Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’-DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON)
ETHA AWALIYAH N111 08 259
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’-
DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ETHA AWALIYAH N111 08 259
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2013
iii
PERSETUJUAN
SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’-DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON)
ETHA AWALIYAH
N111 08 259
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama,
Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt NIP. 19751117 200012 2 002 NIP.19771125 200212 2 003
Pada tanggal, Juli 2013
iv
PENGESAHAN
SINTESIS DAN KARAKTERISASI DERIVAT LUTEOLIN (SENYAWA 3’,4’-DIASETIL-5,7-DIHIDROKSIFLAVON)
Oleh : Etha Awaliyah N111 08 259
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Pada Tanggal Juli 2013
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua
Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt. : …………….
2. Sekretaris
Dr. Hj. Sartini, M.Si., Apt : …………….
3. Ex Officio
Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. : …………….
4. Ex Officio
Dr.Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt : …………….
5. Anggota
Dra. Hj. Naimah Ramli, Apt. : …………….
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. NIP. 19560114 198601 2 001
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya
sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan
saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Juli 2013
Penyusun,
Etha Awaliyah
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalaamu’alaikum Warahmatullah Wabarakaatuh
Alhamdulillah Rabbil „Alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT karena atas izin dan rahmat-Nya penulis mampu
merampungkan penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat dalam
memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Hasanuddin.
Penghormatan dan terima kasih setinggi-tingginya penulis
hanturkan kepada kedua orang tua penulis Alm. bapak Muh. Tahang,
S.Pd., yang selalu menjadi motivator yang sangat berarti bagi penulis
hingga akhir hayatnya, Ibu Hj. Ruaena atas kasih sayang, doa dan
dukungan, arahan, perhatian serta pengorbanan yang tiada henti-
hentinya. Kepada saudara-saudara penulis Mushawiruddin Muhtar dan
Asfihanuddin Muhtar yang selalu menjadi pendukung dan penyemangat
bagi penulis serta kepada keluarga besar penulis atas dukungannya
kepada penulis. Kepada Baso Ramdana, Amd penulis ucapkan terima
kasih untuk semua bantuan, dukungan dan perhatiannya.
Banyak kendala dan hambatan yang penulis hadapi dalam
penyusunan skripsi ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak,
akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala dan hambatan tersebut.
vii
Oleh karena itu, penulis menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Ibu Yusnita Rifai, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Ibu Dr. Herlina
Rante, S.Si., M.Si., Apt., selaku pembimbing utama dan pembimbing
pertama yang telah memberikan arahan, nasihat, dan solusi-solusi
dengan penuh kesabaran mulai dari perencanaan penelitian hingga
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
2. Dekan Prof.Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr.
Gemini Alam. M.Si., Apt. Wakil Dekan II Prof. Dr.rer.nat. Hj. Marianti A.
Manggau., Apt. Wakil Dekan III Bapak Drs. Abd. Muzakkir Rewa,
M.Si., Apt., staf dosen, serta karyawan Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin atas bantuan serta motivasi-motivasi yang diberikan.
3. Bapak Usmar, S.Si., M.Si., Apt selaku Penasihat Akademik penulis
yang telah membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis
selama menjadi mahasiswa di Fakultas Farmasi Unhas.
4. Bapak Subehan, S.Si., M.Pharm.Sc., Ph.D., Apt., Ibu Dr. Hj. Sartini,
M.Si., Apt, dan Ibu Dra. Hj. Naimah Ramli, Apt. selaku dosen penguji
yang telah memberikan masukan dan saran kepada penulis hingga
selesainya penulisan skripsi ini.
5. Teman-teman farmasi angkatan 2008 (STEROID ‟08) yang telah
mengajarkan kebersamaan dan kekompakan serta keluh kesah yang
telah dilalui bersama, canda tawa serta motivasi, dan dukungan baik
viii
moril maupun materil yang tidak berujung sehingga hari-hari yang
penulis lalui selalu penuh dengan semangat.
6. Laboran dan kru Laboratorium Biofarmaka Kanda Ismail, S.Si., Apt.,
dan Kanda M. Arifuddin S.Si., Apt., terima kasih untuk waktu dan
bantuannya.
7. Kepada pihak yang tidak sempat disebut namanya, penulis mohon
maaf dan terima kasih semoga Allah membalas semua kebaikan
kalian selama ini.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari
kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya,
semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan kedepannya.
Makassar, Juli 2013
Penulis
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan sintesis derivat luteolin menggunakan metode asetilasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa derivat luteolin, yang kemudian dikarakterisasi dengan metode spektrofotometri UV-Vis dan FT-IR. Sebanyak 5 mg luteolin murni direaksikan dengan asam asetat glasial dan piridin. Dari hasil asetilasi diperoleh senyawa sintetik derivat luteolin yang diduga merupakan senyawa 3‟,4‟-diasetil-5,7-dihidroksiflavon sebanyak 3,9 mg. Senyawa sintetik tersebut kemudian dianalisis kemurniannya menggunakan metode KLT dengan perbandingan eluen n-heksan : etil asetat : metanol (3:1:1). Hasil karakterisasi senyawa hasil sintesis dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR menunjukkan karekteristik gugus yang mengandung gugus C-H (siklik), Dimer -COOH (aromatik), N-H (tersier), C=O (karbonil), C-O (terkonjugasi), C=C (aromatik) dan N-H serta menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 342,50 nm.
x
ABSTRACT
Synthesis of luteolin derivative, which was using acetylation method, has been done. The aim of this research was to obtaining luteolin derivative, which was than characterized by spectrophotometry UV-Vis and FT-IR. 5 mg of pure luteolin was reacted with glacial acetate acid and pyridine. As a result, 3.9 mg luteolin derivative which estimated as 3‟,4‟-diacetyl-5,7-dihydroxyflavone was obtained. The purity of synthetic was then analyzed using TLC method with hexane : ethyl acetate : methanol (3:1:1) as eluen. Characterization results from spectrophotometer UV-Vis and FT-IR showed that the luteolin derivative coumpound consisted of C-H (cyclic), dimer -COOH (aromatic), N-H (tertiary), C=O (carbonyl), C-O (conjugated), C=C (aromatic) and N-H. The absorbtion of spectrophotometer was at wave length 342.50 nm.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................. iii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. iv
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................... v
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................... vi
ABSTRAK .......................................................................................... ix
ABSTRACT ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ....................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 4
II.1 Uraian Senyawa Luteolin .................................................... 4
II.1.1 Sifat Kimia Luteolin ........................................................... 6
II.2 Desain Obat ........................................................................ 7
II.3 Sintesis Kimia ..................................................................... 8
II.4 Metode Analisis Kemurnian ................................................ 8
II.4.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ......................................... 8
II.4.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .......................... 10
II.5 Metode Pemurnian .............................................................. 12
II.5.1 Kromatografi Cair Vakum ................................................. 12
xii
II.5.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP) ...................... 13
II.6 Elusidasi Struktur ................................................................ 14
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ............................................... 18
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan ................................................ 18
III.2 Sintesis Senyawa ............................................................... 18
III.3 Analisis Kemurnian ............................................................ 19
III.3.1 Kromatografi Lapis Tipis .................................................. 19
III.3.2 UFLC (Ultrafast Liquid Chromatography) ........................ 20
III.4 Karakterisasi Senyawa ....................................................... 21
III.4.1 Spektrofotometri UV-Vis .................................................. 21
III.4.2 Spektrofotometri Infrared ................................................ 21
III.5 Pemurnian Senyawa........................................................... 22
III.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.................................. 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 24
IV.1 Hasil Penelitian .................................................................. 24
IV.1.1 Skema Reaksi Kimia ...................................................... 24
IV.1.2 Perbedaan Sifat Fisik antara Parent Drug dengan hasil
sintesis .............................................................................. 24
IV.1.3 Perbedaan Karakteristik antara Parent Drug dengan
Hasil Sintesis ................................................................... 25
IV.2 Pembahasan ..................................................................... 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 30
V.1 Kesimpulan ........................................................................ 30
xiii
V.2 Saran .................................................................................. 30
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 32
LAMPIRAN ......................................................................................... 35
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Skema reaksi kimia pada proses sintesis ..................................... 24
2. Perbandingan sifat fisik antara senyawa parent drug dan
senyawa hasil sintesis ................................................................... 24
3. Data hasil karakterisasi senyawa Luteolin dan senyawa hasil
sintesis........................................................................................... 25
4. Data karakteristik FT-IR luteolin dan senyawa hasil sintesis ........ 25
5. Data Spektra UFLC Senyawa Hasil Sintesis ...................................... 37
6. Data Spektra UV-Vis Luteolin Murni .............................................. 38
7. Data Spektra UV-Vis Senyawa Hasil Sintesis ............................... 39
8. Data Spektra FT-IR Senyawa Hasil Sintesis ................................. 40
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Struktur Dasar Flavonoid . ............................................................. 4
2. Rumus Struktur Luteolin ................................................................ 6
3. Profil Kromatogram Hasil Sintesis Senyawa Derivat Luteolin
(Senyawa 3‟,4‟-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika
gel dan fase gerak heksan-etil asetat (1:3), A : visualisasi
dengan UV 254 nm, B : Visualisasi dengan UV 366 nm dan C :
visualisasi dengan H2SO4. Rf SM = 0,72, Rf S1=0,57; Rf
S2=0,87 ......................................................................................... 36
4. Profil Kromatogram Hasil Separasi Senyawa Derivat Luteolin
(Senyawa 3‟,4‟-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika
gel dan fase gerak heksan-etil asetat-metanol (3:1:1), A :
visualisasi dengan UV 254 nm, B : Visualisasi dengan UV 366
nm. Rf A = 0,7 ; Rf B = 0,14. .......................................................... 36
5. Spektra UFLC senyawa hasil sintesis............................................ 37
6. Spektra UV-Vis luteolin murni ........................................................ 38
7. Spektra UV-Vis senyawa hasil sintesis .......................................... 39
8. Spektra FT-IR senyawa hasil sintesis ............................................ 40
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Skema Kerja .................................................................................. 35
2. Gambar dan Tabel Hasil Penelitian ............................................... 36
1
BAB I
PENDAHULUAN
Luteolin, 3′,4′,5,7-tetrahidroksiflavon merupakan senyawa golongan
flavonoid yang banyak terdapat dalam buah–buahan, sayur–sayuran serta
berbagai jenis tanaman obat. Luteolin dimanfaatkan sebagai agen
antiinflamasi, antioksidan, antikanker, serta antialergi (1).
Dari penelitian sebelumnya telah ditemukan bahwa senyawa
luteolin memiliki efek antikanker dengan mekanisme yang sama dengan
kuersetin yang dikarenakan adanya persamaan struktur antara kedua
senyawa tersebut, mekanismenya yaitu dapat menginhibisi enzim DNA
topoisomerase II pada Leishmania serta dapat berefek inhibitor
topoisomerase I yang potensial pada DNA sel eukariotik (2), pada
penelitian terbaru mengenai senyawa ini juga ditemukan bahwa quersetin
dan luteolin dapat berfungsi sebagai inhibitor jalur signal Hedgehog (Hh)
(3,4). Selain itu pada penelitian lainnya dikemukakan bahwa luteolin juga
dapat mempengaruhi jalur signal TNF-related apoptosis-inducing ligand
(TRAIL) dengan cara mensupresi NF – кB yang kemudian menginduksi
terjadinya apoptosis oleh aktivasi TNF (1). Namun mekanisme antikanker
yang lebih dititikberatkan yaitu inhibitor jalur signal Hedgehog karena
dianggap lebih berpotensi dalam terapi pengobatan kanker.
Jalur signal Hedgehog (Hh) merupakan salah satu jalur signal yang
berperan dalam mekanisme pertumbuhan sel embrio dan pemeliharaan
jaringan otot dewasa. Protein Hh adalah polipeptida ligan yang ditemukan
2
pada Drosophila dan berperan penting dalam tahap akhir embryogenesis
dan metamorphosis larva Drosophila (5). Protein ini berperan dalam
proses transkripsi DNA. Gangguan pada komponen dasar jalur signal
Hedgehog dapat menimbulkan cacat lahir bawaan pada embrio serta
dapat memicu terjadinya kanker pada sel dewasa(3). Kelebihan GLI yang
teraktivasi oleh jalur signal Hedgehog akan mengakibatkan terbentuknya
tumor yang progresif, yang kemudian berkembang menjadi kanker seperti
kanker pankreas dan kanker prostat. Jadi penting menjadikan jalur signal
Hedgehog (Hh) sebagai target untuk penemuan obat anti kanker yang
baru (4).
Senyawa luteolin murni dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dan
isolasi senyawa tersebut dari tanaman penghasilnya, seperti Vitex
negundo, Tomentosa salvia dan berbagai jenis tanaman lainnya (2).
Senyawa ini dapat bersifat inhibitor signal Hedgehog pada konsentrasi <
0,5 µM (IC50) (6). Aktivitas ini perlu ditingkatkan menjadi skala nM untuk
memperoleh efek terapi kanker yang lebih baik lagi, oleh karena itu perlu
dilakukan sintesis senyawa derivat luteolin yang memiliki aktivitas
antikanker yang lebih baik daripada senyawa bahan alamnya.
Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa derivat luteolin,
luteolin merupakan senyawa induk (Parent drug) yang disintesis dengan
metode asetilasi menggunakan asam asetat anhidrid sebagai pereaksi
dan piridin sebagai katalistor (7), prosedur tersebut merupakan prosedur
yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya yang kemudian
3
dimodifikasi untuk disesuaikan dengan sampel yang akan disintesis pada
penelitian ini yaitu luteolin. Dari prosedur tersebut diharapkan dapat
menghasilkan senyawa derivat luteolin yakni senyawa 3‟,4‟-diasetil-5,7-
dihidroksiflavon.
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk
membuat senyawa sintetik derivat dari luteolin yang murni. Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh senyawa sintetik derivat
luteolin yang diperuntukkan sebagai bahan baku untuk selanjutnya
dilakukan penelitian uji aktifitas antikanker secara invivo dari senyawa
tersebut.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Senyawa Luteolin (Senyawa induk)
Flavonoid merupakan senyawa fenolik yang banyak terdapat pada
tanaman tinggi.Sampai saat ini telah berhasil diisolasi lebih dari 8000 jenis
flavonoid dari berbagai jenis tanaman pada hampir seluruh bagian
tanaman tersebut. Pada tanaman, flavonoid memiliki banyak fungsi
diantaranya sebagai antioksidan, antimikrobial, fotoreseptor, atraktor
visual dan skrining cahaya. Flavonoid memiliki kerangka dasar karbon
yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen terikat pada
rantai propan yang juga dapat membentuk cincin heterosiklik yang
dihubungkan oleh jembatan hidrogen sehingga terbentuk senyawa 1,3-
diarilpropan dengan susunan C6-C3-C6. Klasifikasi flavonoid adalah :
flavon, flavanon, isoflavon, flavonol, flavanonol, flavan-3-ol dan
antosianidin (9).
Gambar 1 : Struktur dasar flavonoid
Flavon merupakan jenis senyawa flavonoid yang terbesar
jumlahnya di alam dan juga lazim ditemukan.Dari penelitian sebelumnya
ditemukan bahwa beberapa senyawa hidroksiflavon dan metoksiflavon
5
menunjukkan efek yang signifikan sebagai penghambat pertumbuhan
terhadap jalur karsinogenesis jurkat, PC-3 dan kolon 205 (10).
Luteolin (3‟,4‟,5,7-tetrahidroksiflavon) merupakan senyawa polifenol
golongan flavon yang terdapat dalam jumlah yang berlimpah di dalam lada
hijau, perilla, seledri, dan teh chamomile. Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan efek kemopreventive kanker dari luteolin.Luteolin dapat
menginduksi terjadinya apoptosis pada banyak jenis sel kanker. Luteolin
juga mampu menghambat berbagai jenis rangsangan yang diinduksi oleh
ekspresi gen proinflamatori dan senyawa kmia penginduksi
karsinogenesis payudara, kolon dan kulit (11).
Luteolin dalam bentuk glikosida dapat menghambat aktivitas
mediasi transcriptional Hh/GLI1 dengan IC50 pada konsentrasi 0,5 µM,
senyawa tersebut juga bersifat sitotoksik terhadap sel PANC1 (IC50 = 0,7
µM) dan sel DU145 (IC50 = 0,8 µM) (3), Hh/GLI1 signaling pathway
merupakan jalur signal yang berperan dalam pertumbuhan dan
perkembangan embrio serta pada pemeliharaan jaringan dewasa.
Signal Hh pada proses transduksi diawali dengan pembentukan
ikatan antara protein ligan Hedgehog yang disekresikan oleh episilial sel
tumor dengan reseptor PTCH pada membran. Ikatan ini menyebabkan
terjadinya internalisasi reseptor PTCH ke dalam sel tumor sehingga efek
inhibitor PTCH terhadap Smoothened (Smo) menghilang, Smo yang
terbebas kemudian bergerak menuju daerah cilium, setelah terikat pada
cilium Smo kemudian mengirim signal untuk mengaktifkan protein GLI
6
yang merupakan faktor transkripsi. Kelebihan konsentrasi GLI akan
memicu pertumbuhan dan progresifitas sel tumor dan memicu terjadinya
kanker seperti kanker pada pancreas dan prostat (4).
Luteolin juga dapat menginduksi terjadinya apoptosis melalui
penghambatan enzim topoisomerase I dengan nilai IC50 = 5 µM (2) dan
dapat menghambat jalur signal TNF–α pada konsentrasi 5 µM hingga 20
µM (12), serta menghambat enzim 15-lipoksigenase dengan nilai IC50 =
0,6 µM (15).
II.1.1 Sifat Kimia Luteolin
Gambar 2 :Rumus struktur luteolin
Nama IUPAC : 2-(3,4-Dihydroxyphenyl)- 5,7-dihydroxy-4-chromenone
Sinonim : 3‟,4‟,5,7-tetrahidroksiflavon, 2-(3,4-dihidroksifenil)-5,7-
dihidroksi-4H-1-benzopiran-4-one, lutelol.
Rumus Molekul : C15H10O6.
Berat molekul : 286,2.
Titik lebur : 392ºC.
Pemerian : Berupa serbuk kristal kuning, mudah teroksidasi oleh
agen pengoksidasi, bersifat iritasi terhadap mata,
system pernapasan, system gastrointestinal dan kulit.
7
Penyimpanan : Pada suhu 2 – 8ºC, terlindung dari cahaya.
LD50 : 180 mg/kg (pada tikus) (14).
Kelarutan : Larut dalam butanol, dimetil formamida, propanol,
isopropanol, DMSO, aseton, etanol, heksan dan
metanol (13).
II.2 Desain Obat
Dalam pengembangan dan penemuan obat baru, ada empat
langkah utama, yaitu (1) dari bahan alam dengan melakukan skrining
(penapisan) untuk mencari komponen bioaktif; (2) modifikasi struktur dari
bahan obat yang sudah digunakan untuk meningkatkan aktivitas atau
mencari aktivitas baru; (3) dari bahan kimia sintesa dan pemodelan hewan
percobaan dengan melakukan penapisan skrining bahan-bahan kimia
terhadap penyakit (menggunakan pemodelan hewan percobaan) dan (4)
dari pendekatan modern desain obat dengan mendesain obat berbasis
mekanisme fisiologi (19).
Desain obat merupakan proses iterasi dimulai dengan penentuan
senyawa yang menunjukkan sifat biologi penting dan diakhiri dengan
langkah optimasi, baik dari profil aktivitas maupun sintesis senyawa kimia.
Tanpa pengetahuan lengkap tentang proses kimia yang bertanggung
jawab terhadap aktivitas biologis, hipotesis desain obat umumnya
didasarkan pada pengujian kemiripan struktural dan pembedaan antara
molekul aktif dan tak aktif (20). Tujuan utama desain obat dalam ilmu
kimia medisinal adalah dapat menemukan suatu molekul yang akan
8
menghasilkan efek biologis yang bermanfaat tanpa memberikan efek
biologis yang merugikan (21).
II.3. Sintesis Kimia
Sintesis dalam bahasa yunani artinya “meletakkan bersama–sama”.
Sintesis kimia organik adalah seni pembentukan struktur molekul
kompleks dari suatu senyawa prekursor yang lebih mudah diperoleh
melalui serangkaian reaksi kimia rumit yang didesain dengan analisis
retrosintesis berdasarkan serangkaian diskoneksi reaksi gugus fungsi
(22).
Reaksi kimia dalam sintesis meliputi penggabungan gugus fungsi
atau penggantian gugus fungsi. Reaksi–reaksi tersebut umumnya melalui
intermediet (zat antara) ionic dan ikatan–ikatan C–X terpolarisasi atau
ikatan–ikatan π (8).
II.4 Metode Analisis Kemurnian
II.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi merupakan suatu metode analisis di mana fase gerak
bergerak melewati fase diam sehingga campuran senyawa dapat terpisah
menjadi komponen-komponen. Istilah “Kromatografi Lapis Tipis” pertama
kali diperkenalkan oleh E. Stahl pada tahun 1956, yang berarti proses
pemisahan secara kromatografi di mana fase diam terdiri dari lempeng
tipis yang digunakan pada suatu substrat. KLT digunakan dibidang
farmasi, kimia klinik, kimia forensik, biokimia, kosmetik, analisis makanan,
analisis lingkungan, analisis senyawa anorganik dan elektrolitik (16).
9
Pelarut yang digunakan dalam KLT memiliki karakteristik permukaan
dan sifat fisika-kimia. Selain itu, banyak pilihan fase gerak yang dapat
digunakan untuk memisahkan campuran senyawa; umumnya memiliki
sifat yang berbeda seperti donor proton, aseptor proton, dan dipol. Dalam
KLT, absorpsi ultraviolet (UV) dari fase gerak tidak berperan penting
dalam deteksi dan kuantifikasi karena fase gerak akan menguap sebelum
dideteksi. Pelarut yang digunakan adalah pelarut yang tidak memiliki
viskositas yang tinggi (17).
Selain itu, manfaat KLT yaitu lempeng hanya dapat digunakan sekali,
dengan demikian penyiapan sampel lebih simpel dari metode lain seperti
Kromatografi Gas (KG) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT).
Beberapa sampel dapat dianalisis pada waktu yang sama pada satu
lempeng KLT atau KCKT, sehingga mengurangi waktu volume pelarut
yang digunakan untuk tiap sampel. Pengerjaan beberapa sampel dalam
lempeng yang sama memberikan manfaat yaitu akurasi dan presisi pada
saat analisis kuantitatif menggunakan densitometri (17).
KLT memiliki beberapa parameter antara lain sebagai berikut:
a. Retardation Factor (Rf)
Posisi noda pada KLT dapat diuraikan dengan retardation factor (Rf),
yang merupakan hasil bagi antara jarak pergerakan noda dari batas
bawah dengan jarak antara batas bawah dengan batas atas.
10
Di mana:
Rf = retardation factor
Zs = jarak noda dengan batas bawah (mm)
Zf = jarak batas atas dengan batas bawah (mm) (17).
b. Konstanta Alir
Konstanta alir ( ) merupakan pengukuran laju pergerakan pelarut
(eluen). Parameter ini penting dalam KLT dan dapat digunakan untuk
menghitung, misalnya waktu elusi dengan jarak pemisahan yang berbeda,
sehingga membuktikan bahwa fase diam, sistem pelarut, tipe chamber
dan suhu konstan. Konstanta alir dapat dirumuskan dengan:
Di mana:
= Konstanta alir (mm2/s)
Zf = jarak awal pergerakan pelarut dengan batas atas (mm)
t = waktu elusi (s) (17).
II.4.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Performance
Liquid Chromatography (HPLC) merupakan suatu metode analisis
kromatografi yang memiliki sensitifitas tinggi dibanding metode
kromatografi cair lainnya, bersifat tidak destruktif serta dapat digunakan
baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. KCKT dapat digunakan
untuk menetapkan kadar senyawa-senyawa tertentu seperti asam-asam
11
amino, asam-asam nukleat, dan protein-protein dalam cairan fisiologis,
menetukan kadar senyawa-senyawa aktif obat, produk hasil samping
proses sintesis, atau produk-produk degradasi dalam sediaan farmasi
(27). Salah satu jenis terbaru dari KCKT yaitu Ultrafast Liquid
Chromatography (UFLC) merupakan metode analisis yang lebih sensitif
dibanding jenis KCKT yang lain. UFLC dapat mendeteksi senyawa
dengan lebih cepat dan dengan nilai presisi yang tinggi serta dapat
digunakan untuk menganalisis senyawa yang tidak stabil pada tekanan
yang tinggi karena UFLC dapat dioperasikan pada tekanan normal yang
lebih rendah dibanding tekanan yang digunakan pada jenis KCKT lainnya.
Prinsip kerja KCKT sama seperti kromatografi cair lainnya yaitu
pemisahan komponen sampel dengan cara melewatkan sampel tersebut
pada suatu fase diam yang berupa kolom menggunakan fase gerak
berupa pelarut yang sesuai dan memiliki kemurnian yang tinggi, kemudian
selanjutnya dilakukan pengukuran kadar masing-masing komponen-
komponen tersebut dengan suatu detektor. Kerja detektor bermacam-
macam, tetapi pada dasarnya membandingkan respon dari komponen
sampel dengan respon dari larutan standar (27). Prinsip pemisahan KCKT
yaitu perbedaan distribusi komponen di antara fase gerak dan fase diam
yang menyebabkan migrasi diferensial komponen-komponen analit dalam
kolom kromatografi (28).
Data yang diperoleh dari instrument KCKT yaitu berupa nilai waktu
retensi yang spesifik bagi setiap senyawa. Waktu retensi adalah selang
12
waktu yang diperlukan oleh sampel (solut) mulai saat injeksi sampai keluar
dari kolom dan sinyalnya ditangkap oleh detektor (29).
II.5 Metode Pemurnian
II.5.1 Kromatografi Cair Vakum
Kromatografi cair vakum dapat diartikan sebagai suatu proses yang
dilakukan pada suatu kolom pendek dengan pengisapan untuk
mempercepat aliran pelarut. Fase diam (sorben) dipadatkan di dalam
kolom pendek atau corong Buchner. Sorben dipadatkan dengan mengetuk
pinggir kolom pada saat pengisian kemudian menekan lapisan atas
sorben dengan benda yang memiliki permukaan yang rata sambil terus
diisap dengan pompa vakum. Pemadatan diselesaikan dengan melepas
alat vakum lalu menuangkan pelarut dengan kepolaran rendah melalui
permukaan sorben lalu diisap dengan pompa vakum. Pemadatan kolom
tepat bila aliran pelarut membentuk garis mendatar, jika tidak sorben
harus dikeringkan, dipadatkan ulang, lalu diuji kembali. Ketika semua
pelarut telah melewati kolom, sisa pelarut yang terperangkap di antara
partikel sorben harus dikeluarkan melalui pengisapan. Sampel yang telah
dilarutkan di dalam pelarut yang cocok atau yang telah dicampur dengan
sejumlah kecil sorben atau bahan inert diletakkan di atas padatan
sorben.Jika menggunakan larutan sampel, pelarut harus diisap ke dalam
padatan kolom. Sepotong kertas saring dengan diameter yang sama
dengan diameter kolom ditempatkan di atas sorben untuk menghindari
kekacauan sorben pada saat penambahan pelarut. Kemudian kolom
13
dielusi dengan campuran pelarut dengan meningkatkan kepolaran pelarut
secara berangsur-angsur. Sebelum pelarut selanjutnya dimasukkan,
sorben harus diisap sampai kering dan eluen berisi fraksi sampel
dikumpulkan dalam tabung reaksi atau labu erlenmeyer (17).
Kromatografi vakum memiliki keuntungan tersendiri yaitu sederhana,
cepat, dan tepat. Jumlah maksimal sampel yang digunakan hampir sama
dengan kromatografi kilat. Tetapi, tidak jarang digunakan sampel melebihi
muatan untuk memisahkan campuran sederhana atau untuk
menyederhanakan campuran senyawa untuk pemisahan yang lebih lanjut.
Pada kondisi ini, muatan sampel dapat mencapai 10% (b/b) atau lebih dari
massa sorbent. Dibandingkan dengan kromatografi kilat, pergantian
pelarut lebih mudah karena bagian atas kolom memiliki tekanan atmosfer
(18).
II.5.2 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan metode kromatografi
yang digunakan untuk mempartisi sekelompok senyawa. Kromatografi
jenis ini memiliki prinsip yang sama dengan metode Kromatografi Lapis
Tipis pada umumnya, perbedaannya hanya terletak pada lempeng silika
yang digunakan. Lempeng silika yang digunakan pada KLTP berukuran
lebih besar daripada lempeng KLT serta lapisan silika pada permukaan
lempeng lebih tebal, hal ini dimaksudkan agar senyawa yang terelusi
dapat diambil dengan mudah. Senyawa yang telah terelusi dipisahkan dari
lempeng dengan cara dikerok lalu diekstraksi dari serbuk silika dengan
14
kromatografi kolom atau dengan metode endap tuang menggunakan
pelarut yang dapat melarutkan senyawa secara sempurna tanpa
melarutkan serbuk silikanya (16).
II.6 Elusidasi Struktur
Elusidasi struktur merupakan suatu prosedur yang bertujuan untuk
menentukan rumus struktur dari suatu senyawa. Dalam mengelusidasi
struktur kita memerlukan data spektrum dari sampel yang dianalisis, baik
berupa spectrum spektrofotometri UV-Vis, FT-IR, MS, dan NMR (23).
Metode yang digunakan dalam elusidasi struktur adalah sebagai
berikut :
1. Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis
spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet
dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai
instrumen spektrofotometer. Daerah spektrum spektrofotometer yaitu 200-
400 nm. Spektrofotometri UV-Vis dapat Memberikan informasi mengenai
keberadaan gugus kromofor pada suatu molekul. Spektrofotometri UV-Vis
melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang
dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk
analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif (24).
Prinsip kerjanya yaitu sampel dipapari dengan radiasi
elektromagnetik berupa radiasi sinar ultraviolet yang kemudian
15
berinteraksi dengan molekul sampel sehingga molekul mengalami transisi
elektronik, radiasi elektronik yang memapari molekul atau atom akan
diserap oleh molekul atau atom dengan nilai serapan yang tergantung
pada gugus kromofor yang terdapat dalam molekul atau atom tersebut.
Serapan inilah yang kemudian terbaca oleh detektor sebagai nilai
absorbansi dan nilai transmitan (30).
2. Spektroskopi FT-IR
Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy (FT-IR) merupakan
suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari
senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material
semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral.
FT-IR mampu mendeterminasikan perbedaan gugus fungsional yang ada
pada suatu senyawa. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai
kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa
kuantitatif (23, 24).
Prinsip kerjanya yaitu sampel diletakkan dalam suatu medan
magnet kemudian ditembakkan radiasi sinar Inframerah yang
menimbulkan eksitasi elektron ke tingkat energi yang lebih tinggi atau
lebih rendah, eksitasi tersebut akan melepaskan energi atau menyerap
energi, energi inilah yang kemudian terbaca oleh detektor sebagai data
spektra yang dapat mengkarakterisasi gugus fungsi dari sampel. Hanya
frekuensi tertentu dari radiasi inframerah yang akan diserap oleh molekul,
16
radiasi dalam kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi rintangan
dan vibrasi bengkokan dari ikatan kovalen dalam kebanyakan molekul.
Namun, tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi
inframerah, meskipun radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan (25).
3. NMR (Nuclear Magnetic Resonance)
Penggunaan NMR sekarang ini dapat diklasifikasikan ke dalam 2
kategori utama yakni (25):
1. Teknik satu dimensi: 1HNMR, 13CNMR, 14CDEPT, 14CPENDANT, 14C
J mod., NOE., dan seterusnya.
2. Teknik dua dimensi: 1H-1H COSY, 1H-1H DQF-COSY, 1H-1H COSY-lr,
1H-1H NOESY, 1H-1H ROESY, 1H-1H TOCSY (atau HOHAHA), 1H-14C
HMBC, 1H-14C HMQC, 1H-14C HSQC, HSQCTOCSY, dan sejenisnya.
Instrumen NMR Memberikan informasi mengenai nomor serta jenis
proton, karbon dan unsur lain seperti nitrogen, fluorin, dan lain-lain yang
ada pada suatu molekul dan hubungan antara atom-atom tersebut.
Prinsip kerja NMR yaitu suatu molekul diberikan efek gelombang
elektromagnetik pada daerah frekuensi radio yang kemudian energi
radiasi elektomagnetiknya akan diabsobsi oleh inti atom berspin yang
terdapat dalam molekul tersebut sehingga menimbulkan resonansi
elektromagnetik, resonansi ini kemudian dapat terbaca oleh alat NMR
sebagai peak frekuensi yang spesifik untuk tiap inti atom tertentu
17
tergantung pada gelombang elektromagnetik yang diabsobsi serta nomor
spin dari atom tersebut.
Tidak semua atom dapat terbaca oleh alat NMR (Nuclear Magnetic
Resonance) hal ini dikarenakan tidak semua inti atom bermuatan
mengalami perputaran (spin) pada sumbu inti atom tersebut, atom yang
tidak berspin tidak akan menimbulkan dipol magnetik, oleh karena itu
hanya atom-atom tertentu yang dapat terbaca oleh alat NMR (Nuclear
Magnetic Resonance). Hanya inti dengan nomor atom ganjil, nomor
massa ganjil serta atom dengan nomor massa dan nomor atom ganjil
yang menimbulkan dipol magnetik karena apabila jumlah proton dan
neutron genap maka nilai spin (l) adalah nol (25).
4. Spektroskopi Massa (MS)
Spektroskopi Massa merupakan suatu metode analisis instrumental
yang dipakai untuk identifikasi dan penentuan struktur dari komponen
sampel dengancara menunjukkan massa relatif darimolekul komponen
dan massa relatif hasil pecahannya (25).
18
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Penyiapan Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat
alat KLT, timbangan analitik, corong pisah, sendok tanduk, pinset, FT-IR
(Bruker®), lampu UV (254 nm dan 366 nm), Spektrofotometer UV-Vis
(Hewlett-Packard®), kamera dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di
laboratorium.
Bahan yang digunakan adalah asam asetat glasial, luteolin,
metanol PA, metanol teknis, etil asetat, heksan, piridin, kloroform dan
lempeng KLT silika gel 60 F254.
III.2 Sintesis senyawa
Sebanyak 5 mg kristal senyawa induk (luteolin) dilarutkan dalam
metanol sebanyak 2 mL, kemudian ditambahkan asam asetat glasial
sebanyak 6 ml dan piridin sebanyak 0,5 mL lalu diaduk pada suhu 20ºC
selama 2 jam, kemudian diekstraksi dengan kloroform, lapisan dipisahkan
menggunakan corong pisah, dibuang lapisan kloroform. Prosedur sintesis
ini merupakan modifikasi dari prosedur proteksi gugus hidroksi minyak
jarak dengan metode asetilasi yang dilakukan oleh Marlina, et al (7).
19
III.3 Analisis kemurnian
III.3.1 Kromatografi Lapis Tipis
Metode analisis kemurnian yang digunakan adalah metode
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan eluen heksan-etilasetat-
metanol dengan perbandingan tertentu.
Langkah–langkahnya adalah sebagai berikut :
1. Pengaktifan lempeng silika gel 60 F254
Lempeng silika gel 60 F254 diaktifkan dengan cara dipanaskan
dalam oven selama 30 menit kemudian didinginkan lalu dipotong
dengan ukuran 2 x 5 cm.
2. Penjenuhan chamber
Eluen yang akan digunakan dimasukkan ke dalam chamber lalu
chamber ditutup rapat agar udara dari luar chamber tidak dapat masuk
ke dalam chamber tersebut. Eluen yang digunakan yaitu heksan-
etilasetat-metanol (3:1:1).
3. Penotolan sampel
Dibuat garis batas atas dan batas bawah pada lempeng yang
telah diaktifkan dengan jarak minimal 0,5 mm dari tepi lempeng,
kemudian lempeng ditotol dengan sampel berbeda, sampel pertama
yaitu senyawa awal sebelum dilakukan sintesis dan sampel kedua
adalah senyawa hasil sintesis.
20
4. Pengelusian noda
Lempeng yang telah ditotol dengan kedua senyawa diatas
dimasukkan dalam chamber yang telah jenuh oleh eluen, chamber
ditutup rapat lalu ditunggu hingga noda terelusi sempurna. Setelah itu
lempeng diangin–anginkan hingga kering.
5. Pendeteksian dengan sinar UV
Lempeng silika gel 60 yang telah dielusi disinari dengan sinar UV
dengan panjang gelombang 254 dan 366 nm agar noda yang terbentuk
dapat terlihat. Jika noda senyawa hasil sintesis yang terbentuk pada
lempeng KLT lebih dari satu berarti senyawa tersebut belum murni,
perlu dilakukan prosedur tambahan yaitu pemurnian senyawa dengan
cara partisi menggunakan metode kromatografi preparatif.
III.3.2 UFLC (Ultrafast Liquid Chromtography)
Alat UFLC (Ultrafast Liquid Chromatography) dinyalakan kemudian
diatur suhu, kecepatan aliran, panjang gelombang dan eluen atau
campuran eluen yang akan digunakan, lalu alat dijalankan untuk
melakukan prosedur ekuilibrasi selama 5-10 menit.
Selama proses ekuilibrasi dilakukan preparasi sampel dimana
sampel sebanyak 1 mg dilarutkan dengan 1 mL metanol kemudian dipipet
1 mL ke dalam labu tentu ukur 10 mL, lalu dicukupkan volumenya dengan
metanol kemudian sampel dipipet 2 mL (20 ppm) ke dalam tube yang
telah disiapkan, injeksi dilakukan dengan menggunakan syringe. Tube
yang telah diisi dimasukkan ke dalam gasket lalu UFLC dijalankan selama
21
10 menit. Setelah prosedur selesai maka diperoleh profil kromatogram dari
sampel yang menyatakan waktu retensi senyawa yang terkandung di
dalam sampel.
III.4 Karakterisasi Senyawa
III.4.1 Spektrofotometri UV-Vis
Alat spektrofotometer dinyalakan, kemudian diatur panjang
gelombang monokromator yang akan digunakan pada proses
pengukuran, shutter ditutup agar cahaya tidak mencapai detektor, lalu
instrumen diatur hingga mencapai absorbansi tak terhingga. Setelah itu,
pelarut yang akan digunakan dimasukkan kedalam kuvet (blanko) yang
diletakkan dalam spektrofotometer lalu instrumen diset hingga absorbansi
nol.
Sampel 1 mg dilarutkan ke dalam 1 ml kloroform lalu dimasukkan
dalam labu tentu ukur dan dicukupkan volumenya hingga 10 mL (100
ppm), lalu dimasukkan kedalam kuvet hingga penuh. Setelah tercapai
absorbansi nol pada instrumen, blanko dikeluarkan lalu sampel
dimasukkan kedalam spektrofotometer lalu instrumen dioperasikan dan
secara otomatis absorbansi senyawa akan terbaca oleh instrument
sehingga diperoleh data berupa panjang gelombang (λ) yang spesifik
untuk tiap-tiap senyawa.
III.4.2 Spektrofotometri Infrared (FT-IR)
Sampel sebanyak 2 mg diletakkan diatas plat optik untuk wadah
cuplikan hingga menutupi seluruh permukaan plat, lalu diidentifikasi gugus
22
fungsinya berdasarkan data spektrum yang direkam oleh detektor
spektrofotometer FT-IR.
III.5 Pemurnian senyawa
Proses partisi ini diperlukan apabila diperoleh senyawa yang
tidak murni, metode yang digunakan adalah kromatografi kolom
dan Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
III.5.1 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Langkah pertama dalam pelaksanaan KLTP yaitu mengaktifkan
lempeng silika gel yang didesain khusus untuk KLTP, pengaktifan
dilakukan dengan cara lempeng dipanaskan di dalam oven pada suhu
100°C selama ± 60 menit, selanjutnya sampel dilarutkan ke dalam pelarut
metanol secukupnya. Sampel kemudian ditotolkan dipermukaan lempeng
yang telah diaktifkan, penotolan dilakukan secara kontinyu hingga
terbentuk garis lurus di bagian batas bawah lempeng, penotolan dilakukan
secara berulang-ulang hingga sampel yang akan dipartisi habis. Setelah
sampel yang ditotolkan tadi mengering, disiapkan eluen di dalam
chamber yang berbentuk balok dengan ukuran yang sesuai dengan
ukuran lempeng silika. Setelah chamber jenuh oleh eluen, lempeng
dimasukkan secara perlahan kedalam chamber lalu chamber ditutup rapat
hingga proses pengelusian selesai. Setelah pengelusian selesai, lempeng
dikeringkan lalu diamati noda yang muncul di bawah sinar UV, noda
kemudian dikeruk lalu dipisahkan dari silika gelnya dengan cara
memasukkan silika gel yang telah keruk kedalam kolom kecil (pipet
23
panjang) yang telah disumbat ujungnya dengan kapas, setelah semua
silika gel masuk kolom kemudian aliri dengan metanol PA secara kontinyu
hingga sampel yang terdapat dalam silika terpisah seluruhnya. Metanol
yang menetes ditampung dalam vial, lalu dibiarkan menguap.
Setelah proses partisi selesai, sampel yang diperoleh diuji kembali
dengan metode KLT, apabila hasilnya menunjukkan bahwa senyawanya
telah murni maka dilakukan karakterisasi dan diperolehlah senyawa
derivat luteolin yang baru.
24
COCH3
COCH3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
IV.1.1 Skema Reaksi Kimia
Tabel 1. Skema reaksi kimia pada proses sintesis
IV.1.2 Perbedaan Sifat Fisik antara Parent Drug dengan Hasil Sintesis
Tabel 2. Perbandingan sifat fisik antara senyawa parent drug dan senyawa hasil sintesis
Sifat Fisik
Luteolin 3’,4’-diasetil-5,7-dihidroksiflavon
Pemerian Serbuk Kristal Kuning Serbuk Kuning Kecoklatan
Kelarutan Larut aseton, DMSO, metanol Larut methanol
Bau Bau khas Bau khas
%rendamen hasil sintesis =
Luteolin (3‟,4‟,5,7-Tetrahidroksiflavon)
3‟,4‟-diasetil-5,7-dihidroksiflavon
N
+ CH3COOH
Suhu 20°C, 2 jam
25
IV.1.3 Perbedaan Karakteristik antara Parent Drug dengan Hasil
Sintesis
Tabel 3. Data hasil karakterisasi senyawa Luteolin dan senyawa hasil sintesis.
Karakterisasi Luteolin Hasil sintesis
KLT (Gambar 4)
Nilai Rf : 0,7 cm Warna UV 254 : Hitam UV 366 : Tidak berfluoresensi
Nilai Rf : 0,14 cm Warna UV 254 : Tidak berfluoresensi UV 366 : Biru
Spektrofotometri UV-Vis (Gambar 6,7)
λmaks : 347 nm 254 nm 207 nm
λ maks : 342,5 nm
Tabel 4. Data karakteristik FT-IR luteolin dan senyawa hasil sintesis
IV.3 Pembahasan
Pada proses sintesis, sampel berupa luteolin murni direaksikan
dengan asam asetat glasial, agar dapat terbentuk gugus asetil maka
ditambahkan piridin (amina tersier) yang mampu mengubah asam asetat
glasial menjadi gugus asetil (CH3CO–) dan hidroksil (–OH) sehingga
gugus asetil dapat mensubtitusi ion hidrogen pada luteolin, selain itu pada
saat mereaksikan campuran diaduk selama 2 jam agar reaksi berlangsung
Karakterisasi FT-IR
Luteolin (35)
3‟,4‟-diasetil-5,7-dihidroksiflavon (gambar 8)
Bil. Gelombang (cm-1)
Kemungkinan gugus Bil. Gelombang (cm-1)
Kemungkinan gugus
3411 dan 3443 O–H (hidroksil) 3844 dan 3746 C-H (siklik)
_ _ 2608 Dimer –COOH (aromatic)
_ _ 2360 N–H (tersier)
1655 dan 1623 C=O (karbonil) 1710 C=O (karbonil)
1608 C=C (aromatik) 1546 dan 1487 C=C (aromatik)
_ _ 1391 C-H (metil)
1264 C–O (terkonjugasi) 1263 dan 1012 C-O (terkonjugasi)
_ _ 888, 759, 681 N–H
26
lebih cepat sehingga diharapkan reaksi dapat terjadi pada posisi atom
karbon nomor 4‟. Metode ini merupakan metode yang dimodifikasi dari
metode yang telah digunakan oleh peneliti sebelumnya untuk
memproteksi gugus hidroksi pada minyak jarak (7). Hasil sintesis yang
diperoleh kemudian diuapkan pada suhu kamar hingga volumenya
berkurang.
Dari prosedur sintesis awal diperoleh senyawa berupa cairan
berwarna kuning kecoklatan yang kemudian dianalisis kemurniannya
dengan metode KLT menggunakan eluen heksan dan etil asetat dengan
perbandingan 3:1 dengan fase diam silika gel 60 F254 (gambar 3). Pada
profil kromatogram hasil sintesis tersebut terdapat 2 noda dengan nilai Rf
yaitu 0,57 dan 0,87 yang berbeda dengan nilai Rf luteolin yaitu 0,72.
Analisis kemurniannya juga dilakukan dengan metode Kromatografi Cair
Kinerja Tinggi tipe Ultrafast Liquid Chromatography (gambar 5), spektra
yang diperoleh menunjukkan bahwa terdapat lima senyawa di dalam hasil
sintesis yang diperoleh, waktu retensinya adalah 1,518 menit; 2,126
menit; 2,766 menit; 3,785 menit; 5,967 menit (tabel 5). Data hasil KLT dan
UFLC menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis yang diperoleh tidak
murni. Oleh karena itu, proses pemurnian hasil sintesis dilanjutkan
menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif.
Partisi menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
menghasilkan senyawa berupa serbuk berwarna kuning kecoklatan
sebanyak 3,9 mg dengan nilai %rendamen = 78%. Senyawa hasil partisi
27
tadi kemudian dianalisis kemurniannya dengan metode KLT
menggunakan eluen heksan, etil asetat dan metanol perbandingan 3:1:1
dengan fase diam silika gel 60 F254 (gambar 4). Dari profil kromatogram
tersebut terdapat 1 noda yang berfluoresensi pada UV 366 dengan nilai Rf
yaitu 0,14 yang berbeda dengan luteolin yang berfluoresensi pada UV 254
dengan nilai Rf yaitu 0,7. Dari profil kromatogram yang diperoleh dapat
disimpulkan bahwa senyawa hasil sintesis yang diperoleh merupakan
senyawa yang lebih polar dibandingkan dengan luteolin (Parent drug)
namun belum dapat dipastikan kemurniannya karena noda yang diperoleh
melebar dan berekor.
Senyawa hasil sintesis kemudian dikarakterisasi dengan
menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis (gambar 7) untuk
menunjukkan perbedaan nilai panjang gelombang serapan maksimum
antara luteolin (Parent drug) dengan derivat hasil sintesisnya, spektra
yang diperoleh menunjukkan nilai panjang gelombang serapan maksimum
dari hasil sintesis yaitu 342,5 nm (Tabel 7) sedangkan nilai panjang
gelombang serapan maksimum dari luteolin (Parent drug) yaitu 347 nm,
254 nm dan 207 nm (Tabel 6).
Karakterisasi gugus fungsi dari senyawa hasil sintesis
menggunakan metode Spektrofotometri Fourier Transform-Infrared
(gambar 8) dengan hasil interpretasi data spektra yang menunjukkan pita
serapan pada bilangan gelombang 3844 cm-1 dan 3746 cm-1 merupakan
serapan dari C-H pada senyawa siklik yang biasanya muncul pada
28
bilangan gelombang diatas 3100 cm-1. Pita serapan yang melebar pada
bilangan gelombang 2608 cm-1 merupakan serapan dari gugus dimer –
COOH pada senyawa aromatik biasanya muncul pada bilangan
gelombang 3300-2500 cm-1 (31). Pita-pita tersebut berbeda dengan
karakteristik luteolin yaitu adanya pita yang muncul pada bilangan
gelombang 3411 cm-1 dan 3443 cm-1 yang merupakan serapan dari gugus
O-H berupa alkohol primer yang biasanya muncul pada bilangan
gelombang 3550-3200 cm-1 (35).
Adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1710 cm-1
diakibatkan oleh adanya gugus C=O (karbonil) anhidrida yang biasanya
muncul pada bilangan gelombang 1820-1600 cm-1. Hal ini diperkuat
dengan adanya serapan C-O terkonjugasi tajam pada 1263 cm-1 dan 1012
cm-1, yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 1300-1000 cm-1.
Pita serapan pada bilangan gelombang 1546 cm-1 dan 1487 cm-1 yang
merenggang menunjukkan adanya gugus C=C aromatik yang biasanya
muncul pada bilangan gelombang 1650-1450 cm-1. Pita serapan pada
bilangan gelombang 1391 cm-1 menunjukkan adanya gugus C-H yang
biasanya muncul pada bilangan gelombang 1450-1380 cm-1 (34).
Karakteristik tersebut sama dengan karakteristik luteolin (Parent drug)
yaitu adanya pita yang muncul pada bilangan gelombang 1655 cm-1 dan
1623 cm-1 menunjukkan adanya gugus C=O (karbonil) yang dugaannya
diperkuat dengan adanya serapan C-O terkonjugasi yang muncul pada
bilangan gelombang 1264 cm-1 serta adanya pita pada bilangan
29
gelombang 1608 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus C=C aromatik
(35). Pada spektrum juga terlihat adanya pita serapan yang melebar pada
bilangan gelombang 2360 cm-1 merupakan serapan dari gugus N–H
tersier yang biasanya muncul pada bilangan gelombang 2700-2250 cm-1,
hal ini didukung dengan munculnya pita pada bilangan gelombang 909-
666 cm-1 yakni pada 888 cm-1, 759 cm-1 dan 681 cm-1 yang menunjukkan
bahwa masih terdapat sisa hasil reaksi berupa piridin dalam senyawa
yang dianalisis (32,33).
Berdasarkan analisis data spektrofotometri UV-Vis dan FTIR
menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis merupakan senyawa lain
yang berbeda dengan senyawa luteolin murni serta diduga telah terjadi
subtitusi oleh gugus fungsi yang mengandung ikatan karbonil pada gugus
benzene serta nilai panjang gelombang serapan maksimum dari senyawa
hasil sintesis yang diperoleh menunjukkan adanya gugus karbonil C=C–
C=O yang terkonjugasi (31).
30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Telah diperoleh senyawa sintetik yang diduga merupakan senyawa
derivat luteolin (3‟,4‟-diasetil-5,7-dihidroksiflavon) sebanyak 3,9 mg.
Karakterisasi senyawa hasil sintesis menunjukkan karekteristik gugus
yang mengandung gugus C-H (siklik), Dimer –COOH (aromatik), N-H
(tersier), C=O (karbonil), C-O (terkonjugasi), C=C (aromatik) dan N-H
serta menunjukkan serapan maksimum pada panjang gelombang 342,50
nm yang menandakan adanya gugus kromofor berupa gugus C=C–C=O
(terkonjugasi). Senyawa yang diperoleh belum murni karena berdasarkan
hasil karakterisasi yang menunjukkan adanya gugus N–H tersier yang
berarti masih ada sisa piridin dalam senyawa tersebut.
V.2 Saran
1. Dilakukan prosedur pemurnian senyawa menggunakan metode yang
lebih peka dibanding metode KLTP.
2. Dilakukan identifikasi rumus struktur senyawa hasil sintesis dengan
metode spektroskopi mass dan NMR.
3. Dilakukan uji aktivitas inhibitor Hedgehog signaling pathway dan uji
toksisitas terhadap sel normal untuk mengetahui dosis tepat dalam
penggunaannya pada terapi antikanker.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Ju, Wei. Xia wang, Hong lian shi, Wen shu chen, Steven A. belinsky, Yong lin. A Critical Role of Luteolin-Induced Reactive Oxygen Species in Blockage of Tumor Necrosis Factor-Activated Nuclear Factor-κB Pathway and Sensitization of Apoptosis in Lung Cancer Cells.Molecular Pharmacology vol. 71 no. 5. 2007. Hal 1381-1388.
2. Chowdhury, Arnab Roy. Shalini sharma, Suparna mandal, Anindya goswami, Sibabrata mukhopadhyay, Hemanta K. majumder. Luteolin, an emerging anti-cancer flavonoid, poisons eukaryotic DNA topoisomerase I. Biochem. J. Vol 366. 2002. Hal 653-661.
3. Rifai, Yusnita. Midori A, Takashi koyano, Thaworn Kowithayakorn, Masami ishibasi. New Hedgehog/GLI Signaling Inhibitors from Excoecaria agallocha. Journal Bioorganic & Medicinal Chemistry Letters 21. 2011. hal 718-722.
4. Rifai, Yusnita. Midori A, Takashi koyano, Thaworn Kowithayakorn, Masami ishibasi. Terpenoid and a Flavanoid Glycoside from Acacia pennata as Hedgehog/GLI-Mediated transcriptional Inhibotors. J Nat Prod. Vol 73. 2010. hal 995-997.
5. Lodish H, Berk A, Zipursky SL, et al. Molecular Cell Biology. 4th edition. W. H. Freeman and company. New York. Section 23.2. 2000.
6. DB Lubahn. Anna slusarz, Nader shenouda, Mary S. Sakla. Phytoesterogen as Regulators of Hedgehog Signaling and Methods of their use in cancer treatment. US Patent App. Google Patent. 2008. Hal 16-17.
7. Marlina. N.M. Surdia, C.L. Radiman, S. Achmad. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Sulfat pada Proses Hidroksilasi Minyak Jarak (Castor Oil). Jurnal Matematika dan Sains Vol. 9 No. 2. 2004. Hal 249-253.
8. Sastrohamidjojo, Hardjono. Harno D. P. Sintesis Senyawa Organik. Penerbit erlangga. Jakarta. 2009. Hal 24 – 71.
9. Pietta G. Flavonoids as antioxidant. J Nat Prod ; 63 (7). 2000. Hal : 1035-1042
10. Rao YK, Fang SH, Tzeng YM. Synthesis, growth inhibition, and cell cycle of novel flavonoid derivatives.
32
11. Lin Y, Shi R, Wang X and Shen HM. Luteolin, a flavonoid with potential for cancer prevention and therapy. Curr. Cancer Drug Targets. 8. 2008. hal 634-646
12. Jong. Eun Kim, Joe eun son, Yong jinjan, et al. Luteolin, a Novel Natural Inhibitor of TPL-2 Kinase, Inhibits Tumor Necrosis Factor-α- Induced Cyclooxigenase-2 Expression in JB6 Mouse Epidermis Cells. JPET Fast Forward No. 111.179200. 2011.
13. Anonym. Solubility of luteolin in organic solvents. Open Notebook Science Solubility Challenge. 2013.
14. Material Safety Data Sheet. Certified ISO 9002. 2004.
15. Sadik, C.D. Sies H, and Schewe, T. Inhibition of 15-lipoxygenases by Flavonoids : structure-activity Relations and Mode of Action. Biochem. Pharmacol, 65. 2003. Hal 733-781.
16. Deinstrop, Elke-Hahn. Applied Thin Layer Chromatography. Wiley-VCH: Jerman. 2007. Hal: 1-7
17. Hajnos MW, Sherma J, Kowalska T. Thin Layer Chromatography in Phytochemistry. CRC Press: Boca Raton. 2008. Hal: 5-6.
18. Cooke M dan Poole CF. Encyclopedia of Separation Science. Academic Press. USA. 2000. Hal: 2809
19. Leonardus Broto Sugeng Kardono. MDG; sebentar lagi sanggupkah kita menghapus kemiskinan dunia, KOMPAS. hal 123
20. Leach AR. Molecular Modelling, Principle and Applications, edisi-2. Pearson Edocation EMA. London. 2001
21. Purcell WP. Quantitative Structure-Activity Relationship. Bergman ED. Pulman B. Mol Quant Pharm. Reidel Publishing Company. 1974.
22. Nicotra, Francesco. Synthetic Organic Chemistry. Organic and Biomolecular Chemistry Vol. 1. EOLSS.2010.
23. Noerdin D. Elusidasi Struktur Senyawa Organik dengan Spektroskopi Ultarlembayung dan Infaramerah. Penerbit Angkasa. Bandung. 1986. hal. 91-98.
33
24. Benny, R. F. Kimia Material Spektroskopi Infra Merah (FT-IR) dan Sinar Tampak (UV-Vis). Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. 2011. hal. 4, 13
25. Williams, D., Fleming, I. Spectroscopic Methods In Organic Chemistry Fourth Edition. Mc Graw-Hill Book Company. 1987.
26. Gritter RJ et al. Pengantar kromatografi. Terjemahan oleh Kosasih PK. Penerbit ITB. Bandung.1991. hal 64
27. Adnan M. Teknik Kromatografi untuk Analisis Bahan Makanan. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 1997. hal. 36, 38
28. Wahyuni T. HPLC Prinsip Dasar dan Peralatan. Puslitkimia. LIPI. 2003.
29. Mulja M & Suharman. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. 1995. hal. 236-241
30. Mulja, M. Aplikasi Spektrofotometer UV-VIS. Mecphiso. Surabaya. 1990. Hal 3.
31. Bruno, Thomas J. Handbook of Basic Tables for Chemical Analysis 2nd
edition. CRC Press. United States. 2003. Hal 363-404
32. Sitorus, M. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha Ilmu. Yogyakarta. 2009. hal.36
33. Cresne., Clifford J., Olaf A. Runquist., Malcon M. Campbell. Analisis Spektrum Senyawa Organik. Penerbit ITB. Bandung. 1982. hal: 85-93.
34. Kealey D. & P.J. Haines. Instant notes Analytical Chemistry. BIOS Scientific Publishers Limited ltd. United Kingdom. 2002. Hal 242-247.
35. Ahmad F., M. S. Hj. Idris, A. M. Adib. Synthesis and Characterization Some Flavonoids Derivates. UTM Press. Malaysia. 2006. Hal 9-16.
34
LAMPIRAN I
Skema Kerja Sintesis derivat luteolin
Sebanyak 5 mg sampel luteolin murni
Serbuk kering
Senyawa sintetik yang belum murni
Hasil
Kesimpulan
Senyawa hasil partisi
Analisis data
Dituang ke dalam labu Erlenmeyer 50 mL
Diuapkan pada suhu ruangan
Dipartisi dengan metode Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Diaduk selama 2 jam pada suhu 20ºC
Dilarutkan dalam 2 mL metanol.
Ditambahkan 6 mL asam asetat glasial dan 0,5 mL piridin
Ditambahkan kloroform sama banyak
Ditimbang bobot serbuk yang terbentuk Dianalisis kemurniannya dengan metode KLT
Dikarakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR
Pembahasan
35
LAMPIRAN II Gambar danTabel Hasil Penelitian
S2
S1
4,4 cm
A B Gambar 3. Profil Kromatogram Hasil Sintesis Senyawa Derivat Luteolin (Senyawa 3‟,4‟-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika gel dan fase gerak heksan-etil asetat (1:3), A : visualisasi dengan UV 254 nm dan B : Visualisasi dengan UV 366 nm. Rf SM=0,72; Rf S1=0,57; Rf S2=0,87
5,1 cm
A B Gambar 4. Profil Kromatogram Hasil Separasi Senyawa Derivat Luteolin (Senyawa 3‟,4‟-Diasetil-5,7-Dihidroksiflavon). Fase diam silika gel dan fase gerak heksan-etilasetat-metanol (3:1:1), A : visualisasi dengan UV 254 nm, B : Visualisasi dengan UV 366 nm.Rf A = 0,7 ; Rf B = 0,14.
36
Gambar 5. Spektra UFLC Senyawa Hasil Sintesis
Tabel 5. Data Spektra UFLC Senyawa Hasil Sintesis
37
Gambar 6. Spektra UV-Vis Luteolin Murni
Tabel 6. Data Spektra UV-Vis Luteolin Murni
38
Gambar 7. Spektra UV-Vis Senyawa Hasil Sintesis
Tabel 7. Data Spektra UV-Vis Senyawa Hasil Sintesis
39
Gambar 8. Spektra FT-IR Senyawa Hasil Sintesis
Bilangan Gelombang
(cm-1
)
Kemungkinan Gugus Fungsi
3844 C-H (siklik)
3746 C-H (siklik)
2608 Dimer –COOH (aromatik)
2360 N-H (tersier)
1710 C=O (karbonil)
1546 C=C (aromatik)
1487 C=C (aromatik)
1391 C-H (metil)
1263 C-O (terkonjugasi)
1012 C-O (terkonjugasi)
888 N-H
759 N-H
681 N-H
Tabel 8. Data Spektra FT-IR Senyawa Hasil Sintesis