31
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata. Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan, dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang. Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah. Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita bersama dan perlu ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak atau dekadensi moral.

Etika Dan Moral

Embed Size (px)

DESCRIPTION

etika

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Islam pada intinya adalah sebagai wahana pembentukan manusia yang

bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari

keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang

berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman

adalah maknawi (abstrak) sedangkan akhlak adalah bukti keimanan dalam bentuk

perbuatan yang dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata.

Berkaitan dengan pernyataan di atas bahwa akhlak tidak akan terpisah dari keimanan,

dalam al-Qur'an juga sering dijelaskan bahwa setelah ada pernyataan “orang-orang yang

beriman,” maka langsung diikuti oleh “beramal saleh.” Dengan kata lain amal saleh

sebagai manifestasi dari akhlak merupakan perwujudan dari keimanan seseorang.

Pemahaman moralitas dalam bahasa aslinya dikenal dengan dua istilah yaitu al-akhlaq al-

karimah dan al-akhlaq al-mahmudah. Keduanya memiliki pemahaman yang sama yaitu

akhlak yang terpuji dan mulia, semua perilaku baik, terpuji, dan mulia yang diridlai Allah.

Satu masalah sosial/kemasyarakatan yang harus mendapat perhatian kita bersama dan perlu

ditanggulangi dewasa ini ialah tentang kemerosotan akhlak atau dekadensi moral.

Di samping kemajuan teknologi akibat adanya era globalisasi, kita melihat pula arus

kemorosotan akhlak yang semakin melanda di kalangan sebagian pemuda-pemuda kita.

Dalam surat-surat kabar sering kali kita membaca berita tentang perkelahian pelajar,

penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, minuman keras, penjambret yang dilakukan oleh

anak-anak yang berusia belasan tahun, meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan

remaja putrid dan lain sebagainya.

Hal tersebut adalah merupakan suatu masalah  yang dihadapi masyarakat yang kini semakin

marak, Oleh kerena itu persoalan remaja seyogyanya mendapatkan perhatian yang serius dan

terfokus untuk mengarahkan remaja ke arah yang lebih positif,  yang titik beratnya untuk

terciptanya suatu sistem dalam menanggulangi kemerosotan akhlak dan moral dikalangan

remaja.

1.2 Tujuan

a. Mengetahui Pengertian dan perbedaan dari akhlak, etika, dan moral

b. Mengetahui modernisasi dan globalisasi serta dampaknya terhadap akhlak, etika, dan

moral remaja

c. Mengetahui kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan

d. Dapat menentukan solusi yang tepat untuk menangani permasalahan akhlak, etika,

dan moral remaja berdasar atas dalil naqli dan aqli

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Etika

Dari segi etimologi (ilmu asal usul kata), etika berasal dari bahasa yunani, ethos yang

berarti watak kesusilaan atau adat. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia etika berarti ilmu

pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan etika menurut filsafat dapat disebut

sebagai ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan

amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Pada dasarnya,etika

membahasa tentang tingkah laku manusia.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh

manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh

yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan

itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang

baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Secara metodologi, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.

Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Karena

itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku

manusia. Akan tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku

manusia, etika memiliki sudut pandang normatif, yaitu melihat perbuatan manusia dari sudut

baik dan buruk .

Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika

normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

Adapun Jenis-jenis Etika adalah sebagai berikut:

1. Etika Filosofis

Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan

berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya

adalah bagian dari filsafat; etika lahir dari filsafat.

Ada dua sifat etika, yaitu:

a. Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah

ilmu yang didasarkan pada fakta atau yang kongkret. Namun filsafat tidaklah

demikian, filsafat berusaha melampaui yang kongkret dengan seolah-olah

menanyakan apa di balik gejala-gejala kongkret. Demikian pula dengan etika.

Etika tidak hanya berhenti pada apa yang kongkret yang secara faktual dilakukan,

tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

b. Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya

filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas pada

itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan demikian

etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung berhubungan dengan

apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Etika tidak bersifat teknis

melainkan reflektif, dimana etika hanya menganalisis tema-tema pokok seperti

hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban, dsb, sambil melihat teori-teori etika

masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan kelemahannya.

2. Etika Teologis

Terdapat dua hal-hal yang berkait dengan etika teologis. Pertama, etika teologis bukan

hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika teologisnya

masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika secara umum,

karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam etika secara umum,

dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.

Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari

presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda antara

etika filosofis dan etika teologis.

Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang

diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama

yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika

teologisnya.

2.2 Moral

Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.

Sedangkan dalam bahasa Indonesia, moral diartikan sebagai susila. Moral adalah hal-hal

yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik

dan mana yang wajar.

Moral (Bahasa Latin Moralitas) adalah istilah manusia menyebut ke manusia atau orang

lainnya dalam tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral

disebut amoral artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia

lainnya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus dimiliki oleh manusia. Moral secara

ekplisit adalah hal-hal yang berhubungan dengan proses sosialisasi individu tanpa moral

manusia tidak bisa melakukan proses sosialisasi. Moral adalah nilai ke-absolutan dalam

kehidupan bermasyarakat secara utuh. Penilaian terhadap moral diukur dari kebudayaan

masyarakat setempat.Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber

interaksi dengan manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang

berlaku di masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan

masyarakatnya, maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga

sebaliknya.Moral adalah produk dari budaya dan Agama.

2.3 Modernisasi

Modernisasi diartikan sebagai perubahan-perubahan masyarakat yang bergerak dari keadaan

yang tradisional atau dari masyarakat pra modern menuju kepada suatu masyarakat yang

modern. Pengertian modernisasi berdasar pendapat para ahli adalah sebagai berikut.

Menurut Widjojo Nitisastro, modernisasi adalah suatu transformasi total dari kehidupan

bersama yang tradisional atau pramodern dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah

pola-pola ekonomis dan politis. Sedangkan Soerjono Soekanto mengemukakan bahwa sebuah

modernisasi memiliki syarat-syarat tertentu, yaitu sebagai berikut.

a. Cara berpikir yang ilmiah yang berlembaga dalam kelas penguasa ataupun masyarakat.

b. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.

c. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur yang terpusat pada suatu lembaga

atau badan tertentu.

d. Penciptaan iklim yang menyenangkan dan masyarakat terhadap modernisasi dengan cara

penggunaan alat-alat komunikasi massa.

e. Tingkat organisasi yang tinggi yang di satu pihak berarti disiplin, sedangkan di lain pihak

berarti pengurangan kemerdekaan.

f. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial.

TEORI ETIKA

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral

behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran moral

(unmoral behavior), dan perkembangan moral (moral development) itu sendiri. Perilaku

moral adalah perilaku yang mengikuti kode moral kelompok masyarakat tertentu. Moral

dalam hal ini berarti adat kebiasaan atau tradisi. Perilaku tidak bermoral berarti perilaku

yang gagal mematuhi harapan kelompok sosial tersebut. Ketidakpatuhan ini bukan karena

ketidakmampuan memahami harapan kelompok tersebut, tetapi lebih disebabkan oleh

ketidaksetujuan terhadap harapan kelompok sosial tersebut, atau karena kurang merasa

wajib untuk mematuhinya. Perilaku di luar kesadaran moral adalah perilaku yang

menyimpang dari harapan kelompok sosial yang lebih disebabkan oleh ketidakmampuan

yang bersangkutan dalam memahami harapan kelompok sosial. Perkembangan moral

bergantung pada perkembangan intelektual seseorang.

BEBERAPA TEORI ETIKA

Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan,

nilai-nilai, dan norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Dalam

etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu tindakan,

sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang berlainan.

Berikut ini beberapa teori etika:

1. Egoisme

Rachels (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme.

Pertama, egoisme psikologis, adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua

tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (self servis). Menurut teori

ini, orang bolah saja yakin ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka berkorban,

namun semua tindakan yang terkesan luhur dan/ atau tindakan yang suka berkorban tersebut

hanyalah sebuah ilusi. Pada kenyataannya, setiap orang hanya peduli pada dirinya sendiri.

Menurut teori ini, tidak ada tindakan yang sesungguhnya bersifat altruisme, yaitusuatu

tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain

dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Kedua, egoisme etis, adalah tindakan yang

dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interest). Tindakan berkutat diri ditandai

dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan

mementingkan diri sendiri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain. Berikut adalah

pokok-pokok pandangan egoisme etis:

a. Egoisme etis tidak mengatakan bahwa orang harus membela kepentingannya sendiri

maupun kepentingan orang lain.

b. Egoisme etis hanya berkeyakinan bahwa satu-satunya tuga adalah kepentingan diri.

c. Meski egois etis berkeyakinan bahwa satu-satunya tugas adalah membela kepentingan diri,

tetapi egoisme etis juga tidak mengatakan bahwa anda harus menghindari tindakan

menolong orang lain

d. Menurut paham egoisme etis, tindakan menolong orang lain dianggap sebagai

tindakan untuk menolong diri sendiri karena mungkin saja kepentingan orang lain tersebut

bertautan dengan kepentingan diri sehingga dalam menolong orang lain sebenarnya

juga dalam rangka memenuhi kepentingan diri.

e. Inti dari paham egoisme etis adalah apabila ada tindakan yang menguntungkan orang lain,

maka keuntungan bagi orang lain ini bukanlah alasan yang membuat tindakan itu benar. Yang

membuat tindakan itu benar adalah kenyataan bahwa tindakan itu menguntungkan diri

sendiri.

Alasan yang mendukung teori egoisme:

a. Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri. Tindakan peduli

terhadap orang lain merupakan gangguan ofensif bagi kepentingan sendiri. Cinta kasih

kepada orang lain juga akan merendahkan martabat dan kehormatan orang tersebut.

b. Pandangan terhadap kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan

moralitas akal sehat. Pada akhirnya semua tindakan dapat dijelaskan dari prinsip

fundamental kepentingan diri.

Alasan yang menentang teori egoisme etis:

a. Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan. Kita

memerlukan aturan moral karena dalam kenyataannya sering kali dijumpai kepentingan-

kepentingan yang bertabrakan.

b. Egoisme etis bersifat sewenang-wenang. Egoisme etis dapat dijadikan sebagai pembenaran

atas timbulnya rasisme.

2. Utilitarianisme

Menurut teori ini, suatu tindakan dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak

mungkin anggota masyarakat (the greatest happiness of the greatest number). Paham

utilitarianisme sebagai berikut: (1) Ukuran baik tidaknya suatu tindakan dilihat dari akibat,

konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah memberi manfaat atau tidak, (2) dalam

mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah

jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan, (3) kesejahteraan setiap orang sama

pentingnya. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada

siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan

individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut pandang kepentingan

orang banyak (kepentingan orang banyak).

Kritik terhadap teori utilitarianisme:

a. Utilitarianisme hanya menekankan tujuan/mnfaat pada pencapaian kebahagiaan

duniawi dan mengabaikan aspek rohani.

b. Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu /minoritas demi

keuntungan mayoritas orang banyak.

3. Deontologi

Paradigma teori deontologi saham berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme, yang

keduanya sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk

individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme),

maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu

atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori

yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan

tersebut disebut teori teleology Sangat berbeda dengan paham teleologi yang menilai etis

atau tidaknya suatu tindakan berdasarkan hasil, tujuan, atau konsekuensi dari tindakan

tersebut, paham deontologi justru mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak

ada kaitannya sama sekali dengan tujuan, konsekuensi, atau akibat dari tindakan

tersebut. Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjdi pertimbangan untuk menilai etis

atau tidaknya suatu tindakan.

Kant berpendapat bahwa kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu

sendiri, bukan karena keinginan untuk memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena

kewajiban moral iu diperintahkan oleh Tuhan. Moralitas hendaknya bersifat otonom dan

harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia

itu sendiri, yang berarti kewajiban moral mutlak itu bersifat rasional.

Walaupun teori deontologi tidak lagi mengkaitkan kriteria kebaikan moral dengan

tujuan tindakan sebagaimana teori egoisme dan tlitarianisme, namun teori ini juga mendapat

kritikan tajam terutama dari kaum agamawan. Kant mencoba membangun teorinya

hanya berlandaskan pemikiran rasional dengan berangkat dari asumsi bahwa karena

manusia bermartabat, maka setiap perlakuan manusia terhadap manusia lainnya harus

dilandasi oleh kewajiban moral universal. Tidak ada tujuan lain selain mematuhi

kewajiban moral demi kewajiban itu sendiri.

4. Teori Hak

Suatu tindakan atau perbuatan dianggap baik bila perbuatan atau tindakan tersebut

sesuai dengan HAM. Menurut Bentens (200), teori hak merupakan suatu aspek dari

deontologi (teori kewajiban) karena hak tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban. Bila

suatu tindakan merupakan hak bagi seseorang, maka sebenarnya tindakan yang sama

merupakan kewajiban bagi orang lain. Teori hak sebenarnya didsarkan atas asumsi

bahwa manusia mempunyai martabat dan semua manusia mempunyai martabat yang sama.

Hak asasi manusia didasarkan atas beberapa sumber otoritas, yaitu

a. Hak hukum (legal right), adalah hak yang didasarkan atas sistem/yurisdiksi hukum suatu

negara, di mana sumber hukum tertinggi suatu negara adalah Undang-Undang Dasar

negara yang bersangkutan.

b. Hak moral atau kemanusiaan (moral, human right), dihubungkan dengan pribadi manusia

secara individu, atau dalam beberapa kasus dihubungkan dengan kelompok bukan dengan

masyarakat dalam arti luas. Hak moral berkaitan dengan kepentingan individu sepanjang

kepentingan individu itu tidak melanggar hak-hak orang lain

c. Hak kontraktual (contractual right), mengikat individu-individu yang membuat

kesepakatan/kontrak bersama dalam wujud hak dan kewajiban masing-masing kontrak. Teori

hak atau yang lebih dikenal dengan prinsip-prinsip HAM mulai banyak mendapat

dukungan masyarakat dunia termasuk dari PBB. Piagam PBB sendiri merupakan salah satu

sumber hukum penting untuk penegakan HAM. Dalam Piagam PBB disebutkan

ketentuan umum tentang hak dan kemerdekaan setiap orang. PBB telah mendeklarasikan

prinsip-prinsip HAM universal pada tahun 1948, yang lebih dikenal dengan nama Universal

Declaration of Human Rights. (UdoHR). Diaharapkan semua negara di dunia dapat

menggunakan UdoHR sebagai dasar bagi penegakan HAM dan pembuatan berbagai undang-

undang/peraturan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Pada intinya dalam UdoHR diatur

hak-hak kemanusiaan, antara lain mengenai kehidupan, kebebasan dan keamanan,

kebebasan dari penahanan, peangkapan dan pengasingan sewenang-wenang, hak

memperoleh memperoleh peradilan umum yang bebas, independen dan tidak memihak,

kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, menganut agama, menentukan sesuatu yang

baik atau buruk menurut nuraninya, serta kebebasan untuk berkelompok secara damai.

5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)

Teori keutamaan berangkat dari manusianya (Bertens, 2000). Teori keutamaan tidak

menanyakan tindakan mana yang etis dan tindakan mana yang tidak etis. Teori ini tidak lagi

mempertanyakan suatu tindakan, tetapi berangkat dari pertanyaan mengenai sifat-sifat

atau karakter yang harus dimiliki oleh seseorang agar bisa disebut sebagai manusia utama,

dan sifat-sifat atau karakter yang mencerminkan manusia hina. Karakter/sifat utama

dapat didefinisikan sebagai disposisi sifat/watak yang telah melekat/dimiliki oleh

seseorang dan memungkinkan dia untuk selalu bertingkah laku yang secara moral dinilai

baik. Mereka yang selalu melakukan tingkah laku buruk secar amoral disebut manusia

hina. Bertens (200) memberikan contoh sifat keutamaan, antara lain: kebijaksanaan,

keadilan, dan kerendahan hati. Sedangkan untuk pelaku bisnis, sifat utama yang perlu

dimiliki antara lain: kejujuran kewajaran (fairness), kepercayaan dan keuletan.

6. Teori Etika Teonom

Sebagaimana dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin

dicapai umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh

kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat kristen, yang

mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh kesesuaian

hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral dianggap baik jika

sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap tidak baik bila tidak

mengikuti aturan/perintah Allah sebagaiman dituangkan dalam kitab suci.

Sebagaimana teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan

untuk mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant teletak

pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus dicapai umat

manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak. Moralitas dikatakan

bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan tujuan tertinggi umat manusia.

Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat diperdebatkan dengan pendekatan

rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui tingkat kecerdasan rasional yang

dimiliki manusia.

TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA

Dengan menggunakan model pengembangan teori etika berdasarkan paradigma/pemahaman

atas hakikat manusia, dapat dipahami mengapa sampai saat ini telah berkembang

beragam teori dengan argumentasi /sudut pandang penalaran yang berbeda.

Paradigma/pemahaman tentang hakekat manusia akan menentukan tujuan hidup atau nilai-

nilai yang ingin dicapai. Nilai-nilai tersebut malatarbelakangi setiap paham/teori etika dan

norma moral yang ada. Teori dan norma moral ini selanjutnya menjadi pedoman dalam setiap

tindakan yang dilakukan. Tindakan yang dilakukan secara berulang-ulang akan membentk

kebiasaan, kebiasaan akan membentuk karakter, dan karakter menentukan seberapa efektif

nilai-nilai yang diharapkan dapat tercapai.

Nilai-nilai yang telah direalisasi akan menjadi bahan refleksi untuk mengkaji kembali

paradigma sebagai manusia dan tujuan hidup yang ingin direalisasikan.

Teori egoisme berangkat dari pemikiran para penganutnya bahwa makna hidup setiap

orang adalah untuk merealisasikan kepentingan diri secara individu. Di sini yang dikejar

adalah nilai-nilai kenikmatan duniawi secara individu. Untk depat merealisasikan

kepentingan individu ini, setiap orang harus menghormati hak dan kebebasan setiap orang.

Sejalan dengan teori egoisme, muncul teori hak. Manusia diciptakan bukan untuk menikmati

kebahagiaan duniawi, tetapi untk mencapai nilai-nilai tertinggi dalam bentuk kebahagiaan

surgawi. Pola pikir inilah yang melatarbelakangi munculnya teori teonom, suatu teori yang

lebih menekankan pada pencapaian kebahagiaan di akhirat. Teori utilitarianisme juga

dilandasi oleh pola pikir hakikat manusia untuk mencapai kebahagiaan duniawi, sama

seperti teori egoisme. Teori egoisme lebih menekankan pada kepentingan individu,

sedangkan teori utilitarianisme lebh menekankan pada kepentingan kelompok/masyarakat.

Makin banyak anggota kelompok/masyarakat yang memperoleh manfaat dari suatu tindakan,

berarti tindakan tersebut makin baik dan makin bermoral.

BAB III

PEMBAHASAN

Apabila kita menelusuri lebih mendalam, maka kita dapat menemukan secara jelas persamaan

dan perbedaan etika dan akhlak. Persamaan diantara keduanya adalah terletak pada objek

yang akan dikaji, dimana kedua-duanya sama-sama membahas tentang baik buruknya tingkah

laku dan perbuatan manusia. Sedangkan perbedaannya sumber norma, dimana akhlak

mempunyai basis atau landasan kepada norma agama yang bersumber dari hadist dan al-

Quran.

Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh

manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh

yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan

itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang

baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan.

Para ahli dapat segera mengetahui bahwa etika berhubungan dengan empat hal sebagai

berikut. Pertama, dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbutaan

yang dilakukan oleh manusia. Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal

pikiran dan filsafat. Sebagai hasil pemikiran maka etika tidak bersifat mutla, absolut dan

tidak pula universal. Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai,

penentu dan penetap terhadap suatu perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia,

terhormat, terhina dsb. Dan keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif yakni

dapat berubah-rubah sesuai tuntutan zaman. Dengan ciri-ciri yang demikian itu, maka etika

lebih merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan upaya menentukan perbuatan

yang dilakukan manusia untuk dikatakan baik atau buruk. Dengan kata lain etika adalah

aturan atau pola tingkah laku yang dihasilkan oleh akal manusia.

Moral berasal dari bahasa latin yakni mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.

Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Sedangkan moral adalah

sesuai dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan

mana yang wajar.

Antara etika dan moral memang memiliki kesamaan. Namun, ada pula berbedaannya, yakni

etika lebih banyak bersifat teori, sedangkan moral lebih banyak bersifat praktis. Menurut

pandangan ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal

(umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran

itu.

Namun demikian, dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama,

kalau dalam pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbutan manusia baik atau buruk

menggunakan tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan dalam pembicaran moral tolak

ukur yang digunakan adalah norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di

masyarakat.

Dalam beberapa hal antara etika dan moral memiliki perbedaan. Pertama, kalau dalam

pembicaraan etika, untuk menentukan nilai perbuatan manusia baik atau buruk menggunakan

tolak ukur akal pikiran atau rasio, sedangkan moral tolak ukurnya yang digunakan adalah

norma-norma yang tumbuh dan berkembang dan berlangsung di masyarakat. Dengan

demikian etika lebih bersifat pemikiran filosofis dan berada dalam konsep-konsep, sedangkan

etika berada dalam dataran realitas dan muncul dalam tingkah laku yang berkembang di

masyarakat.

Etika dan moral sama artinya tetapi dalam pemakaian sehari-hari ada sedikit perbedaan.

Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai

untuk pengkajian system nilai yang ada.

Namun, etika, moral, susila dan akhlak tetap saling berhubungan dan membutuhkan. Uraian

tersebut di atas menunjukkan dengan jelas bahwa etika, moral dan susila berasala dari produk

rasio dan budaya masyarakat yang secara selektif diakui sebagai yang bermanfaat dan baik

bagi kelangsungan hidup manusia. Sementara akhlak berasal dari wahyu, yakni ketentuan

yang berdasarkan petunjuk Al-Qur'an dan Hadis. Dengan kata lain jika etika, moral dan susila

berasal dari manusia sedangkan akhlak berasal dari Tuhan.

3.1 Dampak modernisasi dan globalisasi terhadap akhlak, etika, dan moral remaja

Modernisasi merupakan suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih

maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan, globalisasi

yang berasal dari kata global atau globe artinya bola dunia atau mendunia. Jadi, globalisasi

berarti suatu proses masuk ke lingkungan dunia.

Modernisasi dan globalisasi dapat memperngaruhi sikap masyarakat dalam bentuk positif

maupun negatif. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

Sikap Positif

1) Penerimaan secara terbuka (open minded); lebih dinamis, tidak terbelenggu hal-hal

lama yang bersikap kolot

2) Mengembangkan sikap antisipatif dan selektif kepekaan (antisipatif) dalam menilai

hal-hal yang akan atau sedang terjadi.

Sikap Negatif

1) Tertutup dan was-was (apatis)

2) masyarakat yang telah merasa nyaman dengan kondisi kehidupan masyarakat yang

ada

3) Acuh tah acuh

4) masyarakat awam yang kurang memahami arti strategis modernisasi dan globalisasi

5) Kurang selektif dalam menyikapi perubahan modernisasi

6) dengan menerima setiap bentuk hal-hal baru tanpa adanya seleksi/filter

Modernisasi dan globalisasi dapat masuk ke kehidupan masyarakat melalui berbagai media,

terutama media elektronik seperti internet. Karena dengan fasilitas ini semua orang dapat

dengan bebas mengakses informasi dari berbagai belahan dunia. Pengetahuan dan kesadaran

seseorang sangat menentukan sikapnya untuk menyaring informasi yang didapat. Apakah

nantinya berdampak positif atau negatif terhadap dirinya, lingkungan, dan masyarakat. Untuk

itu, diperlukan pemahaman agama yang baik sebagai dasar untuk menyaring informasi.

Kurangnya filter dan selektivitas terhadap budaya asing yang masuk ke Indonesia, budaya

tersebut dapat saja masuk pada masyarakat yang labil terhadap perubahan terutama remaja

dan terjadilah penurunan etika dan moral pada masyarakat Indonesia.

Jika dilihat pada kenyataannya, efek dari modernisasi dan globalisasi lebih banyak mengarah

ke negatif. Kita dapat kehilangan budaya negara kita sendiri dan terbawa oleh budaya barat,

jika masyarakat Indonesia sendiri tidak mempelajari pengetahuan tentang kebudayaan

Indonesia dan tidak menjaga kebudayaan tersebut. Ada baiknya budaya barat yang kita serap

disaring terlebih dahulu. Karena tidak semua budaya barat adalah baik. Jika kita terus

menerima dan menyerap budaya asing yang tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia,

dapat terjadi penyimpangan etika dan moral bangsa Indonesia sendiri. Melalui penyimpangan

etika dan moral tersebut, dapat tercipta pola kehidupan dan pergaulan yang menyimpang.

Tidak hanya akibat negatif yang dihasilkan modernisasi dan globalisasi. Proses ini juga

menghasilkan akibat positif, yaitu terciptanya masyarakat yang lebih intelek dan melek

terhadap perubahan dan perkembangan dunia.

3.2 Kondisi akhlak remaja saat ini dan permasalahan yang ditimbulkan

Berikut ini adalah beberapa fakta mengenai penurunan akhlak masyarakat yang diadapat

dari berbagai masyarakat.

15-20 persen dari remaja usia sekolah di Indonesia sudah melakukan hubungan

seksual di luar nikah

15 juta remaja perempuan usia 15-19 tahun melahirkan setiap tahunnya

hingga Juni 2009 telah tercatat 6332 kasus AIDS dan 4527 kasus HIV positif di

Indonesia, dengan 78,8 persen dari kasus-kasus baru yang terlaporkan berasal dari

usia 15-29 tahun

Diperkirakan terdapat sekitar 270.000 pekerja seks perempuan yang ada di Indonesia,

di mana lebih dari 60 persen adalah berusia 24 tahun atau kurang, dan 30 persen

berusia 15 tahun atau kurang

setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia di mana 20 persen

diantaranya adalah aborsi yang dilakukan oleh remaja

Berdasarkan data kepolisian, setiap tahun penggunaan narkoba selalu naik. Korban

paling banyak berasal dari kelompok remaja, sekitar 14 ribu orang atau 19% dari

keseluruhan pengguna.

jumlah kasus kriminal yang dilakukan anak-anak dan remaja tercatat 1.150 sementara

pada 2008 hanya 713 kasus. Ini berarti ada peningkatan 437 kasus. Jenis kasus

kejahatan itu antara lain pencurian, narkoba, pembunuhan dan pemerkosaan.

Sejak Januari hingga Oktober 2009, Kriminalitas yang dilakukan oleh remaja

meningkat 35% dibandingkan tahun sebelumnya, Pelakunya rata-rata berusia 13

hingga 17 tahun.

Kemorosotan akhlak di atas disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Salah pergaulan, apabila kita salah memilih pergaulan kita juga bisa ikut-ikutan untuk

melakukan hal yang tidak baik.

Orang tua yang kurang perhatian, apabila orang tua kuran memperhatikan anaknya,

bisa-bisa anaknya merasa tidak nyaman berada di rumah dan selalu keluar rumah. Hal

ini bisa menyebabkan remaja terkena pergaulan bebas.

Ingin mengikuti trend, bsia saja awalmya para remaja merokok adalah ingin terlihat

keren, padahal hal itu sama sekali tidak benar. Lalu kalu sudah mencoba merokok dia

juga akan mencoba hal-hal yang lainnya seperti narkoba dan seks bebas.

Himpitan ekonomi yang membuat para remaja stress dan butuh tempat pelarian.

Kurangnya pendidikan Agama dan moral.

Faktor-faktor di atas sebagian besar dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Dengan

berkembang pesatnya teknologi pada zaman sekarang ini, arus informasi menjadi lebih

transparan. Kemampuan masyarakat yang tidak dapat menyaring informasi ini dapat

mengganggu akhlak. Pesatnya perkembangan teknologi dapat membuat masyarakat

melupakan tujuan utama manusia diciptakan, yaitu untuk beribadah.

Untuk mengatasi masalah ini, penulis memeberikan beberapa solusi berdasarkan dalil naqli

dan akli sebagai berikut.

Untuk meghindari salah pergaulan, kita harus pandai memilah dan memilih teman

dekat. Karena pergaulan akan sangat berpengaruh terhadap etika, moral, dan akhlak.

Peran orang tua sangat penting dalam pembentukan karakter seseorang, terutama

dalam mengenalkan pendidikan agama sejak dini. Perhatian dari orang tua juga sangat

penting. Karena pada banyak kasus, kurangnya perhatian orang tua dapat

menyebabkan dampak buruk pada sikap anak.

Memperluas wawasan dan pengetahuan akan sangat berguna untuk menyaring

pengaruh buruk dari lingkungan, misalnya kebiasaan merokok. Dewasa ini, orang-

orang menganggap bahwa merokok meningkatkan kepercayaan diri dalam pergaulan.

Padahal jika dilihat dari sisi kesehatan, merokok dapat menyebabkan banyak

penyakit, baik pada perokok aktif maupun pasif. Sehingga kebiasaan ini tidak hanya

akan mempengaruhi dirinya sendiri, melainkan juga orang-orang di sekelilingnya.

Meningkatkan iman dan takwa dengan cara bersyukur, bersabar, dan beramal sholeh.

BAB IV

KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Perbedaaan antara akhlak, moral, dan etika adalah terletak pada sumber yang

dijadikan patokan untuk menentukan baik dan buruk. Pada etika, penilaian baik buruk

berdasarkan pendapat akal pikiran, dan pada moral berdasarkan kebiasaan yang

berlaku umum di masyarakat, maka pada akhlak ukuran yang digunakan untuk

menentukan baik buruk

2. Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan ke arah yang lebih

maju atau meningkat di berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan

globalisasi adalah suatu proses masuk ke lingkungan dunia, dimana semua informasi

dari berbagai belahan dunia dapat diakses dengan mudah dan cepat. Kedua hal ini

dapat memberi pengaruh positif dan negatif tergantung pada kemampuan masyarakat

untuk menyaring informasi tersebut.

3. Berdasarkan fakta yang ada, dapat dilihat bahwa terjadi kemerosotan nilai akhlak,

seperti tingkat kriminalitas yang tinggi, tingkat aborsi yang tinggi, dan lain-lain. Jika

hal-hal seperti ini tidak diperbaiki, hal ini akan menyebabkan rusaknya generasi

masyarakat di masa yang akan datang. Sehingga tidak mungkin zaman akan berganti

lagi seperti zaman jahiliyah dahulu.

4. Untuk mencegah dan atau memperbaiki kemorosotan akhlak ini, ada berbagai macam

solusi yang dapat dilakukan seperti yang telah disebutkan di atas. Namun pada

dasarnya, semua solusi tersebut mengarah pada pemahaman dan pengamalan

DAFTAR PUSTAKA

http:// grms.multiply.com /2007/08/akhlak-etika-moral.html

http://grms.multiply.com/journal/item/26

http:// grms.multiply.com /2007/11/03/kategori-19/

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Amanita%20Novi%20Yushita,%20S.E./

TEORI%20ETIKA.pdf

ETIKA DAN MORAL

Undang - undang dan etika

Disusun oleh:

Edwin (N11111283)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2014