Endoftalmitis Jamur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Endoftalmitis adalah inflamasi struktur dalam dari bola mata yang meliputi jaringan uvea dan retina disertai adanya eksudat dalam badan kaca, bilik mata anterior dan bilik mata posterior. Terdapat 2 jenis endoftalmitis, yaitu endogen dan eksogen. Endoftalmitis endogen terjadi karena adanya penyebaran organisme secara hematogen dari sumber infeksi. Sedangkan endoftalmitis eksogen merupakan inokulasi langsung organisme dari luar. Infeksi endoftalmitis dapat disebabkan karena infeksi jamur, bakteri atau pun parasit.1 Endoftalmitis jamur jarang terjadi tetapi dapat menyebabkan kerusakan penglihatan yang parah. Hal ini dapat terjadi secara eksogen atau endogen tergantung pada jenis infeksinya. Penyebab tersering adalah Candida albicans, Aspergillus niger dan Fusarium solani.2

Endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya 2-15% dari semua kasus endoftalmitis. Kejadian tahunan rata-rata sekitar 5 per 10.000 pasien rawat inap.1 Jamur dilaporkan sebagai penyebab dari 50% kasus endoftalmitis endogen. Dari hasil kultur ditemukan jamur pada 21,8% pasien endoftalmitis pascaoperasi.2 Penyebab endoftalmitis jamur bervariasi sesuai dengan jenis infeksinya. Fusarium sp. adalah penyebab paling umum dari endoftalmitis sekunder pada keratitis dan Aspergillus sp. adalah yang paling umum menyebabkan endoftalmitis pascaoperasi. Sedangkan Candida sp. merupakan penyebab paling umum dari endogen endoftalmitis, diikuti oleh Aspergillus sp.2Manifestasi klinis tergantung pada jenis infeksi dan virulensi organisme. Saat ini, pengobatan yang tersedia antara lain pemberian anti jamur intravitreal, vitrectomi dan penggunaan anti jamur sistemik.2 Pada referat ini akan dibahas menyenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis, tatalaksana serta prognosis dari endoftalmitis jamur. Tujuan penulisan referat ini adalah untuk meningkatkan wawasan penulis serta melengkapi tugas kepaniteraan bagian ilmu penyakit mata di RS Bhayangkara R. Said Sukanto

BAB II2.1 Anatomi dan Fisiologi

Jaringan uvea meliputi iris, badan siliar dan koroid. Uvea terletak pada lapisan tengah bola mata, dilindungi oleh sklera dan kornea, terdiri atas jaringan vaskular dan berfungsi memperdarahi retina dan sklera. Perdarahan uvea dibedakan antara bagian anterior dan posterior. Uvea anterior diperdarahi oleh 2 buah arteri siliar posterior longus dan 7 buah arteri siliar anterior. Arteri siliar anterior dan posterior ini akan bergabung menjadi satu dan membentuk arteri sirkularis mayor pada badan siliar. Uvea posterior mendapat perdarahan dari 15-20 buah arteri siliar posterior brevis yang menembus sklera di sekitar tempat masuk saraf optik.2,3 Retina merupakan membran semiptransparan tipis, berlapis-lapis dan mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya. Retina meliputi hampir dua per tiga bagian dalam posterior dinding bola mata hingga bagian anterior dekat badan siliar dan berakhir pada daerah yang disebut ora serata. Lapisan terluar retina, yakni sel epitel pigmen berbatasan langsung dengan membran Bruchs yang merupakan bagian dari koroid. Bagian ini mudah terpisah sehingga membentuk rongga subretina dan terjadi ablasio retina.2,3Badan kaca (vitreus) merupakan suatu jaringan seperti kaca bening, avaskular, seperti massa gelatin yang mengisi ruang antara lensa dan retina. Pada orang dewasa volumenya sekitar 4 ml atau mengisi hampir 80% volume bola mata. 99% badan kaca terdiri dari air, 1% tersusun dari dua komponen utama yaitu serat kolagen dan asam hyaluronat. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bentuk bola mata agar tetap bulat.2,3,4Anatomi mata lain yang penting menjadi patokan dalam tindakan pembedahan adalah daerah limbus, yakni daerah pertemuan kornea dan sklera. Pada mata orang dewasa, sekitar 2 mm posterior dari limbus terdapat pars plikata. Pada daerah ini terdapat banyak pembuluh darah dan prosesus siliaris yang berfungsi untuk menghasilkan cairan bola mata. Insisi pada daerah ini sangat berisiko menimbulkan perdarahan. Sedangkan, pada daerah 6-8 mm posterior dari limbus, merupakan batas anterior dari retina yang disebut ora serata. Insisi pada daerah ini dapat menimbulkan perforasi dari lapisan retina dan berpotensi menyebabkan ablasio retina. Lokasi paling optimal untuk melakukan insisi dan tempat masuk instrumen bedah ke dalam bola mata adalah daerah pars plana yang terletak 3-4 mm posterior dari limbus. Daerah ini vaskularisasinya relatif sedikit dan letaknya masih di depan dari ora serata.4

Gambar 1. Perbandingan Struktur Bola Mata Normal dan Endoftalmitis2.2 EtiologiDapat disebabkan oleh karena infeksi atau non infeksi (steril) :

2.3.1 Endoftalmitis Infeksi

2.3.1.1 Infeksi Eksogen

Peradangan yang bersifat supuratif biasanya disebabkan oleh infeksi eksogen akibat trauma tembus, perforasi dari ulkus kornea atau post operasi intra okular yang tidak steril.

2.3.1.2 Infeksi Endogen atau Metastasis

Disebabkan adanya suatu fokus infeksi di dalam tubuh seperti karies dentis atau sepsis yang menyebar melalui peredaran darah.

2.3.1.3 Infeksi Sekunder dari Struktur Sekitarnya

Contohnya penyebaran infeksi dari selulitis orbita dan tromboplebitis

Agen infeksi yang dapat menyebabkan endoftalmitis antara lain :1. Bakteri

Bakteri yang paling sering menjadi penyebab endoftalmitis bakteri akut adalah bakteri kokus Gram positif seperti Staphylococcus epidermidis dan Staphylococcus aureus. Golongan lain antara lain seperti Streptococcus, Pseudomonas, Pnaumococcus dan Corynebacterium.7

2. Jamur

Lebih jarang terjadi dibandingkan dengan bakteri. Jamur yang sering menjadi penyebab antara lain Aspergillus, Actinomycosis, Phytomycosis, Fusarium dan Candida. Jenis jamur yang menyebabkan endoftalmitis juga tergantung dari rute infeksinya, seperti Fusarium solani sering pada endoftalmitis sekunder akibat keratitis jamur, Aspergillus niger pada infeksi post operasi atau trauma tembus dan Candida albicans pada endoftalmitis endogen.72.3.2 Endoftalmitis Non-infeksiDidefiniskan sebagai inflamasi struktur dalam bola mata yang disebabkan oleh toksin atau suatu zat berbahaya, dapat terjadi pada kondisi post operasi yang steril terjadi akibat reaksi terhadap struktur kimia lensa atau instrumen, nekrosis tumor intra okular (Sindrom Masquerade), endoftalmitis fakoanafilaktik diinduksi oleh protein lensa pada pasien dengan katarak Morgagni.7

2.4 PatofisiologiInfeksi endoftalmitis jamur dapat terbagi dalam 2 jalur utama, yaitu secara eksogen dan endogen. Penyebab dari endoftalmitis eksogen terutama karena tindakan operatif pada mata. Sebanyak 90% kasus endoftalmitis eksogen terjadi akibat operasi katarak. Penyebab endoftalmitis eksogen yang lain adalah akibat dari trauma bola mata (endoftalmitis pasca trauma).8

Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi akibat adanya trauma pada bola mata. Luka yang diakibatkan karena trauma tersebut menjadi tempat masuknya jamur dan menyebabkan infeksi pada bola mata. Data menunjukkan bahwa sekitar 25% dari seluruh kasus endoftalmitis disebabkan oleh trauma pada bola mata dan seringkali diikuti dengan penurunan tajam penglihatan dibandingkan dengan kausa endoftalmitis yang lain. Tergantung tingkat virulensinya, manifestasi endoftalmitis pasca trauma dapat muncul dalam beberapa jam bahkan beberapa minggu setelah trauma.8,9

Gambar 2. Leukorea, Edema Kornea Masif, dan Hipopion pada Endoftalmitis8

Berbeda dengan jalur eksogen, di mana jamur masuk dari luar ke dalam tubuh, jalur endogen (endoftalmitis endogen) merupakan kejadian infeksi sekunder yang diakibatkan adanya infeksi lain di dalam tubuh yang menyebar secara hematogen. Sebanyak 5% 10% kasus endoftalmitis merupakan endoftalmitis endogen. Endoftalmitis endogen terjadi saat jamur yang berada di pembuluh darah menyebar sampai ke mata, menembus sawar darah mata, dan menginfeksi jaringan bola mata. Koroid dan badan siliar merupakan fokus infeksi primer pada bola mata diikuti dengan retina dan badan vitreous sebagai keterlibatan sekunder karena lebih banyaknya aliran darah pada bagian bagian tersebut.8,9

Faktor resiko yang dapat mengakibatkan endoftalmitis endogen karena jamur terutama karena kondisi immunospresi. Candida albicans merupakan spesies jamur yang paling banyak menyebabkan endoftalmitis. Candida albicans hidup secara komensalisme di dalam tubuh manusia dan normal ditemukan di mukosa saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan saluran genitalia wanita.92.5 Manifestasi Klinis

Meskipun hampir serupa, manifestasi klinis endoftalmitis jamur bergantung pada jenis infeksi dan virulensi dari agen infeksinya. Tiga agen penyebab endoftalmitis jamur, yaitu Candida sp., Aspergillus sp., dan Fusarium sp. Candida sp. merupakan spesies jamur yang paling sering menyebabkan endoftalmitis jamur secara endogen. Tanda awal dari endoftalmitis yang disebabkan oleh Candida sp. adalah lesi kental periferal korioretinal disertai dengan vitreous yang berkabut. Perpanjangan peradangan ke dalam vitreous juga dapat dilihat dengan adanya pembentukan intravitreal puff ball-like lesions. Penurunan penglihatan juga terjadi, namun dibandingkan dengan endoftalmitis yang diakibatkan oleh Aspergillus sp., perbaikkan penglihatan pada endoftalmitis Candida memiliki prognosis yang lebih baik yaitu sekitar 76-100% pasien.7

Di sisi lain, Aspergillus sp. merupakan agen penyebab paling sering yang bertanggung jawab dalam terjadinya endoftalmitis jamur secara eksogen. Diagnosis dini dan tatalaksana yang agresif merupakan kunci bagi penglihatan pasien. Hal ini disebabkan karena Aspergillus sp. yang secara alami bersifat agresif dalam menyebabkan infeksi. Prognosis penglihatan pada endoftalmitis oleh karena Aspergillus sp. sangat buruk karena adanya keterlibatan dini makula pada proses infeksinya. Rao dan Hidayat membuktikan hal tersebut melalui penelitian mereka yang menunjukkan bahwa terdapat nekrosis ekstensif retina dan kerusakan koroid pada endoftalmitis oleh Aspergillus sp.7,10

Kebanyakan kasus endoftalmitis yang disebabkan oleh Fusarium sp. merupakan infeksi secara eksogen, namun telah dilaporkan juga dalam beberapa kasus yang menyatakan bahwa endoftalmitis oleh Fusarium sp. dapat disebabkan melalui jalur endogen terutama pada kasus kasus pasien dengan immunocompromised. Dalam proses infeksinya, Fusarium sp. memiliki prognosis penglihatan yang lebih baik dibandingkan dengan endoftalmitis oleh Aspergillus sp. Hal ini dibuktikan oleh Wykoff et al melalui penelitiannya yang menunjukkan bahwa dari 9 kasus endoftalmitis oleh Fusarium sp., sebanyak 8 mata mengalami perbaikkan tajam penglihatan menjadi 20/80 dan hanya 1 mata yang mengalami kebutaan total.7,11

2.6 Diagnosis

Pasien dengan endoftalmitis jamur mungkin dapat ditemukan tanpa gejala. Tetapi ditemukannya peradangan pada vitreous dengan atau tanpa lesi fokal dapat mendukung diagnosis. Pemeriksaan visus kurang bermanfaat karena visus ditemukan normal pada pasien dengan lesi perifer. Kecurigaan endoftalmitis jamur jika ditemukan jamur pada kultur terutama intraocular. Untuk mengesampingkan penyakit sistemik sangat penting terutama pada endoftalmitis sekunder pada Candida sp., Aspergillus sp. dan Coccidioides immitis.2

Gambar 3. Intravitreal Puff Ball-like Lesions pada Endoftalmitis Candida5

Pemeriksaan langsung dari spesimen jaringan atau cairan seperti Grocotts methenamine silver stain, periodic acid-Schiff stain, Giemsa stain, Gomori-methenamine silver stain, atau Papanicolaous stain harus dilakukan. Kultur darah, urin, luka bedah dan cairan tubuh sebaiknya juga dilakukan.7

Pars Plana vitrectomy (PPV) penting dilakukan untuk memperoleh spesimen tanpa kontaminasi. Spesimen vitrektomi lebih sensitif untuk kultur jamur dari pada biopsi vitreous. Biopsi retina atau koroid dilakukan bila tidak ditemukan organisme setelah beberapa kali dilakukan biopsi vitreous dengan keterlibatan retina atau koroid luar. Selain itu, kultur harus disimpan setidaknya selama 4-6 minggu untuk memastikan bahwa jamur dengan pertumbuhan lambat tidak ditemukan.7

Gambar 4. Funduskopi Menunjukkan Puff Ball-like Lesions pada Retina dan Vitreus (a), 1 Minggu Setelah Onset (b) dan Setelah Operasi (c)12

Pencitraan segmen posterior termasuk fluorescence dan indocyanine green angiography tidak termasuk dalam pemeriksaan rutin tetapi dapat dilakukan untuk mengevaluasi respon terhadap pengobatan. Lesi korioretinal aktif menunjukkan hyperfluorescence menunjukkan respon positif untuk terapi.72.7 Tatalaksana

Pengobatan pada endoftalmtis jamur dapat dibagi menjadi dua yaitu dengan medikamentosa dan teknik pembedahan. Hingga saat ini belum ada standar tatalaksana untuk endoftalmitis jamur. Terapi awal yang direkomendasikan adalah anti jamur sistemik broad-spectrum dengan atau tanpa anti jamur intravitreus.7 Anti jamur sistemik terutama sangat diperlukan pada kasus endoftalmitis jamur endogen dan harus segera diberikan secepatnya setelah diagnosis ditegakkan.8Pada kasus endoftalmitis yang ringan disarankan pemberian anti jamur sistemik diikuti dengan pemeriksaan oftalmologis secara berkala. Namun, pada kasus dimana sudah terjadi infeksi berat dari badan kaca, dapat diberikan anti jamur sistemik dan intravitreus dikombinasikan dengan terapi bedah.8Anti jamur sistemik yang dapat digunakan terbagi menjadi 4 kelas utama, antara lain golongan polyene, azol, flusitosin, dan ekinokandin. Golongan polyene dan azol adalah golongan yang paling sering digunakan.7

2.7.1 Golongan PolyeneGolongan polyene bersifat fungisidal, berkerja dengan cara berikatan dengan struktur sterol pada membran sel jamur kemudian merubah permeabilitasnya sehingga terjadi kebocoran dari unsur di dalam sel tersebut yang pada akhirnya mengakibatkan kematian sel. Yang termasuk dalam golongan polyene antara lain amfoterisin B, nistatin dan natamisin. Nistatin dan natamisin dapat digunakan secara topikal pada infeksi kornea akibat jamur, namun tidak banyak bermanfaat pada kasus endoftalmitis jamur.7

Amfoterisin B merupakan anti jamur broad-spectrum yang terutama akif menyerang spesies Candida, Cryptococcus dan Aspergillus. Dosis pemberian yang direkomendasikan 5-10g/0,1 ml.8 Pada pemberian sistemik, lebih dari 90% amfoterisin B terikat dengan protein, akibatnya konsentrasi intravitreus sangat rendah. Pemberian secara intravitreus juga terbukti berpotensi mengakibatkan kerusakan pada retina meskipun dalam dosis rendah.13

2.7.2 Golongan Azol

Golongan azol bersifat fungistatik, bekerja dengan cara berikatan dengan membran sel jamur dan menginduksi peningkatan permeabilitas sehingga terjadi kerusakan sel. Golongan azol meliputi imidazol (ketokonazol) dan triazol (flukonazol dan itrakonazol).

Ketokonazol efektif untuk spesies Candida dan Fusarium, namun kurang efektif untuk spesies Aspergillus. Sediaan yang dapat digunakan untuk terapi endoftalmitis jamur hanya dalam bentuk oral, sedangkan bentuk topikal atau intravitreus belum tersedia. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 200 mg tiap 6-12 jam. Sedangkan dosis untuk itrakonazol adalah 200-400 mg/hari dibagi dalam dua dosis. Namun penggunaan itrakonazol sering menimbulkan efek samping gangguan gastrointestinal.7

Flukonazol efektif untuk spesies Candida, Cryptococcusdan Aspergillus. Dibandingkan dengan amfoterisin B, flukonazol memiliki ukuran molekul yang lebih kecil, lebih hidrofilik dan sedikit terikat dengan protein, sehingga penetrasi intraokular lebih baik dibandingkan dengan amfoterisin B. Flukonazol juga terbukti aman untuk pemberian injeksi intravitreus8, sehingga dapat digunakan sebagai monoterapi atau dikombinasikan dengan amfoterisin B. Bila diberikan secara oral, flukonazol juga memiliki toleransi dan penetrasi intraokular yang lebih baik dibandingkan dengan ketokonazol dan itrakonazol terutama pada mata dalam keadaan inflamasi. Efek samping flukonazol antara lain nausea, diare, muntah dan nyeri kepala.7

Generasi triazol yang terbaru adalah vorikonazol dan posakonazol. Generasi terbaru ini memiliki spektrum anti jamur yang lebih luas dan efektif melawan golongan jamur yang sudah resisten. Vorikonazol memiliki kelebihan dibandingkan dengan flukonazol karena terbukti efektif untuk spesies Aspergillus dan spesies Candida yang sudah resisten terhadap flukonazol seperti C. Glabrata dan C. Krusei. Vorikonazol dapat diberikan secara intravena dengan dosis awal 6 mg/kg berat badan tiap 12 jam dibagi dalam dua dosis, dilanjutkan dengan dosis rumatan 4 mg/kg berat badan tiap 12 jam. Dosis oral diberikan 200 mg tiap 12 jam. Posakonazol terbukti efektif untuk spesies Candida, Cryptococcus neoformans, Aspergillus, Fusarium dan Zygomycetes. Namun penetrasi dan konsentrasi intraokular relatif lebih rendah dibandingikan dengan vorikonazol, sehingga tidak direkomendasikan untuk terapi endoftalmitis.7

2.7.3 Golongan Flusitosin

Golongan flusitosin bersifat fungistatik. Di dalam tubuh akan dikonversi menjadi fluorourasil oleh enzim sitosin deaminase yang dimiliki oleh jamur. Fluorourasil menginhibisi enzim timidilat sintetase yang berfungsi untuk sintesis asam nukleat jamur. Flusitosin sedikit terikat protein dan memiliki tingkat penetrasi intra okular yang sangat baik. Efektif untuk melawan spesies Candida dan Cryptococcus. Namun tingkat resistensi cukup tinggi untuk itu penggunaanya harus dikombinasikan dengan anti jamur lainnya. Dosis oral yang direkomendasikan adalah 50-150 mg/kg berat badan dibagi dalam empat dosis. Efek samping dari golongan ini adalah gangguan gastrointestinal, hepar dan hematologi.7

2.7.4 Golongan EkinokandinGolongan ekinokandin bekerja dengan cara menginhibisi enzim D-glukan sintase yang berperan dalam sintesis dinding sel jamur. Yang termasuk dalam golongan ekinokandin antara lain kaspofungin, mikafungin dan anidulafungin. Golongan ekinokandin efektif melawan spesies Candida non-albicans, termasuk yang sudah resisten dengan golongan azol dan Aspergillus, namun tidak efektif untuk spesies Fusarium, Scedosporium dan Zygomycetes. Kekurangan dari golongan ini adalah daya penetrasi dan konsentrasi intraokular yang rendah sehingga penggunaannya pada kasus endoftalmitis terbatas.72.7.5 Pembedahan

Vitrektomi adalah tindakan pembedahan dengan melakukan insisi dan aspirasi isi vitreus dan menggantinya dengan Balanced Salt Solution (BSS).14 Indikasi waktu untuk dilakukannya vitrektomi segera atau ditunda pada kasus endoftalmitis masih kontroversi, tergantung dari pertimbangan dokter bedah dengan menimbang keuntungan dan kerugian bagi pasien. Keuntungan dilakukan tindakan vitrektomi segera adalah untuk memperoleh sampel kultur vitreus sehingga dapat memulai terapi spesifik sesegera mungkin, mengurangi konsentrasi bakteri dan patogen dalam badan kaca, mengevakuasi organisme, fibrin, makrofag dan toksin dalam badan kaca yang berpotensi membentuk jaringan parut dan membran epiretina, membuat akses intravitreus untuk pemberian anti jamur intravitreus sehingga meningkatkan difusi dan penetrasi obat pada daerah yang terinfeksi dan pada akhirnya mencegah komplikasi berat pada retina seperti ablasio retina.Di sisi lain, penundaan tindakan vitrektomi juga memiliki keuntungan karena tindakan vitrektomi lebih mudah dilakukan pada keadaan mata yang tenang sehingga jaringan relatif tidak mudah rapuh.7,15 Lokasi optimal untuk memasukkan instrumen biasanya dilakukan di daerah pars plana, yaitu sekitar 3-4 mm posterior dari limbus, karena vaskularisasi pada daerah tersebut relatif sedikit. Maka dari itu prosedur pembedahan dikenal dengan istilah pars plana vitrectomy.

Gambar 5. Three-port Pars Plana Vitrektomi4Standar teknik pembedahan yang dilakukan adalah three-port pars plana vitrectomy, yaitu dengan menggunakan tiga instrumen antara lain vitreous cutter/aspirator untuk memotong massa di vitreus menjadi fragmen kecil kemudian diaspirasi, kanul infus untuk memasukkan BSS ke dalam ruang vitreus dan fiberoptic light sebagai sumber cahaya.6Komplikasi yang dapat terjadi ablasio retina, laserasi pada retina, pthisis bulbi, perdarahan vitreus, infeksi sekunder.6,162.8 Prognosis

Prognosis endoftalmitis jamur tergantung pada virulensi dari organisme, tingkat keterlibatan intraokular, dan waktu penangan serta cara intervensi. Pada kasus endoftalmitis Candida, faktor yang mempengaruhi prognosis adalah visus dan lokasi lesi. Semakin awal dilakukan vitrektomi akan mengurangi risiko ablasi retina.2 Tajam penglihatan pada endoftalmitis jamur memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan endoftalmitis bakterial.179