Upload
truongthien
View
222
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan resolusi PBB Nomor 39/248 tanggal 16 April 1985 memberikan
gambaran kelemahan yang telah diakui bersama bahwa pada umumnya
konsumen (Konsumen apapun) selalu berada dalam posisi yang lemah dan
dalam hal ini dapat digambarkan sebagai Unbalances In Economic Term,
Educational Level And Argining Power. Maka upaya untuk menjaga
keseimbangan sangatlah penting, apabila tidak, negeri ini mungkin akan menjadi
kaya, tetapi rakyatnya tetap akan menjadi bangsa yang konsumtif, selalu
diingatkan kewajibannya tetapi diabaikan hak-haknya.
Upaya menjaga keseimbangan sangat tergantung pada pemerintah, baik
legislatif maupun eksekutif, di Indonesia, hal ini telah dibuktikan dengan lahirnya
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta
aturan-aturan yang mengikutinya.1 Undang-undang ini lahir dengan mengusung
lima (5) Azas yakni: Azas Manfaat, Azas Keadilan, Azas Keseimbangan, Azas
Keamanan dan Azas Keselamatan Konsumen serta Azas Kepastian Hukum.
Namun demikian Undang-undang ini bukanlah merupakan awal atau akhir dari
hukum yang mengatur tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia, sebab
sebelumnya telah lahir beberapa Undang-undang ini yang pada prinsipnya
melindungi kepentingan konsumen, diantaranya Undang-Undang Nomor 2
1 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut UUPK (Teori dan Praktek Penegakan Hukum), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hlm. 176.
1
Tahun 1994 Tentang Hygiene, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrology Legal dan lain-lain. Maka
Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini adalah Undang-Undang yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dibidang Perlindungan
Konsumen yang kemudian melahirkan dan memperkuat berbagai badan atau
Lembaga Perlindungan Konsumen.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai badan publik yang
berfungsi untuk menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen diluar
pengadilan, keberadaanya merupakan salah satu amanat dari Undang-Undang
Perlindungan Konsumen yang diaktualisasikan melalui Keputusan Presiden.
Secara teknis operasional Balai Penyelesaian Sengketa Konsumen sebagai
sebuah wadah untuk menerima, mendengarkan berbagai macam keluhan-
keluhan persoalan yang dialami oleh konsumen terhadap pelaku usaha dan
menganalisa serta mencari solusi yang terbaik dalam penyelesaian masalah
tersebut.
Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) adalah Universitas yang ingin
mencetak ilmuwan yang ahli dibidangnya masing-masing serta profesional
dibidang Information Tecnology (IT) dan E-Commerce. Fakultas Hukum UNIKOM
memberikan materi kuliah dibidang hukum yang diarahkan dan disesuaikan
dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga fakultas hukum UNIKOM
dirancang untuk menghasilkan sarjana hukum yang ahli dan mampu merancang,
menstimulasi dan mengkonstruksi masalah-masalah hukum dengan
menggunakan sistem komputerlisasi yang mutakhir selain tetap menjadi sarjana
hukum yang sesuai dengan etika profesi dibidangnya.
Berawal dari keprihatinan akan banyaknya kasus yang merugikan kepentingan
konsumen serta didukung ketidakberdayaan konsumen dalam menuntut hak-
haknya, maka beberapa pihak yang menaruh kepedulian akan hal tersebut
kemudian berupaya dengan berbagai cara untuk dapat mewujudkan suatu
peraturan yang mengatur dan terutama dapat melindungi konsumen dari
berbagai hal yang dapat menimbulkan kerugian bagi mereka.
Perlindungan konsumen merupakan hal yang cukup baru dalam dunia peraturan
perundang-undangan di Indonesia meskipun aturan mengenai perlunya
perundang-undangan yang komprehensif bagi konsumen tersebut telah
digabungkan sejak lama. Praktik monopoli dan tidak adanya perlindungan
konsumen telah meletakkan posisi konsumen dalam tingkat yang rendah dalam
menghadapi para pelaku usaha (dalam arti seluas-luasnya). Tidak adanya
alternatif dalam penyelesaian sengketa yang diambil oleh konsumen telah
menjadi satu rahasia umum dalam dunia industri usaha di Indonesia.
Oleh karena itu, dengan dilaksanakan Kerja Praktek (KP) di BPSK, diharapkan
para Mahasiswa atau Mahasiswi memperoleh pengetahuan dan memperdalam
wawasan secara luas serta mendapatkan pengalaman selama kerja praktek di
BPSK, antara lain mendapat pengetahuan dan cara dalam menyelesaikan tugas
dan kendala-kendala atau masalah-masalah maupun perselisihan yang terjadi
antara konsumen. Pada era modernisasi, masalah perselisihan sengketa
konsumen menjadi semakin meningkat dan komplek, sehingga diperlukan
institusi dan mekanisme penyelesaian sengketa konsumen yang cepat , tepat
adil dan murah yang selama ini tidak dapat diwujudkan oleh peraturan
perundang-undangan yang ada. Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka setiap
perselisihan yang ada antara konsumen dengan pelaku usaha harus
diselesaikan dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perindungan Konsumen, melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase.
Balai Penyelesaian Sengketa Konsumen di kota Bandung telah berkiprah selama
hampir 5 (lima) tahun, sebelumnya telah dibentuk berdasarkan Keppres Nomor
90 Tahun 2000 dan dilantik pada tanggal 2 November 2002 yang dilatar
belakangi globalisasi dan perdagangan bebas, yang didukung kemajuan
teknologi dan informatika serta dapat memperluas ruang gerak transportasi
barang dan /atau jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara.
Di sisi lain, kemajuan dan kesadaran konsumen yang masih rendah sehingga
terjadi ketidakseimbangan antara konsumen dan pelaku usaha, dalam hal ini
menyebabkan masih rendahnya tingkat kesadaran, kepedulian dan rasa
tanggung jawab pelaku usaha tentang perlindungan konsumen baik di dalam
memproduksi, memperdagangkan maupun mengiklankan. Perlindungan
Konsumen pada hakekatnya adalah segala upaya untuk menjamin adanya
kepastian hukum.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan upaya pemberdayaan konsumen
melalui pembentukan Undang-undang yang dapat melindungi kepentingan
konsumen secara integratif dan komprehensif serta dapat diterapkan secara
efektif dalam masyarakat. Piranti hukum tersebut tidak dimaksudkan untuk
mematikan usaha, tetapi justru untuk mendorong iklim berusaha yang sehat dan
lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan melalui
pelayanan dan penyediaan barang dan jasa yang berkualitas, sikap
keberpihakan kepada konsumen itu juga dimaksudkan sebagai wujud kepedulian
yang tinggi terhadap konsumen. Oleh karena itu, pada tanggal 20 april 1999
Presiden Republik Indonesia Bacharuddin Yusuf Habibie dengan persetujuan
DPR telah mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, meskipun undang-undang tersebut baru
berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan (berlaku efektif mulai tanggal 21
April 2000). Namun keberadaannya telah memberikan angin segar dalam usaha
menciptakan keseimbangan kedudukan antara pelaku.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, penulis menemukan berbagai permasalahan yaitu :
1. Bagaimana prosedur penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku
usaha melalui Balai Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) ?
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup dan Batasan Perlindungan Konsumen
Pada peraturan perundang-undangan di Indonesia, istilah konsumen sebagai
definisi yuridis formal ditemukan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen atau UUPK) mengatakan bahwa konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat,
baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makluk hidup lain
yang tidak untuk diperdagangkan.
Sementara itu, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, memuat suatu definisi
tentang konsumen yaitu setiap pemakai dan atau pengguna barang dan jasa,
baik untuk kepentingan sendiri maupun kepentingan orang lain.
Istilah konsumen berasal dari kata Customer (Inggris), Costumer (Amerika) atau
Consument (Belanda). Pengertian dari Customer, Costumer atau Consument itu
adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang tujuan.
Tujuan penggunaan barang dan / jasa itu nanti menentukan termasuk konsumen
kelompok mana pengguna tersebut, begitu juga kamus bahasa Inggris-Indonesia
memberikan arti kata Customer sebagai pemakai atau konsumen.2
2 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta 2004, hlm. 2.
Dengan demikian, sekali pun semua orang mengerti bahwa sulit untuk membuat
suatu batasan tanpa memuat berbagai kekurangan di dalamnya maka dapat
digunakan batasan untuk konsumen sebagai setiap orang yang mendapatkan
secara sah dan menggunakan barang dan atau jasa untuk suatu kegunaan
tertentu.
Pada hukum positif Indonesia terdapat pengertian konsumen diantaranya :
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen atau UUPK. UUPK mengatakan bahwa Konsumen adalah
setiap orang pemakai barang dan/ atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain
maupun makluk hidup lain yang tidak untuk diperdagangkan.
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
Undang-Undang Kesehatan ini tidak menggunakan istilah konsumen
untuk pemakai atau pengguna barang tetapi lebih pada pemanfaat jasa
kesehatan. Maksud dari Undang-Undang ini adalah Setiap barang
kebutuhan pokok masyarakat, dalam hal ini seperti : makanan atau
minuman yang akan diperjualkan di pasar harus terlebih dahulu
dilakukan test laboratorium sehingga tidak akan menggangu kesehatan si
pemakai barang tersebut di kemudian hari.
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Undang-Undang ini memuat suatu definisi Tentang Konsumen, yaitu
setiap pemakai dan pengguna barang dan jasa, untuk kepentingan sendiri
maupun kepentingan orang lain.
Ada beberapa hal yang penting mengenai konsumen yaitu :3
1. Konsumen dapat terdiri dari pengusaha swasta maupun pengusaha publik
yang menggunakan barang dan jasa lain, atau diperdagangkan kembali
untuk tujuan komersil.
2. Konsumen Antara yaitu Setiap orang yang mendapatkan barang dan atau
jasa lain atau untuk diperdagangkan (tujuan komersial). Melihat pada sifat
penggunaan barang atau jasa tersebut Konsumen Antara ini adalah
sesungguhnya tidak lain adalah pengusaha swasta maupun pengusaha
publik dan antara lain terdiri dari penyedia dana (Investor) pembuat produk
akhir (Produsen) atau penyedia atau penjual produk akhir (Distributor atau
Pedagang). Konsumen dapat terdiri dari mereka yang menggunakan produk
akhir untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup mereka, keluarga, atau rumah
tangga (sebagai konsumen akhir dan untuk tujuan non komersial).
Konsumen Akhir yaitu setiap orang alami yang mendapatkan dan
menggunakan barang atau jasa untuk tujuan memenuhi kebutuhan hidup
pribadi, keluarga dan atau rumah tangga dan tidak untuk diperdagangkan.
Bagi konsumen akhir, barang jasa itu adalah barang dan atau jasa
konsumen yang biasanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan pribadi,
keluarga atau rumah tangga yang umumnya digunakan di dalam
3 AZ. Nasution, Perlindungan Konsumen : Suatu pengantar, Cet. II DIADIT MEDIA, Jakarta 2002, hlm.11.
masyarakat. Melihat pada sifat penggunaan barang dan jasa tersebut,
konsumen akhir ini sesungguhnya adalah masyarakat.
Adapun hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen diatur dalam Pasal 4, 5,
6 dan 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen sebagai berikut :
Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen, hak konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkomsumsi
barang atau pun jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan jasa serta mendapatkan barang atau pun
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jasa, dan jujur mengenai kondisi jaminan
barang dan jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan jasa yang
digunakannya.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendudukan konsumen.
7. Hak untuk diperlukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi ganti rugi / penggantian apabila
barang atau pun jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian yang
sebagaimana mestinya.
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Sementara itu menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, kewajiban konsumen adalah :
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian,
pemanfaatan barang dan jasa demi keamanan dan keselamatan.
2. Beritikad baik melakukan transaksi pembelian barang dan jasa.
3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, hak pelaku usaha adalah :
1. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan jasa yang diperdagangkan.
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik.
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen.
4. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan jasa yang
diperdagangkan.
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.
Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen mengatur tentang kewajiban pelaku usaha yaitu :
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
2. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan kondisi jaminan barang dan jasa serta memberi
penjelasannya.
3. Memperlakukan dan melayani konsumen secara benar, jujur serta tidak
diskriminatif.
4. Menjamin mutu barang dan jasa yang diproduksi atau pun diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan jasa yang berlaku.
5. Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji bahkan mencoba
barang dan jasa tertentu serta memberikan jaminan/garansi atas barang yang
dibuat atau pun diperdagangkan.
B. Metode Penyelesaian Sengketa
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK adalah suatu badan yang
bertugas menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan. Prinsip dalam
menyelesaikan sengketa dibadan ini, mudah, murah, cepat, dan sederhana.
Terdapat tiga cara dalam penyelesaian sengketa konsumen tersebut di
antaranya :4
1. Cara Mediasi
a. Pada sidang pertama, majelis mempersilakan para pihak untuk melakukan
negosiasi dalam mencari solusi atas sengketa yang dihadapi.
b. Majelis berupaya membantu para pihak untuk memberikan alternatif
penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
c. Apabila tercapai kesepakatan diantara para pihak dalam penyelesaian
sengketa, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam keputusan
BPSK yang ditandatangani oleh para pihak, Ketua dan anggota majelis
serta panitera.
d. Apabila tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak dalam
penyelesaian sengketa, maka ketua majelis mengeluarkan surat keputusan
yang menyatakan bahwa para pihak telah sepakat untuk tidak sepakat
terhadap hasil penyelesaian sengketa.
4 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti Bandung, 2000, hlm. 2.
2. Cara Konsiliasi
a. Pada sidang pertama, majelis mempersilakan para pihak untuk melakukan
negosiasi dalam mencari solusi atas sengketa yang dihadapi.
b. Majelis berupaya mengerahkan para pihak untuk mencari dan menentukan
alternatif penyelesaian sengketa yang dihadapi para pihak.
c. Apabila tercapai kesepakatan di antara para pihak dalam penyelesaian
sengketa, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam keputusan
BPSK yang ditandatangani oleh para pihak, ketua dan anggota majelis
serta panitera.
d. Apabila tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak dalam
penyelesaian sengketa, maka ketua majelis mengeluarkan surat keputusan
yang menyatakan bahwa para pihak telah sepakat untuk tidak sepakat
terhadap hasil penyelesaian sengketa.
3. Cara Arbitrase
a. Pada sidang pertama, majelis akan berusaha untuk mendamaikan para
pihak yang bersengketa.
b. Apabila upaya perdamaian tersebut berhasil, maka majelis akan
mengeluarkan putusan perdamaian.
c. Putusan perdamaian bersifat final dan mengikat.
d. Apabila upaya perdamaian tidak berhasil, maka majelis akan melanjutkan
persidangan untuk memutuskan sengketa tersebut.
e. Putusan majelis bersifat final dan mengikat.
C. Visi dan Misi BPSK
1. Visi
Visi berkaitan dengan pandangan kedepan menyangkut kemana organisasi
harus dibawa dan diarahkan agar dapat berkarya secara konsisten dan tetap
eksis, artisipatif, inovatif serta produktif. Visi adalah suatu gambaran tentang
keadaan masa depan berisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan
organisasi. Visi yang tepat bagi masa depan suatu organisasi dapat
menggerakkan unsur organisasi untuk bertindak lebih terarah oleh karena itu
organisasi dapat berkembang dan maju, kekuatan visi harus mampu
berperan sebagai perekat anggota organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi.
Visi BPSK kota Bandung, menyelaraskan dengan visi kota Bandung dalam
jangka waktu tahun 2004-2008 adalah kota Bandung sebagai kota jasa yang
bermartabat (Bersih, Makmur, Taat dan Bersahabat). Untuk merealisasikan
keinginan, harapan serta tujuan, sebagaimana tertuang pada visi yang telah
ditetapkan, maka akan terwujudkan upaya penyelesaian sengketa konsumen
dalam rangka pemberdayaan dan perlindungan masyarakat sehingga
tercapainya peningkatan kualitas barang dan pelayanan jasa di Kota
Bandung dan sekitarnya.
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan profesionalisme pegawai yang
mengabdikan diri pada kepentingan publik. Profesionalisme bermakna sikap
dan tindakan setiap pegawai baik secara individual maupun kolektif
(organisasi) berbasis pada pengetahuan dan keahlian yang memadai untuk
memenuhi kepuasan masyarakat pada umumnya. Pengetahuan dan
keahliannya tersebut senantiasa ditanam dan dikembangkan atas dasar
pengabdian kepada profesi untuk mengantisipasi berbagai perubahan
lingkungan internal dan eksternal organisasi.
2. Misi
Untuk merealisasikan misi yang ditetapkan dalam lima tahun ke depan (2004-
2008) yang bertumpu pada potensi sumber daya dan kemampuan yang
dimiliki serta ditunjang dengan semangat kebersamaan, tanggung jawab
yang optimal dan proporsional dari seluruh komponen kota, maka misi yang
akan dilaksanakan sebagai berikut :
a. Mewujudkan kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat sehingga
memacu terciptanya situasi ekonomi yang kondusif dan menguntungkan
dengan mengutamakan perlindungan konsumen.
b. Mewujudkan kemandirian dan keberdayaan konsumen dalam
mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban sehingga terangkat
harkat dan martabatnya sebagai konsumen.
c. Mewujudkan sistem perlindungan yang mengandung unsur kepastian
hukum, keadilan dan manfaat secara berimbang bagi konsumen dan
pelaku usaha.
d. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha untuk bersikap jujur dan
bertanggung jawab sehingga mampu menjamin kelangsungan usaha dan
perlindungan konsumen.
D. Sasaran
Adanya perlakuan yang seimbang terhadap konsumen dan pelaku usaha
sehingga tidak saling merugikan, dengan sasaran sebagai berikut :
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya
dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam
berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan
usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan, kenyamanan, keamanan
dan keselamatan konsumen.
E. Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI BPSK KOTA BANDUNG
Berdasarkan pada gambar dari struktur organisasi diatas5, dapat dijelaskan
bahwa fungsi para elemen yang bekerja di BPSK saling terkait satu dengan
yang lainnya, dimulai dari :
1. Ketua BPSK yang fungsinya adalah memanggil pelaku usaha secara tertulis
dengan salinan permohonan penyelesaian sengketa paling lambat 3 (tiga)
hari kerja sejak permohonan tersebut diterima secara benar dan lengkap.
2. Ketua Majelis fungsinya adalah mengawasi secara pasif proses
penyelesaian sengketa oleh para pihak yang bersengketa dan bertindak
sebagai konsiliator.
5 Sumber diperoleh dari BPSK pada tanggal 27 September 2008.
Ketua BPSK
Wakil Ketua BPSK
Anggota
Majelis Ketua
Anggota Anggota
Sekretariat Kepala
3. Sekretaris kepala fungsinya adalah memberikan tanda terima atas
permohonan penyelesaian sengketa konsumen baik secara tertulis maupun
lisan.
F. Program dan Kegiatan BPSK
Tujuan Umum
Kegiatan yang bertujuan untuk :
Implementasi UUPK, BPSK dan peningkatan kinerja BPSK adalah Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999, merupakan payung hukum yang
mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum dan perlindungan
konsumen.
Tujuan Khusus
Kegiatan yang bertujuan untuk :
1. Mengimplementasikan UUPK dalam kehidupan ekonomi masyarakat.
2. Mengimplementasikan tugas pokok dan fungsi BPSK kota Bandung sebagai
badan publik yang mampu secara efektif dan efisien dan berfungsi untuk :
a. Menyelesaikan sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha,
berdasarkan pengaduan yang disampaikan oleh konsumen baik secara
tertulis maupun secara lisan melalui sekretariat BPSK Kota Bandung.
b. Menjadi alternatif bagi masyarakat luas yang memerlukan konsultasi
perlindungan konsumen.
c. Menjadi mitra pemerintah dalam melaksanakan pengawasan
pencantuman klausula baku.
d. Mampu menyajikan data atau informasi yang berkaitan dengan
kepentingan konsumen maupun pelaku usaha yang diharapkan dapat
menjadi bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan dan bagi
pemerintah dalam menentukan kebijakan.
e. Melibatkan berbagai elemen masyarakat dalam upaya penyebarluasan
informasi mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK) dan keberadaan BPSK Kota Bandung.
f. Menciptakan hubungan koordinasi antara BPSK dengan berbagai pihak.
g. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada di BPSK
secara profesional di bidang perlindungan konsumen.
G. Peran Dan Fungsi BPSK
Menurut pihak dari BPSK mengatakan bahwa dalam mengatasi kerumitan
proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan. BPSK merupakan suatu lembaga
khusus yang dibentuk diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
yang tugas utamanya adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara
konsumen dan pelaku usaha.
BPSK sebagai lembaga penyelesaian sengketa alternatif diluar peradilan diberi
kewenangan yudikatif untuk menyelesaikan sengketa konsumen secara cepat,
mudah dan murah. Kecepatan ditentukan dari 21 hari kerja wajib menghasilkan
sebuah putusan (Pasal 55 UUPK). Kemudahan terletak pada prosedur
administratif dan proses pengambilan putusan yang sangat sederhana.
Murahnya pembiayaan atas persidangan dibebankan kepada pelaku usaha
sesuai dengan nilai kerugian yang dibuktikan.
Peranan BPSK dalam menyelesaikan sengketa konsumen adalah menerima
sengketa yang diajukan oleh pihak yang bersengketa dimana para pihak
menginginkan sengketanya diselesaikan melalui Mediasi, Konsiliasi dan
Arbitrase. Penyelesaian Sengketa Konsumen dapat dilakukan di pengadilan atau
lembaga Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) karena sifatnya
sukarela.
Keberadaan BPSK dalam bilangan relatif mudah, harus menanggung beban
yang sangat berat, ditambah lagi cakupan layanan yang tidak dibatasi oleh
teritorial, karena menurut Keppres Nomor 90/2001, konsumen dalam hal ini
dapat mengadu atau mengajukan permohonan pengaduan kepada BPSK
terdekat, sepanjang di tempat konsumen berada belum terbentuk atau ada
BPSK.
Menurut Ketua BPSK kota Bandung, Rudy Sundaya, S.H.6 , terdapat : 2 (dua)
fungsi strategi BPSK, Pertama, BPSK berfungsi sebagai instrumen hukum
penyelesaian sengketa diluar pengadilan (Alternatif, Dispute, Resolution), yaitu
Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrase. Kedua, secara nyata semestinya eksistensi
6 Sumber diperoleh dari wawancara dengan Ketua BPSK kota Bandung : Rudy Sundaya, S.H., pada tanggal 28 September 2008, Jam : 11. 45 WIB.
badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) tidaklah selalu berhubungan
dengan sengketa konsumen antara pelaku usaha dengan konsumen. Peranan
BPSK untuk melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku oleh
pelaku usaha, termasuk klausula baku (One-Side Standard Form Contract) di
bidang telekomunikasi, bank-bank milik pemerintah atau swasta, perusahaan
leasing atau pembiayaan dan masih banyak lagi. Boleh jadi salah satu fungsi ini
untuk menciptakan keseimbangan kepentingan-kepentingan pelaku usaha dan
konsumen, sehingga tidak hanya klausula baku yang dikeluarkan oleh pelaku
usaha perusahaan swasta, juga pelaku usaha perusahaan-perusahaan milik
negara.
BPSK berperan memperkecil makna perselisihan dan memperbesar
kesinambungan hubungan yang baik antara pelaku usaha dengan konsumen.
Eksistensi BPSK harus difasilitasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
atau Kota di seluruh Indonesia dan pemerintah harus membuktikan pengakuan
eksisitensi pelaku usaha dan konsumen dalam menggerakkan roda
perekonomian di Indonesia. Di samping itu juga pengaduan yang disampaikan
konsumen, BPSK telah berhasil menyelesaikan beberapa kasus, diantara sektor
jasa 60%, Asuransi 3%, Perbankan 6%, Leasing 6%, dan Property 6%7.
Selain keberhasilan BPSK menyelesaikan berbagai sengketa konsumen,
dukungan politis, strategis dari pemkot, termasuk bantuan pembiayaan
operasional, dipantau dan dinilai pemerintah pusat, keberadaan institusi sangat
dirasakan manfaatnya juga dalam membantu program pusat. BPSK Bandung
berdiri sejak November 2002 yang pendiriannya dikukuhkan dengan Keppres
Nomor 90/2001 bersama-sama dengan sembilan BPSK di kota dan kabupaten
7 Ibid., pada tanggal 29 September 2008.
lainnya (Medan, Palembang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar). Keppres tersebut kemudian
dikuatkan dengan Kepmen Indag Nomor 301/2001 Tentang pengangkatan dan
pemberhentian anggota BPSK dan Nomor 350/2001 Tentang pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Pada awal
berdirinya, BPSK kota Bandung tidak hanya menangani kasus sengketa
konsumen di kota Bandung saja tetapi juga kasus-kasus di wilayah Banten, DKI,
Jakarta Barat secara luas. Namun sejak awal tahun 2006, BPSK kota Bandung
hanya menangani kasus diwilayah kota Bandung saja karena BPSK sudah
dibentuk dibeberapa kota lain, sehingga beban penanganan kasusnya pun tidak
seberat dulu, jika sebelumnya menangani empat sidang perminggu , kini sudah
berkurang. Dan dalam kurun waktu lima tahun keberadaan BPSK kota Bandung,
jumlah perkara yang masuk mencapai kurang lebih 100 kasus8. Dilaporkan juga
dalam harian Pikiran Rakyat, sengketa konsumen yang ditangani oleh BPSK
Bandung cukup beragam, mulai dari kasus roti kadarluarsa, seharga Rp 2500
sampai sistem penjualan paksa dengan janji bonus senilai jutaan rupiah9.
Kasus properti juga ditangani BPSK Bandung, misalnya kasus cicilan sudah
lunas tetapi sertifikat tak kunjung diserahkan. Bahkan ada juga kasus dimana
produsen menunjuk BPSK kota Bandung untuk menangani kasus sengketa
dengan konsumennya. Salah satunya PT. Telkom yang menunjuk BPSK untuk
menangani sengketa dengan konsumen. Tentunya sikap itu memberi
keuntungan dibandingkan dengan harus berperkara di pengadilan. Selain tidak
ada biaya perkara jika menyelesaikan di BPSK, putusan lebih cepat pembayaran
8 Ibid.9 Ibid.
ganti rugi dilakukan secara proposional alias tidak ada gugatan kerugian non
material.
H. Nama Anggota BPSK Pemerintahan Kota Bandung
No UNSUR PEMERINTAHAN LEMBAGA / INSTANSI
1 Rudy Sundaya, S.H. DISPERINDAG
2 Ir. Elly Wasliah Dinas Pertanian
3 Dra. Hj.Salamatul Afiyah, M.Si DISNAKER
4 Drh. Ermariah Dinas Peternakan
5 Dra. Ernawati, APT Dinas Pertanian
No UNSUR PELAKU USAHA LEMBAGA / INSTANSI
1 Johanes Sitepu, S.H. Anggota
2 Bennovel Situmeang, S.H. Anggota
3 Drs. H. Cucu Sutara Anggota
4 Ir. Bagoes Ellang Bagasari Anggota
5 H.C Hendarwan, S.H.,M.M Anggota
No UNSUR KONSUMEN LEMBAGA / INSTANSI
1 Yayan Sutarna, S.H.,M.H YLBKI
2 Drs. Cecep Suhaeli Unsur Konsumen
3 Dedi Hidayat, S.H. Bandung Bermartabat
4 Drs. Tatto Sutamto, M.Si YAPKINDO
5 Drs. H. Suherdi Sukandi Bandung Bermartabat
Berdasarkan pada tabel di atas unsur pemerintahan, unsur pelaku usaha, unsur
konsumen maupun lembaga instansi saling terkait satu dengan yang lainnya
dengan bagian-bagiannya masing-masing dalam Proses Penyelesaian Kasus
Sengketa Konsumen yang ada di BPSK10.
BAB III
10 Ibid.
PELAKSANAAN PROGRAM KERJA
A. Kegiatan Yang Dilakukan Selama Kerja Praktek
Pada pelaksanaan kuliah kerja praktek penulis, dimulai dari tanggal 11 Agustus
2008 sampai dengan 2 September 2008 yang bertempat di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) dengan beban 3 SKS atau selama kurang lebih 100
jam.
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan penulis selama kerja praktek di kantor
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen antara lain :
1. Mengikuti Pra sidang yang diadakan oleh BPSK jikalau ada kasus sudah
waktunya untuk disidangkan dan pada saat itu penulis mengikuti pra sidang
antara nasabah dengan pelaku usaha (Bank) mengenai kasus adanya
penarikan dana dari ATM yang tidak diketahui oleh pemilik atau pemegang
ATM tersebut.
2. Mempelajari dan menganalisa data dari berbagai kasus yang masuk ditangan
BPSK salah satunya adalah kasus mengenai adanya penarikan dana dari
ATM yang tidak diketahui oleh pemilik atau pemegang ATM tersebut.
3. Mendampingi anggota BPSK untuk mengantarkan surat undangan mengenai
jadwal persidangan kepada pihak-pihak yang bermasalah.
4. Membantu melayani konsumen dan berbagai kasus yang dihadapi dengan
mencatat data dirinya dan kasus apa yang sedang dihadapinya.
B. Tata Cara Atau Kegiatan Teknis Yang Dilakukan Pada Saat Kerja Praktek
1. Turut serta membantu dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen
dengan pelaku usaha, berdasarkan pengaduan yang disampaikan oleh
konsumen baik secara tertulis maupun lisan melalui sekretariat BPSK kota
Bandung.
2. Turut serta dalam mencari alternatif bagi masyarakat luas yang memerlukan
konsultasi perlindungan.
3. Turut serta dalam menyajikan data atau informasi yang berkaitan dengan
kepentingan konsumen maupun pelaku usaha yang diharapkan dapat menjadi
bahan masukan bagi pihak yang berkepentingan dan bagi pemerintah dalam
menentukan kebijakan.
4. Turut serta dalam memberikan penyuluhan kepada elemen masyarakat dalam
upaya penyebarluasan informasi mengenai Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan keberadaan BPSK kota Bandung.
5. Turut serta dalam membantu menciptakan hubungan koordinasi antara BPSK
dengan berbagai pihak.
6. Turut serta dalam membantu meningkatkan sumber daya yang ada di BPSK
secara profesional dibidang Perlindungan Konsumen.
C. Kendala- Kendala Yang Dihadapi Pada Saat Kerja Praktek
Adapun kendala-kendala yang penulis hadapi antara lain :
1. Belum memahami secara mendalam tata cara atau kegiatan teknis yang ada
dilingkungan Kantor Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota
Bandung.
2. Belum memahami secara mendalam bagaimana cara menyelesaikan suatu
kasus tentang sengketa konsumen melalui proses Arbitrase dikarenakan
kurangnya kasus tersebut dikantor badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) kota Bandung.
BAB IV
ANALISIS
A. Penerapan Hukum Pada Penyelesaian Kasus-Kasus di BPSK.
Saat ini, kasus kejahatan yang menggunakan fasilitas informasi elektronik
semakin banyak terjadi dan telah tidak asing lagi dalam kehidupan masyarakat
yang terus mengalami kemajuan, khususnya dalam bidang informasi dan
teknologi komunikasi. Salah satu kasus yang ditangani oleh BPSK antara lain
kasus mengenai penarikan dana dari ATM yang tidak diketahui oleh nasabah
atau pemegang ATM tersebut. Kasus tersebut bermula ketika nasabah pada
tanggal 20 maret 2007 menabung di Bank BNI Capem Dago, mendapatkan print
out tentang adanya penarikan uang tunai melalui kartu ATM nasabah mulai
tanggal 16 Desember 2006 sebanyak Rp 4.800.000 dan ini diluar kebiasaan
pemilik ATM selaku nasabah dari BNI Soreang sejak tahun 2003 dan sejak ATM
didapatkan tahun 2004 belum pernah digunakan dan masih menggunakan PIN
dari BNI pusat. Parahnya lagi pada Card Detail ATM tersebut dinyatakan ditutup
dan hilang oleh pihak Costumer Services (Jasa pelayanan nasabah) BNI
Soreang, pada hal nasabah minta diblokir dan ATM tersebut tidak hilang, tapi
masih ada ditangan nasabah tersebut. Pada kasus ini juga nasabah itu menuntut
pengembalian uang, teguran kepada pelaku usaha dan pemulihan nama baik
karena dana tersebut milik kantor.
Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh BPSK dalam mengatasi kasus ini
adalah memberikan jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa
diluar pengadilan. BPSK merupakan suatu lembaga khusus yang dibentuk dan
diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang tugas utamanya
adalah menyelesaikan sengketa atau perselisihan antara konsumen dan pelaku
usaha.
Prinsip dalam menyelesaikan sengketa di BPSK ini murah, cepat dan sederhana.
Pada kasus di atas proses penyelesaian yang dapat dilakukan oleh pihak BPSK
sendiri seperti yang telah kita ketahui sebelumnya dapat melalui cara konsiliasi,
mediasi dan cara arbitrase. Namun, dalam kasus ini para pihak yang
bersengketa membuat kesepakatan berdasarkan pilihan sukarela memilih
persidangan dengan cara arbitrase setelah sebelumnya diupayakan perdamaian
diantara para pihak yang bersengketa namun karena upaya damai tidak tercapai
maka proses pun tetap berlanjut.
Adapun tahapan penyelesaian sengketa secara arbitrase antara lain :11
1. Para pihak yang bersengketa memilih sendiri persidangan dengan cara
arbitrase.
2. Konsumen atau ahli warisnya atau kuasa yang dirugikan mengajukan
permohonan penyelesaian sengketa kepada BPSK dengan cara tertulis atau
lisan melalui sekretariat BPSK.
3. Sekretariat BPSK memberikan tanda terima atas permohonan penyelesaian
sengketa konsumen baik secara tertulis maupun lisan.
4. Sekretariat BPSK mencatat permohonan tersebut dengan mencantumkan
tanggal dan nomor registrasi.
11 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase, YLKI, Koran Sang Saka, Edisi 6 Agustus 2002, hlm. 10.
5. Ketua BPSK memanggil pelaku usaha secara tertulis dengan salinan
permohonan penyelesaian sengketa paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak
permohonan tersebut diterima secara benar dan lengkap.
6. Surat panggilan ini berisikan secara jelas tentang hari, tanggal, jam dan
tempat persidangan serta kewajiban pelaku usaha untuk memberikan surat
jawaban dan disampaikan pada hari persidangan pertama.
7. BPSK kemudian membentuk majelis yang berjumlah 3 (tiga) orang mewakili
unsur pemerintahan, pelaku usaha dan konsumen dibantu seorang panitera.
8. Para pihak memilih sendiri arbiter dari anggota BPSK dan menentukan ketua
majelis dilakukan oleh arbiter terpilih tersebut dari unsur pemerintahan.
9. Ketua majelis wajib memberikan petunjuk kepada para pihak yang
bersengketa tentang upaya hukum yang digunakan serta memberikan
kesempatan para pihak untuk mempelajari semua berkas yang berkaitan
dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya.
10. Sidang pertama yaitu dilaksanakan selambat-lambatnya hari ke-7 (tujuh)
terhitung sejak diterimanya pemohonan penyelesaian sengeketa konsumen
oleh BPSK kepada pelaku usaha.
11. Pada sidang pertama, ketua majelis wajib mendamaikan kedua belah pihak
yang bersengketa dan bila tercapai perdamaian, maka sidang dimulai
dengan membacakan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku
usaha serta memberikan kesempatan kepada para pihak untuk menjelaskan
hal-hal yang dipersengketakan.
12. Para pihak yang bersengketa tidak hadir pada sidang pertama, maka majelis
masih memberikan kesempatan untuk hadir pada sidang kedua dengan
membawa bukti yang diperlukan.
13. Sidang kedua ini diadakan selambat-lambatnya 5 (lima) hari kerja sejak
setelah hari sidang pertama dengan pemberitahuan surat panggilan kepada
para pihak oleh sekretariat BPSK.
14. Apabila pada sidang kedua ternyata konsumen tidak juga hadir maka
gugatan konsumen tersebut batal demi hukum, tetapi jika yang tidak hadir
pelaku usaha gugatan konsumen dikabulkan tanpa kehadiran pelaku usaha.
Arbitrase merupakan institusi penyelesaian sengketa alternatif yang paling
terkenal dan paling luas digunakan orang dibandingkan dengan institusi
penyelesaian sengketa alternatif lainnya. Hal tersebut disebabkan banyaknya
kelebihan yang dimiliki oleh institusi arbitrase ini. Kelebihan-kelebihan itu adalah
sebagai berikut :12
1. Prosedur tidak berbelit dan keputusan dapat dicapai dengan waktu relatif
singkat.
2. Biaya lebih murah.
3. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian lebih jelas.
4. Hukum terhadap prosedur dan pembuktian didepan umum.
5. Para pihak dapat memilih hukum mana yang akan diberlakukan oleh
arbitrase.
12 Op. Cit, Munir Fuady, hlm. 41.
6. Para pihak dapat memilih sendiri para arbiter.
7. Dapat dipilih arbiter dari kalangan ahli dalam bidangnya.
8. Keputusan dapat lebih terkait dengan situasi dan kondisi.
9. Keputusan arbitrase umumnya final dan binding (tanpa harus naik banding
atau kasasi).
10. Keputusan arbitrase umumnya dapat diberlakukan dan diesekusi oleh
pengadilan dengan sedikit atau tanpa peninjauan sama sekali.
11. Prosedur atau proses arbitrase lebih mudah dimengerti oleh masyarakat
luas.
12. Menutup kemungkinan dilakukan forum shopping.
Adapun pasal-pasal yang terkait diantaranya :
Pasal 19 ayat 1, 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen yang berbunyi :
“ (1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
(2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan atau pemberian santunan yang berlaku.
(3) Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
(4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.”
Pasal ini dianggap relevan dalam kasus ini karena pelaku usaha harus
bertanggung jawab dalam memberikan ganti kerugian sebab ATM tersebut
berasal darinya.
Pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen mengatur mengenai penyelesaian sengketa yang berbunyi :
“ (1) Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada dilingkungan peradilan
umum.”
Ketentuan ini dianggap mempunyai relevansi dalam kasus ini karena konsumen
berhak untuk menggugat pelaku usaha atas kerugian yang dialaminya berupa
sejumlah uang dalam ATMnya.
Pasal 1 ayat 16 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik yang berbunyi :
“ (16) Kode akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi
diantaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses komputer
dan atau sistem elektronik lainnya.”
Pasal ini dianggap relevan karena ATM tersebut menggunakan kode sehingga
otomatis yang mengetahui hanya konsumen dengan pihak pelaku usaha yang
memberikan kode tersebut.
Pasal 5 ayat 1, 2, 3, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik yang berbunyi :
“ (1) Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dan atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku.
(3) Informasi elektronik dan atau dokumen elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan sistem elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang.”
Ketentuan ini dianggap relevan karena buku rekening yang digunakan oleh
nasabah tersebut merupakan cetakan elektronik yang dapat dijadikan sebagai
alat bukti.
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen yang sangat diharapkan berjalan
cepat, sederhana dan murah. Proses penyelesaian kasus yang ada di BPSK
maka pihak tersebut lebih menitikberatkan pada pasal-pasal yang terkait dan alat
bukti yang ada, termasuk juga kasus yang diatas. Sehubungan dengan kasus
yang diatas penulis mau menyatakan bahwa kasus tersebut sampai sekarang
masih dalam proses pra sidang sehingga belum menemukan solusi yang terbaik
dalam menyelesaikannya.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Setelah dilakukan pengolahan dan analisis kasus tentang perlindungan hukum
terhadap konsumen dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan pelaku
usaha melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), maka dapat
diambil simpulan sebagai berikut :
1. BPSK adalah suatu lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa
konsumen, apabila konsumen merasa dirugikan atas kerusakan, pencemaran,
atau kerugian akibat mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan oleh pelaku usaha maka berdasarkan Pasal 19 UUPK,
konsumen dapat menuntut ganti rugi. Atas tuntutan ganti rugi yang dilakukan
konsumen, pelaku usaha dapat memenuhinya dalam tenggang waktu 7 (tujuh)
hari setelah tanggal transaksi. Prosedur penyelesaian sengketa konsumen di
BPSK dapat melalui tiga cara yakni Konsiliasi, Mediasi dan Arbitrase,
pelaksanaannya berbeda antara satu dengan yang lainnya juga dapat dipilih
secara sukarela oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Melalui ketiga cara
ini majelis sebelumnya bertindak aktif untuk mendamaikan para pihak yang
bersengketa bilamana tidak tercapai kesepakatan. Kesepakatan ini
dituangkan dalam perjanjian tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah
pihak yang bersengketa, ini dimaksudkan sebagai bukti untuk pembuatan
berita acara oleh Panitera. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan dengan
memberikan penjelasan kepada para pihak yang bersengketa perihal
peraturan perundang-undangan bidang perlindungan konsumen maupun
pasal-pasal lain yang terkait. Penolakan permohonan penyelesaian sengketa
konsumen melalui BPSK dapat saja ditolak apabila persyaratan permohonan
pengaduan tidak dipenuhi dan bukan merupakan kewenangan BPSK.
B. Saran
Setelah penelitian dilakukan dan mencari fakta-fakta yang ada, penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. BPSK adalah merupakan lembaga ekstra struktural sebagai badan publik
yang bersifat pengabdian sosial dan bertugas melayani kepentingan
perlindungan konsumen, sehingga untuk itu perlu mendapatkan perhatian dari
semua pihak terhadap pertumbuhan dan keberadaannya.
2. Anggota BPSK harus bersikap jujur, profesional dan menghormati kode etik
BPSK dalam menjalankan tugas dan fungsi BPSK.
3. Mensosialisasikan BPSK kepada masyarakat harus dilakukan terus menerus,
karena seluruh penduduk Indonesia adalah konsumen tapi hanya sebagian
kecil yang mengetahui keberadaan suatu lembaga yang dapat melindungi
konsumen dari pelaku usaha yang nakal.
4. Mengadakan perubahan terhadap UUPK sebagai Undang-undang yang
mengatur perlindungan konsumen, karena UUPK terdapat banyak kelemahan
yang dapat membuat konsumen dirugikan.
5. Pembentukkan BPSK di DKI Jakarta supaya segera dilakukan. Jakarta adalah
barometer bagi daerah-daerah lain, disamping sebagai pusat ibukota, bisnis
dan industri, dengan beragam permasalahan konsumen.
6. BPSK perlu diberdayakan agar dapat lebih menguntungkan kepentingan
konsumen. Pemberdayaan ini menyangkut peningkatan kualitas SDM.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU :
AZ. Nasution. Perlindungan Konsumen : Suatu Pengantar. Cet. II DIADIT MEDIA. Jakarta. 2002.
Munir Fuady. Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. PT. Citra Aditya Bakti Bandung. 2000.
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 2004.
Yusuf Shofie. Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Teori dan Praktek Penegakan Hukum). PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2003.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
SUMBER LAIN :
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Tahapan Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Arbitrase, YLKI, Koran Sang Saka Edisi 6 Agustus 2002.
Sumber-Sumber Yang Diperoleh Dari BPSK Dalam Bentuk Data Maupun Wawancara.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan hasil kerja praktek yang
dilaksanakan penulis di Balai Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota
Bandung.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis meminta kritik, saran dan masukkan dari semua pihak yang
membaca laporan ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Eddy Suryanto Soegoto, Msc Selaku Rektor Universitas
Komputer Indonesia.
2. Ibu Prof. Dr. Hj. Ria Ratna Ariawati, S.E., Ak, Ms, Selaku Pembantu Rektor I
Universitas Komputer Indonesia.
3. Bapak Prof. Dr. H. Moh.Tadjuddin, MA. Selaku Pembantu Rektor II
Universitas Komputer Indonesia.
4. Ibu Dr. Aelina Surya Selaku Pembantu Rektor III Universitas Komputer
Indonesia.
5. Bapak Prof. Dr. H.R. Otje Salman Soemadiningrat, S.H. Selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia.
6. Bapak Budi F. Supriadi, S.H.,M.Hum Selaku Ketua Jurusan Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia.
7. Ibu Hetty Hassanah S.H. Selaku Dosen Fakultas Hukum Sekaligus Dosen
Pembimbing.
8. Ibu Arinita Sandria S.H.,M.Hum Selaku Dosen Fakultas Hukum.
9. Ibu Febilita Wulan Sari S.H. Selaku Dosen Fakultas Hukum.
10. Bapak Suhaimi, S.H.,M.H Selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas
Komputer Indonesia.
11. Ibu Rachmani Puspita Dewi, S.H.,M.Hum, Selaku Dosen Fakultas Hukum
Unversitas Komputer Indonesia.
12. Ibu Rika Rosilawati, A. Md Selaku Staff Administrasi Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia.
13. Bapak Rudy Sundaya, S.H. Selaku Ketua Pada Kantor Penyelesaian
Sengketa Konsumen Kota Bandung.
14. Bapak Drs. Cecep Suhaeli Selaku Anggota Bagian Unsur Konsumen Pada
Kantor Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Bandung.
15. Bapak Murai Selaku Staff Pembersih Fakultas Hukum Universitas Komputer
Indonesia.
Kedua Orang Tua penulis, terima kasih atas do’a, saran, dukungan serta cinta
mereka yang begitu besar yang telah mereka berikan pada penulis hingga kini
dan bahkan nanti. Mom and Dad I Love U, sahabat-sahabat penulis di kampus,
Very, Berli, Ariska, Imas, Dety, Ozi, Oca, Aan dan Sandy yang telah bersedia
menampung keluh kesah penulis. I’m so proud being your best friend!!!!, teman-
teman seperjuangan Merlyn, Angga, Ucok, Zamal dan semuanya yang tidak
mungkin penulis sebutkan satu persatu, my inspirator “Madalena”, thanks udah
mau bantu Palma selama ini.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya, apabila dalam tulisan ini ada kata-
kata maupun tulisan yang tidak berkenan.
Semoga apa yang penulis sajikan dalam Laporan Kerja Praktek ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandung, Januari 2009
Penulis,
Palma Carlos Branco Da Piedade
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..........................................................................5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Ruang Lingkup dan Batasan Perlindungan
Konsumen.........................................................................................6
B. Metode Penyelesaian Sengketa......................................................12
C. Visi dan Misi BPSK..........................................................................14
D. Sasaran...........................................................................................16
E. Struktur Organisasi..........................................................................17
F. Program dan Kegiatan BPSK..........................................................18
G. Peran dan Fungsi BPSK..................................................................19
H. Nama Anggota BPSK Pemerintahan Kota
Bandung..........................................................................................23
BAB III PELAKSANAAN PROGRAM KERJA
A. Kegiatan yang Dilakukan Selama
Kerja Praktek...................................................................................25
B. Tata Cara Atau Kegiatan Teknis Yang Dilakukan Pada Saat
Kerja Praktek...................................................................................26
C. Kendala-Kendala Yang Dihadapi Pada Saat
Kerja Praktek...................................................................................27
BAB IV ANALISIS
A. Penerapan Hukum Pada Penyelesaian Kasus-Kasus
di BPSK...........................................................................................28
BAB V PENUTUP
A. Simpulan..........................................................................................35
B. Saran...............................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................38
LAMPIRAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BPSK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
Oleh :Palma Carlos Branco Da Piedade
31607701
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mata kuliah Kerja Praktek pada Fakultas Hukum Universitas Komputer Indonesia ini telah disetujui
oleh pembimbing pada tanggal seperti tertera dibawah ini :
Bandung, Januari 2009
Pembimbing,
Drs. Cecep SuhaeliAnggota BPSK Bagian Unsur Konsumen
Mengetahui,
Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Universitas Komputer Indonesia
Budi Fitriadi S, S.H., M.Hum
NIP : 4127.33.00.002
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN MELALUI BPSK DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
LAPORAN KERJA PRAKTEK
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Mata Kuliah Kerja Praktek
Oleh :
Palma Carlos Branco Da Piedade
31607701
JURUSAN ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
JANUARI 2009
LAMPIRAN