Upload
rika-susanti
View
69
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB IPendahuluan
A. Latar Belakang
Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang
apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita
sebut bisnis. Pembahasan tentang etika bisnis harus dimulai dengan menyediakan kerangka prinsip-
prinsip dasar pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan istilah baik dan benar, hanya dengan
cara itu selanjutnya seseorang dapat membahas implikasi-implikasi terhadap dunia bisnis.Etika dan
Bisnis, mendeskripsikan etika bisnis secara umum dan menjelaskan orientasi umum terhadap bisnis,
dan mendeskripsikan beberapa pendekatan khusus terhadap etika bisnis, yang secara bersama-sama
menyediakan dasar untuk menganalisis masalah-masalah etis dalam bisnis.
Perbincangan tentang "etika bisnis" di sebagian besar paradigma pemikiran pebisnis terasa
kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri), mana mungkin ada bisnis yang bersih,
bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani (paling tidak)
"bertangan kotor".
Apalagi ada satu pandangan bahwa masalah etika bisnis seringkali muncul berkaitan dengan
hidup matinya bisnis tertentu, yang apabila "beretika" maka bisnisnya terancam pailit. Disebagian
masyarakat yang nir normative dan hedonistik materialistk, pandangan ini tampkanya bukan
merupakan rahasia lagi karena dalam banyak hal ada konotasi yang melekat bahwa dunia bisnis
dengan berbagai lingkupnya dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sejalan dengan etika itu
sendiri.
Namun kalau bisnis punya etika,maka pertanyaan yang segera timbul adalah manakah norma-
norma atau prinsip etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis. Apakah prinsip-prinsip itu berlaku
universal, terutama mengingat kenyataan mengenai bisnis global yang tidak mengenal batas-batas
negara dewasa ini? Demikian pula, bagaimana caranya agar prinsip-prinsip tersebut bisa operasional
dalam kegiatan bisnis? Inilah beberapa pertanyaan yang ingin kami jawab dalam bab ini. Pada akhir
bab ini kami akan singgung secara sekilas apa yang dikenal sebagai stakeholder, yang dengan itu
memperlihatkan relevansi sekaligus juga operasionalisasi etika bisnis, khususunya prinsip-prinsip
etika bisnis, dalam kegiatan bisnis suatu perusahaan.
1
B. Identifikasi Masalah
1. Jelaskan pengertian etika bisnis?
2. Prinsip – prinsip apa saja yang ada dalam etika bisnis?
3. Bagaimana pandangan anda mengenai praktis realitas dan pandangan ideal?
4. Seberapa beretikakah perusahaan-perusahaan saat ini?
C. Perumusan Masalah
1. Kasus – kasus apa saja yang pernah terjadi dan menunjukkan adanya pelanggaran dalam Etika
Bisnis?
2. Mengapa Etika dikatakan sangat penting dalam menjalankan sebuah bisnis?
3. Jelasakan bagaimana etika bisnis yang baik itu?
D. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan ini penulis hanya membatasi masalah pada etika bisnis dan pelanggaran
etika bisnis
E. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Etika, Etika Bisnis dan Pelanggaran Etika Bisnis
2. Untuk mengetahui Prinsip – prinsip Etika Bisnis yang harus ditempuh oleh sebuah perusahaan
dalam mencapai tujuannya.
3. Untuk mengetahui beberapa cotoh kasus pelanggaran Etika Bisnis.
4. Untuk mengetahui pentingnya Etika dalam menjalankan bisnis.
5. Mengetahui langkah - langkah dalam menciptakan Etika Bisnis.
F. Kegunaaan
Kegunaan dalam penulisan makalah ini adalah :
Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pemahaman tentang pentingnya Etika dalam menjalankan sebuah
2
bisnis yang berorientasi pada prospek jangka panjang, dan adanya pelanggaran – pelanggaran
etika yang terjadi dalam bisnis oleh perusahaan – perusahaan tertentu membuat penulis
menyadari bahwa kurangnya implementasi Etika Bisnis dan lemahnya hukum yang mengatur
standar etika bisnis
Bagi Dunia Pendidikan
Menambah koleksi dan khasanah pengetahuan terutama dibidang Entrepreneurship
(kewiraushaan) khususnya tentang pelanggaran etika dalam bisnis, sehingga dapat menjadi
bahan acuan bagi mahasiswa yang akan menyusun makalah selanjutnya.
Bagi Industri atau Perusahaan yang Bersangkutan
Sebagai bahan pertimbangan bagi instansi-intansi terkait dalam mencapai tujuannya agar lebih
mengorientasikan kegiatan bisnisnya pada prospek jangka panjang dan sesuai dengan standar
Etika Bisnis, karena kunci utama kesuksesan bisnis adalah reputasinya sebagai pengusaha yang
memegang teguh integritas dan kepercayaan pihak lain.
3
BAB II
Kerangka Teori dan Dasar Teori
A. Kerangka teori
1. Muslich (1998: 31-33) 2. Menurut Richard De George
B. Dasar TeoriPengertian Etika Bisnis
Kata “etika” berasal dari bahasa yunani “ethos” yaitu ilmu yang secara khusus menyoroti perilaku
manusia dari segi moral. Etika adalah cabang dari filosofi yang berkaitan dengan kebaikan
(rightness) atau moralitas (kesusilaan) dari perilaku manusia. Dalam pengertian ini etika diartikan
sebagai aturan – aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku yang diterima masyarakat. Etika
bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan sebuah perusahaan dalam
pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik.
Pelanggaran etika bisnis adalah penyimpangan standar – standar nilai (moral) yang menjadi
pedoman atau acuan sebuah perusahaan (manajer dan segenap karyawannya) dalam pengambilan
keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia berbeda
yang sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara
etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang
dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena
itu, perilaku etik penting untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Prinsip-prinsip pada Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip – prinsip yang harus ditempuh oleh perusahaan untuk mencapai
tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya
ketimpangan dalam memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich
(1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip Otonomi
Yaitu kemampuan mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadaran tentang apa yang
baik untuk dilakukan dan bertanggung jawab secara moral atas keputusan yang diambil.
4
2. Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama apabila tidak berlandaskan kejujuran karena kejujuran
merupakan kunci keberhasilan suatu bisnis (missal, kejujuran dalam pelaksanaan kontrak,
kejujuran terhadap konsumen, kejujuran dalam hubungan kerja dan lain-lain).
3. Prinsip Keadilan
Bahwa tiap orang dalam berbisnis harus mendapat perlakuan yang sesuai dengan haknya
masing-masing, artinya tidak ada yang boleh dirugikan haknya.
4. Prinsip Saling Menguntungkan
Agar semua pihak berusaha untuk saling menguntungkan, demikian pula untuk berbisnis yang
kompetitif.
5. Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini merupakan dasar dalam berbisnis dimana para pelaku bisnis dalam menjalankan
usaha bisnis mereka harus menjaga nama baik perusahaan agar tetap dipercaya dan merupakan
perusahaan terbaik.
Di samping 5 prinsip diatas, dalam menciptakan etika bisnis ada beberapa hal yang juga perlu
diperhatikan, antara lain adalah:
Pengendalian diri
Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya
perkembangan informasi dan teknologi
Menciptakan persaingan yang sehat
Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
Mampu menyatakan yang benar itu benar
Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha
ke bawah
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Kembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
5
Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa
peraturan perundang-undangan.
Penerapan etika bisnis sangat penting terutama dalam menghadapi era pasar bebas dimana
perusahaan-perusahaan harus dapat bersaing berhadapan dengan kekuatan perusahaan asing.
Perusahaan asing ini biasanya memiliki kekuatan yang lebih terutama mengenai bidang SDM,
Manajemen, Modal dan Teknologi.
Ada mitos bahwa bisnis dan moral tidak ada hubungan. Bisnis tidak dapat dinilai dengan nilai
etika karena kegiatan pelaku bisnis, adalah melakukan sebaik mungkin kegiatan untuk memperoleh
keuntungan. Sehingga yang menjadi pusat pemikiran mereka adalah bagaimana memproduksi,
memasarkan atau membeli barang dengan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya. Perilaku bisnis
sebagai suatu bentuk persaingan akan berusaha dengan berbagai bentuk cara dan pemanfaatan
peluang untuk memperoleh keuntungan.
Apa yang diungkapkan diatas adalah tidak benar karena dalam bisnis yang dipertaruhkan bukan
hanya uang dan barang saja melainkan juga diri dan nama baik perusahaan serta nasib masyarakat
sebagai konsumen. Perilaku bisnis berdasarkan etika perlu diterapkan meskipun tidak menjamin
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, akan tetapi setidaknya akan menjadi rambu-rambu
pengaman apabila terjadi pelanggaran etika yang menyebabkan timbulnya kerugian bagi pihak lain.
Masalah pelanggaran etika sering muncul antara lain seperti, dalam hal mendapatkan ide usaha,
memperoleh modal, melaksanakan proses produksi, pemasaran produk, pembayaran pajak,
pembagian keuntungan, penetapan mutu, penentuan harga, pembajakan tenaga professional, blow-up
proposal proyek, penguasaan pangsa pasar dalam satu tangan, persengkokolan, mengumumkan
propektis yang tidak benar, penekanan upah buruh dibawah standar, insider traiding dan sebagainya.
Ketidaketisan perilaku berbisnis dapat dilihat hasilnya, apabila merusak atau merugikan pihak lain.
Biasanya faktor keuntungan merupakan hal yang mendorong terjadinya perilaku tidak etis dalam
berbisnis.
Suatu perusahaan akan berhasil bukan hanya berlandaskan moral dan manajemen yang baik saja,
tetapi juga harus memiliki etika bisnis yang baik. Perusahaan harus dapat mempertahankan mutu
serta dapat memenuhi permintaan pasar yang sesuai dengan apa yang dianggap baik dan diterima
masyarakat. Dalam proses bebas dimana terdapat barang dan jasa yang ditawarkan secara kompetitif
akan banyak pilihan bagi konsumen, sehingga apabila perusahaan kurang berhati-hati akan
kehilangan konsumennya.
Perilaku tidak etis dalam kegiatan bisnis sering juga terjadi karena peluang-peluang yang
diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang kemudian disahkan dan disalah gunakan dalam
6
penerapannya dan kemudian dipakai sebagai dasar untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
melanggar etika bisnis.
Etika Bisnis Yang Baik
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/berhasil memerlukan 3 hal pokok
yaitu :
1) Produk yang baik
2) Managemen yang baik
3) Memiliki Etika
Tiga aspek pokok dari bisnis yaitu :
1) Sudut Pandang Ekonomis.
Bisnis adalah kegiatan ekonomis. Yang terjadi disini adalah adanya interaksi antara
produsen/perusahaan dengan pekerja, produsen dengan konsumen, produsen dengan produsen
dalam sebuah organisasi. Kegiatan antar manusia ini adalah bertujuan untuk mencari untung oleh
karena itu menjadi kegiatan ekonomis. Pencarian keuntungan dalam bisnis tidak bersifat sepihak,
tetapi dilakukan melalui interaksi yang melibatkan berbagai pihak. Dari sudut pandang ekonomis,
good business adalah bisnis yang bukan saja menguntungkan, tetapi juga bisnis yang berkualitas
etis.
2) Sudut Pandang Moral.
Dalam bisnis, berorientasi pada profit, adalah sangat wajar, akan tetapi jangan keuntungan yang
diperoleh tersebut justru merugikan pihak lain. Tidak semua yang bisa kita lakukan boleh1
dilakukan juga. Kita harus menghormati kepentingan dan hak orang lain. Pantas diperhatikan,
bahwa dengan itu kita sendiri tidak dirugikan, karena menghormati kepentingan dan hak orang
lain itu juga perlu dilakukan demi kepentingan bisnis kita sendiri.
3) Sudut Pandang Hukum
Bisa dipastikan bahwa kegiatan bisnis juga terikat dengan “Hukum” Hukum Dagang atau Hukum
Bisnis, yang merupakan cabang penting dari ilmu hukum modern. Dan dalam praktek hukum
banyak masalah timbul dalam hubungan bisnis, pada taraf nasional maupun international. Seperti
etika, hukum juga merupakan sudut pandang normatif, karena menetapkan apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Dari segi norma, hukum lebih jelas dan pasti daripada
7
etika, karena peraturan hukum dituliskan hitam atas putih dan ada sanksi tertentu bila terjadi
pelanggaran.
BAB III
PembahasanKasus – kasus Pelanggaran dalam Etika Bisnis
Adapun contoh kasus pelanggaran Etika dalam berbisnis :
Kasus obat anti nyamuk Hit; Pada hari Rabu, 7 Juni 2006, obat anti-nyamuk HIT yang diproduksi oleh
PT Megarsari Makmur dinyatakan akan ditarik dari peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan
Diklorvos yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di pabrik
akan dimusnahkan. Sebelumnya Departemen Pertanian, dalam hal ini Komisi Pestisida, telah melakukan
inspeksi mendadak di pabrik HIT dan menemukan penggunaan pestisida yang menganggu kesehatan
manusia seperti keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel
pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung.
HIT yang promosinya sebagai obat anti-nyamuk ampuh dan murah ternyata sangat berbahaya karena
bukan hanya menggunakan Propoxur tetapi juga Diklorvos (zat turunan Chlorine yang sejak puluhan
tahun dilarang penggunaannya di dunia). Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis
HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang). Selain itu, Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan
melaporkan PT Megarsari Makmur ke Kepolisian Metropolitan Jakarta Raya pada tanggal 11 Juni 2006.
Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing, mual dan muntah akibat
keracunan, setelah menghirup udara yang baru saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT.
Masalah lain kemudian muncul. Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan),
Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Menurut UU,
registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun
menurut Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM. Namun Kepala BPOM
periode sebelumnya sempat mengungkapkan, semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes
dan tidak lagi diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi obat anti-
nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi
jelas terjadi tumpang tindih tugas dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut.
Analisis Kasus
8
Pada contoh kasus diatas ditemukan bahwa HIT menggunakan zat berbahaya untuk membuat obat anti-
nyamuk, zat yang digunakan adalah Propoxur dan Diklorvos pada produk obat anti-nyamuk yang dibuat
oleh PT. Megasari Makmur. Zat berbahaya tersebut dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Seharusnya
kejadian ini tidak perlu terjadi bahkan samapai menimbulkan korban jiwa, karena sudah ada undang-
undang yang mengatur hak konsumen yaitu UU No.8 tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
Larangan penggunaan Diklorvos untuk pestisida dalam rumah tangga juga telah dikeluarkan Deptan sejak
awal tahun 2004 (Sumber: Republika Online). Hal ini dapat memperjelas bahwa pemerintah tidak
sungguh-sungguh dalam melindungi masyarakat umum sebagai konsumen. Para produsen masih bisa
menciptakan produk baru dan dengan mudahnya memasarkannya tanpa ada penyeleksian yang ketat
terlebih dahulu dari pihak pemerintah.
Dilihat dari undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Obat anti-nyamuk HIT
menyalahi beberapa ketentuan yang tercantum dalam UU tersebut. Berikut beberapa pasal dalam undang-
undang Perlindungan Konsumen yang dilanggar oleh PT. Megasari Makmur sebagai penghasil obat anti-
nyamuk:
1. Pasal 4
Hak konsumen adalah:
Ayat 1: “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau
jasa”.
Ayat 3: “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan
atau jasa”.
PT. Megasari Makmur tidak memberi penjelasan dalam efek samping penggunaan obat anti-
nyamuk, tentang bagaimana zat-zat yang terkandung didalam obat tersebut. HIT hanya memikirkan
bagaimana mereka memproduksi obat anti-nyamuk ini tanpa memikirkan kesehataan konsumennya.
2. Pasal 7
Kewajiban pelaku usaha adalah:
Ayat 2: “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”.
PT. Megasari Makmur tidak memberitahukan dengan benar tentang indikasi yang terdapat pada
obat anti-nyamuk HIT ini, bagaimana cara menggunakannya. Sehingga konsumen dengan
pengetahuannya yang minim menyemprotkan begitu saja HIT tersebut ke ruangannya dan langsung
menggunakan ruangan tersebut tanpa mendiamkan setengah jam atau lebih agar zat yang
terkandung dalam obat anti-nyamuk itu bekerja.
3. Pasal 8
9
Ayat 1: “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan atau memperdagangkan barang dan atau jasa yang
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Ayat 4: “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”.
PT. Megasari Makmur melanggar 2 ayat diatas, mereka tetap mengedarkan produknya padahal
sudah mengetahui produknya belum memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku dalam undang-
undang. HIT ditarik dari peredaraan setelah jatuh korban, seharusnya dapat dicegah sebelum
korban berjatuhan.
4. Pasal 19
Ayat 1: “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan
atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”.
Ayat 2: “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan
atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Ayat 3: “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi”.
PT. Megasari Makmur harus bertanggung jawab atas kelalaiannya yang dibuatnya, dengan memberi ganti rugi kepada korban yang mengalami kerugian atas penggunaan HIT. Dengan memberikan santunan yang setara.
Langkah – langkah dalam Menciptakan Etika Bisnis
Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Pengendalian Diri; artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka masing –
masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun. Disamping itu,
pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan pihak
lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau keuntungan yang diperoleh merupakan hak
bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memerhatikan kondisi masyarakat sekitarnya.
Inilah etika bisnis yang "etik".
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility); pelaku bisnis disini dituntut untuk
peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan memberikan
sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh
10
pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini
untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis
harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggungjawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya,
terutama dalam hal pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan dan lain – lain.
3. Mempertahankan Jati Diri; mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang - ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu usaha menciptakan etika
bisnis. Namun demikian bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi
informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang
lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat adanya tranformasi informasi dan
teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat; persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya harus
terdapat jalinan yang erat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga
dengan perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect terhadap
perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam menciptakan persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan
yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”; dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan
keuntungan hanya pada saat sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa
datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak meng-“ekspoitasi” lingkungan dan keadaan
saat sekarang semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa
datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk memperoleh keuntungan besar.
6. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar; artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar
untuk menerima kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan “katabelece” dari “koneksi” serta melakukan “kongkalikong” dengan data yang salah.
Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi” serta memberikan “komisi” kepada pihak
yang terkait.
7. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya antar Golongan Pengusaha; untuk menciptakan kondisi bisnis
yang “kondusif” harus ada sikap saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan
golongan pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang bersama dengan
pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan. Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara
pihak golongan kuat, saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
11
8. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan main Bersama; semua konsep etika bisnis yang telah
ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten
dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua etika bisnis telah disepakati, sementara ada
“oknum”, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan “kecurangan”
demi kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu semi satu.
9. Memelihara Kesepakatan; memelihara kesepakatan atau menumbuh kembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu usaha menciptakan etika bisnis. Jika
etika ini telah dimiliki oleh semua pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan
kenyamanan dalam berbisnis.
10. Menuangkan ke dalam Hukum Positif; perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum
positif yang menjadi Peraturan Perundang - Undangan dimaksudkan untuk menjamin kepastian
hukum dari etika bisnis tersebut, seperti "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga
dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan
semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan
adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita
yakin jurang itu akan dapat diatasi.
Faktor-faktor Pebisnis Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh berbagai hal. Salah satu hal
tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk
yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain :
1) Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
2) Ingin menambah pangsa pasar
3) Ingin menguasai pasar.
Dari ketiga faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki pengaruh paling kuat. Untuk
mempertahankan produk perusahaan tetap menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran
pada produk lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada keunggulan dari
produk tersebut. Iklan hanya bertujuan untuk menjelek-jelekkan produk iklan lain.
Selain ketiga faktor tersebut, masih banyak faktor-faktor lain yang mempengaruhi. Gwynn Nettler dalam
bukunya Lying, Cheating and Stealing memberikan kesimpulan tentang sebab-sebab seseorang berbuat
curang, yaitu :
1) Orang yang sering mengalami kegagalan cenderung sering melakukan kecurangan.
12
2) Orang yang tidak disukai atau tidak menyukai dirinya sendiri cenderung menjadi pendusta.
3) Orang yang hanya menuruti kata hatinya, bingung dan tidak dapat menangguhkan keinginan
memuaskan hatinya, cenderung berbuat curang.
4) Orang yang memiliki hati nurani (mempunyai rasa takut, prihatin dan rasa tersiksa) akan lebih
mempunyai rasa melawan terhadap godaan untuk berbuat curang.
5) Orang yang cerdas (intelligent) cenderung menjadi lebih jujur dari pada orang yang dungu
(ignorant).
6) Orang yang berkedudukan menengah atau tinggi cenderung menjadi lebih jujur.
7) Kesempatan yang mudah untuk berbuat curang atau mencuri, akan mendorong orang melakukannya.
8) Masing-masing individu mempunyai kebutuhan yang berbeda dan karena itu menempati tingkat
yang berbeda, sehingga mudah tergerak untuk berbohong, berlaku curang atau menjadi pencuri.
13
BAB IVPenutup
Kesimpulan
Dalam beretika bisnis perusahaan memiliki peranan yang sangat penting, yaitu membentuk suatu
perusahaan yang kokoh dan dapat menciptakan nilai yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh.
Seperti pada kasus obat anti-nyamuk HIT sudah melakukan pelanggaran etika bisnis dengan memasukkan
2 zat yang berbahaya bagi kesehatan pada produk mereka yang berdampak buruk pada konsumen
penggunanya. PT. Megasari Makmur telah membohongi publik, dimana perusahaan mempromosikan
produknya obat anti-nyamuk ampuh dan murah tetapi tidak memberi peringatan bahaya yang terkandung
di dalamnya. PT. Megasari Makmur seharusnya mencantumkan cara pemakaian produknya agar
konsumen mengetahui bagaimana menggunakan produk tersebut dengan benar.
Saran
Bagi perusahaan yang melanggar etika bisnis contoh kasus pada PT. Megasari Makmur, sebaiknya
membenahi perusahaan nya agar prinsip-prinsip etika bisnis dapat berjalan dengan baik sehingga tidak
timbul pelanggaran-pelanggaran lain. Agar dapat menjadi contoh yang baik bagi perusahaan-perusahaan
yang lain.
14
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-etika-bisnis-oleh-pt-
megasari-makmur/
http://vtastubblefield.wordpress.com/2013/01/30/pentingnya-etika-dalam-berbisnis/
http://dianavia.blogspot.com/2011/10/prinsip-prinsip-etika-bisnis.html
http://www.governance-indonesia.org/KNKGDOWNLOADS/Pedoman%20Etika%20Bisnis
%20Perusahaan.pdf
15