Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPO RAN HASIL PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN KERAJAAN MENGWI
DI KABUPATEN BADUNG
Tim Pengusul:
1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyant i, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA MEI 2015
LAPO RAN HASIL PENELITIAN
HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015
ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN KERAJAAN MENGWI
DI KABUPATEN BADUNG
Tim Pengusul:
1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyant i, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA MEI 2015
i
DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................................................................. i Halaman Pengesahan ........................................................................................................ ii Daftar Isi........................................................................................................................... iii Abstrak.............................................................................................................................. 1 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 2 1.1Latar Belakang ............................................................................................ 2 1.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 3 1.3 Urgensi Penelitian ..................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali ............................................................. 4 2.2 Elemen-elemen Kota Kerajaan .................................................................. 5 2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan diBali 5 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 7 3.1 Materi Penelitian ....................................................................................... 7 3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 7 3.3 Informan Penelitian ................................................................................... 8 3.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 8 3.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian ........................................ 10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1 Sejarah Kerajaan Mengwi.......................................................................... 4.2 Sejarah Puri Mengwi…………………………………………………….. 4.3 Elemen-elemen Utama Kerajaan Mengwi dan Lokasinya………….........
11 12 14
BAB V PEMBIAYAAN DAN JADWAL KEGIATAN ............................................... 26 5.1Pembiayaan ................................................................................................. 26 5.2 adwal Kegiatan .......................................................................................... 26 Daftar Pustaka ................................................................................................................... 27
1
ABSTRAK
Penelitian ini diajukan atas dasar adanya keinginan melakukan penelusuran dan
inventarisasi wujud arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi yang tersebar di wilayah
Kabupaten Badung. Wujud arsitektural yang diperoleh diperkirakan dapat dikategorisasikan
sebagai kompleks-kompleks bangunan puri; kom pleks bangunan pura; elemen-elemen jalan
dan ruang terbuka; bangunan suci tunggal (pelinggih); situs-situs suci; dan area-area lokasi
terjadinya peristiwa bersejarah atau event-event budaya dan ritual pada masa lalu.
Metode penelitian yang diterapkan dalam riset ini terdiri dari dua tipe metode sesuai
tahapan penelitian yang dijalankan. Pada tahap pengumpulan data, dijalankan metode
eksploratif, studi pustaka, dan wawancara. Pada tahap pembahasan hasil. Dilakukan metode
rekonstruksi sejarah, rekonstruksi keruangan, dan komparasi. Pada tahap penyimpulan hasil
temuan diterapkan teknik penalaran secara indukt if.
Hasil penelitian yang diperoleh diperkirakan akan dapat menunjukkan: (a) adanya
relasi sejarah antarelemen tinggalan; (b) adanya kesatuan style tata ruang dan tata bangunan
antarelemen tinggalan; (c) adanya rangkaian kronologis sejarah antarelemen tinggalan; dan
(d) adanya satu konsep keruangan yang melatarbelakangi semua elemen tinggalan arsitektural
Kerajaan Mengwi tersebut.
Kata kunci: Elemen tinggalan, Kerajaan Mengwi, Kabupaten Badung, arsitektural, sejarah.
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerajaan Mengwi adalah sebuah kerajaan besar Bali yang mencapai masa kejayaan
dalam era Bali Pertengahan. Kerajaan ini berlokasi di suatu wilayah yang saat ini termasuk
ke dalam wilayah Kabupaten Badung yang dikenal pada saat ini. Kerajaan ini didirikan
oleh I Gusti Agung Putu yang selajutnya berposisi sebagai raja pertama di kerajaan ini.
Dalam pendiriannya, kerajaan ini memiliki sejarah keterkaitan spiritual yang sangat kuat
dengan Pura Pucak Mangu yang berlokasi di Gunung Mangu yang sisi timur laut Danau
Beratan.
Selayaknya sebuah kerajaan di Bali, Mengwi juga pernah mengalami masa pasang
surut dalam pemerintahannya. Beberapa peristiwa peperangan, kemenangan, kekalahan,
hingga pada penjajahan mewarnai tata kehidupan kerajaan ini. Pada tahun 1891 misalnya,
akibat serangan pasukan gabungan antara Kerajaan Badung dan Kerajaan Tabanan,
Mengwi pernah tertaklukkan. Peristiwa sejarah ini juga telah menghancurkan bangunan
Puri Gede Mengwi yang menjadi kediaman raja pada waktu itu. Dalam perkembangan
selanjutnya, putra mahkota kerajaan yang lama mengasingkan diri selanjutnya
membangun Puri Agung Mengwi kembali di atas lokasi puri sebelumnya. Dalam masa
kejayaannya, Mengwi termasuk satu kerajaan utama di Bali yang memiliki pengaruh luas
pada masanya. Tercatat beberapa tinggalan arsitektural yang telah teridentifikasi dalam
riset-riset selama ini, sepert i Puri Agung Mengwi, Pura Taman Ayun, Pura Sada Kapal,
dan Pura Uluwatu.
Membicarakan tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi,
sesungguhnya ada banyak tinggalan yang masih belum banyak terulas secara
komprehensif selama ini. Selain bangunan kompleks pura dan puri, sesungguhnya masih
ada bangunan-bangunan dan elemen arsitektural lain yang kaya muatan sejarah sebagai
tinggalan Kerajaan Mengwi, sepert i elemen pasar, wantilan, pem patan agung, sumber air
dan daerah alirannya, hingga pada bangunan-bangunan hunian para pengelola puri. Semua
elemen arsitektural tersebut sangat layak untuk segera ditelusuri dan diinventarisasi
keberadaannya untuk pengembangan pengetahuan keruangan dan penyelamatan properti
bersejarah daerah Bali.
Beranjak dari hal ini, maka lahirlah sebuah gagasan untuk melakukan studi
inventarisasi tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi. Dalam
kesempatan ini, studi lebih difokuskan pada kegiatan riset dalam wilayah Kabupaten
3
Badung, sebagai daerah konsentrasi terbanyak tinggalan. Hasil yang diperoleh
diperkirakan akan mampu memberikan gambaran tentang ciri khas keruangan dan
kronologis sejarah pendirian elemen-elemen arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi
tersebut.
1.2 Tujuan Khusus
Penelitian yang diajukan ini memiliki beberapa tujuan khusus yang dapat dipaparkan
sebagai berikut.
1. Menginventarisir dan menemukan latar konseptual dari keberadaan elemen-elemen
tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.
2. Memperoleh gambaran pola akt ivitas dan pola kegiatan ritual yang berlaku pada
elemen-elemen tersebut dari masa ke masa.
3. Menyusun kronologis pendirian elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi tersebut.
4. Menghasilkan materi ajar tentang elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di
Kabupaten Badung.
5. Menghasilkan setidaknya sebuah artikel dalam jurnal nasional non akreditasi.
1.3 Urgensi Penelitian
Penelitian ini layak untuk dilaksanakan berdasar pada beberapa pert imbangan tentang
aspek keutamaan dari permasalahan penelitian ini. Beberapa aspek keutamaan dari topik
penelitian ini secara umum dapat dipaparkan sebagai berikut.
1. Penelitian yang bertujuan menginventarisasi nilai budaya lam a
Penelitian ini pada hakikatnya berupaya menemukan elemen-elemen tinggalan
Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.
2. Penelitian dengan topik yang belum pernah dilakukan
Penelitian secara keruangan dengan topik tentang keberadaan elemen-elemen
tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Badung ini belum pernah dijalankan secara
mengkhusus oleh peneliti lainnya.
3. Penelitian untuk pengembangan pengetahuan
Hasil penelitian ini akan dapat memperkaya pengetahuan tentang eksistensi elemen-
elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung.
4. Penelitian yang sejalan dengan pola kebijakan Universitas Udayana
Penelitian ini sejalan dengan pola kebijakan yang diterapkan untuk pengembangan
Universitas Udayana. Pola pengembangan tersebut pada intinya berupaya untuk
4
menjadikan Universitas Udayana sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka
di Bali yang mampu berperan aktif dalam uapaya pengembangan dan pelestarian
budaya tradisional Bali.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah
kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di kota
Klungkung beserta dengan lokasinya.
2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali
Pola tata kota kerajaan di Bali yang berhasil diident ifikasikan hingga saat ini
menunjukkan bahwa hampir semua tata ruang pusat kota kerajaan mengambil pola
Cathus Patha. Pola ini mudah dikenali dengan adanya perempatan utama di pusat kota
yang dikenal dengan sebutan Pem patan Agung. Perempatan utama ini terbentuk dari
persilangan dua ruas jalan utama kota, yaitu ruas jalan yang mengarah utara-selatan dan
yang mengarah timur-barat (Patra, 1985: 21). Pada daerah sekitar Pempatan Agung
lazimnya akan dibangun elemen-elemen utama kota, sepert i puri, pura kerajaan, pasar
utama kota, alun-alun kota, dan bangunan musyawarah rakyat. Pada daerah di luar zona
inti kota akan dibangun perumahan rakyat dan sawah-ladang yang status kedudukannya
makin menurun ke daerah tepi kota. Satu pusat kota kerajaan di Bali yang tidak diketahui
dengan pasti polanya adalah Kerajaan Bali Kuno. Banyak prasasti menyebutkan bahwa
kerajaan yang berdiri pada abad 8 Masehi ini memiliki ibu kota yang bernama
Singhamandawa yang diduga berlokasi di wilayah Gianyar (Soekmono, 1990: 52).
Gambar 2.2 Pura Kerajaan Denpasar
Gambar 2.1 Pola Pem patan Agung Gambar 2.3 Pura Kerajaan Pemecutan
B ale
Musyawarah Puri
Pura
Kerajaan
Alun-alun Pasar
6
2.2 Elem en-elemen Kota Kerajaan
Pada bagian berikut ini dipaparkan tentang bangunan-bangunan utama kota yang
pada umumnya terdapat di zona inti kota kerajaan di Bali.
a. Pem patan Agung merupakan perempatan utama di pusat kota yang memiliki nilai
pent ing secara sosioreligius.Kompleks bangunan puri atau kediaman keluarga raja.
Lazimnya berada di pojok timur laut Pem patan Agung kota.
b. Pura Tri Kahyangan Desa adalah tiga pura pemujaan untuk masyarakat di kota yang
masing-masing terdiri Pura Puseh di daerah hulu kota sebagai tempat suci pemujaan
Dewa Wisnu (dewa pemeliharan); Pura Desa di daerah pusat kota, di dekat Pempatan
Agung sebagai tempat suci pemujaan Dewa Brahma (dewa pencipta); dan Pura Dalem
di daerah hilir kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Siwa (dewa pelebur).
Beberapa kota ada kalanya menggabungkan dua atau ketiga pura Kahyangan Desa ini
dalam satu area kompleks pura yang bernama Pura Kahyangan Tiga.
c. Pura Kerajaan adalah sebuah kom pleks pura yang dibangun dan dikelola oleh raja
untuk keperluan kegiatan ritual wilayah kerajaan. Bangunan pura ini dapat
difungsikan secara bersama oleh keluarga raja dan masyarakat umum kota pada masa
lalunya. Beberapa kerajaan di Bali disebutkan membangun dan mengelola tiga buah
pura kerajaan yang terdiri dari pura kerajaan pegunungan, pura kerajaan di dataran (di
pusat kota), dan pura kerajaan pesisir pantai.
d. Alun-alun merupakan ruang terbuka kota.
e. Pasar utama kota atau peken yang ada kalanya disatukan dengan alun-alun di pusat
kota.
2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali
Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari satu titik
awal yang akhirnya berkembang ke empat arah berbeda secara seimbang. Gambaran ini
direpresentasikan sebagai sosok Brahma sebagai dewa pencipta dan gunung Meru
sebagai gunung utama kosmik yang sama-sama digambarkan memiliki empat wajah
serupa itu (lihat gambar 13). Konsep tentang keberadaan empat wajah serupa ini sangat
nyata terlihat pada perwujudan pusat kota Cakranegara maupun kota-kota di Bali yang
berbentuk pem patan agung. Pusat kota berbentuk pertemuan empat ruas jalan - dari
utara, timur, selatan, dan barat - yang saling bertemu di satu titik bernama pempatan
agung.
Pada bangunan kuil maupun stupa, konsep empat wajah ini juga mudah
dicermat i. Sebagai representasi alam semesta, bangunan-bangunan suci Asia Tenggara
7
klasik pada umumnya juga dirancang memiliki empat wajah serupa dengan empat pintu
dan empat tangga masuk yang menghadap empat arah yang berbeda pula.
Dalam konsepsi yang berkenaan tentang tata wilayah kerajaan dan tata pemerintahan
raja-raja Asia Tenggara, dikenal adanya konsepsi Dewa Raja. Konsepsi ini pada intinya
menguraikan bahwa raja-raja di kawasan Asia Tenggara – termasuk Indonesia – adalah
diposisikan dan memposisikan dirinya sebagai titisan satu tokoh dewa untuk bertugas
menata dan mengelola kerajaan di bumi. Seorang raja sebagai kepala suatu negara di
tataran dunia adalah analogi dari sosok Dewa Indra sebagai raja para dewata yang
memerintah kerajaan sorga di puncak Gunung Meru. Adapun wilayah kerajaannya di
dunia dianalogikan sebagai pusat dunia atau wilayah kerajaan sorga yang diperintah
Dewa Indra (Geldern, 1982: 2-4). Di Indonesia, konsepsi semacam ini pernah diterapkan
dalam penataan lingkungan dan wilayah kerajaan-kerajaan kuno yang bercorak Hindu.
Konsepsi pempatan agung desa-desa di Bali atau konsepsi monco pat di Jawa merupakan
titik pusat wilayah dan simbolisasi dari konsepsi gunung mitologis, Meru.
Konsepsi pem patan agung sebagai pusat kerajaan dan wilayah ini ditiruterapkan
pada hampir semua desa adat di Bali. Eksistensinya itu ditunjukkan oleh keberadaan
elemen-elemen arsitektural utama suatu wilayah pada zone di sekitar pempatan agung
seperti elemen puri (rumah keluarga bangsawan penguasa wilayah pada masa lalu), pura,
wantilan atau balai desa, pasar, dan alun-alun desa. Zone-zone yang berada di luar
wilayah pusat itu memiliki nilai tingkatan yang lebih rendah dan makin merendah pada
zone-zone lingkaran terluar wilayah.
Konsepsi tentang titik pusat wilayah ini selanjutnya berkembang pula menjadi
konsepsi lain yang berkenaan dengan pola pem patan agung. Bentuk swastika dan cakra
sendiri merupakan simbolisasi garis edar 'perjalanan' matahari yang dilihat berdasarkan
sudut pandang mata manusia di bumi (Sudhi, 1988: 234-235). Konsepsi ini memiliki
kesesuaian yang cukup besar dengan gambaran mitologi Gunung Meru sebagai pusat
utama alam semesta yang pada puncaknya terdapat kerajaan sorga dengan sebuah
matahari utama (Skt . Mahāvairocana) sebagai sumber cahaya abadinya (Snodgrass,
1985: 25).
Bentuk pempatan agung, swastika, dan cakra juga telah dikenal sebagai bentuk dasar
pola penataan wilayah dan kota-kota kuno bercorak Hindu Indonesia, sepert i kota
Cakranegara (cf. Mulyadi, 2001: 4-5) dan Trowulan Majapahit (Hermanislamet, 1999:
153).
8
BAB III METO DE PENELITIAN
Penelitian yang diusulkan ini tergolong penelitian kualitatif yang dalam proses
pelaksanaannya akan menerapkan beberapa metode penelitian sesuai tahapan yang
dijalankan. Pada bagian berikut ini dijelaskan secara berurutan tentang (1) materi penelitian;
(2) informan penelitian; (3) metode penelitian; dan (4) instrumen penelitian.
3.1 Materi Penelitian
Materi penelitian ini adalah berwujud objek, ruang, dan elemen-elemen arsitektural
tinggalan Kerajaan Mengwi yang berlokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Ada
beberapa jenis objek penelitian yang dicermati, di antaranya:
a. Kompleks bangunan pura tinggalan Kerajaan Mengwi
b. Bangunan puri t inggalan Kerajaan Mengwi
c. Zona-zona t inggalan Kerajaan Mengwi yang disakralkan, semacam pempatan agung
d. Bangunan-bangunan tinggalan Kerajaan Mengwi
3.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Pada bagian berikut ini dipaparkan gambaran elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi
yang utama sesuai hasil grand tour yang dijalankan pada tanggal 25 Maret 2015.
Utara
9
Gambar: Pura Uluwatu Gambar: Pura Pucak Mangu Gambar: Pura Sada Kapal
Gambar: Pura Taman Ayun Gambar: Pura Dalem Sakenan Gambar: Pura Sakenan
Gambar: Pura Bukit Sari Gambar: Puri Agung Mengwi Gambar: Pempatan Agung
Mengwi 3.3 Informan Penelitian
Informan penelitian ditetapkan berdasarkan kompetensi pengetahuan yang dikuasainya
berkenaan dengan topik penelitian yang diangkat . Ada beberapa informan yang sedianya
dipilih sebagai narasumber penelitian ini, seperti: (a) warga inti puri; (b) pemuka agama dan
adat desa setempat; (c) tetua desa; dan (d) akademisi.
3.4 Metode Penelitian
a. Tahap Pengumpulan Data Awal
Pada tahap pengumpulan data awal, tim peneliti melakukan grand tour ke lokasi
penelitian dan wawancara dengan para narasumber di lokasi dan beberapa pihak yang
berkompeten tentang elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung.
Kegiatan grand tour ini pada akhirnya akan menghasilkan gambaran tentang topik dan
permasalahan penelitian yang akan dijadikan fokus kajian penelitian ini. Tim peneliti telah
melakukan grand tour penelitian ke wilayah Badung pada tanggal 25 Maret 2015. Fokus
10
penelitian yang akhirnya ditetapkan adalah berkenaan dengan elemen-elemen tinggalan
Kerajaan Mengwi yang terdapat di dalam wilayah Kabupaten Badung.
b. Tahap Pengumpulan Data Lanjutan
Kegiatan pengumpulan data lanjutan sedianya dijalankan setelah adanya pengumuman
resmi tentang pembiayaan rencana penelitian ini. Pada tahap pengumpulan data lanjutan ini,
tim peneliti akan menjalankan setidaknya tiga tipe kegiatan pengkoleksian data berdasarkan
karakter data target, yaitu sesuai tabel berikut ini.
No. Kegiatan Data/hasil target capaian Durasi
1. Pengumpulan data lapangan
Data fisik elemen-elemen tinggalan Jumlah dan lokasi persebaran objek amatan Varian wujud objek amatan Fungsi dan aktivitas yang berlangsung di objek Elemen atribut objek
tiga bulan
2. Pengumpulan secara oral/ wawancara
Tradisi aktivitas sakral dan sekular sekitar objek
Kepercayaan masyarakat terhadap objek Rekonstruksi wujud fisik dan fungsi objek
tiga bulan
3. Pengumpulan data instansional
Data kependudukan Data sosial, ekonomi, budaya terkait objek
sebulan
c. Tahap Analisis
Tahap analisis data pada dasarnya dijalankan tentang beberapa teknik kajian, yaitu (1)
analisis tipomorfologi objek studi; (2) analisis rekonstruksi berdasarkan data oral informan;
(3) analisis komparatif antarobjek amatan serta antara objek amatan dan objek setara di luar
wilayah studi; dan (4) analisis secara rasionalis dengan menggunakan beberapa teori dan
konsep lokal keruangan yang relevan. Tahap analisis ini diperkirakan akan berlangsung
selama empat bulan kalender penelitian. Dalam tabel berikut ini terpaparkan gambaran
kegiatan analisis penelitian yang sedianya akan dijalankan.
No. Kegiatan O bjek studi/penjelasan Target hasil
1. Analisis tipomorfologi
Wujud elemen-elemen tinggalan Tipologi objek berdasarkan wujudnya diperoleh
2. Analisis rekonstruktif
Latar konsepsi elemen Gambaran fungsi, konsepsi, wujud objek, dan t radisi ritualnya diperoleh
Fungsi dan prosesi ritual di elemen-elemen tersebut Wujud elemen tinggalan pada masa lalu Tradisi ritual pada masa lalu
3. Analisis komparatif Wujud zona sakral tinggalan di lokasi studi
Gambaran kedudukan dan fungsi elemen Wujud zona utama lain di wilayah
11
studi tinggalan pada masa lalu Atribut zona sakral di lokasi
Aspek-aspek lain yang terkait Ritual di zona sakral di lokasi Ritual di zona sakral di daerah lain
4. Analisis rasionalis Telaah wujud objek dan tradisi ritual penyertanya dikaji berdasarkan teori dan konsep lokal
Keterkaitan objek studi dan teori/konsep lokal
d. Tahap Sintesis
Tahap sintesis dalam penelitian ini dijalankan dengan fokus kegiatan berupa studi
tentang keterkaitan antarelemen yang diperoleh pada tahap analisis. Hasil telaah pada tahap
ini belum dapat digambarkan, mengingat gambaran hasil analisis data yang sedianya akan
dijalankan pada tahap sebelumnya. Tahap sintesis ini dapat diartikan juga sebagai tahap
pendialogan antara komponen-kom ponen hasil analisis yang saling berkaitan.
Pada bagian akhir tahap sintesis dilakukan pula pendialogan antara hasil telaah atau hasil
studi lapangan dan teori-teori keruangan secara umum yang memiliki relevansi dengannya.
Tahap ini dijalankan dalam dua bulan kalender penelitian.
e. Tahap Penyimpulan
Tahap penyimpulan hasil penelitian merupakan tahap paling akhir dari rangkaian
penelitian ini. Tahap ini diperkirakan berlangsung dalam waktu sebulan kalender penelitian.
3.5 Instrum en Penelitian dan Alat Bantu Penelitian
Instrumen utama dalam penelitian ini tentunya peneliti sendiri yang memiliki peran
sebagai pencari, kolektor, katalisator, dan analisator data yang dibutuhkan dalam penelitian
ini. Ada beberapa alat bantu penelitian yang juga digunakan oleh tim peneliti, yaitu:
(a
)
Tiga unit komputer jinjing (laptop) dan satu unit komputer tablet sebagai alat penyimpan
data, hasil analisis, dan penyusunan laporan final penelitian ini. Komputer tablet dapat
pula difungsikan pada saat melakukan kegiatan perekaman gambar, video, serta rekaman
audio di lapangan.
(b Satu unit printer berwarna untuk mencetak segala macam laporan penelitian.
(c
)
Satu unit video camera untuk merekam data gambar bergerak di lokasi studi.
(d
)
Dua unit kamera digital merekam gambar objek diam.
(e Alat-alat tulis dan alat-alat gambar untuk keperluan pencatatan data di lapangan
12
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah
kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di
kota Mengwi beserta dengan lokasinya.
4.1 Sejarah Kerajaan Mengwi
Sejarah Kerajaan Mengwi berkaitan dengan keberadaan Pura Pucak Mangu yang
diperkirakan sudah ada sejak peradaban megalitikum berkembang di Bali. Hal ini
diperkuat dengan adanya bukti berupa sebuah peninggalan berupa lingga besar pada
bangunan pura ini. Pura ini tercatat juga sebagai sebuah pura tempat I Gusti Agung Putu,
sang pendiri dari Kerajaan Mengwi, melakukan persemadian dalam upayanya
menenangkan pikirannya setelah kalah dalam suatu perang tanding.
Berkat tapa bratanya itu, akhirnya I Gusti Agung Putu kembali menemukan jati diri
dan mulai bangkit dari segala kekecewaan dan kekalahannya. Agung Putu pun
melajutkan keberhasilannya itu dengan terus meraih kemenangan sampai akhirnya
berhasil mendirikan sebuah kerajaan baru yang bernama Kerajaan Mengwi. Tempat suci
yang menjadi lokasi I Gusti Agung Putu melakukan tapa bratanya itu dinamai dengan
nama Pura Pucak Mangu. Bangunan suci ini telah dipugar beberapa kali dan telah ditata
sedemikian rupa sebagai tempat suci bagi umat Hindu.
Puncak dari Gunung Mangu tidak terlalu tinggi dan sulit untuk dicapai. Lokasinya
yang sangat hening memang sangat ideal untuk dijadikan sebagai lokasi melakukan
rangkaian tapa brata dan perenungan diri. Dalam lontar tentang Pura Kahyangan Jagat
dan Lontar Babad Mengwi disebutkan bahwa nama Gunung Mangu disebutkan
memiliki kaitan dengan keberadaan leluhur Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung
Putu yang kalah secara kesatria dalam suatu perang tanding melawan I Gusti Ngurah
Batu Tumpeng yang berasal dari Puri Kekeran.
Sebagai pihak yang kalah dalam perang, I Gusti Agung Putu selanjutnya menjadi
seorang tawanan yang selanjutnya diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan. Seorang
patih dari wilayah Marga yang bernama I Gusti Bebalang selanjutnya memohon kepada
I Gusti Ngurah Tabanan guna diperkenankan mengajak serta I Gusti Agung Putu ke
wilayah Marga. Setelah Agung Putu tiba di Marga, maka mulailah timbul niat untuk
membalas kekalahannya secara ksatria dengan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng.
13
Sebelum menjalankan upaya membalas kekalahannya, I Gusti Agung Putu terlebih
dahulu bersiap-siap menjalankan tapa di puncak Gunung Mangu yang menjadi lokasi
Pura Pucak Mangu pada masa sekarang. Di puncak Gunung Mangu, I Gusti Agung Putu
memperoleh petunjuk gaib (Bali: pewisik) keagamaan tentang kemenangannya itu.
Setelah memperoleh berkat itu I Gusti Agung Putu pun kembali menantang bertarung I
Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Hasil tapa bratanya ternyata tidak sia-sia, di Gunung
Mangu itulah selajutnya I Gusti Agung Putu berhasil meraih kemenangannya saat
melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng beserta para musuhnya. Berdasarkan penuturan
oleh Keluarga Kerajaan Mengwi, I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak Mangu,
kemudian beliau dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:
ngelengan). Daerah mana pun yang terlihat olehnya terang dari puncak itu maka daerah
itu di kemudian hari akan menjadi wilayah kekuasaannya. Sejak itulah maka Pucak
Mangu juga dikenal dengan nama Pucak Pengelengan.
Gambar: Pura Taman Ayun sebagai Salah Satu Pura Kerajaan Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
14
4.2 Sejarah Puri Mengwi
I Gusti Agung Putu adalah putra dari I Gusti Agung Anom. Ia bergelar I Gusti
Agung Made Agung mendirikan kerajaan Mengwi dan menjadi Raja Mengwi I pada
tahun 1723. Sebelum menjadi Raja, I Gusti Agung Putu di tawan oleh Raja Tabanan
yang bergelar Sri Megada Sakt i/I Gusti Alit Dawuh dan dibesarkan di Kerajaan Marga.
Kemudian, oleh Raja Marga I Gusti Balangan diberikan bimbingan spiritual, sehingga I
Gusti Agung Putu diberikan sebidang tanah untuk mendirikan Kerajaan/Puri pertamanya
di Desa Peken dengan nama Puri Balayu. Namun tidak bertahan lama I Gusti Agung
Putu melanjutkan perjalanan ke selatan dengan tujuan balas dendam dengan I Gusti
Ngurah Batu Tumpang dari Kekeran. Kemenangan inilah membawa masa kejayaan
sampai ke Blambangan.
Mengwi pada zaman dahulu merupakan sebuah kerajaan mandiri. Namun,
Mengwi kalah perang dan akhirnya pada tahun 1891 wilayahnya dibagi-bagi antara
Tabanan dan Badung.
Gambar 27. Puri Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
Puri Gede Mengwi yang berlokasi di kota Kecamatan Mengwi, tepatnya terletak
di sebelah barat daya perempatan atau Catus Patha Mengwi. Puri Agung Mengwi yang
juga disebut dengan nama Puri Gede Mengwi, tercatat pernah mengalami kehancuran
sejak tahun 1891 akibat dari laskar gabungan Kerajaan Badung dan Tabanan yang
sempat menghancurkan keraton Puri Gede Mengwi (1700-1891) di Bali hingga
15
Blambangan di Jawa Timur. Di atas puing kehancurannya tersebut, Puri Agung Mengwi
mulai dibangun kembali pasca gempa bumi sepulang Gusti Ketut Agung yang
merupakan putra mahkota yang baru pulang dari tempat pengasingan yaitu di Puri
Abiansemal. Sampai saat ini Puri Ageng Mengwi telah menjadi pusaka budaya seperti
keberadaan puri di Bali pada umumnya hingga menjadi spirit kekerabatan dengan basis
akar sejarah. Selain mengunjungi Puri Ageng Mengwi, para pengunjung juga bisa
mengunjungi pasar Mengwi, hingga Pura Taman Ayun, maupun Museum Yadnya yang
jaraknya sangat dekat dengan Puri Ageng Mengwi.
4.3 Elem en – elem en Utama Kota Kerajaan Mengwi dan Lokasinya
Pada bagian berikut ini akan menjelaskan tentang elemen-elemen Kota Kerajaan
Mengwi beserta beberapa peninggalan, yaitu:
1) Pempatan Agung Mengwi
Pempatan Agung Mengwi menjadi titik nol dari Puri Agung Mengwi.
Gambar 28. Pempatan Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
2) Taman Ayun
Taman Ayun dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Ngurah Made Agung
pada tahun 1634 yang dipergunakan untuk kalangan keluarga kerajaan Mengwi. Pada
abad ke-17, kerajaan Mengwi adalah salah satu kerajaan di antara 8 kerajaan lain di Bali,
yaitu Klungkung, Karangasem, Buleleng, Gianyar, Tabanan, Bangli, Jembrana, dan
Badung. Namun dalam perkembangannya, kerajaan Mengwi ditaklukkan oleh kerajaan
Badung. Pada masa itu, taman ini sering digunakan sebagai tempat pertunjukkan
16
kesenian dan kebudayaan serta sering dipergunakan juga sebagai tempat menyabung
ayam (tajen).
Taman Ayun dengan penataan pertamanan tradisional Bali yang dikelilingi dengan
sungai buatan, juga ditanami dengan berbagai jenis tanaman langka khas Bali. Taman
Ayun juga merupakan satu kesatuan pura yang penataannya menyatu dengan lingkungan
taman dan kolam di sekitarnya. Pura Taman Ayun pada tahun 2002 diajukan oleh
PEMDA Bali kepada UNESCO agar dapat menjadi sebagai salah satu warisan budaya.
Pembugaran pertama sendiri terjadi pada tahun 1937, pembugaran kedua terjadi pada
tahun 1949 yang berpusat pada pembenahan Kori Agung, Candi Bentar, dan wantilan
dalam skala yang cukup besar. Tahun 1972 dan 1976 terjadi pula renovasi pada Pura
Taman Ayun.
Gambar 29. Taman Ayun Sumber: dokumentasi pribadi
Pura Taman Ayun menggunakan konsep bangunan Bali yang menggunakan
peninggian bangunan, pada sisi luar bangunan peletakan bangunan lebih rendah dan
pada bangunan yang letaknya semakin menuju kedalam atau menuju int i bangunan maka
semakin tinggi pula peletakannya.
Pembagian daerah bangunan pada Pura Taman Ayun dibagi menjadi tiga bagian
yaitu jaba sisi (Nista Mandala), jaba tengah (Madya Mandala), dan jeroan (Utama
Mandala). Bangunan ini dapat dikaitkan dengan symbol tiga kosmik dunia, dimana
bagian luar bangunan merupakan tempat bagi manusia, bagian tengah m erupakan tempat
bagi atma (Jiwa), dan bagian utama bangunan merupakan tempat dimana Sang Hyang
Widhi beserta manifestasinya berada.
17
Gambar 30. Bagian Luar Pura Taman Ayun Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 31. Kori Agung Pura Taman Ayun
Sumber: Dokumentasi Pribadi
18
Gambar 32. Bagian Dalam Pura Taman Ayun
Sumber: Dokumentasi Pribadi
3) Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi
Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi difungsikan untuk melaksanakan pemujaan
kehadapan Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya. Pura Desa merupakan tempat
pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pencipta (Dewa Brahma), dan Pura Puseh
merupakan tempat pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pemelihara alam semesta
(Dewa Wisnu).
Gambar 33. Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
4) Pura Dalem Jambangan Mengwi
Pura Dalem Jambangan Mengwi berfungsi sebagai Pura yang menjadi transisi
ketika seseorang telah meninggal, sehingga Jiwa (Atma) seseorang tersebut terlebih
dahulu berada pada Pura ini untuk disidang oleh Sang Suratma sebagai Hakim di alam
19
Niskala.
Gambar 34. Pura Dalem Jambangan Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
Pura Dalem Jambangan merupakan Pura yang terletak pada sebelah timur setra
gede Desa Adat Pekraman Mengwi. Pura yang tidak megah dan besar, tetapi Pura ini
memiliki keistimewaan yang luar biasa. Spiritual merupakan salah satu hal yang penting
didalam hidup ini. Pada Jaba Pura terdapat pohon matua yang berfungsi sebagai
penyejuk dan menciptakan suasana damai dan hening. Nama lain dari Pura Dalem
Jambangan memiliki nama lain yaitu Pura Kawisesaan dan Pura Tegal Penangsaran,
banyak warga yang berdatangan guna meningkatkan kerohanian, spiritual, dan
penyembuhan pengobatan secara niskala, didalam Lontar Panca Durga disebutkan
terdapat pengert ian Jambangan yang berarti kawah perputaran mandara giri. Pura Dalem
Jambangan ini juga memiliki fungsi sebagai penampih Pura Dalem.
5) Pura Pucak Mangu
Pura Pucak Mangu merupakan Pura peninggalan Kerajaan Mengwi. Secara lebih
mendetail kisah tersebut dapat diceritakan sebagai berikut. Dalam suatu penggalan cerita
dikisahkan bahwa salah satu anggota keluarga Raja Mengwi yang bernama I Gusti
Agung Putu, dikisahkan akan melakukan persemadian di daerah gunung itu. Ketika itu I
Gusti Agung Putu memperoleh kesulitan dalam perjalannnya mengingat lebatnya hutan
yang dilaluinya itu.
Pada saat Agung Putu sedang berupaya dengan susah payah mencari jalan ke sana-
ke mari, tiba-tiba terdengarlah suara sekelompok lebah dari suatu tempat. Agung Putu
20
pun segera menuju asal suara gerombolan lebah tersebut. Ketika diselidikinya, ternyata
tepat di lokasi sumber dengungan suara gerombolan lebah tersebut ditemukan suatu
reruntuhan bangunan suci pelinggih yang lengkap dengan sebentuk lingga di dalamnya.
Kuat dugaan bahwa bangunan suci tersebut selanjutnya dipugar kembali oleh I Gusti
Agung Putu dan diberi nama Pura Pucak Mangu. Selanjutnya, setelah I Gusti Agung
Putu berhasil menjadi Raja Mengwi, didirikanlah sebuah Pura Penataran di tepi Danau
Beratan.
Sampai pada abad ke-13, bangunan pelinggih utama di Pura Pucak Mangu ini hanya
berupa Lingga Yoni dan beberapa bangunan suci pelengkap lainnya. Memasuki era
pemerintahan I Gusti Agung Nyoman Mayun yang bergelar Cokorda Nyoman Mayun,
pura tersebut selanjutnya dilengkapi dengan sebuah bangunan Meru Tumpang Lima
yang merupakan bangunan pelinggih untuk Ida Batara Pucak Mangu; bangunan Meru
Tumpang Tiga tempat m elinggih Batara Teratai Bang; dan bangunan Tepasana sebagai
tempat menyimpan Lingga tersebut.
Gunung Mangu berada di timur laut Danau Beratan. Berkat lokasinya itu, gunung ini
dikenal juga dengan nama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan.
Orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Beratan pada umumnya menyebut gunung
ini sebagai Pucak Beratan. Adapun orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Tinggan
menyebutnya sebagai Pucak Tinggan.
Nama Pucak Pengelengan sesuai penuturan dari keluarga Raja Mengwi adalah
berkaitan dengan peristiwa pada saat I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak
Mangu, dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:
ngelengan). Daerah mana pun yang terlihat olehnya terang dari puncak itu maka daerah
itu di kemudian hari akan menjadi wilayah kekuasaannya. Sejak itulah maka Pucak
Mangu juga dikenal dengan nama Pucak Pengelengan.
21
Gambar 35. Pura Pucak Mangu Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 36. Pura Pucak Mangu
Sumber: dokumentasi pribadi
6) Pura Sada Kapal
Pura Sada merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Mengwi dan merupakan
salah satu Pura Kahyangan yang terletak pada Desa Kapal, Mengwi, Badung. Ciri
khas dari pura ini ialah bagian utama mandala yang berbentuk Prasada beratap
sebelas dengan ketinggian mencapai 16 meter. Asal usul nama pura ini diambil dari
bangunan utama pura yaitu Prasada. Pura ini merupakan stana dewata nawa sanga
dan terdapat 8 arca yang berada pada 8 arah pada atap pertama, dan 1 arca Dewa
22
Siwa pada atap kedua arah barat. Langgam yang digunakan merupakan langgam
seperti yang dapat ditemukan pada daerah jawa timur, sehingga dapat dipastikan
dibangun pada awal abad ke-16 masehi. Namun berdasarkan lontar kapal. Pura ini
dibangun pada kisaran tahun 830 masehi sebagai pemujaan terhadap Siwa Guru.
Pura Sada ini telah direnovasi pada tahun 1917 akibat gempa bumi, sehngga I
Made Nama seorang insinyur yang ditugaskan oleh kepala dinas kebudayaan bedulu
pada tahun 1945 untuk merestorasi, sehingga Pura Sada memiliki ketinggian hingga
16 meter tersebut menjadi kokoh dan indah, namun menurut lontar kapal. Pura ini
sudah direnovasi pada tahun1260 isaka, pada masa pemerintahan Dalem Bali
dengan rajanya yang bergelar Asta Aura Ratna Bumi Banten. Pada saat itu Kebo
Iwa diutus guna mengawasi Pura Sada yang direnovasi, Kebo Iwa membuat sebuah
tempat pemujaan pada sebelah tenggara Pura Sada. Pada tahun 1400 terjadi renovasi
juga yang diutus oleh Pangeran Kapal Beringkit dan pada tahun 1600an juga
dilaksanakan renovasi.
Gambar 37. Pura Sada Kapal Sumber: dokumentasi pribadi
7) Pura Ulun Suwi
Pura Ulun Suwi merupakan pura yang terdapat pada daerah mengwi. Didalam
lontar Kutura Kandha Dewa Purana Bangsul, diceritakan Pura Ulun Suwi yang
berart ikan Pura Ulun Carik atau pura sebagai pusat kemakmuran sawah. Keberadaan
Pura jika dilihat berdasarkan purana tidak dapat dilepaskan dari pemimpin pada masa
itu. Berdirinya Pura Ulun Suwi sudah terdapat Pada masa pemerintahan raja pertama
Mengwi, yang bergelar Cokorda Sakti Blambangan, kemudian oleh raja II I Gusti
23
Agung Madhe Alangkajeng, raja III yang bergelar Cokorda Nyoman Bagus Munggu,
kemudian dilanjutkan I Gusti Agung Putu Mbahyun raja IV, dan raja V adalah I Gusti
Agung Madhe Munggu.
Gambar 38. Pura Ulun Suwi Sumber: dokumentasi pribadi
8) Pura Bukit Sari Sangeh
Pura Bukit Sari Sangeh merupakan sebuah pura yang berada ditengah hutan pala
yang dibangun oleh anak angkat Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan, yang
bernama Anak Agung Anglurah Made Karan Asem Sakti, suatu hari Raja tersebut
melakukan pertapaan anak-anak. Berdasarkan pertapaan tersebut maka beliau mendapat
bisikan (pewisik) untuk membangun pelinggih yang kini bernama Pura Bukit Sari
Sangeh dan menjadi tempat pemujaan Ida Bhatara Gunung Agung dan Bhatara
Melanting. Pohon Pala yang berada disekitar Pura berusia 300 tahun dan anehnya pohon
pala hanya bias tumbuh pada daerah ini saja, pepohonan lain yang dapat dijumpai ialah
seperti cempaka kuning, amplas, pule, buni, kepohpoh.
24
Gambar 39. Pura Bukit Sari, Sangeh Sumber: dokumentasi pribadi
Pohon sakral yang tumbuh pada pura ini ialah pohon lanang wadon. Pohon jenis
Pule ini merupakan salah satu jenis pohon sakral yang berada di daerah Bali. Pohon ini
berbentuk aneh karena pada bagian tengah pohon berlubang seperti menyerupai alat
kelamin wanita. Sedangkan pada bagian tengah pohon juga tumbuh batang yang
mengarah ke bawah sehingga menggambarkan kelamin laki-laki. Hutan ini menjadi
tempat tinggal 600 jenis monyet ekor panjang. Kera-kera ini dapat diwujudkan sebagai
jelmaan prajurit putri Beliau sehingga keberadaan monyet-monyet begitu dihormati dan
disakralkan.
25
Gambar 40. Pohon Pule menyerupai Lanang Wadon Sumber: dokumentasi pribadi
9) Pura Uluwatu
Pura Uluwatu merupakan salah satu pura terbesar dan tertua di Bali. Nama Uluwatu
sendiri berasal dari Ulu yang berarti kepala dan Watu yang berarti Batu, maka Pura
Uluwatu berarti Pura yang berada di ujung bebatuan terumbu karang. Mpu Kuturan
merupakan pendiri pura ini pada abad ke-10. Danghyang Dwijendra memilih Pura ini
sebagai tempat terakhir peristirahatan beliau untuk bertapa hingga menuju moksa. Pada
sisi lain Meru (Pagoda) yang terdapat pada Pura Uluwatu terdapat sebuah patung batu
yang diwujudkan sebagai Danghyang Dwijendra, Kom pleksi pada pura uluwat terdapat
sebuah perahu yang diyakini milik Beliau ketika melakukan perjalanan dari daerah Jawa
26
Gambar 41, Pura Uluwatu Sumber: dokumentasi pribadi
10) Setra Adat Mengwi
Setra Adat Mengwi difungsikan sebagai tempat pembakaran atau penguburan
jenazah masyarakat Desa setempat. Setra ini tepat berada pada sebelah barat Pura
Dalem Jambangan.
Gambar 42. Setra Adat Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
27
11) Pura Agung Mengwi
Pura Agung Mengwi merupakan Pura dari Puri Agung Mengwi
Gambar 43. Pura Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
12) Pasar Tradisional Mengwi
Pasar tradisional Mengwi menjadi salah satu pusat perekonomian masyarakat
Mengwi.
Gambar 44. Pasar Tradisional Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi
28
BAB V
PEMBIAYAAN DAN JADWAL KEGIATAN
5.1 Pembiayaan
Pada bagian berikut ini diperlihatkan gambaran umum tentang alokasi dana
penelitian yang diusulkan pada empat pos penelitian sebagai berikut.
Tabel Pembiayaan Penelitian
No. Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)
1. Gaji dan upah 3.000.000,002. Bahan Habis Pakai dan Peralatan 3.000.000,003. Perjalanan 2.500.000,004. Lain-lain (publikasi art ikel, laporan, dll) 1.500.000,00
Total Biaya 10.000.000,00
5.2 Jadwal Kegiatan Penelitian Adapun jadwal kegiatan penelitian dalam tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut.
No. Jenis Kegiatan Tahun 2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Grand tour dan studi
pustaka awal
2. Observasi lanjutan
3. Studi pustaka lanjutan 4. Wawancara 5. Kom pilasi dan Analisis
data
6. Sintesis data
7. Penulisan artikel 8. Penyusunan laporan 9. Pengumpulan laporan
29
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Mengenal Pura Sad Kahyangan & Kahyangan Jagat. Denpasar: Pustaka
Balipost. Anonim. 2007. Balipost edisi 24 Oktober 2007. Geldern, Robert von Heine. Konsepsi tentang Nagara dan Kedudukan Raja di Asia
Tenggara. Diterjemahkan oleh Deliar Noer. Jakarta: CV. Rajawali, 1982. Hermanislamet, Bondan. 1999. Tata Ruang Kota Majapahit: Analisis Keruangan Bekas
Pusat Kerajaan Hindu Jawa Abad XIV di Trowulan Jawa Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (disertasi belum diterbitkan).
Mulyadi, Lalu. 2001. Verifikasi Spasial Permukim an Hindu di Cakranegara Lom bok Nusa Tenggara Barat. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (tesis belum diterbitkan).
Patra, Made Susila. 1985. Hubungan Seni Bangunan dengan Hiasan dalam Rum ah Tinggal Adati Bali. Jakarta: Balai Pustaka.
Purna, I Made. 1994. Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.
Snodgrass, Adrian. 1985. The Sym bolism of The Stupa. New York: Southeast Asia Program, 120 Uris Hall, Cornell University, Ithaca.
Soekmono, R. 1990. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.
Sudhi, Padma. 1988. Sym bols of Art, Religion, and Phylosophy. New Delhi: Intellectual Publishing House.