45
BAB I STATUS PASIEN 1.1 IDENTITAS Nama : An. S. H. Umur : 2 tahun 3 bulan TTL : Bekasi , 12-10-2012 Jenis kelamin : Perempuan Nama ayah : Tn. S Usia : 40 tahun Pekerjaan : Buruh Nama Ibu : Ny. N Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Alamat : :Jati Bening RT 04 RW 14 Tanggal masuk RS : 17 Januari 2015 pukul 07.00 WIB Dokter yang merawat : Dr. Yuneti, Sp. A 1.2 ALLOWANAMNESIS Keluhan Utama : 1

EPILEPSI.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB ISTATUS PASIEN1.1 IDENTITASNama: An. S. H. Umur: 2 tahun 3 bulanTTL: Bekasi , 12-10-2012 Jenis kelamin: Perempuan Nama ayah : Tn. S Usia : 40 tahun Pekerjaan : Buruh Nama Ibu : Ny. NPekerjaan Ibu: Ibu Rumah Tangga Alamat: :Jati Bening RT 04 RW 14Tanggal masuk RS : 17 Januari 2015 pukul 07.00 WIB Dokter yang merawat: Dr. Yuneti, Sp. A

1.2 ALLOWANAMNESISKeluhan Utama: Kejang 1 jam SMRS

Riwayat Penyakit Sekarang: Menurut orang tua, pasien tiba-tiba mengalami kejang saat pasien sedang menonton tv, kejang berlangsung 40 menit, saat tiba di IGD RS Pondok Kopi pasien sudah tidak kejang, kejadian ini diawali dengan mata melirik ke arah kanan, kemudian pasien menjadi tidak bisa diajak berkomunkasi, berlangsung sekitar 5 menit, setelah itu tangan dan kaki kanan menjadi mengepal dan kaku tidak disertai kelojotan, tangan dan kaki kiri terlihat lemas, berlangsung sekitar 40 menit, kemudian kejang berhenti sendiri saat dalam perjalanan dibawa ke RS. Setelah kejang pasien menjadi seperti termenung dan kemudian menjadi tertidur. Tidak ada demam, riwayat terbentur kepala sebelum kejang tidak ada, riwayat muntah-muntah tidak ada, BAB dan BAK tidak ada keluhan.Riwayat Penyakit Dahulu : Umur 6 bulan Os kejang tiba-tiba tanpa disertai demam, penyakit penyerta lain, ataupun trauma kepala, kejang 1 x, durasi 15 menit. Umur 1 tahun Os kembali kejang tiba-tiba tanpa disertai demam atau sakit lain , kejang 1x, durasi 15 menit. Pasien dirawat. Pasien didiagnosa epilepsi oleh dokter. Diharuskan perawatan selama 2 tahun. Namun pasien hanya berobat selama 1 bulan karena merasa sudah sembuh. EEG, hasil mendukung dengan gejala klinis epilepsi Usia 1 tahun 11 bulan Os mengalami kejang kembali, kejang tiba-tiba tanpa demam, kejang 1x dengan durasi 30 menit, dibawa ke klinik di berikan stesolid 5 mg. Diberikan surat rujukan ke RS, akan tetapi orang tua membawa pasien pulang kerumah tanpa melanjutkan pemeriksaan selanjutnya. Riwayat Penyakit Keluarga : Adik kandung dari ibu pasien menderita epilepsi

Riwayat Pengobatan: Usia satu tahun sudah di diagnosis epilepsi, direncanakan pengobatan selama 2 tahun. Namun pasien hanya berobat selama 1 bulan.Riwayat Kehamilan Ibu: Ibu pasien rutin ANC di puskesmas , tidak terdapat kelainan/penyulit pada saat masa kehamilan. Tidak mengkonsumsi obat-obatan dan jamu yang mempengaruhi janin, tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.Riwayat Kelahiran: Pasien lahir ditolong dokter kandungan, lahir spontan, cukup bulan, saat lahir langsung menangis, BBL 2600gr, PB 48 cm. tidak ada kelainan atau cacat bawaan.Riwayat Makanan: ASI eksklusif 1 bulan Usia 1 bulan sudah diberikan susu formula Usia > 4 bulan diberikan bubur susu Usia > 6 bulan diberikan nasi tim Usia 15 bulan diberikan nasi keluarga Riwayat tumbuh kembang: Usia 3 bulan sudah berekasi terhadap bunyi Usia 6 bulan sudah bisa mengangkat kepala Usia 9 bulan sudah bisa merangkak 1 tahun bisa bicara tapi kata-kata tidak jelas, sampai saat ini baru bisa menyebutkan beberapa kata saja seperti ibu, ayah, makan. Menurut keterangan dari orang tuanya, pasien bisa berjalan sekitar usia 18 bulan, apabila berjalan sediki menyeret kaki sebelah kanan. Usia 2 tahun masih belum bisa meloncat, tidak terlalu aktif seperti teman seusianya. Gerakan halus seperti memegang bola dan mainan tidak terlalu baik. Riwayat psikososial : Pasien lebih senang menyendiri dari pada bergaul dengan teman-temannya. Tidak seaktif jika dibandingan dengan teman seusianya.Riwayat Alergi: Riwayat alergi makanan, udara, dan obat-obatan disangkal.Riwayat Imunisasi BCG1x usia 1 bulan skar 3 mm DPT3x usia 2,4, dan 6 bulan Polio 4x usia 0, 2, 4, dan 6 bulan Hepatitis B 3x usia 0,1 dan 6 bulan Campak 1x usia 9 bulan Kesan : sesuai dengan program imunisasi pemerintah1.3 PEMERIKSAAN FISIKKeadaan Umum : Tampak sakit sedangKesadaran : Somnolen (E3V3M5)Tanda Vital :Suhu : 36,70CNadi : 96x/menitPernafasan : 30x/menitStatus Antropometri:BB : 14 kgPB : 90 cm Status Gizi BB/U: 14/13 x 100 % = 107 (baik)TB/U: 90/92 x 100 % = 98(baik)BB/TB: 15/14 x 100% = 107 (baik)LK: 47 cm (normocephal)Kesimpulan status gizi BB/U : gizi baikTB/U : gizi baikBB/TB : gizi baik STATUS GENERALIS: Kulit : tidak ada sianosis, turgor kulit normalKelenjar limfe : tidak ada pembesara KGB.Kepala: normochepalUbun-ubun: menutup.Rambut: rambut pendek, warna hitam, tidak rontok, distribusi merata.Mata: tidak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,pupil isokhor, diameter 3 mm, reflek cahaya (+/+) Hidung: tidak ada deviasi septum, secret (-), epistaksis (-), napas cuping hidung (-) Telinga: Normotia, sekret (-/-), serumen (-/-) Mulut:Bibir kering, sianosis (-),perdarahan mukosa (-) perdarahan gusi Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tyroid (-) Thorax: Inspeksi: Simetris dextra-sinistra, tidak ada bagian dada yang tertinggal saat bernapas, retraksi dinding dada (-), scar (-), otot bantu pernapasan (-)Palpasi: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus sama dextra-sinistra.Perkusi: Sonor pada semua lapang paru, batas sonor-pekak setinggi ICS 6 linea midclavicularis dextra Auskultasi: Vesikuler (+/+), ronkhi -/-, wheezing -/- JantungInspeksi : Iktus kordis tidak terlihat Palpasi: Iktus kordis teraba 1 jari ke arah medial LMCS ICS IVPerkusi : Batas jantung kiri atas di LMCS ICS II Batas jantung kanan di linea parasternalis dextra ICS II Batas jantung kiri bawah di LMCS ICS IVAuskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Inspeksi: perut terlihat datar Palpasi: supel, nyeri tekan (-), turgor kulit baik, hepar & lien tidak teraba Perkusi: Timpani di seluruh kuadran abdomenAuskultasi: BU (+) normal Ekstr. Atas : Akral hangat , RCT< 2 detik, terdapat kelemahan di tangan kanan. Os lebih sering menggunakan tangan kirinya, edema (-).

Ekstr. Bawah : Akral hangat , RCT< 2 detik, terdapat kelemahan di kaki kanan. Kaki diseret ketika berjalan , edema (-) Otot : tidak ada atrofi. Tulang : tidak ada deformitas. Sendi : tidak ada tanda- tanda peradangan Anus dan Rektum: Tidak ditemukan kelainanGenitalia: A1M1PILENGANTUNGKAI

KANANKIRIKANANKIRI

GerakanBaikBaikBaikBaik

TonusKuatKuatKuatKuat

TrofiEutrofiEutrofiEutrofiEutrofi

Klonus----

Refleks fisiologis

Triceps +/+

Biceps +/+

Patella +/+

Ascilles +/+

Refleks patologis

Babinsky -/-

Oppenheim -/-

Gordon -/-

Chaddock -/-

Schaeffer-/-

M. Sign

Kaku kuduk -

Kernig -

Brudzinski I-

Brudzinski II-

Sensibilitas++++

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANGHasil Laboratorium :

Hb12,7 mg/Dl(10,5-13,5)

Leukosit 17700 /Ul(6-15)

Ht37 %(36-44)

Trombosit 276000 /Ul(200000-475000)

Natrium 140 mmol/L(132-145)

Kalium4,06 mmol/L(3,50-5,50)

Klorida110 mmol/L(98-110)

Basofil0,3 %(0,01)

Eosinofil0,7 %(1-3)

Neutrofil 70,7 %(37-72)

Limfosit 12 %(25-50)

Monosit 6,3 %(1-6)

Glukosa random133 mg/Dl33-111

1.5 RESUME :Anak perempuan, usia 2 tahun 2 bulan, kejang satu jam sebelum masuk rumah sakit, kejang dengan frekuensi satu kali, berlangsung selama 30 menit, kejang pada bagian tubuh sebelah kanan, ketika kejang berlangsung tangan kanan menjadi mengepal dan kaku pada tangan dan kaki kanan, sebelum kejang pasien melirik ke arah kanan, pandangan kosong dan tidak bisa diajak berkomunikasi, setelah kejang kesadaran menjadi menurun, pasien tertidur. Riwayat kejang tiba-tiba pada usia 6 bulan, usia 1 tahun kembali kejang, dilakukan pemeriksaan EEG didiagnosa dokter epilepsi, direncanakan terapi OAE selama 2 tahun, namun pasien hanya menjalankannya 1 bulan. Usia 1 tahun 11 bulan pasien kembali mengalami kejang secara tiba tiba, frekuensi 1 kali, dengan durasi 15 menit. Adik dari ibu pasien menderita epilepsi.Riwayat kehamilan dan persalinan, baik. Asi eksklusif hanya sampai usia 1 bulan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu 36,7C dan tanda vital lain normal. Lingkar kepala 47 cm (normocephal), pada pemeriksaan nerologis refleks fisiologis baik, refleks patologis tidak ada, dan meningeal sign tidak ada. Pada pemeriksaan laboratorium darah lengkap didapatkan leukosit yang meningkat 1.6 DIAGNOSA KERJA masuk RS: Epilepsi tipe kejang parsial kompleks

1.7 RENCANA DIAGNOSTIK : Pemeriksaan SGOT/SGPT, fungsi ginjal EEG CT scanning/ MRI

1.8 PENATALAKSANAAN: IGD Oksigen 2 liter/menit IVFD Kaen 3A 1000 cc/hari = 15 tpm Fenobarbital (sibital) dosis (2-10 mg/kgbb/hari), (24-140 mg/hari) 2 x 60 mg Terapu lebih lanjut, pasien dirawat di bangsal anakTerapi di ruang rawat inap Oksigen 2 liter/menit IVFD Kaen 1B 1000 cc/hari = 15 tpm Fenobarbital (luminal) 2x75 mg Cefotaxim 2x500 mg dosis (50-100 mg/kgbb/hari) Paracetamol syr

Follow UpHari/ tanggalSubjektifObjektifAssesmentPlanning

17.01.201519.00

Pasien tidak kejang lagi,demam hilang timbul keluhan (-)

KU : Sakit ringan Kesadaran : CM S : 37,8 C N : 100x/mnt RR : 30 x/mnt Pemeriksaan fisik dan neurologis kesan normal. Kejang berulang susp. Epilepsi

O2 nasal 2L/mnt Infus K1B 1200 cc/hari Paracetamol syr 3x 1 1/2 cth Cefotaxim 2x500mg Luminal 75 mg 2x1

18.01.2015

Tidak ada kejang, demam tidak ada, makan dan minum (+)

KU : Sakit ringan Kesadaran : CM S : 36,7C N : 90x/mnt RR : 30 x/mnt Pemeriksaan fisik dan neurologis kesan normal. Kejang berulang susp. Epilepsi

Terapi lanjut

19.01.2015

Tidak ada kejang, demam tidak ada, makan dan minum (+) Hasil EEG : epilepsi KU : Sakit ringan Kesadaran : CM S : 36,7C N : 96 x/mnt RR : 28 x/mnt

Status epileptikus

Terapi lanjut

1.9 DIAGNOSA KERJA keluar RSepilepsi tipe kejang parsial kompleks

Penatalaksanaan :Pengobatan dengan obat anti epilepsi selama 2 tahun.

1.10 KOMUNIKASI & EDUKASI Patuh terhadap pengobatan karena pengobatan akan berlangsung lama. Apabila timbul kejang segera bawa ke dokter terdekat.

1.11 PROGNOSISDubia ad Bonam

BAB IIANALISA KASUS

2.1 Analisa Kasus pada AnamnesisRiwayat kejang berulang tanpa demam dan tanpa penyakit lain yang menyertai, pada kasus dibuktikan dengan mengalami kejang lebih dari 2 kali dalam satu tahun tanpa disertai dengan demam dan penyakit lain yang menyertai disetiap kejang.tidak terlihat gelisah, sebelum kejang pasieng terdiam selama 5 menit, tidak dapat diajak berkomunikasi, bola mata melirik ke arah kanan, bagian tubuh kanan menjadi lemas, kemudian terjadi kejang 30 menit, tangan menjadi mengepal, tidak kolojotan. Setelah kejang terjadi penurunan kesadaran, pasien tertidur.adik dari ibu pasien menderita epilepsi Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5 Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran diantara dua serangan kejang.5 Kejang parsialMerupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan biasanya disetai dengan aura .Kejang parsial sederhana tanpa disertai penurunan kesadaranKejang parsial kompleks disertai dengan penurunan kesadaran.dari anamnesis didapatkan tipe kejang yakni kejang parsial kompleks Kesimpulan analisa kasus dari anamnesis Bahwa didapatkan kesesuaian anamnesis pada kasus dengan teori.

2.2 Analisa Kasus pada Pemeriksaan Fisik Pada keaadaan umum,tanda-tanda vital dan status generalis secara sistematis dalam batas normal. Pada pemeriksaan neurologi juga tidak didapatkan adanya kelainan Kesimpulan : bahwa didapatkan kesesuaian pemeriksaan fisik pada kasus dengan pemeriksaan fisik pada teori yang dijelaskan

2.3 Analisa Kasus pada Pemeriksaan PenunjangPada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil dalam batas normal. Pada teori dijelaskan bahwa pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui faktor etiologi. Perlu diperiksa kadar glukosa dan elektrolit yang memudahkan timbulnya kejang. Pada pasien ini tidak ditemukan penurunan atau peningkatan kadar elektrolit, begitu pula kadar glukosa darh pasien tidak menurun. Sehingga dapat disingkirkan faktor gangguan elektrolit dan hipoglikemi pada pasien ini

2.4 Analisa Kasus pada Penatalaksanaan Infus KAEN 3A diberikan karena glukosa darah pasien lebih tinggi dari nilai normal dan elektrolit dalam batas normal Rumatan dengan bb 14 kg = 1200 cc/hari Pada kasus diberikan 1000 cc/hari

Pasien diberikan luminal 75 mg x 2 untuk anti konvulsan yang long acting untuk mencegah kejang yang berulang dalam jangka waktu yang lama, dengan cara memblokir pelepasan muatan listrik di otak.Luminal, golongan fenobarbital. Merupakan antikonvlusi terkuat, long acting, efektif untuk semua bangkitan epilepsi kecuali bangkitan lena.Merupakan obat terpilih untuk epilepsi parsial kompleks.Efek samping pada anak adalah agitasi Dosis anak 5-10 mg/kgbb/hari = 70-140 mg/hari Pada kasus diberikan 150 mg/hari

2.5 Analisa Kasus pada Rencana Pemeriksaan SGOT/SGPTDapat digunakan untuk mengetahui apakah hati bekerja dengan baik karena akan diberikan pengobatan jangka panjang. EEGEEG adalah pemeriksaan penting untuk diagnosis epilepsy karena EEG dapat merekam aktivitas listrik pada otak. EEG aman digunakan dan tanpa rasa sakit. EEG memperlihatkan pola normal dan abnormal dari aktivitas listrik otak. Beberapa pola abnormal mungkin terjadi dengan beberapa kondisi yang berbeda tidak hanya pada kejang. Seperti pada trauma kepala, stroke, tumor otak atau kejang. Ahli saraf mungkin akan mengartikan gelombang sebagai bentuk abnormalitas epilepsy atau gelombang epilepsy. Hal ini termasuk spike, sharp waves and spike-and wave discharge. Gelombang spike dan sharp pada area spesifik diotak seperti pada lobus temporal kiri mengindikasikan kejang parsial mungkin berasal dari area tersebut. Disisi lain, kejang umum primer diperkirakan dari lepasan gelombang spike and wave yang menyebar luas pada kedua hemisfer otak. Terutama jika berasal dari kedua hemisfer pada saat yang bersamaan

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA3.1. DEFINISIKejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.5

3.2. EPIDEMIOLOGIEpilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di negara berkembang mencapai 100/100,000.7Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 10

3.3. ETIOLOGI Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11 Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi 50% dari penderita epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat alat diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya : post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif. Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

3.4. KLASIFIKASIKlasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE) 1981: 12I . Kejang Parsial (fokal)A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)1. Dengan gejala motorik2. Dengan gejala sensorik3. Dengan gejala otonomik4. Dengan gejala psikikB. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadarana. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaranb. Dengan automatisme2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejanga. Dengan gangguan kesadaran sajab. Dengan automatismeC. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau klonik)1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum3.Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)A. lena/ absensB. mioklonikC. tonikD. atonik E. klonikF. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkanKlasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :I. Berkaitan dengan letak fokusA. Idiopatik Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes Childhood epilepsy with occipital paroxysmB. Simptomatik Lobus temporalis Lobus frontalis Lobus parietalis Lobus oksipitalis

II. Epilepsi UmumA. Idiopatik Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions Benign myoclonic epilepsy in infancy Childhood absence epilepsy Juvenile absence epilepsy Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal) Epilepsy with grand mal seizures upon awakening Other generalized idiopathic epilepsiesB. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik Wests syndrome (infantile spasms) Lennox gastaut syndrome Epilepsy with myoclonic astatic seizures Epilepsy with myoclonic absencesC. Simtomatik Etiologi non spesifik Early myoclonic encephalopathy Specific disease states presenting with seizures

3.5. PATOFISIOLOGIDasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.13

Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

3.6 GEJALA Kejang parsial simplekSeranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa: deja vu: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya. Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan. Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih tertentu. Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu Halusinasi Kejang parsial (psikomotor) kompleks Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama. Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu serangan. Gejalanya meliputi: Gerakan seperti mencucur atau mengunyah Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam keadaan seperti sedang bingung Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang Berbicara tidak jelas seperti menggumam. Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal). Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal, kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran, kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun ingin tidur setelah serangan semacam ini.14

3.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

1. AnamnesisAnamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:- Pola / bentuk serangan- Lama serangan- Gejala sebelum, selama dan paska serangan- Frekuensi serangan- Faktor pencetus- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang- Usia saat serangan terjadinya pertama- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologisMelihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak anak pemeriksa harus memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjanga. Elektro ensefalografi (EEG)Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnyagelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEGRekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan RadiologisPemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.

3.8 TERAPIStatus epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit

Algoritme manajemen status epileptikus

Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip terapi farmakologi epilepsi yakni: OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan dan kemungkinan efek sampingnya. Terapi dimulai dengan monoterapi Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan tidak terkontrol dengan dosis efektif. Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan, ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan. Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan pertama merupakan status epileptikus. 16Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi : Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA) Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAEPada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas serangan .Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut: Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal 2 tahun bebas bangkitan Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE yang bukan utamaObat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi mekanisme unik ini memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and Drug Administration's (FDA's) masih mempertimbangkan obat ini.17

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

Mekanisme kerja OAE

Obat Epilepsi untuk Anak

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-127.4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric Neurology: Essentials for General Practice. 1st ed. 20075. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/158169396. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.7. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf8. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-pada-anak-210. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofepilepsy11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 200512. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.14. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 200515. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 200816. http://www.medscape.com/viewarticle/72680917. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia: Saundres Elsevier. 2008. 593(6)

1