162
i EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Yunar Tri Palupi NIM. 6411410057 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

  • Upload
    vodung

  • View
    238

  • Download
    5

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

i

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI

WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

JOMBANG

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh

Yunar Tri Palupi

NIM. 6411410057

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

Page 2: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang

Desember 2014

ABSTRAK

Yunar Tri Palupi

Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang, VI + 283 halaman + 53 tabel + 5 gambar + 20 lampiran

Penyakit difteri merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi

(PD3I) dan satu kasus difteri merupakan KLB. Jumlah kasus difteri di Kabupaten Jombang

mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, salah satunya akibat adanya

permasalahan pada input sistem surveilans difteri. Tujuan penelitian untuk mengetahui

hasil evaluasi input sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang.

Jenis penelitian adalah kualitatif dengan rancangan studi evaluasi. Informan dalam

penelitian ini terdiri dari 8 informan utama dan 11 informan triangulasi ditentukan dengan

teknik purposive sampling. Instrumen penelitian ini adalah pedoman wawancara

terstruktur, lembar observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif

dan disajikan dalam bentuk narasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan input man sudah sesuai dengan

pedoman, namun jumlah input man yang terlatih belum sesuai dengan pedoman; input

method yang belum sesuai dengan pedoman yaitu ketersediaan buku pedoman surveilans

dan imunisasi difteri; sumber dana sudah sesuai dengan pedoman, namun alokasi dana

khusus belum sesuai dengan pedoman; ketersediaan input material and machine sudah

sesuai, namun jenis dari masing-masing material and machine yang tersedia ada yang tidak

sesuai dengan pedoman; input market sudah sesuai dengan pedoman hanya saja belum

maksimal.

Simpulan dari hasil penelitian adalah komponen input surveilans difteri yang telah

sesuai dengan pedoman yaitu market, sedangkan komponen input surveilans difteri yang

belum sesuai dengan pedoman yaitu man, money, method, dan material and machine.

Saran yang peneliti rekomendasikan untuk pihak puskesmas dan Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang adalah meningkatkan keterampilan dan kompetensi input man,

melengkapi input material, dan memperbaiki input method.

Kata Kunci : Evaluasi; Input; Sistem Surveilans; Difteri.

Kepustakaan : 64 (2000-2014)

Page 3: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

iii

Public Health Science Department

Faculty of Sport Science

Semarang State University

December 2014

ABSTRACT

Yunar Tri Palupi

Evaluation of Input Diphtheria Surveillance System in Work Area Health

Department of Jombang District, VI + 283 pages + 53 tables + 5 images + 20 attachments

Diphtheria disease was one of the diseases that can be prevented by immunization

(PD3I) and one case of diphtheria was the outbreak. The number of cases of diphtheria in

Jombang District has increased in recent years, one of them due to problems on diphtheria

surveillance system input. The purpose of the research to find out the results of the

evaluation of diphtheria surveillance system input in the working area of Jombang District

Health Department.

This type of research was a qualitative evaluation of the study design. Informants in

this study consists of 8 main informants and 11 informants triangulation determined by

purposive sampling technique. Data collection techniques with structured interviews,

observation, and documentation. The data were analyzed descriptively and presented in

narrative form.

The results showed that the availability of man's input was in compliance with the

guidelines but the number of trained man input has not been in accordance with the

guidelines; input method that was not in accordance with the guidelines that the availability

of the manual surveillance and immunisation diphtheria; the source of the funds were in

compliance with the guidelines but a special fund allocation has not been in accordance

with the guidelines; the availability of input material and machine was appropriate but the

type of each material and machine were available there is not in accordance with the

guidelines; input market was in compliance with the guidelines just hasn't been fullest.

The conclusion of this research was a component of the input component of

surveillance diphtheria which were in accordance with the guidelines was the market, while

the input surveillance diphtheria component that has not been in accordance with the

guidelines, such as man, money, method, and material and machine. Suggestions researcher

recommended for Public Health Centre and Jombang District Health Department were to

increase the skills and competence of man inputs, complement material inputs, and

improve the input method.

Keywords : Evaluation; Input; Surveillance System; Diphtheria.

Literature : 64 (2000-2014)

Page 4: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

iv

Page 5: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

v

Page 6: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah

selesai dari sesuatu urusan, tetaplah bekerja keras untuk urusan yang lain, dan

hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap (QS. Al-Insyirah:6-8).

Be thankful for what you have. You’ll end up having more. If you concentrate

on what you don’t have, you will never, ever have enough. (Oprah Winfrey).

Dream big, work hard, stay focused and surround yourself with good people

(Nn).

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah

SWT, skripsi ini penulis persembahkan untuk:

1. Ayahanda (Suparno) dan Ibunda (Eko

Kusiyati).

2. Kakak (Nosi Sulistyoningtyas) dan Adik

(Bagas Nur Rachman).

3. Almamaterku, Unnes.

Page 7: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, berkah, dan ridlo-

Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di

Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang” dapat terselesaikan dengan

baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri

Semarang.

Skripsi ini dapat diselesaikan dengan bantuan dan kerjasama dari berbagai

pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, saya menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Dr. H. Harry

Pramono, M.Si., atas ijin penelitian yang telah diberikan.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang, Dr. dr. Hj. Oktia Woro KH, M.Kes., atas

persetujuan penelitian yang telah diberikan.

3. Dosen Pembimbing, Dina Nur Anggraini Ningrum, S.KM, M.Kes., atas

bimbingan, arahan, serta masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu

pengetahuan yang diberikan selama di bangku kuliah.

5. Staf TU Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat (Bapak Sungatno) dan seluruh

staf TU FIK Unnes yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan

surat perijinan penelitian.

Page 8: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

viii

6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dr. Heri Wibowo, M.Kes. atas

ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

7. Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus, Indah Fajaryati,

S.KM. atas ijin yang diberikan untuk melaksanakan penelitian.

8. Staf Seksi Sarana dan Tenaga Kesehatan yang telah membantu dalam segala

urusan administrasi dan surat perijinan penelitian.

9. Kepala Puskesmas Megaluh, dr. Fitrijah atas ijin yang diberikan untuk

melaksanakan penelitian.

10. Kepala Puskesmas Peterongan, dr. Helena Agestine M.S atas ijin yang

diberikan untuk melaksanakan penelitian.

11. Kepala Puskesmas Tambakrejo, Christin Suprandari, S.Sos atas ijin yang

diberikan untuk melaksanakan penelitian.

12. Staf TU puskesmas yang telah membantu dalam segala urusan administrasi dan

surat perijinan penelitian.

13. Bapak (Suparno), Ibu (Eko Kusiyati), Kakak (Nosi Sulistyoningtyas), dan Adik

(Bagas Nur Rachman) yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan

bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.

14. Bulik Rini, Bulik Tuning, Bulik Puji, Mbah Ti, Om Puji, Irda Oktari

Ramadhani dan keluarga besar tercinta yang telah memberikan doa, dukungan,

motivasi, dan bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.

15. Mas Adi Yoga Permana yang telah memberikan doa, dukungan, motivasi, dan

bantuan yang telah diberikan selama penyusunan skripsi ini.

Page 9: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

ix

16. Sahabat-sahabat terbaikku (Elok, Virkan, Anin, Oki, Khristi) dan teman-teman

kos Griya Bunda atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama

penyusunan skripsi ini.

17. Teman-teman Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat angkatan 2010 atas bantuan

dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

18. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat

ganda dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

sempurna, sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat diharapkan

guna penyempurnaan karya selanjutnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan.

Semarang, 31 Desember 2014

Penulis

Page 10: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

ABSTRAK ......................................................................................................... ii

ABSTRACT ........................................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .................................................................... vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xx

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... xxii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6

1.2.1. Rumusan Masalah Umum ......................................................................... 6

1.2.2. Rumusan Masalah Khusus ......................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 9

1.3.1. Tujuan Umum ............................................................................................ 9

1.3.2. Tujuan Khusus ........................................................................................... 9

Page 11: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xi

1.4. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 11

1.4.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 11

1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang .................................................................................................... 11

1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri

Semarang ................................................................................................... 11

1.4.4. Bagi Peneliti............................................................................................... 11

1.5. Keaslian Penelitian .................................................................................... 12

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ......................................................................... 14

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat ............................................................................. 14

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu ............................................................................... 15

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan.......................................................................... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 16

2.1. Landasan Teori .......................................................................................... 16

2.1.1. Evaluasi...................................................................................................... 16

2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi ................................................................ 22

2.1.3. Difteri ........................................................................................................ 33

2.1.4. Sistem Surveilans Difteri .......................................................................... 34

2.2. Kerangka Teori .......................................................................................... 47

BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 48

3.1. Alur Pikir ................................................................................................... 48

3.2. Fokus Penelitian......................................................................................... 49

Page 12: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xii

3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian ................................................................. 56

3.4. Sumber Informasi ...................................................................................... 56

3.4.1. Data Primer ................................................................................................ 56

3.4.2. Data Sekunder ............................................................................................ 60

3.5. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data................................. 61

3.6. Prosedur Penelitian .................................................................................... 64

3.7. Pemeriksaan Keabsahan Data .................................................................... 66

3.8. Teknik Analisis Data ................................................................................. 69

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................ 71

4.1. Gambaran Umum....................................................................................... 71

4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian ........................................................ 71

4.1.2. Gambaran Umum Karakteristik Informan ................................................. 78

4.2. Hasil Penelitian .......................................................................................... 82

4.2.1. Gambaran Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans

Difteri) ....................................................................................................... 82

4.2.2. Gambaran Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) .... 93

4.2.3.Gambaran Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri) .................... 98

4.2.4. Gambaran Material And Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan

Surveilans Difteri) ..................................................................................... 115

4.2.5. Gambaran Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .... 141

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 150

5.1. Pembahasan Hasil Penelitian ..................................................................... 150

Page 13: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xiii

5.1.1. Evaluasi Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang................................................................................... 150

5.1.1.1. Evaluasi Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans

Difteri) ....................................................................................................... 150

5.1.1.2. Evaluasi Money (Pendanaan Untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri) ... 165

5.1.1.3. Evaluasi Method (Metode Pelaksanaan Surveilans Difteri)................... 168

5.1.1.4. Evaluasi Material And Machine (Sarana dan Prasarana

Pelaksanaan Surveilans Difteri) ............................................................ 180

5.1.1.5. Evaluasi Market (Sasaran Penyebaran Informasi Surveilans Difteri) .. 193

5.2. Hambatan dan Kelemahan Penelitian ....................................................... 196

5.2.1. Hambatan Penelitian .................................................................................. 196

5.2.2. Kelemahan Penelitian ............................................................................... 197

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 198

6.1. Simpulan ................................................................................................... 198

6.2. Saran ......................................................................................................... 205

6.2.1. Bagi Kepala Sie Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................................. 205

6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang .................................................................................................... 205

6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ........................................................................... 206

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 207

Page 14: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Keaslian Penelitian ........................................................................... 12

Tabel 3.1. Fokus Penelitian ............................................................................... 50

Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer ........................................................ 57

Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder .................................................... 60

Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data ....................... 62

Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data .......................................................... 66

Tabel 4.1. Data Ketenagaan di Puskesmas Megaluh tahun 2013 ...................... 75

Tabel 4.2. Data Ketenagaan di Puskesmas Peterongan tahun 2013 .................. 77

Tabel 4.3. Gambaran Umum Informan Utama.................................................. 78

Tabel 4.4. Gambaran Umum Informan Triangulasi .......................................... 80

Tabel 4.5. Daftar Pertemuan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas ....... 93

Tabel 4.6. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans

Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................. 99

Tabel 4.7. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Surveilans

Difteri di Puskesmas......................................................................... 100

Tabel 4.8. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program

Imunisasi Difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............. 101

Tabel 4.9. Hasil Observasi Buku Pedoman tentang Pelaksanaan Program

Imunisasi Difteri di Puskesmas ........................................................ 102

Tabel 4.10. Hasil Observasi APD di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ..... 115

Page 15: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xv

Tabel 4.11. Hasil Observasi APD di Puskesmas ................................................ 116

Tabel 4.12. Hasil Observasi Surveilans Kits di Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang ........................................................................................... 118

Tabel 4.13. Hasil Observasi Surveilans Kits di Puskesmas ................................ 120

Tabel 4.14. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang ......................................................................... 122

Tabel 4.15. Hasil Observasi Perangkat Imunisasi di Puskesmas ........................ 124

Tabel 4.16. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang ........................................................................................... 133

Tabel 4.17. Hasil Observasi Alat Komunikasi di Puskesmas ............................. 134

Tabel 4.18. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang ............................................. 136

Tabel 4.19. Hasil Observasi Formulir Untuk Pengumpulan Data Difteri di

Puskesmas ........................................................................................ 136

Tabel 4.20. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang ......................................................................... 137

Tabel 4.21. Hasil Observasi Perangkat Seminar di Puskesmas .......................... 138

Tabel 4.22. Hasil Observasi Alat Transportasi di Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang ........................................................................................... 139

Tabel 4.23. Hasil Observasi Alat Transportasi di Puskesmas ............................. 140

Tabel 4.24. Pengguna Internal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 145

Page 16: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xvi

Tabel 4.25. Pengguna Eksternal Informasi Surveilans Difteri Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang dan Puskesmas ................................................ 149

Tabel 5.1. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 152

Tabel 5.2. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Surveilans Difteri

Terlatih di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian

dengan Pedoman .............................................................................. 155

Tabel 5.3. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium di

Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman .............................. 157

Tabel 5.4. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Laboratorium Terlatih

di Puskesmas Tempat Penelitian dengan Pedoman.......................... 159

Tabel 5.5. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program

Imunisasi di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian

dengan Pedoman .............................................................................. 161

Tabel 5.6. Matrik Perbandingan Ketersediaan Tenaga Pengelola Program

Imunisasi Terlatih di Puskesmas Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 164

Tabel 5.7. Matrik Perbandingan Alokasi Pendanaan Surveilans Difteri di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ............................................................................................. 166

Page 17: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xvii

Tabel 5.8. Matrik Perbandingan Sumber Dana Surveilans Difteri di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 168

Tabel 5.9. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan

Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat

Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 169

Tabel 5.10. Matrik Perbandingan Ketersediaan Pedoman tentang Pelaksanaan

Program Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan

Tempat Penelitian dengan Pedoman ................................................ 171

Tabel 5.11. Matrik Perbandingan Ketersediaan Petunjuk Teknis (Juknis) dan

Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Surveilans Difteri di Puskesmas

dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 173

Tabel 5.12. Matrik Perbandingan Ketersediaan Target Cakupan Program

Imunisasi Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat

Penelitian dengan Pedoman ............................................................... 175

Tabel 5.13. Matrik Perbandingan Ketersediaan Payung Hukum Yang

Mendukung Surveilans Difteri di Puskesmas dan Dinas

Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 176

Tabel 5.14. Matrik Perbandingan Kesepakatan Penggunaan Definisi Kasus

Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian

dengan Pedoman .............................................................................. 178

Tabel 5.15. Matrik Perbandingan Ketersediaan APD di Puskesmas dan Dinas

Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman............................... 180

Page 18: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xviii

Tabel 5.16. Matrik Perbandingan Ketersediaan Surveilans Kits di Puskesmas

dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 183

Tabel 5.17. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Imunisasi di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 184

Tabel 5.18. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Komunikasi di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 187

Tabel 5.19. Matrik Perbandingan Ketersediaan Formulir untuk Pengumpulan

Data Difteri di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat

Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 189

Tabel 5.20. Matrik Perbandingan Ketersediaan Perangkat Seminar di

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan

Pedoman ........................................................................................... 191

Tabel 5.21. Matrik Perbandingan Ketersediaan Alat Transportasi di Puskesmas

dan Dinas Kesehatan Tempat Penelitian dengan Pedoman ............. 192

Tabel 5.22. Matrik Perbandingan Market (Sasaran Penyebaran Informasi

Surveilans Difteri) di Puskesmas dan Dinas Kesehatan Tempat

Penelitian dengan Pedoman ............................................................. 194

Page 19: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xix

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Teori ............................................................................ 47

Gambar 3.1. Alur Pikir ..................................................................................... 48

Gambar 4.1. Estimasi Piramida Penduduk Kabupaten Jombang Menurut

Kelompok Umur Lima Tahunan Tahun 2013 ............................. 72

Gambar 4.2. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang ................................................... 142

Gambar 4.3. Mekanisme Pemberian Informasi Hasil Surveilans di

Puskesmas.................................................................................... 143

Page 20: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing............................................................... 215

Lampiran 2. Formulir Pengajuan Ijin Penelitian ................................................ 216

Lampiran 3. Surat Permohonan Ijin Penelitian dari Fakultas ............................ 217

Lampiran 4. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Penanaman Modal

Daerah Provinsi Jawa Tengah ...................................................... 223

Lampiran 5. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa

dan Politik Provinsi Jawa Timur .................................................. 225

Lampiran 6. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Badan Pelayanan

Perizinan Kabupaten Jombang ..................................................... 226

Lampiran 7. Surat Keterangan Ijin Penelitian dari Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang ..................................................................... 227

Lampiran 8. Instrumen Penelitian ..................................................................... 229

Lampiran 9. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang .................................................... 249

Lampiran 10. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari

Puskesmas Megaluh ..................................................................... 250

Lampiran 11. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari

Puskesmas Peterongan .................................................................. 251

Lampiran 12. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian dari

Puskesmas Tambakrejo ................................................................ 252

Page 21: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xxi

Lampiran 13. Identitas Informan Penelitian ....................................................... 253

Lampiran 14. Contoh Formulir W1 .................................................................... 257

Lampiran 15. Contoh Formulir W2 .................................................................... 258

Lampiran 16. Contoh Formulir STP ................................................................... 259

Lampiran 17. Contoh Formulir STP KLB .......................................................... 260

Lampiran 18. Contoh Formulir Pelacakan Kasus Difteri ................................... 261

Lampiran 19. Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang .......... 263

Lampiran 20. Dokumentasi Penelitian ............................................................... 264

Page 22: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xxii

DAFTAR SINGKATAN

ADS : Auto Disable Syringe

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

APD : Alat Pelindung Diri

ATK : Alat Tulis Kantor

BBLK : Balai Besar Laboratorium Kesehatan

BPS : Badan Pusat Statistik

CFR : Case Fatality Rate

DAU : Dana Alokasi Umum

Depkes : Departemen Kesehatan

Dirjen P2PL :Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

DPA SKPD : Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah

IR : Incidence Rate

Juklak : Petunjuk Pelaksanaan

Juknis : Petunjuk Teknis

KLB : Kejadian Luar Biasa

Kemenkes RI : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Kepmenkes RI : Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Kepmenpan : Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara

Keskhus : Kesehatan Khusus

Page 23: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

xxiii

NPP : Nilai Prediktif Positif

ORI : Outbreak Renspons Immunization

Permenkes RI : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

PIN : Pekan Imunisasi Nasional

Polindes : Pos Bersalin Desa

Poskesdes : Pos Kesehatan Desa

Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat

SE : Surveilans Epidemiologi

SI : Surviving Infant

SK : Surat Keputusan

SKD : Sistem Kewaspadaan Dini

SOP : Standard Operating Procedure/ Standar Prosedur Operasional

STP : Surveilans Terpadu Penyakit

UCI : Universal Child Imunization

WHO : World Health Organization

Page 24: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Penyakit difteri merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh

bakteri Corynebacterium diptheriae yang menyerang saluran pernapasan bagian

atas, kadang juga menyerang selaput lendir atau kulit serta konjungtiva atau

vagina (James Chin, 2000). Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan potensial menimbulkan Kejadian

Luar Biasa (KLB). Oleh karena itu difteri harus bisa ditanggulangi secepat

mungkin agar jumlah kasus tidak terus meningkat setiap tahunnya (Dirjen P2PL,

2003).

Jumlah penderita difteri di dunia dari tahun ke tahun mengalami

perubahan. Berdasarkan data laporan World Health Organization (WHO), jumlah

penderita difteri tahun 2008 sebanyak 7.088 kasus, menurun pada tahun 2009

sebanyak 857 kasus, meningkat lagi pada tahun 2010 sebanyak 4.187 kasus, dan

tahun 2011 sebanyak 4.880 kasus. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan negara

tertinggi kedua setelah India yaitu 806 kasus (WHO, 2012). Jumlah ini meningkat

dibandingkan tahun 2010 dimana Indonesia juga merupakan negara tertinggi

kedua dengan kasus difteri yaitu 385 kasus (WHO, 2012).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia, Incidence Rate (IR) difteri di

Indonesia pada tahun 2010 sebesar 1,12 per 100.000 penduduk kemudian

meningkat di tahun 2011 menjadi 2,26 per 100.000 penduduk, dan 3,37 per

100.000 penduduk di tahun 2012. Untuk Case Fatality Rate (CFR) difteri di

Page 25: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

2

Indonesia pada tahun 2010 sebesar 6,23 %, menurun pada tahun 2011 sebesar

4,71 %, dan meningkat lagi pada tahun 2012 sebesar 6,38 % (Kemenkes RI, 2011-

2013). Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama dengan

jumlah kasus difteri tertinggi di Indonesia (Kemenkes RI, 2013).

Difteri merupakan kasus “re-emerging disease” di Jawa Timur karena

kasus difteri sebenarnya sudah menurun di tahun 1985, namun kembali meningkat

di tahun 2005 saat terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Bangkalan

(Dinkes Prov. Jatim, 2011). Provinsi Jawa Timur telah ditetapkan sebagai KLB

penyakit difteri sejak 7 Oktober 2011 dan setiap satu kasus difteri dianggap

sebagai KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Timur, tahun 2010 CFR difteri sebesar 5,59 % dengan IR sebesar 6,47 per

100.000 penduduk, tahun 2011 CFR difteri sebesar 3,02 % dengan IR sebesar

14,99 per 100.000 penduduk, dan tahun 2012 CFR difteri sebesar 3,88 % dengan

IR sebesar 20,99 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2012, Kabupaten Jombang

menempati urutan kedua di tingkat Provinsi Jawa Timur untuk jumlah kasus

difteri tertinggi dan urutan pertama untuk angka CFR tertinggi (Dinkes Prov.

Jatim, 2013).

Berdasarkan Profil Kesehatan Kabupaten Jombang, IR difteri pada tahun

2010 sebesar 17,57 per 100.000 penduduk, kemudian menurun di tahun 2011

menjadi 9,46 per 100.000 penduduk, meningkat menjadi 121,61 per 100.000

penduduk di tahun 2012, dan menurun menjadi 5,62 per 100.000 penduduk di

tahun 2013. Angka CFR difteri di Kabupaten Jombang paling tinggi terjadi pada

tahun 2012 sebesar 11,58 %,. Pada tahun 2012, jumlah penderita difteri di

Page 26: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

3

Kabupaten Jombang tersebar di 17 kecamatan dari 21 kecamatan. Pada tahun

2013, jumlah penderita difteri di Kabupaten Jombang tersebar di 8 kecamatan dari

21 kecamatan (Dinkes Kab. Jombang, 2014). Ada 4 puskesmas yang selalu

terdapat kasus difteri sejak tahun 2011 sampai 2013 (Dinkes Kab. Jombang,

2014).

Salah satu upaya pengendalian penyakit difteri adalah dengan penguatan

sistem surveilans difteri. Surveilans difteri berperan untuk menilai dampak

program imunisasi dan sebagai sistem kewaspadaan dini agar bisa dilakukan

penanggulangan difteri lebih awal (Dinkes Prov. Jatim, 2011). Agar kegiatan

surveilans difteri dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu

adanya manajemen surveilans difteri. Manajemen surveilans difteri meliputi input,

proses, dan output. Secara umum, input dalam manajemen terdiri dari man yaitu

sumber daya manusia yang dimiliki oleh suatu organisasi, money yaitu pendanaan

untuk keberlangsungan kegiatan, material-machine yang berfungsi untuk

mengubah masukan menjadi keluaran, method yaitu peraturan atau prosedur kerja

yang berguna untuk memperlancar jalannya pekerjaan, dan market yaitu tempat

untuk memasarkan atau menyebarluaskan produk atau hasil kerja suatu organisasi

(Satrianegara, 2009; Alamsyah, 2011; Dirjen P2PL, 2003). Proses dimulai dari

pengumpulan data kasus difteri, pengolahan data, analisis dan interpretasi data,

desiminasi informasi (Amiruddin, 2012: Dinkes Prov. Jateng, 2010: Dirjen P2PL,

2003). Output berupa dokumen laporan difteri dan informasi tentang kasus difteri

(Dirjen P2PL, 2003: Dinkes Prov. Jateng, 2006).

Page 27: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

4

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilaksanakan pada tanggal 6

Februari 2014 di Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang, terdapat beberapa masalah pada sistem surveilans

difteri. Masalah pada input meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans,

ada 7 puskesmas per data bulan Agustus tahun 2013 yang mengumpulkan laporan

W2 (mingguan), tetapi tidak mengumpulkan laporan bulanan STP sama sekali,

adanya kesalahan dalam mendiagnosis kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus

untuk pengolahan dan penyajian data (Sie. SE dan Keskhus Dinkes Kabupaten

Jombang, 2013). Pada komponen proses, ditemukan masalah seperti

ketidaklengkapan input data pada formulir STP KLB, umpan balik tidak

maksimal, kelengkapan laporan bulanan (STP) yang diterima oleh Dinkes Kab.

Jombang per bulan Agustus tahun 2013 belum memenuhi target yaitu sebesar

68,75 %, ketepatan waktu pelaporan bulanan (STP) per bulan Agustus tahun 2013

dan ketepatan waktu pelaporan mingguan (W2) per minggu ke-37 tahun 2013

juga belum memenuhi target, persentasenya hanya sebesar 34,56 % dan 48,25 %

karena idealnya kelengkapan laporan unit pelayanan ke dinas kesehatan

kabupaten/kota sebesar 90 %, dan ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan ke

dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 80% (Dirjen P2PL, 2003).

Permasalahan sistem surveilans ini pernah diteliti oleh Sutarman (2008) di

Puskesmas Wilayah Kota Semarang, Chairiyah (2010) di Puskesmas Kepanjen

Kabupaten Malang, Wibisono (2011) dan Vanni (2012) di Dinas Kesehatan Kota

Surabaya. Masalah pada input sebagian besar pada man meliputi kurangnya

kompetensi petugas surveilans (Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012),

Page 28: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

5

tenaga yang ada memiliki beban ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas

surveilans yang terbatas (Vanni, 2012), material-machine meliputi tidak

tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008; Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan

method meliputi SOP tidak ada (Wibisono, 2011). Pada komponen proses,

ditemukan masalah seperti kelengkapan input data (Chairiyah, 2010; Wibisono,

2011), kompilasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum dilakukan

(Chairiyah, 2010), pengolahan dan analisis data belum dilakukan (Chairiyah,

2010; Vanni, 2012), interpretasi data hasil penyelidikan epidemiologi belum

dilakukan (Chairiyah, 2010), umpan balik tidak maksimal (Vanni, 2012),

ketepatan waktu pelaporan dan kelengkapan laporan masih rendah (Chairiyah,

2010; Wibisono, 2011; Vanni, 2012). Pada penelitian Vanni (2012) di Surabaya

tentang atribut sistem surveilans difteri, menemukan bahwa sistem masih belum

sederhana dan tidak fleksibel, nilai prediktif positif, kerepresentatifan, ketepatan

waktu tergolong rendah.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dan diperkuat

dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini mengambil fokus penelitian pada

input sistem surveilans difteri yang meliputi man (sumber daya manusia

pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money (pendanaan untuk pelaksanaan

surveilans difteri), method (metode surveilans difteri), material and machine

(sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran

penyebaran informasi hasil surveilans difteri). Input (masukan) merupakan bagian

atau elemen yang ada dalam sistem yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan

sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo (2011), komponen input memiliki

Page 29: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

6

pengaruh cukup besar terhadap proses maupun capaian sistem, sehingga penting

bagi suatu organisasi untuk mengetahui kekuatan maupun kelemahan yang ada

pada setiap unsur masukan sistem dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai

dengan yang diharapkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan

kegiatan evaluasi. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini berjudul “Evaluasi

Input Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang”.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Rumusan Masalah Umum

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terdapat masalah dalam input

sistem surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang meliputi

kurangnya kompetensi petugas surveilans, masih ada sumber data yang tidak

mengumpulkan laporan bulanan (STP), adanya kesalahan dalam mendiagnosis

kasus difteri, dan tidak ada aplikasi khusus untuk pengolahan dan penyajian data.

Pada penelitian sebelumnya juga ditemukan beberapa masalah input sistem

surveilans yaitu pada man meliputi kurangnya kompetensi petugas surveilans

(Sutarman, 2008; Chairiyah, 2010; Vanni, 2012), tenaga yang ada memiliki beban

ganda (Chairiyah, 2010), jumlah petugas surveilans yang terbatas (Vanni, 2012),

material-machine meliputi tidak tersedianya formulir W1 (Sutarman, 2008;

Wibisono, 2011; Vanni, 2012), dan method meliputi SOP tidak ada (Wibisono,

2011). Input (masukan) merupakan bagian atau elemen yang ada dalam sistem

yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan sistem tersebut. Menurut Notoatmodjo

(2011), komponen input memiliki pengaruh cukup besar terhadap proses maupun

Page 30: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

7

capaian sistem, sehingga penting bagi suatu organisasi untuk mengetahui

kekuatan maupun kelemahan yang ada pada setiap unsur masukan sistem

dimilikinya agar hasil capaiannya bisa sesuai dengan yang diharapkan. Untuk

mengetahui hal tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan evaluasi. Untuk itu

diperlukan kajian mendalam tentang evaluasi pada input sistem surveilans difteri,

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Evaluasi Input

Sistem Surveilans Difteri di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang?”

1.2.2. Rumusan Masalah Khusus

1.2.2.1. Bagaimana evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi man (sumber

daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri), money

(pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode

surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran

informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

1.2.2.2. Bagaimana evaluasi man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan

surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga surveilans difteri,

ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas

terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan

ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi puskesmas terlatih di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?

Page 31: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

8

1.2.2.3. Bagaimana evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans

difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan untuk

surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?

1.2.2.4. Bagaimana evaluasi method (metode surveilans difteri) yang meliputi

ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri,

ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri,

ketersediaan juklat-juknis untuk manajemen surveilans difteri,

ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan

payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan

penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

1.2.2.5. Bagaimana evaluasi material and machine (sarana dan prasarana

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan APD,

surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi, formulir untuk

pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat transportasi di

wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?

1.2.2.6. Bagaimana evaluasi market (sasaran penyebaran informasi surveilans

difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans difteri dari

bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

Page 32: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

9

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran hasil evaluasi input sistem surveilans difteri

di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

1.3.2. Tujuan Khusus

1.3.2.1. Untuk mengetahui hasil evaluasi input sistem surveilans difteri meliputi

man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri),

money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri), method (metode

surveilans difteri), material and machine (sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans difteri), dan market (sasaran penyebaran

informasi hasil surveilans difteri) di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang.

1.3.2.2. Untuk mengetahui hasil evaluasi man (sumber daya manusia pendukung

pelaksanaan surveilans difteri) yang meliputi ketersediaan tenaga

surveilans difteri, ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih,

ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas, ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program

imunisasi, dan ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi

puskesmas terlatih di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang.

1.3.2.3. Untuk mengetahui hasil evaluasi money (pendanaan untuk pelaksanaan

surveilans difteri) yang meliputi sumber dana dan alokasi pendanaan

Page 33: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

10

untuk surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang.

1.3.2.4. Untuk mengetahui hasil evaluasi method (metode surveilans difteri) yang

meliputi ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri,

ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri,

ketersediaan juklat-juknis untuk manajemen surveilans difteri,

ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan

payung hukum yang mendukung surveilans difteri, dan kesepakatan

penggunaan definisi kasus difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang.

1.3.2.5. Untuk mengetahui hasil evaluasi material and machine (sarana dan

prasarana pelaksanaan kegiatan surveilans difteri) yang meliputi

ketersediaan APD, surveilans kits, perangkat imunisasi, alat komunikasi,

formulir untuk pengumpulan data difteri, perangkat seminar, serta alat

transportasi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

1.3.2.1 Untuk mengetahui hasil evaluasi market (sasaran penyebaran informasi

surveilans difteri) yang meliputi pengguna informasi hasil surveilans

difteri dari bagian internal dan eksternal di wilayah kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang.

Page 34: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

11

1.4. Manfaat Hasil Penelitian

1.4.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi Kepala

Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus untuk referensi dalam

pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem

surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

1.4.2. Bagi Kepala Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada kepala

puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk

pengambilan kebijakan dan perbaikan komponen input pada pelaksanaan sistem

surveilans difteri di puskesmas.

1.4.3. Bagi Mahasiswa Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas

Negeri Semarang

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan oleh

mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya, terutama penelitian tentang

sistem surveilans difteri.

1.4.4. Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna sebagai pengalaman dalam mengkaji secara ilmiah

suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori yang pernah diperoleh peneliti

selama mengikuti perkuliahan dan menambah pengetahuan peneliti tentang

evaluasi input sistem surveilans difteri.

Page 35: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

12

1.5. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1. Penelitian-penelitian yang relevan dengan penelitian ini

No Judul

Penelitian

Nama

Peneliti

Tahun dan

Tempat

Penelitian

Rancangan

Penelitian

Variabel /

Fokus

Penelitian

Hasil Penelitian

1 Faktor-Faktor

yang

Berhubungan

Dengan

Keterlambatan

Petugas Dalam

Menyampaikan

Laporan KLB

dari Puskesmas

Ke Dinas

Kesehatan

(Studi di Kota

Semarang).

Sutarman. 2008,

puskesmas

di wilayah

Kota

Semarang.

Obrservasio

-nal dengan

rancangan

case

control.

Variabel

terikat :

laporan

KLB.

Variabel

bebas:

pendidikan,

lama tugas,

lama

menangani

KLB,

pelatihan

surveilans

epidemiolog,

frekuensi

pelatihan

epidemiolog,

beban kerja,

motivasi

kerja,

kebijakan,

dan

perhatian

kepala

puskesmas.

a. Faktor yang

terbukti adanya

hubungan dengan

keterlambatan

petugas dalam

menyampaikan

laporan KLB

meliputi faktor

lama tugas, faktor

lama menangani

KLB, faktor tidak

pahamnya petugas

mulai lapor KLB,

faktor tidak ada

W1, faktor tugas

rangkap, faktor

tidak ada motivasi,

dan faktor tidak ada

perhatian.

b. Faktor yang tidak

terbukti

berhubungan

dengan

keterlambatan

petugas dalam

menyampaikan

laporan KLB

meliputi faktor

pendidikan, lama

tugas, pelatihan

surveilans

epidemiologi,

faktor pemahaman

petugas untuk

penentuan KLB,

dan faktor

kebijakan pimpinan

puskesmas.

Page 36: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

13

2 Evaluasi

Sistem

Surveilans

Difteri

Berbasis

Masyarakat

Berdasarkan

Komponen

Surveilans di

UPTD

Puskesmas

Kepanjen

Kabupaten

Malang

Tahun 2010.

Chairiyah. 2010,

UPTD

Puskesmas

Kepanjen

Kabupaten

Malang.

Kualitatif

deskriptif

evaluatif.

Pengumpulan

data,

kompilasi

data, analisis

data,

interpretasi

data, laporan,

dan umpan

balik.

Pelaksanaan

surveilans difteri

berbasis

masyarakat

berdasarkan

komponen

menunjukkan

bahwa

pengumpulan

data, kompilasi,

analisis,

interpretasi,

laporan, dan

umpan balik

untuk sistem

kewaspadaan dini

kejadian luar

biasa sudah baik.

3 Evaluasi

Penyelidikan

Epidemiologi

Kejadian Luar

Biasa (KLB)

Difteri

Berdasarkan

Komponen

Surveilans di

Dinas

Kesehatan Kota

Surabaya

Tahun 2011.

Marinda

Wibisono.

2011,

Dinas

Kesehatan

Kota

Surabaya.

Kualitatif

deskriptif

evaluatif.

Pengumpulan

data, kompilasi

data, analisis

data,

interpretasi

data, dan

diseminasi

informasi.

1. Pada tahap

pengumpulan

data masih

ditemukan

masalah.

2. Pada tahap

kompilasi data,

pengolahan dan

analisis data,

interpretasi data,

dan diseminasi

informasi pada

sistem surveilans

difteri sudah

baik.

4 Evaluasi Sistem

Surveilans

Difteri

Berdasarkan

Atribut

Surveilans di

Dinas

Kesehatan Kota

Surabaya

Tahun 2012.

Nur Putri

Setia

Vanni.

2012,

Dinas

Kesehatan

Kota

Surabaya.

Kualitatif

deskriptif

evaluatif.

Kesederhanaan,

fleksibilitas,

akseptabilitas,

sensitifitas,

nilai prediktif

positif,

kerepresentatif

an, ketepatan

waktu, kualitas

data, dan

stabilitas.

Atribut sistem

surveilans memiliki

sensitifitas yang

tinggi. Penilaian

terhadap atribut yang

lain, sistem masih

belum sederhana dan

tidak fleksibel,

akseptabilitas, nilai

prediktif positif,

kerepresentatifan,

ketepatan waktu,

kualitas data, dan

stabilitas data

tergolong rendah.

Page 37: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

14

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-

penelitian sebelumnya adalah sebagai berikut :

1. Penelitian Sutarman (2008) menggunakan rancangan penelitian obrservasional

dengan desain case control, sedangkan pada penelitian ini menggunakan

rancangan penelitian kualitatif deskriptif evaluatif. Komponen input yang

menjadi variabel penelitian Sutarman (2008) tidak dijabarkan menggunakan

teori komponen manajemen, sedangkan komponen input pada penelitian ini

dijabarkan menggunakan teori komponen manajemen meliputi man, money,

methode, material and machine, dan market .

2. Penelitian Chairiyah (2010) dan Marinda Wibisono (2011) berfokus pada

komponen proses sistem surveilans difteri, sedangkan penelitian ini berfokus

pada komponen input sistem surveilans difteri.

3. Penelitian Nur Putri Setia Vanni (2012) berfokus pada atribut surveilans difteri,

sedangkan pada penelitian ini berfokus komponen input sistem surveilans

difteri.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

1.6.1. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di bagian Seksi Surveilans Epidemiologi dan

Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, di dua puskesmas yang

menjadi informan utama yaitu Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan,

serta satu puskesmas yang menjadi informan triangulasi yaitu Puskesmas

Tambakrejo.

Page 38: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

15

1.6.2. Ruang Lingkup Waktu

Penyusunan proposal ini dimulai pada bulan Januari 2014 hingga bulan

Juli 2014. Pengumpulan data serta penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus

2014 hingga bulan Oktober 2014. Seminar skripsi dilaksanakan pada bulan

Januari 2015.

1.6.3. Ruang Lingkup Keilmuan

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup Ilmu Kesehatan Masyarakat

dengan kajian bidang tentang Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular

khususnya difteri.

Page 39: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. LANDASAN TEORI

2.1.1. Evaluasi

2.1.1.1. Definisi

Menurut Miquel Porta dalam buku A Dictionary of Epidemiology (2008),

evaluasi adalah suatu proses sistematis dan objektif untuk mengetahui relevan,

efektivitas, dan dampak dari program dalam mencapai tujuan yang ditetapkan,

beberapa macam evaluasi, misalnya evaluasi struktur, proses, dan hasil. Menurut

Perhimpunan Ahli Kesehatan Masyarakat Amerika, evaluasi adalah suatu proses

untuk menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dan usaha pencapaian suatu

tujuan yang telah ditetapkan (Notoatmodjo, 2011).

2.1.1.2. Ruang Lingkup Evaluasi

Ruang lingkup evaluasi merupakan hal-hal yang akan dinilai dari suatu

program kesehatan (Azwar, 2008: 338). Menurut Muninjaya (2004: 200) dan

Notoatmodjo (2011: 108), ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat

dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu:

1. Evaluasi Terhadap Input

Evaluasi terhadap input (masukan) berkaitan dengan pemanfaatan berbagai

sumber daya baik tenaga (man), dana (money), sarana-prasarana (material and

machines), maupun metode (methode) (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo,

2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang

Page 40: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

17

dimanfaatkan sudah sesuai dengan standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004:

200).

2. Evaluasi Terhadap Proses

Evaluasi terhadap proses (process) lebih dititikberatkan pada pelaksanaan

program yang berkaitan penggunaan sumber daya seperti tenaga, dana, dan

fasilitas lain, apakah sudah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak

(Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Penilaian ini juga bertujuan

untuk mengetahui apakah metode yang dipilih sudah efektif, bagaimana dengan

motivasi staf dan komunikasi diantara staf dan lain-lain (Muninjaya, 2004: 200).

3. Evaluasi Terhadap Output

Evaluasi terhadap output (keluaran) meliputi evaluasi terhadap hasil yang

dicapai dari dilaksanakannya suatu program (Muninjaya, 2004: 200). Penilaian ini

bertujuan untuk mengetahui sejauh mana program tersebut berhasil, apakah hasil

yang dicapai suatu program sudah sesuai dengan target yang ditetapkan

sebelumnya (Muninjaya, 2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108).

4. Evaluasi Terhadap Dampak

Penilaian terhadap dampak (impact) suatu program mencakup pengaruh

yang ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program, biasanya mempunyai

dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat (Muninjaya, 2004: 200;

Notoatmodjo, 2011: 108). Dampak program kesehatan ini tercermin dari

membaiknya atau meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat

(Notoatmodjo, 2011: 108).

Page 41: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

18

2.1.1.3. Tujuan Evaluasi

Menurut Mubarak (2009: 378), evaluasi memiliki beberapa tujuan yang

dapat dirinci sebagai berikut:

1. Membantu perencanaan di masa yang akan datang.

2. Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan baik.

3. Menentukan kelemahan dan kekuatan program, baik dari segi teknis maupun

administratif yang selanjutnya diadakan perbaikan-perbaikan.

4. Membantu menentukan strategi, mengevaluasi apakah cara yang telah

dilaksanakan selama ini masih bisa dilanjutkan atau perlu diganti.

5. Mendapatkan dukungan dari sponsor (pemerintah atau swasta).

6. Motivator, jika program berhasil, maka akan memberikan kepuasan dan rasa

bangga kapada staf, hingga mendorong mereka bekerja lebih giat lagi.

Menurut Supriyanto (2003), kegiatan evaluasi dilakukan dengan tujuan

sebagai berikut:

1. Sebagai alat untuk memperbaiki pelaksanaan kebijakan dan perencanaan

program yang akan datang.

2. Sebagai alat untuk memperbaiki alokasi sumber dana, sumber daya, dan

manajemen (resources) saat ini serta di masa datang.

3. Memperbaiki pelaksanaan perencanaan kembali suatu program.

2.1.1.4. Prosedur Evaluasi

Menurut Notoatmodjo (2010: 313), prosedur evaluasi secara umum

adalah sebagai berikut:

Page 42: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

19

1. Menentukan apa yang akan dievaluasi, apakah pada perencanaan, sumber daya,

proses pelaksanaan, keluaran, efek atau bahkan dampak suatu kegiatan, serta

pengaruh lingkungan yang luas.

2. Mengembangkan kerangka dan batasan. Pada tahap ini dilakukan asumsi-

asumsi mengenai hasil evaluasi dan pembatasan ruang lingkup evaluasi, serta

batasan-batasan yang digunakan agar objektif dan fokus.

3. Merancang desain (metode) yang akan digunakan disesuaikan dengan tujuan

dan kepentingan evaluasi tersebut.

4. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan. Pada tahap ini dilakukan

pengembangan terhadap instrumen pengamatan atau pengukuran serta rencana

analisis dan membuat rencana pelaksanaan evaluasi.

5. Melaksanakan pengamatan, pengukuran, dan analisis.

6. Membuat kesimpulan dan pelaporan, informasi yang dihasilkan dari proses

evaluasi ini disajikan dalam bentuk laporan sesuai dengan kebutuhan atau

permintaan.

Menurut Azwar (2008), prosedur dalam kegiatan evaluasi terdiri dari 6

langkah, yaitu:

1. Memahami unsur-unsur dari program yang akan dievaluasi terlebih dahulu,

berupa latar belakang, tujuan yang ingin dicapai, kegiatan yang dilakukan

untuk mencapai tujuan program, organisasi dan sumber daya pelaksanaan

program, serta tolok ukur dan kriteria keberhasilan program.

2. Menentukan macam dan ruang lingkup evaluasi yang akan dilakukan.

3. Menyusun rencana evaluasi.

Page 43: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

20

4. Melaksanakan kegiatan evaluasi terhadap suatu program.

5. Menarik kesimpulan dari hasil kegiatan evaluasi.

6. Menyusun atau menentukan saran yang sesuai dengan hasil evaluasi dengan

tujuan untuk memperbaiki pelaksanaan program di masa yang akan datang.

2.1.1.5. Desain Evaluasi

Stephen Isaac dan William B. Michael (1981) dalam Notoatmodjo (2010:

315) mengemukakan 9 bentuk desain evaluasi, yaitu:

1. Historikal, dengan merekronstruksi kejadian di masa lalu secara objektif dan

tepat berkaitan dengan hipotesis atau asumsi.

2. Deskriptif, melakukan penjelasan secara sistematis suatu situasi atau hal yang

menjadi perhatian secara faktual dan tepat.

3. Studi perkembangan (developmental study), menyelidiki pola dan urutan

perkembangan atau perubahan menurut waktu.

4. Studi kasus atau lapangan (case atau field study), meneliti secara intensif latar

belakang status sekarang dan interaksi lingkungan dari suatu unit sosial, baik

perorangan, kelompok, lembaga, atau masyarakat.

5. Studi korelasional (corelational study), meneliti sejauh mana variasi dari satu

faktor berkaitan dengan variasi dari satu atau lebih faktor lain berdasarkan

koefisien tertentu.

6. Studi sebab akibat (causal comparative study), menyelidiki kemungkinan

hubungan sebab akibat dengan mengamati berbagai konsekuensi yang ada dan

menggalinya kembali melalui data untuk faktor menjelaskan penyebabnya.

Page 44: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

21

7. Eksperimen murni (true experimental), menyelidiki kemungkinan hubungan

sebab akibat dengan membuat satu kelompok percobaan atau lebih terpapar

akan suatu perlakuan atau kondisi dan membandingkan hasilnya dengan satu

atau lebih kelompok kontrol yang tidak menerima perlakuan atau kondisi.

Pemilihan kelompok-kelompok secara sembarang (random) sangat penting.

8. Eksperimen semu (quasi experimental), merupakan cara yang mendekati

eksperimen, dimana kontrol tidak ada dan manipulasi tidak bisa dilakukan.

9. Riset aksi (action research), bertujuan mengembangkan pengalaman baru

melalui aplikasi langsung di berbagai kesempatan.

2.1.1.6. Standar Evaluasi

Standar yang digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan tertentu

dapat dilihat dari tiga aspek utama, yang menurut Committee on Standard for

Educational Evaluation dalam Umar (2005: 40) adalah sebagai berikut:

1. Utility (Manfaat)

Hasil evaluasi sebaiknya bermanfaat bagi manajemen untuk pengambilan

keputusan atas program yang sedang berjalan.

2. Accuracy (Akurat)

Informasi atas hasil evaluasi sebaiknya memiliki tingkat ketepatan yang

tinggi antara tujuan dan hasil yang tercapai.

3. Feasibility (Kelayakan)

Proses evaluasi yang telah dirancang sebaiknya dapat dilakukan secara

layak. Untuk mengevaluasi suatu program, evaluator dapat melaksanakannya

Page 45: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

22

dengan baik dan benar, tidak hanya dari aspek teknis tetapi juga dari aspek lain

seperti legal dan etis.

2.1.2. Sistem Surveilans Epidemiologi

2.1.2.1. Definisi Sistem

Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen (sub-sistem) di dalam suatu

proses atau struktur yang berhubungan serta saling mempengaruhi dan berfungsi

sebagai satu kesatuan organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

(Notoatmodjo, 2011; Azwar, 2008). Apabila salah satu bagian atau sub-sistem

tidak berjalan dengan baik, maka akan mempengaruhi bagian lain (Notoatmodjo,

2011). Menurut Notoatmodjo (2011), secara garis besarnya elemen-elemen dalam

sistem itu adalah sebagai berikut:

1. Masukan (Input)

2. Proses

3. Keluaran (Output)

4. Dampak (Impact)

5. Umpan balik (feed back)

6. Lingkungan

2.1.2.2. Definisi Sistem Surveilans Epidemiologi

Sistem surveilans epidemiologi adalah gabungan dari elemen-elemen

(sub-sistem) di dalam suatu proses pengamatan yang dilakukan secara terus

menerus, sistematik, dan berkesinambungan terhadap suatu masalah kesehatan

yang ada melalui kegiatan pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi data

kesehatan, serta disseminasi informasi yang berkaitan dengan program kesehatan

Page 46: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

23

sebagai sebagai dasar pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang

pencegahan dan penanggulangan penyakit untuk mencapai derajat kesehatan

masyarakat yang lebih baik (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5;

Amiruddin, 2012: 8).

2.1.2.3. Tujuan dan Kegunaan Surveilans Epidemiologi

Tujuan akhir surveilans adalah menentukan luasnya infeksi dan risiko

penularan penyakit sehingga tindakan pemberantasan dapat dijalankan secara

efektif dan efisien (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5). Pada perkembangan

selanjutnya surveilans bertujuan untuk menanggulangi masalah kesehatan

masyarakat secara luas (Dirjen P2PL, 2003: 17).

Secara umum, kegunaan surveilans epidemiologi antara lain untuk:

1. Mengetahui dan melengkapi gambaran epidemiologi dari suatu penyakit

(Amiruddin, 2012: 18).

2. Mengamati kecenderungan atau trend dan memperkirakan besar masalah

kesehatan (Dirjen P2PL, 2003: 17).

3. Mendeteksi serta memprediksi adanya KLB dan wabah (Dirjen P2PL, 2003:

17; Amiruddin, 2012: 18).

4. Mengamati kemajuan suatu program pencegahan dan pemberantasan penyakit

(Dirjen P2PL, 2003: 17).

5. Memperkirakan dampak program intervensi yang ada (Dirjen P2PL, 2003:

18).

6. Mengevaluasi program intervensi dan kebijakan program kesehatan (Dirjen

P2PL, 2003: 18; Amiruddin, 2012: 18).

Page 47: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

24

7. Mempermudah perencanaan program pemberantasan (Dirjen P2PL, 2003: 18;

Amiruddin, 2012: 18).

8. Mengetahui jangkauan dari pelayanan kesehaatan (Amiruddin, 2012: 18).

2.1.2.4. Kegiatan Surveilans Epidemiologi

Dalam praktik pelaksanaannya, sistem surveilans epidemiologi penyakit

dibedakan menjadi 6 macam kegiatan, yaitu:

1. Sistem Surveilans Terpadu Penyakit

Sistem surveilans terpadu penyakit (SSTP) memanfaatkan data rutin dari

laporan kesakitan bulanan puskesmas (SP2TP/SP3/SIMPUS) serta laporan

morbiditas dan mortalitas rumah sakit terhadap 28 penyakit tertentu. Trend

morbiditas dari laporan tersebut sangat dibutuhkan bagi program serta sektor yang

memiliki kemampuan melakukan pennggulangannya (Dirjen P2PL, 2003: 6).

2. Sistem Surveilans Sentinel

Sistem surveilans sentinel adalah sejumlah unit pelaporan (biasanya pada

puskesmas atau rumah sakit) yang secara teliti mengumpulkan dan melaporkan

data yang diminta dalam upaya mendapatkan informasi kesakitan penyakit

tertentu yang dilengkapi dengan informasi pelaksanaan program penyakit secara

khusus, sehingga kualitas pelaksanaan program dapat dimonitor keberhasilannya

(Dirjen P2PL, 2003: 6; Amiruddin, 2012: 35).

3. Surveilans Khusus

Surveilans khusus merupakan suatu kegiatan surveilans yang memiliki

komitmen tinggi dengan surveilans internasional dan nasional, sehingga harus

dapat mendukung pelaksanaannya secara optimal. Kegiatan surveilans yang

Page 48: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

25

termasuk dalam kegiatan surveilans khusus yaitu surveilans Eliminasi Tetanus

Neonatorum (ETN), Surveilans Eradikasi Polio (Surveilans AFP), dan surveilans

reduksi campak (Dirjen P2PL, 2003: 6). Tujuan utama dari kegiatan surveilans

khusus yaitu untuk memantau hal-hal yang berpotensi untuk menimbulkan

penyakit pada manusia (Amiruddin, 2012: 133).

4. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) dan Penyelidikan KLB

Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh

letusan KLB suatu penyakit adalah melakukan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)

terhadap penyakit potensial KLB (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 41). Sistem

kewaspadaan dini adalah suatu kegiatan pengamatan yang mendukung sikap

tanggap terhadap adanya suatu perubahan atau penyimpangan dalam masyarakat

(Dirjen P2PL, 2003).

Tujuan dilakukannya penyelidikan KLB adalah agar dapat melakukan

tindakan penanggulangan dan pencegahan terhadap munculnya penderita baru.

Ada 4 tahapan dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan KLB yaitu persiapan

kerja di lapangan, penetapan adanya KLB, penetapan diagnosis, dan pengolahan

data epidemiologi (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50-52).

5. Studi Khusus

Studi khusus yang dilakukan oleh lintas sektor terkait ataupun jejaring

surveilans epidemiologi dapat dimanfaatkan oleh petugas surveilans dalam

melengkapi kajian terhadap data maupun program terkait. Studi khusus dapat

berupa survei cepat, cohort study, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003: 6).

Page 49: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

26

6. Analisis dan Interpretasi Data

Analisis dan kajian data dilakukan terhadap data surveilans yang dapat

dikumpulkan oleh unit surveilans serta pada data yang diperoleh program

pemberantasan penyakit yang ada (Dirjen P2PL, 2003: 7).

2.1.2.5. Monitoring dan Evaluasi Surveilas Epidemiologi

Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari

proses manajemen, karena dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan

ataupun kendala yang ada dalam pelaksanaan manajemen surveilans dan

utamanya dilakukan terhadap proses dan output surveilans agar dapat segera

dilakukan perbaikan dan dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan

kegiatan surveilans di tahun berikutnya (Dirjen P2PL, 2003: 12). Monitoring dan

evaluasi dapat dilakukan melalui kegiatan pertemuan/review, kunjungan,

penerapan kendali mutu (quality assrance), dan seminar. Dalam melakukan

kegiatan monitoring dan evaluasi kinerja unit surveilans disesuaikan dengan

setiap tahapan sistem, yaitu berupa indikator input, indikator proses, dan indikator

output. Indikator-indikator tersebut disesuaikan dengan jenis kegiatan surveilans

dan kondisi setempat (Dirjen P2PL, 2003: 12).

2.1.2.5.1. Indikator Surveilans Epidemiologi

Menurut Dirjen P2PL (2003), yang menjadi indikator surveilans antara

lain:

1. Kelengkapan Laporan dan Ketepatan Waktu Pelaporan

Kelengkapan laporan dan ketepatan waktu pelaporan data surveilans

(rutin) sangat mempengaruhi analisis dan interpretasi data, walaupun tidak selalu

Page 50: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

27

sejalan antara peningkatan jumlah laporan dengan peningkatan kasus. Data yang

lengkap dan dilaporkan tepat waktu selalu lebih baik dan akurat dibanding data

yang tidak lengkap dan tidak tepat waktu (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).

Kelengkapan laporan dapat dilihat dari 2 (dua) aspek yaitu lengkapnya

jumlah laporan dan lengkapnya isi yang dilaporkan. Pada dinas kesehatan

kabupaten/kota, kelengkapan laporan yang dihitung hanya pada aspek lengkapnya

jumlah laporan mingguan dan bulanan dari puskesmas yang diterima oleh dinas

kesehatan kabupaten/kota (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).

Berikut ini cara menghitung kelengkapan laporan dan ketepatan waktu

pelaporan:

a. Kelengkapan Laporan

Laporan mingguan puskesmas (W2) dikirim ke dinas kesehatan

kab./kota per minggu dan laporan bulanan dikirim ke dinas kesehatan kab./kota

per bulan. Untuk menghitung jumlah minggu per bulan atau per tahun

menggunakan kalender mingguan epidemiologi yang diterbitkan oleh Direktorat

Jenderal PPM PLP setiap tahun (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).

Kelengkapan laporan dihitung menggunakan prosentase jumlah laporan

puskesmas yang berada di wilayah kerjanya diterima oleh dinas kesehatan

kab./kota dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam wilayah kerjanya

yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam periode bulan

yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15). Indikator

kelengkapan laporan unit pelayanan (puskesmas) ke dinas kesehatan

kabupaten/kota sebesar 90 % (Dirjen P2PL, 2003: 81).

Page 51: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

28

b. Ketepatan Waktu Pelaporan

Ketepatan waktu pelaporan adalah prosentase dari semua laporan

puskesmas yang berada di wilayah kerjanya yang diterima pada 10 hari pertama

pada bulan berikutnya dibagi dengan jumlah semua laporan puskesmas dalam

wilayah kerjanya yang seharusnya diterima oleh dinas kesehatan kab./kota dalam

periode bulan yang sama (Dirjen P2PL, 2003: 82; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 15).

Indikator ketepatan waktu pelaporan unit pelayanan (puskesmas) ke dinas

kesehatan kabupaten/kota sebesar 80 % (Dirjen P2PL, 2003: 81).

2. Kuantitas dan Kualitas Kajian Epidemiologi dan Rekomendasi yang

Dapat Dihasilkan

Kuantitas dan kualitas kajian epidemiologi berguna dalam pengambilan

keputusan. Rekomendasi merupakan salah satu bentuk pendistribusian informasi.

Rekomendasi dapat disampaikan pada penanggung jawab program pencegahan

dan penanggulangan seta pelaksana kegiatan surveilans (Amirudin, 2012).

3. Terdistribusinya Informasi Epidemiologi Secara Lokal dan Nasional

Penyebaran informasi dimaksudkan untuk memberikan informasi yang

dapat dimengerti dan kemudian dimanfaatkan untuk menentukan arah kebijakan,

upaya pengendalian, dan evaluasi yang baik berupa interpretasi data dan

kesimpulan analisis (Amirudin, 2012).

4. Pemanfaatan Informasi Epidemiologi dalam Manajemen Program

Kesehatan

Informasi epidemiologi sangat penting untuk menyusun perencanaan

dan mengevaluasi hasil akhir intervensi yang diberikan. Dapat membantu

Page 52: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

29

pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan

membandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program

(Amiruddin, 2012: 48).

5. Menurunnya Frekuensi Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya

kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologi dalam waktu tertentu

dibandingkan dengan kurun waktu sebelumnya (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 50).

Sistem surveilans yang berjalan dengan baik dapat menurunkan frekuensi KLB.

Keterlambatan dalam mendeteksi KLB akan menyebabkan peningkatan jumlah

kasus, durasi wabah, dan kematian (Arsyam, 2013).

6. Meningkatnya dalam Kajian SKD (Sistem Kewaspadaan Dini) Penyakit.

Salah satu upaya mengurangi kerugian akibat yang ditimbulkan oleh

letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) suatu penyakit adalah melakukan pengamatan

yang intensif dan dikenal dengan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) terhadap

penyakit potensial KLB (Dinkes Jateng, 2010: 41).

2.1.2.5.2. Pedoman Surveilans Epidemiologi

Pedoman yang digunakan dalam mengevaluasi sistem surveilans

epidemiologi, yaitu:

1. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi yang diterbitkan oleh

Dirjen P2PL Depkes RI tahun 2003.

2. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular,

Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2003.

Page 53: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

30

3. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit)

Edisi Revisi tahun 2011 yang diterbitkan oleh Kemenkes RI tahun 2011.

4. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri yang diterbitkan oleh Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2011.

5. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin yang diterbitkan oleh

Depkes RI tahun 2005.

6. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas yang diterbitkan oleh

Depkes RI tahun 2005.

7. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk

Provinsi dan Kabupaten/Kota yang diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2009.

8. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012

yang diterbitkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2012.

9. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas yang

diterbitkan oleh Depkes RI tahun 2006.

10. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

11. Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional

Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya.

12. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular

Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

13. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

Page 54: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

31

2.1.2.5.3. Atribut Surveilans Epidemiologi

Atribut yang digunakan dalam mengevaluasi suatu sistem surveilans

epidemiologi, yaitu:

1. Kesederhanaan (Simplicity)

Kesederhanaan dari sistem surveilans kesehatan masyarakat dilihat dari

struktur dan kemudahannya dalam pengoperasian (CDC, 2001; Dirjen P2PL,

2003: 30). Kesederhanaan berkaitan dengan ketepatan waktu dan akan

berpengaruh pada sumber dana yang dibutuhkan untuk menjalankaan sistem

(Amiruddin, 2012: 152).

2. Fleksibilitas (Flexibility)

Suatu sistem surveilans dapat dikatakan fleksibel apabila dapat

menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan informasi yang dibutuhkan atau

situasi pelaksanaan di lapangan dengan sedikit perubahan pada kebutuhan biaya,

tenaga, dan waktu (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31). Sistem yang fleksibel

dapat diterapkan pada keadaan penyakit dan kesehatan yang baru, perubahan

definisi kasus, dan perubahan dari sumber pelaporan (Amiruddin, 2012: 152).

Pada umumnya semakin sederhana suatu sistem, maka semakin fleksibel untuk

diterapkan pada masalah kesehatan lain dan komponen yang harus diubah akan

menjadi lebih sedikit (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 31).

3. Akseptabilitas (Accepbility)

Akseptabilitas menggambarkan keikutsertaan individu atau organisasi

dalam pelaksanaan sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 32).

Page 55: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

32

Akseptabilitas mempunyai sifat subjektif yang besar meliputi keinginan dari

orang-orang dimana sistem menguntungkan tersedianya data yang akurat, tetap,

dan tepat waktu (Amiruddin, 2012: 153).

4. Sensitivitas (Sensitivity)

Sensitivitas dinilai dari tingkat pengumpulan data atau pelaporan kasus,

proporsi kasus dari suatu masalah kesehatan yang dideteksi oleh sistem surveilans

dan dapat dinilai dari kemampuannya untuk mendeteksi KLB (CDC, 2001; Dirjen

P2PL, 2003: 33). Pengukuran sensitivitas dari suatu sistem surveilans ditentukan

oleh a) Validitas informasi yang dikumpulkan oleh sistem; b) Pengumpulan

informasi di luar sistem untuk menentukan frekuensi dari keadaan yang ada dalam

masyarakat (Amiruddin, 2012: 154).

5. Nilai Prediktif Positif/NPP (Predictive Value Positive)

NPP adalah proporsi dari populasi yang diidentifikasikan sebagai kasus

oleh suatu sistem surveilans dan kenyataannya memang kasus (CDC, 2001; Dirjen

P2PL, 2003: 34). Surveilans dengan NPP yang tinggi akan menyebabkan lebih

rendahnya kegiatan sia-sia dan kurangnya pembuangan sumber (Amiruddin,

2012: 156).

6. Kerepresentatifan (Representativeness)

Suatu sistem surveilans dapat dikatakan representatif apabila dapat

menggambarkan kejadian dari suatu peristiwa kesehatan dalam periode tertentu

dan distribusi peristiwa tersebut dalam masyarakat menurut tempat dan orang

secara akurat (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 35). Kerepresentatifan dinilai

dengan membandingkan karakteristik dari kejadian yang dilaporkan dengan

Page 56: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

33

semua kejadian yang ada (Amiruddin, 2012: 156). Kualitas data merupakan

bagian yang paling penting dari kerepresentatifan (CDC, 2001; Dirjen P2PL,

2003: 36).

7. Ketepatan Waktu (Timeless)

Ketepatan waktu menggambarkan kecepatan atau kelambatan diantara

tahap-tahap dalam suatu sistem surveilans (CDC, 2001; Dirjen P2PL, 2003: 37).

Definisi lain menyatakan bahwa ketepatan waktu adalah jumlah waktu yang

dibutuhkan untuk menentukan kecenderungan (trend), outbreaks, atau pengaruh

dari adanya upaya kontrol (Amiruddin, 2012: 158).

2.1.3. Difteri

2.1.3.1. Definisi Difteri

Penyakit difteri merupakan penyakit menular yang menyerang saluran

pernapasan bagian atas terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung,

adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit, serta kadang-kadang konjungtiva

atau vagina (James Chin, 2000: 172).

2.1.3.2. Epidemiologi Difteri

2.1.3.2.1. Etiologi

Kuman penyebab adalah Corynebacterium diphtheriae. Infeksi oleh

kuman sifatnya tidak invasif, tetapi kuman dapat mengeluarkan toksin, yaitu

eksotoksin yang mempunyai efek patologik, sehingga menyebabkan orang jadi

sakit. Ada 3 tipe dari Corynebacterium diphtheriae yaitu tipe mitis, tipe

intermedius, dan tipe gravis. Kuman ini dapat hidup pada selaput mukosa

tenggorokan manusia tanpa menimbulkan gejala penyakit. Keadaan ini disebut

Page 57: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

34

carrier. Strain yang mulanya nontoxigenic bisa menjadi toxigenic, jika strain

tersebut terinfeksi virus yang spesifik atau bakteriofag, sehingga strain tadi

mengeluarkan toksin ampuh dalam jumlah besar yang menyebabkan sakit dan

kematian pada penduduk yang tidak mendapat vaksinasi (Dirjen P2PL, 2011: 74;

James Chin, 2000: 172-173).

2.1.3.2.2. Sumber dan Cara Penularan

Sumber penularan adalah manusia baik sebagai penderita maupun

carrier. Cara penularan yaitu kontak dengan penderita pada masa inkubasi atau

kontak dengan carrier. Masa inkubasi antara 2 sampai 5 hari, masa penularan

penderita 2 sampai 4 minggu sejak masa inkubasi sedangkan masa penularan

carrier bisa sampai 6 bulan. Seseorang dapat menyebarkan bakteri melalui

pernafasan droplet infection atau melalui muntahan, pada difteri kulit bisa melalui

luka di tangan (Dirjen P2PL, 2011: 74; James Chin, 2000: 173).

2.1.4. Pelaksanaan Surveilans Difteri

2.1.3.1. Justifikasi Surveilans Difteri

Difteri adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi

dan potensial terjadi KLB, sehingga pemantauan dampak program imunisasi harus

dilakukan terus menerus walaupun insidens difteri yang dilaporkan semakin kecil.

Pelaksanaan surveilans difteri perlu dikembangkan dan laporan nihil serta umpan

balik diintensifkan serta memulai membuat daftar list kasus difteri di masing-

masing wilayah kerja. Setiap letusan KLB harus segera dilakukan penyelidikan

epidemiologi terhadap kontak terdekat dengan kasus dengan pengambilan dan

pemeriksaan spesimennya (Dirjen P2PL, 2003: 114).

Page 58: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

35

2.1.3.2. Definisi Kasus

Definisi kasus dalam pelaksanaan kegiatan surveilans difteri diperlukan

untuk meyakinkan bahwa semua petugas kesehatan menggunakan definisi dan

kriteria yang sama untuk mendiagnosis seseorang, sehingga dapat menunjang

program pencegahan dan penanggulangan difteri (Amiruddin, 2012: 86-87; Dirjen

P2PL, 2003: 20).

Definisi kasus difteri menurut Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur

(2011: 3-4) dalam buku pedoman penanggulangan KLB difteri di Jawa Timur

dapat dibagi sebagai berikut :

1. Kasus Suspek (Tersangka) Difteri

Adalah orang dengan gejala laringitis, nasofaringitis atau tonsilitis

ditambah pseudomembrane (selaput tipis) putih keabuan yang tak mudah lepas

dan mudah berdarah di faring, laring, tonsil.

2. Kasus Probable (Kemungkinan) Difteri

Adalah orang dengan suspek difteri ditambah salah satu dari :

a) Pernah kontak dengan kasus (< 2 minggu);

b) Ada di daerah endemis difteri;

c) Stridor (sesak nafas disertai bunyi), bullneck (leher membengkak seperti

leher sapi);

d) Pendarahan submucosa atau petechiae pada kulit;

e) Gagal jantung toxic, gagal ginjal akut;

f) Myocarditis and/or kelumpuhan motorik 1 s/d 6 minggu setelah onset;

g) Mati.

Page 59: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

36

3. Kasus Confirmed (Pasti) Difteri

Adalah orang dengan kasus probable yang hasil isolasi ternyata positif

Corynebacterium diphtheriae yang toxigenic (dari usap hidung, tenggorok,

ulcus kulit, jaringan, konjunctiva, telinga, vagina), atau serum antitoksin

meningkat 4 kali lipat atau lebih (hanya bila kedua sampel serum diperoleh

sebelum pemberian toksoid difteri atau antitoksin).

2.1.3.3. Sumber Data Surveilans Difteri

2.1.3.3.1. Sumber Data Kasus Difteri

Sumber data kasus difteri terdiri atas:

1. Rumah Sakit

Laporan morbiditas dan mortalitas bulanan penderita penyakit rawat inap

dan rawat jalan melalui laporan RL2a dan RL2b yang dihimpun pada data Sistem

Surveilans Terpadu Penyakit (SSTP) kabupaten/kota atau propinsi (Dirjen P2PL,

2003: 114).

2. Puskesmas

Laporan morbiditas puskesmas melalui laporan SP2TP atau SP3 atau

SIMPUS yang datanya dihimpun dalam data Sistem Surveilans Terpadu Penyakit

(SSTP) kabupaten/kota atau propinsi, atau laporan puskesmas sentinel sebagai

kabupaten/kota yang memiliki. Laporan mingguan (W2) puskesmas, surveilans

kab/kota dan surveilans propinsi, serta laporan W1 (24 jam) bila ada indikasi KLB

(Dirjen P2PL, 2003: 115).

Page 60: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

37

3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Laporan rutin bulanan balai laboratorium kesehatan pusat/daerah atau

Bio Farma serta balai laboratorium swasta, yang saat ini akan digunakan sebagai

data surveilans (Dirjen P2PL, 2003: 114). Pada saat KLB, hasil pemeriksaan

spesimen usap tenggorok dan usap hidung dijadikan bahan analisis untuk

konfirmasi kasus suspek maupun probable serta untuk mengetahui adanya carrier

di sekitar penderita (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7; Dinkes Prov. Jatim, 2011: 24).

4. Hasil Penyelidikan Kasus Kontak di Lapangan

Pengumpulan aktif data difteri di lapangan sangat penting dan

bermanfaat, karena kemungkinan akan didapatkan kasus tambahan dengan

melakukan observasi atau pemeriksaan terhadap kontak. Follow up kasus difteri

di lapangan sebaiknya segera setelah mendapatkan informasi dari rumah sakit atau

sumber lainnya (Dirjen P2PL, 2003: 115).

2.1.3.3.2. Sumber Data Cakupan Program Imunisasi

Data cakupan imunisasi DPT menurut desa dan puskesmas digunakan

oleh surveilans di kabupaten/kota, sedangkan data cakupan imunisasi DPT

menurut kabupaten/kota digunakan oleh surveilans propinsi (Dirjen P2PL, 2003:

116). Data ini digunakan untuk menganalisis hubungan antara program cakupan

imunisasi DPT dengan kejadian penyakit difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 7).

2.1.3.4. Sistem Surveilans Difteri

Adapun elemen-elemen atau bagian sistem surveilans difteri dapat

diuraikan sebagai berikut:

Page 61: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

38

2.1.3.5.1. Masukan (Input)

Input adalah sub-elemen-sub-elemen yang diperlukan sebagai masukan

untuk berfungsinya sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Menurut Alamsyah (2011:

6), untuk mencapai suatu tujuan dalam sebuah sistem maka diperlukan unsur-

unsur manajemen yaitu:

1. Man (Sumber Daya Manusia Pendukung Pelaksanaan Surveilans Difteri)

Tenaga atau manusia merupakan sarana penting dan utama dalam suatu

manajemen untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya tenaga

surveilans, aktivitas dalam manajemen sistem surveilans tidak dapat berlangsung.

Dalam hal ini, ketersediaan tenaga surveilans difteri, ketersediaan tenaga

surveilans difteri terlatih, ketersediaan tenaga laboratorium, ketersediaan tenaga

laboratorium terlatih, ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi, dan

ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi terlatih sangat penting untuk

menilai keberhasilan pelaksanaan surveilans difteri (Amiruddin, 2012; Dirjen

P2PL, 2003).

2. Money (Pendanaan untuk Pelaksanaan Surveilans Difteri)

Untuk melakukan suatu aktivitas, maka dibutuhkan dana atau uang. Uang

sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang

telah ditetapkan dapat tercapai. Indikator dalam money meliputi sumber dana dan

alokasi pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri. Sumber dana surveilans

difteri menurut dirjen P2PL (2003: 8) berasal dari dana program yaitu APBN,

APBD propinsi, APBD kabupaten/kota, Block Grant, dan dana bantuan yaitu

bantuan nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri.

Page 62: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

39

3. Method (Metode Surveilans Difteri)

Untuk melakukan kegiatan berdaya guna atau efektif dan berhasil guna,

manusia dihadapkan pada berbagai cara alternatif untuk melakukan suatu

pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap pula sebagai sarana atau

alat manajemen untuk mencapai suau tujuan. Juklak dan juknis tentang

manajemen surveilans difteri merupakan indikator untuk mengukur metode yang

digunakan dalam surveilans difteri (Masrochah, 2006). Selain itu terdapat

ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan surveilans difteri, ketersediaan

pedoman tentang pelaksanaan program imunisasi difteri, ketersediaan target

cakupan program imunisasi difteri, ketersediaan payung hukum yang mendukung

surveilans difteri, dan kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri juga

merupakan indikator untuk mengukur metode yang digunakan dalam surveilans

difteri

4. Material and Machine (Sarana dan Prasarana Pelaksanaan Surveilans

Difteri)

Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia membutuhkan sarana dan

prasarana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun sarana dan

prasarana yang harus dimiliki oleh dalam pelaksanaan surveilans difteri adalah

sebagai berikut:

a) APD meliputi masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata),

pelindung kepala (Dinkes Prov. Jatim, 2011).

b) ATK meliputi pen, kertas, tinta, dan lain-lain (Dirjen P2PL, 2003).

Page 63: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

40

c) Perangkat imunisasi meliputi vaksin, Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik),

safety box, dan coldchain. Coldchain terdiri dari lemari es, vaksin carrier, cool

pack, termometer, freeze watch, dan freeze tag (Permenkes No. 42 tahun 2013

tentang pedoman penyelenggaraan imunisasi).

d) Alat komunikasi meliputi telepon, faksmili, handphone, serta internet yang

digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri (Dirjen P2PL, 2003).

e) Surveillance kits (perlengkapan surveilans) meliputi calculator scientific,

kertas grafik, mesin ketik, telepon dan faksimile atau alat komunikasi lainnya,

komputer untuk pengolahan data dan program aplikasi (Dirjen P2PL, 2003).

f) Formulir untuk pengumpulan data difteri berupa formulir W1 (24 jam), W2

(mingguan), STP, STP KLB, dan formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes

Prov. Jateng, 2010; Dinkes Prov. Jatim, 2011).

g) Perangkat seminar meliputi overhead proyector, infocus (Dirjen P2PL, 2003).

h) Alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di dinas

kesehatan kabupaten/kota meliputi 1 roda empat, 2 roda dua, sedangkan alat

transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas

atau rumah sakit meliputi 1 roda dua (Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/

VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Kesehatan).

5. Market (Sasaran Penyebaran Informasi Hasil Surveilans Difteri)

Market atau sasaran adalah tempat dimana organisasi menyebarluaskan

produknya (informasi). Indikator dalam market meliputi pengguna informasi baik

Page 64: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

41

dari internal instansi yaitu pada lintas program maupun dari eksternal instansi

serta kebutuhan informasi tiap pengguna.

2.1.3.5.2. Proses (Process)

Proses adalah suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah masukan,

sehingga menghasilkan suatu keluaran yang direncanakan dengan menjalankan

fungsi-fungsi manajemen (Notoatmodjo, 2011: 101). Proses pada surveilans

difteri meliputi:

1. Pengumpulan Data

Kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam pelaksanaan surveilans

epidemiologi penyakit yaitu pengumpulan data (Amiruddin, 2012: 49; Dinkes

Prov. Jateng: 9). Menurut Pedoman Dasar Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa

Tengah (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 9), untuk mengumpulkan data surveilans

yang baik diperlukan beberapa persyaratan antara lain:

a) Data yang dikumpulkan yaitu data mengenai informasi epidemiologi dari suatu

penyakit seperti kesakitan atau kematian menurut umur, jenis kelamin, tempat

tinggal, status imunisasi, dan sebagainya,

b) Pengumpulannya dilaksanakan teratur dan terus-menerus,

c) Data yang dikumpulkan selalu tepat waktu.

Beberapa data yang perlu dikumpulkan dalam kegiatan surveilans

difteri yaitu data mortalitas dan morbiditas difteri serta data imunisasi DPT

(Dinkes Prov. Jateng, 2006: 96; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 10). Periode

pengumpulan data dapat dilakukan secara mingguan, bulanan, maupun tahunan.

(Dirjen P2PL, 2003: 15).

Page 65: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

42

Pengumpulan data dalam kegiatan surveilans difteri dapat dilakukan

dengan 2 cara, yaitu secara aktif dan pasif (Dirjen P2PL, 2003: 15; Amiruddin,

2012: 50). Surveilans aktif yaitu suatu kegiatan pengumpulan data dimana petugas

surveilans memperoleh data yang dibutuhkan dengan cara mendatangi langsung

sumber data baik itu UPK, masyarakat atau sumber data lainnya, sedangkan pada

surveilans pasif, sumber data yang mendatangi petugas surveilans untuk

memberikan data yang dibutuhkan dalam kegiatan surveilans (Dirjen P2PL, 2003:

15).

2. Pengolahan Data

Pengolahan data dimaksudkan untuk menyiapkan data agar dapat

dilakukan analisis data dengan mudah. Menurut buku pedoman dasar pelaksanaan

surveilans Provinsi Jawa Tengah (2010), suatu kegiatan pengolahan data dapat

dikatakan baik apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

a) Tidak membuat kesalahan selama proses pengolahan data.

b) Dapat mengidentifikasi adanya kecenderungan perbedaan dalam frekuensi dan

distribusi kasus.

c) Pengertian yang disajikan tidak salah atau berbeda dengan yang dimaksudkan.

d) Metode pembuatannya mengikuti kaidah penyajian data yang benar, baik

dalam bentuk tabel, grafik, ataupun peta.

Kegiatan pengolahan data pada surveilans difteri dengan cara

rekapitulasi data kasus difteri per tahun menurut tempat (desa, puskesmas), umur

dan status imunisasi (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dinkes Prov. Jateng, 2010;

Dirjen P2PL, 2003).

Page 66: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

43

3. Analisis dan Interpretasi Data

Analisis data dilakukan dengan tujuan untuk melihat variabel-variabel

apa saja yang dapat menggambarkan suatu permasalahan, faktor-faktor yang

berpengaruh, serta bagaimana data yang ada dapat menjelaskan tujuan dari suatu

sistem surveilans (Amiruddin, 2012).

Menurut Amiruddin (2012), ada 2 hal penting yang harus dilakukan

dalam melakukan analisis dan interpretasi data, yaitu:

a) Memahami kualitas data dan mencari metode yang terbaik dan sesuai untuk

menarik kesimpulan.

b) Menarik kesimpulan dari suatu rangkaian data deskriptif. Dengan adanya

kesimpulan tersebut, dapat diketahui kecenderungan atau trend dan

perbandingan dari suatu kecenderungan masalah kesehatan yang ada.

Analisis data surveilans difteri diawali dengan membuat pola penyakit

difteri menurut variabel epidemiologi, yaitu orang (person), tempat (place), dan

waktu (time). Analisis data tersebut dapat disajikan dalam bentuk grafik, tabel,

dan peta persebaran kasus (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL, 2003).

4. Desiminasi Informasi

Disseminasi informasi ditujukan untuk memberikan informasi yang

mudah dimengerti, sehingga pengambil keputusan di semua tingkatan dapat

dengan mudah memahami implikasi dari informasi dan memanfaatkan informasi

tersebut dalam menentukan arah kebijakan suatu program kesehatan, upaya

pengendalian serta evaluasi program yang telah dilakukan maupun yang sedang

berjalan (Dirjen P2PL, 2003: 17). Para pengguna informasi hasil surveilans dapat

Page 67: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

44

mencakup praktisi kesehatan masyarakat, penyedia layanan kesehatan, anggota

masyarakat yang terkena dampak, organisasi profesi, dan sukarela, pembuat

kebijakan, pers, dan masyarakat umum (CDC, 2001). Menurut Dirjen P2PL

(2003: 17) dan Amiruddin (2012: 61-62), disseminasi atau penyebarluasan

informasi dapat dilakukan dengan cara:

a) Membuat suatu laporan hasil kajian yang disampaikan kepada unit kesehatan

pada tingkat yang lebih tinggi.

b) Membuat jurnal atau majalah rutin untuk disseminasi informasi.

c) Membuat laporan kajian yang disampaikan dalam seminar dan pertemuan.

d) Memanfaatkan internet sebagai media disseminasi, sehingga dapat diakses

dengan mudah oleh semua orang.

2.1.3.5.3. Keluaran (Output)

Keluaran adalah hal yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam

sistem (Notoatmodjo, 2011: 101). Keluaran pada surveilan difteri meliputi:

1. Laporan penanggulangan KLB (Dinkes Prov. Jatim, 2011; Masrochah, 2006).

2. Incidence Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006).

3. Case Fatality Rate penyakit difteri (Dirjen P2PL, 2003; Masrochah, 2006).

4. Informasi kasus difteri menurut umur, jenis kelamin, dan status imunisasi

(Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen P2PL, 2003;

Masrochah, 2006).

5. Informasi distribusi penyakit menurut tempat (desa/kelurahan/kecamatan,

puskesmas) (Dinkes Prov. Jateng; 2006; Dinkes Prov. Jatim, 2011; Dirjen

P2PL, 2003).

Page 68: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

45

6. Informasi cakupan imunisasi DPT di daerah KLB (Dinkes Prov. Jateng; 2006;

Dinkes Prov. Jateng, 2010).

7. Informasi distribusi penyakit menurut desa/kelurahan UCI dan non UCI

(Dinkes Prov. Jateng, 2010).

2.1.3.5.4. Dampak (Impact)

Dampak adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem

setelah beberapa waktu lamanya (Notoatmodjo, 2011: 101). Pada sistem

surveilans difteri, serangkaian sub-sistem input, proses, dan output akan

menimbulkan suatu dampak berupa penurunan angka Insidence Rate (IR) difteri

dan Case Fatality Rate (CFR) difteri (Dinkes Prov. Jateng, 2006; Dirjen P2PL,

2003; Masrochah, 2006).

IR difteri adalah proporsi antara jumlah penderita baru penyakit difteri

yang ditemukan pada suatu jangka waktu tertentu (umumnya satu tahun)

dibandingkan jumlah penduduk yang berisiko terkena penyakit difteri dalam

persen atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33). CFR difteri adalah angka

kematian karena penyakit difteri dalam jangka waktu tertentu dibandingkan

jumlah seluruh penderita penyakit difteri pada waktu yang sama dalam persen

atau permil (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 36). IR dan CFR difteri dapat dihitung

dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Dinkes Prov. Jateng, 2010: 33-36):

IR= Jumlah penderita baru difteri x 100.000

Jumlah penduduk yang mungkin terkena difteri

CFR= Jumlah penderita difteri yang meninggal x 100%

Jumlah penderita difteri

Page 69: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

46

2.1.3.5.5. Umpan balik (feed back)

Umpan balik merupakan hasil dari proses yang sekaligus sebagai

masukan bagi sistem tersebut (Notoatmodjo, 2011: 101). Umpan balik merupakan

kunci keberhasilan dari pelaksanaan kegiatan surveilans epidemiologi, karena

dengan adanya umpan balik tersebut dapat memberikan kesadaran kepada sumber

data tentang pentingnya proses pengumpulan data. Umpan balik yang diberikan

dapat berupa ringkasan informasi atau korektif terhadap laporan yang telah

dikirimkan (Dirjen P2PL, 2003: 21).

Page 70: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

47

2.2. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(Sumber : 1. Amiruddin (2012); 2. Chairiyah (2010); 3. Dinkes Jateng (2006); 4. Dinkes Jateng

(2010); 5. Dinkes Jatim (2011); 6. Dirjen P2PL (2003); 7. Masrochah (2006); 8. Notoatmodjo

(2011); 9. Sutarman (2008); 10. Wibisono (2011); 11. Vanni (2012))

A

SISTEM SURVEILANS DIFTERI

MONITORING DAN EVALUASI

Atribut

Surveilans 1. Kesederhanaan 1, 6

2. Fleksibilitas1, 6

3. Akseptabilitas1, 6

4. Senstivitas1, 6

5. NPP1, 6

6. Kerepresentatifan1

, 6

7. Ketepatan waktu1,

6

Indikator Surveilans

1. Kelengkapan laporan dan

ketepatan waktu pelaporan1,6

2. Jumlah dan kualitas kajian

epidemiologi dan

rekomendasi yang dapat

dihasilkan1,6

3. Terdistribusinya informasi1,6

4. Pemanfaatan informasi

epidemiologi1,6

5. Menurunnya frekuensi KLB1,6

6. Meningkatnya kajian SKD1,6

UMPAN BALIK1,6,11

Proses8

1. Pengumpulan Data1,2,4,6

a. Jenis data : data

mortalitas dan morbiditas difteri, data

imunisasi.1,3,4,6

b. Metode : surveilans aktif dan surveilans

pasif.1,4,6

c. Periode : mingguan, dan bulanan.4,6

2. Pengolahan Data1,2,4,6

a. Rekapitulasi data kasus difteri per tahun

menurut tempat (desa,

puskesmas), umur dan status imunisasi.3,4,6

3. Analisis dan Interpretasi

Data. 1,2,4,6 a. Rekapitulasi data kasus

difteri dianalisis

menurut variabel

epidemiologi (orang,

tempat, waktu).1,3,4,6

b. Disajikan dalam bentuk grafik, tabel, dan peta

persebaran kasus.1,4,6

4. Desiminasi Informasi (penyebaran informasi)

1,2,4,6

a. Metode : tertulis dan desiminasi laporan,

verbal dalam rapat

(pertemuan rutin), media cetak dan

elektronik.4,6

Output8

1. Laporan penanggulangan

KLB.3,4,5,6

2. Incidence rate

penyakit difteri.3,6,7

3. Case fatality rate

penyakit difteri. 3,6,7

4. Informasi kasus

difteri menurut umur, jenis

kelamin, dan

status imunisasi. 3,6

5. Informasi

distribusi penyakit menurut

tempat

(desa/kelurahan/k

ecamatan,

puskesmas). 3,6,7

6. Informasi cakupan

imunisasi DPT di

daerah KLB.3,4,5 7. Informasi

distribusi

penyakit menurut desa/kelurahan

UCI dan non UCI.3,4,5

Dampak8

Insidence rate

dan case fatality rate

difteri

menurun. 3,6,7

Input8

1. Man:

a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri6

b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih2,6,11

c. Ketersediaan tenaga laboratorium

puskesmas d. Ketersediaan tenaga laboratorium

puskesmas terlatih6

e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi3,5

f. Ketersediaan tenaga pengelola program

imunisasi puskesmas terlatih6

2. Money:

a. Sumber dana untuk surveilans difteri6

b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri6

3. Method: a. Ketersediaan pedoman tentang

pelaksanaan surveilans difteri.1,6

b. Ketersediaan pedoman tentang

pelaksanaan program imunisasi difteri.1,9 c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans

difteri.7,10

d. Ketersediaan target cakupan program

imunisasi difteri.3,4,6

e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri5,6

f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus

difteri1,3,5,6

4. Material-Machine: a. Ketersediaan APD5

b. Ketersediaan surveilans kit6 c. Ketersediaan perangkat imunisasi3,5

d. Ketersediaan alat komunikasi 6

e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri.4,6,9,10,11

f. Ketersediaan perangkat seminar.6

g. Ketersediaan alat transportasi6

5. Market:

a. Pengguna internal.1

b. Pengguna eksternal.1

Pedoman Surveilans

a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi

1,6

b. Buku Panduan SE Penyakit-Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana & Penanggulangan KLB6,7

c. Buku Pedoman Penyelidikan & Penanggulangan KLB Penyakit Menular & Keracunan Pangan d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri

5,6

e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin & Rantai Vaksin6,7

f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas6,7

g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan & Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota

6,7

h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 20126,7

i. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas6,7

j. Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog Kesehatan dan Angka

Kreditnya5,6

k. Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans

Epidemiologi Kesehatan.6,7

l. Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat

Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan6,7

m. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.6,7

Page 71: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

48

BAB III

METODE PENELITIAN

1.7. Alur Pikir

Gambar 3.1 Alur Pikir

Input

Man:

a. Ketersediaan tenaga surveilans difteri

b. Ketersediaan tenaga surveilans difteri terlatih

c. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas

d. Ketersediaan tenaga laboratorium Puskesmas

terlatih e. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi

f. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi

puskesmas terlatih

Money:

a. Sumber dana untuk surveilans difteri

b. Alokasi pendanaan untuk surveilans difteri

Method:

a. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan

surveilans difteri b. Ketersediaan pedoman tentang pelaksanaan

program imunisasi difteri

c. Ketersediaan juklak-juknis surveilans difteri d. Ketersediaan target cakupan program imunisasi

difteri

e. Ketersediaan payung hukum yang mendukung surveilans difteri

f. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri

Material-Machine:

a. Ketersediaan APD

b. Ketersediaan surveilans kit

c. Ketersediaan perangkat imunisasi d. Ketersediaan alat komunikasi

e. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data

difteri f. Ketersediaan perangkat seminar

g. Ketersediaan alat transportasi

Market:

a. Pengguna internal

b. Pengguna eksternal

SISTEM SURVEILANS DIFTERI

MONITORING DAN EVALUASI

Pedoman

Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans

Epidemiologi

Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-

Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana

dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Buku Pedoman Penyelidikan dan

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit

Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011

Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri

Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin

Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas

Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan

Kabupaten/Kota

Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi

Jawa Timur Tahun 2012

Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana

Imunisasi Puskesmas

Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/ 11/ 2000

tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog

Kesehatan dan Angka Kreditnya

Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

Permenkes RI No. 1501/ Menkes/ Per/X/2010 tentang jenis penyakit menular tertentu yang

dapat menimbulkan wabah dan upaya

penanggulangan

Permenkes RI No. 42 tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Imunisasi.

Page 72: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

49

1.8. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dan definisi operasional evaluasi input sistem surveilans

difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sebagai berikut:

1. Sistem Surveilans Difteri

Adalah pengamatan yang dilakukan secara terus menerus, sistematik dan

berkesinambungan terhadap penyakit difteri melalui kegiatan pengumpulan

data, analisis dan interpretasi data, serta disseminasi informasi sebagai dasar

pengambilan keputusan atau kebijakan dalam bidang pencegahan dan

penanggulangan penyakit difteri. Sistem surveilans difteri terdiri dari input,

proses, dan output (Dirjen P2PL, 2003: 4; Dinkes Prov. Jateng, 2010: 5).

2. Input

Adalah sub-elemen meliputi unsur manajemen yaitu 5M (man, material-

machine, method, money, dan market) yang diperlukan sebagai masukan

sistem surveilans difteri (Notoatmodjo, 2011:101; Alamsyah, 2011:6). Input

sistem ini secara rinci dijelaskan dalam tabel 3.1 berikut:

Page 73: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

50

Tabel 3.1. Fokus Penelitian

Fokus Penelitian Definisi Operasional

Man

(sumber daya

manusia

pendukung

pelaksanaan

surveilans difteri)

Ketersediaan tenaga

surveilans difteri

Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang

diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara

penuh oleh kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dan

kepala puskesmas untuk melakukan kegiatan

pengumpulan data, pengolahan data, analisis dan

interpretasi, melakukan penyelidikan epidemiologi

penyakit difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis

sub bagian kepegawaian berupa uraian tugas atau surat

tugas. Jumlah minimal tenaga surveilans difteri di dinas

kesehatan kabupaten/kota adalah 2 orang dan di tiap

puskesmas adalah 1 orang (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/

M.PAN/ 11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional

Epidemiolog Kesehatan dan Angka Kreditnya).

Kriteria tenaga surveilans dinas kesehatan kabupaten/kota

dan puskesmas (Kepmenpan RI No. 17/ KEP/ M.PAN/

11/ 2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog

Kesehatan dan Angka Kreditnya) :

1. Memiliki latar pendidikan minimal D3 kesehatan atau

sederajat.

2. Memiliki jenjang jabatan fungsional epidemiolog.

Ketersediaan tenaga

surveilans difteri

terlatih

Informasi mengenai banyaknya tenaga surveilans difteri

di puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang

pernah mengikuti pelatihan dalam rentang waktu 5 tahun

terakhir tentang surveilans epidemiologi, penanggulangan

difteri, dan deteksi dini difteri baik sebelum atau selama

menjadi tenaga surveilans difteri dibuktikan dengan

sertifikat pelatihan. (Dirjen P2PL, 2003).

Ketersediaan tenaga

laboratorium

puskesmas

Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang

memiliki latar belakang pendidikan minimal D3 analis

kesehatan atau sederajat bertugas sebagai tenaga

laboratorium di puskesmas yang melakukan pengambilan

spesimen usap tenggorok dan usap hidung pada saat

penyelidikan epidemiologi kasus difteri dibuktikan

dengan dokumen tertulis sub bagian kepegawaian berupa

uraian tugas atau surat tugas. Jumlah minimal tenaga

laboratorium di tiap puskesmas adalah 1 orang (Dinkes

Jatim, 2011: 24).

Ketersediaan tenaga

laboratorium

puskesmas terlatih

Informasi mengenai banyaknya tenaga laboratorium di

puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan dalam

rentang waktu 5 tahun terakhir tentang pelacakan kasus

difteri, terutama cara pengambilan dan pengiriman

spesimen kasus difteri yang dibuktikan dengan dokumen

tertulis berupa sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011:

24).

Page 74: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

51

Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian

(1) (2)

Ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi

Informasi mengenai ada/tidaknya tenaga kesehatan yang

yang memiliki latar belakang pendidikan minimal D3

kesehatan atau sederajat dan bertugas sebagai tenaga

pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota yang melakukan kegiatan

bidang imunisasi dalam penanggulangan KLB difteri

dibuktikan dengan dokumen tertulis sub bagian

kepegawaian berupa uraian tugas atau surat tugas (Dinkes

Jatim, 2011: 24).

Ketersediaan tenaga

tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas terlatih

Informasi mengenai banyaknya tenaga pengelola program

imunisasi di puskesmas yang pernah mengikuti pelatihan

dalam rentang waktu 5 tahun terakhir tentang manajemen

chold chain dan program imunisasi penanggulangan KLB

difteri yang dibuktikan dengan dokumen tertulis berupa

sertifikat pelatihan (Dinkes Jatim, 2011: 24).

Money

(pendanaan untuk

pelaksanaan

surveilans difteri)

Alokasi pendanaan

untuk surveilans

difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya dana dan jumlah dana

yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan kegiatan

surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan

kabupaten/kota dibuktikan dengan dokumen tertulis yang

dimiliki sub bagian keuangan (Dirjen P2PL, 2003).

Alokasi pendanaan meliputi:

a. Pengadaan input sistem surveilans difteri (sumber

daya surveilans difteri).

b. Pelaksanaan proses sistem surveilans difteri.

c. Pengadaan output sistem surveilans difteri.

Sumber dana untuk

surveilans difteri

Deskripsi tentang asal/sumber pendanaan untuk

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri. Dana dapat

berasal dari dana program (APBN, APBD kab/kota,

APBD propinsi, Block Grant) atau dana bantuan (bantuan

nasional dan daerah, LSM/swasta, luar negeri) (Dirjen

P2PL, 2003).

Methode (metode

surveilans difteri)

Ketersediaan

pedoman tentang

pelaksanaan

surveilans difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman

tentang pelaksanaan surveilans difteri oleh tenaga

surveilans difteri di puskesmas dan dinas kesehatan

kabupaten/kota. Semua buku pedoman dimiliki oleh

setiap tenaga surveilans difteri (Dinkes Jatim, 2011).

Pedoman yang digunakan meliputi:

a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,

Depkes RI, 2003

b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-

Penyakit Menular, Keracunan Makanan, Bencana dan

Penanggulangan Kejadian Luar Biasa, Dinkes Provinsi

Jawa Timur, 2003

c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan

Pangan (Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi

tahun 2011, Kemenkes RI, 2011

d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes

Provinsi Jawa Timur, 2011

Page 75: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

52

Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian

(1) (2)

Ketersediaan

pedoman tentang

pelaksanaan program

imunisasi difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan pedoman

tentang pelaksanaan program imunisasi difteri oleh tenaga

pengelola program imunisasi di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota. Semua pedoman dimiliki oleh

setiap tenaga pengelola program imunisasi (Dinkes Jatim,

2011).

Pedoman yang digunakan meliputi:

a. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes

Provinsi Jawa Timur, 2011

b. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,

Depkes RI, 2005

c. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,

Depkes RI, 2005

d. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan

Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,

Depkes RI, 2009

e. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa

Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur, 2012

Ketersediaan juklak-

juknis tentang

manajemen

surveilans difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya dan monitoring juklak,

juknis serta dokumen yang berisi peraturan tentang

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri meliputi pelaporan,

program imunisasi dan kegiatan di bidang laboratorium di

puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota yang

dibuktikan dengan dokumen tertulis (Masrochah, 2006).

Ketersediaan target

cakupan program

imunisasi difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya target cakupan imunisasi

DPT, DT, dan Td, cakupan wilayah desa/kelurahan UCI,

serta rumus perhitungan yang digunakan untuk

menghitung cakupan cakupan imunisasi DPT DT dan Td

dan cakupan wilayah desa/kelurahan UCI (Permenkes No.

42 tahun 2013 tentang pedoman penyelenggaraan

imunisasi). Target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td di

tingkat puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota

menggunakan target nasional (Depkes RI, 2005;

Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman

penyelenggaraan imunisasi). Target cakupan wilayah

desa/kelurahan UCI di tingkat puskesmas menggunakan

target daerah, sedangkan target cakupan wilayah

desa/kelurahan UCI di dinas kesehatan kabupaten/kota

menggunakan target nasional dan target daerah (Depkes

RI, 2005; Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang pedoman

penyelenggaraan imunisasi). Rumus perhitungan target

cakupan tercantum dalam buku penetapan target indikator

dan definisi operasional standar pelayanan minimal (SPM)

bidang kesehatan di Kabupaten Jombang dan Permenkes

RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

Ketersediaan payung

hukum yang

mendukung

surveilans difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya payung hukum yang

mendukung pelaksanaan surveilans difteri. Payung hukum

dapat berupa peraturan daerah, surat keputusan dari kepala

daerah, kepala dinas kesehatan maupun kepala puskesmas

(Ammiruddin, 2012).

Page 76: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

53

Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian

(1) (2)

Kesepakatan

penggunaan definisi

kasus difteri

Deskripsi tentang kesepakatan penggunaan sumber

definisi kasus difteri antara pihak dinas kesehatan

kabupaten/kota dan pihak puskesmas yang berada di

wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota

(Ammiruddin, 2012).

Material and

Machine (sarana

dan prasarana

pelaksanaan

surveilans difteri)

Ketersediaan APD

(Alat Pelindung Diri)

Deskripsi tentang ada/tidaknya dan pemanfaatan APD

(Alat Pelindung Diri) yang digunakan dalam

melaksanakan penyelidikan epidemiologi penyakit difteri

dan kegiatan imunisasi di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota. APD yang digunakan adalah

masker, jas lab, sarung tangan, google (pelindung mata),

pelindung kepala (Dinkes Jatim, 2011).

Ketersediaan

surveilance kits

Deskripsi tentang ada/tidaknya pemanfaatan serta

kondisi surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang

digunakan oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas

dan dinas kesehatan kabupaten/kota untuk pelaksanaan

proses surveilans difteri meliputi kegiatan pengumpulan

data, pengolahan data, analisis data, menyimpan file,

menyebarluaskan informasi baik secara manual yaitu

ATK meliputi pen, pensil, kertas HVS, penggaris,

calculator scientific, kertas grafik, dan mesin ketik

maupun yang terkomputerisasi yaitu komputer, printer

beserta tinta, dan program aplikasi meliputi program Ms.

Office, epi info, GIS (Dirjen P2PL, 2003).

Ketersediaan

perangkat imunisasi

Deskripsi tentang ada/tidaknya, kondisi dan cara

pengadaan perangkat imunisasi di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota yang meliputi vaksin, Auto

Disable Syringe (ADS/alat suntik), safety box, buku

grafik pencatatan suhu, dan coldchain. Coldchain terdiri

dari lemari es, vaksin carrier, cool pack, termometer,

freeze watch, dan freeze tag (Depkes RI, 2005;

Permenkes No. 42 tahun 2013 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Imunisasi).

Ketersediaan alat

komunikasi

Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara

pengadaan alat komunikasi meliputi telepon, handphone,

faksimile, dan layanan internet yang digunakan dalam

pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota (Dirjen P2PL, 2003).

Ketersediaan formulir

untuk pengumpulan

data difteri

Deskripsi tentang ada/tidaknya dan cara pengadaan

dokumen berupa lembaran-lembaran yang harus diisi

oleh tenaga surveilans difteri di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota untuk pengumpulan data

difteri yang terdiri dari formulir W1 (24 jam), formulir

W2 (mingguan), formulir STP, dan formulir STP KLB,

serta formulir pelacakan kasus difteri (Dinkes Jateng,

2010; Dinkes Jatim, 2011).

Ketersediaan

perangkat seminar

Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan dan cara

pengadaan perangkat seminar di puskesmas dan dinas

kesehatan kabupaten/kota meliputi overhead proyector

dan infocus yang digunakan untuk desiminasi informasi

dalam rapat (Dirjen P2PL, 2003).

Page 77: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

54

Lanjutan dari tabel 3.1. Fokus Penelitian

Ketersediaan alat

transportasi

Deskripsi tentang ada/tidaknya, pemanfaatan, dan cara

pengadaan alat transportasi yang digunakan dalam

pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas meliputi 1

roda dua, sedangkan di dinas kesehatan kabupaten/ kota

meliputi 1 roda empat, 2 roda dua (Kepmenkes RI No.

1116/ Menkes/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Kesehatan).

Market (sasaran

penyebaran

informasi hasil

surveilans difteri)

Pengguna internal Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang

menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil

surveilans difteri dari lintas program dalam satu

sektor untuk pemanfaatan dalam menentukan arah

kebijakan kegiatan, upaya pengendalian, dan

evaluasi surveilans difteri (Amiruddin, 2012).

Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari

hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi

dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna

(Amiruddin, 2012).

Pengguna eksternal Deskripsi tentang stakeholder-stakeholder yang

menjadi sasaran penyebarluasan informasi hasil

surveilans difteri dari lintas sektor untuk

pemanfaatan dalam menentukan arah kebijakan

kegiatan, upaya pengendalian, dan evaluasi

(Amiruddin, 2012).

Deskripsi tentang informasi yang dibutuhkan dari

hasil surveilans difteri oleh tiap pengguna informasi

dan pemanfaatan informasi untuk tiap pengguna

(Amiruddin, 2012).

3. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi merupakan bagian kegiatan yang penting dari proses

manajemen. Evaluasi terhadap input (masukan) berkaitan dengan

pemanfaatan berbagai sumber daya baik tenaga (man), dana (money), sarana-

prasarana (material and machines), maupun metode (method) (Muninjaya,

2004: 200; Notoatmodjo, 2011: 108). Evaluasi ini bertujuan untuk

mengetahui apakah sumber daya yang dimanfaatkan sudah sesuai dengan

standar dan kebutuhan (Muninjaya, 2004: 200). Pada penelitian ini, evaluasi

yang dilakukan adalah membandingkan kenyataan dai lapangan dengan

tatanan ideal menggunakan pedoman sebagai berikut:

Page 78: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

55

a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi, Depkes RI, 2003.

b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit Menular,

Keracunan Makanan, Bencana dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003.

c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa

Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi

Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011, Kemenkes RI, 2011.

d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri, Dinkes Provinsi Jawa

Timur, 2011.

e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin, Depkes RI, 2005.

f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, Depkes RI, 2005.

g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk

Provinsi dan Kabupaten/Kota, Depkes RI, 2009.

h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012.

i. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas, Depkes

RI, 2006.

j. Kepmenkes RI No. 1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

k. Permenkes RI No. 1501/Menkes/Per/X/2010 tentang Jenis Penyakit

Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya

Penanggulangan.

l. Permenkes RI No. 42 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Imunisasi.

Page 79: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

56

1.9. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan penelitian

yang digunakan adalah studi evaluasi. Studi evaluasi dilakukan untuk melakukan

penilaian terhadap suatu pelaksanaan kegiatan atau program yang sedang

dilakukan dalam rangka mencari umpan balik yang akan dijadikan dasar untuk

memperbaiki suatu program atau sistem (Notoatmodjo, 2002: 30). Dalam

penelitian kualitatif, peneliti sendiri merupakan instrumen dalam pengumpulan

data utama, sehingga peneliti dapat ikut berpartisipasi langsung untuk mengamati

dan menganalisis informan atau hal yang ditemukan di tempat penelitian serta

membuat laporan penelitian secara mendetail (Ghony dan Fauzan, 2012;

Moleong, 2002; Sugiyono, 2008). Penelitian ini hanya untuk menyelidiki,

menemukan, menggambarkan, menjelaskan, dan menganalisis input sistem

surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

1.10. Sumber Informasi

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari data

primer dan data sekunder yang selanjutnya akan diolah menjadi informasi sesuai

yang dibutuhkan.

3.4.1. Data Primer

Data primer yang akan digunakan dalam penelitian ini secara rinci

disebutkan dalam tabel 3.2 berikut:

Page 80: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

57

Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer

Data Sumber Teknik Sampling,

Kriteria

Teknik Pengambilan

Data

Ketersediaan tenaga

surveilans difteri

Kepala puskesmas Teknik purposive

sampling.

Kriteria puskesmas

yang dijadikan

sampel yaitu:

a. Selalu ada kasus

pada tahun 2011

sampai tahun

2013.

b. Kelengkapan

laporan yang

dikumpulkan ≤

90 % per minggu

ke-52 atau per

bulan Desember

tahun 2013.

c. Ketepatan waktu

pelaporan ≤ 80 %

per minggu ke-52

atau per bulan

Desember tahun

2013.

Berdasarkan kriteria

tersebut, ada dua

puskesmas yang

menjadi informan

utama yaitu

Puskesmas

Peterongan dan

Puskesmas

Megaluh.

Wawancara terstruktur

Ketersediaan tenaga

surveilans difteri terlatih

Tenaga surveilans

difteri puskesmas

Wawancara terstruktur

Ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

Kepala puskesmas Wawancara terstruktur

Ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

terlatih

Tenaga

laboratorium

puskesmas

Wawancara terstruktur

Ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi

Kepala puskesmas Wawancara terstruktur

Ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi puskesmas

terlatih

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Wawancara terstruktur

Alokasi pendanaan untuk

surveilans difteri

1. Kepala

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

3. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

Wawancara terstruktur

Sumber dana untuk

surveilans difteri

1. Kepala

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

3. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

Wawancara terstruktur

Ketersediaan pedoman

tentang pelaksanaan

surveilans difteri

1. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan pedoman

tentang pelaksanaan

program imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Page 81: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

58

Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer

Ketersediaan juklak-

juknis tentang

manajemen surveilans

difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga

laboratorium

puskesmas

3. Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Teknik purposive

sampling.

Kriteria puskesmas

yang dijadikan

sampel yaitu:

a. Selalu ada kasus

pada tahun 2011

sampai tahun

2013.

b. Kelengkapan

laporan yang

dikumpulkan ≤

90 % per minggu

ke-52 atau per

bulan Desember

tahun 2013.

c. Ketepatan waktu

pelaporan ≤ 80 %

per minggu ke-52

atau per bulan

Desember tahun

2013.

Berdasarkan kriteria

tersebut, ada dua

puskesmas yang

menjadi informan

utama yaitu

Puskesmas

Peterongan dan

Puskesmas Megaluh.

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan target

cakupan program

imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Wawancara terstruktur

Ketersediaan payung

hukum yang mendukung

surveilans difteri

1. Kepala puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

3. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Kesepakatan penggunaan

definisi kasus difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan APD (Alat

Pelindung Diri)

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga

laboratorium

puskesmas

3. Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

4. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan surveilance

kits

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan perangkat

imunisasi

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Page 82: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

59

Lanjutan Tabel 3.2. Sumber Informasi Data Primer

Ketersediaan alat

komunikasi

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

Teknik purposive

sampling.

Kriteria puskesmas

yang dijadikan

sampel yaitu:

a. Selalu ada

kasus pada

tahun 2011

sampai tahun

2013.

b. Kelengkapan

laporan yang

dikumpulkan ≤

90 % per

minggu ke-52

atau per bulan

Desember tahun

2013.

c. Ketepatan

waktu

pelaporan ≤ 80

% per minggu

ke-52 atau per

bulan Desember

tahun 2013.

Berdasarkan

kriteria tersebut,

ada dua puskesmas

yang menjadi

informan utama

yaitu Puskesmas

Peterongan dan

Puskesmas

Megaluh.

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan formulir

untuk pengumpulan data

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan perangkat

seminar

1. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Ketersediaan alat

transportasi

1. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Observasi

Pengguna Internal 1. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

Wawancara terstruktur

Pengguna Eksternal 1. Tenaga

surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten

Jombang

Wawancara terstruktur

Page 83: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

60

Apabila data yang diperoleh dari informan utama belum mampu

memberikan informasi yang memuaskan, maka ditentukan penambahan informan

lain yaitu 1 orang Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Program Imunisasi dan

Program Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Data dan Informasi Imunisasi Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Pengelola Logistik Imunisasi Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Kepala Bagian Penyusunan Program dan

Pelaporan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 1 orang Koordinator Program

Imunisasi Puskesmas Tambakrejo, 2 orang kepala tata usaha puskesmas dan

dengan pertimbangan tertentu menggunakan teknik snowball sampling (Sugiyono,

2008).

3.4.2. Data Sekunder

Data yang dikumpulkan dari sumber informasi data sekunder dan metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini secara rinci disebutkan

dalam tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder

Teknik Pengambilan

Data

Data Sumber Referensi

Dokumentasi Data kasus difteri di

dunia

World Health Statistic 2010, 2011, 2012, 2013

Data kasus difteri di

Indonesia

Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, 2011

dan 2012

Data kasus difteri di

Jawa Timur

Profil Kesehatan Jawa Timur tahun 2010,

2011 dan 2012

Data kasus difteri di

Kabupaten Jombang Profil Kesehatan Kabupaten Jombang

tahun 2010, 2011, 2012, 2013

Data kelengkapan laporan dan ketepatan

waktu pelaporan mingguan dan bulanan

PD3I tahun 2013

Page 84: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

61

Lanjutan Tabel 3.3. Sumber Informasi Data Sekunder

Dokumentasi Keadaan geografi dan

demografi Kabupaten

Jombang

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten

Jombang tahun 2011, 2012 dan 2013

Data sarana dan

tenaga kesehatan di

Kabupaten Jombang

tahun 2013

Profil Kesehatan Kabupaten Jombang tahun

2013

Tupoksi dan struktur

organisasi Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

Profil Kesehatan Kabupaten Jombang

tahun 2013

Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun

2009 tentang tugas pokok dan fungsi Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

Profil Puskesmas

Megaluh

Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013

Profil Puskesmas

Peterongan

Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013

Ketersediaan dan

jumlah tenaga

surveilans difteri

terlatih, tenaga

laboratorium terlatih,

serta tenaga

pengelola program

imunisasi terlatih di

puskesmas

Dokumen kepegawaian puskesmas tahun

2013

Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan

tugas (Tupoksi) petugas puskesmas tahun

2013

Ketersediaan dan

jumlah tenaga

surveilans difteri

terlatih dan tenaga

pengelola program

imunisasi di Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

Dokumen kepegawaian Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang tahun 2013

Dokumen surat penunjukkan pelaksanaan

tugas (Tupoksi) petugas Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang tahun 2013

Sumber dana dan

alokasi dana

pelaksanaan

surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan

Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun

anggaran 2014

Hasil penelitian

sebelumnya tentang

surveilans difteri

Sutarman (2008); Chairiyah (2010); Wibisono

(2011); Vanni (2012)

1.11. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

Instrumen penelitian dan teknik pengambilan data yang digunakan dalam

penelitian ini secara rinci disebutkan dalam tabel 3.4. berikut:

Page 85: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

62

Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

No Tujuan Sasaran Teknik

Pengambilan Data Instrumen

1. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

surveilans difteri

Kepala puskesmas 1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

2. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

surveilans difteri

puskesmas terlatih

Tenaga surveilans

difteri puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

3. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

Kepala puskesmas 1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

4. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

terlatih

Tenaga laboratorium

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

5. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi

Kepala puskesmas 1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

6. Mengetahui gambaran

ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi puskesmas

terlatih

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

7. Mengetahui sumber dana

dan alokasi pendanaan

untuk pelaksanaan

surveilans difteri

1. Kepala

puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

3. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

8. Mengetahui gambaran

ketersediaan pedoman

tentang pelaksanaan

surveilans difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga

laboratorium

puskesmas

3. Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

Page 86: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

63

Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

9. Mengetahui gambaran

ketersediaan pedoman

tentang pelaksanaan

program imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program

imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

10. Mengetahui gambaran

ketersediaan juklak-juknis

untuk manajemen

surveilans difteri

Tenaga surveilans

difteri puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

11. Mengetahui gambaran

ketersediaan target cakupan

program imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program

imunisasi

puskesmas

3. Wawancara

terstruktur

4. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

12. Mengetahui gambaran

ketersediaan payung hukum

yang mendukung surveilans

difteri

1. Kepala

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

3. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

13. Mengetahui gambaran

kesepakatan penggunaan

definisi kasus difteri

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

14. Mengetahui gambaran

sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans

difteri yang meliputi

ketersediaan APD

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

laboratorium

puskesmas

3. Tenaga

pengelola

program

imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

3. Observasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

3. Lembar

observasi

Page 87: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

64

Lanjutan Tabel 3.4. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengambilan Data

15. Mengetahui gambaran

sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans

difteri yang meliputi

ketersediaan surveilance

kits, alat komunikasi,

formulir untuk

pengumpulan data difteri,

perangkat seminar, serta

alat transportasi.

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

3. Observasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

3. Lembar

observasi

16. Mengetahui gambaran

sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans

difteri yang meliputi

perangkat seminar serta alat

transportasi.

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

3. Observasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

3. Lembar

observasi

17. Mengetahui gambaran

sarana dan prasarana

pelaksanaan surveilans

difteri yang meliputi

perangkat imunisasi

Tenaga pengelola

program

imunisasi

puskesmas

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

3. Observasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

3. Lembar

observasi

18. Mengetahui gambaran

market (sasaran penyebaran

informasi hasil surveilans

difteri)

1. Tenaga

surveilans

difteri

puskesmas

2. Tenaga

surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1. Wawancara

terstruktur

2. Dokumentasi

1. Pedoman

wawancara

terstruktur

2. Lembar

dokumentasi

1.12. Prosedur Penelitian

3.6.1. Tahap Pra Penelitian

Pada tahap pra-penelitian, kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Melakukan studi pustaka dengan mencari data awal melalui dokumen-

dokumen yang relevan, sehingga didapatkan rumusan masalah yang ingin

diteliti.

Page 88: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

65

2. Menyusun instrumen studi pendahuluan.

3. Melakukan studi pendahuluan di Seksi Surveilans Epidemiologi dan

Kesehatan Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

4. Menyusun rancangan awal penelitian.

5. Pemantapan desain penelitian, fokus penelitian, dan pemilihan informan.

6. Mempersiapkan instrumen penelitian.

7. Melakukan koordinasi dan proses perijinan penelitian dengan Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang.

3.6.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti melakukan pengambilan data di lapangan dengan

menggunakan metode wawancara terstruktur, observasi, dan studi dokumentasi.

Wawancara terstruktur dilakukan kepada informan menggunakan pedoman

wawancara terstruktur. Metode observasi dilakukan untuk mengamati

ketersediaan material and machine (sarana dan prasarana pelaksanaan kegiatan

surveilans difteri) di tingkat puskesmas menggunakan lembar observasi. Studi

dokumentasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti yang

memperkuat pernyataan informan dengan menggunakan lembar dokumentasi dan

alat perekam.

3.6.3. Tahap Pasca Penelitian

Setelah diperoleh data dari hasil wawancara terstruktur dan observasi serta

dokumentasi, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan keabsahan data dan

analisis data. Dilakukan penyajian data secara deskriptif dan evaluasi sesuai

pedoman yang ada, kemudian melakukan penarikan kesimpulan dari hasil

penelitian dan pemberian saran.

Page 89: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

66

1.13. Pemeriksaan Keabsahan Data

Pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik triangulasi dengan sumber. Menurut Patton (1987: 331)

dalam Moleong (2010: 330), triangulasi dengan sumber berarti membandingkan

dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui

waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi dengan sumber dilakukan dengan cara:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat

dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah

atau berada, orang berada, orang pemerintahan.

3. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Rincian pemeriksaan keabsahan dapat dilihat pada tabel 3.5:

Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data

No. Data Sasaran Triangulasi

1. Ketersediaan tenaga

surveilans difteri

Kepala puskesmas Kepala Seksi Surveilans

Epidemiologi dan Kesehatan

Khusus Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Kepala tata usaha puskesmas

2. Ketersediaan tenaga

surveilans difteri

puskesmas terlatih

Tenaga surveilans difteri

puskesmas Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang

3. Ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

Kepala Puskesmas Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang

Kepala tata usaha puskesmas

4. Ketersediaan tenaga

laboratorium puskesmas

terlatih

Tenaga laboratorium

puskesmas

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

5. Ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi

Kepala puskesmas Kepala Seksi Surveilans

Epidemiologi dan Kesehatan

Khusus Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Kepala tata usaha puskesmas

Page 90: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

67

Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data

6. Ketersediaan tenaga

pengelola program

imunisasi puskesmas

terlatih

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Kepala Seksi Surveilans

Epidemiologi dan Kesehatan

Khusus Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Pengelola program imunisasi

Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang

Kepala tata usaha puskesmas

7. Alokasi pendanaan untuk

surveilans difteri dan

sumber dana untuk

surveilans difteri

1. Kepala puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

3. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

Kepala Seksi Surveilans

Epidemiologi dan Kesehatan

Khusus Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang

8. Ketersediaan pedoman

tentang pelaksanaan

surveilans difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

9. Ketersediaan pedoman

tentang program

imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Pengelola program imunisasi Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

10. Ketersediaan juklak-

juknis tentang

manajemen surveilans

difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

3. Tenaga laboratorium

puskesmas

4. Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

11. Ketersediaan target

cakupan program

imunisasi difteri

Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

Pengelola data dan informasi

imunisasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

12. Ketersediaan payung

hukum yang mendukung

surveilans difteri

1. Kepala puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

3. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten

Jombang

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

13. Kesepakatan penggunaan

definisi kasus difteri

1. Tenaga surveilans

difteri puskesmas

2. Tenaga surveilans

difteri Dinas

Kesehatan

Kabupaten Jombang

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

Page 91: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

68

Lanjutan Tabel 3.5. Pemeriksaan Keabsahan Data

14. Ketersediaan APD (Alat

Pelindung Diri)

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga laboratorium

puskesmas

3. Tenaga pengelola

program imunisasi

puskesmas

4. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Staf bagian logistik puskesmas

15. Ketersediaan surveilance

kits

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Staf bagian logistik puskesmas

16. Ketersediaan perangkat

imunisasi

Tenaga pengelola program

imunisasi puskesmas 1. Pengelola program

imunisasi Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

2. Pengelola logistik imunisasi

Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang

17. Ketersediaan alat

komunikasi

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

18 Ketersediaan formulir

untuk pengumpulan data

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Tenaga surveilans difteri Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang

19. Ketersediaan perangkat

seminar

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Staf bagian logistik puskesmas

20. Ketersediaan alat

transportasi

1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Staf bagian logistik puskesmas

21. Pengguna internal 1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Pengguna informasi hasil

surveilans difteri

22. Pengguna eksternal 1. Tenaga surveilans difteri

puskesmas

2. Tenaga surveilans difteri

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Pengguna informasi hasil

surveilans difteri

Page 92: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

69

1.14. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan

akan dipelajari serta membuat kesimpulan, sehingga mudah dipahami diri sendiri

maupun orang lain (Sugiyono, 2008: 244). Menurut Miles and Huberman (1984)

dalam Sugiyono (2008: 246), langkah-langkah dalam proses analisis data sebagai

berikut:

3.8.1. Reduksi Data

Setelah peneliti melakukan pengambilan data di lapangan, maka akan

diperoleh suatu data. Oleh karena itu perlu segera dilakukan analisis data melalui

reduksi data. Reduksi data adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang

pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan transformasi data kasar yang

muncul dari catatan-catatan di lapangan dengan langkah mengurangi atau

menghilangkan hal-hal yang tidak perlu. Dengan demikian, maka akan

memberikan gambaran data yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk

melakukan pengambilan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan.

3.8.2. Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah

melakukan penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang sering

digunakan adalah bentuk uraian singkat yang bersifat naratif. Selain itu juga dapat

disajikan dalam bentuk grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart.

Page 93: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

70

Dengan penyajian data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang

terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami.

3.8.3. Evaluasi

Peneliti melakukan evaluasi dengan cara membandingkan tataran ideal

fokus penelitian berdasarkan buku pedoman pelaksanaan surveilans epidemiologi

dengan kenyataan di tempat penelitian untuk diidentifikasi bagian fokus penelitian

yang belum memenuhi pedoman tersebut, sehingga peneliti dapat

mengidentifikasi masalah dan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang

didapatkan.

3.8.4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dibuat didasarkan pada pemahaman terhadap data-

data yang telah disajikan dengan menggunakan kalimat yang mudah dipahami dan

mengacu pada pokok permasalahan yang diteliti.

Page 94: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

198

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai evaluasi input sistem surveilans

difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, dapat disimpulkan

bahwa:

1. Sudah ada tenaga surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, namun jumlah tenaga surveilans

difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan

pedoman dimana seharusnya berjumlah minimal 2 orang tenaga surveilans

difteri tetapi hanya ada 1 orang tenaga surveilans difteri. Latar belakang

pendidikan tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian

dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.

Tenaga surveilans difteri baik di puskesmas tempat penelitian maupun di

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum memiliki jenjang jabatan

fungsional epidemiolog, karena Pemerintahan Kabupaten Jombang belum

menerapkan jabatan fungsional.

2. Ketersediaan tenaga surveilans difteri yang terlatih di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman,

karena semua tenaga surveilans difteri yang menjadi informan penelitian

belum pernah mengikuti pelatihan baik tentang surveilans epidemiologi

maupun tentang surveilans difteri dan karena tidak pernah diadakan

pelatihan untuk tenaga surveilans. Tenaga surveilans difteri di puskesmas

Page 95: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

199

tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang pernah

mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di Kabupaten Jombang dan

mendapatkan informasi tentang surveilans difteri dari rapat pertemuan

tenaga surveilans seluruh puskesmas yang diadakan dua kali dalam setahun

oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

3. Ketersediaan tenaga laboratorium puskesmas belum sesuai dengan pedoman

karena 1 dari 2 puskesmas tempat penelitian yang memiliki tenaga

laboratorium. Jumlah dan latar belakang pendidikan tenaga laboratorium di

puskesmas tersebut sudah sesuai dengan pedoman. Alasan puskesmas yang

tidak memiliki tenaga laboratorium yang melaksanakan pelacakan kasus

difteri dikarenakan tenaga laboratorium tersebut telah pindah ke RSUD

Kabupaten Jombang, sehingga tugas pengambilan spesimen usap tenggorok

dan usap hidung pada saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri

digantikan sementara oleh tenaga surveilans difteri.

4. Ketersediaan tenaga laboratorium terlatih di puskesmas tempat penelitian

belum sesuai dengan pedoman karena tenaga laboratorium yang menjadi

informan penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang cara

pengambilan dan pengiriman spesimen difteri. Walaupun belum pernah

mengikuti pelatihan, namun tenaga laboratorium puskesmas tempat

penelitian pernah mengikuti workshop tentang tata laksana difteri di

Kabupaten Jombang

5. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat

penelitian belum sesuai pedoman, karena keterbatasan jumlah tenaga

Page 96: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

200

kesehatan di puskesmas tempat penelitian sehingga koordinator program

imunisasi merangkap juga sebagai pengelola vaksin. Ketersediaan tenaga

pengelola program imunisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang juga

belum sesuai pedoman karena tenaga pengelola cold chain di Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang merangkap juga sebagai tenaga pengelola

vaksin. Latar belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di

puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman, sedangkan latar

belakang pendidikan tenaga pengelola program imunisasi di Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman.

6. Ketersediaan tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas tempat

penelitian sudah sesuai dengan pedoman. Jenis pelatihan yang diikuti tenaga

pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai

dengan pedoman, karena tenaga pengelola program imunisasi di puskesmas

tempat penelitian belum pernah mengikuti pelatihan tentang program

imunisasi penangulangan KLB difteri. Tenaga pengelola program imunisasi

di puskesmas tempat penelitian mendapatkan informasi tentang program

imunisasi penangulangan KLB difteri dari rapat/pertemuan koordinator

program imunisasi seluruh puskesmas.

7. Ketersediaan alokasi dana untuk surveilans difteri di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai pedoman.

Dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang masih

tergabung dalam dana surveilans epidemiologi secara umum dan

penanggulangan wabah. Walaupun puskesmas tempat penelitian tidak

Page 97: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

201

memiliki dana untuk surveilans difteri dari puskesmas, namun tenaga

surveilans difteri mendapatkan dana untuk pelacakan kasus difteri dari

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

8. Sumber dana surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

telah sesuai dengan pedoman. Dana surveilans difteri di Kabupaten

Jombang berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBD Kabupaten

Jombang.

9. Ketersediaan buku pedoman untuk pelaksanaan surveilans difteri di

puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang

belum sesuai dengan pedoman. Untuk Kepemilikan pedoman untuk

pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang telah sesuai dengan pedoman.

10. Ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di

puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan

ketersediaan pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Kepemilikan

pedoman untuk pelaksanaan program imunisasi difteri di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan

pedoman.

11. Ketersediaan juklak, juknis, serta peraturan tentang pelaksanaan surveilans

difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Tidak dilakukan monitoring oleh

Page 98: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

202

kepala puskesmas dalam implementasi juklak, juknis, serta peraturan

tersebut.

12. Ketersediaan dan penggunaan target cakupan imunisasi DPT, DT, dan Td,

serta cakupan wilayah desa/kelurahan UCI di puskesmas tempat penelitian

dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.

Rumus perhitungan cakupan yang digunakan di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan

pedoman.

13. Ketersediaan payung hukum yang mendukung pelaksanaan surveilans

difteri di puskesmas tempat penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Payung hukumnya berasal dari

Gubernur Jawa Timur, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur dan

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

14. Kesepakatan penggunaan definisi kasus difteri di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan

pedoman. Semua informan tenaga surveilans difteri Puskesmas tempat

penelitian mengaku masih mengalami kesulitan dalam pemeriksaan klinis

difteri terutama dalam membedakan pseudomembran akibat difteri dengan

pseudomembran akibat oral candidiasis.

15. Ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) di puskesmas tempat penelitian

dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman.

Tenaga surveilans difteri dan tenaga laboratorium di puskesmas tempat

penelitian patuh menggunakan APD saat pelacakan kasus karena kesadaran

Page 99: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

203

akan bahaya penularan difteri yang sangat cepat, sedangkan tenaga

pengelola program imunisasi di puskesmas tempat penelitian tidak patuh

menggunakan APD karena alasan panas dan kepraktisan.

16. Ketersediaan surveilance kits (perlengkapan surveilans) yang digunakan

oleh tenaga surveilans difteri untuk pelaksanaan proses surveilans difteri di

puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan di

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman.

Puskesmas belum tersedia program aplikasi GIS dan epi info karena Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang tidak menggunakan program aplikasi

tersebut untuk pelaporan surveilans difteri.

17. Ketersediaan perangkat imunisasi di puskesmas tempat penelitian dan Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai dengan pedoman. Tidak

tersedia Auto Disable Syringe (ADS/Alat Suntik) dan safety box karena

petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang bukan tenaga pelaksana

imunisasi, melainkan fasilitator program imunisasi. Untuk jenis perangkat

imunisasi di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman.

18. Ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans

difteri di puskesmas tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, tetapi

ketersediaan alat komunikasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans

difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan

pedoman.

Page 100: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

204

19. Ketersediaan formulir untuk pengumpulan data difteri di puskesmas tempat

penelitian dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan

pedoman.

20. Ketersediaan perangkat seminar untuk desiminasi informasi di puskesmas

tempat penelitian belum sesuai dengan pedoman, sedangkan ketersediaan

perangkat seminar untuk desiminasi informasi di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Puskesmas yang tidak

memiliki perangkat seminar, melakukan penyebaran informasi hasil

surveilans saat Lokmin puskesmas dalam bentuk lisan dan tulisan yang

dibagikan kepada para peserta Lokmin puskesmas.

21. Ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan surveilans

difteri di puskesmas tempat penelitian sudah sesuai dengan pedoman,

sedangkan ketersediaan alat transportasi yang digunakan dalam pelaksanaan

surveilans difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang belum sesuai

dengan pedoman dimana seharusnya minimal ada 2 roda dua, tetapi hanya

ada 1 roda dua.

22. Pengguna informasi surveilans difteri dari internal dan ekternal baik di

puskesmas tempat penelitian maupun di Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang sudah sesuai dengan pedoman. Informasi yang diberikan oleh

Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang kepada masing-

masing pengguna telah sesuai dengan kebutuhan masing-masing pengguna.

Page 101: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

205

6.2. Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, beberapa saran yang dapat

diberikan yaitu:

6.2.1. Bagi Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Kesehatan Khusus

1. Melakukan pendataan dan memberikan pelatihan tentang pemeriksaan

klinis kasus difteri dan deteksi dini kasus difteri kepada tenaga surveilans

difteri puskesmas.

2. Melakukan pendataan dan memberikan pelatihan tentang cara

pengambilan dan pengiriman spesimen difteri kepada tenaga

laboratorium puskesmas.

6.2.2. Bagi Kepala Puskesmas Megaluh dan Puskesmas Peterongan

1. Memperkuat komitmen dan kerjasama baik antar petugas puskesmas,

lintas program maupun lintas sektor untuk mensukseskan keberhasilan

program pencegahan dan penanggulanga difteri.

2. Bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang untuk

menentukan kriteria-kriteria tertentu atau persyaratan umum yang harus

dipenuhi petugas puskesmas yang akan menjadi tenaga surveilans difteri.

3. Melakukan pendataan terkait pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti oleh

petugas puskesmas untuk membantu memudahkan manajemen

puskesmas dalam menentukan pemegang program agar sesuai

kompetensi.

Page 102: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

206

4. Melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap implementasi

juklak, juknis, serta peraturan dalam pelaksanaan surveilans difteri di

puskesmas.

5. Melengkapi kebutuhan sarana-prasarana yang dibutuhkan untuk

pelaksanaan surveilans difteri.

6.2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dapat melakukan penggalian informasi yang lebih mendalam mengenai

input program imunisasi difteri terutama target cakupan program imunisasi difteri

dan perangkat imunisasi, serta penggalian informasi yang lebih mendalam

mengenai proses dan output pelaksanaan sistem surveilans difteri.

Page 103: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

207

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, D, 2011, Manajemen Pelayanan Kesehatan, Nuha Medika,

Yogyakarta.

Amiruddin, R, 2012, Surveilans Kesehatan Masyarakat, IPB Press, Bogor.

Anonim, Beda Keputusan, Surat Keputusan, Jukran, Juklak dan Juknis, diakses

tanggal 20 November 2014,

(http://www.pramukanet.org/index.php?option=com_content&task=view&

id=282&Itemid=100#.UwlAvGJ_uZA).

Azwar, A, 2008, Pengantar Administrasi Kesehatan, Binarupa Aksara, Jakarta.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2014, Jombang Dalam Angka Tahun

2014, Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, Jombang.

Budioro, E, 2002, Pengantar Administrasi Kesehatan Masyarakat, Badan

Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

CDC, 2001, Updated Guidelines for Evaluating Public Health Suveillance

System, MMWR, diakses tanggal 8 Juni 2014

(http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/rr5013a1.html).

Chairiyah, 2010, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berbasis Masyarakat

Berdasarkan Komponen Surveilans di UPTD Puskesmas Kepanjen

Kabupaten Malang Tahun 2010, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Depkes RI, 2006, Pedoman Penilaian Kinerja Puskesmas, Departemen Kesehatan

RI, Jakarta.

Depkes RI, 2009, Kurikulum dan Modul Manajemen Puskesmas, Departemen

Kesehatan RI, Jakarta.

Page 104: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

208

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2010, Penetapan Target Indikator dan

Definisi Operasional Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang

Kesehatan di Kabupaten Jombang, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang,

Jombang.

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, 2011, Profil Kesehatan Kabupeten

Jombang Tahun 2010, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

---------------------------------------------------, 2012, Profil Kesehatan Kabupeten

Jombang Tahun 2011, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

---------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Kabupeten

Jombang Tahun 2012, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

---------------------------------------------------, 2014, Profil Kesehatan Kabupeten

Jombang Tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

--------------------------------------------------, 2014, Dokumen Pelaksanaan

Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (DPA SKPD) tahun anggaran

2014, Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2006, Buku Pedoman Surveilans

Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang.

--------------------------------------------------------, 2010, Pedoman Dasar

Pelaksanaan Surveilans Provinsi Jawa Tengah, Dinas Kesehatan Provinsi

Jawa Tengah, Semarang.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011, Pedoman Penanggulangan KLB

Diphteri Di Jawa Timur, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

-------------------------------------------------------, 2011, Profil Kesehatan Provinsi

Jawa Timur Tahun 2010, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur,

Surabaya.

Page 105: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

209

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012, Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Timur Tahun 2011, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

--------------------------------------------------, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Timur Tahun 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Surabaya.

Dirjen P2PL, 2003, Panduan Praktis Surveilans Epidemiologi Penyakit (PEP),

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

---------------, 2005, Pedoman Teknis Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

---------------, 2011, Pedoman Penyelidikan Dan Penanggulangan Kejadian Luar

Biasa Penyakit Menular Dan Keracunan Pangan (Pedoman Epidemiologi

Penyakit) Edisi Revisi Tahun 2011, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta.

Fathoni, Abdurrahmat, 2006, Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia,

Rineka Cipta, Jakarta.

Ghony, D, Fauzan A, 2012, Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Handayani, Lestari, dkk, 2006, Upaya Revitalisasi Pelayanan Kesehatan

Puskesmas dan Jaringannya dalam Rangka Peningkatan Kualitas

Pelayanan Kesehatan, Laporan Penelitian, Puslitbang Sistem dan

Kebijakan Kesehatan, Surabaya.

Handoko, T. Hani, 2001, Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Bumi

Aksara, Jakarta.

Irawati, Dewi, Pengembangan Sumber Daya Manusia Berbasis Kompetensi

sebagai Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi, diakses tanggal 19

Januari 2014,

(http://kip.dinkesjatengprov.go.id/v2013/content/download_sp.php?id=10)

James Chin, 2000, Manual Pemberantasan Penyakit Menular, Terjemahan Oleh I

Nyoman Kandun, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Page 106: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

210

Kemenkes RI, 2011, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

-------------------, 2012, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2011, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Kemenkes RI, 2013, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2012, Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1116/Menkes/SK/VIII/2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem

Surveilans Epidemiologi Kesehatan, diakses pada tanggal 10 Mei 2014,

(http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%201

116%20ttg%20Pedoman%20Penyelenggaraan%20Sistem%20Surveilans%

20Epidemiologi%20Kesehatan.pdf).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

725/Menkes/SK/V/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelatihan di

Bidang Kesehatan, diakses pada tanggal 20 Agustus 2014

(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg

%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).

Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No.

17/KEP/M.PAN/11/2000 tentang Jabatan Fungsional Epidemiolog

Kesehatan dan Angka Kreditnya, diakses pada tanggal 25 Juni 2014,

(http://202.46.1.112/jdih/permen/kepmen/permenpan.rb?download=299:pe

rmenpan-2006-no-010&start=10).

Khayati, N., 2012, Beberapa Faktor Petugas Yang Berhubungan Dengan

Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Malaria Tingkat Puskesmas Di

Kabupaten Purworejo, Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012; 1(2), hlm. 364-

373.

Masrochah, S, 2006, Sistem Informasi Surveilans Epidemiologi Sebagai

Pendukung Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit di

Dinas Kesehatan Kota Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro,

Semarang.

Page 107: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

211

Moleong, LJ, 2010, Metodologi Penelitian Kualiatif Edisi Revisi, PT Remaja

Rosdakarya, Bandung.

Mubarak, WI, Nurul C, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi,

Salembar Medika, Jakarta.

Muninjaya, GA, 2004, Manajemen Kesehatan, EGC, Jakarta.

Mustaring, N.A., 2010, Evaluasi Pengembangan Kelurahan Siaga di Keluarahan

Tamangapa Kota Makassar tahun 2009, Skripsi, Universitas Hasanuddin.

Notoatmodjo, S, 2010, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi Edisi Revisi,

Rineka Cipta, Jakarta.

--------------------------------, 2011, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni Edisi

Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.

Organisasi Setda Kab. Jombang, 2009, Peraturan Bupati Jombang No. 17 tahun

2009 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang, Pemerintah Kabupaten Jombang, Jombang.

Penyakit Difteri dan Situasi di Jatim, diakses pada tanggal 25 Februari 2014,

(http://dinkes.jatimprov.go.id/userimage/dokumen/PENYAKIT%20DIFTE

RI%20&%20SITUASI%20DI%20JATIM.pdf).

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 42 Tahun 2013 Tentang

Penyelenggaraan Imunisasi, diakses pada tanggal 18 Juli 2014,

(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg

%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 tahun 1994 tentang Jabatan

Fungsional Pegawai Negeri Sipil, diakses pada tanggal 9 februari 2015,

(http://spi.unud.ac.id/wp-content/uploads/2013/05/PP-16-TH-1994-

JABATAN-FUNGSIONAL-PNS.pdf).

Page 108: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

212

Prasastin, O.V., 2013, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas

Surveilans Epidemiologi Penyakit Malaria Tingkat Puskesmas di

Kabupaten Kebumen Tahun 2012, Skripsi, Universitas Negeri Semarang.

Porta, M, 2008, A Dictionary of Epidemiology Fifth Edition, Oxford University

Press, New York.

Satrianegara, M. Fais, 2009, Buku Ajar Ogranisasi dan Manajemen Pelayanan

Kesehatanserta Kebidanan, Salemba Medika, Jakarta.

Sugiyono, 2008, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabet,

Bandung.

Sumarno, 2006, Faktor-faktor yang Berperan Dalam Upaya Mendapatkan Alat

Diagnosis Dini Untuk Menanggulangi Penyakit Infeksi, diakses 9 Februari

2015, ( http://www.brawijaya.org).

Supriyanto, 2003, Perencanaan dan Evaluasi Buku Jilid Dua Administrasi

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Airlangga, Surabaya.

Suryawan, 2010, Pengaruh Jabatan Fungsional Pustakawan Terhadap Kinerja

Pustakawan Pada Perpustakaan Umum (BAPERASDA) Propinsi

Sumatera Utara, Skripsi, Universitas Sumatera Utara.

Sutarman, 2008, Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keterlambatan

Petugas Dalam Menyampaikan Laporan KLB Dari Puskesmas ke Dunas

Kesehatan (Studi di Kota Semarang), Tesis, Universitas Diponegoro,

Semarang.

Umar, H, 2005, Evaluasi Kinerja Perusahaan, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Profil Puskesmas Megaluh tahun 2013, Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

Page 109: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

213

UPTD Puskesmas Megaluh, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas

(TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang, Jombang.

UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Profil Puskesmas Peterongan tahun 2013,

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang, Jombang.

UPTD Puskesmas Peterongan, 2013, Surat Penunjukkan Pelaksanaan Tugas

(TUPOKSI) dan penjabarannya tahun 2013, Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang, Jombang.

Utoyo, Bambang, 2009, Geografi: Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII,

PT. Grafindo Media Utama, Bandung.

Vanni, NPS., 2012, Evaluasi Sistem Surveilans Difteri Berdasarkan Atribut

Surveilans di Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012, Skripsi,

Universitas Airlangga, Surabaya.

Wibisono, M, 2011, Evaluasi Penyelidikan Epidemiologi Kejadian Luar Biasa

(KLB) Difteri Berdasarkan Komponen Surveilans di Dinas Kesehatan

Kota Surabaya Tahun 2011, Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.

Wiyono, D, 2000, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol.1, Airlangga

University Press Kampus C Unair, Surabaya.

World Health Organization, 2011, World Health Statistic 2010, WHO Press,

Geneva.

------------------------------------, 2012, World Health Statistic 2011, WHO Press,

Geneva.

------------------------------------, 2013, World Health Statistic 2012, WHO Press,

Geneva.

Page 110: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

214

LAMPIRAN

Page 111: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

215

Lampiran 1

Page 112: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

216

Lampiran 2

Page 113: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

217

Lampiran 3

Page 114: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

218

Page 115: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

219

Page 116: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

220

Page 117: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

221

Page 118: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

222

Page 119: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

223

Lampiran 4

Page 120: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

224

Page 121: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

225

Lampiran 5

Page 122: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

226

Lampiran 6

Page 123: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

227

Lampiran 7

Page 124: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

228

Page 125: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

229

Lampiran 8

PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR

KEPALA PUSKESMAS

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Kode informan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

Petunjuk Umum Wawancara

1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai

2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.

3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui

dukungan input (man, money, dan method) dalam pelaksanaan sistem

surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.

5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam

surveilans difteri sangat berharga.

6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap

kinerja informan.

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. No. HP :

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

5. Pendidikan terakhir :

6. Lama bertugas sebagai kepala puskesmas di tempat penelitian: ... tahun

Page 126: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

230

II. Input Sistem Surveilans Difteri

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)

1. Bagaimana ketersediaan tenaga yang bertugas untuk melakukan

kegiatan surveilans difteri seperti pengumpulan data,

pengolahan data, analisis, dan interpretasi, melakukan

penyelidikan epidemiologi penyakit difteri di puskesma Anda?

Tindak lanjut

2. Bagaimana ketersediaan tenaga laboratorium yang bertugas

untuk pengambilan spesimen usap tenggorok dan usap hidung

saat penyelidikan epidemiologi kasus difteri di puskesmas

Anda?

Tindak lanjut

3. Bagaimana ketersediaan tenaga imunisasi yang bertugas dalam

pencegahan dan penanggulangan kasus difteri di puskesmas

Anda?

Tindak lanjut

Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)

4. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk pelaksanaan

surveilans difteri di puskesmas Anda?

Tindak lanjut

5. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan surveilans difteri

berasal?

Tindak lanjut

6. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk

pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda?

Tindak lanjut

7. Apakah dana tersebut mencukupi untuk pelaksanaan surveilans

difteri di puskesmas Anda?

Tindak lanjut

Method (metode surveilans difteri)

8. Apakah kepala puskesmas melakukan monitoring terhadap

penerapan juklak dan juknis tentang surveilans difteri?

Tindak lanjut

9. Apakah ada payung hukum berupa peraturan atau keputusan

yang mendukung pelaksanaan surveilans difteri?

Tindak lanjut

Menyimpulkan wawancara:

Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima

salinan hasil wawancara

Komentar dan catatan umum:

Page 127: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

231

PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR

TENAGA SURVEILANS DIFTERI PUSKESMAS

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Kode informan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

Petunjuk Umum Wawancara

1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai

2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.

3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui

dukungan input (man, money, method, material-machine, dan market) dalam

pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang.

4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.

5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam

surveilans difteri sangat berharga.

6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap

kinerja informan.

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. No. HP :

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

5. Pendidikan terakhir :

6. Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : .... tahun

Page 128: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

232

II. Input Sistem Surveilans Difteri

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)

1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :

Jenis Pelatihan Pernah Belum

Pernah

Tanggal

Pelaksanaan Penyelenggara Bukti

a. Surveilans

epidemiologi

b. Penanggulangan

difteri

c. Deteksi dini

difteri

Tindak lanjut

Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)

2. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di

puskesmas ini?

Tindak lanjut

3. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan

surveilans difteri berasal?

Tindak lanjut

4. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus

untuk pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di

puskesmas Anda?

Tindak lanjut

Method (metode surveilans difteri)

5. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut:

Nama Pedoman Ada Tidak Ada

i. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,

Depkes RI, 2003

j. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit

Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003

k. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian

Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan

(Pedoman Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011,

Kemenkes RI, 2011

l. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011

Tindak lanjut

6. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:

Jenis Metode Ada Tidak Ada

a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri

b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri

Page 129: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

233

c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri

Tindak lanjut

7. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans difteri di puskesmas Anda?

Tindak lanjut

8. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus difteri?

Tindak lanjut

Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)

9. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi

berikut:

Jenis APD Ada Tidak Ada

a. Masker

b. Jas lab

c. Sarung tangan

d. Pelindung mata (google)

e. Pelindung kepala

Tindak lanjut

10. Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK

maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri

berikut:

Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada

Surveilance kits manual:

a. Pen

b. Pensil

c. Penggaris

d. Kertas prin/HVS

e. Penjepit kertas

f. Calculator scientific

g. Kertas grafik

h. Mesin ketik

Surveilance kits terkomputerisasi:

a. Seperangkat komputer

b. Printer beserta tinta

c. Program aplikasi :

Ms. Excel

Epi info

GIS

Tindak lanjut

11. Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan

surveilans difteri berikut:

Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada

a. Telepon

b. Handphone

c. Jaringan Internet

Tindak lanjut

Page 130: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

234

12. Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut:

Nama formulir Ada Tidak

Ada Cara Pengadaan

a. Formulir W1 (24 jam)

b. Formulir W2 (mingguan)

c. Formulir STP

d. Formulir STP KLB

e. Formulir pelacakan kasus difteri

Tindak lanjut

13. Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans

difteri terutama untuk desiminasi informasi berikut:

Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada

a. Overhead proyector

b. Infocus

Tindak lanjut

14. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan

surveilans difteri berikut:

Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada

a. Roda empat

b. Roda dua

Tindak lanjut

Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)

15. Apakah ada dari pihak internal puskesmas yang

membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan

surveilans difteri di puskesmas ini?

Tindak lanjut

16. Apakah ada dari pihak eksternal puskesmas yang

membutuhkan/ meminta informasi hasil pelaksanaan

surveilans difteri di puskesmas ini?

Tindak lanjut

17. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap

instansi/bidang tersebut?

Tindak lanjut

Menyimpulkan wawancara:

Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan

hasil wawancara

Komentar dan catatan umum:

Page 131: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

235

PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR

TENAGA IMUNISASI PUSKESMAS

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Kode informan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

Petunjuk Umum Wawancara

1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai

2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.

3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui

dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan

sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang.

4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.

5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam

surveilans difteri sangat berharga.

6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap

kinerja informan.

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. No. HP :

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

5. Pendidikan terakhir :

6. Lama bertugas sebagai tenaga imunisasi puskesmas : ....... tahun

Page 132: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

236

II. Input Sistem Surveilans Difteri

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)

1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :

Jenis Pelatihan Pernah Belum

Pernah

Tanggal

Pelaksanaan Penyelenggara Bukti

a. Manajemen coldchain

b. Program imunisasi

penanggulangan KLB

difteri

Tindak lanjut

Method (metode surveilans difteri)

2. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan program imunisasi difteri berikut:

Nama Pedoman Ada Tidak Ada

f. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2011

g. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin dan Rantai Vaksin,

Depkes RI, 2005

h. Buku Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,

Depkes RI, 2005

i. Buku Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program

Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,

Depkes RI, 2009

j. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-PIN di Provinsi Jawa Timur

Tahun 2012,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, 2012

k. Buku Pedoman Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi

Puskesmas,

Depkes RI, 2006

Tindak lanjut

3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:

Jenis Metode Ada Tidak Ada

a. Juklak tentang kegiatan program imunisasi difteri

b. Juknis tentang kegiatan program imunisasi difteri

c. Peraturan tentang kegiatan program imunisasi difteri

Tindak lanjut

4. Bagaimana ketersediaan target cakupan program imunisasi difteri?

a. Target cakupan desa/kelurahan UCI

b. Target cakupan imunisasi DPT Hb Combo, DT, dan Td

c. Rumus perhitungan target cakupan

Tindak lanjut

Page 133: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

237

Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)

5. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk pelaksanaan imunisasi berikut:

Jenis APD Ada Tidak Ada

a. Masker

b. Jas lab

c. Sarung tangan

d. Pelindung mata (google)

e. Pelindung kepala

Tindak lanjut

6. Bagaimana ketersediaan perangkat imunisasi berikut:

Macam Perangkat Imunisasi Ada Tidak Ada

a. Vaksin

DPT-HB (tetravalen)

DT

Td

DPT-HB-Hib (pentavalen)

b. Auto Disable Syringe (ADS/alat suntik)

c. Safety Box

d. Buku grafik pencatatan suhu

e. Coldchain

Lemari es

Vaksin carrier

Cool pack

Termometer

Freeze watch

Freeze tag

Tindak lanjut

Menyimpulkan wawancara:

Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan

hasil wawancara

Komentar dan catatan umum:

Page 134: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

238

PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR

TENAGA LABORATORIUM PUSKESMAS

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Kode informan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

Petunjuk Umum Wawancara

1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai

2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.

3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui

dukungan input (man, method, dan material-machine) dalam pelaksanaan

sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang.

4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.

5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam

surveilans difteri sangat berharga.

6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap

kinerja informan.

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. No. HP :

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

5. Pendidikan terakhir :

6. Lama bertugas sebagai tenaga laboratorium puskesmas : ....... tahun

Page 135: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

239

II. Input Sistem Surveilans Difteri

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

Man (sumber daya manusia pendukung pelaksanaan surveilans difteri)

1. Apakah Anda pernah mendapatkan atau mengikuti pelatihan tentang :

Jenis Pelatihan Pernah Belum

Pernah

Tanggal

Pelaksanaan Penyelenggara Bukti

a. Cara pengambilan

spesimen difteri

b. Cara pengiriman

spesimen difteri

Tindak lanjut

Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)

2. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi

berikut:

Jenis APD Ada Tidak Ada

a. Masker

b. Jas lab

c. Sarung tangan

d. Pelindung mata (google)

e. Pelindung kepala

Tindak lanjut

Method (metode surveilans difteri)

3. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:

Jenis Metode Ada Tidak Ada

a. Juklak tentang kegiatan bidang laboratorium dalam

penanggulangan difteri

b. Juknis tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam

penanggulangan difteri

c. Peraturan tentang kegiatan kegiatan bidang laboratorium dalam

penanggulangan difteri

Tindak lanjut

Menyimpulkan wawancara:

Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan

hasil wawancara

Komentar dan catatan umum:

Page 136: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

240

PEDOMAN WAWANCARA TERSTRUKTUR TENAGA SURVEILANS

DIFTERI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Kode informan :

Hari/ tanggal :

Tempat :

Petunjuk Umum Wawancara

1. Mengucapkan terima kasih atas kesediaan diwawancarai

2. Melakukan perkenalan dua arah, baik peneliti maupun informan mulai dari

nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jabatan.

3. Menjelaskan bahwa maksud dan tujuan wawancara adalah untuk mengetahui

dukungan input (money, method, material-machine, dan market) dalam

pelaksanaan sistem surveilans difteri di wilayah kerja Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang.

4. Dalam diskusi informan bebas mengeluarkan pendapat.

5. Menjelaskan bahwa pendapat, saran, dan pengalaman informan dalam

surveilans difteri sangat berharga.

6. Dalam wawancara tidak ada jawaban yang benar atau salah, serta dijamin

kerahasiaannya dan tidak akan berpengaruh terhadap penilaian atasan terhadap

kinerja informan.

I. Identitas Informan

1. Nama :

2. No. HP :

3. Tanggal lahir :

4. Jenis kelamin : 1) Laki-laki 2) Perempuan

5. Pendidikan terakhir :

6. Lama bertugas sebagai tenaga surveilans difteri : ....... tahun

Page 137: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

241

II. Input Sistem Surveilans Difteri

No. Pertanyaan Hasil Wawancara

Money (pendanaan untuk pelaksanaan surveilans difteri)

1. Apakah ada dana yang dialokasikan khusus untuk

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

Tindak lanjut

2. Darimana dana khusus untuk pelaksanaan kegiatan surveilans

difteri berasal?

Tindak lanjut

3. Berapa jumlah dana yang dialokasikan khusus untuk

pelaksanaan kegiatan surveilans difteri di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

Tindak lanjut

Method (metode surveilans difteri)

4. Bagaimana ketersediaan pedoman pelaksanaan surveilans difteri berikut:

Nama Pedoman Ada Tidak Ada

a. Buku Pedoman Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi,

Depkes RI, 2003

b. Buku Panduan Surveilans Epidemiologi Penyakit-Penyakit

Menular, Keracunan Makanan, Bencana, dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003

c. Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian

Luar Biasa Penyakit Menular dan Keracunan Pangan (Pedoman

Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi tahun 2011,

Kemenkes RI, 2011

d. Buku Pedoman Penanggulangan KLB Difteri,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011

Tindak lanjut

5. Bagaimana ketersediaan dasar hukum berikut:

Jenis Metode Ada Tidak Ada

a. Juklak tentang kegiatan surveilans difteri

b. Juknis tentang kegiatan surveilans difteri

c. Peraturan tentang kegiatan surveilans difteri

Tindak lanjut

6. Apakah ada payung hukum tentang pelaksanaan surveilans

difteri di Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang?

Tindak lanjut

7. Apakah ada kesepakatan untuk penggunaan definisi kasus

difteri?

Tindak lanjut

Material and Machine (sarana dan prasarana pelaksanaan surveilans difteri)

8. Bagaimana ketersediaan APD (Alat Pelindung Diri) untuk Penyelidikan Epidemiologi

berikut:

Page 138: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

242

Jenis APD Ada Tidak Ada

a. Masker

b. Jas lab

c. Sarung tangan

d. Pelindung mata (google)

e. Pelindung kepala

Tindak lanjut

9. Bagaimana ketersediaan surveillance kits (peralatan surveilans) baik manual berupa ATK

maupun yang terkomputerisasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans difteri

berikut:

Jenis Surveillance kits Ada Tidak Ada

Surveilance kits manual:

a. Pen

b. Pensil

c. Penggaris

d. Kertas prin/HVS

e. Penjepit kertas

f. Calculator scientific

g. Kertas grafik

h. Mesin ketik

Surveilance kits terkomputerisasi:

a. Seperangkat komputer

b. Printer beserta tinta

c. Program aplikasi :

Ms. Excel

Epi info

GIS

Tindak lanjut

10. Bagaimana ketersediaan alat komunikasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans

difteri berikut:

Jenis Alat Komunikasi Ada Tidak Ada

a. Telepon

b. Handphone

c. Jaringan Internet

Tindak lanjut

11. Bagaimana ketersediaan formulir pengumpulan data surveilans difteri berikut:

Nama formulir Ada Tidak Ada Cara Pengadaan

a. Formulir W1 (24 jam)

b. Formulir W2 (mingguan)

c. Formulir STP

d. Formulir STP KLB

e. Formulir pelacakan kasus difteri

Tindak lanjut

Page 139: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

243

12. Bagaimana ketersediaan perangkat seminar untuk mendukung pelaksanaan surveilans difteri

terutama untuk desiminasi informasi berikut:

Jenis Perangkat Seminar Ada Tidak Ada

a. Overhead proyector

b. Infocus

Tindak lanjut

13. Bagaimana ketersediaan alat transportasi untuk mendukung pelaksanaan kegiatan surveilans

difteri berikut:

Jenis Alat Transportasi Ada Tidak Ada

a. Roda empat

b. Roda dua

Tindak lanjut

Market (sasaran penyebaran informasi hasil surveilans difteri)

14. Apakah ada dari pihak internal Dinas Kesehatan Kabupaten

Jombang yang membutuhkan/ meminta informasi hasil

pelaksanaan surveilans difteri di Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang?

Tindak lanjut

15. Apakah ada dari pihak eksternal Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang yang membutuhkan/ meminta

informasi hasil pelaksanaan surveilans difteri di Dinas

Kesehatan Kabupaten Jombang?

Tindak lanjut

16. Informasi apa saja yang dibutuhkan/diminta oleh tiap

instansi/bidang tersebut?

Tindak lanjut

Menyimpulkan wawancara:

Terima kasih kepada yang diwawancarai dan memastikan bahwa beliau akan menerima salinan

hasil wawancara

Komentar dan catatan umum:

Page 140: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

244

LEMBAR OBSERVASI

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI

DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

JOMBANG

Objek : Material-machine dalam pelaksanaan surveilans difteri.

Tujuan : Mengetahui gambaran ketersediaan material-machine (sarana-

prasarana) pendukung pelaksanaan surveilans difteri di wilayah

kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang.

Tempat :

Tanggal observasi :

No Item Observasi

Ketersediaan

Keterangan Ada Tidak

Ada

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Surveilance kits manual:

a. Pen

b. Pensil

c. Penggaris

d. Kertas prin/HVS

e. Penjepit kertas

f. Calculator scientific

g. Kertas grafik

h. Mesin ketik

2. Surveilance kits terkomputerisasi:

a. Seperangkat komputer

b. Printer beserta tinta

c. Program aplikasi :

Ms. Office

Epi info

GIS

3. Perangkat Imunisasi:

a. Vaksin

DPT-HB (tetravalen)

DT

Td

DPT-HB-Hib (pentavalen)

b. Auto Disable Syringe (ADS/alat

suntik)

Page 141: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

245

c. Safety box

d. Buku grafik pencatatan suhu

e. Coldchain

Lemari es

Vaksin carrier

Cool pack

Termometer

Freeze watch

Freeze tag

4. Alat komunikasi:

a. Telepon

b. Faksmili

c. Handphone

d. Internet

5. APD:

a. Masker

b. Jas lab

c. Sarung tangan

d. Pelindung mata (google)

e. Pelindung kepala

6. Formulir untuk pengumpulan data difteri:

a. Formulir W1 (24 jam)

b. Formulir W2 (mingguan)

c. Formulir STP

d. Formulir STP KLB

e. Formulir pelacakan kasus difteri

7. Perangkat seminar:

a. Overhead proyector

b. Infocus

8. Alat transportasi:

a. Roda empat

b. Roda dua

9. Pedoman pelaksanaan surveilans difteri

a. Buku Pedoman Pelaksanaan

Surveilans Epidemiologi,

Depkes RI, 2003

b. Buku Panduan Surveilans

Epidemiologi Penyakit-Penyakit

Menular, Keracunan Makanan,

Bencana, dan Penanggulangan

Kejadian Luar Biasa,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2003

c. Buku Pedoman Penyelidikan dan

Penanggulangan Kejadian Luar

Page 142: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

246

Biasa Penyakit Menular dan

Keracunan Pangan (Pedoman

Epidemiologi Penyakit) Edisi Revisi

tahun 2011,

Kemenkes RI, 2011

d. Buku Pedoman Penanggulangan

KLB Difteri,

Dinkes Provinsi Jawa Timur, 2011

e. Buku Pedoman Pengelolaan Vaksin

dan Rantai Vaksin,

Depkes RI, 2005

f. Buku Pedoman Teknis Imunisasi

Tingkat Puskesmas,

Depkes RI, 2005

g. Buku Pedoman Teknis Pencatatan

dan Pelaporan Program Imunisasi

untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota,

Depkes RI, 2009

h. Buku Panduan Pelaksanaan Sub-

PIN di Provinsi Jawa Timur Tahun

2012,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Timur, 2012

10. Peraturan tentang surveilans difteri

a. Permenkes RI No.

1501/Menkes/Per/X/2010 tentang

Jenis Penyakit Menular Tertentu

yang Dapat Menimbulkan Wabah

dan Upaya Penanggulangan

b. Permenkes RI No. 42 tahun 2013

tentang Penyelenggaraan Imunisasi

Page 143: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

247

LEMBAR DOKUMENTASI

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Tempat :

Tanggal

Pengambilan Nama Dokumen Ada

Tidak

Ada Sumber Keterangan

Data kepegawaian

puskesmas:

1. Nama petugas puskesmas

2. Pendidikan petugas

puskesmas

3. Jabatan petugas

4. Masa bertugas

5. Pelatihan yang pernah

diikuti oleh petugas

6. Riwayat jabatan petugas

Surat tugas sebagai tenaga

surveilans difteri

Surat tugas sebagai tenaga

laboratorium difteri

Surat tugas sebagai tenaga

pengelola program imunisasi

difteri

Sertifikat pelatihan tenaga

surveilans difteri:

1. Sertifikat pelatihan

surveilans epidemiologi,

2. Sertifikat pelatihan

penanggulangan difteri

3. Sertifikat pelatihan

deteksi dini difteri

4. Sertifikat pelatihan

manajemen coldchain

Sertifikat pelatihan tenaga

laboratorium difteri:

1. Sertifikat pelatihan

manajemen coldchain

2. Sertifikat pelatihan cara

pengambilan spesimen

difteri

Sertifikat pelatihan tenaga

pengelola program imunisasi

difteri:

1. Sertifikat pelatihan

Page 144: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

248

manajemen coldchain,

2. Sertifikat pelatihan

program imunisasi

penanggulangan KLB

difteri

Data keuangan:

1. Alokasi dana surveilans

difteri

2. Sumber dana surveilans

difteri

3. Rincian dana surveilans

difteri

Dokumen target cakupan

program imunisasi difteri:

1. Besar target cakupan yang

ditetapkan

2. Jumlah sasaran program

imunisasi

3. Rumus perhitungan

cakupan program

imunisasi difteri

Dokumen juklak dan juknis

pelaksanaan surveilans difteri

Dokumen payung hukum

yang mendukung surveilans

difteri

Dokumen kesepakatan

penggunaan definisi kasus

difteri

Dokumen lainnya:

1. .......

2. .......

3. .......

Page 145: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

249

Lampiran 9

Page 146: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

250

Lampiran 10

Page 147: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

251

Lampiran 11

Page 148: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

252

Lampiran 12

Page 149: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

253

Lampiran 13

IDENTITAS INFORMAN PENELITIAN

Nama Umur

(th)

Jenis

Kelamin

Pendidikan

Terakhir Jabatan

Lama

Bertugas

Informan 1 32 Perempuan S1 Kesehatan

Masyarakat

Pengelola

program

surveilans

epidemiologi

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

4 tahun

Informan 2 41 Perempuan S1 Kedokteran

Umum

Kepala

Puskesmas

Megaluh

2,5 tahun

Informan 3 29 Perempuan S1 Kedokteran

Umum

Kepala

Puskesmas

Peterongan

40 hari

Informan 4 40 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator

surveilans

epidemiologi

Puskesmas

Megaluh

2 tahun

Informan 5

28 Laki-laki S1

Keperawatan

Koordinator

surveilans

epidemiologi

Puskesmas

Peterongan

3 tahun

Informan 6

39 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator

program

imunisasi

Puskesmas

Megaluh

4 tahun

Informan 7

33 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator

program

imunisasi

Puskesmas

Peterongan

4 tahun

Informan 8

37 Perempuan D3 Analis

Kesehatan

Koordinator

laboratorium

Puskesmas

Peterongan

7,5 tahun

Page 150: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

254

Informan

triangulasi 1

38 Perempuan S1 Kesehatan

Masyarakat

Kepala Seksi

Surveilans

Epidemiologi

Dan

Kesehatan

Khusus

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

1 tahun

Informan

triangulasi 2

32 Perempuan S1 Kesehatan

Masyarakat

Pengelola

program

surveilans

epidemiologi

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

4 tahun

Informan

triangulasi 3

25 Perempuan D3 Kebidanan Koordinator

program

imunisasi

Puskesmas

Tambakrejo

0 tahun

(9 bulan)

Informan

triangulasi 4

45 Perempuan D1 Kebidanan Pengelola

program

imunisasi

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

2 bulan

Informan

triangulasi 5

42 Perempuan SMEA

(Sekolah

Menengah

Ekonomi Atas)

Pengelola

data dan

informasi

imunisasi

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

8 tahun

Informan

triangulasi 6

52 Laki-Laki D3

Keperawatan

Pengelola

logistik

imunisasi

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

7 tahun

Page 151: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

255

Informan

triangulasi 7

46 Laki-Laki D3 Penilik

Kesehatan

Kepala Sub

Bagian

Penyusunan

Program dan

Pelaporan

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Jombang

3 tahun

Informan

triangulasi 8

50 Perempuan Tamat SMA Kepala tata

usaha

Puskesmas

Megaluh

14 tahun

Informan

triangulasi 9

48 Perempuan S1

Pemerintahan

Kepala tata

usaha

Puskesmas

Peterongan

10 tahun

Informan

triangulasi

10

41 Perempuan S1 Kedokteran

Umum

Kepala

Puskesmas

Megaluh

2,5 tahun

Informan

triangulasi

11

29 Perempuan S1 Kedokteran

Umum

Kepala

Puskesmas

Peterongan

40 hari

Page 152: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

256

REKAPITULASI WAKTU WAWANCARA TERSTRUKTUR

EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

No. Kode Informan Hari, Tanggal Wawancara Tempat Wawancara

1. Informan 1 Selasa, 19 Agustus 2014 Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

2. Informan 2 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh

3. Informan 3 Jum’at, 5 September 2014 PKM Peterongan

4. Informan 4 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh

5. Informan 5 Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan

6. Informan 6

Rabu, 3 September 2014

dan

Kamis, 9 Oktober 2014

PKM Megaluh

7. Informan 7

Jum’at, 5 September 2014,

Kamis, 18 September 2014,

dan

Jum’at, 10 Oktober 2014

PKM Peterongan

8. Informan 8

Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan

9. Informan triangulasi 1

Selasa, 19 Agustus 2014

dan Selasa, 7 Oktober 2014

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

10. Informan triangulasi 2 Selasa, 19 Agustus 2014

dan Selasa, 7 Oktober 2014

Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

11. Informan triangulasi 3 Selasa, 16 September 2014 PKM Tambakrejo

12. Informan triangulasi 4 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

13. Informan triangulasi 5 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

14. Informan triangulasi 6 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

15. Informan triangulasi 7 Selasa, 7 Oktober 2014 Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

16. Informan triangulasi 8 Rabu, 3 September 2014 PKM Megaluh

17. Informan triangulasi 9 Kamis, 18 September 2014 PKM Peterongan

18. Informan triangulasi 10 Kamis, 9 Oktober 2014 PKM Megaluh

19. Informan triangulasi 11 Jum’at, 10 Oktober 2014

PKM Peterongan

Page 153: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

257

Lampiran 14

Page 154: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

214

Lampiran 15

Page 155: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

215

Lampiran 16

Page 156: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

216

Lampiran 17

Page 157: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

261

Lampiran 18

Page 158: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

262

Page 159: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

261

Lampiran 19

STRUKTUR ORGANISASI DINAS KESEHATAN KABUPATEN JOMBANG

Page 160: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

264

Lampiran 20

DOKUMENTASI PENELITIAN

Wawancara dengan Pengelola Program Surveilans Epidemiologi Dinas Kesehatan

Kabupaten Jombang

Wawancara dengan Kepala Puskesmas

Page 161: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

265

Wawancara dengan Koordinator Program Surveilans Epidemiologi Puskesmas

Wawancara dengan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas

Page 162: EVALUASI INPUT SISTEM SURVEILANS DIFTERI DI WILAYAH

266

Wawancara dengan Koordinator Laboratorium Puskesmas

Wawancara Triangulasi dengan Koordinator Program Imunisasi Puskesmas

Tambakrejo