Upload
praktikum-tpsusu
View
16
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Es krim merupakan produk beku yang dibuat dari kombinasi susu, gula, dekstrosa, air, dengan atau tanpa penambahan telur, dengan atau tanpa penambahan flavor, stabilizer/emulsifier, dan lemak susu.
Citation preview
Acara II
ES KRIM
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh:
Nama : Andika Putri
NIM : 13.70.0167
Kelompok A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2016
1. TOPIK DAN TUJUAN
Pada tanggal 17 Mei 2016 dilakukan praktikum dengan topik “Es Krim”. Es krim
merupakan produk beku yang dibuat dari kombinasi susu, gula, dekstrosa, air, dengan
atau tanpa penambahan telur, dengan atau tanpa penambahan flavor,
stabilizer/emulsifier, dan lemak susu. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui cara pembuatan ice cream menggunakan bahan dasar yang berbeda yaitu
dengan custard dan tanpa custard, mengetahui perbedaan kedua jenis ice cream tersebut
berdasarkan karakteristik fisiknya yang meliputi kenampakan, tekstur, dan overrun,
serta karakteristik organoleptiknya.
1
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Es Krim
Hasil pengamatan dari karakteristik fisik serta organoleptik es krim dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Susu Pasteurisasi Secara MikrobiologisKel. Formula Waktu Flavor Rasa Tekstur Overrun (%)
1 Mix 1Setelah penyimpanan 4-6 jam +++ Kuat, manis Kasar
57,143Setelah proses pemecahan kristal es +++ Kuat, manis Halus
2 Mix 1Setelah penyimpanan 4-6 jam +++ Kuat, manis Kasar
48Setelah proses pemecahan kristal es +++ Kuat, manis Halus
3 Mix 1Setelah penyimpanan 4-6 jam +++ Kuat, manis Halus
68Setelah proses pemecahan kristal es ++++ Kuat, manis Halus
4 Mix 2Setelah penyimpanan 4-6 jam +++ Tidak kuat, sangat manis Halus
-15,385Setelah proses pemecahan kristal es +++ Tidak kuat, sangat manis Halus
5 Mix 2 Setelah penyimpanan 4-6 jam ++ Tidak kuat, sangat manis Kasar -23,077Setelah proses pemecahan kristal es ++ Tidak kuat, tidak manis KasarKeterangan:Rasa : meliputi rasa susu (kuat atau tidak) dan tingkat kemanisan (tidak manis, agak manis, manis, atau sangat manis)Tekstur : ukuran kristal es saat dirasakan (kasar atau halus)FlavorTidak creamy : +Agak creamy : ++Creamy : +++Sangat crieamy : ++++
2
3
Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa terdapat 2 jenis formula dalam pembuatan es krim,
yaitu mix 1 (tanpa custard) dan mix 2 (dengan custard). Pada mix 1, setelah
penyimpanan selama 4-6 jam dan setelah proses pemecahan kristal es dihasilkan flavor
es krim yang creamy dan sangat creamy serta memiliki rasa susu yang kuat dan manis.
Tekstur mix 1 setelah penyimpanan selama 4-6 jam pada kelompok A1 dan A2 adalah
kasar. Setelah mengalami proses pemecahan kristal es, teksturnya menjadi halus.
Sedangkan tekstur mix 1 pada kelompok A3 tidak mengalami perubahan, yaitu
teksturnya tetap halus. Pada es krim mix 2 kelompok A4, dihasilkan flavor es krim yang
creamy, memiliki rasa susu tidak kuat, dan sangat manis, serta teksturnya halus. Pada es
krim mix 2 kelompok A5, dihasilkan flavor es krim yang agak creamy. Rasa susu
setelah penyimpanan adalah tidak kuat dan sangat manis, namun setelah proses
pemecahan kristal es menjadi tidak manis. Tekstur yang dihasilkan es krim mix 2 pada
kelompok A5 adalah kasar. Overrun yang dihasilkan pada mix 1 lebih tinggi
dibandingkan dengan overrun pada mix 2. Pada mix 1, overrun tertinggi dihasilkan oleh
kelompok A3. Sedangkan pada mix 2, dihasilkan overrun yang bernilai negatif.
2.2. Foto Es Krim
Hasil pembuatan es krim dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil pembuatan es krim tiap kelompok
(dari kiri ke kanan: kelompok A1, A2, A3, A4, A5)
3. PEMBAHASAN
Menurut Desrosier & Desrosier (1978), es krim merupakan suatu produk beku yang
dibuat dari kombinasi produk susu, gula, dekstrosa, air, dengan atau tanpa
menggunakan telur, flavor, maupun stabilizer/emulsifier. Kandungan lemak susu pada
es krim tidak kurang dari 10% dan tidak kurang dari 20% berat total dari susu padatan.
Menurut Gaman & Sherrington (1994), cream adalah emulsi lemak dalam air yang
diperoleh melalui proses sentrifugasi sehingga susu akan terpisah. Cream memiliki
tekstur yang lembut, berbusa, dan berwarna putih. Di dalam cream terkandung semua
jenis lemak susu dan sebagian laktosa serta protein susu. Selain itu cream juga
mengandung vitamin A dan D yang bermanfaat. Beberapa zat gizi lain yang terkandung
dalam cream adalah 62% air; 4% protein; 11% lemak; 20% gula; 137 mg kalsium; 0,85
kJ energi (Sharma & Caralli, 1998). Es krim merupakan produk yang banyak disukai
sehingga sering kali dilakukan beberapa pengembangan produk es krim agar diperoleh
kualitas es krim yang lebih baik dan bernutrisi tinggi. Contohnya adalah dengan
penggunaan sayuran sebagai bahan baku tambahan untuk menambah vitamin pada es
krim (Dewi, T., 2014). Es krim biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan (desert) dan
dikelompokkan dalam makanan camilan (snack). Prinsip pembuatan es krim adalah
pembentukan rongga udara pada campuran bahan es krim atau Ice Cream Mix (ICM)
sehingga volume akan mengembang dan es krim menjadi lebih ringan, tidak terlalu
padat, dan teksturnya lembut (Padaga & Sawitri, 2005).
Dalam praktikum ini, terdapat 2 formula dalam pembuatan es krim yaitu mix 1 (tanpa
custard) dan mix 2 (dengan custard). Langkah kerja yang dilakukan untuk membuat es
krim mix 1 adalah sebanyak 200 gram whipping cream bubuk dicampur dengan 400 ml
air mineral. Pada kelompok A1 dan A2, campuran air dan whipping cream tersebut
diambil sebanyak 142 gram dan ditambah 284 ml susu full cream. Sedangkan pada
kelompok A3, komposisi whipping cream yang digunakan tidak dikurangi, kemudian
ditambah dengan 284 ml susu full cream. Setelah itu ditambah dengan 100 gram icing
sugar dan 3 tetes essens vanilla, lalu diratakan. Adonan yang sudah tercampur rata
dimasukkan ke dalam wadah tupperware 1 liter dan diukur panjang, lebar, serta
tingginya untuk menghitung volume adonan sebelum pengocokan. Kemudian adonan
4
5
dikocok dengan menggunakan mixer pada kecepatan yang tinggi hingga tercampur rata,
lembut dan mengembang. Pengocokan dilakukan dengan merendam wadah berisi
adonan di dalam wadah lain berisi es batu. Setelah dilakukan pengocokan, dihitung
kembali volume adonan setelah pengocokan dengan mengukur panjang, lebar, dan
tingginya. Setelah itu, dimasukkan ke dalam freezer dalam kondisi tertutup. Es krim
yang sudah dibekukan selama ±24 jam kemudian dikocok kembali untuk memecah
kristal es yang ada sebanyak 3 kali dengan selang waktu setiap 1 jam. Selanjutnya, es
krim yang dihasilkan diuji karakteristik fisiknya, yang meliputi kenampakan, tekstur,
dan overrun serta karakteristik organoleptiknya.
Pada es krim mix 2, mula-mula sebanyak 368 ml whipping cream cair dikocok dalam
wadah di atas es batu hingga mengembang. Proses pengocokan tidak boleh terlalu lama
supaya krim tidak berubah menjadi butter. Selama proses pengocokan, udara yang
masuk akan membentuk busa dan partikel-partikel lemak akan bergabung menghasilkan
karakteristik kaku atau kestabilan whipped cream. Gelembung-gelembung udara yang
terbentuk akan bertahan karena adanya lapisan tipis protein yang menutupi permukaan
partikel lemak ( Bennion & Hughes, 1975 ). Pada tahap ini akan dihasilkan adonan 1.
Adonan 1 tersebut tetap ditempatkan di atas es batu dan ditutup dengan plastik cling
atau alumunium foil.
Pada wadah yang lain, sebanyak 100 gram castor sugar, 3 butir kuning telur, dan 3 tetes
essens vanila dicampurkan. Kemudian, dikocok hingga adonan mengembang dan
warnanya menjadi agak keputihan. Adonan ini merupakan adonan telur. Pengadukan
adonan ini bertujuan untuk mencampur adonan menjadi satu, sehingga biasa disebut
dengan homogenisasi. Homogenisasi dilakukan untuk mencegah tercampur aduknya
susu selama pembuihan, memperkecil partikel lemak, memperhalus serta melembutkan
adonan dan untuk mempengaruhi kekentalan dan dengan demikian memperbaiki tekstur
dan massa (body) es krim (Potter & Hotchkiss, 1996). Selanjutnya, susu full cream
sebanyak 200 ml dipanaskan dalam panci hingga mendidih, kemudian api dikecilkan
lalu dicampurkan adonan telur sambil diaduk dengan menggunakan sendok kayu secara
perlahan-lahan. Pada tahap ini dihasilkan adonan 2, yaitu adonan custard. Adonan 2
tersebut kemudian dipanaskan hingga mengental. Proses pemanasan harus diperhatikan
6
supaya tidak terjadi overcooked dan tekstur custard tidak rusak. Setelah itu api
dimatikan. Custard dituang di wadah dan diukur panjang, lebar, serta tingginya untuk
menghitung volume adonan sebelum pengocokan. Custard dibiarkan mendingin di suhu
ruang lalu dimasukkan ke dalam freezer selama kurang lebih 1 jam. Pembekuan
campuran merupakan langkah paling penting di dalam pembuatan es krim. Proses
pembekuan harus berlangsung cepat untuk memastikan tidak terbentuknya kristal-kristal
es dan didapat tekstur yang lembut dan halus. Suhu untuk proses pembekuan tergantung
dari % total padatan, tetapi suhu rata-rata untuk es krim ±2,8°C. Ketika es krim
dikeluarkan dari freezer, temperaturnya berkisar antara -3,7°C sampai -6,7°C. Fungsi
dari proses pembekuan antara lain, untuk membekukan sejumlah air yang ada pada
campuran, serta untuk menggabungkan atau memasukkan udara ke dalam campuran
(Desroisier & Desroisier, 1978).
Setelah cukup dingin, adonan 1 dan adonan 2 dicampurkan lalu diaduk dengan
menggunakan solet atau sendok kayu hingga rata. Selanjutnya, adonan tersebut
dimasukkan ke dalam wadah plastik 1 liter dan dikocok dengan menggunakan mixer
pada kecepatan yang tinggi hingga bercampur rata, lembut dan mengembang. Setelah
dilakukan pengocokan, dihitung kembali volume adonan setelah pengocokan dengan
diukur panjang, lebar, dan tingginya kembali. Setelah itu, dimasukkan ke dalam freezer
dalam kondisi tertutup. Es krim yang sudah dibekukan selama ±24 jam kemudian
dikocok kembali untuk memecah kristal es yang ada sebanyak 3 kali dengan selang
waktu setiap 1 jam. Selanjutnya, es krim yang dihasilkan diuji karakteristik fisiknya,
yang meliputi kenampakan, tekstur, serta karakteristik organoleptiknya. Kemudian,
overrun dari masing-masing es krim dihitung dengan menggunakan rumus:
overrun= volumes etelah pengocokan−sebelum pengocokanvolumesebelum pengocokan
×100 %
Saat pembuatan es krim, pengocokan whipping cream bertujuan untuk meningkatkan
gumpalan partikel lemak. Selama proses pengocokan, wadah direndam di dalam wadah
lain yang berisi es batu. Menurut Bennion & Hughes (1975), suhu rendah dapat
meningkatkan viskositas selama pengocokan whipping cream tersebut. Pengocokan
juga dilakukan dengan kecepatan tinggi. Tujuannya adalah supaya kristal es yang
7
dihasilkan pada produk akhir memiliki karakteristik yang baik. Apabila pengocokan
dilakukan pada kecepatan yang rendah, dapat memungkinkan terbentuknya kristal es
selama proses pembekuan yang lama kelamaan akan semakin membesar.
Proses pemanasan susu full cream pada pembuatan es krim mix 2 menyebabkan
terjadinya reaksi antara laktosa dan protein. Gugusan reduksi dari laktosa akan bereaksi
dengan gugusan amino yang bebas dari kasein (96 % terdapat pada asam amino lisin).
Awalnya, akan terbentuk zat yang tidak berwarna, kemudian terjadi perubahan laktosa
yang mengalami dekomposisi membentuk suatu senyawa kompleks yang berwarna
coklat. Hal tersebut diungkapkan oleh Adnan (1984). Menurut Bennion & Hughes
(1975), ketika susu dipanaskan, lapisan lemak pada susu akan terbentuk dan akan
menyebabkan pecahnya lapisan protein yang ada di sekitar globula lemak, sehingga
globula lemak akan menjadi keras dan menyatu. Potter (1978) menambahkan pula
bahwa hal tersebut dapat diatasi dengan penambahan emulsifier yang akan membantu
terdispersinya globula lemak dan mencegah penggumpalan globula lemak.
Komposisi bahan yang digunakan dalam praktikum es krim ini memiliki fungsinya
masing-masing. Dalam pembuatan es krim, lemak susu biasanya digunakan untuk
memberikan flavor pada produk dan menghasilkan tekstur. Selain itu, lemak susu juga
berperan sebagai sumber konsentrasi dari kalori yang akan menyokong volume es krim
(Potter & Hotchkiss, 1996). Bennion & Hughes (1975) menambahkan bahwa es krim
yang memiliki kandungan lemak tinggi akan memiliki tekstur yang lebih baik tidak
cepat mencair. Fungsi lain dari lemak susu adalah untuk memperkaya flavor,
memproduksi tekstur yang lembut dengan menghasilkan rasa creamy pada langit-langit
mulut, membantu memberikan body, dan membantu membentuk sifat meleleh yang
diinginkan. Kandungan lemak pada sebuah campuran juga membantu dalam melumas
wadah-wadah pendinginan saat pembuatan ice cream.
Selain itu, dalam pembuatan es krim ditambahkan dengan gula. Menurut Potter &
Hotchkiss (1996), gula berperan dalam memberikan rasa manis pada es krim dan dapat
menurunkan titik beku. Bennion & Hughes (1975) menambahkan bahwa gula dapat
menurunkan volume dan kekakuan. Namun apabila gula ditambahkan sebelum
8
pengocokan, maka akan menyebabkan waktu pengocokan menjadi lebih lama. Pada
pembuatan es krim mix 1 menggunakan icing sugar, sedangkan gula yang ditambahkan
untuk pembuatan es krim mix 2 adalah gula castor. Pemakaian kedua jenis gula ini pada
pembuatan es krim adalah karena teksturnya yang halus dan daya larut keduanya yang
tinggi sehingga dapat mencegah adanya rasa berpasir pada tekstur akhir es krim. Hal
tersebut sesuai dengan teori dari Andarwulan (2013). Sedangkan penambahan essens
vanilla dalam praktikum ini berperan sebagai flavor yang memberikan variasi rasa pada
es krim. Vanilla merupakan flavor yang paling popular digunakan (Potter, 1978).
Pada es krim mix 2, dilakukan penambahan kuning telur. Menurut Potter & Hotchkiss
(1996), fungsi dari kuning telur adalah sebagai emulsifier alami. Kuning telur dapat
meningkatkan viskositas dan membantu proses penggabungan udara ke dalam adonan.
Selain itu, kuning telur juga berkontribusi terhadap warna, flavor, dan pengempukan
karena adanya bahan-bahan berlemak didalamnya (Bennion & Hughess, 1975).
Penambahan emulsifier bertujuan untuk membantu penyebaran globula lemak selama
pengadukan. Emulsifier akan membantu proses dispersi globula lemak, mencegah
penggumpalan globula lemak selama pencampuran dan pembekuan, dan meningkatkan
pengembangan (overrun) serta membuat es krim menjadi kering dan keras. Hal tersebut
diungkapkan oleh Potter (1978).
Dalam praktikum kali ini, es krim disimpan di suhu freezer selama 4-6 jam. Proses
penyimpanan dalam freezer bertujuan supaya pendinginan berlangsung secara cepat
karena proses freezing dilakukan dengan suhu yang sangat rendah yaitu di bawah -18oC.
Hal ini sesuai dengan teori dari Jay (1986). Menurut Potter (1978), pendinginan yang
berlangsung secara cepat akan menghasilkan kristal es yang berukuran kecil. Apabila
dilakukan pendinginan secara lambat, kristal es yang terbentuk akan berukuran besar.
Pada saat proses pendinginan es krim, akan terjadi beberapa perubahan yaitu globula
lemak akan berbenturan akibat pergolakan mekanik yang terjadi secara cepat sehingga
akan terjadi perubahan dari fase cair menjadi padat. Setelah itu, daya kristal es globula
lemak akan menjadi kecil dan rongga untuk mengisi bahan-bahan titik beku ikut
mengecil kemudian akan terjadi penyimpangan bentuk, pengembangan kristal-kristal es
yang akan meningkatkan kestabilan lemak, sedangkan senyawa-senyawa yang larut
9
dalam fase tidak beku akan terkonsentrasi dan menyebabkan adanya pergantian
keseimbangan mineral-mineral garam, penyerapan protein di sekitar globula lemak
(menyebabkan kompleks emulsifier protein terganggu, viskositas permukaan di samping
globula bertambah hidrofobik, berkurangnya aktivitas emulsifier dan stabilitasnya) serta
berubahnya sifat – sifat membran menjadi rapuh dan cenderung pecah. Akan tetapi,
dengan pembekuan cepat, terutama dengan nitrogen cair dapat mencegah terjadinya hal-
hal tersebut (Potter, 1978). Menurut Buckle (1985), dalam proses pendinginan
sebaiknya digunakan suhu serendah mungkin. Tujuannya adalah supaya kenaikan
volume es krim dapat mencapai 100-120% selama pembekuan karena terjadinya
penyatuan gelembung udara yang halus dalam proses pembuihan.
Pada mix 1, setelah penyimpanan selama 4-6 jam dan setelah proses pemecahan kristal
es dihasilkan flavor es krim yang creamy dan sangat creamy. Sedangkan pada mix 2,
setelah penyimpanan selama 4-6 jam dan setelah proses pemecahan kristal es dihasilkan
flavor es krim yang creamy dan agak creamy. Menurut Potter & Hotchkiss (1996),
flavor yang terbentuk dalam pembuatan es krim disebabkan karena adanya lemak susu
yang berfungsi untuk memberikan flavor, yaitu creamy. Buckle et al. (1987) juga
menambahkan, bahwa lemak yang berasal dari krim dan susu memberikan flavor
creamy, masa dari tekstur pada produk. Dengan bertambahnya kandungan lemak,
tekstur menjadi lebih baik dan es krim menjadi semakin tahan terhadap proses
pencairan. Pada kelompok A3 dihasilkan flavor yang sangat creamy karena jumlah
whipping cream yang digunakan lebih banyak daripada kelompok A1 dan A2. Sesuai
dengan teori diatas, apabila kandungan lemak semakin tinggi maka flavor es krim
menjadi semakin creamy.
Es krim mix 2 seharusnya memiliki flavor yang lebih kuat dibandingkan dengan es krim
mix 1. Hal tersebut dikarenakan adanya penambahan kuning telur yang berperan sebagai
emulsifier sehingga dapat membantu penyebaran globula lemak dan mencegah
penggumpalan globula lemak selama pencampuran dan pengadukan. Lemak susu yang
semakin merata penyebarannya akan menghasilkan flavor creamy yang lebih terasa
apabila dimakan (Potter, 1978). Namun pada hasil pengamatan, diketahui bahwa es
krim mix 2 pada kelompok A5 memiliki flavor yang agak creamy. Hal tersebut dapat
10
disebabkan karena ketidakakuratan praktikan saat melalukan uji sensori sehingga hasil
yang diperoleh tidak akurat.
Dari segi rasa, es krim mix 1 setelah penyimpanan selama 4-6 jam dan setelah proses
pemecahan kristal es dihasilkan rasa susu kuat manis, sedangkan pada mix 2 memiliki
rasa susu tidak kuat, sangat manis dan tidak manis. Rasa manis tersebut dikarenakan
adanya penambahan gula, dimana menurut Potter & Hotchkiss (1996) gula berfungsi
sebagai pemanis. Penambahan gula dalam pembuatan es krim selain untuk memberikan
rasa manis juga dapat untuk membentuk struktur es krim (Herschdoerfer, 1986). Rasa es
krim dipengaruhi oleh keberadaan protein susu. Setelah dilakukan pemecahan kristal es,
biasanya rasa es krim akan menjadi lebih manis karena terjadi perubahan ukuran kristal
es yang awalnya besar menjadi kecil dan luas permukaannya membesar sehingga rasa
manis yang tadinya terperangkap akan lepas dan menimbulkan rasa es krim yang lebih
manis. Hal ini diungkapkan oleh Bennion & Hughes (1975). Menurut Gautara &
Soersono (2005), icing sugar dibuat dengan cara menghaluskan gula hingga teksturnya
menjadi bubuk dan dalam produksinya dicampur dengan tepung pati jagung atau tepung
terigu. Oleh karena pembuatannya di campur dengan tepung, maka gula jenis ini lebih
cocok dijadikan sebagai krim untuk cake, taburan untuk cake, atau taburan untuk kue
kering karena memiliki rasa tidak terlalu manis. Gula kastor mirip dengan gula pasir dan
memiliki rasa sangat manis. Gula ini memiliki sifat yang mudah larut sehingga sering
digunakan untuk bahan campuran sebagai pemanis dalam adonan kue, masakan, kue
kering, es krim, dan lain-lain. Es krim yang ditambahkan gula kastor seharusnya
memiliki rasa yang lebih manis dibandingkan es krim yang ditambah icing sugar.
Secara keseluruhan hasil yang diperoleh telah sesuai dengan teori.
Pada kelompok A1 dan A2, tekstur es krim mix 1 setelah penyimpanan selama 4-6 jam
adalah kasar. Kemudian setelah proses pemecahan kristal es, teksturnya berubah
menjadi halus. Pada kelompok A3, tekstur es krim mix 1 tidak mengalami perubahan
yaitu tetap halus. Pada kelompok A4, tekstur es krim mix 2 yang dihasilkan adalah
halus. Namun pada kelompok A5 dihasilkan tekstur yang kasar. Pembuatan es krim
sangat dipengaruhi oleh tingkat penggunaan krim. Apabila krim yang digunakan sedikit,
maka terlalu banyak kandungan air yang mengkristal sehingga teksturnya menjadi kasar
11
(Darma, et al., 2013). Bennion & Hughes (1975) menambahkan, untuk memperoleh
tekstur es krim yang lembut dapat dilakukan dengan pengocokan es krim hingga 3 kali.
Selama proses pengocokan tersebut akan terjadi penurunan ukuran kristal es sehingga
bentuknya akan semakin kecil. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan praktikan saat
pembuatan es krim. Menurut Potter (1978), tekstur halus yang dihasilkan pada es krim
mix 2 disebabkan karena adanya kuning telur yang dapat melembutkan tekstur dengan
mendispersi globula lemak sehingga penggumpalan globula lemak selama pencampuran
dan pembekuan dapat dicegah. Menurut Herschdoefer (1986), tekstur pada es krim
dipengaruhi cara pembuatan produk. Tekstur yang kasar dapat disebabkan karena proses
pembekuan yang kurang baik, terjadi pengerasan, dan kurang seimbangnya
pencampuran bahan-bahan.
Overrun pada pembuatan ice cream disebut juga sebagai pengembangan volume, yaitu
kenaikan volume ice cream antara sebelum dan sesudah pembekuan (Sulistyowati,
2000). Faktor yang mempengaruhi besarnya overrun pada es krim adalah proses yang
terjadi selama mixing, karena selama proses mixing tersebut udara akan menjadi
tercampur sehingga menyebabkan volume pada es krim mengalami peningkatan (Potter
& Hotchkiss, 1996). Proses mixing dilakukan hingga terbentuk produk yang memiliki
sel dengan udara. Hal ini sangat penting untuk mencegah es krim menjadi padat, keras
dan terlalu dingin di mulut. Berdasarkan hasil pengamatan, overrun yang dihasilkan
pada es krim mix 1 lebih tinggi dibandingkan dengan overrun pada mix 2 yang bernilai
negatif. Hal tersebut kurang dengan teori dari Potter (1978) bahwa penambahan kuning
telur pada es krim mix 2 dapat meningkatkan pengembangan (overrun) es krim,
sehingga seharusnya overrun pada es krim mix 2 lebih besar dibandingkan dengan
overrun pada es krim mix 1. Nilai overrun yang negatif dapat terjadi karena kecepatan
mixer dari es krim mix 2 yang kurang tinggi sehingga ketika proses mixing berlangsung,
udara yang ditangkap oleh adonan hanya sedikit sehingga volume pengembangan
kurang baik (Potter & Hotchkiss, 1996).
Nilai overrun berpengaruh terhadap tekstur es krim. Apabila nilai overrun yang
dihasilkan semakin tinggi maka tekstur yang dihasilkan semakin lembut, begitu juga
sebaliknya (Suryani, 2006 di dalam Putri, et al 2014). Hal tersebut sesuai dengan hasil
12
yang diperoleh. Pada kelompok A3 memiliki nilai overrun yang tinggi dan tekstur yang
dihasilkan baik setelah penyimpanan maupun setelah proses pemecahan tetap halus.
Arbuckle (1986) di dalam Masykuri, et al (2012) menyatakan bahwa nilai overrun yang
baik pada es krim skala industri besar adalah 80-120%. Overrun tersebut dapat dicapai
karena dalam pembuatannya dilakukan penginjeksian udara pada adonan saat proses
pembekuan. Sedangkan pada skala rumah tangga atau skala yang dibuat pada praktikum
ini tidak dilakukan proses injeksi udara sehingga nilai overrun lebih rendah.
Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi overrun es krim, yaitu :
Penggunaan Cream
Penggunaan cream akan meningkatkan penggumpalan partikel lemak. Peningkatan
viskositas juga akan terjadi apabila digunakan susu yang rendah sehingga sifat
pengembangan pada cream akan meningkat (Bennion & Hughes, 1975).
Gula
Jumlah udara yang terperangkap juga dipengaruhi oleh komposisi padatan yang
berasal dari gula dan lemak pada es krim. Apabila gula yang digunakan dalam
jumlah besar, maka jumlah padatan adonan semakin banyak sehingga nilai overrun
akan turun (Faridah, 2005 di dalam Handayani et al., 2014).
Proses pendinginan
Pendinginan dapat menghasilkan es krim dengan tekstur yang baik dan memiliki
overrun yang tinggi. Selain itu pembekuan juga bertujuan untuk membentuk tekstur
es krim yang padat (Sulistyawati, 2000). Menurut Saleh (2004), pembekuan pada es
krim seharusnya dilakukan secara cepat untuk mencegah pembentukan kristal-kristal
yang kasar. Hasil overrun yang tidak sesuai dengan teori juga dapat disebabkan
karena proses pendinginan yang mengarah pada metode pembekuan lambat, freezer
yang ada tidak memiliki suhu yang sangat rendah dan proses pembekuan juga
berjalan dalam waktu yang panjang (± 24 jam).
4. KESIMPULAN
Es krim merupakan suatu produk beku yang dibuat dari kombinasi produk susu,
gula, dekstrosa, air, dengan atau tanpa menggunakan telur, flavor, maupun
stabilizer/emulsifier..
Pengocokan whipping cream harus dilakukan dengan kecepatan tinggi.
Komposisi es krim akan mempengaruhi viskositas, stabilitas dan sifat dari produk
akhirnya.
Lemak susu berfungsi untuk memberikan flavor pada produk, menghasilkan tekstur,
dan sumber konsentrasi dari kalori yang akan menyokong volume es krim.
Gula berperan dalam memberikan rasa manis pada es krim dan dapat menurunkan
titik beku.
Kuning telur bertindak sebagai emulsifier yang dapat melembutkan tekstur es krim
dengan mendispersi globula lemak, dan meningkatkan overrun.
Pendinginan secara cepat bertujuan supaya kristal es yang terbentuk kecil-kecil.
Flavor pada es krim mix 2 seharusnya lebih creamy dibandingkan dengan es krim
mix 1.
Pada es krim mix 1 dihasilkan rasa susu kuat manis, sedangkan pada es krim mix 2
memiliki rasa susu sangat manis karena memakai gula castor.
Tekstur yang kasar dapat disebabkan karena proses pembekuan yang kurang baik,
terjadi pengerasan, dan kurang seimbangnya pencampuran bahan-bahan.
Overrun pada es krim mix 2 seharusnya lebih tinggi karena penggunaan kuning
telur.
Faktor yang mempengaruhi besarnya overrun pada es krim adalah proses yang
terjadi selama mixing, gula, proses pendinginan, dan penambahan kuning telur
sebagai emulsifier.
Semarang, 26 Mei 2016
Praktikan, Asisten Dosen:-Beatrix Restiani.
Andika Putri
13.70.0167
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Mochamad. (1984). Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset. Yogyakarta.
Andarwulan, Nuri. (2013). Beda Gula Halus Dengan Gula Castor. http://www.femina.co.id/kuliner/info.kuliner/beda.gula.halus.dan.gula.kastor/004/002/72. Jurusan Ilmu dan teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor. Diakses tanggal 25 Mei 2016.
Bennion, M & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Buckle, K.A et al . (1987) . Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press . Jakarta.
Buckle, K.A. (1985). Ilmu Pangan. UI. Press. Jakarta.
Darma, G.S., Puspitasari, D., & Noerhartati, E. (2013). Pembuatan Es Krim Jagung Manis Kajian Jenis Zat Penstabil, Konsentrasi Non Dairy Cream serta Aspek Kelayakan Finansial. Jurnal REKA Agroindustri. Vol. I No. 1. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
Desrosier N.W. & J.N. (1978).The Technology of Food Preservation.AVI Publishing Company, Inc. Wesport.
Dewi, T. (2014). Kualitas Es Krim dengan Kombinasi Wortel (Daucus carota L.) dan Tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Fakultas Teknobiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Gaman, P.M. & K.B. Sherrington. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Gautara dan Soersono. (2005). Dasar Pengolahan Gula. IPB. Bogor.
Handayani, N., Sulistyowati, M., & Sumarmono, J. (2014). Overrun, Waktu Leleh dan Kesukaaan Es Krim Yogurt Susu Sapi dengan Persentase Gula yang Berbeda. Jurnal Ilmiah Peternakan 2(1): 1-7. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto
Herschdoerfer, S.M. (1986). Quality Control In The Food Industry Volume 3. Academic Press. Toronto.
15
Jay, J. M. (1986). Modern Food Microbiology 3rd Edition. Van Nastrand Reinhold Company. New York.
Masykuri, Pramono, Y.B., Ardilia, D. (2012). Resistensi Pelelehan, Over-run, dan Tingkat Kesukaan Es Krim Vanilla yang Terbuat dari Bahan Utama Kombinasi Krim Susu dan Santan Kelapa. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol.1 No.3. Universitas Diponegoro, Semarang.
Padaga, M dan M, E, Sawitri. (2005). Es Krim yang Sehat. Trubus Agrisarana. Surabaya.
Potter, N. (1978). Food Science 3rd Edition.CBS Publisher & Distributors.New Delhi.
Potter, N.N & J.H Hotchkiss .(1996). Food Science 5thEdition. CBS Publishers and Distributors. New Delhi.
Putri, V.N., Susilo, B., & Hendrawan, Y. (2014). Pengaruh Penambahan Tepung Porang (Amorphophallus onchophyllus) pada Pembuatan Es Krim Instan Ditinjau dari Kualitas Fisik dan Organoleptik. Jurnal Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem Vol. 2 No. 3: 188-197. Universitas Brawijaya, Malang.
Sharma, J. L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food and Nutrition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.
Saleh, E. (2004). Dasar Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Universitas Sumatera Utara.
Sulistyowati, M. (2000). Penggunaan Berbagai Macam Lemak Dalam Pembuatan Ice cream Dengan Susu Segar Dan Susu Kental. Jakarta.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Volume=p× l× t
Overrun=(volume setelah pengocokan−volume sebelum pengocokan)
volumesebelum pengocokan× 100 %
Kelompok 1
Volume sebelum pengocokan=18 ×11,5× 3,5=724,5 cm3
Volume setelah pengocokan=18 ×11,5× 3,5=1138,5cm3
Ove rrun=(1138,5−724,5)724,4
×100 %=57,143 %
Kelompok 2
Volume sebelum pengocokan=24,5 ×11,5× 2,5=704,375 cm3
Volume setelah pengocokan=24,5 ×11,5× 3,7=1042,475 cm3
Overrun=(1042,475−704,375)
704,375×100 %=48 %
Kelompok 3
Volume sebelum pengocokan=25,5 ×16 ×2,5=1020 cm3
Volume setelah pengocokan=25,5 ×16× 4,2=1713,6 cm3
Overrun=(1713,6−1020)1020
× 100 %=68 %
Kelompok 4
Volume sebelum pengocokan=25 ×12 ×3,9=1170cm3
Volume setelah pengocokan=25×12 ×3,3=990 cm3
Overrun=(990−1170)
1170×100 %=−15,385 %
16
17
Kelompok 5
Volume sebelum pengocokan=16 ×10,5 ×6,5=1092 cm3
Volume setelah pengocokan=16 ×10,5 ×5=840 cm3
Overrun=(1092−840)1092
×100 %=−23,077 %
6.2. Abstrak Jurnal
6.3. Laporan Sementara