Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
ii
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Pasal 1 1. Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif
setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan Pidana Pasal 113 1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan / atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan / atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan / atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
Udayana UnIveRSIty PReSS2016
Wayan Budiarsa SuyasaMade Sudiana Mahendra
EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
iv
Hak Cipta pada Penulis. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang :
dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.
Penulis:Wayan Budiarsa Suyasa
Made Sudiana Mahendra
Penyunting:Jiwa atmaja
Cover & Ilustrasi: Repro
Design & Lay Out: I Wayan Madita
Diterbitkan oleh:Udayana University Press
Kampus Universitas Udayana denpasar, Jl. P.B. Sudirman, denpasar - Bali telp. (0361) [email protected] http://penerbit.unud.ac.id
Cetakan Pertama:2016, x + 101 hlm, 15 x 23 cm
ISBN: 978-602-294-134-7
EVALUASI DAN PERENCANAAN PENGELOLAAN SAMPAH PERKOTAAN
v
PRAKATA
Perkembangan pembangunan wilayah perkotaan menjadi konsekuensi dari peningkatan berbagai
kegiatan/aktivitas penduduknya yang semakin beragam dan meningkat. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menjadi konsekuensi dadri pesatnya pembangunan perkotaan. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat membawa konsekuensi logis meningkatnya jumlah sampah serta menurunnya kemampuan pengelolaan sampah. di pihak lain, adanya tuntutan akan permukiman yang bersih dan sehat, dan upaya pemenuhan target MdGs mengakibatkan kebutuhan akan pelayanan persampahan harus tetap menjadi perhatian yang serius. Peningkatan pelayanan persampahan menuju standar kebersihan yang ditetapkan, harus direncanakan dengan pertimbangan yang matang. namun, sayangnya program peningkatan pelayanan persampahan seringkali dilakukan tanpa suatu kebijakan dan perencanaan sebagai acuan yang jelas sehingga menyulitkan para pelaksana di lapangan serta tujuan pelayanan persampahan dalam tahap jangka pendek, menengah dan panjang kurang dapat tercapai.
Sampah menjadi masalah serius sehingga diperlukan penanganan secara seksama secara terintegrasi dengan inovasi-inovasi baru yang lebih memadai dalam perangkat sistem dan mekanisme pengelolaan persampahan sehingga kegiatan perencanaan, operasional, evaluasi dan pengendalian pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik. Untuk meningkatkan kondisi pengelolaan persampahan secara keseluruhan diperlukan suatu perencanaan yang memadai dalam bentuk masterplan persampahan. Masterplan persampahan ini
vi
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan bagi para pelaku pembangunan bidang persampahan dalam meningkatkan manajemen pengelolaan sampah. dalam pengelolaan sampah yang lebih baik kedepan diperlukan tiga hal penting meliputi 1) Perencanaan pengelolaan persampahan secara lebih memadai yang meliputi aspek teknis kelembagaan, pembiayaan, peraturan dan aspek peran serta masyarakat, 2) perencanaan pengelolaan sampah terpadu dan berkelanjutan, dan 3) tersedia payung hukum pengelolaan persampahan dan kemampuan implementasinya.
Yang menjadi sasaran dalam perencanaan tersebut adalah:1. terwujudnya sistem pengelolaan persampahan yang
terpadu dan berkelanjutan.2. terwujudnya pelayanan maksimum dalam penanganan
persampahan.3. terbentuknya payung hukum pengelolaan persampahan.
Strategi pencapaian sasaran dilakukan beberapa hal terutama melakukan studi literatur atau review studi yang relevan, membuat program kerja kegiatan secara keseluruhan, menetapkan metode survey, menyusun kuesioner untuk menjaring data dan menyusun jadual kerja dan kegiatan. data menjadi suatu hal yang sangat penting yang menjadi entri dalam evaluasi, analisis dan penentuan strategi. data Primer diperoleh dengan melakukan survey lapangan tentang kondisi eksisting pengelolaan sampah berkaitan dengan daerah pelayanan, timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah, kondisi pewadahan, pengumpulan, pemindahan. Pengangkutan dan pembuangan akhir, upaya 3 R baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah dan kemauan/kemampuan membayar retribusi serta pengumpulan data lain yang relevan.data Sekunder diperoleh dengan melakukan survey ke instansi terkait mengenai kondisi kelembagaan yang menanganani masalah persampahan(institusi, struktur organisasi, SdM dantata laksana kerja organisasi), kondisi
vii
pembiayaan (investasi; operasi pemeliharaan dan retribusi) selama sedikitnya 3 (tiga) tahun terakhir, dukungan peraturan yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten/Kota berkaitan dengan pengelolaan persampahan dan program penyuluhan yang ada. Kondisi fisik, sosial ekonomi, pendapatan masyarakat, fasilitas, daerah kumuh), rencana pengembangan kota/wilayah (tata guna lahan) baik serta pengumpulan data lainyang relevan. analisis dilakukan dengan data yang dapat digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan pola pelayanan persampahan. Metode analisis dapat dilakukan secara deskriptif, SWOt maupun metode lain. Penyusunan Perencanaan sampai tahun yang ditentukan dengan perencanaan teknis dan manajemen persampahan meliputi proyeksi perkembangan penduduk, volume sampah, pengembangan aspek institusi.
Pengembangan aspek teknis (kebutuhan prasarana dan sarana persampahan, pewadahan, pegumpulan, pemindahan, pengolahan / 3R, pengangkutan dan pembuangan akhir). Selain itu juga diperlukan rencana kebutuhan dukungan prasarana dan sarana dalam rangka mendukung pengoperasian sistem pengelolaan sampah dilengkapi dengan peta dan gambar dengan skala sesuai ketentuan. Pengembangan aspek pembiayaan (kebutuhan biaya investasi selama kurun waktu perencanaan, biaya operasi dan pemeliharaan per tahun serta perhitungan tarif retribusi). Pengembangan aspek pengaturan (penyempumaan perda termasuk untuk kerjasama regional dan usulan penerapannya). Pengembangan aspek peran serta masyarakat (usulan program penyuluhan, pilot project penanganan sampah berbasis masyarakat, pola pendidikan dan lain-lain).
Penyusun
viii
PRaKata .................................................................................. vdaFtaR ISI ............................................................................... viii
BaB I anaLISIS PenGeLOLaan PeRSaMPaHan ........ 11.1 Sub Sistem Operasional ................................................... 11.2 Subsistem Kelembagaan .................................................. 21.3 Subsistem Pembiayaan ..................................................... 31.4 Subsistem Pengaturan ...................................................... 41.5 Subsistem Peran Serta Masyarakat ................................ 61.6 Subsistem Pewadahan Sampah ...................................... 101.7 Subsistem Pengumpulan ................................................. 111.8 Subsistem Pengangkutan ................................................. 151.9 Subsistem Pemrosesan akhir .......................................... 17 1.9.1 aspek Sarana dan Prasarana ................................... 18 1.9.2 aspek Pembiayaan ................................................... 19 1.9.3 aspek Organisasi dan Kelembagaan .................... 21 1.9.4 Aspek Hukum/Pengaturan .................................... 24 1.9.5 aspek Peran Serta Masyarakat .............................. 28 1.9.6 analisis dampak tPa dan Pengendaliannya ..... 32
BaB II KeBUtUHan dan RenCana PenGeMBanGan .................................................................. 372.1 Kriteria Perencanaan ....................................................... 372.2 Peran Serta Masyarakat ................................................... 492.3 Sasaran ............................................................................... 50
BaB III PeRenCanaan PenGeMBanGan SISteM PenGeLOLaan PeRSaMPaHan ...................................... 523.1 Kebutuhan Peralatan dan Bangunan Utama ................ 52
DAFTAR ISI
ix
3.2 Kebijakan dan Pengembangan .......................................... 523.3 arah Perkembangan Persampahan Kota ..................... 543.4 Penetapan Kawasan Strategis Kota ................................ 593.5 arahan Pengelolaan Kawasan Strategis Kota .............. 603.6 teknik Operasional ........................................................... 62 3.7 Sistem Pemrosesan Akhir ................................................ 843.8 Manajemen dan Organisasi ............................................. 943.9 Pembiayaan ........................................................................ 95
daFtaR PUStaKa .................................................................. 101
x
1
BAB IANALISIS PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
1.1 Sub Sistem OperasionalBerbagai permasalahan yang timbul pada Subsistem
Operasional pengelolaan sampah perkotaan umumnya teridentifikasi sbb:1. Pelayanan dalam hal luasan daerah dan mutu pelayanan
yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Kota/kabupaten masih rendah. Rendahnya tingkat pelayanan persampahan yang dilakukan oleh dinas Kebersihan dan Pertamanan masing-masing pemerintah Kota/kabupaten umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
- Minimnya sarana dan prasarana pengelolaan sampah.
- area pelayanan yang luas dan kondisi lalu lintas yang padat.
- Banyaknya masyarakat yang mengelola sampahnya secara mandiri (on sitesystem) dengan menumpuk dan membakar sampah di halaman, di pinggir jalan, saluran drainase/sungai kecil, dan dibuang di tegalan / lahan kosong.
- Belum terlaksananya konsep 3 R (reduce, reuse dan recycle) secara baik dari berbagai aktivitas sebagai sumber penghasil sampah.
2 Pewadahan sampah di sumber sampah tidak memiliki kesamaan dalam prosedur operasional maupun sarana yang digunakan. Banyak dijumpai tumpukan-tumpukan sampah di pinggir jalan yang tanpa wadah, yang berasal dari berbagai sumber, seperti: sampah jalan, permukiman, rumah makan/warung, sekolahan dan lainnya. Pada umumnya, wadah sampah yang digunakan berupa
2
keranjang tanpa tutup dan tas plastik, sehingga menjadi sasaran hewan (anjing) untuk mengais makanan serta dapat menjadi vektor penyakit.
3. Ketidakseragaman dalam sistem pengumpulan sampah, sebagian masyarakat menggunakan pola individual tidak langsung, dimana sampahnya dibuang ke tPS atau kontainer terdekat yang ada, sementara sebagian masyarakat lainnya mengelola sendiri sampahnya dengan menumpuk dan atau membakarnya di halaman. Hal ini disebabkan karena jumlah petugas kebersihan lingkungan yang kurang sehingga pelayanan sampah di sumber sampah tidak dapat dilakukan.
4. Kondisi dan penempatan TPS yang tidak layak, sehingga berpotensi menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran air tanah, sarang hewan-hewan pembawa penyakit (lalat, tikus), mengganggu arus lalu lintas dan estetika.
5. Kurang optimalnya ritasi pengangkutan sampah yang ada (kendaraan Dump Truck) dan jumlah truk yang ada tidak sebanding dengan area pelayanan yang ada, sehingga tidak semua sampah yang terangkut ke tPa. disamping itu kondisi truk angkut banyak yang mengalami kerusakan.
6. Umumnya, kondisi tPa yang ada tidak memadai dalam daya tampung maupun sistem pengolahan yang digunakan, kondisi yang tidak baik tersebut dapat memicu gangguan lingkungan di sekitarnya. Metode pengolahan sampah di tPa menggunakan pengolahan open dumping dan pembakaran sehingga menimbulkan dampak negatif yang serius seperti terganggunya arus lalu lintas kendaraan, pencemaran air tanah, dan lainnya.
1.2 Subsistem KelembagaanInstansi yang menangani masalah kebersihan dan sampah
umumnya adalah dinas Kebersihan dan Pertamanan masing-masing Kota/Kabupaten. dalam pengelolaan sampah Pemkot/
3
Pemkab dapat melibatkan pihak swasta dalam hal pengangkutan sampah ke tPa pada lokasi yang tidak terlayani oleh dinas, pihak swasta juga secara swakelola melakukan usaha pengolahan sampah menjadi kompos. Pada umumnya, dinas belum mempunyai pola kerja yang terintegrasi dan terpadu dalam pengelolaan sampah, dimana belum terarahnya koordinasi antara pihak dinas dan swasta sehingga banyak pihak swasta mengeluh karena kurang mendapat perhatian dari dinas.
Sebagai contoh struktur organisasi pengelolaan sampah Kota yang perlu mendapat penegasan dalam garis koordinasi ke pihak swasta maupun swakelola sebagai wujud maksimalisasi partisipasi. Gambar 4.1. menggambarkan struktur organisasi dalam pengelolaan sampah.
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
KEPALA BIDANG OPERASI KEBERSIHAN
KASI PEMBERSIHAN JALAN SALURAN DAN
SELOKAN
KASI PENGANGKUTAN
SAMPAH
KASI PENYULUHAN
KEPALA BIDANG PERTAMANAN
KASI PEMBIBITAN DAN PENGHIJAUAN
KASI PEMBANGUNAN DAN PEMELIHARAAN
TAMAN
KASI PENERANGAN JALAN TAMAN DEKORASI DAN
REKLAMA
KEPALA BIDANG PEMBUANGAN AKHIR
KASI PENGELOLAAN TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR
KASI PEMANFAATAN DAN PEMUSNAHAN
SAMPAH
KASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DAN
TINJA
KEPALA BIDANG SARANA DAN PRASARANA
KASI PENGADAAN PERALATAN DAN
ANGKUTAN
KASI PEMELIHARAAN PERALATAN DAN
ANGKUTAN
KASI GUDANG
SEKRETARIS
KASUBAG. UMUM DAN KEPEGAWAIAN
KASUBAG. KEUANGAN
KASUBAG. PERENCANAAN DATA DAN INFORMASI
KEPALA DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN
UNIT PELAYANAN TEKNIS DAN DINAS
Gambar 1. Contoh Susunan Organisasi Pengelola Sampah Perkotaan
1.3 Subsistem Pembiayaanaspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan
mempunyai peran penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan. Berbagai
4
masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. tanpa ditunjang dana yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.
Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih dan sehat.
Pada saat ini, kendala yang dihadapi oleh Pemerintah daerah dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas, tetapi juga keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai.
Untuk meningkatkan bantuan dana dalam pengelolaan sampah dapat memaksimalkan retribusi dari pelayanan pengelolaan sampah. Untuk mencapai target dan meningkatkan perolehan penerimaan retribusi perlu upaya peningkatan partisipasi masyarakat secara terus menerus/berkelanjutan.
1.4 Subsistem Pengaturandalam upaya pengelolaan persampahan oleh dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten/Kota harus merupakan bagian dari mewujudkan visi, yaitu “Mewujudkan pelayanan di bidang kebersihan dan penataan taman. adapun misi dalam pengelolaan sampah dapat dijabarkan sebagai berikut :
5
1. Meningkatkan aspek-aspek pengelolaan kebersihan, antara lain manajemen keuangan, teknis operasional, hokum dan peran serta masyarakat.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan kebersihan dan pertamanan.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah secara keseluruhan.
4. Mewujudkan lingkungan /wilayah yang bersih, sehat, rindang dan indah.Untuk mewujudkan visi dan Misi tersebut, dinas
Kebersihan dan Pertamanan Kota . mengacu pada dasar hukum atau aspek perundangan dalam penyelenggaraan kebersihan wilayah. adapun aspek hukum tersebut dapat mengatur hal-hal sebagi berikut:1. UU RI no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.2. Perda tentang Pembentukan Organisasi Persampahan.3. Perda tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum Wilayah.4. Perda tentang Retribusi Kebersihan.5. Peraturan Walikota/Bupati Pelaksanaan Swakelola
Kebersihan wilayah.6. Peraturan Walikota/Bupati tentang Penetapan Jadwal
Waktu Membuang dan Pengangkutan Sampah, serta Ketentuan dan tata Cara Pemotongan Pohon Perindang
7. Lain-lain.
dinas Kebersihan dan Pertamanan Pemkab/Pemkot sebagai penanggung jawab pengelolaan kebersihan di Kabupaten/Kota dapat menyediakan beberapa fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan kebersihan. dalam menyelenggarakan program kebersihan di lapangan, para pejabat struktural membutuhkan mitra kerja yang dapat memberikan pembinaan kepada masyarakat luas. Mitra kerja tersebut adalah tim Penggerak PKK, LSM dan masyarakat. eksistensi mitra kerja perlu dicantumkan dalam Perda guna memperjelas dan memperkuat posisi mereka.
6
Pembentukan kader lingkungan di setiap kampung yang juga berfungsi sebagai ujung tombak untuk mensosialisasikan dan memotivasi masyarakat untuk melakukan pengolahan sampah perlu diperhatikan. Sedangkan Peraturan daerah lainnya yang diperlukan adalah tentang ketentuan-ketentuan pembuangan sampah/kebersihan termasuk buangan industri, yang dapat digunakan sebagai landasan umum dalam pengelolaan sampah.
1.5 Subsistem Peran Serta MasyarakatProgram meningkatkan peran serta masyarakat dalam
pengelolaan sampah perlu diperkuat dan secara berkelanjutan. Masyarakat harus dilibatkan secara langsung dalam hal pengelolaan sampah, seperti pembuatan kompos dari sampah rumah tangga yang dihasilkannya. Hal ini merupakan pelaksanaan konsep recycle sampah yang apabila dilaksanakan secara masal akan dapat mereduksi jumlah sampah yang dibuang ke tPa.
Aspek-aspek Teknis Operasional- Timbulan Sampah
Definisi dari timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan (SNI 19-2454-2002).Data timbulan sampah sangat penting diketahui untuk menentukan fasilitas setiap unit pengelolaan sampah dan kapasitasnya misalnya fasilitas peralatan, kendaraan pengangkut dan rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas dan jenis tPa.
Proyeksi timbulan sampah digunakan untuk memperkirakan volume sampah yang dihasilkan di suatu wilayah dalam 10 tahun kedepan.Proyeksi ini juga berguna untuk menentukan jumlah sarana dan jumlah angkutan sampah di bidang kebersihan yang seharusnya ada pada saat tahun proyeksi. dalam menghitung proyeksi timbulan sampah, data yang diperlukan adalah data volume sampah yang dihasilkan oleh masyarakat pada tahun
7
sebelumnya, yang diperoleh dari pembagian volume sampah total dengan jumlah penduduk total.
data lain yang diperlukan adalah data mengenai laju persentase peningkatan perindustrian sebab dalam pengertian ini industri yang di maksud adalah industri makanan dan minuman, industri kayu, industri kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum serta industri lainnya sampah yang di hasilkan biasanya sampah kering dan sampah basah sampah khusus dan sampah berbahaya. data selanjutnya adalah laju pertumbuhan sektor pertanian dimana pertanian dapat menghasilkan sampah organik seperti jerami, sampah an-organik seperti plastik pembungkus pupuk dan sampah kimia seperti sisa pestisida. data terakhir yang diperlukan adalah data mengenai persentase pendapatan perkapita dimana semakin tinggi pendapatan perkapita suatu daerah maka semakin tinggi pula produksi sampah, sebagai contoh daerah dengan pendapatan perkapita tinggi akan menghasilkan sampah an-organik seperti kertas dan plastik sebab daerah ini cenderung mayoritas merupakan daerah perkantoran dan pendidikan.
data-data yang diperlukan yang dapat diperoleh dari Badan Pusat Statistik setempat meliputi Produk domestik Regional Bruto (PdRB) Kota, persentase pertumbuhan perindustrian, persentase pertanian sebesar, pendapatan perkapita perkiraan jumlah penduduk untuk 10 tahun kedepan, perhitungan volume sampah (m3/org/hari).
Sebagai suatu contoh data hubungan jumlah penduduk dengan timbulan sampah di wilayah Kota disajikan pada tabel 1. Pada table tersebut ditunjukan perhitungan proyeksi pertumbuhan penduduk dengan peningkatan timbulan sampah yang dihasilkan suatu wilayah perkotaan.
8
Tabel 1Contoh Perhitungan Proyeksi Timbulan Sampah Per Tahun
Tahun Jumlah Penduduk (jiwa)Volume Timbulan Sampah
(m3/hari)Peningkatan Pertahun (%)
2011 848,587 9,4552012 908,586 10,124 6.602013 968,584 10,792 6.192014 1,028,582 11,461 5.832015 1,088,580 12,129 5.512016 1,148,579 12,798 5.222017 1,208,577 13,466 4.962018 1,268,575 14,135 4.732019 1,328,573 14,803 4.522020 1,388,572 15,472 4.322021 1,448,570 16,141 4.142022 1,508,568 16,809 3.98
Perlu dilakukan survai untuk petugas penyapuan jalan pada rute pengangkutan sampah saja.Selain volume sampah penyapuan jalan, perlu dilakukan pula survai untuk menghitung jumlah titik pengumpulan sampah dan volume sampah di setiap titik pada rute angkut. Untuk titik pengumpulan sampah di sepanjang jalan pelayanan, diasumsikan menggunakan ukuran volume keranjang sampah dan tas plastik sebagai acuan untuk volume tas plastik dikonversikan menjadi 0.033 m3 dan keranjang 0.13 m3. Pada tabel 2. ditunjukan perbandingan besarnya volume sampah jalanan dengan volume sampah total dari tahun ke tahun.
No TahunVolume Sampah
(m3/hari)Volume Sampah Jalan
(m3/hari)1 2013 1854 2182 2014 1958 2303 2015 2062 2424 2016 2166 2545 2017 2270 2666 2018 2374 2797 2019 2478 2918 2020 2582 3039 2021 2686 315
10 2022 2790 328
Tabel 2.Perkiraan Volume Sampah Total dan Volume Sampah Jalan
9
Perhitungan timbulan sampah pada jalur angkut sampah yang dilayani dinas Kebersihan Kota (dKP) meliputi nama ruas jalan, aktivitas ruas jalan yang meliputi jumlah petugas, jumlah shift, jumlah keranjang dan volume sampah (m3/hari). Sementara aktivitas pengumpulan meliputi pewadahan(keranjang dan tas plastik, jumlah/waktu shift dan volume sampah (m3/hari). Sub total volume sampah dihitung dari penjumlahan volume sampah dari penyapuan dan pengumpulan, total volume sampahnya adalah jumlah sub total yang dihasilkan dari masing-masing shift.
Kemudian ditentukan perkiraan volume sampah yang ada pada rute pengangkutan sampah yang dilayani oleh dKP Kota pada tahun dilakukan perhitungan. tabel 2. menyajikan perkiraan volume sampah yang ada di rute pangangkutan sampai tahun 2022 berdasarkan persentase perbandingan volume sampah total dengan volume sampah jalan berdasarkan persentase peningkatan tahun perhitungan.
Komposisi sampah juga perlu diketahui melalui analisa dengan melakukan pengambilan sampel di tPa sebanyak 100 Kg, kemudian dipilah menurut jenisnya, sampah yang telah dipilah tersebut selanjutnya ditimbang sehingga diketahui berat dan diketahui persentase masing-masing komposisi sampah tersebut. Contoh komposisi, persentase dan volume sampah yang dihasilkan suatu wilayah perkotaan, dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3.Komposisi Sampah suatu Wilayah Kota
No Kategori Sampah Berat (%) Volume (%) Volume (m3)
1 Kertas dan bahan-bahan kertas 32.98 62.61 2618.312 Kayu dan produk dari kayu 0.38 0.15 6.273 Plastik, kulit dan produk karet 6.84 9.06 378.884 Kain dan produk tekstil 6.36 5.10 213.285 Gelas dan kaca 16.06 5.31 222.066 Logam dan besi 10.74 9.12 381.397 Batu-batuan 0.26 0.07 2.938 Sampah organik dan sisa makanan 26.38 8.58 358.81
Total 100 100 4181.9
10
- Daerah PelayananSecara umum daerah pelayanan pengelolaan persampahan
dalam suatu wilayah perkotaan mencakup wilayah : - daerah pemukiman - daerah komersial/pasar - daerah institusi/perkantoran dansekitarnya, - jalan dan saluran
tetapi secara kuantitas dan kualitas, pelayanannyaharus terus ditingkatkan. Perlu dipertimbangkan untuk daerah-daerah pengembangan (yang umumnya memiliki kepadatan rendah) belum dijangkau oleh sistem pelayanan, karena pada daerah ini masih memungkinkan untuk pola pengelolaan secara individu dengan pembakaran dan penimbunan.
1.6 Subsistem Pewadahan SampahSubsistem pewadahan yang digunakan masyarakat
umumnya mencakup permasalahan sebagai berikut :1. Proses pemilahan sampah basah dan kering di lokasi
sumber sampah maupun tPS belum dilakukan, sehingga sampah tercampur. Hal ini disebabkan :
a. Keterbatasan bak sampah yang mengakibatkan warga terpola untuk mencampur sampah. Bak sampah yang ada tidak ada penyekat untuk tempat sampah basah dan kering.
b. Kurangnya informasi terhadap manfaat pemilahan sampah kepada pelaku (ibu rumah tangga) serta informasi tentang kendala pengolahan sampah bila tidak dipilah.
c. Kurangnya kegiatan sosialisasi untuk melakukan pemilahan sampah basah maupun sampah kering baik secara individu, keluarga, organisasi dan komunitas kawasan yang luas lagi.
2. Pengambilan sampah dari sumber sampah menuju tPS tidak semuanya dilakukan setiap hari sehingga mengakibatkan penumpukan pada wadah sampah .
11
Sistem pewadahan yang ada dapat dilihat pada Gambar 2. berikut.
Gambar 2.Sistem Pewadahan Individual Dan Komunal.
1.7 Subsistem PengumpulanSecara umum pola yang diterapkan dalam proses subsistem
pengumpulan dapat dilihat pada Gambar 3, sampai dengan Gambar 6.
Gambar 3. Pola Pengumpulan Individual Tidak Langsung
Kantong PlastikBecak Sampah TPS Dump Truk
TONG (BIN)Gerobak Sampah Kontainer Truk Berlengan
SumberSampah
Pengumpulan &Pemindahan
Pengangkutan PembuanganAkhir
TPA
Gambar 4. Pola Pengumpulan Komunal Tidak Langsung
Gerobak Komunal
Gerobak Komunal
TPS Dump Truk
Kontainer Komunal Kontainer Truk Berlengan
SumberSampah
WadahKomunal
Pengumpulan &Pemindahan
Pengangkutan PembuanganAkhir
TPA
12
Gambar 5. Pola Pengumpulan Individual Langsung
Kantong PlastikTruk Pemadat
TONG (BIN) Dump Truk
SumberSampah
TPA
Pengumpulan &Pengangkutan
PembuanganAkhir
Gambar 6. Pola Pengumpulan Komunal Langsung
Kontainer Komunal Truk Berlengan
Kontainer Truk Pemadal
TPS Dump Truk
TPA
SumberSampah
WadahKomunal
Pengangkutan PembuanganAkhir
Beberapa permasalahan yang umumnya dihadapi dalam subsistem pengumpulan sampah Kota, adalah sebagai berikut:1. Waktu pengambilan sampah dari sumber sampah sering
tidak sesuai dengan jadwal pengangkutan, sehingga banyak sampah yang tidak terangkut ke tPa.
2. Pengumpulan sampah di jalan-jalan umum belum optimal dilakukan sehingga masih ada pembuangan sampah secara liar. Hal ini disebabkan belum semua ruas jalan terlayani oleh kegiatan penyapuan sehingga penanganan sampah di jalan belum optimal. Serta tidak tersedianya bak sampah di tepi jalan akibatnya sampah dibuang di sembarang tempat atau di jalan, selokan/sungai, dan pekarangan.
13
Gambar 7. Pola Pengumpulan Sampah Oleh MasyarakatPenampungan Sampah Sementara
Sarana penampungan sampah sementara yang perlu disediakan adalah pewadahan sampah berupa container, sedangkan untuk pengumpulan sarana yang disediakan adalah tPS atau transfer depo. Selain itu, sarana yang ada juga berupa depo 3R sebagai tempat pengolahan sampah. Jumlah dan penempatan kontainer harus diperhitungkan berdasarkan analisis situasi sbelumnya.
Tabel 4.Kondisi Sarana Kontainer pada Umumnya
14
Tabel 5. Kondisi Sarana Transfer Depo / TPS
LOKASI FOTO
LOKASI FOTOTabel 6. Kondisi Sarana Depo 3R
15
Gambar 8. Sistem Container Tidak Tetap Model Arm Roll
1.8 Subsistem PengangkutanPermasalahan dalam subsistem pengangkutan sampah ke
TPA, adalah sebagai berikut :1. Sampah belum seluruhnya dapat terangkut ke tPa karena
keterbatasan armada dan sumberdaya manusia. Sampah yang dihasilkan belum sepenuhnya dapat terangkut di tPa karena beberapa kendala diantaranya adalah kualitas sarana dan prasarana pengangkutan yang kurang optimal dan banyak yang mengalami kerusakan.
2. Kondisi/Umur kendaraan angkutan sampah akan mempengaruhi sehingga kemampuan operasional dalam pengangkutan sampah. disamping itu, jenis kendaraan mempengaruhi efisiensi loading dan unloading sampah, misalnya truk dengan bak terbuka memungkinkan banyak sampah yang tercecer saat pengangkutan.
3. Sarana kontrol angkutan sampah belum optimal karena tidak ada sistem kontrol yang efektif. terdapat kejadian bahwa sampah tidak diangkut ke tPa karena dump truck sedang digunakan untuk kegiatan lain tanpa ijin dari dinas.
16
Gambar 9.Truk Angkut Sampah
data kondisi truk harus dicatat secara berkala, selain faktor usia dan pengoperasian, faktor yang mempengaruhi kerusakan truk adalah karena perawatan yang tidak benar. Sering terjadi kerusakan truk karena proses pencucian truk yang dilakukan di tPa menggunakan air yang mengandung garam sehingga memiliki sifat korosif. Penggunaan air ini mengakibatkan komponen truk yang sebagian besar berbahan besi menjadi berkarat ditambah dengan seringnya badan truk terkena air lindi yang bersifat asam sehingga proses korosi semakin cepat, gambar kondisi kerusakan truk dan pencucian truk dapat dilihat pada Gambar10. berikut ini.
Gambar 10. Kerusakan Truk Angkut dan Pencucian Truk
dalam menjalankan proses pengangkutan rata-rata dalam 1 jalan akan dilewati 2 buah truk angkut dengan kondisi jalan memiliki 2 arah, yaitu mengangkut sampah di kedua sisi jalan,
17
Gambar 9.Truk Angkut Sampah
data kondisi truk harus dicatat secara berkala, selain faktor usia dan pengoperasian, faktor yang mempengaruhi kerusakan truk adalah karena perawatan yang tidak benar. Sering terjadi kerusakan truk karena proses pencucian truk yang dilakukan di tPa menggunakan air yang mengandung garam sehingga memiliki sifat korosif. Penggunaan air ini mengakibatkan komponen truk yang sebagian besar berbahan besi menjadi berkarat ditambah dengan seringnya badan truk terkena air lindi yang bersifat asam sehingga proses korosi semakin cepat, gambar kondisi kerusakan truk dan pencucian truk dapat dilihat pada Gambar10. berikut ini.
Gambar 10. Kerusakan Truk Angkut dan Pencucian Truk
dalam menjalankan proses pengangkutan rata-rata dalam 1 jalan akan dilewati 2 buah truk angkut dengan kondisi jalan memiliki 2 arah, yaitu mengangkut sampah di kedua sisi jalan,
sedangkan untuk jalan yang memiliki 1 arah akan dilewati 1 buah truk untuk mengangkut sampah di kedua sisi jalan seperti pada Gambar 11.
Gambar 11. Proses Pengangkutan Sampah
1.9 Subsistem Pemrosesan AkhirSeiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk
dan perkembangan ekonomi dengan segala dinamikanya wilayah/kawasan mengakibatkan terjadinya peningkatan timbulan sampah yang semakin cepat. Kondisi tersebut secara otomatis telah membawa akumulasi permasalahan yang semakin kompleks. Pada masa mendatang jika tidak dicari jalan keluarnya akan semakin sulit dikendalikan. Permasalahan tersebut ditambah lagi dengan semakin sulitnya mencari lokasi untuk tempat Pemrosesan akhir (tPa) Sampah, sehingga semakin kompleknya permasalahan sampah yang harus dihadapi.
18
1.9.1 Aspek Sarana dan Prasananaa. Kondisi Sarana dan Prasarana
Saat ini, tPa umumnya beroperasi sebagian masih menggunakan sistem open dumping sehingga dikhawatirkan akan mengakibatkan pencemaran pada lingkungan terdekat, sehingga diperlukan peningkatan kualitas.
b. Pengadaan Sarana dan PrasaranaUntuk menunjang pelaksanaan kegaiatan pengangkutan
sampah dan pembabatan rumput perlu dilakukan proses pengadaan sarana dan prasarana penunjang berupa :• Perlengkapan:pakaian kerja para petugas kebersihan yang
meliputi: wearpack, helm, sarung tangan, masker, kaos kaki, sepatu, dan kaos olah raga.
• Peralatan:peralatan merupakan hal yang sangat penting dalam kegiatan kebersihan kota. Selain memudahkan dan
Gambar 12. Sistem Open Dumping di TPA
Gambar 13. Kegiatan Pemulung Sampah di TPA
19
mempercepat pekerjaan juga merupakan hal yang tidak boleh tidak ada karena bila peralatan tidak tersedia maka kegiatan kebersihan kota tidak dapat berjalan dengan semestinya. Peralatan yang disediakan antara lain: mesin babat dan suku cadangnya, pacul, sekop, dan garu-garu.
• Jasa servis:Dalam pelaksanaan kegiatan kebersihan kota pasti terjadi kerusakan alat baik sebagian maupun seluruhnya. Oleh karena itu maka jasa servis dilakukan pula dalam kegiatan ini.
1.9.2. Aspek Pembiayaana. Unsur Pembiayaan
didalam menjalankan sistem pengelolaan persampahan tidak dapat dipisahkan dari unsur biaya. Unsur biaya ini adalah sebagai imbalan terhadap pikiran ataupun tenaga yang telah diberikan oleh personil/tenaga kerja yang terlibat dalam sistem pengelolaan dan juga nilai materi/benda yang habis dipakai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pola pengelolaan persampahan saat ini sedapat mungkin dilaksanakan dengan pendekatan padat karya bukan dengan padat modal.
Unsur biaya yang terlibat dalam sistem pengelolaan persampahan untuk menyusun rencana manajemen keuangan dibagi sebagai berikut:• Biaya Personil: Biaya personil adalah untuk pemberian
gaji kepada karyawan (tetap ataupun lepas). Biaya personil akan mengalami kenaikan 10% setiap dua tahun didalam perhitungan proyeksi.
• Biaya Bahan Bakar Minyak Dan Oli: Perhitungan biaya ini didasarkan pada jumlah angkutan (truk) yang dioperasikan dan kemudian perhitungan jumlah ritasi selama satu tahun.
• Biaya Reparasi/Pemeliharaan: Biayareparasi/pemeliharaan dimaksudkan untuk perawatan gerobak, truk, buldozer, transfer depo sehingga fasilitas operasional ini dapat digunakan sepanjang unsur pemakaiannya. Biaya
20
reparasi/pemeliharaan ini dihitung berdasarkan standar yang telah disebutkan dalam kriteria dan khususnya untuk truk telah di keluarkan biaya BBM/olie.
4. Biaya Peralatan : Biaya peralatan adalah biaya untuk perlengkapan dan alat kerja para petugas lapangan dan alat tersebut masa pakainya satu atau kurang dari satu tahun. alat kerja tersebut adalah sapu lidi, garuk, sekop, dan perlengkapan K3. Khusus mengenai perlengkapan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) ikut diperhitungkan sesuai dengan anjuran Pemerintah Pusat, dalam hal ini departemen tenaga Kerja maupun Pemerintah daerah dan yang termasuk dalam K3, yaitu baju kerja, sarung tangan, sepatu dan helm.
5. Biaya Administrasi: Di dalam menunjang operasional sistem pengelolaan persampahan dibutuhkan kerja administrasi yang mantab dan memadai. Untuk biaya administrasi diperkirakan sebesar 2,5% dari biaya keseluruhan personil baik biaya personil administrasi maupun personil lapangan.
6. Penyusutan: Pertanyaan tentang penyusutan sering timbul pada manajemen biaya dilingkungan Pemerintah daerah dalam prinsip recovery, sebab penyusutan adalah istilah umum biaya yang mengurangi nilai asset pada setiap periode yang berjalan hingga sampai asset tersebut tidak berguna lagi. Proporsi penyusutan tidak menambah sumber pendapatan bagi Pemda (Pengelola Persampahan) tetap sebagai capital sampai akhir masa penggunaan asset.
b. Biaya dan Retribusi Biaya Satuan Pengelolaan Persampahan
Biaya satuan dihitung berdasarkan:• Jumlah penduduk yang dilayani.• Jumlah sampah yang diangkut.• Biaya untuk setiap komponen peralatan.
21
Biaya pengelolaan sampah/m3 nya adalah dilihat dari jumlah retribusi yang diterima dibagi jumlah sampah (efektif) yang dikelola. Sedangkan biaya satuan per penduduk dilayani adalah sebagai berikut jumlah penduduk Kota.dengan demikian, biaya satuan per penduduk terlayani adalah Rp/kapita/orang.dengan demikian, terlihat bahwa biaya pengelolaan sampah perorang melebihi jumlah biaya pengelolaan sampah.c. Struktur Tarif Retribusi
Biaya pengelolaan umumya diperoleh dari Pemerintah daerah dan masyarakat. Besarnya biaya dari pemerintah daerah diharapkan akan berkurang seiring dengan peningkatan dana partisipasi yang diperoleh dari masyarakat (self financing). adapun besarnya dana pengelolaan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan operasional dan struktur tarif yang sesuai terutama untuk permukiman. Berdasarkan kriteria perencanaan, biaya pengelolaan persampahan yang layak dianggarkan untuk suatu kota adalah 10% dari aPBd.
Peningkatan retribusi ditujukan pada:• Perbaikan tarif sesuai dengan biaya pengelolaan• Perlunya satu kendali dalam prosedur penarikan retribusi• Pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan retribusi.
1.9.3 Aspek Organisasi dan Kelembagaandalam suatu sistem pengelolaan sampah, aspek
kelembagaan/ organisasi sangat penting agar sistem bisa berjalan dengan baik. Struktur organisasi harus dapat memperlihatkan secara jelas alur koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal, kewenangan dalam penggunaan anggaran, dan tata laksana kerja harus memuat dengan jelas fungsi dan tugas masing-masing personil.
Organisasi dan manajemen pengelolaan sampah merupakan faktor untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna dari sistem pengelolaan sampah. Organisasi dan manajemen juga mempunyai peranan pokok dalam menggerakkan, mengaktifkan
22
dan mengarahkan sistem pengelolaan sampah dengan ruang lingkup bentuk institusi pola organisasi, personalia serta manajemen (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) untuk jenjang strategis, taktis maupun operasional.
dalam aspek kelembagaan ini hal yang perlu diperhatikan adalah bentuk organisasi (formal maupun non formal), yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, penempatan tenaga kerja, pola organisasi, yang meliputi pola organisasi Pemerintahan, peraturan pelaksanaan, pedoman tingkat kemampuan personil, beban lingkup kerja dan pola organisasi kemasyarakatan.
a. Struktur OrganisasiSecara umum, struktur organisasi yang menangani
persampahan di suatu wilayah masih terdapat kekurangan, yaitu belum terdapat garis organisasi menuju pihak swasta dan swakelola kebersihan.
analisis struktur organisasi dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota yang berhubungan langsung dengan masalah kebersihan/persampahan adalah:1. Masih belum dijabarkannya seksi kebersihan ke dalam
bentuk yang jelas seperti perencanaan dan evaluasi, sarana dan prasarana, Retribusi, Operasional.
2. Belum adanya seksi kerjasama dengan pihak swasta dan swakelola kebersihan, sehingga beban kerja seksi kebersihan terlalu berat.
3. Perlu ada seksi retribusi, yang membantu dalam penarikan retribusi kebersihan.Bentuk organisasi yang ada perlu pengembangan dengan
penataan struktur yang lebih jelas dengan pertimbangan keseimbangan beban kerja, spesifikasi tugas, dan prioritas pengembangan, mengingat fungsi organisasi tidak hanya menangani kebersihan saja, tetapi juga menangani tugas lain yaitu pertamanan, air kotor, dan makam umum.
23
b. Tata laksana kerjaStruktur organisasi harus mencerminkan aktivitas ataupun
interaksinya, sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana mendefinisikan lingkup tugas, wewenang, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit / komponen organisasi. Hal ini harus di perhatikan dalam tata laksana kerja yang baik adalah:1. Menciptakan pengendalian otomatis.2. tingkat pembebanan yang merata.3. Pendelegasian wewenang yang proposional dan seimbang 4. Birokrasi yang pendek5. Penugasan yang jelas dan teratur
Untuk mencapai tata laksana kerja yang diharapkan, maka diperlukan penegasan tugas dan tanggung jawab masing-masing unit organisasi, baik yang terkait secara struktural maupun sebagai unit organisasi, baik pendukung yang sifatnya koordinasi. Penugasan harus dituangkan dalam bentuk yuridis, sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaannya.
agar seluruh komponen sistem dapat berjalan dengan baik, jumlah dan kualitas personil harus memadai. Umumnya, status personil terdiri dari PnS dan tenaga Kontrak.
ditinjau dari pendidikan formal, maka pendidikan personil yang menempati jabatan struktural harus sesuai dengan kualifikasi dan kompetensinya dengan pendidikan di bidang pengolahan persampahan. dengan dikembangkannya pengolahan persampahan, baik secara teknis maupun manajemen, maka diperlukan pengembangan jumlah personil dan kualitasnya. Pengembangan jumlah personil adalah untuk mengisi kekosongan dan penyempurnaan struktur serta agar sesuai dengan kebutuhan operasional (bertambahnya peralatan karena pengembangan wilayah pelayanan). Pengembangan kualitas personil melalui training maupun kursus di bidang pengelolaan persampahan.
24
1.9.4 Aspek Hukum/Pengaturana. Jenis/Kelompok Peraturan Daerah
Guna memenuhi pelaksanaan pengelolaan persampahan yang maksimal dan terkoordinasi dengan baik, maka perlu landasan hukum yang memadai. Keberhasilan sistem manajemen persampahan juga perlu didukung oleh peraturan-peraturan yang melibatkan wewenang dan tanggung jawab badan pengelola serta partisipasi masyarakat. dalam pelaksanaannya peraturan-peraturan tersebut perlu disertai pembinaan, pengawasan dan sanksi-sanksi dalam menegakkannya.
aspek legal diperlukan untuk menunjang terlaksananya program-program pengelolaan sampah. aspek legal berfungsi sebagai pemberi arah dan dorongan agar masyarakat benar-benar memperhatikan akan pentingnya pengelolaan sampah, dimulai dari sumber sampah hingga tahapan pemrosesan akhirnya.
ditinjau dari kelengkapan Perda, maka pada umumnya terdapat 3 (tiga) jenis Perda persampahan yang sebaiknya ada, yaitu :- Perda tentang pembentukan institusi formal persampahan
dan penanggung jawab masalah kebersihan dan persampahan.
- Perda tentang struktur tarif retribusi.- Perda tentang kebersihan, keindahan, dan ketertiban kota.Sebagai contoh diperlukan Perda sebagai berikut : - Perda tentang pembentukan dinas Kebersihan dan
Pertamanan sebagai institusi formal yang menangani persampahan di Kota .
- Perda mengenai retribusi pelayanan persampahan dan atau kebersihan kebersihan di Kota.
- Sedang Peraturan daerah lainya yang mengatur masalah kebersihan, keindahan kota beserta sanksi-sanksi bagi pelanggarnya, peraturan ini ditujukan bagi masyarakat luas belum ada.
25
Sistem pengaturan yang terkait dengan pengelolaan kebersihan dan persampahan perlu pemantapan dan evaluasi secara terus menerus. dari segi kelengkapan jenis peraturan, materi dan pelaksanaannya, Perda perlu terus dikaji untuk memayungi dinamika pengelolaan sampah yang ada.
Jika dikaitkan dengan Undang-Undang no 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, pada PaSaL 6, maka tugas Pemerintah Daerah dalam mengelola sampah terdiri atas: Menumbuh-kembangkan dan meningkatkan kesadaran
masyarakat dalam pengelolaan sampah. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi
pengurangan dan penanganan sampah. Memfasilitasi, mengembangkan dan melaksanakan upaya
pengurangan, penanganan dan pemanfaatan sampah. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi
penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat
hasil pengolahan sampah. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang
berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah.
Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.Berdasarkan pasal di atas terlihat bahwa Pemerintah harus
berupaya untuk menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah. artinya, pengelolaan sampah berbasis mandiri yang saat ini sudah berjalan harus terus meningkat karena manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pengelolaan sampah di sumber sampah yang ada, terutama pada kegiatan-kegiatan yang menimbulkan sampah di luar kegiatan permukiman, seperti terminal, pasar, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang masih sangat minim bahkan belum dilakukan.
26
tanggung jawab pemerintah daerah dalam hal penanganan sampah mandiri juga harus ditingkatkan dalam hal kemudahan memperoleh sarana dan prasarana pengolahan sampah seperti komposter berskala rumah tangga (KRt) atau Keranjang takakura atau alat lainnya yang mendukung pelaksanaan sampah mandiri.
dalam Pasal 12 UU RI no.18 tahun 2008 juga dijelaskan bahwa masyarakat penghasil sampah juga wajib melakukan kegiatan sampah mandiri seperti terurai pada pasal tersebut, yaitu :• (1) Setiap orang dalam pengelolaan sampah rumah
tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga wajib mengurangi dan menangani sampah dengan cara yang berwawasan lingkungan.
• (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan daerah.dari pasal 12 di atas terlihat bahwa terdapat ketentuan
bahwa masyarakat yang menghasilkan sampah rumah tangga dan sejenisnya wajib untuk melakukan pengurangan atau penerapan konsep 3 R (Reuse, Reduce dan Recyle).
Pasal 13 UU No.18 Tahun 2008 : berisikan kewajiban pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya untuk menyediakan fasilitas pemilahan sampah dan produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.
yang dimaksud dengan Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya. Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat. dari UU no.18 tahun 2008 tersebut dapat di analisis
27
bahwa pengurangan sampah dari sumbernya meluas pada seluruh aspek kegiatan.
b. Karakteristik Peraturan Daerah Pengelolaan PersampahanHal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
Peraturan Daerah :1. Sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan yang berderajat lebih tinggi.2. Mendukung dan mencerminkan tujuan dari sistem yang
diterapkan.3. Mampu mengkoordinasikan antarbagian sistem yang
terkait.4. Merupakan pedoman dalam penanganan masalah yang
timbul.5. Bersifat implementatif, peraturan tersebut berlaku didalam
wilayah yuridiksinya, meskipun dengan segala keterbatasan dan kekurangan pemerintah daerah.
6. Mempunyai masa berlaku yang terbatas, untuk melanjutkan perlu dievaluasi kembali.Untuk menutupi kelemahan yang ditimbulkan dari sifat
luwes (), maka diperlukan peraturan pelaksanaan yang bersifat sebagai penjabaran lebih lanjut secara tuntas dan jelas, sehingga peraturan tersebut lebih mudah untuk dilaksanakan dan dimengerti.
Pasal mengenai sanksi dan denda perlu disempurnakan kembali dengan berpedoman pada undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang no.32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Untuk dapat melaksanakan Perda secara tertib, maka diperlukan peningkatan penyampaian informasi melalui penyuluhan dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda tersebut.
28
1.9.5 Aspek Peran Serta Masyarakata. Umum
Untuk dapat membantu usaha pemerintah dalam mengelola sampah antara lain dilakukan dengan cara membiasakan masyarakat berperilaku tertentu dengan tujuan (agar perilaku itu) dapat menjadi komponen penunjang yang potensial dalam mencapai keberhasilan usaha pengelolaan sampah. Permasalahan sebenarnya adalah interaksi manusia dengan sampah serta buruknya komunikasi antara dinas dengan Konsumen. Pengertian komunikasi adalah proses penyampaian buah pikiran atau penilaian antara dua pihak atau lebih dengan menggunakan suatu sistem. adapun proses tersebut mencakup sumber pesan/berita, pikiran pesan dan efek atau akibat. agar suatu program dapat digunakan sebagai alat untuk mengelola dan mengubah sikap masyarakat dalam pengelolaan sampah, maka penyusunannya harus disesuaikan dengan kelompok sasarannya, untuk itu perlu diketahui: Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pengelolaan
sampah yang tertib, lancar dan merata. Faktor sosial, yakni struktur dan adat istiadat. Kebiasaan dalam pengelolaan sampah yang pernah dan
telah dilakukan.Ketiga faktor tersebut merupakan tiga hal yang saling
berkaitan.artinya, dengan mengetahui persepsi-persepsi, sikap dan kebiasaan masyarakat dapat diperkirakan pola tingkah laku masyarakat yang bersangkutan. Selain hal tersebut akan sangat dipengaruhi oleh struktur masyarakat dan adat istiadat dalam suatu lingkungan masyarakat.
a. PendekatanPersoalan utama adalah kurangnya komunikasi antara dinas
Kebersihan dan Pertamanan dengan masyarakat. Komunikasi yang kurang ini bermula kepada kemampuan managerial yang masih terbatas, karena sumber daya manusia dan personil yang
29
bertugas di bidang kebersihan terutama petugas lapangan sangat minim, apalagi untuk bidang kehumasan dan penyuluhan. Pendekatan dalam peran serta masyarakat adalah melalui public education dan public relation. Oleh karena itu, perlu dirancang suatu sistem komunikasi yang berisikan suatu sistem komunikasi yang berisikan pesan maupun umpan balik yang merupakan informasi. adapun peran serta masyarakat yang dimaksud adalah peran serta masyarakat pada tahap opersional.
Suatu komunikasi dapat dikatakan berhasil apabila menimbulkan umpan balik dari pesan yang diberikan. Isi pesan dapat berupa informasi, penjelasan, dan penyuluhan. Sedangkan umpan balik yang diharapkan berupa ketentuan-ketentuan pelanggan untuk memenuhi kewajibannya, seperti: Membayar retribusi pada waktu yang telah ditentukan. Memelihara kebersihan lingkungan dan dukungan moral
terhadap dinas Kebersihan dan Pertamanan didalam menjalankan kegiatannya.
ada beberapa strategi untuk dapat menimbulkan perubahan, yaitu : - Menyampaikan informasi. - Strategi pertama dan paling sederhana untuk
menimbulkan perubahan adalah dengan jalan menyampaikan atau meneruskan informasi melalui media masa seperti radio, surat kabar/majalah, televisi mempunyai sarana yang paling serasi untuk menyampaikan sejumlah informasi dengan cepat orang-orang sebanyak mungkin.
- Membujuk atau Menghukum. - tujuan utama adalah proses membujuk dan
menghukum adalah untuk mempengaruhi pihak-pihak yang diajak berkomunikasi. dan yang hendak dipengaruhi itu adalah kepercayaan, nilai dan cara bertindak pihak yang menjadi partner berkomunikasi
30
tersebut. apabila bujukan tidak berhasil, maka harus dilakukan hukuman terhadap pelanggan yang menyalahi aturan yang berlaku. Hukuman merupakan senjata terakhir untuk “memaksa” pelanggan berubah sikap. tentu saja dalam menjatuhkan hukuman tetap diperhatikan proses dan kepatuhannnya.
- Mengadakan dialog - dialog merupakan cara yang tepat untuk
menumbuhkan perubahan bersama. Syaratnya adalah para pesertanya bersedia menilai kembali segi pandangan masing-masing dengan mempertimbangkan segi pandangan peserta lainnya. dialog akan berjalan baik bila dilakukan dalam situasi yang tidak mengandung ancaman besar bagi pesertanya. Kaitan dengan masalah ini, misalnya dinas Kebersihan dan Pertamanan mengadakan forum tatap muka dengan masyarakat dan selalu terbuka untuk berdialog dengan pelanggan yang melakukan protes. Banyaknya keluhan konsumen dapat diredakan dengan mengajaknya berdialog dan mengemukakan persoalan yang sedang dihadapi. dialog dapat merupakan salah satu jawaban terhadap keluhan konsumen.
b. Sasaran Peran Serta Masyarakat:Sasaran peran serta masyarakat yang dikehendaki dalam
sistem pengelolaan persampahan kota adalah sebagai berikut : Membiasakan masyarakat hidup di lingkungan yang
bersih dan teratur serta memelihara kebersihan tersebut di lingkungannya.
Masyarakat turut aktif melaksanakan bentuk peran serta yang diminta sesuai dengan program, misalnya mengurangi sampah dari sumbernya seperti program sampah mandiri.
Membangkitkan/meningkatkan kesadaran masyarakat
31
untuk tidak membuang sampah disembarang tempat. tercapainya suatu kontrol sosial dimana masyarakat saling
mengingatkan bila melihat anggota masyarakat lain yang melanggar peraturan yang berlaku.
Masyarakat mau membayar retribusi persampahan sesuai dengan ketentuan.
Melibatkan secara aktif simpul-simpul masyarakat dalah hal memberi penerangan dan menyebarkuaskan informasi tentang masalah penanggulangan kebersihan.Setelah melihat kondisi dari keikutsertaan masyarakat
dalam pengelolaan sampah di Kota , beberapa kekurangan yang harus segera diperbaiki yaitu: Pemerintah daerah perlu menyusun program penyuluhan
dan rencana pelaksanaannya, sehingga penyuluhan dapat dilaksanakan secara kontiniu.
dalam pembayaran retribusi, peran serta masyarakat masih nihil karena belum adanya implementasi/pelaksanaan Perda no. 10 tahun 2001.
Kegiatan pengolahan kebersihan yang bersifat gotong-royong belum sepenuhnya digalakkan terhadap masyarakat.
Tingkat partisipasi masyarakat yang diharapkan adalah: Kebiasaan untuk membuang sampah pada tempatnya, baik
bila berada di tempat umum maupun di lingkungannya. Kebiasaan untuk memelihara kebersihan di
lingkungannya. Kesadaran untuk membiayai pengolaan dengan membayar
retribusi. Keikutsertaanya dalam kegiatan pengumpulan.
adapun dinas Kebersihan dan Pertamanan perlu membina peran serta masyarakat dengan: Menyusun program penyuluhan dan rencana program,
sehingga pembinaan terhadap masyarakat dapat dijalankan dengan target dan sasaran yang terencana secara kontiniu.
32
Mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kegitan kebersihan lingkungan secara gotong-royong.
Mempersiapkan daerah-daerah yang dapat menjadikan sebagai daerah perintisan / percontohan dalam melaksanakan seluruh program pengelolaan persampahan, terutama dalam pelaksanaan Perda.
1.9.6 Analisis Dampak TPA dan PengendaliannyaSecara garis besar terdapat beberapa dampak akibat
beroperasinya tPa yang harus dilakukan upaya pengelolaan untuk mengurangi dampak yaitu:• Bau busuk dari tumpukan dan pembusukan sampah
terhadap masyarakat disekitarnya.• Pencemaran air tanah dari resapan lindi kedalam tanah.• Pencemaran air laut dari TPA(dekat laut) berupa leachete
dari timbulan sampah sudah sampai ke laut, dapat dilihat secara visual pada permukaan air laut di kawasan tPa berwarna hitam.
• Pencemaran tanah dapat dilihat secara visual terdapat banyaknya genangan lindi dan kondisi tPa yang masih mempergunakan sistem open-dumping dimana sampah hanya dihamparkan saja sehingga juga menyebabkan terjadinya pencemaran udara.
• Estetika dan ancaman kesehatan (ispa) dari debu dan sampah yang berserakan.
• Proses komposting yang cenderung lama karena tidak dikondisikan.
• Umumnya sarana dan prasarana persampahan yang ada saat sering masih jauh dari ideal dan begitu pula dengan sistem pengelolaan persampahan yang diterapkan masing-masing daerah/kota saat ini masih menemui banyak kendala.
33
a. Dampak Terhadap Komponen Kesehatan MasyarakatLokasi dan pengelolaan sampah tPa yang yang kurang
memadai (pemrosesan akhir sampah yang tidak terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik bagi berbagai binatang seperti lalat yang dapat menjangkitkan penyakit. Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut: Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena
virus yang berasal dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air bersih
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang berupa sisa makanan/sampah.
Penyakit ISPa (Infeksi Saluran Pernafasan atas) juga cukup berpotensi untuk berkembang akibat dari proses penghamparan sampah dan pembusukan yang menghasilkan gas.
Insidensi penyakit dapat terjadi dari penyebaran lalat. Lalat menjadi vektor penyebaran penyakit yang timbul dari transportasi sampah, penumpukan sampah maupun pemisahan sampah.
Sumber dampak negatif pada aspek kesehatan masyarakat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah: Penurunan kualitas udara ambien, karena meningkatnya
partikel (debu), emisi gas dari proses penguraian sampah, pembakaran sampah maupun truk pengangkut sampah.
Peningkatan konsentrasi bau dari lokasi tPa dapat menurunkan kesehatan bagi masyarakat sekitar yang sensitif. Bau yang timbul berasal dari pembentukan gas H2S yang berbau busuk. area penyebaran bau ini akan meluas
34
apabila kondisi angin kencang. Bau juga menghasilkan dampak berupa meningkatnya jumlah lalat yang dapat menjadi vektor penyakit.
Pada saat pascaoperasi diprakirakan bahwa terdapat beberapa dampak terhadap aspek kesehatan masyarakat yang berasal dari kegiatan pengelolaan lindi, pengelolaan gas, penutupan akhir (cover soil). Bentuk dampak yang memacu terjadinya penurunan kesehatan masyarakat berasal dari kemungkinan adanya lindi yang tidak terolah, serta sebaran abu dan gas beracun
b. Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Fisik-KimiaSalah satu perubahan kualitas lingkungan di sekitar tPa
adalah adanya perubahan kualitas air permukaan/air tanah Penyebab dampak pada kualitas air permukaan/air tanah diantaranya adalah : Rembesan lindi yang tidak diolah dengan baik. Cairan
rembesan sampah (lindi sampah) yang masuk ke dalam badan air akan mencemari air.
air limpasan hujan yang tidak tertampung dengan baik pada lahan tPa
Lebih jelasnya untuk komposisi kimia Landfill dapat dilihat pada Tabel 7. berikut :
Tabel 7. Komposisi Kimia dari Lindi LandfillParameter (mg/l) Range
CODBOD 5pHAlkalinitri (mg CaCO3/liter)Hardness (mg CaCO3/liter)NH4NorganikN totalNO3NO2
150 – 100.000100 – 90.000
5.3 – 8.5300 - 11.500500 – 8.900
1 – 15001 – 2000
50 – 50000.1 – 50
0 - 25
Sumber : Christensen, T.H ;R.Cossu & R.Stegmann, 1992
35
Tabel 8.Analisis Kualitas Air Lindi TPA
NO. PARAMETER SATUANKADAR
MAKSIMUM YANG DIPERBOLEHKAN
FISIKA 1 Temperatur oC 352 Zat padat larut mg/L 15003 Zat padat tersuspensi mg/L 50
KIMIA1 Ph mg/L 6 - 92 Besi terlarut (Fe) mg/L 53 Mangan terlarut (Mn) mg/L 24 Barium (Ba) mg/L 25 Tembaga (Cu) mg/L 26 Seng (Zn) mg/L 57 Krom Heksavalen (Cr6+) mg/L 0,18 Krom Total (Cr) mg/L 0,59 Cadmium (Cd) mg/L 0,05
10 Raksa (Hg) mg/L 0,00211 Timbal (Pb) mg/L 0,112 Stanum mg/L 213 Arsen mg/L 0,114 Selenum mg/L 0,0515 Nikel (Ni) mg/L 0,216 Kobalt (Co) mg/L 0,417 Sianida (CN) mg/L 0,0518 Sulfida (H2S) mg/L 0,0519 Flourida (F) mg/L 220 Klorin Bebas (Cl2) mg/L 121 Amonia bebas (NH3-N) mg/L 122 Nitrat (NO3-N) mg/L 2023 Nitrit (NO2-N) mg/L 124 BOD5 mg/L 7525 COD mg/L 10026 Senyawa aktif biru metilen mg/L 527 Fenol mg/L 0,528 Minyak Nabati mg/L 1029 Minyak Mineral mg/L 10
MIKROBIOLOGI1 Coliform Jumlah/100 mL 10002 E. coli Jumlah/100 100
36
c. Dampak Terhadap Komponen Lingkungan Sosial-EkonomiPengelolaan sampah di tPa yang kurang optimal akan
membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat sekitar: bau tidak sedap dan pemandangan yang buruk karena timbunan sampah yang menggunung.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya biaya kesehatan secara langsung (untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk kerja, rendahnya produktivitas).
Pengolahan sampah membutuhkan dana untuk biaya operasi dan biaya pemeliharaan yang cukup besar. dana tersebut selain untuk operasional UPL (Unit Pengolah Limbah) juga untuk operasional dan pemeliharaan alat berat yang dipergunakan, terutama untuk operasional sanitary landfill yang mana harus menyediakan tanah urug untuk lapisan penutup. Sedangkan dana yang dianggarkan oleh pemerintah sangat terbatas. Hal ini menyebabkan proses pengolahan sampah menjadi tidak optimal.
37
BAB IIKEBUTUHAN DAN RENCANA
PENGEMBANGAN
Kebijakan Dasar Perencanaan PersampahanPerencanaan sistem pengelolaan persampahan di daerah
dikembangkan berdasarkan kebijakan Pemerintah, dengan berpedoman kepada:- Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
daerah - Undang-Undang no.18 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Persampahan- Kriteria perencanaan dan Petunjuk penyusunan Rencana
Sistem Pengelolaan Persampahan.Mengingat pedoman tersebut diatas, maka sistem
pengelolaan persampahan direncanakan secara bertahap, yaitu:- Tahap Mendesak : periode satu tahun- Tahap I : periode > 1 tahun hingga 5 tahun- Tahap II : periode > 5 tahun
2.1 Kriteria Perencanaana. Subsistem Organisasi dan Manajemen Bentuk Badan pengelola Bentuk organisasi biasanya ditentukan oleh landasan
hukum yang berlaku. Menurut kriteria yang ada maka bentuk badan pengelola dapat berbentuk dInaS atau bagian dari dinas yang ada.
Struktur Organisasi Struktur dan bagian-bagiannya harus dapat menggambarkan
aktivitas utama dalam sistem pengelolaan persampahan yang dikehendaki. Struktur organisasi harus mencerminkan
38
pola kerja yang jelas yang mempunyai fungsi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian (khusus untuk bentuk organisasi dinas dan Perusahaan daerah).Yang termasuk fungsi perencanaan adalah :
1. Penyusunan rencana-rencana jangka panjang, antara lain: - Penyusunan program tahunan (penjabaran program
jangka panjang). - Penyusunan anggaran rutin dan pembangunan
tahunan. - Penyusunan rencana induk pengembangan. - Penyusunan program pengendalian. - Penyusunan program pendidikan masyarakat. - dan lain-lain.2. Penyusunan rencana jangka pendek, antara lain : - Penjabaran program tahunan. - Penyusunan penugasan petugas, kendaraan. - Penyusunan pelaksanaan rinci program. - Penyusunan program perawatan peralatan.Yang termasuk fungsi pelaksanaan :1. Pelaksanaan rencana program rutin.2. Pelaksanaan program periodik maupun insidentil.3. Pelaksanaan aktivitas perawatan peralatan.4. Pelaksanaan aktivitas administrasi.Yang termasuk fungsi pengendalian :1. Pengendalian program operasional.2. Pengendalian pemakaian peralatan.3. Pengukuran prestasi kerja.4. Pengendalian petugas.5. Umpan balik.
Pengendalian menurut stratanya terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :1. tingkat operasional (dilaksanakan oleh Mandor, Supervisi
dan lain-lain).2. tingkat manajerial (dilaksanakan oleh Ka. Bidang, Ka.
Seksi, lain-lain).
39
3. tingkat strategis (dilaksanakan oleh Kepala dinas dan diatasnya).
Pengendalian meliputi:1. Pengendalian administrasi.2. Pengendalian teknis.
Hal yang perlu diperhatikan adalah:1. Fungsi pelaksana tidak dapat digabung dengan fungsi
perencanaan dalam satu unit kerja.2. Fungsi pelaksana tidak dapat digabung dengan fungsi
pengendalian.3. Fungsi perencana dapat bergabung dengan fungsi
pengendalian dalam beberapa kasus.Hal-hal yang harus diperhatikan pula adalah kapasitas
kerja, departemenisasi, nomenklatur (penamaan), pembebanan pekerjaan, tingkat heterogenitas pekerjaan rentang kendali, jenjang struktur.
PersonaliaMengingat dalam pengelolaan persampahan masalah
kemampuan manajemen dan teknik sangat diperlukan maka kualifikasi personil tingkat pimpinan harus mencerminkan hal tersebut. Jumlah personil unit pengelolaan persampahan harus cukup memadai sesuai dengan lingkup tugasnya, termasuk pembersihan /penyapuan jalan, taman, dan saluran-saluran tertier drainase yang ada. Untuk sub sistem pengumpulan sampah, jumlah personil minimal 1 orang/1000 penduduk yang dilayani, sedangkan untuk sub sistem angkutan, sub sistem pembuangan akhir dan staff, minimal 1 orang/1000 penduduk yang dilayani.
Tata Laksana KerjaStruktur organisasi harus mencerminkan aktivitas ataupun
interaksinya, sehingga perlu dirancang tata laksana kerjanya. Tata laksana kerja mendefinisikan lingkup tugas, wewengan, tanggung jawab serta bentuk interaksi antar unit/komponen
40
organisasi. Hal yang harus diperhatikan dalam menyususn tata laksana kerja yang baik adalah :1. Menciptakan pengendalian otomatis.2. tingkat pembebanan yang merata.3. Pendelegasian wewenang yang proporsional dan
berimbang.4. Birokrasi yang pendek.5. Penugasan yang jelas dan terukur.
b. Subsistem Operasional Tingkat Pelayanan
tingkat pelayanan terbagi dalam 2 penggolongan, yaitu kualitas dan kuantitas.Tingkat pelayanan dari segi kualitas:1. Pelayanan tinggi untuk: - daerah pemukiman high income - institusional - komersil2. Pelayanan menengah untuk daerah pemukiman middle
income3. Pelayanan rendah untuk daerah pemukiman low incomeTingkat pelayanan dari segi kuantitas:1. Tahap mendesak (periode 1 tahun): - 50% pemukiman - 70% komersil - 100% institusional2. Tahap I (periode >1 tahun – 5 tahun): - 80% pemukiman - 100% komersil - 100% institusional3. Tahap II (periode >5 tahun): - 80% pemukiman - 100% komersil- 100% institusional
41
Daerah PelayananPenentuan daerah pelayanan didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:- daerah yang pada saat ini telah dilayani sistem pengelolaan
sampah.- daerah yang pada saat ini telah berkembang menjadi daerah
pemukiman, pasar, daerah komersil, dan perkantoran.- daerah yang berpenghasilan tinggi.- daerah dimana terdapat fasiltas umum.- Penyapuan jalan dan pembersihan saluran.- daerah yang dilalui oleh alat-alat pengangkut sampah.Penentuan prioritas daerah pelayanan berdasarkan kriteria:- daerah yang pada saat ini telah berkembang menjadi daerah
pemukiman, pasar/daerah komersial, daerah industri.- daerah urban yang mempunyai kepadatan penduduk yang
tinggi.Penentuan prioritas juga memperhatikan kendala pembiayaan (konsep subsidi silang). Daerah pelayanan terdiri atas:1. daerah pemukiman - Berpenghasilan rendah. - Berpenghasilan menengah/tinggi.2. daerah komersial - Pertokoan - Pasar - Hotel - Industri3. Fasilitas umum - Perkantoran - Gedung/Gelanggang olah raga - Sekolah - taman4. Penyapuan jalan dan pembersihan halaman
Pengembangan wilayah operasi memenuhi konsep ”rumah tumbuh”, yaitu pengembangan pelayanan wilayah terdekat
42
dengan daerah yang telah dilayani. daerah dengan daya dukung lahan yang tinggi (pemukiman jarang) mendapat prioritas pengelolaan terakhir atau disarankan untuk mengelola sendiri.
c. Sub-subsistem Pengumpulan1. Penampungan
Sub-subsistem ini merupakan awal dari sistem pengelolaan persampahan, yang dapat dilakukan dengan beberapa pola, diataranya :- disediakan oleh masyarakat dengan model bebas.- disediakan oleh masyarakat dengan model ditentukan oleh
pemerintah- disediakan oleh pemerintah daerah.- disediakan oleh organisasi swadaya masyarakat.
Berdasarkan mekanisme penggunaannya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :- Tetap (contoh: Bak sampah dari pasangan bata), model
ini disarankan untuk tidak dipergunakan lagi karena menghambat kecepatan operasi, sulit dikontrol tingkat kebersihannya dan estetika kurang baik.
- Semi tetap (tong sampah yang menggunakan tiang penyangga), sering dimanfaatkan untuk menghindari gangguan binatang, bentuk ini masih dianggap lebih baik dari bentuk tetap. tetapi pada umumnya mempunyai kesulitan perawatannya, mencegah dari pencurian (tutup, maupun keseluruhannya). Contoh bahan :terbuat dari besi, seng, plastik, anyaman bambu, kayu dan lain-lain.
- Non tetap, banyak dianjurkan karena sangat fleksibel, tetapi dalam penerapannya harus memperhatikan kondisi sosial budaya. Contoh: kantong plastik, bin, keranjang, dan lain-lain.
43
Pola penampungan bisa berbentuk:- Individual, setiap rumah/toko dan bangunan lainnya
memiliki wadah sendiri, cocok untuk daerah pemukiman kelas menengah dan tinggi, pertokoan dan bangunan besar lainnya.
- Komunal, tersedia 1 wadah yang dimanfaatkan oleh beberapa rumah/bangunan cocok untuk daerah pemukiman kumuh dengan tingkat ekonomi rendah, rumah susun, pemukiman padat sekali (yang menyulitkan proses operasi pengumpulan).
Peralatan yang digunakan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:- Mempunyai permukaan lembut dan licin sehingga mudah
dibersihkan- Kedap air.- Mempunyai lantai dasar yang kuat.- Ringan dan mudah diangkat.- Mudah diisi dan dikosongkan.- Mempunyai tutup.- volumenya cukup untuk menampung sampah selama satu
periode pengumpulan.- ditempatkan di depan rumah/bangunan.
Peralatan yang digunakan untuk pola komunal :- ditempatkan di lokasi yang strategis dan tidak terlalu jauh
dari sumber sampah.- volumenya cukup sesuai dengan jumlah pelayanan.- dilengkapi dengan tutup.Berat jenis sampah didalam wadah penampungan diperkirakan sebesar ± 250 kg/m3. Peralatan yang digunakan :- Bin/tong sampah = 40/60 liter- Bin/tong sampah = 120 liter- Kantong plastik = 30/50 liter- Gerobak sampah = 0,5 m3/1,0 /1,5 m3
44
2. PengumpulanSistem pengumpulan dapat dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut :a. Pola individual (door to door) - Pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan
alat angkut jarak pendek (misak: gerobak) untuk alat angkut ke St (Stasiun transfer) terdekat atau tPS (tempat Penampungan Sementara) dalam bentuk landasan.
- Pengumpulan sampah dari rumah ke rumah dengan truk untuk dibawa ke tempat Pemrosesan akhir.
b. Pola Komunal - Pengumpulan sampah beberapa rumah dilakukan
pada satu titik pengumpulan. - Pengumpulan sampah untuk beberapa lokasi pada
satu titik pengumpulan.Pola komunal ini sangat tepat untuk daerah pemukiman
yang berpenghasilan rendah.Peralatan:- arm Roll truk- dump truk- Compactor truk- GerobakPerencanaan operasional:a. Ada 2 pendekatan, yaitu: - Perencanaan rute - Perencanaan blok operasib. Ritasi pengumpulan: - Dengan Arm Roll Truk = 3-4 rit/hari - dengan dump truk = 2 rit/hari - dengan Compactor truk = 2 rit/hari - dengan gerobak = 2-3 rit/haric. Periodesasi 1 hari, 2 hari atau maksimal 3 hari sekali,
tergantung dari beberapa kondisi berikut:
45
- Komposisi sampah (semakin besar prosentase organiknya semakin kecil periodesasi pelayanan, contoh: untuk pasar 0,5-1 hari, tetapi perkantoran dapat 3 hari).
- Kapasitas kerja. - desain peralatannya. - kualitas pelayanan yang ingin diberikan.d. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap.e. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan
secara periodik.f. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan melihat
jumlah sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerahnya.
3. PemindahanPemindahan merupakan fase antara yang dapat melepas
ketergantungan antara fase pengumpulan dengan fase pengangkutan, dengan tujuan meningkatkan efektifitas masing-masing fase. Fase pemindahan ini tidak diperlukan untuk pola pengumpulan langsung. Jenis ini ada tiga tipe sesuai dengan luasnya yaitu tipe besar, menengah dan kecil. di Indonesia sarana yang dibutuhkan untuk sistem pemindahan ini meliputi :- transfer depo type I Merupakan tempat pertemuan peralatan pengumpulan
(gerobak) dengan peralatan pengangkutan, dan dapat merupakan tempat penyimpanan alat kebersihan, bengkel sederhana dan kantor wilayah/pengendalian. transfer depo type I mempunyai luas 100 - 200 m2.
- transfer depo type II Merupakan tempat pertemuan peralatan pengumpulan
(gerobak) dan peralatan pengangkutan. Karena sulit mendapatkan lahan untuk transfer depo type I, maka hanya disediakan tempat parkir gerobak saja. Luas yang dibutuhkan untuk transfer depo type II adalah
46
seluas 50-100 m2.- transfer depo type III Merupakan tempat pertemuan antara gerobak dengan
container besar (6-10 m3) atau lokasi penempatan container komunal (1-10 m3). Luas yang dibutuhkan adalah kurang lebih 10 m2.
d. Sub-subsistem Pengangkutandari tPS (tempat Penampungan Sementara), sampah diangkut
ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Peralatan :1. truk terbuka biasa = 6 m3, 8 m3, 10 m3
2. dump truk = 6 m3, 8 m3, 10 m3
3. arm roll truk dengan kontainer = 6 m3, 8 m3, 10 m3
4. Compactor Truk = 6 m3, 8 m3, 10 m3
5. truk terbuka biasa = 6 m3, 8 m3, 10 m3
- Umur teknis peralatan 5-7 tahun - Pemilihan jenis truk ditentukan oleh: kondisi jalan
operasi, jarak tempuh, karakteristik sampah, tingkat persyaratan sanitasi yang dibutuhkan, daya dukung pemeliharaan dan sebagainya.
- daerah pelayanan tetap dan dilayani oleh peralatan angkut yang tetap.
Perencanaan operasional Pengangkutan : - Ada 2 pendekatan yaitu: - Perencanaan rute - Perencanaan blok operasi - Ritasi pengangkutan - dengan truk terbuka = 2-3 rit/hari - Dengan dump truk = 3-4 rit/hari - dengan arm roll truk = 5-6 rit/hari - Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap. - Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dapat
dipindahkan secara periodik.
47
- Pembebanan pekerjaan diusahakan merata, dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh, dan kondisi daerahnya.
e. Sub-subsitem Pembuangan AkhirPembuangan di darat:1. Open dumping = tidak dianjurkan2. Controlled Landfill = minimal untuk dilaksanakan3. Sanitary Landfill = untuk kota besar/metropolitan4. Improved Sanitary Landfill = untuk kota metropolitan
Pemenuhan kriteria teknik untuk Controlled Landfill adalah sebagai berikut:- Jauh dari pemukiman.- terletak di luar rencana perluasan kota (± 10 km).- Muka air tanah cukup dalam, jenis tanah cukup kedap air.- daerah yang tidak produktif untuk pertanian dan
sebagainya.- dapat dipakai minimal untuk 5-10 tahun.- Bekas lokasi landfill dapat digunakan untuk taman atau
lapangan olah raga tetapi bukan untuk pemukiman.
f. Subsistem Pembiayaan dan Retribusi1. Sumber Dana
Pola pengelolaan persampahan saat ini sedapat mungkin dilaksanakan dengan pendekatan padat karya bukan dengan modal. dana untuk pengelolaan persampahan dan kebersihan suatu kota idealnya adalah ± 10% dari aPBd. diusahakan agar biaya pengelolaan persampahan dapat diperoleh dari masyarakat (± 80%) dan Pemerintah daerah menyediakan ± 20% untuk pelayanan umum antara lain penyapuan jalan, pembersihan saluran dan tempat-tempat umum.
2. Struktur PembiayaanStruktur biaya operasional adalah : 40% untuk pengumpulan;
50% untuk angkutan; dan 10% untuk pemrosesan akhir.
48
3. RetribusiBesar retribusi yang layak ditarik dari masyarakat setiap
rumah tangga besarnya ± 1% dari penghasilan per rumah tangga. dapat mencapai Self Financing (mampu membiayai sendiri) apabila perhitungan besar retribusi dilakukan cara klasifikasi dan prinsip “subsidi silang” (pembobotan).
4. Pelaksanaan Penarikan RetribusiPelaksanaan penarikan retribusi diatur dalam suatu dasar
hukum yang memenuhi prinsip sebagai berikut: 5. disusun sistem pengendalian pemungutan yang
efektif misalnya bersama-sama rekening air minum/listrik.
6. dibagi dalam wilayah penagihan. 7. Didasarkan pada target (terutama yang sulit
dikendalikan). 8. Penagihan mulai dilaksanakan setelah pelayanan
berjalan teratur. 9. Struktur tarif dalam Perda perlu dipublikasikan
merata pada masyarakat.
g. Subsistem PengaturanUntuk melaksanakan pengelolaan persampahan diperlukan
dasar hukum yang mengatur antara lain:- Peraturan daerah tentang ketentuan-ketentuan pembuangan
sampah/kebersihan termasuk buangan industri.- Peraturan daerah tentang pembentukan badan
pengelolanya.- Peraturan daerah tentang tarif retribusi sampah.
dasar hukum disusun dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:- Mempunyai jangka waktu berlaku yang terbatas.- Kesiapan terhadap upaya penegakannnya.- Mempunyai keluwesan tetapi tegas/tidak bermakna
ganda.
49
2.2 Peran Serta Masyarakata. Konsep Dasar Pengembangan Peran Serta Masyarakat
Pengelolaan persampahan yang tepat, dalam arti sesuai dengan kondisi nyata dan bisa dilaksanakan, dapat dicapai melalui dialog antara berbagai stake holder. Untuk mencapai tujuan dan optimalisasi dalam pengelolaan sampah sebagai langkah awal dapat dilakukan pembentukan forum dialog yang diikuti oleh berbagai stake holder. dari semua stake holder dapat dibentuk satu unit kerja yang bertugas untuk menampung semua permasalahan yang dihadapi saat ini. dari dialog yang mendalam dan berulang dapat diketahui berbagai macam pendapat terhadap setiap tahap kegiatan dalam pengelolaan sampah sehingga dicapai satu kesepahaman yang diwujudkan dalam satu visi/tujuan.
visi / tujuan ini digunakan sebagai dasar untuk meningkatkan peran serta masyarakat. dari visi ini diharapkan akan dicapai satu sistem pengelolaan sampah yang optimal berikut waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya.
dalam penanganan masalah sampah kota, maka target utama dari penanganan sampah terpadu adalah : - Berkurangnya volume sampah yang diangkut dan
dibuang ke tPa - Meningkatnya jumlah sampah yang dapat diolah
mulai dari sumber sampai tPa. - Pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan. - adanya integrasi antara aspek-aspek manajemen
sampah (kelembagaan, pembiayaan, dan pengaturan/hukum).
Upaya menggali peran serta masyarakat untuk terlibat aktif dalam upaya pengelolaan persampahan kota dilakukan secara arif dan bijaksana dengan memperhatikan karakter dan sifat sosial budaya masyarakat, antara lain :- Kondisi sosial-ekonomi-budaya yang heterogen.- Penggalian peran serta masyarakat dilakukan secara
50
bertahap dan memerlukan waktu untuk pengkondisiannya, sehingga antusiasme masyarakat dapat ditimbulkan dari dalam dirinya, tidak ada unsur keterpaksaan. Untuk itu diperlukan suatu program yang terpadu, teratur dan kontinyu dengan melibatkan berbagai ormas dan LSM yang ada, yang dilakukan melalui :
- Penerangan tentang pentingnya kebersihan dan pengelolaan persampahan,
- Peran serta masyarakat dalam pengelolaan sampah.- Peran serta masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk :- Memperhatikan kebersihan rumah dan lingkungannya,- terlibat aktif dalam program-program kebersihan,- Secara informal turut menerangkan arti kebersihan kepada
anggota masyarakat lainnya,- Mengikuti prosedur dan tata cara kebersihan yang
ditetapkan oleh pemerintah,- Membayar retribusi secara aktif.
2.3 Sasaran Rencana kegiatan yang mengarah pada target yang akan
dicapai, yaitu :a. Pemisahan sampah dimulai dari sumber penghasil sampah,
yang pada tahap awal dapat dilakukan pemisahan sampah berdasarkan sistem pengolahan dan pemusnahan sampah yang diterapkan. Misalnya pemisahan sampah organik dan anorganik.
b. Peningkatan pengolahan sampah komunal, terutama yang saat ini telah dilaksanakan yaitu komposting dan pembakaran sampah dengan mini incenerator. Peningkatan pengolahan sampah tidak hanya dari segi jumlah instalasi pengolah dan kapasitas sampah yang diolah namun juga perlu diperhatikan dampak pengolahan terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Secara bertahap perlu ditingkatkan standar emisi yang diijinkan dari pembakaran
51
sampah dan bau yang ditimbulkan dari pengolahan dengan sistem komposting.
c. Peningkatan pengolahan sampah mandiri untuk kawasan pemukiman yang kurang padat. Perlunya sosialisasi secara mendalam dan berulang kepada masyarakat terhadap cara-cara komposting dan dampaknya pada lingkungan.
d. Peningkatan penggunaan bahan/material yang dapat digunakan secara berulang, misalnya botol air minum isi ulang.
e. Peningkatan volume sampah yang dapat dimanfaatkan kembali.
52
BAB IIIPERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM
PENGELOLAAN PERSAMPAHAN
3.1 Kebutuhan Peralatan dan Bangunan Utama
Tabel 9. Kebutuhan Peralatan dan Bangunan UtamaNo Peralatan Kapasitas Pelayanan
Sub-Sub Sistem Pengumpulan1. Bin Plastik/ Kantong Plastik 40/60 liter 1 KK2. Kontainer (Komunal) 5000 liter 1000 KK
10000 liter 2000 KK3. Gerobak 1 m3 180 KK
0,5 m3 90 KK4. Stasiun Transfer 200 m2 3200 KK
50 m2 800 KK2-5 m2 160 KK
Sub-Sub Sistem Angkutan5. Truk Biasa 6 m3 1600 KK
Dump truk 6 m3 1600 KKSub-Sub Sistem PembuanganBulldozer 80 HP 15000 KK
Untuk melakukan perencanaan teknis dan manajemen persampahan kota, maka sebagai salah satu tolok ukur perencanaan adalah pedoman penentuan standar pelayanan minimal (SPM) sesuai dengan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 534/KPTS/M/2001.
3.2 Kebijakan dan PengembanganPengembangan sistem pengelolaan persampahan Kota
dilakukan secara bertahap, yaitu :
a. tahap Mendesak (periode 1 tahun)Pada tahap ini, sistem pengelolaan yang dikembangkan
merupakan awal pengembangan sistem pengelolaan terpadu, karena :
53
• Merupakan fase transisi • Lebih bersifat pembenahan internal (optimalisasi) • Sasaran kapasitas pelayanan 60% untuk daerah
komersial dan institusional serta 50% untuk daerah permukiman
• Menggunakan peralatan yang ada /optimalisasi peralatan lama
• Meningkatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat/pengolahan sampah mandiri yang diawali dengan penyuluhan intensif dan sosialisasi
• Menyiapkan pengembangan organisasi dan sistem manajemen yang disempurnakan
• Penarikan retribusi dengan target 20% untuk permukiman dan 80% untuk komersial (pasar)
• Peningkatan SDM melalui training/latihan agar mampu mengendalikan organisasi dan struktur manajemennya
B. Tahap I (periode >1 – 5 tahun)Pada tahapan ini sistem pengelolaan persampahan yang
dikembangkan merupakan pemantapan dari sistem yang sudah dirintis pada tahap mendesak dengan sasaran : • Mentargetkan bahwa pelayanan bisa mencapai 70
% untuk wilayah komersial (pasar) serta 60% untuk daerah permukiman
• TPA harus sudah mulai ditingkatkan kualitas operasionalnya
• Peningkatan sarana dan prasarana dalam bentuk investasi
• Sub sistem organisasi telah mampu mengendalikan seluruh komponen sistem termasuk kebutuhan personil telah dipenuhi untuk pengembangan pelayanan
• Penarikan retribusi dengan target 50% untuk permukiman dan 100% untuk komersial
54
C. arahan Jangka PanjangMerupakan fase yang sepenuhnya dapat mengelola seluruh
komponen sistem, dimana kapasitas pelayanan sampah sudah mencapai 80 %.
yang terpenting dalam arahan jangka panjang adalah bahwa kualitas pelayanan harus selalu ditingkatkan termasuk pemeliharaan sistem.
3.3 Arah Perkembangan Persampahan Kotaa. Sistem Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan persampahan Kota merupakan kerjasama Pemerintah dengan masyarakat secara luas yang mencakuppengelolaan jenis sampah yang dikelola, penyelenggaraan sistem pengelolaan sampah dan penanganan sampah.
Persampahan Kota harus ditangani dengan serius dan tuntas, dimana pada kawasan permukiman yang padat penduduk dan kawasan yang cepat berkembang agar terjangkau oleh pelayanan persampahan. di samping itu perlu ditunjang oleh system manajemen yang memadai dengan peningkatan sarana dan prasarana persampahan serta personil yang mampu dan tangguh. Peran serta masyarakat di dalam mengurangi jumlah sampah yang dihasilkan perlu ditingkatkan,
Jenis sampah kota yang umumnya dikelola terdiri atas :- sampah rumah tangga, tidak termasuk tinja; - sampah sejenis sampah rumah tangga; dan - sampah spesifik.
Sistem pengelolaan sampah Kota umumnya terdiri atas :- Pengurangan sampah untuk sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pembatasan timbulan sampah (reduce), pendauran ulang sampah (recycle); dan/atau pemanfaatan kembali sampah (reuse);
- Penanganan sampah untuk sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga meliputi pemilahan,
55
pegumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir; dan
- Pengelolaan sampah spesifik yang diatur dengan Peraturan Pemerintah setempat.
Penanganan sampah Kota umumnya dilaksanakan melalui: - Sampah rumah tangga, sampah pasar, sampah rumah
makan/restoran dan sampah hotel dikumpulkan oleh penghuninya atau petugas sampah, setelah melalui tahapan pengurangan sampah, kemudian diangkut ke transfer depo atau ke tPS;
- Sampah jalanan dan sampah lainnya dikumpulkan pada tepi jalan kemudian diangkut dengan kereta sampah ke transfer depo;
- Sebelum ke tPa sampah dari transper depo dan tPS dapat dibawa ke tempat pengomposan dengan pemilahan sampah terlebih dahulu;
- tempat Penampungan Sampah sementara (tPS) tersebar di seluruh wilayah kota.
- Sampah di transfer depo dan tPS diangkut dengan truck sampah ke tempat pemrosesan akhir (tPa); dan
- Pengelolaan sampah sampai dengan ke transfer depo dan tPS dilakukan oleh masyarakat dan desa pekraman, sedangkan dari transfer depo dan tPS sampai ke tPa dikelola oleh dinas terkait, lurah, Rt/RW atau swasta.
b. Rencana Pengembangan Kawasan Strategis KotaUU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 memberikan
perhatian khusus terhadap Kawasan Strategis dan memasukkannya sebagai Kawasan yang harus diprioritaskan penataan ruangnya.Berdasaran uraian pada Pasal 1, UU Penataan Ruang, pengertian Kawasan Strategis adalah :• Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan
ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial,
56
budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
• Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.
• Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.Kriteria Kawasan Strategis secara nasional diuraikan
pada Penjelasan Pasal 1 UU Penataan Ruang, bahwa Kawasan Strategis ditetapkan berdasarkan kriteria dari berbagai sudut kepentingan:
1. Kepentingan Hankam • diperuntukkan bagi kepentingan pemeliharaan
keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
• diperuntukkan bagi basis militer, daerah latihan militer, daerah pembuangan amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, gudang amunisi, daerah uji coba sistem persenjataan, dan/atau kawasan industri sistem pertahanan; atau
• berbatasan langsung dengan negara tetangga.2. Kepentingan Pertumbuhan Ekonomi • memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; • memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan
pertumbuhan ekonomi nasional; • memiliki potensi ekspor; • didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang
kegiatan ekonomi; • memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan
teknologi tinggi;
57
• berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan nasional dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan nasional; atau
• ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
3. Kepentingan Sosial Budaya Bangsa • merupakan tempat pelestarian dan pengembangan
adat-istiadat atau budaya nasional; • merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial
budaya dan jati diri bangsa; • merupakan aset nasional atau internasional yang
harus dilindungi dan dilestarikan; • sebagai tempat perlindungan peninggalan budaya
nasional; • memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman
budaya; atau • memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial
skala nasional.
4. Kepentingan Pendayagunaan SDA, Teknologi Tinggi • diperuntukkan bagi kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi berdasarkan lokasi sumber daya alam strategis nasional, pengembangan antariksa, serta tenaga atom dan nuklir;
• memiliki sumber daya alam strategis nasional; • berfungsi sebagai pusat pengendalian dan
pengembangan antariksa; • berfungsi sebagai pusat pengendalian tenaga atom
dan nuklir; atau • berfungsi sebagai lokasi penggunaan teknologi tinggi
strategis.
58
5. Kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup • merupakan tempat perlindungan keanekaragaman
hayati; • merupakan aset nasional atau global berupa cagar
alam bagi perlindungan flora dan/atau fauna yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
• memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara;
• memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro;
• menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup;
• rawan bencana alam nasional; atau • sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan
mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
Selanjutnya pada penjelasan Pasal 5 ayat (5) UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007, diuraikan bahwa Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap :- tata ruang di wilayah sekitarnya;- kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di
bidang lainnya; dan/atau- peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pengembangan Kawasan Strategis suatu wilayah juga dapat didasarkan atas beberapa kriteria yang mengadopsi kriteria secara nasional dan kepentingan lokal Provinsi dan Kabupaten Kota. Modifikasi Kriteria yang dapat diterapkan sebagai berikut:a. Kawasan yang memiliki peran yang penting dan signifikan
dalam perekonomian suatu wilayah atau Wilayah yang lebih luas;
59
b. Kawasan yang memiliki nilai historis dan budaya yang perlu dilestarikan dan menjadi jati diri wilayah;
c. Kawasan yang memiliki tingkat pelayanan sosial dan publik yang tinggi;
d. Kawasan yang memiliki fungsi perlindungan keragaman sumber daya hayati dan perlindungan terhadap bencana.
3.4 Penetapan Kawasan Strategis KotaKawasan strategis Kota atau kawasan lainya dapat menjadi
bagian dari kawasan strategis nasional atau kawasan strategis provinsi, dan bagi kawasan-kawasan tersebut penataan ruangnya memerlukan koordinasi dengan Pemerintah atau Pemerintah Provinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang berbatasan;
Berdasarkan kriteriaKawasan Strategis wilayah diatas, maka penetapan kawasan strategsi sebagai berikut :1. Kawasan strategis yang memiliki kepentingan signifikan
dalam perekonomian kota atau wilayah, mencakup : a. Kawasan Pusat Kota ; b. Kawasan pantai ; c. Kawasan hutan ; d. Kawasan Pulau Kecil e. Kawasan Pelabuhan ; f. Kawasan Bandara g. Kawasan Pertanian h. Industri i. dll.2. Kawasan strategis yang memiliki kepentingan pelestarian
nilai historis dan budaya yang menjadi jati diri wilayah, mencakup;
a. Kawasan Pusat Kota ; b. Kawasan Budaya c. Kawasan dengan nilai sejarah d. dll
60
3. Kawasan strategis yang memiliki kepentingan untuk pelayanan sosial dan publik yang tinggi, mencakup:
a. Kawasan Pusat Pemerintahan; b. Kawasan Pusat Perkantoran; dan c. Kawasan Layanan international 4. Kawasan strategis yang memiliki kepentingan
perlindungan keragaman sumber daya hayati dan perlindungan terhadap bencana, mencakup Kawasan hutan dan ekosistem alami;
3.5 Arahan Pengelolaan Kawasan Strategis KotaBerdasarkan penetapan Kawasan Strategis yang telah
ada, maka arahan pengelolaan kawasan strategis adalah di wilayah kota adalah :
1. Kawasan Strategis wilayah Kota a. pengembangan kawasan pusat kota dalam rangka
meningkatkan jatidiri dan identitas Kota yang berwawasan budaya, revitalisasi nilai hitoris kota dan mengembangkan landmark Kota; dan
b. pengelolaan kawasan ditekankan pada penataan lingkungan dan bangunan untuk menguatkan nuansa kota budaya serta pembenahan utilitas dan fasilitas pendukungnya.
c. pengembangan kawasan strategis sanur untuk memantapkan fungsi Kawasan berfungsi nasional dan Internasonal;
d. pengelolaan kawasan ditekankan pada pemantapan struktur dan pola ruang untuk meningkatkan fungsi kawasan, penegasan peraturan zonasi, penataan lingkungan dan bangunan, pengelolaan kawasan pesisir dan pantai, sirkulasi pergerakan, pengembangan pedestrian, penataan parkir serta pemerataan fasilitas dan utilitas pendukung lingkungan permukiman dan fasilitas penunjang fungsi yang lebih luas.
61
e. pengembangan Kawasan Ubung Kaja dilakukan untuk meningkatkan fungsi kawasan sebagai pusat pelayanan dan perdagangan grosir skala wilayah dan Kota yang didukung keberadaan Pasar, terminal kargo, fungsi perdagangan dan jasa skala wilayah, serta rencana pengembangan fasilitas sosial ekonomi; dan
f. mempercepat pengembangan Kawasan pantai dan pulau kecil sebagai Obyek dan daya tarik Wisata Kota denpasar yang mampu memberikan kontribusi pengembangan ekonomi wilayah;dan
g. pengelolaan kawasan ditekankan pada integrasi rencana struktur dan rencana pola ruang kawasan pesisir dan pulau kecil dengan daratan Kota beserta peraturan zonasi pendukungnya, integrasi antara kawasan yang dikelola dunia usaha dengan masyarakat lolak, integrasi antara kawasan budidaya dengan kawasan lindung, serta integrasi sistem jaringan transportasi regional.
h. pengembangan Kawasan Pelabuhan Benoa untuk memantapkan fungsi Pelabuhan sebagai pelabuhan penumpang, pelabuhan pariwisata dan pelabuhan ekspor terbatas;dan
i. pengelolaan kawasan ditekankan pada integrasi antara masterplan perluasan pengembangan Kawasan Pelabuhan dengan pengembangan kawasan disekitarnya yang saling mendukung.
j. pemantapan kawasan taman budaya sebagai pusat kreativitas dan pengembangan seni budaya i yang menjadi jatidiri dan identitas Kota yang berwawasan budaya, dan etalase budaya i; dan
k. pengelolaan kawasan ditekankan pada integrasi penataan lingkungan dan bangunan kawasan Budayadengan kawasan sekitanya.
l. pengembangan kawasan perkantoran pemerintahan sebagai Pusat Perkantoran Pemerintahan Kota yang didukung
62
taman Kota dan Rekreasi, sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (3) hutuf d;
m. pengelolaan kawasan dilakukan dengan pengembangan Rencana Rinci tata Ruang Kawasan, Rencana tata Bangunan dan Lingkungan, pengembangan Peraturan Zonasi, serta pengembangan detailed engineering design (ded) Kawasan.
n. pengelolaan Kawasan hutan atau ekosistem alam menjadi strategis karena fungsi kawasan sebagai Kawasan Lindung sekaligus juga kawasan pusat lokasi pelayanan infrastruktur wilayah dan Kota, pengelolaan kawasan ditekankan pada penegasan pemanfaatan ruang yang mengintegrasikan fungsi lindung, sosial dan ekonomi kawasan.
3.6 Teknik OperasionalPemilihan teknik operasional pengelolaan persampahan
sangat tergantung pada kondisi kota, pemanfaatan peralatan yang sudah ada, tingkat effisiensi peralatan dan kemampuan untuk menyelenggarakan operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan.
1. Rencana Kebutuhan Sarana dan Prasarana KebersihanSarana kebersihan disini sangat berpengaruh kepada
estetika lingkungan terutama sistem pewadahannya, sedangkan untuk sistem pengangkutan akan berpengaruh kepada efisiensi waktu dari proses pengangkutan itu sendiri. Kedua sub sistem tersebut dapat menjadi sebuah kesatuan dengan pemilihan sarana yang tepat, untuk mempermudah proses pemindahan dan pengangkutan sebaiknya digunakan pewadahan yang bersifat mudah diangkat seperti Bin dari plastik, sedangkan untuk pemindahan dapat menggunakan motor sampah beroda tiga terutama untuk ruas jalan yang tidak dapat dilalui truk sampah dan pengangkutan dipergunakan compactor truk yang memiliki sistem yang dapat mengangkut bin tersebut dan dapat melakukan pemanpatan sampah.
63
Wadah penampungan sampah yang direncanakan adalah sebagai berikut :• Permukiman, sekolah dan perkantoran menggunakan bin
berukuran 70 liter• Pasar dan rumah sakit menggunakan kontainer volume 4
m3• Jalanmenggunakan bin 1m3
2. Kebutuhan PewadahanRencana bentuk dari bin sampah 70 liter yang dimaksud
adalah bin sampah yang memiliki wadah khusus dilengkapi penutup dan reling yang dapat ditarik seperti cabinet sehingga terlindungi dan dapat meminimalkan faktor kerusakan, adapun bin yang dimaksud dapat dilihat pada Gambar 14. sedangkan rencana kebutuhan pewadahan dengan bin ukuran 70 liter untuk permukiman dengan asumsi 1 kepala keluarga (kk) = 5 orang dapat dilihat pada tabel 15. berikut ini.Untuk peletakan bin sampah ini adalah pada ruas jalan yang tidak dapat dilalui oleh truk sampah yaitu ruas jalan yang memiliki lebar < 5m, berdasarkan data ruas jalan yang ada di wilayah Kota.
Gambar 14. Contoh Bin 70 Liter
64
Tabel 8. Contoh Perhitungan Kebutuhan Bin 70 Liter
No TahunJml
Pendd.Vol
SampahProsentase Layanan
Vol.Sampah
Terlayani
Jumlah Yang Ada
Kebutuhan Wadah
Kebutuhan Tambahan/
tahun
(orang) (m3/hari) (%) (m3/hari) (buah) (buah) (buah)
1 2015 1,088,580 12,129 50 6065 81863 86638 47752 2016 1,148,579 12,798 55 7039 86638 100555 139173 2017 1,208,577 13,466 60 8080 100555 115427 148724 2018 1,268,575 14,135 60 8481 115427 121157 57305 2019 1,328,573 14,803 65 9622 121157 137461 163046 2020 1,388,572 15,472 70 10830 137461 154720 172597 2021 1,448,570 16,141 75 12105 154720 172934 182148 2022 1,508,568 16,809 80 13447 172934 192103 19169
Untuk pewadahan di ruas jalan pengangkutan sampah menggunakan bin 1 m3 seperti pada Gambar 14. dan perhitungan kebutuhan bin ini berdasarkan total volume sampah yang diletakkan di pinggir jalan seperti pada tabel 9.
Gamber 15. Bin Sampah 1m3 dan Proses Pengangkutan
65
Tabel 9. Kebutuhan Bin 1m3
No TahunProyeksi
Sampah JalanJumlah
Yang AdaKebutuhan
Wadah
Kebutuhan Tambahan /
Tahun(M3/Hari) (Buah) (Buah) (Buah)
1 2015 552 521 552 302 2016 582 552 582 303 2017 613 582 613 304 2018 643 613 643 305 2019 674 643 674 306 2020 704 674 704 307 2021 734 704 734 308 2022 765 734 765 30
3. Sistem PengumpulanPerkembangan wilayah Kota semakin pesat berkaitan
dengan pertumbuhan penduduk meningkat drastis dari tahun ke tahun, hal ini tentu saja memaksakan pertumbuhan permukiman juga semakin banyak dan memaksa jalan lingkungan permukiman semakin sempit. Jalan yang sempit ini tidak mungkin dilalui oleh truk angkut sampah, maka diperlukan alternatif peralatan untuk pengumpulan sampah yang dapat menjangkau seluruh wilayah pelayanan. direncanakan alat pengumpul sampah dari sumber sampah ke tPS adalah motor gerobak, yaitu motor roda tiga yang dilengkapi gerobak dengan kapasitas 1 m3 seperti pada Gambar 16. dan perhitungan kebutuhan motor gerobak ini dapat dilihat pada tabel 9.
Gambar 16. Contoh Motor Gerobak Sampah
66
Tabel 10. Rencana Kebutuhan Motor Gerobak Sampah
No TahunJml Pendd. Vol. Sampah Prosentase
Layanan
Vol. Sampah
Terlayani
Jumlah Yang Ada
Kebutuhan Wadah
Kebutuhan Tambahan/
tahun(orang) (m3/hari) (%) (m3/hari) (buah) (buah) (buah)
1 2015 1,088,580 12,129 50 6065 5730 6065 3342 2016 1,148,579 12,798 55 7039 6065 7039 9743 2017 1,208,577 13,466 60 8080 7039 8080 10414 2018 1,268,575 14,135 60 8481 8080 8481 4015 2019 1,328,573 14,803 65 9622 8481 9622 11416 2020 1,388,572 15,472 70 10830 9622 10830 12087 2021 1,448,570 16,141 75 12105 10830 12105 12758 2022 1,508,568 16,809 80 13447 12105 13447 1342
tabel 10. diatas memperlihatkan kebutuhan motor gerobak tiap tahunnya, jumlah diatas tergolong sangat banyak jika dibandingkan dengan ruas jalan pelayanan untuk motor gerobak. Sebagai contoh ruas jalan yang dilalui adalah sebanyak 118 ruas jalan, apabila proses pengangkutan dilakukan dalam 2 kali rit, maka jumlah motor gerobak yang diperlukan adalah sebanyak 59 buah.
Sistem Penampungan Sementara 1. Pewadahan Sampah Kontainer
Kontainer merupakan sarana kebersihan yang dapat diangkut oleh truk armroll, kontainer ini berfungsi untuk menampung sampah dalam skala komunal, kekurangan dari kontainer ini adalah sulitnya mencari lokasi yang sesuai untuk penempatannya terlebih di wilayah kota yang semakin padat dengan bangunan. Contoh perhitungan kebutuhan kontainer di wilayah kota dapat dilihat pada tabel 11.
67
Tabel 11. Contoh Perhitungan Kebutuhan Kontainer
No TahunJml Pendd. Vol. Sampah Jumlah
Yang AdaKebutuhan Kontainer
Kebutuhan Tambahan/
tahun(orang) (m3/hari) (buah) (buah) (buah)
1 2015 1,088,580 12,129 2292 2426 1342 2016 1,148,579 12,798 2426 2560 1343 2017 1,208,577 13,466 2560 2693 1344 2018 1,268,575 14,135 2693 2827 1345 2019 1,328,573 14,803 2827 2961 1346 2020 1,388,572 15,472 2961 3094 1347 2021 1,448,570 16,141 3094 3228 1348 2022 1,508,568 16,809 3228 3362 134
Melihat hasil perhitungan pada tabel 11. diatas jumlah kontainer yang dibutuhkan cukup banyak, untuk pemenuhan kebutuhan kontainer sebanyak itu dirasa cukup sulit dilakukan sebab sulitnya mencari lokasi penempatan. Lokasi penempatan kontainer ini harus diletakkan pada lokasi yang tidak mengganggu kenyamanan warga dan memiliki akses untuk manuver truk. Sulitnya mencari lokasi yang sesuai dengan ketentuan tersebut telah dirasakan oleh maupun masyarakat, untuk itu perlu diberikan rekomendasi berupa alternatif peletakkan kontainer yaitu dengan membangun suatu bangunan khusus peletakkan kontainer sehingga tidak mengotori lingkugan dan bau sampah dapat ditekan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 16. alternatif kedua adalah dengan memanfaatkan bantaran sungai sebagai lokasi kontainer seperti pada Gambar 17.
Gambar 17. Peletakkan Kontainer dekat Pasar
68
Gambar 18. Rekomendasi Peletakkan Kontainer di Bantaran Sungai
Kondisi dan peletakkan kontainer yang dapat direkomendasikan dapat dilihat pada tabel 12. berikut.
a. Tempat Penampungan SementaraUntuk sistem penampungan sementara menggunakan
landasan tipe I dengan luasan kurang lebih 100 - 200 m2. tPS ini merupakan tempat pertemuan antara sampah yang dikumpulkan oleh Motor Gerobak Sampah dengan truk Pengangkut Sampah yang akan membawa sampah ke tPa. Oleh karena itu diperlukan suatu lahan dan bangunan yang memadai yaitu cukup mudah untuk operasional Motor Gerobak Sampah menurunkan sampah dan truk pengangkut sampah untuk bermanuver dan memasukkan sampah, kegiatan operasional yang terlindung dari hujan, genangan air, dan hewan.
Pada umumya kondisi transfer depo masih dipergunakan untuk menampung sampah, namun tidak semua dengan kondisi yang baik, demikian pula dengan depo 3R tidak semua berfungsi sebagai tempat pengolahan sampah. Untuk itu perlu diberikan suatu rekomendasi untuk memaksimalkan fungsi keberadaan penampungan sementara ini, rekomendasi yang dimaksud dapat dilihat pada tabel 5.6. berikut.
69
Tabel 12.Rekomendasi Revitalisasi Transfer Depo dan Depo 3R
No. Foto Kondisi Rekomendasi
1 • Peletakkan sampah sesuai tempat yang disediakan
• Pembuatan pagar dan pintu pagar
• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
2 • Pembuatan hanggar dan atap• Penambahan pintu pagar• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
3 • Pembongkaran tempat melekatakkan sampah yang terlalu tinggi agar
mempermudah proses loading sampah karena sampah meluber ke jalan
• Pembuatan saluran lindi
3 • Pembuatan hanggar dan atap• Penambahan pintu pagar• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
70
No. Foto Kondisi Rekomendasi
5
6
7
8
• Perbesar bangunan hanggar• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
• Perbesar bangunan hanggar• Penambahan paving• Pembuatan pagar dan pintu• Pembuatan saluran lindi
• Perbesar bangunan hanggar• Pembuatan pagar dan pintu
• Penambahan paving• Pembuatan pagar dan pintu• Pembuatan saluran lindi
71
No. Foto Kondisi Rekomendasi
9
10
11
12
• Bangunan sudah tidak layak pakai perlu di revitalisasi total termasuk penambahan paving, pagar dan pintu atau diganti dengan sarana kontainer
• Bangunan hanggar perlu dipindahkan ke belakang (lokasi peletakkan sampah)
• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
• Perbaikan pagar sebelah timur karena sampah meluber ke lahan kosong
• Penambahan paving• Pembuatan saluran lindi
• Pembuatan saluran dan bak penampung lindi
• Penambahan jumlah tenaga pembuat kompos
• Pembuatan pintu pagar• Penambahan tanaman tinggi
sebagai buffer
72
No. Foto Kondisi Rekomendasi
13
14
15
16
• Pembuatan saluran dan bak penampung lindi
• Penambahan gudang kompos
• Alih fungsi menjadi Transfer Depo
• Pembuatan hanggar• Perbaikan tembok pembatas
sebelah utara• Pembuatan saluran lindi• Peningkatan intensitas
pemindahan
• Pemanfaatan bangunan dikembalikan kepada masyarakat
• Mesin pembuat kompos dapat ditarik kembali dan dipindahkan ke Depo 3R yang masih beroperasi
• Alih fungsi menjadi Transfer Depo
• Pemberdayaan pemulung yang tinggal di lokasi
• Perbaikan tembok sebelah timur
• Pembuatan saluran lindi
73
No. Foto Kondisi Rekomendasi
17
18
• Pembuatan hanggar• Pembuatan saluran lindi• Perbaikan tembok sebelah
utara• Penyediaan mesin pembuat
kompos• Pemberdayaan pemulung• Peningkatan intensitas
pemindahan
• Pelatihan kepada pemulung untuk mengoperasikan mesin pembuat kompos
• Perkerasan jalur akses• Pembuatan saluran dan bak
penampung lindi
Selain rekomendasi revitalisasi sarana transfer depo dan depo 3R yang ada, maka dapat direkomendasikan pula penambahan pembangunan depo 3R yang baru untuk meminimalkan sampah yang masuk ke tPa sehingga beban tPa dapat di kurangi selain itu penambahan sarana 3R juga dapat membuka lapangan pekerjaan baru. adapun alternatif pemilihan lokasi berdasarkan beberapa tahapan kajian diantaranya :
Tahap Seleksi Lokasitahapan seleksi lokasi merupakan tahap ke-2 setelah
dilakukan sosialisasi tentang pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat kepada pengguna jasa, instansi terkait, dan pemangku kepentingan lainnya. Pada perencanaan seleksi lokasi maka diperlukan kriteria sebagai berikut :• Walikota / Bupati atau Pejabat yang berwenang berminat
untuk implementasi penyelenggaraan pelaksanaan
74
pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat dengan membuat surat minat yang ditujukan kepada departemen Pekerjaan Umum dilengkapi dengan persetujuan alokasi lahan tPSt sesuai dengan tata Ruang.
• Memiliki Dinas atau UPT yang bertanggung jawab dalam bidang kebersihan sebagai dinas penanggung jawab.
• Sebaiknya sudah pernah melakukan kegiatan berbasis masyarakat.
• Bersedia kontribusi in cash untuk biaya fisik ; dan in kind yaitu sarana kantor dan staf dinas penaggung jawab sebagai fasilitator.
• Kesiapan Dinas Penanggung jawab untuk bekerjasama dengan tenaga Fasilitator diutamakan Kota / Kabupaten yang mempunyai pengalaman 3R sebelumnya.Kota / kabupaten dengan total score tertinggi yang akan
masuk dalam daftar pendek untuk tapisan berikutnya. Setelah mendapat rekomendasi desa /wilayah yang bersedia melaksanakan program 3R maka dilakukan seleksi dengan mengacu pada kriteria sesuai dengan pedoman untuk mendapatkan lokasi yang tepat dan bisa disasar dengan program 3R. Untuk memilih lokasi yang tepat maka digunakan kriteria sebagai berikut :
a) Kriteria Umum• Batasan administrasi lahan TPST dalam batas administrasi
yang sama dengan area pelayanan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
• Status kepemilikan lahan milik pemerintah atau lainnya dengan surat pernyataan bersedia digunakan untuk prasarana dan sarana pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
• Ukuran lahan antara 750-1000 m2 .• Mempunyai program lingkungan berbasis masyarakat.• Masalah sampah sudah mulai menggangu masyarakat.
75
b) Kriteria Fisik Lingkungan• Permukaan air tanah di TPST > 10 m.• Lahan yang diusulkan memang telah di manfaatkan /
difungsikan sebagai lokasi tPS sampah.• Berada di dalam area yang memang direncanakan
diperuntukan sebagai lokasi tPS sampah atau rencana pemanfaatan rendah untuk fasilitas umum / taman.
• Bebas banjir.• Berada di lahan datar.• Jalan keluar / masuk menuju dan dari TPST daftar dengan
kondisi baik dan lebar jalan yang cukup untuk mobilisasi keluar/masuk motor/gerobak sampah.
• Jarak lokasi ke pemukiman lebih dari 200 m dari permukiman .
• Terletak 500m dari jalan raya.• Berdampak minimal terhadap tata guna lahan.• Terdapat zona penyangga dan kegiatan oprasionalnya
tidak terlihat dari luar.
c) Kriteria Sosial ekonomi• Cakupan pelayanan mendekati 1000 KK.• Ada tokoh masyarakat yang disegani dan mempunyai
wawasan lingkungan yang kuat.• Penerimaan masyarakat untuk melaksanakan program 3R
merupakan kesadaran masyarakat secara spontan.• Masyarakat bersedia membayar retribusi pengelolaan
sampah.• Sudah memiliki kelompok aktif di masyarakat seperti PKK,
forum-forum kepedulian terhadap lingkungan, karang taruna, dll.
Penyiapan MasyarakatPenyiapan masyarakat dilakukan setelah lokasi untuk
pelaksanaan pengelolaan sampah terpadu 3R terpilih. Penyiapan
76
masyarakat merupakan langkah cukup penting bagi keberlanjutan program pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat karena melalui tahap ini diharapkan akan dihasilkan fasilitator. Kelompok Kerja Masyarakat ,pemilihan metoda atau teknologi yang akan digunakan dalam pelaksanaan pengelolaan sampah terpadu 3R,lokasi,dan Rencana Kerja Masyarakat.
Pada perencanaan penyiapan masyarakat maka ada beberapa tahap yang perlu dilakukan yaitu : Pemilihan fasilitator Penelitian sosial Penelitian komposisi dan timbulan sampah Sosialisasi pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis
masyarakat melalui Focal Group disussion (FGd) untuk memperoleh kesepakatan dalam :
• Pemilihan metoda atau teknologi 3R yang akan digunakan
• Pemilihan sistem pengelolaan sampah terpadu 3R • Pembentukan Kelompok Kerja Masyarakat • Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat Pelatihan yang terdiri dari :• Materi umum : * Sosialisasi perencanaan program * Pengertian pengelolan sampah 3R * Pemahaman tentang sampah dan dampaknya * aspek pendukung seperti kelembagaan, pendanaan,
pengaturan , dan teknis operasional• Materi teknis : * Sistem pengelolaan sampah * daur ulang sampah non organik * Pengkomposan sampah• Peserta pelatihan : * anggota KSM * Warga yang terlibat
77
Pemilihan FasilitatorPemilihan fasilitator dilakukan oleh Satuan Kerja PU
bersama-sama dengan konsultan lokal dengan kriteria sebagai berikut : Memiliki kemampuan baca dan tulis Memahami karakteristik masyarakat di lokasi terpilih Sehat jasmani dan rohani Bisa berkomunikasi dengan baik Mempunyai pengalaman dalam pemberdayaan Memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas
sebagai fasilitator Memiliki pengetahuan dasar tentang persampahan (3R) Bersedia tinggal dan bekerja sama dengan masyarakat di
lokasi terpilihtFL adalah tenaga pendamping dari daerah yang
bersangkutan dan dilatih agar menjadi terampil dalam meningkatkan kapasitas dan kapabilitas masyarakat dalam memutuskan , merencanakan, melaksanakan, dan mengelola kegiatan Kampung terutama yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan sampah 3R.
Setiap tenaga Fasilitator mempunyai tugas dan tanggungjawab sebagai berikut: Memfasilitasi dan membantu masyarakat untuk dapat
membentuk dan membantu pemilihan anggota KSM secara demokratis dengan memperhatikan kesetaraan jender dan kesetaraan kaya-miskin.
Memfasilitasi penyusunan rencana kerja masyarakat ,perioda pelaksanaan pembangunan sarana 3R sesuai yang dibutuhkan masyarakat,dan pascapembangunan ,yang meliputi:
• Pelaksanaan pelatihan lanjutan tentang pelaksanaan kegiatan 3R khususnya tata cara operasional peralatan dilokasi 3R terpilih , pemilihan metoda pengomposan dengan teknologi yang tepat guna dan mudah.
78
• Bantuan dalam memfasilitasi masyarakat untuk mengidentifikasi masalah masalahn kebersihan yang berhubungan dengan masalah persampahan yang dihadapi oleh masyarakat dan merumuskan strategi untuk mengatasi masalah dengan menggunakan metodologi yang sesuai.
Pelaksanaan teknis persampahan yang dibutuhkan Pelaksanaan pelatihan dan supervise dalam pelaksanaan
pembangunan dengan pendekatan teknis pada kelompok masyarakat pelaksana 3R.
Pemberian dukungan dan bantuan teknis kepada masyarakat.
Pelaksanaan Pelatihan dan supervise untuk masalah operasional ,pemeliharaan dan perbaikan sarana 3R
Pendampingan dan pelatihan kelompok masyarakat dalam mengelola dana untuk pembangunan sarana 3R
Bantuan kepada masyarakat dalam melaksanakana monitoring sendiri pada pelaksanaan pengelolaan sampah terpadu 3R
Penelitian SosialKegiatan survei sosial ini dilaksanakan berkaitan dengan
aspek-aspek sosial yang akan mempengaruhi keberlanjutan program 3R ini. Setidaknya ada 3 aspek yang harus diketahui masyarakat untuk mendukung keberhasilan program 3R terpadu yaitu : Norma, Persepsi dan Prilaku masyarakat terhadap sampah dan pengelolaannya.dari aspek tersebut maka akan diperoleh antara lain: Wawasan masyarakat terhadap lingkungan secara umum
terutama terhadap pengelolaan sampah. tingkat kesdaran masyarakat terhadap dampak buruk
pengelolaan sampah yang tidak baik. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sampah saat
ini.
79
Prilaku masyarakat dalam mengelola sampah Penerimaan masyarakat terhadap pengelolaan sampah
terpadu 3R Kesanganggupan masyarakat dalam iuran sampah.Tahap Perencanaan Survei sosial terdiri dari:• Penentuan jumlah responden ,yaitu menentukan jumlah
warga yang akan dijadikan responden dalam penelitian dengan cara sbagai berikut:
◊ Menentukan populasi (jumlah seluruh warga) dari lokasi yang akan melakukan pengelolaan sampah terpadu 3R berbasis masyarakat.
◊ Menentukan jumlah populasi perstrata tingkat kemampuan ekonomi jika akan dilakukan survei sosial perstrata yaitu: strata tempat tinggal, pendapatan tinggi,sedang, dan rendah,
◊ Menentukan jumlah responden sesuai kaidah ilmu statistic yang berlaku.
◊ Pemberitauan atau permintaan ijin dari instansi terkait dan pengurus wilayah (perbekel).
• Penyusunan kuisioner, yaitu bahan acuan untuk melakukan pendataan yang dapat dilakukana secara pasif dengan membagikan kuisioner kepada responden atau aktif mewancara langsung . Pada penyususnan kuisioner perlu diperhatikan:
◊ Data tentang masyarakat yang ingin dikumpulkan, ◊ Pertanyaan yang mudah dicerna dan tidak terlalu
banyak• Pengarahan surveior yaitu memberikan pengarahan
terhadap calon pewawancara jika akan dilakukan survei dengan wawancara langsung.
Beberapa persyaratan untuk surveior adalah: ◊ Mengenal daerah yang akan disurvei ◊ Memiliki latar belakang sosial (dari mahasiswa jurusan
sosial) ◊ Memiliki kemampuan wawancara.
80
• Pelaksanaan survei , pelaksanaan survei ini dilakukan sesuai yang telah ditentukan dengan memperhatikan :
◊ Waktu pelaksanaan yang tidak mengganggu responden.
◊ Bukan pada saat yang sama dengan kegiatan khusus misalnya pilkades,lebaran dan lain-lain.
• Pengolahan dan analisis data survei.• Perumusan hasil pelaksanaan survei, yaitu kesimpulan
survei yang dapat dirumuskan melalui beberapa metode: ◊ Sosio mapping dari lokasi pengelolaan sampah
terpadu 3R berbasis masyarakat. ◊ Tingkat kemauan masyarakat dalam pelaksanaan
pengelolaan sampah terpadu 3R.dengan keseluruhan kriteria tersebut maka, dapat
direkomendasikan beberapa lokasi pembangunan sarana 3R dengan mempertimbahan hasil volume sampah harian (60% untuk komposting dan 40% diangkut ke TPA) dan penggunaan lahan. adapun lokasi yang dimaksud berikut perkiraan volume kompos yang dihasilkan dan perkiraan pendapatan dari penjualan kompos tersebut.
Tabel 13.Contoh Volume Sampah,Hasil Kompos dan Penjualan
Per-Tahun
Vol Sampah (m3/hari)
Vol. 3R (m3/tahun)
Vol. Hasil Kompos Perkiraan Pendapatan(per-tahun)m3/tahun Kg
235 141 99 79 Rp 126,308,260
224 134 94 75 Rp 120,431,925
144 86 60 48 Rp 77,392,712
141 85 59 47 Rp 75,859,234
103 62 43 35 Rp 55,363,943
88 53 37 30 Rp 47,432,987
81
Untuk bentuk dan komposisi bangunan depo 3R dapat dilihat pada gambar 19. berikut :
Gamber 19. Contoh Bentuk dan Komposisi Bangunan 3R
Sistem PengangkutanProgram-program yang direncanakan agar kinerja
subsistem pengangkutan optimal adalah sebagai berikut:
Contoh Program Mendesak (Tahun I) 1. Perbaikan armada (truk) yang rusak, unit Arm Roll Truck
dan 7 unit Dump Truck. dan direkomendasikan pengadaan armada baru berupa Compactor Truk.
2. Pengadaan suku cadang dan perawatan secara kontiniu terhadap armada pengangkutan termasuk armada motor gerobak sampah.
3. Mengatur rute ke tPa. Pengaturan rute menuju tPa yang efisien dengan mempertimbangkan waktu dan jarak tempuh
82
kendaraan dari tPS ke tPa. diupayakan rute angkutan sampah tidak melalui jalan yang padat lalu lintas.
4. Monitoring optimalisasi pengangkutan artinya, bahwa diperlukan pengawasan terhadap
operasional pengangkutan agar tidak terjadi overhaul yang berlebihan pada kegiatan pengangkutan sampah. Sebagai contoh adalah adanya sikap tidak tertib dari sopir truk dan lain-lain.
Contoh Program Jangka Menengah (periode > 1 – 5 tahun)1. Pengadaan armada baru dapat dilakukan dengan
memperhitungkan jumlah volume sampah dan biaya operasional yang harus dikeluarkan.
2. Monitoring optimalisasi pengangkutan artinya, bahwa diperlukan pengawasan terhadap
operasional pengangkutan agar tidak terjadi overhaul yang berlebihan pada kegiatan pengangkutan sampah. Sebagai contoh adalah adanya sikap tidak tertib dari sopir truk dan lain-lain.
Contoh Program Jangka Panjang 1. Pengadaan armada baru untuk menggantikan armada yang
lama, pada 2018 dapat diadakan pengadaan Compactor Truk.
2. Mengatur rute ke tPa. Pengaturan rute menuju tPa yang efisien dengan mempertimbangkan waktu dan jarak tempuh kendaraan dari tPS ke tPa. diupayakan rute angkutan sampah tidak melalui jalan yang padat lalu lintas.
3. Monitoring optimalisasi pengangkutanPerhitungan pada Tabel 14. berikut ini adalah perhitungan
kebutuhan armada Dump Truk pertehun, dimana perhitungan berdasarkan faktor volume sampah tiap ruas jalan dan shift pengangkutan. Perhitungannya adalah sebagai berikut :
83
Tabel 14.Perhitungan Kebutuhan Armada Dump Truk Per-Tahun
No TahunVolume Sampah
(m3/hari)
VolumeSampah Jln
(m3/hari)
Jumlah Dump Truk(buah)
1 2015 2062 242 482 2016 2166 254 513 2017 2270 266 534 2018 2374 279 565 2019 2478 291 586 2020 2582 303 617 2021 2686 315 638 2022 2790 328 66
Hasil perhitungan diatas menunjukkan jumlah kebutuhan armada dump truk tergolong banyak, untuk menekan jumlah kebutuhan tersebut, maka direkomendasikan penggantian dumptruk menggunakan truk berjenis compactor truk yaitu truk yang memiliki kemampuan untuk memapatkan sampah hingga 20% dari volume awal, disamping itu kapasitas dari truk terdapat 3 pilihan yang ada di pasaran yaitu 6m3, 8m3 dan 10m3. adapun perhitungan kebutuhan compactor truk pertahun dapat dilihat pada Tabel 15. berikut :
Tabel 15Perhitungan Kebutuhan Armada Campactor Truk Per-Tahun
No TahunVolume Sampah
(m3/hari)
Volume Sampah
Jalan(m3/hari)
Volume Sampah Setelah
dimapatkan(m3/hari)
Jumlah Compactor
6 m3 8 m3 10 m3
1 2015 2062 242 194 32 24 192 2016 2166 254 203 34 25 203 2017 2270 266 213 36 27 214 2018 2374 279 223 37 28 225 2019 2478 291 233 39 29 236 2020 2582 303 242 40 30 247 2021 2686 315 252 42 32 258 2022 2790 328 262 44 33 26
84
Rekomendasi selanjutnya adalah penentuan rute pengangkutan sampah untuk pengangkutan kontainer dan sampah tiap ruas jalan pengangkutan.
3.7 Sistem Pemrosesan AkhirA. Pola Pengelolaan Lingkungan TPA Pemeliharaan Lapisan Penutup
Lapisan penutup tPa perlu dijaga kondisinya agar tetap berfungsi dengan baik. Perubahan temperatur dan kelembaban udara dapat menyebabkan timbulnya retakan permukaan tanah yang memungkinkan terjadinya aliran gas keluar dari tPa ataupun mempercepat rembesan air pada saat hari hujan. Untuk itu, retakan yang terjadi perlu segera ditutup dengan tanah sejenis.
Proses penurunan permukaan tanah juga sering tidak berlangsung seragam sehingga ada bagian yang menonjol maupun melengkung ke bawah. Ketidakteraturan permukaan ini perlu diratakan dengan memperhatikan kemiringan ke arah saluran drainase. Penanaman rumput dalam hal ini dianjurkan untuk mengurangi efek retakan tanah melalui jaringan akar yang dimiliki.
Pemeriksaan kondisi permukaan tPa perlu dilakukan minimum sebulan sekali untuk memastikan tidak terjadinya perubahan drastis pada permukaan tanah penutup akibat erosi air hujan. Idealnya tanah untuk penutup timbunan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut:• Tanah penutup untuk sel harian tebal = 15 cm padat dengan
exposure time antara 0 – 7 hari.• Penutup antara tebal = 30 cm padat dengan exposure time 7
– 365 hari.• Tanah penutup akhir tebal = 50 cm padat dengan exposure
time lebih dari 365 hari.• Masing–masing lapisan tanah penutup tersebut dipadatkan
hingga mencapai ketebalan dan tingkat kepadatan yang direncanakan CBR = 2 %.
85
b. Pemeliharaan DrainasePemeliharaan saluran drainase secara umum sangat mudah
dilakukan. Pemeriksaan rutin setiap minggu khususnya pada musim hujan perlu dilakukan untuk menjaga tidak terjadi kerusakan saluran yang serius.
Saluran drainase perlu dipelihara dari tanaman rumput atau semak yang mudah sekali tumbuh akibat tertinggalnya endapan tanah hasil erosi tanah penutup tPa di dasar saluran. TPA di daerah bertopografi perbukitan juga sering mengalami erosi akibat aliran air yang deras.
Lapisan semen yang retak atau pecah perlu segera diperbaiki agar tidak mudah lepas oleh erosi air, sementara saluran tanah yang berubah profilnya akibat erosi perlu segera dikembalikan ke dimensi semula agar dapat berfungsi mengalirkan air dengan baik.c. Pemeliharaan Fasilitas Pengolahan Lindi
Prinsip dasar pengelolaan lindi adalah :• Sampah dalam landfill harus dihindarkan dari masuknya
air, dengan cara melapisinya oleh lapisan kedap air seperti lempung atau materi sintetis lainnya.
• Konsentrasi pencemaran unsur–unsur dalam lindi akan berkurang dengan cara netralisasi, adsorpsi ataupun proses lain karena materi alami ataupun sintetis yang terdapat di bawah landfill.
• Lindi harus diolah dalam suatu instalasi pengolahan air buangan sebelum dibuang ke badan air penerima.
• Degradasi zat organik dalam suatu landfill dapat dipercepat dengan mempercepat dekomposisi anaerobik dalam landfill misalnya dengan resirkulasi lindi kembali ke dalam sampah.
Usaha–usaha pengelolaan lindi : Meminimalkan infiltrasi air hujan dengan perencanaan
lapisan penutup akhir yang baik dengan merencanakan drainase permukaan, baik selama operasi maupun sesudahnya untuk meminimalkan surface run off.
86
Menggunakan suatu lapisan kedap air (liner) pada dasar landfill untuk mencegah tercemarnya air tanah dari lindi yang mungkin timbul. Walaupun telah dilakukan usaha untuk meminimalkan timbulnya lindi, masih perlu diambil suatu tindakan pengamanan, karena timbulnya lindi tidak dapat dihindari sepenuhnya. di lokasi landfill ini pengurangan unsur–unsur pencemaran lindi oleh kemampuan netralisasi tanah, tidak dapat diandalkan, terutama bila letak muka air tanah yang tinggi. dengan demikian lining mutlak diperlukan.
Mengumpulkan dan mengolah lindi.Lindi yang terjadi dan harus diolah dan distabilisasikan yang meliputi:• Jumlah lindi dari air hujan. Jumlah lindi dari air hujan
tergantung dari besarnya infiltrasi air hujan ke dalam lapisan timbunan sampah.
• Jumlah air hasil dekomposisi dari bahan sampah tergantung dari kadar air jenis sampah dan volume sampah harian.
• Dari hasil penelitian di beberapa kota untuk sampah pasar antara 66%-87% sedangkan untuk sampah permukiman berkisar antara 55%-74%.
d. Pengendalian Gasdekomposisi sampah (dalam hal ini senyawa organik)
dalam kondisi anaerobik dapat menimbulkan gas terutama gas methan (CH4) dan karbondioksida (CO2). Untuk pengamanan lingkungan diperlukan usaha pengendalian gas, berupa : Pengamanan selama pengoperasian berupa saluran
ventilasi. Saluran ventilasi berupa pipa PvC diameter 10 cm yang dilubang – lubangi dan diletakkan pada lapisan tanah penutup.
Pengaman pascapengoperasian (setelah mencapai bukit akhir) merupakan lanjutan saluran ventilasi selama pengoperasian panjang pipa tegak 2 m di atas bukit akhir.
87
Setelah terbentuk bukit akhir dipasang pipa ventilasi berjarak 50 m, pemasangan pipa ventilasi sampai dasar tPa dengan pipa berlubang sampai tinggi muka timbunan sampah dilanjutkan dengan pipa tidak berlubang setinggi 2 m di atas permukaan bukit akhir.
Sistem pengendalian gas dilakukan pada saat tPa aktif dan juga pada saat tPa ditutup. Sistem pengendalian gas dilakukan untuk menghindari adanya gas yang terperangkap dalam timbunan sampah. Hal penting yang harus dilakukan dalam pengelolaan gas di tPa adalah jumlah gas metana yang terbentuk setelah penutupan landfill. Menurut tchobanoglous, theisen dan vigil (1993) menjelaskan bahwa kandungan gas metana di udara sebesar 5-15% bersifat mudah meledak.
B. Pola Pemantauan Lingkungan1. Pengendalian Lalat Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang
umumnya disebabkan oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi telur lalat untuk berkembang menjadi larva dan lalat dewasa. Karenanya perlu diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula kemungkinan perkembangan lalat. dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. tersedianya pepohonan dalam hai ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke lingkungan luar tPa
2. Pencegahan Kebakaran/asap Kebakaran/asap terjadi karena gas metan (C2H2) terlepas
tanpa kendali dan bertemu dengan sumber api. terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat ditentukan oleh kondisi dan kualitas tanah penutup. Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya
88
kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan tPa. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup tPa.
3. Pencegahan Pencemaran airPencegahan pencemaran air di sekitar tPa perlu dilakukan dengan menjaga agar lindi yang dihasilkan dari TPA dapat : terbentuk sesedikit mungkin, dengan mencegah rembesan
air hujan melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik.
terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar. diolah dengan baik pada kolam pengolahan yang
kualitasnya secara periodik diperiksa.4. Pengendalian bau
Untuk mengelola adanya penyebaran bau di lokasi tPa, maka dapat dilakukan upaya pengelolaan lingkungan dengan melakukan cover soil secara periodik dengan media tanah dan dilakukan penyemprotan dengan eM5.
Secara rinci pengelolaan lingkungan yang dilakukan pada setiap tahapan kegiatan operasional di tPa mulai dari pengangkutan sampai kepada tahap pembongkaran dan tahap pasca operasional TPA adalah sebagai berikut :
C. Dampak kegiatan pengangkutan sampah terhadap penurunan kualitas udaraKegiatan pengangkutan sampah ke tPa akan memberikan
dampak negatif berupa timbulnya sampah dan debu ataupun adanya sampah yang berterbangan selama perjalanan menuju ke tPa. Selain itu, emisi kendaraan dan kebisingan truk pengangkut sampah akan memberikan dampak terhadap masyarakat dan lingkungan.
1. Pengelolaan LingkunganPendekatan teknologi dapat dilakukan dengan cara:
Pengangkutan sampah sesuai dengan kapasitas truk
89
sampah tertutup/ArmRool Truk sehingga sampah tidak mudah tercecer ke jalan dan pemukiman penduduk yang dilewati. Bau akan muncul terutama bila musim hujan.
Bila menggunakan truk sampah terbuka, maka sebaiknya sampah ditutup dengan plastik atau terpal, untuk menghindari tercecernya sampah, menghindari bau dan serangga /lalat.
Secara rutin melakukan pemeliharaan terhadap truk-truk sampah dan alat berat lainnya sehingga mempunyai kondisi layak pakai.
Pemasangan rambu-rambu pada pintu masuk tPa dan tempat-tempat strategis yang dilalui (rute) kendaraan yang masuk dan keluar area tPa. Rambu-rambu tersebut meliputi arah lokasi pembuangan sampah untuk hari/waktu yang berlaku saat itu; Rambu-rambu di pintu masuk yang berisi tentang jam operasional tPa.
Melakukan pencatatan nomor kendaraan truk sampah, nama pengemudi, volume sampah dan asal sampah pada pintu masuk.
Segera melakukan pembongkaran ketika sampai di lokasi tPa dan melakukan pemadatan terhadap sampah.
Untuk membongkar sampah, pengemudi diarahkan oleh petugas tPa atas dasar rambu-rambu yang dipasang dimana ia harus membongkar muatan sampahnya.
Setelah sampah dihamparkan ke sel-sel sampah, maka untuk mempercepat proses dekomposisi sampah dan mengurangi adanya bau sampah dapat dilakukan pemberian formula EM4 atau Biofermentor.
Pembuatan koridor tumbuhan tinggi pada areal sekeliling tPa untuk mereduksi bau terutama bila angin bertiup kencang.
Melakukan penyiraman pada areal sekitar proyek dan areal pemukiman untuk menghindari naiknya debu ke atas permukaan tanah.
90
Melakukan penutupan akhir sampah sesuai evaluasi yang dikehendaki, semakin sering dilakukan penutupan tanah, maka semakin mengurangi bau dan peningkatan populasi lalat atau serangga.
Mengatur kecepatan truk sampai menuju lokasi tPa terutama pada saat harus melewati rute dekat pemukiman penduduk sehingga sampah tidak mudah tercecer.
D. Dampak Kegitan Pengangkutan sampah Terhadap Kesehatan MasyarakatKegiatan pengangkutan sampah ke tPa akan memberikan
dampak negatif terhadap aspek kesehatan masyarakat. Sampah yang terangkut dapat menimbulkan bau dan lalat, debu ataupun adanya sampah yang berterbangan / tercecer selama perjalanan menuju ke tPa.
Pengelolaan Lingkungan: Untuk mencegah terjadinya penurunan kesehatan
dan keselamatan para pekerja, maka para pekerja di wajibkan untuk menggunakan alat pelindung diri (aPd), perlengkapan K3 seperti helm proyek, masker, sarung tangan dan sepatu boot bila diperlukan.
Pemberian makanan tambahan kepada para petugas lapangan terutama yang berhubungan dengan kegiatan pemadatan sampah seperti pemberian susu, kacang hijau dan lain-lain.
Pemeriksaan kesehatan secara rutin terutama petugas yang berhubungan langsung dengan sampah.
Pada prinsipnya tidak boleh terjadi pembakaran sampah yang ada di lahan tPa. Untuk mengatasi bahaya yang terjadi setiap saat, harus disediakan minimum 1 (satu) alat pemadam kebakaran di lokasi dan secara berkala di control kondisinya agar siap pakai setiap dibutuhkan.
Pendekatan Sosial-ekonomi Budaya dengan memberi asuransi tenaga kerja untuk para pekerja tPa
91
E. Dampak Kegiatan Pengangkutan Sampah Terhadap Timbulnya Keresahan MasyarakatKegiatan pengangkutan sampah ke tPa akan memberikan
dampak negatif berupa keresahan masyarakat akan timbulnya bau sampah dan debu ataupun adanya sampah yang berterbangan selama perjalanan menuju ke tPa. terlebih hal ini bila musim hujan, maka bau busuk sampah semakin lama bertahan.
1. Pengelolaan Lingkungan untuk menanggulangi dampak keresahan masyarakatPendekatan Teknologi dapat dilakukan dengan cara:
Pengangkutan sampah sesuai dengan kapasitas truk sampah sehingga sampah tidak mudah tercecer ke jalan dan pemukiman penduduk yang dilewati. Bau akan muncul terutama bila musim hujan.
Bila menggunakan truk sampah terbuka, maka sebaiknya sampah ditutup dengan plastik atau terpal, untuk menghindari tercecernya sampah, menghindari bau dan serangga / lalat.
Secara rutin melakukan pemeliharaan terhadap truk-truk sampah dan alat berat lainnya sehingga mempunyai kondisi layak pakai.
Untuk mengurangi kebisingan terutama pada masyarakat yang jalannya terlewati truk sampah, maka jadwal pembuangan sampah hanya di lakukan sampai siang atau sore hari.
Melakukan penyiraman pada areal sekitar proyek dan areal pemukiman untuk menghindari naiknya debu ke atas permukaan tanah.
Sedapat mungkin memperbanyak penggunaan arm roll truk untuk mengurangi terjadinya ceceran sampah di jalan.
Pemilihan truk yang layak pakai baik mesin maupun kapasitas muat sampah sehingga pengangkutan sampah dapat berjalan cepat mengingat jaraknya dari tPS cukup
92
jauh, yaitu sekitar 15-20 km, hal ini dapat menghemat biaya operasional pengangkutan sampah dan dampak ceceran sampah dapat dihindari.
Mengikut sertakan peran serta masyarakat sekitar tPa khususnya sebagai pengontrol ada tidaknya gangguan akibat pengangkutan sampah ke lokasi tPa.
Peningkatan kinerja dinas Kebersihan dan Pertamanan terutama dalam hal pengangkutan sampah dan penyediaan truk pengangkut yang masih layak pakai sehingga akan memberikan persepsi masyarakat yang baik.
Penyiapan alat-alat berat seperti bulldozer dan excavator sesuai kebutuhan di tPa dan dioperasional setiap hari.
F. Dampak Kegiatan Pengolahan lindi terhadap kualitas air tanahadanya pengolahan lindi akan berdampak positif terhadap
peningkatan kualitas air lindi sehingga memenuhi syarat air limbah untuk dibuang ke alam atau dikembalikan ke lokasi sampah untuk mempercepat proses dikomposisi sampah.
1. Pengelolaan LingkunganPendekatan teknologi dapat dilakukan dengan cara:
Pemasangan pipa lindi disekitar lokasi sel-sel sampah dan pembuatan saluran lindi di sekeliling sampah menuju bangunan pengelola lindi.
Lindi diolah secara anaerobic sehingga tidak memerlukan biaya energi yang tinggi, yaitu dengan system filter anaerobic.
Melakukan koneksi dan resirkulasi lindi ke timbulan sampah, karena disamping melokalisasi penyebaran lindi, resirkulasi sangat membantu proses dekomposisi sampah. COd lindi sebagai sumber energi n dan P nutrient microbial pengurai sampah.
93
G. Dampak kegiatan penghijauan terhadap komunitas vegetasiPeningkatan kembali komunitas dan keanekaragaman
vegetasi akibat adanya kegiatan penanaman kembali / penghijauan pada areal sekitar tPa.
1. Pengelolaan Lingkungan TPA Pascaoperasional Melakukan penanaman pada areal bekas tPa dengan
tanaman peneduh seperti perdu-perduan, pohon yang dapat diambil kayunya seperti kayu sono, dadap merah, kiara patung, glodokan tiang, akasia dan bukan merupakan tanaman yang dikonsumsi, atau tanaman yang perakarannya kuat seperti jati. Hal ini karena penutup akhir sampah dengan tanah urug hanya 30-50 cm sehingga dikhawatirkan akan terjadi perobekan atau peretakan sampah yang telah tertutup tanah.
Pembuatan koridor tumbuhan tinggi sekeliling areal tPa yang berfungsi sebagai green belt, sekaligus sound barrier.
Pemilihan jenis tumbuhan yang bermanfaat baik bagi pemulihan tanah yang sudah tidak produktif maupun tumbuhan yang mempunyai nilai estetika dan keindahan, tanaman langka yang mudah ditanam dan mudah dalam perawatan. Hal ini karena direncanakan kemungkinan adanya pemanfaatan lahan bekas tPa menjadi taman bermain atau hutan wisata.
Melakukan kegiatan Gas Flaring sesuai SOP (mekanisme CdM).
Mengikut sertakan masyarakat dalam kegiatan penghijauan pada lahan-lahan kosong di sekitar sel-sel sampah tPa.
Mengikutsertakan masyarakat untuk kegiatan pemeliharaan tanaman-tanaman dan memanfaatkan untuk meningkatkan perekonomian setempat.
Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman, maka dilakukan pengamatan setiap 6 bulan sekali.
94
H. Dampak kegiatan monitoring lindi dan gas terhadap kualitas udara kualitas airMonitoring lindi dan gas merupakan upaya untuk
mengendalikan terjadinya dan terbentuknya gas methan yang dapat mempengaruhi kualitas udara, sehingga kualitas udara yang ada disekitar lokasi bekas tPa aman bagi masyarakat sekitar setelah dimanfaatkan untuk penggunaan lain.
b. Pengelolaan Lingkungan Lindi Pascaoperasional TPA Melakukan penanaman pada areal bekas tPa dengan
tanaman peneduh seperti perdu-perduan, pohon yang dapat diambil kayunya seperti kayu sono, akasia dan bukan merupakan tanaman yang dikonsumsi, atau tanaman yang perakarannya kuat seperti jati.
Pembuatan koridor tumbuhan tinggi sekeliling areal tPa yang berfungsi sebagai green belt, sekalilgus sound barrier.
Monitoring lindi dan gas dilakukan secara rutin terutama terhadap kemungkinan penyebarannya keluar wilayah tPa.
Monitoring terhadap lindi dilakukan dengan cara pengambilan sampel kualitas air sumur penduduk di dalam areal tPa maupun di luar areal tPa.
Bekerja sama dengan laboratorium yang ditunjuk untuk mengevaluasi terjadinya gas setelah tPa beroperasi selama kurang lebih 30 tahun.
3.8 Manajemen dan Organisasi Program mendesak yang perlu dilakukan dalam bidang
manajemen dan organisasi serta untuk lebih menitikberatkan pada masalah teknik operasional, maka pengelola kebersihan di Kabupaten Sorong Selatan perlu diwadahi dalam bentuk seksi tersendiri yang definitif di bawah struktur Dinas Lingkungan Hidup serta memperkuat dengan penambahan dan peningkatan kualitas SdM.
95
Selain itu program mendesak dan menengah diarahkan untuk hal-hal sebagai berikut : Meningkatkan effisiensi kerja bagi petugas lapangan
(pengumpulan, pengangkutan dan penimbunan). Merencanakan penempatan tPS-tPS baru, Meningkatkan peranan masyarakat dalam pengelolaan
sampah melalui penyuluhan dan sosialisasi. Pelaksanaan program kebersihan fasilitas/utilitas kota
seperti : jalan, saluran drainase, lapangan olahraga, pelabuhan.
mengadakan pembinaan dan meningkatkan kemampuan karyawan terutama masih banyaknya karyawan kontrak.
Menyusun Perda tentang Pengelolaan Sampah melengkapi yang sudah ada yaitu Perda tentang Retribusi.
3.9 Pembiayaan1. Rencana Biaya Investasi, Operasional, dan Pemeliharaan1. Biaya Investasi
yang dimaksud dengan biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan alat yang dibutuhkan untuk pengelolaan persampahan yang menjadi tanggung-jawab Pemerintah daerah.
Biaya investasi untuk sistem pengelolaan persampahan di Kabupaten Sorong Selatan meliputi :
• Biaya pengadaan pewadahan sampah• biaya pengadaan motor gerobak pengumpul sampah• biaya pengadaan Dump Truk dan Compactor Truk• biaya pengadaan komposter
2. Biaya operasional dan pemeliharaanyang termasuk dalam biaya operasional dan pemeliharaan
adalah :• upah petugas/personil pengelola sampah• biaya perawatan peralatan termasuk bahan bakar dan penggantian
suku cadang• Peralatan bantu
96
2. Penentuan Struktur Tarif Retribusi Sampah Pengelolaan Wajib Retribusi
Wajib retribusi adalah:• Rumah tinggal• Kegiatan usaha/badan usaha (komersial)• Fasilitas umum• Fasilitas sosial
Masing-masing wajib retribusi tentunya mempunyai tingkat penghidupan sosial ekonomi yang berbeda-beda, demikian pula dengan sampah yang dihasilkannya. atas dasar perbedaan ini, perlu dilakukan pengelompokan wajib retribusi. Pembebanan kelompok dan kelas didasarkan ingin diterapkan konsep subsidi silang antarwajib retribusi, dengan prinsip produsen mensubsidi konsumen, status ekonomi kuat retribusi yang lemah.
Konsep subsidi silang adalah: Mensubsidi, berarti penarikan retribusi lebih besar dari
rata-rata biaya satuan per volume atau berat. netral, berarti sama dengan rata-rata biaya satuan
pervolume atau berat. disubsidi, berarti retribusi lebih kecil dari rata-rata biaya
satuan per volume atau berat.Konsep diatas mempunyai pengertian sekalipun sampah
yang dihasilkannya sedikit dapat berarti pula mensubsidi, karena konsep subsidi terletak pada biaya satuan. Subsidi silang dapat dilaksanakan: antarkelompok wajib retribusi antarkelas
Tabel 16. Peran Subsidi Silang dalam RetribusiMensubsidi Netral Disubsidi
Pasar Perumahan Menengah Perumahan KumuhKomersil Pendidikan Swasta Taman, TerminalIndustri Rumah Kantor Pemerintah Yayasan/badan sosialPerumahan Elit Pengusaha lemah (Sektor
informal) Sarana agamaPerkantoran Pendidikan Negeri
Asrama yatim piatu
97
2. Perhitungan RetribusiLangkah-langkah perhitungan adalah sebagai berikut:
tentukan jumlah penduduk kota. tentukan jumlah penduduk yang dilayani. tentukan pendapatan rata-rata rumah tangga per bulan
untuk rumah tangga berpendapatan tinggi, sedang dan rendah.
tentukan laju timbulan sampah tiap sumber yang dilayani.
tentukan biaya pengelolaan pertahun (operasi dan pemeliharaan).
tentukan tarif retribusi yang tertagih. tentukan jumlah bobot pada masing-masing pelanggan,
pembobotan dimaksudkan untuk mendapatkan subsidi silang. Pembobotan untuk permukiman didasarkan pada pendapatan per KK dan untuk nonpermukiman didasarkan pada perkiraan volume sampah yang dihasilkan per klasifikasi sumber.
Tentukan tarif dasar dengan cara = biaya pengelolaan:jumlah bobot retribusi.
3. Penarikan RetribusiMetode yang digunakan dalam penarikan retribusi:
Penarikan retribusi secara mandiriPenarikan retribusi dilakukan langsung oleh petugas dari
organisasi pengelola persampahan.
1.7 Bekerjasama dengan organisasi lain.Bentuk kerjasama:
Kerjasama dengan desa/Kelurahan dan Banjar, caranya dikaitkan dengan keamanan setiap bulanan.
Bekerjasama dengan PLn, cara dengan sistem mengkaitkan pembayaran retribusi sampah dengan pembayaran rekening listrik. Rekening listrik dapat dilaksanakan setelah
98
memperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah, loket pembayaran bisa dilakukan di Bank, Kelurahan, dan Loket PLn.
Bekerjasama dengan PdaM, caranya dengan sistem mengaitkan pembayaran retribusi sampah dengan rekening air. Pembayaran rekening air dapat dilakukan setelah memperlihatkan tanda bukti pembayaran retribusi sampah, loket pembayaran bisa dilakukan di Bank, Kelurahan dan loket PdaM.
3. Peran Serta Masyarakat Beberapa kegiatan program mendesak dan menengah
yang harus dilakukan oleh dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sorong Selatan dalam rangka upaya meningkatkan kesadaran masyarakat dan memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sampah, adalah sebagai berikut:1. Melakukan pendampingan terhadap pihak-pihak yang
telah menjadi motivator kegiatan sampah mandiri, ataupun secara langsung melakukan program kegiatan sosialisasi secara langsung pada masyarakat.
2. Menyelenggarakan lomba kebersihan.3. Melaksanakan Operasi yustisi.
Beberapa tujuan dan target dari kegiatan terkait pengelolaan sampah mandiri berbasis komunitas adalah :1. Sosialisasi/penyuluhan a. sebagai bentuk penyadaran dan perubahan pola pikir
warga terhadap sampah. b. sosialisasi dilaksanakan oleh dinas, PKK maupun
LSM. • unsur tokoh masyarakat yang peduli terhadap
lingkungan • dipilih oleh LSM yang melakukan pendampingan
di lokasi tersebut • monitoring dan pelatihan fasilitator dilakukan
oleh Pemerintah dan LSM
99
• selanjutnya fasilitator ini yang bertugas untuk membentuk kader-kader lingkungan
2. Pembentukan kader a. Sistem Fasilitator b. Sistem Kader, kader lingkungan bertugas memotivasi
warga dan menggerakkan warga di lingkungannya. • Dipilih dari anggota PKK. • Tiap 1 dasa wisma dipilih 1 orang kader
lingkungan. • Kader lingkungan terpilih bertanggungjawab
untuk memonitor warga yang berada di 1 dasa wisma dimana dia tinggal.
Untuk mengoptimalkan kegiatan pengelolaan sampah berbasis masyarakat/mandiri, maka aspek kelembagaan memegang peranan penting karena menyangkut garis koordinasi atau garis kerja. dibawah ini diberikan gambaran analisis kelembagaan sebagai berikut :
MOTIVATOR
DKP KOTA
FASILITATOR
Kader Lingkungan
MASYARAKAT
Penanganan Sampah Mandiri
RT/RW/DUSUN
DESA/KELURAHAN
Gambar 20. Bagan Alir Garis Kerja Penanganan Sampah Mandiri
100
Berdasarkan gambar 20. dapat dilihat organisasi masyarakat yang peduli bertindak sebagai mediator/Motivator antara program pemerintah dan warga. Melalui rantai yang lebih bawah, yaitu kader lingkungan, aktivitas organisasi tersebut dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam melaksanakan program-program pengelolaan sampah. Selain menjembatani program pemerintah di bidang pengelolaan sampah, organisasi tersebut juga dapat menjadi perantara bagi industri yang melakukan program Corporate Sosial Responsibility (CSR), serta pihak penyandang dana lainnya.
Pihak desa/kelurahan dan dusun merupakan jalur pemerintahan formal yang memiliki hubungan kerja dengan Pemkab. dan bersentuhan langsung dengan warga, yang merupakan komponen strategik yang dapat membantu pelaksanaan pemberdayaan masyarakat.
di sisi lain ketua/kelihan banjar merupakan lini organisasi formal terbawah yang dapat menjalankan fungsi tidak hanya intruksi, tetapi juga pemantauan. Informasi yang diperoleh dari hasil pemantauan dapat dikomunikasikan sebagai umpan baik ke pihak dinas Kebersihan dan Pertamanan.
Gambar 21. Tahapan Pembentukan Fasilitator
h
h
h
h
h
h
h
IDENTIFIKASI WILAYAH
IDENTIFIKASI PEREKRUTAN CALON FASILITATOR
PELATIHAN FASILITATOR
MENYUSUN PROGRAM
EVALUASI PROPOSAL PROGRAM
PELANTIKAN FASILITATOR
IMPLEMENTASI PROGRAM
MONITORING DAN EVALUASI
101
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri, E. dan Padmi, T. 2004. Diktat Kuliah TL-3150 : Pengelolaan Sampah. departemen teknik Lingkungan Fakultas teknik Sipil dan Perencanaan Institut teknologi Bandung. Bandung.
SNI 19-2454-2002. Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan.
SnI t 13-1990. tentang tata Cara Pengelolaan Sampah Perkotaan.
SnI-t-12-1991-03. tentang tata Cara Pengelolaan Sampah di Pemukiman.
tchobanoglous, G., t. Hillary, v. Samuel. 1993. Integrated Solid Waste Managemen. engineering Priciples and Management. Mc.Graw Hill. new york.
Undang-Undang Republik Indonesia. nomor 18 tahun 2008. tentang Pengelolaan Sampah.
Widyatmoko dan Moerdjoko, S. 2002. Menghindari, Mengolah dan Menyingkirkan Sampah. Jakarta: Abadi Tandur.
Buku Referensi Opsi Sistem dan teknologi Sanitasi, 2010, tim teknis Pembangunan Sanitasi, deputi Bidang Sarana dan Prasarana Badan Perencanaan Pembangunan nasional
tata Cara Penyelenggaraan Umum tempat Pengolahan Sampah (tPS) 3R Berbasis Masyarakat di Kawasan Permukiman, 2014, Kementerian Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Cipta Karya direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman.
Bangun, tri. 2008. Kebijakan teknis Pengelolaan Sampah, deputi Bidang Pengendalian dan Pencemaran Lingkungan, Kementerian negara Lingkungan Hidup.
Bappenas. 2010. Buku Saku Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010- 2014, Direktorat Permukiman dan Perumahan BaPPenaS, Jakarta.