16
1 Etika Akuntan Manajemen Pemerintahan Daerah dalam Penyusunan Anggaran Publik Guna Mencapai Good Local Governance (framework : Teori Agensi) Siti Amerieska Politeknik Negeri Malang Abstrak Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara demokratis. Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. diasumsikan range perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktor-faktor mana yang dapat memotivasi aksi individu. Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh, dan transisi dari penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang lemah dan menyulitkan. Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dalam hal korupsi di dunia dengan tingkat pengendalian yang sangat rendah .Setiap tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD membocorkan dana- dana publik. Hal ini dapat terjadi karena manajemen keuangan negara yang sangat buruk, dimana tidak berorientasi pada hasil atau dampak tetapi lebih dipacu oleh kebutuhan birokrasi. Akuntan manjamen pemerintahan yang berperan besar dalam penyusunan anggaran, sebenarnya sangat bertangung jawab atas fenomena ini. Dengan pendekatan etika profesi dalam artikel ini akan dibahas etika akuntan manajemen. Kata kunci : anggaran, akuntan manajemen, etika A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh, dan transisi dari penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang lemah dan menyulitkan. Kerangka kerja yang digunakan sebagian besar konsisten dengan penilaian penalaran moral dari Lawrence Kohlberg, dan kerangka kerja tersebut digunakan dalam artikel ini sebagai dasar untuk menempatkan asumsi perilaku manusia baik ekplisit ataupun implisit di dalam sejumlah teori akuntansi dalam praktek organisasional. (Lovell; 2002) .Pengaruh di mana tanda teritorial di mana penalaran moral berjalan sebelum mewujudkan dirinya dalam perilaku aktual disebut sebagai „atmosfir moral‟, dan asumsi tentang mana teori akuntansi didasarkan pada bagian bentuk proses sosialisasi akuntan prospektif dan

Etika Akuntan Manajemen Pemerintahan Daerah Dalam Penyusunan Siti Amerieska

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ak manajemen

Citation preview

  • 1

    Etika Akuntan Manajemen Pemerintahan Daerah dalam Penyusunan

    Anggaran Publik Guna Mencapai Good Local Governance

    (framework : Teori Agensi)

    Siti Amerieska

    Politeknik Negeri Malang

    Abstrak

    Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama

    adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara

    kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik

    eksternal dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara demokratis.

    Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. diasumsikan range

    perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktor-faktor mana yang dapat

    memotivasi aksi individu. Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh,

    dan transisi dari penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang

    lemah dan menyulitkan.

    Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dalam hal korupsi di dunia

    dengan tingkat pengendalian yang sangat rendah .Setiap tahun Anggaran

    Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD membocorkan dana-

    dana publik. Hal ini dapat terjadi karena manajemen keuangan negara yang

    sangat buruk, dimana tidak berorientasi pada hasil atau dampak tetapi lebih

    dipacu oleh kebutuhan birokrasi. Akuntan manjamen pemerintahan yang

    berperan besar dalam penyusunan anggaran, sebenarnya sangat bertangung

    jawab atas fenomena ini. Dengan pendekatan etika profesi dalam artikel ini akan

    dibahas etika akuntan manajemen.

    Kata kunci : anggaran, akuntan manajemen, etika

    A. PENDAHULUAN

    1. Latar Belakang

    Perilaku manusia adalah fungsi dari banyak pengaruh, dan transisi dari

    penalaran moral kepada perilaku moral adalah sesuatu yang lemah dan

    menyulitkan. Kerangka kerja yang digunakan sebagian besar konsisten dengan

    penilaian penalaran moral dari Lawrence Kohlberg, dan kerangka kerja tersebut

    digunakan dalam artikel ini sebagai dasar untuk menempatkan asumsi perilaku

    manusia baik ekplisit ataupun implisit di dalam sejumlah teori akuntansi dalam

    praktek organisasional. (Lovell; 2002) .Pengaruh di mana tanda teritorial di mana

    penalaran moral berjalan sebelum mewujudkan dirinya dalam perilaku aktual

    disebut sebagai atmosfir moral, dan asumsi tentang mana teori akuntansi

    didasarkan pada bagian bentuk proses sosialisasi akuntan prospektif dan

  • 2

    serangkaian lingkungan moral di mana mereka berada. Kode etis perilaku yang

    dihasilkan oleh seluruh badan akuntansi profesional untuk anggota mereka agar

    dihormati juga dapat diposisikan dalam kerangka kerja Kohlberger, dan dari sifat

    sosial relevan terhadap praktek akuntansi, orientasi ilmu pengetahuan politik yang

    lebih luas telah diperkenalkan ke dalam analisis untuk mencerminkan konteks

    sosial lebih luas dari akuntansi.(Ludigdo;1998)

    2. Dimensi moral terhadap teori dan praktek akuntansi

    Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama

    adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara

    kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal

    dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara

    demokratis.(Mardiasmo;2002). Teori agensi telah diaplikasikan di dalam dua

    dimensi ini. Diasumsikan range perilaku manusia yang sangat terbatas dan faktor-

    faktor mana yang dapat memotivasi aksi individu. Tanpa melakukan ganjaran

    keuangan, individual diasumsikan segan untuk bekerja. Instrumentalism dan

    mementingkan diri sendiri semuanya memberikan asumsi tentang perilaku

    manusia, dan kinerja dibutuhkan untuk memastikan usaha manusia yang

    diinginkan telah tercapai. Informasi akuntansi menjadi pendorong kinerja

    organisasional dan individual, menjadi subyek manipulasi bagi mereka yang

    terlibat dalam pengembangan, produksi dan internasional. Di sini asumsi tentang

    peranan individual di dalam organisasi, akuntansi diarahkan dari ekonomi, di

    mana Pboyle (1986) dalam (Sedarmayanti;2004) menyatakan, atomisasi dan

    dehumanisasi dari sosial adalah bermacam-macam dan pendekatan yang

    digunakan juga bermacam-macam, di mana sumberdaya diklasifikasikan sebagai

    orang atau alam, tetapi campuran ini ;bukan mengangkat alam, tetapi mengurangi

    orang-orang,. Ini menggema berkaitan dengan kekerdinal. Istilah yang digunakan

    untuk menjelaskan apakah yang tidak dilakukan oleh perawatan kesehatan, tetapi

    dapat disampaikan bahwa kemungkinan hasil dari kontrol akuntansi adalah tingkat

    kekerdilan individual, dan dalam konteks ini individual dapat menjadi pengontrol

    dan dikontrol.

    Teori agensi level penalaran mengasumsikan perilaku moral dari

    individual ini dinilai menurut Sistem Informasi Akuntansi pada level pra

  • 3

    konvensional. Perilaku diputuskan menjadi hasil dari pengendalian akuntansi

    yang efektif di mana akan menunjukkan kinerja yang inefisien atau inefektif jika

    tidak terpenuhi (mengimplikasikan satu tahap orientasi hukuman/ kepatuhan).

    Hirarki membentuk akuntabilitas, di mana akuntansi memainkan peranan

    penting, berfungsi untuk menghasilkan dan mereproduksi perasan diri individual

    sebagai sesuatu yang penting dan tunggal, berkaitan dengan bagaimanakah

    seseorang dilihat (Saragih;2003). Ini menunjukkan operasi seseorang di luar

    jangkauan tahap klasifikasi yang lebih rendah dari Kohlberg, walaupun

    sebagaimana diakui sebelumnya, faktor tertentu yang mengkontaminasi (dengan

    lingkungan moral) dapat merusak percakapan level penalaran moral lebih tinggi

    ke dalam perilaku yang ekuivalen, dan kontrol akuntansi mungkin menjadi salah

    satu faktor yang mengkontaminasi (signifikan).

    Gambar 1:

    Framework Hubungan Agensi

    antara Prinsipal dan Agen Tinjauan dari Etika Akuntan Manajemen

    Penjelasan gambar di atas, pertama pada dasarnya anggaran dibuat untuk

    program kesejahteran rakyat (stakeholder), pemerintah

    Prinsipal

    (Stakeholder)

    Imbalan/

    Ancaman Kontrak/

    Amanah

    Sanksi

    Imbalan

    Kewajiban Hak

    Akuntan

    Manajemen Isu Etika

    Legislatif

    Yudikatif

    Eksekutif Agen (manager)

  • 4

    yudikatif,legeslatif,eksekutif) selaku agen berkewajiban memberikan solusi

    terbaik dalam penyusunannya. Johnson (1994) mengungkapkan hubungan

    eksekutif/birokrasi dengan legislatif/kongres dengan nama self-interest

    model.legislator yang ingin dipilih kembali akan memaksimumkan anggaran,

    dilain pihak konstituen ingin memaksimumkan utilitasnya. Untuk itu legislator

    akan mencari program dan project yang membuatnya popular di mata konstituen.

    Birokrat akan mengusulkan program-program baru agar agencynya berkembang

    dan konstituen percaya akan menerima benefit dari pemerintah.Pada dasarnya

    ketiga hubungan antara legislator-birokrat yudikator dapat memunculkan conflict

    interest yang dapat mengakibatkan moral hazard, untuk itulah pentingnya

    digunakan etika dalam menjembatani segala kepentingan dari ketiga pihak

    tersebut.Posisi akuntan manajemen selaku penyusun anggaran yang terdapat di

    setiap PEMDA kalau itu penyusunan untuk APBD, juga memunculkan hal yang

    sama dalam conflict interestnya.

    3. Fenomena Korupsi Anggaran Publik di Indonesia

    Indonesia memiliki reputasi internasional yang buruk dalam hal korupsi di

    dunia dengan tingkat pengendalian yang sangat rendah (Kaufman, Kraay&

    Mastruzzi, 2003) dalam Nurul Rofikah, 2006.Setiap tahun Anggaran Pendapatan

    dan Belanja Negara (APBN) maupun APBD membocorkan dana-dana publik. Hal

    ini dapat terjadi karena manajemen keuangan negara yang sangat buruk, dimana

    tidak berorientasi pada hasil atau dampak tetapi lebih dipacu oleh kebutuhan

    birokrasi.

    Di sisi lain pada pengawasan yang buruk terhadap anggaran rutin dan

    pembangunan juga telah membawa resiko terjadinya duplikasi pembelanjaan

    maupun pengalihan anggaran untuk tujuan lain. Sistem pengadaan yang buruk

    dalam pembelanjaan pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa publik disertai

    dengan kerangka hukum yang tidak memadai , selain itu manajemen yang buruk

    dalam pemantauan pengadaan serta tidak adanya transparasi sehingga

    memudahkan kolusi anggaran yang sangat mudah.

    Peran akuntan manajemen saat ini menjadi isu yang sedang diperdebatkan,

    yaitu perlunya akuntan manajemen menjadi konsultan bisnis internal yang trampil

    dalam pendesainan dan implementasi teknik akuntansi manajemen yang sesuai,

  • 5

    dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan bisnis (Antony dan

    Govindarajan; 1998)

    Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai isu tersebut tidak

    berhasil menunjukkan pola motivasi dan perilaku yang seharusnya bagi akuntan

    manajemen untuk mengisi harapan tersebut. Penelitian yang pernah dilakukan

    tersebut hanya memberikan sedikit petunjuk yang berhubungan dengan

    bagaimana perilaku yang diharapkan bisa didorong di tempat kerja .

    4. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia

    Penerapan autonomi daerah di Indonesia tak terlepas dari perubahan

    paradigma dalam pengelolaan dan penganggaran daerah. Penganggaran kinerja

    (performance budgeting) merupakan konsep dalam penganggaran yang

    menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya dengan pencapaian

    hasil yang dapat diukur. Penganggaran berbasis kinerja mulai diterapkan di

    Indonesia berdasarkan PP 105/2000 dan Kepmendagri 29/2002 pada tahun

    anggaran 2003 atau 2004. Anggaran kinerja mendorong partisipasi dari

    stakeholders sehingga tujuan pencapaian hasil sesuai dengan kebutuhan publik.

    Legislatif diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam penyusunan dan

    penetapan anggaran sebagai produk hukum.

    Proses penyusunan anggaran dalam penganggaran kinerja dimulai dari satuan

    kerja-satuan kerja yang ada di Pemda, melalui dokumen usulan anggaran yang

    disebut Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK). RASK kemudian diteliti oleh

    tim anggaran eksekutif untuk dinilai kelayakannya (berdasarkan urgensi dan

    ketersediaan dana) diakomodasi dalam RAPBD yang akan disampaikan kepada

    legislatif. RAPBD kemudian dipelajari oleh panitia anggaran legislatif dan

    direspon oleh semua komisi dan fraksi dalam pembahasan anggaran.

    Dalam pembahasan anggaran, eksekutif dan legislatif membuat

    kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining (dengan acuan AKU

    dan SP) sebelum anggaran ditetapkan sebagai suatu peraturan daerah. Anggaran

    yang telah ditetapkan menjadi dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan

    aktivitasnya dalam pemberian pelayanan publik dan acuan bagi legislatif untuk

    melaksanakan fungsi pengawasan dan penilaian kinerja eksekutif dalam hal

    pertanggungjawaban kepala daerah.

  • 6

    5. Permasalahan Pelaksanaan Anggaran Publik di Indonesia

    Tidak dipungkiri bahwa banyak terdapat permasalahan pelaksanaan

    anggaran yang berjalan di Indonesia. Sayangnya hal ini tidak dijadikan sebagai

    bahan evaluasi yang mana nantinya menjadi acuan perbaikan pelaksanaan

    anggaran kedepannya. Terdapat 6 permasalahan pelaksanaan anggaran publik di

    Indonesia, antara lain adalah :

    a. Kurangnya peran Lembaga Adat

    Peran lembaga adat sebagai monitoring sangatlah penting, dimana tidak

    dapat dipungkiri bahwa budaya di setiap daerah di Indonesia yang berbeda-beda

    menjadi dasar pelaksanaan kegiatan yang mencangkup masyarakat yang

    menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Namun sayangnya budaya modernisasi yang

    kini mendominasi disegala aspek kehidupan menjadikan nilai-nilai budaya itu

    tidak lagi menjadi roh penggerak kemajuan masyarakatnya sendiri, untuk itulah

    perlunya lembaga adat untuk melestarikan nilai-nilai budaya itu agar dapat

    memberikan semangat back to natureuntuk kehidupan yang lebih baik

    (Prasojo;2006).

    b. Dampak program bagi masyarakat yang kurang mengena

    Anggaran daerah yang dibuat pada dasarnya adalah unuk rakyat ,

    seharusnya anggaran dibuat mempunyai dampak yang positif dapat dirasakan oleh

    masyarakat. Namun pada kenyataannya pelaksanaan anggaran kurang mengena

    dampak positifnya pada masyarakat. Misalnya saja untuk pembangunan jalan desa

    seringkali tidak terealisasikan, hal ini perlu dievaluasi mengapa sampai terjadi

    demikian.

    c. Oputunistik perilaku kepala daerah dalam program inovasi

    Peran kepala daerah sebagai pioner jalannya pelaksanaan anggaran, wajib

    memberikan semangat gerak demi terealisasinya program tersebut. Sayangnya

    para pemimpin daerah ini seringkali terinfeksi kepentingan pribadinya.

    Independensi sebagai kepala daerah yang mengabdi untuk rakyat demi terciptanya

    inovasi program pelaksanaan anggaran yang lebih baik perlu dicapai.

  • 7

    d. Kurangnya efisiensi dan efektifitas birokrasi

    Kita ketahui bahwa birokrasi di segala bidang di Indonesia tepatnya di

    pemerintah terkenal akan kembuletannya, bahkan tidak jarang isu isu untuk

    kepentingan aparatur sendiri lebih dipentingkan, fenomena seperti inilah yang

    sudah mendarah daging. Kurangnya efisiensi dan efektifitas birokrasi perlu

    dievaluasi, misalnya saja evaluasi tiap-tiap departemen, evaluasi sistem dan

    prosedur birokrasi yang baik, dan lain sebagainya.

    e. Ketidakpastian arah tujuan program

    Pemilihan prioritas program sangatlah penting, karena hal ini berdampak

    sekali dengan tujuan pembangunan itu sendiri apa-apa yang ingin dicapai pada

    jangka pendek atau jangka panjang. Kalau tidak dapat memili mana prioritas ang

    perlu didahulukan bukannya tidak mungkin pembangunan di tiap daerah akan

    terhambat pula.

    f. Kurangnya aspek keberlanjutan program

    Follow up yang kurang terhadap program yang dicanangkan memberikan

    dampak yang tidak baik pula demi keberlangsungan pembangunan itu sendiri.

    Misalnya saja kepala daerah mencanangkan program kembali ke desa untuk

    mengurangi arus urbanisasi ke kota. Pada saat pertama begitu gencar-gencarnya

    mengupayakan masyrakatnya untuk kembali, namun menjelang 4-5 bulan

    program itu dicangkan tidak ada lagi gregetnya, sehingga lama kelamaan program

    itu menjadi tersendat untuk dijalankan. Untuk itulah keberlanjutan program perlu

    untuk dilakukan.

    B. Telaah Literatur

    1. Dimensi Etika

    Sesuai dengan Prodhan (1994)dalam Ludigdo (2002), etika dapat

    didefinisikan sebagai bentuk perilaku manusia yang memasukkan tujuan, norma,

    baik, benar dan pilihan dalam hubungannya dengan lainnya. Keuangan seringkali

    dilihat sebagai disiplin positif yang bernilai netral, mempertimbangkan efisiensi

    tanpa memperdulikan konsekuensi sosial yang menyertainya. Boone dan Kurtz

    (1987) menyakini bahwa bisnis menghadapi berbagai isu etika setiap hari dan

    dalam hubungannya dengan investor dan komunitas keuangan tidak ada tempat

    dimana ekspektasi publik lebih besar level moralitas bisnis daripada dalam arena

  • 8

    transaksi-transaksi keuangan. Eksekutif diharapkan untuk standar perilaku etika

    yang tertinggi berkaitan dengan praktik-praktik keuangan dalam rangka untuk

    membenarkan kepercayaan publik yang dialamatkan pada mereka. Lebih jauh dari

    permasalahan yang ada soal etika terdapat kenaikan bertahap piramid hierarki dari

    tanggung jawab manajerial dari operasional, untuk fungsional, teknologi,

    konseptual dan pada akhirnya untuk etika. Kunci bagi kinerja bisnis yang baik

    sesuai dengan Creelman (1996), adalah untuk menemukan bagaimana manusia,

    organisasi dan konsumen dapat diseimbangkan sehingga dapat menciptakan nilai

    2. Hubungan Moralitas Manajemen dan Perilaku Tidak Etis

    Kohlberg (1969) , sebagaimana dikutip oleh Velasquez (2002) menyatakan

    bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, aitu tahapan prakonvensional,

    tahapan konvensional, dan tahapan postkonvensional. Moralitas manajemen pada

    tahapan post konvensional menunjukkan kematangan moral menjadi lebih tinggi.

    menjelaskan bahwa kematangan moral menjadi dasar dan pertimbangan

    manajemen dalam merancang tanggapan dan sikap terhadap isu-isu etis. Semakin

    tinggi tingkat moralitas manajemen , semakin rendah perilaku tidak etisnya.

    3. Munculnya Dilema Etis dalam Organisasi

    Mencermati ketidakcukupan instrumen pengembangan etika yang hanya

    didasarkan pada terdapatnya kode etik, White & Lam (2000) dalam

    (Ludigdo;2006) menjelaskan sebuah latar dapat munculnya dilema etis. Situasi

    dilematis ini kemudian mendorong berlangsungnya perilaku tidak etis dalam

    organisasi.Means, motivation dan opputunity merupakan faktor-faktor yang dapat

    mendorong perilaku tidak etis dalam organisasi. Hal ini didasarkan pada

    argumentasi bahwa individu-individu lebih suka menghadapi dilema etis jika

    (1) organisasi tidak memberikan means untuk mencegah perilaku tidak etis:

    Means dalam hal ini adalah aturan, kebijakan dan prosedur dalam suatu

    organisasi yang secara spesifik mengacu pada etika.

    (2) Individu-individu mempunyai personal motivation yang didapatkan dari

    perilaku tidak etis : Bagaimanapun individu-individu yang berada dalam

    organisasi berangkat dari berbagai motivasi diri yang juga diwarnai oleh

    system nilai yang dibawanya. Ketika sistem nilai ang berkembang dalam

    organisasi tidak mendorong individu untuk berperiaku etis, maka motivasi

  • 9

    (motivation) untuk mencapai kebutuhan dirinya dapat dilakukan dengan

    segala cara.

    (3) Posisi kerja memberikan opportunity untuk mendorong praktik tidak etis:

    Sementara untuk opputunity adalah prilaku tidak etis dapat berangkat dari

    posisi kerja yang dimiliki oleh individu. Seberapa besar kesempatan yang

    dimiliki oleh individu untuk berperilaku tidak etis dengan memanfaatkan

    posisi kerjanya juga sangat tergantung pada keberadaan means dalam lingkup

    organisasi.

    4. Konsep Penganggaran Daerah

    Untuk dapat menghasilkan struktur anggaran yang sesuai dengan harapan

    dan kondisi normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan penjabaran

    kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi

    unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat

    kinerja tertentu. Artinya, APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas

    tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai,

    tugas-tugas dan fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi dan

    kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan demikian alokasi

    dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat

    memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang

    berorientasi pada kepentingan publik (PP No 58 Tahun 2005)

    5. Karakteristik Tujuan Anggaran

    Menurut UU No. 17 Tahun 2003 dijelaskan bahwa sebagai instrumen

    kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan

    stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai

    tujuan bernegara. Dalam upaya untuk meluruskan kembali tujuan dan fungsi

    anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan

    pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran

    aturan pokok yang telah ditetapkan dalam UUD 45. Sehubungan dengan itu,

    dalam undang-undang ini disebutkan bahwa belanja negara/daerah dirinci sampai

    dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut

    berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan

    antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

  • 10

    Kajian teoritis sebagai dasar dalam penelitian ini masih banyak menggunakan

    kajian teoritis pada sektor privat yang berhubungan dengan variabel-variabel yang

    diteliti. Hal ini dilakukan karena variabel-variabel yang diteliti masih

    menggunakan dengan variabel penelitian pada sektor privat. (Halim, Abdul.

    2002.) Namun tidak mengurangi kajian-kajian teoritis yang berhubungan dengan

    sektor publik sebagai dasar dalam mendukung penelitian ini. Adapun lima

    Budgetary Goal Characteristics (Kenis 1979) adalah sebagai berikut:

    1. Arah Kepastian Tujuan Anggaran

    Arah kepastian tujuan anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran

    yang dinyatakan secara spesifik dan jelas, dan dimengerti oleh siapa saja yang

    bertanggung jawab.

    Kenis (1979) menemukan bahwa manajer memberi reaksi positif dan secara relatif

    sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan tujuan anggaran. Manajemen tingkat

    atas dapat meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan ketegangan kerja, dan

    memperbaiki anggaran yang dihubungkan dengan sikap, kinerja anggaran, dan

    efisiensi biaya manajer tingkat bawah secara signifikan meningkatkan kejelasan

    dan ketegasan tujuan anggaran mereka.

    2. Umpan Balik Anggaran

    Kenis (1979) menemukan hanya kepuasan kerja dan motivasi anggaran

    ditemukan signifikan dengan hubungan yang agak lemah dengan umpan balik

    anggaran. Umpan balik mengenai tingkat pencapaian tujuan anggaran tidak efektif

    dalam memperbaiki kinerja dan hanya efektif secara marginal dalam memperbaiki

    sikap manajer. Penemuan ini gagal untuk menjelaskan hasil dari berbagai studi

    dengan hubungan umpan balik sikap, kinerja dalam task-goal setting.

    3. Evaluasi Anggaran

    Evaluasi dan pengendalian anggaran menunjuk pada luasnya perbedaan

    anggaran yang digunakan kembali oleh individu pimpinan departemen dan

    digunakan dalam evaluasi kinerja mereka.

    Penemuan Kenis (1979) adalah bahwa manajer memberi reaksi yang tidak

    menguntungkan untuk menggunakan anggaran dalam evaluasi kinerja

    dalam suatu gaya punitive (meningkatkan ketegangan kerja, menurunkan kinerja

    anggaran. Kecenderungannya, secara jelas hubungan antara variabel lemah.

  • 11

    4. Hambatan dalam Pencapaian Tujuan Anggaran

    Bukannya tidak mungkin tujuan yang mudah dicapai gagal untuk

    memberikan suatu tantangan untuk partisipan, dan memiliki sedikit pengaruh

    motivasi. Tujuan yang sangat ketat dan tidak dapat dicapai, mengarahkan pada

    perasaan gagal, frustrasi, tingkat aspirasi yang rendah, dan tujuan partisipan.

    (Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006)

    Kenis (1979) dalam manajer yang memiliki tujuan anggaran yang "terlalu

    ketat" secara signifikan memiliki ketegangan kerja tinggi dan motivasi kerja

    rendah, kinerja anggaran, dan efisiensi biaya dibandingkan untuk anggaran

    memiliki tujuan anggaran "tepat" atau "ketat tetapi dapat dicapai". Hal ini

    mengindikasikan bahwa "ketat tetapi dapat dicapai" adalah tingkat untuk kesulitan

    tujuan anggaran.

    5. Hubungan Anggaran Terhadap Perilaku

    Sesungguhnya perilaku terjadi karena suatu determinan tertentu.

    Determinan ini bisa dari lingkungan, dari dalam diri individu dan dari tujuan/nilai

    suatu obyek. Jika dikaitkan dengan anggaran, maka perilaku itu muncul

    disebabkan tujuan atau nilai suatu obyek anggaran tersebut. Perilaku ini dapat

    dilihat dari dua sisi yang berbeda yaitu sisi fungsional atau positif dan sisi

    disfungsional atau negatif.

    C. Pembahasan

    1 Hal-Hal yang Harus Dilakukan Untuk Mewujudkan Good Local

    Governance

    a. Menegakkan Etika Profesional

    Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntanbilitas

    akuntan manajemen pemerintahan adala kepatuhan terhadap etika professional

    yang telah dimiliki. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam rangka menegakkan

    etika profesi tersebut, maka akuntan manajemen dituntut: 1) Menjunjung tinggi

    tanggung jawab profesi: 2) Memiliki sikap adil dan obyektif, 3) Memiliki

    moralitas yang tinggi; 4) Mempunyai visi dan misi yang sama dengan wadah

    profesi; 5) Menjunjung tinggi tanggung jawab yang lain; ) Mengerti landasan

    hukum yang dapat digunakasn sebagai pijakan dalam melaksanakan pekerjaannya

  • 12

    b. Meningkatkan Komitmen Moral Akuntan Manajemen

    Akuntan manjemen pemerintahan daerah mempunyai peran penting dalam

    ikut mewujudkan good local governance. Namun tugas suci tersebut sulit untuk

    diwujudkan tanpa dibarengi komitmen moral yang kuat. Salah satu hal yang dapat

    dilakukan dalam meningkatkan komitmen moral tersebut adalah dengan

    melakukan reformasi diri profesi akuntan manajemen pemintahan yang jauh dari

    kolusi dan korupsi. Business Week 28 Januari 2002 (dalam Harahap, 2002)

    mengemukakan beberapa tindakan reformasi profesi akuntan yang dapat

    dilakukan adalah: 1) Menerapkan dan memantapkan pelaksanan self regulation

    secara lebih tegas; 2) Menghentikan pemberian jasa konsultan untuk langganan

    yang menerima jasa audit; 3) Melakukan rotasi auditor; 4) Menerapkan lebih

    banyak audit forensic; 5) Membatasi infiltrasi auditor ke perusahaan; 6)

    Mereformasi komie audit; dan 7) Membersihkan aturan atau standar akuntansi

    dari hal-hal yang memungkinkan dapat menimbulkan creative accounting. Dari ke

    7 yang ditulis dalam Business Week, poin ke-7 yang sekiranya memungkinkan

    akuntan manajemen pemerintah untuk tidak bertindak mendekati kolusi dan

    korupsi.

    Berdasarkan hasil studi lieratur yang dibahas di atas, maka dapat diringkas

    hasil dari pembahasan ,bahwa partisipasi anggaran sangatlah penting demi

    terciptanya tujuan dari pembangunan daerah itu sendiri.Adanya efisiensi anggaran

    juga sangat memungkinkan keberhasilan anggaran itu dapat dicapai, dengan cara

    kebijakan dalam pelaksanaan anggaran yang antara lain adalah :

    a. Peran lembaga adat sebagai monitoring perlu ditingkatkan

    Suatu unsur penting dari keberhasilan ilmu alam sebagai pengetahuan

    yang membangun perusahaan telah menjadi kemampuannya untuk

    melembagakan penyelidikan empiris dalam bentuk laboratorium , jurnal,

    konferensi, buku teks, teori dan metode eksperimental dan sebagainya. Jika etika

    auditing adalah untuk membangun pengetahuan etika empiris, hal itu akan

    mempunyai manfaat untuk mendirikan masyarakat penyelidikan yang di

    lembagakan sejenis.( Etika Auditing dan Pengetahuan yang Etis Oleh : Craig

    Mackenzie; 1998). Suatu awal yang menarik telah dibuat dengan kreasi dari

    lembaga sosial dan etika accountability. Kebetulan beban perlu tidak jatuh pada

  • 13

    etika auditing itu sendiri. Dalam tahun sekarang ini sejumlah dari jemis jenis

    organisasi lain telah muncul dimana mencari pengetahuan semacam itu. Di Inggris

    sekarang ini ada konsumen dan konsumen baru ; kelompok peneliti investor

    seperti EIRIS dan PIRC; LSM-LSM seperti Fair Trade and New Economic

    Foundation, proyek kolektif seperti the ethical Trading Intiative, juga sejumlah

    konsultan , para teoritis manajemen akademis dan penganut etika bisnis yang

    telah memilih untuk metodology empiris. Etika Auditing dapat menyediakan

    perekat dimana membawa organisasi terpisah bersama dalam suatu masyarakat

    penyelidikan.

    b. Pendekatan Sosial Budaya Etika

    Dengan kemampuan menjaga integritas personalnya, seorang profesional

    mampu pula menjaga integritas profesinya dan sekaligus mencegah dampak

    negatif dari pengembangan dan pemanfaatan suatu teknologi informasi bagi

    masyarakat. Melaui pendekatan sosial budaya pada tiap negara berbeda-beda,

    untuk itulah disesuaikan bagi setiap negara, nilai-nilai apa yang dijunjung untuk

    menghindari pelanggaran etika.(Ludigdo; 1998)

    Studi Etika

    Kode Profesional Personal

    Hukum

    Informal Situasi Tindakan

    Formal

    Sumber :(Ludigdo;1998)

    c. Aspek keberlanjutan program

    Selain itu proses pengendalian anggaran juga sangatlah penting agar dapat

    sedini mungkin memprediksi adanya kegagalan atas anggaran yang

    dibuat.Untuk proses pengendalian tidak hanya pihak yang aparat pembuat

    anggaran dalam artian tidak hanya pengendalian internal namun juga

    pengendalian eksternal dari masyarakat. Hal inilah yang dikatakan bahwa

    partisipasi anggaran dalam pencapaian tujuan pembangunan daerah dapat

    direalisasikan.

  • 14

    Teori dari reasoned action (Ajzen dan Fishbein, 1980) dalam Munawar

    (2006) berpendapat bahwa perilaku individual atau penilaian mempengaruhi

    niatan perilaku mereka dan bahwa niata perilaku merupakan prediksi dari

    perilaku. Konsisten dengan pandangan ini, banyak model pengambilan keputusan

    etis yang mengemukakan bahwa penilaian etis dan niatan perilaku merupakan

    komponen integral akan alasan individual tentang isu etis.

    Simpulan

    Pengetahuan etika dari jenis ini dapat menjadi menyediakan suatu alat

    bernilai sekali bagi perubahan sosial. Sebagai pasar dan kebebasan perdagangan

    yang mengumpulkan langkah , dan sebagai kegiatan komersial yang mempunyai

    sesuatu yang pernah lebih dominan bagian untuk memainkan dalam hidup kita,

    suatu dasar suara untuk memahami hubungan antara kegaiatan bisnis dan

    manusia yang baik menjadi penting secara mendasar.

    Praktek akuntansi dapat dipandang berdasarkan dua dimensi. Pertama

    adalah diatur di dalam organisasi, memfasilitasi kontrol manajerial, sementara

    kedua berhubungan dengan transmisi informasi akuntansi kepada publik eksternal

    dan memunculkan isu peranan informasi dalam negara demokratis. Teori agensi

    telah diaplikasikan di dalam dua dimensi ini. diasumsikan range perilaku manusia

    yang sangat terbatas dan faktor-faktor mana yang dapat memotivasi aksi individu.

    Tanpa melakukan ganjaran keuangan, individual diasumsikan segan untuk

    bekerja.

    Tidak dipungkiri bahwa banyak terdapat permasalahan pelaksanaan

    anggaran yang berjalan di Indonesia. Sayangnya hal ini tidak dijadikan sebagai

    bahan evaluasi yang mana nantinya menjadi acuan perbaikan pelaksanaan

    anggaran kedepannya. Terdapat 6 permasalahan pelaksanaan anggaran publik di

    Indonesia,

    Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan akuntanbilitas

    akuntan manajemen pemerintahan adala kepatuhan terhadap etika professional

    yang telah dimiliki. Lebih lanjut dikemukakan bahwa dalam rangka menegakkan

    etika profesi tersebut, maka akuntan manajemen dituntut: 1) Menjunjung tinggi

    tanggung jawab profesi: 2) Memiliki sikap adil dan obyektif, 3) Memiliki

    moralitas yang tinggi; 4) Mempunyai visi dan misi yang sama dengan wadah

  • 15

    profesi; 5) Menjunjung tinggi tanggung jawab yang lain; ) Mengerti landasan

    hukum yang dapat digunakasn sebagai pijakan dalam melaksanakan pekerjaannya

    Akuntan manjemen pemerintahan daerah mempunyai peran penting dalam

    ikut mewujudkan good local governance. Namun tugas suci tersebut sulit untuk

    diwujudkan tanpa dibarengi komitmen moral yang kuat. Salah satu hal yang dapat

    dilakukan dalam meningkatkan komitmen moral tersebut adalah dengan

    melakukan reformasi diri profesi akuntan manajemen pemerintahan yang jauh dari

    kolusi dan korupsi. Business Week 28 Januari 2002 (dalam Harahap, 2002)

    mengemukakan beberapa tindakan reformasi profesi akuntan yang dapat

    dilakukan adalah: 1) Menerapkan dan memantapkan pelaksanan self regulation

    secara lebih tegas; 2) Menghentikan pemberian jasa konsultan untuk langganan

    yang menerima jasa audit; 3) Melakukan rotasi auditor; 4) Menerapkan lebih

    banyak audit forensic; 5) Membatasi infiltrasi auditor ke perusahaan; 6)

    Mereformasi komie audit; dan 7) Membersihkan aturan atau standar akuntansi

    dari hal-hal yang memungkinkan dapat menimbulkan creative accounting. Dari ke

    7 yang ditulis dalam Business Week, poin ke-7 yang sekiranya memungkinkan

    akuntan manajemen pemerintah untuk tidak bertindak mendekati kolusi dan

    korupsi.

    Daftar Pustaka

    Antony, R.N. dan V.Govindarajan.1998. Management Control System.9ed.

    (Richard D Irwin, Mc.Grawhill).

    Creelman, Trevor Happer.Scapens.1996.Issues in Management Accounting.2nd

    .

    Prentice Hall.

    Eko Prasojo, 2006. Efisiensi Anggaran sebagai faktor kunci keberhasilan program

    inovasi di Kabupaten Jembrana. Jurnal Ilmiah Adm.Publik; Vol:5, No 2 ,

    177-179

    Halim, Abdul. 2002. Analisis varian pendapatan asli daerah dalam laporan

    perhitungan anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota di

    Indonesia. Universitas Gadjah Mada. Disertasi.

  • 16

    Halim, Abdul & Syukriy Abdullah. 2006. Hubungan dan masalah keagenan di

    pemerintahan daerah: sebuah peluang penelitian anggaran dan akuntansi.

    Jurnal Akuntansi Pemerintah 2(1): 53-64.

    Johnson, Cathy Marie. 1994. The Dynamics of Conflict between Bureauracts and

    Legislators.Armonk, New York: M.E.Sharpe.

    Lovell. A. 2002. Ethics as a Dependent Variable in Individual and Organozational

    Decision Making. Journal of Business Ethics 37 : 145-163

    Kenis, I. 1079.Effect on Budgetary Goal Characteristic on Managerial Attitudes

    and Performance. The Accounting Review LIV (4).707-721.

    Ludigdo , Unti , 2002; Peran Akuntan dalam Membangun Good Corporate

    Governance, Konferens Nasional Akuntansi, No.1; Hal:1-17

    Ludigdo. Unti Faktor Manusia dan Issue Etika dalam Manajemen Teknologi

    Informasi. Kompak. No 17 Oktober 1998 : 31-47

    Mardiasmo,2002, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi, Yogyakarta.

    Munawar, 2006, Pengaruh karakteristik tujuan anggaran terhadap Prilaku, Sikap

    dan Kinerja Aparat Pemerintahan Daerah di Kabupaten Kupang,

    Simposium Nasional Akuntansi IX Padang.

    Nurul, Rofikah. Mewujudkan Good Local Governance melalui transparasi &

    akuntabilitas anggaran public. Jurnal Ilmiah Adm.Publik; Vol:10, No 1 , 12

    Oktober 2000

    Sedarmayanti. 2004. GOOD GOVERNANCE (Kepemerintahan yang Baik).

    Bagian kedua. Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan

    Produktivitas Menuju Good Governance (Kepemerintahan yang Baik).

    Mandar Maju. Bandung.

    Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam

    Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia.

    Velasques, Hans (2002). Corruption:A Review of Contempory Research.Chr.

    Michelsen Institute Development Student and Human Rights.R.2001:

    7.Web:http//www.cmi.no