Epidural Hematoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan kasus

Citation preview

31

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangEpidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna.. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom. Epidural hematom sebagai keadaan neurologist yang bersifat emergency dan biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan arteri maka hematom akan terjadi.Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan hematoma epidural dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat.Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.60 % penderita hematoma epidural adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. 1.2 Manfaat

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami secara mendalam mengenai Epidural Hematoma dan juga masalah kesehatan yang dapat disebabkan olehnya.

1.3 Tujuan

Tujuan Umum

Untuk memberi informasi lanjut mengenai Epidural Hematoma kepada pembaca

Tujuan Khusus

Untuk memberikan pemahaman yang mendalam mengenai Epidural Hematoma supaya pembaca dapat mengetahui, dan juga menghindari faktor resiko dari Epidural Hematoma. BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI OTAK

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat diperbaiki lagi. Cedera kepala dapat mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan ditemukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.1

Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa, padat dapat digerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluh besar. Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala yang seksama bila galea terkoyak.1

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak memungkinkan perluasan intrakranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua dinding atau tabula yang dipisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar disebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam disebut tabula interna. Struktur demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan bobot yang lebih ringan . Tabula interna mengandung alur-alur yang berisikan arteria meningea anterior, media, dan posterior. Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan tekoyaknya salah satu dari arteri-arteri ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun dalam ruang epidural, dapat manimbulkan akibat yang fatal kecuali bila ditemukan dan diobati dengan segera.1

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater

1. Duramater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua lapisan:

Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum yang membungkus dalam calvaria

Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat yang berlanjut terus di foramen mgnum dengan duramater spinalis yang membungkus medulla spinalis:1. Arachnoidea mater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-laba

2. Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak pembuluh darah.22.2 Epidural Hematoma2.2.1 Definisi

Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.3

2.2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, 2% dari kasus trauma kepala mengakibatkan EDH dan sekitar 10% mengakibatkan koma. Secara Internasional frekuensi kejadian hematoma epidural hampir sama dengan angka kejadian di Amerika Serikat. Orang yang beresiko mengalami EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.4

60 % penderita EDH adalah berusia dibawah 20 tahun, dan jarang terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan di atas 60 tahun. Angka kematian meningkat pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan lebih dari 55 tahun. Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1.4Tipe- tipe :1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri

2. Subacute hematoma ( 31 % )

3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

2.2.3 Etiologi

Epidural hematom sebagai akibat perdarahan pada lapisan otak yang terdapat pada permukaan bagian dalam dari tengkorak. Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.3

2.2.4 Patofisiologi

Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,

desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. 2

Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis. 2

Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda babinski positif.

Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan. 2

Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.2

2.2.5 Tanda dan Gejala

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus diobservasi dengan teliti.3

Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.3 Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan EDH antara lain: Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

Bingung

Penglihatan kabur

Susah bicara

Nyeri kepala yang hebat

Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

Nampak luka yang dalam atau goresan pada kulit kepala.

Mual

Pusing

Berkeringat

Pucat

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.3Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalananya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang otak. Jika EDH di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.1

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. CT Scan: tanpa/dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

b. Angiografi serebral: menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema,perdarahan, trauma.

c. X-Ray: mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan / edema), fragmen tulang.

d. Analisa Gas Darah: medeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial.

e. Elektrolit: untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial.52.2.7 Diagnosis Banding

1. Hematoma subduralHematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara duramater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.8

2. Hematoma subarachnoid

Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalamnya. Kepala panah menunjukkan hematoma subarachnoid, panah hitam menunjukkan hematoma subdural dan panah putih menunjukkan pergeseran garis tengah ke kanan. 8

2.2.8 Gambaran Radiologi

Computed Tomography (CT-Scan)

Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedera intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari pembuluh darah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI akan menggambarkanmassahiperintens bikonveks yang menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.52.2.9 Penatalaksanaan

Terapi medikamentosa1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vitalUsahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : guna-kan cairan NaC10,9% atauDextrose in saline.6

2. Mengurangi edema otakBeberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:

a.Hiperventilasi.

b.Cairan hiperosmoler.

c.Kortikosteroid.

d.Barbiturat.

a.HiperventilasiBertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa, paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg.

b.Cairan hiperosmolerUmumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk menarik air dari ruang intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis. Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030 menit.

Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus biasa, harus dipikirkan kemungkinan efekrebound;mungkin dapat dicoba diberikan kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.c.KortikosteroidPenggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.

Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :

Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4 dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.

d.BarbituratDigunakan untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan dengan pengawasan yang ketat.

e.Cara lainPala 24-48 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24 jam agar tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30 akan menurunkan tekanan intrakranial.

Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah:

kepala dan leher diangkat 30. sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150. telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90 dengan tungkai bawah.6

2.2.10 Indikasi operatif

Operasi di lakukan bila terdapat :

Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)

Keadaan pasien memburuk

Pendorongan garis tengah > 5 mm

fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm

EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8 atau kurang

Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg. Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuklife savingdan untukfungsional saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.

Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :

> 25 cc desak ruang supra tentorial

> 10 cc desak ruang infratentorial

> 5 cc desak ruang thalamus

Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan

Penurunan klinis

Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.

Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan penurunan klinis yang progresif.72.3 Tindakan anastesi

Primary Survey

A= airway, bebaskan jalan nafasB = breathingC = circulation, hentikan perdarahanD = disability / SSP, cegah TIK naik

A: AirwayPeriksan apakah ada hambatan pada saluran nafas?? usahakan jalan nafas tetap terbuka secara optimal.Look: Gerak dada & perut, Tanda distres nafas, Warna mukosa, kulit.Pada pernafasan yang normal maka antara dada dan perut bergerak bersamaan, artinya saat dada mengembang maka perut juga mengembang. Hati-hati jika terjadi sebaliknya atau gerakan dada dan perut yang berkebalikan arah, maka tanda ini merupakan tanda sebagai obstruksi total dari jalan nafas (see saw).Listen: Gerak udara nafas dengan telingaFeel: gerak udara nafas dengan pipi.

Jika pasien sadar, ajak bicara, jika bicara jelas = tak ada sumbatan. Berikan oksigen (jika ada), masker 6 lpmJaga tulang leher, baring datar, wajah ke depan, leher posisi netralNilai apakah jalan nafas bebas adakah suara crowing, gargling, snoring.Jenis-jenis suara nafas tambahan karena hambatan sebagian jalan nafas :a.Snoring:suara seperti ngorok, kondisi ini menandakan adanya kebuntuan jalan napas bagian atas oleh benda padat, jika terdengar suara ini maka lakukanlah pengecekan langsung dengan cara cross-finger untuk membuka mulut (menggunakan 2 jari, yaitu ibu jari dan jari telunjuk tangan yang digunakan untuk chin lift tadi, ibu jari mendorong rahang atas ke atas, telunjuk menekan rahang bawah ke bawah). Lihatlah apakah ada benda yang menyangkut di tenggorokan korban (eg: gigi palsu dll). Pindahkan benda tersebutb. Gargling: suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan yang disebabkan oleh cairan (eg: darah), maka lakukanlah cross-finger(seperti di atas), lalu lakukanlah finger-sweep (sesuai namanya, menggunakan 2 jari yang sudah dibalut dengan kain untuk menyapu rongga mulut dari cairan-cairan).c.Crowing:suara dengan nada tinggi, biasanya disebakan karena pembengkakan (edema) pada trakea, untuk pertolongan pertama tetap lakukan maneuver head tilt and chin lift atau jaw thrust saja Jika suara napas tidak terdengar karena ada hambatan total pada jalan napas, maka dapatdilakukan:a.Back Blow sebanyak 5 kali, yaitu dengan memukul menggunakan telapak tangan daerah diantara tulang scapula di punggung

b.Heimlich Maneuver,c.Chest Thrust, dilakukan pada ibu hamil, bayi atau obesitas dengan cara memposisikan diri seperti gambar lalu mendorong tangan kearah dalam atas.Gangguan jalan nafas bagian atas:

- Sumbatan pangkal lidah

- Sumbatan benda asing padat : makanan. muntahan cair : muntah cairan lambung, darah- Edema jalan nafas: alergi, angioneurotic edema, luka bakar- Radang (terutama anak): laryngitis, tonsilitis, diptheria9B: BreathingPenyebab gangguan breathing:SentralSSP/pusat nafas

Perifer - Jalan nafas - Paru - Rongga pleura - Dinding dada - Otot nafas - Syaraf - JantungMenilai pernapasan:- Inspeksi (LIHAT): Frekuensi, pola nafas, simetris atau tidak, penggunaan otot bantu pernapasan, Bendungan vena leher, sianosis. Pada traum aperiksa adanya luka tusuk, fleil chest, luka pada dada.- Palpasi (RABA):nyeri tekan, krepitasi,emfisema subkutis, pergeseran letak trakea- Perkusi: Sonor, redup, hipersonor.- Auskultasi (DENGAR): keluhan penderita, suara nafas, adakah suara tambahan nafas (rhonki?, whezing?), dengarkan adanya suara usus di dada, suara jantung.

Tanda-tanda distress nafas:- Gelisah (karena hipoksia)- Tachypnea, nafas cepat, > 30 pm- Gerak otot nafas tambahan- Gerak cuping hidung- Tracheal tug- Retraksi sela iga- Gerak dada & perut paradoksal- Sianosis (tanda lambat)9

C: Circulasi-Periksa Nadi: Irama, frekuensi, kuat angkat- Tensi- Perfusi perifer9

Tanda-tanda shock:

GANGGUAN PERFUSI PERIFER- Raba telapak tangan Hangat, Kering, Merah : NORMAL Dingin, Basah, Pucat : SHOCK- Tekan - lepas ujung kuku / telapak tangan Merah kembali < 2 detik : NORMAL Merah kembali > 2 detik : SHOCK- Bandingkan dengan tangan pemeriksa Perfusi : pucat - dingin basah; cap. Refill time lambat ( kuku, telapak )- Nadi >100 x/mnt- Tekanan darah 80 mmHgart. femoralis > 70 mmHgart. carotis > 60 mmHg

Estimasi jumlah perdarahan:- Fraktur femur tertutup: 1,5-2 liter- Fraktur tibia tertutup: 0,5 liter- Fraktur pelvis 3 liter- Hemothoraks: 2 liter- Fr. Costae (tiap satu): 150 ml- Luka sekepal tangan : 500 mlBekuan darah sekepal: 500 ml9

DisabilityPeriksa Pupil (besar, simetri, refleks cahaya)

Periksa kesadaran , GCSA = Awake (sadar penuh)V = responds to Verbal command (ada reaksi terhadap perintah)P = responds to Pain (ada reaksi terhadap nyeri)U = Unresponsive (tak ada reaksi)9BAB 3

LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama

: YRJenis Kelamin: Laki - laki

Umur

: 5 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Teluk Rumbia Kec. SingkilPendidikan : SD2. Anamnesis

KU: Penurunan kesadaran.

Telaah: Hal ini dialami pasien 18 jam sebelum masuk RSUP HAM. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan lalu lintas saat dibonceng ayahnya naik sepeda motor. Pasien dibawa ke RS luar lalu dirujuk ke RSUP HAM. Riwayat pingsan (+), riwayat kejang (+), riwayat muntah (+)..

RPT: Tidak Jelas RPO : Tidak Jelas Kronologis Waktu Kejadian (Time Sequence)

3. Pemeriksaan Fisik dan Penanganan di IGD tanggal 4 Mei 2015 pukul 11.30 WIB (Konsul Resusitasi Cairan)GejalaTandaKesimpulanPenangananHasil

A (Airway)

Airway clear

Snoring (-)

Gargling (-)

Crowing (-)Airway Clear. Menjaga saluran pernafasan tetap aman.Airway tetap aman.

B (Breathing)

Spontan, RR =30 x/i , jejas di regio thorakoabdominal (-), gerak dada simetris, SP: ves ka=ki, ST: (-)

Takipnea, Adequate breathing. Diberikan oksigen O2 via Nasal canul 2 l/mnt

RR: 30 x/mnt, SpO2: 99%

C (Circulation )

CRT < 2, PP: H/M/K, HR: 115 x/mnt, T/V kuat/cukup, BP: 100/70 mmHg, perdarahan (-), UOP: Catheter (+) vol. 20 cc/jam

Stable Circulation

-Pemasangan IV line-IVFD Rsol 48 cc/ jam

-CRT < 2,

-PP: H/M/K, -HR: 106 x/mnt, -T/V cukup, -BP: 100/80 mmHg, -UOP: 30 ml residu .

D(Disability)sens: GCS 11(E3M5V3), Pupil Anisokor 4mm/2mm

HI GCS 11

Keep A-B-C clear Posisi head up 30

GCS 11 (E3M5V3)

E(Exposure)

Tampak luka memar di Left Temporo Parietal diameter 5mmMelakukan penilaian dan log roll.Rencana diagnostik dengan Head CT-Scan

Pemeriksaan Laboratorium tanggal 4-5-2015 pukul 15.001. Hematologi

a. Hb

: 9,20 gr%b. Eritrosit : 3,54 x 106/ mm3c. Leukosit : 10.460 /mm3d. Ht

: 28,20 %e. PLT

: 396.000 /mm32. Metabolisme Karbohidrat

a. KGD Sewaktu : 70,60 mg/dL3. Renal Function Test

a. Ureum : 18,30 mg/dLb. Kreatinin : 0,39 mg/dL4. Elektrolit

a. Natrium (Na) : 136 mEq/Lb. Kalium (K) : 4,7 mEq/Lc. Klorida (Cl) : 107 mEq/L5. Hemostasis

a. PT : Pasien (15,0) Kontrol (13.50)b. INR : 1,11c. APTT : Pasien (37) Kontrol (29.0)d. TT : Pasien (13,8) Kontrol (13,3)6. Fungsi Hati

a. Albumin : 4,3 g/dL7. Analisa gas darah

a. PH : 7,370b. pCO2 : 24 mmHg

c. pO2 : 207 mmHg

d. HCO3 : 13,9 mmol/L

e. Total CO2 : 14,6 mmol/L

f. BE : - 10,2 mmol/L

g. SpO2 : 100%

Pemeriksaan Foto Thoraks di IGD tanggal 4 Mei 2015:

Kesan : Jantung dan Paru dalam batas normal

Penanganan di IGD tanggal 4 Mei 2015 pukul 11.30 WIB O2 nasal canul 2 lpm, Jaga jalan nafas, evaluasi GCS

Elevasi kepala 300 Pasang IV Line 22G (1 jalur) + transfusi set + three way + IVFD Rsol 16 gtt/mnt pastikan lancar

Pasang Urine Cateter ( nilai kecukupan volume

Periksa Lab, Ambil sampel darah untuk untuk Cross Match

Injeksi Ceftriaxon 500 mg/12 jam

Inj. Ranitidin 10 mg/12 jam

Inj. Ketorolac 10 mg/8 jamPemeriksaan Head CT-Scan di IGD tanggal 4 Mei 2015:

4. Pendampingan Kamar Bedah tanggal 4 Mei 2015 pukul 18.50 WIB

GejalaTandaKesimpulanPenangananHasil

A (Airway)

Airway clear

Snoring (-)

Gargling (-)

Crowing (-)Tidak dijumpai obstruksi airway Posisi head up 30 derajat ( agar drainase aliran otak baik dengan posisi leher netral tdk hiperflexyTidak dijumpai masalah airway selama observasi

B (Breathing)

RR = 22 X/i, suara pernapasan : vesikuler, suara tambahan () pernafasan adekuatDilakukan pemasangan ETT no, 4,5.RR = 14 x / i,

C (Circulation )

A: H/M/K, TD 100/70 mmHg, HR 96 x/mnt, T/V:kuat/cukup, reguler Stable circulation

-Pertahankan CPP 70 - 90 mmHg( MAP 65 mmHg

-Pastikan normovolume( pantau urin output perjam 0,5- 1cc / kg BB/jamHR=105 X/i

D(Disability)sens : GCS : 11 (E3V3M5)Dijumpai Penurunan Kesadaran Keep A-B-C clear

GCS : 11 (E3V3M5)

E(Exposure)Tampak luka memar di Left Temporo Parietal diameter 5mm Dilakukan Craniotomi dan evakuasi EDHDijumpai Epidural Hematom pada bagian temporal kiri.

PS ASA

: 2E

Metode Anastesi :GA ETT

Premedikasi

:Fentanyl 50 mcg

induksi

:Propofol 30 mg, inj rocuronium 14 mgUkuran ETT

:no 4,5Lama pembiusan:2 jam 20 menit lama pembedahan 2 jam 30 menit

Instruksi medikasi pasca bedah:

Bed rest , Head up 30 o

Diet MB

IVFD RSol 20 gtt/menit

Inj. Ranitidin 25 mg Inj. Ceftriaxone 500 mg/ 12 jam/IV

Inj. ketorolac 15 mg/8 jam/IVLaporan Post Operasi di RR Kamar Bedah tanggal 4 Mei 2015:

Breathing system : Airway : Clear, S/G/C: -/-/-, RR: 20X/menit SP: vesikuler, ST: (-), SpO2 99 %

Cardiovascular system : Akral : H/M/K, TD 110/50 mmHg, HR:90 x/mnt, reguler, T/V kuat/cukup

Brain System: Sens : CM GCS 15(E4V5M6) pupil isokor, ki=ka : 3 mm/3 mm, RC +/+

Genitourineria system : UOP (+), vol : 50 ml/ jam, warna kuning jernih

Bowel system : Abdomen soepel, peristaltik (-)

Bone: Edema (-), Luka operasi tertutup verban di kepala, 4. Perawatan di Ruangan Rawat Inap Bedah Syaraf AnakTanggal SOAP

5/05/2015- GCS 15 (E4M5V6), pupil isokor 3/3 mm, Rc +/+.

EDH o/t Temporoparietal post craniotomy evakuasi IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jm

Inj. Ketorolac 15 mg/8jm

Inj. Ranitidin 25 mg/12 jm

6/5/2015 GCS 15 (E4M5V6), pupil isokor 3/3 mm, Rc +/+. EDH o/t Temporoparietal post craniotomy evakuasi IVFD Nacl 0,9% 20gtt/i

Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jm

Inj. Ketorolac 15 mg/8jm

Inj. Ranitidin 25 mg/12 jm

BAB 4

MASALAH DAN PEMBAHASAN

No.Masalah & PembahasanPasien

1.Airway

Obstrusi jalan nafas dapat terjadi pada pasien dengan penurunan kesadaran yaitu snoring, gargling dan crowing. Snoring terjadi karena jatuhnya pangkal lidah dikarenakan penurunan kesadaran.

Jika terdapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas, maka dapat dilakukan pembebasan jalan napas. Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan alat (ETT, Orofaringeal Tube) dan tanpa alat ( triple airway maneuver).ETT dengan teknik intubasi dapat menyebabkan komplikasi seperti edema laring, maka jika tidak perlu jangan diintubasi.Airway

Clear yang ditandai dengan snoring.

S/G/C -/-/-.

Dilakukan pembebasan jalan napas dengan menggunakan Orofaringeal Tube dan kemudian dilanjutkan dengan pemasangan ETT saat di KBE .

2.Breathing

Takipnea pada pasien dengan keadaan hemodinamik tidak stabil bisa terjadi karena kurangnya perfusi ke jaringan. Gangguan perfusi ini disebabkan karena kurangnya sirkulasi sebagai akibat dari perdarahan dan ditambah dengan ventilasi yang kurang akibat dari sumbatan pada jalan napas.

Terapi yang dapat dilakukan adalah memberikan oksigen.Breathing

Pasien mengalami takipnoea. Tidak dijumpai penggunaan otot nafas tambahan, pernafasan cuping hidung, sianosis pada bibir dan ujung jari. RR = 22 x/i, suara pernapasan : vesikuler, suara tambahan ()

Pasien diberikan O2 via facemask nonrebreathing 2 l/i

3.Circulation

Prinsip Neuro-Anestesi Cegah peningkatan TIK, maka dilakukan usaha untuk menurunkan TIK.

Posisi head up 30 derajat ( agar drainase aliran otak baik dengan posisi leher netral tdk hiperflexy.

Operasi daerah kepala, ETT tertutup doek : fiksasi kuat, pasang prekordial, perhatikan pressure manometer dan SpO2.

Pertahankan CPP 70 - 90 mmHg( MAP 65 mmHg

Pastikan normovolume( pantau urin output perjam 0,5- 1cc / kg BB/jam.

Perdarahan ( hipovolemia ( cairan kristaloid, koloid dan sedia darah

4.Exposure

Exposure dilakukan dengan cara melepas seluruh pakaian pasien sambil mencegah terjadinya hipotermia. Penilaian dilakukan dengan melakukan log roll terlebih dahulu . Exposure

Pada pasien dijumpai luka memar di Left Temporo Parietal diameter 5mm

5.Head injury

Secondary brain injury harus dihindari dengan cara:

-Pertahankan normovolemik, cegah hipoksia, hiperkarbia, cegah nyeri, dan kurangkan TIK dengan head up 30.

- Observasi terhadap vital sign dan GCSPada pasien ini dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, hipotermi dicegah dengan selimut, nyeri dicegah dengan pemberian analgesik dan TIK dikurangi dengan head up 30.

GCS pasien diobservasi dengan ketat.

6.Epidural hematom adalah adanya pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling sering yaitu dilobus temporalis dan parietalisPada pasien ini telah dilakukan pemeriksaan Head CT-Scan yang menunjukkan adanya perdarahan epidural pada daerah temporoparietal.

BAB 4

KESIMPULAN

Pasien laki-laki berusia 5 tahun mengalami trauma kepala pada daerah temporoparietal akibat terjatuh saat berkendara motor. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit luar dengan diagnosis Head Injury.

Pasien diterima sebagai pasien bedah saraf dan mengalami perburukan sehingga diresusitasi di BLUE LINE IGD. Pasien dilakukan pemeriksaan Head CT-Scan dan menunjukkan adanya perdarahan epidural pada daerah temporo parietal kiri. Pasien dijjadwalkan operasi untuk evakuasi perdarahan.

Setelah selesai operasi pasien dimasukkan ke ruang pasca bedah dan setelah mengalami perbaikan kemudain dirawat di ruang inap Bedah Saraf.Daftar pustaka

1. Abdul Hafid (2009), Strategi Dasar Penanganan Cedera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya.2. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,2005, 1014-10163. Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

4. Irie F, Le Brocque R, Kenardy J et-al. Epidemiology of traumatic epidural hematoma in young age. J Trauma. 2011;71 (4): 847-535. Brant WE, Helms CA. Fundamentals of Diagnostic Radiology. Lippincott Williams & Wilkins. (2007) ISBN:0781761352.6. Sullivan TP, Jarvik JG, Cohen WA. Follow-up of conservatively managed epidural hematomas: implications for timing of repeat CT. AJNR Am J Neuroradiol. 1999;20 (1): 107-137. [Guideline] Bratton SL, Chestnut RM, Ghajar J, et al. Guidelines for the management of severe traumatic brain injury. IX. Cerebral perfusion thresholds.J Neurotrauma. 2007;24 Suppl 1:S59-648. Grossman RG, Hamilton WJ.Principles of Neurosurgery. 2nded. Lippincott Williams & Wilkins Publishers; 19989. Roberts J, Hedges J, Fletcher J, ed.Clinical Procedures in Emergency Medicine. 4thed. WB Saunders Co; 2003.