9
Emphysema Definisi Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas. Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The American Thorack society 1962). Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru- paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam paru-paru :

Emphysema

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kedokteran

Citation preview

Page 1: Emphysema

Emphysema

Definisi

Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan

pada jaringan paru, sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah

penyempitan (obstruksi) saluran napas, karena kantung udara di paru menggelembung secara

berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.

Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai dengan melebarnya secara abnormal

saluran udara bagian distal bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. (The

American Thorack society 1962).

Emfisema adalah jenis penyakit paru obstruktif kronik yang melibatkan kerusakan

pada kantung udara (alveoli) di paru-paru. Akibatnya, tubuh tidak mendapatkan oksigen yang

diperlukan. Emfisema membuat penderita sulit bernafas. Penderita mengalami batuk kronis

dan sesak napas. Penyebab paling umum adalah merokok

Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus sendiri adalah

gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita emfisema, volume

paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang sehat karena karbondioksida yang

seharusnya dikeluarkan dari paru-paru terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan

enzim alfa-1-antitripsin adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini.

Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang

terjadi dalam paru-paru :

1. CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)

Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus, biasanya

pada region paru-paru atas. Inflamasi berkembang sampai bronkiolus tetapi biasanya kantong

alveolar tetap bersisa. (Suradi. 2004. ...).

CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-

dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang.

Penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung

menyebar tidak merata. Seringkali terjadi kekacauan rasio perfusi-ventilasi, yang

menimbulkan hipoksia, hiperkapnia (peningkatan CO2 dalam darah arteri), polisitemia, dan

episode gagal jantung sebelah kanan. Kondisi mengarah pada sianosis, edema perifer, dan

gagal napas. CLE lebih banyak ditemukan pada pria, dan jarang ditemukan pada mereka yang

tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).

2. PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)

Page 2: Emphysema

Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-paru

bagian bawah. (Suradi. 2004. ...). Terjadi kerusakan bronkus pernapasan, duktus alveolar, dan

alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal

dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini

mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan

pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan

emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik.

Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya

devisiensi enzim alfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-

antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami

(Cherniack dan cherniack, 1983). Semua ruang udara di dalam lobus sedikit banyak

membesar, dengan sedikit penyakit inflamasi. Ciri khasnya yaitu memiliki dada yang

hiperinflasi dan ditandai oleh dispnea saat aktivitas, dan penurunan berat badan. Tipe ini

sering disebut centriacinar emfisema, sangat sering sering timbul pada perokok. (Suradi.

2004. ...)

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.

Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkiolus. Pada waktu

inspirasi lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat

penebalan mukosa dan banyaknya mukus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus

tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.

3. Emfisema Paraseptal

Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs (udara

dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema dipercaya sebagai sebab dari

pneumotorak spontan.

Etiologi

1. Faktor Genetik

Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diantaranya

adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E

(IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada

keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin. Cara yang tepat bagaimana defisiensi

antitripsin dapat menimbulkan emfisema masih belum jelas.

2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Page 3: Emphysema

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti

elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan antara keduanya

menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Struktur paru akan berubah dan timbul emfisema.

Sumber elastase yang penting adalah pankreas, sel sel PMN, dan marofag alveolar

(pulmonary alveolar macrophage-PAM). Rangsangan pada paru antara lain oleh asap rokok

dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem antielastase, yaitu

sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa 1-antitripsin menjadi menurun.

Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan antielastase

akan menimbulkan kerusakan jaringan elastis paru dan kemudian emfisema. (Muttaqin, 2008)

3. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Terdapat hubungan yang

erat antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV). (Nowak,2004). Rokok

secara patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,

menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar

mukus bronkus. Gangguan pada silia, fungsi makrofag alveolar mempermudah terjadinya

perdangan pada bronkus dan bronkiolus, serta infeksi pada paru-paru. Peradangan bronkus

dan bronkiolus akan mengakibatkan obstruksi jalan napas, dinding bronkiolus melemah dan

alveoli pecah. Disamping itu, merokok akan merangsang leukosit polimorfonuklear

melepaskan enzim protease (proteolitik), dan menginaktifasi antiprotease (Alfa-1 anti

tripsin), sehingga terjadi ketidakseimbangan antara aktifitas keduanya.

4. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga

gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan

asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas, yang pada akhirnya dapat

menyebabkan terjadinya emfisema.

5. Polusi

Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka

kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi,

polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan gangguan pada silia

menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu

besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

Page 4: Emphysema

Patofisiologi

Emfisema merupakan kelainan atau kerusakan yang terjadi pada dinding alveolar

dapat menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan udara terganggu akibat

dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada emfisema merupakan akibat dari adanya

destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan napas kolaps sebagian, dan kehilangan

elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan

tertahan di antara ruang alveolar (blebs) dan di antara parenkim paru-paru (bullae). Proses ini

akan mengakibatkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang tidak mengalami

pertukaran gas atau darah.

Kerja napas meningkat dikarenakan kekurangan fungsi jaringan paru untuk

melakukan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Emfisema juga menyebabkan destruksi

kapiler paru. Akibat lebih lanjutnya adalah penurunan perfusi oksigen dan penurunan

ventilasi. Pada beberapa tingkat emfisema di anggap normal sesuai dengan usia, tetapi jika

hal ini timbul pada awal kehidupan (usia muda), biasanya berhubungan dengan bronkitis

kronis dan merokok. (Suradi. 2004. ...).

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran

nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang

berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang

menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak

jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada

enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase

dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan

kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema. Sumber

elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan

elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa-

1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada

lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan

elastin paru dan menimbulkan emfisema.

Manifestasi Klinik

Penampilan umum

1.      Kurus, warna kulit pucat, dan flattened hemidiafragma

2.      Bibir tampak kebiruan

3.      Tekanan darah menurun

4.      Tidak ada tanda CHF kanan dengan edema dependen pada stadium akhir

Page 5: Emphysema

5.      Usia 65-75 tahun

Komplikasi

1. Sering mengalami infeksi pada

saluran pernafasan

2. Daya tahan tubuh kurang sempurna

3. Tingkat kerusakan paru semakin

parah

4. Proses peradangan yang kronis

pada saluran nafas

5. Pneumonia

6. Atelaktasis

7. Pneumothoraks

8. Meningkatkan resiko gagal nafas

pada pasien.

9. Sering mengalami infeksi ulang

pada saluran pernapasan

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan utama emfisema adalah meningkatkan kualitas hidup,

memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran

napas agar tidak terjadi hipoksia. Penatalaksanaan emfisema paru dilakukan secara

berkesinambungan untuk mencegah timbulnya penyulit, meliputi:

Pendekatan terapi mencakup:

1. Pemberian terapi untuk meningkatan ventilasi dan menurunkan kerja napas

2. Mencegah dan mengobati infeksi

3. Teknik terapi fisik untuk memperbaiki dan meningkatkan ventilasi paru

4. Memelihara kondisi lingkungan yang memungkinkan untuk memfasilitasi pernapasan yang

edekuat

5. Dukungan psikologis

6. Edukasi dan rehabilitasi klien (Suradi. 2004. 60).

Edukasi yakni memberikan pemahaman kepada penderita untuk mengenali

gejala dan faktor-faktor pencetus kekambuhan emfisema paru.

Jenis obat yang di berikan berupa:

1. Bronkodilators

Obat-obat bronkodilator dan mukolitik agar dahak mudah dikeluarkan.

2. Terapi aerosol

Aerosolisasi dari bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan

untuk membantu dalam bronkodilatasi.

Aerosol yang dinebuliser menghilangkan brokospasme, menurunkan edema

mukosa, dan mengencerkan sekresi bronchial. Hal ini memudahkan proses

Page 6: Emphysema

pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses inflamasi, dan

memperbaiki fungsi ventilasi

3. Terapi infeksi

Pasien dengan emfisema rentan terjadap infeksi paru dan harus diobati pada

saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi.

4. Kortikosteroid

Digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan membuang

sekresi.

5. Terapi oksigenasi (Suradi. 2004. 60).

Sumber :

1. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2001

2. Mills,John& Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru.Jakarta: EGC

3. Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia. Editor Kepala:

Prof.Dr.H.Slamet Suryono Spd,KE.