33
LAPO RAN H ASIL PENELITIAN H IBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015 ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN KERAJAAN MENGWI DI KABUPATEN BADUNG Tim Pengusul: 1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T ., M.T . 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyanti, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIV ERS ITAS UDAYANA MEI 2015

ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

LAPO RAN HASIL PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN KERAJAAN MENGWI

DI KABUPATEN BADUNG

Tim Pengusul:

1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyant i, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA MEI 2015

Page 2: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

LAPO RAN HASIL PENELITIAN

HIBAH PENELITIAN JURUSAN ARSITEKTUR TAHUN 2015

ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN KERAJAAN MENGWI

DI KABUPATEN BADUNG

Tim Pengusul:

1. I Nyoman Widya Paramadhyaksa, ST, MT, Ph.D 19740911 200012 1 001 2. I Gusti Agung Bagus Suryada, S.T., M.T. 19661030 199802 1001 3. Ni Luh Putu Eka Pebriyant i, ST, M.Sc 19820212 201404 2 001

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA MEI 2015

i

Page 3: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta
Page 4: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

DAFTAR ISI Halaman Judul .................................................................................................................. i Halaman Pengesahan ........................................................................................................ ii Daftar Isi........................................................................................................................... iii Abstrak.............................................................................................................................. 1 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 2 1.1Latar Belakang ............................................................................................ 2 1.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 3 1.3 Urgensi Penelitian ..................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4 2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali ............................................................. 4 2.2 Elemen-elemen Kota Kerajaan .................................................................. 5 2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan diBali 5 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................ 7 3.1 Materi Penelitian ....................................................................................... 7 3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................................... 7 3.3 Informan Penelitian ................................................................................... 8 3.4 Metode Penelitian ..................................................................................... 8 3.5 Instrumen Penelitian dan Alat Bantu Penelitian ........................................ 10

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN

4.1 Sejarah Kerajaan Mengwi.......................................................................... 4.2 Sejarah Puri Mengwi…………………………………………………….. 4.3 Elemen-elemen Utama Kerajaan Mengwi dan Lokasinya………….........

11 12 14

BAB V PEMBIAYAAN DAN JADWAL KEGIATAN ............................................... 26 5.1Pembiayaan ................................................................................................. 26 5.2 adwal Kegiatan .......................................................................................... 26 Daftar Pustaka ................................................................................................................... 27

Page 5: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

1

ABSTRAK

Penelitian ini diajukan atas dasar adanya keinginan melakukan penelusuran dan

inventarisasi wujud arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi yang tersebar di wilayah

Kabupaten Badung. Wujud arsitektural yang diperoleh diperkirakan dapat dikategorisasikan

sebagai kompleks-kompleks bangunan puri; kom pleks bangunan pura; elemen-elemen jalan

dan ruang terbuka; bangunan suci tunggal (pelinggih); situs-situs suci; dan area-area lokasi

terjadinya peristiwa bersejarah atau event-event budaya dan ritual pada masa lalu.

Metode penelitian yang diterapkan dalam riset ini terdiri dari dua tipe metode sesuai

tahapan penelitian yang dijalankan. Pada tahap pengumpulan data, dijalankan metode

eksploratif, studi pustaka, dan wawancara. Pada tahap pembahasan hasil. Dilakukan metode

rekonstruksi sejarah, rekonstruksi keruangan, dan komparasi. Pada tahap penyimpulan hasil

temuan diterapkan teknik penalaran secara indukt if.

Hasil penelitian yang diperoleh diperkirakan akan dapat menunjukkan: (a) adanya

relasi sejarah antarelemen tinggalan; (b) adanya kesatuan style tata ruang dan tata bangunan

antarelemen tinggalan; (c) adanya rangkaian kronologis sejarah antarelemen tinggalan; dan

(d) adanya satu konsep keruangan yang melatarbelakangi semua elemen tinggalan arsitektural

Kerajaan Mengwi tersebut.

Kata kunci: Elemen tinggalan, Kerajaan Mengwi, Kabupaten Badung, arsitektural, sejarah.

Page 6: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kerajaan Mengwi adalah sebuah kerajaan besar Bali yang mencapai masa kejayaan

dalam era Bali Pertengahan. Kerajaan ini berlokasi di suatu wilayah yang saat ini termasuk

ke dalam wilayah Kabupaten Badung yang dikenal pada saat ini. Kerajaan ini didirikan

oleh I Gusti Agung Putu yang selajutnya berposisi sebagai raja pertama di kerajaan ini.

Dalam pendiriannya, kerajaan ini memiliki sejarah keterkaitan spiritual yang sangat kuat

dengan Pura Pucak Mangu yang berlokasi di Gunung Mangu yang sisi timur laut Danau

Beratan.

Selayaknya sebuah kerajaan di Bali, Mengwi juga pernah mengalami masa pasang

surut dalam pemerintahannya. Beberapa peristiwa peperangan, kemenangan, kekalahan,

hingga pada penjajahan mewarnai tata kehidupan kerajaan ini. Pada tahun 1891 misalnya,

akibat serangan pasukan gabungan antara Kerajaan Badung dan Kerajaan Tabanan,

Mengwi pernah tertaklukkan. Peristiwa sejarah ini juga telah menghancurkan bangunan

Puri Gede Mengwi yang menjadi kediaman raja pada waktu itu. Dalam perkembangan

selanjutnya, putra mahkota kerajaan yang lama mengasingkan diri selanjutnya

membangun Puri Agung Mengwi kembali di atas lokasi puri sebelumnya. Dalam masa

kejayaannya, Mengwi termasuk satu kerajaan utama di Bali yang memiliki pengaruh luas

pada masanya. Tercatat beberapa tinggalan arsitektural yang telah teridentifikasi dalam

riset-riset selama ini, sepert i Puri Agung Mengwi, Pura Taman Ayun, Pura Sada Kapal,

dan Pura Uluwatu.

Membicarakan tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi,

sesungguhnya ada banyak tinggalan yang masih belum banyak terulas secara

komprehensif selama ini. Selain bangunan kompleks pura dan puri, sesungguhnya masih

ada bangunan-bangunan dan elemen arsitektural lain yang kaya muatan sejarah sebagai

tinggalan Kerajaan Mengwi, sepert i elemen pasar, wantilan, pem patan agung, sumber air

dan daerah alirannya, hingga pada bangunan-bangunan hunian para pengelola puri. Semua

elemen arsitektural tersebut sangat layak untuk segera ditelusuri dan diinventarisasi

keberadaannya untuk pengembangan pengetahuan keruangan dan penyelamatan properti

bersejarah daerah Bali.

Beranjak dari hal ini, maka lahirlah sebuah gagasan untuk melakukan studi

inventarisasi tentang keberadaan elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi. Dalam

kesempatan ini, studi lebih difokuskan pada kegiatan riset dalam wilayah Kabupaten

Page 7: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

3

Badung, sebagai daerah konsentrasi terbanyak tinggalan. Hasil yang diperoleh

diperkirakan akan mampu memberikan gambaran tentang ciri khas keruangan dan

kronologis sejarah pendirian elemen-elemen arsitektural tinggalan Kerajaan Mengwi

tersebut.

1.2 Tujuan Khusus

Penelitian yang diajukan ini memiliki beberapa tujuan khusus yang dapat dipaparkan

sebagai berikut.

1. Menginventarisir dan menemukan latar konseptual dari keberadaan elemen-elemen

tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.

2. Memperoleh gambaran pola akt ivitas dan pola kegiatan ritual yang berlaku pada

elemen-elemen tersebut dari masa ke masa.

3. Menyusun kronologis pendirian elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi tersebut.

4. Menghasilkan materi ajar tentang elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di

Kabupaten Badung.

5. Menghasilkan setidaknya sebuah artikel dalam jurnal nasional non akreditasi.

1.3 Urgensi Penelitian

Penelitian ini layak untuk dilaksanakan berdasar pada beberapa pert imbangan tentang

aspek keutamaan dari permasalahan penelitian ini. Beberapa aspek keutamaan dari topik

penelitian ini secara umum dapat dipaparkan sebagai berikut.

1. Penelitian yang bertujuan menginventarisasi nilai budaya lam a

Penelitian ini pada hakikatnya berupaya menemukan elemen-elemen tinggalan

Kerajaan Mengwi di wilayah Kabupaten Badung.

2. Penelitian dengan topik yang belum pernah dilakukan

Penelitian secara keruangan dengan topik tentang keberadaan elemen-elemen

tinggalan Kerajaan Mengwi di wilayah Badung ini belum pernah dijalankan secara

mengkhusus oleh peneliti lainnya.

3. Penelitian untuk pengembangan pengetahuan

Hasil penelitian ini akan dapat memperkaya pengetahuan tentang eksistensi elemen-

elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung.

4. Penelitian yang sejalan dengan pola kebijakan Universitas Udayana

Penelitian ini sejalan dengan pola kebijakan yang diterapkan untuk pengembangan

Universitas Udayana. Pola pengembangan tersebut pada intinya berupaya untuk

Page 8: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

4

menjadikan Universitas Udayana sebagai salah satu perguruan tinggi negeri terkemuka

di Bali yang mampu berperan aktif dalam uapaya pengembangan dan pelestarian

budaya tradisional Bali.

Page 9: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah

kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di kota

Klungkung beserta dengan lokasinya.

2.1 Pola umum Kota Kerajaan di Bali

Pola tata kota kerajaan di Bali yang berhasil diident ifikasikan hingga saat ini

menunjukkan bahwa hampir semua tata ruang pusat kota kerajaan mengambil pola

Cathus Patha. Pola ini mudah dikenali dengan adanya perempatan utama di pusat kota

yang dikenal dengan sebutan Pem patan Agung. Perempatan utama ini terbentuk dari

persilangan dua ruas jalan utama kota, yaitu ruas jalan yang mengarah utara-selatan dan

yang mengarah timur-barat (Patra, 1985: 21). Pada daerah sekitar Pempatan Agung

lazimnya akan dibangun elemen-elemen utama kota, sepert i puri, pura kerajaan, pasar

utama kota, alun-alun kota, dan bangunan musyawarah rakyat. Pada daerah di luar zona

inti kota akan dibangun perumahan rakyat dan sawah-ladang yang status kedudukannya

makin menurun ke daerah tepi kota. Satu pusat kota kerajaan di Bali yang tidak diketahui

dengan pasti polanya adalah Kerajaan Bali Kuno. Banyak prasasti menyebutkan bahwa

kerajaan yang berdiri pada abad 8 Masehi ini memiliki ibu kota yang bernama

Singhamandawa yang diduga berlokasi di wilayah Gianyar (Soekmono, 1990: 52).

Gambar 2.2 Pura Kerajaan Denpasar

Gambar 2.1 Pola Pem patan Agung Gambar 2.3 Pura Kerajaan Pemecutan

B ale

Musyawarah Puri

Pura

Kerajaan

Alun-alun Pasar

Page 10: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

6

2.2 Elem en-elemen Kota Kerajaan

Pada bagian berikut ini dipaparkan tentang bangunan-bangunan utama kota yang

pada umumnya terdapat di zona inti kota kerajaan di Bali.

a. Pem patan Agung merupakan perempatan utama di pusat kota yang memiliki nilai

pent ing secara sosioreligius.Kompleks bangunan puri atau kediaman keluarga raja.

Lazimnya berada di pojok timur laut Pem patan Agung kota.

b. Pura Tri Kahyangan Desa adalah tiga pura pemujaan untuk masyarakat di kota yang

masing-masing terdiri Pura Puseh di daerah hulu kota sebagai tempat suci pemujaan

Dewa Wisnu (dewa pemeliharan); Pura Desa di daerah pusat kota, di dekat Pempatan

Agung sebagai tempat suci pemujaan Dewa Brahma (dewa pencipta); dan Pura Dalem

di daerah hilir kota sebagai tempat suci pemujaan Dewa Siwa (dewa pelebur).

Beberapa kota ada kalanya menggabungkan dua atau ketiga pura Kahyangan Desa ini

dalam satu area kompleks pura yang bernama Pura Kahyangan Tiga.

c. Pura Kerajaan adalah sebuah kom pleks pura yang dibangun dan dikelola oleh raja

untuk keperluan kegiatan ritual wilayah kerajaan. Bangunan pura ini dapat

difungsikan secara bersama oleh keluarga raja dan masyarakat umum kota pada masa

lalunya. Beberapa kerajaan di Bali disebutkan membangun dan mengelola tiga buah

pura kerajaan yang terdiri dari pura kerajaan pegunungan, pura kerajaan di dataran (di

pusat kota), dan pura kerajaan pesisir pantai.

d. Alun-alun merupakan ruang terbuka kota.

e. Pasar utama kota atau peken yang ada kalanya disatukan dengan alun-alun di pusat

kota.

2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali

Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta dari satu titik

awal yang akhirnya berkembang ke empat arah berbeda secara seimbang. Gambaran ini

direpresentasikan sebagai sosok Brahma sebagai dewa pencipta dan gunung Meru

sebagai gunung utama kosmik yang sama-sama digambarkan memiliki empat wajah

serupa itu (lihat gambar 13). Konsep tentang keberadaan empat wajah serupa ini sangat

nyata terlihat pada perwujudan pusat kota Cakranegara maupun kota-kota di Bali yang

berbentuk pem patan agung. Pusat kota berbentuk pertemuan empat ruas jalan - dari

utara, timur, selatan, dan barat - yang saling bertemu di satu titik bernama pempatan

agung.

Pada bangunan kuil maupun stupa, konsep empat wajah ini juga mudah

dicermat i. Sebagai representasi alam semesta, bangunan-bangunan suci Asia Tenggara

Page 11: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

7

klasik pada umumnya juga dirancang memiliki empat wajah serupa dengan empat pintu

dan empat tangga masuk yang menghadap empat arah yang berbeda pula.

Dalam konsepsi yang berkenaan tentang tata wilayah kerajaan dan tata pemerintahan

raja-raja Asia Tenggara, dikenal adanya konsepsi Dewa Raja. Konsepsi ini pada intinya

menguraikan bahwa raja-raja di kawasan Asia Tenggara – termasuk Indonesia – adalah

diposisikan dan memposisikan dirinya sebagai titisan satu tokoh dewa untuk bertugas

menata dan mengelola kerajaan di bumi. Seorang raja sebagai kepala suatu negara di

tataran dunia adalah analogi dari sosok Dewa Indra sebagai raja para dewata yang

memerintah kerajaan sorga di puncak Gunung Meru. Adapun wilayah kerajaannya di

dunia dianalogikan sebagai pusat dunia atau wilayah kerajaan sorga yang diperintah

Dewa Indra (Geldern, 1982: 2-4). Di Indonesia, konsepsi semacam ini pernah diterapkan

dalam penataan lingkungan dan wilayah kerajaan-kerajaan kuno yang bercorak Hindu.

Konsepsi pempatan agung desa-desa di Bali atau konsepsi monco pat di Jawa merupakan

titik pusat wilayah dan simbolisasi dari konsepsi gunung mitologis, Meru.

Konsepsi pem patan agung sebagai pusat kerajaan dan wilayah ini ditiruterapkan

pada hampir semua desa adat di Bali. Eksistensinya itu ditunjukkan oleh keberadaan

elemen-elemen arsitektural utama suatu wilayah pada zone di sekitar pempatan agung

seperti elemen puri (rumah keluarga bangsawan penguasa wilayah pada masa lalu), pura,

wantilan atau balai desa, pasar, dan alun-alun desa. Zone-zone yang berada di luar

wilayah pusat itu memiliki nilai tingkatan yang lebih rendah dan makin merendah pada

zone-zone lingkaran terluar wilayah.

Konsepsi tentang titik pusat wilayah ini selanjutnya berkembang pula menjadi

konsepsi lain yang berkenaan dengan pola pem patan agung. Bentuk swastika dan cakra

sendiri merupakan simbolisasi garis edar 'perjalanan' matahari yang dilihat berdasarkan

sudut pandang mata manusia di bumi (Sudhi, 1988: 234-235). Konsepsi ini memiliki

kesesuaian yang cukup besar dengan gambaran mitologi Gunung Meru sebagai pusat

utama alam semesta yang pada puncaknya terdapat kerajaan sorga dengan sebuah

matahari utama (Skt . Mahāvairocana) sebagai sumber cahaya abadinya (Snodgrass,

1985: 25).

Bentuk pempatan agung, swastika, dan cakra juga telah dikenal sebagai bentuk dasar

pola penataan wilayah dan kota-kota kuno bercorak Hindu Indonesia, sepert i kota

Cakranegara (cf. Mulyadi, 2001: 4-5) dan Trowulan Majapahit (Hermanislamet, 1999:

153).

Page 12: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

8

BAB III METO DE PENELITIAN

Penelitian yang diusulkan ini tergolong penelitian kualitatif yang dalam proses

pelaksanaannya akan menerapkan beberapa metode penelitian sesuai tahapan yang

dijalankan. Pada bagian berikut ini dijelaskan secara berurutan tentang (1) materi penelitian;

(2) informan penelitian; (3) metode penelitian; dan (4) instrumen penelitian.

3.1 Materi Penelitian

Materi penelitian ini adalah berwujud objek, ruang, dan elemen-elemen arsitektural

tinggalan Kerajaan Mengwi yang berlokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Ada

beberapa jenis objek penelitian yang dicermati, di antaranya:

a. Kompleks bangunan pura tinggalan Kerajaan Mengwi

b. Bangunan puri t inggalan Kerajaan Mengwi

c. Zona-zona t inggalan Kerajaan Mengwi yang disakralkan, semacam pempatan agung

d. Bangunan-bangunan tinggalan Kerajaan Mengwi

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di wilayah Kabupaten Badung, Provinsi Bali.

Pada bagian berikut ini dipaparkan gambaran elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi

yang utama sesuai hasil grand tour yang dijalankan pada tanggal 25 Maret 2015.

Utara

Page 13: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

9

Gambar: Pura Uluwatu Gambar: Pura Pucak Mangu Gambar: Pura Sada Kapal

Gambar: Pura Taman Ayun Gambar: Pura Dalem Sakenan Gambar: Pura Sakenan

Gambar: Pura Bukit Sari Gambar: Puri Agung Mengwi Gambar: Pempatan Agung

Mengwi 3.3 Informan Penelitian

Informan penelitian ditetapkan berdasarkan kompetensi pengetahuan yang dikuasainya

berkenaan dengan topik penelitian yang diangkat . Ada beberapa informan yang sedianya

dipilih sebagai narasumber penelitian ini, seperti: (a) warga inti puri; (b) pemuka agama dan

adat desa setempat; (c) tetua desa; dan (d) akademisi.

3.4 Metode Penelitian

a. Tahap Pengumpulan Data Awal

Pada tahap pengumpulan data awal, tim peneliti melakukan grand tour ke lokasi

penelitian dan wawancara dengan para narasumber di lokasi dan beberapa pihak yang

berkompeten tentang elemen-elemen tinggalan Kerajaan Mengwi di Kabupaten Badung.

Kegiatan grand tour ini pada akhirnya akan menghasilkan gambaran tentang topik dan

permasalahan penelitian yang akan dijadikan fokus kajian penelitian ini. Tim peneliti telah

melakukan grand tour penelitian ke wilayah Badung pada tanggal 25 Maret 2015. Fokus

Page 14: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

10

penelitian yang akhirnya ditetapkan adalah berkenaan dengan elemen-elemen tinggalan

Kerajaan Mengwi yang terdapat di dalam wilayah Kabupaten Badung.

b. Tahap Pengumpulan Data Lanjutan

Kegiatan pengumpulan data lanjutan sedianya dijalankan setelah adanya pengumuman

resmi tentang pembiayaan rencana penelitian ini. Pada tahap pengumpulan data lanjutan ini,

tim peneliti akan menjalankan setidaknya tiga tipe kegiatan pengkoleksian data berdasarkan

karakter data target, yaitu sesuai tabel berikut ini.

No. Kegiatan Data/hasil target capaian Durasi

1. Pengumpulan data lapangan

Data fisik elemen-elemen tinggalan Jumlah dan lokasi persebaran objek amatan Varian wujud objek amatan Fungsi dan aktivitas yang berlangsung di objek Elemen atribut objek

tiga bulan

2. Pengumpulan secara oral/ wawancara

Tradisi aktivitas sakral dan sekular sekitar objek

Kepercayaan masyarakat terhadap objek Rekonstruksi wujud fisik dan fungsi objek

tiga bulan

3. Pengumpulan data instansional

Data kependudukan Data sosial, ekonomi, budaya terkait objek

sebulan

c. Tahap Analisis

Tahap analisis data pada dasarnya dijalankan tentang beberapa teknik kajian, yaitu (1)

analisis tipomorfologi objek studi; (2) analisis rekonstruksi berdasarkan data oral informan;

(3) analisis komparatif antarobjek amatan serta antara objek amatan dan objek setara di luar

wilayah studi; dan (4) analisis secara rasionalis dengan menggunakan beberapa teori dan

konsep lokal keruangan yang relevan. Tahap analisis ini diperkirakan akan berlangsung

selama empat bulan kalender penelitian. Dalam tabel berikut ini terpaparkan gambaran

kegiatan analisis penelitian yang sedianya akan dijalankan.

No. Kegiatan O bjek studi/penjelasan Target hasil

1. Analisis tipomorfologi

Wujud elemen-elemen tinggalan Tipologi objek berdasarkan wujudnya diperoleh

2. Analisis rekonstruktif

Latar konsepsi elemen Gambaran fungsi, konsepsi, wujud objek, dan t radisi ritualnya diperoleh

Fungsi dan prosesi ritual di elemen-elemen tersebut Wujud elemen tinggalan pada masa lalu Tradisi ritual pada masa lalu

3. Analisis komparatif Wujud zona sakral tinggalan di lokasi studi

Gambaran kedudukan dan fungsi elemen Wujud zona utama lain di wilayah

Page 15: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

11

studi tinggalan pada masa lalu Atribut zona sakral di lokasi

Aspek-aspek lain yang terkait Ritual di zona sakral di lokasi Ritual di zona sakral di daerah lain

4. Analisis rasionalis Telaah wujud objek dan tradisi ritual penyertanya dikaji berdasarkan teori dan konsep lokal

Keterkaitan objek studi dan teori/konsep lokal

d. Tahap Sintesis

Tahap sintesis dalam penelitian ini dijalankan dengan fokus kegiatan berupa studi

tentang keterkaitan antarelemen yang diperoleh pada tahap analisis. Hasil telaah pada tahap

ini belum dapat digambarkan, mengingat gambaran hasil analisis data yang sedianya akan

dijalankan pada tahap sebelumnya. Tahap sintesis ini dapat diartikan juga sebagai tahap

pendialogan antara komponen-kom ponen hasil analisis yang saling berkaitan.

Pada bagian akhir tahap sintesis dilakukan pula pendialogan antara hasil telaah atau hasil

studi lapangan dan teori-teori keruangan secara umum yang memiliki relevansi dengannya.

Tahap ini dijalankan dalam dua bulan kalender penelitian.

e. Tahap Penyimpulan

Tahap penyimpulan hasil penelitian merupakan tahap paling akhir dari rangkaian

penelitian ini. Tahap ini diperkirakan berlangsung dalam waktu sebulan kalender penelitian.

3.5 Instrum en Penelitian dan Alat Bantu Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini tentunya peneliti sendiri yang memiliki peran

sebagai pencari, kolektor, katalisator, dan analisator data yang dibutuhkan dalam penelitian

ini. Ada beberapa alat bantu penelitian yang juga digunakan oleh tim peneliti, yaitu:

(a

)

Tiga unit komputer jinjing (laptop) dan satu unit komputer tablet sebagai alat penyimpan

data, hasil analisis, dan penyusunan laporan final penelitian ini. Komputer tablet dapat

pula difungsikan pada saat melakukan kegiatan perekaman gambar, video, serta rekaman

audio di lapangan.

(b Satu unit printer berwarna untuk mencetak segala macam laporan penelitian.

(c

)

Satu unit video camera untuk merekam data gambar bergerak di lokasi studi.

(d

)

Dua unit kamera digital merekam gambar objek diam.

(e Alat-alat tulis dan alat-alat gambar untuk keperluan pencatatan data di lapangan

Page 16: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bagian berikut ini, akan dijelaskan mengenai Kota Mengwi dari segi sejarah

kerajaan, sejarah peningalan kerajaan berupa puri, dan elemen utama kota yang ada di

kota Mengwi beserta dengan lokasinya.

4.1 Sejarah Kerajaan Mengwi

Sejarah Kerajaan Mengwi berkaitan dengan keberadaan Pura Pucak Mangu yang

diperkirakan sudah ada sejak peradaban megalitikum berkembang di Bali. Hal ini

diperkuat dengan adanya bukti berupa sebuah peninggalan berupa lingga besar pada

bangunan pura ini. Pura ini tercatat juga sebagai sebuah pura tempat I Gusti Agung Putu,

sang pendiri dari Kerajaan Mengwi, melakukan persemadian dalam upayanya

menenangkan pikirannya setelah kalah dalam suatu perang tanding.

Berkat tapa bratanya itu, akhirnya I Gusti Agung Putu kembali menemukan jati diri

dan mulai bangkit dari segala kekecewaan dan kekalahannya. Agung Putu pun

melajutkan keberhasilannya itu dengan terus meraih kemenangan sampai akhirnya

berhasil mendirikan sebuah kerajaan baru yang bernama Kerajaan Mengwi. Tempat suci

yang menjadi lokasi I Gusti Agung Putu melakukan tapa bratanya itu dinamai dengan

nama Pura Pucak Mangu. Bangunan suci ini telah dipugar beberapa kali dan telah ditata

sedemikian rupa sebagai tempat suci bagi umat Hindu.

Puncak dari Gunung Mangu tidak terlalu tinggi dan sulit untuk dicapai. Lokasinya

yang sangat hening memang sangat ideal untuk dijadikan sebagai lokasi melakukan

rangkaian tapa brata dan perenungan diri. Dalam lontar tentang Pura Kahyangan Jagat

dan Lontar Babad Mengwi disebutkan bahwa nama Gunung Mangu disebutkan

memiliki kaitan dengan keberadaan leluhur Raja Mengwi yang bernama I Gusti Agung

Putu yang kalah secara kesatria dalam suatu perang tanding melawan I Gusti Ngurah

Batu Tumpeng yang berasal dari Puri Kekeran.

Sebagai pihak yang kalah dalam perang, I Gusti Agung Putu selanjutnya menjadi

seorang tawanan yang selanjutnya diserahkan kepada I Gusti Ngurah Tabanan. Seorang

patih dari wilayah Marga yang bernama I Gusti Bebalang selanjutnya memohon kepada

I Gusti Ngurah Tabanan guna diperkenankan mengajak serta I Gusti Agung Putu ke

wilayah Marga. Setelah Agung Putu tiba di Marga, maka mulailah timbul niat untuk

membalas kekalahannya secara ksatria dengan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng.

Page 17: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

13

Sebelum menjalankan upaya membalas kekalahannya, I Gusti Agung Putu terlebih

dahulu bersiap-siap menjalankan tapa di puncak Gunung Mangu yang menjadi lokasi

Pura Pucak Mangu pada masa sekarang. Di puncak Gunung Mangu, I Gusti Agung Putu

memperoleh petunjuk gaib (Bali: pewisik) keagamaan tentang kemenangannya itu.

Setelah memperoleh berkat itu I Gusti Agung Putu pun kembali menantang bertarung I

Gusti Ngurah Batu Tumpeng. Hasil tapa bratanya ternyata tidak sia-sia, di Gunung

Mangu itulah selajutnya I Gusti Agung Putu berhasil meraih kemenangannya saat

melawan I Gusti Ngurah Batu Tumpeng beserta para musuhnya. Berdasarkan penuturan

oleh Keluarga Kerajaan Mengwi, I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak Mangu,

kemudian beliau dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:

ngelengan). Daerah mana pun yang terlihat olehnya terang dari puncak itu maka daerah

itu di kemudian hari akan menjadi wilayah kekuasaannya. Sejak itulah maka Pucak

Mangu juga dikenal dengan nama Pucak Pengelengan.

Gambar: Pura Taman Ayun sebagai Salah Satu Pura Kerajaan Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Page 18: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

14

4.2 Sejarah Puri Mengwi

I Gusti Agung Putu adalah putra dari I Gusti Agung Anom. Ia bergelar I Gusti

Agung Made Agung mendirikan kerajaan Mengwi dan menjadi Raja Mengwi I pada

tahun 1723. Sebelum menjadi Raja, I Gusti Agung Putu di tawan oleh Raja Tabanan

yang bergelar Sri Megada Sakt i/I Gusti Alit Dawuh dan dibesarkan di Kerajaan Marga.

Kemudian, oleh Raja Marga I Gusti Balangan diberikan bimbingan spiritual, sehingga I

Gusti Agung Putu diberikan sebidang tanah untuk mendirikan Kerajaan/Puri pertamanya

di Desa Peken dengan nama Puri Balayu. Namun tidak bertahan lama I Gusti Agung

Putu melanjutkan perjalanan ke selatan dengan tujuan balas dendam dengan I Gusti

Ngurah Batu Tumpang dari Kekeran. Kemenangan inilah membawa masa kejayaan

sampai ke Blambangan.

Mengwi pada zaman dahulu merupakan sebuah kerajaan mandiri. Namun,

Mengwi kalah perang dan akhirnya pada tahun 1891 wilayahnya dibagi-bagi antara

Tabanan dan Badung.

Gambar 27. Puri Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Puri Gede Mengwi yang berlokasi di kota Kecamatan Mengwi, tepatnya terletak

di sebelah barat daya perempatan atau Catus Patha Mengwi. Puri Agung Mengwi yang

juga disebut dengan nama Puri Gede Mengwi, tercatat pernah mengalami kehancuran

sejak tahun 1891 akibat dari laskar gabungan Kerajaan Badung dan Tabanan yang

sempat menghancurkan keraton Puri Gede Mengwi (1700-1891) di Bali hingga

Page 19: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

15

Blambangan di Jawa Timur. Di atas puing kehancurannya tersebut, Puri Agung Mengwi

mulai dibangun kembali pasca gempa bumi sepulang Gusti Ketut Agung yang

merupakan putra mahkota yang baru pulang dari tempat pengasingan yaitu di Puri

Abiansemal. Sampai saat ini Puri Ageng Mengwi telah menjadi pusaka budaya seperti

keberadaan puri di Bali pada umumnya hingga menjadi spirit kekerabatan dengan basis

akar sejarah. Selain mengunjungi Puri Ageng Mengwi, para pengunjung juga bisa

mengunjungi pasar Mengwi, hingga Pura Taman Ayun, maupun Museum Yadnya yang

jaraknya sangat dekat dengan Puri Ageng Mengwi.

4.3 Elem en – elem en Utama Kota Kerajaan Mengwi dan Lokasinya

Pada bagian berikut ini akan menjelaskan tentang elemen-elemen Kota Kerajaan

Mengwi beserta beberapa peninggalan, yaitu:

1) Pempatan Agung Mengwi

Pempatan Agung Mengwi menjadi titik nol dari Puri Agung Mengwi.

Gambar 28. Pempatan Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

2) Taman Ayun

Taman Ayun dibangun oleh Raja Mengwi, I Gusti Agung Ngurah Made Agung

pada tahun 1634 yang dipergunakan untuk kalangan keluarga kerajaan Mengwi. Pada

abad ke-17, kerajaan Mengwi adalah salah satu kerajaan di antara 8 kerajaan lain di Bali,

yaitu Klungkung, Karangasem, Buleleng, Gianyar, Tabanan, Bangli, Jembrana, dan

Badung. Namun dalam perkembangannya, kerajaan Mengwi ditaklukkan oleh kerajaan

Badung. Pada masa itu, taman ini sering digunakan sebagai tempat pertunjukkan

Page 20: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

16

kesenian dan kebudayaan serta sering dipergunakan juga sebagai tempat menyabung

ayam (tajen).

Taman Ayun dengan penataan pertamanan tradisional Bali yang dikelilingi dengan

sungai buatan, juga ditanami dengan berbagai jenis tanaman langka khas Bali. Taman

Ayun juga merupakan satu kesatuan pura yang penataannya menyatu dengan lingkungan

taman dan kolam di sekitarnya. Pura Taman Ayun pada tahun 2002 diajukan oleh

PEMDA Bali kepada UNESCO agar dapat menjadi sebagai salah satu warisan budaya.

Pembugaran pertama sendiri terjadi pada tahun 1937, pembugaran kedua terjadi pada

tahun 1949 yang berpusat pada pembenahan Kori Agung, Candi Bentar, dan wantilan

dalam skala yang cukup besar. Tahun 1972 dan 1976 terjadi pula renovasi pada Pura

Taman Ayun.

Gambar 29. Taman Ayun Sumber: dokumentasi pribadi

Pura Taman Ayun menggunakan konsep bangunan Bali yang menggunakan

peninggian bangunan, pada sisi luar bangunan peletakan bangunan lebih rendah dan

pada bangunan yang letaknya semakin menuju kedalam atau menuju int i bangunan maka

semakin tinggi pula peletakannya.

Pembagian daerah bangunan pada Pura Taman Ayun dibagi menjadi tiga bagian

yaitu jaba sisi (Nista Mandala), jaba tengah (Madya Mandala), dan jeroan (Utama

Mandala). Bangunan ini dapat dikaitkan dengan symbol tiga kosmik dunia, dimana

bagian luar bangunan merupakan tempat bagi manusia, bagian tengah m erupakan tempat

bagi atma (Jiwa), dan bagian utama bangunan merupakan tempat dimana Sang Hyang

Widhi beserta manifestasinya berada.

Page 21: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

17

Gambar 30. Bagian Luar Pura Taman Ayun Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 31. Kori Agung Pura Taman Ayun

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Page 22: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

18

Gambar 32. Bagian Dalam Pura Taman Ayun

Sumber: Dokumentasi Pribadi

3) Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi

Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi difungsikan untuk melaksanakan pemujaan

kehadapan Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya. Pura Desa merupakan tempat

pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pencipta (Dewa Brahma), dan Pura Puseh

merupakan tempat pemujaan terhadap Tuhan sebagai sang pemelihara alam semesta

(Dewa Wisnu).

Gambar 33. Pura Puseh lan Desa Adat Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

4) Pura Dalem Jambangan Mengwi

Pura Dalem Jambangan Mengwi berfungsi sebagai Pura yang menjadi transisi

ketika seseorang telah meninggal, sehingga Jiwa (Atma) seseorang tersebut terlebih

dahulu berada pada Pura ini untuk disidang oleh Sang Suratma sebagai Hakim di alam

Page 23: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

19

Niskala.

Gambar 34. Pura Dalem Jambangan Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Pura Dalem Jambangan merupakan Pura yang terletak pada sebelah timur setra

gede Desa Adat Pekraman Mengwi. Pura yang tidak megah dan besar, tetapi Pura ini

memiliki keistimewaan yang luar biasa. Spiritual merupakan salah satu hal yang penting

didalam hidup ini. Pada Jaba Pura terdapat pohon matua yang berfungsi sebagai

penyejuk dan menciptakan suasana damai dan hening. Nama lain dari Pura Dalem

Jambangan memiliki nama lain yaitu Pura Kawisesaan dan Pura Tegal Penangsaran,

banyak warga yang berdatangan guna meningkatkan kerohanian, spiritual, dan

penyembuhan pengobatan secara niskala, didalam Lontar Panca Durga disebutkan

terdapat pengert ian Jambangan yang berarti kawah perputaran mandara giri. Pura Dalem

Jambangan ini juga memiliki fungsi sebagai penampih Pura Dalem.

5) Pura Pucak Mangu

Pura Pucak Mangu merupakan Pura peninggalan Kerajaan Mengwi. Secara lebih

mendetail kisah tersebut dapat diceritakan sebagai berikut. Dalam suatu penggalan cerita

dikisahkan bahwa salah satu anggota keluarga Raja Mengwi yang bernama I Gusti

Agung Putu, dikisahkan akan melakukan persemadian di daerah gunung itu. Ketika itu I

Gusti Agung Putu memperoleh kesulitan dalam perjalannnya mengingat lebatnya hutan

yang dilaluinya itu.

Pada saat Agung Putu sedang berupaya dengan susah payah mencari jalan ke sana-

ke mari, tiba-tiba terdengarlah suara sekelompok lebah dari suatu tempat. Agung Putu

Page 24: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

20

pun segera menuju asal suara gerombolan lebah tersebut. Ketika diselidikinya, ternyata

tepat di lokasi sumber dengungan suara gerombolan lebah tersebut ditemukan suatu

reruntuhan bangunan suci pelinggih yang lengkap dengan sebentuk lingga di dalamnya.

Kuat dugaan bahwa bangunan suci tersebut selanjutnya dipugar kembali oleh I Gusti

Agung Putu dan diberi nama Pura Pucak Mangu. Selanjutnya, setelah I Gusti Agung

Putu berhasil menjadi Raja Mengwi, didirikanlah sebuah Pura Penataran di tepi Danau

Beratan.

Sampai pada abad ke-13, bangunan pelinggih utama di Pura Pucak Mangu ini hanya

berupa Lingga Yoni dan beberapa bangunan suci pelengkap lainnya. Memasuki era

pemerintahan I Gusti Agung Nyoman Mayun yang bergelar Cokorda Nyoman Mayun,

pura tersebut selanjutnya dilengkapi dengan sebuah bangunan Meru Tumpang Lima

yang merupakan bangunan pelinggih untuk Ida Batara Pucak Mangu; bangunan Meru

Tumpang Tiga tempat m elinggih Batara Teratai Bang; dan bangunan Tepasana sebagai

tempat menyimpan Lingga tersebut.

Gunung Mangu berada di timur laut Danau Beratan. Berkat lokasinya itu, gunung ini

dikenal juga dengan nama Pucak Beratan, Pucak Pengelengan, dan Pucak Tinggan.

Orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Beratan pada umumnya menyebut gunung

ini sebagai Pucak Beratan. Adapun orang-orang yang berasal dari wilayah Desa Tinggan

menyebutnya sebagai Pucak Tinggan.

Nama Pucak Pengelengan sesuai penuturan dari keluarga Raja Mengwi adalah

berkaitan dengan peristiwa pada saat I Gusti Agung Putu sedang bertapa di Pucak

Mangu, dititahkan oleh Ida Batara Pucak Mangu melihat ke sekelilingnya (Bali:

ngelengan). Daerah mana pun yang terlihat olehnya terang dari puncak itu maka daerah

itu di kemudian hari akan menjadi wilayah kekuasaannya. Sejak itulah maka Pucak

Mangu juga dikenal dengan nama Pucak Pengelengan.

Page 25: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

21

Gambar 35. Pura Pucak Mangu Sumber: dokumentasi pribadi

Gambar 36. Pura Pucak Mangu

Sumber: dokumentasi pribadi

6) Pura Sada Kapal

Pura Sada merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Mengwi dan merupakan

salah satu Pura Kahyangan yang terletak pada Desa Kapal, Mengwi, Badung. Ciri

khas dari pura ini ialah bagian utama mandala yang berbentuk Prasada beratap

sebelas dengan ketinggian mencapai 16 meter. Asal usul nama pura ini diambil dari

bangunan utama pura yaitu Prasada. Pura ini merupakan stana dewata nawa sanga

dan terdapat 8 arca yang berada pada 8 arah pada atap pertama, dan 1 arca Dewa

Page 26: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

22

Siwa pada atap kedua arah barat. Langgam yang digunakan merupakan langgam

seperti yang dapat ditemukan pada daerah jawa timur, sehingga dapat dipastikan

dibangun pada awal abad ke-16 masehi. Namun berdasarkan lontar kapal. Pura ini

dibangun pada kisaran tahun 830 masehi sebagai pemujaan terhadap Siwa Guru.

Pura Sada ini telah direnovasi pada tahun 1917 akibat gempa bumi, sehngga I

Made Nama seorang insinyur yang ditugaskan oleh kepala dinas kebudayaan bedulu

pada tahun 1945 untuk merestorasi, sehingga Pura Sada memiliki ketinggian hingga

16 meter tersebut menjadi kokoh dan indah, namun menurut lontar kapal. Pura ini

sudah direnovasi pada tahun1260 isaka, pada masa pemerintahan Dalem Bali

dengan rajanya yang bergelar Asta Aura Ratna Bumi Banten. Pada saat itu Kebo

Iwa diutus guna mengawasi Pura Sada yang direnovasi, Kebo Iwa membuat sebuah

tempat pemujaan pada sebelah tenggara Pura Sada. Pada tahun 1400 terjadi renovasi

juga yang diutus oleh Pangeran Kapal Beringkit dan pada tahun 1600an juga

dilaksanakan renovasi.

Gambar 37. Pura Sada Kapal Sumber: dokumentasi pribadi

7) Pura Ulun Suwi

Pura Ulun Suwi merupakan pura yang terdapat pada daerah mengwi. Didalam

lontar Kutura Kandha Dewa Purana Bangsul, diceritakan Pura Ulun Suwi yang

berart ikan Pura Ulun Carik atau pura sebagai pusat kemakmuran sawah. Keberadaan

Pura jika dilihat berdasarkan purana tidak dapat dilepaskan dari pemimpin pada masa

itu. Berdirinya Pura Ulun Suwi sudah terdapat Pada masa pemerintahan raja pertama

Mengwi, yang bergelar Cokorda Sakti Blambangan, kemudian oleh raja II I Gusti

Page 27: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

23

Agung Madhe Alangkajeng, raja III yang bergelar Cokorda Nyoman Bagus Munggu,

kemudian dilanjutkan I Gusti Agung Putu Mbahyun raja IV, dan raja V adalah I Gusti

Agung Madhe Munggu.

Gambar 38. Pura Ulun Suwi Sumber: dokumentasi pribadi

8) Pura Bukit Sari Sangeh

Pura Bukit Sari Sangeh merupakan sebuah pura yang berada ditengah hutan pala

yang dibangun oleh anak angkat Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan, yang

bernama Anak Agung Anglurah Made Karan Asem Sakti, suatu hari Raja tersebut

melakukan pertapaan anak-anak. Berdasarkan pertapaan tersebut maka beliau mendapat

bisikan (pewisik) untuk membangun pelinggih yang kini bernama Pura Bukit Sari

Sangeh dan menjadi tempat pemujaan Ida Bhatara Gunung Agung dan Bhatara

Melanting. Pohon Pala yang berada disekitar Pura berusia 300 tahun dan anehnya pohon

pala hanya bias tumbuh pada daerah ini saja, pepohonan lain yang dapat dijumpai ialah

seperti cempaka kuning, amplas, pule, buni, kepohpoh.

Page 28: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

24

Gambar 39. Pura Bukit Sari, Sangeh Sumber: dokumentasi pribadi

Pohon sakral yang tumbuh pada pura ini ialah pohon lanang wadon. Pohon jenis

Pule ini merupakan salah satu jenis pohon sakral yang berada di daerah Bali. Pohon ini

berbentuk aneh karena pada bagian tengah pohon berlubang seperti menyerupai alat

kelamin wanita. Sedangkan pada bagian tengah pohon juga tumbuh batang yang

mengarah ke bawah sehingga menggambarkan kelamin laki-laki. Hutan ini menjadi

tempat tinggal 600 jenis monyet ekor panjang. Kera-kera ini dapat diwujudkan sebagai

jelmaan prajurit putri Beliau sehingga keberadaan monyet-monyet begitu dihormati dan

disakralkan.

Page 29: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

25

Gambar 40. Pohon Pule menyerupai Lanang Wadon Sumber: dokumentasi pribadi

9) Pura Uluwatu

Pura Uluwatu merupakan salah satu pura terbesar dan tertua di Bali. Nama Uluwatu

sendiri berasal dari Ulu yang berarti kepala dan Watu yang berarti Batu, maka Pura

Uluwatu berarti Pura yang berada di ujung bebatuan terumbu karang. Mpu Kuturan

merupakan pendiri pura ini pada abad ke-10. Danghyang Dwijendra memilih Pura ini

sebagai tempat terakhir peristirahatan beliau untuk bertapa hingga menuju moksa. Pada

sisi lain Meru (Pagoda) yang terdapat pada Pura Uluwatu terdapat sebuah patung batu

yang diwujudkan sebagai Danghyang Dwijendra, Kom pleksi pada pura uluwat terdapat

sebuah perahu yang diyakini milik Beliau ketika melakukan perjalanan dari daerah Jawa

Page 30: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

26

Gambar 41, Pura Uluwatu Sumber: dokumentasi pribadi

10) Setra Adat Mengwi

Setra Adat Mengwi difungsikan sebagai tempat pembakaran atau penguburan

jenazah masyarakat Desa setempat. Setra ini tepat berada pada sebelah barat Pura

Dalem Jambangan.

Gambar 42. Setra Adat Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Page 31: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

27

11) Pura Agung Mengwi

Pura Agung Mengwi merupakan Pura dari Puri Agung Mengwi

Gambar 43. Pura Agung Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

12) Pasar Tradisional Mengwi

Pasar tradisional Mengwi menjadi salah satu pusat perekonomian masyarakat

Mengwi.

Gambar 44. Pasar Tradisional Mengwi Sumber: dokumentasi pribadi

Page 32: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

28

BAB V

PEMBIAYAAN DAN JADWAL KEGIATAN

5.1 Pembiayaan

Pada bagian berikut ini diperlihatkan gambaran umum tentang alokasi dana

penelitian yang diusulkan pada empat pos penelitian sebagai berikut.

Tabel Pembiayaan Penelitian

No. Jenis Pengeluaran Jumlah (Rp)

1. Gaji dan upah 3.000.000,002. Bahan Habis Pakai dan Peralatan 3.000.000,003. Perjalanan 2.500.000,004. Lain-lain (publikasi art ikel, laporan, dll) 1.500.000,00

Total Biaya 10.000.000,00

5.2 Jadwal Kegiatan Penelitian Adapun jadwal kegiatan penelitian dalam tahun 2015 dapat dilihat pada tabel berikut.

No. Jenis Kegiatan Tahun 2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1. Grand tour dan studi

pustaka awal

2. Observasi lanjutan

3. Studi pustaka lanjutan 4. Wawancara 5. Kom pilasi dan Analisis

data

6. Sintesis data

7. Penulisan artikel 8. Penyusunan laporan 9. Pengumpulan laporan

Page 33: ELEMEN-ELEMEN ARSITEKTURAL TINGGALAN ......2.3 Relasi antara Konsep Sorga dan Perwujudan Pusat Kota Kerajaan di Bali Dalam mitologi klasik Hindu, disebutkan bahwa alam semesta tercipta

29

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Mengenal Pura Sad Kahyangan & Kahyangan Jagat. Denpasar: Pustaka

Balipost. Anonim. 2007. Balipost edisi 24 Oktober 2007. Geldern, Robert von Heine. Konsepsi tentang Nagara dan Kedudukan Raja di Asia

Tenggara. Diterjemahkan oleh Deliar Noer. Jakarta: CV. Rajawali, 1982. Hermanislamet, Bondan. 1999. Tata Ruang Kota Majapahit: Analisis Keruangan Bekas

Pusat Kerajaan Hindu Jawa Abad XIV di Trowulan Jawa Timur. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada (disertasi belum diterbitkan).

Mulyadi, Lalu. 2001. Verifikasi Spasial Permukim an Hindu di Cakranegara Lom bok Nusa Tenggara Barat. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada (tesis belum diterbitkan).

Patra, Made Susila. 1985. Hubungan Seni Bangunan dengan Hiasan dalam Rum ah Tinggal Adati Bali. Jakarta: Balai Pustaka.

Purna, I Made. 1994. Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan. Denpasar: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya.

Snodgrass, Adrian. 1985. The Sym bolism of The Stupa. New York: Southeast Asia Program, 120 Uris Hall, Cornell University, Ithaca.

Soekmono, R. 1990. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2. Yogyakarta: Kanisius.

Sudhi, Padma. 1988. Sym bols of Art, Religion, and Phylosophy. New Delhi: Intellectual Publishing House.