29
Tugas Diskusi Mandiri ERITROMISIN Oleh: Denina Setyaningtyas NIM. I1A005009

eritromicin

Embed Size (px)

DESCRIPTION

eritromicin

Citation preview

Tugas Diskusi Mandiri

ERITROMISIN

Oleh:

Denina Setyaningtyas

NIM. I1A005009

BAGIAN FARMAKOLOGI & TERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2010

BAB I

PENDAHULUAN

Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama

fungi/jamur, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.

Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun

dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya

kuinolon). Antibiotika yang akan digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab

infeksi pada manusia, harus mememiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.

Artinya, antibiotika tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi

relatif tidak toksik untuk manusia.1

Antibiotika adalah obat yang sangat ampuh dan sangat bermanfaat jika

digunakan secara benar. Namun, jika digunakan tidak semestinya antibiotika justru

akan mendatangkan berbagai mudharat. Yang harus selalu diingat, antibiotika hanya

ampuh dan efektif membunuh bakteri tetapi tidak dapat membunuh virus. Karena itu,

penyakit yang dapat diobati dengan antibiotika adalah penyakit-penyakit infeksi yang

disebabkan oleh bakteri.1

Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal spektrum

antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi penisilin.1,2

Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Aktif secara in vitro terhadap

kuman-kuman Gram positif, Gram negatif, mikoplasma, klamidia, riketsia dan

aktinomisetes.2,3 Antibiotika golongan Makrolida mempunyai persamaan yaitu

terdapatnya cincin Lakton yang besar dalam rumus molekulnya.3,4 Obat utama (drug

of choice ) dari golongan ini adalah eritromisin. Termasuk dalam golongan makrolida

yang beredar di Indonesia selain eritromisin adalah klaritromisin, spiramisin,

azitromisin dan roksitromisin.

BAB II

ISI

Eritromisin, turunan dari bakteri seperti jamur, streptomyces erythaeus

pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1950-an. Eritromisin menghambat

sintesis protein. Dalam dosis rendah sampai sedang, obat ini mempunyai efek

bakteriostatik dan dengan dosis tinggi efeknya bakteriostatik dan dengan dosis tinggi

efeknya bakterisidal. Eritromisin dapat diberikan melalui oral atau intravena. Karena

asam lambung merusak obat, berbagai garam eritromisin (contoh etilsuksinat, stearat

dan estolat) dipakai untuk mengulangi disolusi (pecah menjadi partikel-partikel kecil)

di dalam lambung dan memungkinkan absorbsi terjadi pada usus halus. Untuk

pemakaian intravena, senyawa, eritromisin laktobionat dan eritromisin gluseptat,

dipakai untuk meningkatkan absorbsi obat.

Eritromisin aktif melawan hampir semua bakteri gram positif, kecuali

staphylococcus aureus, dan cukup aktif melawan beberapa gram negatif. Obat ini

sering diresepkan sebagai pengganti penisilin. Obat ini merupakan obat pilihan untuk

pneumonia akibat mikroplasma dan penyakit legionnaire.

Eritromisin dibuat oleh streptomyces erythreus dan secara kimiawi merupakan

cincin lakton makrositik. Sering golongan antibiotika ini disebut sebagai makrolida.

Ia mempunyai pka yang tinggi 8,8 dan senyawa induknya (basa/mungkin rentan

terhadap keasaman lambung).

STRUKTUR KIMIA

Eritromisin dihasilkan oleh strain Streptomyces erythreus. Struktur kimia

eritromisin dapat dilihat pada gambar 2.1. Zat ini berupa kristal berwarna

kekuningan, larut dalam air sebanyak 2 mg/mL. Eritromisin larut lebih baik dalam

etanol atau pelarut organik.3

Gambar 2.1. Eritromisin

Antibiotik ini tidak stabil dalam suasana asam, kurang stabil pada suhu kamar

tetapi cukup stabil pada suhu rendah. Aktivitas in vitro paling besar dalam suasana

alkalis. Larutan netral eritromisin yang disimpan pada suhu kamar akan menurunkan

potensinya dalam beberapa hari, tetapi apabila disimpan pada suhu 5oC biasanya

akan tahan sampai beberapa minggu.1,3

Berat molekul eritromisin 734. Eritromisin biasanya dijual dalam berbagai

bentuk ester dan garam.3

AKTIVITAS ANTIMIKROBA

Eritromisin efektif terhadap organisme gram positif, terutama pneumokokus,

streptokokus, stafilokokus, dan korinebakteri, pada konsentrasi plasma 0,02-2 µg/mL.

Mycoplasma, Legionella, Chlamydia trachomatis, Helicobacter, dan mikrobakteri

tertentu (Mycobacterium kansasi, Mycobacterium scrofulaceum) juga peka.1,2

Aktivitas antibakteri eritromisin adalah bakteriostatik dan bakterisid untuk

organisme yang peka. Aktivitasnya diperkuat pH alkali. Eritromisin menghambat

sintesis protein kuman dengan jalan berikatan secara reversibel dengan ribosom

subunit 50S mengakibatkan sintesis protein tahap translokasi ataupun transpeptidasi

terhambat. Reseptor untuk eritromisin ialah 23SrRNA pada subunit 50S. 1,2,3

In vitro, efek terbesar eritromisin terhadap kokus gram positif, seperti

S.pyogenes dan S.pneumonia. S.viridans mempunyai kepekaan yang bervariasi

terhadap eritromisin. S.aureus hanya sebagian yang peka terhadap obat ini. Strain

S.aureus yang resisten terhadap eritromisin sering dijumpai di rumah sakit (strain

nosokomial).2,4

Batang gram positif yang peka terhadap eritromisin ialah C.perfringens,

C.diphtheriae, dan L.monocytogenes. Eritromisin tidak aktif terhadap kebanyakan

kuman gram negatif, namun ada beberapa spesies yang sangat peka terhadap

eritromisin yaitu N.gonorrhoeae, Campylobacter jejuni, M.pneumoniae, Legionella

pneumophila, dan C.trachomatis, H.influenzae mempunyai kepekaan yang bervariasi

terhadap obat ini.1

FARMAKOKINETIK

Absorpsi eritromisin bervariasi, distribusi ke seluruh tubuh baik,

dimetabolisme dalam hati menjadi metabolit inaktif melalui N-demetilasi dengan

waktu eliminasi serum 2 jam. Eritromisin basa dirusak oleh asam lambung dan harus

diberikan dalam bentuk enteric coated (dengan selaput tahan asam) atau sebagai

garam atau ester (stearat dan etilsuksinat). 3,4 Bentuk stearat dan ester agak tahan

asam dan relatif diabsorpsi dengan baik. Garam laurel dan ester propionil dari

eritromisin (eritromisin estolat) merupakan salah satu preparat per oral yang

diabsorpsi paling baik. Dosis per oral 2 gr per hari menghasilkan kadar serum sampai

2 µg/mL. Sejumlah besar hilang ke dalam feses. Obat yang diabsorpsi didistribusikan

secara luas kecuali ke dalam otak dan cairan serebospinal. Obat ini menembus

plasenta dan mencapai janin.5 Absorbsi eritromisin juga dihambat oleh adanya

makanan dalam lambung sehingga harus diberikan sebelum makan.

Eritromisin sebagian besar diekskresikan ke dalam empedu, di mana kadar

dapat mencapai 50 kali lebih tinggi daripada kadar di dalam darah. Sebagian obat

diekskresikan ke dalam empedu kemudian diabsorpsi kembali dari usus halus. Hanya

15% dari dosis yang diberikan diekskresikan ke dalam urin. Beberapa makrolid yang

lebih baru (misalnya azitromisin, klaritromisin) tampak mempunyai aktivitas per oral

yang lebih baik dibandingkan ester eritromisin dan sebagai tambahan, mempunyai

waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromisin.5

RESISTENSI

Pada populasi mikroba yang sangat peka, terdapat organisme yang sangat

resisten terhadap eritromisin (misalnya, stafilokokus). Pneumokokus dan

streptokokus yang resisten eritromisin jarang dijumpai.5

Resistensi terhadap eritromisin terjadi melalui 3 mekanisme yang diperantarai

oleh plasmid yaitu :1

1. Menurunnya permeabilitas membran sel kuman.

2. Berubahnya reseptor obat pada ribosom kuman.

3. Hidrolisis obat oleh esterase yang dihasilkan oleh kuman tertentu

(Enterobacteriaceae).

Resistensi terhadap eritromisin biasanya terjadi dari metilasi reseptor rRNA

pada unit ribosom 50S, di bawah kendali suatu plasmid. Inaktivasi obat tidak terlibat.

Namun, di antara organisme koliform, terjadi plasmid yang dapat di transmisikan

yang menyebabkan esterase menghidrolisis cincin lakton dari makrolid dan

menghancurkan aktivitasnya. Resistensi silang di antara anggota kelompok

eritromisin benar-benar sempurna. Beberapa resistensi silang dengan linkomisin

dapat terjadi.3

INTERAKSI OBAT

Pemberian terfenadin dan astemizol dosis terapi bersama ketokenazol,

itrakonazol, atau antibiotik golongan makrolid seperti eritromisin dapat

mengakibatkan terjadinya perpanjangan interval QT dan mencetuskan terjadinya

aritmia ventrikel (torsades de pointes) yang mungkin fatal. Keadaan ini disebabkan

karena eritromisin menghambat metabolisme terfenadin atau astemizol oleh enzim

CYP3A4 sehingga terjadi peningkatan kadar antihistamin di dalam darah. Karena

interaksi yang berbahaya tersebut maka terfenadin dan astemizol dikontraindikasikan

pemberiannya pada pasien yang mendapat ketokonazol, itrakonazol, atau antibiotik

golongan makrolid, dan juga pada pasien dengan penyakit hati.3

Selain itu eritromisin meningkatkan kadar obat-obatan seperti teofilin,

karbamazepin, atorvastatin, siklosporin, simvastatin, asam valproat dan warfarin bila

diberikan bersama obat-obat tersebut. Hal ini disebabkan inhibisi enzim sitokrom

p450 di hati oleh eritromisin dan metabolitnya.2

DOSIS DAN PENGGUNAAN KLINIK

Eritromisin merupakan obat pilihan utama untuk infeksi korionebakteri

(difteri, sepsis karena korionebakteri,eritrasma); infeksi klamidia pada saluran

pernapasan, neonatus, mata, atau genetalia; dan pada pneumonia yang disebabkan

oleh Mycoplasma dan Legionella. Eritromisin merupakan obat pengganti penisilin

yang paling berguna bagi individu yang mengalami infeksi streptokokus dan

pneumokokus yang hipersensitif terhadap penisilin. Pada pasien rematik yang

menggunakan penisilin untuk pencegahan, harus diberikan eritromisin sebelum

tindakan dokter gigi sebagai profilaksis terhadap endokarditis. Walaupun eritromisin

estolat merupakan garam yang diabsorpsi paling baik, namun dapat menimbulkan

risiko besar pada efek samping. Karena itu, garam stearat dan suksinat dapat dipilih.

Eritromisin dapat meningkatkan motilitas gastrointestinal pada pasien diabetes

dengan paresis lambung.3,5

Beberapa antibiotik parenteral yang telah digunakan sejak lama pada

pengobatan akne vulgaris telah menunjukkan bahwa obat tersebut juga efektif bila

digunakan secara topikal. Ada 4 macam antibiotik yang digunakan akhir-akhir ini

adalah klindamisin fosfat, eritromisin basa, metronidazol, dan tetrasiklin hidroklorida.

Efektivitas terapi antibiotik topikal kurang bila dibandingkan yang dicapai oleh

pemberian sistemik dengan antibiotik sama. Karena itu, terapi topikal biasanya lebih

baik digunakan pada inflamasi akne ringan-sedang.5

Pemberian secara oral untuk dewasa 2-4 kali sehari dengan dosis 250-500 mg

pada saat perut kosong, untuk anak-anak 20-40 mg/kgBB/hari selama maksimal 7

hari. Dosis minimal untuk dewasa 200 mg dan dosis maksimal 4000 mg. Dosis

minimal untuk anak-anak 10 mg dan dosis maksimal 50 mg.6

Pemberian secara intravena untuk dewasa 0,5 gram eritromisin gluseptat atau

laktobionat setiap 8-12 jam. Dosis untuk anak-anak yaitu 40 mg/kg/hari.3,6

Nomor Penyakit Dosis

1 Acne Vulgaris Pemberian oral : 1 tablet (250 mg)

setiap 6 jam

2 Sinusitis Bakteri Akut Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (250 mg)

setiap 6 jam, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 6 jam

3 Infeksi Otitis Media Akut Pemberian oral : 1 tablet (500 mg)

4x/hari, 1 tablet (500 mg) setiap 6

jam, 1 tablet (500 mg) setiap 6 jam

selama 10 hari, 1 tablet (500 mg)

4x/hari selama 10 hari

4 Pneumonia Bakterial Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (250 mg)

setiap 6 jam, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 6 jam

5 Dipteria Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 10 hari

6 Pencegahan Difteria Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

2x/hari selama 10 hari, 2 tablet

(500 mg) setiap 12 jam selama 10

hari, 2 tablet (500 mg) 2x/hari, 2

tablet (500 mg) setiap 12 jam, 2

tablet (500 mg) setiap 12 jam

selama 7 hari, 2 tablet (500 mg)

2x/hari selama 7 hari, 1 tablet (500

mg) 2x/hari selama 10 hari, 1

tablet (500 mg) setiap 12 jam

selama 10 hari, 1 tablet (500 mg)

2x/hari, 1 tablet (500 mg) setiap

12 jam, 1 tablet (500 mg) setiap 12

jam selama 7 hari, 1 tablet (500

mg) 2x/hari selama 7 hari

7 Ektema Pemberian oral : 1 tablet (500 mg)

2x/hari selama 10 hari, 1 tablet

(500 mg) 2x/hari

8 Campylobakteriosis enteric Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

4x/hari, 2 tablet (500 mg) setiap 6

jam, 2 tablet (500 mg) setiap 6 jam

selama 7 hari, 2 tablet (500 mg)

4x/hari selama 7 hari

9 Erisipelas Pemberian oral : 1 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 7 hari

10 Erythrasma Pemberian oral : 1 tablet (250 mg)

3x/hari

11 Penyakit Legionnaires Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

4x/hari selama 14 hari, 2 tablet

(500 mg) setiap 6 jam selama 14

hari, 1 tablet (500 mg) setiap 6

jam selama 10 hari, 1 tablet (500

mg) setiap 6 jam selama 14 hari, 2

tablet (1000 mg) setiap 6 jam, 1

tablet (500 mg) 4x/hari selama 14

hari, 1 tablet (500 mg) 4x/hari

selama 10 hari, 2 tablet (1000 mg)

setiap 6 jam selama 10 hari, 2

tablet (1000 mg) setiap 6 jam

selama 14 hari, 2 tablet (1000 mg)

4x/hari selama 10 hari, 2 tablet

(1000 mg) 4x/hari selama 14 hari

12 Listeriosis Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (250 mg)

setiap 6 jam

13 Pneumonia Mycoplasma Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

4x/hari, 2 tablet (500 mg) setiap 6

jam, 2 tablet (500 mg) setiap 6 jam

selama 10 hari, 2 tablet (500 mg)

4x/hari selama 21 hari, 2 tablet

(500 mg) setiap 6 jam selama 5

hari, 2 tablet (500 mg) 4x/hari

selama 10 hari, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 21 hari, 2

tablet (500 mg) 4x/hari selama 5

hari

14 Pertusis Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

4x/hari, 1 tablet (250 mg) setiap 6

jam, 2 tablet (500 mg) setiap 6

jam, 1 tablet (250 mg) setiap 6 jam

selama 10 hari, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 10 hari, 2

tablet (500 mg) 4x/hari selama 10

hari

15 Pneumonia Pneumococcal Pemberian oral : 1 tablet (250 mg)

4x/hari, 2 tablet (500 mg) 4x/hari

16 Pencegahan Demam Reumatik Pemberian oral : 1 tablet (250 mg)

2x/hari, 1 tablet (500 mg) 2x/hari

selama 10 hari, 1 tablet (500 mg)

setiap 12 jam selama 10 hari, 1

tablet (500 mg) 2x/hari, 1 tablet

setiap 12 jam

17 Infeksi Staphylococcus Aureus dan

Infeksi struktur kulit

Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (250 mg)

setiap 6 jam, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 12 jam, 1 tablet (500 mg)

setiap 6 jam

18 Sifilis Pemberian oral : 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 10 hari, 2

tablet (500 mg) 4x/hari selama 10

hari, 2 tablet (500 mg) 4x/hari

selama 15 hari, 2 tablet (500 mg)

setiap 6 jam selama 15 hari, 1

tablet (500 mg) 4x/hari, 2 tablet

(1000 mg) 4x/hari, 1 tablet (500

mg) setiap 6 jam, 1 tablet (500

mg) setiap 6 jam selama 10 hari, 2

tablet (1000 mg) setiap 6 jam, 1

tablet (500 mg) 4x/hari selama 10

hari, 2 tablet (1000 mg) setiap 6

jam selama 10 hari, 2 tablet (1000

mg) 4x/hari selama 10 hari, 1

tablet (500 mg) setiap 6 jam

selama 15 hari, 1 tablet (500 mg)

4x/hari selama 15 hari

BENTUK SEDIAAN

Eritromisin tersedia dalam sediaan tablet, kapsul, kapsul, suspensi, drop, krim

antibiotik, krim akne, gel akne, larutan topikal akne. 6

EFEK SAMPING

Efek samping yang ditimbulkan oleh eritromisin pada gastrointestinal yaitu

anoreksia, mual dan muntah. Pada pemberian oral kadang-kadang disertai dengan

diare.2,6

Efek samping lain yang ditimbulkan oleh eritromisin adalah toksisitas hati,

terutama eritromisin estolat dapat menimbulkan hepatitis kolestatik akut (demam,

ikterus, gangguan fungsi hati), mungkin sebagai reaksi hipersensitif. Kebanyakan

pasien pulih dari gangguan ini, tetapi hepatitis terjadi lagi bila obat ini diberikan.

Reaksi alergi lain termasuk demam, eosinofilia, dan rashes. Eritromisin dapat

menghambat sitokrom P450 dan dengan demikian meningkatkan efek

antikoagulanoral dan digoksin oral. Juga meningkatkan konsentrasi siklosporin dan

antihistamin seperti terfenadin dan astemizol. Akibat konsentrasi tinggi antihistamin

ini dapat menyebabkan aritmia jantung.1,2,3,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Syarif, A, Ari E, Armen M et al. Farmakologi dan terapi. Edisi 5.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Uneversitas

Indonesia. Jakarta : 2007;723,281,864

2. A. Harvey R, C.Champe P. Pharmacology. 4th Edition. Lippincott’s Ilustrated

Reviews. Philadelphia : 2009

3. Katzung, BG. Farmakologi dasar dan klinik. Edisi VI. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta : 1998; 704-705, 770-771, 972

4. Anonymous. Macrolide. Diakses dari www.wikipedia.com

5. Lakrtiz J et al. Erythromycin: Pharmacokinetics, Bioavailability,

Nonantimicrobial Activity, and Possible Mechanisms Associated with

Adverse Reactions. AAEP Proceedings 2004: 43

6. Anonymous. MIMS Indonesia. Edisi 8. Jakarta: 2009