14
211 Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 211-224 (2010) PENDAHULUAN Sistem sawah tadah hujan dengan kondisi basah-kering berpengaruh terhadap pola atau dinamika emisi gas dinitrogen oksida. Kondisi tergenang merupakan kondisi ideal bagi pemben- tukan gas metana (source) dan rosot ( sink ) bagi gas dinitrogen oksida, sedangkan kondisi kering berfungsi sebagai rosot metana, dan sumber bagi gas dinitrogen oksida (Xiong et al. 2007). Tanah sawah merupakan salah satu sumber antropogenik utama gas dinitrogen oksida (N 2 O), yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global (IPCC 2006). Konsentrasi N 2 O di atmosfer dilaporkan mengalami peningkatan dengan laju 0,25% setiap tahun (Hansen & Bakken 1993, Snyder et al. 2009). Tanah pertanian Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberi Jerami Padi dan Bahan Penghambat Nitrifikasi A. Wihardjaka Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya Jakenan Km 5 Jakenan Pati 59182, E-mail : [email protected] ABSTRACT Nitrous Oxide Emission from Rainfed Lowland Rice Soils through Applications of Rice Straw and Nitrification Inhibitor Materials. Alternate wet-dry of soil condition under rainfed lowland system influence on source and sink dynamics of green house gases. Lowland rice soil is one of antropogenic sources of nitrous oxide (N 2 O) emission produced by microbiological nitrification-denitrification mediated processes. Attempt to increase soil productivity in lowland rice system by organic amendment is predicted to stimulate nitrous oxide production. The increase of N 2 O production in lowland rice could be suppressed by using nitrification inhibitor materials. A field experiment was conducted in rainfed lowland rice during 2009 dry season. The objective was to study interaction of rice straw application and nitrification inhibitor materials on nitrous oxide emission from rainfed lowland rice. Experiment was arranged using factorial randomizes block design with three replicates and treatment of rice straw application (without rice straw, fresh straw, composting straw) and inhibitor nitrification materials (without inhibitor nitrification, neemcake, carbofuran). Interaction of rice straw and nitrification inhibitor materials decreased significantly N 2 O emission from lowland rice soil. Nitrous oxide emission in plot without rice straw was higher than in plot treated with neither fresh rice straw nor composting straw. Application neemcake combined with composting straw emitted lowest nitrous oxide with flux of 72 g N 2 O ha -1 season -1 , whereas the highest N 2 O emission was found in plot without nitrification inhibitor materials and rice straw with flux of 454 g N 2 O ha -1 season -1 . Compared with treatment of without nitrification inhibitor, application of neemcake and carbofuran could suppress nitrous oxide emission of 48.6 and 41.3 %, respectively. Key words : nitrous oxide emission, rainfed lowland, rice straw, nitrification inhibitors

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

211

Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 211-224 (2010)

PENDAHULUAN

Sistem sawah tadah hujan dengankondisi basah-kering berpengaruhterhadap pola atau dinamika emisi gasdinitrogen oksida. Kondisi tergenangmerupakan kondisi ideal bagi pemben-tukan gas metana (source) dan rosot(sink) bagi gas dinitrogen oksida,sedangkan kondisi kering berfungsi

sebagai rosot metana, dan sumber bagigas dinitrogen oksida (Xiong et al. 2007).

Tanah sawah merupakan salah satusumber antropogenik utama gas dinitrogenoksida (N

2O), yang memberikan kontribusi

terhadap pemanasan global (IPCC 2006).Konsentrasi N

2O di atmosfer dilaporkan

mengalami peningkatan dengan laju 0,25%setiap tahun (Hansen & Bakken 1993,Snyder et al. 2009). Tanah pertanian

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan yang diberiJerami Padi dan Bahan Penghambat Nitrifikasi

A. WihardjakaBalai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jl. Raya Jakenan Km 5 Jakenan Pati 59182, E-mail :

[email protected]

ABSTRACT

Nitrous Oxide Emission from Rainfed Lowland Rice Soils through Applications of Rice Strawand Nitrification Inhibitor Materials. Alternate wet-dry of soil condition under rainfed lowlandsystem influence on source and sink dynamics of green house gases. Lowland rice soil is oneof antropogenic sources of nitrous oxide (N

2O) emission produced by microbiological

nitrification-denitrification mediated processes. Attempt to increase soil productivity in lowlandrice system by organic amendment is predicted to stimulate nitrous oxide production. Theincrease of N

2O production in lowland rice could be suppressed by using nitrification inhibitor

materials. A field experiment was conducted in rainfed lowland rice during 2009 dry season. Theobjective was to study interaction of rice straw application and nitrification inhibitor materialson nitrous oxide emission from rainfed lowland rice. Experiment was arranged using factorialrandomizes block design with three replicates and treatment of rice straw application (withoutrice straw, fresh straw, composting straw) and inhibitor nitrification materials (without inhibitornitrification, neemcake, carbofuran). Interaction of rice straw and nitrification inhibitor materialsdecreased significantly N

2O emission from lowland rice soil. Nitrous oxide emission in plot

without rice straw was higher than in plot treated with neither fresh rice straw nor compostingstraw. Application neemcake combined with composting straw emitted lowest nitrous oxidewith flux of 72 g N

2O ha-1 season-1, whereas the highest N

2O emission was found in plot without

nitrification inhibitor materials and rice straw with flux of 454 g N2O ha-1 season-1. Compared

with treatment of without nitrification inhibitor, application of neemcake and carbofuran couldsuppress nitrous oxide emission of 48.6 and 41.3 %, respectively.

Key words : nitrous oxide emission, rainfed lowland, rice straw, nitrification inhibitors

Page 2: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

212

A. Wihardjaka

memberikan kontribusi terhadap emisiN2O sebesar 0,2-2,1 Tg N2O (Hansen& Bakken 1993). Gas N2O di atmosferrelatif lebih lama berada dibandingkan gasCO2 dan metana (Prinn et al. 1990),dengan sifat berpotensi pemanasan global250-310 kali lebih tinggi daripada CO2(Watson et al. 1992, Abao et al. 2000,Meiviana et al. 2004).

Gas N2O secara alami dihasilkandalam tanah melalui proses mikrobiologis,denitrifikasi dan nitrifikasi. Prosestersebut dipengaruhi oleh bahan organiktersedia, pasokan nitrat, ketersediaanoksigen, kandungan air tanah, reaksi tanah(pH), suhu tanah dan kehadiran tanaman(Byrnes cit Hansen & Bakken 1993,Snyder et al. 2009). Bakteri nitrifikasi(Nitrosomonas dan Nitrobacter) yangmerupakan bakteri kemoautotrofikberperan dalam proses nitrifikasi-denitrifikasi yang bertanggung jawabterhadap hilangnya N dari lahan sawah(Minami & Fukushi, 1984). Pada kondisitanah reduktif, bakteri anaerobik fakultatifdenitrifikasi mengubah nitrat menjadimolekul nitrogen (N2O, N2) (Yoshida1978). Menurut Klemedtson et al. (1988),beberapa mikroorganisme tanah yangmampu menghasilkan gas N2O yaitubakteri nitrifikasi, bakteri denitrifikasi,bakteri nondenitrifikasi pereduksi nitrat,jamur pereduksi nitrat atau jamur lain.

Ketersediaan nitrat dalam tanahmerupakan salah satu faktor yangmenentukan laju denitrifikasi. NO3

-

sangat tidak stabil pada kondisi tanahtergenang, yang dalam beberapa harisetelah penggenangan nitrat akan hilangsebagai N2O dan N2 melalui denitrifikasi(Ponnamperuma 1977). Proses denitrifi-

kasi menghasilkan gas N2O dalamsuasana anaerob, namun dilaporkan pulabahwa proses tersebut dapat berlangsungdengan adanya O2. Beberapa bakteridenitrifikasi menggunakan O2 dan NO2

-

secara simultan sebagai akseptor elektron(Klemedtson et al. 1988).

Pemberian bahan pembenah organikpada tanaman budidaya diduga memacupeningkatan aktivitas mikrobia denitri-fikasi dan emisi N2O (Meijide et al.2009). Emisi N2O alami dapat meningkatakibat berbagai ragam kegiatan pertanian.Kegiatan tersebut secara langsungmenambah pasokan nitrogen ke dalamtanah yang dapat dikonversi menjadi N2O(USEPA 2006). Menurut Laegreid et al.cit Gold & Oviatt (2005), rata-rata 1,25%N yang ditambahkan ke dalam tanahsebagai pupuk atau limbah organik ataufiksasi hayati ditransformasi menjadiN2O.

Laju emisi gas N2O bergantung padajumlah dan komposisi pupuk baik pupukorganik maupun pupuk mineral (Mosieret al. 1994). Peningkatan takaran pupukkandang hingga 7,5 t ha-1 meningkatkanemisi N2O berkisar 28,8–100,3%(Setyanto et al. 1997). Masukan bahanorganik yang mudah terdegradasi melaluipembenaman sisa tanaman ke dalamtanah akan meningkatkan jumlahdenitrifier dan laju denitrifikasi, sehinggamemberikan kondisi menguntungkan bagipembentukan N2O (Granli & Bockman1994, Xiong et al. 2007).

Jerami padi sebagai salah satu bahanpembenah organik tersedia melimpah dikawasan sawah tadah hujan. Pemberianjerami 5 t ha-1 dapat meningkatkan hasilgabah padi sawah tadah hujan setara

Page 3: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

213

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

dengan pemupukan 30 kg N ha-1 (Basyir& Suyamto 1996, Sharma & Mittra citToha et al. 2001). Pengelolaan jeramipadi pada tanah sawah tadah hujan dapatmempengaruhi pola dan besarnya emisigas N2O. Menurut Xiong et al. (2007),selain pupuk N anorganik, pupuk organikadalah sumber penting pelepasan N2O keatmosfer.

Kehilangan Hara N melalui nitrifi-kasi denitrifikasi menyebabkan efisiensipupuk N rendah (Arafat et al. 1999).Hara N yang hilang melalui denitrifikasidi lahan sawah dapat mencapai kisaran30– 40% (Ladha et al. 1997, Sahrawat2004), sehingga dapat mempengaruhikeseimbangan N dalam sistem produksitanaman (Hansen & Baken 1993).

Beberapa bahan penghambatnitrifikasi telah tersedia secara komersialdan relatif mahal harganya, antara lain:2-chloro-6 (trichloromethyl) pyridine,sulfathiazole, dicyandiamide, 2-amino-4-chloro-6-methyl pyrimidine, 2-mercapto-benzothiazole, thiourea, 5-ethoxy-3-tr ichloromethyl-1 ,2,4-thiadiazole(terrazole), dan karbofuran (2,3-dihidro-2,2-dimetil-7-benzofuranil metilkarbamat)(Kusmaraswamy et al. cit Sahrawat2004, Unger et al. 2009).

Beberapa bahan alami berpotensisebagai penghambat nitrifikasi, antara lainbiji mimba (Azadirachta indica A Juss).Di India, biji mimba telah banyakdimanfaatkan dalam budidaya tanamanpangan sebagai bahan penghambatnitrifikasi selain sebagai bahan pestisidanabati, namun di Indonesia belum begitubanyak dimanfaatkan. Mimba (Azadira-chta indica) merupakan satu di antarafamili Meliaceae yang telah lama

dimanfaatkan sebagai pestisida nabatiuntuk mengendalikan berbagai jenis hamatanaman budidaya sebelum tergeser olehpestisida sintetik di era revolusi hijau.Selain itu, biji mimba mengandungmetabolit sekunder berupa polifenol ataulemak tidak jenuh tertentu yang dapatbertindak sebagai penghambat nitrifikasidan dapat meningkatkan efisiensi pupukurea (Rao 1994).

Informasi penggunaan bahan alamimimba sebagai penghambat nitrifikasi danpengaruhnya terhadap emisi N2O di lahansawah tadah hujan relatif masih terbatas.Oleh karena itu, penelitian ini bertujuanuntuk mengkaji emisi gas dinitrogenoksida (N2O) dari tanah sawah tadahhujan melalui interaksi pemberian jeramipadi dan bahan yang berfungsi sebagaipenghambat nitrifikasi.

BAHAN DAN CARA KERJA

Lokasi dan PerlakuanKegiatan penelitian dilaksanakan di

lahan sawah tadah hujan intensif dikecamatan Jaken, Kabupaten Pati, JawaTengah pada musim kering 2009. Lokasipercobaan termasuk dalam wilayah DesaSidomukti, Kecamatan Jaken, KabupatenPati yang terletak pada ketinggian 15 mdi atas permukaan laut, 17 km dari PantaiUtara Jawa Tengah (kecamatan Juana)dengan koordinat 111o10’ BT dan 6o45’LS, dan tipe iklim Oldeman termasuk E2–E3 (BPS 2000). Tanah tempat penelitianakan dilaksanakan diklasifika-sikansebagai Vertic Endoaquepts yangbereaksi agak masam (pH-H2O 5,6)dengan kandungan N total rendah (0,3 mgg-1) dan C-organik rendah (3,2 mg g-1).

Page 4: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

214

A. Wihardjaka

Percobaan disusun menggunakanrancangan faktorial acak kelompok(RAK) dengan tiga ulangan. Faktor Iberupa jerami padi terdiri tiga perlakuan(tanpa jerami, jerami segar 5 t ha-1, jeramimelapuk 5 t ha-1). Faktor II berupapemberian bahan penghambat nitrifikasiyang terdiri a tiga perlakuan (tanpa bahanpenghambat nitrifikasi, tepung biji mimba20 kg ha-1, karbofuran 20 kg ha-1).

Bibit padi Ciherang ditanam pindahdari persemaian pada masing-masingpetakan berukuran 4 m X 5 m. Bibit padiditanam 1 bibit setiap lubang denganjarak tanam 20 cm X 20 cm. Bahanpembenah organik (perlakuan jerami)diberikan bersamaan dengan pengolahantanah dengan cara dibenamkan, danlahan dibiarkan dua minggu sebelumdilakukan penanaman. Bahan pengham-bat nitrifikasi ditumbuk dan diayak denganayakan 0,5 mm, serta diberikanbersamaan dengan pemberian pupuknitrogen. Takaran pupuk anorganikdiberikan sesuai anjuran setempat yaitu120 kg N, 45 kg P2O5, dan 60 kg K2Osetiap hektar. Pupuk N diberikan tigatahap yaitu 1/3N sebelum tanam, 1/3Nsaat anakan aktif, 1/3N saat primordiabunga. Pupuk P diberikan sekaligussebelum tanam dan pupuk K diberikandua tahap yaitu 1/2K sebelum tanam dan1/2K saat primordia bunga. Kandunganhara N, P, K dalam jerami padidipertimbangkan dalam penghitungankebutuhan pupuk anorganik (N, P, K).Pemeliharaan tanaman dilakukan secaraintensif sesuai anjuran spesifik lokasi.Pengendalian hama dan gulma dilakukansecara intensif dengan mempertim-bangkan kondisi di lapangan.

Pengumpulan DataData yang diamati meliputi fluks gas

dinitrogen oksida, populasi bakteridenitrifikasi (metode Most ProbableNumber), respirasi tanah (metode jar),dan kandungan nitrat dan C organik.Populasi bakteri denitrifikasi dan respirasitanah diamati saat tanaman pada fasepertumbuhan anakan maksimum (45 hst).Fluks gas N2O diukur pada beberapa fasepertumbuhan tanaman (fase anakan aktif,fase anakan maksimum, fase primordiabunga, fase keluar malai ataupembungaan, fase masak) menggunakansungkup.

Respirasi tanah diukur dengan caramemasukkan contoh tanah sebanyak 100g bobot kering mutlak ke dalam gelas piala1000 ml. Ke dalam gelas piala tersebutdimasukkan dua buah gelas piala 20 mlmasing-masing berisi 5 ml larutan KOH0,1N dan 5 ml H2O. Gelas piala 1000 mlditutup rapat dan diinkubasi selama 1minggu dalam ruang gelap. Setelahinkubasi, larutan KOH dan H2O masing-masing dititrasi dengan larutan HCl.Respirasi tanah ditetapkan dengan formuladalam Anas (1989) sebagai berikut :

R = [(A-B0.N.120] / tR : respirasi tanah dalam mg C-CO2 g-

1 hari-1

A : ml HCl contoh tanahB : ml HCl blankoN : normalitas HClt : lama inkubasi (hari)

Perhitungan Populasi MikrobaDenitrifikasi

Metode MPN (most probablenumber) dipakai untuk menghitung jumlahbakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasi.

Page 5: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

215

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

Contoh tanah 10 g dari masing-masingperlakuan dimasukkan ke dalamerlenmeyer 250 ml yang mengandunglarutan fisiologis, dikocok selama 30menit, dan dibiarkan beberapa menit.Suspensi tanah 0,1 ml dari seripengenceran (10-3 – 10-5) dipipet dandimasukkan ke dalam tabung kultur.Pemipetan dimulai dari seri pengencerantertinggi dan diulang 3 sesuai dengandaftar yang akan digunakan. Tabungkultur ditutup dengan rapat dan diinkubasiselama dua minggu pada suhu 28 oC.Media kultur digunakan merupakancampuran nutrient broth dengan larutanKNO3. Tabung yang menunjukkanterbentuknya gas yang ditandai denganterjungkitnya posisi tabung durhamsebagai tabung positif dari seripengenceran. Jumlah tabung positifdicocokkan dengan tabel MPN. Populasimikroba denitrifikasi dihitung denganmenggunakan metode MPN seperti yangtercantum dalam Anas (1989).

Pengukuran Fluks Gas N2OFluks gas N2O diukur pada beberapa

fase pertumbuhan tanaman menggunakansungkup. Sungkup tertutup (closedchamber) ukuran 40 cm X 20 cm X 17

cm yang terbuat dari pleksiglasdiletakkan di permukaan tanah sawah disela-sela tanaman padi (Gambar 1) untukpengambilan contoh gas yang pertama,dan pada posisi yang sama untukpengambilan contoh gas berikutnya.

Pengambilan contoh udara dalamsungkup dilakukan empat kali denganinterval waktu pengambilan contoh gas10, 20, 30, dan 40 menit. Pengambilancontoh gas dilakukan pagi hari (07.00 –09.00). Contoh gas diambil denganmenggunakan injektor polipropilen volume5 ml berkatup. Injektor dibungkus dengankertas perak yang berfungsi untukmengurangi panas radiasi matahariselama pengambilan contoh gas. Setiappengambilan contoh gas, perubahan suhudalam sungkup diukur. Contoh gasdianalisis menggunakan alat kromatografigas yang dilengkapi dengan electroncapture detector (ECD) dan kolomPorapak Q menetapkan fluk N2O denganmetode yang digunakan InternationalRice Research Institute (Cortons et al.2000, Jain et al. 2000, Ko & Kang 2000).Kromatografi gas Shimadzu 14A telahdikalibrasi dengan baik dan presisi tinggi(detektor 150 oC, kolom 100 oC, injektor150 oC) digunakan hanya untuk mengukur

Gambar 1. Sungkup penangkapcontoh gas.

Page 6: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

216

A. Wihardjaka

N2O. Fluk N2O kumulatif dihitungberdasarkan penjumlahan dari beberapapengukuran fluk N2O selama pertumbu-han tanaman padi sawah. Fluk gas N2Odihitung menggunakan persamaan yangdigunakan Lantin et al. (1995), yaitu :

E = dtdc

. AchVch

. VmWm

. T+2,2732,273

E : emisi gas N2O (ug m-2 menit-1)dc/dt : perbedaan konsentrasi N2O

per satuan waktu (ppb menit-1)Vch : Volume sungkup (m3)Ach : luas sungkup (m2)Wm : berat molekul N2O (44,02.103

mg)Vm : volume molekul N2O (22,41.

10-3 m3)T : suhu rata-rata selama

pengambilan contoh (oC)

Analisis DataData terkumpul akan dianalisis

menggunakan sidik ragam untukmengetahui pengaruh perlakuan, dandilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil(BNT) taraf 5% yang digunakan untukmembandingkan nilai tengah perlakuan.Hubungan fluks N2O dengan keterse-diaan substrat dan populasi mikroba saatfase pertumbuhan primordia bungaditunjukkan dengan persamaan regresiberganda Yi = âo + â1X1i + â2X2i +â3X3i+â4X4i dimana Yi = fluk N2O dan peubahbebas X1= kandungan nitrat, X2 =kandungan C organik, X3 = populasimikroba total, X4 = respirasi tanah, âo =intercept dan â = koefisien regresi.Koefisiensi deterimnasi dihitungmenggunakan formula dalam Piegorsch& Bailer (2005).

HASIL

Fluks gas dinitrogen oksida (N2O)tertinggi dari tanah sawah tadah hujanterjadi saat tanaman padi sawah berumur45 hst atau saat fase primordia bunga(Gambar 2). Pola fluks N2O mengikutipola pertumbuhan tanaman padi,meningkat di awal pertumbuhan saat faseanakan aktif hingga anakan maksimumdan mencapai puncak fluk saat primordiabunga, dan menurun atau melandai saatfase reproduktif tanaman (keluar bungahingga pemasakan).

Gambar 3 memperlihatkan fluks N2Okumulatif pada petakan-petakan yangdiberi perlakuan jerami dan bahanpenghambat nitrifikasi. Fluk N2O padapetakan tanpa jerami umumnya lebihtinggi dibandingkan petakan denganjerami segar atau petakan dengan denganjerami melapuk, sedangkan fluk N2Opada petakan jerami melapuk relatif lebihrendah daripada pada petakan denganjerami segar.

Pemberian bahan penghambatnitrifikasi dapat menurunkan fluks N2Odari tanah sawah tadah hujan. Fluks N2Opada petakan yang diberi bahanpenghambat nitrifikasi biji mimba relatiflebih rendah dibandingkan petakan yangdiberi karbofuran atau tanpa diberi bahanpenghambat nitrifikasi. Fluks N2Otertinggi dihasilkan dari petakan tanpadiberi bahan penghambat nitrifikasi diikutipetakan dengan diberi karbofuran, danfluk terendah dihasilkan dari petakandengan pemberian biji mimba.

Interaksi jerami padi dan bahanpenghambat nitrifikasi nyata menurunkanemisi N2O dari tanah sawah. Emisi N2O

Page 7: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

217

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

pada perlakuan tanpa jerami lebih tinggidaripada perlakuan dengan jerami segardan jerami melapuk (Gambar 4). Baikpada petakan tanpa jerami dan petakandengan jerami melapuk, pemberian bijimimba menghasilkan emisi N2O terendahdiikuti dengan pemberian karbofuran dantanpa pemberian bahan penghambatnitrifikasi. Emisi N2O pada petakandengan jerami segar, pemberiankarbofuran memperlihatkan fluksterendah diikuti pemberian biji mimba dantanpa penghambat nitrifikasi. Pemberianbiji mimba dan jerami melapuk nyatamenghasilkan emisi N2O terendahdengan fluk 72 g N2O ha-1 musim-1, danemisi N2O tertinggi nyata dihasilkan daripetakan tanpa penghambat nitrifikasi dan

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

10 30 45 60 80 10 30 45 60 80 10 30 45 60 80

Hari setelah tanam (hst)

Fluk

s N 2

O (u

g N

2O m

-2 m

enit-1

)

Tanpa bahan penghambat Biji Mimba Karbofuran

Tanpa Jerami Padi Jerami Segar Jerami Melapuk

Gambar 2. Fluk N2O pada beberapa fase pertumbuhan padi sawah yang diberi perlakuan jeramidan bahan penghambat nitrifikasi

tanpa jerami dengan fluk 454 g N2O ha-1

musim-1.Emisi N2O pada perlakuan jerami

padi nyata lebih rendah daripada tanpajerami padi. Emisi N2O rata-rata dariperlakuan jerami, jerami segar, dan jeramimelapuk masing-masing sebesar 317,154, 130 g N2O ha-1 musim-1. Jeramisegar dan jerami melapuk dapatmenurunkan fluks N2O masing-masingsebesar 51,4 dan 58,9 % dibandingkantanpa jerami padi. Jerami melapuk relatifmenekan emisi N2O lebih tinggi daripadajerami segar.

Pemberian bahan penghambatnitrifikasi nyata menghasilkan emisi N2Olebih rendah dibandingkan tanpapemberian bahan penghambat nitrifikasi.Emisi N2O dari perlakuan biji mimba

0

10

20

30

40

50

60

70

10 30 45 60 80 10 30 45 60 80 10 30 45 60 80

Hari setelah tanam (hst)

Fluk

s ku

mul

atif

(mg

N2O

m-2

)

Tanpa bahan penghambat Biji Mimba Karbofuran

Tanpa Jerami Padi Jerami Segar Jerami Melapuk

Gambar 3. Fluk N2O kumulatif pada beberapa fase pertumbuhan padi sawah

Page 8: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

218

A. Wihardjaka

relatif lebih rendah dibandingkan dariperlakuan karbofuran. Emisi N2O rata-rata pada perlakuan tanpa bahanpenghambat nitrifikasi, biji mimba, dankarbofuran masing-masing sebesar 286,147, 168 g N2O ha-1 musim-1. Dibanding-kan tanpa bahan penghambat nitrifikasi,biji mimba dan karbofuran masing-masingdapat menekan emisi N2O sebesar 48,6dan 41,3 %.

PEMBAHASAN

Emisi N2O tertinggi terjadi saattanaman padi dalam fase pertumbuhanprimordia bunga (45 hst), dan menurunhingga menjelang panen tanaman padi(Gambar 2). Fase pertumbuhan primordiabunga merupakan awal pertumbuhangeneratif atau reproduktif tanaman padi(Yoshida 1978). Produksi eksudat akartanaman padi lebih aktif terjadi saat awalfase pertumbuhan reproduktif terutamapada saat primordia bunga. Translokasihasil fotosintesis dari daun ke akar lebihoptimal pada primordia bunga dansebagian besar akan ditranslokasikan kedalam butir-butir gabah pada fasepertumbuhan reproduktif (Yoshida 1978).

bcdbc

a

e

cde

b

cdede

b

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

Tanpa Jerami Jerami Segar Jerami Melapuk

Emis

i N2O

(g N

2O h

a-1 m

usim

-1)

Tanpa Penghambat Nitrifikasi

Biji Mimba

Karbofuran

Gambar 4. Emisi dinitrogen oksida dari tanah sawah tadah hujan. Huruf sama pada masing-masing bar berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT taraf 0,05

Eksudat akar dibutuhkan mikroba dalammetabolismenya sebagai sumber energiatau substrat dalam melakukan aktivitas-nya, termasuk bakteri denitrifikasi padakondisi tanah anaerobik. Eksudat akarmerupakan bahan organik sepertikarbohidrat, asam-asam organik, asam-asam amino yang difermentasikanmenjadi asetat atau CO2 dan H+, yangbeberapa bahannya digunakan sebagaiakseptor elektron mikroba tertentu(Holzapfel-Pschron et al. 1986).

Tanah sawah berpotensi meningkat-kan emisi gas dinitrogen oksida (N2O)bilamana jumlah N tersedia bagitransformasi mikrobia yang ditingkatkanmelalui pemupukan N anorganik,penanaman leguminosa, pengembalianpupuk organik dan sisa-sisa tanaman kedalam tanah, dan mineralisasi biomassatanah dan bentuk-bentuk lain bahanorganik tanah. Tanah sawah tergenangmemberikan habitat ideal bagi bakterianaerob fakultatif seperti bakteridenitrifikasi, sehingga dapat berfungsi baikpada kondisi dengan maupun tanpaoksigen dalam mengemisi N2O danmemfiksasi N2 (Rao 1994). Pemberianjerami padi in situ ke dalam tanah sawah

Page 9: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

219

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

umumnya meningkatkan laju fiksasinitrogen, laju denitrifikasi dan emisi N2O(Rao 1994, Vallejo et al. cit Meijide etal. 2009). Pembenaman jerami padi kedalam tanah sawah nyata menurunkanemisi gas N2O (Gambar 4), sedangkanpengelolaan jerami padi tidak nyatamempengaruh emisi N2O, baik dalambentuk segar ataupun diberikan dalamkondisi melapuk. Pemberian jerami padidapat menekan pelepasan N2O dari dalamtanah ke atmosfer, yang berartimengurangi kehilangan N dalam bentukN2O sebagai hasil proses nitrifikasi-denitrifikasi dan sekaligus meningkatkanefisiensi pupuk N anorganik. Peningkatanefisiensi pupuk N akan menjaminketersediaan N bagi pertumbuhantanaman padi (Yoshida 1978). Penurunanemisi N2O tersebut sebagai hasil interaksijerami padi dengan bahan penghambatnitrifikasi (biji mimba atau karbofuran).

Pemberian pupuk N anorganik sajatanpa disertai dengan pemberian jeramipadi menghasilkan emisi N2O lebih tinggidaripada kombinasi pupuk N anorganikdan jerami padi pada takaran N yangsama. N dari pupuk anorganik lebih cepatditransformasi pada kondisi yang sesuaidibandingkan N hasil mineralisasi pupukorganik. Selain itu, tanah VerticEndoaquept lebih tanggap terhadappemupukan N anorganik akibatrendahnya kandungan N dalam tanah (0,3mg g-1), sehingga berpengaruh terhadaptingginya emisi N2O meskipun kandungannitrat dalam tanah di sekitar perakaranlebih tinggi dibandingkan kombinasi pupukN dan jerami padi (Tabel 1).

Rendahnya emisi N2O pada petakanyang diberi jerami padi baik segar maupun

melapuk dimungkinkan terkait denganpopulasi denitrifikasi yang menurun danketersediaan NH4

+ hasil dari dekomposisijerami padi pada kondisi anoksik. MenurutKirk (2000), dekomposisi bahan organikdalam kondisi anoksik dihasilkan asam-asam organik lebih sederhana + asamamino (RCH2NH2COOH) + NH4

+.Selain itu, dengan pemberian bahanpenghambat nitrifikasi oksidasi NH4

+

menjadi NO2- akan terhambat sehingga

tidak terbentuk N2O (Kirk & Kronzucker2005).

Saat fase pertumbuhan primordiabunga, tanaman mengeluarkan eksudatakar lebih banyak di sekitar perakaranpadi sawah. Eksudat akar tersebutdigunakan mikroba sebagai sumberenergi atau substrat dalam melakukanaktivitasnya, antara lain berupa bahanorganik dan nitrat. Seperti terlihat padaTabel 1, fluk N2O lebih tinggi terjadi padakandungan nitrat dan populasi bakteridenitrifikasi tinggi di sekitar perakarantanaman (rizosfer), terutama padaperlakuan tanpa jerami. Pelepasan N2Oke atmosfer antara lain ditentukan olehkandungan karbon, kandungan nitrat,aktivitas mikroba, populasi denitrifikasidalam tanah. Hubungan fluks N2Odengan ketersediaan substrat danpopulasi mikroba digambarkan denganpersamaan regresi berganda N2O = -1,11+ 0,0214 NO3 – 0,740 C-org + 0,0140mikroba total + 0,0450 respirasi (R2 =98,4 %). Peningkatan fluks N2Oberbanding lurus dengan kandungan nitrat,populasi mikroba total, dan respirasi tanah,namun fluks N2O berbanding terbalikdengan kandungan C organik di zonaperakaran tanaman padi. Ketersediaan

Page 10: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

220

A. Wihardjaka

nitrat dalam tanah nyata mempengaruhibesarnya fluk dinitrogen oksida (P < 0,01).Kondisi tanah sawah tergenang selamapertumbuhan tanaman padi menciptakankondisi anoksik yang distimulasi olehproses denitrifikasi dengan pasokan nitratsebagai substrat mikroba dentrifikasi(Meijide et al. 2009). Hasil analisis kadarC organik saat tanaman berumur 45 hstmenunjukkan bahwa kandungan karbonorganik di sekitar perakaran tanaman padiberkisar 6,1 – 8,4 mg g-1. Karbon organikyang tersedia di perakaran tanaman padimerupakan faktor penting yang ikutmenentukan emisi N2O, meskipun jumlahkarbon yang dikeluarkan dalam mediaakar lebih rendah daripada yang terdapatdalam jaringan tanaman (Rao 1994).

Bahan penghambat nitrifikasiberpengaruh terhadap penurunan populasibakteri denitrifikasi, yang pada kondisianaerob berperan dalam pembentukandan pelepasan gas N2O dari tanah.Menurut Willison & Anderson cit Granli& Bockman (1994), bahan penghambatnitrifikasi dicyandiamide (DCD) dapatjuga menekan aktivitas bakteri denitri-fikasi meskipun populasinya melimpahdalam tanah hutan yang diberi glugosadan NO3

-. Kondisi tanah sawah yangtergenang selama pertumbuhan tanamanmenciptakan kondisi tanah anaerobikdengan potensial redoks rendah yangdapat menurunkan kandungan NO3-Ndan meningkatkan NH4-N dan kandu-ngan polifenol dalam tanah (Unger et al.2009). Peningkatan kandungan polifenoldalam tanah dapat menghambat aktivitasbakteri nitrifikasi dan bakteri denitrifikasimeskipun ketersediaan NO3-N dan

populasi bakteri denitrifikasi di sekitarperakaran tanaman padi relatif tinggi.

Bentuk bahan penghambat nitrifikasitidak nyata mempengaruhi emisi N2O daritanah sawah. Emisi N2O dari petakanyang diberi biji mimba tidak berbeda nyatadengan petakan yang diberi karbofuran.Efektivitas biji mimba relatif lebih tinggidibandingkan karbofuran dalam menurun-kan emisi N2O terutama bila diberikanbersamaan dengan jerami padi yang telahmelapuk (Gambar 4). Biji mimba dapatdipandang sebagai sumberdaya murahdan tersedia melimpah potensial sebagaipenghambat nitrifikasi seperti karbofuran,namun relatif lebih ramah lingkungandibandingkan karbofuran yang berpotensisebagai kontaminan dalam ekosistemsawah. Biji mimba yang digunakan dalamkajian ini mengandung senyawa polifenol(0,13% tannin), yang diduga dapatmenghambat aktivitas bakteri nitrifikasidan bakteri denitrifikasi. Senyawapolifenol seperti tannin yang merupakansalah satu komponen bahan organik hanyamampu dimanfaatkan oleh jamur terutamagenus Aspergillus dan Penicillium,sehingga genus-genus bakteri tidak dapatmemanfaatkan atau terhambat aktivitas-nya (Rao 1994). Meskipun di rizosfertersedia asam amino dalam jumlah besar,adanya senyawa polifenol akanmenghambat aktivitas beberapa genusbakteri. Beberapa genus bakteri yangditemukan dalam rizosfer antara lainPseudomonas, Achromobacter, Arthro-bacter, Azotobacter, Mycobacte-rium,dan Bacillus. Di antara genus-genustesebut, Pseudomonas dan Achromo-bacter merupakan genus-genus bakteriyang melaksanakan denitrifikasi yang

Page 11: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

221

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

paling banyak dijumpai dalam tanahsawah (Handayanto & Hairiah 2007).

KESIMPULAN

Pemberian jerami padi nyatamenurunkan emisi dinitrogen oksida daritanah sawah tadah hujan kahat nitrogen,dimana penurunan emisi N2O lebih tinggitercapai bilamana jerami padi diberikansetelah terjadi perombakan (melapuk).Pemberian jerami padi pada tanah sawahtadah hujan dapat meningkatkan efisiensipupuk N anorganik sekaligus menekankehilangan N dalam bentuk N2O.

Biji mimba lebih efektif menurunkanemisi N2O bilamana diberikan bersamaandengan jerami padi yang telah melapuk.Biji mimba, sumberdaya murah danmelimpah tersedia berpotensi sebagaipenghambat nitrifikasi seperti karbofuran,namun lebih ramah lingkungandibandingkan dengan karbofuran yangberpotensi sebagai kontaminan dalamekosistem sawah.

Tabel 1. Pengaruh pemberian jerami padi dan bahan penghambat nitrifikasi terhadap

Pengelolaan jerami padi

Bahan penghambat

nitrifikasi (pn)

Fluks N2O (ug m-2 menit-1)

Kandungan nitrat (ppm)

Populasi bakte-ri denitrifikasi

(104 SPK g-1 tanah)

Respirasi tanah (mg CO2_C g-1

tanah hari-1) Tanpa jerami

Tanpa bahan pn Biji Mimba Karbofuran

1,39 0,73 0,89

110 93 94

110 15 20

6,2 5,5 7,9

Jerami segar Tanpa bahan pn Biji Mimba Karbofuran

0,93 0,56 0,21

108 77 70

140 12 3

4,8 4,6 6,6

Jerami melapuk

Tanpa bahan pn Biji Mimba Karbofuran

0,55 0,22 0,29

75 63 73

140 4 4

7,9 7,2 3,3

Keterangan : data hasil analisis dari contoh tanah komposit, pn = penghambat nitrifikasi, SPK = satuanpembentuk koloni

UCAPAN TERIMA KASIH

Perhargaan yang tinggi denganucapan terima kasih disampaikan kepadaSdr. Helena Lina Susilowati, sdr. RinaKartikawati, Sdr. Miranti Ariyani, Sdr. TitiSoepiawati yang telah membantu dalamanalisis fluks N2O di Laboratorium EmisiGas Rumah Kaca Balingtan.

DAFTAR PUSTAKA

Abao Jr, EB., KF. Bronson, R. Wass-mann, & U. Singh. 2000. Simulta-neous records of methane andnitrous oxide emission in rice-basedcropping systems under rainfedconditions. Nut. Cyc. Agroecos.58: 131-139.

Anas, I. 1989. Bologi Tanah dalamPraktek. Pusat Antar UniversitasBioteknologi. Institut PertanianBogor. Bogor.

Arafat, SM., A. Abd El-Galil, & M. AbuSeeda. 1999. Improvement ofnitrogen fertilizer efficiency with

Page 12: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

222

A. Wihardjaka

nitrification inhibitors in lowlandrice. Pakistan J.Biol. Sci.2(4) :1184-1187.

Basyir, A. & Suyamto. 1996. Penelitianpadi untuk mendukung pelestarianswasembada pangan. ProsidingSeminar Apresiasi Hasil PenelitianBalai Penelitian Padi. BadanLitbang Pertanian. Buku I. BalaiPenelitian Tanaman Padi. 146 –170.

BPS. 2000. Kabupaten Pati dalamAngka 1999. Badan Pusat StatistikKabupaten Pati, Propinsi JawaTengah.

Cortons, TM., JB. Bajita, FS. Grospe,RR. Pamplona, CA. Aziz Jr, R.Wassmann, RS. Lantin, & L.V.Buendia. 2000. Methane emissionfrom irrigated and intensivelymanaged rice fields in CentralLuzon, Philippines. Nut. Cyc.Agroecos.58 : 37-53.

Gold, AJ. & CA. Oviatt. 2005. Nitrate infresh water and nitrous oxide in theatmosphere. Dalam : Addiscott,T.M. (ed.). Nitrate, Agricultureand the Environment. CABIPublishing. Wallingford, Oxford-shire, U.K. 110-154.

Granli, T. & OC. Bockman. 1994.Nitrous oxide from agriculture.Norwegian J. Agric. Sci. Suppl.12 : 1-159.

Handayanto, E. & K. Hairiah. 2007.Biologi Tanah Landasan Penge-lolaan Tanah Sehat. PustakaAdipura. Yogyakarta.

Hansen, S. & LR. Bakken. 1993. N2O,CO2 and O2 concentrations in soilair influenced by organic and

inorganic fertilizers and soilcompaction. J. Agric. Sci. 7 : 1-10.

Holzapfel-Pschorn, AR., Conrad, & W.Seiler. 1986. Effect of vegetationon the emission of methane fromsubmerged rice paddy soil. Plantand Soil 92 : 223-233.

IPCC. 2006. 2006 IPCC Guidelines forNational Greenhouse GasInventory. IGES, Japan.

Jain, MC., S. Kumar, R. Wassmann, S.Mitra, SD. Singh, JP. Singh, R.Singh, AK. Yadav, & S. Gupta.2000. Methane emissions fromirrigated rice fields in northen India,New Delhi. Nutrient Cycling inAgroecosystem 58 : 75-83.

Kirk, GJD. 2000. Rate-limiting steps innitrogen acquisition by rice inflooded soil. Dalam :Sheehy, J.E.,P.L. Mitchell, B. Hardy (eds.).Redesigning Rice Photosyn-thesis to Increase Yield. IRRI –Elsevier. Amsterdam, Lausanne,Tokyo. 249-254.

Kirk, GJD. & HJ. Kronzucker. 2005. Thepotential for nitrification and nitrateuptake in the rhizosphere of wetlandplants: A modelling study. Ann. Bot.96(4) : 639-646.

Klemedtsson, L., BH. Svensson, & T.Rosswall. 1988. Relationshipbetween soil moisture content andnitrous oxide production duringnitrification and denitrification. Biol.Fertil. Soils 6 : 106-111.

Ko, JY. & HW. Kang. 2000. The effectof cultural practices on methaneemission from rice fields. Nut. Cyc.Agroecosystem 58 : 311-314.

Page 13: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

223

Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

Ladha, JK., FJ. de Bruijn, & KA. Malik.1997. Introduction: assessingopportunities for nitrogen fixaton inrice-a frontier project. Dalam :Ladha, et al. (ed.). Opportunitiesfor Biological Nitrogen Fixationin Rice and Other Non-Legumes. Developments in Plantand Soil Sciences. Vol. 75. KluwerAcademic Publishers. InCoperation with IRRI. TheNetherlands.

Lantin, RS., JB. Aduna, & AM.Javeliana. 1995. MethaneMeasurements in Rice Fields.International Rice ResearchInstitute. Los Banos, Manila,Philippines.

Meijide, A., Lourdes Garcý´a-Torres,Augusto Arce, & Antonio Vallejo.2009. Nitrogen oxide emissionsaffected by organic fertilization ina non-irrigated Mediterraneanbarley field. Agri. Ecos.Env. 132 :106–115.

Meiviana, A., DR. Sulistiowati, & MH.Soejachmoen. 2004. Bumi MakinPanas, Ancaman PerubahanIklim di Indonesia. KementerianNegara Lingkungan Hidup, JICA,Yayasan Pelangi. Jakarta.

Minami, K. & S. Fukushi. 1984. Methodsfor measuring N2O flux from watersurface and N2O dissolved inwater from agricultural land. SoilSci. Plant Nutr. 30(4) : 495-502.

Mosier, AR., KF. Bronson, JR. Freney,& DG. Keerthisinghe. 1994. Usenitrification inhibitors to reducenitrous oxide emission from ureafertilized soils. Dalam : CH4 and

N2O: Global Emissions andControls from Rice Field andOther Agricultural and IndustrialSources. NIAES. 187 – 196.

Piegorsch, WW. & AJ. Bailer. 2005.Analyzing Environmental Data.John Wiley & Sons, Ltd.Chichester.

Ponnamperuma, FN. 1977. Physico-chemical properties of submergedsoils in relation to fertility. IRPS 5 :10-12.

Prinn, R., D. Cunnold, R. Rasmussen, P.Simmonds, F. Alyen, A. Crawford,P. Fraser, & R. Rosen. 1990.Atmospheric emission and trendsof nitrous oxide reduced from 10years of ALE-GAGE data. J.Geophys. Res. 95 : 18369-18385.

Rao, NSS. 1994. MikroorganismeTanah dan PertumbuhanTanaman. UI-Press, Indonesia.

Sahrawat, KL. 2004. Nitrificationinhibitors for controlling methaneemission from submerged rice soils.Current Science 87(8): 1084-1087.

Setyanto, P., Mulyadi, & Z. Zaini. 1997.Emisi gas N2O dari beberapasumber pupuk nitrogen di lahansawah tadah hujan. PenelitianPertanian Tanaman Pangan16(1): 14-18.

Snyder, CS., TW. Bruulsema, TL.Jensen, & PE. Fixen. 2009. Reviewof greenhouse gas emissions fromcrop production systems andfertilizer management effects.Agri.Ecos.Env. 133 : 247–266.

Toha, HM., AK. Makarim, & S.Abdurachman. 2001. PemupukanNPK pada varietas IR64 di musim

Page 14: Emisi Gas Dinitrogen Oksida dari Tanah Sawah Tadah Hujan

224

A. Wihardjaka

ketiga pola indeks pertanaman padi300. Penelitian Pertanian Tana-man Pangan 20(1): 40 – 49.

Unger, IM., PP. Motavalli, & RM.Muzika. 2009. Changes in soilchemical properties with flooding :A field laboratory approach. Agri.Ecos. Env. 131 : 105-110.

USEPA. 2006. Nitrous Oxide : Sourcesand Emission. http://www.epa.gov/nitrousoxide/sources.html

Watson, RT., LG. Meira Filho, E.Sanhueza & T. Janetos. 1992.Climate Changes 1992. The

Supplementary Reports to the IPPCScientific Assessment. CambridgeUniversity Press. Cambridge, UK.

Xiong, ZQ., GX. Xing, & ZL. Zhu. 2007.Nitrous oxide and methaneemissions as affected by water, soiland nitrogen. Pedosphere 17(2) :146-155.

Yoshida, T. 1978. Microbial metabolismin rice soil. Dalam : Soil and Rice.International Rice ResearchInstitute. Los Banos, Philippines.445-463.

Memasukkan : November 2009Diterima: Februari 2010