30
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Pengetahuan 2.1.1 Pengertian Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra penglihatan dan penciuman (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan adalah dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang ( overt behavior) karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sutau obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003). 2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan 1) Pengalaman 11

Eka Bab 2.rtf

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan

penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra

penglihatan dan penciuman (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan adalah dominan

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)

karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng (Notoatmodjo, 1993).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap sutau obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga (Notoatmodjo, 2003).

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Pengalaman

11

Merupakan sumber pengetahuan atau pengetahuan itu merupakan suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 1993). Hal ini

dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam

memecahkan permasalahan yang dihadapi, bila berhasil maka orang akan

menggunakan cara tersebut dan bila gagal maka orang tidak akan mengulangi cara

itu untuk menarik kesimpulan yang benar dari pengalaman diperlukan berpikir

secara kritis dan logis.

2) Pendidikan

Pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya

untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup.

Menurut YB. Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1985 yaitu pendidikan

dapat mempengaruhi seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi

untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat

pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak

pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan kurang akan menghambat

perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan

(Kuntjoroningrat, 1997).

3) Kepercayaan

Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa

menunjukkan sikap pro atau anti, kepercayaan sering atau diperoleh dari orang

tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu. Berdasarkan

keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan

berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang

sama, kepercayaan dpat tumbuh jika orang berulangkali mendapatkan informasi

yang sama (Notoatmodjo, 1992).

4) Kebudayaan

Adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber

didalam disuatu lembaga akan menghasilkan suatu pola hidup. Kebuayaan ini

terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat

bersama. Kebudayaan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang karena pola

hidup yang ada dimasyarakat itu akan memberikan suatu gambaran seseorang

untuk melakukan tindakan (Notoatmodjo, 1993).

2.1.3 Dalam Domain Kognitif Mempunyai 6 Tingkatan yakni:

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk didalamnya pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau

rancangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan dalam suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi itu

secara benar.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan kedalam komponen-

komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi

Evaluasi ini bekaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian

terhadap suatu materi atau obyek. (Notoatmodjo, 2003)

2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menajdi dua:

1) Cara tradisional atau non ilmiah

Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan

setelah ditemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan

logis.

Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :

1) Cara coba salah (trial and eror)

Cara yang paling tradisonal yang pernah igunakan oleh manusia dalam

memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang

lebih dikenal “trial and error”, cara ini telah dipakai orang sebelum adanya

kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya.

Pada waktu itu apabila seseorang menghadapi masalah, upaya pemilihannya

dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilaksanakan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut

tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain, bila kemungkinan kedua ini gagal,

maka dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah itu dapat

dipecahkan itulah sebabnya metode ini disebut trial atau metode cobalah.

2) Cara kekuasaan otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan

tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang

dilakukan baik atau tidak baik. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun

temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Sumber pengetahuan juga dapat

berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun non formal, ahli

agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan

diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kebiasaan. Orang lain akan menerima

pendapat yang dikemukakan orang lain, yang mempunyai otoritas tanpa menguji

dulu kebenarannya. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat

tersebut menganggap bahwa dikemukakannya adalah sudah benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi adalah guru terbaik pepatah ini mengandung maksud

bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi dapat

digunakan sehingga upaya memperoleh pengetahuan hal ini dilakukan dengan

cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu. Apalagi dengan cara digunakan tersebut

orang dapat memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat menggunakan cara

tersebut tetapi tidak mencari cara lain sehingga dapat berhasil memecahkannya.

4) Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia cara berpikir

manusiapun ikut dari diri manusia telah mampu menggunakan penalarannya

dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunanakn jalan pikirannya baik

melalui intruksi maupun induksi.

5) Cara modern atau ilmiah

Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini

lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau

lebih popular metodologi penelitian (research methodology). Dimana metode

penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan

atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya metode ilmiah, sedangkan

metode ilmiah itu sendiri adalah merupakan prosedur yang mewujudkan pola-pola

berbagai tata langkah dalam pelaksanaan suatu penelitian (Notoatmodjo, 2005).

2.1.5 Sumber-sumber Pengetahuan

Sumber-sumber pengetahuan ada 4 :

1) Studi (Learning)

Studi merupakan aktifis yang mempelajari sesuatu yang berarti

menggunakan pikiran secara aktif dalam rangkaian aktivitas proses pemikiran itu

adalah untuk mencapai kebenaran memperoleh pengetahuan dan dapatkan

pemahaman. Studi bukanlah menunggu secara giat dengan pikiran mengajar,

mencari dan menggali pengetahuan mengenai suatu hal yang menarik perhatian.

Dimana hal itu diperoleh dengan kegiatan beajar yang dapat melalui pendidikan

formal maupun non formal.

2) Ilham (intuition)

Nutrisi merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui proses peralatan

tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-

tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut tanpa melalui proses

berpikir yang berliku-liku, tiba-tiba saja dia sudah smapai disini. Jawaban atas

permasalahan yang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang

membukakan pintu, atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak

sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak ada

waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutinya, kita merasa yakin

bahwa itulah jawaban yang kita cari, namun kita tidak bisa menjelaskannya.

Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun

pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.

3) Pengalaman (experience)

Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

pengetahuan, baik pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain. Hal tersebut

dilkukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang dihadapi. Bila

berhasil, maka orang akan melaksnakana cara tersebut. Dan bila gagal tidak akan

mengulangi cara itu. Untyk menarik kesimpulan pengalaman yang benar

diperlukan berpikir secara kritis dan logis. Mereka yang mendasari diri pada

pengalaman mengembangkan faham yang disebut empiris. Kaum empiris

berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan melalui penalaran

rasional yang abstrak, namun lewat pengalaman yang konkrit, dimana panca indra

sebagai alat untuk menangkapnya.

4) Rasio (ratio)

Kaum rasional menggambarkan faham yang dikenal dengan rasionalisme.

Rasionalisme adalah evaluasi kebenaran-kebenaran yang semuanya bersumber

pada peralatan yang bersifat abstrak dan terbatas bagi pengalaman. Oleh karena

itu penalaran rasional akan didapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai

suatu obyek tertentu tanpa adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh

semua pihak. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat obyektif.

(Notoatmodjo, 2002)

2.2 Konsep Dasar Sikap

2.2.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang suatu

stimulus atau objek, sikap (Notoatmodjo, 2003).

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang

bersifat emosional terhadap stimulus.

Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang sikap diantaranya :

menurut Thrudtone menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan efek,

baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek

psikologis, menurut Kimboll Young menyatakan bahwa sikap merupakan

predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan, menurut Fishbein dan Ajzen

menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon

secara konsisten dalam cara tertentu, menurut Sherif sikap menentukan kekhasan

prilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian

tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu

perbuatan atau tingkah laku.

Dari berbagai definisi diatas bisa dikatakan bahwa sikap selalu dikaitkan

dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang

merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial (Syaifuddin,

2003).

Menurut Greckler dan Wigginis dalam definisi mereka mengenal sikap

mengatakan bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan

pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya (Syaifuddin, 2003).

2.2.2 Struktur sikap

Mengikuti skema triadik, struktur sikap terjadi dari 2 komponen yang saling

menunjang yaitu komponen cognitive, komponen cognitive merupakan

representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan

komponen cognitive merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai

dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang, Kothandapani dalam Middlenen

cognitive (kepercayaan), komponen emosional (perasaan) dan komponen perilaku

(tindakan).

Menurut Mann (1969) menjelaskan bahwa komponen cognitive berisi

persepsi, kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen

cognitive dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama menyangkut

masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen affective merupakan

perasaan individu terhadap objek sikap yang menyangkut masalah emosi

(Syaifuddin, 2000).

2.2.3 Tingkatan sikap

Dijelaskan Notoatmodjo (1997) membagi tingkatan sikap menjadi :

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulasi

yang diberikan (subjek), misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari

kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.

2) Merespon (responding)

Indikasi sikap dalam tingkat merespon ini seperti memberikan jawaban bila

ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3) Menghargai (valuing)

Indikasi sikap menghargai ini seperti mengajak orang lain mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.4 Pembentukan sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu.

Interaksi sosial mengandung arti lebih dari sekedar adanya kontak sosial dan

hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial.

Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu

terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah :

1) Pengalaman pribadi

Menurut Middlebrook (1974) mengatakan tidak adanya pengalaman sama

sekali dengan sesuatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif

terhadap obyek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain diantara kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut

mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting cenderung

sikapnya kita ikuti.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan kelak menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai

masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap masyarakat.

4) Media massa

Adanya informasi baru mengenai berbagai hal memberikan landasan kognitif

baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan

keduanya melakukan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu.

6) Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang, kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan

yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Syaifuddin, 2000).

2.3 Konsep Dasar Keluarga

2.3.1 Pengertian

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut G. Bailon dan Maglaya keluarga adalah dua atau lebih dari dua

individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau

pengangkatan dan mereka yang hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu

sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta

mempertahankan kebudayaan.

Dari dua definisi data disimpulkan bahwa keluarga adalah:

1) Unit terkecil masyarakat

2) Terdiri atas dua orang atau lebih

3) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah

4) Hidup dalam suatu rumah tangga

5) Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga

6) Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga

7) Setiap anggota keluarga mempunyai peranan masing-masing

8) Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.

2.3.2 Bentuk keluarga

1) Keluarga inti, adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

2) Keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya

nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.

3) Keluarga berantai, adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang

menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.

4) Keluarga duda/janda, adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau

kematian.

5) Keluarga berkomposisi, adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan

hidup secara bersama.

6) Keluarga kabitas, adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi

membentuk suatu keluarga (Effendy, 1998).

2.3.3 Peranan keluarga

Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,

kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.

Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari

keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga yaitu:

1) Peranan ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai

pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala

keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota

masyarakat dari lingkungannya.

2) Peranan ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan

untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengaruh dan pendidik anak-anaknya,

pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai

anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan

sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

3) Peranan anak : anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan

tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

2.3.4 Fungsi keluarga

Ada 3 fungsi pokok keluarga:

1) Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai

usia dan kebutuhannya.

2) Asuh, adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar

kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-

anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.

3) Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi

manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut:

a.) Fungsi biologis

(1) Untuk meneruskan keturunan

(2) Memelihara dan membesarkan anak

(3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

(4) Memelihara dan merawat anggota keluarga

b.) Fungsi psikologis

(1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman

(2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga

(3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

(4) Memberikan identitas keluarga

c.) Fungsi sosialisasi

(1) Membina sosialisasi pada anak

(2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

anak

(3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga

d.) Fungsi ekonomi

(1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

(2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

(3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan

datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya

e.) Fungsi pendidikan

(1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya

(2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa

(3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya

Ahli lain membagi fungsi keluarga sebagai berikut:

1) Fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan

menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak

bila kelak dewasa nanti.

2) Fungsi sosialisasi anak, tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah

bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.

3) Fungsi perlindungan, tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak

dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa

terlindung dan merasa aman.

4) Fungsi perasaan, tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,

merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam

berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling

pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.

5) Fungsi religius, tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan

mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan

tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain

yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah dunia ini.

6) Fungsi ekonomis, tugas keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber

kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga

bekerja untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut

sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.

7) Fungsi rekreatif, tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus

pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana

yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan

kepribadian masing-masing anggotanya. Rekreasi dapat dilakukan di rumah

dengan cara nonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-

masing dan sebagainya.

8) Fungsi biologis, tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk

meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.

(Effendy, 1998)

2.3.5 Tugas-tugas keluarga

Ada beberapa tugas pokok dalam keluarga diantaranya:

1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya

2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga

3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya

masing-masing

4) Sosialisasi antar anggota keluarga

5) Pengaturan jumlah anggota keluarga

6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga

7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas

8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

(Effendy, 1998)

2.3.6 Tahap-tahap kehidupan keluarga

Tahap-tahap kehidupan keluarga menurut Duvall sebagai berikut:

1) Tahap pembentukan keluarga ; tahap ini dimulai dari pernikahan, yang

dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.

2) Tahap menjelang kelahiran anak ; tugas keluarga yang utama untuk

emndapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan

kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.

3) Tahap menghadapi bayi ; dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik dan

memberikan kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini bayi kehidupannya

sangat tergantung kepada orang tuanya dan kondisinya masih sangat lemah.

4) Tahap menghadapi anak prasekolah ; pada tahap ini anak sudah mulai

mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi

sangat rawan dalam masalah kesehatan, karena tidak mengetahui mana yang kotor

dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh

lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma

kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya dan sebagainya.

5) Tahap menghadapi anak sekolah ; dalam tahap ini tugas keluarga adalah

bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya,

membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak,

dan meningkatkan pengetahuan umum anak.

6) Tahap menghadapi anak remaja ; tahap ini adalah tahap yang paling rawan

karena pada tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk

kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat

diperlukan, komunikasi dan saling pengertian antar kedua orang tua dengan anak

perlu dipelihara dan dikembangkan.

7) Tahap melepaskan anak ke masyarakat ; setelah melalui tahap remaja dan anak

telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah

melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang

sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.

8) Tahap berdua kembali ; setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga

sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan

merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan

depresi dan stress.

9) Tahap masa tua ; tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua

mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.

(Effendy, 1998)

2.4 Konsep Dasar Imunisasi

2.4.1 Pengertian

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara

aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpejan pada antigen yang

serupa terjadi penyakit (IDAI, 2005).

Imunisasi adalah suatu upaya memberikan kekebalan pada bayi dan anak

terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 1993). Dilihat dari cara timbulnya maka

terdapat dua jenis kekebalan yaitu kekebalan-kekebalan pasif dan kekebalan aktif.

Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat

oleh individu itu sendiri, kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh

sendiri akibat terpajan pada antigen pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.

2.4.2 Tujuan Imunisasi

Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada

seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat

(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia (IDAI, 2005).

Respon Imun

Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan kejadian yang

kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut (IDAI, 2005).

Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu: 1) mekanisme pertahanan nonsepsifik

disebut juga komponen non adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya

untuk satu macam antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme

pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu

jenis antigen, terbentuknya antibody lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian

antigen berikutnya, hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada

pengenalan antigen pertama kali.

Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme

maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme maka yang pertama kali

dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC, Antigen

Presenting Cell) pada solt untuk antigen TD (T Dependent) sedangkan antigen TI

(T. Independent) akan langsung diproses oleh sel B.

Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas seluler dan imunitas homoral.

Imunitas homoral akan menhhasilkan antibody adalah protein dengan strukturnya

yang sama yang disebut immunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif

kepada individu yang lain dengna cara penyuntikan serum. Berbeda dengan

imunitas seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel contohnya pada reaksi

penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus host-disease.

(Depkes, 2006)

2.4.3 Respon imun terdapat dari dua fase

1) Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC,

Antigen Presenting Cells), sel limfosit B, Limfosit T.

2) Fase efektor, diperankan oleh antibody dan limfosit T afektor

2.4.4 Kualitas dan Kuantitas Vaksin

Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa

sehingga patogenesitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung

beberapa faktor kualitas antigenitas (IDAI, 2005).

1) Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun yang timbul.

Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik,

sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistematik saja.

2) Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respon

imum yang terjadi.Dosisi terlalu tinggi akan menghambat respon imun yang

diharapkan.

3) Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons umum yang terjadi.

Sebagaimana telah kita ketahui, respon imun sekunder menimbulkan sel efektor

aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan aktifitas lebih tinggi.

4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik, dapat meningkatkan respon imun

terhadap antigen.

5) Jenis vaksin-vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik

dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated) atau bagian

komponen dari mikroorganisme.

2.4.5 Klasifikasi Vaksin

Terdapat dua jenis vaksin yaitu live attenuated dan inacticated. Karakter dari

kedua jenis vaksin dan karakternya ini mempengaruhi cara penggunaan vaksin :

1) Vaksin Live Attenuated

Vaksin hidup dorrivat dari virus atau bakteriliar coolid), yang kemudian

dilemahkan dilaboratorium, biasanya dengan cara kultur ulang. Untuk

menghasilkan reaksi kekebalan vaksin, live attenuated, harus dapat berkembang

biak, didalam tubuh orang yang diimunisasi. Dosis relatif kecil daripada virus atau

bakteri yang diberikan. Kemudian berkembang biak didalam tubuh sehingga

cukup untuk merangsang suatu reaksi kekebalan. Semua faktor yang dapat

merusak organisme didalam vial (misalnya suhu dan sinar) atau yang

mempengaruhi berkembangbiaknya organisme didalam tubuh (misalnya suhu dan

sinar) atau yang mempengaruhi berkembangbiaknya organisme menyebabkan

vaksin menjadi tidak efektif.

Meskipun vaksin attenuated berkembang biak, mereka tidak menyebabkan

penyakit seperti pada virus atau bakteri liar. Apabila vaksin tersebut menyebabkan

penyakit seperti pada virus atau bakteri liar. Apabila vaksin tersebut menyebabkan

“penyakit “ biasanya ringan dan ini disebut sebagai “efek simpang vaksin”.

Vaksin hidup dapat menimbulkan reaksi yang serius dan fatal karena

pertumbuhan yang tak terkendali dari virus vaksin ini hanya terjadi pada orang

dengan defisiensi imun seperti anak yang menderita leukemia, pengobatan dengan

obat tertentu (steroid jangka panjang, sitostahka) atau infeksi HIV.

2) Vaksin Inactived

Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus pada

mediakultur, kemudian diinaktifkan dengan pemanasan atau secara kimiawi (pada

umumnya dengan formalin).

Vaksin inachvatod tidak hidup dan tidak bisa berkembangbiak. Seluruh dosis

antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini tidak menyebabkan “penyakit”

meskipun pada kasus defisiensi imun.

Tidak seperti vaksin hidup, maka antigen inaktif tidak dipengaruhi oleh

antibody yang beredar. Vaksin jenis ini dapat diberikan meskipun ada antibody.

Berbeda dengan vaksin hidup, dimana reaksi kekebalannya sama dengan

infeksi alami (kekebalan seluler dominan), reaksi kekebalan pada vaksin inactived

paling dominan adalah kekebalan humoral dan sedikit atau tidak ada kekebalan

seluler. Liter antibody yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang dengan

berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin inaktif diperlukan dosis

tambahan (ulangan) untuk menaikkan liter antibodi (Depkes RI, 2006).

3) Vaksin Polisakarida

Vaksin polisakarida merupakan vaksin inaktif yang unik yang berasal dari

molekul gula yang melapisi didnding bakteri. Vaksin jenis ini tersedia untuk

peneumococcus, meningococcus dan HIB.

Dosis ulang pada vaksin polisakarida, tidak menimbulkan reaksi booster,

namun apabila vaksin polisakarida dikonjugasi dengan protein akan meningkatkan

antibodi secara progresif atau ada reaksi booster.

4) Vaksin Rekombinan

Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini disebut juga

vaksin rekombinan. Vaksin rekayasa genetika yang tersedia saat ini ada dua

macam yaitu : Vaksin hepatitis B, yang diproduksi dengan menyisipkan segmen

dari gen virus hepatitis ke gen dari sel ragi (ye at cell) (Depkes RI, 2006).

2.4.6 Jenis-jenis Vaksin

1) Vaksin BCG (Bacillus Calmatte Guerine)

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkolasis

Cara pemberian Dosis

a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.

b. Dosis pemberian, 0,05 ml sebanyak 1 kali

c. Disuntikkan secara intraction didaerah lengan bagian atas (Insertio

Musculus Deltoidous) sebesar 0,05 ml.

Kontra indikasi

d. Adanya penyakit kulit

e. Mereka yang sedang menderita TBC

Efek Samping :

Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam.

Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan

yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka.

2) Vaksin DPT

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan secara simultan dahulu agar suspensi

menjadi homogen

Cara pemberian dan dosis

a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen

b. Disuntikkan secara intra muskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml

sebanyak 3 dosis.

c. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis seanjutnya diberikan

dengan interval paling cepat 4 minggu ( 1 bulan)

Kontra indikasi

Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala

serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang

mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus

dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat

diberikan DT.

Efek samping

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti, lemas, demam, kemerahan pada

tempat penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi

yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.

3) Vaksin DT

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.

Cara pemberian dan dosis

a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen

b. Suntikkan secara intra muskuler atau subkotar dalam, dengan dosis

pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia dibawah 8 tahun.

Kontra indikasi

Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT

Efek samping

Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat

sementara dan kadang-kadang gejala demam.

4) Vaksin Campak

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.

Cara pemberian dan dosis

a. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan

pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

b. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas

pada usia 9-11 bulan.

Efek samping

Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3

hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

5) Vaksin Hepatitis B

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan

oleh virus yang positif B.

Cara pemberian dan dosis

a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi

menjadi homogen

b. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID. Pemberian

suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.

c. Pemberian sebanyak 3 dosis

d. Dosis pertama diberikan pada usia 6-7 hari, dosis berikutnya dengan

interval minimum 4 minggu ( 1 bulan).

Kontra indikasi :

Hipersencitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin

lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi yang disertai

kejang.

Efek samping :

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat

penyuntikan.

Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya setelah 2 hari.

6) Vaksin DPT/HB

Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,

pertusis dan hepatitis B.

Cara pemberian dan dosis :

a. Pemberian dengan acara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 2 dosis

b. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval

minimal 4 minggu (1 bulan)

Kontra indikasi

Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala

serius keabnormalannya pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak

yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama. Komponen pertusis

harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat

diberikan DT. Hipersensitiv terhadap komponen vaksin, vaksin ini tidak boleh

diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.

Efek samping

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, pembengkakan

dan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala

berat seperti demam tinggi yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.

Reaksi ini bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

2.5 Kerangka Konseptual

Gambar 2.1: Kerangka Konseptual

Keterangan :

: tidak diteliti

: diteliti

Faktor Pendukung

- Pemberian KIE

- Sikap bidan

- ProgramFaktor Ibu

- Pendidikan

- Pengetahuan

- Pengalaman

- Persepsi

- Motivasi

Faktor Lingkungan

- Dukungan

Keluarga

- Sosial Budaya

Pelaksanaan Imunisasi

- TBC

- Polio

- Hepatitis

- Difteria

- Batu krejan

- Campak

Cacat

Kematian

Dari kerangka konseptual diatas dijelaskan bahwa yang menyebabkan faktor-

faktor yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi yaitu faktor predisposisi yang

terdiri dari faktor pendidikan, pengetahuan, pengalaman, persepsi dan motivasi.

Faktor pendukung yang terdiri dari pemberian KIE, sikap, program faktor

lingkungan yang terdiri dari dukungan keluarga, sosial budaya.

Dalam karya tulis ini akan dilakukan pemeliharaan terhadap faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan imunisasi. Yaitu dari faktor predisposisi yaitu

pengetahuan, dan pengalaman dari faktor pendukung yaitu sikap bidan faktor

lingkungan yaitu dukungan keluarga.

2.6 Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan

penelitoan atau asumsi pernyataan tentang hubungan dua atau lebih variasi yang

diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2000).

Hipotesa adalah jawaban sementara patokan duga dan dalil sementara yang

kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2002).

Dalam penelitian ini hipotesa yang dirumuskan adalah :

H1 : Ada pengaruh antara pengetahuan ibu dengan pelaksanaan imunisasi

H1 : Ada pengaru antara sikap bidan dengan pelaksanaan imunisasi.

H1 : Ada pengaru antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan imunisasi