5
Ekonomi moral Teori Tindakan Moral Dalam sebuah karyanya Scott (1973) The Moral Economy of the Peasant, digambarkan bahwa kehidupan petani (peasant) adalah masyarakat yang harmoni dan stabil. Komunitas petani ini adalah suatu kelompok sosial yang memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan keterikatan antar individunya. Mereka ini adalah masyarakat yang ” mendahulukan selamat ”. Suatu pilihan tindakan penolakan dikembangkan lagi oleh James Scott ( 1983 ) dalam bukunya “ Weapons of The Weak ; Everyday Forms of Peasant Resistance. Resistensi adalah semua tindakan dari anggota masyarakat kelas bawah dengan maksud untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Para petani melakukan resistensi atau melakukan perlawanan mempertahankan diri karaena terpaksa untuk mempertahankan hidup. Perjuangan yang dilakukan para petani ini merupakan perjuangan yang biasa biasa namun dilakukan terus menerus. Hal yang menarik dari konsep Scott ini adalah resistensi hanya bersifat individual atau tidak bersifat kolektif. Ada 3 (tiga) kategori resistensi yaitu bisa dilakukan. Pertama, bersifat individual, spontan dan tidak terorganisasi. Kedua, tujuan resistensi agar ada reaksi dari pihak yang dilawan. Ketiga, resistensi ini bersifat ideologis atau mengarah pada resistensi simbolis. Berbeda dengan perjuangan yang bersifat “ frontal “ maka resistensi adalah penolakan terhadap sesuatu yang tidak bisa dilawan. Sifat

Ekonomi Moral

Embed Size (px)

DESCRIPTION

notes

Citation preview

Ekonomi moral

Teori Tindakan MoralDalam sebuah karyanya Scott (1973)The Moral Economy of the Peasant, digambarkan bahwa kehidupan petani (peasant) adalah masyarakat yang harmoni dan stabil. Komunitas petani ini adalah suatu kelompok sosial yang memiliki kepentingan untuk menjaga kelangsungan keterikatan antar individunya. Mereka ini adalah masyarakat yang mendahulukan selamat .Suatu pilihan tindakan penolakan dikembangkan lagi oleh James Scott ( 1983 ) dalam bukunya Weapons of The Weak ; Everyday Forms of Peasant Resistance. Resistensi adalah semua tindakan dari anggota masyarakat kelas bawah dengan maksud untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Para petani melakukan resistensi atau melakukan perlawanan mempertahankan diri karaena terpaksa untuk mempertahankan hidup. Perjuangan yang dilakukan para petani ini merupakan perjuangan yang biasa biasa namun dilakukan terus menerus. Hal yang menarik dari konsep Scott ini adalah resistensi hanya bersifat individual atau tidak bersifat kolektif. Ada 3 (tiga) kategori resistensi yaitu bisa dilakukan. Pertama, bersifat individual, spontan dan tidak terorganisasi. Kedua, tujuan resistensi agar ada reaksi dari pihak yang dilawan. Ketiga, resistensi ini bersifat ideologis atau mengarah pada resistensi simbolis. Berbeda dengan perjuangan yang bersifat frontal maka resistensi adalah penolakan terhadap sesuatu yang tidak bisa dilawan. Sifat resistensi itu sendiri adalah informal, tersembunyi dan tidak teratur,Apa penyebab resistensi ? Scott menjelaskan bahwa perubahan lingkungan yang membuat masyarakat petani melakukan resistensi. Penetrasi kekuatan pemodal yang menyebabkan transformasi budaya dalam kehidupan desa mendorong para petani melakukan resistensi. Hal ini menunjukkan bahwa para petani yang digambarkan sebagai pihak yang lemah memiliki senjata dalam melawan kaum pemodal berupa perusakan, masa bodoh, kejahatan, sabotase dan sebagainya. Dalam hal ini Scott beranggapan bahwa resistensi didasari moral ekonomi petani ketika ada suatu aturan yang mengancam kehidupan mereka. Konsep hegemoni ditunjukkan oleh Scott bahwa pemodal menjepit kehidupan petani .Scott (1976) mengemukakan bahwa untuk menyelamatkan diri dari struktur kehidupan mereka, masyarakat petani pedesaan menjalani gaya hidup gotong royong, tolong menolong, melihat sejumlah persoalan yang dihadapi sebagai persoalan kolektif serta pembagian hasil sama rata. Intensifikasi pertanian berupa komersialisasi hasil hasil hasil pertanian merupakan ancaman bagi para petani, ia akan mengakibatkan petani meninggalkan desa dan kemudian menjadi pengangguran di kota.Dalam kenyataan sehari-hari apa yang dialami kaum petani sebagaimana digambarkan Scott juga terjadi di antara warga masyarakat. Situasi perekonomian yang memburuk, PHK (pemutusan hubungan kerja), tuntutan keluarga, anak sakit sementara masyarakat berdiam diri.Tindakan perlawanan terhadap dominasi yang menghimpit dapat dilihat dari penipuan, penggelapan uang tetangga atau mencuri yang jauh dari prinsip moral mereka. Namun karena mekanisme sosial dalam menghadapi kondisi sehari-hari yang menghimpit mereka maka tindakan tersebut berjalan terus. Perlawan sehari-hari juga dapat dilihat dari pemberian nama ejekan, ngutil, berbohong, sabotase bahkan perlawanan yang tidak dapat dilihat oleh lawan mereka sendiri seperti bunuh diri[1].

The concept was widely popularized in anthropology through the book, "The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and subsistence in Southeast Asia" byJames C. Scott(1976).[3]The book begins with a telling metaphor of peasants being like a man standing up to his nose in water; the smallest wave will drown him. Similarly, peasants generally live so close to the subsistence line that it takes little to destroy their livelihoods. From this, he infers a set of economic principles that it would be rational for them to live by. It is important to emphasize that this book was not based on fieldwork, and itself proposed a cross-cultural universalistic model of peasant economic behaviour based upon a set of fixed theoretical principles, not a reading of peasant culture. Firstly, he argued that peasants were "risk averse", or, put differently, followed a "safety first" principle. They would not adopt risky new seeds or technologies, no matter how promising, because tried and true traditional methods had demonstrated, not promised, effectiveness. This gives peasants an unfair reputation as "traditionalist" when in fact they are just risk averse. Secondly, Scott argues that peasant society provides "subsistence insurance" for its members to tide them over those occasions when natural or man-made disaster strikes.Rasional ekonomiTeori Scott mendapat kritik keras dari Samuel Popkin (1979) yang mengemukakan bahwa sistem bagi hasil sama rata pada masyarakat petani lebih disebabkan oleh keengganan pemilik tanah untuk mebiarkan petani menjual sendiri hasil panennya ke pasar. Popkin dalam bukunya TheRational Peasant : The Political economy of rural society in Vietnam, menyebutkan bahwa tindakan menentang atau melakukan perlawanan bukan karena moral ekonomi untuk mempertahankan komunitas tradisional yang ada.Petani adalah orang-orang kreatif yang penuh perhitungan rasional bahkan bila kesempatan terbuka maka mereka ingin mendapatkan akses ke pasar. Jadi bertentangan dengan Scott yang menyebutkan kolonialisme dan kapitalisme merupakan musuh petani karena mengancam eksistensi komunitas melainkan karena eksistensi ekonomi individual. Pada prinsipnya petani bersikap mengambil posisi yang menguntungkan dirinya. Intensifikasi dan komersialisasi pertanian justru berdampak positif daripada negatif. Kalau kemudian petani meninggalkan desa untuk pergi ke kota, pada dasarnya bukan akibat intensifikasi pertanian, melainkan karena para petani adalah orang orang rasional. Mereka selaiknya kebanyakan orang lain dan ingin kaya. Prinsipnya para petani adalah manusia yang penuh perhitungan untung rugi bukan hanya manusia yang didikat oleh nilai-nilai moral. Bila mereka bereaksi terhadap faktor-faktor yang menekan mereka maka bukan karena tradisi mereka terancam oleh ekonomi pasar yang kapitalistik namun karena mereka ingin memperoleh kesempatan hidup dalam tatanan ekonomi baru ini.Bagaimana Popkin menerangkan desa para petani sebagai sebuah komunitas tetapi sebuah korporasi yang melihat adanya hubungan transaksional yang mengarah pada eksploitasi bukan hubungan paternalistik. Menurut Sairin dkk (2002) ciri-ciri desa masyarakat petani yang diduga memiliki kehidupan tradisional tersebut adalah :1. Desa tradisional pajak dibayar kolektif atau ditanggung bersama sebaliknya dalam desa terbuka maka adanya tanggung jawab pembayaran secara individual.2. Hubungan dengan pasar terbatas sebaliknya pada desa terbuka kekaburan batas desa dan dunia luar sangat tipis karena mereka berhubungan dengan pasar setiap hari..3. Ada larangan kepemilikan tanah bagi orang luar desa sebaliknya pada desa-desa terbuka bebas larangan kepemilikan pribadi. Privatisasi tanah hak milik dimungkinkan bukan tanah ulayat.4. Perasaan sebagai warga desa sangat kuat sebaliknya konsep kewargaan tidak ada.Namun apakah dalam desa tradisional tersebut berlaku prinsip tatanan moral seperti dikemukakan Scott. Pertama, Popkin menjelaskan bahwa dalam prakteknya pembayaran pajak dibayar secara kolektif tersebut terkandung manipulasi. Tidak tertutup kemungkinan adanya eksploitasi warga kaya pada warga miskin karena mereka memiliki pengaruh atau kekuasaaan yang lebih tinggi sehingga mereka membayar justru lebih rendah. Kedua ekonomi pasar bukan sama sekali ancaman bahkan memungkinkan mereka lebih bebas dari sistem yang ada selama ini. Hubungan patron klien yang terjadi bukan karena tradisi melindungi yang lemah melainkan suatu hubungan eksploitasi untuk mendapatkan sumber daya murah. Mereka diberi kesempatan untuk hal-hal keci seperti mencari butir-butir padi yang tersisa agar mereka tidak meinta bayaran sebagai tenaga kerja permanen. Sama sekali bukan karena belas kasihan. Ketiga kepemilikan lahan lebih kecil artinya daripada akses ekonomi. Melalui kepemilikan terbatas maka kelompok yang berkuasa membatasi kepemilikan orang luar desa yang mampu menjadi pesaing. Keempat konsep perasaan sebagai warga desa akan mendukung eksistensi kelompok atau elit yang berkuasa memanfaatkan dukungan emosional sehingga status ekonomi mereka terpelihara. Alhasil Popkin menegaskan bahwa yang berlaku bukan prinsip moral melainkan prinsip rasional.Dalam pilihan tindakan secara kolektif , prinsip moral menekankan : (1) Pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang mungkin diterima, bila menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak mereka bersikap pasif (3) Proses aksi yaitu dipertimbangkan tingkat keberhasilannya apakah lebih bermanfaat secara kolektif atau tidak, (4) Kepercayaan pada kemampuan pemimpin atau dapatkah sang pemimpin dipercaya atau tidak. Dengan demikian aksi-aksi kolektif yang dapat dinilai mendatang keuntungan bagi mereka saja yang diikuti atau didukung.