37
Epistemologi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah. Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang bisa diketahui manusia 2. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu 3. Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan 4. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme

Epistemologi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fioklsafat

Citation preview

Page 1: Epistemologi

Epistemologi

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia pada dasarnya adalah makhluk pencari kebenaran. Manusia tidak pernah puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu mencari dan mencari kebenaran yang sesungguhnya dengan bertanya-tanya untuk mendapatkan jawaban. Namun setiap jawaban-jawaban tersebut juga selalu memuaskan manusia. Ia harus mengujinya dengan metode tertentu untuk mengukur apakah yang dimaksud disini bukanlah kebenaran yang bersifat semu, tetapi kebenaran yang bersifat ilmiah yaitu kebenaran yang bisa diukur dengan cara-cara ilmiah.

Perkembangan pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku, artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka makalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Apa yang bisa diketahui manusia

2. Apakah sumber-sumber pengetahuan itu

3. Bagaimana cara-cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

4. Apa yang dimaksud dengan rasionalisme dan empirisme

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi

Epistemologi (filsafat ilmu) adalah pengetahuan sistematik mengenai pengetahuan. Epistemologi merupakan salah satu objek kajian dalam filsafat, dalam pengembangannya menunjukkan bahwa epistemologi secara langsung berhubungan secara radikal (mendalam) dengan diri dan kehidupan manusia. Pokok kajian epistemologi akan sangat menonjol bila dikaitan dengan pembahasan mengenai hakekat epistemologi itu sendiri. Secara linguistic kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu:

Page 2: Epistemologi

kata “Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah epistemologi secara etimologis diartikan sebagai teori pengetahuan yang benar dan dalam bahasa Indonesia lazim disebut filsafat pengetahuan. Secara terminologi epistemologi adalah teori mengenai hakikat ilmu pengetahuan atau ilmu filsafat tentang pengetahuan.

Masalah utama dari epistemologi adalah bagaimana cara memperoleh pengetahuan, Sebenarnya seseorang baru dapat dikatakan berpengetahuan apabila telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan epistemologi artinya pertanyaan epistemologi dapat menggambarkan manusia mencintai pengetahuan. Hal ini menyebabkan eksistensi epistemologi sangat urgen untuk menggambar manusia berpengetahuan yaitu dengan jalan menjawab dan menyelesaikan masalah-masalah yang dipertanyakan dalam epistemologi. Makna pengetahuan dalam epistemologi adalah nilai tahu manusia tentang sesuatu sehingga ia dapat membedakan antara satu ilmu dengan ilmu lainnya.

Epitemologi merupakan cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, sarana, metode atau cara memperoleh pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan (ilmiah). Perbedaan landasan ontologik menyebabkan perbedaan dalam menentukan metode yang dipilih dalam upaya memperoleh pengetahuan yang benar. Akal, akal budi, pengalaman, atau kombinasi akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana mencari pengetahuan yang dimaksud dalam epistemologik, sehingga dikenal model-model epistemologik seperti rasionalisme, empirisme, Epistemologi juga membahas bagaimana menilai kelebihan dan kelemahan suatu model epistemologik beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah). Pengetahuan merupakan daerah persinggungan antara benar dan dipercaya. Pengetahuan bisa diperoleh dari akal sehat yaitu melalui pengalaman secara tidak sengaja yang bersifat sporadis dan kebetulan sehingga cenderung bersifat kebiasaan dan pengulangan, cenderung bersifat kabur dan samar dan karenanya merupakan pengetahuan yang tidak teruji. Ilmu pengetahuan (sains) diperoleh berdasarkan analisis dengan langkah-langkah yang sistematis (metode ilmiah) menggunakan nalar yang logis. Sarana berpikir ilmiah adalah bahasa, matematika dan statistika. Metode ilmiah menggabungkan cara berpikir deduktif dan induktif sehingga menjadi jembatan penghubung antara penjelasan teoritis dengan pembuktian yang dilakukan secara empiris. Secara rasional, ilmu menyusun pengetahuannya secara konsisten dan kumulatif, sedangkan secara empiris ilmu memisahkan pengetahuan yang sesuai dengan fakta dari yang tidak. Dengan metode ilmiah berbagai penjelasan teoritis (atau juga naluri) dapat diuji, apakah sesuai dengan kenyataan empiris atau tidak. Kebenaran pengetahuan dilihat dari kesesuaian artinya dengan fakta yang ada, dengan putusan-putusan lain yang telah diakui kebenarannya dan tergantung kepada berfaedah tidaknya teori tersebut bagi kehidupan manusia. Jika seseorang ingin membuktikan kebenaran suatu pengetahuan maka cara, sikap, dan sarana yang digunakan untuk membangun pengetahuan tersebut harus benar. Apa yang diyakini atas dasar pemikiran mungkin saja tidak benar karena ada sesuatu di dalam nalar kita yang salah. Demikian pula apa yang kita yakini karena kita amati belum tentu benar karena penglihatan kita mungkin saja mengalami penyimpangan. Itulah sebabnya ilmu pengetahan selalu berubah-ubah dan berkembang.

B. Apa yang bisa diketahui manusia

Page 3: Epistemologi

Immanuel Kant (lahir di Königsberg, 22 April 1724 – meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun) adalah seorang filsuf Jerman. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dalam bukunya ini ia “membatasi pengetahuan manusia”. Atau dengan kata lain “apa yang bisa diketahui manusia.” Ia menyatakan ini dengan memberikan tiga pertanyaan:

Apakah yang bisa kuketahui?

Apakah yang harus kulakukan?

Apakah yang bisa kuharapkan?

Pertanyaan ini dijawab sebagai berikut:

Apa-apa yang bisa diketahui manusia hanyalah yang dipersepsi dengan panca indra. Lain daripada itu merupakan “ilusi” saja, hanyalah ide.

Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.

Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya. Inilah yang memutuskan pengharapan manusia.

C. Sumber-sumber pengetahuan

Sebelum kita memasuki pembahasan inti dari makalah ini, maka perlu kiranya kita mengetahui pengertian dari ilmu pengetahuan.

Dalam komperensi ilmu pengetahuan nasional (KIPNAS) ini LIPI yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 15-19 September 1981 di dasarkan agar dipergunakan terminologi ilmu untuk science dan pengetahuan untuk Knowledge adapun alasannya yaitu:

1. Ilmu (Spesies) adalah sebagian dari pengetahuan (Genus)

2. Dengan demikian maka ilmu adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu yaitu ciri-ciri ilmiah atau ilmu adalah sinonim dengan pengetahuan ilmiah (Scientific knowledge)

3. Dalam buku bahasa Indonesia berdasarkan hukum D (diterangkan) dan M (menerangkan) maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (D) yang bersifat pengetahuan (M) dan penyatuan ini pada hakikatnya adalah salah sebab ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bersifat ilmiah

4. Kata ganda dari dua kata benda yang termasuk kategori yang sama biasanya menunjukkan dua objek yang berbeda seperti laki bini (laki dan bini) dan emas perak (emas dan perak) penafsiran yang sama, maka ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai ilmu dan pengetahuan.

Ternyata ada juga yang berpendapat bahwa:

Page 4: Epistemologi

1. Ilmu termasuk genus dimana terdapat dapat banyak spesies seperti ilmu kebathinan, ilmu agama, ilmu filsafat, dan ilmu pengetahuan

2. Terminologi ilmu pengetahuan sinomia dengan scientific knowledge

3. Ilmu adalah sinomia dengan knowledge danpengetahuan tentang science dimana berdasarkan hukum DM maka ilmu pengetahuan adalah ilmu (Knowledge) yang bersifat pengetahuan (scientific)

Jika demikian, ilmu pengetahuan hanya merupakan istilah yang lazim dibahasakan orang-orang tetapi tidak mampu memberikan defenisi yang jelas, tetapi orang pasti sudah mengerti maksud ilmu pengetahuan bila mendengarnya

Di dalam makalah ini akan kami uraikan beberapa defenisi istilah ilmu pengetahuan berdasarkan beberapa buku filsafat.

Kata “Ilmu” merupakan terjemahan dari kata (Science) yang secara etimologi berasal dari bahasa latin (scinre) artinya “to Know”. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan objektif.

Dari pengungkapan para ahli kita dapat menarik kesimpulan sebagi berikut:

1. Tidak semua permasalahan yang dipersoalkan manusia dalam hidup dan kehidupannya dapat dijawab dengan tuntas oleh ilmu pengetahuan itu.

2. Nilai kebenaran ilmu pengetahuan itu bersifat positif dalam arti sampai saat sekarang ini dan juga bersifat relatif atau nisbi dalam arti tidaklah mutlak kebenarannya

3. Batas dan realitivitas ilmu pengetahuan bermuara pada filsafat, dalam arti bahwa semua permasalahan yang berada di luar atau di atas jangkauan dari ilmu pengetahuan itu diserahkanlah kepada filsafat untuk menjawabnya.

Dengan kita memasuki lapangan filsafat dengan mencoba merenungkan semua permasalahan manusia yang belum tuntas dijawab oleh ilmu pengetahuan itu.

Dalam kajian filsafat ilmu sumber-sumber pengetahuan yang diperoleh manusia melalui: Pengalaman, intuisi, agama (wahyu), filsafat dan ilmu

D. Cara – cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan

Dalam filsafat ilmu, cara memperoleh dan mengembangkan pengetahuan adalah melaui sebuah rangkaian prosedur atau metode/tekhnik tertentu yang lazimnya disebutnya metode ilmiah

a. Pengertian metoda Ilmiah

Page 5: Epistemologi

Menurut Soerjono Soemargono (1993 : 17), istilah metoda berasal dari bahasa Latin methodos, yang secara umum artinya cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan sedangkan metoda ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh pengetahuan ilmiah.

The Liang Gie (1991 : 110), menyatakan bahwa metoda ilmiah adalah prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memperkembangkan pengetahuan yang telah ada.

Dalam beberapa literatur seringkali metoda dipersamakan atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metoda, (methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain (The Liang Gie, 1991:116). Dengan mengutip pendapat benerapa pakar, The Liang Gie menjelaskan perbedaan ketiga hal tersebut sebagai berikut. Pendekatan pada pokoknya adalah ukuran-ukuran untuk memilih masalah-masalah dan data yang bertalian, sedangkan metoda adalah prosedur untuk mendapatkan dan mempergunakan data. Pendekatan dalam menelaah suatu masalah dapat dilakukan berdasarkan atau dengan memakai sudut tinjauan dari ilmu-ilmu tertentu, misalnya psikologi, sosiologi, politik, dst. Dengan pendekatan berdasarkan psikologi, maka masalah tersebut dianalisis dan dipecahkan berdasarkan konsep-konsep psikologi. Sedangkan bila masalah tersebut ditinjau berdasarkan pendekatan sosiologis, maka konsep- konsep sosiologi yang dipakai untuk menganalisis dan memecahkan masalah tersebut.

Pengertian metoda juga tidak sama dengan teknik. Metoda ilmiah adalah berbagai prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata langkah dalam pelaksanaan penelitian ilmiah. Pola dan tata langkah prosedural tersebut dilaksanakan dengan cara-cara operasional dan teknis yang lebih rinci. Cara-cara itulah yang mewujudkan teknik. Jadi, teknik adalah suatu cara operasional teknis yang seringkali bercorak rutin, mekanis, atau spesialistis untuk memperoleh dan menangani data dalam penelitian (The Liang Gie (1991 : 117).

b. Unsur-unsur metoda ilmiah

Metoda ilmiah yang merupakan suatu prosedur sebagaimana digambarkanoleh The Liang Gie, memuat berbagai unsur atau komponen yang saling berhubungan. Unsur-unsur utama metoda ilmiah menurut The Liang Gie (1991 : 118) adalah pola proSedural, tata langkah, teknik, dan instrument..

Pola prosedural, antara lain terdiri dari: pengamatan, percobaan, peng-ukuran, survai, deduksi, induksi, dan analisis. Tata langkah, mencakup : penentuan masalah, perumusan hipotesis (bila perlu), pengumpulan data, penurunan kesimpulan, dan pengujian hasil. Teknik, antara lain terdiri dari : wawancara, angket, tes, dan perhitungan. Aneka instrumen yang dipakai dalam metoda ilmiah antara lain : pedoman wawancara, kuesioner, timbangan, meteran, komputer.

c. Macam-macam Metoda ilmiah

Page 6: Epistemologi

Johson (2005) dalam arkelnya yang berjudul ”Educational Research : Quantitative and Qualitative”, yang termuat dalam situs internet membedakan metoda ilmiah menjadi dua metoda deduktif dan metoda induktif. Menurut Johnson, metode deduktif terdiri tiga langkah utama, yaitu : first, state the hypothesis (based on theory or research literature); nex, collect data to test hypothesis; finally, make decision to accept or reject the hypothesis. Sedangkan tahapan utama metoda induktif menurut Johnson adalah : first, observe the world; next, search for a pattern in what is observed; and finally, make a generalization about what is occuring. Kedua metoda tersebut selanjutnya oleh Johnson divisualisasikan sebagai berikut.

Metoda deduktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kuantitatif. Dalam metoda ini teori ilmiah yang telah diterima kebenarannya dijadikan acuan dalam mencari kebenaran selanjutnya. Sedangkan metoda induktif merupakan metoda yang diterapkan dalam penelitian kualitatif. Penelitian ini dimulai dengan pengamatan dan diakhiri dengan penemuan teori.

1) Metoda Deduktif

Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya Ilmu dalam Perspektif Moral, Sosial, dan Politik (1996 : 6) menyatakan bahwa pada dasarnya metoda ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan :a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun; b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut; dan c) melakukan verifikasi terhadap hipotesis termaksud untuk menguji kebenaran pernyataannya secara faktual.

Selanjutnya Jujun menyatakan bahwa kerangka berpikir ilmiah yang berintikan proses logico-hypothetico-verifikatifn ini pada dasarnya terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut (2005 : 127-128).

a) Perumusan masalah, yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas batas-batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.

b) Penyusunan kerangka berpikir dalam penyusunan hipotesis yang merupakan argumentasi yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor yang saling mengait dan membentuk konstelasi permasalahan.

Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenarannya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relevan dengan permasalahan.

c) Perumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari dari kerangka berpikir yang dikembangkan.

d) Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta- fakta yang relevan dengan hipotesis, yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipoteisis tersebut atau tidak.

Page 7: Epistemologi

e) Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima.

2) Metoda Induktif

Metoda induktif merupakan metoda ilmiah yang diterapkan dalam penelitian kualitatif. Metoda ini memiliki dua macam tahapan : tahapan penelitian secara umum dan secara siklikal (Moleong, 2005 : 126).

a) Tahapan penelitian secara umum

Tahapan penelitian secara umum secara garis besar terdiri dari tiga tahap utama, yaitu (1)tahap pralapangan, (2)tahap pekerjaan lapangan, dan (3) tahap analisis data. Masing- masing tahap tersebut terdiri dari beberapa langkah.

b) Tahapan penelitian secara siklikal

Menurut Spradley (Moleong, 2005 :148), tahap penelitian kualitatif, khususnya dalam etnografi merupakan proses yang berbentuk lingkaran yang lebih dikenal dengan proses penelitian siklikal, yang terdiri dari langkah-langkah:(1) pengamatan deskriptif, (2) analisis demein, (3) pengamatan terfokus, (4) analisis taksonomi, (5) pengamatan terpilih, (6) analisis komponen, dan (7) analisis tema.

E. Metode Untuk Memperoleh Pengetahuan

a. Metode Empirisme

Empirisme berasal dari kata Yunani yaitu “empiris” yang berarti pengalaman inderawi. Oleh karena itu empirisme dinisbatkan kepada faham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalanan dan yang dimaksudkan dengannya adalah baik pengalaman lahiriah yang menyangkut dunia maupun pengalaman batiniah yang menyangkut pribadi manusia. Asal kata empirisme adalah empiria yang berarti kepercayaan terhadap pengalaman. Bahan yang diperoleh dari pengalaman diolah oleh akal, sedangkan yang merupakan sumber pengetahuan adalah pengalaman karena pengalamanlah yang memberikan kepastian yang diambil dari dunia fakta. Empirisme berpandangan bahwa pernyataan yang tidak dapat dibuktikan melalui pengalaman adalah tidak berarti atau tanpa arti. Ilmu haru sdapat diuji melalui pengalaman. Dengan demikian, kebenaran yang diperoleh bersifat a posteriori yang berarti setelah pengalaman (post to experience).

Tokoh-tokoh empirisme antara lain Francis Bacon (1561-1626), Thomas Hobbes (1588-1679), dan John Locke (1632-1704). Francis Bacon telah meletakkan dasar-dasar empirisme dan menyarankan agar penemuan-penemuan dilakukan dengan metode induksi. Menurutnya ilmu akan berkembang melalui pengamatan dalam ekperimen serta menyusun fakta-fakta sebagai hasil eksperimen.

Pandangan Thomas Hobbes sangat mekanistik. Karena merupakan bagian dari dunia, apa yang terjadi pada manusia atau yang dialaminya dapat diterangkan secara mekanik. Ini yang menyebabkan Thomas

Page 8: Epistemologi

Hobbes dipandang sebagai penganjur materialisme. Sesuai dengan kodratnya manusia berkeinginan mempertahankan kebebasan dan menguasai orang lain. Hal ini menyebabkan adanya ungkapan homo homini lupus yang berarti bahwa manusia adalah srigala bagi manusia lain.

Menurut aliran ini bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalaman indranya. Bapak aliran ini adalah John Lock (1632-1704) dengan teorinya “tabula rasa” yang artinya secara bahasa adalah meja lilin. Menurut paham empirisme, metode untuk memperoleh pengetahuan didasarkan pada pengalaman yang bersifat empiris, yaitu pengalaman yang bisa dibuktikan tingkat kebenarannya melalui pengamalan indera manusia. Seperti petanyaan-pertanyaan bagaimana orang tahu es membeku? Jawab kaum empiris adalah karena saya melihatnya (secara inderawi/panca indera), maka pengetahuan diperoleh melalui perantaraan indera. Proses terjadinya pengetahuan menurut penganut empirisme berdasarkan pengalaman akibat dari suatu objek yang merangsang alat inderawi, kemudian menumbuhkan rangsangan saraf yang diteruskan ke otak. Di dalam otak, sumber rangsangan sebagaimana adanya dan dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat inderawi ini. Kesimpulannya adalah metode untuk memperoleh pengetahuan bagi penganut empirisme adalah berdasarkan pengalaman inderawi atau pengalaman yang bisa ditangkap oleh panca indera manusia.

Kelemahan aliran ini adalah sangat banyak :

1. Indera terbatas ; Benda yang jauh kelihatan kecil.

2. Indera menipu ; Orang yang sedang sakit malaria, gula rasanya pahit.

3. Terkadang objek yang menipu, seperti ilusi dan patamorgana.

4. Kekurangan terdapat pada indera dan objek sekaligus; indera (dalam hal ini mata) tidak bisa melihat kerbau secara keseluruhan, begitu juga kerbau tidak bisa dilihat secara keseluruhan.

Pada dasarnya Empirisme sangat bertentangan dengan Rasionalisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan yang sejati berasal dari ratio, sehingga pengenalan inderawi merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. sebaliknya Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang paling jelas dan sempurna.

Seorang yang beraliran Empirisme biasanya berpendirian bahwa pengetahuan didapat melalui penampungan yang secara pasip menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan betapapun rumitnya dapat dilacak kembali dan apa yang tidak dapat bukanlah ilmu pengetahuan. Empirisme radikal berpendirian bahwa semua pengetahuan dapat dilacak sampai kepada pengalaman inderawi dan apa yang tidak dapat dilacak bukan pengetahuan. Lebih lanjut penganut Empirisme mengatakan bahwa pengalaman tidak lain akibat suatu objek yang merangsang alat-alat inderawi, kemudian di dalam otal dipahami dan akibat dari rangsangan tersebut dibentuklah tanggapan-tanggapan mengenai objek yang telah merangsang alat-alat inderawi tersebut.

Page 9: Epistemologi

Empirisme memegang peranan yang amat penting bagi pengetahuan, malah barangkali merupakan satu-satunya sumber dan dasar ilmu pengetahuan menurut penganut Empirisme. Pengalaman inderawi sering dianggap sebagai pengadilan yang tertinggi.

b. Tokoh-tokohnya.

1. Francis Bacon (1210 -1292)

2. Thomas Hobbes ( 1588 -1679)

3. John Locke ( 1632 -1704)

4. George Berkeley ( 1665 -1753)

5. David Hume ( 1711 -1776)

6. Roger Bacon ( 1214 -1294)

b. Metode Rasionalisme

Para penganut rasionalisme berpandangan bahwa satu-satunya sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah rasio (akal) seseorang. Perkembangan pengetahuan mulai pesat pada abad ke-18. Orang yang dianggap sebagai bapak rasionalisme adalah Rene Descartez (1596-1650) yang juga dinyatakan sebagai bapak filsafat modern. Semboyannya yang terkenal adalah cogito ergo sum (saya berpikir, jadi saya ada).

Berbeda dengan penganut empirisme, karena rasionalisme memandang bahwa metode untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui akal pikiran. Bukan berarti rasionalisme menegasikan nilai pengalaman, melainkan pengalaman dijadikan sejenis perangsang bagi akal pikiran untuk memperoleh suatu pengetahuan. Menurut Rene Descartes (Bapak Rasionalisme), bahwa kebenaran suatu pengetahuan melalui metode deduktif melalui cahaya yang terang dari akal budi. Maka akal budi dipahamkan sebagai:

- Sejenis perantara khusus, yang dengan perantara itu dapat dikenal kebenaran.

- Suatu teknik deduktif yang dengan memakai teknik tersebut dapat ditemukan kebenaran-kebenaran yaitu dengan melakukan penalaran.

Fungsi pengalaman inderawi bagi penganut rasionalisme sebagai bahan pembantu atau sebagai pendorong dalam penyelidikannya suatu memperoleh kebenaran.

Rasionalisme adalah merupakan faham atau aliran atau ajaran yang berdasarkan ratio, ide-ide yang masuk akal.Selain itu, tidak ada sumber kebenaran yang hakiki. Zaman Rasionalisme berlangsung dari pertengahan abad ke XVII sampai akhir abad ke XVIII. Pada zaman ini hal yang khas bagi ilmu pengetahuan adalah penggunaan yang eksklusif daya akal budi (ratio) untuk menemukan kebenaran.

Page 10: Epistemologi

Ternyata, penggunaan akal budi yang demikian tidak sia-sia, melihat tambahan ilmu pengetahuan yang besar sekali akibat perkembangan yang pesat dari ilmu-ilmu alam. Maka tidak mengherankan bahwa pada abad-abad berikut orang-orang yang terpelajar Makin percaya pada akal budi mereka sebagai sumber kebenaran tentang hidup dan dunia. Hal ini menjadi menampak lagi pada bagian kedua abad ke XVII dan lebih lagi selama abad XVIII antara lain karena pandangan baru terhadap dunia yang diberikan oleh Isaac Newton (1643 -1727). Berkat sarjana geniaal Fisika Inggeris ini yaitu menurutnya Fisika itu terdiri dari bagian-bagian kevil (atom) yang berhubungan satu sama lain menurut hukum sebab akibat.

Semua gejala alam harus diterangkan menurut jalan mekanis ini. Harus diakui bahwa Newton sendiri memiliki suatu keinsyafan yang mendalam tentang batas akal budi dalam mengejar kebenaran melalui ilmu pengetahuan. Berdasarkan kepercayaan yang makin kuat akan kekuasaan akal budi lama kelamaan orang-orang abad itu berpandangan dalam kegelapan. Baru dalam abad mereka menaikkan obor terang yang menciptakan manusia dan masyarakat modern yang telah dirindukan, karena kepercayaan itu pada abad XVIII disebut juga zaman Aufklarung (pencerahan).

b. Tokoh-tokohnya

1. Rene Descartes (1596 -1650)

2. Nicholas Malerbranche (1638 -1775)

3. B. De Spinoza (1632 -1677 M)

4. G.W.Leibniz (1946-1716)

5. Christian Wolff (1679 -1754)

6. Blaise Pascal (1623 -1662 M)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka perlu disimpulkan beberapa hal :

1. Ilmu pengetahuan adalah ilmu yang mencoba menjawab segala permasalahan atau gejala-gejala alam dan lingkungan atau masyarakat dengan menggunakan metode-metode ilmiah

2. Ilmu pengetahuan bersifat relatif, artinya ilmu pengetahuan itu tidak kaku sehingga ia akan terus berkembang seiring dengan kerja dan usaha manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan kebenaran dan pemanfaatan hidup yang lebih berarti. Juga teori-teori yang telah dibangun oleh para ilmuwan tidak akan bertahan sepanjang masa. ia akan dibantah oleh teori-teori baru yang lebih mendekati kepada kebenaran dan efesiensi kerja ilmiah.

Page 11: Epistemologi

3. Rasionalisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendirian bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan dapat dipercaya adalah akal. Rasionalisme tidak mengingkari peran pengalaman, tetapi pengalaman dipandang sebagai perangsang bagi akal atau sebagai pendukung bagi pengetahuan yang telah ditemukan oleh akal. Akal dapat menurunkan kebenaran-kebenaran dari dirinya sendiri melalui metode deduktif. Rasionalisme menonjolkan “diri” yang metafisik, ketika Descartes meragukan “aku” yang empiris, ragunya adalah ragu metafisik.

4. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang berpendapat bahwa empiri atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan. Akal bukanlah sumber pengetahuan, akan tetapi akal berfungsi mengolah data-data yang diperoleh dari pengalaman. Metode yang digunakan adalah metode induktif. Jika rasionalisme menonjolkan “aku” yang metafisik, maka empirisme menonjolkan “aku” yang empiris.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Asmoro. Filsafat Umum. Cet. V; Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.

Anees, Bambang Q- dan Radea Juli A. Hambali. Filsafat Untuk Umum. Cet. I; Jakarta: Prenada Media, 2003.

Hadiwijono, Harun. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta: Kanisius, 1993.

Ravertz, Jerome R. The Philosophy of Science. Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu dengan judulFilsafat Ilmu, Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Cet. VII; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.

Nakosteen, Mehdi. History of Islamic Origins of Western Education A. D. 800-1350 with an Introduction to Medieval Muslim Education. Diterjemahkan oleh Joko S. Kahhar dan Supriyanto Abdullah dengan judul Kontribusi Islam atas dunia Intelektual Barat: Deskripsi Analisis abad kemasan Islam. Cet. I; Surabaya: Risalah Gusti, 1996.

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam perspektif. Cet. XVI; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.

Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. Cet. VI; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1998.

Titus, Harold H., et al. Living Issues in philosophy. Diterjemahkan oleh H.M. Rasjidi dengan judulPersoalan-Persoalan Filsafat. Cet. I; Jakarta: PT Bulan Bintang, 1984.

Zaqzu>q, Mah}mu>d H{amdiy. Dira>sa>t fi> al-Falsafat al-H{adi>sah. Cet. II; Kairo: Da>r al-T{iba>‘at al-Muh}ammadiyyah, 1988.

A. Latar Belakang Masalah

Proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini merupakan hasil dari penemuan dan penelitian yang dilakukan manusia sebelumnya. Sebenarnya perkembangan tersebut diawali dengan

Page 12: Epistemologi

rasa keingintahuan manusia yang sangat besar bahkan Paul Leady mengatakan bahwa ”Man is curious animals”. Keingintahuan tersebut yang mendorong manusia untuk berupaya menjawab kenyataan-kenyataan alamiah yang ada di dunia ini lewat berbagai cara, dan hal ini mendorong perkembangan ilmu dan pengetahuan.

Selain itu, ciri khas manusia yang selalu ingin tahu tersebut tidaklah pernah berhenti. Setelah puas mengetahui suatu pengetahuan manusia akan terus mencari tahu hal-hal yang baru. Hal ini juga yang mendorong manusia mengembangkan berbagai cara/metode untuk menjawab rasa keingintahuan mereka.

Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran dengan beberapa cara ditempuh, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip dengan penalaran rasional, seperti kejadian-kejadian yang berlaku di alam ini dapat dimengerti oleh akal manusia. Ilmu pengetahuan itu sendiri harus dibedakan dari fenomena alam. Yang mana fenomena alam adalah fakta, kenyataan yang tunduk pada hukum-hukum yang menyebabkan fenomena itu muncul. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah formulasi hasil aproksimasi atas fenomena alam tersebut.

Pada hakikatnya, upaya manusia dalam memperoleh kebenaran pengetahuan didasarkan pada tiga masalah pokok yakni : ontologi yang membahas apakah yang ingin kita ketahui ? epistimologi atau bagaimana cara kita memperoleh pengetahuan? Aksiologi atau apakah pengetahuan itu mempunyai manfaat bagi kita.(M. Solly Lubis, 2012:16)

Epistimologi merupakan cabang filsafat yang mengkaji hakikat pengetahuan khususnya empat pokok persoalan pengetahuan seperti keabsahan, struktur, batas dan sumber. Epistimologi dan filsafat ilmu pengetahuan adalah dua cabang filsafat yang mengkaji permasalahan seputar pengetahuan. Keduanya merupakan wilayah filsafat yang muncul dari pertanyaan Kant: “ Was Kann ich wissen?” apa yang dapat saya ketahui?” perbedaan antara kedua disiplin filsafat tersebut terletak pada objek kajiannya yakni pengetahuan (Toeti Heraty Nurhadi,2002 : 18). Pengetahuan yang dikaji oleh epistimologi adalah pengetahuan sehari-hari. Sedang filsafat ilmu pengetahuan berurusan dengan pengetahuan ilmiah atau sains untuk membedakan dari pengetahuan sehari-hari. Epistimologi merupakan langkah, proses, dan upaya menenggarai masalah-masalah filosofi yang mengitari teori ilmu pengetahuan. atau dengan kata lain, epistimologi adalah bagian filsafat yang meneliti asal-usul, asumsi dasar, sifat-sifat dan bagaimana memperoleh pengetahuan menjadi penentu penting dalam menentukan sebuah model filsafat (Swardi Edrawarsa. 119)

Maka dalam makalah ini akan membahas masalah pengetahuan ilmiah dan kriteria kebenaran. Sehingga dapat diketahui beberapa informasi yang penting berkenaan dengan permasalahan tersebut, serta menjadi acuan serta dapat memperbaiki pola fikir yang salah karena kekurangtahuan manusia.

B. Pengetahuan Ilmiah

Page 13: Epistemologi

1. Pengertian Pengetahuan Ilmiah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi, bakat dan minat dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Adapun pengertian pengetahuan itu sendiri, seperti yang dikemukakan Surajiyo (2007:62) adalah hasil tahu manusia terhadap sesuatu atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu objek yang dihadapinya. Namun manusia tidak dapat menuntut bahwa memperoleh sesuatu itu berarti sudah jelas kebenarannya, karena boleh jadi hanya kebetulan benar saja (A. Suysanto). Sehingga kebenaran itu terbagi menjadi dua yaitu kebenaran ilmiah dan kebenaran hanya kebetulan benar karena cara mendapatkannya secara tidak sengaja bukan karena melalui penelitian, atau kajian yang menggunakan metode tertentu, tidak bisa dipastikan secara ilmiah apalagi dikritisi.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat artikan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman.

a. Pengetahuan Ilmiah (Science)

Istilah ilmiah merupakan kualifikasi positif yang jawabannya mempunyai dasar yang kokoh dan dapat dipercaya, yang mana proses untuk memperoleh hasil dengan cara kerja bersifat sistematik, kritis, dan berdasarkan keahlian.

Ilmu itu sendiri terdiri dari dua segi yaitu pertama segi isi, ilmu dapat diartikan sebagai pengetahuan yang bersifat terpadu atau kumpulan dari pengetahuan-pengetahuan yang saling berkaitan dan mengikat dalam satu kesatuan kebenaran yang sah. Kedua, segi proses, ilmu dapat diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk menemukan variabel-variabel alami yang penting dan kemudian menerangkan dan meramalkan hubungan tersebut (Serdamayanti ; 2002)

Menurut Karlina Supeli Laksono dalam Filsafat Ilmu Pengetahuan (Epsitomologi) pada Pascasarjana Universitas Indonesia tahun 1998/1999, pengetahuan ilmiah harus memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu:

1) Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.

2) Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.

3) Verifikartif atau dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara universal.

4) Empiris, yaitu ilmu itu diperoleh dari hasil pengamatan dan percobaan.

Page 14: Epistemologi

5) Analisis, pengetahuan ilmiah berusaha membeda pokok masalah ke dalam bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan dan peranan dari begian-bagian itu (Fuad Ihsan, 2010:113).

Dari uraian tersebut dapat diartikan bahwa ilmu pengetahuan/pengetahuan ilmiah adalah kumpulan-kumpulan pengetahuan yang disusun berdasarkan metode ilmiah yang jawabannya mempunyai dasar yang kokoh dan dapat dipercaya, karena telah melalui proses hasil kerja yang sistematik kritis dan berdasarkan keahlian. Kebenaran yang terkandung dalam pengetahuan ilmiah bersifat relatif karena pengetahuan itu bisa berubah apabila ada temuan yang lebih baru atau penemuan yang paling mutahir yang dapat membantah kebenaran terdahulu dengan cara ilmiah.

b. Pengetahuan Ilmiah dan Pengetahuan Non Ilmiah

Pengetahuan manusia amat luas, namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah. Pengetahuan non ilmiah adalah hasil serapan indera terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang tidak teruji kebenarannya. Pengetahuan non ilmiah tidak dapat dikembangkan menjadi pengetahuan ilmiah. Misalnya pengetahuan orang tertentu tentang Jin atau makhluk halus di tempat tertentu, keampuhan pusaka dan lain-lain. Sebaliknya pengetahuan ilmiah adalah hasil serapan indera dan pemikiran rasional yang terbuka terhadap pengujian lebih lanjut menggunakan metode-metode ilmiah, misalnya pengetahuan orang tentang manfaat rebusan daun jambu biji untuk mengurangi gejala diare.Swardi Edrawarsa : 110)

Salah satu aspek yang dikaji filsafat ilmu adalah ciri ilmu pengetahuan. dalam mendefenisikan sesuatu, biasanya terlebih dahulu harus mengetahui apa yang menjadi lawannya. Demikian juga jika apabila hendak berbicara mengenai pengetahuan ilmiah, maka terlebih dahulu harus mengetahui apa yang dimaksud dengan pengetahuan non ilmiah. Ada sebuah kebiasaan pada masyarakat Indonesia khususnya jika seseorang terserang masuk angin, maka tindakan yang menjadi inisiatif pertama adalah melakukan kerokan dengan minyak angin yang digosokkan pada permukaan kulit dengan bantuan alat uang logam atau sejenisnya, setelah dikeroki maka kemudian badan menjadi lebih sehat dan sembuh seperti sedia kala. Apakah “kerokan” sebagai metode penyembuhan bagi masuk angin adalah pengetahuan ilmiah? Ternyata tidak bisa disimpulkan seperti itu karena kerokan merupakan pengetahuan non ilmiah yang belum teruji kebenarannya secara ilmiah. Pengetahuan kerokan adalah pengetahuan biasa yang bisa ditemukan dalam pengalaman sehari-hari serta diterima begitu saja berdasarkan kebiasaan turun-temurun(Tuti Heraty Noerhadi, 2002: 23-24).

Untuk lebih mudah memahami perbedaan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah maka dapat dipahami seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini (Tuty…) :

Tabel 1

Perbedaan antara pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah

Pengetahuan Ilmiah Pengetahuan Non Ilmiah

Page 15: Epistemologi

Tujuan

a. Deskripsi (menjelaskan gejala-gejala)

b. Eksplanasi (hubungan kausal)

c. Prediksi (lewat data-data objektif dapat dilakukan prediksi terhadap gejala-gejala yang muncul.

Bertahan hidup dalam kehidupan sehari-hari (pragmatis)

Cara Memperolehnya

a. Metodis (melalui jalan tertentu dan dapat dipertanggungjawabkan (verifikasi/falsifikasi)

b. Sistematis (mengikuti urutan-urutan yang ketat)

c. Objektif (Bebas Nilai)

a. Warisan budaya

b. Tradisi

c. Metode tidak menjadi masalah

d. Pernyataan ambigu, kabur, tidak objektif.

Jadi perbedaan pengetahuan ilmiah dengan non ilmiah itu selain bagaimana cara mendapatkan kebenaran tersebut dengan tidak menggunakan cara yang ilmiah juga dijadikan sebagai kebiasaan hidup karena sudah menjadi budaya yang diturunkan dari nenek moyang terdahulu dan selalu diikuti dan diyakini tanpa membantah kebenaran dari budaya tersebut.

2. Kriteria Kebenaran

a. Pengertian Kebenaran

Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan tertentu antara suatu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di luar kepercayaan.( Jujun, 2003: ) Secara umum pengertian yang standar mengenai kebenaran adalah diartikan sebagai kesesuaian antara fikiran dan kenyataan dan serasi dengan situasi aktual (Amsal Bakhtioar, 2011:112). Jadi kebenaran itu akan dikatakan benar apabila telah mencapai hasil dan berguna bagi manusia, sebaliknya pertimbangan itu salah apabila tidak dihasilkan hal yang membawa manfaat.

b. Kriteria Kebenaran

Filsafat ilmu pengetahuan dan epistimologi tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Filsafat ilmu pengetahuan mendasarkan dirinya pada epistimologi khususnya pada persoalan keabsahan pengetahuan. keabsahan pengetahuan dibagi menjadi tiga teori kebenaran yakni korespondensi, koherensi dan pragmatis.

Page 16: Epistemologi

Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa pengetahuan diawali dari rasa ingin tau yang ada dalam diri manusia. Pengetahuan selama ini diperoleh dari proses bertanya dan selalu ditujukan untuk menemukan kebenaran. Di dalam filsafat ilmu, pengetahuan itu disebut pengetahuan yang benar jika telah memenuhi beberapa kriteria kebenaran. Kriteria kebenaran tersebut didasarkan pada beberapa teori antara lain :

1. Teori Koherensi (Theory of Coherence)

Berdasarkan teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar apabila pengetahuan tersebut bersifat kehoren atau konsisten dengan pengetahuan atau pernyataan-pernyataan yang ada sebelumnya dan sudah dibuktikan kebenarannya (Jujun, 2003.55). Di dalam pembelajaran matematika hal ini biasanya disebut dengan sifat deduktif.

2. Teori Korespondensi (Theory of Corespondence)

Berdasarkan teori ini, suatu pengetahuan dianggap benar jika materi pengetahuan tersebut mempunyai hubungan (korespondensi) kesesuaian dengan suatu kenyataan dengan objek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori ini didasarkan pada fakta empiris sehingga pengetahuan tersebut benar apabila ada fakta-fakta yang mendukung bahwa pengetahuan tersebut benar. Dengan demikian kebenaran disini didasarkan pada kesimpulan induktif.

3. Teori Pragmatis (Theory of Pragmatism)

Menurut teori ini, pengetahuan dikatakan benar apabila pengetahuan tersebut mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Pengikut teori ini berpendapat bahwa pengetahuan itu benar apabila mempunyai kegunaan yang praktis. Sedangkan di dalam buku Surajiyo ia menambahkan teori kebenaran itu dengan teori-teori sebagi berikut:

1. Teori kebenaran berdasarkan arti (Semantic Theory of Truth)

2. Teori kebenaran nondeskripsi,dan

3. Teori kebenaran logis yang berlebihan (logical superfluity of truth) ( Surajiyo, 2010: 105-107)

c. Jenis-Jenis Kebenaran

Kebenaran itu ada tiga macam, yaitu : pertama, kebenaran epistimological yaitu pengertian kebenaran dalam hubungannya dengan pengetahuan manusia atau disebut juga dengan istilahveritas cognitionis atau veritas logica. Kedua, kebenaran ontological, yaitu kebenaran sebagai sifat dasar yang melekat pada segala sesuatu yang ada ataupun diadakan. Dan yangketiga, yaitu, kebenaran semantical yaitu kebenaran yang terdapat serta melekat di dalam tutur kata dan bahasa, kebenaran semantikal disebut juga kebenaran moral (Surajiyo. 2010: 102)

d. Sifat Kebenaran

Page 17: Epistemologi

Berbagai kebenaran dalam buku Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta (1996) dibedakan menjadi tiga hal yakni sebagai berikut:

a). Kebenaran yang berkaitan dengan kualitas pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek ditilik dari jenis pengetahuan yang dibangun, apakah pengetahuan itu berupa:

- Pengetahuan biasa (knowledge of the man in the street/ordinary knowledge/common sense knowledge). Pengetahuan ini memiliki inti kebenaran yang sifatnya subjektif. Pengetahuan ini memiliki sifat selalu benar, sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.

- Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang spesifik dengan menerapkan metodologis yang telah disepakati oleh para ahli, sehingga pengetahuan jenis ini bersifat relatif.

- Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif.

- Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.

b). Kebenaran yang dikaitkan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apa seseorang membangun pengetahuannya.

c). Kebenaran yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan.

4. Kesimpulan

Page 18: Epistemologi

Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu manusia tentang segala yang ada di alam ini sehingga dari keingintahuan manusia yang tinggi itulah maka timbullah berbagai macam pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ilmu pengetahuan itu sendiri bisa dibedakan menjadi dua yakni pengetahuan ilmiah dan pengetahuan non ilmiah yang mana yang membedakan antara keduanya adalah cara mendapatkan pengetahuan tersebut dengan cara yang ilmiah atau hanya kebetulan belaka atau biasa disebut dengan pengetahuan biasa. Pengetahuan ilmiah itu bisa dikatakan benar apabila telah dilakukan dengan berbagai teori kebenaran.

Daftar Pustaka

Bakhtiar, Amsal, 2011, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT Raja Grafindo

Departemen Pendidikan nasional, 2003, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 3 , Jakarta: Balai Pustaka

Endraswara, Suwardi. 2012. Filsafat Ilmu, Konsep, Sejarah dan Pengembangan Metode Ilmiah. Yogyakarta: CAPS

Ihsan, Fuad.A. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta

Jalaluddin dan Idi, Abdullah. 2012. Filsafat Pendidikan, manusia, Filsafat dan Pendidikan.Jakarta : PT Rajja Grafindo

Lubis, Solly,M. 2012, Filsafat Ilmu dan Penelitian. Jakarta: PT. Soefmedia

Noerhadi, Heraty, Toeti. 2002. Menyoal Objektivisme Ilmu Pengetahuan. Jakarat: Teraju

Pusat bahasa Departemen Pendidikan nasional. 2005. Kamus Besar bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi ASksara

Surajiyo, 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Susanto,A. 2011. Filsafat Ilmu (Suatu kajian dalam Dimensi Ontologis, Epietimologis, dan Aksiologis). Jakarta: Bumi Aksara

Suriasumantri, Jujun.S. 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Mas harapan

Page 19: Epistemologi

--------------2003. Ilmu dalam Perspektif. Jakarta; Yayasan Obor Indonesia

Syafe’I, Kencana, Inu. 2004. Pengantar Filsafat. Bandung: PT. Aditama

Tim Dosen Ilmu Filsafat UGM. 2003. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Liberty

http://hamidahmenulis.blogspot.com/2013/01/makalah-epistimologi-ilmu-pengetahuan.html

MAKALAH FILSAFAT ILMU (SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGI)

Februari 23, 2013 · by an99un0n99i · Bookmark the permalink. ·

SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGI

A.PENDAHULUANJika mempelajari filsafat ilmu, kita pasti menjumpai istilah epistemologi. Yang merupakan salah satu cabang ilmu filsafat. Dan karena Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan.Sehingga dalam kesempatan kali ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sumber-sumber epistemologi. Karena salah satu perdebatan besar yang terjadi di sekitar pengetahuan manusia adalah perdebatan filosofis. Yaitu perdebatan yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat, terutama filsafat modern. Yang mempersoalkan sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan prinsip-prinsip primer (pokok) kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Sehingga dapat menjawab berbagai pertanyaan yang muncul. Karena pengetahuan manusia adalah titik tolak kemajuan filsafat, untuk membina filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Jika sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apapun, bagaimanapun bentuknya.

B.PENGERTIAN EPISTEMOLOGIEpistemologi berasal dari Bahasa Yunani Episteme dan Logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau kebenaran, dan Logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara etimologi dapat diartikan, teori pengetahuan yang benar, dan lazimnya hanya disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi Theory of Knowledge.Epistemologi (ma’rifah) dalam bahasa Arab mempunyai banyak penggunaan, tetapi lazimnya berarti pengetahuan (knowledge), kesadaran (awareness), dan informasi. Adakalanya digunakan dalam arti pencerapan khusus (idrak juz’i/ particular perception), kadang-kadang juga dipakai dalam arti ilmu yang sesuai dengan kenyataan dan melahirkan kepastian dan keyakinan. Pengetahuan yang menjadi pokok bahasan epistemologi boleh jadi mempunyai salah satu pengertian tersebut atau pengertian lainnya. Pembahasan mengenai epistemologis tidak terbatas pada satu jenis pengetahuan. Konsep pengetahuan merupakan salah satu konsep paling jelas dan swanyata (badihi/ self-evident). Epistemologis dapat didefinisikan sebagai “bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam berbagai jenis dan

Page 20: Epistemologi

ukuran kebenaran.”Teori epistemologi bertalian erat dengan persoalan idea. Menurut Plato pengetahuan (ma’rifah) tidak lain adalah pengingatan kembali, artinya apabila pancaindera kita berhadapan dengan sesuatu, maka teringatlah kita akan contoh-contohya (mutsul), dan muncullah kembali pengetahuan yang kita peroleh sewaktu kita masih hidup dalam suatu alam, dimana kita dapat melihat ide yang azali dengan jalan pengabstrakan terhadap gambaran-gambaran dari wujud-wujud inderawi.Dan karena epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan Tentang “bagaimana kita mendapatkan pengetahuan?” sehingga untuk memperoleh jawabannya, kita harus terlebih dahulu mengetahui sumber pengetahuannya dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal mulanya pengetahuan. Dan harus menggunakan metode ilmiah sehingga pengetahuan itu dapat dipastikan kebenarannya.

C.SUMBER-SUMBER EPISTEMOLOGITeori pengetahuan tidak dapat menghindarkan pembahasan tentang sumber-sumber pengetahuan tempat bahan-bahannya diperoleh. Sumber-sumber itu menurut filosof, tidak lain adalah indra, akal dan hati. Ada juga yang berpendapat bahwa sumber-sumber epistemologi itu antara lain adalah sebagai berikut:1. Alam Adalah Sumber EpistemologiSalah satu sumber epistemologi adalah alam semesta ini. Yang dimaksud dengan alam, adalah alam materi, alam ruang dan waktu, alam gerakan, alam yang sekarang kita tengah hidup didalamnya, dan kita memiliki hubungan dengan alam ini dengan menggunakan berbagai alat indera kita. sedikit sekali fakultas yang menolak alam sebagai sumber epistemologi, tetapi baik pada masa dahulu dan juga pada masa sekarang ini ada beberapa ilmuan yang tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi. Plato tidak mengakui alam sebagai suatu sumber epistemologi, karena hubungan manusia dengan alam adalah dengan perantaraan alat indera, dan sifatnya partikular (juz’i), karena ia meyakini bahwa partikular bukanlah suatu hakikat. Pada dasarnya ia hanya meyakini rasio sebagai sumber epistemologi, dan dengan menggunakan suatu metode argumentasi, dimana Plato menamakan metode dan cara tersebut dengan “dialektika”.Bahkan Descartes yang merupakan salah seorang dari dua filosof ( Descartes dan Francis Bacon) yang menempatkan ilmu pengetahuan pada jalur yang baru, meskipun ia seorang filosof yang cenderung pada alam, meskipun ia selalu menyampaikan ajakan untuk meneliti dan mengkaji alam, ia tidak mengakui alam sebagai sumber epistemologi dan tidak mengakui indera sebagai alat epistemologi. Descartes mengatakan, “Alam mesti dikaji dan dipelajari dengan menggunakan indera, tetapi hal ini tidak akan mengantarkan kita pada suatu hakikat. Pengetahuan ilmiah hanya bermafaat bagi aktivitas kita, dan kita tidak memiliki suatu keyakinan bahwa apakah sesuatu yang kita ketahui itu, realitasnya adalah persis sebagaimana yang kita ketahui. Alam memiliki nilai praktis (‘amali) dan bukan nilai teoritis (nazhari) serta ilmiah (‘ilmi).”Tetapi diantara para ilmuwan dunia, sedikit sekali yang memiliki pandangan semacam itu. Sebagian besar dari mereka adalah meyakini bahwa alam ini adalah sumber epistemologi.Sekarang, apakah ilmu pengetahuan modern yang ada ini, ketika manusia melihat bidang industri dan teknologi telah mngalami kemajuan dan perkembangan yang menakjubkan sesuai dengan epistemologi yang betul? Yakni apakah (pengetahuan itu) menunjukkan kepada kita mengenai hakikat, realitas dan

Page 21: Epistemologi

obyektifitas alam ini? ataukah yang benar adalah ucapan Descartes, “Memberi kekuatan dan tenaga pada kita, memiliki nilai praktis, tetapi kita tidak dapat merasa yakin bahwa ilmu pengetahuan manusia pada masa sekarang ini, mampu menunjukkan realitas yang ada.”Sungguh amat mengherankan, hari demi hari nilai praktis ilmu pengetahuan semakin bertambah, dan ilmu ini juga semakin memberi kekuatan dan tenaga kepada manusia dalam upaya menguasai alam, tetapi begitu juga hari demi hari nilai teoretis, ilmiah dan obyektifitas alam yang ditunjukkan oleh ilmu itu, semakin berkurang, sampai-sampai suatu perkara yang paling jelas pun, yang menurut pandangan para ilmuwan kuno dan masyarakat awam adalah sesuatu yang pasti, tetapi menurut pandangan ahli fisika sekarang ini, perkara itu adalah suatu perkara yang masih diragukan.Jika timbul pertanyaan dengan menggunakan bahasa ilmiah, apa hakikat alam ini? Apakah di dalamnya terdapat sebuah sistem? Jawabnya mungkin tidak diketahui. Karena, dalam alam ini ada beberapa poin yang sifatnya global, dan ada pula berbagai bencana di alam ini yang tidak beraturan, tidak berlandaskan pada suatu sistem, ketentuan, dasar dan asas.Ilmu pengetahuan modern, tidak dapat memberikan kepastian pada perkara apapun, dan semua pengetahuan itu sifatnya hanya dugaan (hipotesa).Walaupun para filosof materialis, di antaranya adalah Russel, telah digoncang oleh bentuk filosofis ini. Tetapi perlu ditegaskan bahwa filosof adalah seorang yang memiliki bentuk pemikiran bebas dan terbuka, dan pemikirannya bukan berasal dari dikte. Ia akan mengatakan sesuatu yang ia ketahui dan pahami sekalipun hal itu bertentangan dengan dasar pemikiran dan fakultasnya.Sekarang hipotesa yang ada adalah bahwa alam ini merupakan salah satu sumber epistemologi. Alhasil, jika epistemologi itu diartikan secara lebih umum, yakni epistemologi ialah sesuatu yang dapat memberikan kepada kita suatu kekuatan dan tenaga praktis, ataupun sesuatu yang dapat menunjukkan suatu hakikat, tentu tidak ada lagi keraguan padanya (epistemologi itu).2. Rasio Dan Hati Adalah Dua Sumber Lain EpistemologiSumber yang lain yang masih perlu dibahas adalah masalah kekuatan rasio dan pikiran manusia. Setelah kita mengetahui bahwa alam ini merupakan “sumber luar” bagi epistemologi, lalu apakah manusia juga memiliki “sumber dalam” bagi epistemologi ataukah tidak memiliki? Hal ini tentunya berkaitan erat dengan masalah rasio, berbagai perkara yang rasional, berbagai perkara yang sifatnya fitrah. Ada beberapa fakultas yang menyatakan bahwa kita memiliki (“sumber dalam” itu), sementara sebagian yang lain menafikan keberadaannya. Ada sebagian fakultas yang meyakini keterlepasan rasio dari indera, dan sebagian lain tidak mayakini keterlepasan rasio dari indera.Selanjutnya sumber selanjutnya adalah hati (jiwa). Semestinya kita tidak menyebutnya dengan “alat”, tetapi kita harus menyebutnya dengan “sumber”. Tidak ada satu pun dari fakultas materialisme yang mengakui keberadaan sumber ini. Karena jika meyakini hati sebagai satu sumber, sedangkan manusia pada awal dilahirkan tidak memiliki suatu pengetahuan apapun, dan di dalam hatinya tidak terdapat sesuatu apapun, dan juga meyakini bahwa hati dapat menerima berbagai ilham (dan wahyu merupakan peringkat ilham yang paling sempurna), maka sama halnya dengan mengakui adanya suatu alam yang ada di balik alam materi ini, karena materi tidak dapat memberikan berbagai ilham semacam itu kepada manusia. Unsur ilham adalah unsur metafisika.Alat-alat epistemologi antara lain:1) Indera, yang merupakan alat untuk alam materi. Dengan alat ini manusia memperoleh epistemologi dari alam materi.

Page 22: Epistemologi

2) Berbagai argumen Logika, argumen yang rasional yang dalam ilmu logika disebut dengan qiyas (silogisme) atau burhan (demonstrasi), yang ini adalah suatu bentuk praktik yang dilakukan oleh rasio manusia. Alat ini (rasio) dapat diberlakukan, jika diyakini sebagai suatu sumber epistemologi. Jika membatasi sumber epistemologi pada alam materi saja, dan membatasi alat epistemologi hanya indera saja, menolak rasio sebagai sumber epistemologi, dan juga menolak nilai alat silogisme dan demonstrasi. Selama tidak mengakui rasio sebagai sumber epistemologi, maka tidak dapat bersandar pada alat silogisme dan demonstrasi. Yakni tidak dapat mengakuinya sebagai suatu alat epistemologi.Alat untuk sumber epistemologi ini (hati atau jiwa), adalah penyucian hati atau jiwa (tazkiyah an-nafs). Hati manusia ibarat satu sumber dan manusia dapat mengambil manfaat sumber itu dengan menggunakan alat “penyucian hati”(tazkiyah an-nafs).Di antara para ilmuwan yang ada pada masa sekarang ini, para ilmuwan yang memiliki pola pikir materialis, menolak sumber dan alat ini. Sedangkan para ilmuan yang mamiliki pola pikir ilahi (meyakini keberadaan Tuhan), mereka amat percaya dan yakin terhadap sumber dan alat ini. Misalnya Bergson, atau yang biasa disebut William James. Ia adalah seorang filosof terkenal berkebangsaan Amerika, dan banyak lagi para ilmuwan lainnya yang percaya dan yakin terhadap sumber dan alat ini.Hal-hal yang berhubungan dengan hati sebagai sumber epistemologi:a) Pandangan Al-Qur’an terhadap hati sebagai sumber EpistemologiBerbagai pertanyaan yang muncul mengenai pandangan Al-Qur’an yang berkenaan dengan berbagai perkara yang ada di alam ini. Dan pada kenyataanya terdapat keraguan, bahwa apakah Al-Qur’an benar-benar mengakui sumber dan alat itu (hati dan penyucian jiwa), ataukah Al-Qur’an benar-benar cenderung pada alam semesta. Dan semua itu (Hati dan penyucian jiwa) adalah suatu bentuk pemikiran yang telah menyebar di tengah masyarakat sebelum kedatangan Al-Qur’an, dan pada dasarnya tujuan utama Al-Qur’an adalah semata-mata untuk melenyapkan bentuk pemikiran tersebut yang biasa disebut dengan “cenderung pada hal-hal yang di dalam” atau menurut istilah yang sangat keliru “cenderung pada takhayul” dan diubah menjadi cenderung pada realitas, cenderung pada alam.Al-Qur’an bukan hanya satu, dua atau sepuluh ayat saja dalam mengingatkan manusia agar memperhatikan alam, memperhatikan sejarah dan berbagai sistem sosial, memperhatikan jiwa dan bagian dalam diri yang merupakan salah satu dari alam ini, hal ini cukup jelas. Tetapi hal itu bukan berarti pengalihan dari berbagai bentuk maknawiah, segala yang ada di dalam, dan yang batin. Al-Qur’an menaruh perhatian terhadap hal-hal yang lahir, dengan tanpa menafikan hal-hal yang batin. Ungkapan bahwa Al-Qur’an hanya menaruh perhatian pada hal-hal yang sifatnya lahir, inderawi, adalah suatu ungkapan yang salah. Karena perhatian Al-Qur’an terhadap alam dan sejarah merupakan suatu penafian atas berbagai perkara yang sifatnya metafisika, batin, gaib, dan maknawiah.b) Al-Qur’an dan tidak terpisahnya antara “Cenderung ke Dalam” dan “Cenderung ke Luar”Islam dengan jelas mengatakan, seperti yang terdapat dalam suatu ayat Al-Qur’an. Bahwa bertakwalah agar memperoleh suatu alat pembeda dalam hati. Sucikanlah jiwa, agar jiwa kita senantiasa bersih, dan Allah Yang Mahatinggi akan memberikan cahaya dalam hati kita, akan memberi suatu alat yang dapat membedakan antara hak dan batil. Barang siapa yang menerima hidayah, maka Allah akan menambah hidayah kepadanya. Jika kita berjalan selangkah menuju Allah, maka Allah akan berjalan dengan langkah yang lebih besar menuju kita, untuk menambah petunjuk kepada kita.Sebagaimana Al-Qur’an berbicara tentang kisah Ashabul Kahfi (para pemuda), bagaimanakah dalam menyatukan antara maknawi dan materi yang menurut istilah disebut dengan “dalam” dan “luar”. Yakni

Page 23: Epistemologi

dalam suatu ayat Al-Qur’an.Dimana dalam ayat tersebut menceritakan tentang sebuah kisah nyata dan bukan sebuah dongeng, bahwa terdapat orang-orang pemberani yang beriman kepada Tuhannya dan tunduk serta patuh kepada Tuhannya, sehingga bertambahlah hidayah maknawi mereka. Mereka mendapat kecerahan hati dan ketabahan hati, yang pada ayat yang lain Al-Qur’an menyebutnya dengan Inzal as-sakinah (menurunkan ketenangan). Seperti yang disebutkan dalam suatu ayat Al-Qur’an.Dimana dalam ayat tersebut menjelaskan mengenai orang mukmin. Mereka hidup dalam pemerintahan yang penuh dengan perbuatan syirik, lalu mereka bangkit dan berjuang melawan pemerintahan itu. Dan berdasarkan pada keimanan dan dan keyakinan, sehingga mereka mendapat pandangan yang tajam, ketabahan hati, keberanian dan semangat dalam jiwa. Karena semua itu merupakan pahala bagi mereka. Lalu mereka berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi,” Tuhan yang harus kita tunduk di hadapan-Nya, suatu kekuatan yang kita harus tunduk pada kekuatan itu yang tidak lain hanyalah Tuhan pemilik langit dan bumi, dan tidak akan beriman selain kepada-Nya. Sungguh sangat keliru dan sesat jika memilih sesembahan yang lain, selain Tuhan Yang Maha Mengetahui. Semua itu menunjukan kesatuan antara keduanya, yaitu sisi dalam dan sisi luar (maknawi dan materi).Sebagian besar manusia berada pada posisi ifrath (terlalu berlebihan) ataupun tafrith (terlalu kurang) dan sedikit sekali yang berada pada posisi di tengah-tengah. Selama berabad-abad, manusia tenggelam dalam badai “kecenderungan sisi dalam” dan menentang “kecenderungan sisi luar”, dan terasa bahwa sedikit demi sedikit mulai mengarah pada “kecenderungan sisi luar” dan menentang “sisi dalam”, dan itu dengan alasan Islam tidak menjelaskan masalah ini.c) Ali Bin Abi Thalib as dalam menyifati Orang ArifNajh al-Balaghah adalah jenis sebuah buku yang dimuliakan dan dihormati oleh para pemuda. Dan apakah buku tersebut adalah sebuah buku yang “cenderung terhadap dalam” ataukah “cenderung terhadap luar”? dan mengetahui sebatas mana buku tersebut “cenderung terhadap luar”, tetapi apakah dalam buku tersebut kita mengetahui berbagai sisi “cenderung terhadap dalam”? kecenderungan terhadap dalam yang paling tinggi, paling indah dan paling rinci adalah yang termaktub dalam buku tersebut.Nahj al-Balaghah menyifati seorang arif telah melakukan penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs); ia menghidupkan rasionya, mematikan nafsu amarahnya, mempertipis kesalahan-kesalahannya, baik kesalahan jasmani maupun kesalahan rohani (seorang yang sepanjang hidupnya ia habiskan untuk makan dan minum, dan tubuhnya dipenuhi dengan lemak, sama sekali tidak akan dapat menjadi manusia sejati), ia menyucikan diri dari berbagai kesalahan ini, dengan menggunakan latihan-latihan maknawinya. Menyucikan diri dari pengaruh bebagai kesenangan dan kenikmatan yang membekas pada dirinya. Ia membersihkan berbagai kesalahan yang melekat pada rohnya dan menguruskan tubuhnya, “sampai badannya menjadi kurus, tubuhnya menjadi ringan.” Secercah cahaya yang terang benderang memancar dalam jiwanya. “dan suatu sinar cahaya dari kecerahan yang luar biasa bersinar darinya.” Cahaya yang terang itu menyinari jalannya untuk masuk ke suatu pintu, dan (cahaya itu pula) membimbingnya memasuki pintu yang satu ke pintu yang lain, sehingga sampai di pintu yang terakhir; pintu istana Ilahi dan istana ketuhanan.Inilah Ali bin Abi Thalib as yang ada di medan laga, ia yang pedangnya berlumuran darah di medan pertempuran, ia yang pada malam hari bangun dari tidurnya dan keluar menuju rumah anak-anak yatim dan para janda, ia yang tidak kuat membendung air mata ketika berhadapan dengan seorang anak

Page 24: Epistemologi

yatim. Ia adalah seorang yang pada masanya dikenal dengan menangis tersedu-sedu dan tertawa terbahak-bahak. Ketika berhadapan dengan musuh di medan pertempuran, wajahnya tampak berseri-seri dan tersenyum gembira, sedangkan ketika beribadah di mihrab, dalam memohon dan berdoa kepada Tuhannya ia merintih dan menangis tersedu-sedu.Karena sungguh, Allah Yang Mahasuci dan Mahatinggi telah membuat ingatan kepada-Nya, cahaya bagi hati yang mendengar dengan pertolongan-Nya walaupun tuli, melihat dengan pertolongan-Nya walaupun buta, dan menjadi patuh dengan pertolongan-Nya walaupun ada kerusuhan. Inilah pandangan Al-Qur’an, inilah pandangan Islam, inilah pandangan Rasul saw dan Ali bin Abi Thalib as.Rasul saw bersabda,“Barangsiapa yang memurnikan niatnya untuk Allah selama empat puluh hari, maka akan mengalir sumber-sumber hikmah dari hati menuju lisannya.”Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memurnikan niatnya semata-mata untuk Allah, tidak ada sesuatu yang selain Allah. Maka berbagai sumber hikmah (kata-kata yang benar) yang ada dalam hatinya akan mengalir melalui lisannya.Dengan demikian, maka Islam tergolong kelompok yang mengakui hati sebagai suatu sumber epistemologi dan alatnya adalah “penyucian jiwa” (tazkiyah an-nafs).3. Sejarah Merupakan Sumber Lain EpistemologiSejarah adalah sumber lain epistemologi yang sekarang ini dianggap sebagai suatu sumber yang sangat penting. Al-Qur’an juga sangat mementingkan sumber ini. Karena menurut Al-Qur’an, selain alam, rasio dan hati, masih ada satu sumber lain yaitu, sejarah.Jika kita mengatakan bahwa alam adalah sumber epistemologi, maka di dalamnya juga berisi sejarah. Al-Qur’an secara jelas dan tegas menyatakan bahwa sejarah merupakan bahan kajian. Dengan demikian, maka sejarah itu merupakan salah satu sumber epistemologi. Seperti disebutkan dalam suatu ayat.Dalam salah satu ayat tersebut timbul pertanyaan, kenapa mereka tidak mengelilingi bumi? Yakni pergi dan perhatikanlah berbagai peninggalan sejarah, kemudian perhatikanlah perubahan sejarah yang terdapat dalam kehidupan dan sosial manusia. Inilah yang menurut pandangan Al-Qur’an dan berbagai riwayat bahwa sejarah itu sendiri merupakan sumber epistemologi.

4.Pengalaman Indra (Sense Experience)Orang sering merasa bahwa pengindraan adalah alat yang paling vital dalam memperoleh pengetahuan. Memang dalam hidup manusia tampaknya pengindraan adalah satu-satunya alat untuk mencerap segala objek yang ada di luar diri manusia. Karena terlalu menekankan pada kenyataan, paham demikian dalam filsafat disebut realisme. Realisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa semua yang dapat diketahui hanya kenyataan. Jadi, pengetahuan berawal dari kenyataan yang dapat diindrai. Tokoh pemula dari pandangan ini adalah Aristoteles, yang berpendapat bahwa pengetahuan terjadi bila subjek diubah di bawah pengaruh objek, artinya bentuk dari dunia luar meninggalkan bekas dalam kehidupan batin. Objek masuk dalam diri subjek melalui persepsi indra (sensasi). Yang demikian ini ditegaskan pula oleh Aristoteles yang berkembang pada abad pertengahan adalah Thomas Aquinas yang mengemukakan bahwa tiada sesuatu dapat masuk lewat ke dalam akal yang ditangkap oleh indra.5.Nalar (Reason)Nalar adalah salah satu corak berpikir dengan menggabungkan dua pemikiran atau lebih dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan baru. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini tentang asas-

Page 25: Epistemologi

asas pemikiran, yaitu sebagai berikut:a) Principium Identitas yaitu sesuatu itu sama dengan dirinya sendiri (A=A). Asas ini biasa disebut asas kesamaan.b) Principium contradictioad yaitu apabila dua pendapat yang bertentangan, tidak mungkin kedua-duanya benar dalam waktu yang bersamaan. Dengan kata lain pada subjek yang sama tidak mungkin terdapat dua predikat yang bertentangan pada satu waktu. Asas ini biasa disebut asas pertentangan.c) Principium tertii exclusi yaitu apabila dua pendapat yang berlawanan tidak mungkin keduanya benar dan tidak mugkin keduanya salah. Kebenaran hanya terdapat satu diantara kedua itu, tidak perlu ada pendapat yang ketiga. Asas ini biasa disebut asas tidak adanya kemungkinan ketiga.6.Otoritas (Authority)Otoritas adalah kekuasaan yang sah yang dimiliki oleh seseorang dan diakui kelompoknya. Otoritas menjadi salah satu sumber pengetahuan, karena kelompoknya memiliki pengetahuan melalui seseorang yang mempunyai kewibawaan dalam pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh melalui otoritas ini biasanya tanpa diuji lagi karena orang yang telah menyampaikannya mempunyai kewibawaan tertentu.Jadi, kesimpulannya adalah bahwa pengetahuan karena adanya otoritas terjadi melalui wibawa seseorang sehingga orang lain mempunyai pengetahuan.7.Intuisi (Intuition)Intuisi adalah suatu kemampuan yang ada pada diri manusia melalui proses kejiwaan tanpa suatu rangsangan atau stimulus mampu untuk membuat pernyataan berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh melalui intuisi tidak dapat dibuktikan seketika atau melalui kenyataan karena pengetahuan ini muncul tanpa adanya pengetahuan lebih dahulu. Dengan demikian, peran intuisi sebagai sumber pengetahuan adalah adanya kemampuan dalam diri manusia yang dapat melahirkan pernyataan-pernyataan berupa pengetahuan.8.Wahyu (Revelation)Wahyu adalah berita yang disampaikan oleh Tuhan kepada Nabi-Nya untuk kepentingan umatnya. Kita mempunyai pengetahuan melalui wahyu, karena ada kepercayaan tentang sesuatu yang disampaikan itu. Seseorang yang mempunyai pengetahuan melalui wahyu secara dogmatik akan melaksanakan dengan baik. Wahyu dapat dikatakan sebagai salah satu sumber pengetahuan, karena kita mengenal sesuatu dengan melalui kepercayaan kita.

9.Keyakinan (Faith)Keyakinan adalah kemampuan yang ada pada diri manusia yang diperoleh melalui kepercayaan. Sesungguhnya antara sumber pengetahuan berupa wahyu dan keyakinan ini sangat sukar untuk dibedakan secara jelas, karena keduanya menetapkan bahwa alat lain yang dipergunakannya adalah kepercayaan. Perbedaannya barangkali jika keyakinan terhadap wahyu yang secara dogmatik diikutinya adalah peraturan yang berupa agama. Adapun keyakinan melalui kemampuan kejiwaan manusia merupakan pematangan (maturation) dari kepercayaan. Karena kepercayaan itu bersifat dinamik mampu menyesuaikan dengan keadaan yang sedang terjadi. Sedangkan keyakinan itu sangat statik, kecuali ada bukti-bukti baru yang akurat dan cocok buat kepercayaannya.

D.PENUTUPBerdasarkan uraian mengenai sumber-sumber epistemologi tersebut maka dapat disimpulkan, bahwa

Page 26: Epistemologi

epistemologi adalah teori pengetahuan yang merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan ruang lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pertanyaan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya penjelasan mengenai epistemologi, maka akan diketahui asal mulanya pengetahuan, terjadinya pengetahuan, dan sumber-sumber pengetahuan. Sehingga kita mengetahui dengan jelas dari mana kita mendapatkan pengetahuan dan cara memperolehnya.Sumber-sumber pengetahuan tersebut antara lain adalah alam, akal, hati, pengalaman indera, sejarah, intuisi, keyakinan, dan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan sumber-sumber tersebut mempunyai metode tersendiri dalam pengetahuan tersebut. Dan tanpa sumber-sumber tersebut maka kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal.

DAFTAR PUSTAKAAmsal Bakhtiar. Filsafat Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.Ahmad Hanafi, M.A. Pengantar Filsafat Islam, cet.V. Jakarta: PT Bulan Bintang, 1991.Kartanegara, Mulyadhi. Menyibak Tirai Kejahilan: Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan, 2003Muthahhari, Murtadha. Mengenal Epistemologi: Sebuah Pembuktian Terhadap Rapuhnya Pemikiran Asing Dan Kokohnya Pemikiran Islam. Jakarta: Lentera, 2001.Jujun S.Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, cet.18. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan, 2005.Muhammad Baqir Ash-Shadr. Falsafatuna. Cet.VI. Bandung: Mizan, 1998Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005.Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar.ed.I,cet.3. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.Yazdi,M.Taqi Mishbah. Buku Daras Filsafat Islam, cet.1. Bandung: Mizan, 2003.

http://anggun0nggi.wordpress.com/2013/02/23/makalah-filsafat-ilmu-sumber-sumber-epistemologi/