Upload
wandi-tabshir
View
135
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL PILOT PROJECT
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
PRAJABATAN GOLONGAN III (Student’s Book)
Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia
2009
DAFTAR ISI
SAMBUTAN...................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................ v
DAFTAR ISI....................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................................... 1
A. Latar Belakang................................................ 1
B. Deskripsi Singkat............................................ 2
C. Hasil Belajar.................................................... 3
D. Indikator Hasil Belajar.................................... 3
E. Materi Pokok................................................... 3
F. Manfaat............................................................ 4
BAB II ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA........... 5
1. Etika................................................................. 5
2. Moral................................................................ 13
3. Nilai.................................................................. 16
4. Norma.............................................................. 31
BAB III KODE ETIKA PROFESI..................................... 36
A. Pengertian Profesi............................................ 36
B. Profesionalisme................................................ 50
C. Tujuan Kode Etika Profesi............................... 51
BAB IV KODE ETIKA PROFESI PNS............................. 54
A.Etika Bernegara................................................. 54
B. Etika Berorganisasi.......................................... 59
C. Etika Bermasyarakat........................................ 62
D. Etika Terhadap Diri Sendiri...................... 64
E. Etika Terhadap Sesama PNS .................... 67
BAB V PELANGGARAN KODE ETIK.......................... 69
A. Pelanggaran Kode Etik............................. 70
B. Penegakan Kode Etik................................ 70
C. Sanksi Pelanggaran Kode Etik.................. 73
BAB VI PROSEDUR PENEGAKAN KODE ETIK... 74
A. Majelis Kehormatan Kode Etik................. 74
B. Prosedur Penegakan Kode Etik................. 75
C. Penyampaian Hukuman Pelanggaran Kode Etik
....................................................................... 73
BAB VII PENUTUP...................................................... 78
A. Simpulan................................................... 78
B. Tindak Lanjut............................................ 80
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Perjalanan kehidupan bangsa dan negara selalu mengalami
pasang surut, baik pada tataran kehidupan politik, ekonomi
maupun sosial budaya. Pertanyaan yang selalu muncul,adalah
mengapa demikian ?. Apakah bangsa kita adalah bangsa yang
tidak berbudaya atau tidak bermoral. Realitas kehidupan
membuka mata kita, bangsa ini telah mengalami berbagai
macam krisis, baik krisis politik, ekonomi maupun soial budaya.
Pemerintahan silih berganti terkadang turun dengan tidak wajar,
korupsi terjadi pada semua lembaga negara, baik legeslatif,
yudikati maupun eksekutif. Kekayaan alam berupa hutan
ditebang untuk kepentingan segelintir orang bahkan tidak sedikit
hasil alam dijual ke negara asing, sosial budaya bangsa telah
mengalami asimilasi sehingga sulit dibedakan mana budaya
bangsa Indonesia dan mana budaya bangsa lain. Dari semua
masalah demi masa yang terjadi kunci utamanya adalah masalah
moral dan etika.
Tahun 1998 yang ditandai dengan kejatuhan orde baru
sehingga menimbulkan krisis bangsa dalam semua aspek
kehidupan juga masalahnya adaalah etika dan moral. Olehnya
itu Majelis Pemusyawaratan Rakyat dalam sidang MPR tahun
2001 telah menetapkan suatu ketetapan MPR No. VI Tahun
2001 Tentang Etika Berbangsa dan Bernegara. Dalam Tap MPR
tersebut telah diatur bagaimana etika dalam pemerintahan dan
1
2 Etika Profesi PNS
politik, etika dalam dunia usaha dan ekonomi, etika penegakan
hukum, etika sosial budaya, etika keilmuan dan etika lingkungan
hidup.
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil dalam Negara Kesatuan
Republik Indonesia sangat strategis karena ia adalah
penyelenggara tugas-tugas umum pemerintahan dan
pembangunan. Olehnya itu pembinaan Pegawai Negeri Sipil
harus dikedepankan sebagai upaya sadar sebagaimana yang telah
diamanahkan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian khususnya
pada pasal 12 ayat 1 dan 2 .” Manajemen Pegawai Negeri Sipil
diarahkan untuk dapat terselenggaranya tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan dan untuk mewujudkan tugas-
tugas tersebut maka dibutuhkan Pegawai Negeri Sipil yang
profesional, jujur, adil dan bertanggung jawab melalui
pembinaan karier dan prestasi kerja yang lebih dititik beratkan
pada prestasi kerja.
Dari berbagai permaslahan tersebut diatas maka pemerintah
pada tahun 2004 telah menegeluarkan satu Peraturan Pemerintah
yakni Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Tentang
Jiwa Korsa dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.
B. Deskripsi Singkat Mata Diklat Etika Profesi Pegawai Negeri Sipil membahas
tentang pengertian etika, moral, nilai dan norma,kemudian
penegertian kode etik profesi, tujuan pembinaan etika profesi,
prinsip dasar etika profesi, nilai-nilai dasar etika profesi, ciri-ciri
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 3
profesi, Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, pelanggaran kode etik,
penegakan kode etik, sanksi pelanggaran kode etik, serta majelis
kehormatan kode etik, prosedur penegakan kode etik dan
penyampaian hukuman atas pelanggaran kode etik.
C. Hasil Belajar Dengan mempelajari mata diklat ini, diharapkaan peserta
dapat memperoleh pengetahuan tentang etika dan moral, nilai
serta kode etik profesi Pegawai Negeri Sipil serta bagaimana
peenegakan kode etik dan proses penyelesaian atas pelanggaran
kode etik.
D. Indikator Hasil BelajarSetelah mengikuti pembelajaran ini peserta mampu menjelaskan
konsep etika dan moralitas, kode etik profesi Pegawai Negeri
Sipil, mampu menaati butir-butir etikaPNS, mampu
mengidentifikasi bentuk-bentuk pelanggaran kode etik PNS
serta mampu menjelaskan prosedur pelaporan pelaanggaran
kode etik PNS.
E. Materi Pokok1. Pengertian etika
2. Pengertian Moral
3. Pengertian Nilai dan Norma
4. Pengertian Kode Etik Profesi
5. Prinsip dasar Etika Profesi
6. Nilai-nilai Dasar Etika Profesi
4 Etika Profesi PNS
7. Etika Dalam Bernegara
8. Etika Dalam Berorganisasi
9. Etika Dalam Bermasyarakat
10. Etika Terhadap Diri Sendiri
11. Etika Terhadap Sesama PNS
12. Pelanggaran Kode Etik
13. Penegakan Kode Etik
14. Sanksi Pelanggaran Kode Etik
15. Majelis kehormatan Kode Etik
16. Prosedur Penegakan Kode Etik
17. Penyampaian Hukuman Pelanaggaran Kode Etik
F. ManfaatDengan mempelajari mata diklat ini peserta merasakan langsung
manafaatnya yaitu penambahan pengetahuan tentang etika
profesi Pegawai Negeri Sipil, memiliki keterampilan dalam
memproses penjatuhan hukuman pelanggaran kode etik dan
adanya perubahan sikap dan perilaku yang dilandasi dengan
nilai-nilai profesionalisme dan butir-butir kode etik Pegawai
Negeri Sipil.
BAB II
ETIKA, MORAL, NILAI DAN NORMA
1. Etikaa. Pengertian Etika
Sebelum membahas lebih dalam mengenai etika, moral, nilai dan
norma dalam kancah Aparatur Negara dan Pegawai Negeri Sipil
perlu dibahas terlebih dahulu beberapa pengertian Etika, Moral, Nilai
dan Norma.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dewasa ini dimana
dengan semakin derasnya arus informasi sehingga tidak ada lagi
batasan antara satu negara dengan negara lainnya. Dampak ini juga
sangat dirasakan dalam penerapan etika, sehingga seringkali
terdengar pelanggaran hak azasi manusia dan penyalagunaan
wewenang dan tanggungjawab.
Walaupun demikian dalam melaksanakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara harus tetap ditegakkan nilai-nilai yang
secara normatif harus tetap dijaga keberadaannya.
Istilah dan pengertian etika secara kebahasaan/etimologi, berasal dari
bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau
adat kebiasaan (custom). Biasanya etika berkaitan erat dengan
perkataan moral yang berasal dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan
dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan
atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik
(kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam
kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas
5
6 Etika Profesi PNS
untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah
untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku.
Pengertian moralitas adalah pedoman yang dimiliki setiap individu
atau kelompok mengenai apa yang benar dan salah berdasarkan
standar moral yang berlaku dalam masyarakat.
Disamping itu etika dapat disebut juga sebagai filsafat moral adalah
cabang filsafat yang berbicara tentang tindakan manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan
bagaimana manusia harus bertindak, berdasarkan norma-norma
tertentu.
Moralitas dipertanyakan tampak (tangible) dalam perilaku tidak jujur
dan tidak tampak (intangible) dalam pikiran yang bertentangan
dengan hati nurani dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan.
Moralitas yang dengan sengaja menentang hati nurani adalah soal
integritas, yaitu keteguhan hati untuk berpendirian tetap
mempertahankan nilai-nilai baku.
Jadi pengertian etika dan moralitas memiliki arti yang sama sebagai
sebuah sistem tata nilai tentang bagaimana manusia harus tetap
mempertahankan hidup yang baik, yang kemudian terwujud dalam pola
tingkah laku/perilaku yang konstan dan berulang dalam kurun waktu,
yang berjalan dari waktu kewaktu sehingga menjadi suatu kebiasaan.
Berbeda lagi antara etika dengan etiket, seperti telah dibahas etika adalah
berarti moral sedangkan etiket berarti sopan santun, walaupun keduanya
menyangkut perilaku manusia secara normatif yaitu memberi norma
bagi perilaku manusia dan dengan demikian menyatakan apa yang
diperbolehkan dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua
istilah tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada per-
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 7
samaannya. Istilah etika sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah
berkaitan dengan moral (mores), sedangkan kata etiket adalah ber-
kaitan dengan nilai sopan santun, tata krama dalam pergaulan formal.
Persamaannya adalah mengenai perilaku manusia secara normatif yang
etis. Artinya memberikan pedoman atau norma-norma tertentu yaitu
bagaimana seharusnya seseorang itu melakukan perbuatan dan tidak
melakukan sesuatu perbuatan.Istilah etiket berasal dari Etiquette
(Perancis) yang berarti dari awal suatu kartu undangan yang biasanya
dipergunakan semasa raja-raja di Perancis mengadakan pertemuan
resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan para elite kerajaan atau
bangsawan.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun
yang disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta
panutan dalam bertingkah lake sebagai anggota masyarakat yang baik
dan menyenangkan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari
kata “etiket”, yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan
barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan
sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu
selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Beberapa perbedaan yang mendasar antara etika dan etiket :
Etika Etiket
Etika menyangkut cara
dilakukannya suatu perbuatan
sekaligus memberi norma dari
perbuatan itu sendiri. Misal :
Etiket menyangkut cara (tata acara)
suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misal : Ketika saya
menyerahkan sesuatu kepada orang
8 Etika Profesi PNS
Etika Etiket
Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin
karena mengambil barang
milik orang lain tanpa izin
sama artinya dengan mencuri.
“Jangan mencuri” merupakan
suatu norma etika. Di sini
tidak dipersoalkan apakah
pencuri tersebut mencuri
dengan tangan kanan atau
tangan kiri.
lain, saya harus menyerahkannya
dengan menggunakan tangan kanan.
Jika saya menyerahkannya dengan
tangan kiri, maka saya dianggap
melanggar etiket.
Etika selalu berlaku, baik kita
sedang sendiri atau bersama
orang lain. Misal: Larangan
mencuri selalu berlaku, baik
sedang sendiri atau ada orang
lain. Atau barang yang
dipinjam selalu harus
dikembalikan meskipun si
empunya barang sudah lupa.
Etiket hanya berlaku dalam situasi
dimana kita tidak seorang diri (ada
orang lain di sekitar kita). Bila tidak
ada orang lain di sekitar kita atau
tidak ada saksi mata, maka etiket
tidak berlaku. Misal : Saya sedang
makan bersama bersama teman
sambil meletakkan kaki saya di atas
meja makan, maka saya dianggap
melanggat etiket. Tetapi kalau saya
sedang makan sendirian (tidak ada
orang lain), maka saya tidak
melanggar etiket jika saya makan
dengan cara demikian.
Etika bersifat absolut. “Jangan
mencuri”, “Jangan
Etiket bersifat relatif. Yang
dianggap tidak sopan dalam satu
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 9
Etika Etiket
membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang
tidak bisa ditawar-tawar.
kebudayaan, bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain. Misal
: makan dengan tangan atau
bersendawa waktu makan.
Etika memandang manusia
dari segi dalam. Orang yang
etis tidak mungkin bersifat
munafik, sebab orang yang
bersikap etis pasti orang yang
sungguh-sungguh baik.
Etiket memandang manusia dari
segi lahiriah saja. Orang yang
berpegang pada etiket bisa juga
bersifat munafik. Misal : Bisa saja
orang tampi sebagai “manusia
berbulu ayam”, dari luar sangan
sopan dan halus, tapi di dalam
penuh kebusukan.
Selain ada persamaannya, dan juga ada empat perbedaan antara etika
dan etiket, yaitu secara umumnya sebagai berikut:
1. Etika adalah niat, apakah perbuatan itu boleh dilakukan atau tidak
sesuai pertimbangan niat baik atau buruk sebagai akibatnya. Etiket
adalah menetapkan cara, untuk melakukan perbuatan benar sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Etika adalah nurani (bathiniah), bagaimana harus bersikap etis dan
baik yang sesungguhnya timbul dari kesadaran dirinya. Etiket
adalah formalitas (lahiriah), tampak dari sikap luarnya penuh
dengan sopan santun dan kebaikan.
3. Etika bersifat absolut, artinya tidak dapat ditawar-tawar lagi, kalau
perbuatan baik mendapat pujian dan yang salah harus mendapat
sanksi.Etiket bersifat relatif, yaitu yang dianggap tidak sopan dalam
10 Etika Profesi PNS
suatu kebudayaan daerah tertentu, tetapi belum tentu di tempat
daerah lainnya.
Etika berlakunya, tidak tergantung pada ada atau tidaknya orang lain
yang hadir. Etiket hanya berlaku, jika ada orang lain yang hadir, dan
jika tidak ada orang lain maka etiket itu tidak berlaku.
b. Macam-macam Etika
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang
tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara
moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya,
antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri
sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-
nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
Etika Deskriptif
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan
perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam
hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif
tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai
nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan
situasi dan realitas yang membudaya. Da-pat disimpulkan bahwa
tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam
suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 11
Etika Normatif
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup
ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat
menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan
hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati
dan berlaku di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang
khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku
manusia.
Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan
bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada
keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan
tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih
bersifat sosiologik.
Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang
bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik
buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu
menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan
merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif
dan reflektif.
c. Fungsi Etika
12 Etika Profesi PNS
Etika tidak langsung membuat manusia menjadi lebih baik, itu ajaran
moral, melainkan etika merupakan sarana untuk memperoleh
orientasi kritis berhadapan dengan pelbagai moralitas yang
membingungkan. Etika ingin menampilkan ketrampilan intelektual
yaitu ketrampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
Orientasi etis ini diperlukan dalam mengabil sikap yang wajar dalam
suasana pluralisme. Pluralisme moral diperlukan karena:
pandangan moral yang berbeda-beda karena adanya perbedaan
suku, daerah budaya dan agama yang hidup berdampingan;
modernisasi membawa perubahan besar dalam struktur dan nilai
kebutuhan masyarakat yang akibatnya menantang pandangan
moral tradisional;
berbagai ideologi menawarkan diri sebagai penuntun kehidupan,
masing-masing dengan ajarannya sendiri tentang bagaimana
manusia harus hidup.
Etika secara umum dapat dibagi menjadi etika umum yang berisi
prinsip serta moral dasar dan etika khusus atau etika terapan yang
berlaku khusus. Etika khusus ini masih dibagi lagi menjadi etika
individual dan etika sosial. Etika sosial dibagi menjadi:
(1) Sikap terhadap sesama;
(2) Etika keluarga
(3) Etika profesi misalnya etika untuk pustakawan, arsiparis,
dokumentalis, pialang informasi
(4) Etika politik
(5) Etika lingkungan hidup , serta
(6) Kritik ideologi Etika adalah filsafat atau pemikiran kritis
rasional tentang ajaran moral sedangka moral adalah ajaran
baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap,
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 13
kewajiban dsb. Etika selalu dikaitkan dengan moral serta harus
dipahami perbedaan antara etika dengan moralitas.
2. Morala. Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’
yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-
masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita
membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis,
kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut
sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain,
kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti
kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya
saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin.
Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu
tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam
masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu
bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan
norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada
dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak.
Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral
suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas
adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk.
14 Etika Profesi PNS
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat pada sekelompok manusia. Ajaran moral mengajarkan
bagaimana orang harus hidup. Ajaran moral merupakan rumusan
sistematik terhadap anggapan tentang apa yang bernilai serta
kewajiban manusia.
Etika merupakan ilmu tentang norma, nilai dan ajaran moral. Etika
merupakan filsafat yang merefleksikan ajaran moral. Pemikiran
filsafat mempunyai 5 ciri khas yaitu bersifat rasional, kritis,
mendasar, sistematik dan normatif (tidak sekadar melaporkan
pandangan moral melainkan menyelidiki bagaimana pandangan
moral yang sebenarnya).
b. Moralitas
Ajaran moral memuat pandangan tentang nilai dan norma moral yang
terdapat di antara sekelompok manusia. Adapun nilai moral adalah
kebaikan manusia sebagai manusia. Norma moral adalah tentang
bagaimana manusia harus hidup
Supaya menjadi baik sebagai manusia. Ada perbedaan antara
kebaikan moral dan kebaikan pada umumnya. Kebaikan moral
merupakan kebaikan manusia sebagai manusia sedangkan kebaikan
pada umumnya merupakan kebaikan manusia dilihat dari satu segi
saja, misalnya sebagai suami atau isteri, sebagai pustakawan.
Moral berkaitan dengan moralitas. Moralitas adala sopan santun,
segala sesuatu yang berhubungan dengan etiket atau sopan santun.
Moralitas dapat berasal dari sumber tradisi atau adat, agama atau
sebuah ideologi atau gabungan dari beberapa sumber. Etika dan
moralitas Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan
merupakan filsafat yang mereflesikan ajaran moral. Pemikiran
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 15
filsafat mempunyai lima ciri khas yaitu rasional, kritis, mendasar,
sistematik dan normatif. Rasional berarti mendasarkan diri pada rasio
atau nalar, pada argumentasi yang bersedia untuk dipersoalkan tanpa
perkecualian. Kritis berarti filsafat ingin mengerti sebuah masalah
sampai ke akar-akarnya, tidak puas dengan pengertian dangkal.
Sistematis artinya membahas langkah demi langkah. Normatif
menyelidiki bagaimana pandangan moral yang seharusnya. Etika dan
agama
Etika tidak dapat menggantikan agama. Orang yang percaya
menemukan orientasi dasar kehidupan dalam agamanya. Agama
merupakan hal yang tepat untuk memberikan orientasi moral.
Pemeluk agama menemukan orientasi dasar ehidupan dalam
agamanya. Akan tetapi agama itu memerlukan ketrampilan etika agar
dapat memberikan orientasi, bukan sekadar indoktrinasi. Hal ini
disebabkan empat alasan sebagai berikut:
1. Orang agama mengharapkan agar ajaran agamanya rasional. Ia
tidak puas mendengar bahwa Tuhan memerintahkan sesuatu,
tetapu ia juga ingin mengertimengapa Tuhan memerintahkannya.
Etika dapat membantu menggali rasionalitas agama.
2. Seringkali ajaran moral yang termuat dalam wahyu mengizinkan
interpretasi yang saling berbeda dan bahkan bertentangan.
3. Karena perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan
masyarakat maka agama menghadapi masalah moral yang secara
langsung tidak disinggung-singgung dalam wahyu. Misalnya
bayi tabung, reproduksi manusia dengan gen yang sama.
4. Adanya perbedaan antara etika dan ajaran moral. Etika
mendasarkan diri pada argumentasi rasional semata-mata
sedangkan agama pada wahyunya sendiri. Oleh karena itu ajaran
16 Etika Profesi PNS
agama hanya terbuka pada mereka yang mengakuinya sedangkan
etika terbuka bagi setiap orang dari
3. Nilai
a. Pengertian Nilai
Untuk memahami pengertian nilai secara lebih dalam, berikut ini
akan disajikan sejumlah definisi nilai dari beberapa ahli.
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-
state of existence is personally or socially preferable to an opposite
or converse mode of conduct or end-state of existence.” (Rokeach,
1973 hal. 5)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of
behaving and about desirable or undesireable goals or end-states.”
(Feather, 1994 hal. 184)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance,
that serve as guiding principles in the life of a person or other social
entity.” (Schwartz, 1994 hal. 21)
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah
(1) suatu keyakinan, (2) berkaitan dengan cara bertingkah laku atau
tujuan akhir tertentu, (3) melampaui situasi spesifik, (4) mengarahkan
seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan kejadian-
kejadian, serta (5) tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan
pemahaman tentang nilai, yaitu (1) suatu keyakinan, (2) berhubungan
dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu. Jadi dapat
disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai cara
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 17
bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Pemahaman tentang nilai tidak terlepas dari pemahaman tentang
bagaimana nilai itu terbentuk. Schwartz berpandangan bahwa nilai
merupakan representasi kognitif dari tiga tipe persyaratan hidup
manusia yang universal, yaitu :
1. kebutuhan individu sebagai organisme biologis;
2. persyaratan interaksi sosial yang membutuhkan koordinasi
interpersonal;
3. tuntutan institusi sosial untuk mencapai kesejahteraan kelompok
dan kelangsungan hidup kelompok (Schwartz & Bilsky, 1987;
Schwartz, 1992, 1994).
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz
mengemukakan teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang
universal sifatnya yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme,
motif sosial (interaksi), dan tuntutan institusi sosial (Schwartz &
Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut membawa implikasi terhadap nilai
sebagai sesuatu yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat
timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition,
conformity) atau berdasarkan prioritas pribadi / individual (power,
achievement, hedonism, stimulation, self-direction), atau kedua-
duanya (universalism, security). Nilai individu biasanya mengacu
pada kelompok sosial tertentu atau disosialisasikan oleh suatu
kelompok dominan yang memiliki nilai tertentu (misalnya
pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat kerja) atau melalui
pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube, Mayton II &
Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973; Schwartz, 1994).
18 Etika Profesi PNS
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan
yang hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi
seleksi berbagai modus tingkah laku yang mungkin dilakukan
individu atau mempengaruhi pemilihan tujuan akhir tingkah laku
(Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih diinginkan’ ini memiliki
pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah laku, dan dengan
demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat
kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik
tertentu untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah,
yaitu dihasilkan oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi
yang tertuang dalam struktur psikologis individu (Danandjaja, 1985),
maka nilai menjadi tahan lama dan stabil (Rokeach, 1973). Jadi nilai
memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun masih mungkin
berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi
perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap
(Danandjaja, 1985).
b. Tipe Nilai (Value Type)
Penelitian Schwartz mengenai nilai salah satunya bertujuan untuk
memecahkan masalah apakah nilai-nilai yang dianut oleh manusia
dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe nilai (value type). Lalu
masing-masing tipe tersebut terdiri pula dari sejumlah nilai yang
lebih khusus. Setiap tipe nilai merupakan wilayah motivasi tersendiri
yang berperan memotivasi seseorang dalam bertingkah laku. Karena
itu, Schwartz juga menyebut tipe nilai ini sebagai motivational type
of value.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 19
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994)
mengemukakan adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh
manusia, yaitu :
1. Power. Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe
kebutuhan yang universal, yaitu transformasi kebutuhan
individual akan dominasi dan kontrol yang diidentifikasi melalui
analisa terhadap motif sosial. Tujuan utama dari tipe nilai ini
adalah pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau
dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu. Nilai
khusus (spesific values) tipe nilai ini adalah : social power,
authority, wealth, preserving my public image dan social
recognition.
2. Achievement. Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan
pribadi dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial.
Unjuk kerja yang kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang
merasa perlu untuk mengembangkan dirinya, serta jika interaksi
sosial dan institusi menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada
tipe nilai ini adalah : succesful, capable, ambitious, influential.
3. Hedonism. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik
dan kenikmatan yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan
tersebut. Tipe nilai ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan
untuk diri sendiri. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : pleasure, enjoying life.
4. Stimulation. Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik
akan variasi dan rangsangan untuk menjaga agar aktivitas
seseorang tetap pada tingkat yang optimal. Unsur biologis
mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah
pengaruh pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan
20 Etika Profesi PNS
individual tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari
tipe nilai ini adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai
khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : daring, varied life,
exciting life.
5. Self-direction. Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan
tindakan yang tidak terikat (independent), seperti memilih,
mencipta, menyelidiki. Self-direction bersumber dari kebutuhan
organismik akan kontrol dan penguasaan (mastery), serta
interaksi dari tuntutan otonomi dan ketidakterikatan. Nilai khusus
yang termasuk tipe nilai ini adalah : creativity, curious, freedom,
choosing own goals, independent.
6. Universalism. Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan
tindakan prososial. Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan,
toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap
kesejahteraan umat manusia. Contoh nilai khusus yang termasuk
tipe nilai ini adalah : broad-minded, social justice, equality,
wisdom, inner harmony.
7. Benevolence. Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya
tentang konsep prososial. Bila prososial lebih pada kesejahteraan
semua orang pada semua kondisi, tipe nilai benevolence lebih
kepada orang lain yang dekat dari interaksi sehari-hari. Tipe ini
dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu kebutuhan
interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok, dan
kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari
tipe nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang
terlibat dalam kontak personal yang intim. Nilai khusus yang
termasuk tipe nilai ini adalah : helpful, honest, forgiving,
responsible, loyal, true friendship, mature love.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 21
8. Tradition. Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-
simbol dan tingkah laku yang merepresentasikan pengalaman dan
nasib mereka bersama. Tradisi sebagian besar diambil dari ritus
agama, keyakinan, dan norma bertingkah laku. Tujuan
motivasional dari tipe nilai ini adalah penghargaan, komitmen,
dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi, adat istiadat, atau
agama. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : humble,
devout, accepting my portion in life, moderate, respect for
tradition.
9. Conformity. Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan
terhadap tingkah laku, dorongan-dorongan individu yang
dipandang tidak sejalan dengan harapan atau norma sosial. Ini
diambil dari kebutuhan individu untuk mengurangi perpecahan
sosial saat interaksi dan fungsi kelompok tidak berjalan dengan
baik. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :
politeness, obedient, honoring parents and elders, self discipline.
10. Security. Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah
mengutamakan keamanan, harmoni, dan stabilitas masyarakat,
hubungan antar manusia, dan diri sendiri. Ini berasal dari
kebutuhan dasar individu dan kelompok. Tipe nilai ini
merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan
kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :
national security, social order, clean, healthy, reciprocation of
favors, family security, sense of belonging.
c. Struktur Hubungan Nilai
Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa
terdapat suatu struktur yang menggambarkan hubungan di antara
22 Etika Profesi PNS
nilai-nilai tersebut. Untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar
nilai, asumsi yang dipegang adalah bahwa pencapaian suatu tipe nilai
mempunyai konsekuensi psikologis, praktis, dan sosial yang dapat
berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring (compatible) dengan
pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai achievement
akan berkonflik dengan pencapaian nilai benevolence, karena
individu yang mengutamakan kesuksesan pribadi dapat merintangi
usahanya meningkatkan kesejahteraan orang lain. Sebaliknya,
pencapaian nilai benevolence dapat berjalan selaras dengan
pencapaian nilai conformity karena keduanya berorientasi pada
tingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok sosial.
Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan
sistem hubungan antar nilai sebagai berikut :
1) Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan
pada superioritas sosial dan harga diri
2) Tipe nilai achievement dan hedonism, keduanya
menekankan pada pemuasan yang terpusat pada diri
sendiri
3) Tipe nilai hedonism dan stimulation, keduanya
menekankan keinginan untuk memenuhi kegairahan dalam
diri
4) Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya
menekankan minat intrinsik dalam bidang baru atau
menguasai suatu bidang
5) Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya
mengekspresikan keyakinan terhadap keputusan atau
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 23
penilaian diri dan pengakuan terhadap adanya keragaman
dari hakekat kehidupan
6) Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya
menekankan orientasi kesejahteraan orang lain dan tidak
mengutamakan kepentingan pribadi
7) Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya
menekankan tingkah laku normatif yang menunjang
interaksi intim antar pribadi
8) Tipe nilai benevolence dan tradition, keduanya
mengutamakan pentingnya arti suatu kelompok tempat
individu berada
9) Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan
pentingnya memenuhi harapan sosial di atas kepentingan
diri sendiri
10) Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan
pentingnya aturan-aturan sosial untuk memberi kepastian
dalam hidup
11) Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan
perlindungan terhadap aturan dan harmoni dalam
hubungan sosial
12) Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan
perlunya mengatasi ancaman ketidakpastian dengan cara
mengontrol hubungan antar manusia dan sumberdaya
yang ada.
Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz
menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi
bipolar, yaitu :
24 Etika Profesi PNS
1) Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran
dan tindakan independen yang berlawanan dengan
dimensi conservation yang mengutamakan batasan-
batasan terhadap tingkah laku, ketaatan terhadap aturan
tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas. Dimensi
opennes to change berisi tipe nilai stimulation dan self
direction, sedangkan dimensi conservation berisi tipe nilai
conformity, tradition, dan security.
2) Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang
menekankan penerimaan bahwa manusia pada hakekatnya sama
dan memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan
dengan dimensi self-enhancement yang mengutamakan
pencapaian sukses individual dan dominasi terhadap orang lain.
Tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-transcendence
adalah universalism dan benevolence. Sedangkan tipe nilai yang
termasuk dalam dimensi self-enhancement adalah achievement
dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan dimensi
self-enhancement maupun openness to change
Hubungan Nilai Dan Tingkah Laku
Di dalam kehidupan manusia, nilai berperan sebagai standar yang
mengarahkan tingkah laku. Nilai membimbing individu untuk
memasuki suatu situasi dan bagaimana individu bertingkah laku
dalam situasi tersebut (Rokeach, 1973; Kahle dalam Homer & Kahle,
1988). Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam
memilih dan memutuskan sesuatu (Williams dalam Homer & Kahle,
1988). Danandjaja (1985) mengemukakan bahwa nilai memberi arah
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 25
pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta memberi
pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap
individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai
dampak dari pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat
dikatakan bahwa nilai merupakan faktor penentu dalam berbagai
tingkah laku sosial (Rokeach, 1973; Danandjaja, 1985).
Mengacu pada BST, nilai merupakan salah satu komponen yang
berperan dalam tingkah laku : perubahan nilai dapat mengarahkan
terjadinya perubahan tingkah laku. Hal ini telah dibuktikan dalam
sejumlah penelitian yang berhasil memodifikasi tingkah laku dengan
cara mengubah sistem nilai (Grube dkk., 1994; Sweeting, 1990;
Waller, 1994; Greenstein, 1976; Grube, Greenstein, Rankin &
Kearney, 1977; Schwartz & Inbar-Saban, 1988). Perubahan nilai
telah terbukti secara signifikan menyebabkan perubahan pula pada
sikap dan tingkah laku memilih pekerjaan, merokok, mencontek,
mengikuti aktivitas politik, pemilihan teman, ikut serta dalam
aktivitas penegakan hak asasi manusia, membeli mobil, hadir di
gereja, memilih aktivitas di waktu senggang, berhubungan dengan ras
lain, menggunakan media masa, mengantisipasi penggunaan media,
dan orientasi politik (Homer & Kahle, 1988).
d. Fungsi Nilai
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994),
fungsinya ialah:
Membimbing individu dalam mengambil posisi
tertentu dalam social issues tertentu (Feather, 1994).
26 Etika Profesi PNS
Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai
ideologi politik tertentu dibanding ideologi politik
yang lain.
Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang
lain.
Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan
mempengaruhi orang lain, memberitahu individu
akan keyakinan, sikap, nilai dan tingkah laku
individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan
dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.
2) Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik
dan pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973;
Schwartz, 1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan
mengaktivasi beberapa nilai dalam sistim nilai individu.
Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi adalah nilai-nilai yang
dominan pada individu yang bersangkutan.
3) Fungsimotivasional. Fungsi langsung dari nilai adalah
mengarahkan tingkah laku individu dalam situasi sehari-hari,
sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah untuk
mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan
memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu
untuk melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973;
Schwartz, 1994), memberi arah dan intensitas emosional tertentu
terhadap tingkah laku (Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh
teori yang menyatakan bahwa nilai juga merepresentasikan
kebutuhan (termasuk secara biologis) dan keinginan, selain
tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 27
Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz,
1994; Feather, 1994) sehingga pembahasan nilai sebagai keyakinan
perlu untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama
keterkaitannya dengan tingkah laku. Nilai itu sendiri merupakan
keyakinan yang tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa
cara atau akhir tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak
diinginkan. Hal ini sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai
adalah suatu keyakinan yang melandasi seseorang untuk bertindak
berdasarkan pilihannya (dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk.
(1991) mengemukakan bahwa keyakinan, dalam konsep Rokeach,
bukan hanya pemahaman dalam suatu skema konseptual, tapi juga
predisposisi untuk bertingkah laku yang sesuai dengan perasaan
terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Dalam Rokeach (1973) dikatakan, sebagai keyakinan, nilai memiliki
aspek kognitif, afektif dan tingkah laku dengan penjelasan sebagai
berikut:
1) Nilai meliputi kognisi tentang apa yang diinginkan,
menjelaskan pengetahuan, opini dan pemikiran individu
tentang apa yang diinginkan.
2) Nilai meliputi afektif, di mana individu atau kelompok
memiliki emosi terhadap apa yang diinginkan, sehingga
nilai menjelaskan perasaan individu atau kelompok
terhadap apa yang diinginkan itu.
3) Nilai memiliki komponen tingkah laku, artinya nilai
merupakan variabel yang berpengaruh dalam
mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan.
28 Etika Profesi PNS
Pemahaman nilai sebagai keyakinan, tidak dapat dipisahkan dari
model yang dikembangkan Rokeach pertama kali pada tahun 1968,
yang disebut Belief System Theory (BST). Grube dkk. (1994)
menjelaskan bahwa BST adalah organisasi dari teori yang
menjelaskan dan mengerti bagaimana keyakinan dan tingkah laku
saling berhubungan, serta dalam kondisi apa sistem keyakinan dapat
dipertahankan atau diubah. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam
BST, tingkah laku merupakan fungsi dari sikap, nilai dan konsep diri.
Menurut Grube, Mayton, II & Rokeach (1994), BST merupakan
suatu kerangka berpikir yang berupaya menjelaskan adanya
organisasi antara sikap (attitude), nilai (value), dan tingkah laku
(behavior). Menurut teori ini, keyakinan dan tingkah laku saling
berkaitan. Keyakinan-keyakinan yang dimiliki individu terorganisasi
dalam suatu dimensi sentralitas atau dimensi derajat kepentingan.
Suatu keyakinan yang lebih sentral akan memiliki implikasi dan
konsekuensi yang besar terhadap keyakinan lain. Jadi perubahan
suatu keyakinan yang lebih sentral akan memberikan dampak yang
lebih besar terhadap tingkah laku dibandingkan pada keyakinan-
keyakinan lain yang lebih rendah sentralitasnya. Urutan keyakinan
menurut derajat sentralitasnya adalah self-conceptions, value, dan
attitude.
Sikap (attitude) adalah keyakinan yang menempati posisi
periferal/tepi atau paling rendah sentralitasnya dalam BST. Sikap
merupakan suatu organisasi dari keyakinan-keyakinan sehari-hari
tentang obyek atau situasi. Jumlah sikap yang dimiliki individu dapat
berhubungan dengan banyak obyek atau situasi yang berbeda-beda.
Karenanya seseorang dapat memiliki sikap yang ribuan jumlahnya.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 29
Mengingat sikap adalah keyakinan yang periferal, maka perubahan
sikap hanya memiliki pengaruh yang terbatas pada tingkah laku.
Nilai (value) adalah keyakinan berikutnya yang lebih sentral. Nilai
melampaui suatu obyek dan situasi tertentu. Nilai memegang peranan
penting karena merupakan representasi kognitif dari kebutuhan
individu di satu sisi dan tuntutan sosial di sisi lain.
Konsep diri (self-conceptions) adalah keyakinan sentral dari BST.
Menurut Rokeach (dalam Grube, Mayton, II & Rokeach, 1994)
konsep diri adalah keseluruhan konsepsi individu tentang dirinya
yang meliputi organisasi semua kognisi dan konotasi afektif yang
berupaya menjawab pertanyaan "Siapa diri saya ini?". Semua
keyakinan lain dan tingkah laku terorganisasi di sekeliling konsep
diri dan berupaya menjaga konsep diri yang positif.
Jadi, perubahan pada satu komponen BST, akan menyebabkan
perubahan pada komponen lain termasuk tingkah laku. Berbeda
dengan sikap, nilai adalah keyakinan tunggal yang mengatasi obyek
maupun situasi. Karenanya, perubahan nilai lebih dimungkinkan
akan menyebabkan perubahan komponen lainnya dibandingkan yang
lain.
Pengukuran Nilai
Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri
yang dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis.
Rokeach value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri
membutuhkan pemahaman kognitif maupun afektif terhadap diri
sendiri, termasuk untuk membedakan antara nilai ideal normatif dan
nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan hal ini, Schwartz,
Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan antara
30 Etika Profesi PNS
respon terhadap social desirability dan skala nilai berdasarkan
pelaporan diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada
pengukuran nilai yang mengandung aspek social desirability tinggi,
yaitu pada tipe nilai hedonism, stimulation, self-direction,
achievement dan power. Jadi pengukuran nilai yang menggunakan
skala pelaporan diri pada penelitian yang banyak dipengaruhi aspek
social desirability seperti dalam penelitian ini (mis. tingkah laku
seksual) kurang baik.
Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah
dengan teknik wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach
(1973) untuk menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia
melakukan wawancara dengan para responden yang dimintanya
untuk menjawab pertanyaan tentang nilai apa yang menjadi tujuan
akhir mereka.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai
seseorang akan tampak dalam beberapa indikator :
1) Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah
laku dan tujuan akhir tertentu, maka indikator pertama
adalah pernyataan tentang keinginan-keinginan, prinsip
hidup dan tujuan hidup seseorang.
2) Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam
kehidupannya sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap
bagaimana seseorang bertingkah laku, memberi arah pada
tingkah laku dan memberi pedoman untuk memilih
tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang
mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah
laku dapat dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang
lebih diinginkan oleh seseorang.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 31
3) Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa
besar seseorang berusaha mencapai apa yang
diinginkannya dan intensitas emosional yang diatribusikan
terhadap usahanya tersebut, dapat menjadi ukuran tentang
kekuatan nilai yang dianutnya.
4) Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan
konflik dan mengambil keputusan. Dalam keadaan-
keadaan dimana seseorang harus mengambil keputusan
dari situasi yang menimbulkan konflik, nilainya yang
dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang
dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator
tentang nilai yang dianutnya.
5) Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam
mengambil posisi tertentu dalam suatu topik sosial tertentu
dan mengevaluasinya. Jadi apa pendapat seseorang
tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia
mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilai-
nilainya.
4. Norma
a. Pengertian Norma
Di dalam kehidupan sehari-hari sering dikenal dengan istilah norma-
norma atau kaidah, yaitu biasanya suatu nilai yang mengatur dan
memberikan pedoman atau patokan tertentu bagi setiap orang atau
masyarakat untuk bersikap tindak, dan berperilaku sesuai dengan
peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Patokan atau
32 Etika Profesi PNS
pedoman tersebut sebagai norma (norm) atau kaidah yang merupakan
standar yang harus ditaati atau dipatuhi (Soekanto: 1989:7).
Kehidupan masyarakat terdapat berbagai golongan dan aliran yang
beraneka ragam, masing-masing mempunyai kepentingan sendiri, akan
tetapi kepentingan bersama itu mengharuskan adanya ketertiban dan
keamanan dalam kehidupan sehari-hari dalam bentuk peraturan yang
disepakati bersama, yang mengatur tingkah laku dalam masyarakat,
yang disebut peraturan hidup.Untuk memenuhi kebutuhan dan
kepentingan kehidupan dengan aman, tertib dan damai tanpa gangguan
tersebut, maka diperlukan suatu tata (orde=ordnung), dan tata itu
diwujudkan dalam “aturan main” yang menjadi pedoman bagi segala
pergaulan kehidupan sehari-hari, sehingga kepentingan masing-masing
anggota masyarakat terpelihara dan terjamin. Setiap anggota masyarakat
mengetahui “hak dan kewajibannya masing-masing sesuai dengan tata
peraturan”, dan tata itu lazim disebut “kaedah” (bahasa Arab), dan
“norma” (bahasa Latin) atau ukuran-ukuran yang menjadi pedoman,
norma-norma tersebut mempunyai dua macam menurut isinya, yaitu:
1. Perintah, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk berbuat
sesuatu oleh karena akibatnya dipandang baik.
2. Larangan, yang merupakan keharusan bagi seseorang untuk tidak
berbuat sesuatu oleh karena akibatnya dipandang tidak
baik.Artinya norma adalah untuk memberikan petunjuk kepada
manusia bagaimana seseorang hams bertindak dalam masyarakat
serta perbuatan-perbuatan mana yang harus dijalankannya, dan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dihindari (Kansil, 1989:81).
Norma-norma itu dapat dipertahankan melalui sanksi-sanksi, yaitu
berupa ancaman hukuman terhadap siapa yang telah melanggarnya.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 33
Tetapi dalam kehidupan masyarakat yang terikat oleh peraturan
hidup yang disebut norma, tanpa atau dikenakan sanksi atas
pelanggaran, bila seseorang melanggar suatu norma, maka akan
dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat dan sifatnya suatu
pelanggaran yang terjadi, misalnya sebagai berikut:
Semestinya tahu aturan tidak akan berbicara sambil menghisap
rokok di hadapan tamu atau orang yang dihormatinya, dan
sanksinya hanya berupa celaan karena dianggap tidak sopan
walaupun merokok itu tidak dilarang.Seseorang tamu yang
hendak pulang, menurut tata krama harus diantar sampai di muka
pintu rumah atau kantor, bila tidak maka sanksinya hanya berupa
celaan karena dianggap sombong dan tidak menghormati
tamunya.
Mengangkat gagang telepon setelah di ujung bunyi ke tiga
kalinya serta mengucapkan salam, dan jika mengangkat telepon
sedang berdering dengan kasar, maka sanksinya dianggap
“intrupsi” adalah menunjukkan ketidaksenangan yang tidak sopan
dan tidak menghormati si penelepon atau orang yang ada
disekitarnya.
Orang yang mencuri barang milik orang lain tanpa sepengetahu-
an pemiliknya, maka sanksinya cukup berat dan bersangkutan
dikenakan sanksi hukuman, baik hukuman pidana penjara maupun
perdata (ganti rugi).
Kemudian norma tersebut dalam pergaulan hidup terdapat empat (4)
kaedah atau norma, yaitu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan
hukum . Dalam pelaksanaannya, terbagi lagi menjadi norma-norma
umum (non hukum) dan norma hukum, pemberlakuan norma-norma
34 Etika Profesi PNS
itu dalam aspek kehidupan dapat digolongkan ke dalam dua macam
kaidah, sebagai berikut:
1. Aspek kehidupan pribadi (individual) meliputi:
Kaidah kepercayaan untuk mencapai kesucian hidup pribadi
atau kehidupan yang beriman.
Kehidupan kesusilaan, nilai moral, dan etika yang tertuju
pada kebaikan hidup pribadi demi tercapainya kesucian hati
nu-rani yang berakhlak berbudi luhur (akhlakul kharimah).
2. Aspek kehidupan antar pribadi (bermasyarakat) meliputi:
Kaidah atau norma-norma sopan-santun, tata krama dan
etiketdalam pergaulan sehari-hari dalam bermasyarakat
(pleasantliving together).
Kaidah-kaidah hukum yang tertuju kepada terciptanya ke-
tertiban, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama
atau bermasyarakat yang penuh dengan kepastian atau
ketenteraman (peaceful living together).Sedangkan masalah
norma non hukum adalah masalah yang cukup penting dan
selanjutnya akan dibahas secara lebih luas mengenai kode
perilaku dan kode profesi Humas/PR, yaitu seperti nilai-nilai
moral, etika, etis, etiket, tata krama dalam pergaulan sosial
atau bermasyarakat, sebagai nilai aturan yang telah disepakati
bersama, dihormati, wajib dipatuhi dan ditaati.
Norma moral tersebut tidak akan dipakai untuk menilai seorang dokter
ketika mengobati pasiennya, atau dosen dalam menyampaikan materi
kuliah terhadap para mahasiswanya, melainkan untuk menilai
bagaimana sebagai profesional tersebut menjalankan tugas dan ke-
wajibannya dengan baik sebagai manusia yang berbudi luhur, juiur,
bermoral, penuh integritas dan bertanggung jawab.Terlepas dari
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 35
mereka sebagai profesional tersebut jitu atau tidak dalam memberikan
obat sebagai penyembuhnya, atau metodologi dan keterampilan dalam
memberikan bahan kuliah dengan tepat. Dalam hal ini yang ditekankan
adalah “sikap atau perilaku” mereka dalam menjalankan tugas dan
fungsi sebagai profesional yang diembannya untuk saling menghargai
sesama atau kehidupan manusia.
Pada akhirnya nilai moral, etika, kode perilaku dan kode etik standard
profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolok ukur dan acuan
untuk mengambil keputusan tentang tindakan apa yang akan dilakukan
dalam berbagai situasi dan kondisi tertentu dalam memberikan
pelayanan profesi atau keahliannya masing-masing. Pengambilan
keputusan etis atau etik, merupakan aspek kompetensi dari perilaku
moral sebagai seorang profesional yang telah memperhitungkan
konsekuensinya, secara matang baik-buruknya akibat yang
ditimbulkan dari tindakannya itu secara obyektif, dan sekaligus me-
miliki tanggung jawab atau integritas yang tinggi. Kode etik profesi
dibentuk dan disepakati oleh para profesional tersebut bukanlah di-
tujukan untuk melindungi kepentingan individual (subyektif), tetapi
lebih ditekankan kepada kepentingan yang lebih luas (obyektif).
BAB III
KODE ETIKA PROFESI
A. Pengertian ProfesiBelum ada kata sepakat mengenai pengertian profesi karena tidak ada
standar pekerjaan/tugas yang bagaimanakah yang bisa dikatakan
sebagai profesi. Ada yang mengatakan bahwa profesi adalah “jabatan
seseorang walau profesi tersebut tidak bersifat komersial”. Secara
tradisional ada 4 profesi yang sudah dikenal yaitu kedokteran,
hukum, pendidikan, dan kependetaan.
Beberapa catatan tentang profesi, profesional dan etika profesional
sebagai pelayan masyarakat ditinjau dari sudut pandang bidang
keilmuan masing-masing penulis.
a. Reader (jenis profesi dari sudut pandang sejarawan): Dalam
perjalanan sejarah, hanya ada 3 (tiga ) jenis profesi yang liberal
yakni dibidang : kerohanian, fisik dan hukum. Pengertian fisik
dalam tulisan Reader mengacu pada profesi kedokteran dan
pelayan kesehatan lainnya
Reader,W.J, Professional men: The Rise of Professional
Classses in Nine-teenth Century England. London: Weidenfeld
& Nicholson, 1966.
b. Hakim Brandeis memberikan pengertian profesi sebagai :
pekerjaan yang awalnya memerlukan pelatihan intelektual,
yang menyangkut pengetahuan sampai tahap tertentu
(kesarjanaan), yang berbeda dari sekedar keahlian atau
kecakapan semata. Pekerjaan ini bukan hanya demi diri sendiri
tapi sebagian besar demi kebaikan (pro bono) orang lain
36
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 37
(bersifat altruistis), dan imbalan tidak diterima sebagai ukuran
keberhasilan. Ada beda mendasar antara pengetahuan dan
keahlian seorang profesional. Sasaran profesional adalah
kebaikan klien. Kebaikan ada didalam pengetahuan. Kebaikan
memiliki kekuatan dan fungsi untuk mengatur perolehan dan
penerapan ilmu, sedang keahlian merupakan pengetahuan yang
diterapkan oleh praktisi untuk melayani suatu tujuan.
Pengertian profesi dari Brandeis lebih ditekankan pada
’motivasi’ sebagai netralitas moral keahlian sebagai ’ciri’
seorang profesional. Brandeis, Louis, Business-A Proffesion.,
Boston: Hale, Cushman & Flint, 1933.
c. Menurut May, perbedaan mendasar antara seorang profesional
dengan seorang ahli adalah: Seorang profesional yang
menyatakan ikrar kepada publik, mempunyai ikatan moral
khusus dengan klien, sedangkan ahli tidak. Dengan kata lain
seorang ahli adalah warga masyarakat biasa (bukan
profesional). May, William F, The Physician’s Covenant:
Images of the Healer in Medical Ethics, Philadelphia:
Westminster Press, 1983
d. Menurut Lebacqz, pengertian ‘memiliki keahlian khusus’
menimbulkan kerancuan pada istilah ‘profesi’ ataupun
‘profesional’ contohnya: karena memiliki keahlian dalam
berdagang, maka pedagang merasa diri seorang profesional.
Lebaqz, Karen, Professional Ethics: Power and Paradox,
Nashville Tenessee: Abingdon Press, 1985.
e. Menurut Freidson, pengetahuan dan keahlian profesional harus
selalu diterapkan untuk menuju suatu tujuan. Ciri objektif
tersebut dipahami oleh penyandang profesi sebagai ideologi
38 Etika Profesi PNS
yang harus diwujudkan dalam praktik yang etis dan bukan
ideologi ekonomis untuk mencapai prestise atau untuk
mempertahankan status/hak istimewa tertentu. Secara spesifik
Freidson mengemukakan bahwa, mengistilahkan ‘pengetahuan
profesional’ sebagai ‘formal’ sebenarnya berbicara mengenai
jumlah (kuantitas) yang tetap tidak bermakna manakala tidak
mempunyai tujuan/sasaran seperti diatas.
Freidson Elliot, Professional Powers: A Study of The
Institutionalization of Formal Knowledge, Chicago: University
of Chicago Press,1986.
f. Moore menyatakan bahwa seorang profesional wajib
mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan
profesional dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai
lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan melalui interaksi
dengan klien. Di dalam bukunya, Moore mengabaikan
kemungkinan profesional juga belajar melalui kliennya
Moore, Wilbert E, The Professions : Roles and Rules, New
York: Russel Sage Foundation, 1970.
g. Larson menuliskan bahwa, peradaban membawa konsekuensi
munculnya karakteristik yang hanya dapat dipahami oleh
kelompok (peer) tertentu. Larson mencatat bahwa profesi
tertentu mengembangkan karakteristik-karakteristik yang
istimewa (distingtif) di Inggris dan Amerika Serikat dan
diyakini akan terjadi di belahan dunia lainnya. Penggunaan
terma distingtif dalam kaitannya dengan pemahaman pihak di
luar komunitas profesi bersangkutan. Larson, Magali Sarfatti,
The Rise of Professionalism : A Sociological Analysis. Berkeley
: University of California Press, 1977.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 39
h. Levy mengatakan bahwa, selain untuk kepentingan umum,
hukum juga didisain untuk melindungi dan meningkatkan
kesehatan, sekaligus untuk memastikan pemenuhan hak
individu terhadap masalah kesehatan. Oleh sebab itu
dimungkinkan dibuat hukum khusus kesehatan, untuk mengatur
pelaksanaan pelayanan sesuai dengan situasi yang variatif.
Penggunaan hukum khusus harus didahulukan untuk mengatasi
masalah yang spesifik
Levy, Barry S, Twenty –first Century Challenges for Law and
Public Health. Indiana Law review, 1999, vol 32. Dr Levy
adalah Immediate Past President pada American Public Health
Association, dan sebagai Adjunct Professor of Community
Health di Tufts University School of Medicine. Levy juga
bekerja sebagai konsultan independen untuk Kesehatan Kerja
dan Kesehatan Lingkungan (Occupational and Environmental
Health).
i. Bayles mengatakan bahwa, etika profesional bersumber dari
etika umum dan hanya merupakan spesifikasi lebih lanjut dari
etika umum tersebut.
Bayles, Michael D, Professional Ethics, Belmont, California:
Wadworth, 1981.
j. Camenish yang mengambil dasar filsafat Immanuel Kant
mengatakan bahwa tidak ada yang menonjol dari etika
profesional atau dengan kata lain etika profesi adalah
intensifikasi etika biasa. Camenish, Paul, Grounding
Professional Ethics in Pluralistic Society. New York: Haven,
1983.
40 Etika Profesi PNS
k. Drucker menganggap tidak ada yang menonjol pada etika
profesional sehingga anggota profesi tidak perlu
mengagungkannya, atau dengan kata lain: etika profesional
identik dengan etika biasa. Drucker, Peter, What is Business
Ethics?, The Public Interest, Spring 1981.
l. Carter (memandang profesionalisme dari sudut pandang
konsumen), membahas tentang dorongan para profesional akan
nafsu, hak istimewa dan kekayaan sebanyak-banyaknya yang
bisa didapatkan dengan melayani masyarakat. Menjadi anggota
suatu ikatan profesi tidak merupakan perkecualian untuk
melakukan kerakusan, nafsu dan lain-lain, bahkan sesuatu yang
sering dikatakan ‘demi kebaikan umum’ (pro bono publico)
sebenarnya yang dimaksud adalah ‘demi kepentingan pribadi’
Carter, Richard, The Doctor Business, Garden City New York,
Doubleday, 1958.
m. T.D Hall & C.M Lindsay (membahas perilaku anggota profesi
dari sudut pandang ekonom) menyatakan bahwa, profesi
merupakan bentuk perdagangan yang terorganisir dengan dalih
bekerja untuk kesejahteraan umum. Hall, TD & Lindsay C.M,
Medical School: Producers of What? Seller of Whom?, Journal
of Law and Economic 23, April 1980.
n. Goede mengatakan bahwa, perilaku para anggota profesi tidak
mencerminkan rasa empati kepada yang perlu dilayani
meskipun selalu menonjolkan ideal pelayanan kepada
masyarakat. Goede, William.J, Community within a
Community, The Professions, American Sociological Review
22.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 41
Pemikiran penulis:
Pengertian yang sampai saat ini dipahami di Indonesia adalah bahwa
profesi bukan semata-mata pekerjaan (okupasi), dan syarat
profesional (orang yang melakukan profesi) adalah:
Melalui pendidikan formal setara kesarjanaan (pendidikan di
Universitas)
Mempunyai nilai-nilai (values) yang dipertaruhkan
Memiliki dan mengamalkan kode etik profesi
Mempunyai tujuan/sasaran tertentu yakni demi kebaikan klien
Batasan (di Indonesia) tersebut bisa jadi didasarkan pada pemikiran
penulis-penulis diatas, penulis mengakui belum menemukan referensi
tentang ’profesi dan profesional’ dari sudut pandang ahli
berkebangsaan Indonesia .
Bila dicermati, dalam pemikiran yang tertuang dalam buku-buku
diatas, terdapat semacam pesan moral/keprihatinan/kritik (warning)
tentang perilaku para profesional seperti misal dibawah ini:
1. Kaum profesional mempunyai kewajiban prima facie untuk
menjaga kepercayaan klien. Sebagai ’profesional pelayan
masyakat’ diharapkan dapat melayani masyarakat dengan penuh
etika serta menghormati motto: Uberrima fides (kesetiaan diatas
segala-galanya). Kewajiban tersebut merupakan konsekuensi
yang harus dihayati, untuk melindungi hak setiap warga
masyarakat. Risiko, merupakan bagian dari konsekuensi
profesional yang juga harus memperhatikan hak pribadinya
sebagai anggota masyarakat, seperti misalnya asas jaga rahasia
(merupakan kewajiban profesional) yang nampaknya semakin
sulit dilaksanakan.
42 Etika Profesi PNS
2. Profesi tertentu seperti hukum dan kedokteran, memiliki
keterlibatan khusus dengan klien dan berjanji menggunakan
keahliannya demi kebaikan klien. Warga negara dengan
demokrasi liberal Barat lebih menyukai pengaturan profesi dan
tidak tergantung pada pengawasan negara, meskipun hal tersebut
tidak bisa serta merta berlaku bagi profesi yang sama dinegeri
yang berbeda.
3. Profesional bukanlah seorang dermawan yang mencintai
kehidupan umat manusia. Dengan otoritas yang dimiliki, bisa
memanfaatkan karakteristik profesinya untuk mempertahankan
status tertentu,
4. Dalam kenyataan, profesi sering terkait dalam satu bentuk
perdagangan yang tersamar dan terorganisir dengan baik. Dengan
lebih berorientasi pada keuntungan, kekayaan dan sikap
hedonistik, para profesional dapat memperdaya klien demi
kepentingan diri sendiri atau kelompoknya (pro lucro)
Pengertian Profesionalisme, Profesional dan Profesi Profesionalisme
adalah suatu paham yang mencitakan dilakukannya kegiatan-kegiatan
kerja tertentu dalam masyarakat, berbekalkan keahlian yang tinggi
dan berdasarkan rasa keterpanggilan -- serta ikrar (fateri/profiteri)
untuk menerima panggilan tersebut -- untuk dengan semangat
pengabdian selalu siap memberikan pertolongan kepada sesama yang
tengah dirundung kesulitan ditengah gelapnya kehidupan
(Wignjosoebroto, 1999).
Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi
tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun
pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 43
pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan
kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan
kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah
dan/ atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk
mejelaskan pengertian profesi:
1. Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus
melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan keahlian
tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di
dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan ketrampilan dan
keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan
pengetahuan dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat
manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta
adanya disiplin etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh
kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
2. Pendekatan Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal
menunjukkan adanya hubungan antara profesi dengan dunia
pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan
lembaga yang mengembangkan dan meneruskan pengetahuan
profesional.
Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak
ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi yang diperoleh
dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri
profesi. Secara umum ada 3 ciri yang disetujui oleh banyak penulis
sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
44 Etika Profesi PNS
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum
memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah seseorang
memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus
sarjana baru mengikuti pendidikan profesi seperti okter, dokter gigi,
psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai
negara, pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum
memasuki profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan.
Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin meliputi ketrampilan
fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen
intelektual dan ketrampilan. Walaupun pada pelatihan dokter atau
dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen
intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang
bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan menyangkut bidang
keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang
awam. Jadi memberikan konsultasi bukannya memberikan barang
merupakan ciri profesi.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada
masyarakat. Dengan kata lain profesi berorientasi memberikan jasa
untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter,
pengacara, guru, pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa
yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak
dapat dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya.
Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20 terjadi
karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern
yang secara teknologis kompleks memerlukan aplikasi yang lebih
besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 45
hidup pada abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi
memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar uang
dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara,
konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya profesi memberikan jasa
penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri
tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi.
Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak
profesi namun tidak selalu perlu untuk status profesional. Dokter
diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek.
Namun pemberian lisensi atau sertifikat tidak selalu menjadikan
sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau
mobil semuanya harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat
izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan
pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak
mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen diperguruan tinggi tidak
diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan
memiliki syarat pendidikan, misalnya sedikit-dikitnya bergelar
magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified
Public Accountant dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau
sertifikat.
- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang
mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya organisasi tidak
selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada
organisasi tandingan. Organisasi profesi bertujuan memajukan
profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan
kesejahteraan anggotanya akan berarti organisasi profesi terlibat
46 Etika Profesi PNS
dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya.
Sungguhpun demikian organisasi profesi semacam itu biasanya
berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan
perhatiannya pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin
tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel yang
berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi
pabrik yang terdisain dengan baik.
- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas
penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang harus memiliki
sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa
profesional atau menjadi profesional bagi diri sendiri dapat
menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi
dokter untuk diri sendiri maka hal tersebut tidak sepenuhnya akan
berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan
dan teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat
diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi
(Nana 1997) :
1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
2. Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
3. Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan
metode ilmiah
4. Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
5. Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup
lama
6. Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
7. Memiliki kode etik
8. Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan
masalah dalam lingkup kerjanya
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 47
9. Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
10. Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan
profesinya. Tiga Watak Profesional
Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme
dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari setiap
kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah :
i. bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk
merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi
yang digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan
atau mengharapkan imbalan upah materiil;
- bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh
kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui
proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan
berat;
- bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis
dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada sebuah
mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan
disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Ketiga
watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional
(kelompok sosial berkeahlian) untuk tetap mempertahankan
idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang
dikuasai bukanlah komoditas yang hendak diperjual-belikan
sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan
yang hendak diabdikan demi kesejahteraan umat manusia.
Kalau didalam pengamalan profesi yang diberikan ternyata ada
semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan, maka hal itu
semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya
48 Etika Profesi PNS
kehormatan profesi, yang jelas akan berbeda nilainya dengan
pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja
upahan saja.
Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa
diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang seharusnya memiliki
kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang
sangat elitis itu? Apakah dalam hal ini profesi keinsinyuran bisa juga
diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap
kedua pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit
untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai macam
persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita
jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi di lapangan yang jauh
dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi).
Pada awal pertumbuhan "paham" profesionalisme, para dokter dan
guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup
kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru
dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu memproklamirkan
diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional
(dokter, guru dan kemudian diikuti dengan banyak profesi lainnya)
terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka
junjung tinggi dan direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran
yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan.
Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba
menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi (yang
cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi
untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi, mengontrol praktek-
praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/
kepakaran, serta menjaga dipatuhinya kode etik profesi yang telah
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 49
disepakati bersama. Etika Etika disebut juga filsafat moral adalah
cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia.
Etika tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan
manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral,
noprma agama dan norma sopan santun. Norma hukum berasal dari
hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama
sedangkan norma moral berasal dari suara batin. Norma sopan santun
berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal
dari etika. Etika dan etiket Etika berarti moral sedangkan etiket
berarti sopan santun. Dalam bahasa Inggeris dikenal sebagai ethics
dan etiquette.
Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya
kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi
perbuatan yang tidak profesional.
Ketaatan tenaga profesional terhadap kode etik merupakan ketaatan
naluriah yang telah bersatu dengan pikiran, jiwa dan perilaku tenaga
profesional. Jadi ketaatan itu terbentuk dari masing-masing orang
bukan karena paksaan. Dengan demikian tenaga profesional merasa
bila dia melanggar kode etiknya sendiri maka profesinya akan rusak
dan yang rugi adalah dia sendiri.
Kode etik bukan merupakan kode yang kaku karena akibat
perkembangan zaman maka kode etik mungkin menjadi usang atau
sudah tidak sesuai dengan tuntutan zaman. Misalnya kode etik
tentang euthanasia (mati atas kehendak sendiri), dahulu belum
tercantum dalam kode etik kedokteran kini sudah dicantumkan.
50 Etika Profesi PNS
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing
profesi memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter,
guru, pustakawan, pengacara, elanggaran kde etik tidak diadili oleh
pengadilan karena melanggar kode etik tidak selalu berarti melanggar
hukum. Sebagai contoh untuk Ikatan Dokter Indonesia terdapat Kode
Etik Kedokteran. Bila seorang dokter dianggap melanggar kode etik
tersebut, maka dia akan diperiksa oleh Majelis Kode Etik Kedokteran
Indonesia, bukannya oleh pengadilan.
B. ProfesionalismeBiasanya dipahami sebagai suatu kualitas yang wajib dipunyai oleh
setiap eksekutif yang baik. Ciri-ciri profesionalisme:
1. Punya ketrampilan yang tinggi dalam suatu bidang serta
kemahiran dalam menggunakan peralatan tertentu yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas yang bersangkutan dengan
bidang tadi
2. Punya ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam
menganalisis suatu masalah dan peka di dalam membaca situasi
cepat dan tepat serta cermat dalam mengambil keputusan terbaik
atas dasar kepekaan
3. Punya sikap berorientasi ke depan sehingga punya kemampuan
mengantisipasi perkembangan lingkungan yang terbentang di
hadapannya
4. Punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan
pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pendapat orang
lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan
perkembangan pribadinya
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 51
CIRI KHAS PROFESI
Menurut Artikel dalam International Encyclopedia of education, ada
10 ciri khas suatu profesi, yaitu:
1. Suatu bidang pekerjaan yang terorganisir dari jenis intelektual
yang terus berkembang dan diperluas
2. Suatu teknik intelektual
3. Penerapan praktis dari teknik intelektual pada urusan praktis
4. Suatu periode panjang untuk pelatihan dan sertifikasi
5. Beberapa standar dan pernyataan tentang etika yang dapat
diselenggarakan
6. Kemampuan untuk kepemimpinan pada profesi sendiri
7. Asosiasi dari anggota profesi yang menjadi suatu kelompok yang
erat dengan kualitas komunikasi yang tinggi antar anggotanya
8. Pengakuan sebagai profesi
9. Perhatian yang profesional terhadap penggunaan yang
bertanggung jawab dari pekerjaan profesi
10. Hubungan yang erat dengan profesi lain
C. Tujuan Kode Etika ProfesiPrinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan
berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan
adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang
didefinisikan dalam suatu negari tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang
dituangkan dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:
1. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung
jawab terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
52 Etika Profesi PNS
2. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam
menentukan apa yang harus mereka perbuat kalau mereka
menghadapi dilema-dilema etika dalam pekerjaan
3. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau
nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan
kelakuan-kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
4. Standar-standar etika mencerminkan / membayangkan
pengharapan moral-moral dari komunitas, dengan demikian
standar-standar etika menjamin bahwa para anggota profesi akan
menaati kitab UU etika (kode etik) profesi dalam pelayanannya
5. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan
dan integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi
6. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama
dengan hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang
melanggar kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda
dari induk organisasi profesinya
Sifat kode etik profesional
Kode etik adalah pernyataan cita-cita dan peraturan pelaksanaan
pekerjaan (yang membedakannya dari murni pribadi) yang
merupakan panduan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok.
Kode etik yang hidup dapat dikatakan sebagai ciri utama keberadaan
sebuah profesi. Sifat dan orientasi kode etik hendaknya singkat;
sederhana, jelas dan konsisten; masuk akal, dapat diterima, praktis
dan dapat dilaksanakan; komprehensif dan lengkap; dan positif dalam
formulasinya. Orientasi kode etik hendaknya ditujukan kepada rekan,
profesi, badan, nasabah/pemakai, negara dan masyarakat. Kode etik
diciptakan untuk manfaat masyarakat dan bersifat di atas sifat
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 53
ketamakan penghasilan, kekuasaan dan status. Etika yang
berhubungan dengan nasabah hendaknya jelas menyatakan kesetiaan
pada badan yang mempekerjakan profesional.
Kode etik digawai sebagai bimbingan praktisi. Namun demikian
hendaknya diungkapkan sedemikian rupa sehingga publik dapat
memahami isi kode etik tersebut. Dengan demikian masyarakat
memahami fungsi kemasyarakatan dari profesi tersebut. Juga sifat
utama profesi perlu disusun terlebih dahulu sebelum membuat kode
etik. Kode etik hendaknya cocok untuk kerja keras.
PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI
1. Tanggung jawab
- Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
- Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau
masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada
siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi. Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional
memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.
SYARAT-SYARAT SUATU PROFESI :
- Melibatkan kegiatan intelektual.
- Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
- Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar
latihan.
54 Etika Profesi PNS
- Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
- Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
- Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode
etik.
BAB IV
KODE ETIKA PROFESI PNS
Kode Etik profesi Pegawai Negeri Sipil merupakan nilai-nilai yang
diyakini akan kebenarannya serta kebaikan yang ditimbulkannya
apabila dapat diwujudkaan dalam sikap dan perilaku seorang
Pegawai Negeri Sipil baik dalam kedinasan maupun dalam
kesehariannya ditengah-tengah masyarakat. Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil mencakup seluruh aspek kehidupan baik kedinasan
maupun dalam kehidupan kesehariannya yaitu Kode Etika Bernegara,
Kode Etika Berorganisasi, Kode Etika Bermasyarakat, Kode Etika
Sesama Pegawai Negeri Sipil dan Kode Etika terhadap diri sendiri.
Butir-butir kode etik tersebut akan bermakna jika dapat
teraplikasikan dalam sikap dan perilaku dan menjadi internalisasi
dalam diri seorang Pegawai Negeri sipil. Butir Kode Etik Pegawai
Negeri Sipil tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 sebagai berikut.
A. Etika Bernegara1. Melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945
Pancasila sebagai Dasar Negara dan Undang-Undang Dasar
1945 merupakan landasan konstitusional yang wajib
dijadikan nilai dalam perilaku keseharian bagi seorang
Pegawai Negeri Sipil. Pancasila sendiri merupakan nilai yang
digali dari budaya bangsa dan merupakan pembeda dengan
55
56 Etika Profesi PNS
Negara lain. Nilai Ketuhanan mengandung makna bangsa
Indonesia adalah bangsa religious dan Undang-Undang
Dasar 1945 mengatur bagaimana warga Negara beragama
dan menjalankan setiap ajaran agamanya. Nilai kemanusia
yang adil dan beradab adalah bangsa Indonesia menjunjung
tinggi hak asasi manusia karena manusia adalah ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa dan memiliki derajat dan martabat
yang sama olehnya itu manusia harus saling dihormati. Nilai
persatuan Indonesiaa bahwa Pancasila adalah sebagai
pemersatu bangsa, maka Pegawai Negeri Sipil harus
memiliki peran sebagai pemersatu dan perekat bangsa dalam
kanca Negara Kesauan Republik Indonesia. Nila
Musyawarah adalah bangsa Indonesia dalam setiap
pengamabilan suatu keputusan selalu dilakukan dengan
terlebih dahulu musyawarah untuk mufakat, bila jalan
musyawaarah tidak dapat diambil karena perbedaan
pandangan dan pemikiran barulah diambil jalan voting
dengan memperhatikan suara terbanyak. Nilai keadilan social
adalah nilai bahwa adil merupakan nilai yang selalu
dikedepankan dengan tidak membeda-bedakan antar
golongan, suku maupun agama terutama ketika seorang PNS
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2. Mengangkat harkat dan martabat bangsa dan Negara
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki harkat dan
martabat dalam percaturaan dan pergaulan dengan bangsa
lain di dunia. Olehnya nilai bangsa ini harus terinternaalisasi
dalam diri seorang PNS terutama dalam bersikap dan
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 57
bertindak. Harkat dan martabat ini akan tetap terjaga dimata
dunia jika peran dan sikap kita selalu menunjukan yang baik
dan berguna bagi seluruh umat manusia. Olehnya itu nilai ini
adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam sikap
perilaku Pegawai Negeri Sipil
3. Menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia
Bangsa Indoenesia terdiri dari berbagai suku, bangsa, ras,
agama dan antar golongan. Dari kemajemukan ini diperlukan
persatuan dan kesatuan sehingga menjadi potensi yang besar
dan akan membawa bangsa ini menjadi bangsa yang besar
dan maju. Olehnya itu nilai perekat dan pemersatu bangsa
harus tertanam dalam diri seorang PNS karena ia adalah
penyelenggara pemerintahan dan pembangunan.
4. Menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku
dalam melaksanakan tugas
Negara Indonesia adalah Negara Hukum olehnya itu semua
kegiatan dan perilaku diatur oleh hukum, olehnya itu
Pegawai Negeri Sipil wajib menaati semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku tidak hanya sebatas pada
undang-undang dan peraturan kepegawaian. Nilai inilah yang
harus dijunjung tinggi bahwa PNS adalah selalu taat hokum.
5. Akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan
pemerintahan yang bersih dan beribawa
58 Etika Profesi PNS
Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagai PNS yakni
menyelenggarakan tugas-tugas umum pemerintahaan dan
pembangunan terutama dalam memeberikan pelayanan
kepada masyarakat sebagai bagian dari tugas pokok PNS
harus dapat dipertanggungjawabkan, dan menjalankan roda
pemerintahan selalu jujur dan adil sehingga melahirkan
pemerintahan yang bersih dan beribawa. Adil berarti ketika
memberikan pelayanan public tidak membeda-bedakan
masyarakat berdasarkan suku, bangsa, agama, ras dan antar
golongan tetapi melihat masyarakat semuanya sama.
6. Tanggap, terbuka, jujur dan akurat, serta tepat waktu dalam
melaksanakan setiap kebijakan dan program pemerintah
Nilai etika ini berarti bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya selalu cekatan,
memahami dan mengetahui maksud dan tujuan pekerjaan,
sehingga pekerjaan itu dapat diselesaikan sesuai tujuannya,
kemudian dalam melaksanakan pekerjaan tersebut selalu
berperilaku jujur, akurat serta tepat waktu.
7. Menggunakan dan memanfaatkan semua sumber daya
Negara secara efektif dan efessien
Indonesia memiliki sumber daya alam yang kaya dan luas,
olehnya itu ketika mengelola kekayaan alam harus benar-
benar dikelola sesuai dengan kemanfaatannya untuk
kepenting Negara dan bangsa secara efektif dan efesien tidak
boleh mengelolanya untuk kepentingan pribadi maupun
golongan apalagi untuk memperkaya diri sendiri.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 59
8. Tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yanag
tidak benar
Seorang Pegawai Negeri Sipil selalu berperilaku jujur dalam
segala hal termasuk ketika memberikan kesaaksian, dia harus
bias berkata benar meskipun konsekwensi dirasakan sangat
berat, tetapi itulah kejujuran. Karena kejujuran memang
harus ditegakan dengan pengorban.
B. Etika BerorganisasiOrganisasi merupakan wadah berkumpulnya beberapa orang
untuk saling kerjasama dalam mencapai tujuan yang telah
disepakati bersama. Organisasi dalam etika berdasarkan
Peraturan Pemerintahn N0. 42 Tahun 2004 institusi dimana
Pegawai Negeri Sipil bekerja dan mengabdikan diri. Dalam Etika
berorganisasi nilai-nilainya adalah :
1. Melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang
berlaku
Setiap Pegawai Negeri Sipil diangkat dalam pangkat dan
jabatan, maka tidak ada Pegawai Negeri Sipil yang tidak
memilik jabatan atau wewenang berdasarkan jabatan yang
dijabatnya, apakah ia sebagai administrasi umum, supir,
operator dan lain-lain sebagainya. Jabatan itu menunjukan
kewenangan, maka setiap Pegawaai Negeri Sipil
menjalankan tugasnya sesuai dengan wewenang berdasarkan
jabatan yang dijabatnya.
2. Menjaga informasi yang bersifat rahasia
Nilai etika ini penting karena keberdaan Pegawai Negeri
Sipil adaalah sebagai penyelenggara pemerintahan. Dalaam
60 Etika Profesi PNS
melaksnakan tugas pemerintahan ada informasi yang sifatnya
rahasia dan ada informasi yang untuk konsumsi public.
Informasi yang sifatnya rahasia Negara daan pemerintahan
wajib dijaga demi untuk menjaga stabilitas pemerintahan dan
keutuhan negaraKesaatuaan Republik Indonesia
3. Melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat
yang berwenang
Kebijakan adalah suatu yang diambil atau tidak diambil
dengan tidak melanggar aturan yang ada guna melaksanakan
tugas-tugas. Setiap kebijakan yang telah diambil pimpinan
instansi atau pejabat yang berwenang wajib dilaksanakan
karena ia bagian dari upaya menyelesaiakan tugas –tugas
pemerintahan.
4. Membangun etos kerja untuk meningkatkan kinerja organisas
Etos kerja aparatur adalah kegiatan ataau upaya-upaya untuk
menggali dan menerapkan nilai-nilai positif dalam
organisasi/instansi pemerintah yang disepakati oleh para
anggota (Pegawai Negeri Sipil) untuk meningkatkan
produktifitas kerja. Dengan adanya nilai etika ini berarti
setiap Pegawa Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya
selalu melakukan inovasi-inovasi baru sehingga setiaap
pekejaan itu semakin membaik maka dengan etos kerja
tersebut akan terlihat bagaimana kinerja seorang PNS
meningkat maka dengan sendirinya kinerja institusi
/organisasi juga meningkat,
5. Menjaamin kerjaa sama secara kooperatif dengan unit kerja
lain yang terkait dalam rangka pencapaian tujuan
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 61
Kerja sama merupakan pola kerja yang harus menjadi budaya
kerja aparatur. Nilai etika ini memberikana makna bahwa
setiap Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya
harus dapat membangun kerja sama dan tidak boleh lagi
kerja hanya dilaksanakan secara individu ataupun sektoral.
Suatu pola kerja akan memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kerja secara individual dalam mencapai
suatu tujuan organisasi
6. Memiliki kompetensi dalam melaksanakan tugas
Etika ini menuntut seorang Pegawai Negeri sipil dalam
melaksanakan tugas selalu menggali potensi dirinya guna
mencapai kinerja yang lebih baik. Olehnya itu aktualisasi
bagi seorang PNS wajib adanya guna memiliki kompetensi.
Kompetensi adalah kharakteris berupa pengetahuan,
ketarampilan dan sikap perilaku yang dimiliki seorang PNS
guna kelancaran pelaksanaan tugas.
7. Patuh dan taat terhadap standar operasionaldan tata kerja
Dalam melaksanakan tugas kedinasan telah ditetapkaan
standar operasional sebagai acuan dan standar kinerja yang
telah ditetapkan. Olehnya itu standar tersebut harus dipatuhi
sebagai suatu nilaai etika guna mencapai tujuan. Standar
operasional dan tata kerja tersebut menjadi pegangan dalam
bekerja sehingga kerja tersebut lebih terarah dan dapat
mempercepaat pencaapaian tujuan yang dimaiksud.
8. Mengembangkan pemikiran secara kratif dan inovatif dalam
raangka peningkatan kinerja organisasi
Dalam suatu pekerjaan akan semakin membaik jika ditopang
oleh suatu pemikiran kreatif dan inovatif , etika ini menuntut
62 Etika Profesi PNS
dalam setiap pekerja hendaknya dikembangkan pemekiran
kreatif untuk mencapai hasil yang lebih baik dari waktu ke
waktu. Hasil hari ini akan lebih baik dibandingkan dengaan
hari kemarin, dan hasil kerja hari esok akan lebih baik
dibandingkan hasil kerja hari ini. Kunci dari kesemuaanya
itu adaalah peengembangan pemikiraan dan inovatif dalam
setiap pekerjaan.
9. Berorientasi pada upaya peningkatan kualitas kerja
Kerja Pegawai Negeri Sipil tidak sekedarnya saja melainkan
selalu dilandasi dengan standar kualitas maupun kuantitas ,
olehnya itu dalam setiap pekerja tidak hanya dituntut untuk
pekerjaan itu haarus selesai, tetapi bagaimana pekerjaan itu
selesai tetapi selalu mengedepankan kualitas dari hasil kerja
tersebut.
C. Etika Bermasyarakat1. Mewujudkan pola hidup sederhana
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil aadalah menjadi teladan
ditengah-tengah masyarakat, oelhnya itu pola hidup
sederhana harus menjadi bagiaan dari ekhidupan seorang
Pegawai Negeri Sipil sehingga tidak menimbulkan cemburu
social ditangah masyaraaakat.
2. Memberikan pelayanan dengan empati, hormat dan santun,
tanpa pamrih dan tanpa unsure pemaksaan
Tugas pokok Pegawai Negeri Sipil adalah memberikan
pelayanan kepada masyarakat dengan jujur,adil dan simpatik
tanpa pamrih. Nilai etika seharusnya dikedepankaan karena
sebagai bagian dari peeekerjaan PNS, dan dalam
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 63
memberikan pelayanan harus tanpa pamrih, bukan pekerjaan
dikerjakan ketika dijanjikan akan diberikan imbalan ataau
hadiah. Akan tetapi pemberian pelayanan itu benar-benar
karena rasa tanggungjawab.
3. Memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, adil serta
tidak diskriminatif
Pemberian pelayanan kepada masyarakat tidak saja
dilakukan secara sopan, santun dan tanpa pamrih tetapi
pelayanan itu juga harus cepat, tepat, terbuka serta tidak
diskriminatif, sebab pelayanan yang tidaak tepat waktu akan
berakibat pada lambatnya pelayanan yang berakibat pada
kerugian masyarakat. Palayanan isin usaha misalnya jika
diperlambat sehingga tidak tepaat waktu, tentu akan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang bergerak
dibidang usaha.
4. Tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat
Etika bermasyarakat ini adalah bagian dari kehidupan PNS,
karena Pegawai negeri Sipil berasal dari masraakat dan hidup
ditengah-tengah masyarakat. Olehnya itu dalam kehidupan
keseharian ia harus tahu apa yang diinginkan oleh
masyarakat tentang kehidupannya. Misalnya keinginan
masyarakat akan perbaikan infra struktur, tata kelola
lingkungan yang sehat serta kerukunan hidup antar umat
beragaama, yang kesemuaanya harus ditangkap oleh seorang
Pegawai Negeri Sipil
5. Berorientasi paada peningkatan kesejahteraan masyarakat
dalam melaksanakan tugas
64 Etika Profesi PNS
Hasil dari pembangunan yang dikerjakan oleh pemerintah,
masyaraaakat dan pengusaha adalah berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat, karena ini adalah tujuan nasional
Negara Republik Indonesia sebagaimana yang termaktub
pada pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yaitu
memajukan kesejahteraan umum.
D. Etika Terhadap Diri Sendiri1. Jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang
tidak benar
Jujur adalah nilai etika yang sanagat tinggi bagi seorang
Pegawai Negeri Sipil. Dengan kejujuran maka semua
pekerjaan akan berhasil dengan baik dan benar. Jujur tidak
hanya sebagai etika bagi seorang PNS tetapi ia juga
menunjukan tingginya moralitas. Kejujuran inilah sangat
diutamakan ketika harus memberikan informasi, sebab
dengan informasi yang benar tentu akan melahirkan konsep
kerja yang benar dan hasilnyapun akan memberikan
kebaikan. Olehnya itu kejujuran ini adalah etika seorang
Pegawai Negeri Sipil, artinya ia harus melekat pada diri
seorang PNS dan merupakan bagian yang tidaak bisah
dipisahkan dalam jiwa dan raga PNS
2. Bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan
Kesungguhan dan ketulusan adalah salah satu kunci
keberhasilan, sebab dengan kesungguhan segala pekerjaan
akan dapat diselesaikan, meskipun pekerjaan itu terasa sangat
berat, tetapi jika dikerjakan dengan kesungguhan dan penuh
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 65
konsentrasi, serta keikhlasan maka pekerjaan itu terasa
mudah dan hasilnyapun akan lebih berkualitas.
3. Menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok,
maupun golongan
Dalam bekerja mapun ketika berinteraksi dengan orang-
orang disekeliling lingkungan kerja, konflik kepentingan
pribadi, kelompok maupun golongan selalu saja muncul
sebagai bagian dari kerja, namun dengan etika seorang PNS
seharusnya dapat menghindari kesemuanya itu, sebab kerja
seorang PNS tidak berorientasi pada kepentingan pribadi,
kelompok mapun golongan, tetapi kepentingan Negara dan
bangsa jauh lebih besar dari yang kepentingan lainnya.
Dengaan demikian maka kepentingan pribadi, kelompok
maupun golongan dapat dihindari dalam bekerja.
4. Berinsiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan,
kemampuan , keterampilan dan sikap
Kerja seorang Pegawai Negeri Sipil dituntut untuk suatu
kualitas, dan untuk memenuhi tuntutan tersebut setidaknya
kerja itu selalu dibarengi dengan pengetahuan dan
keterampilan serta sikap sehingga akan menghasilkan kerja
yang berkualiats. Seorang PNS setiap saat selalu dapat
mengakses perkembanagan teknologi dan dapat
menyesuaikan dengan skill yang dimiliki, sebab hanaaya
dengan demikian kualitas pribadi PNS selalu dapat bersaing
ditengah dunia kerja, dan hasilnyapun akan menunjukan
produktifitas yang baik.
5. Memiliki daya juang yang tinggi
66 Etika Profesi PNS
Seorang PNS dituntut memiliki semangat juang yang tinggi
karena pekerjaan PNS adalah pengabdian kepada bangsa dan
Negara. Terselenggaranya tugas-tugas pemerintahan ini
sangat ditentukan oleh semangat juang dimiliki oleh seorang
PNS. Semangat juang berarti bekerja tanpa kenal lelah,
mengeluh dan putus asa atas pengabdian yang dipikulnya.
6. Memelihara kesehatan jasmani dan rohani
Untuk dapat melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan
hasil yang maksimal maka salah satu persyaratan pokok
adalah terpeliharanya kesehatan jasmani dan rohani bagi
PNS. Hal ini penting mengingat tugas yang dipikul seorang
Pegawai Negeri Sipil memerlukan kesehatan tubuh dan
kecerdasan intelektual. Olehnya etika ini mewajibkan
seorang PNS untuk menjaga dan memelihara kesehatannya
baaik jasmani maupun rohani
7. Menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga
Keberhasilan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan
tugasnya juga ditentukan oleh faaktor keluarga, karena
keluarga dapat membawa dampak tersendiri bagi
keberadaan PNS dikantor, terutama dalam melaksanakan
tugas. Jika keharmonisan keluarga tercipta maka suasana
kebatinan dalam bekerja akan baik sehingga prodiktivitas
dapat meningkat, tetapi jika ketidakharmonisan keluarga
terjadi juga akan berdampak pada kondisi kejiwaan seorang
PNS terutama dalam konsentrasi kerja yang pada akhirnya
juga membawa kondisi kerja yang tidak baik
8. Berpenampilan sederhana, rapih dan sopan
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 67
Keberadaan PNS akan selalu menjadi ssorotaan dan teladan
ditengah-tengah masyarakat, olehnya itu penampilan seorang
PNS setidaknya bisa sesederhaana mungkin, tetapi tetap
menjaga kerapihan daan kesopanan.
E. Etika Terhadap Sesama PNS1. Saling menghormati sesama warga Negara yang memeluk
agama/kepercayaan yang berlainan
Etika ini dimaksudkan agar sesama Pegawai Negeri Sipil
terjalin hubungan yang harmonis dalam rangka pelaksanaan
tugas olehnya itu saling menghormati sesama warga Negara
yang memeluk agama /kepercayaan yang berlainan harus
tetap terjaga. Adanya rasa saling hormati menghormati
sesama warga Negara maupun sesaama PNS dapat
menciptakan kerukunan umat beragaama maupun kerukunan
sesaama umat dalam satu agama. Kerukunan inilah yang
menjadi perhatian pemerintah dalam menjalankan tugas
pembangunan, karena pembangunan dapat terwujud jika
ketertiban daan ketentraman tercipta dalam masyarakat.
2. Memelihara rasa persatuan dan kesatauan sesame pegawai
Negeri Sipil
Rasa persatuan dan kesatuan ini sangat penting bahkan
sebagai syarat mutlak dalam proses pembangunan, olehnya
itu keberadaan Pegawai Negeri Sipil harus dapat menjadi
perekat bangsa
3. Saling menghormati antar teman sejawat baik secara vertical
maupun horizontal dalam suatu unit kerja, instansi, maupun
antar instansi
68 Etika Profesi PNS
Rasa saling menghormati antar teman sejawat baik secara
vertical maupun horizontal sangat diperlukan untuk
menciptakan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, hal
ini penting karena saling menghormati itu dapat
menghilangkan kecemasan dalam bekerja sebagai akibat
ketidakharmonisan hubungan antar sesama Pegawai Negeri
Sipil.
4. Menghargai perbedaaan pendapat
Etika menghargai perbedaan pendapat merupakan ciri dari
demokrasi birokrasi yang akhir-akhir ini telah dikembangkan
sebagi budaya kerja aparatur, pentingnya etika ini karena
untuk mencapai suatu pemikiran yang akurat tidak hanya
pikiran itu datang dari atas tetapi pemikiran dari bawah juga
sama pentingnya, sehingga dengan demikian dalam suatu
musyawarah untuk mencapai mufakat selalu adanya
perdebatan tetapi perbedaan pendapat itu mengarah pada satu
pendapat yang disepakati berssama dan menjadi acuan dalam
bertindak.
5. Menjunjung tinggi harkat dan martabat Pegawai Negeri Sipil
Etika ini menuntut agar Pegawai Negeri Sipil selalu
menjunjung tinggi harkat dan martabatnya dalam artian
bahwa Pegawai Negeri Sipil selalu menjaaga nama baik
korps Pegawai Negeri Sipil, hal ini menuntun agar sikaap
dan perilaaku harus selalu sesuai dengan nilai-nilai etika.
Sekali melakukan perbuatan yang tercela akan berakibat
pada pencemaran nama baik Pegawai Negeri Sipil dan
dengan sendirinya martabat PNS akan jatuh.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 69
6. Menjaga dan menjalin kerja sama yang kooperatif sesame
Pegawai Negeri Sipil
Kerjama dalam suatu pekerjaan adalah etika PNS karena
dengan kerjama yang terjalin dengan baik akan membawa
hasil yang selalu maksimal. Sudah bukan lagi zaaman untuk
bekerja secara sendiri-sendiri, tetapi kerja itu selalu
dilakukan secara bersama-sama.
7. Terhimpun dalam satu wadah Korps Pegawai Republik
Indonesia yang menjamin terwujudnya solidaritas dan
solidaritas sesame Pegawai Negeri Sipil dalam
meperjuangkan hak-haknya
Pegawai Negeri Sipil perlu ditopaang oleh suatu wadah
organisasi yang dapat menambung aspirasi dan
memperjuangkannya demi mencapai kesejahteraan
anggotanya. Dengan adanya wadah tersebut berarti
pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat dilakukan secara
mudah dan mewujudkan ras solidaritas akan cepat terjalin
dengan berhimpunnya seluruh PNS dalam waaaaadah Korps
Pegawai Negeri Sipil
Selain Kode Etik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 42 tahun 2004 disyaratkan pula kepada pejabat
Pembina kepegawaian untuk membuat kode etik instansi atau
kode etik profesi sesuai dengan jabatan fungsional yang ada
diinstansi tersebut dengan memperhatian karakteristik dari
instansi tersebut.
BAB V
PELANGGARAN KODE ETIK
A. Pelanggaran Kode EtikPelanggaran kode etik adalah pelaggaran terhadap nilai-nilai
atau butir-butir kode etik Pegawai Negeri Sipil yang telah
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2004 dengan mencakup kode etik bernegara, kode etik
berorganisasi, kode etik bermasyarakat, kode etik terhadap
diri sendiri dan kode etik terhadap sesama Pegawai Negeri
Sipil. Pelanggaran terhadap kode etik dapat berupa ucapan,
tulisan dan perbuatan.
B. Penegakan Kode Etik Pelanggaran Kode Etik adalah segala bentuk ucapan, tulisan,
atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang bertentangan
dengan butir-butir jiwa korps dan kode etik. Yang dimaksud
dengan ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan
dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam
rapat, ceramah, diskusi, melalui telepon, radio, televise,
rekaman atau alat komunikasi lainnya, sedang tulisan adalah
pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik
dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar,
karikatur dan lain-lain yang serupa dengan itu, dan perbuatan
adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan.
70
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 71
Proses penjatuhan hukuman atas pelanggaran Kode Etika
Pegawai Negeri Sipil sampai saat ini belum diatur secaara
tersendiri, namun untuk menghindari terjadinya
kebekuan/kekosongan dalam penegakan kode etik PNS
maka dapat digunakan proses penjatuhan hukuman disiplin
bagi Pegawai Negeri Sipil yaitu :
1. Pemanggilan
Bagi Pegawai yang disangka melakukan pelanggaran
Kode Etik PNS, dipanggil oleh pejabat yang berwenang
atau majelis kehormatan Kode Etik instansi, apabila
panggila pertaama tidak datang, maka dilakukan
pemanggilan kedua, dengan memperhatikan tempat
domisi, tanggal untuk memenuhi panggilan. Apabila
panggilan kedua tidak datang maka sudah dapat
dijatuhkan hukuman pelanggaran Kode Etik, karena
ketidakhadirannya pada panggillan kedua dinggap
menerina sangkaan atas pelanggaran Kode Etik PNS.
2. Pemeriksaan
Sebelum melakukan pemeriksaan, majelis kehormatan
kode etik terlebih dahulu mempelajari laporan atau
bahan-bahan mengenai pelanggaran Kode Etik yang
dilakukan PNS tersebut
Pada dasarnya pemeriksaan dapat dilakaukan secara lisan
dan secara tulisan, pada tingkat pertama dilakukan secara
lisan, apabila hasil pemeriksaan pertama dirasa perlu
untuk ditingkatkan pemeriksaan karena pelanggaran
kode etik dianggap berat maka pemeriksaan dilanjutkan
dengan pemeriksaan secara tertulis. Pemeriksaan secara
72 Etika Profesi PNS
tertulis dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Hasil pemeriksaan secara tertulis dibuatkaan
rekomendasi kepada pejabat Pembina kepegawaian
sebagai bahan pertimbangan untuk menjatuhkan hokum
atas pelanggaran Kode Etik
3. Penjatuhan Hukuman
Tujuan hukuman pelanggaran kode etik adalah untuk
memperbaaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pelanggaran kode etik PNS. Sebelum
menjatuhkan hukuman disiplin pejabat yang berwenang
menghukum wajib lebih dahulu mempelajari dengan
teliti hasil-hasil pemeriksaan, serta wajib memperhatikan
dengan seksama factor-faktor yang mendorong atau
menyebabkan Pegawai Negeri Sipil melakukan
pelanggaran.
4. Penyampaian Hukuman
Penyampaian sanksi moral dapat dilakukaan berupa :
a. Pernyataan secara tertutup yaitu penyamapaian
hukuman yang disampaikan oleh pejabat yang
berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk dalam
ruang tertutup. Pengertiaan dalam ruang tertutup
yaitu bahwa penyampaian pernyataan tersebut
haanya diketahui oleh Pegawai Negeri Sipil yang
bersangkutan dan pejabat yang menyampaiakan
pernyataan serta pejabat lain yang terkait dengan
catatan pejabat terkait dimaksud tidak boleh
berpangkat lebih rendah dari Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 73
b. Pernyataan secara terbuka dapat disampaiakan
melalui forum-forum pertemuaan resmi Pegawai
Negeri Sipil seperti, upacara bendera, media massa
dan forum lainnya yang dipandang sesuai untuk itu.
5. Keberatan atas hukuman
Keputusan tentang hukuman atas pelanggaran kode etik
sudah bersifat final artinya tidak dapat diajukan
keberatan. Berhubung dengan hal tersebut maka majelis
kehormaatan kode etik didalam melakukan pemeriksaan
harus cermat, teliti daan bijaksana karena keputusan
yang diambil bersifat final. Dan untuk mendapatkan
informasi yang objektif badan kehormatan majelis kode
etik dapat meminta keterangan pda pihak lain yang
dianggap mengetahui tentang pelanggaran kode etik.
C. Sanksi Pelanggaran Kode EtikPelanggaran terhadap kode etik Pegawai Negeri Sipil dapat
dikenakan sanksi moral. Selain sanksi moral dapat juga
berupa sanksi administrasi bahkan lebih jauh lagi dapat
berupa sanksi disiplin Pegawai Negeri Sipil. Yang dimaksud
dengan humuman disiplin adalah hukuman disiplin tingkat
ringan yaitu teguran lisan, teguran tertulis dan pernyataan
tidak puas. Jenis hukuman disiplin tingkat ringan ini pada
dasarnya tidak mempunyai dampak terhadap Pegawai Negeri
Sipil tetapi ia lebih bersifat moral, karena seorang akan
merasa malu jika diteegur oleh pimpinan. Perasaan malu
tersebut adalah berupa sanksi moral.
BAB VI
PROSEDUR PENEGAKAN KODE ETIK
A. Majelis Kehormatan Kode Etik Majelis Kehormatan Kode Etik yang selanjutnya disingkat
Majelis Kode Etik adalah lembaga non structural pada instansi
pemerintah yang bertugas melakukan penegakan pelaksanaan
serta penyelesaian pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
Pegawai Negeri Sipil. Lembaga non structural dalam artian
bahwa majelis kode etik tidak tergambar dalam suatu struktur
jabatan, atau struktur organisasi karena ia bersifat temporer,
maksudnya bahwa ia akan dibentuk jika diduga ada pelanggaran
terhadap kode etik yang dilakukan oleh Pegawai Ngeri Sipil, dan
apabila telah melaksanakan tugasnya maka ia dapat dibubarkan
atau bubar dengan sendirinya.
Pembentukan Majelis Kode Etik ditetapkan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian dengan susunan keanggotaan sekurang-
kurangnya 3 orang dan dapat lebih dari 3 orang asalkan
jumlahnya harus ganjil. Keanggotaan tersebut 1 (satu) orang
Ketua merangkap anggota, 1 (satu) orang sekretaris merangkap
anggota dan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang anggota. Dalam
melaksanakan tugas Anggota Majelis Kehormatan tidak boleh
lebih rendah pangkat dan jabaatan dengan Pegawai Negeri Sipil
yang diperiksa karena melanggar kode etik PNS, hal ini
dimaksudkan bahwa pemeriksaan itu masih menganut asas
praduga tak bersalah, sehingga bagi PNS yang diperiksa oleh
74
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 75
Majelis Kehormatan Kode Etik tetap dihargai dan dijunjung
tinggi harkat dan martabatnya.
Bagi instansi pemerintah yang mempunyai instansi vertical
di daerah, maka Pejabat Pembina Kepegawaian dapat
mendelegasikaan wewenangnya kepada pejabat lain di daerah
untuk menetapkan pembentukan Majelis Kode Etik.
B. Prosedur Penegakan Kode Etik Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Majelis Kehormatan
Kode Etik mempunyai tugas menyelesaikan pelanggaran kode
etik yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil, maka sebelum
menjatuhkan hukuman pelanggaran kode etik harus dilakukan
pemeriksaan. Perlunya pemeriksaan untuk mengetahui bahwa
benar atau telah terjadi pelanggaran kode etik PNS, kemudian
sebagai upaya pembinaan terhadap Pegawai Negeri Sipil dalam
karier sehingga masalah dugaan pelanggaran kode etik tidak
berlarut-larut. Dengan demikian sebelum Majelis Kehormatan
Kode Etik menjatuhkan hukuman atas pelanggaran Kode Etik
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan. Setelah dilakukan
pemeriksaan Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan
pelanggaran diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan
diri, ia dapat saja menjangka tuduhan yang dialamatkan
kepadanya dengan mengajukan argumentasi serta bukti-bukti
yang ada atau menerima sangkaan pelanggaraan kode etik PNS.
Majelis kehormatan Kode Etik setelah mendengar pembelaan
yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang disangka
melakukan pelanggaran kode etik mengambil keputusaan
dengan jalan musyawarah sesama anggota Majelis Kehormatan
76 Etika Profesi PNS
Kode etik. Apabila dalam pengambilan keputusan secara
musyawarah tidak dapat dilakukan karena perbedaan pendapat
sesama anggota majelis kehormaatan kode etik maka
dimungkinkan untuk pengambilan keputusan dengan cara
voting yaitu penghitungan suara dengan suara terbanyak.
Apabila Majelis Kehormatan Kode Etik telah mengambilan
keputusaan atas pelanggaraan yang dilakukan oleh Pegawai
Negeri Sipil maka keputusan tersebut sudah final, artinya
keputusan tersebut tidak dapat diajukan keberatan oleh Pegawaia
Negeri Sipil.
Apabila telah ada keputusan hukuman pelanggaran kode
etik oleh Majelis Kehormatan Kode Etik, maka keputusaan
tersebut disampaikan kepada Pejabat yang berwenang sebagai
rekomendasi. Pejabat yang berwenang setelah menerima
rekomendasi tersebut dapat mempertimbangkan putusan tersebut
dengan bijak yaitu mempertimbangan humuman tersebut dalam
segala aspek terutama yang menyangkut karier seorang Pegawai
Negeri Sipil. Setelah pejabat yang berwenang
mempertimbangkan hukuman tersebut kemudian pejabat yang
berwenang memberikan sanksi pelanggaran kode etik berupa
sanksi moral atau sanksi lainnya kepada Pegawai Negeri Sipil.
Pemberian sanksi atas pelanggaran kode etik harus ddilakukan
oleh pejabat yang berwenang atau pejabat lain yang ditunjuk.
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 77
C. Penyampaian Hukuman Pelanggaran Kode
Etik
Hukuman pelanggaran kode etik harus berbentuk surat
keputusan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang atau
pejabat yang ditunjuk dengan menyebutkan pelanggaran kode
etik.Pelanggaran kode etik diberikan sanksi moral. Pemberian
sanksi moral dapat dilakukan secara tertutup maupun secara
terbuka. Pernyataan secara tertutup yaitu pejabat yang
berwenang menyampaiakan hukuman kode etik hanya diketahui
oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dan pejabat yang
menyampaikan serta pejabat lain yang terkait dengan catatan
pejabat terkait yang pangkatnya tidak boleh lebih rendah dari
PNS yang dikenakan hukuman pelanggaran kode etik.
Sedangkan pernyataan secara terbuka bahwa hukuman
pelanggaran kode etik dapat disampaikan melalui forum resmi
Pegawai Negeri Sipil seperti upacara bendera, media massa dan
forum lainnya yang dianggap repsentatif. Penyampaiaan secara
terbuka tersebut setidaknya dimaksudkan untuk diketahui secara
umum, sehingga menjadi pembelajaran bagi Pegawai Negeri
Sipil lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama yaitu
pelanggaran Kode Etik, serta memberikan kepastian hokum dan
rasa keadilan atas setiap pelanggaran kode etik Pegawai Negeri
Sipil.
BAB VII
P E N U T U P
A. SimpulanEtika , moral, nilai adalah bagian yang tak dapat dipisahkan
dari diri Pegawai Negeri Sipil, karena ia menyangkut tentang
kebiasaan atau watak dan karakter manusia.Sebelum
memahami lebih dalam tentang etika profesi Pegawai Negeri
Sipil sebaiknya peserta dibekali tentang pengetahuan
mengenai etika, moral, nilai, norma serta hakekar
professional.Moral lebih menekankan perilaku yang baik
atau tidak baik, misalnya kejujuran, kerendahan hati,
menghargai orang lain, dan lain-lain, sedangkan etika lebih
menekankan pada aturan bagaimana semestinya manusia
bertindak, jadi etika lebih identik dengan aturan. Semua
perilaku manusia ada aturannya/etikanya, maka tidak ada
perilaku tanpa etika.sedangkan nilai merupakan keyakinan
yang berhubungan dengan aturan-aturan yang ada sehingga
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku. Sehingga dengan
demikian etika, moral dan nilai menjadi satu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan dalam sikap dan perilaku terutama
seorang Pegawai Negeri Sipil.
Keberadaan Pegawai Negeri Sipil dengan tugasnya
secara umum sebagai penyelenggara pemerintahan dan
pembaangunan telah mengarah pada tugas professional, hal
ini menuntut bagi segenap Pegawai Negeri Sipil untuk selalu
mengaktualisasikan diri terutama dalam peningkatan ilmu
78
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 79
pengetahuan atau kompetensi dalam guna menunjang tugas
pokok. Profesionalisme Pegawai Negeri Sipil akan terlihat
dengan cirri-ciri antara lain kemampuan untuk memimpin
diri sendiri, memiliki teknik intelektual bidang tugas, dapat
menerapkan secara praktis teknik intelektual dalam tugasnya
serta mampu menjalin hubungan dengan profesi lainnya.
Dengaan profesionalisme PNS maka harus dibingkai
dengan sikap dan perilaku sebagai pedoman guna menjaga
dan mengarah pada penyelesaian tugas, pedoman tingkah
laku tersebut adaalah Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, yang
cakupannya adalah etika bernegara, etika berorganisasi, etika
bermasyaraakat, etika terhadap diri sendiri dan etika sesame
Pegawai Negeri Sipil.
Kode etik PNS tersebut diatur dalam peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 yang juga bagian dari
pembinaan bagi PNS yaitu jiwa korsa dan Kode etik. Untuk
menjaga agar PNS tetap konsisten dalam keprofesionalannya
maka kode etik tersebut mengatur bagaimana jika terjadi
pelanggaran terhadap kode etik yaitu proses pelaporan,
pemaanggilan, pemeriksaan sampai pada penjatuhan
hukuman pelanggarann kode etik. Wadah untuk menegakan
kode etik disebut Majelis Kehormatan Kode Etik yang
keanggotaannya disyarakt berjumlah ganjil dan
keanggotaannya tidak boleh berpangkat lebih rendah dari
PNS yang diperiksa maupun yang akan dijatuhi hukuman
pelanggaran kode etik. Sanksi terhadap pelangagaran kode
etik, berupa sankso moral, namun dapat juga berupa sanksi
80 Etika Profesi PNS
administrasi bahkan sampai pada sanksi disiplin Pegawai
negeri Sipil.
B. Tindak LanjutEtika Profesi Pegawai Negeri Sipil merupakan mata diklat
tentang sikap dan perilaku pembahasannya amat luas karena
ia berbicara teantang maanusia, sedangkan sebagaian ahli
mengatakan bahwa manusia itu adalah makhluk serba
kompleks, sehingga pembahasan tentang etikapun
sebenarnya sangatlah kompleks. Apa yang telah terbahas
dalam modul ini mulai bab II sampai bab VII baru
memberikan pengertian tentang etika, moral, nilai,
profesional, kode etik dan kode etik Pegawai Negeri Sipil
serta bagaimana tata cara penegakan atas pelanggaran kode
etik itu sendiri.
Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang etika profesi
Pegawai Negeri Sipil peserta dianjurkan untuk mempelajari
antara lain :
1. Bahan bacaan yang digunakan dalam penulisan modul
sebagaimana tertera dalam daftar pustaka
2. Modul mata pelajaran lain seperti etika kepemimpinan
organisasi dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, A.1985. Pola Sistem Nilai Para Manajer di
Indonesia. Jakarta : Disertasi Psikologi F. Psikologi
UI
Feather, N. T. 1994. Values and Culture. Dalam Lonner, Walter
J.; Malpass, Roy S. (Ed.), Psychology and Culture
(hal : 183 - 189).
Massachusetts : Allyn & Bacon
Feather, N. T. 1995. Values, Valences, and Choice : The
Influence of Values on the Perceived Attractiveness
and Choise of Alternatives. Journal of Personality
and Social Psychology,68, 1135 – 1151
Greenstein, T. 1976. Behavior Cahge Through Value Self-
Confrontation : A Field Experiment. Journal of
Personality and Social Psychology, 34, 254 – 262
Grube, J. W. 1982. Can Values Be Manipulated Arbitrarily ? A
Replication that Controls for Regression Effects.
Personality and Psychology Bulettin, 8, 528 – 533
Grube, J. W.; Greenstein, T. N.; Rankin, W. L.; Kearney, K. A.
1977. Behavior Change Following Self-
Confrontation : A Test of the Value-Mediation
Hypothesis. Journal of Personality and Social
Psychology, 35, 212 – 216
Grube, J. W.; Mayton, D. M.; Ball-Rokeach, S. J. 1994. Inducing
Change in Values, Attitudes, and Behaviors : Belief
81
82 Etika Profesi PNS
System Theory and the Method of Value Self-
Confrontation. Journal of Social Issues, 50, 153-174
Rokeach, M. 1973. The Nature of Human Values. New York :
The Free Press
Schwartz, S. H. 1992. Universals In The Content
And Structure of Values : Theoretical Advances And
Empirical Tests In 20 Countries. Advances In
Experimental Social Psychology, 25, 1 – 65
Schwartz, S. H. 1994. Are There Universal Aspects in the
Structure and Contents of Human Values ? Journal
of Social Issues, 50, 19-46
Schwartz, S. H.; Bilsky, W. 1987. Toward A
Universal Psychological Structure of Human Values.
Journal of Personality and Social Psychology, 53,
550 – 562
Schwartz, S. H.; Inbar-Saban, N. 1988. Value Self-Confrontation
as a Method to Aid in Weight Loss. Journal of
Personality and Social Psychology, 54, 396 – 404
Schwartz, S. H.; Verkasalo, M.; Antonovsky, A.; Sagiv, L. 1997.
Value Priorities and Social Desirability : Much
Substance, Some Style. British Journal of Social
Psychology, 36, 3 – 18
Zavalloni, M. 1980. Values. Dalam Triandis, H. C.; Berry, John
W. (Ed). Handbook of Cross Cultural Psychology
(Vol. 5.
http://www.consal.org.sg/webupload/forums/attachments/
2270.doc.
http://students.ukdw.ac.id/~22981938/jurnal11.html
Modul Pilot Project Diklat Prajabatan Golongan III 83
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 43 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.