8
Definisi hukum adat secara terminologis adalah norma atau suatu aturan yang hidup di dalam masyarakat di Indonesia. Istilah “hukum adat” secara etimologis terdiri dari dua suku kata, yaitu hukum dan adat. Istilah “hukum” mengandung pengertian yaitu kalau dilanggar akan menimbulkan akibat-akibat hukum atau sanksi. Hukum pada umumnya diartikan sebagai aturan tingkah laku dan perbuatan manusia yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi yang tegas dan nyata kepada barang siapa yang melanggarnya. Istilah ”adat” berarti kebiasaan atau adat istiadat, yang biasanya merupakan sikap hidup atau tingkah laku manusia yang dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Adat sendiri pada dasarnya adalah segala sesuatu kelakuan atau perbuatan yang biasa dilakukan. Oleh karena itu, secara harafiah adat sama dengan kebiasaan. Kebiasaan sendiri adalah segala sesuatu berupa perbuatan, tingkah laku, perilaku yang diulang-ulang didalam menghadapi yang sama akan berbuat yanng sama untuk waktu yang sama. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa hukum adat sama dengan kebiasaan. Namun, tidak semua kebiasaan adalah hukum karena suatu kebiasaan baru dapat disebut hukum kebiasaan atau hukum adat apabila kebiasaan tersebut disepakati didalam masyarakat dan apabila tidak dilakukan terdapat sanksi atau hukuman yang memaksa. Hukum terdapat dalam norma antarpribadi. Yang mana pembagian norma adalah menjadi dua. Pertama, norma pribadi yang terdiri dari kepercayaan dan kesusilaan. Kedua, norma antarpribadi yang terdiri dari kesopanan (sanksinya tidak memaksa) dan hukum (sanksinya memaksa). Mengenal pengertian hukum adat, kita mengenal juga berbagai macam pendapat dari para sarjana hukum (doktrin). Menurut Mr. Sepomo, hukum adat adalah keseluruhan dari hukum yang tidak tertulis karena tidak dibuat dari proses perundang-undangan. Hal 1

esay adat.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: esay adat.docx

Definisi hukum adat secara terminologis adalah norma atau suatu aturan yang hidup di dalam masyarakat di Indonesia. Istilah “hukum adat” secara etimologis terdiri dari dua suku kata, yaitu hukum dan adat. Istilah “hukum” mengandung pengertian yaitu kalau dilanggar akan menimbulkan akibat-akibat hukum atau sanksi. Hukum pada umumnya diartikan sebagai aturan tingkah laku dan perbuatan manusia yang bersifat memaksa dan memberikan sanksi yang tegas dan nyata kepada barang siapa yang melanggarnya. Istilah ”adat” berarti kebiasaan atau adat istiadat, yang biasanya merupakan sikap hidup atau tingkah laku manusia yang dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari. Adat adalah merupakan pencerminan daripada kepribadian sesuatu bangsa, merupakan salah satu penjelmaan daripada jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad. Oleh karena itu, maka tiap bangsa di dunia ini memiliki adat kebiasaan sendri-sendiri yang satu dengan yang lainnya tidak sama. Adat sendiri pada dasarnya adalah segala sesuatu kelakuan atau perbuatan yang biasa dilakukan. Oleh karena itu, secara harafiah adat sama dengan kebiasaan. Kebiasaan sendiri adalah segala sesuatu berupa perbuatan, tingkah laku, perilaku yang diulang-ulang didalam menghadapi yang sama akan berbuat yanng sama untuk waktu yang sama. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa hukum adat sama dengan kebiasaan. Namun, tidak semua kebiasaan adalah hukum karena suatu kebiasaan baru dapat disebut hukum kebiasaan atau hukum adat apabila kebiasaan tersebut disepakati didalam masyarakat dan apabila tidak dilakukan terdapat sanksi atau hukuman yang memaksa. Hukum terdapat dalam norma antarpribadi. Yang mana pembagian norma adalah menjadi dua. Pertama, norma pribadi yang terdiri dari kepercayaan dan kesusilaan. Kedua, norma antarpribadi yang terdiri dari kesopanan (sanksinya tidak memaksa) dan hukum (sanksinya memaksa).

Mengenal pengertian hukum adat, kita mengenal juga berbagai macam pendapat dari para sarjana hukum (doktrin). Menurut Mr. Sepomo, hukum adat adalah keseluruhan dari hukum yang tidak tertulis karena tidak dibuat dari proses perundang-undangan. Hal ini dapat dilihat pada pasal 32 UUDS 1950. Dari isinya dapat dibuktikan bahwa hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis. Sedangkan menurut Ter Haar melalui teori keputusan, apabila ingin melihat hukum adat maka lihatlah apa yang ada dalam keputusan para pejabat berwenang seperti Kepala Adat, Hakim, Rapat Desa dan Perabot Desa. Suatu aturan apabila belum ditetapkan penguasa maka itu bukanlah hukum adat. Keputusan pejabat disini tidak bersifat otoriter karen keputusan tersebut berlaku secara spontan dan diterima sepenuh hati oleh masyarakat. Keputusan tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh masyarakat dan memiliki rasa keadilan dalam masyarakat dimana keputusan itu dibentuk. Hal-hal tersebut untuk menciptakan kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Ter Haar beranggapan tidak ada hukum diluar keputusan penguasa. Hal ini berbeda dengan pendapat Prof. van Vollenhoven yang dalam bukunya “Het Adatrecht van Nederland India”(1952) menyatakan bahwa dalam hal timbulnya hukum adat ini orang harus tidak menggunakan suatu teori, melainkan harus meneliti kenyataan. Mengenai hal ini, Prof. Supomo lebih condong kepada pendapat Ter Haar. Oleh karena itu, iapun mengambil sikap petugas hukum sebagai kriterium.

Terakhir menurut Prof. Hazairin, ia memulai teori dari kesusilaan. Hukum dan kesusilaan terkait satu dan lainnya karena hukum adalah keseluruhan dari kesusilaan ditambah sanksi yang memaksa. Pengalaman menimbulkan kesusilaan di masyarakat yaitu dengan adanya sesuatu

1

Page 2: esay adat.docx

yang boleh atau tidak boleh lalu berkembang menjadi dianjurkan atau tidak dianjurkan lalu menjadi wajib atau tidak wajib. Hukum timbul mulai dari tingkatan wajib atau tidak wajib disertai sanksi yang memaksa. Kesimpulan dari teori Prof. Hazairin yaitu hukum adat adalah kumpulan norma kesusilaan ditambah sanksi yang memaksa oeh rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri hukum adat yaitu, tidak dikodifikasi dan sebagian besar tidak tertulis, penguasa adat atau pejabat berwenang selalu dimungkinkan untuk ikut campur dalam segala urusan, dan ketaatan dalam melaksanakan hukum adat lebih disadarkan kepada rasa harga diri setiap anggota masyarakat bukan rasa takut terkena sanksi. Oleh karena itu, Hukum Adat adalah Seperangkat norma yang bersumber pada rasa keadilan masyarakat yang berasal dari tingkah laku manusia atau kebiasaan-kebiasaan manusia yang berlaku di masyarakat sebagian besar dalam bentuk hukum tidak tertulis tapi diakui kebenarannya yang senantiasa dituruti atau ditaati serta penyimpangannya dikenai sanksi yang tegas / memaksa yang bersifat lokal atau setempat.

Hukum adat tidak lahir begitu saja, tentu saja ada prosesnya. Proses lahirnya hukum adat menurut Soerjono Soekanto dapat dilihat dari dua sisi yaitu segi sosiologis dan segi yuridis. Proses lahirnya hukum adat dalam segi sosiologis adalah manusia yang lahir tidak membawa apapun tetapi membutuhkan manusia lain dan alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan cara untuk memenuhi ini adalah dengan berinteraksi. Manusia memperoleh pengalaman sebagai akibat dari interaksi. Pengalamn akan melahirkan sistem nilai atau pandangan sesaat apa yang baik, apa yang tidak baik, dan apa yang sebaiknya dilakukan. Pengalaman berubah akan merubah pula sistem nilai yang ada. Sistem nilai melahirkan pola berpikir. Dari pola berpikir munculah sikap atau kecenderungan untuk melakukan atau tidak melakukan. Sikap yang dilaksanakan melahirkan perilaku atau kelakuan. Jika perilaku tersebut diulang terus-menerus munculah istilah kebiasaan. Berbeda dengan segi sosiologis, proses lahirnya hukum adat menurut segi yuridis adalah pola berpikir yang menentukan nilai. Masyarakan berubah karena pola berpikir, pola berpikir berubah karena pergaulan. Jadi, pola berpikirlah yang membuat sistem nilai berubah sehingga terjadi perubahan hukum.

Didalam proses terbentuknya atau lahirnya hukum adat, tentunya terdapat unsur-unsur pembentuknya. Kaedah kebiasaan.kaedah agama.

Terdapat tiga teori mengenai unsur terbentuknya hukum adat. Pertama teori receptie oleh Snouck dan Ter Haar. Teori ini menjelaskan bahwa hukum agama adalah bagian dari hukum adat. Apabila terjadi pertentangan antara keduanya maka hukum adatlah yang digunakan. Kedua teori receptio in complexu oleh Van Der Berg. Teori ini menjelaskan bahwa hukum adat adalah hukum agama karena keseluruhan hukum adat berasal dari hukum agama. Mereka menerima mentah-mentah aturan yang terdapat di dalam hukum agama. Terakhir teori reception a contrario oleh Hazairin. Teori ini menjelaskan bahwa hukum adat adalah bagian dari hukum agama. Hukum adat baru akan digunakan apabila tidak bertentangan dengan hukum agama. Teori ini adalah kebalikan dari teori Receptio.

Sistem hukum adat bersendi atas dasar alam pikiran bangsa Indonesia yang sudah pasti berbeda dengan sistem hukum barat. Terdapat tiga hal yang melatarbelakanginya. Pertama, sistem hukum adat tidak membedakan antara Zakelijk Rechten dan Persoonlijk Rechten seperti halnya pada hukum barat. Contohnya adalah hak kebendaan atas tanah bagi hukum barat adalah

2

Page 3: esay adat.docx

merupakan hak kekayaan absolut (kebendaan) tetapi dalam hukum adat hak milik tidak bersifat mutlak dan bila tidak dimanfaatkan demi kepentingan masyarakat maka dapat diambil alih dan dimanfaatkan oleh masyarakat adat setempat. Selain itu contohnya juga apabila seseorang melakukan perjanjian pinjaman dengan pihak lain maka seluruh anggota keluarga dari si peminjam akan merasa ikut bertanggung jawab atas pinjaman orang tersebut dan bila ada kesulitan atau masalah dalam pelunasan maka anggota keluarga orang tersebut harus ikut bertanggung jawab. Lain halnya hukum barat orang yang bertanggungjawab hanyalah si peminjam tanpa libatkan orang lain. Kedua, sistem hukum adat tidak membedakan secara tegas antara hukum Publik (Publiek recht) dan Hukum Privat (Privaatrectht). Ketiga, sistem hukum adat tidak membedakan hukum acara pidana (Formelle publiek recht) untuk kasus pidana dan hukum acara perdata (Privaatrecht) untuk kasus perdata, sehingga tiap-tiap pelanggaran hukum adat membutuhkan pembetulan hukum kembali, biasanya dengan bayar ganti rugi atau upacara-upacara adat dan semua diputuskan oleh kepala adat tanpa membedakan pidana atau perdata.Contohnya adalah seseorang membunuh anak keluarga lain, maka secara adat orang tersebut dapat dimaafkan dengan melakukan ritual adat, ganti rugi bahkan menjadi anak angkat bagi keluarga korban karena mereka berkeyakinan bahwa kematian seseorang ada hubungannya dengan Tuhan atau Alam Gaib.

Dalam sistem Hukum Barat diatur tentang Bab II BW tentang Benda yang memuat Hak Kebendaan bersifat Absolut atau Mutlak (Zakelijk Rechten), sedangkan Bab III BW tentang perikatan mengatur Hak Perorangan bersifat Relatif (Persoonlijk Rechten) bahkan dipertentangkan. Dalam sistem hukum barat terdapat pembagian yang jelas antara hukum publik dengan hukum privat. Terakhir, perkara pidana dalam sistem hukum barat diperiksa oleh hakim pidana melalui Hukum Acara Pidana dan Perkara Perdata diperiksa oleh hakim perdata melalui Hukum Acara Perdata dan mempunyai sanksi yang jelas untuk setiap perkara.

Didalam suatu hukum adat pasti terdapat masyarakat didalamnya. Terdapat dua jenis masyarakat yang berbeda, yaitu masyarakat adat dan masyarakat hukum adat. Masyarakat adat (MA) adalah masyarakat yang dibagi kedalam sembilan belas wilayah di Indonesia. Pembagian tersebut dilakukan oleh Van Vollenhoven yang didasarkan pada adanya suatu sistem yang sama didalam masyarakat tersebut. Sembilan belas masyarakat adat tersebut antara lain Aceh, Melayu, Minang, Batak, Jawa, Madura, dan Bali. Masyarakat adat tersebut melakukan atau membentuk aturan-aturan hukum adat yang selama ini berlaku untuk orang Indonesia asli. Mereka juga tempat atau wadah dalam proses terbentuknya hukum adat. Contohnya adalah hukum adat Jawa adalah aturan hukum yang dilahirkan oleh masyarakat adat Jawa.

Hukum adat memang terbentuk didalam masyarakat adat, namun yang mempertahankan dan melaksanakan sanksi bukanlah masyarakat adat tetapi apa yang disebut dengan masyarakat hukum adat (MHA). Berarti, disetiap masyarakat adat didalamnya terbentuk apa yak kita kenal dengan masyarakat hukum adat. Didalam suatu masyarakat hukum adat terdapat satu kepala adat atau penguasa adat tersebut. Masyarakat hukum adat disetiap daerah berbeda namanya. Di Bali bernama Banjar, di Minang bernama Nagari, di Jawa bernama desa, dan sebagainya. Jika sudah terdapat kepala atau penguasa adat maka yang menghukum masyarakat yang melanggar aturan adat adalah kepala adat tersebut. Dalam membentuk masyarakat hukum adat terdapat tiga syarat

3

Page 4: esay adat.docx

yang harus dipenuhi. Pertama, adanya kesatuan penguasa karena penguasa harus berasal dari wilayah itu sendiri dan dipilih oleh masyarakat itu sendiri. Kedua, adanya kesatuan hukum yang berlaku karena setiap masyarakat tersebut memiliki sistem hukum yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Ketiga, adanya kesatuan lingkungan hidup yang didasarkan hak bersama atas wilayah atau singkatnya kesatuan wilayah karena wilayah menentukan masyrakatnya untuk memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Hukum adat di Indonesia berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Perbedaannya didasarkan pada sistem kekeluargaan yang mereka anut. Di Indonesia, sistem penarikan garis keturunan dibagi menjadi tiga, yaitu patrilineal, matrilineal, dan bilineal. Sistem kekeuargaan ini diperlukan untuk menentukan bagi seseorang siapa yang menjadi keluarganya menurut hukum adat. Dalam menentukan hubungan ini memiliki dua dasar yaitu hubungan keluarga karena perkawinan atau hubungan keluarga karena hubungan darah. Hubungan darah dibagi lagi menjadi dua yaitu secara biologis dan secara hukum adat. Jenis keterikatan antar keluarga juga dibagi berdasarkan keterikatan darah atau genealogis dan keterikatan tempat tinggal atau teritorial.

Patrilineal adalah menarik garis keturunan ke atas melalui penghubung yang laki-laki saja sampai pada seorang laki-laki yang mereka yakini sebagai Sistem penarikan garis keturunan mereka. Akibatnya setiap orang akan sekeluarga dengan ayah dan keluarga ayah saja, tetapi tidak sekeluarga dengan ibu dan keluarga ibu. Contohnya adalah masyarakat Batak. Mereka dikenal sebagai masyarakat yang memiliki marga dan dengan sistem perkawinan eksogami atau menikah harus dengan orang diluar marga yang ia miliki. Dikenal juga sistem marpariban, yaitu seorang laki-laki idealnya menikahi anak perempuan dari saudara laki-laki ibunya. Pola menetap mereka umumnya patrilokal, yaitu tinggal di kediaman suami. Cara menetap tersebut disebut hinela. Seharusnya istri tunduk kepada suami, tetapi ini hanya terjadi di kampung saja. Sedangkan di kota, pihak istri yang lebih berkuasa. Mereka juga menganut jenis keterikatan teritorial genealogis yang berdasarkan pada hubungan tempat tinggal dan hubungan darah.

Matrilineal adalah menarik garis keturunan ke atas mlalui penghubung yang perempuan saja sampai pada seorang perempuan yang mereka yakini sebagai asal dari keturunan mereka. Akibatnya setiap orang hanya akan sekeluarga dengan ibu dan keluarga ibu saja, tetapi tidak sekeluarga dengan ayah dan keluarga ayah. Hal ini yang menyebabkan matrilineal bertolak belakang dengan patrilineal. Contohnya adalah masyarakat Minang. Sama seperti patrilinieal, mereka juga dikenal sebagai masyarakat yang berklan dan memiliki sistem perkawinan eksogami dimana harus menikah dengan orang diluar klannya dengan tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan dari ibu. Mereka juga menganut jenis keterikatan teritorial genealogis yang berdasarkan pada hubungan tempat tinggal dan hubungan darah. Pola menetap mereka adalah matrilokal, yaitu tinggal dikediaman istri. Suami yang datang kerumah istri sehingga sifatnya hanya tamu dirumah istri. Suami juga tidak bertanggungjawab untuk menghidupi anak dan istrinya. Hukum waris yang berlaku adalah anak bukan ahli waris bapaknya. Seoraang anak aki-laki hanya boleh tinggal dengan ibu sampai akil baliq. Akibatnya pemuda Minang harus merantau untuk mencari maa pencaharian. Namun sekarang yang terjadi adalah sebaliknya karena terjadi perubahan pola pikir dalam masyarakatnya.

4

Page 5: esay adat.docx

Bilineal adalah menentukan hubungan keluarga serentak pada ayah dan ibu, baik melalui penghubung laki-laki dan perempuan sehingga mereka memiliki hubungan dengan keluarga ayah dan keluarga ibu. Masyarakat bilineal berasumsi bahwa semua anggota keluarga ibu dan semua anggota keluarga ayah akan menjadi satu keluarga. Bilineal mengatur perkawinan berbeda dengan patrilineal dan matrilineal karena tidak memiliki klan. Dalam bilineal mereka hanya tidak boleh kawin dengan keluarga dekat atau yang hubungan darahnya masih tergolong dekat. Contohnya adalah masyarakat Jawa. Mereka menganut jenis keterikatan genealogis yaitu berdasarkan dengan hubungan darah.

BentukGarisketurunan-keterikatan-bentukBilateral-teritorial-tunggalCirri pola berpikir masyarakat IndonesiaAspek-aspek mhaLandasan keberlakuan hukum adat

5