Upload
dean-putra-arudam
View
229
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang mengadakan
penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui indra
penglihatan dan penciuman (Notoatmodjo, 1993). Pengetahuan adalah dominan
yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior)
karena dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng (Notoatmodjo, 1993).
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap sutau obyek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba, sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2003).
2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
1) Pengalaman
11
Merupakan sumber pengetahuan atau pengetahuan itu merupakan suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan (Notoatmodjo, 1993). Hal ini
dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi, bila berhasil maka orang akan
menggunakan cara tersebut dan bila gagal maka orang tidak akan mengulangi cara
itu untuk menarik kesimpulan yang benar dari pengalaman diperlukan berpikir
secara kritis dan logis.
2) Pendidikan
Pendidikan itu menuntun manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupannya
untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup.
Menurut YB. Mantra yang dikutip oleh Notoatmodjo, 1985 yaitu pendidikan
dapat mempengaruhi seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi
untuk sikap berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai yang baru diperkenalkan
(Kuntjoroningrat, 1997).
3) Kepercayaan
Adalah sikap untuk menerima suatu pernyataan atau pendirian tanpa
menunjukkan sikap pro atau anti, kepercayaan sering atau diperoleh dari orang
tua, kakek atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu. Berdasarkan
keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Kepercayaan
berkembang dalam masyarakat yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang
sama, kepercayaan dpat tumbuh jika orang berulangkali mendapatkan informasi
yang sama (Notoatmodjo, 1992).
4) Kebudayaan
Adalah perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber
didalam disuatu lembaga akan menghasilkan suatu pola hidup. Kebuayaan ini
terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat
bersama. Kebudayaan dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang karena pola
hidup yang ada dimasyarakat itu akan memberikan suatu gambaran seseorang
untuk melakukan tindakan (Notoatmodjo, 1993).
2.1.3 Dalam Domain Kognitif Mempunyai 6 Tingkatan yakni:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya termasuk didalamnya pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau
rancangan yang telah diterima.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan dalam suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi itu
secara benar.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan kedalam komponen-
komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi
Evaluasi ini bekaitan dengan kemampuan untuk melakukan penelitian
terhadap suatu materi atau obyek. (Notoatmodjo, 2003)
2.1.4 Cara Memperoleh Pengetahuan
Cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menajdi dua:
1) Cara tradisional atau non ilmiah
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh pengetahuan
setelah ditemukan metode ilmiah atau metode penemuan secara sistematis dan
logis.
Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :
1) Cara coba salah (trial and eror)
Cara yang paling tradisonal yang pernah igunakan oleh manusia dalam
memperoleh pengetahuan adalah melalui cara coba-coba atau dengan kata yang
lebih dikenal “trial and error”, cara ini telah dipakai orang sebelum adanya
kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya.
Pada waktu itu apabila seseorang menghadapi masalah, upaya pemilihannya
dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilaksanakan dengan menggunakan
kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut
tidak berhasil dicoba kemungkinan yang lain, bila kemungkinan kedua ini gagal,
maka dicoba kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah itu dapat
dipecahkan itulah sebabnya metode ini disebut trial atau metode cobalah.
2) Cara kekuasaan otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan
tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang tanpa melalui penalaran apakah yang
dilakukan baik atau tidak baik. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan turun
temurun dari generasi kegenerasi berikutnya. Sumber pengetahuan juga dapat
berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun non formal, ahli
agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain pengetahuan
diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kebiasaan. Orang lain akan menerima
pendapat yang dikemukakan orang lain, yang mempunyai otoritas tanpa menguji
dulu kebenarannya. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima pendapat
tersebut menganggap bahwa dikemukakannya adalah sudah benar.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadi adalah guru terbaik pepatah ini mengandung maksud
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi dapat
digunakan sehingga upaya memperoleh pengetahuan hal ini dilakukan dengan
cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi masa lalu. Apalagi dengan cara digunakan tersebut
orang dapat memecahkan masalah lain yang sama, orang dapat menggunakan cara
tersebut tetapi tidak mencari cara lain sehingga dapat berhasil memecahkannya.
4) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia cara berpikir
manusiapun ikut dari diri manusia telah mampu menggunakan penalarannya
dalam memperoleh pengetahuannya. Dengan kata lain dalam memperoleh
kebenaran pengetahuan manusia telah menggunanakn jalan pikirannya baik
melalui intruksi maupun induksi.
5) Cara modern atau ilmiah
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini
lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau
lebih popular metodologi penelitian (research methodology). Dimana metode
penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu pengetahuan
atau pemecahan suatu masalah yang pada dasarnya metode ilmiah, sedangkan
metode ilmiah itu sendiri adalah merupakan prosedur yang mewujudkan pola-pola
berbagai tata langkah dalam pelaksanaan suatu penelitian (Notoatmodjo, 2005).
2.1.5 Sumber-sumber Pengetahuan
Sumber-sumber pengetahuan ada 4 :
1) Studi (Learning)
Studi merupakan aktifis yang mempelajari sesuatu yang berarti
menggunakan pikiran secara aktif dalam rangkaian aktivitas proses pemikiran itu
adalah untuk mencapai kebenaran memperoleh pengetahuan dan dapatkan
pemahaman. Studi bukanlah menunggu secara giat dengan pikiran mengajar,
mencari dan menggali pengetahuan mengenai suatu hal yang menarik perhatian.
Dimana hal itu diperoleh dengan kegiatan beajar yang dapat melalui pendidikan
formal maupun non formal.
2) Ilham (intuition)
Nutrisi merupakan pengetahuan yang didapatkan melalui proses peralatan
tertentu. Seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-
tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut tanpa melalui proses
berpikir yang berliku-liku, tiba-tiba saja dia sudah smapai disini. Jawaban atas
permasalahan yang dipikirkannya muncul dibenaknya bagaikan kebenaran yang
membukakan pintu, atau bisa juga, intuisi ini bekerja dalam keadaan yang tidak
sepenuhnya sadar, artinya jawaban atas suatu permasalahan ditemukan tidak ada
waktu orang tersebut secara sadar sedang menggelutinya, kita merasa yakin
bahwa itulah jawaban yang kita cari, namun kita tidak bisa menjelaskannya.
Intuisi bersifat personal dan tidak bisa diramalkan. Sebagai dasar untuk menyusun
pengetahuan secara teratur maka intuisi ini tidak bisa diandalkan.
3) Pengalaman (experience)
Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran
pengetahuan, baik pengalaman diri sendiri maupun dari orang lain. Hal tersebut
dilkukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang dihadapi. Bila
berhasil, maka orang akan melaksnakana cara tersebut. Dan bila gagal tidak akan
mengulangi cara itu. Untyk menarik kesimpulan pengalaman yang benar
diperlukan berpikir secara kritis dan logis. Mereka yang mendasari diri pada
pengalaman mengembangkan faham yang disebut empiris. Kaum empiris
berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu bukan didapatkan melalui penalaran
rasional yang abstrak, namun lewat pengalaman yang konkrit, dimana panca indra
sebagai alat untuk menangkapnya.
4) Rasio (ratio)
Kaum rasional menggambarkan faham yang dikenal dengan rasionalisme.
Rasionalisme adalah evaluasi kebenaran-kebenaran yang semuanya bersumber
pada peralatan yang bersifat abstrak dan terbatas bagi pengalaman. Oleh karena
itu penalaran rasional akan didapatkan bermacam-macam pengetahuan mengenai
suatu obyek tertentu tanpa adanya suatu konsensus yang dapat diterima oleh
semua pihak. Dalam hal ini pemikiran rasional cenderung bersifat obyektif.
(Notoatmodjo, 2002)
2.2 Konsep Dasar Sikap
2.2.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang suatu
stimulus atau objek, sikap (Notoatmodjo, 2003).
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang
bersifat emosional terhadap stimulus.
Beberapa ahli mengemukakan pengertian tentang sikap diantaranya :
menurut Thrudtone menyatakan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan efek,
baik itu bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek
psikologis, menurut Kimboll Young menyatakan bahwa sikap merupakan
predisposisi mental untuk melakukan suatu tindakan, menurut Fishbein dan Ajzen
menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk merespon
secara konsisten dalam cara tertentu, menurut Sherif sikap menentukan kekhasan
prilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian
tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu
perbuatan atau tingkah laku.
Dari berbagai definisi diatas bisa dikatakan bahwa sikap selalu dikaitkan
dengan perilaku yang berada dalam batas kewajaran dan kenormalan yang
merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus lingkungan sosial (Syaifuddin,
2003).
Menurut Greckler dan Wigginis dalam definisi mereka mengenal sikap
mengatakan bahwa sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan menimbulkan
pengaruh langsung terhadap perilaku berikutnya (Syaifuddin, 2003).
2.2.2 Struktur sikap
Mengikuti skema triadik, struktur sikap terjadi dari 2 komponen yang saling
menunjang yaitu komponen cognitive, komponen cognitive merupakan
representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap emosional dan
komponen cognitive merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang, Kothandapani dalam Middlenen
cognitive (kepercayaan), komponen emosional (perasaan) dan komponen perilaku
(tindakan).
Menurut Mann (1969) menjelaskan bahwa komponen cognitive berisi
persepsi, kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen
cognitive dapat disamakan dengan pandangan (opini), terutama menyangkut
masalah isu atau problem yang kontroversial. Komponen affective merupakan
perasaan individu terhadap objek sikap yang menyangkut masalah emosi
(Syaifuddin, 2000).
2.2.3 Tingkatan sikap
Dijelaskan Notoatmodjo (1997) membagi tingkatan sikap menjadi :
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (objek) mau dan memperhatikan stimulasi
yang diberikan (subjek), misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.
2) Merespon (responding)
Indikasi sikap dalam tingkat merespon ini seperti memberikan jawaban bila
ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
3) Menghargai (valuing)
Indikasi sikap menghargai ini seperti mengajak orang lain mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.4 Pembentukan sikap
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami individu.
Interaksi sosial mengandung arti lebih dari sekedar adanya kontak sosial dan
hubungan antara individu sebagai anggota kelompok sosial.
Dalam interaksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu
terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah :
1) Pengalaman pribadi
Menurut Middlebrook (1974) mengatakan tidak adanya pengalaman sama
sekali dengan sesuatu obyek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif
terhadap obyek tersebut. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap,
pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain diantara kita merupakan salah satu komponen sosial yang ikut
mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting cenderung
sikapnya kita ikuti.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan kelak menanamkan garis pengaruh sikap terhadap berbagai
masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap masyarakat.
4) Media massa
Adanya informasi baru mengenai berbagai hal memberikan landasan kognitif
baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan
keduanya melakukan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu.
6) Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang, kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau
pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego (Syaifuddin, 2000).
2.3 Konsep Dasar Keluarga
2.3.1 Pengertian
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah
suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut G. Bailon dan Maglaya keluarga adalah dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka yang hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu
sama lain, dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan.
Dari dua definisi data disimpulkan bahwa keluarga adalah:
1) Unit terkecil masyarakat
2) Terdiri atas dua orang atau lebih
3) Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah
4) Hidup dalam suatu rumah tangga
5) Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga
6) Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga
7) Setiap anggota keluarga mempunyai peranan masing-masing
8) Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.
2.3.2 Bentuk keluarga
1) Keluarga inti, adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.
2) Keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya
nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan sebagainya.
3) Keluarga berantai, adalah keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang
menikah lebih dari satu kali dan merupakan satu keluarga inti.
4) Keluarga duda/janda, adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian.
5) Keluarga berkomposisi, adalah keluarga yang perkawinannya berpoligami dan
hidup secara bersama.
6) Keluarga kabitas, adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga (Effendy, 1998).
2.3.3 Peranan keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat,
kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu.
Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari
keluarga, kelompok dan masyarakat.
Berbagai peranan yang terdapat dalam keluarga yaitu:
1) Peranan ayah : ayah sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai
pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala
keluarga, sebagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya.
2) Peranan ibu : sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan
untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengaruh dan pendidik anak-anaknya,
pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai
anggota masyarakat dari lingkungannya, disamping itu juga ibu dapat berperan
sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.
3) Peranan anak : anak-anak melaksanakan peranan psiko-sosial sesuai dengan
tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
2.3.4 Fungsi keluarga
Ada 3 fungsi pokok keluarga:
1) Asih, adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan
kepada keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai
usia dan kebutuhannya.
2) Asuh, adalah menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar
kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan menjadikan mereka anak-
anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual.
3) Asah, adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi
manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.
Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan keluarga sebagai berikut:
a.) Fungsi biologis
(1) Untuk meneruskan keturunan
(2) Memelihara dan membesarkan anak
(3) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
(4) Memelihara dan merawat anggota keluarga
b.) Fungsi psikologis
(1) Memberikan kasih sayang dan rasa aman
(2) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga
(3) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga
(4) Memberikan identitas keluarga
c.) Fungsi sosialisasi
(1) Membina sosialisasi pada anak
(2) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan
anak
(3) Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
d.) Fungsi ekonomi
(1) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
(2) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga
(3) Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan
datang misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua dan sebagainya
e.) Fungsi pendidikan
(1) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya
(2) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam
memenuhi peranannya sebagai orang dewasa
(3) Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya
Ahli lain membagi fungsi keluarga sebagai berikut:
1) Fungsi pendidikan, dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan
menyekolahkan anak untuk mempersiapkan kedewasaan dan masa depan anak
bila kelak dewasa nanti.
2) Fungsi sosialisasi anak, tugas keluarga dalam menjalankan fungsi ini adalah
bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik.
3) Fungsi perlindungan, tugas keluarga dalam hal ini adalah melindungi anak
dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa
terlindung dan merasa aman.
4) Fungsi perasaan, tugas keluarga dalam hal ini adalah menjaga secara instuitif,
merasakan perasaan dan suasana anak dan anggota yang lain dalam
berkomunikasi dan berinteraksi antar sesama anggota keluarga sehingga saling
pengertian satu sama lain dalam menumbuhkan keharmonisan dalam keluarga.
5) Fungsi religius, tugas keluarga dalam fungsi ini adalah memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan
tugas kepala keluarga untuk menanamkan keyakinan bahwa ada kekuatan lain
yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah dunia ini.
6) Fungsi ekonomis, tugas keluarga dalam hal ini adalah mencari sumber-sumber
kehidupan dalam memenuhi fungsi-fungsi keluarga yang lain, kepala keluarga
bekerja untuk memperoleh penghasilan, mengatur penghasilan tersebut
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga.
7) Fungsi rekreatif, tugas keluarga dalam fungsi rekreasi ini tidak selalu harus
pergi ke tempat rekreasi, tetapi yang penting bagaimana menciptakan suasana
yang menyenangkan dalam keluarga sehingga dapat mencapai keseimbangan
kepribadian masing-masing anggotanya. Rekreasi dapat dilakukan di rumah
dengan cara nonton televisi bersama, bercerita tentang pengalaman masing-
masing dan sebagainya.
8) Fungsi biologis, tugas keluarga yang utama dalam hal ini adalah untuk
meneruskan keturunan sebagai generasi penerus.
(Effendy, 1998)
2.3.5 Tugas-tugas keluarga
Ada beberapa tugas pokok dalam keluarga diantaranya:
1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya
2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya
masing-masing
4) Sosialisasi antar anggota keluarga
5) Pengaturan jumlah anggota keluarga
6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga
7) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
8) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.
(Effendy, 1998)
2.3.6 Tahap-tahap kehidupan keluarga
Tahap-tahap kehidupan keluarga menurut Duvall sebagai berikut:
1) Tahap pembentukan keluarga ; tahap ini dimulai dari pernikahan, yang
dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga.
2) Tahap menjelang kelahiran anak ; tugas keluarga yang utama untuk
emndapatkan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan
kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan.
3) Tahap menghadapi bayi ; dalam hal ini keluarga mengasuh, mendidik dan
memberikan kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini bayi kehidupannya
sangat tergantung kepada orang tuanya dan kondisinya masih sangat lemah.
4) Tahap menghadapi anak prasekolah ; pada tahap ini anak sudah mulai
mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebaya, tetapi
sangat rawan dalam masalah kesehatan, karena tidak mengetahui mana yang kotor
dan mana yang bersih. Dalam fase ini anak sangat sensitif terhadap pengaruh
lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma
kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya dan sebagainya.
5) Tahap menghadapi anak sekolah ; dalam tahap ini tugas keluarga adalah
bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya,
membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak,
dan meningkatkan pengetahuan umum anak.
6) Tahap menghadapi anak remaja ; tahap ini adalah tahap yang paling rawan
karena pada tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk
kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orang tua sangat
diperlukan, komunikasi dan saling pengertian antar kedua orang tua dengan anak
perlu dipelihara dan dikembangkan.
7) Tahap melepaskan anak ke masyarakat ; setelah melalui tahap remaja dan anak
telah dapat menyelesaikan pendidikannya, maka tahap selanjutnya adalah
melepaskan anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang
sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga.
8) Tahap berdua kembali ; setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga
sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan
merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan
depresi dan stress.
9) Tahap masa tua ; tahap ini masuk ke tahap lanjut usia, dan kedua orang tua
mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia yang fana ini.
(Effendy, 1998)
2.4 Konsep Dasar Imunisasi
2.4.1 Pengertian
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara
aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpejan pada antigen yang
serupa terjadi penyakit (IDAI, 2005).
Imunisasi adalah suatu upaya memberikan kekebalan pada bayi dan anak
terhadap penyakit tertentu (Depkes RI, 1993). Dilihat dari cara timbulnya maka
terdapat dua jenis kekebalan yaitu kekebalan-kekebalan pasif dan kekebalan aktif.
Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat
oleh individu itu sendiri, kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh
sendiri akibat terpajan pada antigen pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah.
2.4.2 Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat
(populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia (IDAI, 2005).
Respon Imun
Respon imun adalah respon tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut (IDAI, 2005).
Dikenal dua macam pertahanan tubuh yaitu: 1) mekanisme pertahanan nonsepsifik
disebut juga komponen non adaptif atau innate artinya tidak ditujukan hanya
untuk satu macam antigen, tetapi untuk berbagai macam antigen, 2) mekanisme
pertahanan tubuh spesifik atau komponen adaptif ditujukan khusus terhadap satu
jenis antigen, terbentuknya antibody lebih cepat dan lebih banyak pada pemberian
antigen berikutnya, hal ini disebabkan telah terbentuknya sel memori pada
pengenalan antigen pertama kali.
Bila pertahanan non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme
maka imunitas spesifik akan terangsang. Mikroorganisme maka yang pertama kali
dikenal oleh sistem imun akan dipresentasikan oleh sel makrofag (APC, Antigen
Presenting Cell) pada solt untuk antigen TD (T Dependent) sedangkan antigen TI
(T. Independent) akan langsung diproses oleh sel B.
Mekanisme pertahanan spesifik terdiri atas seluler dan imunitas homoral.
Imunitas homoral akan menhhasilkan antibody adalah protein dengan strukturnya
yang sama yang disebut immunoglobulin (Ig) yang dapat dipindahkan secara pasif
kepada individu yang lain dengna cara penyuntikan serum. Berbeda dengan
imunitas seluler hanya dapat dipindahkan melalui sel contohnya pada reaksi
penolakan organ transplantasi oleh sel limfosit dan pada graft versus host-disease.
(Depkes, 2006)
2.4.3 Respon imun terdapat dari dua fase
1) Fase pengenalan, diperankan oleh sel yang mempresentasikan antigen (APC,
Antigen Presenting Cells), sel limfosit B, Limfosit T.
2) Fase efektor, diperankan oleh antibody dan limfosit T afektor
2.4.4 Kualitas dan Kuantitas Vaksin
Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenesitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
beberapa faktor kualitas antigenitas (IDAI, 2005).
1) Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respon imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal disamping sistemik,
sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistematik saja.
2) Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respon
imum yang terjadi.Dosisi terlalu tinggi akan menghambat respon imun yang
diharapkan.
3) Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons umum yang terjadi.
Sebagaimana telah kita ketahui, respon imun sekunder menimbulkan sel efektor
aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan aktifitas lebih tinggi.
4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik, dapat meningkatkan respon imun
terhadap antigen.
5) Jenis vaksin-vaksin hidup akan menimbulkan respon imun lebih baik
dibanding vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed atau inactivated) atau bagian
komponen dari mikroorganisme.
2.4.5 Klasifikasi Vaksin
Terdapat dua jenis vaksin yaitu live attenuated dan inacticated. Karakter dari
kedua jenis vaksin dan karakternya ini mempengaruhi cara penggunaan vaksin :
1) Vaksin Live Attenuated
Vaksin hidup dorrivat dari virus atau bakteriliar coolid), yang kemudian
dilemahkan dilaboratorium, biasanya dengan cara kultur ulang. Untuk
menghasilkan reaksi kekebalan vaksin, live attenuated, harus dapat berkembang
biak, didalam tubuh orang yang diimunisasi. Dosis relatif kecil daripada virus atau
bakteri yang diberikan. Kemudian berkembang biak didalam tubuh sehingga
cukup untuk merangsang suatu reaksi kekebalan. Semua faktor yang dapat
merusak organisme didalam vial (misalnya suhu dan sinar) atau yang
mempengaruhi berkembangbiaknya organisme didalam tubuh (misalnya suhu dan
sinar) atau yang mempengaruhi berkembangbiaknya organisme menyebabkan
vaksin menjadi tidak efektif.
Meskipun vaksin attenuated berkembang biak, mereka tidak menyebabkan
penyakit seperti pada virus atau bakteri liar. Apabila vaksin tersebut menyebabkan
penyakit seperti pada virus atau bakteri liar. Apabila vaksin tersebut menyebabkan
“penyakit “ biasanya ringan dan ini disebut sebagai “efek simpang vaksin”.
Vaksin hidup dapat menimbulkan reaksi yang serius dan fatal karena
pertumbuhan yang tak terkendali dari virus vaksin ini hanya terjadi pada orang
dengan defisiensi imun seperti anak yang menderita leukemia, pengobatan dengan
obat tertentu (steroid jangka panjang, sitostahka) atau infeksi HIV.
2) Vaksin Inactived
Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus pada
mediakultur, kemudian diinaktifkan dengan pemanasan atau secara kimiawi (pada
umumnya dengan formalin).
Vaksin inachvatod tidak hidup dan tidak bisa berkembangbiak. Seluruh dosis
antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini tidak menyebabkan “penyakit”
meskipun pada kasus defisiensi imun.
Tidak seperti vaksin hidup, maka antigen inaktif tidak dipengaruhi oleh
antibody yang beredar. Vaksin jenis ini dapat diberikan meskipun ada antibody.
Berbeda dengan vaksin hidup, dimana reaksi kekebalannya sama dengan
infeksi alami (kekebalan seluler dominan), reaksi kekebalan pada vaksin inactived
paling dominan adalah kekebalan humoral dan sedikit atau tidak ada kekebalan
seluler. Liter antibody yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang dengan
berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin inaktif diperlukan dosis
tambahan (ulangan) untuk menaikkan liter antibodi (Depkes RI, 2006).
3) Vaksin Polisakarida
Vaksin polisakarida merupakan vaksin inaktif yang unik yang berasal dari
molekul gula yang melapisi didnding bakteri. Vaksin jenis ini tersedia untuk
peneumococcus, meningococcus dan HIB.
Dosis ulang pada vaksin polisakarida, tidak menimbulkan reaksi booster,
namun apabila vaksin polisakarida dikonjugasi dengan protein akan meningkatkan
antibodi secara progresif atau ada reaksi booster.
4) Vaksin Rekombinan
Vaksin juga dapat dibuat dengan rekayasa genetika, vaksin ini disebut juga
vaksin rekombinan. Vaksin rekayasa genetika yang tersedia saat ini ada dua
macam yaitu : Vaksin hepatitis B, yang diproduksi dengan menyisipkan segmen
dari gen virus hepatitis ke gen dari sel ragi (ye at cell) (Depkes RI, 2006).
2.4.6 Jenis-jenis Vaksin
1) Vaksin BCG (Bacillus Calmatte Guerine)
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap tuberkolasis
Cara pemberian Dosis
a. Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan terlebih dahulu.
b. Dosis pemberian, 0,05 ml sebanyak 1 kali
c. Disuntikkan secara intraction didaerah lengan bagian atas (Insertio
Musculus Deltoidous) sebesar 0,05 ml.
Kontra indikasi
d. Adanya penyakit kulit
e. Mereka yang sedang menderita TBC
Efek Samping :
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam.
Setelah 1-2 minggu akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat suntikan
yang berubah menjadi pastula, kemudian pecah menjadi luka.
2) Vaksin DPT
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan secara simultan dahulu agar suspensi
menjadi homogen
Cara pemberian dan dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen
b. Disuntikkan secara intra muskuler dengan dosis pemberian 0,5 ml
sebanyak 3 dosis.
c. Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan, dosis seanjutnya diberikan
dengan interval paling cepat 4 minggu ( 1 bulan)
Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang
mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus
dihindarkan pada dosis kedua, dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT.
Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti, lemas, demam, kemerahan pada
tempat penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi
yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
3) Vaksin DT
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri dan tetanus.
Cara pemberian dan dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen
b. Suntikkan secara intra muskuler atau subkotar dalam, dengan dosis
pemberian 0,5 ml. Dianjurkan untuk anak usia dibawah 8 tahun.
Kontra indikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama DT
Efek samping
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
sementara dan kadang-kadang gejala demam.
4) Vaksin Campak
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Cara pemberian dan dosis
a. Sebelum disuntikkan vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan
pelarut steril yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.
b. Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas
pada usia 9-11 bulan.
Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3
hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.
5) Vaksin Hepatitis B
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan
oleh virus yang positif B.
Cara pemberian dan dosis
a. Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu agar suspensi
menjadi homogen
b. Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 (buah) HB PID. Pemberian
suntikan secara intramuskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
c. Pemberian sebanyak 3 dosis
d. Dosis pertama diberikan pada usia 6-7 hari, dosis berikutnya dengan
interval minimum 4 minggu ( 1 bulan).
Kontra indikasi :
Hipersencitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin
lain, vaksin ini tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi yang disertai
kejang.
Efek samping :
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya setelah 2 hari.
6) Vaksin DPT/HB
Indikasi : Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus,
pertusis dan hepatitis B.
Cara pemberian dan dosis :
a. Pemberian dengan acara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 2 dosis
b. Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval
minimal 4 minggu (1 bulan)
Kontra indikasi
Gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala
serius keabnormalannya pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak
yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama. Komponen pertusis
harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat
diberikan DT. Hipersensitiv terhadap komponen vaksin, vaksin ini tidak boleh
diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang.
Efek samping
Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, pembengkakan
dan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang-kadang terjadi gejala
berat seperti demam tinggi yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.
Reaksi ini bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.
2.5 Kerangka Konseptual
Gambar 2.1: Kerangka Konseptual
Keterangan :
: tidak diteliti
: diteliti
Faktor Pendukung
- Pemberian KIE
- Sikap bidan
- ProgramFaktor Ibu
- Pendidikan
- Pengetahuan
- Pengalaman
- Persepsi
- Motivasi
Faktor Lingkungan
- Dukungan
Keluarga
- Sosial Budaya
Pelaksanaan Imunisasi
- TBC
- Polio
- Hepatitis
- Difteria
- Batu krejan
- Campak
Cacat
Kematian
Dari kerangka konseptual diatas dijelaskan bahwa yang menyebabkan faktor-
faktor yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi yaitu faktor predisposisi yang
terdiri dari faktor pendidikan, pengetahuan, pengalaman, persepsi dan motivasi.
Faktor pendukung yang terdiri dari pemberian KIE, sikap, program faktor
lingkungan yang terdiri dari dukungan keluarga, sosial budaya.
Dalam karya tulis ini akan dilakukan pemeliharaan terhadap faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan imunisasi. Yaitu dari faktor predisposisi yaitu
pengetahuan, dan pengalaman dari faktor pendukung yaitu sikap bidan faktor
lingkungan yaitu dukungan keluarga.
2.6 Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pernyataan
penelitoan atau asumsi pernyataan tentang hubungan dua atau lebih variasi yang
diharapkan bisa menjawab suatu pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2000).
Hipotesa adalah jawaban sementara patokan duga dan dalil sementara yang
kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2002).
Dalam penelitian ini hipotesa yang dirumuskan adalah :
H1 : Ada pengaruh antara pengetahuan ibu dengan pelaksanaan imunisasi
H1 : Ada pengaru antara sikap bidan dengan pelaksanaan imunisasi.
H1 : Ada pengaru antara dukungan keluarga dengan pelaksanaan imunisasi