50
Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL EKONOMI LINGKUNGAN PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 2009

EKONOMI LINGKUNGAN

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDALPUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 2009

Citation preview

Page 1: EKONOMI LINGKUNGAN

Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL

EKONOMI LINGKUNGAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

2009

Page 2: EKONOMI LINGKUNGAN
Page 3: EKONOMI LINGKUNGAN

Bahan Ajar Pelatihan Penilaian AMDAL

EKONOMI LINGKUNGAN

Disclaimer

Bahan ajar ini merupakan bahan referensi lepas yang diharapkan dapat mendukung pelaksanaan Pelatihan Penilaian AMDAL. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap

mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku.

Page 4: EKONOMI LINGKUNGAN

iv

KATA PENGANTARBahan ajar ini dimaksudkan sebagai salah satu bahan pendukung dalam proses pembelajaran untuk Pelatihan Penilaian AMDAL yang diadakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup untuk membantu Pemerintah Daerah memenuhi persyaratan lisensi bagi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 06 Tahun 2008 tentang Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kabupaten/Kota.

Bahan ajar ini disusun atas kerjasama Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Negara Lingkungan Hidup dengan Asisten Deputi Urusan Pengkajian Dampak Lingkungan Kementrian Negara Lingkungan Hidup.

Bahan ajar ini disusun secara singkat dan sederhana agar mudah dipahami oleh peserta diklat, yaitu para penilai AMDAL, yang umumnya memiliki kemampuan beragam. Bahan ajar ini dapat dikembangkan oleh pengajar sesuai kebutuhan dengan tetap mengacu pada kaidah kurikulum dan peraturan yang berlaku. Bahan ajar ini masih perlu disempurnakan, karena itu saran dan kritik membangun untuk penyempurnaannya sangat diharapkan.

Maret, 2009

Penyusun

Page 5: EKONOMI LINGKUNGAN

v

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR KOTAK vi

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Deskripsi Singkat 1

1.3 Manfaat Modul Bagi Peserta 2

1.4 Tujuan Pembelajaran 2

1.4.1 Kompetensi Dasar 2

1.4.2 Indikator Keberhasilan 2

1.5 Materi Pokok 2

BAB II PENGANTAR EKONOMI LINGKUNGAN 3

2.1 Lingkungan Hidup 4

2.2 Tiga Fungsi Utama Lingkungan 5

2.3 Perkembangan Ilmu Ekonomi Lingkungan 6

2.4 Eksternalitas dan Biaya Eksternal 7

2.5 Biaya Lingkungan 8

BAB III PENGANTAR VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN 12

3.1 Pengertian 12

3.2 Manfaat Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan 12

3.3 Prinsip Dasar Pelaksanaan Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan 12

3.4 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan dan Pelaksanaan Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan 12

3.5 Konsep Nilai Ekonomi Total 13

3.6 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan terhadap Penggunaan Nilai Ekonomi Total 15

BAB IV TATA CARA VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN 14

4.1 Kapan Dilakukan Valuasi Ekonomi dalam AMDAL? 14

4.2 Langkah-Langkah Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan 18

BAB V METODE-METODE VALUASI EKONOMI 21

5.1 Metode dan Pendekatan 21

5.2 Contoh Pemilihan Metode Valuasi dalam Beberapa Studi 25

5.3 Transfer Manfaat (Benefi t Transfer) 27

Langkah 1. Pemilihan literatur 27

Langkah 2. Penyesuaian Nilai 27

Langkah 3. Menghitung Nilai Per Unit Waktu 27

Langkah 4. Menghitung Nilai Total Diskonto 28

BAB VI PENUTUP 29

Page 6: EKONOMI LINGKUNGAN

vi

6.1 Rangkuman 29

6.2 Evaluasi 29

DAFTAR PUSTAKA 31

LAMPIRAN-LAMPIRAN 33

Page 7: EKONOMI LINGKUNGAN

vii

DAFTAR TABELTabel 2. 1 Keberlanjutan dan Ekonomi 6

Tabel 2. 2 Lokasi dan Penilaian Barang dan Jasa Lingkungan 8

Tabel 5. 1 Relevansi Teknik dan Nilai Ekonomi 24

DAFTAR GAMBARGambar 2.1 Fungsi Biaya Lingkungan Hidup – Linier dan Tak Berkelanjutan 10

Gambar 2.2 Fungsi Biaya Lingkungan Hidup – Eksponensial 10

Gambar 3.1 Komponen-komponen Nilai Ekonomi Total 13

Gambar 4.1 Skema Umum Proses Penyusunan AMDAL 17

Gambar 4.2Penentuan Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan dalam Penyusunan ANDAL 18

Gambar 4.3 Rangkuman Langkah-langkah Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan dalam Penyusunan ANDAL 20

Gambar 5.1 Pemilihan Teknik Valuasi 27

DAFTAR KOTAKKOTAK 2. 1 Biaya Pencemaran 11

KOTAK 3.1. Penjelasan rinci Nilai Ekonomi Total (NET) 13

KOTAK 3.2. Penjelasan Beberapa Nilai Dalam Konsep Nilai Ekonomi 14

KOTAK 3.3. Limitasi Valuasi Ekonomi yang Perlu Diketahui 15

KOTAK 4.1. Langkah-langkah Pemilihan Teknik Untuk Valuasi Ekonomi 17

KOTAK 5.1Tipe-tipe Teknik yang Digunakan untuk Menilai Jenis-jenis Dampak Lingkungan Tertentu 23

KOTAK 5.2. Pemilihan Teknik 23

Page 8: EKONOMI LINGKUNGAN

viii

Page 9: EKONOMI LINGKUNGAN

1

1.1 LATAR BELAKANG

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) merupakan salah satu alat pengelolaan lingkungan hidup yang digunakan secara efektif di Indonesia. AMDAL mulai diatur secara resmi melalui Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 tentang AMDAL, kemudian diubah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999.

AMDAL merupakan alat bantu pengambilan keputusan yang digunakan oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota dalam menentukan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan suatu rencana usaha dan atau kegiatan. Untuk itu, kompetensi person yang memberikan masukan kepada pengambil keputusan perlu ditingkatkan dan distandardisasi, antara lain melalui pelatihan penilaian AMDAL. Modul ini merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mencapai tujuan tersebut.

Penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) dalam proyek-proyek pembangunan harus pula dilengkapi dengan penggunaan pendekatan ekonomi-kuantitatif. Hal ini untuk membantu pengambilan keputusan atas rencana proyek-proyek pembangunan yang berdampak penting, dimana pertimbangan ekonomi seringkali menjadi dasar utama. Namun mengingat kajian ekonomi untuk mengukur tingkat kesejahteraan didasarkan pada harga pasar yang berlaku, sementara faktor lingkungan tidak memiliki harga pasar, maka perlu ditentukan pendekatan perhitungan yang sesuai guna mengkuantifi kasi dampak lingkungan tersebut.

Salah satu teori dasar dalam Ilmu Ekonomi Lingkungan yang dikenal sebagai Nilai Ekonomi Total (NET/TEV: Total Economic Value) digunakan untuk memahami nilai sumber daya alam dan fungsi lingkungan, walaupun tidak mencakup seluruh nilai yang dimiliki oleh suatu lingkungan. NET ini umum digunakan untuk valuasi ekonomi dampak lingkungan dan akan digunakan dalam panduan ini, meski disadari pula adanya batasan-batasan dalam penggunaannya.

Modul Ekonomi Lingkungan merupakan salah satu modul yang terkait dengan Modul Prakiraan Dampak dan Modul Evaluasi Dampak, karena hasil perhitungan dari valuasi ekonomi dampak lingkungan dapat digunakan untuk melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam AMDAL.

1.2 DESKRIPSI SINGKAT

Modul ini menjelaskan ekonomi lingkungan dan valuasi ekonomi dampak lingkungan dalam AMDAL yang terdiri dari:

Pokok Bahasan Pertama, Pengantar Ekonomi Lingkungan1.

Pokok Bahasan Kedua, Pengantar Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan2.

Pokok Bahasan Ketiga, Tata Cara Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan3.

Pokok Bahasan Keempat, Metode-metode Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan4.

Modul ini disampaikan dalam 2 jam pelajaran/JP (1 JP @ 45 menit) dengan pembagian waktu 90% penjelasan dari instruktur/widyaiswara, 10% untuk diskusi.

Pokok Bahasan Pertama difokuskan pada pengertian lingkungan hidup, 3 fungsi utama lingkungan, perkembangan ilmu ekonomi lingkungan, eksternalitas dan biaya eksternal, dan biaya lingkungan hidup.

Pokok Bahasan Kedua difokuskan pada Pengertian valuasi ekonomi dampak lingkungan, manfaat valuasi ekonomi dampak lingkungan, prinsip dasar pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan dan pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan, konsep nilai ekonomi total, hal-hal yang perlu diperhatikan terhadap penggunaan nilai ekonomi total.

Pokok Bahasan Ketiga difokuskan pada kapan dilakukan valuasi ekonomi dalam AMDAL, dan langkah-langkah valuasi ekonomi dampak lingkungan dalam AMDAL.

BAB I. PENDAHULUAN

Page 10: EKONOMI LINGKUNGAN

2

Pokok Bahasan Keempat difokuskan pada metode dan pendekatan, contoh pemilihan metode valuasi dalam beberapa studi, dan transfer manfaat (benefi t transfer).

1.3 MANFAAT MODUL BAGI PESERTA

Manfaat modul ini bagi peserta adalah mengetahui:

Pengantar Ekonomi Lingkungan1.

Pengantar Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan2.

Tata Cara Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan3.

Metode-metode Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan4.

1.4 TUJUAN PEMBELAJARAN

1.4.1 KOMPETENSI DASAR

Setelah menyelesaikan seluruh modul ini peserta diharapkan dapat menjelaskan pengertian ekonomi lingkungan dan prinsip dasar valuasi ekonomi dampak lingkungan serta aplikasinya dalam penyusunan dokumen AMDAL.

1.4.2 INDIKATOR KEBERHASILAN

Kemampuan spesifi k yang harus dimiliki peserta setelah mempelajari modul ini adalah:

Mampu memahami konsep ekonomi lingkungana.

Mampu memahami konsep eksternalitas dan biaya eksternalitasb.

Mampu memahami konsep valuasi ekonomi dampk lingkunganc.

Mampu memahami konsep tata cara valuasi ekonomi dampk lingkungand.

Mampu memahami metode-metode valuasi ekonomi dampk lingkungane.

1.5 MATERI POKOK

Untuk mencapai kompetensi dasar di atas, peserta diharapkan mengkaji materi pokok berikut sebagai materi minimal, yaitu:

Pengantar Ekonomi Lingkungan1.

Pengantar Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan2.

Tata Cara Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan3.

Metode-metode Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan4.

Page 11: EKONOMI LINGKUNGAN

3

Meningkatnya kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup saat ini telah sampai pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan, sehingga mulai menyadarkan banyak pihak akan perlunya merubah orientasi dan paradigma pembangunan yang selama ini lebih mengandalkan pada keberadaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, serta lebih bertumpu pada pertumbuhan ekonomi tanpa memperhatikan aspek kelestarian dan peningkatan kesejahteraan. Dari perspektif pembangunan berkelanjutan, orientasi dan paradigma yang hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi semata, dipandang telah mengaburkan capaian kinerja dan bahkan esensi pembangunan itu sendiri.

Ironisnya bahwa perubahan orientasi dan paradigma pembangunan tersebut sampai saat ini belum berlangsung mulus. Adanya anggapan bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup tidak terbatas ketersediaannya, seringkali menyebabkan terjadinya pemborosan dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Hal ini disebabkan tidak dihargainya sumber daya alam secara memadai, sehingga walaupun kemudian SDA dan lingkungan hidup diberikan harga, namun seringkali harga tersebut jauh di bawah nilai yang sesungguhnya (under value). Dengan demikian, sumber daya alam dan lingkungan hidup sering kali dilupakan dalam berbagai kegiatan perekonomian, sementara instrumen harga selalu dijadikan sebagai salah satu faktor penting dalam pengambilan keputusan ekonomi. Di samping itu, dalam sebagian besar kasus, sumber daya alam dan lingkungan hidup lebih diperlakukan hanya sebagai faktor produksi dari kegiatan ekonomi saja, daripada sebagai asset yang diperhitungkan penyusutannya.

Untuk merubah orientasi dan paradigma yang lebih mengintegrasikan perekonomian dan lingkungan hidup, maka salah satu hal yang dianggap penting untuk dipertimbangkan adalah komponen nilai yang melekat pada berbagai komoditas sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dengan demikian, maka akan terjadi kesamaan bahasa antara bahasa ekonomi dan bahasa lingkungan dengan menggunakan nilai atau harga sebagai jembatan. Dengan adanya pemahaman bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup mempunyai nilai dan diperlakukan seperti barang ekonomi lainnya, maka diharapkan akan meningkatkan penghargaan dan kesadaran untuk menggunakannya secara efektif dan efi sien.

Apa dan bagaimana nilai dari sumber daya alam dan lingkungan hidup tersebut, secara ringkas diuraikan pada bagian ini. Nilai pasar sumber daya alam dan (jasa-jasa) lingkungan ditentukan berdasarkan pada harga yang disepakati untuk nilai gunanya. Akan tetapi, di dalam suatu mekanisme pasar, dampak negatif sebagai akibat dari pemanfaatan nilai guna tersebut biasanya tidak dihitung atau terhitung. Dampak negatif ini seringkali berada di luar mekanisme pasar, yaitu tidak masuk dalam pertimbangan para pelaku pasar sehingga tidak tercakup dalam nilai pasar (harga) yang digunakan untuk pengalokasian sumber daya alam dan lingkungan hidup. Eksternalitas tersebut terjadi karena tidak diperdulikannya dampak negatif yang muncul dan ketidakjelasan hak kepemilikan sumber daya alam lingkungan atau kurangnya pengawasan sehingga dampak negatif yang ada tetap sebagai eksternalitas. Ketimpangan yang terjadi ini dikategorikan sebagai kegagalan pasar. Dalam hal timbul keadaan di mana kebijakan dan peraturan pemerintah tidak dapat mengoreksi kegagalan tersebut, maka kegagalan tersebut dinamakan kegagalan pemerintah. Kegagalan pasar dan pemerintah merupakan penyebab utama turunnya kualitas dan keberadaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Dari perspektif kebijakan publik, kegagalan ini sangat penting untuk difahami sehingga langkah-langkah untuk melakukan koreksi dapat dikembangkan dan diterapkan.

Pertimbangan sosial dari sumber daya alam dan lingkungan hidup dicerminkan oleh nilai/harganya. Harga mencerminkan jumlah pengguna (baik perorangan maupun masyarakat) sumber daya alam dan lingkungan hidup yang diukur sebagai kemampuan untuk menukar manfaat yang didapat dari alternatif pemanfaatannya. Harga dari sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi seseorang adalah sama dengan nilai dari kesempatan yang hilang dari penggunaan sumber daya alam tersebut, atau merupakan biaya kehilangan kesempatan individu. Harga atau nilai sosial sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi masyarakat adalah setara dengan biaya dari kesempatan yang hilang bagi masyarakat tersebut secara keseluruhan, bukan hanya merupakan kehilangan bagi individu atau bagian dari masyarakat tersebut.

BAB II. PENGANTAR EKONOMI LINGKUNGAN

Page 12: EKONOMI LINGKUNGAN

4

Biaya kesempatan bagi suatu individu dan masyarakat sangat jarang sekali dibandingkan, karena apa yang dikorbankan seseorang bukan merupakan pengorbanan masyarakat. Terjadinya perbedaan antara biaya kesempatan sosial dan individu disebabkan oleh dua alasan utama. Pertama, bagi individu, ketersediaan sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah tidak terbatas. Maka defi nisi biaya kesempatan individu akan sama dengan nol, di mana seseorang dapat menggunakan sumber daya alam dan lingkungan hidup sebanyak mungkin tanpa dibatasi untuk penggunaan di masa yang akan datang. Dengan demikian, sumber daya alam dan lingkungan hidup dianggap tidak terbatas ketersediaannya bagi individu, seperti misalnya, kapasitas asimilasi yang dimiliki oleh laut. Di lain pihak, bagi masyarakat secara umum terdapat adanya biaya kesempatan positif, contohnya, pada saat semua orang di masyarakat membuang limbahnya ke laut, maka akan terlihat bahwa kapasitas asimilasi mempunyai keterbatasan. Dengan penjelasan sederhana dikatakan bahwa biaya atau ongkos kesempatan yang akan dikeluarkan oleh masyarakat akan sangat besar dibandingkan dengan biaya atau ongkos kesempatan yang dikeluarkan oleh individu.

Kedua, dapat pula terjadi bahwa ada biaya kesempatan yang harus atau akan dikeluarkan oleh individu akan tetapi secara agregat biaya ini lebih rendah dari nilai pasarnya. Keadaan ini akan berakibat kepada eksploitas yang berlebihan dari sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh individu dan menghasilkan suatu kehilangan pada kesejahteraan masyarakat. Hal ini terjadi terutama karena tidak mampunya pasar untuk memasukkan nilai kerusakan atau dampak negatif pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan.

Tantangan utama dari pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup adalah di mana individu bertindak secara rasional, meskipun keputusan individu ini sangat mungkin bukan merupakan hasil yang terbaik baik masyarakat. Perbedaan antara manfaat individu dan masyarakat sangat berhubungan dengan adanya kegagalan pasar dan pemerintah. Hal ini menunjukkan perlunya kebijakan yang sesuai dalam pengalokasian dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Kebijakan yang perlu untuk dikembangkan adalah kebijakan yang memperkecil perbedaan di antara manfaat individu dan masyarakat, termasuk distribusi di antara dan antar generasi.

Hal penting yang perlu dilakukan adalah mengembangkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dengan memperbaiki hubungan antara biaya individu dan masyarakat dari pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hidup, yang mengarah ke distribusi manfaat dan biaya dari degradasi sumber daya alam dan lingkungan hidup? Para perumus kebijakan membutuhkan informasi untuk dapat mengalokasikan sumber daya alam dan melindungi lingkungan hidup secara efektif. Untuk mewujudkan pilihan yang konsisten antara konservasi dan pembangunan atau keputusan yang harus diambil, melakukan penyesuaian atau tetap melaksanakan kegiatan yang berdampak negatif terhadap sistem alami, maka perlu dipersyaratkan penerapan metodologi evaluasi kelayakan untuk beberapa alternatif kegiatan. Suatu kerangka kerja evaluasi mensyaratkan adanya nilai-nilai yang digunakan oleh masyarakat agar mewakili kriteria yang konsisten.

Konsep yang menunjukkan bahwa nilai dari sumber daya alam dan lingkungan hidup yang mewakili biaya sosial, kesempatan yang hilang pada saat pemanfaatan suatu sumber daya dan lingkungan hidup merupakan konsep yang terdapat dalam teori ekonomi. Konsep nilai/harga secara jelas mewakili beberapa komoditas yang berbeda bagi individu-individu yang berbeda pula.

2.1 LINGKUNGAN HIDUP

Lingkungan hidup telah lama menjadi pusat perhatian para ekonom penganut paham klasik. Dengan kata lain, analisis ekonomi makro lingkungan oleh penganut paham neoklasik dan para ekonom beraliran modern dapat didefi nisikan seperti yang di gambarkan oleh Daly (1991), yaitu sebagai sebuah “kotak kosong”. Namun, ada beberapa pengecualian untuk gambaran tersebut. Sebuah analisis ilustratif terkini yang dikemukakan oleh Girma (1992) menunjukkan sebuah model ekonomi makro dengan lingkungan hidup sebagai bagian dari sektor ekonomi. Brandon dan Brandon (1992) meneliti hubungan antara pembangunan dan lingkungan hidup. Ahmad El Serafy dan Lutz (1990) dalam laporannya tentang lingkungan hidup menunjukkan bagaimana pendapatan nasional dapat dimodifi kasi untuk menempatkan peran lingkungan hidup dalam perekonomian.

Page 13: EKONOMI LINGKUNGAN

5

Namun begitu, perihal “kekosongan ekonomi makro” tetap berlaku. Contohnya, sebuah survey ringkas mengenai ekonomi lingkungan oleh Cropper dan Oates (1992) memaparkan sebuah kekhawatiran mengenai isu-isu analisis ekonomi makro lingkungan. Alasan dilupakannya elemen lingkungan hidup dalam analisis ekonomi makro menjadi jelas dalam pembahasan teori makro ekonomi oleh Marxsen (1992) dan Daly (1992). Hal ini karena para penganut neoklasik dan pengikutnya menolak kemungkinan adanya keterbatasan lingkungan hidup mengingat mereka sangat mempercayai teknologi dan peningkatan produktivitas secara terus menerus. Akan tetapi, inventarisasi permasalahan lingkungan hidup di seluruh dunia tampak semakin terus berkembang seperti misalnya menyurutnya Laut Aral, hilangnya oksigen di Laut Baltik, membesarnya lubang lapisan ozon, punah dan terancamnya beberapa spesies biologi, dan terus menyebarnya kabut asap di daerah perkotaan. Meningkatnya masalah lingkungan hidup menunjukkan adanya keterbatasan lingkungan hidup, dan kepercayaan terhadap teknologi yang dianggap mampu meningkatkan pendapatan mungkin merupakan sebuah kepercayaan yang ditempatkan secara salah. Hal tersebut dapat terjadi seperti yang dibuktikan dengan contoh oleh Costanza (1992) yang menyatakan bahwa arah teknologi dan investasi harus dialihkan untuk mengatasi keterbatasan lingkungan hidup, misalnya mengembalikan lingkungan yang rusak dan menjaga kualitas fungsi lingkungan hidup.

2.2 TIGA FUNGSI UTAMA LINGKUNGAN

Fungsi yang pertama adalah menyediakan sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharui, misalnya mineral dan minyak bumi yang terkandung di dalam bumi, sumber daya hutan, sumber daya air dan hasil tangkapan laut yang bukan merupakan budidaya manusia. Di samping berbagai sumber daya yang telah disebutkan, termasuk ke dalam fungsi ini adalah keindahan bentang alam dan pemandangan alam yang tidak secara langsung bernilai ekonomi, tetapi memberikan suatu fungsi yang lain yaitu memberikan perasaan damai atau tenang dengan nilai utilitas tersendiri. Fungsi kedua adalah sebagai sistem pendukung kehidupan (life support system), yaitu menjadi habitat bagi seluruh makhluk yang hidup, menyediakan udara yang dihirup setiap hari, menyediakan siklus hidrologi dan sebagainya. Fungsi yang ketiga adalah memberikan kapasitas asimilasi limbah. Disadari atau tidak manusia membuang limbah kembali ke lingkungan hidup setiap harinya. Limbah tersebut dapat berupa limbah rumah tangga, limbah industri, timbal dan gas karbon monoksida yang dibuang melalui asap kendaraan, dan lain sebagainya.

Hubungan antara ketiga fungsi di atas tidaklah sederhana bahkan satu dan lainnya saling terkait. Sebagai contoh, fungsi penyediaan sumber daya alam akan berjalan baik jika fungsi mengasimilasi limbah berjalan dengan baik. Jika limbah rumah tangga yang dibuang ke dalam ekosistem sungai sudah sedemikian banyak sehingga kapasitas sungai untuk menerima dan menguraikannya terlampaui, maka limbah tersebut tidak akan diuraikan atau dengan kata lain limbah tersebut akan tetap tinggal di sungai. Setiap limbah memiliki konsentrasi tertentu yang dapat diterima dan diuraikan oleh alam. Secara umum, semakin berbahaya suatu senyawa limbah, maka konsentrasi yang ditolerir oleh lingkungan hidup semakin kecil. Semakin banyak limbah atau senyawa sisa yang tertinggal di sungai maka akan semakin sukar ekosistem sungai untuk mempertahankan fungsi menyediakan sumber daya air bersih bagi manusia. Jadi, semakin banyak limbah industri dan limbah rumah tangga yang tidak terolah dan berbahaya yang dibuang ke sungai, maka ekosistem yang menerima limbah tersebut akan rusak dan fungsinya akan terganggu.

Demikian pula dengan fungsi kedua yaitu sistem pendukung kehidupan, jika mengeksploitasi sumber daya alam tidak dilakukan dengan cara yang berkelanjutan, maka banyak fungsi pendukung kehidupan yang akan hilang. Sebagai contoh adalah sumber daya hutan; penebangan kayu yang tidak mengikuti kaidah pengelolaan sumber daya hutan yang berkelanjutan akan menyebabkan hilangnya fungsi hutan dalam menjaga iklim mikro, mengatur siklus hidrologi, mengubah karbon dioksida menjadi oksigen dan mencegah erosi. Ironisnya, dari tiga fungsi utama lingkungan, hanya fungsi pertama yaitu sebagai penyedia sumber daya alam yang secara mudah dikenal. Hal ini dapat dimengerti karena fungsi ini memiliki fungsi ekonomi pula, atau dengan kata lain fungsi ini dapat dikuantifi kasi dalam bentuk harga. Kedua fungsi lainnya umumnya “tidak di kenal” karena selama ini kemampuan menguraikan limbah tidak dihargai, demikian juga dengan sistem pendukung kehidupan.

Page 14: EKONOMI LINGKUNGAN

6

2.3 PERKEMBANGAN ILMU EKONOMI LINGKUNGAN

Perkembangan ilmu ekonomi lingkungan sudah berlangsung sejak beberapa dekade terakhir, tepatnya sekitar akhir tahun 1960-an atau awal 1970-an. Namun, sejak abad ke 18 seorang ekonom dan pemikir yang bernama Malthus berteori bahwa pada saat ekonomi tumbuh dan populasi manusia meningkat, sumber daya alam akan mengalami pengurangan atau penipisan (scarcity)1. Pemikiran mengenai ilmu ekonomi lingkungan tidak hanya didasarkan atas pemikiran Malthus yang sederhana tersebut. Pendorong pertama berkembangnya ilmu ini adalah semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan dampak negatif suatu kegiatan ekonomi dan pembangunan, yang memberikan tekanan kepada para pengambil keputusan untuk memperhatikan pengaruh buruk yang mungkin timbul dari suatu rencana pembangunan. Hal kedua yang menjadi dasar perkembangan ilmu ekonomi lingkungan adalah kenyataan bahwa ekonomi bukanlah suatu unit atau entity yang terpisah dari lingkungan, atau dengan kata lain sistem ekonomi tidak dapat berfungsi tanpa dukungan sistem ekologi2 (Turner, dkk., 1994).

Beberapa pemikiran yang selalu timbul dalam perkembangan ilmu ekonomi ling kungan di antaranya adalah: bagaimana menilai dampak lingkungan secara ekono mi, apakah dampak ekonomi dari kualitas lingkungan yang menurun dan bagaimana merancang suatu insentif ekonomi untuk memperlambat atau bahkan menghentikan penurunan kualitas lingkungan. Akan tetapi, satu hal yang perlu dicatat sejak dini adalah bahwa ekonomi lingkungan bukan menekankan kepada uang, ekonomi lingkungan lebih memfokuskan diri kepada keseimbangan antara kualitas hidup manusia dan keberlanjutan sumber daya alam dan lingkungannya (Turner, dkk., 1994). Dua hal utama dalam analisis ekonomi yang berkenaan dengan kebijakan lingkungan adalah bagaimana menggunakan sumber daya alam secara efektif dan berkelanjutan serta cara apakah yang paling efi sien untuk mengurangi dampak buruk kegiatan ekonomi terhadap lingkungan hidup.Tabel 2.1 memperlihatkan beberapa faham yang dianut dalam mengkaitkan ekonomi, lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Tabel 2. 1 Keberlanjutan dan Ekonomi

1 Malthusian adalah suatu aliran pemikiran yang berkembang berdasarkan postulat ini bahwa pertumbuhan ekonomi dan populasi yang cepat tidak serta merta dibarengi dengan bertambahnya sumber daya alam. Pemikiran Malthus pula yang mendasari pemikiran Meadows, dkk, yang pada tahun 1972 menerbitkan buku yang fenomenal yaitu The Limits to Growth.2 Ekonomi lingkungan melihat sistem ekonomi sebagai sistem yang terbuka atau open system (ibid) yang berarti bahwa agar sistem ekonomi berjalan dengan baik, maka sistem ekonomi akan mengekstraksi atau menggunakan sumber daya alam dari lingkungannya, mengolahnya dan melepaskannya kembali dalam bentuk limbah ke lingkungannya.

Teknosentris Biosentris

Keberlanjutan yang sangat lemah

Keberlanjutan yang lemah

Keberlanjutan yang kuat

Keberlanjutan yang sangat kuat

Green Labels

Eksploitasi sumber daya alam, orientasi kepada pertumbuhan

Perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam

Pengawetan sumber daya alam

Pengawetan sumber daya alam yang ekstrim

Tipe ekonomi

Anti green economy, pendukung ekonomi bebas

Green economy, green market yang diatur oleh instrumen insentif ekonomi

Deep green economy, ekonomi yang sudah mapan yang diatur oleh standar ekonomi makro dan lingkungan dan damak lingkungan

Very deep green economy, sistem ekonomi yang sangat ketat diatur untuk membatasi pengambilan sumber daya alam

Page 15: EKONOMI LINGKUNGAN

7

Strategi

pengelolaan

Sasaran kebijakan ekonomi yang utama, memaksimal-kan per tumbuhan, partum buhan ekonomi dan perkembangan teknologi dipercaya dpt mengatasi permasalahan lingkungan

Pertumbuhan ekonomi yang dimodifi kasi, penerapan aturan-aturan pengelolaan yang berkelanjutan

Tidak ada pertumbuhan ekonomi atau zero economic growth dan juga tidak ada pertumbuhan populasi, terciptanya sistem ekonomi, sosial dan politik yang sehat

Penghentian atau tepatnya pengurangan skala pertumbuhan ekonomi dan populasi

Etika

Mendukung cara berpikir etika tradisional, menjunjung hak dan ke-pentingan manusia untuk maju

Cara berpikir etika yang lebih berkemba ng; mengakui mo tif atau kepentingan generasi saat ini dan mendatang dan ke lom pok yang kurang mampu

Cara berpikir etika yang jauh lebih ber kem bang; kepen tingan kelompok di atas individu atau segelintir orang, men jaga fungsi ekosistem

Menjunjung bioetika; moral yang tinggi dan pengakuan akan hak makh luk hidup selain manusia (yang elemen abiotik di alam)

Sumber: Turner, dkk. (1994)

Pemikiran yang sepertinya sederhana tersebut ternyata tidaklah mudah untuk diterjemahkan. Hal ini dikarenakan tidak semua fungsi lingkungan dapat dengan mudah diperoleh nilai ekonominya dan tidak semua harga yang diberikan terhadap suatu sumber daya mencerminkan nilai yang sesungguhnya. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, setidaknya ada tiga hal yang perlu dicatat, yang pertama adalah tidak adanya ‘harga pasar’ yang dapat secara cepat dan sederhana dipakai sebagai atribut suatu dampak lingkungan; misalnya, berapakah ‘harga’ yang dapat diberikan akibat menurunnya kualitas air sebagai dampak pembangunan suatu bendungan? Yang kedua adalah banyak atau setidaknya masih ada fungsi lingkungan yang dianggap sebagai barang bebas atau free goods; karena udara dapat dihirup dengan bebas, maka udara tidak memiliki harga dan akibatnya penurunan kualitas udara misalnya karena meningkatnya kadar karbon dioksida akibat penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) belum dilihat sebagai suatu kerugian ekonomi (economic loss). Dan yang ketiga adalah hampir semua sumber daya dihargai terlalu rendah (under value), misalnya suatu kawasan hutan hanya dihargai sebatas kayu yang dapat ditebang padahal nilai hutan sebagai pengatur iklim mikro atau hutan sebagai elemen penting dalam siklus hidrologi tidak dihargai.

Padahal jika dilihat lebih luas lagi, sebagai suatu sistem, kegiatan ekonomi memiliki pengaruh atau dipengaruhi oleh sistem lainnya. Contoh yang sederhana misalnya; air bersih akan semakin langka ketika pembangunan dengan cepat mengalihgunakan hutan menjadi peruntukan lainnya, atau sarana transportasi dan infrastruktur jalan yang memadai telah mempersingkat waktu dan jarak akan tetapi di saat yang bersamaan udara bersih sukar didapatkan. Adanya ecological and social limits atau batasan ekologis dan sosial suatu kegiatan ekonomi inilah yang sering dikutip oleh ahli ekonomi lingkungan untuk menjelaskan bahwa sistem ekonomi tidak dapat disederhanakan sebagai suatu fungsi peningkatan pendapatan semata. Di Amerika Serikat misalnya, 2 persen pendapatan nasional brutonya (GDP) dibelanjakan untuk mengendalikan dampak lingkungan – sedikit di bawah anggaran yang dikeluarkan untuk keperluan pertahanan dan militer (Botkin & Miller, 1995).

2.4 EKSTERNALITAS DAN BIAYA EKSTERNAL

Konsep externality atau eksternalitas perlu dipahami sejak awal untuk memudahkan pemahaman kita

Page 16: EKONOMI LINGKUNGAN

8

mengenai ekonomi lingkungan. Ada banyak defi nisi yang ditawarkan untuk menjelaskan eksternalitas, namun defi nisi yang sederhana dari eksternalitas adalah pengaruh sampingan (side eff ect) baik itu positif maupun negatif yang tidak dikehendaki yang mengenai atau diterima oleh pihak ketiga (Turner, dkk., 1994). Lebih jauh lagi dalam kaitannya dengan dampak lingkungan hidup, suatu dampak ikutan negatif yang spontan muncul akibat suatu kegiatan ekonomi dan pembangunan yang mengenai atau dialami oleh pihak ketiga dikenal dengan eksternalitas negatif atau biaya eksternal.

Permasalahan yang muncul dalam menilai eksternalitas dan biaya eksternal ini bukan semata-mata karena banyaknya environmental goods and services (barang dan jasa lingkungan) yang tidak diperjualbelikan di pasar seperti udara bersih, pemandangan indah dan ketenangan. Akan tetapi juga kenyataan bahwa barang dan jasa lingkungan memiliki atribut yang dikenal dengan joint consumption dan non-exclusion1. Contoh sederhananya adalah kita menghirup udara yang sama dengan udara yang dihirup oleh orang lain dan kita tidak dapat (atau tidak boleh) mencegah orang lain untuk tidak menghirup udara yang bersih seperti yang kita hirup. Sehingga nilai eksternalitas dan biaya eksternal ini adalah upaya untuk menilai barang dan jasa lingkungan dengan seolah-olah memperlaku kannya seperti barang atau jasa ekonomi.

Tabel 2. 2 Lokasi dan Penilaian Barang dan Jasa Lingkungan

Lokasi Barang dan Jasa

Di dalam (On-Site) Di luar (Off -Site)

Pe

nil

aia

n B

ara

ng

da

n J

asa

Lin

gk

un

ga

n

Memiliki Pasar (Marketed)

1

• Hasil hutan (kayu, rotan)

• Hasil ikan di ekosistem mangrove

• Pariwisata

2

• Limbah kayu yang diolah menjadi barang ekonomi lain seperti kerajinan

• Ikan yang ditangkap di luar kawasan hutan mangrove

Tidak Memiliki Pasar(Non-Marketed)

3

• Hasil hutan lainnya, seperti tanaman obat, keane ka ragaman hayati, dsb

• Spawning ground (tempat pemijahan)

• Keindahan alam

4

• Kegunaan lainnya, seperti iklim yang sejuk, udara bersih menjaga siklus hidro logi, pemecah ombak, menahan longsor, dsb.

Sumber: Setelah Hamilton and Snedakers dalam Dixon, dkk. (1986)

Meskipun demikian untuk menyederhanakan masalah ini, beberapa rekomendasi yang kerap muncul adalah bahwa kita harus dapat menentukan lokasi barang dan jasanya serta pendekatan penilaiannya. Melalui pendekatan ini, kesulitan menentukan variabel yang dapat dinilai dalam suatu proyek pembangunan atau ekonomi dapat diperkecil. Sedangkan, pendekatan penilaian yang dimaksud adalah memisahkan barang atau jasa yang mudah dihitung nilainya karena dapat ditemukan di pasar dan barang yang mempunyai suatu nilai akan tetapi tidak ada pasarnya (non –marketed). Lihat Tabel 2.2.

2.5 BIAYA LINGKUNGAN

Dari uraian di atas dan dilihat dari sudut pandang ekonomi, lingkungan hidup dapat dianggap sebagai kumpulan modal. Untuk membedakannya dari bentuk modal buatan manusia seperti mesin dan gedung, istilah “modal lingkungan hidup” sering digunakan. Seperti bentuk modal lainnya, modal lingkungan hidup menghasilkan arus jasa. Jasa ini berupa tiga macam fungsi yang saling berhubungan, yaitu penyediaan bahan baku, penyerap limbah, dan penyediaan berbagai fasilitas estetika.

1 Atribut ini diberikan umumnya untuk sumber daya alam atau fungsi lingkungan yang dipakai bersama, misalnya

udara, air sungai yang dipakai bersama dan pemandangan

Page 17: EKONOMI LINGKUNGAN

9

Sebagai penyerap limbah, lingkungan hidup mampu mengasimilasi limbah seraya memberikan jasa-jasa yang lain. Mengingat lingkungan hidup memiliki kapasitas yang terbatas untuk mengasimilasi limbah, jasa lingkungan hidup akan dihasilkan secara tidak terbatas hanya pada saat kapasitas asimilatif lingkungan hidup tidak terganggu. Akan tetapi, proses pertumbuhan ekonomi sudah pasti akan mempengaruhi kapasitas asimilatif lingkungan hidup. Akibatnya, masyarakat harus menanggung dua jenis biaya guna menjaga kapasitas lingkungan hidup. Pertama adalah biaya yang muncul untuk memperbaiki kerusakan dan unsur-unsur lingkungan hidup yang tidak berfungsi. Contoh jenis biaya restorasi lingkungan hidup (CER) adalah biaya detoksifi kasi tanah sebelum produksi dimulai, dan biaya pengangkatan alga sebelum air dapat dikonsumsi. Oleh sebab itu, CER dapat disamakan dengan biaya reinvestasi atau biaya penggantian modal. Jenis biaya yang kedua adalah biaya yang diarahkan untuk menjaga jasa lingkungan hidup. Selama periode tertentu, besarnya biaya pemeliharaan lingkungan hidup ini (CEM) kemungkinan relatif lebih rendah jika ada investasi CER yang dilakukan. Karenanya, jumlah total biaya lingkungan hidup (CE) yang timbul pada masa tertentu dapat dirumuskan sebagai berikut:

CE = CER + CEM (1)

Prinsip dasar akuntansi lingkungan hidup adalah bahwa kinerja ekonomi lebih baik dihitung dengan (NNP-CE) daripada hanya memperhitungkan dengan NNP (Net National Product) semata. Hal ini dikarenakan NNP tidak atau belum sepenuhnya mencerminkan degradasi lingkungan, sedangkan NNP-CE sudah memasukkan faktor hilangnya kemampuan dan pemeliharaan fungsi lingkungan.

Dalam hubungan antara CE dan pendapatan nasional (Y), secara rasional dapat dianggap bahwa peningkatan Y akan mempercepat peningkatan CE. Akan tetapi peningkatan Y hanya dapat terjadi sampai pada fase awal saja. Segala usaha untuk meningkatkan pendapatan Y melebihi ambang ini dapat mendorong biaya lingkungan CE menuju jumlah yang tidak terbatas. Hal ini disebabkan oleh hilangnya kapasitas asimilasi dan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi yang akan membawa dampak pada lingkungan hidup. Konseptualisasi CE ini akan menempatkan lingkungan hidup sebagai kategori sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Di samping itu, perlakuan terhadap lingkungan hidup sebagai sumber daya yang tidak dapat diperbaharui dapat diterima mengingat sistem sumber daya alam yang kompleks, dan kemampuan untuk menutupi kapasitas asimilatif sistem ini sudah pasti terbatas.

Jika diasumsikan hubungan antara CE dan Y sebagai CE = g(Y), maka hubungannya dapat ditunjukkan sebagai berikut:

CE = CER + ωY untuk (0<Y≤Yh), (ω>0) dan (2)

CE → ∞ untuk (Y>Yh) (3)

Dalam periode akuntansi2, Yh adalah batas maksimum output yang dapat dihasilkan. Ini adalah batas kapasitas asimilatif lingkungan hidup. Segala cara untuk meningkatkan pendapatan melebihi Yh akan menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang tidak dapat diperbaiki lagi dan karenanya CE menjadi tidak terhingga. Selanjutnya, dalam batas Yh mengikuti (2) di atas, ukuran CE ditentukan oleh kemampuan restorasi lingkungan hidup yang harus dilakukan pada awal periode; dan ω, yaitu tingkat di mana CE meningkat dengan satuan peningkatan pada Y. ω dapat dianggap sebagai nilai marjinal degradasi lingkungan hidup. Jadi ω = Δe/ΔY.

Misalkan Gambar 2.1. mewakili keadaan untuk masa akuntansi tertentu. Target output yang mungkin dihasilkan ditentukan oleh domain {Yd ≤ Y ≤ Yh}. Batas paling atas domain ini, yaitu Yh menandakan target pendapatan yang mampu memaksimalkan Y jika CE berlebihan. Akan tetapi, dari (3), Yh adalah juga tingkat pendapatan yang menghantarkan perekonomian ke ambang kerusakan lingkungan hidup. Kesulitan ini disebabkan oleh asumsi linier dan tak berkelanjutan yang dibuat untuk CE = f(Y) pada (2) dan (3). Karenanya, hubungan nonlinier seperti fungsi eksponensial lebih tepat. Meski demikian, fungsi linier dapat saja berguna, khususnya untuk pertimbangan bersama dalam model ekonomi makro linier.

2 Satu tahun anggaran

Page 18: EKONOMI LINGKUNGAN

10

Gambar 2. 1 Fungsi Biaya Lingkungan Hidup – Linier dan Tak Berkelanjutan

Perhatikan juga (7) bahwa Yh dapat menjadi positif hanya pada saat (λ<0) dan ⏐lnλ⏐ > ⏐lnCER⏐

Sekarang kita gunakan persamaan (6) dan (7) untuk menghitung faktor biaya lingkungan hidup λ, dengan informasi hipotetik sebagai berikut: CE = US$417 milyar, CER = US$42,3 milyar, dan Y = US$1.745 milyar.

Sekarang, perhatikan fungsi biaya eksponensial dalam bentuk berikut ini:

CE = CEReλΥ (4)

Pada (4), λ menunjukkan nilai gabungan biaya lingkungan hidup. Mengingat nilai khusus yang dimiliki oleh Y, maka ketika (CE → CER), (λ→ 0) nilai kenaikan CE dapat dikurangi dengan melakukan investasi untuk restorasi lingkungan hidup setuntas mungkin. Dari (4), λ dapat dirumuskan sebagai berikut:

λ = (lnCE – lnCER)/Y (5)

Pada gambar 2.1. yang menunjukkan fungsi eksponensial, dapat dilihat bahwa target yang mungkin dapat dicapai ditentukan oleh domain {Yd ≤ Y ≤ Yu}. Akan tetapi, pendapatan nasional dapat dimaksimalkan ketika Y = Yh. Selanjutnya, perhatikan bahwa dalam gambar tersebut, output dapat dicapai jika g(Y) dapat berpotongan pada garis 45° dan hal ini pada nantinya dapat terjadi jika (λY<1). Bisa juga, ketika (λY<1), fungsi biaya lingkungan hidup di atas garis 45° menunjukkan bahwa keadaan lingkungan hidup sedang terdegradasi secara parah. Nilai marjinal degradasi lingkungan hidup ditentukan oleh:

dCE/dY = CERλeλY (6)

Nilai maksimum pendapatan nasional, yaitu Yh dapat dicapai dengan menyamakan (6) yang juga adalah gradian g(Y) dengan 1, Jadi:

Yh = -(lnCER + lnλ)/λ (7)

Gambar 2. 2 Fungsi Biaya Lingkungan Hidup – Eksponensial

Page 19: EKONOMI LINGKUNGAN

11

Sejumlah asumsi yang sederhana tentunya kemudian dibuat. CE diasumsikan berasal dari biaya pencemaran, hilangnya lahan basah dan lahan pertanian, pengikisan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui lagi, dan kerusakan lingkungan hidup jangka panjang. CER diasumsikan hanya berasal dari biaya pencemaran dengan alasan bahwa biaya tersebut adalah investasi untuk pengendalian polusi. Dari asumsi-asumsi ini, nilai estimasi λ kurang lebih sama dengan 0,0013. Meskipun estimasi ini tidaklah konklusif, besar kemungkinan (λ<1) adalah bagi negara-negara yang telah mengambil tindakan tegas untuk melindungi lingkungan hidup.

Estimasi yang tepat untuk λ dan seluruh fungsi lingkungan hidup hanya dapat diperoleh dalam konteks sistem akuntansi lingkungan hidup yang dikembangkan dengan baik. Aspek empiris dari akuntansi lingkungan hidup ini dan estimasi fungsi biaya tidak dibahas di sini. Akan tetapi, kepentingan dan kegunaan fungsi biaya lingkungan hidup diperkuat lagi dalam diskusi konseptual yang menyertainya. Lihat pula kotak 2.1. mengenai penjelasan praktis biaya pencemaran.

KOTAK 2. 1 Biaya Pencemaran

Sumber: Botkin dan Keller (1995)

Page 20: EKONOMI LINGKUNGAN

12

3.1 PENGERTIAN

Valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah proses kuantifi kasi dan pemberian nilai (valuasi) ekonomi terhadap dampak lingkungan dalam bentuk moneter.

Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, maka valuasi ekonomi dampak lingkungan dilakukan setelah proses identifi kasi dan penapisan dampak, dimana valuasi ekonomi lebih ditujukan kepada dampak lingkungan yang bersifat penting yang dihasilkan dari suatu proses pelingkungan (Lihat Modul Pelingkupan).

3.2 MANFAAT VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Manfaat dari pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan dalam penyusunan AMDAL antara lain:

Dapat menggambarkan nilai suatu dampak lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan secara 1. lebih jelas dengan menyajikan kerugian lingkungannya;

Dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan penting atau tidaknya suatu dampak 2. lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan secara kuantitatif;

Dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan perlunya pengelolaan lingkungan untuk 3. menghindari kerugian ekonomi yang lebih besar sebagai dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan;

Dapat digunakan sebagai salah satu dasar yang jelas dan beralasan dalam menerima atau menolak 4. suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.

3.3 PRINSIP DASAR PELAKSANAAN VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah:

Dampak lingkungan yang divaluasi harus teridentifi kasi dan terkuantifi kasi secara jelas;1.

Dampak lingkungan yang divaluasi harus dikuantifi kasi sesuai penggunaannya dalam analisis 2. ekonomi maupun perhitungan;

Dampak lingkungan yang divaluasi harus memiliki hubungan yang langsung dan jelas sebagai 3. dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;

Dampak lingkungan yang divaluasi harus terpercaya (reliable).4.

3.4 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENGGUNAAN DAN PELAKSANAAN VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dan peringatan dalam penggunaan hasil valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah:

1. Dibutuhkan informasi yang cukup dan terpercaya (reliable) untuk menjelaskan segala sesuatu 1. yang berkaitan dengan nilai dampak tersebut;

Tidak semua dampak lingkungan dapat dinilai dengan tepat dan realistis. Apabila hal ini terjadi, 2. maka yang harus dilakukan adalah memberikan penjelasan terhadap dampak tersebut sejelas dan selengkap mungkin;

Nilai moneter yang digunakan untuk memperkirakan nilai dampak lingkungan harus mendekati 3.

BAB III. PENGANTAR VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Page 21: EKONOMI LINGKUNGAN

13

lengkap, yaitu termasuk komponen pasar dan non-pasar (sebagai contoh; komponen keuangan dan non-keuangan). Nilai moneter yang tidak lengkap (parsial) dapat menyebabkan distorsi dalam valuasi, kecuali ada suatu nilai yang dapat mewakili nilai-nilai lainnya.

3.5 KONSEP NILAI EKONOMI TOTAL

Ilmu ekonomi lingkungan telah mengembangkan apa yang dikenal sebagai Nilai Ekonomi Total (NET/TEV: Total Economic Value) untuk memahami nilai sumber daya alam dan fungsi lingkungan, walaupun tidak mencakup seluruh nilai yang dimiliki oleh suatu lingkungan. NET dibentuk dari dua bagian, yaitu nilai guna dan nilai non-guna (lihat penjelasan dalam KOTAK 3.1 dan KOTAK 3.2).

NET merupakan konsep yang sesuai untuk memperhitungkan manfaat dari peningkatan kualitas sumber daya alam yang merupakan barang publik/public goods (misalnya, upaya peningkatan kualitas air sungai) atau kerusakan yang ditimbulkan oleh proyek pembangunan sebagai dampak lingkungan (seperti, penurunan atau kerusakan ekosistem terumbu karang).

Gambar 3. 1 Komponen-komponen Nilai Ekonomi Total

Sumber: The United Nations University & The World Bank, 1995

Page 22: EKONOMI LINGKUNGAN

14

KOTAK 3.2. Penjelasan Beberapa Nilai Dalam Konsep Nilai Ekonomi

Nilai guna dari sumber daya alam dapat diperkirakan langsung dari konsumsi atau produksi, yaitu penentuan harga dalam transaksi pasar. Nilai guna ini dibayar oleh orang yang secara langsung menggunakan dan mendapatkan manfaat. Penebangan pohon kayu merupakan nilai guna dari hutan, juga pengambilan rotan. Mereka yang melihat dan menikmati pemandangan karang laut, baik langsung maupun tidak langsung, seperti melalui media cetak maupun elektronik, dapat dianggap sedang menggunakan dan mendapatkan nilai guna darinya. Nilai guna tidak langsung adalah nilai guna fungsi pendukung terhadap nilai guna langsung dari sumber daya alam yang berkaitan, seperti fungsi plasma nutfah dan fungsi asimilasi terhadap buangan manusia.

Nilai pilihan (masa datang) adalah nilai dari barang publik sebagai manfaat potensial yang dapat diambil. Hal ini merupakan preferensi untuk melindungi barang publik dari kemungkinan pemanfaatannya untuk masa yang akan datang. Apabila terdapat ketidakpastian yang behubungan dengan pemanfaatan yang akan datang berkaitan dengan ketersediaan akan adanya pasokan barang tersebut, maka nilai pilihan akan positif. Salah satu nilai pilihan spesifi k berhubungan dengan nilai dari informasi mengenai masa yang akan datang.

Nilai warisan, diperoleh dari dorongan untuk menjaga keberadaan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang berikutnya. Nilai warisan diperkirakan dari kepuasan memberikan sesuatu pada orang lain, dan harapan agar generasi mendatang dapat menggunakan sumber daya alam yang diwariskan. Nilai disini sangat berkaitan dengan konsep “penggunaan masa datang” dan/atau “pilihan agar orang lain yang menggunakan”.

Nilai keberadaan adalah bagian dari nilai guna yang sebetulnya tidak berhubungan dengan penggunaan SDA oleh manusia, baik untuk masa kini maupun mendatang. Nilai ini termasuk kepedulian akan keberadaan suatu objek sebagai mahluk. Salah satu contohnya adalah nilai yang diberikan terhadap keberadaan paus biru. Pada umumnya orang tidak akan memberi nilai/harga terhadap paus ini dengan harapan akan melihatnya atau memanfaatkannya (walaupun mereka mengetahui keberadaannya tersebut melalui foto atau fi lm), namun lebih karena keunikan keberadaannya.

Nilai warisan, diperoleh dari dorongan untuk menjaga keberadaan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan oleh generasi yang berikutnya. Nilai warisan diperkirakan dari kepuasan memberikan sesuatu pada orang lain, dan harapan agar generasi mendatang dapat menggunakan sumber daya alam yang diwariskan. Nilai disini sangat berkaitan dengan konsep “penggunaan masa datang” dan/atau “pilihan agar orang lain yang menggunakan”.

Nilai keberadaan adalah bagian dari nilai guna yang sebetulnya tidak berhubungan dengan penggunaan SDA oleh manusia, baik untuk masa kini maupun mendatang. Nilai ini termasuk kepedulian akan keberadaan suatu objek sebagai mahluk. Salah satu contohnya adalah nilai yang diberikan terhadap keberadaan paus biru. Pada umumnya orang tidak akan memberi nilai/harga terhadap paus ini dengan harapan akan melihatnya atau memanfaatkannya (walaupun mereka mengetahui keberadaannya tersebut melalui foto atau fi lm), namun lebih karena keunikan keberadaannya.

Kegunaan merupakan salah satu alasan mengapa mereka mempunyai nilai keberadaan. Orang bersedia untuk mengeluarkan sejumlah uang untuk melindungi suatu habitat tanpa memperdulikan apa yang tinggal di dalam habitat tersebut, baik itu manusia, fl ora maupun fauna. Alasan kedua adalah adanya pemikiran bahwa makhluk hidup lain juga mempunyai hak untuk hidup layak, sehingga manusia merasa bertanggung jawab untuk memelihara keberadaannya, karena tanpa upaya itu sumber daya tersebut dapat habis atau punah. Alasan ketiga, adalah adanya kesadaran bahwa melindungi lingkungan dan bumi merupakan tanggung jawab manusia agar bumi tetap dapat mendukung kehidupannya secara berkelanjutan.

Disadur dari: The United Nations University & The World Bank, 1995

Page 23: EKONOMI LINGKUNGAN

15

3.6 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN TERHADAP PENGGUNAAN NILAI EKONOMI TOTAL

Pelaksana valuasi ekonomi dampak lingkungan harus menyadari bahwa penggunaan Nilai Ekonomi Total (NET) memberikan dasar kerangka kerja konseptual dalam memperkirakan nilai suatu dampak lingkungan. Namun, harus disadari bahwa hasil akhir proses dengan menggunakan konsep NET mungkin tidak berhasil memberikan nilai ekonomi total terhadap dampak lingkungan yang divaluasi. Beberapa kelemahan dari NET yang telah teridentifi kasi antara lain:

Rendahnya pengakuan terhadap pentingnya penggunaan nilai-nilai lokal dan pendekatan yang 1. mempertimbangkan persepsi/perspektif lokal (account registers) sehingga NETnya belum tentu konsisten;

Adanya kesulitan dalam perhitungan terhadap dampak ekonomi yang besar atau dampak-dampak 2. turunan (multiplier eff ects) dalam bidang ekonomi;

Adanya kesulitan dalam melakukan identifi kasi dan penilaian SDA dalam kaitannya dengan evaluasi 3. dampak lingkungan.

Sampai saat ini beberapa kerangka kerja sedang dikembangkan untuk menjawab isu-isu di atas, namun konsep NET masih tetap digunakan secara luas dalam valuasi ekonomi dampak lingkungan.

KOTAK 3.3. Limitasi Valuasi Ekonomi yang Perlu Diketahui

Berdasarkan pengalaman, terdapat beberapa limitasi dalam valuasi ekonomi dampak lingkungan yang menyebabkan proses valuasi tidak sesuai dengan nilai sumber daya alam dan jasa lingkungan sebenarnya (under value estimation).

Limitasi tersebut adalah:

1. Persoalan Etika

Dalam berbagai hal tertentu, mengubah seluruh manfaat dan biaya lingkungan menjadi nilai moneter tidaklah senantiasa layak atau diinginkan. Beberapa manfaat dan biaya kemungkinan sulit diidentifi kasi karena lemahnya pengetahuan tentang ekosistem. Manfaat suatu sumber daya lingkungan bagi masyarakat sangatlah kompleks untuk dicakup oleh suatu nilai uang, dan upaya memberikan nilai moneter terhadap lingkungan merupakan penyederhanaan terhadap pentingnya lingkungan. Demikian pula halnya dengan kemungkinan hilangnya informasi dalam proses penafsiran manfaat-manfaat yang berbeda dari suatu sumber daya lingkungan ke dalam suatu nilai moneter. Sebagai contoh, pemberian nilai moneter terhadap nilai kehidupan merupakan hal yang masih kontroversial.

Beberapa batasan moral dalam valuasi ekonomi lingkungan antara lain:

Norma (aturan) dan nilai (ukuran) terhadap suatu keadilan dan moralitas yang berlaku tergantung • pada tingkat perkembangan sosial, budaya, ekonomi, pendidikan dan gaya hidup masyarakat.

Kebanyakan studi ekonomi mengasumsikan nilai-nilai yang diberikan pada komoditi dan jasa yang disediakan oleh suatu sumber daya alam lebih didasarkan pada ukuran-ukuran konvensional (ethic view) dan kurang mempertimbangkan pandangan masyarakat (emic view)

Sebagai contoh, nilai ekonomi hutan menurut pandangan ethic view antara lain diukur dari kubikasi dan jenis kayu, sedangkan berdasarkan pandangan masyarakat subsisten, hutan bernilai ekonomis jika terjaga keutuhannya. Hal tersebut disebabkan bahwa pada kondisi hutan yang utuh dapat ditemukan berbagai sumber daya seperti rotan, damar, madu dan obat-obatan yang berkelanjutan dan nilainya jauh lebih besar dari sekedar nilai kayu. Belum termasuk nilai hutan berdasarkan fungsi sosial, seperti tempat pelaksanaan berbagai ritual.

Nilai suatu sumber daya menurut ethic view berbeda secara signifi kan terhadap emic view dan bahkan seringkali pandangan emic view sangat relatif dan sulit diukur secara kuantitatif

Page 24: EKONOMI LINGKUNGAN

16

Setiap proses valuasi mengimplikasikan bahwa nilai tambah suatu sumber daya alam hanya bersifat • relatif dan tidak mutlak. Penilaian seperti ini tentunya tidak mewakili masyarakat keseluruhan.

Bagi sebagian masyarakat, kerusakan sumber daya lingkungan tidak bisa dikompensasikan dalam bentuk uang

Nilai-nilai siapakah yang harus dihitung? Apakah hanya mempertimbangkan nilai-nilai manusia, • nilai-nilai Indonesia atau nilai-nilai generasi sekarang saja?

Proses valuasi yang sempurna sekalipun, karena didasarkan pada pilihan-pilihan masyarakat saat ini, tetap tidak bisa memberikan indikasi apapun mengenai pilihan masyarakat di masa yang akan datang.

Pilihan ekonomi individu tidak selalu merupakan pilihan yang berciri moral atau tepat berdasarkan • sudut pandang masyarakat.

Penilaian moneter biasanya merupakan bagian dari penilaian yang diambil dalam kerangka • manfaat-biaya. Analisis manfaat-biaya terfokus pada efi siensi dalam cara ekonomi yang sempit dan tidak mengatasi berbagai persoalan keadilan sosial atau perhatian sosial lainnya.

2. Persoalan Teknis

Meskipun ada berbagai kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan ilmu ekonomi, tetap masih ada sejumlah persoalan teknis yang tidak terpecahkan dengan penilaian moneter, antara lain:

Informasi moneter yang diminta biasanya terhadap hal-hal yang sifatnya kompleks dan masih • kurang difahami, seperti nilai jasa lingkungan (ecological services).

Distorsi pasar (market distortions) karena beragam bentuk campur tangan pemerintah. Sebagai • contoh, tarif suku cadang untuk traktor impor dan untuk traktor itu sendiri menyebabkan harga pasarnya berbeda dari nilai sejatinya.

Seperti kebanyakan informasi kuantitatif lainnya, nilai rupiah hanyalah suatu nilai perkiraan pada • satu waktu tertentu. Pergeseran sikap sosial, informasi dan penurunan suatu sumber daya alam, dapat menyebabkan perubahan-perubahan dalam valuasi.

Beberapa faktor selain persoalan etika dan teknis di atas yang menjadi batasan (limitasi) dalam valuasi ekonomi terhadap suatu sumber daya lingkungan tertentu antara lain:

Subyektifi tas aplikasi teknik-teknik valuasi. Meskipun ada berbagai pengembangan dalam • teknik-teknik valuasi, tetapi aplikasi keseluruhannya masih tergantung pada penilaian individu profesional (professional judgement).

Nilai-nilai mendatang (future value) tidak akan pernah bisa diketahui secara pasti. Untuk • itu, diperlukan aturan tambahan dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi resiko ketidakpastian. Sebagai contoh, aturan menjaga jumlah cadangan pada standar minimum keamanan dan memelihara stok terkini sumber daya alam merupakan hal penting bagi setiap keputusan yang tidak bisa ditarik kembali.

Manfaat yang diperoleh dari nilai lingkungan non-pasar harus dibandingkan dan dinilai terhadap • biaya dan kelayakan untuk memperolehnya, namun karena tidak adanya jaminan kesesuaian nilai, maka diperlukan riset untuk mendapatkan perkiraan yang mendekati.

Nilai ekonomi dan analisis manfaat-biaya tidak bisa menjadi satu-satunya input bagi pengambilan • keputusan. Informasi tentang keadilan, kepentingan budaya dan sosial adalah input penting, sedangkan pertimbangan politik memiliki pengaruh kuat pada pengambilan keputusan.

Berbagai batasan yang dijelaskan di atas merupakan rambu-rambu dalam pelaksanaan maupun pemanfaatan hasil valuasi ekonomi dampak lingkungan. Untuk mengatasi beberapa batasan etika dan teknis di atas dapat dilakukan dengan antara lain: (1) Menggunakan data-data yang representatif, yaitu punya keterwakilan dari berbagai kelompok masyarakat, (2) Memiliki informasi sosial dan ekonomi yang lengkap, dan (3) Memiliki nilai/tingkat diskonto yang mencerminkan nilai sosial (social interest).

Disadur dari: Anonim, 2001

Page 25: EKONOMI LINGKUNGAN

17

4.1 KAPAN DILAKUKAN VALUASI EKONOMI DALAM AMDAL?

Secara singkat, proses AMDAL sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) terdiri atas:

Proses Penapisan Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Wajib AMDAL.1.

Penentuan lingkup dan kedalaman studi ANDAL melalui pelingkupan dampak dalam penyusunan 2. Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA ANDAL)

Telaah secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan 3. melalui tahapan-tahapan:

a.identifi kasi dampak,

b. prakiraan dampak, dan

c. evaluasi dampak

dalam Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)

Perumusan upaya-upaya pengelolaan lingkungan melalui penanganan dampak penting berdasarkan 4. hasil studi ANDAL dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)

Perumusan upaya-upaya pemantauan lingkungan terhadap upaya-upaya pengelolaan yang akan 5. dilaksanakan dalam Penyusunan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

Gambar 4. 1 Skema Umum Proses Penyusunan AMDAL

BAB IV. TATA CARA VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Valuasi ekonomi dampak lingkungan akan memberikan perhitungan nilai moneter terhadap dampak lingkungan yang diprakirakan akan timbul. Hasil perhitungan tersebut akan menjadi dasar bagi penentuan nilai penting suatu dampak pada tahap evaluasi dampak penting.

Valuasi ekonomi juga berperan penting dalam memberikan alasan/penjelasan pada saat dilakukan evaluasi dampak penting secara holistik.

Berkaitan dengan rangkaian proses AMDAL, valuasi terletak pada tahap penyusunan ANDAL. Dalam Gambar 4.2 dibawah, terlihat kedudukan proses valuasi ekonomi dampak lingkungan dalam studi ANDAL.

Page 26: EKONOMI LINGKUNGAN

18

Gambar 4. 2 Penentuan Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan dalam Penyusunan ANDAL

Keterangan:

Membantu proses penentuan nilai penting dan besaran dampak1.

Membantu/menjelaskan gambaran dampak penting yang akan terjadi secara holistik2.

4.2 LANGKAH-LANGKAH VALUASI EKONOMI DAMPAK LINGKUNGAN

Persyaratan utama valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah apakah dampak-dampak tersebut dapat divaluasi serta bagaimana akan diarahkan dalam valuasi ekonomi. Dalam langkah-langkah berikut ini akan didapatkan bahwa mungkin tidak seluruh dampak penting dapat dimonetasi sehingga perlu dijelaskan secara kualitatif, sementara dampak penting lainnya dapat dikuantifi kasi dan diberi nilai (divaluasi).

Kegiatan dibawah ini dapat dilakukan pada tahap prakiraan dampak (proses 1 dalam Gb. 4.2) dan evaluasi dampak (proses 2 dalam Gb. 3.2)

Langkah 1: Tentukan, apakah dampak penting dapat dinilai secara kuantitatif?

Langkah ini mempertimbangkan adanya kemungkinan keterbatasan data dan informasi untuk melakukan valuasi kuantitatif suatu dampak potensial.

Apabila jawaban dari pertanyaan di atas adalah YA, maka lakukan penilaian kuantitatif atau valuasi • ekonomi terhadap dampak tersebut dengan menggunakan metode-metode yang sesuai untuk masing-masing dampak (lanjut ke Langkah 2).

Apabila jawabannya TIDAK, maka lakukan penilaian kualitatif dan siapkan penjelasan yang rasional • kenapa dampak tersebut tidak dapat dikuantifi kasi atau dimonetasi. Hasilnya langsung dimasukkan dalam tahap evaluasi dampak.

Langkah 2: Tentukan metode pendekatan dan teknik valuasi yang akan digunakan.

Langkah ini adalah melakukan pemilihan metode pendekatan dan teknik valuasi yang disesuaikan dengan karakteristik dampak penting yang akan divaluasi. Bab IV panduan ini dapat dirujuk untuk mendapatkan

Page 27: EKONOMI LINGKUNGAN

19

contoh pemilihan metode pendekatan dan tekniknya.

Langkah 3: Lakukan pengumpulan data sesuai metode pendekatan dan teknik yang dipilih.

Dengan memperhatikan metode pengumpulan data yang telah dipilih pada langkah 2, dilakukan pengumpulan data untuk valuasi. Data sebaiknya berupa data primer (data lapangan). Pada proses pengumpulan data, perlu diperhatikan beberapa hal berikut:

(1) Keterwakilan yang pasti, jelas dan lengkap dari berbagai kelompok masyarakat untuk mendapatkan data yang representatif;

(1) Kelengkapan informasi sosial dan ekonomi;

(2) Keberadaan tingkat diskonto (discount rate) yang mencerminkan nilai dan kepentingan sosial (social interest). Biasanya digunakan tingkat bunga diskonto tertentu yang mencerminkan tingkat bunga riil atau tingkat bunga sosial.

Langkah 4: Lakukan valuasi ekonomi dampak lingkungan

Langkah ini adalah melakukan valuasi ekonomi dampak lingkungan sesuai dengan metode pendekatan dan teknik yang telah ditentukan, berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan.

KOTAK 4.1. Langkah-langkah Pemilihan Teknik Untuk Valuasi Ekonomi

Pada dasarnya terdapat 3 tahap dalam memilih metode pendekatan dan teknik valuasi ekonomi dampak lingkungan.

Tahap Pertama

Metode dan pendekatan harus dipilih, sehingga sudut pandang penilaian ekonomi dapat didefi nisikan terlebih dahulu.

Tahap Kedua

Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode dan teknik valuasi, yaitu:

Mengidentifi kasi tipe ekosistem; berguna untuk memilih metode pendekatan•

Membuat daftar nilai ekosistem; berguna untuk mengetahui nilai-nilai dasar SDA yang akan • digunakan

Membuat peringkat derajat kepentingan nilai ekosistem; berguna untuk memperjelas • asumsi valuasi

Mendefi nisikan kebutuhan informasi lainnya.•

Tahap Ketiga

Ada 3 kegiatan yang dilakukan yaitu:

Menentukan kendala-kendala sumber daya,•

Memilih Metode Pengumpulan Data, dan•

Memilih metode dan teknik valuasi.•

Dijelaskan lebih lanjut dalam Bab IV

Sumber: BAPEDAL – PAU Studi Ekonomi UI, 1999

Page 28: EKONOMI LINGKUNGAN

20

Gambar 4. 3 Rangkuman Langkah-langkah Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan dalam Penyusunan ANDAL

Page 29: EKONOMI LINGKUNGAN

21

5.1 METODE DAN PENDEKATAN

Dalam melakukan valuasi ekonomi dampak lingkungan, dapat digunakan berbagai metode atau pendekatan beserta teknik-teknik yang telah dikenal, baik dengan menggunakan data primer atau sekunder.

Data primer adalah data yang dihimpun langsung dari responden/masyarakat melalui suatu penelitian/survei. Penggunaan data primer dalam valuasi ekonomi dampak lingkungan biasanya terbentur pada keterbatasan dana, sumber daya manusia dan waktu sehingga kerap digantikan dengan data sekunder.

Data sekunder adalah data valuasi yang lebih didasarkan pada data-data dari penelitian primer sebelumnya yang disesuaikan nilainya dengan kondisi dampak yang divaluasi, lokasi dan waktu. Pendekatan menggunakan data sekunder lebih dikenal sebagai Transfer Manfaat (Benefi t Transfer). Jadi, Transfer Manfaat sebenarnya bukanlah suatu metodologi, tetapi lebih sebagai penggunaan hasil-hasil penelitian yang telah ada. Apabila penggunaan data primer tidak bisa digunakan, maka Transfer Manfaat menjadi pilihan strategis. Penjelasan lebih lanjut akan diuraikan dalam Sub-bab 5.3.

Beberapa pendekatan dan teknik yang umum digunakan untuk valuasi sumber daya alam dan dampak lingkungan antara lain:

1. Pendekatan-pendekatan Nilai Pasar (Market Value Approaches)

Perubahan lingkungan dapat merubah aktivitas ekonomi, sehingga akan merubah pendapatan dalam bentuk uang (monetary revenues) dan biaya berbagai aktivitas. Perubahan pendapatan dan biaya ini dapat difahami sebagai suatu nilai akibat perubahan lingkungan.

Teknik Perubahan Produktivitas (change in productivity technique)a.

Nilai suatu perubahan lingkungan dapat diperoleh dari perubahan nilai output suatu proses produksi.

Teknik Perubahan Pendapatan (change in income technique)b.

Pada kondisi terlihatnya kaitan langsung antara dampak lingkungan, kesehatan dan pendapatan (income), dampak lingkungan dapat dihitung sebagai perubahan pendapatan (income).

Teknik Biaya Pergantian (replacement cost technique)c.

Perhitungan kemauan untuk membayar (Willingness To Pay, WTP)/ mengeluarkan biaya dan terus menerima manfaat atasnya. Pendekatan ini menggunakan pengeluaran (expenditure) untuk mengganti suatu sumber daya lingkungan atau barang-jasa buatan manusia atau aset.

Teknik Pengeluaran Preventif (preventive expenditure technique)d.

Pengeluaran untuk mencegah kerusakan terhadap lingkungan sehingga tetap pada tingkat kualitas/manfaat tertentu. Diketahui bahwa seringkali pengeluaran tersebut jumlahnya lebih rendah daripada manfaat yang diterima dari lingkungan.

Teknik Biaya Relokasi (relocation cost technique)e.

Pengeluaran untuk memindahkan suatu kegiatan untuk mempertahankan tingkat kualitas/manfaat yang ada.

2. Pendekatan Pasar Proksi (Surrogate Market Approaches)

Pasar terkait digunakan untuk mendapatkan prakiraan biaya dan pendapatan. Pasar proksi adalah pasar “substitusi” yang digunakan untuk mendekati kondisi pasar sebenarnya yang tidak dapat terlaksana karena berbagai keterbatasan.

Teknik Biaya Perjalanan (travel cost technique)a.

Biaya perjalanan digunakan sebagai pengganti harga yang harus dibayar untuk penggunaan suatu sumber daya lingkungan yang dihitung dari surplus konsumen.

BAB V. METODE-METODE VALUASI EKONOMI

Page 30: EKONOMI LINGKUNGAN

22

Teknik Nilai Properti (property value technique)b.

Perubahan nilai suatu barang yang memiliki atribut lingkungan disebabkan oleh perubahan kualitas atribut lingkungan tersebut.

Teknik Perbedaan Upah (wage diff erential technique)c.

Saat upah untuk pekerjaan yang serupa dapat dikaitkan dengan suatu lingkungan tertentu, maka perubahan kualitas lingkungan dapat dinilai sebagai perbedaan upah.

Teknik Barang Proksi (proxy good technique)d.

Barang, jasa atau sumber daya yang memiliki harga pasar dapat menjadi substitusi/pengganti untuk efek lingkungan tertentu yang tidak bisa dihargai (unpriced).

3. Pendekatan Pasar Simulasi (Simulated Market Approaches)

Pasar hipotetik digunakan untuk mendapatkan prakiraan biaya dan pendapatan (revenues).

Penilaian Kontingensi (contingent valuation)a.

Nilai barang atau jasa lingkungan dapat ditentukan dengan menanyakan setiap individu yang terkena dampak, berapa besar kemauan mereka untuk membayar (Willingness To Pay, WTP) untuk mempertahankan tingkat kualitas/manfaat tertentu, atau berapa besar kemauan mereka untuk menerima biaya pengganti (compensation) untuk penurunan tingkat kualitas/manfaat tertentu.

Permainan Pertukaran (trade-off game)b.

Responden diminta memilih antara dua pilihan yang memiliki keluaran (outcomes) berbeda, dimana salahsatu keluaran adalah moneter.

Peringkat Kontingensi dan Tingkat Kontingensi (contingent ranking and contingent rating)c.

Responden diminta untuk memberikan peringkat (rank) beberapa alternatif sesuai preferensi mereka. Beberapa alternatif tersebut termasuk efek/dampak lingkungan tertentu, pengganti (substitutes) terhadap efek/dampak dan beberapa barang dengan harga uang yang berfungsi sebagai ambang batas (threshold).

Teknik Evaluator Prioritas (priority evaluator technique)d.

Responden diberikan satu set barang untuk dibeli, termasuk efek/dampak lingkungan tertentu, penggantinya dan barang pasar yang semuanya memiliki harga. Dengan menggunakan anggaran belanja (budget) hipotetik, responden diminta untuk menggunakan anggaran belanja tersebut untuk membeli barang-barang yang mereka sukai di atas, dengan harga yang diturunkan dari preferensi.

Selain metode pendekatan dan teknik yang dijelaskan di atas, beberapa teknik lain yang dapat pula digunakan dalam valuasi ekonomi dampak lingkungan antara lain:

Pendekatan Nilai Lahan (Land-value Approach)•

Pendekatan Sumber Daya Manusia (Human Capital Approach)•

Kehilangan Pendapatan (Loss of Earnings)•

Biaya Kesehatan (Medical Cost)•

Pembayaran Pengganti Kerugian (Compensation Payments)•

Biaya Bayangan Proyek (Project Shadow Cost)•

Analisis Efektivitas Biaya (Cost Eff ective Analysis), dll.•

Page 31: EKONOMI LINGKUNGAN

23

Page 32: EKONOMI LINGKUNGAN

24

Tabe

l 5. 1

Rel

evan

si Te

knik

dan

Nila

i Eko

nom

i

Page 33: EKONOMI LINGKUNGAN

25

5.2 CONTOH PEMILIHAN METODE VALUASI DALAM BEBERAPA STUDI

Pemilihan metode tertentu dalam proses valuasi ekonomi dampak lingkungan sangat bergantung kepada keadaan dan ketersediaan data. Sebagai contoh, hilangnya suatu habitat dapat divaluasi dengan beberapa pendekatan/metode, bergantung pada kondisi spesifi k dari habitat tersebut.

Gambar 5.1. memberikan salah satu ilustrasi bagaimana melakukan pemilihan teknik dalam pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan. Contoh, kegiatan di bidang kehutanan akan memberikan hasil yang sifatnya ekstraktif dari kayu, produk hutan lainnya seperti buah-buahan, tanaman obat, jamur serta dari kegiatan berburu dan memancing. Pengambilan hasil hutan yang sifatnya ekstraktif tersebut, dan merupakan nilai guna langsung dari suatu hutan, akan menyebabkan terjadinya perubahan tingkat produksi yang dapat dihitung. Karena kayu, buah-buahan, tanaman obat, jamur maupun hasil berburu dan memancing memiliki harga pasar, maka dalam pelaksanaan valuasinya dapat menggunakan teknik-teknik yang didasarkan pada pendekatan nilai pasar (Market Value Approaches) seperti teknik perubahan produktivitas (change in productivity technique).

Namun, untuk fungsi hutan yang non-ekstraktif atau menyediakan jasa lingkungan seperti pengendali banjir, tempat berbagai kegiatan rekreasi, penelitian, penyerap karbon (carbon sink) dan lain-lain, tentunya tidak tepat menggunakan pendekatan nilai pasar karena berbagai hal tersebut tidak memiliki harga pasar. Rusak atau hilangnya fungsi-fungsi hutan tersebut sebagai akibat dari perubahan kualitas lingkungan hutan dapat dihitung (divaluasi) menggunakan berbagai pendekatan dan teknik. Contoh, nilai hilangnya fungsi hutan sebagai tempat rekreasi dapat dihitung mengunakan teknik biaya perjalanan (travel cost technique) atau teknik valuasi kontingensi (contingent valuation technique). Fungsi-fungsi hutan lainnya dapat menggunakan berbagai metode pendekatan maupun teknik valuasi lainnya.

Page 34: EKONOMI LINGKUNGAN

26

Gam

bar 5

. 1 P

emili

han

Tekn

ik V

alua

si

Sum

ber:

Envi

ronm

ent D

epar

tmen

t – T

he W

orld

Ban

k, 1

998

Page 35: EKONOMI LINGKUNGAN

27

5.3 TRANSFER MANFAAT (BENEFIT TRANSFER)

Pendekatan valuasi yang menggunakan data sekunder dikenal sebagai Transfer Manfaat. Transfer Manfaat sebenarnya bukanlah suatu metodologi, tetapi lebih sebagai penggunaan hasil-hasil penelitian yang telah ada. Penggunaan transfer manfaat dalam valuasi ekonomi dampak lingkungan merupakan pilihan paling akhir, yaitu apabila penggunaan metode-metode yang ada tidak dapat dilakukan serta data primer tidak tersedia.

LANGKAH-LANGKAH UNTUK PENERAPAN TEKNIK VALUASI DENGAN TRANSFER MANFAAT

Langkah 1. Pemilihan literatur

Banyak literatur yang dapat digunakan untuk memperoleh nilai valuasi, yaitu mengestimasi kerusakan maupun manfaat dari dampak lingkungan yang terjadi. Cara demikian sangat berguna dalam melakukan survei dampak yang terjadi. Dalam memilih literatur, secara umum mengikuti beberapa langkah berikut ini:

Perubahan lingkungan yang diprediksi seharusnya sesuai antara tipe proyek yang sedang dilakukan, • dengan studi proyek tempat data tersebut diperoleh.

Apabila memungkinkan, dapat menggunakan hasil studi dengan lokasi dan populasi yang menyerupai • proyek yang sedang divaluasi.

Perbedaan aspek sosial dan budaya antara suatu proyek dengan proyek lainnya, harus dipertimbangkan • dengan seksama.

Kualitas teknis dari studi tersebut juga harus dinilai. Studi orisinil harus berdasar pada data yang • memadai, metode ekonomis dan ilmiah dan teknik empiris yang benar.

Estimasi empiris dari suatu nilai seperti rekreasi, kebisingan dan udara bersih sangat bervariasi. Hal ini dapat timbul karena nilai non-pasar berbeda dari suatu daerah dengan daerah yang lain, tergantung sekali pada kondisi awal daerah tersebut. Variasi dalam estimasi juga mencerminkan variasi dalam metodologi studi dan keputusan para peneliti dalam pemilihan ukuran sampel, faktor penentu dari kemauan untuk membayar, proksi data, spesifi kasi ekonometeri dan faktor lainnya.

Langkah 2. Penyesuaian Nilai

Penyesuaian mendasar yang biasanya diperlukan untuk melakukan analisis ekonomi proyek adalah mengkuantifi kasi perbedaan dalam kondisi dasar dan/atau tingkat dampak tertentu. Penyesuaian ini dapat dilakukan pada tahap kuantifi kasi dari analisis yang dilakukan.

Pada tahap valuasi, analis melakukan penyesuaian terhadap nilai moneter, untuk melihat adanya perbedaan antara proyek. Nilai moneter rata-rata yang dilaporkan dalam studi penelitian pada umumnya harus disesuaikan, agar dapat diaplikasikan pada area proyek yang sedang dianalisis. Hal ini dilakukan melalui berbagai cara berikut:

Jika beberapa nilai digunakan hanya untuk satu studi, gunakan nilai dari studi orisinil yang termasuk • layak dan dapat diaplikasikan.

Gunakan rentang dari nilai yang dihasilkan beberapa studi terdahulu.•

Gunakan transfer manfaat. Pada pendekatan ini, permintaan statistik yang diestimasi secara statistik • atau persamaan kemauan untuk membayar (Willingness To Pay, WTP) dari studi orisinil dapat digunakan untuk menyesuaikan manfaat dari area proyek yang sedang dianalisis.

Semakin banyak informasi yang tersedia dalam studi dan area yang ditentukan semakin mudah untuk menyesuaikan nilai area studi untuk mencerminkan kondisi area.

Langkah 3. Menghitung Nilai Per Unit Waktu

Pada langkah ini, nilai per unit waktu dikalikan dengan jumlah individu yang terkena dampak, untuk memperoleh nilai total dari dampak per unit waktu. Apabila dampak tersebut berubah menurut waktu, maka harus diestimasi pada tiap-tiap waktu di masa datang pada saat pengaruh tersebut diperkirakan

Page 36: EKONOMI LINGKUNGAN

28

akan menyebar.

Langkah 4. Menghitung Nilai Total Diskonto

Dalam langkah ini terdapat dua proses utama:

Mengidentifi kasi kapan dampak tersebut akan terjadi, mengingat biaya dan manfaat proyek dapat 1. terjadi pada waktu yang berbeda (misalnya biaya proyek muncul, sementara manfaat atau kerusakan terjadi setelah proyek selesai dikerjakan).

Menghitung total kerusakan dan manfaat tahunan terdiskonto, dengan menggunakan tingkat bunga 2. yang disarankan (dan juga alat lainnya selama dianggap memadai untuk analisis sensitifi tas). Tingkat bunga dan nilai dampak, keduanya harus juga mempertimbangkan faktor infl asi dengan cara yang sama (keduanya harus dihitung dalam bentuk riil) 1.

Beberapa contoh nilai sumber daya alam dan jasa lingkungan yang pernah dilakukan penelitian, terlampir bersama panduan ini. Nilai-nilai tersebut dapat dipertimbangkan sebagai salah satu nilai yang dapat dirujuk dalam Transfer Manfaat.

1 Sebagai contoh: tingkat suku bunga saat ini ~ 17% = SBI (Sertifi kat Bank Indonesia) atau bunga antar bank; ~ 13%

untuk deposito perserorangan. Tingkat bunga ini merupakan tingkat bunga nominal. Untuk mendapatkan tingkat

bunga riil, tingkat bunga tersebut harus dikurangi tingkat infl asi, dimana berkisar antara 2-3% pada awal tahun 2001.

Dengan demikian tingkat suku bunga bagi konsumen saat ini adalah sekitar 10% per tahun.

Page 37: EKONOMI LINGKUNGAN

29

6.1 RANGKUMAN

1. Alam memiliki banyak fungsi dan sistem yang satu dan lainnya saling terkait. Kompleksitas dan keterkaitan antara satu fungsi dengan fungsi lainnya atau satu sistem dengan elemen yang ada dalam sistem tersebut tidaklah mudah dipahami. Tiga fungsi utama lingkungan hidup adalah:

Penyedian sumber daya alam, baik yang terbaharui maupun yang tidak terbaharuia.

Sistem pendukung kehidupan (life support system), yaitu menjadi habitat bagi seluruh makhluk b. hidup

Media yang memiliki kapasitas melakukan pemulihan sendiri (self resilience) dari limbah berbagai c. aktivitas manusia

2. Dalam konsep teori ekonomi klasik, biaya yang diperhitungkan dalam suatu kegiatan pembangunan lebih dihitung hanya sebagai suatu fungsi peningkatan pendapatan. Konsep ini mengabaikan adanya keterbatasan dari sisi lingkungan dan sosial (ecological and social limit). Oleh karena itu dalam ekonomi lingkungan diperkenalkan konsep eksternalitas dan biaya eksternalitas. Eksternalitas secara sederhana didefi nisikan sebagai pengaruh sampingan (side eff ect) baik itu positif maupun negatif yang tidak dikehendaki yang mengenai atau diterima oleh pihak ketiga (Turner, dkk., 1994). Biaya akibat pengaruh samping ini kemudian dikenal sebagai biaya eksternalitas.

3. Valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah proses kuantifi kasi dan pemberian nilai (valuasi) ekonomi terhadap dampak lingkungan dalam bentuk moneter. Istilah valuasi ekonomi inilah yang kemudian dikenal sebagai cara menghitung biaya eksternalitas.

4. Dalam proses penyusunan dokumen AMDAL, maka valuasi ekonomi dampak lingkungan dilakukan setelah proses identifi kasi dan penapisan dampak, dimana valuasi ekonomi lebih ditujukan kepada dampak lingkungan yang bersifat penting yang dihasilkan dari suatu proses pelingkungan.

5. Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan adalah:

Dampak lingkungan yang divaluasi harus teridentifi kasi dan terkuantifi kasi secara jelas;a.

Dampak lingkungan yang divaluasi harus dikuantifi kasi sesuai penggunaannya dalam analisis b. ekonomi maupun perhitungan;

Dampak lingkungan yang divaluasi harus memiliki hubungan yang langsung dan jelas sebagai c. dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan;

Dampak lingkungan yang divaluasi harus terpercaya (reliable).d.

6. Dalam pelaksanaan valuasi ekonomi, maka nilai yang dapat dihitung secara monetasi adalah nilai ekonomi total (NET/TEV: Total Economic Value), bukan nilai total (total value) dari suatu sumber daya alam. Nilai ekonomi total dihasilkan dari 2 (dua) nilai, yaitu (1) nilai guna yang terdiri dari: nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung dan nilai pilihan, dan (2) nilai non-guna atau pasif yang terdiri dari: nilai warisan dan nilai keberadaan. Secara skematik, nilai ekonomi total dapat dilihat pada gambar 3.1. dan kotak 3.1 dan 3.2.

7. Langkah-langhak valuasi ekonomi dampak lingkungan dalam penyusunan AMDAL adalah:

Langkah 1: Tentukan, apakah dampak penting dapat dinilai secara kuantitatif?

Langkah 2: Tentukan metode pendekatan dan teknik valuasi yang akan digunakan.

Langkah 3: Lakukan pengumpulan data sesuai metode pendekatan dan teknik yang dipilih.

Langkah 4: Lakukan valuasi ekonomi dampak lingkungan

BAB VI. PENUTUP

Page 38: EKONOMI LINGKUNGAN

30

8. Beberapa pendekatan dan metode studi studi yang lazim digunakan dalam pelaksanaan valuasi ekonomi dampak lingkungan antara lain:

(1). Pendekatan nilai pasar

Perubahan produktivitasa.

Perubahan pendapatanb.

Biaya pergantianc.

Pengeluaran preventifd.

Biaya relokasie.

(2). Pendekatan pasar proksi

Biaya perjalanana.

Nilai propertib.

Perbedaan upahc.

Barang proksid.

(3). Pendekatan pasar simulasi

Penilaian kontingensia.

Permainan pertukaranb.

Peringkat kontingensic.

Evaluator prioritasd.

6.2 EVALUASIJelaskan mengapa orientasi pembangunan perlu mengupayakan integrasi antara kepentingan 1. ekonomi dan kepentingan lingkungan hidup!

Sebutkan dua alasan utama terjadinya perbedaan antara biaya kesempatan sosial dan individu!2.

Sebutkan tiga fungsi utama lingkungan hidup!3.

Ekonomi lingkungan tidak menekankan pada nilai uang. Apakah ang menjadi fokus dari ekonomi 4. lingkungan?

Apa ang dimaksud dengan konsep eksternalitas?5.

Jelaskan secara singkat dan padat, apa yang dimaksud dengan biaya lingkungan?6.

Sebutkan salah satu manfaat dari valuasi ekonomi dampak lingkungan!7.

Apa yang dimaksud dengan nilai ekonomi total?8.

Apa saja yang menjadi pembatas valuasi ekonomi?9.

Sebutkan beberapa pendekatan dalam melakukan valuasi ekonomi!10.

Page 39: EKONOMI LINGKUNGAN

31

Anonim, 2004: Ekonomi Lingkungan dan Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan: Sebuah Referensi Untuk Pelatihan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, Asisten Deputi Urusan Kajian Dampak Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Jakarta (unpublished)

Anonim, 2004: Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL) Pengembangan Lapangan Ujung Pangkah dan Fasilitas Penunjangnya, Blok Pangkah, Kabupaten Gresik, Propinsi Jawa Timur, BP-MGAS - Amerada Hess (Indonesia-Pangkah) Limited, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga dan Lembaga Penelitian Institut Teknologi Sepuluh November (penyusun)

Askary, M, 2001: Panduan Umum Valuasi Ekonomi Dampak Lingkungan Untuk Penyusunan AMDAL, Pusat Pengembangan dan Penerapan AMDAL, BAPEDAL, Jakarta

Botkin, David, Keller E., Environmental Science: Earth as a Living Planet, John Wiley & Sons, Enc., 1995

Cole, Ken: Economy, Environment, Development and Knowledge, Routledge, London, 1999

O’Riordan, Timothy, Environmental Science for Environmental Management, Prentice Hall, London, 2000

Thampapillai, Dodo, Development Economics, Oxford University Press, 1992

Thampapillai, Dodo, Environmental Macro-economics, Uppsala Univesity, 1993

Turner, Kerry R., et.al, Environmental Economics: An Elementary Introduction, Harvester Wheatsheaf, London, 1994

DAFTAR PUSTAKA

Page 40: EKONOMI LINGKUNGAN

32

Page 41: EKONOMI LINGKUNGAN

33

LAMPIRAN 1. CONTOH VALUASI EKONOMI

RENCANA KEGIATAN PENGEMBANGAN LAPANGAN GAS, UJUNG PANGKAH, GRESIK – JAWA TIMUR

TAHAP PRA-KONSTRUKSI

1. Dampak terhadap Perubahan Persepsi Masyarakat dan Gangguan Kamtibmas

Nilai dampak terhadap dua komponen di atas besarnya sama dengan biaya sosialisasi.

TAHAP KONSTRUKSI

1. Dampak terhadap Kualitas Udara dan Kesehatan Masyarakat

Kegiatan mobilisasi dan demobilisasi peralatan dan material saat pemasangan pipa pantai dan darat menyebabkan terjadinya penurunan Kualitas Udara, Kebisingan dan Kesehatan Masyarakat. Penyebab utama adalah adanya peningkatan kadar partikulat/debu di lingkungan sekitar lokasi kegiatan pemasangan pipa. Berdasarkan data rona awal, diketahui bahwa konsentrasi debu di udara (ambien) pada dua lokasi sampling disepanjang jalur pipa penjualan gas didarat telah terlampaui yaitu dari 0,693 mg/m3 hingga 0,713 mg/m3 (baku mutu 0,26 mg/m3 - Kep Gub Jatim No. 129/1996). Kondisi tersebut diperkirakan menyebabkan tingginya prevalensi penyakit ISPA di masyarakat yang didukung oleh data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik bahwa penyakit terbanyak yang diderita masyarakat di Desa Sidorukun, Sidomukti dan Sukomulyo – Kecamatan Manyar tempat jalur pipa penjualan gas di darat adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) yaitu sebanyak 34,30%. Dengan adanya kegiatan pemasangan pipa penjualan gas, akan terdapat peningkatan emisi debu yang timbul dari aktivitas mobilisasi kendaraan dan peralatan sebesar ± 6,5 kg/hari (dengan jam kerja 8 jam sehari). Peningkatan kadar debu tersebut dapat menyebabkan meningkatnya gangguan pada saluran pernafasan seperti iritasi, batuk dan meningkatnya infeksi saluran pernafasan yang biasa disebut dengan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA). Pendekatan penilaian ekonomi dampak lingkungan yang digunakan adalah pendekatan medical cost.

Informasi dari Puskesmas bahwa biaya pengobatan penyakit ISPA adalah Rp. 20.000,- (obat dari Puskemas). Nilai ini selanjutnya diasumsikan sebagai lower bound. Dan bila obat diberikan dalam bentuk resep dokter biaya pengobatan ISPA Rp. 40.000,- Nilai ini diasumsikan sebagai upper bound.

Pembangunan pipa penjualan pantai dan darat yang dekat dengan pemukiman hanya sepanjang lebih kurang 2 km. Berdasarkan data survei lapangan, diperkirakan terdapat sekitar 5 % dari 39.887 jiwa jumlah penduduk di kecamatan Gresik yang diprakirakan terkena dampak langsung dan tidak langsung dari rencana kegiatan. Asumsi ini berdasarkan data jalur pipa di darat sepanjang 2 km dengan radius ± 500 meter di kiri-kanan pipa terdapat permukiman dengan jumlah penduduk sebesar 1995 jiwa. Dengan demikian dapat diperhitungkan bahwa sebanyak ± 5% penduduk akan mengalami gangguan kesehatan karena peningkatan debu.

Khusus untuk pekerjaan pemasangan pipa yang terletak di darat (Alternatif 1 dan Alternatif 2) yaitu dari landfall point pipa Kodeco hingga PLN, diperlukan waktu ± 2 bulan.

Dengan asumsi bahwa biaya pengobatan tersebut untuk kurun waktu 1 bulan, maka selama kegiatan ini akan terjadi 2 kali pengobatan.

Bila tidak dilakukan pengelolaan (skenario 0 % pengelolaan) maka biaya pengobatan selama tahap ini diprakirakan sebesar Rp. 79.800.000,- (LB) dan Rp. 159.600.000,- (UP). Dan bila dilakukan pengelolaan (dengan skenario 100 % pengelolaan) dengan cara:

menggunakan kendaraan yang emisinya sesuai dengan peraturan yang berlaku dan meminta • pengemudi melakukan pengecekan mesin secara teratur (minimal dua minggu sekali);

sedapat mungkin mengurangi operasi kendaraan pada jam sibuk;•

maka emisi debu yang dihasilkan oleh mobilisasi kendaraan dan aktivitas peralatan dapat diturunkan

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 42: EKONOMI LINGKUNGAN

34

menjadi ± 5 kg/hari (dengan pengurangan jam kerja menjadi 6 jam sehari) sehingga kerugian menjadi Rp. 7.980.000,- (LB) dan Rp. 15.960.000,- (UP).

2. Dampak terhadap Gangguan Aktivitas Nelayan dan Penurunan Pendapatan Nelayan

Kegiatan pemasangan pipa penyalur dan penjualan bawah laut diprakirakan menyebabkan gangguan aktivitas nelayan sehingga berakibat terjadi penurunan pendapatan nelayan. Pendekatan penilaian ekonomi dampak lingkungan yang digunakan adalah pendekatan nilai pasar dengan metode perhitungan penurunan produktivitas.

Jika diasumsikan bahwa:

a) Kegiatan pemasangan pipa penyalur dan penjualan bawah laut diperhitungkan mencakup sekitar 2 % dari wilayah penangkapan ikan nelayan, sehingga diprakirakan terdapat 2% dari total perahu yang berjumlah 1.806 buah = 36 buah perahu, yang terganggu oleh aktivitas ini.

Menurut hasil wawancara dengan nelayan setempat hasil penjualan ikan per hari dari setiap perahu nelayan berkisar antara Rp. 125.000,- (LB) sampai dengan Rp. 200.000,-.(UB).

b) Lama kegiatan pemasangan pipa penyalur bawah laut berlangsung selama 4 bulan.

Maka perhitungan valuasi ekonomi untuk kegiatan ini adalah:

a) Tanpa pengelolaan (dengan 0% pengelolaan) adalah Rp. 540.000.000,- (LB) dan Rp. 864.000.000,- (UB)

b) Dengan 100% pengelolaan yang dilakukan dengan cara:

Melakukan sosialisasi rencana kegiatan di laut pada nelayan,•

Memasang rambu – rambu lalu lintas laut dan jalur pelayaran,•

Mencegah terjadinya penurunan kualitas laut dengan menerapkan SOP secara ketat, yaitu:•

- Melakukan inspeksi kapal dan peralatan sebelum digunakan

- Pemeriksaan rutin terhadap kemungkinan timbulnya kebocoran kapal dan bahan bakar untuk menghindari ceceran/tumpahan minyak

- Tidak membuang limbah padat dan cair ke laut

- Menyiagakan oil boom dan peralatan penanggulangan tumpahan minyak lainnya disekitar lokasi kegiatan untuk penanggulangan terjadinya tumpahan minyak secepatnya.

maka kerugian akibat kegiatan diatas diprakirakan sebesar Rp. 54.000.000 (LB) dan Rp. 86.400.000 (UB).

3. Dampak terhadap Kualitas Air (Khususnya Kekeruhan terhadap Water Intake PT. Smelting)

Kegiatan pemasangan pipa penjualan bawah laut diprakirakan menimbulkan gangguan pada water intake PT. Smelting. Kerugian dari kegiatan ini diprakirakan dengan pendekatan nilai pasar dengan metode perhitungan penurunan produktivitas.

Menurut pihak PT. Smelting, kerugian bila water intake tidak berjalan sepenuhnya adalah Rp. 4.000.000.000/hari (lihat Lampiran: tanggapan dari PT. Smelting). Kerugian tersebut terjadi bila tidak dilakukan pengelolaan (0% pengelolaan). Karena kegiatan ini akan berlangsung sekitar 1 bulan maka kerugian adalah Rp. 120.000.000.000,-. Dengan asumsi bahwa pengelolaan dapat dilakukan 100%, maka diprakirakan kekeruhan menyebabkan 10% (LB) dan 20 % (UB) gangguan water intake, dengan demikian kerugian setiap hari adalah Rp. 12.000.000.000,- (LB) dan 24.000.000.000,- (UP).

4. Dampak terhadap Stabilitas Tanah

Dampak terhadap stabilitas tanah timbal akibat kegiatan pemasangan pipa di darat. Pendekatan yang dilakuakan untuk perhitungan valuasi ekonomi terhadap kegiatan pemasangan pipa ini ádalah teknik nilai properti. Jalur pipa yang terletak di darat sepanjang 2 km, akan melewati daerah pemukiman yang

Page 43: EKONOMI LINGKUNGAN

35

cukup padat, dimana sepanjang ± 1200 meter terdapat ROW pipa yang berbatasan langsung dengan tembok/pagar rumah penduduk. Pada areal sepanjang ini, akan timbul ketidak stabilan tanah yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bangunan seperti retak/pecah tembok.

Berdasarkan stándar bangunan SNI (BTN) dimana harga per m2 bangunan berkisar Rp 650.000,- sampai dengan Rp 750.000,-, maka:

Kerugian yang diakibatkan kegiatan ini dengan tanpa pengelolaan (0%) ádalah Rp 780.000.000,- • (LB) sampai Rp 900.000.000,- (UB).

Jika dilakukan pengelolaan (100%) terhadap dampak tersebut biaya yang dikeluarkan ádalah Rp • 78.000.000,- sampai Rp 90.000.000,-

5. Dampak terhadap Aktivitas Ekonomi.

Dampak terhadap aktivitas ekonomi diakibatkan oleh adanya kegiatan demobilisasi tenaga kerja. Kerugian dari kegiatan ini dapat diketahui dengan pendekatan kehilangan pendapatan (loss of earnings).

Berdasarkan informasi di lapangan upah seorang pekerja konstruksi (tukang) per hari adalah Rp. 40.000,-. Dengan asumsi kebutuhan tenaga kerja untuk tahap konstruksi 776 orang, maka jika penghasilan per hari Rp. 40.000,- (LB) dan Rp. 60.000,- (UB), total jumlah uang yang seharusnya dihasilkan di sekitar lokasi adalah Rp. 31.040.000,- (LB) dan Rp. 46.560.000,- (UB) per hari. Berakhirnya kegiatan konstruksi akan menyebabkan pengurangan tenaga kerja, sehingga akan terjadi penurunan pendapatan sebesar Rp. 31.040.000,- (LB) dan Rp. 46.560.000,- (UB) per hari. Penurunan ini akan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat yang pada akhirnya menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi. Namun demikian demobilisasi tenaga kerja ini akan diselesaikan berdasarkan peraturan ketenaga kerjaan yang berlaku.

6. Dampak terhadap Persepsi dan Kamtibmas

Nilai dampak terhadap dua komponen di atas besarnya sama dengan biaya sosialisasi.

TAHAP OPERASI

1. Dampak terhadap Kualitas Air Laut, Biologi Laut dan Aktivitas Nelayan

Kegiatan operasi UPGD (Ujung Pangkah Gas Development) bila berlangsung normal tidak akan menyebabkan dampak terhadap penurunan kualitas air laut, biologi laut dan aktivitas nelayan. Dampak terjadi hanya saat keadaan darurat. Dalam keadaan darurat, khususnya bila terjadi kebocoran WHPf dan pipa penyalur bawah laut, tidak berfungsinya IPAL, dan tumpahnya kondensat dari tanker, maka diprakirakan akan terjadi gangguan terhadap 3 % luas areal penangkapan ikan nelayan. Penurunan areal penangkapan ini akan mempengaruhi terjadinya penurunan sekitar 3% dari produksi ikan. Bila produksi ikan di daerah tersebut adalah 6500 ton/tahun atau 542 ton/bulan berdasarkan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gresik, dengan harga per kilogram ikan menurut informasi dari nelayan dan dari Tempat Pelelangan Ikan setempat rata-rata adalah Rp. 10.000,- yang selanjutnya dianggap sebagai lower bound, dan Rp. 20.000,- sebagai upper bound, dan keadaan darurat berlangsung maksimum 3 hari, tetapi pemulihan lingkungan laut berlangsung selama 1 bulan, maka besar kerugian adalah:

a) Tanpa pengelolaan (0% pengelolaan) adalah Rp. 162.000.000,- (LB) dan Rp. 324.000.000,- (UB),

b) Dengan pengelolaan (100% pengelolaan) yang dilakukan dengan cara:

i. menerapkan SOP yang ketat dalam bentuk rencana tanggap darurat untuk keadaan darurat dan rencana penanggulangan tumpahan minyak;

ii. Mengolah air limbah di IPAL hingga kualitas air hasil olahan memenuhi Baku mutu sebelum dibuang ke laut;

iii. Meminimalkan terjadinya ceceran kondensat saat pengangkutan ke tanker dengan menerapkan SOP yang ketat;

Page 44: EKONOMI LINGKUNGAN

36

iv. Menghindari penumpukan limbah padat (jika ada) dari kegiatan pemeliharaan pipa dan instalasi di lingkungan OnPF. adalah Rp. 16.200.000,- (LB) dan Rp. 32.400.000,- (UB).

2. Dampak terhadap Persepsi Masyarakat

Nilai dampak terhadap komponen ini besarnya sama dengan biaya sosialisasi.

3. Dampak terhadap Kesehatan Masyarakat

Kegiatan operasi UPGD (Ujung Pangkah Gas Development) bila berlangsung normal tidak akan menyebabkan dampak terhadap penurunan Kesehatan Masyarakat di sekitar lokasi kegiatan. Dampak terjadi hanya saat keadaan darurat. Bila terjadi keadaan darurat misalnya kebocoran gas di instalasi pengolahan gas di OnPF, maka akan terjadi pelepasan gas H2S dan SO2. Gas-gas tersebut mempunyai dampak yang berbahaya terhadap sistem saraf manusia karena pada kadar tertentu dapat menyebabkan iritasi, keracunan sampai kematian.

Gas H2S mulai berbahaya bagi kesehatan pada kadar 3 ppm, jika kadar mencapai 10 ppm pemaparan tidak boleh lebih dari 8 jam/hari dan jika kadar mencapai 15 ppm pemaparan tidak boleh lebih 15 menit/hari. Pada kadar di atas 100 ppm dapat menyebabkan kematian kurang dari satu jam dan pada kadar di atas 1000 ppm akan segera menyebabkan kematian karena menyebabkan paralisis pada jantung dan paru manusia. Sedangkan untuk SO2 pada kadar di atas 800 ug/m3 dalam 24 jam sudah membahayakan bagi kesehatan manusia. Dianjurkan bila kadar SO2 di atas 800 ug/m3 sebaiknya tetap tinggal di dalam ruang. Kadar yang paling membahayakan bagi kesehatan manusia bila di atas 2.620 ug/m3 dalam 24 jam. ( Mills, 2002) Pendekatan penilaian ekonomi dampak lingkungan yang digunakan adalah pendekatan medical cost.

Berdasarkan studi identifi kasi bahaya (Hazard Identifcation Study, Hess 2002), frekuensi kemungkinan terjadinya kebocoran gas (H2S) ke udara adalah 0,0001 – 0,00001 kejadian per tahun dengan tingkat bahaya marginal, yaitu kondisi yang dapat mengakibatkan ’multiple fatalities’.

Dengan kadar H2S dalam gas di OnPF maksimum sebesar 500 ppm dan apabila terjadi keadaan darurat, sistem pengontrol proses yang dilengkapi dengan detektor H2S secara otomatis dalam 10 detik akan mematikan peralatan, apabila standar aman untuk H2S di udara telah terlampaui, maka total kadar H2S yang terpapar (asumsi terburuk) adalah 5000 ppm. Jika dibandingkan dengan standar di atas bahwa pada kadar 10 ppm tidak boleh terpapar selama 8 jam per hari (total adalah 288.000 ppm), keadaan darurat di OnPF hanya 0,017 dari keadaan standar tersebut. Dengan demikian dampak yang diprakirakan akan timbul berupa iritasi mata, batuk-batuk, pusing, sakit kepala sampai keracunan ringan.

Berdasarkan survei, terdapat 17.832 jiwa yang tinggal disekitar lokasi OnPF yang diprakirakan akan terkena dampak langsung dan dampak tidak langsung dari rencana kegiatan. Diantaranya ± 892 jiwa tinggal pada radius 2 – 3 km (letak pemukiman terdekat) dari OnPF. Jumlah ini diperkirakan sebesar 5% dari jumlah penduduk, dimana wilayah tersebut akan terkena dampak langsung jika terjadi keadaan darurat pada OnPF. Keadaan darurat diprakirakan hanya berlangsung paling lama satu hari, karena dengan teknologi yang ada keadaan darurat ini dapat segera ditanggulangi.

Adapun biaya pengobatan yang diprakirakan akan dikeluarkan untuk keadaan tersebut adalah sebesar Rp 50.000 per orang (LB) untuk pemberian susu untuk netralisasi racun dan pemberian obat untuk iritasi mata, pusing dan sakit kepala sampai Rp 200.000,- /perhari (UP) untuk perawatan bagi yang mengalami keracuan ringan yang perlu dibawa ke rumah sakit untuk perawatan intensif (dengan masker oksigen). (Sumber Dinas Kesehatan Kab. Gresik). Dengan demikian keseluruhan pembiayaan dapat dihitung sebagai berikut:

Skenario 0% pengelolaan : Rp. 44.600.000,- (LB) dan Rp. 178.400.000,- (UP).•

Rp. 4.460.000 (LB) dan Rp. 17.840.000 (UP) dengan skenario 100 % pengelolaan yaitu dengan • cara:

Membuat dan menerapkan rencana tanggap darurat secepat mungkin jika terjadi kebocoran a. gas di OnPF;

Page 45: EKONOMI LINGKUNGAN

37

Memberlakukan dan memantau pelaksanaan SOP untuk proses pengolahan gas secara ketat;b.

Memasang detektor gas hidrokarbon dan H2S serta Down Hole Safety Valve pada sumur c. produksi dan ESDV pada production manifold di WHPf sebagai peringatan dini jika ada kebocoran gas.

TAHAP PASCA-OPERASI

1. Dampak terhadap Aktivitas Nelayan

Kegiatan pada tahap pasca-operasi khususnya pembongkaran WHPf akan berdampak terhadap aktivitas nelayan. Kegiatan ini diprakirakan akan berlangsung selama 1 bulan. Pendekatan penilaian ekonomi dampak lingkungan yang digunakan adalah pendekatan nilai pasar dengan metode penurunan pendapatan (loss of earnings).

Bila diasumsikan bahwa:

a) Kegiatan pembongkaran WHPf dan fasilitas penunjangnya diprakirakan akan mencakup areal sekitar 2 % dari areal penangkapan ikan nelayan, sehingga diprakirakan terdapat 2% dari total perahu yang berjumlah 1806 buah = 36 buah perahu, yang terganggu oleh aktivitas ini.

b) Menurut hasil wawancara dengan nelayan setempat diperoleh data bahwa pendapatan rata-rata per hari setiap perahu nelayan adalah Rp. 125.000,- (lower bound) sampai Rp. 200.000,- (upper bound ).

c) Kegiatan ini berlangsung selama 1 bulan.

Maka kerugian akibat kegiatan ini adalah:

a) Rp. 135.000.000,- (LB) dan Rp 216.000.000,- (UB) bila dilakukan tanpa pengelolaan (dengan 0% pengelolaan);

b) Rp. 13.500.000 (LB) dan Rp. 21.600.000 (UB) dengan 100% pengelolaan yang dilakukan dengan cara:

Melakukan sosialisasi rencana kegiatan pembongkaran WHPf kepada nelayan;•

Memasang rambu – rambu lalu lintas laut dan jalur pelayaran disekitar rencana kegiatan;•

Mencegah terjadinya penurunan kualitas laut dengan menerapkan SOP secara ketat selama • kegiatan pembongkaran WHPf.

Page 46: EKONOMI LINGKUNGAN

38

Page 47: EKONOMI LINGKUNGAN

39

Page 48: EKONOMI LINGKUNGAN

40

Page 49: EKONOMI LINGKUNGAN

41

Page 50: EKONOMI LINGKUNGAN

42