Upload
ngodien
View
221
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
1
EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH
FACTOR PADA KARSINOMA NASOFARING
Tesis
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Spesialis dalam Bidang
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher
Oleh M. PAHALA HANAFI HARAHAP
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS BIDANG ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK
BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2009
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat, karunia dan
hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas
akhir dalam menyelesaikan pendidikan spesialis dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara/RSUP H. Adam Malik Medan.
Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat
diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr,
Sp.A (K), DTM&H, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran
Sumatera Utara.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar
Alamsyah, dr, Sp.PD-KGEH dan mantan dekan Prof. Sutomo Kasiman, dr, Sp.JP (K)
dan Prof. T. Bahri Anwar, dr, Sp.JP (K) yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini.
Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Kepala Departemen
THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan,
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
3
bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK
USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K) sebagai Ketua Program Studi
Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan atas bimbingan, arahan, dorongan dan nasehat selama penulis mengikuti
pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K) sebagai pembimbing utama tesis, Prof.
Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K) dan dr. Farhat, Sp.THT-KL sebagai pembimbing
pendamping tesis, yang telah banyak memberikan waktu, bimbingan, arahan dan
motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-
guru di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, dr. Asroel Aboet,
Sp.THT-KL (K), Prof. Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K), dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL
(K), Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K), Prof. Abdul Rachman Saragih, dr,
Sp.THT-KL (K), Dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL (K), dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-
KL, dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL (K), Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K), dr. Linda I
Adenin, Sp.THT-KL, dr. Hafni, Sp.THT-KL (K), dr. Ida Sjailendrawati H, Sp.THT-KL, dr.
Adlin Adnan, Sp.THT-KL, dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL, dr. Ainul Mardhiah, Sp.THT-
KL, dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL, dr. Andrina YM Rambe, Sp.THT-KL, dr. Harry Agustaf
A, Sp.THT-KL, dr. Farhat, Sp.THT-KL, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri,
Sp.THT-KL dan dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu
dan pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
4
Yang terhormat Prof. H. M. Nadjib Dahlan Lubis, dr, Sp. PA(K), para staf
Departemen Patologi Anatomi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah banyak
membantu, memberikan masukan, perhatian dan bimbingan di bidang patologi anatomi
terutama mengenai pemeriksaan imunohistokimia dalam penulisan tesis ini.
Yang terhormat dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, staf Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas yang telah banyak membantu saya
di bidang statistik dalam pengolahan data tesis ini.
Bapak Kepala Departemen/Staf Radiologi FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan,
Kepala Departemen/Staf Anastesiologi dan Reanimasi FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan, Kepala Departemen/Staf Patologi Anatomi FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama menjalani stase
pendidikan di Departemen tersebut.
Direktur dan seluruh staf THT-KL RSUD Lubuk Pakam, RS PTP XI Tembakau
Deli Medan, Rumah Sakit DAM-I/Bukit Barisan Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan,
yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis untuk belajar
selama pendidikan di rumah sakit tersebut.
Kedua orangtua tercinta, Ibunda Salismi dan ayahanda dr. Amran Harahap, serta
kakak dan adik penulis mengucapkan terima kasih atas limpahan kasih sayang dan tak
henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.
Istriku Ns. Cholina Trisa Siregar MKep. Sp. KMB terima kasih atas dukungan dan
perhatiannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Ananda M. Faiz Zuhairi
Harahap yang terus memotivasi penulis dalam penyelesaian tesis ini.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
5
Teman-teman sejawat peserta pendidikan Ilmu Kesehatan THT Bedah Kepala
Leher terima kasih atas persahabatan dan kerjasama yang terjalin selama mengikuti
pendidikan.
Paramedis dan karyawan Departemen THT Bedah Kepala Leher FK USU/RSUP
H. Adam Malik Medan yang telah membantu dan bekerja sama selama penulis
menjalani pendidikan.
Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi
amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat dan
hidayahNya kepada kita semua.
Medan, Maret 2009
M. Pahala Hanafi Harahap
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
6
Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor
Pada Karsinoma Nasofaring
Abstrak
Latar Belakang : Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang cenderung
didiagnosa pada stadium lanjut, sehingga angka survival rendah dan prognosis
penderita jelek. Salah satu faktor yang diduga berperan dalam progresivitas tumor dan
metastase tumor adalah overekspresi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang
berperan penting dalam proses angiogenesis tumor. Penelitian ini dilakukan untuk
melihat ekspresi VEGF pada KNF, serta melihat hubungan ekspresi VEGF dengan
stadium dan jenis histopatologi KNF.
Metode Penelitian : Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional
study) di Departemen THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan, secara non
probability consecutive sampling mulai Maret 2008. Terhadap penderita KNF dilakukan
pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia dari jaringan nasofaring yang diperoleh
dari biopsi. Ekspresi VEGF dinilai pada sitoplasma yang terwarnai merah kecoklatan .
Data dianalisa dengan uji korelasi Spearman dan uji chi square dengan batas
kebermaknaan p < 0,05.
Hasil Penelitian : Sebanyak 21 dari 28 kasus KNF (75,0%) memiliki ekspresi VEGF
positif. Overekspresi VEGF dijumpai pada 10 dari 28 kasus KNF (35,7%). Tidak dijumpai
korelasi yang bermakna antara stadium tumor dengan ekspresi VEGF pada KNF (p >
0,05). Tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi dengan
ekspresi VEGF pada KNF (p > 0,05)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
7
Kesimpulan : Ekspresi VEGF cukup tinggi pada penderita KNF. Kemungkinan VEGF
berperan dalam proses angiogenesis pada KNF.
Kata Kunci : KNF, VEGF, stadium, histopatologi
Abstract
Background : Nasopharyngeal Carcinoma (NPC) is a malignancy that tend to
diagnosed at advanced stage with low survival and prognosis rate. One of the factor that
may play a role in progresivity and metastasis of tumour is overexpression of vascular
endothelial growth factor (VEGF) which is a key role in tumour angiogenesis. The aim of
this study is to learn the expression of VEGF in NPC, and to learn the association of
VEGF expression with tumour stage and histopathologic type of NPC.
Study design and methods : This is a cross sectional study performed in ENT-HNS
Department of Medical School of University of North Sumatera / H. Adam Malik Hospital.
Sample was collected by non probability consecutive sampling, starting from March
2008. NPC patients underwent histophatologic examination and immunohistochemical
analysis from nasopharyngeal biopsy. VEGF expression analysed by red-brown stained
cytoplasm. Data was analysed by Spearman’s correlation test and chi square test.
Results : VEGF positive expression was found in 21 of 28 (75.0%) NPC cases. VEGF
overexpression was found in 10 of 28 (35.7%) NPC cases. No significance correlation
found between tumour stage and VEGF expression (p > 0.05). No significance
association found between histophatologic type and VEGF expression (p > 0.05).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
8
Conclusions : VEGF expression is relatively high in NPC patient. VEGF may play a role
in the angiogenesis of NPC.
Keywords : NPC, VEGF, stage, histophatology.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
9
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR............................................................................... i ABSTRAK............................................................................................... v DAFTAR ISI ........................................................................................... viii BAB 1: PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1. Latar Belakang............................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah....................................................................... 5 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 5 1.3.1. Tujuan Umum............................................................................... 5 1.3.2. Tujuan Khusus............................................................................ . 5 1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 6 1.4.1. Manfaat Teoritik............................................................................ 6 1.4.2. Manfaat Praktis............................................................................. 6 BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 6 2.1 Karsinoma Nasofaring................................................................. 7 2.1.1 Anatomi Nasofaring..................................................................... 7 2.1.2 Epidemiologi................................................................................ 9 2.1.3 Etiologi......................................................................................... 11 2.1.4 Gejala Klinik................................................................................. 15 2.1.5 Diagnosis..................................................................................... 18 2.1.6 Histopatologi dan Stadium........................................................... 25 2.1.7 Terapi........................................................................................... 28 2.2 Vascular Endothelial Growth Factor............................................ 34 2.2.1 Angiogenesis............................................................................... 34 2.2.2 Angiogenesis Yang Diinduksi Tumor........................................... 35 2.2.3 Famili VEGF................................................................................. 38 2.2.4 Reseptor VEGF............................................................................ 39 2.2.5 Peran VEGF Pada Angiogenesis................................................. 41 2.2.6 Regulasi VEGF............................................................................ 45 2.2.7 Overekspresi VEGF..................................................................... 46 2.2.8 Anti VEGF.................................................................................... 51 BAB 3 : KERANGKA KONSEPTUAL.……………………………………. 54
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
10
BAB 4 : METODE PENELITIAN ................ ……………………………… 55 4.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................ 55 4.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 55 4.2.1 Populasi.................................................................. .................... 55 4.2.2. Sampel ....................................................................................... 55 4.2.3. Besar Sampel ..................................................................... ........ 56 4.2.4. Teknik Pengambilan Sampel ...................................................... 57 4.3. Variabel Penelitian .............................. ....................................... 57 4.3.1. Klasifikasi Variabel Penelitian..................................................... 57 4.3.2. Definisi Operasional Variabel..................................................... . 57 4.4. Bahan Penelitian ........................................................................ 58 4.5. Instrumen Penelitian.................................................................... 58 4.6. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................ 60 4.7 Kerangka Kerja............................................................................ 61 4.8 Pelaksanaan Penelitian............................................................... 62 4.9 Analisa Data.................................................................................. 62 BAB 5 : ANALISIS HASIL PENELITIAN ............................................... 63 BAB 6 : PEMBAHASAN ........................................................................ 69 BAB 7 : KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 81 7.1. Kesimpulan.................................................................................... 81 7.2. Saran............................................................................................. 81 DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 82 LAMPIRAN.............................................................................................. 87 Lampiran 1. Data Sampel Penelitian .......... ........................................... 87
Lampiran 2. Status Penelitian ............................................................... 88
Lampiran 3. Lembar Penjelasan Kepada Subyek Penelitian................... 92
Lampiran 4. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan............................ 94
Lampiran 5. Persetujuan Komite Etik Penelitian .................................. 95
RIWAYAT HIDUP..................................................................................... 96
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
11
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
yang melapisi nasofaring, tidak termasuk tumor kelenjar atau limfoma (Wei dan Sham,
2005; Brennan, 2006). Di Indonesia KNF merupakan tumor ganas kepala dan leher
yang paling banyak ditemukan. Menurut data patologi tahun 1990 KNF menduduki
urutan ke-4 dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit.
Prevalensi penderita KNF 4,7 orang per 100.000 penduduk pertahun yang diambil dari
data resmi Departemen Kesehatan tahun 1980 (Roezin, 1995). Penelitian Fachiroh di
Yogyakarta menyatakan insiden penderita KNF 3,9 orang per 100.000 penduduk
(Fachiroh et al. 2004). Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati
511 penderita baru KNF (Roezin, 1995). Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun
1998-2000 ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan
leher (Lutan, 2003). Sementara pada periode 1 Juli 2005 – 30 Juni 2006 ditemukan 79
orang penderita baru KNF (Aliandri, 2007).
Diagnosis dini sangat menentukan prognosis penderita. Hal ini sukar dicapai
karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-langit dan terletak di bawah
dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam tengkorak
maupun leher (Roezin, 1995). Diagnosis dini yaitu menemukan kasus KNF pada
stadium I dan II, dimana belum terjadi metastase regional. Keadaan ini sangat sulit
dicapai baik di Indonesia maupun di luar negeri. Dari beberapa penyelidikan di
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
12
Indonesia dan di luar negeri, kasus dini hanya ditemukan antara 3,8%-13,9%,
dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar 88,1%-96,2% (Soetjipto,
1993). Di RSUP HAM periode Juli 2005-Juni 2006 dari 79 penderita KNF seluruhnya
berada pada stadium lanjut, tidak dijumpai penderita dengan stadium dini (Aliandri,
2007).
Radioterapi tetap merupakan modalitas terapi primer terhadap KNF (Cottrill dan
Nutting, 2005; Wei dan Sham, 2005). Penderita dengan stadium I dan II mempunyai
angka kesembuhan tinggi dengan pemberian radioterapi saja, dimana prognosis bagi
penderita dengan metastase jauh masih buruk. Bagi penderita dengan stadium III dan
IV, peran pembedahan terbatas dan pemberian radioterapi yang dikombinasikan
dengan kemoterapi telah menjadi standar terapi (Agulnik dan Siu, 2005). Akan tetapi,
regimen obat kemoterapi yang optimal untuk dikombinasikan dengan radioterapi masih
kontroversial. Beberapa studi random telah dilakukan untuk mengevaluasi pemberian
kemoterapi neoadjuvan, concurrent dan adjuvan dalam berbagai kombinasi dengan
radioterapi (Cottrill dan Nutting, 2003; Agulnik dan Siu, 2005).
Kanker yang kecil pada KNF memiliki angka survival yang tinggi dengan
pemberian radioterapi dan kemoterapi sekitar 80%-90%. Lesi yang lebih luas tanpa
penyebaran ke kelenjar limfe leher sering dapat disembuhkan dengan angka survival
50%-70%. Penderita dengan lesi lanjut, terutama dengan penyebaran ke kelenjar limfe
leher, keterlibatan syaraf kranial dan destruksi tulang, sulit dilakukan kontrol lokal
dengan radioterapi dengan / tanpa pembedahan dan sering berkembang menjadi
metastase jauh. Walau rekurensi biasanya terjadi dalam 5 tahun setelah diagnosis,
dapat pula terjadi dengan interval yang lebih lama (Cho, 2007).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
13
Beberapa target molekuler telah diidentifikasi dalam spesimen tumor penderita
KNF. Ekspresi atau overekspresi reseptor-reseptor berikut telah dievaluasi pada KNF :
EGFR, cKIT c-erbB-2 (HER-2) dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor), yang
merupakan faktor proangiogenik, yang berperan dalam angiogenesis untuk
pertumbuhan tumor, invasi dan metastase tumor (Agulnik dan Siu, 2005).
Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari
pembuluh darah yang telah ada (Josko et al. 2000; Rosen, 2002). Angiogenesis sangat
dibutuhkan dalam pembentukan organ baru serta untuk diferensiasi saat embriogenesis,
penyembuhan luka dan fungsi reproduksi wanita (Josko et al. 2000; Rosen, 2002).
Dalam kondisi patologi, angiogenesis dibutuhkan pada proses pertumbuhan tumor solid
dan pada proses metastase (Rosen, 2002; Medinger dan Drevs, 2005; Hicklin dan Ellis,
2005). Tumor membutuhkan angiogenesis untuk tumbuh di atas ukuran 1-2 mm3
(Rosen, 2002). Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrien, faktor
pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik, mempengaruhi faktor hemostatik yang
mengontrol koagulasi dan sistem fibrinolitik, dan penyebaran sel-sel tumor ke tempat
jauh (Hicklin dan Ellis, 2005).
Angiogenesis merupakan proses yang sangat kompleks, yang diregulasi secara
ketat oleh faktor-faktor proangiogenik (VEGF) dan faktor-faktor antiangiogenik (Rosen,
2002; Hicklin dan Ellis, 2005). VEGF berperan penting dalam angiogenesis tumor.
Ekspresi VEGF dalam sel-sel tumor distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan
inaktivasi gen supresor tumor (p53) dan oleh berbagai sitokin (Rosen, 2002). Aktivasi
aksis VEGF/VEGF reseptor (VEGFR) memicu jaringan sinyal multipel yang
menghasilkan survival sel endotel, mitogenesis, migrasi, diferensiasi dan permeabilitas
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
14
vaskular serta mobilisasi sel-sel progenitor endotel dari sumsum tulang ke sirkulasi
perifer (Hicklin dan Ellis, 2005).
Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan
prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal,
karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan
melanoma, acute myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium (Rosen,
2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Ekspresi VEGF dibandingkan antara sampel jaringan
yang diambil dari nasofaring normal, tumor jinak nasofaring dan KNF, dengan nilai
ekspresi VEGF 10%, 40% dan 80%. Ekspresi VEGF meningkat pada KNF stadium
lanjut dengan perbandingan statistik yang signifikan terhadap KNF stadium dini (dikutip
oleh Agulnik dan Siu, 2005 dari Guang Wu, 2000). Satu studi di China dari 127
spesimen KNF dengan pemeriksaan imunohistokimia didapati nilai positif VEGF 66,9%
(Sha dan He, 2006). Penelitian di India didapati overekspresi VEGF 67% dari 103
penderita KNF (Khrisna et al. 2006). Penelitian sebelumnya di Singapura dari 42 pasien
KNF yang diperiksa secara imunohistokimia dijumpai overekspresi VEGF pada seluruh
sampel (Soo et al. 2005).
Karena peran sentralnya dalam angiogenesis tumor, jalur VEGF/VEGFR telah
menjadi fokus utama riset dasar dan pengembangan obat-obatan di bidang onkologi
(Hicklin dan Ellis, 2005). Dari beberapa penelitian telah disimpulkan kombinasi anti
VEGF dengan kemoterapi atau radioterapi menghasilkan efek antitumor yang lebih baik
daripada pemberian kemoterapi/radioterapi sendiri (Ferrara et al. 2004).
1.2 Rumusan Masalah
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
15
Di Departemen THT KL FK USU/RSUP HAM, penderita KNF sebagian besar
datang dengan stadium lanjut (Stadium III dan IV). Penderita KNF stadium lanjut
memiliki prognosa yang jelek, dengan kemungkinan besar terjadi rekurensi dan
metastase jauh. Peneliti tertarik untuk mengetahui ekspresi VEGF pada KNF, dimana
overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas dan prognosis tumor yang
buruk.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma
Nasofaring
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mengetahui ekspresi VEGF pada penderita KNF
1.3.2.2 Mengetahui hubungan stadium tumor dengan ekspresi VEGF pada KNF
1.3.2.3 Mengetahui hubungan jenis histopatologi dengan ekspresi VEGF pada KNF
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 Manfaat teoritik
Dapat memahami peran VEGF pada KNF dalam progresivitas dan prognosis
penyakit.
1.4.2 Manfaat praktis
Sebagai dasar penelitian selanjutnya dalam pemberian anti VEGF terhadap
KNF untuk meningkatkan efek terapi dasar KNF di masa datang.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
16
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karsinoma Nasofaring
2.1.1 Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan ruang berbentuk trapezoid dengan ukuran tinggi 4 cm,
lebar 4 cm dan anteroposterior 3 cm. Permukaan dilapisi epitel pseudostratified
columnar tipe pernafasan dan epitel non keratinizing stratified squamous. Dinding
anterior dibentuk oleh koana dan batas posterior septum nasi. Lantai dibentuk oleh
permukaan atas palatum mole. Bagian atap dan dinding posterior dibentuk oleh
permukaan yang melandai dibatasi oleh badan sfenoid, basioksiput dan vertebra
cervical I dan II hingga batas palatum mole. Dinding lateral terdapat muara tuba
Eustachius. (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).
Atap dan dinding posterior nasofaring
Bagian atap melandai yang menyatu dengan dinding posterior. Keduanya
dibentuk oleh lantai sinus sfenoid di medial dan fibrokartilago foramen lacerum di lateral.
Sinus kavernosus dengan arteri karotis interna dan syaraf kranial III, IV, V dan VI
terletak di atas foramen laserum pada kedua sisi. Dinding posterior menutupi bagian
basilar tulang oksipital dan arkus anterior atlas di inferior. Dibagian atas dinding
posterior melekat jaringan limfoid pada membran mukosa (tonsil nasofaring atau
adenoid). Fascia prevertebra dan otot memisahkan adenoid dengan tulang vertebra
(Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
17
Dinding lateral nasofaring
Tuba Eustachius bermuara ke nasofaring melalui dinding lateral. Tuba dibentuk
oleh fascia faringobasilar yang diperkuat di inferior oleh otot konstriktor superior. Dilihat
dari cavum nasi, aspek anterior dan aspek posterior orificium tuba Eustachius ditandai
dengan elevasi kartilago tuba, dimana di belakangnya terletak fossa Rosenmuller. Di
sebelah dalam dinding lateral terdapat ruang parafaring yang berisikan arteri karotis
interna, syaraf kranial IX, X, XI dan XII, vena jugularis interna dan kelenjar limfe
retrofaring (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).
Fascia faring dan jaringan ikat foramen laserum menyebabkan kerentanan
terhadap invasi langsung tumor ganas nasofaring. Keadaan ini serta seringnya
keterlibatan kelenjar limfe retrofaring menjelaskan seringnya keterlibatan syaraf kranial
(Cottrill dan Nutting, 2003).
Dasar nasofaring
Dasar nasofaring dibentuk oleh permukaan superior palatum molle, yang
berhubungan dengan spingter palatofaring berperan untuk menutup ismus faring saat
menelan, memisahkan nasofaring dengan orofaring di bawahnya (Chew, 1997; Cottrill
dan Nutting, 2003).
Saluran limfe dan persyarafan nasofaring
Mukosa terbentuk dari beberapa lipatan otot dibawahnya dan mengandung
berbagai kumpulan jaringan limfoid. Jaringan limfoid yang paling menonjol, terutama
pada anak-anak, adalah tonsil faringeal (adenoid) yang terletak di garis tengah dan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
18
menonjol ke depan dari pertemuan atap dan dinding posterior. Lokasi aliran limfe
kelompok pertama adalah kelenjar retrofaring yang terletak di ruang antara dinding
nasofaring posterior, fascia faringobasilar dan fascia prevertebra. Kelompok kelenjar
Rouviere (node of Rouviere) membentuk kelompok kelenjar lateral utama. Kelenjar
tersebut terletak di anterior sebelah lateral atlas di batas lateral m. capitis longus,
sebelah anteromedial arteri karotis interna. Pembuluh eferen mengalir ke rantai jugular
interna dalam pada bagian paling atas di dasar tengkorak di ruang kompartemen
parafaring retrostiloid disebelah dalam ujung atas otot sternomastoid. Kelenjar ini
kemudian mengalir ke bawah di posterior dari kelompok syaraf aksesorius dan di
anterior kelompok jugulodigastrik. (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).
Suplai syaraf ke mukosa nasofaring berasal dari n. trigeminal divisi maksilla
melalui cabang kecil, n. faringeal yang berasal dari fossa pterigopalatina, di dekat
ganglion pterigopalatina (Cottrill dan Nutting, 2003).
2.1.2 Epidemiologi
Karsinoma Nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
yang melapisi nasofaring, tidak termasuk tumor kelenjar atau limfoma (Wei dan Sham,
2005; Brennan 2006). Di Indonesia KNF merupakan tumor ganas kepala dan leher
yang paling banyak ditemukan. Menurut data patologi tahun 1990 KNF menduduki
urutan ke-4 dari seluruh keganasan setelah kanker mulut rahim, payudara dan kulit.
Prevalensi penderita KNF 4,7 orang per 100.000 penduduk pertahun yang diambil dari
data resmi Departemen Kesehatan tahun 1980 (Roezin, 1995). Penelitian Fachiroh di
Yogyakarta menyatakan insiden penderita KNF 3,9 orang per 100.000 penduduk
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
19
(Fachiroh et al. 2004). Di Bagian THT FK-UI RSCM selama periode 1988-1992 didapati
511 penderita baru KNF (Roezin, 1997). Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun
1998-2000 ditemukan 130 penderita KNF dari 1370 pasien baru onkologi kepala dan
leher (Lutan, 2003). Sementara pada periode 1 Juli 2005 – 30 Juni 2006 ditemukan 79
orang penderita baru KNF (Aliandri, 2007).
Pada daerah Barat (Amerika dan Eropa) kejadian KNF jarang dengan insiden
sekitar 0,5/100.000, dengan angka 1-2% dari seluruh kanker kepala dan leher. Di Cina
Selatan dan Hongkong penyakit ini endemik dengan angka insiden meningkat hingga
50/100.000. Perbedaan ini berhubungan dengan subtipe patologis, di Amerika Utara
terdapat WHO tipe 1 (keratinizing squamous cell carcinoma) pada 68% kasus,
sementara di Timur Jauh lebih 95% merupakan WHO tipe 2-3. Insidensi WHO tipe 3
juga tinggi di Eskimo dan Alaska, dan juga meningkat di Malaysia, Afrika Utara dan
Eropa Selatan (Cottrill dan Nutting, 2003).
Secara umum KNF ditemukan pada populasi yang lebih muda dari kanker kepala
dan leher di tempat lain. Pada daerah endemik insiden meningkat sejak usia 20 tahun
dan mencapai puncak pada dekade IV dan dekade V. Pada daerah resiko rendah usia
terbanyak pada dekade V dan dekade VI tapi masih terdapat insidensi yang signifikan
pada usia di bawah 30 tahun, sehingga didapati distribusi usia bimodal, dengan puncak
awalnya antara usia 15-25 tahun. KNF lebih sering dijumpai pada pria dengan
perbandingan pria dan wanita 3 : 1 (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003; Ganguly et
al. 2003).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
20
2.1.3 Etiologi
KNF kemungkinan merupakan hasil interaksi kompleks faktor-faktor genetik, virus
dan lingkungan (Ganguly et al. 2003). Beberapa faktor yang dianggap berpengaruh
terhadap KNF :
1. Infeksi virus Epstein-Barr
Terdapat peningkatan antibodi IgA terhadap viral capsid antigen (VCA) dan early
antigen compleks (EA) dan ditemukannya genom virus pada sel tumor (McDermott et
al. 2001 Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting; 2003. Lutzky et al. 2008). Virus Epstein-
Barr (VEB) terdeteksi secara konsisten pada pasien KNF di daerah dengan insidensi
tinggi dan daerah dengan insidensi rendah. Sinyal RNA yang dikode VEB dengan
metode hibridisasi in situ dijumpai pada hampir seluruh sel tumor, dimana RNA yang
dikode VEB tidak dijumpai pada jaringan normal di sekitar tumor, kecuali pada
jaringan limfoid yang terbatas. Lesi premaligna di epitel nasofaring telah
menunjukkan kandungan VEB, yang menunjukkan infeksi terjadi pada fase awal
karsinogenesis. Terdeteksinya bentuk tunggal DNA viral menyarankan bahwa tumor
merupakan proliferasi klonal dari sel tunggal yang pada awalnya terinfeksi VEB.
Gen-gen laten spesifik VEB secara konsisten diekspresikan pada karsinoma
nasofaring pada lesi awal dan lesi displastik. Protein viral laten (latent membrane
protein 1 dan 2) memiliki efek yang substansial pada ekspresi gen selular dan
pertumbuhan selular, menghasilkan pertumbuhan yang sangat invasif serta
pertumbuhan yang ganas dari karsinoma (McDermott et al. 2001; Cottrill dan Nutting,
2003; Wei dan Sham, 2005; Lutzky et al. 2008 ).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
21
2. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamin
Beberapa penelitian epidemiologik dan laboratorium menyokong hipotesa yang
menyebutkan bahwa konsumsi dini ikan asin menyebabkan KNF di Cina Selatan dan
Hongkong. Suatu studi kasus kontrol menunjukkan bahwa hanya konsumsi ikan asin
yang sering sebelum usia 10 tahun yang berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya KNF (Ahmad, 2002; Ganguly et al. 2003; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei,
2006).
Selain ikan asin, uap nitrosamin tingkat tinggi juga ditemukan pada berbagai bahan
makanan yang diawetkan di China, Tunisia dan Greenland, dimana beberapa bahan
makanan tersebut mengandung prekursor nitrosamin tingkat tinggi yang
menghasilkan uap nitrosamin setelah dicerna di lambung (Chew, 1997).
3. Sosial ekonomi, lingkungan dan kebiasaan hidup.
Udara yang penuh asap dan uap di rumah-rumah dengan ventilasi kurang baik di
Cina, Indonesia dan Kenya juga meningkatkan insiden KNF. Pembakaran dupa di
rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF di Hongkong (Chew,
1997; McDermott et al. 2001; Ahmad, 2002). Perokok berat meningkatkan resiko
KNF pada daerah endemik (Cottrill dan Nutting, 2003; Ganguly et al. 2003).
4. Sering kontak dengan bahan karsinogen antara lain : benzopyren, benzo
anthracene, gas kimia, asap industri, asap kayu, debu kayu, formaldehid, asap
rokok, dan beberapa ekstrak tumbuhan. Penelitian di Swedia menunjukkan pembuat
gelas, pembuat sepatu, pembuat buku serta pekerja di pembakaran tanaman
mempunyai risiko tinggi untuk KNF. Di Selandia Baru peningkatan resiko KNF terjadi
pada pekerja kayu, penggergaji kayu dan pegawai kehutanan. Di China Selatan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
22
suatu studi kasus kontrol menunjukkan resiko tinggi KNF pada pekerja yang terpapar
bahan-bahan hasil pembakaran batu bara, arang, pengelasan serta bahan bakar cair
(Chew, 1997; McDermott et al. 2001; Ganguly et al. 2003).
5. Ras dan keturunan.
Insiden tertinggi di dunia ternyata terdapat pada ras Cina, baik di daerah asal
ataupun di perantauan. Insiden tertinggi terutama di Provinsi Guangdong dan
Daerah Otonom Guangxi (Roezin, 1995; Chew, 1997; Ahmad, 2002). Insiden KNF
tetap tinggi pada penduduk Cina yang berimigrasi ke Asia Tenggara atau Amerika
Utara, tapi lebih rendah pada penduduk Cina yang lahir di Amerika Utara daripada
yang lahir di Cina Selatan (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Wei dan Sham, 2005).
Insiden sedang dijumpai pada ras Asia Tenggara (Malaysia, Indonesia, Thailand,
Vietnam, Filipina), Eskimo (Kanada, Alaska, Greenland) dan Afrika Utara. Insiden
yang jauh lebih rendah daripada insiden di Asia dijumpai di Malta, Tunisia, Aljazair,
Maroko dan Sudan, tetapi insiden tetap lebih tinggi daripada di Amerika dan Eropa
(Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003).
6. Radang kronis di nasofaring
Dengan adanya peradangan menahun di nasofaring, mukosa nasofaring menjadi
lebih rentan terhadap karsinogen penyebab KNF (McDermott, et al. 2001; Ahmad,
2002). Proses peradangan dan kondisi-kondisi benigna di telinga, hidung dan
tenggorokan merupakan faktor predisposisi terjadinya transformasi pada mukosa
nasofaring yang meningkatkan resiko terjadinya keganasan (McDermott, et al. 2001).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
23
7. Profil HLA.
Hubungan antara profil HLA dan KNF ditemukan pada pasien KNF di berbagai
negara. Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan
Bw46 (Chew, 1997; Cottrill dan Nutting, 2003). Penelitian di bagian THT FKUI/RSCM
tahun 1997 didapatkan fenotip antigen HLA kelas 1, HLA-A24 dan HLA-B63 untuk
kemungkinan faktor penyebab bagi orang Indonesia asli (Roezin, 1996; Ahmad,
2002). Penelitian di Medan menemukan alel gen paling tinggi pada penderita KNF
suku Batak adalah alel gen HLA-DRB1*12 dan HLA-DQB*0301 dimana alel gen
yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak
adalah alel gen HLA-DRB1*08 (Delfitri M, 2007)
2.1.4 Gejala Klinik
Dari segi penderita gejala dini KNF tidak khas bahkan lebih banyak menyerupai
gejala rhinitis atau sinusitis. Keluhan penderita KNF sering meragukan dan baru jelas
setelah tumor membesar dan stadium sudah lanjut. Kesulitan ini akibat sulitnya
pemeriksaan nasofaring (Ahmad, 2002).
Gejala yang timbul berhubungan erat dengan lokasi tumor di nasofaring dan
derajat penyebaran. Gejala dini sering tidak disadari oleh penderita maupun dokter
sendiri. Gejala yang sering ditemukan :
1. Pembesaran kelenjar leher
Gejala ini paling sering ditemukan dan membawa penderita berkonsultasi dengan
dokter, sebagian besar penderita datang dengan pembesaran kelenjar leher baik
unilateral atau bilateral. Pembesaran kelenjar leher ini merupakan penyebaran
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
24
terdekat secara limfogen dari KNF. Kelenjar limfe retrofaring lateral (node of
Rouviere) adalah penyaring limfatik pertama akan tetapi tidak dapat diraba.
Pembesaran kelenjar yang agak khas akibat metastasis adalah lokasi pada ujung
prosesus mastoideus di belakang angulus mandibula yaitu kelenjar jugulodigastric
dan kelenjar cervical posterior (atas dan tengah), kemudian diikuti kelenjar cervical
tengah. Tumor biasa teraba keras, tidak nyeri. Dapat terfiksir atau mudah
digerakkan (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003; Thompson, 2005)
2. Gejala hidung
Gejala pada hidung dapat merupakan gejala dini KNF akan tetapi gejala ini tidak
khas, karena dapat juga dijumpai pada penyakit infeksi biasa seperti rhinitis kronis
atau sinusitis. Gejala dapat berupa ingus yang dinodai darah serta ludah yang
bercampur darah saat membersihkan tenggorokan. Perdarahan dapat timbul
berulang-ulang, jumlah sedikit, bercampur ingus sehingga berwarna merah jambu
atau terdapat garis-garis darah halus. Epistaksis biasanya dijumpai pada KNF
stadium lanjut dengan atau tanpa erosi dasar tengkorak. Sumbat hidung biasanya
gejala pada stadium lanjut. Jika dijumpai pada stadium dini biasanya akibat infeksi
sekunder. Ozaena terjadi akibat nekrosis tumor dan merupakan ciri KNF stadium
lanjut. (Chew, 1997; Ahmad, 2002; Cottrill dan Nutting, 2003)
3. Gejala telinga
Dapat berupa gangguan pendengaran seperti tuli hantar, rasa penuh di telinga,
seperti ada cairan, tinitus atau berdenging. Hal ini karena umumnya tumor pertama
kali timbul di fossa Rosenmuller dan menyumbat muara tuba Eustachius. Gejala ini
merupakan gejala dini KNF. Otitis media serosa dijumpai pada 41 % pasien dari 237
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
25
pasien KNF yang didiagnosa dini. Jika seorang Cina dewasa datang dengan
keluhan ini, seorang ahli THT harus mempertimbangkan kemungkinan KNF (Chew,
1997; Ahmad, 2002; Wei, 2006).
4. Gejala neurologis
a. Sindroma petrosfenoidal
Gejala timbul akibat perluasan tumor ke intrakranial melalui foramen laserum.
Syaraf kranial yang terlibat berturut-turut adalah : n.VI, n. III, n.IV sedang n. II
paling akhir mengalami gangguan. Parese n. II menyebabkan gangguan
visus. Parese n. III menyebabkan kelumpuhan m. levator palpebra dan otot
tarsalis superior sehingga menimbulkan ptosis. Parese n. III, IV dan VI akan
menyebabkan gangguan berupa diplopia karena syaraf-syaraf tersebut
berperan dalam pergerakan bola mata. Parese n. V akan menimbulkan gejala
parestesi atau hipestesi pada separuh wajah. Apabila semua syaraf grup
anterior (n. II – n. VI) terkena, maka akan timbul gejala : neuralgia trigeminal
unilateral, oftalmoplegi unilateral, serta gejala nyeri kepala hebat yang timbul
akibat penekanan tumor pada duramater (Sudyartono dan Wiratno, 1996;
Ahmad, 2002)
b. Sindroma parafaring
Gejala ini timbul akibat gangguan syaraf kranial grup posterior (n. IX, X, XI
dan XII) karena penjalaran retroparotidean dimana tumor tumbuh ke
belakang masuk ke dalam foramen jugularis dan kanalis nervus hipoglosus.
Manifestasi kelumpuhan ialah : n. IX : kesulitan menelan karena hemiparese
m. konstriktor faringeus superior. N. X : gangguan motorik berupa afoni,
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
26
disfoni, disfagia dan spasme esofagus. Gangguan sensorik berupa nyeri
daerah laring dan faring, dyspnoe dan hipersalivasi. N. XI : kelumpuhan atau
atrofi m. trapezius, sternokleidomastoideus serta hemiparese palatum molle.
N. XII : hemiparese dan atrofi sebelah lidah. N. VII dan n. VIII jarang terkena
KNF karena letaknya agak tinggi (Sudyartono dan Wiratno, 1996; Ahmad,
2002).
5. Gejala akibat metastase jauh.
Sel-sel kanker dapat menjalar bersama aliran darah (hematogen) atau bersama
aliran limfe (limfogen) mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring.
Metastase jauh dijumpai pada 3-6% penderita saat pertama kali datang, tetapi dapat
berkembang hingga 40% dari penderita KNF. Organ yang sering dikenai adalah
tulang (48%), diikuti paru (27%) dan hati (11%). Sumsum tulang jarang terlibat akan
tetapi membawa prognosis yang buruk. Metastase kelenjar limfe diluar leher jarang
terjadi dan biasanya timbul pada kasus relaps. Metastase jauh merupakan stadium
lanjut dan KNF dengan prognosis buruk. (Chiesa dan Paoli, 2001; Ahmad, 2002;
Cottrill dan Nutting, 2003).
2.1.5 Diagnosis
Dari sebuah penelitian pada 4768 penderita KNF, gejala yang dikeluhkan pada
saat pertama datang adalah benjolan di leher (76%), gangguan hidung (73%),
gangguan telinga (62%), sakit kepala (35%), penglihatan ganda (11%), rasa kebas di
wajah (8%), penurunan berat badan (7%) dan trismus (3%). Tanda klinis yang
ditemukan saat diagnosa ditegakkan adalah pembesaran kelenjar getah bening leher
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
27
(75%) dan kelainan syaraf kranial (20%). Syaraf kranial yang sering terkena adalah
syaraf kranial III, V, VI dan XII. Bila secara klinis dicurigai menderita KNF dan tumor
tidak terlihat pada pemeriksaan endoskopi, harus dilakukan pencitraan dengan
potongan lintang (CT Scan atau MRI). Diagnosis pasti KNF ditegakkan melalui biopsi
nasofaring yang didukung oleh visualisasi melalui endoskopi atau pencitraan dengan
potongan lintang (Wei dan Sham, 2005).
Jika penderita datang dengan gejala KNF, penderita harus dievaluasi secara
klinis adanya tanda-tanda fisik KNF (kelenjar limfe leher, cairan di telinga tengah,
keterlibatan syaraf kranial). Anamnesa lengkap, terutama gejala neurologi dan keluhan
yang menyarankan adanya metastase jauh sangat penting untuk ditanyakan kepada
penderita. Karena radioterapi adalah terapi utama sangat penting untuk menanyakan
faktor-faktor yang berpotensi terjadinya komplikasi yaitu riwayat radiasi sebelumnya,
merokok, alkohol, gizi buruk dan kelainan gigi (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).
Pemeriksaan yang dianjurkan untuk penderita KNF :
Untuk seluruh penderita :
- Nasofaringoskopi langsung dan biopsi pada tumor primer
- Pemeriksaan darah
- Profil biokimia termasuk tes fungsi hati dan laktat dehidrogenase (LDH)
- Serologi virus Epstein-Barr (IgA anti VCA, IgA anti EA)
- X-ray dada
- CT resolusi tinggi (dengan kontras intravena) atau scan MRI pada fossa cranii media,
nasofaring, sinus paranasal, leher dan inlet dada
- Orthopantomogram (Cottrill dan Nutting, 2003).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
28
Untuk penderita dengan keterlibatan kelenjar limfe lanjut (N3) atau diduga adanya
metastase jauh :
- Scan tulang dan radiografi polos pada daerah yang abnormal atau daerah yang
menunjukkan gejala.
- Scan ultrasound hati (Cottrill dan Nutting, 2003).
Pemeriksaan penunjang :
- Audiometri (jika ada indikasi klinis atau pada pemberian kemoterapi platinum)
- Bersihan kreatinin atau bersihan EDTA (pada pemberian kemoterapi platinum) (Cottrill
dan Nutting, 2003).
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus diarahkan ke cavum nasi dan nasofaring. Pemeriksaan
tidak langsung daerah nasofaring dapat dilakukan dengan cermin (rinoskopi posterior),
tetapi variasi anatomi pada penderita akan menganggu evaluasi yang adekwat pada
daerah nasofaring. Rinoskopi posterior juga dibatasi oleh refleks faring, kerjasama
penderita dan ketidakmampuan membuka mulut. Akan tetapi, pemeriksaan dengan
cermin masih tetap cara tercepat untuk menilai nasofaring. Dengan bantuan
nasoendoskopi kaku atau nasoendoskopi fleksibel dapat dilihat perluasan tumor primer,
yang dapat tumbuh eksofitik, atau tampak hanya berkurangnya batas dari fossa
Rosenmuller. Perluasan ke palatum mole, dinding faring dan orofaring harus dilihat
dengan inspeksi dan palpasi. Bukti adanya defisit syaraf kranial dapat dilihat dari
paralise dan atrofi palatum atau lidah. Evaluasi lengkap syaraf kranial lainnya harus
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
29
dilakukan pemeriksaan visual dan pemeriksaan membran timpani (Chew, 1997; Cottrill
dan Nutting, 2003; Wei, 2006)
Biopsi nasofaring
Konfirmasi pasti diagnosa KNF diperoleh dengan hasil biopsi positif yang diambil
dari tumor di nasofaring. Prosedur standar adalah biopsi transnasal dengan panduan
endoskopi. Teleskop kaku Hopkins 0° dan 30° memberikan pandangan yang baik dari
nasofaring. Jika terdapat deviasi septum, endoskop 70° dimasukkan melalui cavum nasi
yang berlawanan dapat memberikan visualisasi tumor yang adekwat. Endoskop 70°
yang dimasukkan di belakang palatum molle dapat memberikan visualisasi atap
nasofaring dan kedua muara tuba Eustachius. Endoskop kaku tidak mempunyai jalur
penghisap atau jalur biopsi. Darah dan mukus yang menutupi tumor harus dibuang
dengan penghisap terpisah untuk mendapatkan pandangan yang jelas pada daerah
patologis. Forsep biopsi harus dimasukkan bersebelahan dengan endoskop untuk
mendapatkan biopsi tumor dibawah pandangan langsung (Chew, 1997; Cottrill dan
Nutting, 2003; Wei, 2006).
Endoskop fleksibel memberikan pemeriksaan yang teliti pada seluruh nasofaring,
walau dimasukkan melalui satu sisi cavum nasi. Ujungnya dapat bermanuver di
belakang septum nasi ke sisi sebelah. Endoskop ini memiliki jalur penghisap dan forsep
biopsi dapat dimasukkan melaluinya untuk mengambil biopsi tumor dibawah pandangan
langsung. Walaupun demikian, gambaran visual yang diperoleh dari endoskop fleksibel
kurang baik dibandingkan endoskop kaku dan ukuran forsep biopsi kecil, sehingga
pengambilan jaringan tidak optimal (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
30
Pada beberapa keadaan seperti : keadaan umum kurang baik, penderita tidak
kooperatif, faring terlalu sensitif, trismus atau pada anak, dilakukan eksplorasi
nasofaring dimana selain dilakukan biopsi, juga dilakukan kuretase daerah nasofaring.
Hal ini juga dilakukan pada penderita yang telah dilakukan biopsi dengan anestesi lokal
tetapi tidak menunjukkan hasil positif sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan
menunjukkan ciri KNF (Ahmad, 2002).
Pada kasus KNF yang tidak dapat dikonfirmasi dengan biopsi endoskopi
konvensional, dapat dilakukan biopsi aspirasi jarum halus di nasofaring. Tumor yang
terletak dalam yang tidak dapat diambil dengan biopsi konvensional dapat dicapai oleh
biopsi aspirasi jarum halus dengan hasil yang cukup akurat (Lubis, 1993).
Biopsi nasofaring tetap dilaksanakan walaupun tumor primer tidak terlihat di
nasofaring pada keadaan :
1. Limfadenopati kelenjar leher akibat metastase tumor ganas.
2. Parese/paralise unilateral n.IV dan n.VI dengan sebab yang tidak jelas.
3. Asimetri nasofaring pada CT scan.
4. Terdapat 2 dari 3 gejala yaitu gejala telinga, gejala hidung dan gejala neurologis
(Ahmad, 2002).
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto polos dapat menilai destruksi tulang dan massa jaringan lunak
yang menutupi jalan nafas atas. Akan tetapi teknik ini memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah dan hanya sedikit memberikan keterangan tentang invasi dan
perluasan tumor (Ahmad, 2002; Wei dan Sham, 2005).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
31
Pemeriksaan fisik (termasuk endoskopi) dapat memberikan informasi yang
bernilai mengenai keterlibatan mukosa dan perluasan tumor ke hidung dan orofaring,
tetapi tidak dapat menilai perluasan ke dalam, erosi dasar tengkorak, atau penyebaran
intrakranial, kecuali terdapat gejala dan tanda ekstensi yang luas melalui jalur tersebut
(Wei dan Sham, 2005).
Pencitraan potong lintang telah meningkatkan efektivitas terapi pada penderita
KNF. Pencitraan tumor primer yang sesuai sangat penting bukan hanya untuk
menentukan stadium tetapi juga untuk perencanaan radioterapi yang akurat. Dalam
menentukan stadium, CT dapat mengidentifikasi penyebaran paranasofaring yaitu jenis
penyebaran yang paling sering pada KNF, dan dapat menunjukkan penyebaran
perineural melalui foramen ovale yang merupakan jalur penyebaran intrakranial yang
penting. Penyebaran perineural melalui foramen ovale juga diperhitungkan sebagai bukti
CT adanya keterlibatan sinus kavernosa tanpa erosi dasar tengkorak (Cottrill dan
Nutting 2003; Wei dan Sham, 2005)
MRI lebih baik dari CT dalam memperlihatkan jaringan lunak nasofaring
superfisial atau dalam dan untuk membedakan tumor dengan jaringan lunak. MRI juga
lebih sensitif untuk menilai metastase kelenjar retrofaring dan kelenjar leher dalam.
Akan tetapi MRI kemampuannya terbatas dalam detail tulang dan CT harus dilakukan
bila status dasar tengkorak tidak dapat ditentukan dengan jelas oleh MRI. Dalam
penentuan stadium, MRI dapat mendeteksi infiltrasi tumor ke sumsum tulang, dimana
CT tidak dapat mendeteksinya kecuali dijumpai erosi tulang yang terlibat. Infiltrasi ke
sumsum tulang dihubungkan dengan peningkatan resiko metastase jauh. Pada suatu
studi komparatif, lebih banyak penderita KNF didapati dengan stadium lebih tinggi
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
32
dengan pemeriksaan CT dibandingkan MRI (Cottrill dan Nutting 2003; Wei dan Sham,
2005).
Deteksi metastase jauh saat diagnosa dengan radiografi konvensional, CT dan
MRI biasanya tidak berhasil. Beberapa laporan telah menyimpulkan bahwa scan tulang,
scintigrafi hati, ultrasonografi abdominal dan biopsi sumsum tulang memiliki nilai yang
kecil dalam pemeriksaan stadium rutin dan direkomendasikan untuk tidak digunakan
(Wei dan Sham, 2005).
Saat digunakan untuk memonitor kondisi penderita setelah terapi, baik CT dan
MRI memiliki sensitivitas rendah dan spesifisitas sedang dalam mendeteksi rekurensi
tumor, walaupun secara umum MRI lebih baik dari CT dalam menunjukkan rekurensi
tumor dan komplikasi post radiasi (Wei dan Sham, 2005).
Pemeriksaan Serologi
Virus Epstein-Barr dapat mempengaruhi manusia dalam berbagai bentuk. Virus
ini dapat menyebabkan infeksi mononukleosis dan juga berhubungan dengan limfoma
Burkitt dan KNF. VEB tergolong virus herpes dan antigen spesifik VEB dapat
dikelompokkan menjadi antigen replikatif awal, antigen fase laten dan antigen akhir.
Pada pasien KNF, antibodi imunoglobulin A (IgA) memberikan respon terhadap early
antigen (EA) dari kelompok pertama, dan viral capsid antigen (VCA) dari kelompok
ketiga memiliki nilai diagnostik. Keduanya juga berperan dalam skrining bagi penderita
KNF asimtomatik pada populasi resiko tinggi. IgA anti VCA lebih sensitif tetapi kurang
spesifik dibandingkan IgA anti EA. Walau kurang spesifik, peninggian LDH serum juga
berhubungan dengan metastase (Ahmad, 2000; Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
33
2.1.6 Histopatologi dan Stadium
WHO menetapkan KNF sebagai kanker yang berasal dari sel skuamous dan
dibedakan berdasarkan mikroskop cahaya menjadi 3 tipe :
Tipe 1 : keratinizing squamous cell carcinoma, menunjukkan differensiasi skuamosa
dengan adanya jembatan interseluler dan/atau keratinisasi di atasnya.
Tipe 2 : differentiated non keratinizing carcinoma, sel tumor menunjukkan diferensiasi
dengan rangkaian maturasi yang terjadi di dalam sel, dimana diferensiasi
skuamosa tidak terlihat pada mikroskop cahaya.
Tipe 3 : undifferentiated carcinoma, sel-sel tumor memiliki inti vesikuler yang oval atau
bulat dan nukleolus yang menonjol. Batas sel tidak terlihat, dan tumor
menunjukkan gambaran sinsitial.
Tumor tipe 2 dan tipe 3 biasanya lebih radiosensitif dan memiliki hubungan
yang kuat dengan virus Epstein-Barr (Thompson, 2005; Wei dan Sham, 2005;
Lutzky et al. 2008).
Terdapat berbagai klasifikasi untuk KNF, yang paling sering digunakan adalah
menurut UICC (2002) dan Ho (1978). (Marzaini, 2002; Mould dan Tai, 2002; Cottrill
dan Nutting, 2003).
Klasifikasi menurut AJCC/UICC 2002 : (Brennan, 2006)
Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis Karsinoma in situ
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
34
Nasofaring
T1 Tumor terbatas di nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak orofaring dan/atau rongga hidung
T2a Tanpa perluasan ke daerah parafaring
T2b Dengan perluasan ke daerah parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terlibatnya syaraf kranial, rongga
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator.
KGB Regional (N)
NX KGB regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastase ke KGB regional
N1 Metastase KGB unilateral, diameter terbesar kurang dari 6 cm, di atas fossa
supraklavikular.
N2 Metastase KGB bilateral, diameter terbesar kurang dari 6 cm, di atas fossa
supraklavikular
N3 Metastase pada KGB :
N3a Diameter terbesar lebih dari 6 cm
N3b Meluas ke fossa supraklavikular
Metastase Jauh (M)
Mx Metastase jauh tidak dapat dinilai
M0 Tanpa metastase jauh
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
35
M1 Metastase jauh
Kelompok stadium :
0 Tis N0 M0
I T1 N0 M0
IIA T2a N0 M0
IIB T1 N1 M0
T2a N1 M0
T2b N0 M0
T2b N1 M0
III T1 N2 M0
T2a N2 M0
T2b N2 M0
T3 N0 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
IVA T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
IVB setiap T N3 M0
IVC setiap T setiap N M1
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
36
2.1.7 Terapi
Radioterapi
Radioterapi masih tetap merupakan modalitas terapi primer untuk KNF dan
kelenjar regional yang membesar (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei dan Sham, 2005). Ini
disebabkan lokasi nasofaring berdekatan dengan struktur yang penting, serta sifat
infiltrasi KNF, sehingga pembedahan sulit dilakukan. Selain itu KNF memiliki sensitivitas
tinggi terhadap radiasi maupun kemoterapi dibandingkan kanker kepala dan leher
lainnya (Wei, 2006; Lin, 2006; Guigay et al. 2006).
Pada pasien KNF stadium dini (stadium I dan II), terapi pilihan adalah radioterapi
definitif. Pada KNF stadium lanjut (stadium III dan IV) pemberian kemoterapi
dikombinasikan dengan radioterapi merupakan pilihan, walau masih kontroversial sebab
masih didapati perbedaan-perbedaan dalam laporan studi di literatur (Licitra et al. 2003;
Lin, 2006)
Dosis radiasi untuk tumor primer biasanya diberikan 65-75 Gy dan pada kelenjar
leher 65-70 Gy. Dosis untuk terapi profilaktik pada leher dengan kelenjar negatif adalah
50-60 Gy (Wei dan Sham, 2005). Dosis radiasi perfraksi yang diberikan adalah 200 cGy
DT (dosis tumor) diberikan 5 kali seminggu untuk tumor primer maupun kelenjar.
Setelah itu radiasi dilanjutkan untuk tumor primer sehingga dosis total adalah 6000-7000
cGy pada tumor (Marzaini, 2002; Mould dan Tai, 2002; Licitra et al. 2003).
Dengan pemberian radioterapi saja telah berhasil mengontrol tumor T1 dan T2
pada 75-90% kasus dan tumor T3 dan T4 pada 50-75% kasus. Kontrol kelenjar leher
mencapai 90% pada kasus N0 dan N1, tapi tingkat kontrol berkurang menjadi 70% pada
kasus N2 dan N3 (Licitra et al. 2003; Lee, 2003; Wei, 2006).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
37
Kemoterapi
Pemberian kemoterapi pada KNF diindikasikan pada kasus penyebaran ke
kelenjar getah bening leher, metastasis jauh dan kasus-kasus residif. Pemberian
kemoterapi terutama diberikan pada KNF dengan penyakit lokoregional tingkat lanjut
dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi dapat diberikan sebelum (neoadjuvan),
selama (concurrent) atau setelah (adjuvan) pemberian kemoterapi. Regimen kemoterapi
aktif antara lain : cisplatin, 5-fluorouracil (5-FU), doxorubicin, epirubicin, bleomycin,
mitoxantron, methotrexate dan alkaloid vinca (Zakifman, 2002; Cottrill dan Nutting,
2003; Lin, 2006).
Sebanyak 70% pasien yang baru terdiagnosa KNF datang pada stadium III dan
IV, dengan penyakit lokal lanjut tanpa metastase. Standar pengobatan adalah
radioterapi dikombinasikan dengan kemoterapi. Akan tetapi, waktu pemberian, dosis,
durasi dan regimen obat kemoterapi yang optimal masih tetap kontroversial sebab
masih didapati perbedaan-perbedaan dalam laporan studi di literatur (Agulnik dan Siu,
2005; Lin, 2006).
Dasar pemberian kemoterapi neoadjuvan/induksi kemoterapi dengan radioterapi
ada 2. Pertama : reduksi sitotoksik tumor primer dan kelenjar dapat meningkatkan
kontrol lokoregional. Kedua : eradikasi mikrometastase sistemik pada stadium dini dapat
mengurangi relaps metastase jauh. Pemberian kemoterapi saat siklus radioterapi
(concomitant) menawarkan potensi sensitisasi tumor terhadap radiasi dan juga
kemungkinan eradikasi mikrometastase. Akan tetapi juga menawarkan peningkatan
resiko toksisitas. Tujuan kemoterapi adjuvan yang diberikan setelah radioterapi adalah
untuk mengurangi tingginya tingkat kegagalan terhadap metastase jauh. Tetapi hal ini
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
38
tidak berperan secara signifikan terhadap kontrol lokoregional (Mould dan Tai, 2002;
Cottrill dan Nutting, 2003).
Berdasarkan berbagai uji random yang telah dipublikasikan dengan tujuan
menilai penambahan kemoterapi pada radioterapi pada KNF lokal stadium lanjut, telah
diambil persetujuan umum bahwa kemoradioterapi concurrent sangat berguna, secara
konsisten menghasilkan keuntungan survival dibandingkan pemberian radioterapi saja,
mencapai tingkat overall survival (OS) 5 tahun sebesar 70% (Agulnik dan Siu, 2005;
Wei, 2006; Guigay et al. 2006).
Pemberian kemoterapi lanjutan terhadap kemoradioterapi concurrent, baik
sebagai neoadjuvan ataupun adjuvan, diperkirakan akan memperkuat kontrol penyakit.
Berdasarkan laporan-laporan terakhir, dipertimbangkan kombinasi kemoterapi
induksi/neoadjuvan diikuti terapi concurrent. Penggabungan bahan-bahan antikanker
terbaru yang kurang toksik dan lebih efektif seperti gemcitabine, taxane dan bahan-
bahan target molekular sebagai kombinasi regimen modalitas memerlukan eksplorasi
lebih lanjut dalam terapi KNF lokal stadium lanjut (Agulnik dan Siu, 2005)
Sampai sekarang, regimen dengan dasar platinum merupakan standar
kemoterapi pada pasien KNF dengan metastase, dan terapi lini pertama yang paling
banyak digunakan adalah kombinasi cisplatin dan 5-FU, yang mencapai ratio respon
66%-76% (Guigay et al. 2006; Wei, 2006). Kombinasi platinum dengan bahan baru
seperti gemcitabine atau paclitaxel telah menunjukkan respon yang baik (Guigay et al.
2006).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
39
Pembedahan
Pembedahan hanya sedikit berperan dalam penatalaksanaan KNF. Terbatas
pada diseksi leher radikal untuk mengontrol kelenjar yang radioresisten dan metastase
leher setelah radioterapi, pada pasien tertentu pembedahan penyelamatan (salvage
treatment) dilakukan pada kasus rekurensi di nasofaring atau kelenjar leher tanpa
metastase jauh (Chew, 1997; Wei, 2003; Wei, 2006; Lutzky et al. 2008).
Terapi Target Molekuler
Dengan tujuan untuk meningkatkan proporsi survival jangka panjang pada pasien
KNF yang rekuren atau dengan metastase jauh, bahan sistemik yang lebih baik
diperlukan untuk meningkatkan respon komplet. Dengan potensi indeks terapetik yang
lebih tinggi, bahan-bahan target melokuler menampilkan senyawa-senyawa yang dapat
melengkapi penggunaan kemoterapi konvensional (Agulnik dan Siu, 2005).
Beberapa target molekuler telah diidentifikasi dalam spesimen tumor penderita
KNF. Ekspresi atau overekspresi reseptor-reseptor berikut telah dievaluasi pada KNF
yaitu : EGFR, cKIT c-erbB-2 (HER-2) dan VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor),
yang merupakan faktor proangiogenik, yang berperan dalam angiogenesis untuk
pertumbuhan tumor, invasi dan metastase tumor (Agulnik dan Siu, 2005).
Saat ini target terapi dengan cetuximab (antibodi monoklonal EGFR) sedang
dalam perkembangan untuk pasien KNF rekuren atau dengan metastase (Agulnik dan
Siu, 2005; Guigay et al. 2006; Licitra et al. 2006). Terapi multitarget inhibitor tyrosine
kinase VEGF untuk KNF dengan metastase telah menunjukkan aktivitas pada studi fase
I (Guigay et al. 2006)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
40
Manajemen Pada KNF Persisten atau Rekuren
Komplikasi lambat dapat timbul pada pasien yang bertahan hidup lama sebagai
akibat radiasi pada daerah sekitar nasofaring dan kelenjar leher. Komplikasi yang dapat
timbul yaitu pada neuroendokrin dan otologi, xerostomia, fibrosis jaringan lunak,
stenosis arteri karotid. Komplikasi neurologi yang menyulitkan seperti nekrosis lobus
temporal dan kelumpuhan syaraf kranial. Kemoterapi dengan cisplatin akan
meningkatkan efek samping otologi (Cottrill dan Nutting, 2003; Wei, 2006).
Remisi komplet KNF setelah terapi dapat dimonitor dengan pemeriksaan fisik,
pemeriksaan endoskopi dengan atau tanpa biopsi, dan pencitraan. Pemeriksaan
dengan PET lebih baik dibandingkan dengan CT atau MRI untuk mendeteksi tumor
yang persisten atau rekuren. Deteksi dini adanya relaps lokoregional sangat penting
karena tumor ini masih dapat ditolong jika dideteksi dini. Pada kasus persisten, baik
pada nasofaring ataupun kelenjar leher 10 minggu setelah terapi inisial telah komplet,
dapat dipertimbangkan terapi penyelamatan (salvage treatment) (Wei, 2006).
Walau kemoradioterapi concomitant cukup efektif pada terapi KNF, kegagalan
lokal atau regional sebagai tumor yang persisten atau rekuren dapat terjadi. Untuk
mempertahankan tingkat survival yang tinggi dibutuhkan deteksi dan terapi dini. Berikut
terapi yang dapat diberikan :
1. Tumor persisten atau rekuren pada kelenjar limfe leher : diseksi leher radikal, dapat
ditambahkan dengan brakiterapi bila tumor telah menyebar keluar batas kelenjar
leher.
2. Tumor persisten atau rekuren di nasofaring : radioterapi eksternal siklus kedua
dengan dosis lebih besar, radioterapi stereotaktik, brakiterapi, nasofaringektomi,
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
41
radioterapi eksternal siklus kedua dikombinasi dengan kemoterapi concurrent ( Cottrill
dan Nutting, 2003; Wei, 2003; Wei, 2006).
2.2 Vascular Endothelial Growth Factor
2.2.1 Angiogenesis
Angiogenesis adalah pembentukan pembuluh darah baru yang berasal dari
pembuluh darah yang telah ada (Josko et al. 2000; Rosen, 2002). Angiogenesis sangat
dibutuhkan dalam pembentukan organ baru serta untuk diferensiasi saat embriogenesis,
penyembuhan luka dan fungsi reproduksi wanita (Josko et al. 2000; Rosen, 2002).
Angiogenesis kompensatori ditunjukkan dengan pembentukan pembuluh darah kolateral
jika terjadi kekurangan oksigen dan kekurangan nutrisi pada jaringan normal (Rosen,
2002). Angiogenesis dapat dipicu oleh berbagai kondisi patologis, seperti reumatoid
artritis, retinopati diabetik, degenerasi makular, psoriasis dan pertumbuhan serta
metastasis tumor (Rosen, 2002; Plank dan Sleeman, 2003).
Tumor membutuhkan angiogenesis untuk tumbuh di atas ukuran 1-2 mm3
(Rosen, 2002). Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrien, faktor
pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik, mempengaruhi faktor hemostatik yang
mengontrol koagulasi dan sistem fibrinolitik, dan penyebaran sel-sel tumor ke tempat
jauh (Hicklin dan Ellis, 2005).
Angiogenesis merupakan proses yang sangat kompleks, yang diregulasi secara
ketat oleh faktor-faktor proangiogenik (VEGF, FGF, PDGF) dan faktor-faktor
antiangiogenik (Rosen, 2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Suatu tumor avaskular
bergantung pada difusi pasif untuk suplai oksigen dan makanan serta untuk
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
42
pembuangan produk sisa. Kebutuhan tumor terhadap nutrien berkembang sesuai
dengan volumenya, tetapi kemampuannya mengabsorbsi bahan-bahan melalui difusi
dari jaringan sekitar sesuai dengan luas permukaan tumor. Karena itu tumor tumbuh
hingga suatu ukuran maksimum hingga tumor mengalami defisiensi nutrien (biasanya di
bagian tengah tumor, dimana tingkat nutrien paling rendah) yang akan manghambat
proliferasi tumor hingga tumor berada dalam status diam. Hal ini membatasi ukuran
tumor sampai sekitar 2 mm, yang disebut keadaan dorman. Sel-sel tumor yang hipoksik
akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan angiogenik, termasuk VEGF. Tumor juga
memproduksi inhibitor endogen angiogenesis, seperti TGF-β. Mulanya inhibitor melebihi
faktor pertumbuhan angiogenik dan sel endotel tetap diam. Akan tetapi, saat tumor
mampu memproduksi cukup faktor pertumbuhan dan/atau menekan ekspresi inhibitor,
akan terjadi ‘angiogenic switch’ menuju proses angiogenesis. (Plank dan Sleeman,
2003). ‘Angiogenic switch’ merupakan pertanda proses malignansi (Hicklin dan Ellis,
2005).
2.2.2 Angiogenesis Yang Diinduksi Tumor
Model terkini proses angiogenesis tumor menyarankan bahwa proses ini
melibatkan tumbuhnya tunas pembuluh dari pembuluh darah yang ada dan menyatunya
progenitor endotel menjadi pembuluh vaskular baru. Proses ini meliputi berbagai
kejadian yaitu proliferasi, migrasi dan invasi sel-sel endotel, organisasi sel-sel endotel
menjadi struktur tubular yang fungsional, maturasi pembuluh, dan regresi pembuluh.
(Detmar, 2000; Hicklin dan Ellis, 2005). Pada jaringan normal, kestabilan vaskular
dipertahankan oleh pengaruh yang dominan dari inhibitor angiogenesis endogen
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
43
terhadap stimulus angiogenik, sebaliknya angiogenesis tumor diinduksi oleh
peningkatan sekresi faktor angiogenik dan/atau oleh penurunan regulasi inhibitor
angiogenesis (Detmar, 2000).
Permulaan Angiogenesis
Pada permulaan angiogenesis, stimulus angiogenik yang diterima menyebabkan
sel endotel kapiler sekitar tumor teraktivasi, kontak yang erat dengan sel sekitar akan
menghilang dan mensekresi enzim proteolitik (protease) yang mempunyai efek
mendegradasi jaringan ekstraseluler. Ada banyak jenis enzim proteolitik tersebut, tetapi
secara garis besar dibagi menjadi matrix metalloproteases (MMPs) dan plasminogen
activator (PA)/sistem plasmin. Target awal protease adalah membran dasar. Setelah
terdegradasi, sel endotel akan dapat bergerak melalui gap yang ada pada membran
dasar menuju matriks ekstraseluler. Sel-sel endotel sekitar akan bergerak mengisi gap
pada membran dasar dan mengikuti sel-sel endotel sebelumnya menuju matriks
ekstraseluler. Karena itu, fungsi pertama faktor pertumbuhan angiogenik adalah
menstimulasi produksi protease oleh sel-sel endotel. Hal ini merupakan faktor kunci
pada rangkaian angiogenesis, sebab tanpa adanya aktivitas proteolitik, sel-sel endotel
akan dihambat oleh membran dasar hingga tidak dapat keluar dari kapiler (pembuluh)
induk (Plank dan Sleeman, 2003).
Migrasi Sel Endotel, Proliferasi dan Pembentukan Pembuluh
Setelah ekstravasasi, sel endotel terus mensekresi enzim proteolitik, yang akan
mendegradasi matriks ekstraseluler. Sel endotel terus bergerak menjauhi pembuluh
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
44
induk menuju tumor, membentuk tunas kecil. Sel endotel akan bertambah dari
pembuluh induk hingga tunas memanjang. Awalnya tunas-tunas ini bergerak paralel
satu sama lain, akan tetapi pada jarak tertentu dari pembuluh induk, mulai condong
menuju tunas lainnya. Hal ini akan membentuk loop tertutup (anastomose), yang akan
memungkinkan dimulainya sirkulasi pada pembuluh yang baru. Ini merupakan peristiwa
penting dalam pembentukan jaringan vaskular fungsional, akan tetapi stimulus yang
pasti terhadap perubahan arah tunas dan anastomosis masih belum diketahui (Plank
dan Sleeman, 2003).
Fase Vaskular
Dalam fase vaskular, pada angiogenesis fisiologis, ketika jaringan target telah
tervaskularisasi, ekspresi faktor pertumbuhan angiogenik akan berkurang. Migrasi,
proliferasi dan proteolisis sel-sel endotel akan berhenti dan pembuluh darah yang baru
terbentuk mengalami proses maturasi. Ikatan yang kuat antar sel distabilkan di endotel
dan sel endotel mensekresi protein (laminin, kolagen) untuk membentuk membran
dasar. Akhirnya sel-sel penyokong periendotel (perisit) direkrut dan pembuluh darah
baru menjadi bagian sistem vaskular yang stabil. Proses maturasi biasanya tidak terjadi
pada angiogenesis tumor, karena masih tetap terdapat daerah hipoksik di dalam tumor
yang tetap memproduksi faktor angiogenik. Selain itu, ketika daerah vaskularisasi yang
baru pada tumor terus bertambah, akan melebihi suplai darahnya sendiri sehingga
menimbulkan daerah hipoksik sendiri. Angiogenesis akan terus berlangsung dan
kapiler-kapiler baru terus tumbuh, meningkatkan suplai darah ke tumor yang sekarang
tumbuh pesat dan heterogen (Plank dan Sleeman, 2003).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
45
Akan tetapi, berlanjutnya angiogenesis akan meningkatkan pertumbuhan tumor,
yang akan membutuhkan suplai darah baru. Pada tumor yang sangat ganas, kebutuhan
akan pembuluh darah baru biasanya tidak pernah terpenuhi (Plank dan Sleeman, 2003).
Kapiler tumor biasanya tidak matang dan tidak stabil karena tidak terbentuknya
membran dasar, disebabkan faktor angiogenik terus diproduksi. Pembuluh baru akan
berbentuk ireguler, rapuh dan berliku-liku (Plank dan Sleeman, 2003).
2.2.3 Famili VEGF
Famili VEGF yang secara genetik berhubungan sebagai faktor pertumbuhan
angiogenik dan limfangiogenik terdiri dari 6 glikoprotein yaitu VEGF-A (biasa disebut
VEGF), VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, dan placenta growth factor (PlGF)
(Hicklin dan Ellis, 2005).
In vivo, ekspresi VEGF-A telah menunjukkan peran kuncinya dalam
vaskulogenesis fisiologik dan angiogenesis. Pada tikus, delesi homozigot dan
heterozigot pada gen VEGF secara embrionik letal, menimbulkan defek pada
vaskulogenesis dan abnormalitas kardiovaskular. VEGF-A juga berperan penting dalam
proses angiogenik postnatal, termasuk penyembuhan luka, ovulasi, menstruasi,
mempertahankan tekanan darah serta kehamilan. VEGF-A juga telah dihubungkan
dengan berbagai kondisi patologis yang berkaitan dengan peningkatan angiogenesis,
seperti artritis, psoriasis, degenerasi makular dan retinopati diabetik (Hicklin dan Ellis,
2005).
Pada tikus, ketiadaan VEGF-B dan PlGF menunjukkan tidak ada defek pada
vaskulogenesis embrionik atau abnormalitas perkembangan embrionik yang
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
46
menyarankan bahwa peran VEGF-B dan PlGF mungkin berlebihan. Akan tetapi tidak
adanya PlGF akan mengganggu angiogenesis, ekstravasasi plasma, dan pertumbuhan
kolateral saat iskemia, peradangan, penyembuhan luka dan pertumbuhan tumor yang
menyarankan bahwa peran PlGF pada keadaan patologis yang terjadi pada orang
dewasa (Hicklin dan Ellis, 2005).
Homolog VEGF yaitu VEGF-C dan VEGF-D memegang peran kunci pada
limfangiogenesis saat embrionik dan postnatal. Delesi homozigot gen VEGF-C pada
tikus bersifat letal embrionik dan delesi heterozigot akan menyebabkan defek postnatal
yang berhubungan dengan defek perkembangan limfatik. VEGF-C dan VEGF-D
mungkin juga berperan dalam pertumbuhan pembuluh darah baru, terutama pada
keadaan patologik seperti pertumbuhan tumor. Akan tetapi perannya pada angiogenesis
tumor masih belum jelas. VEGF-E bukan homolog VEGF mamalia, tetapi protein viral
yang dikode virus Orf parapoxvirus (Hicklin dan Ellis, 2005; Guang, 2007).
2.2.4 Reseptor VEGF
Ligan VEGF menengahi efek angiogeniknya melalui reseptor yang berbeda. Dua
reseptor diidentifikasi pada sel endotel dikenal sebagai reseptor tirosin kinase spesifik
VEGFR-1 (fms-like tyrosine kinase1/Flt-1) dan VEGFR-2 (KDR/Flk-1). Saat ini VEGFR-3
(fms-like tyrosine kinase 4/Flt-4) telah diidentifikasi dan dihubungkan dengan proses
limfangiogenesis (Neufeld et al. 1999; Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).
VEGFR-1 merupakan reseptor untuk VEGF-A dan mempunyai kemampuan untuk
mengikat VEGF-B dan PlGF. VEGFR-1 sangat penting untuk angiogenesis fisiologik
dan angiogenesis pertumbuhan. Beberapa studi juga mengindikasikan bahwa VEGFR-1
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
47
mempunyai peran fungsional positif pada beberapa tipe sel, yang berpartisipasi pada
migrasi monosit, rekrutmen progenitor sel endotel, meningkatkan sifat adesif sel-sel
natural killer, dan menginduksi faktor pertumbuhan dari sel-sel sinusoidal hati (Hicklin
dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).
Studi oleh Autiero dkk. menunjukkan aktivasi VEGFR-1 oleh PlGF menyebabkan
transfosforilasi VEGFR-2 pada sel endotel sehingga terjadi koekspresi terhadap
reseptor tersebut. Studi lain menunjukkan bahwa pada kondisi patologik seperti
tumorigenesis, VEGFR-1 merupakan regulator angiogenesis yang positif dan poten.
Bukti terakhir menyarankan fungsi VEGFR-1 berbeda sesuai tahap perkembangan,
berbagai kondisi patologik dan fisiologik, dan tipe sel dimana dia diekspresikan (Hicklin
dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).
VEGFR-2 menengahi mayoritas efek akhir VEGF-A pada angiogenesis, termasuk
permeabilitas mikrovaskular, proliferasi, invasi, migrasi dan survival sel endotel. Aktivasi
spesifik VEGFR-2 dengan VEGF-E telah menunjukkan aktivitas sel endotel yang poten
in vitro dan in vivo, dengan kuat menyokong gagasan bahwa aktivasi VEGFR-2 sendiri
dapat secara efisien menstimulasi angiogenesis. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
aktivasi dan sinyal VEGFR-2 dapat secara positif atau negatif dipengaruhi ko-ekspresi
dan aktivasi VEGFR-1 (Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006; Tabernero, 2007).
VEGFR-3 adalah reseptor tirosin kinase yang berasal dari klon lapisan sel
leukemia dan plasenta manusia. VEGFR-3 condong berikatan dengan VEGF-C dan
VEGF-D. VEGFR-3 diekspresikan melalui vaskulatur embrionik, tapi saat perkembangan
dan ketika dewasa, ekspresinya terbatas pada sel-sel endotel limfatik. Pada manusia
dewasa, VEGFR-3 dipercaya mempunyai berbagai peran : membantu perkembangan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
48
kardiovaskular dan pembentukan jaringan vaskular primer saat embriogenesis, dan
memfasilitasi limfangiogenesis ketika dewasa. Aktivasi dan peningkatan regulasi ligan
VEGFR-3 telah diobservasi pada beberapa neoplasma, seperti kanker payudara dan
melanoma, dengan peningkatan level VEGF-C dan VEGF-D yang berhubungan dengan
metastase kelenjar limfe pada pasien. Inhibisi sinyal VEGFR-3 dengan menggunakan
VEGFR-3 solubel menunjukkan pengurangan limfangiogenesis dan metastase kelenjar
limfe tumor (Hicklin dan Ellis, 2005; Shibuya, 2006).
2.2.5 Peran VEGF Pada Angiogenesis
Vascular Endothelial Growth Factor merupakan golongan faktor angiogenik
terbaik. Telah jelas ditemukan bahwa VEGF adalah kekuatan utama dibalik
angiogenesis tumor dan pembentukan seluruh pembuluh darah. Tiga aktivitas pokok sel
endotel dalam angiogenesis yaitu sekresi protease, migrasi dan proliferasi. VEGF
mampu memicu ketiga proses tersebut dan bekerja secara spesifik pada sel endotel
(VEGFR secara eksklusif terekspresi pada sel endotel). VEGF juga bertindak sebagai
faktor survival sel endotel dengan menghambat apoptosis. (Rosen, 2002; Plank dan
Sleeman, 2003). Fungsi VEGF pada sel endotel yaitu meningkatkan permeabilitas
vaskular 50.000 kali lebih poten dari histamin. VEGF mengaktivasi sel endotel dengan
efek perubahan morfologi sel endotel, perubahan cytoskeleton, dan menstimulasi
migrasi dan pertumbuhan sel endotel. VEGF bersifat mitogen terhadap sel endotel yang
menyebabkan proliferasi sel. VEGF juga menginduksi berbagai enzim dan protein yang
penting untuk proses degradasi membran dasar, yang berguna bagi sel endotel untuk
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
49
migrasi dan invasi yang merupakan tahap penting pada angiogenesis (Hicklin dan Ellis,
2005).
Permeabilitas
VEGF sebenarnya ditemukan karena kemampuannya membuat vena dan vena
kecil hiperpermeabel terhadap molekul makro dalam sirkulasi, sehingga pertama kali
disebut sebagai vascular permeability factor (VPF). Faktanya VEGF salah satu
penginduksi permeabilitas vaskular yang paling poten, 50.000 kali lebih poten dari
histamin. Kemampuannya untuk meningkatkan permeabilitas mikrovaskular merupakan
salah satu peran yang paling penting untuk VEGF, terutama dengan
mempertimbangkan hipermeabilitas pembuluh tumor yang diperkirakan berperan besar
untuk ekspresi VEGF pada sel-sel tumor (Hicklin dan Ellis, 2005).
Mekanisme pasti bagaimana VEGF meningkatkan permeabilitas mikrovaskular
belum sepenuhnya jelas. Studi terakhir menyarankan bahwa VEGF menginduksi
permeabilitas mungkin dimediasi via jalur calcium dependent yang melibatkan produksi
oksida nitrat dan aktivasi jalur Akt dan peningkatan cGMP, dengan aktivasi jalur Erk1/2
dengan cara stimulasi prostaglandin PGI2 (Hicklin dan Ellis, 2005).
Aktivasi Sel Endotel
VEGF menghasilkan berbagai efek yang berbeda pada sel-sel endotel dan
endotel vaskular. Efek-efek tersebut termasuk perubahan dalam morfologi sel endotel,
perubahan cytoskeleton, dan stimulasi pertumbuhan dan migrasi sel endotel. VEGF
menyebabkan peningkatan ekspresi berbagai gen-gen sel endotel yang berbeda,
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
50
termasuk faktor jaringan prokoagulan; protein jalur fibrinolitik, termasuk urokinase,
aktivator plasminogen tipe jaringan, inhibitor aktivator plasminogen tipe 1, dan urokinase
inhibitor; matrix metalloprotease; GLUT-1 transporter glukosa; sintase oksida nitrat;
integrin; dan berbagai mitogen (Hicklin dan Ellis, 2005).
Survival
VEGF pertama kali tampak bekerja sebagai faktor survival pada sel-sel endotel
retina, dan sekarang telah menunjukkan kerjanya dalam menyokong survival beberapa
macam sel-sel endotel baik in vitro dan in vivo. In vitro, telah menunjukkan bahwa VEGF
menghambat apoptosis dengan mengaktivasi jalur PI3K-Akt yang juga meningkatkan
regulasi protein antiapoptotik seperti bcl-2 dan A1; hal ini akan menhambat aktivasi
caspase, dan meningkatkan regulasi anggota famili penghambat apoptosis termasuk
survivin dan XIAP. VEGF juga mengaktivasi focal adhesion kinase (FAK) dan protein
yang berhubungan yang telah menunjukkan kerjanya mempertahankan sinyal survival
sel-sel endotel (Hicklin dan Ellis, 2005).
In vivo, injeksi VEGF eksogen dapat mempertahankan pembuluh retina yang
belum matang dari kerusakan, dan ketergantungan terhadap VEGF telah didapati pada
sel-sel endotel pembuluh tumor yang baru terbentuk, tetapi tidak didapati pada
pembuluh tumor yang telah stabil (Hicklin dan Ellis, 2005).
Proliferasi
VEGF adalah suatu mitogen bagi sel-sel endotel. Proliferasi sel endotel ini
tampaknya melibatkan aktivasi Erk1/2 kinase yang dimediasi VEGFR-2. Aktivitas
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
51
mitogenik VEGF mungkin juga melibatkan jalur protein kinase C, yang sebagian
diregulasi oleh oksida nitrat. Walau peran mitogen VEGF penting bagi sel endotel,
penting dicatat bahwa faktor angiogenik lain peran mitogennya bagi sel endotel lebih
baik. Akan tetapi faktor angiogenik lain aktivitas pluripotennya kurang dibandingkan
VEGF untuk proses-proses lainnya dalam angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).
Invasi dan Migrasi
Degradasi membran dasar dibutuhkan untuk migrasi dan invasi sel endotel dan
merupakan langkah awal yang penting dalam memulai angiogenesis. VEGF
menginduksi berbagai macam enzim dan protein yang penting untuk proses degradasi,
termasuk matrix degrading metalloproteinases, metalloproteinase interstitial
collagenase, dan serin protease seperti urokinase-type plasminogen activator (uPA) dan
tissue-type plasminogen activator (TTPA). Aktivasi bahan-bahan tersebut mengarah ke
lingkungan yang prodegradasi yang memfasilitasi migrasi dan pertunasan sel endotel
(Hicklin dan Ellis, 2005).
Mekanisme intraselular dimana VEGF menyebabkan peningkatan migrasi sel
endotel belum sepenuhnya dimengerti, tetapi tampaknya melibatkan sinyal yang
berhubungan dengan FAK yang menyebabkan pergantian adhesi fokal dan organisasi
filamen actin serta reorganisasi actin yang diinduksi MAPK p38. Sebagai tambahan,
telah diusulkan bahwa oksida nitrat juga berperan penting dalam migrasi sel endotel
yang diinduksi VEGF. Oksida nitrat telah diimplikasikan dalam proses podokinesis sel
endotel dan aktivasi sintase oksida nitrat endotel yang tergantung pada Akt yang
dibutuhkan pada proses migrasi sel yang diinduksi VEGF (Hicklin dan Ellis, 2005).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
52
2.2.6 Regulasi VEGF
Berbagai mekanisme dapat meregulasi ekspresi VEGF, yang paling penting
adalah hipoksia. Studi menunjukkan hypoxia inducible factor-1(HIF-1) adalah mediator
utama terhadap respon hipoksia tersebut. Berbagai studi menunjukkan bahwa berbagai
faktor pertumbuhan dan sitokin dapat meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel-
sel tumor hingga menginduksi angiogenesis secara tidak langsung, seperti EGFR dan
HER2, platelet-derived growth factor (PDGFs) dan COX-2. Beberapa onkogen berperan
dalam regulasi VEGF, seperti c-src, BCR-ABL, dan ras. Gen supresor tumor p53
berperan penting dalam regulasi VEGF. Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan
meningkatkan ekspresi VEGF (Rosen, 2002; Hicklin dan Ellis, 2005).
Hipoksia
Hipoksia berperan penting dalam regulasi ekspresi VEGF. Studi menunjukkan
hypoxia inducible factor-1(HIF-1) adalah mediator utama terhadap respon hipoksia
tersebut dan produk gen supresor tumor von Hippel Landau (vHL) juga berperan
penting. Pada kondisi normal, HIF-α akan segera diturunkan melalui jalur proteosom-
ubiquitin, suatu proses yang dikontrol oleh produk gen supresor tumor vHL. Dalam
kondisi hipoksia, atau saat ketiadaan/bermutasinya vHL, HIF-α akan berdimerisasi
dengan HIF-β, dan kompleks ini bertranslokasi ke nukleus dan berikatan dengan
promotor VEGF, menyebabkan peningkatan transkripsi VEGF (Neufeld et al. 1999;
Kerbel, 2000; Hicklin dan Ellis, 2005, Tabernero, 2007).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
53
Faktor Pertumbuhan dan Sitokin
Beberapa studi telah menunjukkan bahwa faktor pertumbuhan dan sitokin dapat
meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel tumor sehingga secara tidak langsung
menginduksi angiogenesis. Pentingnya sistem epidermal growth factor receptor
(EGFR;ErbB1) dan HER2/neu (ErbB2) dalam regulasi VEGF dan angiogenesis telah
divalidasi pada beberapa sistem tumor, termasuk karsinoma kolon, kanker pankreas,
kanker lambung, kanker payudara, glioblastoma multiforme, kanker paru, dan karsinoma
sel renal (Neufeld et al. 1999; Hicklin dan Ellis; 2005; Tabernero, 2007).
Insulin-like growth factor-I receptor (IGF-IR) sering overekspresi pada beberapa
kanker manusia, dan telah dihubungkan dengan agresivitas penyakit dan pembentukan
metastase. Sistem model eksperimental telah menunjukkan pentingnya aktivasi sistem
IGF-IR dalam menengahi angiogenesis dengan meningkatkan regulasi ekspresi VEGF
pada kanker payudara, endometrium, pankreas dan kolorektal (Hicklin dan Ellis, 2005).
Keluarga platelet-derived growth factors (PDGFs) memodulasi angiogenesis in
vivo dengan meregulasi survival sel endotel dan pengambilan perisit/sel otot lunak
vaskular, juga dengan menginduksi VEGF melalui beberapa sistem. Kerusakan sinyal
paracrine PDGF receptor-alpha (PDGFR-α) di antara sel tumor dan fibroblas stroma
pada suatu model sel tumor akan menghambat angiogenesis tumor dan pertumbuhan
tumor. Temuan ini menunjukkan bahwa sinyal PDGFR-α penting dalam rekrutmen
fibroblas stroma yang dihasilkan VEGF, dan menunjukkan pentingnya VEGF host untuk
mempertahankan angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).
Prostaglandin berperan penting dalam berbagai proses biologis, dan
prostaglandin tertentu saat ini mempunyai implikasi dalam angiogenesis tumor melalui
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
54
peningkatan regulasi ekspresi VEGF. Prostaglandin-endoperoxide synthase (juga
dikenal dengan cyclooxigenase [COX]) merupakan enzim terbatas yang terlibat dalam
transformasi oksidatif asam arakidonat menjadi berbagai senyawa prostaglandin
(Hicklin dan Ellis, 2005; Soo et al. 2005). Dalam dekade terakhir, berbagai studi telah
mengkonfirmasi hubungan antara overekspresi COX-2 dan dan progresi tumor serta
peningkatan angiogenesis (ekspresi VEGF) pada berbagai keganasan solid seperti
kanker lambung, colon, prostat, payudara dan pankreas. Sebagai tambahan, beberapa
studi in vivo menunjukkan COX-2 menengahi ekspresi VEGF pada berbagai lapisan sel,
akan tetapi hal ini kemungkinan bergantung pada jenis tumor, karena penghambat
COX-2 tidak mempunyai efek pada semua jenis tumor (Hicklin dan Ellis, 2005).
Murono et al. dalam penelitiannya menemukan bahwa LMP 1 menginduksi
produksi VEGF sebagian melalui jalur COX-2. Terapi pada sel-sel KNF yang
mengekspresikan LMP 1 dengan inhibitor spesifik COX-2 (NS-398) secara dramatis
mengurangi produksi VEGF, membuktikan bahwa LMP 1 menginduksi produksi VEGF
yang di mediasi oleh COX-2. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa induksi COX-2
oleh LMP1 mungkin berperan dalam proses angiogenesis penderita KNF (Murono et al.
2001).
Lo et al. menemukan ekspresi protein vimentin dan VEGF meningkat pada
lapisan sel epitel nasofaring yang diimortalisasi. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan regulasi gen VEGF dan vimentin diinduksi oleh LMP 1 (Lo AKF, 2003).
Dinyatakan bahwasanya peningkatan transkripsi dan ekspresi VEGF pada sel-sel KNF
terjadi melalui jalur JAK 3/STAT 3 (Zheng et al. 2007).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
55
Onkogen dan Gen Supresor Tumor
Banyak onkogen telah mempunyai implikasi pada proses angiogenesis tumor
solid, sebagian karena kemampuannya menginduksi faktor pertumbuhan angiogenik
seperti VEGF. Protoonkogen c-src mengkode protein tyrosine kinase, yang terlibat
dalam regulasi ekspresi VEGF dan dalam memajukan neovaskularisasi tumor yang
sedang tumbuh. Onkogen BCR-ABL telah diidentifikasi mempunyai peran kunci dalam
patogenesis molekular leukemia, yang telah dipertimbangkan sebagai keganasan yang
tergantung pada angiogenesis (Hicklin dan Ellis, 2005).
Ekspresi onkogen Ras mutan merupakan salah satu perubahan genetik yang
paling banyak terdeteksi, dan induksi ekspresi VEGF oleh onkogen H atau K ras mutan
telah dilaporkan pada berbagai macam sel seperti kanker pankreas, kanker kolon dan
kanker paru non small cell. Aktivasi ras juga bagian dari rangkaian sinyal yang diawali
beberapa reseptor faktor pertumbuhan seperti EGFR, dan mungkin merupakan satu
jalur sinyal penting dalam angiogenesis yang diinduksi faktor pertumbuhan serta
ekspresi VEGF (Hicklin dan Ellis, 2005).
Salah satu gen supresor tumor yang paling intensif dipelajari dalam patologi
molekular keganasan solid adalah p53, dan beberapa studi telah menunjukkan bahwa
p53 mempunyai peran penting dalam regulasi VEGF pada tumor ganas. Perubahan
genetik gen-gen supresor tumor , seperti p53, PTEN dan vHL dapat menginduksi
aktivitas HIF-1 dalam jaringan tumor menyebabkan peningkatan VEGF (Neufeld et al.
1999; Hicklin dan Ellis, 2005).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
56
2.2.7 Overekspresi VEGF
Overekspresi VEGF telah dihubungkan dengan progresivitas tumor dan
prognosis buruk dalam berbagai macam tumor, termasuk karsinoma kolorektal,
karsinoma lambung, karsinoma pankreas, kanker payudara, kanker paru dan
melanoma, acute myeloid leukemia, karsinoma hepar dan kanker ovarium (Rosen,
2002; Hicklin dan Ellis, 2005). Ekspresi VEGF dibandingkan antara sampel jaringan
yang diambil dari nasofaring normal, tumor jinak nasofaring dan KNF, dengan nilai
ekspresi VEGF 10%, 40% dan 80%. Ekspresi VEGF meningkat pada KNF stadium
lanjut dengan perbandingan statistik yang signifikan terhadap KNF stadium dini (dikutip
oleh Agulnik, Siu, 2005 dari Guang Wu, 2000).
Penelitian oleh Hui dkk. menjumpai 54 dari 90 kasus KNF (60%) yang diperiksa
secara imunohistokimia menunjukkan pewarnaan sitoplasma positif untuk VEGF.
Disimpulkan overekspresi HIF-1α, CA IX dan VEGF umum dijumpai pada KNF, yang
mungkin berhubungan dengan peningkatan regulasi ekspresi akibat hipoksia yang
melibatkan jalur yang bergantung pada HIF (Hui et al. 2002)
Satu studi di China untuk meneliti korelasi antara ekspresi VEGF, Flt-1 dan KDR
dengan gambaran klinis dan prognosis penderita KNF. Dari 127 spesimen KNF dengan
pemeriksaan imunohistokimia didapati nilai positif VEGF 66,9%, Flt-1 90,6% dan KDR
88,2%. Didapat kesimpulan bahwa VEGF, Flt-1 dan KDR terkspresi secara luas pada
jaringan KNF, dan positif berhubungan dengan gambaran klinis dan prognosis penderita
KNF (Sha dan He, 2006).
Penelitian di India untuk mengevaluasi korelasi antara ekspresi VEGF, status
EBV dan rekurensi pada KNF. Didapati overekspresi VEGF 67% dari 103 penderita
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
57
KNF. Hasil penelitian mengarah kepada potensi pola ekspresi VEGF sebagai marker
tumor untuk diagnosa dini metastase pada KNF dan adanya EBV berkaitan dengan
peningkatan regulasi VEGF (Khrisna et al. 2006). Penelitian sebelumnya di Singapura
dari 42 pasien KNF yang diperiksa secara imunohistokimia dijumpai overekspresi VEGF
pada seluruh sampel (Soo et al. 2005).
Penelitian oleh Li dkk. di China menemukan ekspresi survivin dan VEGF secara
signifikan berhubungan dengan stadium TNM pada KNF. Melalui pemeriksaan
imunohistokimia, overekspresi VEGF dijumpai pada 86 dari 188 kasus KNF (45,7 %),
sementara ekspresi rendah VEGF dijumpai pada 102 kasus (54,3%). Dari penelitian ini
disimpulkan overekspresi survivin dan VEGF merupakan faktor prognostik independen
pada pasien KNF (Li et al. 2008).
2.2.8 Anti VEGF
Karena peran sentralnya dalam angiogenesis tumor, jalur VEGF/VEGFR telah
menjadi fokus utama riset dasar dan pengembangan obat-obatan di bidang onkologi
(Hicklin dan Ellis, 2005). Berbagai strategi untuk anti VEGF telah dikembangkan,
termasuk antibodi yang menetralisir VEGF atau VEGFR, hibrida VEGF/VEGFR yang
terlarut, inhibitor tirosin kinase terhadap VEGFR, agen yang menghambat sinyal VEGFR
(Rosen, 2002; Ferrara et al. 2004; Hicklin dan Ellis, 2005). Dari beberapa penelitian
telah disimpulkan kombinasi anti VEGF dengan kemoterapi atau radioterapi
menghasilkan efek antitumor yang lebih baik daripada pemberian kemoterapi/radioterapi
sendiri. Antibodi anti VEGF bevacizumab (dikombinasi dengan kemoterapi) merupakan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
58
agen anti VEGF pertama yang disetujui FDA sebagai lini pertama untuk terapi kanker
kolorektal disertai metastase (Ferrara et al. 2004; Hicklin dan Ellis, 2005).
Ketergantungan pertumbuhan dan metastasis tumor terhadap pembuluh darah
menyebabkan angiogenesis tumor menjadi target rasional untuk terapi. Berbagai
strategi telah dilakukan untuk menghambat neovaskularisasi dan/atau menghancurkan
pembuluh tumor yang telah ada, termasuk target langsung pada sel-sel endotel, dan
target tidak langsung dengan menghambat pelepasan faktor-faktor pertumbuhan
proangiogenik oleh sel-sel kanker atau stroma. Penambahan antibodi spesifik VEGF,
bevacizumab terhadap regimen sitotoksik, telah meningkatkan overall survival (OS)
pada pasien-pasien kanker kolorektal dan kanker paru yang belum mendapat terapi dan
pada pasien kanker kolorektal yang telah diterapi sebelumnya, dan juga telah
meningkatkan progression-free survival (PFS) pada pasien kanker payudara yang
belum mendapat terapi. Pemberian terapi tunggal menggunakan regimen multitarget
yang mempunyai spektrum yang lebih luas (sorafenib) dalam menghambat efek
reseptor VEGF serta beberapa jalur faktor pertumbuhan pada sel kanker telah
menghasilkan perpanjangan PFS yang signifikan pada pasien kanker sel renal dan
tumor stromal gastrointestinal. Selain itu, beberapa bahan dengan target pada jalur
sinyal onkogenik (seperti antibodi spesifik EGFR/HER2 cetuximab atau trastuzumab)
yang secara tidak langsung menghambat angiogenesis, telah menunjukkan peningkatan
OS dengan kemoterapi dalam uji klinis dan telah diizinkan penggunaannya pada
manusia di Eropa dan Amerika (Jain, et al. 2006; Homsi dan Daud, 2007; Tabernero,
2007).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
59
Radioterapi merupakan modalitas terapi yang penting untuk kanker kepala dan
leher. Pada suatu studi preklinik, produksi VEGF oleh sel tumor dapat diinduksi oleh
radiasi, dan VEGF sebaliknya akan melindungi sel-sel endotel dari efek mematikan
radiasi. Secara in vivo pemberian antibodi anti VEGF dengan radioterapi akan
menghasilkan efek antitumor tambahan pada xenograft tumor manusia. Temuan ini
menyokong kemungkinan terganggunya hubungan parakrin antara tumor dan endotel
yang dapat meningkatkan efikasi radioterapi. Suatu studi fase I telah dilakukan untuk
mengevaluasi keamanan dan efek bevacizumab yang dikombinasi dengan kemoradiasi
pada pasien kanker kepala dan leher lokal stadium lanjut atau rekuren. Sebagai
tambahan, suatu studi fase I/II yang mengkombinasikan bevacizumab dengan erlotinib
telah dilakukan (Chen, 2004). Terapi multitarget inhibitor tyrosine kinase VEGF untuk
KNF dengan metastase telah menunjukkan aktivitas pada studi fase I (Guigay et al.
2006)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
60
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
Stadium Permeabilitas ↑ Histopatologi Sekresi protease Migrasi Progresivitas Proliferasi Metastase Anti apoptosis Prognosis
KNF
Hypoxia
Faktor Proangiogenik
VEGF
Pembuluh Darah
EGFR, HER-2 COX-2, BCR-ABL c-src, ras, p53
Angiogenesis
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
61
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Dan Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan studi potong lintang (cross sectional study) yang
bersifat deskriptif analitik.
4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
4.2.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh penderita KNF berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan THT-KL dan hasil biopsi histopatologi yang berobat ke
RSUP H. Adam Malik Medan.
4.2.2 Sampel
Sampel penelitian adalah seluruh penderita KNF berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan THT serta hasil biopsi histopatologi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi sebagai berikut :
KRITERIA INKLUSI
1. Penderita KNF yang ditegakkan berdasarkan hasil biopsi histopatologi, baik laki-
laki maupun perempuan pada semua kelompok usia, yang belum pernah
mendapat pengobatan dengan radiasi atau kemoterapi.
2. Bersedia diikutsertakan dalam penelitian.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
62
KRITERIA EKSKLUSI
1. Penderita KNF yang ditegakkan berdasarkan hasil biopsi histopatologi, yang
sudah pernah mendapat pengobatan dengan radiasi atau kemoterapi.
2. Penderita diduga KNF dengan hasil histopatologi meragukan. Jika hasil
histopatologi biopsi ulang tetap meragukan masuk kriteria eksklusi.
4.2.3 Besar sampel
Penentuan jumlah minimal sampel berdasarkan pengamatan pendahuluan
dengan menggunakan rumus :
n > Z2α . P (1- P)
d2
n > (1,96)2 . 0,8.0,2
(0,15)2
n > 27,3 -- 28
n : jumlah sampel
Z : nilai standar distribusi statistik pada kesalahan tertentu
α Error 0,05 = 1,96
P : Proporsi VEGF pada penderita KNF = 80% (Guang-Wu, 2000)
d : tingkat akurasi nilai estimasi dengan nilai sebenarnya = 15%
Besar sampel yang didapat minimal 28 orang.
4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan subjek penelitian secara non probability consecutive sampling.
Semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan
dalam penelitian sampai jumlah sampel terpenuhi.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
63
4.3 Variabel Penelitian
4.3.1 Klasifikasi Variabel Penelitian
4.3.1.1 Variabel tergantung (dependent) : VEGF
4.3.1.2 Variabel bebas (independent) : jenis histopatologi, stadium.
4.3.2 Definisi Operasional Variabel
1. Karsinoma Nasofaring (KNF) : tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang
melapisi nasofaring.
2. Biopsi nasofaring : tindakan biopsi terhadap massa di nasofaring melalui kavum nasi
dengan menggunakan Blakesley nasal forcep lurus/bengkok, dengan tuntunan
endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.
3. Bentuk KNF : berdasarkan histopatologi biopsi tumor menurut kriteria WHO :
Tipe 1 : keratinizing squamous cell carcinoma
Tipe 2 : differentiated non keratinizing carcinoma
Tipe 3 : undifferentiated carcinoma
4. Pemeriksaan immunohistokimia : suatu cara mendeteksi antigen dalam jaringan
dengan menggunakan antibodi tertentu.
5. Ekspresi VEGF : kadar VEGF dalam sitoplasma sel dan/atau membran sel sesuai
hasil pemeriksaan imunohistokimia :
0 : negatif
1 : lemah ( < 10% ekspresi pada sel-sel tumor)
2 : sedang (10%-50% ekspresi pada sel-sel tumor)
3 : kuat ( >50% ekspresi pada sel-sel tumor)
Nilai 2-3 dianggap overekspresi VEGF
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
64
6. Stadium tumor : penentuan stadium penyakit berdasarkan klasifikasi AJCC/UICC
2002.
4.4 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah jaringan dari nasofaring
penderita KNF yang diambil dengan biopsi. Tindakan biopsi terhadap massa di
nasofaring melalui kavum nasi dengan menggunakan Blakesley nasal forcep
lurus/bengkok, dengan tuntunan endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.
4.5 Instrumen Penelitian
Penelitian ini membutuhkan beberapa bahan, reagen dan peralatan sebagai
berikut :
a. Bahan untuk pemeriksaan histopatologi
Formalin 10%, blok parafin, aqua destillata, hematoxyllin-eosin.
b. Bahan untuk pemeriksaan immunohistokimia
Xylol, alkohol absolut, alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 70%, H2O2 0,5% dalam
methanol, phosphat buffer saline (PBS), antibodi VEGF, antibodi sekunder, Envision,
chromogen diamino benzidine (DAB), Lithium Carbonat jenuh, tris EDTA, hematoxyllin,
aqua destillata.
c. Alat untuk biopsi
Blakesley nasal forcep lurus/bengkok, endoskopi kaku, 4 mm, 0˚.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
65
d. Alat untuk pemeriksaan immunohistokimia
Sistem visualisasi immunohistokimia (Envision kit), mesin pemotong jaringan
(microtome), silanized slide.
Prosedur kerja imunohistokimia pada blok parafin :
1. Preparasi setelah potong jaringan (sediaan/slide) : sediaan dipanaskan di microwave
high level selama 5 menit.
2. Selanjutnya sediaan dideparafinisasi dengan xylol I – II – III masing-masing selama 5
menit, cuci dalam air mengalir selama 5 menit.
3. Bloking peroksidase endogen (H2O2 0,5% dalam metanol) selama 30 menit.
4. Selanjutnya cuci dengan air mengalir selama 5 menit.
5. Beri Tris EDTA untuk pretreatment dalam microwave :
Cook I : power level tinggi selama 5 menit.
Cook II : power level medium selama 5 menit.
Lalu didinginkan kurang lebih 45 menit.
6. Cuci dengan PBS pH 7,4, selanjutnya batasi jaringan dengan Pap-Pen.
7. Bloking aktivitas non spesifik dengan serum normal selama 20’.
8. Inkubasi sediaan dengan antibodi primer VEGF selama satu malam dalam suhu 4°
(dalam kulkas).
9. Cuci dengan PBS pH 7,4.
10. Selanjutnya inkubasi dengan Envision selama 30 menit.
11. Cuci dengan PBS pH 7,4 - Twin 20 lalu PBS masing-masing selama 5 menit.
12. Selanjutnya sediaan diberi chromogen agar berwarna dengan DAB (Diamino
Benzidin) selama kurang lebih 5 menit.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
66
13. Cuci dengan air mengalir.
14. Counterstain dengan Hematoxyllin Lilie Mayers.
15. Cuci dengan air mengalir.
16. Lithium Carbonat jenuh (5% dalam aquadest) selama 1-2 menit.
17. Cuci dengan air mengalir.
18. Selanjutnya lakukan dehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 80%, alkohol 96%,
alkohol absolut I dan II masing-masing selama 5 menit).
19. Clearing dengan xylol I, II dan III masing-masing selama 5 menit.
20. Tutup dengan Entellan dan cover glass.
21. Bisa langsung dibaca.
4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik
Medan.
Pemeriksaan histopatologi jaringan hasil biopsi nasofaring dilakukan di
Departemen Patologi Anatomi RSUP H. Adam Malik Medan.
Pemeriksaan imunohistokimia untuk VEGF dilakukan di Departemen Patologi
Anatomi Fakultas Kedokteran USU.
Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2008 hingga jumlah sampel terpenuhi.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
67
4.7 Kerangka Kerja
Dug
KNF
Dugaan
KNF
Bi Biopsi
Po Negatif Positif
Eksklusi Immunohistokimia
Ekspresi
VEGF
Ekspresi
VEGF
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
68
4.8 Pelaksanaan Penelitian
Penderita yang diduga KNF yang akan diikutkan sebagai sampel (subjek
penelitian) akan menjalani pemeriksaan dan tindakan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan THT rutin oleh peneliti. Dilakukan anamnesa dan data dasar penderita
dicatat.
2. Dilakukan biopsi nasofaring dengan panduan endoskopi di Departemen THT-KL
RSUP HAM. Jaringan nasofaring dikirim ke Departemen Patologi Anatomi RSUP
HAM untuk pemeriksaan histopatologi.
3. Hasil histopatologi yang menyokong suatu KNF dicatat tipenya sesuai kriteria WHO.
4. Jaringan nasofaring penderita KNF dikirim ke Departemen Patologi Anatomi FK USU
untuk pemeriksaan imunohistokimia ekspresi VEGF.
5. Hasil data ekspresi VEGF yang didapat dicatat dan dimasukkan ke dalam tabel untuk
dianalisa.
4.9 Cara Analisa Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang
diperoleh dianalisa secara statistik untuk menilai persentase ekspresi VEGF pada
penderita KNF secara imunohistokimia. Untuk menilai hubungan kebermaknaan
dilakukan uji chi square dan uji korelasi Spearman.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
69
BAB 5
ANALISIS HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher RSUP H. Adam Malik Medan mulai bulan Maret 2008
hingga bulan September 2008. Sampel dikumpulkan sebanyak 28 orang yang
memenuhi kriteria dari penderita Karsinoma Nasofaring yang datang berobat ke RSUP
H. Adam Malik Medan.
Tabel 5.1 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Umur Usia (tahun) n %
20 – 29 2 7,1
30 – 39 6 21,4
40 – 49 10 35,8
50 – 59 4 14,3
60 – 69 4 14,3
> 70 2 7,1
Total 28 100,0
Dari tabel di atas diketahui penderita KNF terbanyak pada kelompok umur 40 –
49 tahun yaitu 10 kasus (35,8%) diikuti kelompok umur 30 – 39 tahun yaitu 6 kasus
(21,4%). Usia termuda 25 tahun dan usia tertua 88 tahun.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
70
Tabel 5.2 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin n %
Laki-laki 20 71,4
Perempuan 8 28,6
Total 28 100,0
Dari tabel di atas diperoleh penderita KNF terbanyak pada laki-laki sebanyak 20
kasus (71,4%) sementara perempuan 8 kasus (28,6%). Perbandingan antara laki-laki
dan perempuan 2,5 : 1.
Tabel 5.3 Distribusi Penderita KNF Menurut Suku Bangsa
Suku Bangsa n %
Batak 12 42,9
Jawa 8 28,6
Melayu 4 14,2
Minang 2 7,1
Aceh 1 3,6
Banjar 1 3,6
Total 28 100,0
Dari tabel di atas didapati penderita KNF yang paling banyak dari suku Batak
sebanyak 12 kasus (42,9%) diikuti suku Jawa sebanyak 8 kasus (28,6%).
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
71
Tabel 5.4 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Jenis Histopatologi (WHO) Jenis Histopatologi n %
WHO Tipe 1 9 32,1
WHO Tipe 2 14 50,0
WHO Tipe 3 5 17,9
Total 28 100,0
Dari tabel di atas dijumpai jenis histopatologi terbanyak pada penderita KNF
adalah WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing carcinoma) sebanyak 14 kasus (50
%).
Tabel 5.5 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Stadium Stadium n %
I 0 0
II 3 10,7
III 4 14,3
IV 21 75,0
Total 28 100,0
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar pasien datang pada stadium
lanjut (stadium III dan IV) sebanyak 25 kasus (89,3%), dimana stadium IV paling banyak
dijumpai yaitu 21 kasus (75,0%). Stadium dini (stadium I dan II) hanya dijumpai 3 kasus
(10,7%), seluruhnya pada stadium II.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
72
Tabel 5.6 Distribusi Penderita KNF Berdasarkan Ekspresi VEGF Ekspresi VEGF n %
0 7 25,0
1 11 39,3
2 6 21,4
3 4 14,3
Total 28 100,0
Dari tabel di atas dijumpai 21 kasus (75,0%) penderita KNF menunjukkan
ekspresi VEGF yang positif. Dari kasus yang positif tersebut dijumpai overekspresi
VEGF (derajat 2 dan 3) pada penderita KNF sebanyak 10 kasus (35,7%).
Tabel 5.7 Korelasi Stadium KNF dengan Ekspresi VEGF
VEGF Stadium
0
n
1
n
2
n
3
n
Total
II
III
IV
1
0
6
2
4
5
0
0
6
0
0
4
3
4
21
Total 7 11 6 4 28
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
73
Korelasi r* p
Stadium – VEGF 0,220 0,261
* Spearman’s rho
Dari tabel di atas dapat dilihat nilai r = 0,220, dimana nilai p = 0,261 (p > 0,05).
Tidak dijumpai korelasi yang bermakna antara stadium KNF dengan derajat ekspresi
VEGF.
Tabel 5.8 Ekspresi VEGF Berdasarkan Stadium KNF
VEGF Stadium
0
n %
1
n %
2
n %
3
n %
Total
n %
II
III
IV
1 (14,3)
0
6 (85,7)
2 (18,2)
4 (36,4)
5 (45,5)
0
0
6 (100,0)
0
0
4 (100,0)
3 (10,7)
4 (14,3)
21 (75,0)
Total 7 (100,0) 11 (100,0) 6 (100,0) 4 (100,0) 28 (100,0)
Dari tabel di atas tampak bahwa ekspresi VEGF positif (derajat 1, 2 dan 3)
terbanyak pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebanyak 19 kasus (67,9%), dimana
pada stadium IV dijumpai 15 kasus (53,6%). Overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3)
seluruhnya dijumpai pada stadium IV sebanyak 10 kasus (35,7%). Pada stadium IV
dijumpai juga ekspresi VEGF negatif (derajat 0) sebanyak 6 kasus (21,4%). Pada
stadium dini tidak dijumpai overekspresi VEGF.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
74
Tabel 5.9 Hubungan Jenis Histopatologi Dengan Ekspresi VEGF
VEGF Jenis
Histopatologi 0
n %
1
n %
2
n %
3
n %
Total
n %
x2 p
WHO Tipe 1
WHO Tipe 2
WHO Tipe 3
1(14,3)
4 (57,1)
2 (28,6)
4 (36,4)
5 (45,5)
2 (18,2)
3 (50,0)
3 (50,0)
0
1 (25,0)
2 (50,0)
1 (25,0)
9 (32,1)
14 (50,0)
5 (17,9)
3,167 0,788
Total 7(100,0) 11(100,0) 6(100,0) 4(100,0) 28(100,0)
Dari tabel di atas terlihat bahwa WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing
carcinoma) merupakan jenis histopatologi terbanyak dijumpai ekspresi VEGF positif
(derajat 1, 2 dan 3), yaitu 10 kasus (35,8%), diikuti WHO tipe 1 (keratinizing squamous
cell carcinoma) sebanyak 8 kasus (28,6%). Overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3)
terbanyak dijumpai pada WHO tipe 2 sebanyak 5 kasus (17,9%) diikuti WHO tipe 1
sebanyak 4 kasus (14,3%). Dengan uji chi square didapat nilai x2 = 3,167, dimana nilai p
= 0,778 (p > 0,05). Tidak didapati hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi
dengan derajat ekspresi VEGF.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
75
BAB 6
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan pada 28 orang yang memenuhi kriteria dari penderita
Karsinoma Nasofaring yang datang berobat ke RSUP H. Adam Malik Medan.
Berdasarkan usia seperti yang terlihat pada tabel 5.1, penderita KNF terbanyak pada
penelitian ini adalah pada kelompok umur 40–49 tahun yaitu 35,8% dan kelompok umur
30-39 tahun yaitu 21,4%. Hasil ini hampir sama dengan penelitian lain di RSUP H.
Adam Malik Medan, seperti Lutan (2003) mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok
umur 40-49 tahun sebanyak 40% dari 130 kasus. Henny (2006) mendapatkan insiden
tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun sebesar 44,1% dari 34 kasus. Aliandri (2007)
mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 41-50 tahun dan 51-60 tahun
masing-masing sebesar 30,4% dari 79 kasus. Hasil yang berbeda didapat oleh Nasution
(2007) mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 50-59 tahun sebesar 29,2%
dari 96 kasus. Sementara Delfitri M (2007) juga mendapatkan insiden tertinggi pada
kelompok umur 50-59 tahun sebesar 29,090% dari 55 kasus.
Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan penelitian sentra lain di Indonesia,
seperti di RSCM Jakarta oleh Roezin (1996) mendapatkan insiden tertinggi pada
kelompok umur 30-39 tahun dan 40-49 tahun masing-masing sebesar 25,92%.
Muyassaroh et al. (1999) di RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan insiden tertinggi
pada kelompok umur 40-49 tahun dan 50-59 tahun masing-masing sebesar 24,8% dari
141 kasus. Hasil yang berbeda didapat oleh Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr.
Soetomo Surabaya mendapatkan insiden tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
76
yaitu 39 dari 129 kasus (30,23%) diikuti kelompok umur 41-50 tahun yaitu 31 dari 129
kasus (24,03%).
Di kepustakaan disebutkan umur penderita bervariasi mulai kurang dari 10 tahun
hingga lebih 80 tahun, dengan puncak insiden pada usia 40-50 tahun (Erkal et al. 2001;
Lee, 2003) ataupun 40-60 tahun (Thompson, 2005). Insiden umumnya meningkat dari
usia 20 hingga 50 tahun (Cho, 2007). Mengapa puncak insiden pada kelompok usia 40-
60 tahun tidak jelas disebutkan dalam kepustakaan. Sel kanker timbul dari sel normal
yang mengalami transformasi menjadi ganas, karena adanya mutasi spontan atau
induksi karsinogen. Dari adanya kontak dengan karsinogen sampai timbulnya sel kanker
diperlukan waktu induksi yang cukup lama, dapat sampai 15-30 tahun (Sukardja, 2000).
Infeksi VEB sebagai satu faktor risiko KNF memiliki masa laten untuk mempertahankan
episom VEB dalam sel nasofaring yang terinfeksi, sekitar 20-25 tahun tanpa gejala. Hal
ini menyebabkan infeksi VEB menyediakan kumpulan sel-sel target pada nasofaring
yang rentan terhadap paparan karsinogen lingkungan serta perubahan genetik
selanjutnya pada onkogen dan gen supresor tumor yang berperan dalam transformasi
keganasan menjadi KNF (Niedobitek, 2000; Richardson, 2005). Proses keganasan pada
KNF terjadi setelah infeksi laten, inilah yang mungkin menyebabkan insiden yang tinggi
didapati pada usia 40-60 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin seperti terlihat pada tabel 5.2, dari 28 orang penderita
KNF 20 orang (71,4%) berjenis kelamin laki-laki dan 8 orang (28,6%) perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2,5 : 1. Hasil penelitian ini hampir sama
dengan penelitian lain di RSUP H. Adam Malik Medan seperti penelitian oleh Lutan
(2003) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 2,3 : 1, Henny (2006)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
77
mendapatkan perbandingan 2,4 : 1, Nasution (2007) mendapatkan perbandingan 2,69 :
1. Hasil yang berbeda didapat oleh Aliandri (2007) dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan 1,63 : 1, Zahara (2007) dengan perbandingan 1,40 : 1, serta Delfitri M
(2007) mendapatkan perbandingan 3 : 2.
Hasil penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian di sentra lain di
Indonesia, seperti oleh Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta
mendapatkan perbandingan 2,47 : 1. Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo
Surabaya mendapatkan perbandingan 2,1 : 1. Muyassaroh et al. (1999) di RSUP dr.
Kariadi Semarang mendapatkan perbandingan 3 : 1. Hasil yang berbeda didapat di
RSCM oleh Roezin (1996) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,8 : 1.
Punagi (2007) di Makassar mendapatkan perbandingan 5,43 : 1.
Di kepustakaan disebutkan perbandingan antara laki-laki dan perempuan 2-3 : 1
(Chew, 1997). Banyak penulis menyatakan perbandingan antara laki-laki dan
perempuan 3 : 1 (Cottrill dan Nutting, 2003; Thompson, 2005; Lin, 2006). Perbandingan
antara laki-laki dan wanita hampir sama untuk seluruh Indonesia, berkisar antara 2-3
berbanding 1 (Roezin, 1995). Tingginya insiden pada laki-laki mungkin disebabkan
perbedaan kebiasaan hidup serta pekerjaan yang menyebabkan laki-laki lebih sering
kontak dengan karsinogen penyebab KNF. Kebiasaan hidup seperti merokok yang
meningkatkan resiko KNF 2-6 kali. Paparan uap, asap debu dan gas kimia di tempat
kerja juga meningkatkan resiko KNF 2-6 kali. Sementara paparan formaldehid di tempat
kerja meningkatkan resiko KNF 2-4 kali. Peningkatan resiko juga terjadi pada pekerja
yang menghirup uap kayu, dan resiko meningkat 2 kali pada pekerja yang terpapar
panas industri dan produk pembakaran (Chang dan Adami, 2006)
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
78
Berikutnya dari tabel 5.3 tampak penderita KNF paling banyak berasal dari suku
Batak (42,9%), diikuti suku Jawa (28,6%), Melayu (14,2%) serta jarang pada suku
Minang (7,1%), Aceh dan Banjar (masing-masing 3,6%). Keadaan ini sama dengan
hasil yang didapat peneliti lain di Medan, seperti Lutan (2003) mendapatkan angka
43,08% pada suku Batak, Aliandri (2007) mendapatkan 51,9% penderita suku Batak,
Nasution (2007) mendapatkan 56,3% pada suku Batak diikuti suku Jawa 29,2%, Zahara
(2007) mendapatkan penderita suku Batak sebesar 54,2%.
Sebagai perbandingan dengan hasil penelitian di sentra lain di Indonesia seperti
Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya mendapatkan suku terbanyak
adalah suku Jawa (73,64%) diikuti suku Madura (13,94%). Punagi (2007) di Makassar
mendapatkan angka 46,67% pada suku Bugis, diikuti Makassar sebesar 26,67%.
Di kepustakaan disebutkan KNF banyak ditemukan pada suku Inuit di Alaska dan
etnik Cina terutama pada Cina bagian Selatan, khususnya dari provinsi Guangdong
(Wei dan Sham, 2005; Wei, 2006). Banyak penelitian mendapatkan angka insiden yang
tinggi di Asia Tenggara, Eskimo di Artika dan Arab di Afrika Utara (McDermott et al.
2000; Ganguly et al. 2003). Indonesia termasuk kelompok Malayo Polinesia dari ras
Mongoloid mempunyai kekerapan yang cukup tinggi (Roezin, 1995; Chew, 1997).
Perbedaan yang didapat pada penelitian ini mungkin disebabkan lokasi penelitian
dimana suku terbanyak dari penduduk di kota Medan adalah suku Batak dan suku
Jawa. Pada suku Batak telah ditemukan alel gen yang potensial sebagai penyebab
kerentanan timbulnya KNF yaitu alel gen HLA-DRB*08 (Delfitri M, 2007)
Selanjutnya dari tabel 5.4 dijumpai jenis histopatologi terbanyak pada penderita
KNF adalah WHO tipe 2 (differentiated non keratinizing carcinoma) sebesar 50,0%.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
79
Kemudian diikuti WHO tipe 1 (keratinizing squamous cell carcinoma) sebesar 32,1% dan
WHO tipe 3 (undifferentiated carcinoma) sebesar 17,9%. Hasil ini berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Beberapa penelitian di Medan seperti Henny (2006)
mendapatkan jenis histopatologi terbanyak adalah WHO tipe 3 (47,1%) diikuti WHO tipe
2 (41,2%) dan WHO tipe 1 (11,6%). Aliandri (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang
terbanyak (54,4%), diikuti WHO tipe 2 (41,8%) dan WHO tipe 1 (3,8%). Zahara (2007)
mendapatkan jenis histopatologi terbanyak WHO tipe 3 (58,3%), diikuti WHO tipe 2
(37,5%) dan WHO tipe 1 (4,2%). Nasution (2007) mendapatkan WHO tipe 3 yang
terbanyak (38,6%), diikuti WHO tipe 2 (33,3%) dan WHO tipe 1 (28,1%). Delfitri M
(2007) mendapatkan WHO tipe 3 sebesar 54,545%, diikuti WHO tipe 1 (29,091%) dan
WHO tipe 2 (16,364%).
Penelitian lain di Indonesia antara lain oleh Sudyartono dan Wiratno (1996) di
RSUP dr. Kariadi Semarang mendapatkan WHO tipe 3 yang terbanyak (60,9%), WHO
tipe 2 (29,7%) dan WHO tipe 1 (9,4%). Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito
Yogyakarta mendapatkan WHO tipe 3 (88,98%), WHO tipe 1 (7,26%) dan WHO tipe 2
(3,74%). Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr Soetomo Surabaya mendapatkan jenis
terbanyak adalah WHO tipe 3 (78,28%), diikuti WHO tipe 2 (10,84%) dan WHO tipe 1
(9,32%). Punagi (2007) di Makassar mendapatkan WHO tipe 3 (66,67%) diikuti WHO
tipe 2 (33,33%), tidak dijumpai WHO tipe 1. Dari uraian di atas tampak jenis
histopatologi yang terbanyak adalah WHO tipe 3, diikuti WHO tipe 2 dan WHO tipe 1,
kecuali yang didapatkan dari penelitian Hutagalung et al. (1996) dan Delfitri M (2007)
yang mendapatkan jenis histopatologi WHO tipe 3 yang terbanyak, diikuti WHO tipe 1
dan WHO tipe 2.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
80
Dalam kepustakaan distribusi jenis histopatologi adalah WHO tipe 1 (10%), WHO
tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (70%) (Lin, 2007). Di Amerika Utara didapati WHO tipe 1
(25%), WHO tipe 2 (12%) dan WHO tipe 3 (63%). Sementara itu distribusi histopatologi
di Cina Selatan WHO tipe 1 (3%), WHO tipe 2 (2%), dan WHO tipe 3 (95%) (Wei dan
Sham, 2005; Wei, 2006). Erkal et al. (2001) di Turki mendapatkan WHO tipe 1 (35%),
WHO tipe 2 (20%) dan WHO tipe 3 (61%) dari 155 penderita KNF. WHO tipe 2 dan tipe
3 paling banyak dijumpai di daerah endemik KNF, seperti di Cina Selatan, Asia
Tenggara dan Afrika Utara. Sementara WHO tipe 1 lebih sering dijumpai di Eropa
dengan prognosis yang lebih buruk (Licitra et al. 2003; Guigay et al. 2006). Adanya
perbedaan distribusi jenis histopatologi sesuai lokasi penelitian membutuhkan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jenis histopatologi.
Selanjutnya dari tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar pasien datang
pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebesar 89,3%, dimana stadium IV paling
banyak dijumpai yaitu 75,0% dan stadium III 14,3%. Stadium dini (stadium I dan II)
hanya dijumpai 3 kasus (10,7%), seluruhnya pada stadium II. Hasil tersebut hampir
sama dengan penelitian lain di Medan, antara lain oleh Nasution (2007) melaporkan
penderita KNF pada stadium lanjut sebesar 99%, yaitu stadium III 58,4% dan stadium IV
40,6%. Stadium dini yaitu hanya pada stadium II yaitu 1,0%. Zahara (2007)
mendapatkan penderita KNF stadium lanjut sebesar 70,8%, yaitu stadium III 41,7% dan
stadium IV 29,1%. Stadium dini dijumpai 29,2% yaitu stadium I 4,2% dan stadium II
25,0%. Delfitri M (2007) mendapatkan penderita KNF stadium lanjut sebesar 92,728%,
dan stadium dini 7,273%. Henny (2006) mendapatkan seluruhnya pada stadium lanjut
(stadium III dan IV) masing – masing sebesar 50%. Aliandri (2007) juga mendapatkan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
81
seluruh penderita KNF dalam stadium lanjut, dimana stadium III 70,9 % dan stadium IV
29,1%.
Hasil penelitian ini didapati hampir sama dengan penelitian lain di Indonesia
seperti penelitian Hadi dan Kusuma (1997) di RSUD dr. Soetomo Surabaya yang
mendapatkan penderita stadium lanjut 95,29% yaitu stadium III 10,85% dan stadium IV
84,44%, sementara stadium dini hanya 4,66% yaitu stadium I 0,78% dan stadium II
3,88%. Hutagalung et al. (1996) di RSUP dr. Sardjito Yogyakarta mendapatkan
penderita KNF stadium lanjut sebesar 74,44% yaitu stadium III 37,66% dan stadium IV
36,78%. Stadium dini sebesar 25,54% yaitu stadium I 2,86% dan stadium II 22,68%.
Punagi (2007) mendapatkan hasil pada stadium lanjut sebesar 73,33% yaitu stadium III
42,22% dan stadium IV 31,11%. Sementara stadium dini dijumpai sebesar 26,66% yaitu
stadium I 4,44% dan stadium II 22,22%. Hasil yang berbeda dilaporkan oleh Sudyartono
dan Wiratno (1996) di RS dr. Kariadi Semarang mendapatkan penderita KNF stadium
lanjut 50,0% yaitu stadium III 46,9% dan stadium IV 3,1%. Sementara stadium dini
50,0% yaitu stadium I 20,3% dan stadium II 29,7%.
Dalam kepustakaan disebutkan kasus dini (stadium I dan II) hanya ditemukan
antara 3,8-13,9% dibandingkan dengan kasus lanjut (stadium III dan IV) sekitar 88,1-
96,2% (Soetjipto, 1993). Penulis lain menyatakan sebanyak 70% pasien yang baru
terdiagnosa KNF datang pada stadium III dan IV (Agulnik dan Siu, 2005). Walau dalam
2 dekade terakhir telah dicapai kemajuan pada metode pemeriksaan dan edukasi
kesehatan, hanya sedikit perubahan yang didapat dalam menegakkan diagnosa dini
KNF. Stadium I masih berkisar kurang dari 10% dari seluruh kasus. (Chew, 1997).
Diagnosis dini sulit dilakukan karena nasofaring tersembunyi di belakang tabir langit-
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
82
langit dan terletak di bawah dasar tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah
penting di dalam tengkorak maupu leher. Letaknya tidak mudah diperiksa oleh mereka
yang bukan ahli sehingga seringkali ditemukan sudah terlambat sehingga metastase
leher sering ditemukan sebagai gejala pertama. Selain itu KNF seringkali menunjukkan
gejala-gejala minimal atau gejala lokal yang tidak spesifik, dan dapat tetap diam dalam
jangka waktu lama (Roezin, 1995; Chew, 1997; Lutzky et al. 2008).
Selanjutnya dari tabel 5.6 diperoleh hasil 75,0% penderita KNF menunjukkan
ekspresi VEGF yang positif (derajat 1,2 dan 3). Dari penderita yang positif tersebut
dijumpai 36,7% menunjukkan overekspresi VEGF (derajat 2 dan 3). Hal ini sesuai
dengan hasil beberapa penelitian sebelumnya. Guang Wu et al. (2000) mendapatkan
80% ekspresi VEGF dari 73 penderita KNF. Zhang et al. (2001) mendapatkan 54,7%
ekspresi VEGF dari 75 penderita KNF. Hui et al. (2002) melaporkan VEGF positif
sebesar 60% dari 90 penderita KNF. Zhao dan Wang (2003) melaporkan VEGF positif
sebesar 68,0% dari 47 penderita KNF. Sha dan He (2006) mendapatkan angka 66,9%
VEGF positif dari 127 penderita KNF. Soo et al. (2005) mendapatkan overekspresi pada
seluruh sampel KNF (42 penderita). Krishna et al. (2006) mendapatkan overekspresi
VEGF sebesar 67% dari 103 penderita KNF. Li et al. (2008) mendapatkan overekspresi
VEGF sebesar 45,7% dari 188 penderita KNF.
Hasil penelitian ini menunjukkan ekspresi VEGF yang cukup besar pada
penderita KNF. Kemungkinan VEGF berperan dalam proses angiogenesis KNF pada
penelitian ini. Dalam kepustakaan disebutkan potensi pola ekspresi VEGF sebagai
marker tumor untuk diagnosis dini terjadinya metastase pada KNF. Pemeriksaan
immunohistokimia pada VEGF dan reseptornya dilaporkan berhubungan dengan
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
83
gambaran klinis dan prognosis penderita KNF (Cho, 2007). Zhao dan Wang (2003)
melaporkan bahwa VEGF mungkin berperan dalam patogenesis KNF.
Pada stadium lanjut (stadium IV) ditemukan ekspresi VEGF yang negatif. Hal ini
mungkin disebabkan proses angiogenesis pada kasus tersebut dipengaruhi oleh faktor-
faktor angiogenik selain VEGF, seperti IL-8 atau bFGF (basic Fibroblast Growth Factor)
(Yoshizaki et al. 2001). Pada stadium dini (stadium II) dijumpai ekspresi VEGF positif
(derajat 1). Ini disebabkan karena proses angiogenesis diperlukan tumor sejak dini
untuk pertumbuhan dan perkembangan tumor (Hicklin dan Ellis, 2005). Diperlukan
penelitian lanjutan untuk memastikan peran VEGF dalam patogenesis KNF.
Dari tabel 5.7 tidak dijumpai korelasi yang bermakna antara stadium KNF dengan
derajat ekspresi VEGF, dimana nilai p = 0,261 (p > 0,05). Hasil ini berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Li et al. (2008) melaporkan bahwa overekspresi VEGF
berkorelasi secara bermakna dengan stadium klinis lanjut, rekurensi lokal dan
metastase jauh, serta prognosis yang jelek pada penderita KNF. Sha dan He (2006)
melaporkan ekspresi VEGF berhubungan dengan lokasi tumor primer, metastase
kelenjar limfe, dan stadium klinis, serta berhubungan positif dengan prognosis pasien.
Zhao dan Wang (2003) melaporkan hubungan yang bermakna antara derajat ekspresi
VEGF dengan stadium KNF. Mereka juga mencatat bahwa deteksi VEGF pada jaringan
KNF mungkin berguna untuk memperhitungkan metastase kelenjar limfe dan rekurensi,
menilai stadium klinis, dan mengevaluasi prognosis KNF. Perbedaan yang didapat dari
penelitian ini mungkin disebabkan jumlah sampel yang minimal. Perlu dilakukan
penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang optimal untuk melihat peran VEGF pada
progresivitas dan prognosis KNF.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
84
Selanjutnya dari tabel 5.8 dijumpai ekspresi VEGF positif (derajat 1, 2 dan 3)
pada stadium lanjut (stadium III dan IV) sebesar 67,9% dan pada stadium dini (stadium I
dan II) sebesar 7,1%. Overekspresi VEGF seluruhnya dijumpai pada stadium lanjut yaitu
pada stadium IV sebesar 35,7%. Pada stadium dini tidak dijumpai overekspresi VEGF.
Hasil ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya. Li et al. (2008) mendapatkan
ekspresi VEGF positif pada stadium lanjut sebesar 77,7% dan pada stadium dini 22,3%.
Overekspresi pada stadium lanjut dijumpai 38,8% dan pada stadium dini 6,9%.
Walaupun hasil penelitian ini tidak mendapatkan korelasi yang bermakna, akan tetapi
distribusi ekspresi VEGF pada stadium KNF cenderung sesuai dengan hasil penelitian
lainnya yang menemukan korelasi yang bermakna antara ekspresi VEGF dan stadium
KNF. Dapat dilihat ekspresi VEGF positif pada stadium lanjut sebesar 67,9% dan
overekspresi VEGF seluruhnya dijumpai pada stadium IV sebesar 35,7%. Satu kasus
dengan stadium IVC menunjukkan ekspresi VEGF derajat 3.
Dari tabel 5.9 dapat dilihat bahwa WHO tipe 2 merupakan jenis histopatologi
terbanyak dijumpai ekspresi VEGF positif yaitu 35,8%, diikuti WHO tipe 1 sebesar
28,6%. Overekspresi VEGF terbanyak dijumpai pada WHO tipe 2 sebesar 17,9% diikuti
WHO tipe 1 sebesar 14,3%. Dengan uji chi square tidak didapat hubungan yang
bermakna antara jenis histopatologi dengan derajat ekspresi VEGF (p > 0,05). Hasil ini
sesuai dengan penelitian sebelumnya yang tidak mendapatkan hubungan yang
bermakna antara jenis histopatologi dengan ekspresi VEGF (Li et al. 2008). Sebagai
perbandingan, Kyzas et al. (2005) tidak menemukan hubungan yang bermakna antara
ekspresi VEGF dengan jenis histologi pada kanker kepala dan leher.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
85
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 KESIMPULAN
1. Ekspresi VEGF dijumpai 75,0% dari 28 kasus KNF. Overekspresi VEGF dijumpai
35,7% dari 28 kasus KNF.
2. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara stadium tumor dengan ekspresi
VEGF pada KNF.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis histopatologi dengan
ekspresi VEGF pada KNF
7.2 SARAN
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat lebih memahami peran VEGF
dalam patogenesis KNF.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk dapat memahami peran VEGF dalam
progresivitas dan prognosis penyakit pada penderita KNF sehingga dapat
digunakan untuk memberikan terapi yang optimal.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
86
DAFTAR PUSTAKA
Agulnik, M., Siu, L.L., 2005, ‘State-of-the-art management Of Nasopharyngeal Carcinoma : Current and Future Directions’, Brit J Cancer, 92, 799-806
Ahmad, A., 2002, ‘Diagnosis dan Tindakan Operatif pada Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif’, Jakarta, FK-UI, 1-13
Aliandri, 2007, ‘Efek Samping Hematologis Pemberian Kemoterapi Pada Penderita Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan’, Tesis, FK USU, Medan
Brennan, B., 2006, ‘Nasopharyngeal carcinoma’, Orphanet Journal of Rare Diseases, 1:23, 1-5.
Chang, E.T., Adami, H., 2006, ‘The Enigmatic Epidemiology of Nasopharyngeal Carcinoma’, Cancer Epidemiol Biomarkers Prev ;15(10), 1765-77
Chen, H.X., 2004, ‘Expanding the Clinical Development of Bevacizumab’, The Oncologist; 9(suppl 1), 27-35.
Chew, C.T., 1997, ‘Nasopharynx (The Post Nasal Space)’ Scott-Brown’s Otolaryngology, vol.5, 6th edition, Butterworth Heinemann, Oxford, 5/13/1-22.
Chiesa, F., Paoli, F.D., 2001, ‘Distant Metastases from Nasopharyngeal Cancer’, Journal for Oto-Rhino-Laryngology and Its Related Specialties, 63, 4, 214-6.
Cho, W.C., 2007, ‘Nasopharyngeal Carcinoma : Molecular Biomarker Discovery And Progress’, Molecular Cancer, 6, 1-9
Cottrill, C.P., Nutting, C.M., 2003, ‘Tumours of The Nasopharynx’, dalam Evans PHR, Montgomery PQ, Gullane PJ (Eds) Principles and Practice of Head and Neck Oncology, Martin-Dunitz, UK, 473-81.
Delfitri, M., 2007, ‘Asosiasi Antara Alel Gen HLA-DRB1 dan HLA-DQB1 Dengan Kerentanan Timbulnya Karsinoma Nasofaring Pada Suku Batak’, Disertasi, Sekolah Pascasarjana USU, Medan.
Detmar, M., 2000, ‘Tumor Angiogenesis’, Journal of Investigate Dermatology, Vol. 1, No. 1, 20-3
Fachiroh, J., Schouten, T., Hariwiyanto, B., 2004, ‘Molecular Diversity of Epsteinn Barr Virus IgG and IgA Antibody Responses in Nasopharyngeal Carcinoma : A Comparison of Indonesian, Chinese and European Subject’, The Journal of Infectious Diseases, Vol. 190(1), 53-62
Ferrara, N., 2002, ‘VEGF and the quest for tumour angiogenesis factors’, Nature Reviews/Cancer, Volume 2, 795-803.
Ferrara, N., et al., 2004, ‘Discovery and Development of Bevacizumab, an Anti VEGF Antibody for Treating Cancer’, Nature Reviews/Drug Discovery, Vol. 3, 391-8
Ganguly, N.K., Satyanarayana, K., Srivastava, V.K., et al. 2003, ‘Epidemiological And Etiological Factors Associated With Nasopharyngeal Carcinoma’, ICMR Bulletin, Vol. 33, No. 9.
Guang, Z.G., Juan, X.X., Jian, H.Y., 2006, ‘Expression and Clinical Significance of Vascular Endothelial Growth Factor C and D in Nasopharyngeal Carcinoma’, Chinese Journal of Cancer, 26(1), 90-5.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
87
Guigay. J., Temam, S., Bourhis, J., et al., 2006, ‘Nasopharyngeal carcinoma and therapeutic management : the place of chemotherapy’, Annals of Oncology 17, doi : 10.1093/annonc/mdl278, 304-7
Hadi, W., Kusuma, H., 1999, ‘Aspek Klinis dan Histopatologi Karsinoma Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional Perhati, Semarang, 1001-7
Henny, F., 2006, ‘Ekspresi Protein Mutan p53 pada Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.
Hicklin, D.J., Ellis, L.M., 2005, ‘Role of the Vascular Endothelial Growth Factor Pathway in Tumor Growth and Angiogenesis’, Journal of Clinical Oncology, Vol. 23, No. 5, 1-12.
Homsi, J., Daud, A.I., 2007, ‘Spectrum of Activity and Mechanism of Action of VEGF/PDGF Inhibitors’, Cancer Control, Vol. 14, No. 3, 285-94.
Hui, E.P., Chan, A.T.C., Pezzella, F., et al. 2002, ‘Coexpression of Hypoxia-inducible Factors 1α and 2α, Carbonic Anhydrase IX, and Vascular Endothelial Growth Factor in Nasopharyngeal Carcinoma and Relationship to Survival’, Clinical Cancer Research, Vol. 8, 2595-604.
Hutagalung, M., Tjakra, I.G.M., Dhaeng, Y., 1996, ‘Tinjauan Lima Besar Tumor Ganas THT di RSUP dr. Sardjito Selama Lima Tahun (1991-1995)’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Malang, 952-63.
Jain, R.K., Duda, D.G., Clark, J.W., et al. 2006, ‘Lessons From Phase III Clinical Trials on Anti-VEGF Therapy For Cancer’, Nat Clin Pract Oncol. 3(1), 24-40.
Josko, J., et al. 2000, ‘Vascular endothelial growth factor (VEGF) and its effect on angiogenesis’, Med Sci Monit, 6(5), 1047-52
Kerbel, R.S., 2000, ‘Tumor angiogenesis : past, present and the near future’, Carcinogenesis, 21, 3, 505-12.
Khrisna, S.M., James, S., Balaram, P., 2006, ‘Expression of VEGF as prognosticator in primary nasopharyngeal cancer and its relation to EBV status’, Virus Res, 115
Kyzas, P.A., Stefanou, D., Batistatou, A., et al., 2005, ‘Prognostic significance of VEGF immunohistochemical expression and tumor angiogenesis in head and neck squamous cell carcinoma’, J Cancer Res Clin Oncol, 131: 624-30
Lee, A.W.M., 2003, ‘Contribution of Radiotherapy to Function Preservation and Cancer Outcome in Primary Treatment of Nasopharyngeal Carcinoma’, World Journal Of Surgery, 27, 838-43.
Li, Y.H., Hu, C.F., Shao, Q., et al. 2008, ‘Elevated expressions of survivin and VEGF protein are strong independent predictors of survival in advanced nasopharyngeal carcinoma’, Journal of Translational Medicine, 6:1, 1-11
Licitra, L., Bernier, J., Cvitkovic, E., 2003, ‘Cancer of the nasopharynx’, Critical Reviews in Oncology/Hematology 45, 199-214
Licitra, L., Locati, L., Bossi, P., 2006, ‘Biological agents in head and neck cancer’, Annals of Oncology 17, doi : 10.1093/annonc/mdl235, 45-8
Lin, H.S., Fee, W.E., 2006, ‘Malignant Nasopharyngeal Tumors’, emedicine.com, 1-19 Lo, A.K.F., Liu, Y., Wang, X.H., et al. 2003. ’Alteration of Biologic Properties and Gene
Expresión in Nasopharyngeal Epithelial Cells by the Epstein-Barr Virus-Encoded Latent Membrana Protein 1’. Laboratory Investigation. May. Vol 83. No 5, 697-709
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
88
Lubis, M.N.D., 1993, ‘The Technical Procedure And The Value Of Fine Needle Aspiration Biopsy Of The Nasopharynx’, Pathology, 25, 35-8.
Lutan, R., 2003, ‘Diagnosis dan Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring’, Dalam Kumpulan Naskah KONAS XIII PERHATI, Bali, 16.
Lutzky, V.P., Moss, D.J., Chin, D., et al. 2008, ‘Biomarkers for Cancers of the Head and Neck’, Clinical Medicine : Ear, Nose and Throat : I, 5-15.
McDermott, A.L., Dutt, S.N., Watkinson, J.C., 2001, ‘The aetiology of nasopharyngeal carcinoma’, Clin Otolaryngol 26, 82-92.
Marzaini, D.S., 2002, ‘Perkembangan Radioterapi dalam Penatalaksanaan Kanker Nasofaring, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif’, Jakarta, FK-UI, 1-9
Medinger, M., Drevs, J., 2005, ‘Receptor Tyrosine Kinases and Anticancer Therapy’, Current Parmaceutical Design, 11, 1139-49
Mould, R.F., Tai, T.H.P., 2002, ‘Nasopharyngeal carcinoma : treatments and outcomes in the 20th century’, The British Journal of Radiology, 75, 307-39.
Murono, S., Inoue, H., Tanabe, T., et al. 2001, ‘Induction of cyclooxygenase-2 by Epstein-Barr virus latent membrane protein 1 is involved in vascular endothelial factor production in nasopharyngeal carcinoma cells’, PNAS, vol. 98, no. 12, 6905-10.
Muyassaroh, Samsudin, Soetedjo, 1999, ‘Kelainan Neurologik pada Karsinoma Nasofaring di SMF Kesehatan THT RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 1996-1998’, Kumpulan Naskah Ilmiah Kongres Nasional Perhati, Semarang, 1132-40
Nasution, I.I., 2007, ‘Hubungan Merokok dengan Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.
Neufeld, G., Cohen, T., Gengrinovitch, S., 1999, ‘Vascular endothelial growth factor (VEGF) and its receptors, The FASEB Journal, Vol. 13, 9-22.
Niedobitek, G., 2000, ‘Epstein Barr virus infection in the pathogenesis of nasopharyngeal carcinoma’, J Clin Pathol: Mol Pathol ;53:248–54
Plank, M.J., Sleeman, B.D., 2003, ‘Tumour-induced Angiogenesis: A Review’, Journal of Theoretical Medicine, Vol. 5, 137-53
Punagi, A.Q., 2007, ‘Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR Flt-4) dan Latent Membrane Protein (LMP-1) pada Karsinoma Nasofaring’, Otorhinolaryngologica Indonesiana, Vol. XXXVII, No. 4, 31-6
Richardson, C.D., 2005, ‘Viruses and Cancer’, dalam The Basic Science of Oncology, 4th Edition, The Mc-Graw Hill Companies, Inc. Singapore, 100-20
Roezin, A., 1995, ‘Deteksi dan Pencegahan Karsinoma Nasofaring’, dalam Pencegahan dan Deteksi Dini Penyakit Kanker, Perhimpunan Onkologi Indonesia, 274-88.
Roezin, A., 1996, Faktor Predisposisi Kanker Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT PERHATI, Malang, 833-9.
Rosen, L.S., 2002, ‘Clinical Experience With Angiogenesis Signaling Inhibitors : Focus on Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Blockers’, Cancer Control, Vol. 9, No. 2, 36-44
Sha, D., He, Y.J., 2006, ‘Expression and clinical significance of VEGF and its receptors Flt-1 and KDR in nasopharyngeal carcinoma’, Ai Zheng, 25
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
89
Shibuya, M., 2006, ‘Differential Roles of Vascular Endothelial Factor Receptor-1 and Receptor-2 in Angiogenesis’, Journal of Biochemistry and Molecular Biology, Vol. 39, No. 5, 469-78.
Soetjipto, D., 1993, ‘Karsinoma Nasofaring, Mungkinkah Melakukan Diagnosis Dini?’ Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah PIT Perhati, Bukit Tinggi, 284-96.
Soo, R., et al. 2005, ‘Overexpression of Cyclooxygenase-2 in Nasopharyngeal Carcinoma and Association With Epidermal Growth Factor Receptor Expression’, Arch Otolaryngol Head Neck Surg, Vol. 131, 147-52
Sudyartono, T., Wiratno, 1996, ‘Manifestasi Klinik Sebagai Dasar Diagnosis Karsinoma Nasofaring’, Kumpulan Naskah Ilmiah PIT PERHATI, Malang, 841-59.
Sukardja, I.D.G., 2000, ‘Onkologi Klinik’, Airlangga University Press, Surabaya, 111-2 Tabernero, T., 2007, ‘The Role of VEGF and EGFR Inhibition : Implications for
Combining Anti-VEGF and Anti-EGFR Agents’, Mol Cancer Res; 5(3), 203-16. Thompson, L.D.R., 2005, ‘Nasopharyngeal carcinoma’, Ear Nose and Throat Journal,
84, 404-5. Wei, W.I., 2003, ‘Cancer of the Nasopharynx : Functional Surgical Salvage’, World
Journal Of Surgery, 27, 844-8. Wei, W.I., 2006, ‘Nasopharyngeal Cancer’ dalam Bailey BJ, Johnson JT. Head and Neck
Surgery Otolaryngology, 4th edition, Lippincot Williams and Wilkins, Philadelphia, 1657-71
Wei, W.I., Sham, J.S.T., 2005, ‘Nasopharyngeal Carcinoma’, The Lancet, Vol. 365, no.9476, 2041-54
Yoshizaki,T., Horikawa, T., Qing-chun, R., et al. 2001, ‘Induction of Interleukin-8 by Epstein-Barr Virus Latent Membrane Protein-1 and Its Correlation to Angiogenesis in Nasopharyngeal Carcinoma’, Clinical Cancer Research, Vol.7, 1946-51.
Zahara, D., 2007, ‘Ekspresi Epidermal Growth Factor Receptor pada Karsinoma Nasofaring’, Tesis, FK USU, Medan.
Zakifman, A., Harryanto, R., 2002, ‘Perkembangan Kemoterapi dalam Penatalaksanaan Kanker Nasofaring’, dalam Simposium Perkembangan Multimodalitas Penatalaksanaan Kanker Nasofaring dan Pengobatan Suportif, Jakarta, FK-UI, 1-11
Zhang G., Zeng J., Gong L., et al. 2001, ‘Expression of vascular endothelial growth factor and nm23 as prognostic factors in nasopharyngeal carcinoma’, 36(5):372-5
Zhao, S.P., Wang, C.L., 2003, ‘Expression and clinical significance of vascular endothelial growth factor in nasopharyngeal carcinoma’, Hunan Yi Ke Da Xue Xue Bao, 28(2):114-6
Zheng, H., Li, L., Hu, D. et al. 2007, ‘Role of Epstein-Barr Virus Latent Membrane Protein 1 in the Carcinogenesis of Nasopharyngeal Carcinoma’, Cellular & Molecular Immunology, Vol. 4 No. 3, 185-92.
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
90
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Sampel Penelitian No MR Nama Sex Usia Suku Std PA VEGF 1 35.20.50 Z Lk 42 Minang IVB Tipe 2 3 2 35.22.08 J Lk 57 Jawa III Tipe 3 1 3 35.12.93 DP Lk 37 Batak III Tipe 1 1 4 35.10.81 R Pr 49 Melayu IVC Tipe 1 3 5 35.26.03 A Lk 49 Melayu IVB Tipe 1 2 6 35.20.05 NS Lk 85 Batak IVB Tipe 2 2 7 35.34.77 AA Lk 55 Jawa IIB Tipe 2 1 8 35.50.37 MS Lk 38 Batak IVB Tipe 2 1 9 35.49.03 GH Lk 30 Batak III Tipe 2 1 10 35.54.08 S Pr 25 Aceh IVB Tipe 1 1 11 35.58.69 YM Pr 42 Batak III Tipe 1 1 12 35.67.90 MM Pr 36 Batak IVB Tipe 3 3 13 35.79.32 MT Lk 43 Batak IIB Tipe 3 1 14 35.73.79 S Lk 50 Melayu IVB Tipe 3 0 15 35.85.61 DDA Lk 27 Jawa IVB Tipe 3 0 16 35.83.05 R Lk 67 Melayu IIB Tipe 1 0 17 35.90.43 UB Lk 41 Banjar IVB Tipe 2 2 18 35.61.31 SR Pr 62 Minang IVB Tipe 2 0 19 35.91.06 SN Pr 67 Batak IVB Tipe 2 0 20 35.95.72 M Lk 52 Jawa IVB Tipe 1 1 21 36.02.43 SB Lk 88 Jawa IVB Tipe 2 1 22 36.00.46 P Lk 62 Jawa IVA Tipe 1 2 23 35.93.92 PS Lk 42 Batak IVB Tipe 2 0 24 36.27.79 S Lk 46 Jawa IVB Tipe 2 2 25 36.32.89 SA Pr 35 Jawa IVB Tipe 1 2 26 36.53.74 S Lk 45 Batak IVB Tipe 2 1 27 36.76.52 EB Lk 46 Batak IVA Tipe 2 3 28 36.76.89 IN Pr 36 Batak IVB Tipe 2 0 No : nomor urut. MR : nomor rekam medik. Nama : inisial nama subyek penelitian. Sex : jenis kelamin. Usia : umur dalam tahun. Suku : jenis suku bangsa. Std : stadium KNF sesuai AJCC 2002. PA : jenis histopatologi sesuai WHO. VEGF : derajat ekspresi VEGF
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
91
Lampiran 2 STATUS PENELITIAN
Tanggal : No. Penelitian : No. Rekam Medik :
Nama : Nama orang tua/wali : Umur : Tanggal lahir : Jenis kelamin : Pendidikan : Agama : Tempat kelahiran : Suku : Pekerjaan : Alamat ANAMNESIS : Benjolan leher uni/bilat/kontral +/- lama : Hidung tersumbat uni/bilat +/- lama : Ingus bercampur darah +/- lama : Mimisan (sedikit/banyak) +/- lama : Post nasal drip +/- lama : Penglihatan ganda +/- lama : Parese syaraf kranial +/- lama :
Gangguan dengar unilat +/- lama : Gangguan dengar bilat +/- lama : Telinga berdengung +/- lama : Nyeri telinga +/- lama : Cairan telinga +/- lama : Sakit kepala unilateral +/- lama :
ANAMNESIS UMUM Bagaimana keadaan organ-organ lainnya ? Paru-paru : sesak nafas/batuk-batuk/batuk darah : +/-, berapa lama: Saluran cerna : makan / minum lancar ? +/- Enek / muntah-muntah / buang air besar : +/-, lama : Saluran kemih : Susunan skeletal : Mata : Pendengaran : Demam : Makan obat : Malaria : Penurunan berat badan : Sakit kepala : Kebas di wajah : Trismus : Gangguan bicara :
92
Tanda metastase ke tempat lain : Lesi kulit : Riwayat paparan zat karsinogenik : ANAMNESIS KELUARGA : Apakah ada yang menderita kanker? +/- Dimana lokasi? Kakek / nenek / ayah / ibu / paman / bibi / anak / keponakan / cucu / kakak / adik : +/- Sekarang : Sembuh +/- Lokasi tumor : ANAMNESIS ETIOLOGI Perokok aktif : +/- sigaret/cerutu : +/- banyak/hari lama : Perokok pasif dalam satu rumah : +/- siapa ? banyak/hari : lama : Makan sirih : +/- lama : Alkohol : +/- lama : Makan ikan asin : +/- lama : Paparan sinar matahari : +/- lama : RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU (mungkin ada korelasi dengan kanker yang diderita sekarang) RIWAYAT PENGOBATAN TERDAHULU Pernah dilakukan biopsi? dimana? Pengobatan yang pernah didapat? Penyinaran Operasi Sitostatika Bagaimana hasil pengobatan ? RIWAYAT PEKERJAAN STATUS LOKALISATA 1. TELINGA DAUN TELINGA
LIANG TELINGA MEMBRANA TIMPANI 2. HIDUNG RINOSKOPI ANTERIOR
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
93
RINOSKOPI POSTERIOR 3. MULUT Bibir Gigi Lidah Palatum Faring Tonsil 4. LARINGOSKOPI 5. NASOFARINGOSKOPI 6. LEHER Pembesaran kelenjar regional Ukuran 7. MATA Strabismus Diplopia Ptosis
M. Pahala Hanafi Harahap : Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Pada Karsinoma Nasofaring, 2009 USU Repository © 2008
94
PEMERIKSAN PENUNJANG Foto Rontgen : Foto thorak : CT - Scan : Audiogram :
HISTOPATOLOGI Aspirasi biopsi Biopsi jaringan STAGING TUMOR (TNM) T 1 2 3 4 N 0 1 2 3 M 0 1 EKSPRESI VEGF 0 1 2 3
95
Lampiran 3 LEMBAR PENJELASAN KEPADA SUBYEK PENELITIAN
Assalamualaikum wr. wb. / Selamat pagi.
Saya dr. M. Pahala yang sedang menjalani pendididikan spesialis THT di RSUP
HAM. Saya akan mengadakan penelitian dengan judul Ekspresi Vascular Endothelial
Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring. Saya mengikutsertakan Anda dalam
penelitian ini yang bertujuan untuk melihat adanya satu zat yang menyebabkan
bertambahnya pembuluh darah pada kanker yang berada di hidung bagian belakang.
Dalam penelitian ini Anda akan menjalani pemeriksaan jaringan yang diambil
dari hidung bagian belakang untuk memastikan diagnosa dan jenis kanker hidung bagian
belakang, sebab dari gejala dan tanda hasil pemeriksaan THT yang kami lakukan Anda
diduga menderita kanker tesebut. Pada saat yang bersamaan jaringan yang telah diambil
tadi kami lakukan pemeriksaan satu zat yang menyebabkan bertambahnya pembuluh
darah pada kanker tersebut. Jika jumlah zat tersebut meningkat merupakan pertanda
bahwa keadaan penyakit Anda lebih buruk dan ketahanan hidup lebih rendah.
Kemungkinan komplikasi adalah perdarahan, jika terjadi dapat dihentikan dengan
pemasangan tampon di hidung. Sebagai kompensasi biaya yang dibutuhkan untuk
mengatasi perdarahan akan ditanggung oleh peneliti.
Dengan mengikuti penelitian ini, akan dapat ditentukan apakah zat yang kami
periksa berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kanker tersebut, sehingga dapat
mengetahui keadaan penyakit yang Anda derita. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar
untuk mengembangkan obat terhadap zat tersebut sehingga kualitas hidup penderita
kanker hidung bagian belakang ini dapat lebih baik.
Saya akan mencatat identitas Anda (nama, alamat, usia, suku, jenis kelamin,
nomor rekam medis), gejala dan tanda penyakit yang Anda derita pada lembaran
penelitian. Selanjutnya saya akan mencatat hasil pemeriksaan jaringan, pembacaan foto
rongen Scan , ukuran benjolan di leher bila ada, serta hasil pemeriksaan zat tersebut.
Partisipasi Anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Tidak akan terjadi
perubahan mutu pelayanan dari dokter Anda bila Anda tidak bersedia mengikuti
penelitian ini. Anda akan tetap mendapatkan pelayanan kesehatan standar rutin sesuai
96
dengan standar prosedur pelayanan. Sebagai tanda terima kasih kami akan memberikan
makan siang kepada Anda.
Pada penelitian identitas Anda disamarkan. Hanya dokter peneliti, anggota
peneliti, dan anggota komisi etik yang bisa melihat data Anda. Kerahasiaan data Anda
akan dijamin sepenuhnya. Bila data Anda dipublikasikan kerahasiaan tetap dijaga.
Jika terjadi keluhan setelah pengambilan jaringan atau untuk mendapat
keterangan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi saya dr. M. Pahala Harahap di
Departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan dari jam 8.00 – 14.00 WIB, atau
pada no 061-7030071/08126536585, Jl. Tanah Lapang Kecil no. 11 Medan. Peneliti akan
bertanggung jawab dan membantu mengatasi keluhan Anda.
97
Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
Saya yang namanya tersebut di bawah ini
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapatkan keterangan dan penjelasan secara lengkap, maka dengan
penuh kesadaran dan tanpa paksaan Saya menandatangani dan menyatakan bersedia
berpartisipasi pada penelitian ini. Bila Saya ingin mendapatkan penjelasan lebih lanjut
saya akan bisa mendapatkannya dari dokter peneliti
Medan, / / 20
Dokter peneliti Peserta Penelitian
Dr. M. Pahala H. Harahap _______________________
Dept. THT-KL RSUP-HAM
Jl. Tanah Lapang Kecil 11 Medan
Telp : 061-7030071/08126536585
98
Lampiran 5
99
RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : M. Pahala Hanafi Harahap, dr
Tempat/ Tanggal lahir : Medan, 16 Juni 1974
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
Nama Istri : Ns. Cholina Trisa Siregar, MKep. Sp.KMB
Nama Anak : M. Faiz Zuhairi Harahap
Alamat : Jl. Tanah Lapang Kecil no. 11 Medan
PENDIDIKAN FORMAL
1980 – 1986 : SD Kemala Bhayangkari Medan
1986 – 1989 : SMP Negeri 1 Medan
1989 – 1992 : SMA Negeri 1 Medan
1994 – 2000 : Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara
2004 – 2009 : Asisten dokter (PPDS) Telinga Hidung Tenggorok
Bedah Kepala Leher Fak. Kedokteran USU / RSUP
H. Adam Malik Medan.
RIWAYAT PEKERJAAN
2000 – 2003 : Dokter PTT Puskesmas Singkuang, Kecamatan
Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal,
Sumut