Upload
luluk-hasni
View
54
Download
14
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ep
Citation preview
Abstrak Efusi pleura adalah pengumpulan cairan melebihi volume normal dalam rongga
pleura dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura
parietal dan viseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh
darah mikropleura visceral atau sebaliknya yaitu apabila produksi cairan
melebihi kemampuan penyerapan. Penyebab dari efusi pleura dibagi menjadi 2
hal yaitu hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan dan pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang
(tuberculosis, pneumonia, virus). Di Indonesia 80% penyebab efusi pleura
dikarenakan tuberculosis. Penegakan diagnosis pada efusi pleura ialah melalui
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan radiografi.
Penatalaksanaan efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu penanganan akut efusi
pleura dan penanganan kronik efusi pleura. Kata Kunci: diagnosis, efusi pleura,
tatalaksana Isi Seorang pasien perempuan berusia 41 tahun datang dengan
keluhan sesak napas. Sesak napas dirasakan muncul sejak 4 hari SMRS, pasien
juga mengeluhkan batuk kering, pilek, mual, perut terasa melilit di bagian ulu
hati dan nafsu makan mulai menurun. Saat masuk rumah sakit, pasien
mengeluhkan sesaknya semakin bertambah hebat, nyeri dada, dan dada terasa
berat untuk bernapas. Pasien tidak mampu untuk makan dan minum sama
sekali. Riwayat penyakit serupa sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat
batuk lama disangkal. Riwayat TBC, hipertensi dan DM disangkal. Riwayat
penyakit serupa pada keluarga disangkal. Riwayat alergi disangkal. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sesak dan lemas.
Vital sign tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 88x/menit isi dan tegangan cukup,
respirasi 32x/menit thorakoabdominal, suhu badan 37 derajat celcius. Pada
pemeriksaan kepala tidak terdapat konjungtiva anemis dan tidak terdapat sklera
ikterik. Pemeriksaan thorak vokal fremitus dan suara vesikuler paru-paru kanan
melemah. Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan kelainan. Ekstremitas
dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan angka
eritrosit, peningkatan angka trombosit, netrofil, LED 1 jam dan 2 jam, serta SGOT
dan SGPT. Diagnosis Pasien wanita usia 41 tahun dengan efusi pleura masif
dextra Terapi Infus RL 20 tpm, inj. Ranitidin i.v. dua kali sehari, inj. Cefotaxim 1
gr i.v. dua kali sehari Codein diminum tiga kali sehari, Hepatin diminum tiga kali
sehari, dan Neurobion diminum tiga kali sehari. Kemudian dilakukan pungsi
pleura untuk mengeluarkan cairan yang terdapat pada pleura kemudian cairan
ini akan dianalisis dengan pemeriksaan patologi anatomi. Diberikan penjelasan
agar pasien istirahat dengan cukup dan mengkonsumsi makanan yang cukup
kalori, cukup protein dan vitamin. Diskusi Pada kasus ini penegakan diagnosis
efusi pleura dextra melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan radiografi. Pada anamnesis didapatkan keluhan sesak napas
yang semakin bertambah berat dari hari ke hari, nyeri dada serta sulit bernapas.
Pada pemeriksaan fisik palpasi thorak didapatkan vokal fremitus paru kanan
melemah dan pada auskultasi thorak suara vesikuler paru kanan hampir tidak
terdengar. Pada pasien ini dilakukan juga pungsi pleura untuk mengambil cairan
untuk dianalisis karena penyebab efusi pleura belum diketahui. Pada pasien ini
dilakukan juga pemeriksaan radiografi thorak untuk memastikan adanya cairan
pada pleura, pada kasus ini didapatkan kesan efusi pleura masif dextra.
Penanganan Akut Efusi Pleura 1. Efusi pleura simptomatik membutuhkan
drainase cairan dengan torasentesis atau torakotomi pipa. Tidak lebih dari 1-1,5
L cairan boleh dibuang sekaligus untuk mencegah edema paru akibat reekspansi.
Bila jumlah yang lebih banyak ingin dikeluarkan, harus ada selang waktu 1 jam
diantara tiap tindakan drainase. 2. Empiema suatu efusi eksudatif yang terinfeksi
memerlukan drainase melalui torakotomi pipa tertutup jika efusi berlokulasi
atau pada pH cairan pleura kurang dari 7,2. Penanganan Kronis Efusi Pleura 1.
Efusi yang mengalir bebas (misalnya, efusi yang menyertai asites, efusi
parapneumonik dengan pH > 7,2) biasanya sembuh setelah penyakit yang
mendasari diobati dan tidak membutuhkan terapi khusus. 2. Efusi berulang yang
luas misanya yang menyertai neoplasma dapat membutuhkan drainase terulang
kali dengan torasentesis atau thorakotomi pipa. Bila efusi terbentuk kembali
setelah 2 atau 3 kali dilakukan drainase, harus dicoba skeroterapi dengan bahan
kimia misalnya tetrasiklin, 50 mg dalam 50 mL garam faal, atau mekloretamin,
10 mg dalam 50 mL air steril. 3. Efusi yang berlokulasi dan empiema
membutuhkan drainase. Thorakotomi pipa biasanya sudah memadai, tetapi
kadang-kadang diperlukan drainase bedah Kesimpulan Penegakan diagnosis
pada efusi pleura ialah melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium dan radiografi. Penatalaksanaan efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu
penanganan akut efusi pleura dan penanganan kronik efusi pleura.
Penatalaksanaan dibagi menjadi medikamentosa dan non medikamentosa,
dimana dilakukan thorakosintesis pada pasien dengan efusi pleura untuk
mengeluarkan cairan yang terdapat dalam paru-parunya. Referensi 1. Guyton &
Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta. 2. Mansjoer, A., Triyanti, K.,
Rakhmi, S., Wardhani, W.I., Setiowulan, W. 2005. Kapita Selekta Kedokteran.
Media Aesculapius FK UI : Jakarta. 3. Price & Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses Penyakit. EGC: Jakarta. 4. Sudoyo, Aru W dkk. 2006. Ilmu Penyakit
Dalam Edisi IV. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Jakarta. Penulis Mia
Marella Rachman, Bagian Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Djojonegoro, Kab.
Temanggung, Jawa Tengah.
ABSTRAK Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam
jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam
keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan
pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl. Etiologi terjadinya efusi
pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang
palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit
sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura. Keyword : efusi
plura, pendekatan radiologi. KASUS Seorang laki-laki 65 tahun mengeluh nyeri
dada dan sesak nafas. Gejala awalnya muncul 1o hari SMRS, pasien merasa nyeri
pada dada kanan bawah, sesak nafas, belum berobat/periksa ke dokter, masih
bisa mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Kemudian pasien merasa lemes, badan
terasa panas, tidak ada perubahan, BAB (+), BAK (+). 3 HSMRS : pasien masih
merasa nyeri dada sebelah kiri, seperti ditusuk-tusuk, sesak nafas, lemes, badan
terasa panas, sama seperti hari-hari sebelumnya, tidak ada perubahan, BAB (+),
BAK (+), mual (-), muntah (-). Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang
radiologi dan didapatkan hasil efusi pleura dextra. DIAGNOSIS Pasien didiagnosis
menderita efusi pleura dekstra. TERAPI Pada pasien dilakukan torakosintesis.
DISKUSI Pendekatan Radiologis Pada pasien ini di diagnosis banding dengan
angina pectoris dan gagal jantung. Angina pectoris merupakan suatu sindrom
klinis berupa serangan sakit dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa
berat di dada yang sering kali menjalar di telinga kiri. Dimana gejala ini biasa
timbul saat pasien melakukan aktivitas dan segera hilang saat aktivitas
dihentikan. Manifestasi klinisnya yaitu perasaan seperti diikat atau ditekan yang
bermula dari dada tengah yang secara bertahap menyebar ke rahang bawah,
permukaan dalam tangan kiri, dan permukaan ulnar jari manis dan jari
kelingking. Sakit biasanya timbul di daerah sterna, substernal, atau dada sebelah
kiri dan menjalar ke lengan kiri. Kualitas rasa sakit seperti ditekan benda berat,
atau terasa panas. Lama serangan berlangsung antara 1-5 menit. Pada pasien ini
tidak ditemukan adanya gejala seperti pada angina pectoris, sehingga diagnosis
banding angina pectoris dapat disingkirkan. Selain angina pectoris, pasien ini di
diagnosis banding gagal jantung. Gagal jantung merupakan suatu keadaan
patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan/atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara
abnormal. Factor predisposisi gagal jantung adalah penyakit yang menimbulkan
penurunan fungsi ventrikel (misalnya penyakit jantung congenital, hipertensi,
dll). Factor pencetus misalnya meningkatnya asupan garam, ketidakpatuhan
menjalani pengobatan anti gagal jantung, serangan hipertensi. Pada pasien ini
tidak terdapat riwayat hipertensi. Diagnosis gagal jantung berdasarkan kriteria
Framingham Kriteria mayor : 1. Dispnu nocturnal paroksismal atau ortopnu 2.
Peningkatan JVP 3. Rongki basah tidak nyaring 4. Kardiomegali 5. Edema paru
akut 6. Irama derap S3 7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O 8. Refluks
hepatojugular Kriteria minor : 1. Edema pergelangan kaki 2. Batuk malam hari 3.
Dispneu d’ffort 4. Hepatomegali 5. Efusi pleura 6. Kapasitas vital berkurang
menjadi 1/3 maksimum 7. Takikardi (>120x/menit) Diagnosis ditegakkan dari 2
kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada secara
bersamaan. Dari hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik pada pasien pada
kriteria mayor hanya didapatkan kardiomegali. Sedangkan pada kriteria minor
dari hasil pemeriksaan penunjang (foto thorak) didapatkan efusi pleura. Jadi
diagnosis banding untuk gagal jantung dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan
USG diperoleh hasil Hepar : kesan normal, struktur echoparenkim dalam batas
normal V. fellea : besar normal, sludge (-), batu (-) Lien : dalam batas normal Ren
dextra dan Ren sinistra : besar normal, SPC tak melebar Vesica urinaria : dinding
melebar, irreguler, batu (-) Tampak gambar massa Hypoechoic, besar ± 10,37 X
6,71 cm Kesan: curiga massa disupra diaphragma dextra. DDx: massa di paru
dextra Dari hasil pemeriksaan USG diatas adanya massa di paru menghasilkan
diagnosis efusi pleura yang disebabkan oleh adanya massa pada paru.
Neoplasma primer atau sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan
adalah sesak nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairannya
kembali dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Efusi
bersifat eksudat, tetapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi
bisa sero-santokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel
eritrosit per cc). Di dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan) dan
banyak sel mesotelial. Pemeriksaan sitologi terhadap cairan efusi atau biopsi
pleura parietalis sangat menentukan diagnosis terhadap jenis-jenis neoplasma
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma yakni:
• menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura
terhadap air dan protein. • Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya
aliran pembuluh darah vena dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal
memindahkan cairan dan protein. • Adanya tumor membuat infeksi lebih
mudah terjadi dan selanjutnya timbul hipoproteinemia. Efusi pleura kerena
neoplasma biasanya unilateral, tetapi bisa juga bilateral karena obstruksi saluran
getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan dari
rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna.
Keadaan ini ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna
dan leukimia. Jenis-jenis neoplasma yang menyebabkan efusi pleura adalah: 1.
Mesotelioma Mesotelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor
ini jarang ditemukan, bila tumor masih terlokalisasi, biasanya tidak menimbulkan
efusi pleura, sehinga dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia
tersebar (difus) digolongkan sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan
efusi pleura yang maligna. 2. Karsinoma Bronkus Jenis karsinoma ini adalah yang
terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa ditemukan dalam permukaan
pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalui pembuluh getah
bening. Efusi juga dapat terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu, yakni
dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi
operasi terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan, tetapi bila pada
pemeriksaan sitologi sudah ditemukan cairan pleura, pasien tidak dapat
dioperasi lagi. Untuk mengurangi keluhan sesak nafasnya dapat dilakukan
torakosentesis secara berulang-ulang. Tapi sering timbul lagi dengan cepat,
sebaiknya dipasang pipa torakotomipada dinding dada (resiko timbul empiema).
Tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dangan
pleurodesis, memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitostatika, kuinakrin. 3.
Neoplasma metastatik Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastatis ke
pleura dan menimbulkan efusi adalah: karsinoma payudara (terbanyak),
ovarium, lambung, ginjal, pankreas dan bagian-bagian organ lain dalam
abdomen. Efusi dari pleura yang terjadi dapat bilateral. Gambaran foto thrax
mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan paru, karena implantasi
tumor dapat mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma
metastatik ini sama dengan karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan
penanggulangan terhadap efusi pleuranya. 4. Limfoma Maligna Kasus-kasus
limfoma maligna (non-Hodgkin dan Hodgkin) ternyata 30% bermetastasis ke
pleura dan juga menumbulkan efusi pleura. Didalam cairan efusi tidak selalu
terdapat sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-
sel limfosit karena sel ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening
melintasi rongga pleura.di antara sel-sel yang bermigrasi inilah kadang-kadang
ditemukan sel-sel yang ganas limfoma malignum. Terdapat beberapa jenis efusi
berdasarkan penyebabnya yakni: • Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel
limfoma pada permukaan pleura, cairannya adalah eksudat, berisi sel limfosit
yang banyak dan sering hemoragik. • Bila efusi pleura terjadi karena obstruksa
saluran getah bening, cairannya bisa transudat atau eksudat dan ada limfosit. •
Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan bebentuk
kilus. • Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna
karena menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema
akut atau kronik. Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang
(efusi maligna) pada limfoma maligna kebanyakan tidak reponsif terhadap
tindakan torakostomi dan instilasi dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan
efusi maligna ini mempunyai prognosis yang buruk. Dari hasil USG yang di
peroleh, pada rongga thorax pasien ini terdapat massa di paru dan menghasilkan
diagnosis efusi pleura yang disebabkan oleh adanya massa pada paru.
Kemungkinan jenis massa yang tumbuh pada abdomen bagian atas tersebut
adalah hepatoma. REFERENSI Desen,W., 2008, Buku Ajar Onkologi Klinis, ed.2,
Balai Penerbit FK UI Jakarta PENULIS Dewi Kartika Kurniawati / 20060310068
STASE : ILMU RADIOLOGI
History
Pasien adalah seorang pria umur 40 tahun datang dengan keluhan utama sesak napas yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga mengeluh mual tapi tidak muntah, BAK dan BAB lancar tidak mencret. Sesak napas kambuh saat tidauran atau melakukan aktivitas yang agak berat. Sesak napas mulai terasa sejak setengah tahun terakhir. Pasien tidak pernah merasakan gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita gejala serupa dan pada lingkungan juga tidak ada anggota keluarga yang satu rumah atau tetangga yang menderita batuk lama. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan nadi 120x/menit. Pada pemeriksaan fisik auskultasi paru ronkhi positif. Pada pemeriksaan laboratorium hasilnya dalam batas normal dan pada foto rontgen tampak simetris kiri kanan, tidak tampak fraktur costa, corakan bronkovaskuler normal, sinus costophrenicus dextra lancip, sinistra menghilang, diafragma dextra tampak licin, sinistra tidak tampak, terdapat gambaran radioopaq homogen pada lobus inferior sinistra, tampak penebalan dinding bronkus, cor: CTR < 0,5. Kesan: efusi pleura.
DiagnosisSuspek efusi pleura
TerapiDiberikan Infus RL 20 tetes per menit, oksigen 1-2 L/menit, antibiotik ceftriaxon injeksi 1gram 3 X1.
Diskusi
Dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan laboratorium dan radiologis diagnosa mengarah pada efusi pleura yaitu keluhan utama sesak napas yang dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien juga mengeluh mual, namun tidak muntah. Sesak napas kambuh saat tiduran atau melakukan aktivitas yang agak berat. Sesak napas mulai terasa sejak setengah tahun yang lalu. Pasien tidak pernah merasakan gejala seperti ini sebelumnya. Riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang menderita gejala serupa dan pada lingkungan juga tidak ada anggota keluarga yang satu rumah atau tetangga yang menderita batuk lama. Pada pemeriksaan vital sign didapatkan nadi 120x/menit. Pada pemeriksaan fisik auskultasi paru ronkhi positif. Pada pemeriksaan laboratorium hasilnya dalam batas normal dan pada foto rontgen tampak simetris kiri kanan, tidak tampak fraktur costa, corakan bronkovaskuler normal, sinus costophrenicus dextra lancip, sinistra menghilang, diafragma dextra tampak licin, sinistra tidak tampak, terdapat gambaran radioopaq homogen pada lobus inferior sinistra, tampak penebalan dinding bronkus, cor: CTR < 0,5.
Hasil ini mengarahkan diagnosis pada efusi pleura. Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama proses bernafas berlangsung. Dalam keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan untuk sekedar melicinkan permukaan pleura parietalis dan visceralis
yang saling bergerak karena pernapasan. Cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parieatalis yang bertekanan tinggi dan diserap oleh sirkulasi di pleura visceralis yang bertekanan rendah. Dan diserap juga oleh kelenjar limfe dalam pleura parietalis dan pleura visceralis.
Gejala klinik biasanya asimptomatis (tanpa gejala) atau memberikan gejala demam ringan dan berat badan biasanya menurun. Nyeri dada, terutama saat bernapas dalam, sehingga pernapasan penderita menjadi dangkal dan cepat, pergerakan pernapasan dada yang sakit menunjukan ketinggalan gerak saat inspeksi. Sesak napas, terjadi saat permulaan efusi pleura yang disebabkan oleh nyeri dada dan saat cairan pleura meningkat sampai penuh. Jika cairan lebih dari 500 ml, akan menunjukkan gejala klinis terjadi penurunan pergerakan dada yang terkena efusi saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi thoraxakan didapatkan pekak/dullnes. Diagnosa bisa ditegakkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan rontgen thoraks yang dapat menunjukkan adanya cairan. Pemeriksaan yang lain yang dapat dilakukan antara lain:
• USG dada, membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, agar dapat dikeluarkan
• CT scan dada, menunjukkan gambaran paru-paru dan cairan
• Torakosentesis, pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada untuk mengambil contoh cairan
• Bronkoskopi, kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.
Pada pemeriksaan fisik, akan terdengar adanya penurunan suara pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan pekak/dullness, pada auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun. Untuk membantu menegakan diagnosis, dilakukan pemeriksaan Rontgen dada, biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan pada pleura. CT scan dada, dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumorUSG dada bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit, sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan. Torakosentesis, dengan dilakukan ini penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan terhadap sampel cairan yang diambil (pengambilan cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah pengaruh pembiusan lokal).
Analisa cairan pleura, efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan foto thorak. Dengan foto thorak posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura, sedangkan dengan posisi AP atau PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam. Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul. Setelah didapatkan cairan efusi dilakukan pemeriksaan komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan glucose, pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui
kemungkinan terjadi infeksi bakteri, pemeriksaan hitung sel dan pemeriksaan sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
Langkah selanjutnya adalah membedakan apakan cairan tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor local yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru, pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan.
Penatalaksanaan tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura. Aspirasi cairan, dengan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan pleura, jika cairan banyak dapat dilakukan pemasangan WSD (water seal drainase) atau drainase interkostalis.
Kesimpulan
Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru. Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi peregangan paru selama proses bernafas berlangsung. Gambaran radiologis dapat membantu dalam menegakan diagnosis dari gejala atau keluhan yang didapat sehingga bisa menegakan didiagnosa dan penatalaksanaan dengan tepat.
Referensi
Dahlan Z. (1997). Diagnosis dan Penatalaksanaan Efusi Pleura. Cermin Dunia Kedokteran.1.
Info Kedokteran.com.(2009).diagnosa dan Penatalaksanaan Efusi pleura. http://www.infokedokteran.com/info-obat/diagnosis-dan-penatalaksanaan-pada efusi pleura.html#more-372
Sjahriar R. (2005).Radiologi Diagnosis. Fakultas Kedokteran Universitas indonesia. Jakarta
KASUS
Seorang pasien laki-laki 34 tahun datang ke poli penyakit dalam dengan keluhan sesak napas sudah ± 1 minggu. Sesak napas dirasakan pasien sebagai perasaan berat pada dada terutama dada sebelah kanan. Rasa sesak dirasakan terutama pada saat pasien berbaring, dan dirasakan berkurang bila pasien berbaring miring ke kanan. Pasien juga kadang-kadang merasakan dada kanan terasa sakit (senut-senut) dan batuk sejak 1 minggu ini, batuk dirasakan timbul bersamaan dengan rasa sesak di dada kanannya. Batuk disertai dahak berwarna putih, kental, dan pernah satu kali dahak disertai dengan darah. Sejak sesak dada dirasakan, pasien juga merasakan badannya panas, kapala pusing, dan sering berkeringat pada malam hari.
Kemudian pasien berobat ke dokter dengan keluhan sesak napasnya yang bertambah berat. Oleh dokter pasien dianjurkan foto thorax. Di ruangan rawat inap, pasien dilakukan aspirasi cairan pleura dan dipasang WSD pada dada kanannya. Hasil aspirasi cairan pleura dilakukan pemeriksaan ke laboratorium.
Pasien juga mengaku sebagai perokok berat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik pulmo : Pada inspeksi tampak ketinggalan gerak pada dada kanan. Pada palpasi vokal fremitus kanan lebih kecil dari kiri. Pada perkusi redup pada paru kanan. Pada auskultasi suara dasar vesikuler, pada dada/punggung kanan suara melemah, tidak ada suara tambahan.
Pemeriksaan Penunjang
Foto thorax : Terlihat gambaran jelas sinus costofrenikus yang hilang dan gambaran batas cairan yang melengkung pada paru kanan, jantung dalam batas normal. Kesan terlihat gambaran efusi di paru kanan.
Pemeriksaan Transudat – Eksudat cairan pleura : cairan pleura berwarna kuning-keruh, test rivalta positif, protein lebih dari 3 g/dl, berat jenis lebih dari 1,016. Dari hasil pemeriksaan didapatkan efusi pleura bersifat eksudat.
DIAGNOSIS
Efusi pleura dextra e.c suspect TB
TERAPI
Non Farmakologis : Pada pasien ini diberi O2 3-4 L/menit , pasien bed rest total, kemudian dilakukan WSD
Farmakologis : Parasetamol 500 mg diberikan 3 kali sehari 1 tab, OAT dengan kategori III (2HRZ/4H3R3), Isoniazid 1 kali sehari 1 tab, Rifampisin 1 kali sehari 1 tab, Pirazinamid 3 kali sehari 1tab.
DISKUSI
Pada pasien ini didagnosis sebagai efusi pleura dengan tersangka TB Paru. Diagnosis diperoleh berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapat keluhan sesak napas disertai batuk. Sesak napas dirasakan terutama pada dada sebelah kanan, dirasakan berkurang jika pasien berbaring miring ke kanan. Hal ini menunjukkan suatu kelainan pada paru kanannya.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi tampak dada kanan terlihat ketinggalan gerak, pada perkusi terdengar suara pekak pada dada kanan, vokal fremitus kanan lebih kecil daripada paru kiri, suara napas dasar juga menurun pada paru kanannya. Hal ini bertambah jelas bahwa terdapat kelainan pada paru kanannya berupa suatu massa atau cairan yang menempati daerah paru kanan.
Dari hasil foto thorax terlihat gambaran sinus costofrenikuss yang hilang dan gambaran batas cairan yang melengkung pada paru kanannya sehingga menjelaskan adanya cairan di dalam rongga pleura kanan.
Dari hasil laboratorium cairan pleura didapat : cairan pleura berwarna kuning-keruh, test rivalta positif, protein lebih dari 3 g/dl, berat jenis lebih dari 1,016. Hal ini menunjukkan cairan pleura bersifat eksudat.
Adanya cairan pleura yang berwarna kuning agak keruh dan bersifat eksudat dapat diduga bahwa efusi pleura ini disebabkan oleh tuberkulosis, sehingga pasien ini dapat ditegakkan sebagai efusi pleura yang curiga disebabkan tuberkulosis, maka pengobatannya harus sesuai dengan penyebab terjadinya efusi pleura yaitu dengan pemberian obat anti tuberculosis. Selain itu untuk mengeluarkan cairan pleura tersebut dilakukan WSD sehingga sesak napas pasien dapat diatasi.
Infeksi tuberkulosis pleura biasanya disebabkan oleh afek primer sehingga berkembang pleuritis eksudativa tuberkulosa. Pergeseran antara kedua pleura yang meradang akan menyebabkan nyeri. Bila cairan telah lebih banyak, pergeseran kedua pleura tidak lagi menimbulkan nyeri. Suhu badan mungkin hanya subfebril, kadang ada demam. Diagnosis pleuritis tuberkulosa eksudativa ditegakkan dengan pungsi untuk pemeriksaan kuman basil tahan asam dan, jika perlu dengan torakskopi untuk biopsi pleura.
Pada penanganan, selain diperlukan tuberkulostatik, diperlukan juga istirahat. Pungsi dilakukan bila cairan demikian banyak dan menimbulkan sesak napas dan pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat. Penanganan yang baik memberikan prognosis yang baik, pada fungsi paru-paru maupun pada penyakitnya.
KESIMPULAN
Pada pasien ini didagnosis sebagai efusi pleura dengan tersangka TB Paru. Diagnosis diperoleh berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
REFERENSI
1. Aru W. Sudoyo dkk,2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
2. Dahlan Z. 1997. Diagnosis dan Penatalaksanaan Efusi Pleura. Cermin Dunia Kedokteran.
3. Miftahul. 2010.Efusi pleura. http://rasyidrayyaan.blogspot.com/2010/04/efusi-pleura.html
4. Price, SA dan Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
5. Rusdi Ghazali Malueka. 2006. Radiologi Diagnostik. Fakultas Kedokteran UGM. Pustak Cendekia Press. Yogyakarta
PENULIS
Eron Dowana Patria, Program profesi bagian ilmu penyakit dalam. RSUD Wirosaban.2010
Kasus
Pasien laki-laki usia 81 tahun datang dengan keluhan Sesak nafas. Sesak nafas dirasakan sejak 2 minggu terakhir. Sesak nafas dirasakan semakin hari semakin berat,sehingga pasien agak sulit untuk melakukan aktifitas. Pasien merasa lebih nyaman bila tidur dengan posisi miring ke kanan dan menggunakan satu bantal. Pasien juga kadang-kadang merasakan dada kanan terasa sakit (senut-senut) dan batuk sejak 1 minggu ini, batuk berdahak berwarna putih, dan dirasakan timbul bersamaan dengan rasa sesak di dada kanannya.
Pemeriksaan Fisik: keadaan umum sedang, tampak sesak. Kesadaran Compos Mentis. Tanda vital: tekanan darah 130/70mmHg. Respirasi 30x/menit. Nadi 78x/menit. Suhu 36,4oC. Pemriksaan Thorak: Dada kanan lebih cembung dari dada kiri, Ketinggalan gerak (+) kanan, Perkusi redup dada kanan, Suara Dasar = vesikuler menurun pada paru kanan. Suara tambahan(+) RBK pada dada kanan.
Pemeriksaan penunjang: Terdapat peningkatan angka leukosit, Eosinofil, dan neutrofil. Foto thorax kesan: Efusi Pleura dextra.
Diagnosis:
Efusi Pleura Dextra et causa suspect TB
Terapi :
O2 3-4 L/menit , pasien bed rest total, kemudian dilakukan WSD
Diskusi
Pada pasien ini didagnosis sebagai efusi pleura dengan tersangka TB Paru. Diagnosis efusi pleura dutegakkan dengan adanya tanda-tanda sebagai berikut :
1. Demam
2. Sesak nafas
3. Batuk, biasanya batuknya terdengar tajam
4. Sikap terpaksa lebih enak berbaring pada posisi yang sakit kadang-kadang dijumpai.
5. Gejala lain yang berhubungan dengan kausa, misal tuberkulosa
6. Tanda pada paru tergantung dari cairan:
- Lebih cembung dan ketinggalan gerak pada paru yang sakit.
- Redup absolut pada cairan dengan batas atas cairan melengkung dari medial kaudal ke lateral kranial ( garis Ellis Damoiseau).
- Auskultasi vesikuler diperlemah diatas redup.
- Tanda pemadatan paru pada segitiga Garland : kadang-kadang juga pada segitiga Grocco
- Fremitus suara diperlemah pada bagian redup.
7. Radiologik tergantung jumlah cairan :
- Cairan banyak
- Cairan sedikit : hanya mengisi sudut frenikokostal.
8. Darah tepi :
- Leukositosis bila infeksi bakterial, terutama bila ada pus ( empyema )
- KED meningkat pada infeksi khususnya bakterial
9. Punksi pleura.
Tatalaksanana efusi pleura. Pada Kasus ini dilakukan WSD (Water Sealed Drainage). WSD merupakan suatu sistem drainage yang menggunakan water seal untuk mengalirkan udara atau cairan dari cavum pleura dengan tujuan mengalirkan udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut, dan agar dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya terisi sedikit cairan pleura.
Perubahan Tekanan Rongga Pleura
Tekanan Istirahat Inspirasi EkspirasiAtmosfir 760 760 760Intrapulmoner 760 757 763Intrapleural 756 750 756
Cara Pemasangan WSD1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Terdapat beberapa macam WSD yaitu:
1. WSD dengan satu botol• Merupakan sistem drainage yang sangat sederhana• Botol berfungsi selain sebagai water seal juga berfungsi sebagai botol penampung.• Drainage berdasarkan adanya grafitasi.• Umumnya digunakan pada pneumotoraks
2. WSD dengan dua botol• Botol pertama sebagai penampung / drainase• Botol kedua sebagai water seal• Keuntungannya adalah water seal tetap pada satu level.• Dapat dihubungkan sengan suction control
3. WSD dengan 3 botol• Botol pertama sebagai penampung / drainase
• Botol kedua sebagai water seal• Botol ke tiga sebagai suction kontrol, tekanan dikontrol dengan manometer.
Kesimpulan
Pada pasien ini didagnosis sebagai efusi pleura dengan tersangka TB Paru. Diagnosis diperoleh berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan Efusi pleura antara lain pengbatan kausal, Thorakosintesis, Pemasangan WSD, dan Plurodesis yang Masing-masing agen terapi memilki indikasi tersendiri.
Referensi
Aru W. Sudoyo dkk,2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
Price, SA dan Wilson, LM. 1995. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, S., de Jong, Wim. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Penulis
Sulthonika Kurniawati S. Bagian Ilmu Bedah. RSUD Tidar Magelang
KASUS
Pasien laki-laki, 51 tahun, mengeluh demam sudah ± 1 bulan. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan naik turun. Pasien hanya meminum obat yang dibelinya dari warung. Selama sakit pasien mengeluhkan susah tidur dan nafsu makan menurun. Selain itu pasien juga mengeluhkan keringat dingin di malam hari. Berat badan susah naik. ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk kering. Sesak nafas (+), nafas terasa berat. BAB pasien kurang lancar, BAK (N). Riwayat batuk lama, hipertensi, diabetes mellitus, asma dan alergi lain disangkal. Riwayat keluhan sama seperti pasien di keluarga dan batuk lama disangkal. Keadaan Umum : Lemah, Compos Mentis. Vital sign : T :130/80 mmHg, Nadi :112x/menit, RR :32x/menit, Suhu :37,2˚C. Kepala : konjungtiva anemis (-/-),sclera ikterik(-/-),visus kabur (-/-). Leher : lnn tak teraba, JVP tidak meningkat. Dada : simetris, ketinggalan gerak (-/-), retraksi (-/-),sonor, iktus kordis tampak di axis anterior spatium
intercosta V sinistra dan kuat angkat. Jantung : SI>SII irregular, bising (+) spatium intercosta V midclavicula sinistra, kardiomegali(-). Pulmo : redup di bagian inferior sinistra, vesikuler (+/+), ronkhi (+/+),Abdomen : supel, flat, peristaltik(+), timpani (+), H/L: tak teraba, ekstremitas: akral hangat, nadi kuat, edem (-). RBC : 3,58 (menurun), Hb: 10,3 (menurun), Ht: 32,1 (menurun). Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan : Simetris, CTR <0,5 (Normal), Banyak ditemukan tuberkel halus menyebar diseluruh lapang paru, sudut Sinus costofrenikus kanan lancip, kiri tumpul.
DIAGNOSIS
TB milier dengan Efusi Pleura sinistra
DISKUSI
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis, paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru. TB Milier merupakan penyakit Limfo-Hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberkulosis dari kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan pertama setelah infeksi awal. Proses penyebaran M. Tb dapat secara limfogen dan hematogen. Penyebaran secara limfogen dapat membentuk kompleks primer sedangkan secara hematogen dapat menyebabkan komplikasi sistemik.
Gambaran Radiologis
1. Tuberkulosis Primer
Pada foto polos PA posisi erect tampak gambaran bercak semiopak terletak di suprahiler (diatas hilus), perihiler (sepanjang limfangitis) dan parakardial (disamping cor) dengan batas tak tegas. Tampak pembesaran limfonodi di lnn hilus, lnn parabronkial, lnn paratekal. Pada fase lanjut tampak garis –garis fibrosis berupa garis – garis berjalan radier dari hilus kearah luar (superior), kalsifikasi di lnn hillus, cairan di sinus costoprenicus, pericardial effusion serta atelektasis di perihiler.
2. Tuberkulosis Post Primer
Pada foto polos posisi thorak posisi erect tampak gambaran bercak semiopak bentuk amorf seperi kapas tak tegas infraklavikula (ini menujukan infiltrate), tampak densitas inhomogen bentuk amorf di apeks dan basis paru ( ini menunjukan fibroeksudatif), tampak garis – garis fibrosis, densitas sama dengan jantung yang menarik organ sekitarnya kearah ipsilateral (mediastinum, trakea, dan diafragma), tampak kaverna (bulatan opak dengan lusen ditengahnya) bentuk bulatan oval, tampan bulatan opak, batas tak tegas tapi ireguler, inhomogen didalamnya terdapat kaslifikasi amorf (ini merupakan gambaran tuberkel/tuberkuloma)
Beberapa hal penting yang mengenai TB
a. Tuberkulsis post primer : sarang berkedudukan di lapangan atas segmen apikal lobi bawah, lapangan bawangh disertai pleuritis, pembesaran limfonodi jarang.
b. Tuberkulsis primer : berlokasi di mana saja di parenkim paru, disertai pembesaran kelenjar limfe regional.
c. Proses aktif ditandai dengan : sarang – sarang berbentuk awan / bercak – bercak dengan densitas rendah/sedang dengan batas tidak tegas, adanya kavitasi. Apabila lubangnya sangat kecil biasanya merupakan residual cavity yang menunjukan proses non – aktif.
d. Proses tenang ditandai dengan : sarang – sarang seperti garis fibrotic atau bintik - bintik kapur.
Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP (Anterior Posterior) atau PA (Posterior Anterior) paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanya 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP (Anterior Posterior) atau PA (Posterior Anterior) ditemukan adanya sudut /costophreicus/ yang tidak tajam. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan menurun, dan vocal fremitus yang menurun. Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk membantu mendiagnosis penyakit TB milier dapat dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain ;
1. Uji tuberkulin.
Disebut juga Mantoux Test, dilakukan dengan cara menyuntikkan 0,1 ml PPD-RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Indurasi 0-4 mm negatif, indurasi 5-9 mm masih meragukan, diameter lebih dari 10 mm jelas positif.
2. Pemeriksaan radiologis.
Gambaran radiologis TB milier sangat khas, berupa tuberkel halus (millii) yang tersebar merata (difus) di seluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3 mm).
3. Pemeriksaan bakteriologis.
Penemuan kuman TB memastikan diagnosis TB, tetapi tidak ditemukannya kuman TB bukan berarti tidak menderita TB. Pemeriksaan bakteriologis terdiri dari 2 cara, yaitu pemeriksaan mikroskop hapusan langsung untuk menemukan kuman TB dan pemeriksaan biakan kuman.
4. Pemeriksaan patologi anatomi.
Pemeriksaan patologi anatomi tidak dilakukan secara rutin.
KESIMPULAN
Pasien laki-laki, 58 tahun Pasien laki-laki, 51 tahun, mengeluh demam sudah ± 1 bulan. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan naik turun. Pasien hanya meminum obat yang dibelinya dari warung. Selama sakit pasien mengeluhkan susah tidur dan nafsu makan menurun. Selain itu pasien juga mengeluhkan keringat dingin di malam hari. Berat badan susah naik. ±1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan batuk kering. Sesak nafas (+), nafas terasa berat. BAB pasien kurang lancar, BAK (N). Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan : Simetris, CTR <0,5 (Normal), Banyak ditemukan tuberkel halus menyebar diseluruh lapang paru, sudut Sinus costofrenikus kanan lancip, kiri tumpul. Pasien didiagnosis efusi pleura TB milier dengan Efusi Pleura sinistra. Adanya efusi pleura memberikan kelainan pada hemithorak yang sakit dengan pergerakan pernapasan yang tertinggal, cembung, ruang antar iga yang melebar dan mendatar, getaran nafas pada perabaan menurun, trakhea yang terdorong, suara ketuk yang redup dan menghilangnya suara pernapasan pada pemeriksaan auskultasi.