Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    1/101

    PENAMBAHAN FeCl3 DAN BENTONIT TERAKTIVASI

    DALAM MENURUNKAN KONSENTRASI TOTAL

    SUSPENDED SOLID (TSS) AIR LAUT GRESIK SEBAGAI AIR

    BAKU COOLING WATER 

    SKRIPSI

    ELMA PUSPANINGTYAS

    PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    APRIL 2015

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    2/101

    i

    PENAMBAHAN FeCl3 DAN BENTONIT TERAKTIVASI

    DALAM MENURUNKAN KONSENTRASI TOTAL

    SUSPENDED SOLID (TSS) AIR LAUT GRESIK SEBAGAI AIR

    BAKU COOLING WATER 

    SKRIPSI

    ELMA PUSPANINGTYAS

    PROGRAM STUDI S-1 ILMU DAN TEKNOLOGI LINGKUNGAN

    DEPARTEMEN BIOLOGI

    FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

    UNIVERSITAS AIRLANGGA

    APRIL 2015

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    3/101

    ii 

    PENAMBAHAN FeCl3 DAN BENTONIT TERAKTIVASI

    DALAM MENURUNKAN KONSENTRASI TOTAL

    SUSPENDED SOLID (TSS) AIR LAUT GRESIK SEBAGAI AIR

    BAKU COOLING WATER 

    SKRIPSI

    Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

    Gelar Sarana Teknik Bidang Ilmu dan Teknologi Lingkungan pada

    Fakultas Sains dan Teknologi

    Universitas Airlangga

    Oleh:

    ELMA PUSPANINGTYAS

     NIM 081111021

    Disetujui oleh,

    Pembimbing I, Pembimbing II,

    Drs. Trisnadi W. L. C. P., M.Si.

     NIP. 19631215 198903 1 002

     Nur Indradewi O., S.T., M.T.

     NIP. 19831001 200812 2 004

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    4/101

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    5/101

    iv 

    PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI

    Skripsi ini tidak dipublikasikan, namun tersedia di perpustakaan dalam

    lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai referensi

    kepustakaan, tetapi pengutipan harus seizin penyusun dan atau harus

    menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah dan kelaziman mensitir ataumenyalin pendapat penulis lainnya. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik

    Universitas Airlangga.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    6/101

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur alhamdulillah penulis sampaikan kepada Allah SWT, ataskarunia rahmat dan hidayah yang telah diberikan sehingga penulis dapat

    menyelesaikan naskah skripsi yang berjudul “Penambahan FeCl3 dan Bentonit

    Teraktivasi Dalam Menurunkan Konsentrasi Total Suspended Solid   (TSS)

    Air Laut Gresik Sebagai Air Baku Cooling Water” 

     Naskah skripsi ini tersusun dalam beberapa bab, antara lain pendahuluan,tinjauan pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dan

    saran. Keseluruhan isi dari setiap bab tersebut, tersusun secara komprehensif

    untuk melandasi penelitian tersebut.

    Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Teknik (S.T.) Bidang Ilmu dan Teknologi Lingkungan. Pembuatan naskah skripsi

    ini disusun sesuai dengan ketentuan teknis penulisan yang ada pada ProgramStudi S-1 Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains

    dan Teknologi, Universitas Airlangga. Harapan penulis agar naskah skripsi ini

    dapat diterima dan dapat bermanfaat sesuai dengan tujuannya.

    Surabaya, 6 April 2015

    Penulis,

    Elma Puspaningtyas

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    7/101

    vi 

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Puji Syukur Kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat-Nya, akhirnya

     penulis dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan baik. Naskah skripsi ini

    tidak akan selesai tanpa bimbingan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh

    karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada:

    1.  Dr. Alfiah Hayati selaku Ketua Departemen Biologi, FST Unair, yang telah

    memberikan fasilitas dalam menyelesaikan skripsi ini.

    2.  Prof. Dr. Ir. Agoes Soegianto, DEA selaku Ketua Program Studi Ilmu dan

    Teknologi Lingkungan, yang telah memberikan dukungan fasilitas dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    3.  Bapak Minto Yuswono dan Ibu Ekowati selaku orang tua penulis yangmemberikan motivasi baik moril maupun materil dan doa yang senantiasa

    tercurah untuk penulis.

    4.  Drs. Trisnadi Widyo Leksono, C.P., M.Si. selaku pembimbing I yang selalumembimbing dan mengarahkan penulis dalam setiap kegiatan dan pembuatan

    naskah skripsi.

    5. 

     Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. selaku pembimbing II yang selalu

    membimbing dan mengarahkan penulis dalam kegiatan penelitian dan

     pembuatan naskah skripsi.

    6. 

     Nita Citrasari, S.Si. M.T., selaku koordinator skripsi yang telah memberikanarahan dan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

    7.  Seluruh staff laboran Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Ruang 122, FST

    Universitas Airlangga, dan seluruh staff laboran Laboratorium Lingkungan

    Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jatim.

    8.  Catur Rosalia Oktavani selaku tim kerja penelitian penulis yang selalu

    memberikan bantuan saat kegiatan penelitian dan motivasi kepada penulis.

    9. 

    Rekan-rekan mahasiswa Ilmu dan Teknologi Lingkungan Angkatan 2011

    yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

    10.  Rekan satu kos “Siti’s Management ” Mulyorejo Utara 191, dan semua pihakyang telah membantu penulis dalam menyelesaikan naskah skripsi yang

    namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam

     penulisan naskah skripsi. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran

    dan kritik untuk menyempurnakan naskah ini. Semoga naskah skripsi ini

     bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Akhir kata

     penulis mengucapkan banyak terima kasih.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    8/101

    vii

    Puspaningtyas, E., 2015. Penambahan FeCl3  Dan Bentonit Teraktivasi Dalam

    Menurunkan Konsentrasi Total Suspended Solid   (TSS) Air Laut Gresik Sebagai

    Air Baku Cooling Water . Skripsi ini di bawah bimbingan Drs. Trisnadi WidyoLeksono, C. P., M.Si. dan Nur Indradewi Oktavitri, S.T., M.T. Program Studi S-1

    Ilmu dan Teknologi Lingkungan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan

    Teknologi, Universitas Airlangga. 

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi TSS air laut

    Gresik pada penambahan FeCl3 dan bentonit teraktivasi dengan berbagai variasi.

    Penelitian ini terdiri atas 4 variasi, yaitu konsentrasi FeCl3, konsentrasi H2SO4 sebagai aktivator bentonit, massa bentonit, dan waktu pengadukan lambat. Pada

    setiap variasi dicari kondisi optimum untuk digunakan pada tahap variasi

     berikutnya. FeCl3  digunakan sebagai koagulan utama, sedangkan bentonit

    merupakan koagulan aid . Konsentrasi FeCl3  yang digunakan adalah 800, 1000,

    1200, dan 1400 mg/L. Konsentrasi H2SO4  sebagai aktivator bentonit adalah 0,4;

    0,8; 1,2; dan 1,6 M. Massa bentonit yang digunakan adalah 200, 400, 600, dan

    800 mg. Waktu pengadukan lambat yang digunakan adalah 10, 20, 30, 40, dan 50

    menit. Hasil penelitian menunjukkan ada beda signifikan konsentrasi TSS pada

    setiap variasi. Penambahan FeCl3  dan bentonit teraktivasi mampu menurunkankonsentrasi TSS air laut Gresik sebesar 730 mg/L menjadi 52 mg/L, sehingga

    didapatkan persentase removal TSS sebesar 92,87%. Kondisi optimum masing-

    masing variasi adalah 1000 mg/L FeCl3, 0,4 M H2SO4, 400 mg bentonit, dan 40

    menit pengadukan lambat. Hasil tersebut dapat membantu mengurangi beban TSS

     pada pengolahan selanjutnya.

    Kata kunci: air laut, bentonit, FeCl3, flokulasi, koagulasi.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    9/101

    viii

    Puspaningtyas, E., 2015. Addition of FeCl3 and Activated Bentonite in Reducing

    The Concentration of Gresik Sea Water As Raw Water Cooling Water. This script

    was guidance by Drs. Trisnadi Widyo Leksono, C. P., M.Si. and Nur IndradewiOktavitri, S.T., M.T. Environmental Science and Technology, Departement of

     Biology, Faculty of Science and Technology, Airlangga University

     ABSTRACT

    The aims of this research were to determine the difference’s TSS concentration of

    Gresik sea water on the addition of FeCl3  and activated bentonite for a wide

    range of variation. This research consists of 4 variations, i.e. the variation of

    concentration FeCl3 , concentration of H 2SO4 as activator of bentonite, bentonite

    mass and stirring slowly time. Each of variation was searched the optimum

    condition used for next variation step. FeCl3 was used as the primary coagulant,

    while bentonite is as coagulant aid. FeCl3  concentration used was 800, 1000,

    1200, and 1400 mg/L. Concentration of H 2SO4 as an activator of bentonite used

    was 0.4; 0.8; 1.2; and 1.6 M. Mass of bentonite used was 200, 400, 600, and 800

    mg. Slow stirring time used was 10, 20, 30, 40, and 50 minutes. The results

    showed a significant difference TSS concentration in each variation. The addition

    of FeCl3 and activated bentonite was able to reduce TSS concentration of Gresik

    sea water 730 mg/L to 52 mg/L, so TSS removal was about 92.87%. The optimumcondition for each variation was 100 mg/L FeCl3, 0.4 M H2SO4, 400 mg

    bentonite, and 40 minutes for stirring slowly time. That result was able reduce the

    burden of TSS in subsequent processing.

     Keywords: sea water, bentonite, FeCl3 , flocculation, coagulation.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    10/101

      ix

    DAFTAR ISI 

    JUDUL ...................................................................................................................... i

    LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... iii

    LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ................................................. ivKATA PENGANTAR .............................................................................................. v

    UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................... vi

    ABSTRAK ............................................................................................................. vii

     ABSTRACT ............................................................................................................ viii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xDAFTAR TABEL ................................................................................................... xi

    DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 11.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 6

    1.3 Hipotesis ......................................................................................................... 6

    1.4 Tujuan ............................................................................................................. 7

    1.5 Manfaat ........................................................................................................... 8

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 8

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Air Laut ..........................................................................................................10

    2.1.1 Perairan Laut gresik .................................................................................11

    2.1.2 Kualitas air laut ........................................................................................12

    2.2 Cooling Water  ................................................................................................142.3 Total Suspended Solid  .....................................................................................19

    2.4 Koagulasi-Flokulasi ........................................................................................21

    2.4.1 Koagulan .................................................................................................25

    2.4.2 Pengadukan cepat.....................................................................................27

    2.4.3 Pengadukan lambat ..................................................................................28

    2.5 Ferri Klorida (FeCl3).......................................................................................28

    2.5.1 Hidrolisis FeCl3 dalam air ........................................................................292.5.2 Reaksi ferri klorida dalam air beralkalinitas .............................................29

    2.6 Bentonit ..........................................................................................................29

    2.6.1 Jenis bentonit ...........................................................................................312.6.2 Aktivasi bentonit ......................................................................................32

    2.7 Jar test ............................................................................................................33

    2.8 Penelitian Sebelumnya ....................................................................................35

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Praktek kerja Lapangan ....................................................37

    3.1.1 Tempat penelitian.....................................................................................37

    3.1.2 Waktu penelitian .....................................................................................37

    3.2 Bahan dan Alat ...............................................................................................37

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    11/101

     

    3.2.1 Bahan penelitian ......................................................................................37

    3.2.2 Alat penelitian .........................................................................................37

    3.3 Cara Kerja .......................................................................................................383.3.1 Persiapan alat dan bahan ..........................................................................38

    3.3.2 Persiapan penelitian .................................................................................41

    3.3.3 Pengambilan sampel penelitian ................................................................42

    3.3.4 Pelaksanaan penelitian .............................................................................43

    3.4 Cara Analisis Data...........................................................................................473.4.1 Analisis TSS .............................................................................................47

    3.4.2 Uji Anava .................................................................................................49

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Konsentrasi TSS dengan Penambahan Berbagai Variasi Konsentrasi FeCl3 .....51

    4.2 Konsentrasi TSS dengan Penambahan Konsentrasi H2SO4 sebagai Aktivator

    Bentonit ..........................................................................................................544.3 Konsentrasi TSS dengan Penambahan Variasi Massa Bentonit ........................57

    4.4 Konsentrasi TSS dengan Penambahan Variasi Waktu Pengadukan Lambat .....60

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan .....................................................................................................635.2 Saran ...............................................................................................................64

    DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................65

    LAMPIRAN ............................................................................................................70

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    12/101

    x

    DAFTAR GAMBAR

    Nomor Judul Halaman

    2.1 Peta Perairan Laut Gresik dan Industri di Sekitarnya.............. 12

    2.2 Cooling Tower  System.............................................................. 16

    2.3 Proses Koagulasi-Flokulasi...................................................... 222.4 Struktur Montmorillonite.......................................................... 30

    2.5  Jar test ...................................................................................... 353.1 Cara Kerja Penelitian................................................................ 39

    3.2 Lokasi Pengambilan Sampel Air Laut Gresik.......................... 42

    3.3 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Konsentrasi FeCl3.. 433.4 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Aktivasi Bentonit... 44

    3.5 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Massa Bentonit...... 45

    3.6 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Waktu Pengadukan

    Lambat...................................................................................... 47

    4.1 Konsentrasi TSS Air Laut Gresik pada Penambahan VariasiKonsentrasi FeCl3..................................................................... 51

    4.2 Konsentrasi TSS Air Laut Gresik pada Penambahan VariasiKonsentrasi H2SO4 untuk Aktivasi Bentonit............................ 55

    4.3 Konsentrasi TSS Air Laut Gresik pada Penambahan Variasi

    Massa Bentonit......................................................................... 59

    4.4 Konsentrasi TSS Air Laut Gresik pada Penambahan VariasiWaktu Pengadukan Lambat...................................................... 62

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    13/101

    xi

    DAFTAR TABEL

    Nomor Judul Halaman

    2.1 Unsur Utama Air Laut ................................................................... 10

    2.2 Kualitas Air Laut Gresik................................................................ 13

    2.3 Persyaratan Air Baku Cooling Water  ............................................ 18

    2.4 Ukuran Partikel Yang Terlibat Dalam Koagulasi.......................... 212.5 Data Penelitian Tentang FeCl3 Sebagai Koagulan........................ 35

    2.6 Data Penelitian Tentang Bentonit.................................................. 363.1 Kualitas Air Laut Gresik................................................................ 41

    4.1 Kualitas Perairan Laut Gresik (Hasil analisis)............................... 50

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    14/101

    xii

    DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Judul

    1. Ringkasan ilmiah

    2. Data Hasil Analisis Konsentrasi TSS Air Laut3. Hasil Analisis Statistika Pada Penambahan Variasi Konsentrasi FeCl3 

    4. Hasil Analisis Statistika Pada Penambahan Variasi Konsentrasi H2SO4 Sebagai Aktivator Bentonit

    5. Hasil Analisis Statistika Pada Penambahan Variasi Massa Bentonit

    6. Hasil Analisis Statistika Pada Penambahan Variasi Waktu Pengadukan

    Lambat7. Foto Kegiatan Penelitian dan Hasil Penelitian

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    15/101

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Peningkatan jumlah penduduk setiap tahunnya menyebabkan kebutuhan

     penduduk akan barang maupun jasa di dunia terus meningkat. Hal tersebut

    memicu berdirinya industri untuk memenuhi kebutuhan penduduk. Air merupakan

    kebutuhan fundamental bagi sebuah industri, baik sebagai air produksi, air pengisi

    boiler , air pendingin, maupun air bersih. Industri membutuhkan air sebanyak 0,4-

    1 L/dt/Ha untuk memenuhi semua proses dalam industri tersebut (Anonim, 2002).

    Sementara itu persediaan air di dunia sebesar 96,5% berupa air laut, sedangkan air

    tawar tersedia sebanyak 2,5% (Crompton, 2006). Air tawar tersedia dalam bentuk

    air permukaan dan air tanah. Air permukaan telah banyak digunakan sebagai

    sumber air bersih bagi masyarakat dan industri di sekitarnya. Meski demikian,

    kualitas air permukaan semakin memburuk akibat pencemaran dari berbagai

    sumber seperti limbah domestik, limbah perkotaan, maupun limbah industri. Oleh

    karena itu, dalam dekade terakhir air laut mulai dimanfaatkan sebagai sumber air

    melalui peran teknologi dan dengan berbagai pengolahan (Asmara dan

    Hasanuddin, 2012).

    Salah satu pemanfaatan air laut bagi industri adalah sebagai air pengisi

    cooling tower   industri. Cooling tower   merupakan unit yang digunakan untuk

    menurunkan temperatur air melalui proses perpindahan panas (Anonim, 2006).

    Air yang digunakan sebagai pengisi cooling tower  disebut cooling water . Sistem

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    16/101

    2

    cooling water merupakan bagian yang terintegrasi dari proses operasi pada

    industri. Proses produksi pada industri mayoritas membutuhkan cooling water  

    untuk efisiensi dan operasi industri yang baik (Budiyono dan Sumardiono, 2013).

    Salah satu syarat air yang digunakan sebagai cooling water   harus jernih,

    maksudnya air harus bersih, tidak terdapat partikel-partikel kasar, dan partikel

    halus yang dapat menyebabkan air kotor. Parameter partikel-partikel kasar

    maupun halus tersuspensi dalam air direpresentasikan sebagai Total Suspended

    Solid   (TSS). Padatan tersuspensi pada cooling water  merupakan masalah serius.

    Padatan tersuspensi tersebut dapat menempel pada permukaan perpindahan panas

    sehingga mengakibatkan berkurangnya efisiensi perpindahan panas. Persyaratan

    air baku cooling water  memiliki standar parameter konsentrasi TSS kurang dari

    10 ppm (mg/L) (Budiyono dan Sumardiono, 2013).

    Air laut sebagai bahan baku cooling water  mengandung senyawa organik

    dan anorganik terlarut maupun tersuspensi, serta ion-ion seperti Na+  30,6%, Cl- 

    55%, SO4-  7,7%, dan beberapa ion lainnya (Siregar, 2005). Senyawa-senyawa

    tersebut menyebabkan air laut tidak jernih (keruh) (Effendi, 2013). Data hasil

    monitoring dari air laut di Tanjung Perak memiliki konsentrasi TSS sebesar 137

    mg/L pada sepertiga tahun 2009. Konsentrasi TSS pada muara sungai Lamong

    Gresik tahun 2012 berkisar 20-50 mg/L (Anonim, 2012a). Berdasarkan dua data

    tersebut, air laut memerlukan pengolahan untuk menurunkan konsentrasi TSS

    agar dapat dimanfaatkan sebagai cooling water .

    Metode pengolahan yang sering digunakan untuk mengendalikan

    konsentrasi TSS air laut yakni proses filtrasi secara kontinyu (Budiyono, dan

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    17/101

    3

    Sumardiono, 2013). Proses filtrasi menggunakan membran memiliki kelemahan

     pada penggunaan dan pemilihan membran yang tepat, serta sering terjadinya

     fouling  dan polarisasi konsentrasi serta umur membran (Mulder, 1996). Untuk

    menekan kelemahan tersebut, maka dibutuhkan  pretreatment   sebelum air laut

    masuk ke dalam membran.

    Pretreatment   air laut sebelum masuk ke dalam kolom membran dapat

    dilakukan dengan metode koagulasi-flokulasi. Tujuan utama  pretreatment  

    menggunakan metode koagulasi-flokulasi adalah untuk menghilangkan padatan

    dalam air terutama padatan non settleable, padatan tersuspensi, dan koloid

    (Budiyono dan Sumardiono, 2013). Proses  pretreatment   dengan metode

    koagulasi-flokulasi telah banyak dilakukan. Koagulan yang biasa digunakan

    adalah koagulan FeCl3, karena memiliki nilai valensinya yang tinggi yaitu 3,

    sehingga optimal dalam mengikat partikel dan menggabungkan flok. Altaher dkk.

    (2011) menunjukkan koagulan FeCl3  dengan konsentrasi 800 mg/L dapat

    menurunkan kekeruhan sebesar 95%. Wardhani dkk. (2011) membuktikan FeCl3 

    dapat menurunkan TSS sebesar 99,31% dengan konsentrasi 1200 mg/L.

    Berdasarkan dua penelitian tersebut, variasi konsentrasi FeCl3  800, 1000, 1200

    dan 1400 mg/L dicoba pada penelitian ini.

    Proses  pretreatment   dengan metode koagulasi-flokulasi terkadang masih

    kurang optimal (Budiyono dan Sumardiono, 2013). Untuk mendapatkan hasil

    yang baik, dibutuhkan jumlah koagulan yang banyak, sehingga kurang efisien dari

    segi biaya. Oleh karena itu, dibutuhkan peningkatan kinerja koagulasi-flokulasi.

    Peningkatan kinerja koagulasi-flokulasi dapat dilakukan antara lain dengan

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    18/101

    4

     penambahan alkalinitas, penambahan polielektrolit, penambahan kekeruhan

    dengan clay, dan pengaturan pH (Budiyono dan Sumardiono, 2013).

    Clay  atau tanah liat adalah substansi mineral yang digunakan dalam

     pengolahan air limbah dan memiliki kapasitas perpindahan ion yang tinggi, daya

    absorpsi, dan biaya yang murah untuk mendapatkannya (Fatimah, 2014). Clay dan

    mineral clay telah banyak diteliti. Awad dkk. (2003), membuktikan bahwa tanah

    liat lokal dari Sudan dapat menurunkan konsentrasi TSS sebanyak 44%.

    Penambahan flokulan berupa bentonit pada proses koagulasi-flokulasi air limbah

    sintetik menjadikan proses flokulasi menjadi lebih efisien dan mengurangi biaya,

    serta dapat meningkatkan removal turbiditas, color , dan logam berat (Abdelaal,

    2004). Peningkatan fungsi clay  sebagai koagulan tambahan (koagulan aid ),

    adsorben, maupun katalis dapat dilakukan dengan modifikasi clay melalui proses

    aktivasi (Fatimah, 2014).

    Aktivasi clay  bertujuan untuk meningkatkan performance  permukaan dan

    kandungan clay terutama clay alam seperti jenis monmorillonit /bentonit (Fatimah,

    2014). Aktivasi lempung oleh asam mampu menambah luas permukaan lempung

    mencapai 65,2 m2/g (Suarya, 2008). Hasil aktivasi clay  dan mineral clay 

    dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi asam dan lama

     perendaman. Dua peneliti melakukan aktivasi clay dengan konsentrasi H2SO4 

    yang berbeda. Rotua dkk. (2014), menggunakan lempung Desa Gema teraktivasi

    H2SO4  0,5 M untuk menurunkan konsentrasi TSS sampai 58,59%. Hasil

     penelitian Suarya (2008), menunjukkan lempung dengan aktivasi asam sulfat 1,2

    M memiliki aktifitas adsorpsi terbaik. Berdasarkan 2 penelitian tersebut, akan

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    19/101

    5

    dilakukan penelitian aktivasi bentonit menggunakan H2SO4  dengan konsentrasi

    0,4, 0,8, 1,2, dan 1,6 M.

    Salah satu faktor yang berpengaruh pada proses koagulasi-flokulasi adalah

    massa koagulan. Awad dkk. (2013), menggunakan variasi konsentrasi tanah liat

    sebagai koagulan sebesar 300-400 mg dalam pengolahan air sungai dengan

    turbiditas tinggi. Aygun dan Yilmas (2010), memakai rentang 25-750 mg clay 

    sebagai koagulan pada air deterjen. Hasil terbaik dalam mengolah air deterjen,

    ditunjukkan dengan massa 750 mg clay. Penelitian ini akan menggunakan variasi

    massa bentonit sebesar 200, 400, 600, dan 800 mg. Selain massa koagulan, waktu

    kontak koagulan dengan sampel juga berpengaruh terhadap efisiensi koagulasi.

    Waktu kontak antara clay  dan air sampel direpresentasikan dengan lama

     pengadukan lambat. Pengadukan lambat bertujuan menggumpalkan partikel-

     partikel terkoagulasi berukuran mikro menjadi partikel flok yang lebih besar

    (Reynolds dan Richards, 1996). Junior et al. (2013), menggunakan variasi waktu

    flokulasi 20 dan 30 menit dalam mengolah efluen air limbah. Hasil terbaik

    ditunjukkan pada waktu flokulasi 20 menit. Nurlamba dkk. (2010), menggunakan

    variasi waktu kontak 5-40 menit pada proses adsorbsi bentonit dengan kitosan.

    Hasil terbaik ditunjukkan pada waktu kontak 25 menit. Berdasarkan dua

     penelitian tersebut, variasi waktu pengadukan lambat yang akan digunakan pada

     penelitian ini adalah 10, 20, 30, 40, dan 50 menit.

    Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, penggunaan clay  untuk

    meningkatkan efektifitas proses koagulasi-flokulasi masih jarang dilakukan. Oleh

    karena itu, pada penelitian ini akan digunakan clay jenis monmorrillonit /bentonit

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    20/101

    6

    teraktivasi asam H2SO4 untuk memperbesar efisiensi penurunan konsentrasi TSS

    air laut dengan variasi konsentrasi asam sebesar 0,4, 0,8, dan 1,2, dan 1,6 M,

    variasi massa bentonit 200, 400, 600, dan 800 mg, dan variasi lama pengadukan

    lambat 10, 20, 30, 40 dan 50 menit. Penelitian ini didahului dengan penentuan

    konsentrasi FeCl3  sebagai koagulan utama dengan konsentrasi 800, 1000, 1200,

    dan 1400 mg/L. Proses koagulasi-flokulasi dilakukan dengan pengadukan cepat

    250 rpm selama 1 menit dan pengadukan lambat 55 rpm selama 20 menit (Siregar,

    2005).

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

    1.  Apakah ada perbedaan konsentrasi TSS air laut Gresik pada penambahan

    variasi konsentrasi FeCl3?

    2.  Apakah ada perbedaan konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 

    dan bentonit teraktivasi dengan penambahan variasi konsentrasi H2SO4 pada

     proses aktivasi bentonit sebagai koagulan aid ?

    3.  Apakah ada perbedaan konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 

    dan bentonit teraktivasi pada penambahan variasi massa bentonit?

    4.  Apakah ada perbedaan konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 

    dan bentonit teraktivasi pada penambahan variasi waktu pengadukan lambat?

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    21/101

    7

    1.3 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis statistika.

    H01  : Tidak ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik pada penambahan variasi

    konsentrasi FeCl3.

    Ha1  : Ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik pada penambahan variasi

    konsentrasi FeCl3.

    H02  : Tidak ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi H2SO4 dengan penambahan variasi konsentrasi

    H2SO4.

    Ha2  : Ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi H2SO4 dengan penambahan variasi konsentrasi

    H2SO4.

    H03  : Tidak ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi pada penambahan variasi massa bentonit.

    Ha3  : Ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi pada penambahan variasi massa bentonit.

    H04  : Tidak ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi pada penambahan variasi waktu pengadukan lambat.

    Ha4  : Ada beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3 dan

     bentonit teraktivasi pada penambahan variasi waktu pengadukan lambat.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    22/101

    8

    1.4 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah:

    1.  Mengetahui beda konsentrasi TSS air laut Gresik pada penambahan variasi

    konsentrasi FeCl3.

    2.  Mengetahui beda konsentrasi TSS air laut Gresik menggunakan FeCl3  dan

     bentonit teraktivasi dengan penambahan variasi konsentrasi H2SO4  pada

     proses aktivasi bentonit sebagai koagulan aid .

    3.  Mengetahui beda konsentrasi TSS air laut Gresik dengan penambahan FeCl3 

     bentonit teraktivasi pada variasi massa bentonit.

    4.  Mengetahui beda konsentrasi TSS air laut Gresik dengan penambahan FeCl3 

     bentonit teraktivasi pada variasi waktu pengadukan lambat.

    1.5 

    Manfaat Penelitian

    Manfaat dari penelitian ini:

    1. 

    Dapat mengetahui beda konsentrasi TSS air laut Gresik dengan penambahan

    FeCl3  dan Bentonit teraktivasi pada variasi konsentrasi FeCl3, konsentrasi

    asam sulfat, massa bentonit, dan waktu pengadukan lambat.

    2. 

    Memberikan informasi kepada industri yang memanfaatkan air laut tentang

    hasil penambahan FeCl3  dan bentonit teraktivasi dalam menurunkan kadar

    TSS dengan variasi konsentrasi FeCl3, konsentrasi asam sulfat, massa

     bentonit, dan waktu pengadukan lambat, sehingga dapat dijadikan acuan

     pengolahan air laut. 

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    23/101

    9

    1.6 Ruang Lingkup Penelitian

    Ruang lingkup penelitian ini antara lain:

    1.  Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium.

    2.  Pengambilan air laut dilakukan satu kali untuk tiga kali pengulangan.

    3.  Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah:

    a.  Parameter utama : Konsentrasi total suspended solid

     b.  Parameter pendukung : pH dan suhu

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    24/101

     

    10

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Air Laut

    Air laut adalah sebuah larutan dari berbagai elemen, organik, anorganik,

    ion-ion, senyawa-senyawa, dan beberapa gas. Komposisi air laut dapat saja

     berubah seiring waktu dan perubahan geologi. Unsur kation utama penyusun air

    laut adalah sodium, magnesium, kalsium, potassium, dan stronsium, serta

     beberapa anion seperti klorida, sulfat, bromida, dan bikarbonat. Unsur-unsur

    tersebut membuat hampir 99,9% padatan terlarut, membentuk sekitar 3,5%

    larutan. Jumlah material terlarut dalam air laut ditunjukkan sebagai berat dalam

    gram per kilogram air laut yang disebut salinitas (S) dan biasanya bernilai sekitar

    35 g/kg, i.e. S=35‰ (Tait, 1981). Unsur utama penyusun air laut dapat dilihat

     pada Tabel 2.1.

    Tabel 2.1 Unsur Utama Air laut Pada Salinitas 35‰

    Unsur g/kg

    Sodium 10,77

    Magnesium 1,30

    Kalsium 0,412

    Potassium 0,399Stronsium 0,008

    Klorida 19,34

    Sulfat sebagai SO42-  2,71

    Bromida 0,067

    Karbon 0,023-0,024

    Sumber: Tait (1981)

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    25/101

    11

    Air laut mengandung berbagai kotoran partikulat termasuk bahan

    anorganik seperti oksida logam, bahan organik koloid dan mikroba seperti virus,

     bakteri, protozoa, dan ganggang. Partikel air laut mencakup berbagai ukuran, dari

    ukuran nm sampai mm sehingga memerlukan berbagai macam teknologi

     pengolahan air. Teknologi pengolahan air laut yang umum digunakan adalah

    reserve osmosis  (RO). Teknologi RO memiliki kelemahan dalam hal pemilihan

    membran, jika membran RO yang dipilih kurang tepat, maka akan terjadi

     penyumbatan ( fouling) pada membran. Penyumbatan terjadi karena adanya

    deposisi  irreversible dari partikel yang tertahan pada membran dan akan merusak

    daya hantar membran tersebut sehingga dapat menghambat transport ion

    melewati permukaan membran dan mengurangi perpindahan air. Penyumbatan

    merupakan permasalahan umum yang selalu ditemukan dalam proses membran.

    Penyumbatan terjadi karena kekeruhan atau turbiditas air yang disebabkan oleh

    kontaminan biologis, senyawa makromolekul, senyawa anorganik tak larut dan

     partikel tersuspensi atau koloid (oksida aluminium, besi, dan silika). Pengolahan

    untuk mengurangi turbiditas air laut yang pernah digunakan meliputi desinfeksi,

    koagulasi, flokulasi, dan filtrasi dengan penyesuaian terhadap membran

    (Holisaturrahman dan Suprapto, 2013).

    2.1.1  Perairan laut Gresik

    Kabupaten Gresik berada antara 7' LS - 8' LS dan 112' BT - 133' BT dan 

    mempunyai wilayah kepulauan terdiri atas pulau Bawean dan beberapa pulau

    kecil  disekitarnya. Luas wilayah perairan  di Gresik adalah 5.773.80 Km2  yang

    sangat  potensial sebagai subsektor perikanan laut (Anonim, 2012 b).  Air laut di

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    26/101

    12

    Kabupaten Gresik dimanfaatkan untuk kepentingan industri, pertambangan,

     perikanan, dan jasa lainnya seperti transportasi (Anonim, 2012 b

    ). Industri-industri

     besar banyak berdiri di tepi laut Gresik untuk memanfaatkan air laut. Perusahaan

    yang berada di sekitar laut Gresik antara lain, PT. Eternit Gresik, PT. Jasa Mulia

    Abadi Raya, PT. Iglas, Perum Perhutani Gresik, PT. Tri Surya Sempurna, PT.

    Surabaya Panel Lestari, CV. Wood Indo, PT. Indowana Aneka Wood Processing,

    PT. Tulus Tri Tunggal, PT. Wilmar Nabati Indonesia, PT. PJB Gresik, PT.

    Pertamina, PT. Kemaselok Plastindo, dan PT. Dunia Harapan Sejahtera (Anonim,

    2003). Gambar 2.1 menunjukkan peta perairan Laut Gresik dan industri

    disekitarnya.

    Gambar 2.1 Peta Perairan Laut Gresik dan Industri di Sekitarnya (Anonim, 2003)

    2.1.2  Kualitas air laut Gresik

    Kualitas air laut Gresik di sekitar PT. Petrokimia, PT. Wilmar, dan PT.

    Indonesia Marina Shipyard yang diukur pada tahun 2012 ada pada Tabel 2.2.

    Perairan Laut GresikIndustri di sekitar

     perairan Laut GresikA

    B

    C

    A.  PT. Petrokimia

    B.  PT. PJB Gresik

    C.  PT. Wilmar Nabati

    Indonesia

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    27/101

    13

    Tabel 2.2 Kualitas Air Laut Gresik

    No. Parameter SatuanBaku

    mutu

    Kualitas air laut

    Di sekitar

    PT.

    Petrokimia

    Gresik

    Di Sekitar

    PT.

    Wilmar

    Gresik

    DiSekitar

    PT.

    Indonesia

    Marina

    Shipyard

    Fisika

    1.Bau - - Tidak

     berbau

    - Tidak

    Berbau

    2. TSS mg/L 80 75 212,5 40

    3. Suhu 0C ±30 28,2 30,9 26

    4. Kekeruhan NTU

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    28/101

    14

    2.2 Cooling Water

    Cooling water   adalah air pengisi unit cooling tower . Cooling tower  

    merupakan unit yang digunakan untuk menurunkan temperatur air melalui proses

     perpindahan panas. Gambaran sistem cooling tower   ada pada Gambar 2.2.

    Komponen dari cooling tower  antara lain (Hensley, 2009):

    a.  Frame dan pelindung

    Sebagian besar   cooling tower   memiliki frame dan pelindung berupa

    rangka berstruktur yang menunjang tutup luar. Komponen ini berfungsi

    melindungi komponen lain dalam cooling water .

    b.  Fill

    Fill cooling tower  sebagian besar terbuat dari bahan plastik atau kayu.

    Fill  berfungsi untuk memfasilitasi perpindahan panas dengan

    memaksimalkan kontak udara dan air.

    c.  Kolam air dingin

    Kolam air dingin terletak dibawah tower. Komponen ini berfungsi

    untuk menerima air dingin yag mengalir turun.

    d.  Inlet udara

    Inlet udara merupakan titik masuk udara menuju cooling water . Inlet

    umumnya mengambil seluruh sisi dari cooling tower .

    e. 

     Louvers

     Louvers merupakan kisi-kisi menara. Kisi-kisi tersebut bertujuan untuk

    menyamakan aliran udara yang masuk dan mempertahankan air dalam

    menara.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    29/101

    15

     f. 

     Nozzle

     Nozzle  berfungsi memberikan semprotan air agar merata ke seluruh

     bagian isi cooling tower .

    g.  Kipas

    Kipas cooling tower  dapat berjumlah satu maupun dua dalam cooling

    tower . Kipas biasa diletakkan di bagian atas dari cooling tower .

    Karakteristik termodinamika air dan  availibility  di sebagian besar daerah

    industri telah membuat air yang ideal digunakan untuk perpindahan panas di

    media dan pembangkit listrik industri (MetCalf dan Eddy, 1991) . Air pendingin

    (cooling water ) secara luas digunakan di sebagian besar industri negara-negara

    maju, khususnya, di pembangkit listrik termal dan nuklir untuk kondensasi uap,

    dalam industri besi dan baja untuk pendinginan fasilitas yang digunakan untuk

     pembuatan besi cor dan baja, industri kimia dan petrokimia untuk kondensasi

    sulingan, pendinginan kompresor, pendinginan produk sehingga menimbulkan

    reaksi eksotermis. Kebutuhan air untuk cooling water   sangat signifikan. Jumlah

    air yang dibutuhkan untuk air cooling water   dari beberapa produksi antara lain

    (MetCalf dan Eddy, 1991): 

    1. 

    Produksi satu ton baja menggunakan 150 ton air;2.  Produksi satu ton kertas membutuhkan 25 m3 air;

    3.  Produksi energi listrik membutuhkan 3 m3 / MWh untuk uap dan 60 m

    3  /

    MWh untuk pendinginan.

    Awwaludin dkk. (2012), Hardyanti dan Fitri (2006), dan Nurjaya dan Surbakti

    (2010) menyatakan bahwa debit air untuk cooling water  berturut-turut sebesar 172

    L/jam, 11795 L/jam, dan 60 L/jam. PT. Wilmar Nabati Indonesia Gresik

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    30/101

    16

    membutuhkan air laut sebanyak 5000 m3/jam sebagai air baku produksi dan air

     baku cooling water . Kebutuhan cooling water  setiap jenis industri berbeda untuk

    setiap hasil produksi.

    Air pendingin adalah air yang dilewatkan melalui alat penukar panas (heat  

    exchanger ) dengan maksud untuk menyerap dan memindahkan panasnya.

    Masalah yang sering timbul dalam sistem air pendingin adalah (Budiyono dan

    Sumardiono, 2013):

    1.  terjadinya korosi,

    2.   pembentukan kerak dan deposit,

    3.  terjadinya fouling.

    Gambar 2.2 Cooling Tower  System

    Sumber: Hensley (2009)

    Menurut MetCalf dan Eddy (1991), terdapat empat masalah utama yang

    umum terjadi pada cooling tower industri, antara lain:

    Plant Heat

     Exchangers

     Air Air

    Cold

     Make-up

    Water Source

    Cooling Tower

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    31/101

    17

    1. 

    Scaling

    Scaling  merupakan terbentuknya lapisan keras, yang biasanya

    terbentuk pada lapisan panas. Scaling  mengurangi efisiensi perpindahan

     panas dalam cooling tower . Kalsium scales  (kalsium karbonat, kalsium

    sulfat, dan kalsium fosfat), magnesium scales (magnesium karbonat dan

    fosfat) adalah penyebab utama scaling  pada cooling tower . Pengurangan

    dampak scaling dapat dilakukan dengan metode ion exchange, meremoval

    kalsium dan magnesium.

    2.  Korosi

    Korosi dapat terjadi ketika potensial listrik antara permukaan logam

    yang berbeda terbentuk. Potensial korosi dari cooling water   dapat

    dikontrol dengan penambahan zat kimia penghambat korosi.

    3. 

     Biological Growth

    Suasana hangat, dan kelembaban yang terjaga di dalam cooling tower  

    merupakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan mikrobiologi.

     Nutrien (N dan P) dan material organik tersedia akan lebih membantu

     pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme tersebut tumbuh

    menempel di permukaan penukar panas, sehingga dapat mengurangi

    efisiensi transfer panas. Pertumbuhan mikroorganisme biasanya dikontrol

    dengan penambahan biosida pada proses pretreatment .

    4.  Fouling

    Fouling  mengacu pada proses perlekatan dan pertumbuhan berbagai

     jenis zat dalam sistem resirkulasi cooling tower . Zat yang melekat tersebut

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    32/101

    18

    terdiri atas pertumbuhan mikroorganisme, suspended solids, silt , dan

    anorganik scale. Kontrol terhadap  fouling  dapat dicapai dengan

     penambahan zat kimia yang memungkinkan partikel untuk menggumpal

    dan mengendap. Proses koagulasi dan filtrasi dibutuhkan untuk removal

    fosfor yang efektif dalam mengurangi konsentrasi kontaminan penyebab

     fouling.

    Penggunaan air yang memenuhi syarat dapat mencegah timbulnya

    masalah-masalah dalam sistem air pendingin. Persyaratan bagi air yang

    dipergunakan sebagai air pendingin tidak seketat air umpan ketel (Budiyono dan

    Sumardiono, 2013). Persyaratan air baku cooling water   ditunjukkan pada Tabel

    2.3.

    Tabel 2.3 Persyaratan Air Baku Cooling Water  

    No. Parameter SatuanNilai Syarat

    Cooling water 

    1. Suhu oC -

    2. pH - 6,5-7,5

    3. Konduktivitas µs/cm

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    33/101

    19

    metode yang digunakan untuk mengendalikan padatan tersuspensi adalah dengan

    melakukan filtrasi secara kontinyu terhadap sebagian air yang disirkulasi

    (Budiyono dan Sumardiono, 2013).

    Meski demikian, air bekas yang digunakan sebagai air baku cooling water  

    dapat menimbulkan dampak negatif jika langsung dibuang ke lingkungan.

    Tingginya suhu buangan air bekas cooling water   dapat mengganggu

    keberlangsungan hidup, pertumbuhan, dan reproduksi organisme akuatik seperti

    terumbu karang, lamun, mangrove, dan ikan, akibat meningkatnya laju

    metabolisme organisme dan berkurangnya kandungan oksigen terlarut dalam air

    (Kasman dkk., 2010).

    2.3 Total Suspended Solid (TSS)

    Total Suspended Solid  (TSS) adalah jumlah berat dalam mg per liter kering

    lumpur yang ada dalam air setelah mengalami penyaringan dengan membran

     berukuran 0,45 mikron (Sugiharto, 1987). Padatan dapat terdispersi dalam air

    dalam bentuk tersuspensi dan terlarut. Meskipun beberapa padatan terlarut dapat

    dirasakan oleh fisik. Padatan tersuspensi dalam air terdiri atas partikel organik dan

    inorganik yang telah tercampur dalam larutan. Padatan inorganik contohnya clay,

    silt,  dan unsur tanah lainnya, sedangkan padatan organik seperti serat tanaman,

    dan padatan biologi seperti algae, bacteri, dan lain-lain (Tchobanoglous et al.,

    1986).

    Sunu (2001), menyatakan bahwa TSS adalah padatan yang menyebabkan

    kekeruhan dalam air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. TSS

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    34/101

    20

    terdiri atas partikel-partikel yang memiliki ukuran dan berat yang lebih kecil

    daripada sedimen seperti bahan-bahan organik tertentu, tanah liat dan lain-lain.

    Zat padat tersuspensi adalah semua zat padat (pasir, lumpur, dan tanah liat) atau

     partikel-partikel yang tersuspensi dalam air dan dapat berupa komponen hidup

    (biotik) seperti fitoplankton, zooplankton, bakteri, fungi, ataupun komponen mati

    (abiotik) seperti detritus dan partikel-partikel anorganik (Sunu, 2001). Faktor yang

    dapat mempengaruhi nilai TSS diantaranya bahan organik yang terdapat pada

     perairan. Metode yang digunakan pada parameter TSS adalah gravimetri yang

    terdiri atas penyaringan, penguapan, dan penimbangan (Alaerts dan Santika,

    1987).

    Padatan koloid yang terdispersi di dalam air adalah partikel padatan yang

    tidak akan mengendap dengan gravitasi dan padatan dalam sistem koloid sering

    disebut dengan sistem yang stabil. Koloid di dalam air dapat dibedakan atas dua

    golongan besar, yaitu: koloid hidrofilik dan koloid hidrofobik. Koloid hidrofilik

    mempunyai kemampuan untuk bereaksi secara spontan dengan air untuk

    membentuk suspensi koloid yang dapat dihidrasikan ke material awal dan dapat

    didispersikan kembali. Zat-zat organik pembentuk warna umumnya termasuk

    koloid hidrofilik. Dispresi koloid hidrofobik biasa terjadi secara fisik atau kimia

    dan tidak dapat terdispersi kembali secara spontan di dalam air. Afinitas koloid

    hidrofobik terhadap air sangat kecil sehingga koloid ini tidak memiliki lapisan air

    yang cukup berarti (Budiyono dan Sumardiono, 2013).

    Ukuran berbagai komponen yang dapat terkandung dalam padatan

    tersuspensi dalam air dapat bervariasi sesuai pada Tabel 2.4.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    35/101

    21

    Tabel 2.4 Ukuran Partikel Yang Terlibat Dalam Koagulasi

    Jenis Partikel Diameter Ao 

    A. 

    Sistem koloidal- 

    warna

    -  koloid inert (garam anorganik)

    -  emulsi

    -   bakteri

    -  alga

    50 - 1.000

    1.000 - 30.000

    2.000 - 100.000

    5.000 - 100.000

    50.000 - 8.000.000

    B.  Kation (Na+, Ca2+, Mg2+, Al3+) 1 - 2

    C.  Polielektrolit 250.000 - 40.000.000

    D. 

    Air 4

    Sumber: Budiyono dan Sumardiono (2013)

    2.4 Koagulasi-Flokulasi

    Koagulasi dan flokulasi merupakan proses penting dalam unit pengolahan

    air dan air limbah. Tujuan dari proses koagulasi flokulasi adalah untuk

    meningkatkan pemisahan partikel pada proses selanjutnya seperti sedimentasi dan

    filtrasi. Partikel koloid dan partikel halus dibawa bersama dan digumpalkan

    menjadi bentuk partikel berukuran besar yang selanjutnya dapat mudah

    dihilangkan. Menurut Alaerts dan Santika (1987), jenis partikel koloid merupakan

     penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang disebabkan oleh

     penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut. Partikel-partikel

    koloid tidak terlihat secara visual. Menurut Vesilind et al. (1994), partikel koloid

    dalam air sulit mengendap secara normal. Partikel koloid mempunyai muatan,

     penambahan koagulan akan menetralkan muatan tersebut. Partikel netral akan

    saling berikatan membentuk flok-flok besar dari partikel koloid yang berukuran

    sangat kecil. Hal ini disebut sebagai proses flokulasi. Proses koagulasi-flokulasi

    dibagi dalam tiga tahapan:

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    36/101

    22

    1. 

    Pembentukan flok

    2.  Destabilisasi partikel

    3.  Tabrakan antar flok

    Dua tahapan pertama biasanya terjadi cepat dengan pengadukan cepat,

    sedangkan tahap ketiga terjadi pada pengadukan lambat. Proses destabilisasi

     partikel dan pembentukan flok ditampilkan pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Proses Koagulasi-Flokulasi

    Sumber: Risdianto (2007)

    Koagulasi diartikan sebagai proses kimia fisik dari pencampuran bahan

    kimia ke dalam aliran limbah dan selanjutnya diaduk cepat dalam bentuk larutan

    tercampur (Steel dan McGhee, 1985). Flokulasi adalah proses penambahan

    flokulan pada pengadukan lambat untuk meningkatkan proses penyatuan antar

     partikel yang saling bertumbukan sehingga meningkatkan penyatuan partikel dan

    membentuk flok-flok sedimen (aglomerasi). MetCalf dan Eddy (1991),

    menyatakan bahwa untuk mendorong pembentukan agregat pertikel, harus

    Ca2+ 

    Al3+

     

    Al3+ 

    Mg2+ 

    Ca + 

     Na+ 

    Mg2+ 

    Mg2+

     

    Al3+

     

    Ca2+

    (HCO3-)2 

    Ca2+

     

    Ca2+ 

     N

     

    -

    - - -

    -- -

    -

    Ca+(HCO3

    -)2 

    Ca2+(HCO3-)2 

    Al3+

     

    Al(OH)3 

    Al(OH)3 

    Al+ 

    Al(OH)3 

    Al(OH)3 

    Al3

    Partikel koloid stabil Destabilisasi partikel Pembentukan flok

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    37/101

    23

    diambil langkah-langkah tertentu guna mengurangi muatan atau mengatasi

     pengaruh muatan partikel. Pengaruh muatan dapat diatasi dengan:

    1.  Penambahan ion berpotensi menentukan muatan sehingga terserap atau

     bereaksi dengan permukaan koloid untuk mengurangi muatan permukaan,

    atau penambahan elektrolit yang akan memberikan pengaruh mengurangi

    ketebalan lapisan difusi listrik sehingga mengurangi zeta potensial.

    2.  Penambahan molekul organik berantai panjang (polimer) yang sub-bagiannya

    dapat diberi muatan sehingga disebut polielektrolit, hal ini menyebabkan

     penghilangan partikel melalui adsorbsi dan pembuatan penghubung

    (bridging).

    3.  Penambahan bahan kimia yang membentuk ion-ion yang terhidrolisis oleh

    logam.

    Dua gaya yang menentukan kekokohan koloid adalah (Hammer, 1986):

    1.  Gaya tarik menarik antar partikel yang disebut dengan gaya Van der Walls,

    cenderung membentuk agregat yang lebih besar.

    2.  Gaya tolak menolak yang disebabkan oleh pertumpangtindihan lapisan tanda

    elektrik yang bermuatan sama yang mengakibatkan kekokohan dispersi

    koloid.

    Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang sangat berkaitan erat

    dimana keberhasilan proses flokulasi sangat bergantung dari proses koagulasi

    yang merupakan rangkaian proses pembentukan flok-flok. Pada kedua proses ini

    dibutuhkan flocculating agent . Flocculating agent  yaitu bahan kimia tertentu yang

    membantu proses pembentukan flok. Dalam kurun waktu terakhir, penggunaan

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    38/101

    24

     polimer sintesis sebagai bahan kimia pendestabilisasi pada pengolahan air bersih

    dan limbah cair semakin meningkat. Berdasarkan pengamatan, pengolahan yang

     paling ekonomis dapat dicapai dengan menggunakan anionik polimer, walaupun

     padatan yang terkandung dalam air bermuatan negatif (Weber, 1972).

    Menurut Benefield et al. (1982), untuk merangsang partikel koloid

     bergabung membentuk gumpalan yang lebih besar diperlukan dua cara, yaitu

     partikel harus didestabilisasikan dan dipindahkan. Destabilisasi partikel dapat

    dicapai melalui cara penekanan lapisan ganda listrik, penyerapan untuk netralisasi,

     penjeratan pada presipitasi, dan pembentukan antar partikel. Penekanan lapisan

    ganda listrik dan penetralan dikategorikan sebagai proses koagulasi, sedangkan

     penjeratan dan pembentukan antar partikel sebagai flokulasi. Destabilisasi partikel

    dengan cara penekanan dapat dicapai melalui penambahan elektrolit muatan yang

     berlawanan dengan muatan partikel koloid (Benefield et al., 1982). Dasar dari

    mekanisme ini adalah bahwa interaksi dari koagulan dengan partikel koloid terjadi

    karena efek elektrostatik, ion sejenis dengan partikel koloid akan saling tolak

    menolak, sedangkan yang muatannya berlawanan akan tarik menarik (Surdia dkk.,

    1981). Menurut Nathanson (1997), keberhasilan dari proses koagulasi dan

    flokulasi tergantung beberapa faktor diantaranya adalah dosis koagulan yang

    diberikan, suhu dari limbah, pH dan alkalinitas. Dosis koagulan yang diberikan

    disesuaikan dengan karakteristik dari air limbah yang akan ditangani. Untuk

    mengetahui dosis optimum koagulan dilakukan pengujian dilaboratorium

    menggunakan peralatan yang disebut jar test .

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    39/101

    25

    2.4.1  Koagulan

    Proses koagulasi dan flokulasi membutuhkan koagulan untuk membantu

    mengikat partikel koloid. Koagulan tambahan (coagulant aid ) diperlukan dalam

     proses koagulasi-flokulasi jika dengan cara biasa flok yang terbentuk tidak cepat

    mengendap. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai koagulan dan koagulan

    aid (Budiyono dan Sumardiono, 2013):

    A. Koagulan

    Koagulan adalah bahan-bahan kimia yang dipergunakan untuk

     proses pengendapan partikel-partikel koloid yang terdapat dalam air.

    Koagulan yang dipakai dalam proses koagulasi-flokulasi antara lain

    (Budiyono dan Sumardiono, 2013):

    1.  Aluminium Sulfat atau alum

    Alum merupakan koagulan yang paling banyak digunakan dalam

     pengolahan air dan mempunyai rumus kimia Al2SO4.18H2O. Alum

    dapat diperoleh dalam bentuk cairan maupun padatan.

    2.  Ferro sulfat atau cooperas

    Kombinasi ferro sulfat dengan kapur merupakan koagulan yang

    efektif untuk penjernihan air buangan yang keruh. Ferro sulfat dengan

    rumus kimia FeSO4.7H2O berupa kristal berwarna putih kehijauan

    dapat diperoleh dari berbagai proses kimia seperti penyepuhan logam

    dan proses galvanisasi.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    40/101

    26

    3. 

    Ferri klorida

    Ferri klorida merupakan zat yang pertama kali digunakan dalam

     proses koagulasi untuk air buangan industri maupun buangan air

    selokan pemukiman penduduk. Ferri klorida dengan rumus

    FeCl3.6H2O bekerja efektif pada rentang pH 4-12.

    4.  Ferri sulfat

    Ferri sulfat bereaksi dengan alkalinitas yang ada pada air

    membentuk endapan Ferri hidroksida.

    B.  Koagulan Aid  

    Beberapa bahan kimia diketahui dapat membantu mempercepat

     pembentukan flok, membentuk flok yang berat dan mengendap dengan

    cepat sehinggga lebih menjamin koagulasi secara optimum. Bahan ini

    dikenal sebagai koagulan aid . Usaha mempercepat proses koagulasi dapat

    dilakukan antara lain dengan (Budiyono dan Sumardiono, 2013):

    1. 

    Penambahan alkalinitas

    Bila alkalinitas yang terkandung di dalam air tidak mencukupi, maka

     biasanya dapat ditambahkan alkalinitas dalam bentuk Ca(OH)2  dan

     Na2CO3.

    2.  Penambahan polielektrolit

    Polielektrolit yang ditambahkan dapat alami seperti pati dan

     polisakarida, juga dapat dari bahan sintesis. Dosis yang ditambahkan

     biasanya sekitar 0,3 mg/L.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    41/101

    27

    3. 

    Penambahan kekeruhan

    Biasanya ditambahkan sedikit lumpur hasil koagulasi dan flokulasi.

    Kadang-kadang juga ditambahkan tanah liat (clay).

    4.  Pengaturan pH

    Proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh pH, maka pengaturan pH

    dilakukan agar endapan yang terbentuk mempunyai kelarutan minimum.

    Untuk meningkatkan pH dapat ditambahkan Ca(OH)2, sedangkan untuk

    menurunkan pH ditambahkan H2SO4.

    2.4.2  Pengadukan cepat

    Tujuan pengadukan cepat dalam pengolahan air adalah untuk

    menghasilkan turbulensi air sehingga dapat mendispersikan bahan kimia yang

    akan dilarutkan dalam air. Secara umum, pengadukan cepat adalah pengadukan

    yang dilakukan pada gradien kecepatan berkisar antara 100-1000 per detik selama

    20 hingga 60 detik. Secara spesifik, nilai G dan td tergantung pada maksud atau

    sasaran pengadukan cepat. Untuk proses koagulasi-flokulasi, umumnya

     pengadukan cepat dilakukan pada G= 1000-700 per detik, dengan waktu detensi

    20-60 detik. Pengadukan cepat dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain

    (Reynolds dan Richards, 1996):

    1.  Pengadukan mekanis

    2. 

    Pengadukan hidrolis

    3.  Pengadukan pneumatis

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    42/101

    28

    2.4.3  Pengadukan lambat

    Tujuan pengadukan lambat dalam pengolahan air adalah untuk

    menghasilkan gerakan air secara perlahan sehingga terjadi kontak antar partikel

    untuk membentuk gabungan partikel berukuran besar. Pengadukan lambat

    digunakan pada proses flokulasi untuk pembesaran inti gumpalan. Gradien

    kecepatan diturunkan secara perlahan-lahan agar gumpalan yang telah terbentuk

    tidak pecah lagi dan berkesemptan bergabung dengan yang lain membentuk

    gumpalan yang lebih besar. Penggabungan inti gumplan sangat tergantung pada

    karakteristik flok dan nilai gradien kecepatan. Secara umum pengadukan lambat

    adalah pengadukan yang dilakukn pada gradien kecepatan kurang dari 100 per

    detik selama 10 hingga 60 menit (Reynolds dan Richards, 1996).

    2.5 

    Ferri Klorida (FeCl3)

    Ferri klorida merupakan zat yang pertama kali digunakan dalam proses

    koagulasi untuk air buangan industri maupun buangan air selokan pemukiman

     penduduk. Ferri klorida dapat diproduksi dari khlorinasi kepingan besi. Pada saat

    ini ferri klorida dapat diperoleh dalam bentuk cairan dalam jumlah tertentu. Ferri

    klorida berwarna kuning orange dan berupa kristal padat yang mudah mencair.

    Zat tersebut mempunyai kelarutan yang sangat tinggi dalam air (Budiyono dan

    Sumardiono, 2013). FeCl3.6H2O memiliki berat molekul 162,1 mol dan densitas

    2800 kg/m3 (MetCalf dan Eddy, 1991).

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    43/101

    29

    2.5.1  Hidrolisis FeCl3 dalam air

    Penambahan ferri klorida dalam pengolahan air menghasilkan hidrolisis

    ferri klorida dalam bentuk endapan ferri hiroksida, berdasarkan rumus reaksi 1:

    FeCl3 + 3H2O ⇄ Fe(OH)2 ↓ + 3H+ + 3Cl

    -  (1)

    Endapan ferri hidroksida membentuk gelatin flok penyapu untuk menghilangkan

    koloid (MetCalf dan Eddy, 1991).

    2.5.2 

    Reaksi ferri klorida dalam air beralkalinitas

    Kehadiran alkalinitas dari kalsium atau magnesium bikarbonat membentuk

    endapan ferri hidroksida yang mengendap sebelum membentuk flok penyapu.

    Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut (MetCalf dan Eddy, 1991):

    2FeCl3 + 3Ca(HCO3)2 ⇄ 2Fe(OH)3 ↓ + 3CaCl2 + 7CO2  (2)

    2.6 Bentonit

     Nama bentonit pertama kali digunakan untuk memberikan spesifikasi

    lempung yang bersifat plastik dan sangat koloidal, yang sebagian besar tersusun

    dari mineral lempung montmorillonit   lebih dari 80% (Fatimah, 2014).

    Penggunaan bentonit sebagai koagulan aid   terbukti berhasil dalam

    mendestabilisasikan dan maintenance floc blanket   dalam air dengan kekeruhan

    rendah, tetapi juga dalam meningkatkan efektifitas dari koagulan utama dan

    mengurangi kebutuhan koagulan. Bentonit memiliki permukaan area yang besar

    dan kapasitas pertukaran ion. Ketika bentonit tersuspensi dalam larutan, bentonit

    dapat meningkatkan konsentrasi partikel terdispersi. Bentonit juga difungsikan

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    44/101

    30

    sebagai agen pemberat yang menyebabkan flok mengendap dengan lebih cepat

    (Healey et al., 1989).

    Salah satu cara mengidentifikasikan bentonit adalah melalui perlakukan

    glikolasi terhadap serbuk mineral. Perlakuan glikolasi dapat dilakukan dengan

    cara memaparkan uap etilen glikol terhadap lapis tipis montmorillonit . Pola yang

    akan diperoleh dari perlakuan ini adalah terjadinya pergeseran refleksi. Struktur

    montmorillonit  dapat dilihat pada Gambar 2.4.

    Struktur dari montmorillonit terdiri atas 2 tetrahedral yang mengapit

    oktahedral. Lapisan silikat dibentuk dari kondensasi M2-3  (OH)6  oktahedral,

    dengan M adalah logam divalen atau trivalen berada antara dua tetrahedral

    Si(O,OH)4 tetrahedral sehingga memberikan rumus empiris (Fatimah, 2014):

    M2-3Si4O10(OH)2  (3)

    Gambar 2.4 Struktur Montmorillonite 

    Sumber: Fatimah (2014)

    Tetrahedral

    Oktahedral

    Tetrahedral

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    45/101

    31

    Substitusi isomorfis dari logam dapat terjadi jika logam memiliki ukuran

    yang sama atau lebih kecil seperti Si4+

    Al3+

    , Al3+

    Mg2+

    , Mg2+

    Li+

    ,

    menghasilkan muatan negatif lapisan. Secara alamiah untuk menetralisir muatan

    negatif, kation-kation (umumnya Na+  atau Ca2+) menempati antar lapis silikat.

    Banyaknya substitusi isomorfis akan menentukan sifat permukaan dan sifat

    koloidal lapisan silikat dan menentukan densitas muatan dan interklasi kation

    silikat.

    2.6.1  Jenis Bentonit

    Secara garis besar bentonit dapat digolongkan menjadi dua bagian sesuai

    dengan mineral lempung penyusunnya (Kunrat, 1994):

    1.   Na-Bentonit

    Bentonit jenis ini banyak menyerap air disertai dengan pengembangan

    yang besar dengan faktor pengembangannya dapat mencapai delapan kali

    dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air. Dalam keadaan kering

     berwarna putih atau krem, sedangkan dalam keadaan basah akan

    mengkilap saat terkena cahaya matahari. Posisi pertukarn ion pada Na-

     bentonit banyak diduduki oleh ion-ion Na+. Penggunaan utamanya adalah

    sebagai lumpur pembilas dalam kegiatan pengeboran minyak dan gas

     bumi, pembuat pellet bijih besi, dan penyumbat kebocoran bendungan atau

    kolam.

    2.  Ca-Bentonit

    Ca-bentonit kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air

    tetapi mempunyai daya adsorpsi yang besar. Dalam keadaan kering

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    46/101

    32

     berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, dan coklat. Pada betonit jenis ini,

     posisi pertukaran ion didominasi ion-ion Ca2+

    . Berdasarkan sifatnya yang

    mempunyai daya adsorpsi yang tinggi, bentonit ini banyak dimanfaatkan

    dalam proses penjernihan dan pemutihan minyak.

    2.6.2  Aktivasi bentonit

    Aktivasi terhadap clay  adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan

     performance  permukaan dan kandungan clay, terutama clay  alam seperti

    montmorillonit atau bentonit. Aktivasi bertujuan menghilangkan pengotor yang

    menyertai clay alam. Proses aktivasi clay merujuk pada proses aktivasi zeolit dan

     prosesnya terdiri atas dua jenis yakni aktivasi kimia dan aktivasi fisik. Aktivasi

    kimia merupakan proses yang menyertakan reaksi atau reagen kimia, sedangkan

    sebaliknya aktivasi fisik tidak menyertakan hal tersebut dan umumnya dilakukan

    dengan cara pemanasan (Fatimah, 2014). Sebelum digunakan dalam berbagai

    aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah terlebih dahulu. Dua cara yang dapat

    dilakukan untuk aktivasi bentonit, yaitu ;

    1.  Secara pemanasan.

    Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300o – 350

    o  C

    untuk memperluas permukaan butiran bentonit.

    2.  Secara kontak asam

    Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca2+ 

    yang ada dalam Ca –Bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe,

    dan Mg dan pengotor – pengotor lainnya dari kisi – kisi struktur, sehingga

    secara fisik bentonit tersebut menjadi lebih aktif. Untuk keperluan tersebut

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    47/101

    33

    asam sulfat dan asam klorida adalah zat kimia yang umum digunakan.

    Selama proses bleaching  tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan,

    kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit, sehingga

    rangkaian struktur ( frame work ) mempunyai area yang lebih luas

    (Wibowo, 2011).

    Penelitian pengaruh aktivasi terhadap montmorillonit   Indonesia telah

    dilaporkan oleh Fatimah et al. (2008). Aktivasi asam terhadap montmorillonit asal

    Boyolali dilakukan dengan pengadukan 30 gram bentonit berukuran lolos 200

    mesh masing-masing ke dalam 250 mL HNO3 1 M, H2SO4  1 M, dan HCl 1 M.

    Pengadukan dilakukan selama 24 jam dilanjutkan dengan pencucian

    menggunakan akuades bertujuan untuk menetralkan permukaan padatan (sampai

     pH=7). Aktivasi asam terhaap montmorillonit berhasil memperluas luas

     permukaan spesifik padatan. Aktivasi menggunakan H2SO4  memberikan hasil

    terbaik dalam memperluas luas permukaan spesifik montmorillonit asal Boyolali

    (Fatimah, 2014).

    2.7  Jar Test

    Proses koagulasi dan flokulasi dapat disimulasikan dengan metode jar  test .

    Inforasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam

    mengoptimalkan proses-proses koagulasi, dan memberikan manfaat dalam

    mendesain instalasi pengolahan air atau memperbaiki instalasi yang sudah ada.

    Metode  jar test   mensimulasikan proses koagulasi dan flokulasi untuk

    menghilangkan padatan tersuspensi (suspended solid ) dan zat-zat organik yang

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    48/101

    34

    dapat menyebabkan masalah kekeruhan, bau, dan rasa.  Jar test  merupakan suatu

     percobaan skala laboratorium yang memberikan data mengenai kondisi optimum

    untuk parameter-parameter seperti dosis koagulan, koagulan pembantu, pH, waktu

    detensi, gradien kecepatan, dan waktu pengendapan (Haryanta, 1991).

    Teknik laboratorium  jar test   umumnya digunakan untuk menentuakan

    dosis koagulan dan koagulan aid   yang dibutuhkan untuk mengkoagulasikan

     partikel dalam air. Air sampel dituangkan ke dalam gelas beaker, kemudian

    variasi dosis koagulan dan koagulan aid   ditambahkan ke dalam gelas beaker

    tersebut. Pengadukan cepat oleh  paddle  pada  jar test   dilakukan untuk

    mensimulasikan rapid mixing  dan pengadukan pelan untuk mensimulasikan

    flokulasi. Pada waktu yang telah diatur, pengadukan akan berhenti, dan flok akan

    terbentuk, kemudian mengendap. Aspek terpenting pada proses koagulasi dan

    flokulasi menggunakan jar test  adalah waktu untuk membentuk flok, ukuran flok,

    karakteristik pengendapan, persentase kekeruhan dan warna yang teremoval, dan

     pH akhir dari sampel. Kebutuhan koagulan untuk instalasi pengolahan akan

    diestimasikan dari hasil jar test  (Reynolds dan Richards, 1996). Alat jar test  dapat

    dilihat pada Gambar 2.5

     Jar test  yang umumnya dipakai mempunyai bagian-bagian seperti sebuah

    motor, batang pengaduk dengan impeller, dan sebuah gelas kimia di bawah setiap

    rotor dan dapat dilengkapi dengan corong pembubuh koagulan untuk setiap gelas

    kimia (Haryanta, 1991).

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    49/101

    35

    Gambar 2.5  Jar test

    Sumber: Droste (1997)

    2.8  Penelitian Sebelumnya

    Penelitian tentang penggunaan FeCl3  dan bentonit teraktivasi dalam

    menurunkan konsentrasi TSS air laut belum pernah dilakukan sebelumnya.

     Namun, penelitian tentang penggunaan FeCl3  sebagai koagulan dan bentonit

    sebagai koagulan aid   dalam menurunkan konsentrasi TSS telah dilakukan oleh

     beberapa peneliti. Data penelitian sebelumnya ada pada Tabel 2.5 dan 2.6.

    Tabel 2.5 Data Penelitian Tentang FeCl3 Sebagai Koagulan

    SumberReferensi

    Jeong et al.(2007)

    Shon et al.(2007)

    Kfouri danKweon

    (2003)

    Darwish etal. (2013)

    Sampel Air laut Air laut Air laut Air lautKonsentrasi

    FeCl3 3 mg/L 20 mg/L 10 mg/L 0,8-3,5 mg/L

    Pengadukan

    cepat

    120 rpm, 2

    menit

    100 rpm, 1

    menit

    100 rpm, 3

    menit-

    Pengadukan

    lambat

    30 rpm, 20

    menit

    30 rpm, 30

    menit- -

    Konsentrasi TSS

    awal2-13 mg/L 200 mg/L

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    50/101

    36

     Lanjutan Tabel 2.5

    % removal:

    TSSKekeruhan

    DOC ( Dissolved

    Organic Carbon)

    -

    -57%

    23,3 %-

    84%

    --

    --

    Tabel 2.6 Data Penelitian Tentang Bentonit

    Sumber

    Referensi

    Awad dkk.

    (2013)

    Suarya (2008) Abdelaal (2004)

    Sampel Air limbah Minyak Air limbah

    Aktivasi - H2SO4 1,2 M -

    Massa 400 mg 1000 mg 100 mg

    Masa kontak 7,5 menit 2 jam 9 menit

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    51/101

    37

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian

    3.1.1 Tempat Penelitian

    Penelitian tentang “Penambahan FeCl3  dan Bentonit Teraktivasi Dalam

    Menurunkan Konsentrasi Total Suspended Solid   (TSS) Air Laut Gresik Sebagai

    Air Baku Cooling Water ” dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas

    Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran

    Jatim. Analisis total suspended solid   (TSS) dilakukan di Laboratorium Ekologi

    dan Lingkungan Ruang 122, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga.

    3.1.2 Waktu Penelitian

    Penelitian ini berlangsung selama lima bulan, mulai bulan Desember 2014

    sampai April 2015.

    3.2 Bahan dan Alat

    3.2.1 Bahan Penelitian

    Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: sampel air laut,

    FeCl3.6H2O sebagai koagulan utama, bentonit sebagai koagulan aid , H2SO4,

    kertas saring Whatman No. 42, dan akuades.

    3.2.2 Alat Penelitian

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: peralatan sampling,

    dan peralatan analisis. Peralatan sampling meliputi water sampler , jirigen ukuran

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    52/101

    38

    20 liter, meteran, GPS, dan jaket pelampung. Peralatan analisis meliputi, pH

    indikator, termometer, saringan, gelas beker 1000 mL, peralatan  jar test ,

    stopwatch, botol sampel 50 mL, botol reagen 1000 mL, corong, pipet volume 10

    mL, pompa vakum, ball pipet, desikator (Schott Duran), oven (Memmert),

    timbangan analitik OHAUS, penjapit, cawan, dan alat tulis.

    3.3 Cara Kerja

    Cara kerja penelitian yang dilakukan meliputi tahapan-tahapan pada

    Gambar 3.1.

    3.3.1 Persiapan Alat dan Bahan

    Persiapan alat dan bahan bertujuan untuk preparasi kebutuhan dan

     peralatan selama penelitian berlangsung.

    3.3.1.1 Persiapan Alat

    Persiapan alat meliputi persiapan alat sampling, alat  jar test , dan alat

    analisis TSS.

    a.  Alat sampling

    Alat sampling terdiri dari water sampler , meteran, jirigen 20 L,

    Global Positioning System (GPS), dan jaket pelampung. Persiapan water

    sampler   dengan mengecek kondisi valve, tabung penampung, penutup,

    dan kran air.

     b.  Persiapan alat jar test  

    Persiapan  jar test   dilakukan dengan memeriksa kecepatan putaran

     paddle dan stopwatch pada jar test .

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    53/101

    39

    c. 

    Alat analisis

    Persiapan alat untuk analisis meliputi ketersediaan penjapit, pipet

    volume, cawan, pengaturan suhu pada oven, mengecek kerja pompa

    vakum, timbangan analitik, corong isap, dan desikator.

    Gambar 3.1 Cara Kerja Penelitian

    3.3.1.2 Persiapan Bahan

    Persiapan bahan meliputi persiapan air sampel, bahan untuk pembuatan

    larutan koagulan FeCl3, bahan untuk aktivasi bentonit, dan analisis TSS.

    Persiapan Alat dan Bahan1.  Persiapan Alat

    2.  Persiapan Bahan

    Persiapan penelitian1.  Pembuatan Larutan Koagulan

    2.  Aktivasi Bentonit

    3.  Uji pendahuluan

    Penelitian penambahan FeCl3 dan bentonit teraktivasi dalam

    menurunkan konsentrasi TSS air laut dengan berbagai variabel yangmeliputi:

    1.  Penentuan konsentrasi FeCl3 optimum; 

    2.  Penentuan konsentrasi H2SO4 optimum untuk aktivasi bentonit; 3.

     

    Penentuan massa bentonit optimum; 

    4.  Penentuan lama pengadukan lambat optimum. 

    Perlakuan pada masing-masing variabel dilakukan secara berurutan.

    Analisis data hasil penelitian

    Penyusunan Laporan

    Pengambilan Sampel untuk Penelitian 

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    54/101

    40

    Penjelasan dari setiap bahan adalah sebagai berikut:

    1. 

    Air Sampel

    Air sampel yang digunakan merupakan air laut yang diambil dari

     perairan Laut Gresik pada jarak ±300 meter dari surut terendah.

    2.  Bahan untuk koagulan

    Bahan yang digunakan untuk membuat larutan koagulan tersebut

    antara lain FeCl3 dengan berat 800 mg, 1000 mg, 1200 mg, dan 1400 mg,

    dan akuades 1000 mL untuk masing-masing konsentrasi. Konsentrasi

    koagulan yang digunakan, yaitu 800 mg/L, 1000 mg/L, 1200 mg/L, dan

    1400 mg/L.

    3.  Bahan untuk aktivasi bentonit

    Bentonit diaktivasi dengan H2SO4  konsentrasi 0,4; 0,8; 1,2; dan 1,6

    M. Bahan yang dipersiapkan antara lain, larutan H2SO4 dengan konsentrasi

    0,4; 0,8; 1,2; dan 1,6 M masing-masing sebanyak 250 mL, dan bentonit

    masing-masing 25 g. H2SO4  dengan berbagai konsentrasi dibuat dengan

    melarutkan H2SO4  pekat 98% dalam akuades sampai 250 mL. Volume

    H2SO4 pekat yang ditambahkan dihitung berdasarkan rumus 4:

    M1.V1=M2.V2  (4)

    dimana,

    M1  : Molaritas H2SO4 pekat (ρ=1,84 kg/L)

    V1  : Volume H2SO4 pekat yang ditambahkan

    M2  : Molaritas yang diinginkan (0,4; 0,8; 1,2; dan 1,6)

    V2  : Volume larutan (250 mL)

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    55/101

    41

    4. 

    Bahan untuk analisis TSS

    Bahan yang digunakan untuk analisis TSS adalah kertas saring

    Whatman No. 42 dan akuades.

    3.3.2  Persiapan Penelitian

    Persiapan penelitian yang dilakukan meliputi beberapa hal, antara lain:

    1.  Pembuatan larutan koagulan FeCl3 

    Larutan koagulan dibuat dengan konsentrasi 800 mg/L. Sebanyak 800 mg

    FeCl3.6H2O dimasukkan kedalam labu ukur. Akuades ditambahkan ke dalam labu

    ukur sampai batas meniskus 1000 mL. Larutan dalam labu ukur dikocok secara

     pelan sampai FeCl3 terlarut dalam air. Metode pembuatan larutan koagulan FeCl3

    sama untuk konsentrasi 1000, 1200, dan 1400 mg/L.

    2.  Aktivasi bentonit

    Metode aktivasi bentonit dilakukan dengan metode kimia. Metode kimia

    dilakukan dengan asam kuat H2SO4. Sebanyak 250 mL H2SO4 0,4 M dimasukkan

    kedalam gelas beaker 500 mL yang telah terisi 25 gram serbuk bentonit kering.

    Bentonit dalam gelas beaker kemudian diaduk selama kurang lebih 30 menit.

    Campuran disaring selanjutnya residu dicuci dengan akuades sampai filtrat yang

    diperoleh netral atau memiliki pH 7. Residu yang diperoleh kemudian dikeringkan

     pada temperatur 110-120o C selama 2 jam untuk menghilangkan kadar air dalam

     pori-pori bentonit. Hal yang sama dilakukan untuk konsentrasi H2SO4  0,8; 1,2;

    dan 1,6 M.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    56/101

    42

    3.  Uji Pendahuluan

    Pengujian awal kualitas air laut dilakukan sebagai pengujian karakteristik

    awal air laut yang akan digunakan sebelum dilakukan perlakuan. Parameter awal

    yang diuji merupakan parameter fisik dan kimia. Parameter fisik yang diuji adalah

    suhu, dan TSS. Parameter kimia yang diuji adalah pH. Suhu diukur menggunakan

    termometer air raksa, pH diukur dengan metode kualitatif menggunakan pH

    indikator, dan TSS diukur dengan metode gravimetri.

    3.3.3 Pengambilan Sampel Penelitian

    Air sampel diambil sebanyak 35 L menggunakan water sampler   dan

    dimasukkan ke dalam 2 jirigen bervolume 20 L. Kegiatan sampling dapat dilihat

     pada Lampiran 7. Lokasi pengambilan sampel berada pada koordinat

    7009’14.17”S 112

    039’56.89”T, dapat dilihat pada Gambar 3.2.

    Gambar 3.2 Lokasi Pengambilan Sampel Air Laut Gresik

    PT.

    PJB Gresik

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    57/101

    43

    3.3.4  Pelaksanaan Penelitian

    Pelaksanaan penelitian terdiri atas penentuan 4 variabel optimum yang

    meliputi:

    1.  Konsentrasi FeCl3 sebagai koagulan utama

    Gambar 3.3 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Konsentrasi FeCl3 

    Dipersiapkan lima gelas beaker 1 L dengan label 1, 2, 3, 4, dan 5. Gelas

     beaker 2, 3, 4, dan 5 diberi perlakuan dengan menambahkan 100 mL larutan

    koagulan FeCl3  berturut-turut dengan konsentrasi 800 mg/L, 1000 mg/L,

    1200 mg/L, dan 1400 mg/L. Gelas beaker 1 tanpa diberi tambahan larutan

    koagulan FeCl3. Air laut dimasukkan ke dalam gelas beaker masing-masing

    500 mL. Larutan koagulan ditambahkan dengan berbagai konsentrasi

    sebanyak 100 mL ke dalam gelas beaker 2, 3, 4 dan 5. Gelas beaker 1, 2, 3, 4

    Analisis TSS

    Analisis Anova untuk menentukan konsentrasi FeCl3 optimum

    air laut 500 mL+ 100 mL (800

    mg/L FeCl3)

    Pengendapan selama 30 menit

    Pengadukan cepat 250 rpm selama 1 menit

    Pengadukan lambat 55 rpm selama 20 menit

    air laut 500 mL air laut 500 mL

    + 100 mL (1000

    mg/L FeCl3)

    air laut 500 mL

    + 100 mL (1200mg/L FeCl3)

    air laut 500 mL

    + 100 mL (1400mg/L FeCl3)

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    58/101

    44

    dan 5 di jar test  dengan pengadukan cepat 250 rpm selama 1 menit, kemudian

    dilanjutkan dengan pengadukan lambat 55 rpm selama 20 menit. Hasil  jar

    test   diendapkan selama 30 menit, kemudian dilakukan analisis konsentrasi

    TSS dengan metode gravimetri. Analisis konsentrasi TSS pada variasi

    konsentrasi FeCl3 ditunjukkan oleh Gambar 3.3

    2.  Konsentrasi H2SO4 untuk Aktivasi Bentonit

    Konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk aktivasi bentonit sebesar

    0,4; 0,8; 1,2; dan 1,6 M.

    Gambar 3.4 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Aktivasi Bentonit

    Air laut dimasukkan ke dalam lima gelas beaker dengan label 1, 2, 3, 4, dan

    5. Seratus mL larutan koagulan FeCl3  dengan konsentrasi optimum

    + 400 mg bentonit

    teraktivasiH2SO4 0,4 M

    tanpa bentonit + 400 mg bentonitteraktivasi H2SO4 

    0,8 M

    + 400 mg bentonitteraktivasi H2SO4 

    1,2 M

    + 400 mg bentonitteraktivasi H2SO4 

    1,6 M

    Air laut 500 mL + Konsentrasi optimum FeCl3 (100 mL)

    250 rpm (1 menit)

    55 rpm (20 menit)

    Pengendapan (30 menit)

    Analisis TSS

    Analisis Anova untuk menentukan konsentrasi H2SO4 optimum

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    59/101

    45

    ditambahkan ke dalam masing-masing gelas beaker. Gelas beaker di  jar test  

    dengan kecepatan 250 rpm selama 1 menit. Bentonit teraktivasi asam sulfat

    sebanyak 400 mg ditambahkan ke dalam gelas beaker 2, 3, 4 dan 5 masing-

    masing dengan konsentrasi 0,4; 0,8; 1,2; dan 1,6 M H2SO4. Gelas beaker 1

    tanpa penambahan bentonit. Gelas beaker kembali di  jar test   dengan

    kecepatan 55 rpm selama 20 menit. Hasil  jar test   diendapkan selama 30

    menit, kemudian dilakukan analisis konsentrasi TSS dengan metode

    gravimetri. Analisis konsentrasi TSS dengan variasi aktivasi bentonit dapat

    dilihat pada Gambar 3.4.

    3.  Massa Bentonit Teraktivasi

    Variasi massa bentonit teraktivasi yang digunakan sebanyak 200, 400,

    600, dan 800 mg.

    Gambar 3.5 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Massa Bentonit

    Air laut 500 mL + Konsentrasi optimum FeCl3 

    250 rpm (1 menit)

    + 200 mg bentonitteraktivasi

    H2SO4 

    + 400 mg bentonitteraktivasi

    H2SO4

    + 600 mg bentonit

    teraktivasi

    H2SO4 

    + 800 mg bentonit

    teraktivasi

    H2SO4 

    tanpa bentonit

    55 rpm (20 menit)

    Pengendapan (30 menit)

    Analisis TSS

    Analisis Anova untuk menentukan massa bentonit optimum

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    60/101

    46

    Air laut dimasukkan ke dalam empat gelas beaker dengan label 1, 2, 3, dan 4.

    Konsentrasi optimum FeCl3 sebanyak 100 mL ditambahkan ke dalam masing-

    masing gelas beaker. Gelas beaker di  jar   test   dengan kecepatan 250 rpm

    selama 1 menit. Bentonit teraktivasi asam sulfat dengan konsentrasi optimum

    ditambahkan ke dalam gelas beaker 1, 2, 3, dan 4 masing-masing sebanyak

    200, 400, 600, dan 800 mg. Gelas beaker kembali di  jar test   dengan

    kecepatan 55 rpm selama 20 menit. Analisis konsentrasi TSS dilakukan

    setelah hasil  jar test  diendapkan selama 30 menit. Analisis konsentrasi TSS

    dengan variasi massa bentonit ada pada Gambar 3.5.

    4  Waktu Pengadukan Lambat

    Air laut dimasukkan ke dalam lima gelas beaker dengan label 1, 2, 3, 4 dan

    5. Konsentrasi optimum FeCl3 sebanyak 100 mL ditambahkan ke dalam tiap

    gelas beaker. Gelas beaker di  jar test  dengan kecepatan 250 rpm selama 1

    menit. Bentonit teraktivasi asam sulfat dengan konsentrasi optimum dan

    massa optimum ditambahkan ke dalam gelas beaker 1, 2, 3, 4 dan 5. Gelas

     beaker dijartest  dengan kecepatan 55 rpm, masing-masing selama 10, 20, 30,

    40, dan 50 menit. Masing-masing hasil  jar test  diendapkan selama 30 menit

    dan dilakukan analisis konsentrasi TSS dengan metode gravimetri. Analisis

    konsentrasi TSS dengan variasi waktu pengadukan lambat ada pada Gambar

    3.6.

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    61/101

    47

    Gambar 3.6 Analisis Konsentrasi TSS dengan Variasi Waktu PengadukanLambat

    Penelitian ini menggunakan 3 replikasi perlakuan untuk mendapatkan data

    yang baik. Jumlah replikasi ditentukan berdasarkan rumus Frederer seperti pada

    rumus 5:

    (n-1) (k-1) ≥ 15  (5)

    Hasil perhitungan menunjukkan jumlah replikasi yang harus dilakukan sebanyak

    > 2, sehingga digunakan 3 replikasi pada penelitian ini.

    3.4  Cara Analisis Data

    3.4.1  Analisis TSS

    Analisis TSS dilakukan dengan metode gravimetri berdasarkan Alaerts dan

    Santika (1987). Langkah pengujian nilai TSS adalah sebagai berikut: 

    55 rpm

    (30 menit)

    55 rpm

    (40 menit)

    55 rpm

    (50 menit)

    55 rpm

    (10 menit)

    Pengendapan (30 menit)

    Analisis TSS

    Analisis Anova untuk menentukan waktu pengadukan lambat optimum

    Air laut 500 mL+ Konsentrasi optimum FeCl3 

    250 rpm (1 menit)

    Penambahan sebanyak massa optimum bentonit teraktivasi H2SO4 dengan konsentrasi optimum

    55 rpm

    (20 menit)

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    62/101

    48

    1. 

    Kertas saring dipanaskan di dalam oven pada suhu ± 105 oC selama 1 jam.

    2. 

    Kertas saring didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian

    dilakukan penimbangan (B gram).

    3.  Sampel air laut yang telah diberi perlakuan dipindahkan secara kuantitatif

    ke dalam corong penyaring yang sudah ada filter kertas didalamnya

    sebanyak 20 mL sampel yang sudah diendapkan. Air laut dalam corong

     penyaringan, kemudian disaring dengan sistem pompa vakum.

    4.  Filter kertas dipindahkan ke atas cawan petri, kemudian dimasukkan ke

    dalam oven bersamaan dengan cawan porselen, kemudian dilakukan

     pemanasan pada suhu 105o C selama 1 jam.

    5.  Filter kertas dan cawan porselen didinginkan dalam desikator selama 15

    menit, kemudian filter kertas ditimbang (A gram).

    6. 

    Besarnya nilai TSS yang diperoleh dianalisis menggunakan persamaan 6:

        =() 

       () 

    (6)

    Keterangan:

    A adalah berat kertas saring + residu kering (mg)

    B adalah berat kertas saring (mg)

    7.  Selisih nilai dan kemampuan penyisihan TSS dapat dicari dengan

    menggunakan rumus 7 dan 8:

    Selisih nilai TSS = TSS kontrol – TSS perlakuan (7)

    Kemampuan Penyisihan = (8)TSS Kontrol – TSSPerlakuan x 100 %TSS Kontrol

  • 8/20/2019 Elma Puspaningtyas 081111021 Itl

    63/101

    49

    3.4.2  Uji Anova

    Analisis statiska yang digunakan pada penelitian ini adalah uji ANOVA

    One-Way (analisis varian). ANOVA merupakan sebuah teknik analisis data yang

    digunakan untuk menguji perbedaan rerata nilai. Tujuan uji ANOVA adalah untuk

    membandingkan rata-rata hasil dari beberapa perlakuan (lebih dari 2 perlakuan)

    dan untuk melihat efek suatu faktor atau perlakukan terhadap variabel dependen

    (Budiyono, 2004). Pada penelitian ini, uji ANOVA digunakan untuk mengetahui

     perbedaan konsentrasi TSS air laut pada setiap perlakuan dan variabel penelitian

    optimum. Uji normalitas dengan One Sample Kolmogorov-Smirov  dilakukan

    sebelum uji ANOVA untuk mengetahui data berdistribusi normal. Uji statistika

    lanjutan yang digunakan adalah uji Duncan (α=0,05