23

Click here to load reader

Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Tugas Ekonomi PolitikResensi Ekonomi Politik Komparatif

Demokratisasi & Pertumbuhan Benarkah KontradiktifJan-Erik Lane & Svante Ersson

Al Afdal Permana0810842026

Program Studi Ilmu Administrasi NegaraFakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas AndalasPadang2010

Page 2: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi & Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif

Jan-Erik Lane & Svante Ersson

Al Afdal Permana0810842026

A. Ringkasan Buku

I. Tujuan Buku

Buku ekonomi politik komparatif yang memfokuskan pada hubungan timbal balik

antara demokratisasi yang merupakan aspek dari politik dengan ekonomi dengan menitik

beratkan perhatian pada beberapa bidang penelitian komparatif:

- syarat-syarat terciptanya rezim yang demokratis

- sebab-sebab atas meningkatnya pemanfaatan instrument kebijakan dalam

pengelolaan perekonomian

- sumber-sumber meningkatakan laju pertumbuhan ekonomi

Hal ini akan memberikan pemahaman tentang keterkaitan ekonomi dan politik

khususnya yang menyangkut pembangunan dalam berbagai konotasi. Dengan memakai

teori-teori dari berbagai disiplin ilmu seperti kebijakan publik (public policy), pilihan

publik (public choice), ilmu politik komparatif (comparatives politics), dan ilmu ekonomi,

sehingga buku ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui keterkaitan antara demokratiasai dan pertumbuhan ekonomi, apakah

selaras atau benarkah kontradiktif baik dari segi determinasi ekonomi ataupun

determinasi politik.

2. Menganalisis tingkat kelimpahan atau kemakmuran ekonomi itu merupakan

sebuah determinan kunci terhadap kepolitikan. Yang bertujuan untuk mengevaluasi

berbagai jenis rezim ekonomi politk berdasarkan nilai-nilai politik terutama

demokrasi serta untuk mengetahui berbagai kemiripan dan perbedaan pola-pola

pembuatan kebijakan publik di berbagai negara.

3. Mengetahui apakah politik merupakan determinan kunci bagi kehidupan

perekonomian.

4. Mengetahui mengenai faktor-faktor politik di suatu negara dapat membantu dalam

memahami dinamika perekonomian

Page 3: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

II. Korelasi antar Bab

Bab I memuat uraian pengenalan sejumlah konsep dasar ekonomi politik yang

memfokuskan pada pembahasan tentang dua macam alokasi sumber daya yang sifatnya

sangat mendasar, yakni alokasi anggaran (pemerintah) dan alokasi lewat mekanisme pasar,

serta kaitannya dengan fungsi distribusi pendapatan dan struktur kepemilikan.

Bentuk pengalokasian merupakan kegiatan-kegiatan dalam pembangunan ataupun

penciptaan pertumbuhan ekonomi sehingga pada Bab II akan membahas konsep yang

sangat popular tapi sebenarnya tidak jelas yakni konsep pembangunan yang akan di

definisi pembangunan konteks ilmu pengetahuan sosial secara luas. Defenisi

pembangunan yang multidisiplin baik itu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan

dan pembangunan politik akan dibahas secara komprehensif pada Bab III yaitu mengenai

analisis pembangunan sosio ekonomi dan diikuti di Bab IV pembahasan konsep

pembangunan politik yang rumit dan komplek. Antara Bab III dan Bab IV memilki konsep

pemabangunan yang berbeda namun dalam pencapaian pembangunan sosio ekonomi yaitu

pertumbuhan pendapatan perkapita dan kesejahteraan juga memerlukan suatu stabilitas

politik baik itu dalam institusi ataupun demokrasi.

Ekspresi utama pembangunan politik yang secara lagsung berpengaruh pada

pembangunan ekonomi adalah demokratisasi sehingga pada Bab V akan mengaitkan

pembangunan ekonomi, faktor politik demokratisasi untuk membahas determinasi (faktor

penentu) sosial dan ekonomi terhadap kondisi stabinya demokrasi di suatu negara agar

dapat memahami keterkaitan empiris antara kemakmuran ekonomi dan kestabilan

demokratis, dan apakah benar-benar kontradiktif. Penjelasan tentang determinasi ini

diperjelas lagi pada Bab VI tentang determinasi kebijakan di Eropa Barat sebagai kawasan

negara-negara kaya. Selanjutnya Bab VII menganalisis pertumbuhan ekonomi tidak hanya

dari komponen sistem politik namun diperluas lagi ke berbagai sistem politik lainnya tidak

terbatas pada negara-negara Eropa Barat. Sedangkan Bab VIII dan IX membahas tentang

determinasi politik (politik atas ekonomi) yang merupakan kebalikan Bab sebelumnya.

Page 4: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

III.Poin-Poin Inti tiap Bab

BAB I: Alokasi, DIstribusi dan Kepemilikan

Mekanisme alokasi sumber daya (Dahl dan Lidblom dalam Jan-Erik Lane & Svante

Ersson,2002:6).

Kombinasi kepemilikan dan alokasi memunculkan berbagai jenis sistem ekonomi

Sumber daya harus dialokasikan ke berbagai penggunaan dan keperluan. Ada dua

macam mekanisme untuk mengalokasikan sumber daya yang mana keduanya bisa hadir

dan saling melengkapi karena keduanya memiliki kelemahan dan kelebihan. Dua macam

alokasi sumber daya:

1. Alokasi Pasar

Keunggulan alokasi pasar: mendorong efisiensi, fleksibilitas dan rasionalitas.

Keunggulan alokasi pasar dalam mendorong efisiensi, fleksibelitas dan rasionalitas

dapat tergambar dalam mekanisme pasar seperti pada harga-harga kompetitif.

Harga kompetitif mampu memacu efisiensi dalam pengalokasian sumber-sumber

daya sekaligus dapat menjelaskan nilai yang paling realistis (mendorong

rasionalitas) dari berbagai macam barang dan jasa, serta secara efektif sebagai

media optimum untuk menghubungkan berbagai macam preferensi baik dari

produsen maupun konsumen sehingga pengalokasian benar-benar rasional.

Kelemahan yang utama adalah ketidakmampuannya menjamin aspek stabilitas dan

prediktabilitas yaitu menyangkut masalah-masalah eksternal, pengalokasian

barang-barang publik, skala ekonomis, dan masalah-masalah sosial seperti

pemerataan distribusi pendapatan dan keadilan sosial pada umunya.

2. Alokasi Anggaran

Alokasi anggaran terwujud sebagai penyusunan belanja dan pendapatan negara

tahunan, pendapatan terutama diperoleh dari pajak, dan belanja ditentukan per

KEPEMILIKAN

MEKANISME ALOKASI

Dominasi Pasar Dominasi Pemerintah

Dominasi Pasar

Dominasi Pemerintah

Sosialisme Pasar

PerekonomianKomando

Kapitalisme PerekonomianCampuran

Page 5: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

sektor (Wildavsky dalam Jan-Erik Lane & Ersson,2002:36). Alokasi anggaran

didasarkan pada monopoli dan hirarki yang pada dasarnya merupakan kegiatan

antara 2 aktor yakni pemerintah yang bertindak sebagai sumber permintaan jasa

(informasi) dan pihak lembaga perencanaan pusat yang bertindak selaku penyedia

jasa informasi.

Keunggulan alokasi anggaran: menjamin stabilitas dan prediktabilitas. Otoritas

pemerintah sebagai subjek alokasi anggaran akan mampu memberikan mekanisme

kontrol ataupun regulasi terhadap alokasi anggaran sehingga akan dapat menjamin

stabilitas dan prediktabilitas. Stabilitas tercapai karena akan ada rencana jangka

pendek pemakaian sumber-sumber daya diiringi tujuan yang hendak dicapai.

Kepemilikan sumber daya ada dua:

1. Secara Publik: Dominasi pemerintah

2. Secara Privat (individu atau perusahaan swasta): Dominasi pasar

Struktur kepemilikan baik secara publik ataupun privat cenderung membatasi

penerapan kedua mekanisme alokasi tersebut.

BAB II: Konsep Pembangunan

Konsep pembangunan diliput banyak ketidakjelasan dan ketidakpastian sehingga

dalam menjelaskan konsep pembangunan dibahas secara terperinci yakni pembangunan

politik, pembangunan sosial ataupun pembangunan ekonomi.

Pemaknaan/ pendefiisian pembangunan dalam konteks ilmu pengetahuan sosial:

1. Pembangunan Ekonomi

Terjadi perdebatan dalam pendefinisian pembangunan ekonomi. Secara

sederhana istilah pembangunan ekonomi adalah sinonim dari “pertumbuhan

ekonomi” (economic growth) ataupun “kemajuan ekonomi” (economic progress)

secara umum (Sen dalam Jan-Erik Lane & Ersson,2002:65). Dalam pengertian ini,

tolak ukurnya adalah pertambahan produk domestic bruto (GDP: Gross Domestic

Product) per kapita.

Ada pendapat yang menolak pengertian sederhana pembangunan ekonomi,

menurut pendapat ini “pembangunan ekonomi” mengacu ke sesuatu yang lebih

sekedar dari pertumbuhan pendapatan perkapita namun harus juga memasukkan

inidkator kesejahteraan disebut juga aliran pemikiran yang disebut pendekatan

indicator sosial (social indicator approach)

Page 6: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

2. Pembangunan Sosial (sosiologi)

Pembangunan sosial (social development) mirip dengan gagasan perubahan

sosial (sosial change) diartikan sebagai proses transisi atau transformasi secara

besar-besaran dari tahap “masyarakat primitif” atau “masyarakat tradisional” ke

tahapan yang lebih maju, yakni apa yang disebut sebagai tahap “masyarakat

modern” atau “kemodernan” (modernisasi)

3. Pembangunan Politik

Pembangunan politik dapat diartikan sebagai perubahan sistem politik yang

merupakan suatu proses yang berlangsung menurut logikanya sendiri (berlangsung

dengan sendiri tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor lain di luar sistem politik) dan

tidak bisa didikte oleh transformasi sosio ekonomi, intinya adalah menekankan

pada supermasi politik.

Isi pembangunan politik: diferensiasi structural, kinerja fungsional,

institusionalisasi, adaptasi, peningkatan stabilitas, legitimasi, dan kapasitas

pemerintah, serta demokratisasi.

BAB III: Pembangunan Sosio Ekonomi

Indikator pembangunan sosio ekonomi:

1. GDP per kapita

Konsep GDP menghitung total output final segenap barang dan jasa yang

dihasilkan oleh suatu perekonomian (negara). Menurut Gersovitz GDP per kapita

merupakan indicator terbaik mengukur kemajuan pembangunan. GDP per kapita

dapat diterapkan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi untuk tingkat kelimpahan

dan kemakmuran ekonomi.

Karena hanya dapat mengukur tingkat kelimpahan atau kemakmuran atau

kemajuan ekonomi maka akan terabaikannya soal pemerataan pendapatan dan

aspek-aspek keadilan sosial, maka diperlukan indicator pendamping untuk

mengukur pembangunan sosio ekonomi.

2. Indeks Gini ataupun Kurva Lorenzs dan sebuah koofesien variasi yang mengukur

distribusi pendapatan atau output di tingkat regional. Indikator ini bertujuan

mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan.

Teori kesenjangan (gap theory) sangat mewarnai penafsiran terhadap segenap data

menganai pembangunan (Thirlwall dalam Jan-Erik Lane & Ersson,2002:78). Sehingga

Page 7: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

dalam melihat variasi pembangunan sosio ekonomi perlu memperhatikan teori

kesenjangan ini. Berikut variasi pembangunan sosio ekonomi dari konteks teori

kesenjangan:

Mengisyaratkan adanya jurang ketimpangan kemakmuran ekonomi antara

kelompok negara kaya, miskin dan Dunia Ketiga.

Melebarnya jurang ketimpangan

Ketimpangan pendapatan identik dengan pemisahan geografis

Memberiakan prediksi lebih besar variasi eksternal (perbedaan pendapatan negara

antar kawasan yang satu dibandingkan dengan kawasan lain) dari pada variasi

internal (perbedaan pendapatan antar negara dalam satu kawasan yang sama):

variasi internal pada kelompok negara Asia, Afrika dan Amerika Latin lebih besar

dibandingkan dang variasi internal yang terdapat di kelompok negara komunis

maupun OECD/ industry maju.

BAB IV: Pembangunan Politik

Pembangunan politik bersifat multidimensional sehingga penelahaan konsep

pembangunan politik itu sendiri akan rumit dan komplek. Variabel yang berkaitan dengan

konsep pembangunan politik:

1. Pembangunan demokrasi

Pembangunan politk pada akhirnya akan menciptakan demokratisasi karena

pembangunan politik sarat akan nilai yang kemudian akan memiliki pola-pola

perubahan politik yang diinginkan seperti menuju demokratisasi.

- Skor atau angka demokrasi

- Hak-hak asasi manusia

- Peranan politik pihak militer

- Pluralism atau fraksionalisme sistem kepartaian

- Fungsi-fungsi sistem kepartaian

2. Kapasitas

Pembangunan politik merupakan upaya penyempurnaan secara atas sistem politik

agar memiliki kapasitas yang baru dan lebih baik. Kapasitas dari suatu sistem

politik berkaitan dengan output-outputnya dan sejauh mana sistem politik dapat

mempengaruhi masyarakat dan perekonomian.

- Konsumsi pemerintah

Page 8: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

- Belanja pemerintah pusat atau secara umum

- Belanja militer dan personalia militer

3. Institusionalisasi:

Pembangunan politik terkait dengan respon institusional atau pola institusional,

dan berkaitan dengan perubahan sistem politik mengenai keberhasilan dan

kegagalan institusional. Jadi, pembangunan politik menghendaki adanya

institusionalisasi yang merupakan suatu proses dimana organisasi dan proses

memperoleh nilai dan stabilitas (Huntington dalam Jan-Erik Lane &

Ersson,2002:148).

- Sklerosa institusional

- Status negara

- Pengaruh kepemimpinan modern

4. Stabilisasi

Sebagai perubahan sistem politik, pembangunan politik akan berkaitan dengan

stabiltas dan instabilitas politik.

- Kemelut politik

- Tindakan kekerasan

- Gelombang demonstrasi

5. Orientasi radikal

Pembangunan politik merupakan hasil dari suatu proses perubahan yang

memunculkan tantangan nyata terhadap elit politik.

- Kekuatan kaum kiri

- Diminasi kaum kiri di pemerintahan

BAB V: Pembangunan Ekonomi, Demokrasi dan Kinerjanya

Terdapat dua teori yang menyatakan faktor-faktor ekonomi suatu negara mempengaruhi

kepolitikan:

1. Hipotesis Rezim (regime hypothesis)

Berasumsi bahwa kestabilan institusi-institusi demokrasi (politik) di suatu negara

dipengaruhi oleh tingkat kemakmuran. Rezim demokrasi hanya akan bertahan di

negara-negara kaya, sehingga GDP per kapita menentukan keberlangsungan

demokrasi.

2. Hipotesis kebijakan (regime police)

Page 9: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Menegaskan bahwa kebijakan publik di suatu negara ditentukan oleh tingkat

kekayaan. Yang disebut dengan welfare state/ negara kesejahteraaan akan muncul

pada negara-negara yang perekonomiannya sudah mapan atau makmur, GDP per

kapita dianggap menentukan kualitas maupun konfigurasi kebijakan negara.

Faktor penentu (determinasi) yang mendorong terciptanya kestabilan demokratis dalam

sistem politik di suatu negara:

1. Model Kelimpahan/ kemakmuran

Menonjolkan sistem ekonomi sebagai faktor pokok (Lipset dalam Jan-Erik

Lane & Ersson,2002:193). Tingkat kelimpahan atau tingkat kemakmuran

dikatakan sebagai faktor penentu (determinan) terpenting atas munculnya suatu

demokratis di suatu negara. Suatu negara menjadi semakin makmur, struktur sosial

dan politiknya menjadi semakin terdiversifikasi (bermacam-macam).

Dari model ini timbul pertanyaan kontradiktif, apakah tingkat kelimpahan

merupakan determinan pokok bagi kemunculan demokrasi? Untuk menjawab hal

ini Jan-Erik Lane & Ersson melakukan pengkajian secara kuantitatif disimpulkan

bahwa keterkaitan kelimpahan tidak berlaku secara kuat (absah) dalam

mempengaruhi demokrasi, artinya tidak sepenuhnya terkait karena masih banyak

negara-negara yang tidak stabil. Adanya negara-negara yang tidak stabil diartikan

bahwa menurut model kelimpahan, kelimpahan atau kemakmuran merupakan

syarat utama munculnya demokrasi, lantas mengapa negara-negara sangat kaya,

misal Arab Saudi tidak memiliki demokrasi yang memadai.

2. Model Modernisasi (modernization model)

Syarat utama keberadaan demokrasi adalah sebagai struktur sosial modern yang

diandai dengan dominasi masyaraka industry dan kecilnya masyarakat agraris

(Learner dalam Jan-Erik Lane & Ersson,2002:196).

3. Model Budaya (cultural model)

Demokrasi bertolak dari faktor-faktor budaya secara keseluruhan yang ada di suatu

masyarakat. Contoh: etos protestan, semakin kuat posisi lutheranisme akan

semakin stabil institusi-institusi demokratis dan teori agama yang menyatakan

heterogenitas agama akan mengikis pilar-plar demokrasi.

4. Model Politik (political model)

Page 10: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Mencari determinan-determinan demokrasi pada rangkaian faktor politik yang

lebih spesifik. Seperti, yang mempengaruhi demokrasi adalah lamanya keberadaan

apa yang disebut kepemimpinan modern.

Kinerja Demokratis (democratic performance) sebuah hubungan ataupun kontradiktif

dengan pertumbuhan dan kelimpahan/kemakmuran:

1. Model persamaan (equality model)

Semakin demokratis suatu kepolitikan atau sistem politik, akan semakin besar

persamaan atau pemerataan distribusi pendapatan (Lenski, 1996)

2. Model pertumbuhan ekonomi (economic growth model)

Semakin demokratis suatu kepolitikan, akan semakin rendah tingkat pertumbuhan

ekonominya (Jan-Erik Lane & Ersson,2002:199)

3. Model “negara lunak” (soft state model)

Semakin otoriter suatu rezim, akan semakin cepat pertumbuhan ekonominya

(Myrdal, 1968)

4. Model Sklerosa (Sclerosis model)

Semakin panjang waktu yang telah dilalui oleh proses institusionalisasi, akan

semakin kuat koalisi-koalisi distribusional yang terdapat di negara yang

bersangkutan sehingga semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonominya karena

koalisi akan menggerogoti sumber daya yang awalnya untuk memacu pertumbuhan

ekonomi (Olson, 1982)

5. Model Inflasi (inflation model)

Semakin demokratis suatu negara, tingkat inflasi cenderung semakin tinggi (Tufte,

1978)

Teori kesejahteraan tentang negara-negara demokratis (welfare theory of democratic

states) menyatakan bahwa yang mempengaruhi demokrasi tidak hanya tingkat

kelimpahan, tetapi juga kelangsungan proses institusional atas segenap kelembagaan dan

pranata demokratis, proses institusional berdampak positif terhadap tingkat rata-rata

pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi dalam penelitian kuantitatif yang dialakukan Jan-Erik

Lane & Ersson tidak menemukan bukti yang memadai mengenai dampak demokrasi

terhadap pertumbuhan ekonomi serta Jan-Erik Lane & Ersson tidak menemukan adanya

hubungan sebab akibat antara demikrasi dengan faktor-faktor seperti besar kecilnya

ukuran negara, tingkat insflasi maupun pengalaman berperang dari suatu negara.

Page 11: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Kesimpulan bab ini yaitu mempertanyakan teori kesejahteraan tentang demokrasi:

1. Pernyataan tingkat kelimpahan/kemakmuran menentukan jenis-jenis rezim yang

akan dianut oleh negara yang bersangkutan tidak berlaku. Tidak ada hubungan

kausalitas yang cukup signifikan antara tingkat kelimpahan dan kemunculan rezim

demokratis

2. Tidak ada data yang menunjang bahwa demikrasi merupakan salah satu faktor

penentu tingkat rata-rata pertumbuhan ekonomi suatu negara.

BAB VI: Determinan-Determinan Kebijakan di Eropa Barat

Faktor-faktor penentu (determinan) kebijakan di Eropa Barat, terkait dengan variabel-

variabel independen (variabel-vaeiabel yang mempengaruhi) yang menyebabkan

keragaman kebijakan publik suatu negara dibanding negara lain dan tingkat pembelanjaan

pemerintah sebagai variabel dependen (variabel yang dipengaruhi)

Variabel dependen (variabel yang dipengaruhi):

1. Modernisasi

2. Kekuatan Kaum Konservatif

3. Kekuatan Kaum Kiri

4. Keterbukaan Ekonomi

5. Dimensi Ekonomi

6. Stabilitas Politik

BAB VII: Negara atau Pasar di Dunia

Analisis pertumbuhan ekonomi sektor publik tidak hanya komponen sistem politik pada

pemerintah saja namun juga diperluas ke berbagai sistem politik lainnya, tidak terbatas

pada negara-negara OECD.

BAB VIII: Institusi-Institusi dan Pertumbuhan Ekonomi di Negara-Negara Kaya

OECD

Bab ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor politik terhadap pertumbuhan ekonomi.

Faktor politik yang dominan adalah institusionalisasi. Institusionalisasi memberikan

dampak negative secara langsung yang kuat terhadap pertumbuhan ekonomi. Di samping

itu juga memberi pengaruh tak langsung yakni melalui dampaknya terhadap terhadap

tingkat kemajuan ekonomi dan unioniasi yang pada gilirannya mempengaruhi

pertumbuhan.

Page 12: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Institusionalisasi adir bersamaan dengan tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi artinya

suatu negara akan menaglami kematangan institusi jika berhasil menjadi negara maju).

Hal inilah yang memberiakan dampak negative terhadap pertumbuhan ekonomi, karena

semakin tinggi tingkat kemajuan ekonomi suatu negara, tingkat pertumbuhannya

cenderung semakin rendah.

BAB IX: Politik dan Pertumbuhan Ekonomi:

Pertumbuhan ekonomi juga tidak ditentukan oleh tingkat kelimpahan atau keseluruhan

struktur sosial. Pertumbuhan ekonomi ternyata bertolak dari kekuatan-kekuatanyang tidak

sepenuhnya bisa didikte oleh tindakan politik. Di negara dunia Ketiga pertumbuhan

ekonomi sangat berkaitan dangan keseluruhan prilaku investasi yang ditentukan oleh

pemerintah. Sedangkan di negara-negara maju, pertumbuhan ekonomi lebih berkaiatan

dengan sklerosa institusional yang juga bisa dipengaruhi oleh kegiatan politik dan

kebijakan.

BAB X: Rezim-Rezim Ekonomi Politik: Sebuah Evaluasi

Empat jenis rezim ekonomi politik:

1. Rezim kapitalis murni (desentralisasi)

2. Rezim etatisme kapitalis

3. Rezim kapitalis campuran

4. Rezim sosialis (gabungan dari rezim sosialis murni dan rezim sosialis pasar atau

campuran)

Perbedaan pokok dari rezim mengacu pada:

- struktur-struktur kepemlikan

- kedudukan pasar dalam alokasi sumber-sumber daya

- peranan pihak pemerintah dalam fungsi redistribusipendapatan atau kekayaan

nasional

Evaluasi atas keempat jenis rezim ekonomi politik tersebut:

1. Secara umum rezim sosialis dan rezim etatisme kapitalis memiliki catatan kinerja

yang lebih rendah dibandingkan dengan kedua kelompok rezim lainnya.

2. Secara keseluruhan, rezim-rezim kapitalis, kecuali rezim etatisme kapitalis, lebih

baik daripada rezim sosialis

Page 13: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

3. Secara umum rezim kapitalis campuran lebih baik dari pada rezim sosialis dan

etatisme kapitalis dalam semua criteria.

B. Metode: Kuantitatif dan Historis

Metode penulis dalam penulisan buku ini adalah dengan menggunakan metode

kuantitatif penekanan dalam pembahasan buku didasarkan pada analisis empirik

komparatif politik ekonomi, dengan menggunakan dan mengolah data-data ekonomi dan

politik serta perhitungan statistik seperti korelasi, regresi dalam penganalisaan hubungan

dan pengambilan kesimpulan komparatif demokratisasi dan pertumbuhan benarkah

kontradiktif. Selain penggunaan metode Kuantitatif, penulis juga menggunakan metode

historis karena dalam penyampaiannya, penulis menceritakan suatu sejarah kejadian-

kejadian dan perkembangan ekonomi politik suatu negara ataupun kawasan. Penyampaian

secara historis ini untuk mendukung argument hasil-hasil analisis kuantitaif yang

dilakukan oleh penulis.

C. Teori & Konsep

1. Teori Kelimpahan (Affluence Theory)

Teori ini menyatakan adanya keterkaitan kuat antara berbagai tolak ukur

kelimpahan ekonomi dengan variabel-variabel politik yang membentuk atau

menentukan pola-pola kebijakan publik di suatu negara. Akan tetapi berdasarkan

analisis empiris Jan-Erik Lane & Ersson, terbukti bahwa keterkaitan tidak begitu

kuat sehingga pernyataan teori kelimpahan tidak bisa diterima.

2. Hukum Wagner

Menyatakan kedudukan-kedudukan faktor-faktor ekonomi sebagai determinan

mutlak bagi pertumbuhan sektor publik. Hukum ini menyimpulkan bahwa semakin

kaya suatu negara akan semakin besar proporsi pendapatan nasionalnya yang dapat

dialihkan sebagai pemasukan pemerintah yang selanjutnya dibelanjakan melalui

berbagai kebijakan program belanja pemerintah, dan itu berarti pemanfaatan

kebijakan publik sebagai instrument ekonomi politik meningkat.

3. Teori Pertumbuhan dan Politik (theoty of economic growth)

Teori ini berfokus pada faktor-faktor ekonomi seperti teknologi, produksi,

populasi, dan modal sebagai faktor-faktor yang menentukan pertumbuhan

ekonomi.

4. Kinerja Demokratis (democratic performance) sebuah hubungan ataupun

kontradiktif dengan pertumbuhan dan kelimpahan/kemakmuran:

Page 14: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

Model persamaan (equality model)

Semakin demokratis suatu kepolitikan atau sistem politik, akan semakin besar

persamaan atau pemerataan distribusi pendapatan (Lenski, 1996)

Model pertumbuhan ekonomi (economic growth model)

Semakin demokratis suatu kepolitikan, akan semakin rendah tingkat

pertumbuhan ekonominya (Jan-Erik Lane & Ersson,2002:199)

Model “negara lunak” (soft state model)

Semakin otoriter suatu rezim, akan semakin cepat pertumbuhan ekonominya

(Myrdal, 1968)

Model Sklerosa (Sclerosis model)

Semakin panjang waktu yang telah dilalui oleh proses institusionalisasi, akan

semakin kuat koalisi-koalisi distribusional yang terdapat di negara yang

bersangkutan sehingga semakin rendah tingkat pertumbuhan ekonominya

karena koalisi akan menggerogoti sumber daya yang awalnya untuk memacu

pertumbuhan ekonomi (Olson, 1982)

Model Inflasi (inflation model)

Semakin demokratis suatu negara, tingkat inflasi cenderung semakin tinggi

(Tufte, 1978)

D. Kekuatan dan Kelemahan

Buku ini mencoba menguji teori-teori konsep tentang komparatif antara kelimpahan/

kemakmuran ataupun pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor politik seperti

demokratisasi dan institusionaliasasi terutama pembahasan tentang konsep demokratisasi

& pertumbuhan. Berbeda dengan buku lain dalam hal ini buku pembanding yaitu buku

Politik Perpajakan : Membangun Demokrasi Negara karangan Irianto, Edi Slamet & Jurdi.

Dalam buku Politik perpajakan dalam membangun demokrasi, Irianto dkk hanya

membahas demokrasi dominan dalam aspek politiknya saja dan mimim mengaitkan

dengan konsep-konsep perekonomian seperti pertumbuhan dan kemakmuran selain itu jika

pun itu ada pembahasan hubungannya dengan pertumbuhan hanya sebatas penggunaan

teori-teori demokrasi yang telah ada yang kemudian dijadikan pedoman dalam

pembahasan. Buku karangan Irianto hanya sekedar sebuah pemaparan, berbeda dengan

buku karangan Jan-Erik Lane & Ersson mencoba menguji teori-teori yang telah ada

dengan pengujian kualitatif dan hasilnya cukup bertentangan dengan teori sebelumnya.

Page 15: Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi

E. Pandangan Pribadi tentang Buku

Buku Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan Pertumbuhan Benarkah

Kontradiktif memiliki pembahasan yang komprehensif karena pembahasan materi tiap

babnya memilki preferensi yang luas. Luasnya cakupan materi tergambar detailnya

pembahasan tiap-tiap teori ataupun konsep terutama penggambaran yang jelas dan mudah

dipahami tentang kondisi politik dan ekonomi negara-negara kaya, miskin dan Dunia

Ketiga. Sebagai studi komparatif antara politik dan ekonomi, buku ini memberikan

gambaran yang jelas bagi pembaca keterkaitan ataupun kontradiksi dari dua aspek yang

dibandingkan yaitu antara demokratisasi dan pertumbuhan. Disebabkan

Gaya penyampaian yang sederhana mungkin menjadi faktor bagi pembaca untuk

memahami isi buku ini secara lebih jelas. Selain itu metode penulisan buku yang secara

kuantitatif dengan dilengkapi begitu banyak table, data ekonomi, data politik dan

penggunaan perhitungan statistik tidak membuat pembaca sulit untuk memahami karena

penjelasan dari hasil perhitungan statistic tersebut jelas dan mudah dipahami.

Dari aspek akademik, buku ini mencoba menguji teori-teori konsep tentang komparatif

antara kelimpahan/ kemakmuran ataupun pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor

politik seperti demokratisasi dan institusionaliasasi. Pengujian dilakukan dengan

kuantitatif yang hasilnya cukup bertentangan dengan teori sebelumnya seperti Teori

Kelimpahan (Affluence Theory), teori ini menyatakan adanya keterkaitan kuat antara

berbagai tolak ukur kelimpahan ekonomi dengan variabel-variabel politik yang

membentuk atau menentukan pola-pola kebijakan publik di suatu negara. Akan tetapi

berdasarkan analisis empiris Jan-Erik Lane & Ersson, terbukti bahwa keterkaitan tidak

begitu kuat sehingga pernyataan teori kelimpahan tidak bisa diterima, dll.

F. Rujukan/ Daftar Pustaka

G. Irianto, Edi Slamet & Jurdi, Syarifuddin, 2005, Politik Perpajakan : Membangun

Demokrasi Negara, Yogyakarta : UII Press.

Lane, Jan Erik, dan Ersson, Svante, 2002, Ekonomi Politik Komparatif Demokratisasi dan

Pertumbuhan Benarkah Kontradiktif, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.