah dalam pelatihan (Hardjana, 2001). Penyusunan materi pelatihan
mengacu pada analisis kebutuhan pelatihan dan harus berdasarkan sasaran
perilaku yang ingin dicapai. Sasongko (2005) menambahkan bahwa
materi merupakan susunan bahan pembelajaran sistematis berdasarkan
sasaran perilaku yang mengacu pada analisis kebutuhan, sehingga timbul
perilaku yang diharapkan pada peserta seusai pelatihan.
d. Metode, Strategi, dan Teknik pelatihan
Metode merupakan cara yang sudah dipikirkan secara masak-masak
dan dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah tertentu guna mencapai
tujuan yang hendak dicapai.
Strategi merupakan cara penggunaan metode yang sudah dipilih dan
dirancang untuk menjalankan sebuah pelatihan.
Teknik pelatihan merupakan cara pelaksanaan suatu metode.
e. Susunan dan Jadwal sesi pelatihan
Susunan sesi didasarkan pada seluruh kegiatan pelatihan, yang perlu
diperhatikan dalam menyusun sesi:
17
1) Alur, yaitu arah, gerak, dan kelanjutan dari satu sesi ke sesi
berikutnya. Urutan sesi haruslah memiliki arah yang jelas dan tidak
terpisah.
2) Jarak, yaitu tenggang waktu antara satu sesi dengan sesi lain. Artinya
setiap sesi memiliki jeda waktu.
3) Nada, tekanan pada masing-masing sesi. Untuk kelancaran dan
efektivitas maka masing-masing sesi diberi tekanan yang berbeda.
4) Warna, yaitu suasana pelatihan. Pemeliharaan suasana pelatihan
haruslah mendukung pelatihan itu sendiri, maka penyampaian tiap
sesi dan bagian-bagiannya diberikan dalam suasana yang bervariasi,
antara serius dan santai.
5) Jalinan, yaitu jalannya seluruh pelatihan dan hubungan antar sesi.
f. Petugas yang bertanggung jawab dan Perlengkapannya
Menentukan penanggung jawab, termasuk instruktur / fasilitator.
Selain itu juga mempersiapkan peralatan dan perlengkapan yang
dibutuhkan.
g. Evaluasi pelatihan
Evaluasi diadakan untuk keseluruhan pelatihan maupun tiap sesi.
Evaluasi dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Materi yang dikumpulkan
untuk dianalisis dan disimpulkan antara lain, isi, proses, manfaat, fasilitas
akomodasi, konsumsi, partisipasi peserta dan peran trainer atau petugas.
18
5. Model Evaluasi Pelatihan
Menurut Smither (1994) efektivitas suatu program pelatihan hanya
dapat ditunjukkan melalui evaluasi terhadap program pelatihan tersebut.
Salah satu model evaluasi pelatihan yang ada adalah model yang
dikembangkan oleh Donald Kirkpatrick (Bramley, 1991; Kristanto, 2004;
Liberman, 2006). Menurut Liberman (2006) bahwa model yang disampaikan
oleh Kirkpatrick merupakan model yang paling populer dan digunakan secara
luas dalam melakukan evaluasi pelatihan.
Model yang dikembangkan oleh Kirkpatrick tersebut terdiri dari
empat model evaluasi, yaitu:
a. Evaluasi reaksi
Model evaluasi reaksi mengukur reaksi / perasaan peserta terhadap
pelatihan, apakah peserta menyukai program pelatihan yang ada atau tidak,
apakah peserta merasa pelatihan yang ada relevan dengan kehidupan
maupun pekerjaannya sehari-hari atau tidak.
Kristanto (2004) dan Phillips & Stone (2002) menyatakan bahwa
model evaluasi reaksi perlu dilaksanakan karena:
1) Lebih baik daripada tidak ada sama sekali,
2) Mampu mengidentifikasi tren dan keinginan di kalangan peserta
terhadap sebuah pelatihan sehingga bisa menjadi masukan bagi
perkembangan program maupun materi pelatihan
3) Reaksi peserta mampu menjadi indikator apakah peserta akan
mengaplikasikan materi pelatihan.
19
Metode yang paling sering digunakan dalam pengumpulan data
reaksi adalah kuesioner (Phillips & Stone, 2002). Phillips & Stone (2002)
menjabarkan aspek-aspek dalam pengukuran reaksi meliputi:
a) Isi (content) pelatihan
Terdiri dari adanya penjelasan tentang tujuan pelatihan, tercapainya
tujuan pelatihan, materi mudah dipahami, dan penilaian tentang
kesesuaian materi / topik dalam kehidupan sehari-hari.
b) Metode yang digunakan
Berkaitan dengan metode pengajaran, aktivitas-aktivitas, dan materi
yang digunakan untuk membantu peserta memahami materi dan
tercapainya tujuan pelatihan.
c) Lingkungan pendukung
Berkaitan dengan penilaian peserta tentang keadaan ruangan tempat
penyelenggaraan pelatihan.
d) Fasilitator pelatihan
Berkaitan dengan penguasaan materi, kejelasan dalam penyampaian
materi untuk membantu pemahaman peserta, kemampuan menciptakan
lingkungan yang melibatkan peserta untuk berdiskusi, respon terhadap
komentar dan pertanyaan peserta, kemampuan manajerial kelas yang
efektif, kemampuan menjadi moderator untuk menjaga fokus materi.
e) Rencana aksi (planned actions)
Mengungkap rencana aksi yang akan dilakukan oleh peserta berkenaan
dengan hasil dari setelah mengikuti pelatihan.
20
f) Penilaian dan komentar tentang program pelatihan secara keseluruhan.
Kristanto (2004) mengungkapkan bahwa peserta tidak perlu
menyertakan nama untuk mendapatkan respon yang jujur, serta respon
harus segera didapat setelah sesi terakhir pelatihan agar mampu
mengindikasikan respon secara utuh / satu kesatuan.
b. Evaluasi belajar
Model ini menyoroti hasil belajar aktual yang didapat peserta
berupa pengetahuan dan ketrampilan (Smither, 1994). Kristanto (2004)
mendefinisikan evaluasi belajar sebagai “tingkat perubahan peserta dalam
sikap, peningkatan pengetahuan, dan / atau peningkatan keterampilan
pada saat program pelatihan selesai”. Kirkpatrick dan beberapa peneliti
lain menyatakan bahwa perubahan perilaku peserta dalam kehidupan
sehari-hari tidak akan terjadi jika peserta tidak menemui perubahan
pengetahuan setelah mengikuti pelatihan. Pengukuran belajar harus
mengacu pada tujuan pelatihan dan berkaitan dengan instruksional
pelatihan. Pengukuran hasil belajar tidak menunjukkan bagaimana
mengaplikasikan hasil belajarnya dalam keseharian, tapi lebih kepada
mengindikasikan efektivitas program pelatihan (Kristanto, 2004).
Cara untuk mengukur perubahan belajar ini harus dilakukan
dengan metode kuantitatif, misalnya dengan mengadministrasikan tes
pengetahuan (misalnya paper and pencil test) untuk mengukur
pengetahuan dan sikap peserta (Kristanto, 2004; Liberman, 2006).
21
Liberman (2006) menambahkan bahwa hasil tes sesudah pelatihan harus
lebih tinggi daripada hasil tes sebelum pelatihan.
c. Evaluasi perilaku
Model evaluasi ini menekankan pada bagaimana perubahan
perilaku menetap yang timbul (Smither, 1994). Menurut Kristanto (2004)
bentuk evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui perubahan perilaku peserta
sebagai hasil dari mengikuti program pelatihan. Perubahan tersebut tidak
selalu terjadi pada diri peserta setelah mengikuti program pelatihan.
Menurut Kristanto (2004), ada 4 syarat agar seseorang mengubah
perilakunya, yaitu:
1) Adanya hasrat untuk berubah dari pribadi orang tersebut,
2) Individu tersebut mengetahui apa yang harus dilakukan dan bagaimana
melakukannya,
3) Adanya lingkungan yang tepat untuk mendukung perubahan
perilakunya,
4) Adanya penghargaan atas perubahannya.
Lebih lanjut, Kristanto (2004) juga mengungkapkan bahwa
program pelatihan mampu memfasilitasi dua persyaratan pertama, yaitu
dengan menciptakan sikap yang positif terhadap hasrat untuk berubah dan
mengajarkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Sedangkan
dua persyaratan berikutnya hanya bisa ditemui ketika peserta sudah
kembali ke kehidupan sehari-harinya dan program pelatihan tidak bisa
memfasilitasinya.
22
Untuk mendapatkan data mengenai perilaku peserta pelatihan bisa
dengan cara pengamatan / observasi, penilaian diri dari peserta (self-
analyze), maupun penilaian dari rekan / lingkungan (Kristanto, 2004;
Liberman, 2006; Tjia, 2006).
d. Evaluasi hasil
Model evaluasi ini menekankan pada peningkatan produktifitas
peserta pelatihan (Smither, 1994). Evaluasi hasil merupakan hasil akhir
yang muncul akibat peserta hadir dalam program pelatihan. Dalam konteks
perusahaan, evaluasi hasil dikaitkan dengan peningkatan produksi,
berkurangnya biaya, turnover karyawan, dll (Kristanto, 2004; Liberman,
2006). Dalam konteks institusi pendidikan, evaluasi hasil bisa dikaitkan
dengan membaiknya rata-rata IPK yang diperoleh mahasiswa,
menurunnya tingkat DO, dll.
Kristanto (2004) menambahkan bahwa jenis-jenis pelatihan
pengembangan diri, seperti kepemimpinan, komunikasi, motivasi, dll sulit
untuk diukur dengan menggunakan model ini.
6. Metode Evaluasi
Smither (1994) dalam bukunya menjelaskan beberapa metode
evaluasi yang dapat digunakan yaitu :
23
a. Studi kasus
Pada metode ini menggunakan pengamatan performansi setelah
pelatihan, biasanya mengunakan wawancara dan observasi atau
pengambilan data kuatitatif tentang produktivitas setelah pelatihan.
b. Pretest – Posttest
Pada metode ini peserta akan diukur sebelum dan setelah pelatihan
untuk melihat kemajuan performansi yang diharapkan. Kelemahan pada
metode ini, tidak dapat mengetahui secara pasti ketidak-beresan pelatihan,
dan juga metode ini rentan dengan Hawthorne effect yaitu kecenderungan
subjektifitas evaluator mempengaruhi hasil evaluasi.
c. Pretest – Posttest dengan kelompok kontrol
Pada metode ini terdapat kelompok pelatihan dan kelompok
kontrol (yang tidak mendapatkan pelatihan). Kedua kelompok akan
diukur sebelum dan sesudah pelatihan.
d. Posttest dengan kelompok kontrol
Pada metode ini hanya menggunakan satu kali pengukuran yaitu
setelah pelatihan, pengambilan secara acak baik itu pada kelompok
kontrol maupun pelatihan. Keuntungan dari metode ini menghemat biaya
evaluasi.
e. Solomon desain 4 kelompok
Pada metode ini lebih komplek, yaitu dengan membagi peserta
dalam 4 kelompok: kelompok pertama, mendapatkan pengukuran setelah
dan sebelum pelatihan serta program pelatihannya; kelompok kedua,
24
hanya mendapatkan pengukuran sebelum dan sesudah pelatihan tanapa
dikenai program pelatihan; kelompok ketiga, hanya mendapatkan
pengukuran setelah pelatihan dan program pelatihan; kelompok keempat,
hanya pengukuran setelah pelatihan tanpa mendapatkan program
pelatihan.
C. MANAJEMEN DIRI
1. Pengertian
Manajemen diri juga disebut dengan modifikasi diri, oleh karena itu erat
hubungannya dengan modifikasi perilaku. Beberapa ahli seperti yang dikutip
pada Sarafino (2001) menyatakan bahwa modifikasi perilaku merupakan
karakteristik yang menyebabkan perkembangan perilaku dan menggunakan
prinsip pembelajaran. Manajemen diri merupakan salah satu cara untuk mengatur
perilaku dalam sebuah organisasi melalui suatu mekanisme aplikasi kontrol luar
untuk mempengarui individu ke arah tujuan suatu organisasi. Menajemen diri
merupakan usaha individu untuk menggunakan kontrol termasuk aspek
pembuatan keputusan dan perilaku (Frayne & Geringer, 2000).
Manajemen diri dapat dilihat sebagai sebuah rangkaian perilaku dan
strategi kognitif yang membantu individu dalam menyusun lingkungannya,
membangun motivasi diri, dan memfasilitasi perilaku yang tepat untuk
pencampaian suatu standar performansi (Manz, Frayne & Geringer 2000). Pada
dasarnya manajemen diri adalah sebuah kumpulan perilaku yang akan menjadi
suatu pola hidup individu. Sesuai yang diungkapkan oleh Bandura bahwa
25
perilaku terbentuk dari suatu proses pembelajaran individu terhadap
lingkungannya yang diberi penguat (Bandura,1977), oleh karena itu perilaku me-
manajemen diri dapat dipelajari oleh tiap individu, salah satu caranya melalui
pelatihan manajemen diri.
Sarafino (2001) menyatakan bahwa dengan mempelajari teknik
manajemen diri seseorang dapat memperkuat dua kemampuan umum yang
mendukung perubahan perilaku, yakni: Self-control, adalah kemampuan untuk
mengekang emosi, impuls, hasrat atau keinginan yang berlebihan. Kemampuan
berikutnya adalah Self-regulation, yaitu kemampuan yang langsung dan
mengatur aksi dan perilaku kita dengan tepat ketika aksi kita tidak ada
seorangpun yang mengawasi. Dengan demikian semakin kuat kemampuan
seseorang dalam kedua kemampuan tersebut, maka kemungkinan seseorang
berhasil mencapai perubahan perilaku yang diinginkan semakin besar pula.
Menurut Frayne & Geringer (2000) bahwa dengan seseorang memiliki
manajemen diri yang efektif maka, individu akan dapat mencapai tujuan yang
ingin dicapai. Hal tersebut dikarenakan individu yang memiliki manajemen diri
yang efektif akan mampu memaksimalkan potensi dalam dirinya baik itu dari
dalam maupun dari luar dirinya. Sebaliknya apabila individu tidak memiliki
manajemen diri yang efektif maka ia tidak mampu memaksimalkan potensi yang
ada di dalam maupun di luar dirinya, sehingga tujuannya tidak tercapai.
Penelitian yang dilakukan oleh Frayne & Geringer (2000) pada wiraniaga
menunjukkan bahwa kelompok yang mendapatkan pelatihan manajemen diri
lebih mampu mengatasi hambatan-hambatan dalam mencapai tujuannya
26
dibandingkan dengan kelompok yang tidak mendapatkan pelatihan manajemen
diri.
2. Dimensi Manajemen Diri
Manajemen diri memiliki beberapa dimensi yang merupakan suatu
rangkaian proses. Beberapa ahli berpendapat tentang dimensi tersebut, salah
satunya Frayne & Geringer ( 2000 ). Mereka membagi dimensi manajemen diri
menjadi 6 tahapan yaitu:
a. Pengukuran diri (Self-assessment)
Pada dimensi ini lebih menekankan pada pengumpulan data tentang
harapan individu terhadap modifikasi perilaku yang diinginkan, sehingga
pada tahap ini individu akan disiapkan untuk mampu menginterpretasi dan
menentukan perubahan perilakunya.
b. Penentuan tujuan (Setting goal)
Pada dimensi ini lebih menekankan pada pembentukan tujuan baik itu
makro maupun meso. Pembentukan ini berdasarkan pengumpulan data dari
dimensi sebelumnya.
c. Monitoring diri
Pada dimensi ini lebih memfokuskan kepada proses merekam
kemajuan yang mengarah pada tujuan, sehingga individu dapat mengamati
perubahan yang terjadi dalam dirinya.
27
d. Evaluasi diri
Pada dimensi ini lebih memfokuskan pada penggunaan strategi
penguat dan hukuman pada performansi individu. Pemberian penguat
ditujukan pada perilaku yang mengarah kepada pencapaian tujuan, sedangkan
hukuman diberikan terhadap perilaku yang tidak mendukung kepada
pencapain tujuan.
e. Penulisan kontrak
Pada dimensi ini lebih untuk menekankan atau menancapkan
komitmen individu untuk menyelesaikan proses. Individu akan menuliskan
persetujuan tentang harapan, perencanaan, serta kemauan untuk perubahan
perilaku.
f. Pemeliharaan & pencegahan pengulangan (maintenance & relapse
prevention)
Pada dimensi ini lebih memfokuskan pada pengidentifikasian
kemungkinan masalah dan pencegahan pengulangan dengan membantu
individu belajar mengenal dan menjauhi potensi masalah.
Yates (1985), dalam bukunya membagi manajemen diri menjadi 4
dimensi yang berupa teknik-teknik pengolahan diri. Tahapan teknik tersebut
dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang. Tahapan tersebut adalah:
a. Monitoring diri (self-monitoring)
Pada tahap ini individu diajak untuk menyadari permasalahan yang
dihadapi, yaitu masalah dengan manajemen dirinya. Individu akan
28
mengungkapkan informasi tentang apa yang ingin ia rubah dalam
kehidupannya; kerangka tujuan untuk mencapai perubahan; cara untuk
mengerjakan kerangka tujuan; perasaan ataupun pikiran apapun yang ingin
dirubah. Dari informasi tersebut akan digunakan untuk menentukan target
respon.
b. Analisis diri (self-analysis)
Pada tahap ini individu akan menganalisis informasi yang diperoleh
dari tahap sebelumnya, sehingga individu dapat menunjukan anteseden yang
spesifik dan konsekuensi yang mempengaruhi target respon sekarang. Dalam
tahap ini juga diajarkan metode untuk menentukan anteseden dan
konsekuensi yang mana untuk dirubah sehingga ditemukan pemecahan
masalah yang tepat.
c. Perubahan diri (self-change)
Pada tahap ini individu diajak untuk melihat kembali apakah
pemecahan masalah yang digunakan sudah cukup efektif untuk menjawab
permasalahan yang dihadapi. Penilaiannya dengan menggunakan informasi
yang didapatkan dari feedback dari permasalahan yang dihadapi. Apabila
pemecahan masalah tersebut tepat maka akan berlanjut pada tahap
pemeliharaan dan diintegrasikan dalam pola hidup dan kebiasaan. Namun
apabila pemecahan masalahnya belum tepat maka akan diubah.
d. Pemeliharaan diri (self-maintenance )
Pada tahap ini individu akan diajak untuk memelihara pemecahan
masalah yang tepat serta akan diintegrasikan dalam pola dan kebiasaan hidup
29
individu. Pada tahap ini individu juga diajari untuk menghindari efek relapse
yang kemungkinan terjadi pada individu.
Dari kedua pendapat ahli tersebut terdapat kemiripan bahkan cenderung
dimensi yang diungkapkan oleh Freyne & Geringer juga terdapat pada dimensi
yang diungkapkan oleh Yates. Misalnya, pada Freyne & Geringer dimensi
assessment diri dan penetapan tujuan sudah terangkum dalam dimensi monitoring
diri yang diungkapkan oleh Yates. Dari dua pendapat tersebut, selain terdapat
kemiripan juga dirasa dapat saling melengkapi. Misalnya pada Freyne &
Geringer terdapat pemberian hadiah dan hukuman untuk menguatkan perilaku,
serta terdapat perjanjian kontrak, maka hal tersebut dapat dimasukkan dalam
dimensi perubahan dan pemeliharaan yang diungkapkan oleh Yates. Maka
peneliti lebih cenderung menggunakan pendapat Yates tentang dimensi
manajemen diri, namun dimodifikasi dengan memasukan beberapa hal yang
terdapat pada dimensi yang diungkapkan Freyne & Geringer.
Dalam pelatihan manajemen diri, peneliti berusaha memperjelas dimensi
tersebut dalam bentuk Tabel 1., hal tersebut untuk memudahkan pengaplikasian
ke dalam bentuk pelatihan nanti.
30
Tabel 1. Framework Self Management
Dimensi
manajemen diri Fokus aktivitas Implikasi dari aktivitas
Monitoring diri Pengumpulan data tentang modifikasi perilaku yang diharapkan. Berdasarkan pengumpulan data sebelumnya maka dibangun tujuan meso dan makro.
Menyiapkan individu untuk menginterpretasi dan merubah perilakunya sendiri. Menyiapkan usaha individu untuk menghindari pembentukan tujuan yang menghambat, mencegah aktivitas yang tidak sesuai, selalu berdasarkan pada tujuan.
Analisis diri Proses yang dilakukan individu untuk menganalisis informasi sehingga dapat menentukan anteseden dan konsekuen yang mempengaruhi target respon.
Menyiapkan individu dengan data mengenai analisis informasi untuk menentukan anteseden dan konsekuan yang mempengaruhi target respon.
Perubahan diri Apabila ditemukan ketidak sesuaian dengan cara pemecahan masalah maka akan diubah. Menggunakan strategi penguat dan hukuman diri pada performansi individu.
Dengan menyiapkan hadiah untuk pencapaian tujuan yang memberi pengaruh positif di masa yang akan datang. Menggunakan hukuman administrasi untuk mengurangi perilaku yang tidak mendukung kearah pencapaian tujuan.
Pemeliharaan diri dan pencegahan relapse
Dalam pelatihan mengajarkan individu untuk mampu menginternalisasikan pemecahan masalah tersebut ke dalam dirinya, serta mampu untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah dan perangkap dalam aplikasi teknik manajemen diri
Individu memiliki kemampuan mengidentifikasi situasi yang beresiko yang dapat menyebabkan individu berhenti melanjutkan perilaku manajemen diri, data tersebut dapat digunakan untuk mencegah pengulangan kembali dengan membantu individu belajar mengenal dan menjauhi hal yang berpotensi menjadi kekurangan.
31
D. PRESTASI AKADEMIK
1. Pengertian Prestasi Akademik
Prestasi akademik merupakan tingkat keberhasilan atau tingkat
penguasaan siswa atau mahasiswa terhadap tugas belajar di perguruan tinggi
pada periode tertentu yang meliputi aspek pengetahuan, sikap dan
ketrampilan (Sukarti, 1986). Pada umumnya pambatasan keberhasilan
tersebut dengan membandingkan tindakan belajar seseorang pada kriteria
yang ditetapkan untuk tindakan tersebut. Menurut Jufri (2005) ada dua cara
yang dapat digunakan untuk menetapkan prestasi akademik, yaitu: pertama,
penetapan prestasi oleh dosen (tes prestasi buatan dosen). Kedua, tes prestasi
baku. Menurut Jufri (2005) untuk mengevaluasi kemajuan belajar mahasiswa
dilakukan tes hasil belajar dalam hal ini tes prestasi yang dibuat oleh dosen.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Menurut Suryabrata (1990), pencapaian prestasi akademik dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor Internal
Faktor yang berasal dari dalam diri individu sendiri baik yang bersifat
bawaan maupun yang diperoleh.
1) Faktor fisik atau fisiologis
Antara lain kesehatan secara umum, koordinasi motorik, koordinasi
syaraf, serta struktur tubuh.
32
2) Faktor psikis atau psikologis
Ahmadi dan Supriyono (1991) membagi ke dalam tiga hal spesifik,
yakni:
a) Faktor intelektual, yakni potensi dan kecakapan khusus yang dimiliki
oleh individu seperti kecerdasan, bakat, dan prestasi yang dimiliki
sebelumnya.
b) Faktor non intelektual, yakni unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, efikasi, dan penyesuaian diri.
c) Faktor kematangan psikis, yakni kematangan emosional.
b. Faktor Eksternal
1) Faktor lingkungan, seperti dorongan dari orang lain, persaingan, tuntutan.
2) Faktor instrumental, seperti perlengkapan belajar, temperatur udara.
Menurut Suryabrata dalam Jufri (2005), faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik baik dari luar maupun dari dalam individu
tersebut saling berinteraksi satu dengan yang lain, untuk itu apabila individu
tersebut mampu memaksimalkan pengaruh positif dari masing-masing faktor,
maka akan mampu menunjang aktivitas belajar ke arah perolehan prestasi
akademik yang tinggi. Demikian pula sebaliknya, apabila individu tidak dapat
memaksimalkan pengaruh positif dari masing-masing faktor, maka tidak dapat
menunjang aktivitas belajar ke arah prestasi akademik yang tinggi.
33
E. DINAMIKA MANAJEMEN DIRI DAN PRESTASI AKADEMIK
Prestasi akademik menurut Suryabrata (1990) dipengaruhi oleh faktor-faktor
dari dalam diri dan dari luar individu. Suryabrata menambahkan bahwa faktor-faktor
tersebut saling berinteraksi, apabila individu mampu untuk memaksimalkan
pengaruh positif dari masing-masing faktor, maka faktor-faktor tersebut akan dapat
menunjang aktivitas belajar ke arah perolehan prestasi akademik yang tinggi. Namun
jika sebaliknya maka faktor-faktor tersebut tidak dapat menunjang aktivitas belajar
ke arah pencapaian prestasi akademik yang memuaskan. Jadi dengan kata lain
prestasi akademik yang tinggi dapat dicapai apabila individu mampu
memaksimalkan pengaruh positif dari masing-masing faktor.
Usaha yang dapat dicapai individu dalam memaksimalkan pengaruh positif
dari masing-masing faktor adalah dengan memiliki kemampuan untuk memanfaatkan
potensi-potensi yang dimiliki. Menurut Prawitasari (1993) individu yang diterima
pada sebuah perguruan tinggi paling tidak memiliki intelegensi normal dan
dipandang dapat mencapai prestasi akademik yang cukup baik. Dengan kata lain
individu yang diterima dalam sebuah perguruan tinggi dipandang memiliki potensi-
potensi yang dapat menunjang dirinya untuk mencapai prestasi akademik yang cukup
tinggi. Namun seperti yang diungkapkan oleh Sirait (dalam Prawitasari, 1993)
seringkali mahasiswa tidak mampu mencapai prestasi akademik yang memuaskan
dikarenakan tidak mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki. Untuk
dapat memaksimalkan potensi tersebut maka mahasiswa harus memiliki kemampuan
untuk mengelola lingkungannya dan memiliki motivasi diri untuk mencapai prestasi.
34
Kemampuan mengelola lingkungannya dan memiliki motivasi diri tersebut
dapat ditingkatkan dengan individu menguasai kemampuan manajemen diri yang
efektif. Hal tersebut dikarenakan dalam manajemen diri diajarkan untuk
menganalisis sebuah permasalahan, menyusun sebuah tujuan, menganalisis
lingkungan di sekitarnya yang dapat mendukung pada pencapaian tujuan,
memberikan penguat perilaku yang diharapkan dan mempertahankan perilaku
tersebut. Kemampuan tersebut akan terangkum dalam serangkaian langkah-langkah
yang akan dipelajari dalam pelatihan manajemen diri yakni monitoring diri, analisis
diri, perubahan diri, dan pemeliharaan diri. Diharapkan dengan mahasiswa memiliki
kemampuan manajemen diri yang efektif, mahasiswa dapat mengatasi permasalahan
yang dihadapi di lingkungan akademik dan dapat memaksimalkan potensi yang ada
dalam dirinya sehingga dapat mencapai prestasi akademik yang memuaskan.
Usaha pembelajaran Manajemen Diri tersebut dengan mempertimbangkan
Experiential learning dan Andragogy method. Dengan mempertimbangkan kedua hal
tersebut diharapkan pembelajaran tentang Manajemen Diri akan lebih efektif.
Experiential learning menekankan pada pembelajaran mandiri dengan mengelola
informasi yang didapatkan dari pengalamannya untuk mencapai kesimpulan.
Menurut Roger (http://tip.psychology.org/rogers.html) dengan cara belajar berdasar
pengalaman, individu akan lebih tertarik untuk belajar, sehingga informasi akan lebih
mudah dipahami dan diserap dan prosesnya relatif lebih cepat. Sedangkan
Andragogy method adalah metode pembelajaran yang menekankan pada cara belajar
orang dewasa, asumsinya dalam Fidishun
(http://www.mtsu.edu/~itconf/proceed00/fidishun.htm) adalah pembelajaran tersebut
35
berdasar pada kebutuhan sehingga individu akan secara mandiri mempelajari hal
yang dianggapnya penting, hal tersebut akan memotivasinya untuk melakukan usaha-
usaha tertentu. Dengan demikian experiential learning dan andragogy method dapat
berperan efektif dalam sebuah proses pembelajaran. Dengan mempertimbangkan
kedua hal tersebut dalam proses pelatihan diharapkan individu akan menguasai
kemampuan manajemen diri, sehingga mampu untuk memanfaatkan potensi yang
dimiliki untuk mencapai prestasi akademik yang memuaskan.
F. HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah pelatihan manajemen diri dapat
meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen kuasi dengan tujuan
untuk mengetahui apakah suatu metode atau cara yang digunakan efektif dalam
meningkatkan suatu perilaku yang diharapkan, yaitu dengan cara mengenakan
perlakuan kepada satu atau lebih kelompok eksperimen dan membandingkan
hasilnya dengan satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai kondisi
perlakuan tanpa melakukan metode random (Suryabrata,1998).
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu:
1. Variabel bebas : Pelatihan Manajemen Diri
2. Variabel tergantung :
• Reaksi peserta pelatihan (evaluasi reaksi).
• Pembelajaran peserta tentang Manajemen Diri (evaluasi belajar).
• Nilai akademik (evaluasi hasil).
3. Variabel kontrol : Bakat
36
37
C. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
1. Pelatihan Manajemen Diri
Pelatihan manajemen diri adalah suatu kegiatan yang diprogram untuk
melatih manajemen seseorang terhadap dirinya. Pada pelatihan ini, subjek akan
dilatih berbagai keterampilan untuk mengevaluasi kemampuan mereka serta
strategi untuk mengembangkan kemampuan tersebut, yaitu dengan cara melatih
kepekaan mereka dalam memonitoring diri; menganalisis diri; melakukan
perubahan diri; pemeliharaan diri. Secara operasional variabel pelatihan
manajemen diri akan diungkap melalui beberapa evaluasi pelatihan yakni
evaluasi reaksi, evaluasi pembelajaran, dan evaluasi hasil. Jika pada ketiga
evaluasi tersebut positif maka akan menunjukkan kefektifan pelatihan
manajemen diri.
2. Reaksi Peserta Pelatihan Manajemen Diri
Reaksi peserta terhadap pelaksanaan pelatihan manajemen diri merupakan
penilaian, komentar, dan saran peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan
manajemen diri. Dengan memiliki penilaian, komentar, dan saran positif, peserta
diharapkan akan tergugah kesadarannya dan terinspirasi sehingga
mengaplikasikan hal-hal yang didapat dalam pelatihan tersebut. Secara
operasional, variabel diungkap melalui angket reaksi. Nilai total yang tinggi
ditunjukkan dengan reaksi positif terhadap materi pelatihan, metode yang
digunakan, dan relevansinya dengan kehidupan sehari-hari (Frayne & Geringer,
2000).
38
3. Pembelajaran
Pengetahuan peserta terhadap materi pelatihan manajemen diri
merupakan tingkat pemahaman subjek terhadap konsep dan keterampilan seperti
yang dijelaskan dalam program pelatihan. Secara operasional, variabel
pembelajaran diungkap melalui tes prestasi (pengetahuan manajemen diri). Tes
prestasi disusun berdasar isi materi yang dijabarkan pada bab sebelumnya. Tes
prestasi ini dibagi menjadi dua bentuk seperti yang disampaikan Blanchard &
Thacker (2007) yaitu:
a. Declarative and procedural
Nilai yang tinggi ditunjukkan dengan pengetahuan faktual dan
pemahaman terstruktur yang tinggi terhadap materi manajemen diri.
b. Strategic
Nilai yang tinggi ditunjukkan dengan aplikasi strategi kognitif dalam
memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi pelatihan.
4. Nilai Akademik
Total nilai yang didapat mahasiswa karena mengikuti sejumlah ujian yang
dilaksanakan oleh dosen, sebagai salah satu bentuk evaluasi belajar. Evaluasi
tersebut untuk mengetahui, apakah materi yang telah disampaikan dalam
perkuliahan mampu diserap oleh mahasiswa dengan baik atau tidak. Bentuk
penilaiannya berupa skor, dengan rentang nilai dari 0 sampai dengan 100.
39
5. Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan
menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam
situasi yang nyata (Gardner 1993, dalam Suparno 2004). Dalam melakukan
kontrol variabel dengan beracuan pada tes potensi akademik “plus” yang
dilaksanakan ketika penerimaan mahasiswa baru.
D. MANIPULASI
Pada penelitian ini menggunakan manipulasi berupa pelatihan manajemen
diri yang diberikan kepada subyek kelompok penelitian, sedangkan bagi subyek
kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun.
Manipulasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan modul
Pelatihan Manajemen Diri yang ditulis oleh Brian T. Yates (1985); pada modul
terdapat 4 tahap untuk melakukan manajemen diri, yakni; Self-Monitoring; Self-
Analysis; Self-Change; Self-Maintenance. Keempat tahap tersebut merupakan urutan
fase yang harus dilakukan untuk mencapai manajemen diri yang efektif dan
maksimal. Berikut penjelasan dari masing-masing tahap:
1. Monitoring Diri (Self-Monitoring)
Pada tahap ini individu diajak untuk menyadari permasalahan yang
dihadapi, yaitu masalah dengan manajemen dirinya. Individu akan
40
mengungkapkan informasi tentang apa yang ingin ia ubah dalam kehidupannya;
kerangka tujuan untuk mencapai perubahan; cara untuk mengerjakan kerangka
tujuan; perasaan ataupun pikiran apapun yang ingin dirubah. Dari informasi
tersebut akan digunakan untuk menentukan target respon.
Pada tahap ini individu akan diajarkan membuat pemetaan waktu
pribadinya dari waktu bangun pagi sampai dengan menjelang tidur. Dari
pemetaan tersebut akan lebih jelas menemukan permasalahan yang dihadapi
individu, setelah itu individu akan diajarkan pemetaan yang efektif.
2. Analisis Diri (Self-Analysis)
Pada tahap ini individu akan menganalisis informasi yang diperoleh dari
tahap sebelumnya, sehingga individu dapat menunjukan anteseden yang spesifik
dan konsekuensi yang mempengaruhi target respon sekarang. Untuk
memudahkan penemuan anteseden dan konsekuensi perilaku yang spesifik dalam
diri subjek, maka diajarkan analisis matrik yaitu mencatat segala anteseden dan
konsekuen yang muncul. Dalam tahap ini juga diajarkan metode untuk
menentukan solusi yang tepat dengan mempertimbangkan keuntungan dan
kerugian yang didapat.
3. Perubahan Diri (Self-Change)
Pada tahap ini individu diajak untuk melihat kembali apakah pemecahan
masalah yang digunakan sudah cukup efektif untuk menjawab permasalahan
yang dihadapi. Penilaian dilakukan menggunakan informasi yang didapatkan dari
41
feedback dari permasalahan yang dihadapi. Apabila pemecahan masalah tersebut
tepat maka akan berlanjut pada tahap pemeliharaan dan diintegrasikan dalam
pola hidup dan kebiasaan. Namun apabila pemecahan masalahnya belum tepat
maka akan diubah.
4. Pemeliharaan Diri (Self-Maintenance)
Pada tahap ini individu akan diajak untuk memelihara pemecahan
masalah yang tepat serta akan diintegrasikan dalam pola dan kebiasaan hidup
individu. Pada tahap ini individu juga diajari untuk menghindari efek relapse
yang kemungkinan terjadi pada individu. Efek relapse tersebut dapat
didiskusikan dengan anggota yang lain sehingga dapat ditemukan respon yang
lebih efektif.
E. INSTRUMEN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan tiga alat yang digunakan untuk mengambil data
dari subjek, yang kemudian dari data tersebut dianalisis untuk mendapatkan
kesimpulan. Instrumen penelitian tersebut adalah:
1. Reaksi Program Pelatihan
a. Definisi dan informasi umum
Angket reaksi ini digunakan untuk mengetahui reaksi peserta
pelatihan terhadap program pelatihan yang dilaksanakan. Reaksi yang
dimaksud adalah reaksi peserta terhadap isi pelatihan, metode yang
42
digunakan pada waktu pelatihan, relevansi hal yang didapat dari pelatihan
terhadap kondisi nyata (Frayne & Geringer, 2000). Alat ini terdiri dari 10
aitem berdasarkan pada reaksi yang diharapkan muncul dari peserta, cara
pengisiannya menggunakam skala linkert dengan rentang nilai dari 1 (tidak
sesuai) sampai 5 (sangat sesuai). Karena tujuan dari alat ini untuk mengetahui
reaksi peserta pelatihan, maka hanya diberikan pada kelompok yang
mendapatkan perlakuan atau pelatihan.
b. Reliabilitas dan Validitas angket Reaksi terhadap pelatihan
Alat ukur ini diujicobakan pada tanggal 07 Oktober 2007 pada 20
orang mahasiswa yang mengikuti try out pelatihan manajemen diri.
Reliabilitas alat ukur dengan pendekatan konsistensi internal teknik yang
digunakan untuk mendapatkan estimasi reliabilitas tersebut adalah dengan
menghitung koefisien bisarial. Hasil uji coba tersebut menghasilkan koefisien
alpha sebesar 0,70.
Peneliti menggunakan jenis validitas isi, yang merupakan validitas
yang diestimasikan lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional
dan penilaian dari individu yang dianggap pakar dalam bidangya
(professional judgement. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu validitas
muka (face validity) dan validitas logik (logical validity) (Azwar,1999).
1) Validitas Muka (Face Validity)
Validitas ini dicapai dengan membuat tampilan alat ukur sebaik
mungkin sehingga dapat meyakinkan subyek dan mampu mengesankan
bahwa angket ini sungguh mengungkap reaksi yang hendak diukur, yaitu
43
reaksi peserta pelatihan terhadap pelassanaan pelatihan. Peneliti membuat
angket dengan tampilan yang menarik, ringkas dan jelas.
2) Validitas Logik (Logical Validity)
Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur mewakili
reaksi yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan dalam bentuk alat
ukur reaksi yang diungkapkan oleh Kirkpatrick (2007). Peneliti terlebih
dahulu membuat blue print berdasarkan komponen-komponen yang
digunakan untuk mengukur reaksi, kemudian peneliti menyusun aitem-
aitemnya.
Setelah aitem-aitem selesai dibuat, peneliti mengajukan rancangan
skala tersebut kepada dosen pembimbing. Dari keseluruhan aitem
diperiksa satu persatu berdasarkan blue print, dibantu oleh dosen
pembimbing untuk menentukan mana aitem yang baik maupun aitem yang
harus diperbaiki sehingga kemudian didapatkan 10 aitem, yang terdiri dari
tiga komponen, yang terdistribusi secara merata sesuai dengan proporsinya
masing-masing.
Tabel 2. Blue Print Angket Reaksi Peserta Pelatihan
Uraian Jumlah aitem Bobot (%)
Tanggapan terhadap isi 3 (3,4,5) 30%
Tanggapan terhadap metode 3 (1,7,10) 30%
Tanggapan terhadap relevansi
kebutuhan 4 (2,6,8,9) 40%
Total 10 100 %
44
2. Tes Prestasi (Pengetahuan Manajemen Diri)
Tes Prestasi ini digunakan untuk mengukur pengetahuan yang diserap
oleh peserta pelatihan. Pengetahuan yang dimaksud adalah informasi tentang
manajemen diri yang disampaikan pada waktu pelatihan. Alat tes ini dibagi
menjadi 2 bentuk seperti yang disampaikan Blanchard & Thacker (2007) yaitu:
a. Declarative and procedural
1) Definisi umum
Declarative adalah suatu bentuk pengukur pengetahuan faktual
seseorang tentang materi pelatihan manajemen diri, tujuannya untuk
mengetahui penyerapan informasi faktual oleh peserta. Sedangkan
Procedural bentuk pengukur pemahaman terstruktur terhadap materi
pelatihan, tujuannya untuk mengetahui penyerapan informasi secara
menyeluruh.
Isi soal ini mengungkap tentang definisi manajemen diri, urutan
langkah-langkah manajemen, dan hal-hal penting pada tiap langkah
manajemen diri. Cara pengisiannya dengan menulis jawaban pada lembar
jawaban yang telah disediakan. Cara penilaiannya dengan
mengkategorikan benar (1) dan salah (0), benar apabila jawaban peserta
mendekati jawaban ideal, dan jawaban dinilai salah apabila jawaban
peserta menjauhi jawaban ideal.
45
Tabel 3. Blue Print Ujicoba Tes Pengetahuan Manajamen Diri
Uraian Jumlah aitem Bobot (%)
Pemahaman Definisi
Manajemen Diri 4 (1,2,18,20) 20 %
Pemahaman Monitoring diri 4 (7,9,12,14) 20 %
Pemahaman Analisis diri 4 (3,5,13,17) 20 %
Pemahaman Perubahan diri 4 (4,6,8,10) 20 %
Pemahaman Pemeliharaan diri 4 (11,15,16,19) 20 %
Total 20 100 %
2) Analisis dan Seleksi aitem
Salah satu kriteria dalam menentukan kualitas suatu aitem adalah
dengan melihat konsitensi antar aitem dengan tes secara keseluruhan,
karena konsistensi antar aitem dengan total ini mampu menunjukkan
perbedaan antar subyek dengan aspek yang diukur oleh tes yang
bersangkutan. Pengujian konsistensi skor pada tes uji coba ini dilakukan
dengan menggunakan program SPSS. 12 for Windows, didapatkan indeks
daya diskriminasi aitem yang dapat dilihat dari korelasi aitem-total yang
dikoreksi (Corrected Item Total Correlation), yang bergerak dari 0,210
sampai 0,873.
Untuk menentukan apakah aitem–aitem itu memiliki kualitas yang
baik dapat dilihat dari indeks daya diskriminasi aitem. Menurut Azwar
(2000), semakin tinggi daya diskriminasi aitem maka koefisien
korelasinya semakin mendekati nilai 1,00. Kriteria pemilihan aitem
berdasarkan korelasi aitem dengan total ini menggunakan rix > 0,30. Dari
46
hasil analisa tersebut, dipilih aitem–aitem yang memiliki indeks daya
diskriminasi > 0,30 sehingga diperoleh 15 aitem, yakni aitem nomor : 1,
2, 5, 6, 8, 10, 11, 12,1 3, 14,1 5, 16, 17, 19, 20
Dari lima belas aitem yang memenuhi kriteria, peneliti
memutuskan untuk menggunakan 10 aitem saja dan tidak menggunakan
lima aitem, yakni aitem nomor 6 untuk kriteria pemahaman perubahan
diri. Nomor 11, 15 untuk kriteria pemahaman pemeliharaan diri. Nomor
13 untuk kriteria pemahaman analisis diri dan nomor 20 untuk kriteria
pemahaman definisi manajemen diri. Hal tersebut dilakukan dengan
pertimbangan untuk menjaga proporsi dari masing–masing kriteria
sehingga distribusinya dapat merata dan melihat pertimbangan bahwa
aitem–aitem tersebut sudah dapat digantikan fungsinya oleh aitem lain
dari kriteria yang sama.
Tabel 4. Blue Print Tes Pengetahuan Manajemen Diri Setelah Di Uji Coba
Uraian Jumlah aitem Bobot (%) Pemahaman Definisi
Manajemen Diri 2 (1,2) 20 %
Pemahaman Monitoring diri 2 (6,7) 20 % Pemahaman Analisis diri 2 (3,9) 20 %
Pemahaman Perubahan diri 2 (4,5) 20 % Pemahaman Pemeliharaan diri 2 (8,10) 20 %
Total 10 100 %
3) Reliabilitas dan Validitas
Hasil uji coba dari alat ini dilaksanakan pada tanggal 8 0ktober
2007 pada 40 mahasiswa angkatan 2007. Reliabilitas alat ukur dengan
pendekatan konsistensi internal teknik yang digunakan untuk
47
mendapatkan estimasi reliabilitas tersebut adalah dengan menghitung
koefisien bisarial. Hasil uji coba tersebut menghasilkan koefisien alpha
sebesar 0,929.
Peneliti menggunakan jenis validitas isi, yang merupakan validitas
yang diestimasikan lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional dan penilaian dari individu yang dianggap pakar dalam bidangya
(professional judgemen)t. Validitas isi terbagi menjadi dua tipe, yaitu
validitas muka (face validity) dan validitas logik (logical validity)
(Azwar,1999).
a). Validitas Muka (Face Validity)
Validitas ini dicapai dengan membuat tampilan alat ukur
sebaik mungkin sehingga dapat meyakinkan subyek dan mampu
mengesankan bahwa tes ini sungguh mengungkap pengetahuan yang
hendak diukur, yaitu pengetahuan tentang manajemen diri. Peneliti
membuat tes dengan tampilan yang menarik, ringkas dan jelas, ini
dapat membangun kredibilitas alat ukur yang diharapkan dan dapat
memotivasi subyek untuk meresponnya dengan sungguh–sungguh.
b). Validitas Logik (Logical Validity)
Validitas ini menunjuk pada sejauh mana isi alat ukur
mewakili indikator yang hendak diukur sebagaimana telah ditetapkan
dalam aspek-aspeknya. Peneliti terlebih dahulu membuat blue print
berdasarkan komponen-komponen yang digunakan untuk mengukur
48
pengetahuan tentang manajemen diri, kemudian peneliti membuat
aitem berdasarkan blue print.
Setelah aitem-aitem selesai dibuat, peneliti mengajukan
rancangan skala tersebut kepada dosen pembimbing. Dari keseluruhan
aitem diperiksa satu persatu berdasarkan blue print, dibantu oleh
dosen pembimbing untuk menentukan mana aitem yang baik maupun
aitem yang harus diperbaiki sehingga kemudian didapatkan 20 aitem,
yang terdiri dari lima kriteria penguasaan materi, yang terdistribusi
secara merata sesuai dengan proporsinya masing-masing.
b. Strategic
Bentuk pengukuran ini lebih menekankan pada aplikasi strategi
kognitif dalam memecahkan suatu permasalahan yang berkaitan dengan
materi pelatihan. Dengan bentuk pengukuran ini, kita dapat mengetahui
pemahaman peserta secara lebih mendalam. Biasanya bentuk pengukuran ini
dengan mengajukan suatu kasus permasalahan, kemudian peserta akan
mengerjakan dengan menulis langkah-langkah pemecahannya.
Isi dalam soal ini mengungkap pemahaman materi oleh peserta
dengan ditunjukan melalui pengaplikasian pada suatu permasalahan, dengan
cara memecahakan suatu kasus. Cara pengerjaannya, peserta mengisi lembar
jawaban. Penilaiannya dilakukan oleh 3 orang yang dianggap kompeten
dalam manajemen diri, yakni 2 orang fasilitator dan 1 orang pembuat modul
pelatihan. Nilai diberikan dengan rentang (1) = sangat tidak sesuai, sampai
dengan (5) = sangat sesuai.
49
Kasus yang digunakan dalam bentuk soal ini berdasarkan pendapat
ahli dan surve terhadap mahasiswa 2007. Pendapat ahli yang dimaksud
adalah pendapat beberapa dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata
Dharma yang mengajar mahasiswa angkatan 2007. Sedangkan survey yang
dilakukan pada mahasiswa Psikologi angkatan 2007. Di bawah ini hasil
survey yang dilakukan, menunjukkan bahwa tiga hambatan yang paling
menonjol adalah nilai usip pertama yang kurang memuaskan, tugas presentasi
dan kelompok, susah bangun pagi.
Table 5. Hasil Survey Hambatan Mahasiswa Untuk Mencapai Prestasi Akademik
No. Pilihan jawaban Jumlah pemilih Prosentase (%)
1 Nilai usip pertama kurang memuaskan 19 23,75%
2 Kangen rumah dan keluarga 6 7,5%
3 Tugas presentasi dan kelompok 14 17,5%
4 Mengalami kesulitan dalam mencari literatur mata kuliah 7 8,75%
5 Malas kuliah 5 6,25% 6 Susah bangun pagi 16 20%
7 Asyik bermain game (permainan baru) 4 5%
8 Lain-lain (tulis di bawah ini) Kerja paruh waktu (3), sakit (2), konflik dengan pacar (4)
9 11,25%
TOTAL 80
(dari 40 subjek)
100%
3. Tes Prestasi
Salah satu bentuk alat ukur yang bertujuan untuk mengetahui tingkat
prestasi seseorang. Tes ini disusun oleh dosen pengampu mata kuliah, yang
disusun berdasarkan materi yang sudah diberikan.
50
Pada penelitian ini, tes prestasi diberikan sebelum dan sesudah pelatihan
berlangsung. Tes prestasi yang diberikan sebelum pelatihan berupa ujian sisipan
pertama yang diterima mahasiswa untuk masing-masing mata kuliah. Sedangkan
tes prestasi yang diberikan setelah pelatihan berupa ujian akhir semester yang
diterima mahasiswa untuk masing-masing mata kuliah. Rentang penilaianya skor
minimum 0, dan skor maksimum 100.
4. Observasi
Observasi merupakan salah satu alat untuk mendapatkan informasi
tentang pelatihan yang diadakan (Nasution,2004). Informasi yang didapatkan
untuk melengkapi data yang didapat dari alat ukur yang lain.
Pada pelatihan ini menggunakan jenis observasi partisipatif yang
dilakukan pada setiap sesi selama pelatihan berlangsung. Observer atau petugas
yang melakukan observasi bekerja secara independent, untuk mendapatkan data
secara detil dan objektif, maka menggunakan tiga observer yang keseluruhannya
ikut dalam proses pelatihan. Hal yang di observasi adalah kondisi peserta, proses
pelatihan, performa fasilitator, kondisi lingkungan pelatihan. Petugas akan
menilai sesuai dengan pengamatannya dengan mengisi lembar observasi yang
telah disediakan, dengan memberi penilaian antara 1 = sangat rendah, 7 = sangat
tinggi.
51
F. SUBJEK PENELITIAN
Subjek pada penelitian ini menggunakan mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pemilihan subjek penelitian didasarkan pada
kriteria:
1. Semester I, karena pada semester ini mahasiswa dirasa memiliki beban akademik
yang relatif sama, dan hambatan yang dialami dalam akademik cenderung
homogen.
2. Berusia 17-20 tahun, dikarenakan pada rentang usia tersebut individu memiliki
motif yang relatif sama terhadap suatu kegiatan, dan hal tersebut mempengaruhi
penilaian individu sehingga dapat mempengaruhi tindakan subjek.
G. PELAKSANAAN PENELITIAN
1. Pra Perlakuan
Persiapan penyusunan pelatihan dimulai dengan pembuatan modul
pelatihan yang di ambil dari buku Self-Management oleh T. Yates, kemudian
dilakukan pengajuan permohonan ijin untuk mengadakan penelitian pada pihak
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Permohonan tersebut berkaitan
pelaksanaan uji coba modul dan pelaksanaan penelitian. Untuk mendukung
pelaksanaannya maka membutuhkan tempat dan akomodasi, sebagian besar
meminta bantuan kepada pihak Universitas Sanata Dharma diantaranya
peminjaman tempat dan beberapa peralatan elektronik.
Uji coba modul dan alat ukur dilaksanakan pada tanggal 7 Oktober 2007,
hari Minggu pukul 09.00–16.00 WIB lokasi pelaksanaan di Kampus III Paingan
52
Universitas Sanata Dharma. Jumlah peserta pelatihan 20 orang mahasiswa
Psikologi angkatan 2007. Tujuan dari uji coba modul ini untuk memeriksa
kesiapan segala hal yang diperlukan dalam pelatihan, diantaranya materi
pelatihan, lembar kerja, jenis-jenis permainan simulasi, pelatihan fasilitator dan
petugas, serta susunan sesi pelatihan.
Melalui uji coba tersebut menunjukkan bahwa materi dapat dengan
mudah diterima oleh peserta, jenis permainan yang digunakan dirasa cukup tepat
karena respon peserta merasa lebih mudah menerima materi dan lebih fun. Selain
itu dari uji coba tersebut juga memberikan masukan terhadap beberapa hal yang
perlu diperbaiki, diantaranya lembar kerja peserta yang terlalu banyak sehingga
membuat peserta jenuh, jeda antar sesi dirasa terlalu pendek dan waktu tiap sesi
dirasa kurang.
2. Pelaksanaan Perlakuan
Pelaksanaan pelatihan pada tanggal 20-21 Oktober 2007, hari Sabtu dan
Minggu pada pukul 09.00-15.00 WIB. Pada hari pertama, peserta dikumpulkan di
ruang K.408 lantai IV Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sebelum hari pelaksanaan peserta sudah diberitahu informasi jadwal dan tempat
pelaksanaan pelatihan, sehingga proses kedatangan peserta tidak mengalami
hambatan yang berarti. Kemudian dilanjutkan dengan penyambutan dan
perkenalan oleh peneliti sekaligus memperkenalkan fasilitator dan asisten yang
akan mendampingi peserta selama proses pelatihan. Setelah itu peserta diberikan
pretest yang berguna untuk pengukuran efektifitas pelatihan yang diadakan.
53
Selanjutnya dilanjutkan dengan sesi-sesi yang sudah diatur dalam jadwal,
penjelasan tiap sesi pada paragraf selanjutnya. Proses pelatihan hari pertama
selesai pada pukul 16.00 WIB. Pada hari kedua pelatihan dilaksanakan di
halaman taman belakang kampus III, pada pukul 10.00-16.00 WIB. Kedatangan
peserta kurang lebih tepat waktu, meskipun ada beberapa peserta yang ijin
terlambat namun proses secara keseluruhan tidak mengalami hambatan.
Kemudian dilanjutkan dengan sesi-sesi yang sudah dijadwalkan dan diakhiri
dengan pemberian postest pertama dan ucapan terima kasih berupa pemberian
sertifikat sebagai tanda keikutsertaan. Untuk tiap sesi hari pertama dan kedua
dijelaskan lebih lanjut dibawah ini.
Hari pertama diawali dengan sesi perkenalan, pada sesi ini fasilitator
berusaha menghafal tiap nama peserta, dan mengeluarkan cerita-cerita lucu
tentang dirinya sehingga peserta dapat lebih merasa nyaman ketika berproses
selanjutnya. Kemudian pada sesi perkenalan ini, peserta dan fasilitator
melakukan sebuah permainan aborigin dance yang bertujuan untuk mencairkan
suasana yang nampak sedikit kaku. Setelah dirasa cukup dilanjutkan dengan
pengisian lembar pretest. Kemudian dilanjutkan dengan sesi pertama, yaitu
memahami prinsip Manajemen diri. Pada awal sesi peserta diajak untuk
memainkan permainan benang ruwet, yang pada intinya peserta diberi tugas
untuk melepaskan ikatan tali yang sudah dipersiapkan fasilitator. Peserta dibagi
menjadi 2 kelompok, proses berjalan menarik dan seru. Diawal permainan kedua
kelompok mengalami kesulitan dan nampak kebingungan karena tiap anggota
mempunyai cara sendiri-sendiri, namun setelah 15 menit beberapa peserta
54
berinisiatif untuk membiarkan satu orang memimpin akhirnya mereka berhasil
menyelesaikan permainan dengan sebuah keberhasilan. Kemudian peserta
kembali ke posisi tempat duduk, lalu fasilitator yang selama permainan
mengamati dinamika yang terjadi. Ia dimulai dengan menanyakan kepada peserta
hal-hal apa yang dirasakan dan dialami oleh peserta. Beberapa peserta berani
mengungkapkan pendapat, namun beberapa juga masih nampak malu. Beberapa
peserta mengungkapkan bahwa diawal permainan mereka mengalami kesulitan,
bahkan ada yang sempat marah dan jengkel karena tali ruwet tadi tidak kunjung
selesai-selesai, kemudian ia berkomentar menurutnya hal tersebut dikarenakan
tiap anggota ingin mengatur anggota lain, setelah itu tiap anggota sepakat untuk
membiarkan satu orang yang memberi instruksi, hasilnya berhasil. Kemudian
fasilitator mulai memberi tanggapan dan membawa peserta masuk ke dalam
materi Manajemen diri. Fasilitator kemudian meminta peserta untuk
membayangkan bahwa benang ruwet tadi merupakan simulasi dari permasalahan
yang sering kita hadapi di kehidupan sehari-hari. Kemudian fasilitator kembali
menanyakan hal apa saja yang perlu dilakukan oleh seseorang untuk
menyelesaikan permasalahannya? Sebagian besar peserta sudah nampak aktif,
mereka mulai berpendapat. Diantaranya mereka perlu mengetahui dahulu letak
permasalahannya, perlu mengetahui hal-hal apa yang kita miliki untuk dapat
menyelesaikan permasalahan serta hambatannya, sebagaian juga berpendapat
bahwa perlu mengawasi solusi sehingga tidak melenceng dari tujuan. Karena
begitu antusias dan banyak ide yang dikemukakan oleh tiap peserta, maka
fasilitator tidak mengalami hambatan yang berarti ketika memasukkan materi
55
mengenai prinsip-prinsip Manajemen diri. Fasilitator juga menanyakan apakah
diantara peserta sudah merasa memiliki Manajemen diri yang tepat dan efektif?
Ternyata semua peserta merasa kurang memiliki manajemen diri yang tepat dan
efektif setelah mengetahui prinsip manajemen diri. Setelah semua prinsip
Manajemen diri sudah disampaikan, maka selanjutnya peserta dan fasilitator
istirahat untuk makan siang.
Setelah makan siang peserta memasuki sesi kedua yakni memahami
langkah-langkah manajemen diri. Sebelum masuk pada sesi kedua, peserta diajak
untuk melakukan permainan energizer yaitu permainan katakan “cinta”.
Permainan ini mampu memberi semangat dan kecerian kembali pada peserta
setelah istirahat dan kondisi yang cenderung panas. Kemudian fasilitator
mengulang prinsip dari manajemen diri, setelah itu peserta dibagikan lembar
kerja yang sudah disiapkan untuk diisi dan didiskusikan. Fasilitator menjelaskan
bahwa dalam manajemen diri terdapat langkah-langkah yang perlu diperhatikan
supaya proses manajemen diri yang dilakukan dapat efektif. Fasilitator mengajak
peserta untuk memperhatikan tiap-tiap lembar kerja. Pada tiap lembar kerja
fasilitator menjelaskan cara penggunaannya dan meminta peserta untuk mencoba
mengisi lembar kerja tersebut. Pada tiap lembar kerja peserta mengalami
kebingungan karena mereka masih belum dapat membayangkan contoh
permasalahan diri yang mereka hadapi sebagai bahan untuk mengisi lembar
kerja. Meskipun demikian fasilitator tetap mendorong peserta untuk mencari
contoh sederhana yang dialami. Alhasil masing-masing peserta dapat mengisi
lembar kerja yang diberikan, meskipun masih berupa gambaran. Namun yang
56
penting mereka dapat memahami langkah-langkahnya. Fasilitaor juga
meyakinkan peserta akan dapat memahami langkah-langkah tersebut ketika
menghadapi situasi riil. Oleh karena itu fasilitator meminta peserta untuk mencari
permasalahan sederhana yang mereka hadapi, untuk dapat di bahas di pertemuan
esok. Karena waktu sudah menunjukkan pukul 15.00 WIB maka, fasilitator
segera mengajak peserta untuk menyelesaikan pertemuan hari pertama ini.
Fasilitator menutup acara dan mengumumkan hal-hal yang perlu dibawa dan
disiapkan untuk hari kedua besok. Untuk memberi semangat fasilitator mengajak
seluruh peserta untuk menyorakkan yel-yel dan memberi salam pada peserta lain.
Pada hari kedua peserta datang pada pukul 10.00 WIB, karena sudah
diberitahukan sebelumnya maka peserta langsung menuju ke lokasi yaitu di
halaman taman belakang kampus III Universitas Sanata Dharma. Ketika peserta
datang nampak kesegaran dan antusias dari diri mereka. Kemudian setelah
sebagian besar peserta sudah datang maka diawal sesi fasilitator mengajak
peserta untuk melakukan permainan kecil yaitu Samson delila, setelah
suasananya nampak ceria fasilitator mengajak peserta untuk duduk. Pada sesi
aplikasi ini fasilitator lebih menekankan pada diskusi dengan peserta mengenai
pengaplikasian Manajemen diri dalam kehidupan sehari-hari. Diskusi ini nampak
hidup karena masing-masing peserta menceritakan permasalahannya masing-
masing. Sebagian besar permasalahan yang mereka ceritakan mengenai kuliah
dan masa depan. Beberapa peserta mengalami hambatan dalam perkuliahan
ketika mereka harus mengerjakan tugas-tugas dari dosen, beberapa peserta juga
bercerita tentang permasalahan menghadapi ujian semester yang notabene baru
57
pertama kali mereka mengalaminya. Fasilitator tidak nampak menggurui, namun
ia membawa tiap cerita tersebut kedalam forum dan mencoba mencari
pemecahan dengan menerapkan langkah-langkah manajemen diri yang kemarin
dibagikan. Diskusi nampak seru karena masing-masing peserta memberi kan
tanggapannya mengenai permasalahan dan cara menerapkan langkah-langkah
manajemen diri dalam permasalahan tersebut. Fasilitator tidak mencari mana
yang benar dan salah, namun dia cenderung memberikan gambaran dan
memfasilitasi masing-masing peserta untuk berpendapat. Setelah hampir
keseluruhan peserta berbagi cerita, karena sudah cukup siang maka diskusi
berhenti sejenak dan dilanjutkan dengan makan siang.
Setelah makan siang peserta kembali ke tempat diskusi. Karena nampak
lelah, maka fasilitator mengajak peserta untuk membuat lingkaran dan kemudian
saling memijat. Setelah nampak kembali bugar, fasilitator kembali meneruskan
diskusi sebelum masuk ke sesi review. Setelah semua peserta selasai berdiskusi,
maka selanjutnya menuju ke sesi terakhir, yakni sesi review. Di awal sesi
fasilitator mengajak peserta untuk melakukan permainan Blind Polygon pada
intinya masing-masing peserta akan membentuk sebuah bangun yang
diinstruksikan dari tali tambang yang mereka pegang namun dengan mata
tertutup. Pada awal permainan peserta diminta untuk membuat sebuah bangun
segitiga sama sisi, setelah peserta mencoba untuk membentuk bangun tersebut
dan menyatakan sudah terbentuk, maka salah satu peserta diminta membuka mata
dan menilai apakah bangun yang mereka bentuk sudah segitiga, ternyata jauh
sekali dari bentuk segitiga sama sisi. Kemudian peserta kembali mencoba
58
membentuk bangun tersebut. Berulang kali peserta gagal membentuk bangun
yang diinstruksikan, namun mereka merasa tertantang dan antusias sehingga
mereka tidak mau menyerah. Berbagai cara mereka gunakan, dengan mencoba
membuka mata semua dan mempelajari situasi, kemudian menutup mata
kembali, namun kembali gagal. Karena waktunya dirasa sudah cukup maka
permainan dihentikan. Kemudian peserta diajak untuk kembali duduk dan
mendiskusikan pengalaman mereka tadi. Fasilitator memulai dengan
menanyakan hal menarik apa yang mereka alami. Banyak peserta yang ketika
memberi tanggapan sudah menunjukan penerapan langkah-langkah manajemen
diri. Misalnya salah satu peserta, ia mengatakan bahwa pada awal-awal mereka
mengalami kesulitan kemudian ia mulai untuk memonitoring lingkungannya
dengan memperhatikan sekitarnya, kemudian dia merasa bahwa harus ada salah
satu yang mengarahkan dengan demikian akan lebih mudah membentuk bangun
segitiga. Kemudian peserta yang ditunjuk sebagai instruktor tadi mulai
menganalisa dengan jarak masing-masing peserta yang tidak beraturan maka
akan mengalami kesulitan, maka ia meminta masing-masing peserta untuk
memberi jarak yang sama diantara peserta lain. Kemudian ia meminta peserta
berhitung, dengan demikian akan mudah memberi instruksi. Setelah itu ia mulai
dengan meminta peserta untuk mengikuti pola yang ia bentuk, tetapi ternyata
pada percobaan awal gagal, kemudian ia meminta peserta lain untuk mengoreksi
dan memberikan masukkan solusi yang tepat. Kemudian dicoba lagi, pada
beberapa kali percobaan peserta hampir berhasil, dan mencoba mempertahankan
pola yang sudah terbentuk untuk menyempurnakan bangun tersebut. Dari
59
tanggapan yang disampaikan oleh masing-masing peserta, fasilitator kemudian
hanya menegaskan kembali dengan mereview langkah-langkah manajemen diri
yang sudah sebagian besar peserta pahami. Kamudian fasilitator meminta peserta
untuk saling mengungkapkan dukungan pada tiap peserta dengan mengatakan
“anda adalah bos atas diri anda”, kemudian fasilitator menutup rangkaian acara
keseluruhan pelatihan dengan saling bersalam-salaman dan mengucapkan terima
kasih. Namun sebelum pulang peserta diminta untuk mengisi lembar postest
pertama dan lembar umpan balik (evaluasi reaksi).
3. Pasca Perlakuan
Setelah pelaksanaan pelatihan, peserta tidak diberikan perlakuan lebih
lanjut. Peserta tidak diawasi, namun setelah 3 minggu pemberian perlakuan,
peserta kembali dikumpulkan dan diberikan postest ke dua. Pelaksanaan
pemberian postest kedua pada tanggal 12 November 2007.
60
H. RANCANGAN EKSPERIMEN
Rancangan eksperimen untuk penelitian ini adalah kontrol grup pretest-
posttest non randomized design. Bentuk rancangan tersebut dapat dilihat pada
gambar berikut.
Tabel 6. Rancangan Eksperimen Kontrol Group Pretest-Posttest non randomized design Pretest Perlakuan Postest 1 Postest 2 Kelompok Eksperimen Y 1 Kelompok Kontrol Y 1
X -X
Y 2 Y 2
Y 3 Y 3
Keterangan:
Y 1= pretest variabel tergantung X = Perlakuan
Y 2 = Postest pertama variabel tergantung - X = Tanpa perlakuan
Y 3 = Postest kedua variabel tergantung
Prosedur eksperimennya sebagai berikut :
1. Menentukan subjek yang ikut serta dalam penelitian. Subjek yang masuk dalam
penelitian adalah subjek yang memiliki kreteria yang telah ditentukan untuk
penelitian.
2. Memberikan perlakuan terhadap kelompok eksperimen dan tidak memberikan
perlakuan pada kelompok control.
3. Mengukur reaksi subjek yang menerima perlakuan.
4. Mengukur pengetahuan peserta tentang Manajemen diri pada kelompok
eksperimen dan kontrol.
5. Mengukur prestasi akademik subjek.
6. Membandingkan hasilnya.
61
I. METODE ANALISIS DATA
1. Data Reaksi Peserta terhadap Pelatihan
Pada data angket reaksi menggunakan metode statistik diskriptif. Metode
itu dipahami sebagai cara penyajian data tabel dengan perhitungan modus,
median, mean, standard deviasi (SD), dan presentase (Sugiyono, 2000). Dari
perhitungan tersebut kemudian digunakan untuk melihat tingkat variasi
kelompok dengan berdasarkan kategorisasi teoritik (Azwar, 2001).
• X minimum teoritik : skor terendah pada angket = 1
• X maksimum teoritik : skor tertinggi pada angket = 5
• r (range) : luas jarak antara nilai maksimum dan minimum.
• SD (σ) : luas jarak sebaran dibagi menjadi 6 satuan standar deviasi.
• Mean (μ) : rerata teoritik dari skor maksimum dan skor minimum
Tabel 7. Norma Kategorisasi Reaksi Peserta Pelatihan Skor Kategori
X ≤ ( μ – 1,5σ ) Sangat Negatif (μ – 1,5σ) < X ≤ μ Negatif μ < X ≤ ( μ + 1,5σ ) Positif
(μ + 1,5σ) < X Sangat Positif
Bila dimasukkan ke dalam perhitungan matematis maka akan
menghasilkan kategorisasi berikut ini.
Tabel 8. Kategorisasi Reaksi Peserta Pelatihan
Skor Kategori X ≤ 19,995 Sangat Negatif
19,9995 < X ≤ 30 Negatif 30 < X ≤ 40,005 Positif
40,005 < X Sangat Positif
62
Analisis data dengan memasukkan skor subjek kemudian dihitung
prosentasenya. Untuk mengetahui secara lebih spesifik reaksi peserta terhadap
program pelatihan, maka perhitungannya berdasarkan tiap aspek berdasarkan
pada blueprint nya.
Pada reaksi yang mengukur aspek isi pelatihan dan metode, masing-
masing memiliki bobot 30%, maka perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 9. Kategorisasi Reaksi pada aspek Isi dan Metode pelatihan
Skor Kategori X ≤ 6 Sangat Negatif
6 < X ≤ 9 Negatif 9 < X ≤ 12 Positif
12 < X Sangat Positif
Pada reaksi yang mengukur aspek Relevansi pelatihan memiliki bobot 40%,
maka perhitungannya sebagai berikut:
Tabel 10. Kategorisasi Reaksi pada Aspek Relevansi Pelatihan
Skor Kategori X ≤ 8 Sangat Negatif
8 < X ≤ 12 Negatif 12 < X ≤ 16 Positif
16 < X Sangat Positif
2. Data Pengetahuan Materi Manajemen Diri dan Data Prestasi Akademik
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis menggunakan
analisis statistik dengan menggunakan Software program SPSS for windows versi
12, analisis yang dilakukan sebagai berikut
a. Uji Prasyarat
Uji prasyarat ini dilakukan sebelum diadakan pengujian terhadap
hipotesis. Uji yang dilakukan adalah :
63
1) Uji Normalitas Sebaran
Uji ini dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya distribusi data
yang akan dianalisis berdasarkan kriteria normalitas. Aturan yang dijadikan
pegangan adalah jika nilai p > 0,05 maka dapat dikategorikan sebarannya
normal. Dalam penelitian ini uji asumsi normalitas menggunakan teknik
Kolmogorov Smirnov. Z
2) Uji Homogenitas Variasi antar kelompok
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui homogenitas
varian-varian yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan menggunakan
Levene’s test for Equality of Varianc.
b. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis menggunakan uji-t. Perbedaan akan dilihat dari skor
pretest kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Skor posttest kelompok
eksperimen dengan kelompok kontrol. Skor pretest dengan posttest kelompok
eksperimen, skor pretest dengan posttest kelompok kontrol.
64
Tabel 11. Jadwal Pelatihan Manajeman Diri
HARI
SESI KEGIATAN FOKUS AKTIVITAS Waktu
• Doa & Perkenalan
Peserta dan Fasilitator doa dan saling memperkenalkan diri
09.00
• Pre test Peserta mengisi lembar pretest 09.30 Pendahuluan
• Ice breaking & pengakraban
Peserta dan fasilitator terlibat dalam permainan aborigin dance yang bertujuan untuk mencairkan suasana.
09.50
• Permainan pengantar
Keseluruhan peserta terlibat dalam permainan benang ruwet. Permainan ini bertujuan untuk memudahkan peserta dalam menerima suatu materi.
10.00
• De Brief game Fasilitator dan peserta mendiskusikan prinsip-prinsip apa yang di dapat dari permainan tadi.
10.20
Memahami
prinsip Manajemen
diri • Materi prinsip-
prinsip Manajemen diri
Fasilitator menyampaikan materi berupa prinsip-prinsip dalam manajemen diri.
10.45
Istirahat Makan siang 12.00 • Game
energizer Fasilitator dan peserta terlibat dalam permainan katakan cinta. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembalikan semangat para peserta setelah terlihat jenuh.
13.00
• Penjelasan lembar kerja
Fasilitator menjelaskan lembar kerja yang berupa langkah-langkah dalam manajemen diri.
13.15
Memahami
langkah Manajemen
diri
• Pengisian dan diskusi lembar kerja
Fasilitator mendampingi & meminta peserta untuk mengisi lembar kerja yang telah diberikan
13.45
Pertama
Penutup
Penutup dan pemberian tugas untuk hari berikutnya
Fasilitator meminta peserta untuk menemukan permasalahan sederhana, yang dapat digunakan untuk membahas Manajemen diri. Fasilitator dan peserta bersama-sama berdoa.
15.00
• Doa & Penyambutan
Peserta disambut oleh fasilitator dan selanjutnya berdoa untuk jalannya proses pelatihan
10.00
Pendahuluan • Permainan Ice
breaking Peserta dan fasilitator terlibat dalam sebuah permainan Samson dan delila, permainan ini bertujuan untuk mencaikan suasana.
10.15
Kedua
Aplikasi
• Berbagi cerita Peserta akan membagi permasalahan yang dihadapinya. Sebagai bahan untuk memahami langkah-langkah manajemen diri.
10.30
65
• Diskusi Fasilitator memimpin jalannya diskusi dengan tetap mengarahkan peserta dalam kajian manajemen diri.
11.00
Istirahat Makan siang 12.00
• Permainan pengantar
Keseluruhan peserta terlibat dalam permainan blind polygon. Permainan ini bertujuan untuk membantu peserta me review kembali langkah-langkah dalam manajemen diri.
13.00
Review • Diskusi Fasilitator membantu peserta untuk mereview dan keseluruhan peserta bersama-sama mereview kembali langkah-langkah manajemen diri.
14.00
Penutup
Ucapan terima kasih & Postest pertama
Fasilitator menutup keseluruhan proses acara pelatihan dengan ucapan terima kasih dan doa, serta penyerahan sertifikat sebagai tanda keikut sertaan. Kemudian peserta diminta untuk mengisi lembar postest.
15.30
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Diskripsi Hasil Penelitian
Pada penelitian ini jumlah keseluruhan peserta pelatihan 30 responden.
Peserta pada pelatihan ini di bagi dalam kelompok. Kelompok eksperimen adalah
sekumpulan responden yang diberikan perlakuan berupa pelatihan manajemen
diri, jumlah responden pada kelompok ini 15 orang. Sedangkan kelompok
kontrol adalah sekumpulan responden yang tidak mendapatkan perlakuan berupa
pelatihan manajemen diri ataupun yang lain, jumlah responden pada kelompok
ini 15 orang.
Data diskripsi hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 12. Deskripsi Hasil Penelitian
Data Deskriptif SUMBER N Skor
min Skor maks Mean SD
Pretest 15 1 6 3,47 1,407 Postest 1 15 5 10 7,80 1,424 Pembelajaran
soal A Postest 2 15 3 10 6,47 2,066 Pretest 15 5,66 7,66 6,6853 ,65934
Postest 1 15 8,66 12,66 10,7073 1,14628Pembelajaran soal B Postest 2 15 7,66 12,66 9,7740 1,31290
Kelompok Eksperimen
Reaksi 15 34,00 49,00 41,2667 4,02611Pretest 15 0 7 3,13 1,807
Postest 1 15 1 4 2,67 1,113 Pembelajaran soal A Postest 2 15 0 8 2,60 2,165
Pretest 15 4,33 8,33 6,3300 1,05462Postest 1 15 5,33 7,66 6,5960 ,90083
Kelompok Kontrol Pembelajaran
soal B Postest 2 15 4,33 7,66 6,1513 ,97432
66
67
2. Hasil Uji Prasyarat
Sebelum dilakukan analisis data untuk uji hipotesis, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi Normalitas dan Homogenitas. Pengujian asumsi ini
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pada penggunaan metode parametrik
(Nurgiyantoro,2004).
Hasil uji normalitas sebaran terhadap skor pembelajaran dan reaksi pada
kedua kelompok penelitian menunjukkan distribusi sebarannya normal. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas Sebaran
SUMBER K-S P Status
Soal A 0,632 0,819 Normal Pretest Pembelajaran Soal B 0,665 0,768 Normal Soal A 0,862 0,448 Normal Pembelajaran
Soal B 0,709 0,696 Normal Postest 1 Reaksi 0,550 0,923 Normal
Kelompok Eksperimen
Soal A 0,782 0,574 Normal Postest 2 Pembelajaran Soal B 0,473 0,978 Normal
Soal A 0,532 0,940 Normal Pretest Pembelajaran Soal B 0,686 0,743 Normal Soal A 0,843 0,475 Normal Postest
1 Pembelajaran Soal B 0,745 0,635 Normal Soal A 1,068 0,204 Normal
Kelompok Kontrol
Postest 2 Pembelajaran Soal B 0,669 0,762 Normal
Hasil uji Homogenitas pada pretest, postest 1, dan postest 2 antara kelompok
Eksperimen dan kelompok Kontrol, menunjukkan bahwa antara kelompok-kelompok
yang diujikan tersebut tidak berbeda satu sama lain, dengan kata lain homogen. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
68
Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas Varians
Levene’s Test for Equality of Varians SUMBER
F Sign Keputusan
Pembelajaran soal A 0,316 0,578 Homogen
Pretest Pembelajaran Soal B 0,510 0,481 Homogen
Pembelajaran soal A 0,239 0,629 Homogen
Postest 1 Pembelajaran Soal B 0,133 0,719 Homogen
Pembelajaran soal A 0,055 0,816 Homogen
Postest 2 Pembelajaran Soal B 1,072 0,309 Homogen
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Evaluasi Reaksi Peserta terhadap program pelatihan
Dari data yang didapat dari reaksi peserta pelatihan, menunjukkan
respon yang positif terhadap isi atau materi, Metode pelatihan, dan relevansi
pelatihan dengan kehidupan sehari-sahari. Data selengkapnya dapat dilihat
pada tabel berikut ini.
Tabel 15. Reaksi Keseluruhan pada Peserta Pelatihan Kategori Jumlah Subjek
Sangat Negatif 0 subjek Negatif 0 subjek Positif 7 subjek Sangat Positif 8 subjek
TOTAL 15 subjek
69
Tabel 16. Reaksi Peserta per Aspek
Jumlah subjek per aspek KATEGORI Isi atau Materi Metode Relevansi Sangat Negatif 0 Subjek 0 Subjek 0 Subjek Negatif 0 Subjek 0 Subjek 0 Subjek Positif 10 Subjek 11 Subjek 5 Subjek Sangat Positif 5 Subjek 4 Subjek 10 Subjek
TOTAL 15 Subjek 15 Subjek 15 Subjek
b. Evaluasi Pembelajaran
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis
adalah dengan memeriksa apakah ada perbedaan pembelajaran antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum perlakuan. Untuk itu
dilakukan uji t-test pretest kedua kelompok penelitian tersebut. Hasil dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 17.
Hasil Uji Beda Pretest
Sumber t db P Keputusan Pembelajaran
soal A 0,564 28 0,578 Hipotesis diterima Pretest Pembelajaran
Soal B 1,106 28 0,278 Hipotesis diterima
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum
perlakuan tidak ada perbedaan pembelajaran pada kedua kelompok.
Uji t-test selanjutnya adalah untuk melihat apakah ada perbedaan
pembelajaran antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah
perlakuan. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut.
70
Tabel 18. Hasil Uji Beda Postest
SUMBER t db P Keputusan Pembelajaran
soal A 11,000 28 0,000 Hipotesis ditolak Postest 1 Pembelajaran
Soal B 10,922 28 0,000 Hipotesis ditolak
Pembelajaran soal A 5,005 28 0,000 Hipotesis
ditolak Postest 2 Pembelajaran Soal B 8,582 28 0,000 Hipotesis
ditolak
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setelah perlakuan
terdapat perbedaan pembelajaran pada kelompok Eksperimen dan kelompok
Kontrol.
Untuk melihat efektivitas perlakuan secara lebih akurat, maka
dilakukan uji perbedaan skor perolehan. Berikut hasil ujinya.
Tabel 19. Hasil Uji Beda Skor Perolehan
N Mean Sumber KE K
K KE KK t db P Keputusan
Hipotesis
diterima
Pembelajaran soal A
0,578 15 15 3,47 3,13 0,564 28
Pretest Hipotesis
diterima
Pembelajaran Soal B
0,278 15 15 6,6853 6,3300 1,106 28
Pembelajaran soal A
0,000
Hipotesis ditolak 15 15 7,80 2,67 11,000 28 Postest
pertama Pembelajaran Soal B 15 15 10,707
3 0,00
0 Hipotesis ditolak 6,5960 10,922 28
Pembelajaran soal A
0,000
Hipotesis ditolak 15 15 6,47 2,60 5,005 28 Postest
kedua Pembelajaran Soal B
0,000
Hipotesis ditolak 15 15 9,7740 6,1513 8,582 28
71
Tabel 20. Hasil Uji Beda Sebelum dan Sesudah Pelatihan
SUMBER t db P Keputusan Pretest - Postest
1 -12,476 14 0,000 Hipotesis ditolak
Pretest - Postest 2 -5,612 14 0,000 Hipotesis
ditolak Pembelajaran
Soal A Postes1 - Postest 2 3,568 14 0,003 Hipotesis
ditolak Pretest - Postest
1 -13,632 14 0,000 Hipotesis ditolak
Kelompok Eksperimen
Pretest - Postest 2 -9,120 14 0,000 Hipotesis
ditolak Pembelajaran
Soal B Postest1 - Postest 2 2,712 14 0,017 Hipotesis
ditolak Pretest - Postest
1 0,979 14 0,344 Hipotesis diterima
Pretest - Postest 2 1,258 14 0,229 Hipotesis
diterima Pembelajaran
Soal A Postest1 - Postest 2 0,130 14 0,898 Hipotesis
diterima Pretest - Postest
1 -1,081 14 0,298 Hipotesis diterima
Kelompok Kontrol
Pretest - Postest 2 0,648 14 0,528 Hipotesis
diterima Pembelajaran
Soal B Postest1 - Postest 2 1,650 14 0,121 Hipotesis
diterima
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang
diberikan efektif dalam meningkatkan pembelajaran tentang Manajemen diri.
4. Uji Evaluasi Hasil (Nilai Prestasi Akademik)
Peneliti merasa bahwa perlu juga diadakan uji evaluasi hasil untuk
melihat keefektifan pelatihan Manajemen diri pada prestasi akademik peserta
pelatihan. Uji ini dengan membandingkan nilai usip (pretest) dan uas (postest)
pada masing-masing kelompok penelitian.
72
a. Deskripsi evaluasi hasil
Pada evaluasi hasil ini jumlah total subjek 30. Keseluruhan subjek
dikenai pretest (ujian sisipan1) dan postest (ujian akhir semester). Data
deskripsi evaluasi hasil dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 21. Deskripsi Evaluasi Hasil
Data Deskriptif SUMBER Skor
min Skor maks N Mean SD
Pretest (usip) 15 54.20 88.00 70.0000 11.50776 Kelompok
Eksperimen Postest (UAS) 15 59.20 81.40 70.8267 7.74407
Pretest (usip) 15 44.60 81.40 64.8800 11.12470 Kelompok
Kontrol Postest (UAS) 15 57.20 79.60 69.2267 6.94216
b. Hasil uji prasyarat
Sebelum dilakukan analisis data untuk uji hipotesis, terlebih dahulu
dilakukan uji asumsi Normalitas dan Homogenitas. Pengujian asumsi ini
merupakan persyaratan yang harus dipenuhi pada penggunaan metode
parametrik (Nurgiyantoro,2004).
Hasil uji normalitas sebaran terhadap skor evaluasi hasil pada kedua
kelompok penelitian menunjukkan distribusi sebarannya normal. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
73
Tabel 22. Hasil Uji Normalitas Sebaran
Sumber K-S P Status Pretest Ujian Sisipan .498 .965 Normal Kelompok
Eksperimen Postest Ujian Akhir .637 .811 Normal Pretest Ujian Sisipan .740 .644 Normal Kelompok
Kontrol Postest Ujian Akhir .408 .644 Normal
Hasil uji Homogenitas pada pretest (usip), posttest (uas) antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, menunjukkan bahwa antara
kelompok-kelompok yang diujikan tersebut tidak berbeda satu sama lain,
dengan kata lain homogen. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 23. Hasil Uji Homogenitas Varians
Levene’s Test for Equality of Varians Sumber
F Sign Keputusan
Pretest Ujian sisipan .011 .916 Homogen Ujian Akhir
Semester Postest .642 .430 Homogen
c. Hasil uji hipotesis
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan uji hipotesis
adalah dengan memeriksa apakah ada perbedaan nilai evaluasi hasil antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum perlakuan. Untuk itu
dilakukan uji t-test pretest kedua kelompok penelitian tersebut. Hasil dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 23. Hasil Uji Beda Pretest
Sumber t db P Keputusan Ujian
Sisipan Pretest 1.239 28 .226 Hipotesis diterima
74
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sebelum
perlakuan tidak ada perbedaan nilai evaluasi hasil pada kedua kelompok.
Uji t-test selanjutnya adalah untuk melihat apakah ada perbedaan nilai
evaluasi hasil antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah
perlakuan. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 24. Hasil Uji Beda Postest
Sumber t db P Keputusan Ujian Akhir
Semester Postest .596 28 .556 Hipotesis diterima
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa setelah perlakuan
tidak terdapat perbedaan nilai evaluasi hasil pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol.
Untuk melihat efektivitas perlakuan secara lebih akurat, maka
dilakukan uji perbedaan skor perolehan. Berikut hasil ujinya.
Tabel 25. Hasil Uji Beda Skor Perolehan
N Mean Sumber t db P Keputusan KE KK KE KK Ujian
Sisipan Hipotesis diterima Pretest 15 15 70.0000 64.8800 1.239 28 .226
Ujian Akhir
Semester
Hipotesis diterima Postest 15 15 70.8267 69.2267 .596 28 .556
Tabel 26. Hasil Uji Beda Sebelum dan Sesudah Pelatihan SUMBER t db P KeputusanPretest (Ujian Sisipan) -
Postest (Ujian Akhir Semester)
Kelompok Eksperimen -.577 14 .573 Hipotesis
diterima
Pretest (Ujian Sisipan) - Postest (Ujian Akhir
Semester)
Kelompok Kontrol
Hipotesis diterima -2.083 14 .056
75
Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang
diberikan tidak efektif dalam meningkatkan evaluasi hasil peserta, dengan
kata lain perlakuan yang diberikan tidak efektif untuk meningkatkan prestasi
akademik peserta.
5. Hasil Observasi
Data observasi terhadap peserta yang didapatkan kemudian akan di rata-
rata, dan akan di interpretasikan sesuai dengan kategori yang telah ditentukan
batasannya.
Berikut ini pembagian kategori tersebut.
Tabel 27. Nilai Rata-rata Data Observasi
KATEGORI NILAI RATA-RATA (X) Sangat Rendah X < 1,85 Rendah 1,85 < X ≤ 2,71 Cenderung Rendah 2,71 < X ≤ 3,57 Cukup 3,57 < X ≤ 4,43 Cenderung Tinggi 4,43 < X ≤ 5,29 Tinggi 5,29 < X ≤ 6,15 Sangat Tinggi X > 6,15
76
Berikut ini hasil observasi pada setiap aspek yang diobservasi
a. Peserta pelatihan
1). Tingkat Kejenuhan
TINGKAT KEJENUHAN
2,2
2,866666667
2,1333333332,4
0 0,5
1 1,5
2 2,5
3 3,5
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4
RATA-RATA
Gambar 2.
2). Tingkat Antusiasme
TINGKAT ANTUSIASME
5,2
4,733333333
5
4,8
4,54,64,74,84,9
55,15,25,3
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4
RATA-RATA
Gambar 3.
77
3). Tingkat Kelelahan Fisik
TINGKAT KELELAHAN
2
3
2,133333333
2,666666667
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4
RATA-RATA
Gambar 4.
b. Proses Pelatihan
Data yang didapat dari observasi terhadap proses pelatihan dapat dilihat
pada tabel rerata berikut ini.
Tabel 28. Rerata Hasil Observasi terhadap Proses Pelatihan
Sesi dalam pelatihan Proses pelatihan sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4 Game pengantar materi 5,33 6 5,33 5,67 Materi 5,67 6,33 6 5,67 Diskusi 4 5,67 5 4,67 Game ice breaking 6 5,67 6 6,33
1) Permainan pengantar materi
Selama jalannya pelatihan, permainan materi yang diberikan sebagai
simulasi dilihat memuaskan. Hal ini berarti permainan pengatar materi dirasa
dapat membawa peserta pelatihan untuk lebih mudah menangkap materi
78
pelatihan yang diberikan. Permainan-permaian tersebut mampu membantu
peserta untuk berdiskusi dan merangsang untuk berfikir secara aplikatif.
a) Materi
Materi yang disampaikan selama pelatihan dinilai memuaskan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa materi pelatihan dirasa merupakan
informasi baru yang dibutuhkan oleh peserta.
b) Diskusi
Setiap sesi dirancang selalu ada waktu untuk berdiskusi, secara
keseluruhan diskusi berjalan dengan baik, namun pada sesi pertama dan
sesi terakhir dirasa kurang memuaskan. Hal tersebut nampak pada
antusiasme peserta yang cenderung rendah. Sikap tersebut dikarenakan
pada sesi pertama masih pada fase perkenalan sehingga tiap peserta dirasa
kurang dapat terbuka ketika harus mengutarakan pendapatnya di depan
kelompok. Pada sesi terakhir peserta nampak mengalami kelelahan fisik
sehingga hal ini berpengaruh pada proses diskusi.
2) Permainan pemecah suasana & energizer
Permainan kecil yang bertujuan untuk memecahkan suasana serta
pembangkit semangat peserta pada tiap sesi dinilai sangat memuaskan. Hal
ini ditunjukkan dengan antusiasme peserta untuk mengikuti pelatihan
kembali tinggi setelah diberikan permainan-permainan kecil. Selain itu pada
sesi pertama permaianan kecil ini juga dirasa dapat mengakrabkan antar
peserta dan fasilitator sehingga tidak ada kecanggungan lagi.
79
3) Estimasi waktu
Batasan waktu yang diberikan pada tiap sesi cukup dapat membantu
fasilitator untuk mengatur jalannya proses pelatihan. Namun untuk beberapa
sesi yang membutuhkan banyak diskusi dirasa membutuhkan tambahan
waktu. Namun secara keseluruhan waktu yang disediakan sudah cukup.
c. Performa fasilitator
Data yang didapat dari observasi terhadap performansi fasilitator dapat
dilihat pada tabel rerata berikut ini.
Tabel 29. Rerata Hasil Observasi Terhadap Performansi Fasilitator
Sesi dalam pelatihan Aspek yang diukur Sesi 1 Sesi 2 Sesi 3 Sesi 4 Semangat 6 6 6 5,67
Penguasaan Materi 5,67 6,33 6,33 6 Penguasaan Suasana 6 6 6 5,67 Penguasaan diskusi 5,67 6,33 6,67 6,33
Kemampuan memberikan informasi 5,67 5,67 5,67 6
Kemampuan memotivasi 5,67 6 5,33 5,33
Interaksi dengan peserta 5,33 6 6 5,33 Efektifitas waktu 5 3,67 4 4,33
1) Semangat
Fasilitator secara konsisten menunjukkan semangat dalam
memberikan pelatihan tiap sesinya. Hal tersebut ditunjukkan dengan suaranya
yang cukup jelas dan intonasi suara yang tegas sehingga peserta dapat
terfokus pada dirinya. Hal ini berakibat positif bagi proses pelatihan karena
dapat menjaga semangat peserta untuk tetap mengikuti pelatihan.
80
2) Penguasaan materi
Secara garis besar fasilitator menguasai materi dengan baik, nampak
dari kesiapannya yang cukup matang menyampaikan materi. Hal tersebut
berakibat pada ketertarikan peserta untuk menerima informasi yang
diberikan.
3) Penguasaan suasana
Fasilitator dinilai dapat mengarahkan dan menjaga suasana pada
kondisi yang mendukung pelatihan. Hal tersebut ditunjukkan dengan
menselipkan cerita humor dan pengalaman nyata yang berkorelasi dengan
materi. Suasana yang dibangun oleh fasilitator sejak awal yaitu kondisi
santai, hidup dan menyenangkan sehingga peserta merasa nyaman ketika
mengikuti pelatihan.
4) Penguasaan diskusi
Fasilitator dinilai cukup mampu untuk menguasai diskusi yang terjadi.
Hal tersebut ditunjukkan dengan mampu memfasilitasi peserta untuk
menyampaikan pendapat, meskipun peserta pada awal pelatihan nampak
pasif, selain itu fasilitator juga mampu mengarahkan jalannya diskusi agar
tidak menyimpang terlalu jauh dari materi.
5) Kemampuan memberikan informasi
Fasilitator dinilai memiliki kemampuan untuk menyampaikan
informasi dengan baik. Hal tersebut terlihat dengan cara penyampaian
informasinya yang mudah dimengerti karena menggunakan bahasa atau
81
istilah sederhana dan disertai dengan contoh konkret, sehingga peserta dapat
lebih mudah menangkap informasi penting yang disampaikan.
6) Kemampuan memotivasi peserta
Kemampuan memotivasi peserta untuk mengikuti pelatihan dinilai
cukup baik. Hal tersebut nampak dengan caranya menjaga peserta untuk aktif
terlibat dalam proses pelatihan dengan melontarkan pertanyaan kepada
peserta. Namun pada sesi terakhir motivasi peserta agak turun, hal itu
dikarenakan kelelahan fisik baik peserta maupun fasilitator.
7) Interaksi dengan peserta
Fasilitator dinilai baik dalam interaksinya dengan peserta selama
proses pelatihan. Hal tersebut ditunjukkan dengan keakraban antara fasilitator
dengan peserta baik ketika jalannya sesi maupun ketika istirahat. Fasilitator
berusaha untuk mengingat nama tiap peserta sehingga hubungan peserta dan
fasilitator dirasa dekat.
8) Pemanfaatan waktu
Penggunaan waktu selama proses pelatihan dirasa cukup baik. Hal itu
nampak dengan materi dapat disampaikan semua dan masih ada waktu untuk
diskusi. Namun pada sesi 3 waktu nya dikurangi karena waktu mulainya agak
sedikit mundur.
82
d. Lingkungan
1) Suhu udara
Selama pelatihan sesi 1 & 2 suhu udaranya cukup panas, karena
didalam ruangan, namun kondisi tersebut dapat dikurangi dengan penggunaan
kipas angin dalan ruangan. Pada sesi 3 & 4 dilaksanakan diluar ruangan
sehingga suhu udaranya tidak terlalu panas. Secara keseluruhan suhu udara
ketika proses pelaksanaan pelatihan dirasa cukup kundusif.
2) Pencahayaan
Pencahayaan dalam ruangan cukup terang sehingga jalannya sesi 1 &
2 dapat berjalan dengan baik. Pada sesi 3 & 4 pencahayaannya scukup terang
juga karena dilakukan di luar ruangan. Secara kesuluruhan pencahayaan
selama proses pelatihan cukup baik, sehingga peserta tidak terganggu
konsentrasinya.
3) Gangguan suara
Selama proses pelatihan tidak ditemukan gangguan suara yang berarti,
baik itu ketika proses pelatihan di dalam maupun di luar ruangan. Sehingga
selama pelatihan peserta tidak terganggu konsentrasinya.
B. PEMBAHASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat keefektifan pelatihan manajemen
diri pada mahasiswa dengan mendasarkan pada evaluasi reaksi, evaluasi
pembelajaran, dan evaluasi hasil. Pelatihan manajemen diri adalah suatu kegiatan
yang diprogram untuk melatih manajemen seseorang terhadap dirinya. Pada
83
pelatihan ini, subjek akan mempelajari berbagai keterampilan untuk mengevaluasi
kemampuan mereka serta strategi untuk mengembangkan kemampuan tersebut, yaitu
dengan cara melatih kepekaan mereka dalam memonitoring diri; menganalisis diri;
melakukan perubahan diri; pemeliharaan diri. Berikut ini akan dijelaskan secara lebih
lengkap pada setiap evaluasi yang dilakukan.
Pada evaluasi reaksi diperoleh hasil yang mengarah pada respon positif
peserta terhadap pelaksanaan program pelatihan. Hasil yang didapat adalah 8 subjek
masuk dalam kategori sangat positif, dan 7 subjek masuk dalam kategori positif.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa program pelatihan manajemen diri, dapat
digolongkan berhasil membangun respon subjek yang positif terhadap pelaksanaan
pelatihan. Diharapkan dengan respon positif tersebut subjek akan termotivasi untuk
menerima materi pelatihan. Keberhasilan tersebut dapat dilihat secara spesifik pada
masing-masing aspek reaksi. Pada aspek Isi materi menunjukkan bahwa 5 subjek
mengindikasikan respon sangat positif sedangkan yang 10 subjek menunjukkan
reaksi yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa materi yang disampaikan dalam
pelatihan dinilai sangat menarik oleh peserta pelatihan. Pada aspek metode yang
digunakan dalam pelatihan yang berupa experiential method direspon sangat positif
oleh 4 subjek, dan 11 subjek yang lain merespon positif. Hal ini menunjukkan bahwa
metode yang digunakan dapat membantu peserta untuk menerima materi pelatihan.
Sedangkan pada aspek relevansi pelatihan dengan keseharian peserta menunjukkan
10 subjek merespon sangat positif, dan 5 subjek yang lain merespon positif. Hal
tersebut menunjukkan bahwa peserta merasa bahwa kemampuan manajemen diri
sangat penting dalam kesehariannya, sekaligus respon yang sangat positif ini
84
mengindikasikan bahwa peserta merasa membutuhkan kemampuan manajemen diri
dalam kesehariannya. Keseluruhan evaluasi reaksi yang ditunjukkan oleh peserta
memiliki peran yang cukup penting dalam suatu pelatihan, salah satunya dapat
menunjukkan kepuasan peserta terhadap program pelatihan, dengan demikian peserta
akan termotivasi untuk belajar. Pernyataan tersebut sejalan dengan Kirkpatrick
(1998), menurutnya dengan dilakukan evaluasi reaksi kita dapat mengetahui apakah
peserta merasa puas dengan program pelatihan sehingga akan memotivasi peserta
untuk belajar, selain itu bahwa evaluasi pelatihan juga bertujuan menyediakan
informasi untuk membangun standart dan performansi pelatihan pada masa yang
akan datang.
Pada pelatihan ini, selain reaksi dari peserta, juga terdapat observer yang
bertugas secara independent untuk menilai jalannya pelatihan secara menyeluruh.
Hasil observasi menunjukkan bahwa secara objektif proses pelatihan seperti materi
yang disampaikan menarik karena dirasa bahwa informasi ini penting dan baru oleh
peserta, hal tersebut nampak dari rerata penilaian ketiga observer pada sesi 1 = 5,67;
sesi 2 = 6,33; sesi 3 = 6; sesi 4 = 5,67. Selain observasi materi, metode yang
digunakan dalam program pelatihan, seperti permainan sebagai pengantar dengan
rata-rata sesi 1 = 5,33; sesi 2 = 6; sesi 3 = 5,33; sesi 4 = 5,67. Pada permainan
energizer dengan rata-rata sesi 1 = 6; sesi 2 = 5,67; sesi 3 = 6; sesi 4 = 6,33,
sedangkan diskusi kelompok pada sesi 1 = 4; sesi 2 = 5,67; sesi 3 = 5; sesi 4 = 4,67.
Dengan hasil yang ditunjukkan pada setiap sesi pelatihan, maka metode tersebut
dirasa sangat membantu peserta untuk menerima dan memahami materi. Sedangkan
Hardjana (2003) mengatakan bahwa respon yang perlu diketahui dari peserta selain
85
jalannya program pelatihan termasuk diantaranya materi, metode, perlu juga
dievalusi tentang fasilitas yang tersedia, makanan, lingkungan pelatihan, dan
performa pelatih / trainer. Pada pelatihan ini fasilitas yang tersedia dan konsumsi
dirasa cukup memuaskan, sedangkan berdasar hasil observasi lingkungan pelatihan
termasuk diantaranya suhu, pencahayaan, dan gangguan suara pada lokasi pelatihan
dinilai cukup kondusif terhadap pelatihan. Fasilitator / trainer dinilai memiliki
kemampuan yang memadai untuk membawakan pelatihan. Kemampuan tersebut
diantaranya fasilitator dinilai cukup menguasai materi, hal tersebut karena jauh hari
sebelumnya fasilitator sudah diberikan modul dan melakukan try out yang salah
satunya bertujuan untuk menyempurnakan modul. Selain itu fasilitator dinilai dapat
menguasai suasana, diskusi, dan peserta pelatihan. Hal tersebut nampak karena
fasilitator mampu secara konsisten mengarahkan setiap sesi dan diskusi pada alur
materi pelatihan, sedangkan pengusaan peserta oleh fasilitator nampak pada
terjaganya motivasi peserta untuk tetap fokus pada pelatihan. Hal ini tidak terlepas
dengan kemampuan fasilitator beriteraksi dan juga semangat yang ditunjukkan
selama pelatihan. Dengan demikian secara keseluruhan jalannya pelatihan
Manajemen diri dinilai berhasil memotivasi peserta untuk belajar dan mengikuti
pelatihan. Keberhasilan tersebut ditunjukkan dengan antusiasme peserta yang tinggi
dan kejenuhan yang cenderung rendah pada setiap sesi.
Berdasarkan evaluasi pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara pretest dan posttest pertama dan posttest kedua,
yang terjadi pada kelompok eksperimen dan tidak ada perbedaan yang signifikan
pada kelompok kontrol. Pada alat A yaitu tipe Declarative and Procedural kelompok
86
eksperimen menunjukkan mean pada pretest 3,47 sedangkan pada posttest pertama
7,80 dan pada posttest kedua 6,47 perbedaan mean antara pretest-posttest pertama
ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,000 hipotesis ditolak dengan demikian ada
perbedaan, pada posttest pertama-posttest kedua ditunjukan dengan nilai signifikansi
0,003 hipotesis ditolak dengan demikian ada perbedaan. Pada kelompok kontrol
menunjukkan mean pada pretest 3,13 sedangkan pada posttest pertama 2,67 dan pada
posttest kedua 2,60 perbedaan mean antara pretest-postest pertama ditunjukan
dengan nilai signifikansi 0,344 hipotesis diterima dengan demikian tidak ada
perbedaan, pada posttest pertama-posttest kedua ditunjukan dengan nilai signifikansi
0,898 hipotesis diterima dengan demikian tidak ada perbedaan. Hasil yang sama
ditunjukkan pada alat B yaitu tipe Strategic kelompok eksperimen menunjukkan
mean pretest 6,6853 sedangkan pada posttest pertama 10,7073 dan pada posttest
kedua 9,7740 perbedaan mean antara pretest-posttest pertama ditunjukan dengan
nilai signifikansi 0,000 hipotesis ditolak dengan demikian ada perbedaan, pada
posttest pertama-posttest kedua ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,017 hipotesis
ditolak dengan demikian ada perbedaan. Pada kelompok kontrol menunjukkan mean
pada pretest 6,3300 sedangkan pada posttest pertama 6,5960 dan pada posttest
kedua 6,1513 perbedaan mean antara pretest-posttest pertama ditunjukan dengan
nilai signifikansi 0,298 hipotesis diterima dengan demikian tidak ada perbedaan,
pada posttest pertama-posttest kedua ditunjukan dengan nilai signifikansi 0,121
hipotesis diterima dengan demikian tidak ada perbedaan.
87
Dari perbandingan mean tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan
pengetahuan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa pemberian perlakuan yang berupa pelatihan manajemen diri
efektif untuk meningkatkan pengetahuan pada subjek. Hasil yang konsisten juga
ditunjukkan pada posttest pertama dan kedua, hal tersebut mengindikasikan bahwa
pengetahuan tentang manajemen diri yang didapat dari pelatihan cenderung bertahan
pada memori subjek.
Keefektifan pembelajaran pada subjek yang menerima pelatihan dapat
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya yakni model pembelajaran experiential.
Pembelajaran dengan metode experiential menekankan pada proses pembelajaran
mandiri dengan mengolah pengalaman yang dirasakan (Hardjana, 2001). Menurut
Tjia (2006) dalam metode experiential selaras dengan model pembelajaran
andragogy yaitu serangkaian asumsi pembelajaran pada orang dewasa. Pada
pelatihan manajemen diri, subjek diberikan simulasi dalam bentuk permainan
sederhana, dari simulasi tersebut subjek akan mendapatkan pengalaman yang
kemudian akan diproses untuk mendapatkan informasi. Proses pengolahan
pengalaman tersebut tidak terlepas dengan model andragogy, yaitu subjek akan
mencoba untuk menelaah pengalamannya. Pada proses ini subjek akan
menyimpulkan pembelajaran yang ia dapatkan. Melalui proses tersebut subjek akan
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang informasi manajemen diri, karena
proses untuk mendapatkan informasi dilakukan secara mandiri dan info tentang
manajemen diri dikemas dalam bentuk permainan yang sederhana dan fun. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Roger (http://tip.psychology.org/rogers.html)
88
menurutnya individu akan lebih cepat belajar apabila pembelajaran tersebut berasal
dari inisiatif individu sendiri, selain itu apabila informasi tersebut mudah dicerna
oleh individu, dan relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan data yang didapatkan dari evaluasi hasil yang berupa evaluasi
akademik menunjukan bahwa tidak ada perbedaan antara kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Hal tersebut dengan melihat perbandingan mean nya,
menunjukkan bahwa pada kelompok eksperimen nilai sebelum pelatihan (Ujian
sisipan) 70,000 setelah pelatihan (Ujian Akhir semester) 70,8267 perbedaan mean
antara pretest-postest pertama ditunjukan dengan nilai signifikansi .573 hipotesis
diterima dengan demikian tidak ada perbedaan. Sedangkan pada kelompok kontrol
nilai sebelum pelatihan (Ujian sisipan) 64,8800 setelah pelatihan (Ujian Akhir
semester) 69,2267 perbedaan mean antara pretest-postest pertama ditunjukan dengan
nilai signifikansi .056 hipotesis diterima dengan demikian tidak ada perbedaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan berupa
pelatihan Manajemen diri tidak efektif mempengaruhi prestasi akademik responden.
Ketidakefektifan tersebut dikarenakan beberapa hal diantaranya pada
pelaksanaan pelatihan tidak dilakukan random assignment untuk menentukan subjek
yang masuk dalam kelompok eksperimen atau kelompok kontrol. Hal lainnya adalah
kontrol variabel-variabel yang mempengaruhi prestasi akademik yang dirasa kurang
ketat, misalnya efikasi diri dan penyesuaian diri, sehingga hasil yang didapat
kemungkinan dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. Selain kedua hal tersebut
dapat juga dikarenakan tidak terjadinya perubahan perilaku yang diharapkan pada
subjek yang masuk dalam kelompok eksperimen. Tidak terjadinya perubahan
89
perilaku tersebut kemungkinan dikarenakan peserta pelatihan enggan atau kurang
termotivasi untuk mempraktekan manajemen diri dalam kehidupan sehari-hari,
akibatnya pelatihan manajemen diri tidak dapat menunjukkan pengaruhnya terhadap
prestasi akademik peserta pelatihan. Peneliti merasa kelemahan-kelemahan dalam
penelitian tersebut menjadi penyebab ketidakefektifan pada evaluasi hasil atau
evaluasi prestasi akademik.
Berikut ini penjelasan penyebab ketidakefektifan tersebut. Random
assignment menurut Myers dan Hansen (2002) adalah teknik penentuan subjek untuk
masuk ke dalam kelompok perlakuan atau kelompok kontrol, teknik ini dilaksanakan
supaya setiap subjek penelitian memiliki kesempatan yang sama untuk masuk dalam
kelompok perlakuan. Teknik ini bertujuan untuk meminimalisir munculnya pengaruh
variabel bebas yang tidak dikontrol terhadap variabel tergantung sehingga dapat
mengacaukan hasil penelitian. Karena pada penelitian ini tidak dilaksanakan random
assignment maka dapat terjadi kemungkinan di dalam kelompok penelitian terdapat
variabel-variabel bebas yang tidak dikontrol. Variabel tersebut diantaranya efikasi
diri menurut Bandura (1977) suatu keyakinan individu bahwa dirinya mampu untuk
melakukan sesuatu dalam situasi tertentu dangan berhasil. Efikasi diri mempengaruhi
mahasiswa untuk mau berusaha keras mengatasi suatu situasi dan tidak mudah
menyerah terhadap hambatan-hambatan yang dihadapinya dalam mencapai prestasi
akademiknya (Warsito, 2004), selain itu penyesuaian diri adalah kemampuan
mahasiswa dalam menggunakan sikap dan pikiran dengan baik dalam mengatasi
masalah-masalah yang dihadapi baik bersifat akademik maupun non akademik (Jufri,
2005). Mahasiswa yang memiliki penyesuaian diri yang baik akan dapat
90
menyesuaikan diri dengan tugas dan tuntutannya, sehingga dapat diprediksi
memperoleh prestasi akademik yang tinggi. Menurut Suryabrata (1990) selain kedua
hal tersebut, kemungkinan variabel yang mempengaruhi prestasi akademik adalah
minat, motivasi, kebutuhan dan kematangan psikis. Hal tersebut dapat
mempengaruhi usaha individu untuk mencapai prestasi akademik, jadi apabila
individu memiliki motivasi, minat, kebutuhan, kematangan psikis yang tinggi maka
cenderung individu akan dapat meraih prestasi akademik yang tinggi pula.
Pada penelitian ini tidak dilakukan evaluasi terhadap perubahan perilaku
manajemen diri. Evaluasi perilaku dianggap cukup penting, karena dengan evaluasi
tersebut dapat mengetahui apakah program pelatihan yang diberikan dapat dilakukan
atau tidak. Dengan kata lain, evaluasi perilaku untuk meyakinkan bahwa apakah
subjek melakukan manajemen diri dalam kesehariannya. Dasar peneliti tidak
melakukan evaluasi perilaku karena menurut Frayne & Geringer (2000) bahwa
perubahan perilaku tidak dapat terjadi tanpa perubahan pengetahuan. Sesuai yang
diungkapkan oleh Bandura bahwa perilaku terbentuk dari suatu proses pembelajaran
individu terhadap lingkungannya yang diberi penguat (Bandura,1977). Warr (1999)
juga menyatakan terdapat korelasi positif antara jarak skor pretest-postest dengan
perubahan perilaku. Atas dasar tersebut peneliti tidak melakukan evaluasi perilaku,
karena pada penelitian ini sudah dilakukan evaluasi pembelajaran secara berkala.
Dengan kata lain perubahan pengetahuan yang diukur berulang dan menunjukkan
hasil yang kurang lebih sama dapat manjadi indikator bahwa individu tersebut
mengalami perubahan perilaku. Namun setelah melihat tidak adanya perubahan pada
evaluasi hasil, dapat dikatakan evaluasi pembelajaran tersebut tidak dapat digunakan
91
untuk meyakinkan bahwa pada subjek penelitian terjadi perubahan perilaku
manajemen diri. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat
kemungkinan tidak adanya perubahan prestasi akademik karena tidak ada perubahan
perilaku pada subjek kelompok eksperimen.
BAB V
KESIMPULAN dan SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan prestasi akademik mahasiswa antara kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol setelah pelatihan. Hal tersebut dikarenakan subjek penelitian tidak diberi
perlakuan atau kontrol yang berkelanjutan berupa monitoring perkembangannya.
Sehingga muncul kemungkinan subjek tidak mempraktekan pelatihan yang sudah
diberikan pada kehidupan nyata, yang dapat mempengaruhi hasil yaitu prestasi
akademik. Dengan demikian pelatihan manajemen diri pada penelitian ini tidak dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi akademik mahasiswa.
B. SARAN
1. Untuk penelitian selanjutnya.
Berdasarkan beberapa kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini, maka
peneliti menyarankan beberapa hal guna menyempurnakan kajian-kajian penelitian
yang berhubungan dengan penelitian ini. Untuk peneliti selanjutnya, perlu
diperhatikan beberapa hal di bawah ini:
a. Pelaksanaan Random Assignment
Metode ini disarankan untuk dilakukan oleh peneliti selanjutnya, hal
tersebut untuk dapat memperkecil kemungkinan terjadi intervensi dari
variabel bebas yang tidak terkontrol.
92
93
b. Kontrol variabel prestasi akademik yang ketat
Mengingat banyak variabel yang mempengaruhi prestasi akademik,
maka sebaiknya pengontrolan variabel tersebut diperketat. Variabel tersebut
diantaranya Efikasi diri dan Penyesuaian diri.
c. Pengukuran perubahan perilaku subjek penelitian
Untuk meyakinkan bahwa terjadi perubahan perilaku pada subjek
penelitian maka perlu dilakukan pengukuran perilaku terhadap kelompok
eksperimen dan kontrol.
Peneliti menyarankan pengukuran perilaku tersebut melibatkan pihak
yang berhubungan langsung dengan subjek penelitian seperti, orang tua
ataupun dosen, sehingga dapat diobservasi secara langsung perubahan yang
terjadi.
d. Monitoring perkembangan responden
Monitoring ini dilakukan bertujuan untuk meminimalisir penurunan
motivasi peserta untuk mempraktekkan manajemen diri. Dengan demikian
diharapkan tiap responden akan melakukan manajemen diri dalam kehidupan
sehari-hari.
Peneliti menyarankan pertemuan dilakukan secara intensif dengan
durasi pertemuan yang tidak terlalu lama sehingga akan meminimalisir
kebosanan responden.
94
2. Untuk Universitas Sanata Dharma.
Pelatihan ini dapat digunakan sebagai alternatif bagi Universitas Sanata
Dharma untuk meningkatkan mutu pencapaian prestasi akademik mahasiswa,
dengan mempertimbangkan kelemahan-kelemahan pada penelitian ini dan
memperbaikinya.
3. Untuk Mahasiswa, khususnya mahasiswa baru.
Pelatihan Manajemen diri ini dapat digunakan untuk meningkatkan
pencapaian prestasi akademik, dengan syarat memiliki kedisiplinan dan kemauan
yang kuat untuk melakukan setiap tahap Manajemen Diri pada kehidupan sehari-
hari.
Daftar Pustaka
Ahmadi, A. & Supriyono, W. (1991). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Alhusin, S.A. (2003). Applikasi Statistik Praktis dengan Menggunakan SPSS 10
for Windows. Yogyakarta: Graha Ilmu Alvarez, K., Salas & Garofano, C. M. (2004). An Integrated Model Of Training
Evaluation And Effectiveness. Human Resource Development Review, 3(4), 385-416. http://proquest.umi.com/pqdweb
As’ad, Moh. (2004). Seri Ilmu Sumber Daya Manusia: Psikologi Industri (edisi
keempat). Yogyakarta: Liberty. Azwar, S. (2007). Reliabilitas Dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar,S. (2007). Tes Prestasi: Fungsi Dan Pengembangan Pengukuran Prestasi
Belajar (edisi II). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Bandura, A. (1986). Social foundationof thought and action: Asocial cognitive
theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Blanchard, P. N., & Thacker, J.W. (2007). Effective Training (systems, strategies,
& practices)third edition. New Jersey: Pearson Prentice Hall Frayne, C. A. & Geringer, J. M. (2000). Self-Management Training for Improving
Job Performance: A Field Experiment Involving Salespeople. Journal of Applied Psychology, 85, 361-372.
Frayne, C. A., & Latham, G.P. (1987). The application of social learning theory
to employee self-management of attendance. Journal of Applied Psychology. 72, 387-392.
Fidhishun. http://www.mtsu.edu.htm Groessl, E. J. & Cronan, T. A. (2000). A Cost Analysis of Self-Management
Program for People with Chronic Illness. American Journal of Community Psychology. 28, 455-479
Hardjana, A.M. (2001). Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius Jufri, M. (2003). Efikasi diri, Ketrampilan Belajar, dan Penyesuaian diri sebagai
Prediktor prestasi akademik mahasiswa tahun pertama. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Pascasarjana UGM
95
Kirkpatrick, D.L (1998). Evaluating Training Programs: The four levels. Berrett-Koehler Publisher, Inc: San Fransisco.
Kristanto, Endro. (2004). Evaluasi Efektivitas Pelatihan. Jurnal Psiko Wacana,
III(1), 63-77. Latipun. (2004). Psikologi Eksperimen. Malang: UMM Press Latham, G. P. & Frayne, C. A. (1989). Self-Management Traning for Increasing
job attendance: A Follow up and Replication. Journal of Applied Psychology, 72, 411-416.
Landy, F. J. (1989). Psychology of Work Behavior. Pacific Grove: California Liberman, Kerry. (2006). Evaluate Training. Credit Union Management,
29(10),42.http://proquest.umi.com/pqdweb Myers, A. (2002). Experimental Psychology. United States of America:
Wadsworth Nasution, S. (2004). Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma Phillips, Jack J., & Stone, Ron D. (2002). How To Measure Training Results: A
Practical Guide To Tracking The Six Key Indicators. New York: McGraw-Hill.
Prawitasari, J.E. (1993). Evaluasi belajar di perguruan tinggi & menjaga
prestasi: Handout psikologi klinis. Yogyakarta: Pascasarjana UGM Raharjo, Y. E. (2003). Uji Validitas Prediktif Tes Penerimaan Mahasiswa Baru
Fakultas Psikologi Angkatan 1998 USD. Skripsi: Universitas Sanata Dharma
Roger. http://tip.psychology.org/rogers.html Sasongko, J. W. (2005). Pengaruh Faktor-fakor Pembelajaran Terhadap Manfaat
Pelatihan ditinjau dari Perspektif peserta pelatihan. Solso, R.L., Johnson. H.H., & Beal, M.K. (1998). Experimental Psychology: A
Case Approach. Addison-Wesley Longman Inc: New York Sukadi. (1997). Tes Bakat Karier Anda. Yogyakarta: Renika Cipta
96
Supratiknya, A. (1999). Reader Konstrksi tes. Program Studi Fakultas Psikologi: Universitas Sanata Dharma
Supratiknya, A. (2000). Statistik Psikologi. Jakarta: PT Grasindo Suparno, P. (2004). Teori Intelegensi Ganda. Yogyakarta: Kanisius Suryabrata, S. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: CV. Rajawali Sukarti (1986). Suatu Studi mengenai Prediksi terhadap Prestasi belajar di STM
di Yogyakarta. Desertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Pascasarjana UGM
Suprawati, N. E. (2006). Pengaruh Pelatihan Efikasi Diri dalam Meningkatkan
Prestasi Akademik siswa SMP. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: UGM
Tjia, Eko Cahyono. (2006). The Experimental Study On Training Effectiveness Of
Personal Effectiveness Program: A Pre-Post Evaluation Of The Training Result With Myer Briggs Type Indicators Personality Profile As A Moderator. Tesis (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Pascasarjana Universitas Gadjah Mada.
USD (2006). Buku panduan mahasiswa baru 2006. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma Wei, Tao Tai. (2006). Effects Of Training Framing, General Self-Efficacy And
Training Motivation On Trainees’ Training Effectiveness. Personnel Review, 35(1). 51-65. http://proquest.umi.com/pqdweb.
Warsito (2004). Hubungan antara Self-Efficacy dengan Penyesuaian Akademik
dan Prestasi Akademik. Jurnal Psikologi. 14, 92-107 Yates, B.T (1985). Self-Management. California: Wadsworth Yayasan Gloria Edukasindo. MBTI. Yogyakarta
LAMPIRAN DAPAT DIPEROLEH DENGAN MENGHUBUNGI
SAYA:
Nama : NANANG KURNIAWAN
NIM : 039114046
Email : [email protected]
No telp : 085643488593