Upload
hoangngoc
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN OPTIMASI PENGGUNAAN
LAHAN KERING BERKELANJUTAN DENGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SUNGAI RAYA
KABUPATEN PONTIANAK
D I A N A
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007
EVALUASI KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING DAN OPTIMASI PENGGUNAAN
LAHAN KERING BERKELANJUTAN DENGAN USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KECAMATAN SUNGAI RAYA
KABUPATEN PONTIANAK
D I A N A
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2007
Judul Tesis : Evaluasi Kesesuaian Lahan Eksisting dan Optimasi Penggunaan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan Usahatani Tanaman Pangan Di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak.
Nama : D I A N A
Nomor Pokok: : P. 052020381
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam
Dan Lingkungan
Dr Ir Surjono H. Sutjahjo, M.S Prof. Dr Ir Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 15 Februari 2007 Tanggal Lulus :
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Sehubungan dengan telah selesainya penyusunan tesis ini, maka dengan
ini saya :
Nama : Diana
NRP : P052020381
Progran Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Menyatakan bahwa tesis saya yang berjudul : “Evaluasi Kesesuaian Lahan
Eksisting dan Optimasi Penggunaan Lahan Kering Berkelanjutan Dengan
Usahatani Tanaman Pangan Di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak”
adalah benar merupakan hasil karya ilmiah saya sendiri dan belum pernah
dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan berasal dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Demikian pernyataan ini dibuat, untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
Bogor, Februari 2007
Diana NRP. P052020381
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2007 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau keseluruhan dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya
ABSTRAK
DIANA. Evaluasi Kesesuaian Lahan Eksisting dan Optimasi Penggunaan Lahan Kering Berkelanjutan dengan Usahatani Tanaman Pangan Di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak”. Dibawah bimbingan SANTUN R.P. SITORUS dan R. SUNSUN SAEFULHAKIM
Kalimantan Barat terdapat lahan kering seluas 1.588.711 ha yang belum dimanfaatkan. Dengan cukup besarnya lahan yang tersedia maka peluang untuk berinvestasi di Subsektor ini masih luas. Apabila potensi tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya akan memberikan sumbangan yang cukup besar dalam peningkatan produksi pertanian. Pola usahatani dengan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan sangat diperlukan karena memiliki keunggulan teknis, berimplikasi sosial, ekonomi, dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah menginventarisasi berbagai macam pola penggunaan lahan kering yang terdapat di daerah penelitian termasuk komoditas yang diusahakan dan pola tanam dan pergiliran tanaman, mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan pada saat ini, menganalisis struktur input dan output serrta tingkat kelayakan usahatani dari berbagai pola pada tujuan 1, menyusun pola optimal penggunaan lahan untuk usahatani tanaman pangan lahan kering. Metode yang digunakan yaitu dengan menganalisis penggunaan lahan dan pola tanam, mengevaluasi kesesuaian lahannya dengan mencocokkan sifat fisik dan kimia lingkungan dari lahan usahatani yang ada dengan persyaratan tumbuh komoditi yang umum diusahakan oleh petani, dan menghitung tingkat kelayakan usahataninya, serta optimalisasi pola usahatani dengan program linier dengan fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa petani mengusahakan lahan tegal/ladang dengan dua musim tanam dan tiga pola tanam yaitu monokultur padi, tumpangsari padi-jagung dan tumpang sari padi-ubi kayu., dengan kesesuaian lahannya sesuai marjinal (S3) untuk semua komoditi yang diusahakan. Sedangkan hasil analisis program linier pola tanam optimal menunjukkan hasil bahwa musim tanam satu dan musim tanam dua petani dianjurkan menanam padi. Jika petani menjalankan usahatani dengan pola optimal maka pendapatan yang dihasilkan akan meningkat. Pendapatan petani pertahun pada pola aktual sebesar Rp. 6,8 juta per tahun sedangkan pendapatan bila petani menjalankan dengan pola optimal maka hasil yang akan diperoleh sebesar Rp. 89 milyar per tahun. Kata Kunci : kesesuaian lahan, lahan kering, tanaman pangan, program linier
ABSTRACT
DIANA. A Suitability Evaluation of the Exsisting Land Use and Sustainable Usage Optimization for Food Crops in Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak. Under supervision of SANTUN R.P. SITORUS dan R. SUNSUN SAEFULHAKIM
There are over one million underutilized marginal lands in Kalimantan Barat. Due to that the posibility to set investments in this sub sector is considerably high. Any effort to optimize the land will be greatly contribute to the intensification of farm productions. Farming systim with suitainability as a main objective is elemental for the reason of its implication in the context of social economic and environment. The purposes of this study are firstly to invent dryland use patterns, crops production including cropping patterns and crop rotations. Secondly, to evaluate the suitability of eksisting cropland. Thirdly, to analyze input-output structure of crops production and its feasibility, and fourthly, to foster an optimal model for dryland cropping system. Due to those, several methods are utilized ; including analysis of suitability based on physical and chemical characteristics of the existing land, analysis of crop production feasibility and optimation of farming system with linear programming method to attain highest revenue. The study reveals that farmers do cropping within two seasons and three farming patterns. Those are monoculturely paddy and mixed between corn and cassava which all are in marginally suitable (S3) land. Linear programming confirms that the optimal systems is paddy-paddy is more favorable for all season. The revenue from actual farming system is Rp. 6,8 millions per hectare per annum, but if farmers implement the optimal system then it is estimated that revenue will increse to the level of Rp 89 billions per hectare per annum.
Key words : land suitability, dry lands, food crops, linear programming
PRAKATA
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2004 ini ialah penggunaan
lahan, dengan judul “Evaluasi Kesesuaian Lahan Eksisting dan Optimasi
Penggunaan Lahan Kering Berkelanjutan dengan Usahatani Tanaman Pangan Di
Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr Ir Santun R.P.
Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir R Sunsun Saefulhakim, M.Agr
selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberi saran. Spesial
terimah kasih untuk Ibunda yang selalu mendoakan keberhasilan anak-anaknya,
juga Kakanda H. Syafruddin dan Hj. Gusfaily atas bantuan dana pendidikan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Syafarudin W.G dari
Kantor Kecamat Sungai Raya, Stap Stasiun Klimatologi Kecamatan Sungai Raya,
serta petani di Kecamatan Sungai Raya yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada seluruh
keluarga besar H. Tinaung dan H. Yakup, atas segala doa dan kasih sayangnya,
dan kepada teman-teman di program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan 2002 atas dukungan, saran dan bantuannya dalam penulisan tesis ini,
serta Ikatan Keluarga Teluk Pakedai.
Akhir kata, penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat berguna.
Bogor, Februari 2007
D i a n a
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Teluk Pakedai pada tanggal 7 Januari 1975 sebagai
anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara dari Ayah H. Muhammad Kasim TN
(almarhum) dan Ibu Hj. Badariyah.
Menamatkan Sekolah Dasar paeda tahun 92 di SD 38 (Pontianak). Tiga
tahun kemudian menyelesaikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 5
Pontianak. Sekolah Menengah Atas diselesaikan tahun 1995 di Pontianak. Pada
Tahun yang sama penulis melanjutkan ke Perguruan Tinggi Negeri Universitas
Tanjungpura Pontianak pada Program Studi Ilmu Tanah. Sejak bulan Agustus
2002, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pascasarjana di Institut Pertanian
Bogor Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji dan sykur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Evaluasi
Kesesuaian Lahan Eksisting dan Optimasi Penggunaan Lahan Kering
Berkelanjutan dengan Usahatani Tanaman Pangan Di Kecamatan Sungai Raya
Kabupaten Pontianak”.
Dalam penulisan tesis ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan dan
bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan pada:
1. Bapak Prof. DR Ir Santun R.P. Sitorus, selaku Ketua Komisi Pembimbing
dan Bapak DR Ir R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr selaku Anggota Komisi
Pembimbing yang telah banyak memberi bantuan dan saran.
2. Yang tercinta Ayahanda H. Muhammad Kasim TN. (almarhum) dan
Ibunda Hj. Badariyah.
3. Spesial teruntuk yang kusanyangi kakak-kakakku Hj. Misnariawati, H.
Syafruddin, Hj. Dwi Sulastri, M. Taufik (almarhum), Kartinawati,
Nurhayati, Kasdrianto dan ipar-iparku Hj. Gusfaily, Usman Ismail, Ya’
Samsuddin, Nuralinuddin, Jamalia, Agus (calon ipar), serta ponakan-
ponakanku yang lucu-lucu Yeli, Nila, Devi, Rian, Mimin, Fahmi, Ihsan,
Raka, Putri, Ita, Dhali, Nanda, Via, Adli dan Nina.
4. Spesial terimah kasih untuk Kakanda H. Syafruddin dan Hj. Gusfaily atas
bantuan dana pendidikan utama, juga bantuan dana dari saudara-saudara
yang lain.
5. Teruntuk paman-pamanku Ahmad, Rafid, Hamid, dan tante-tanteku
Saenah, Fatimah, adek-adekku Linda, Iman, Herman, Devi, Asma, Iman,
Uul, Mai, Ari, Uji, Im, Tai, Wi, Won Dedi, Tami, Hen, Fii, Adi, Yanti,
Sar, ponakanku Fatih, Bang Dian, Bang Yanto, serta abang dan kakak
sepupuku.
6. Teman-teman di Pontianak Mus, Wahyu, Rifda, Ratna, Sari, Indah,
Jimmy, Ayu, Iwan, Rini, Udin, Rudi, Iit, Azan, Dayat, Udin, Bang Mul,
Aan, Bary, K’ ida, B’ Sap, Umar, Mar, Bang Reza dan Anggota Viadri
Band.
7. Terima kasih spesial untuk Juki, Febi, Yuyun, Mas Elyun, Ruslan, K’Ita,
P’ Basir, P’ Jamlis, P’ Ochid, Diana Yogya, Rafli, Novi, Mas Andre,
Diding, Mas Hafis, M’ Ami, M’ Ning, Ester, Mas Kamal, Uci, Liza rekan-
rekan keluarga besar PSL 2002 (ganjil dan genap), serta teman-teman
Radar 6, Virandi, Q_Shop, pengajian kamis malam Aqwati Center dan
Mas-mas Tri Mulia.
8. Terimah kasih juga Izal, Iyet, Da Hen dan Uni roza, serta kepada seluruh
masyarakat Desa Teluk Pakedai (atas doanya).
9. Untuk bayangan seseorang yang selalu memberi inspirasi dan menemani
hari-hariku.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi dalam
khasanah ilmu pengetahuan.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL............................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2. Kerangka Pemikiran............................................................................ 4
1.3. Perumusan Masalah ............................................................................ 8
1.4. Tujuan Penelitian ................................................................................ 9
1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................. 10
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 10
2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan ............................................................ 10
2.2. Usahatani Lahan Kering...................................................................... 14
2.3. Usahatani Berkelanjutan ..................................................................... 16
2.4. Pengembangan Usahatani Lahan Kering ............................................ 18
2.5. Kendala Usahatani Lahan Kering ....................................................... 20
2.6. Struktur Klasifikasi ............................................................................. 22
2.7. Optimasi Penggunaan Sumberdaya Lahan ......................................... 26
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 28
3.1. Administrasi dan Geografis................................................................. 28
3.2. Penggunaan Lahan .............................................................................. 29
3.3. Keadaan Topografi ............................................................................. 31
3.4. Jenis Tanah.......................................................................................... 32
3.5. Kondisi Iklim ...................................................................................... 32
3.6. Kependudukan .................................................................................... 33
3.7. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat .................................................. 35
3.8. Penguasaan Lahan............................................................................... 36
ii
IV. METODE PENELITIAN........................................................................ 37
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 37
4.2. Bahan dan Alat.................................................................................... 37
4.3. Rancangan Penelitian .......................................................................... 37
4.3.1. Analisis Penggunaan Lahan dan Pola Tanam ........................... 39
4.3.1.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 39
4.3.1.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 39
4.3.1.3. Variabel yang Diamati ................................................. 39
4.3.1.4. Metode Analisis Data................................................... 39
4.3.2. Analisis Kesesuaian Lahan ........................................................ 39
4.3.2.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 39
4.3.2.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 39
4.3.2.3. Variabel yang Diamati ................................................. 40
4.3.2.4. Metode Analisis Data................................................... 40
4.3.3. Penentuan Kualitas Lahan.......................................................... 43
4.3.3.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 43
4.3.3.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 43
4.3.3.3. Variabel yang Diamati ................................................. 44
4.3.3.4. Metode Analisis Data................................................... 44
4.3.4. Analisis Usahatani...................................................................... 44
4.3.4.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 44
4.3.4.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 45
4.3.4.3. Variabel yang Diamati ................................................. 45
4.3.4.4. Metode Analisis Data................................................... 45
4.3.5. Analisis Pola Usahatani Optimal ............................................... 46
4.3.5.1. Tujuan Penelitian ......................................................... 46
4.3.5.2. Metode Pengumpulan Data .......................................... 46
4.3.5.3. Variabel yang Diamati ................................................. 46
4.3.5.4. Metode Analisis Data................................................... 47
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 51
5.1. Penggunaan Lahan dan Pola Tanam ................................................... 51
5.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan................................................................. 55
iii
5.3. Penentuan Kualitas Lahan................................................................... 62
5.4. Analisis Usahatani............................................................................... 63
5.5. Pola Usahatani Optimal ...................................................................... 72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 77
6.1. Kesimpulan ......................................................................................... 77
6.2. Saran.................................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 79
LAMPIRAN.................................................................................................... 84
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Luas Lahan Berdasarkan Penggunaan di Kalimantan Barat ...................... 12
2. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering di Propinsi Kalimantan Barat........ 13
3. Rataan Produksi Panen Padi dan Palawija di Kalimantan Barat dari Tahun 1996 sampai dengan Tahun 2000............................................................... 15
4. Luas Tanam dan Rataan Produksi Padi dan Palawija Setahun Terakhir di Kabupaten Pontianak ............................................................................. 15 5. Jenis Tanah Tiap Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat ..................... 21
6. Jenis Masukan dan Kemungkinan Perbaikan yang Dapat Dilakukan untuk Masing-masing Karakteristik Lahan................................................ 25
7. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sungai Raya Pontianak........................ 30
8. Kondisi Rataan Cuaca Daerah Penelitian pada Periode 1995-2005 .......... 33
9. Data Kependudukan Menurut Desa di Kecamatan Sungai Raya............... 34
10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariannya di Kecamatan Sungai Raya Tahun 2005 ........................................................................... 39
11. Tujuan Penelitian, Data yang Dikumpulkan dan Analisis Data................. 38
12. Karakteristik Lahan yang Digunakan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Metode Pengumpulan dan Pengukuran Data ...................................... 43
13. Jenis dan Penggunaan Lahan Kering di Kecamatan Sungai Raya .......... 51 14. Rata-rata Produksi Pertanian di 4 Desa Penelitian..................................... 52
15. Data Rataan Sampel Hasil Evaluasi Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian.................................................................................................... 56
16. Hasil Analisisi Komponen Utama.............................................................. 63
17. Koefisien Fungsi Diskriminan Antar Kualitas Lahan................................ 63
18. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha untuk setiap Bulannya pada Musim Tanam I di Kecamatan Sungai Raya............................................... 65
19. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha untuk setiap Bulannya pada Musim Tanam II di Kecamatan Sungai Raya..................................... ....... 65
20. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Tiap Tahunnya dari Berbagai Pengusahaan Komoditi di Kecamatan Sungai Raya........................ 6
21. Rata-rata Kebutuhan Input Produksi untuk setiap Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya ........................................................................ 67
v
Tabel Teks Halaman
22. Rata-rata Kebutuhan per ha Input Produksi untuk setiap Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya ........................................................................ 68
23. Jumlah Produksi Rata-rata Setiap Jenis Tanaman Per Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak ..................................... 69
24. Rata-rata Penerimaan Usahatan Setiap Pola Tanam di Kecamatan Sungai Raya ........................................................................................................... 70
25. Tingkat Pendapatan Bersih Setiap Pola Tanam di Kecamatan Sungai Raya ........................................................................................................... 71
26. Luas Penggunaan Lahan Hasil Optimasi ................................................... 73
27. Sebaran Penggunaan Tenaga Kerja Hasil Optimasi .................................. 74
28. Penggunaan Modal Usahatani Hasil Optimasi .......................................... 74
29. Kebutuhan Input Produksi Pola Usahatani Optimal ................................. 75
30. Produksi Komoditi Hasil Optimasi Tiap Musim Tanam .......................... 76
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Kerangka Pemikiran.................................................................................... 7
2. Peta Lokasi Penelitian ................................................................................. 29
3. Peta Penggunaan Lahan .............................................................................. 31
4. Diagram Alir Metode Penelitian ................................................................. 50
5. Pola Tanam Dihubungkan dengan Curah Hujan dan Evapotranspirasi ...... 54
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Nilai Faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Penggunaan Lahan ..................................................................................... 84
2. Nilai Faktor P dari Berbagai Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman..................................................................................................... 85
3. Penilaian Ukuran Butir (M), Struktur Tanah dan Permeablitas Tanah Untuk Digunakan Dalam Rumus (Hammer, 1978) ................................. 86
4. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Padi Gogo (Oryza sativa) ..... 87
5. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Jagung (Zea mays) ................ 88
6. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan Ubi Kayu (Manihot utilissima).... .... 89
7. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan di Kecamatan Sungai Raya...... 90 8. Kondisi Curah Hujan di Kecanmatan Sungai Raya (Nilai Erosivitas-R) .. 91
9. Faktor Erodibiltas Tanah (K) di Kecamatan Sungai Raya......................... 93
10. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS) .............................................. 94
11. Nilai Prediksi Erosi dan Erosi Yang Dapat Ditoleransikan (ETol) Pada Unit Lahan di Daerah Penelitian ....................................................... 95
12. Hasil Analisis Tanah Pada Unit Lahan di Daerah Penelitian..................... 96
13. Bagian Data Input yang digunakanan untuk Model Linier Programming Struktur Program Komputerisasi dengan GAMS di Kecamatan Sungai Raya ........................................................................................................... 97
14. Hasil Analisis Optimasi Usahatani Tanaman Pangan di Kecamatan Sungai Raya ......................................................................................................... 96
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan penduduk Kalimantan Barat dari tahun 1980 – 1990
menunjukkan angka pertumbuhan rata-rata sebesar 2,6 % per tahun. Angka ini
berada di atas rata-rata pertumbuhan penduduk nasional pada periode yang sama
(1,98 %) dan laju pertumbuhan penduduk pada dasawarsa sebelumnya.
Berdasarkan pola kecenderungan perkembangan penduduk dapat diperkirakan
jumlah penduduk Kalimantan Barat hingga tahun 2008 akan mencapai sekitar
1.189.900 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,84 % per tahun
(BPS, 2000).
Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan
tentu akan meningkat pula. Pertambahan jumlah penduduk yang makin meningkat
juga memicu adanya pergeseran dalam pemanfaatan lahan pertanian ke non
pertanian. Banyak lahan pertanian yang subur telah mengalami perubahan fungsi
sebagai tempat pemukiman, daerah industri, perluasan sarana transportasi ataupun
pemindahan hak milik tanah dari petani kepada bukan petani yang tidak berminat
untuk memanfaatkan lahannya sebagai penghasil tanaman pangan.
Meningkatnya kebutuhan dan persaingan dalam penggunaan lahan baik
untuk keperluan produksi pertanian maupun untuk keperluan lainnya memerlukan
pemikiran yang seksama dalam mengambil keputusan pemanfaatan yang paling
menguntungkan dari sumberdaya lahan yang terbatas, dan sementara itu juga
melakukan tindakan konservasinya untuk penggunaan masa mendatang.
Kecenderungan seperti dikemukakan di atas telah mendorong pemikiran para ahli
akan pentingnya suatu perencanaan atau penataan kembali penggunaan lahan agar
lahan dapat dimanfaatkan secara lebih efisien (Sitorus, 1998).
Pengembangan sektor pertanian terutama subsektor tanaman pangan dan
hortikultur tidak dapat terlepas dari ketersediaan lahan di suatu wilayah. Di
Kalimantan Barat terdapat lahan yang belum dimanfaatkan seluas 1.588.711 ha.
Lahan ini merupakan lahan kering yang cukup luas yang cocok untuk
mengembangkan komoditas tanaman pangan. Dengan cukup besarnya lahan yang
tersedia maka peluang untuk berinvestasi di subsektor ini masih luas. Apabila
2
potensi tersebut dapat dioptimalkan pemanfaatannya akan memberikan
sumbangan yang cukup besar dalam peningkatan produksi pertanian.
Hasil penelitian Hikmatullah et al. (2001) menunjukkan bahwa
ketersediaan lahan untuk ekstensifikasi jauh lebih luas dibandingkan untuk
intensifikasi. Namun demikian usaha intensifikasi masih dapat dilakukan melalui
peningkatan pengelolaan dan perbaikan kualitas lahan. Potensi yang besar ini
perlu dikembangkan, untuk memantapkan swasembada pangan, penunjang
agroindustri, sumber pendapatan daerah serta meningkatkan kesejahteraan petani.
Petani dengan segala keterbatasannya untuk bertahan hidup, dalam
berusahatani di lahan kering kurang mempertimbangkan aspek kelestarian yang
dapat mengakibatkan produktivitas lahan menurun dan pada gilirannya
menyebabkan pendapatan petani menjadi rendah. Masalah ini akan menjebak
petani kembali ke dalam siklus yang memiskinkan. Kemiskinan petani pada lahan
kering akan menimbulkan ancaman terhadap upaya-upaya konservasi, karena
petani pada akhirnya hanya mampu mengeksploitasi sumberdaya lahan tanpa
mampu melakukan perbaikan atau pemeliharaan.
Upaya memanfaatkan lahan kering secara optimal penting dalam upaya
mendayagunakan sumberdaya lahan secara keseluruhan, mengingat lahan kering
relatif luas dibandingkan dengan lahan rawa dan lahan sawah. Optimalisasi ini
seyogyanya dilaksanakan terhadap semua tipe penggunaan lahan, tidak terbatas
hanya untuk tanaman pangan saja, tetapi juga untuk perkebunan besar. Namun
demikian, tanaman pangan perlu mendapat prioritas utama untuk menjamin
ketahanan pangan nasional (Abdurrahman et al., 1995).
Pertanian lahan kering mempunyai kondisi fisik dan potensi lahan sangat
beragam dengan kondisi sosial ekonomi petani umumnya kurang mampu.
Sudharto et al. dalam Syam et al. (1996), mengemukakan bahwa lahan kering
merupakan sumberdaya pertanian terbesar ditinjau dari segi luasnya. Namun,
usahatani pada agroekosistem ini sebagian masih diwarnai dengan rendahnya
produktivitas lahan. Di beberapa daerah telah terjadi degradasi lahan karena
kurang cermatnya pengelolaan lahan yang menyebabkan petani tidak mampu
meningkatkan pendapatannya.
3
Menurut Sumantri (1991), banyak tantangan yang harus dihadapi oleh
petani dalam mengusahakan lahan kering. Tantangan tersebut justru timbul
dengan adanya masalah-masalah yang dihadapi dalam mengelola lahan kering itu
sendiri. Masalah tersebut antara lain; (1) sumber air yang sangat terbatas karena
hanya tergantung dari curah hujan, (2) umumnya merupakan tanah marginal, (3)
sangat peka terhadap erosi, dan (4) rumitnya penataan pertanaman yang beraneka
ragam serta (5) menurunnya kesuburan tanah.
Permasalahan utama yang umum dihadapi dalam mengelola sumberdaya
lahan di Kalimantan Barat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat adalah penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan
kemampuannya dan pengelolaan yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi
tanah. Hal ini dapat berakibat terhadap kerusakan tanah. Kerusakan atau degradasi
tanah merupakan proses berkurangnya atau hilangnya kegunaan suatu tanah,
sehingga sangat berpengaruh dalam upaya meningkatkan produksi pertanian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan tanah menurut Oldeman (1994)
adalah : (1) pembukaan lahan (deforestration) dan penebangan kayu hutan secara
berlebihan, (2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/ pengembalaan
secara berlebihan (over grazing), dan (3) aktivitas pertanian dengan penggunaan
pupuk dan pestisida secara berlebihan.
Selanjutnya Tohir (1983) mengemukakan bahwa masalah pokok yang
dihadapi dalam penanganan lahan kering adalah rumitnya penataan pertanaman
yang beranekaragam di samping menurunnya kesuburan tanah. Dengan penataan
pertanaman diharapkan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil panen
secara rasional, efisien dan ekonomis. Untuk memahami penataan pola
pertanaman ini berbagai aspek perlu diperhatikan baik secara teknis biologis
maupun sosial ekonomi. Selanjutnya ditetapkan pola pertanaman yang
memberikan keuntungan yang optimal bagi luas garapan tertentu, serta sesuai
dengan kondisi fisik setempat.
Dari uraian-uraian di atas timbul suatu pertanyaan yang mendasar,
bagaimana pola usahatani lahan kering yang dapat memberikan pendapatan
maksimal bagi petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dalam
hubungan ini, perlu adanya data dan informasi mengenai potensi, kesesuaian
4
penggunaan lahan dan perencanaan pengelolaan lahan yang tepat agar
sumberdaya lahan tersebut dapat digunakan secara produktif untuk jangka waktu
yang tidak terbatas atau berkelanjutan.
Pola usahatani dengan konsep pembangunan pertanian berkelanjutan,
sangat diperlukan karena memiliki kriteria mantap secara ekologis, yang berarti
bahwa kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan ekosistem secara
keseluruhan. Berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan pendapatan sendiri, serta
mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan
biaya yang dikeluarkan.
Pola usahatani yang baik nantinya diharapkan lebih dapat dikembangkan
di daerah lahan kering, karena memiliki keunggulan teknis, berimplikasi sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Atas dasar pemikiran tersebut maka dilakukan
penelitian pola usahatani berkelanjutan pada lahan kering untuk tanaman pangan
yang dilakukan petani di Kecamatan Sungai Raya.
1.2. Kerangka Pemikiran
Pertanian lahan kering dibentuk oleh 2 komponen utama, yaitu komponen
sosial dan komponen sumberdaya alam. Kedua komponen sub sistem tersebut
saling berinteraksi dalam membentuk ekosistem pertanian lahan kering. Oleh
karena itu, dalam mengkaji masalah lahan kering tidak dapat hanya dilakukan dari
satu sisi, misalnya dari sub sistem biofisik tanpa memperhatikan sub sistem sosial
dan sebaliknya. Isu pengelolaan sumberdaya lahan pertanian dan sosial-ekonomi
yang rumit semakin memerlukan perhatian dan pendekatan antar disiplin ilmu
yang melibatkan bidang-bidang biofisik, sosial-ekonomi dan pembuat keputusan.
Pada umumnya petani tanaman pangan di lahan kering kurang
memperhatikan konservasi dalam pengelolaan lahan. Keadaan ini merupakan
ancaman masa depan pengembangan tanaman pangan lahan kering di daerah
Kalimantan Barat khususnya di Kecamatan Sungai Raya. Sebagian besar petani
lahan kering di daerah tersebut masih mengandalkan komoditi pangan terutama
untuk konsumsi keluarga, sedangkan usaha konservasi masih dianggap belum atau
bahkan tidak perlu dilakukan.
5
Pengelolaan lahan secara umum menyangkut aspek iklim, fisiografi
(bentang lahan), tanah, manusia, unsur teknologi dan perekonomian di daerah
sekitarnya. Dengan demikian kegiatan pengelolaan sangatlah dipengaruhi oleh
kemampuan dan kesesuaian lahan, tingkat sosial – ekonomi, dan tingkat teknologi
yang dikuasai oleh masyarakat setempat. Berbagai konflik-konflik kepentingan
dalam penggunaan dan pemanfaatan lahan pada akhirnya dapat menimbulkan
permasalahan terhadap kerusakan lahan, seperti : erosi tanah, penurunan produksi
pertanian, berkurangnya alternatif penggunaan lahan, pendangkalan/ sedimentasi
pada sungai, kerusakan pada ekosistem perairan, bencana banjir dan kekeringan,
serta tanah longsor.
Salah satu tujuan utama dari proses pengelolaan lahan adalah pencapaian
hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan secara optimal dan
berkelanjutan. Untuk mencapai hasil tersebut di atas dan juga dalam rangka
menjaga dan mempertahankan produktivitas lahan di perlukan perencanaan dan
pengelolaan lahan secara tepat dan bijaksana, seperti : (1) perencanaan
penggunaan lahan yang disesuaikan dengan kemampuannya, (2) tindakan-
tindakan khusus konservasi tanah dan air, (3) menyiapkan lahan dalam keadaan
olah tanah yang baik, (4) penggunaan sistim pergiliran tanaman yang tersusun
baik, dan (5) penyediaan unsur hara yang cukup dan seimbang bagi tanaman
(Karama dan Abdurrachman, 1993; Sitorus, 2003).
Usahatani di lahan kering berbeda dengan di lahan sawah. Usahatani di
lahan kering sangat beragam sehingga permasalahan usahatani di lahan kering
lebih rumit. Untuk pengembangan pertanian lahan kering perlu adanya perbaikan-
perbaikan teknologi baik produksi, sosial maupun ekonomi yang sesuai dengan
daya dukung lahannya. Pengembangan pertanian dewasa ini berorientasi pada
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Hal ini sejalan dengan upaya
pengentasan kemiskinan. Di sisi lain tantangan yang dihadapi dalam
pembangunan pertanian semakin kompleks, sementara kebutuhan akan produksi
pertanian terus meningkat sejalan dengan laju pertambahan jumlah penduduk dan
peningkatan pendapatan. Hal ini mengindikasikan perlunya dilakukan kajian
menyeluruh terhadap usahatani terpadu yang dijalankan oleh petani agar
sumberdaya yang dimiliki dapat dialokasikan secara optimal.
6
Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah menyangkut
pengembangan sistem usahatani secara optimal yang mampu memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia sehingga menghasilkan pendapatan maksimum bagi
petani, serta meningkatkan lapangan pekerjaan, usaha konservasi dan akhirnya
tercukupinya kebutuhan akan pangan. Selain itu, pendayagunaan lahan kering
harus tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan, sehingga bermanfaat bukan
saja bagi kesejahteraan masyarakat pada masa sekarang tetapi juga harus tetap
bermanfaat bagi generasi yang akan datang.
Pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian perlu ditata dengan menentukan
sistem produksi yang sesuai. Penilaian tingkat kesesuaian lahan dilakukan
berdasarkan data dari lahan usahatani yang diamati. Setiap unit lahan memiliki
sifat-sifat yang berbeda, sehingga hasil kesesuaian lahan pada setiap unit lahan
digunakan sebagai pertimbangan untuk menetukan potensi satuan unit lahan
petani tersebut.
Selain kondisi fisik lingkungan, keadaan sosial ekonomi petani juga
merupakan faktor penyebab terhambatnya pengembangan usahatani. Pada
umumnya petani lahan kering adalah petani miskin dengan pengusahaan lahan
yang sempit dan bermodal rendah. Aspek sosial-ekonomi untuk mendukung
pengembangan lahan pertanian perlu didukung oleh analisis usahatani untuk
mengetahui kelayakan sehingga dapat mengurangi kemungkinan kegagalan.
Prinsip sistem usahatani berkelanjutan adalah sistem pertanian yang
mengelola sumberdaya alam (lahan) secara efisien, yaitu arus manfaat sosial
secara keseluruhan dari suatu bentuk pengelolaan yang maksimum dalam jangka
panjang. Di dalam sistem usahatani, terkait beberapa sub-sistem yang sangat
kompleks. Oleh karena itu, untuk menganalisisnya dibutuhkan pemahaman yang
mendalam. Model optimasi bertujuan untuk mengoptimalkan aktivitas
berdasarkan kendala-kendala sumberdaya yang ada agar dapat dicapai suatu
tujuan terbaik.
Pendekatan sistem usahatani yang berkelanjutan diharapkan dapat
digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk meningkatkan pendapatan petani,
kecukupan pangan, mencegah terjadinya degradasi lahan dengan usaha konservasi
serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Dalam merencanakan teknologi
7
yang tepat perlu tetap mempertimbangkan keragaman karakteristik utama lahan
kering pada masing-masing wilayah, karena lahan kering memiliki keragaman
yang tinggi seperti keragaman aspek fisik, biologi, maupun sosial ekonomi dan
budaya.
Hasil rakitan teknologi tersebut diharapkan bermanfaat bagi perencanaan
dan pengendalian penggunaan lahan serta pengelolaan pertanian yang memiliki
keunggulan dari segi teknis, ekonomi dan lingkungan. Secara ringkas kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan dengan bagan alir seperti
tertera pada Gambar 1.
Gambar 1 : Kerangka Pemikiran
Alokasi Sumberdaya
Optimal Program Linier
Sosial – Ekonomi Petani - Modal - Tenaga kerja - Pasar - Input
Kelayakan Fisik Evaluasi Kesesuaian
Lahan
Analisis Kelayakan Usahatani
Peningkatan Pendapatan
Kecukupan Pangan
Pengggunaan Lahan Kering
Biofisik Lahan - Topografi wilayah - Kemiringan Lereng - Jenis Tanah - Curah Hujan - Vegetasi
Peningkatan Lapangan Kerja
Usaha Konservasi
Pengembangan Usahatani Lahan Kering
Berkelanjutan
8
1.3. Perumusan Masalah
Pada umumnya pengelolaan usahatani tanaman pangan di lahan kering
banyak menghadapi permasalahan, baik segi teknis maupun sosial ekonomi
petani. Sebagai akibatnya, pengelolaan usahatani tanaman pangan di lahan kering
ini belum mencapai hasil seperti yang diharapkan, karena tingkat pendapatan
petani per satuan luas masih relatif rendah. Selain itu hal ini juga disebabkan
karena belum optimalnya penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh petani
sedangkan petani memiliki sumberdaya yang terbatas, meskipun di Kalimantan
Barat masih banyak terdapat lahan kering yang belum dimanfaatkan.
Sekalipun secara luasan (kuantitatif) sangat potensial, tetapi secara
kualitatif lahan kering mempunyai cukup banyak kendala dan permasalahan bagi
pembangunan pertanian. Rendahnya tingkat kesuburan tanah dan kemiringan
lereng yang umumnya bergelombang merupakan kendala utama pengelolaan
lahan kering untuk usahatani yang berkelanjutan. Sifat-sifat kimia tanah tersebut
umumnya dicirikan oleh reaksi masam (pH rendah), miskin unsur hara, kapasitas
tukar kation (KTK) dan kandungan bahan organiknya rendah, serta kandungan
aluminiumnya tinggi, sehingga dapat meracuni tanaman. Sedangkan sifat-sifat
fisik tanah dicirikan oleh daya memegang air rendah dan peka erosi.
Lahan pertanian yang ada pada umumnya belum dikelola dengan baik,
sehingga produktivitas lahannya masih rendah. Petani dalam menentukan
teknologi yang digunakan termasuk penentuan jenis komoditas yang
dikembangkan lebih didasarkan pada pengalaman secara turun temurun dan bukan
didasarkan atas pertimbangan efisiensi. Dengan kondisi demikian maka alokasi
sumberdaya yang dikuasai oleh petani seringkali belum optimal dan pengelolaan
usaha menjadi tidak efisien dengan tingkat produktifitas relatif rendah. Implikasi
selanjutnya adalah tingkat pendapatan petani belum optimal.
Selain itu, terjadinya konflik kepentingan antara sektor pertanian dengan
berbagai sektor lainnya mengakibatkan lahan pertanian sering dialihfungsikan
untuk kepentingan lain sehingga lahan pertanian yang subur semakin berkurang
luasnya. Masalah tersebut semakin dipertajam oleh kurangnya informasi tentang
potensi lahan, kesesuaian penggunaan lahan dan terbatasnya sumberdaya yang
9
dimiliki oleh petani serta tindakan pengelolaan yang diperlukan bagi setiap areal
lahan yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam pemanfaatan lahan tersebut.
Dari permasalahan tersebut di atas timbul pemikiran-pemikiran untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut dalam menentukan keputusan pemanfataan
sumberdaya lahan kering yang paling menguntungkan, termasuk bagaimana
memilih komoditas dan menyusun pola tanam yang tepat, serta menyusun
alternatif pola usahatani yang optimal berdasarkan kesesuaian lahan agar tidak
terjadi kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan usahatani yang tinggi.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menginventarisasi berbagai jenis penggunaan lahan kering yang terdapat di
daerah penelitian termasuk komoditas yang diusahakan, pola tanam dan
pergiliran tanaman.
2. Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan tanaman pangan pada saat ini.
3. Menganalisis struktur input dan output serrta tingkat kelayakan usahatani dari
berbagai pola pada tujuan 1.
4. Menyusun pola optimal penggunaan lahan untuk usahatani tanaman pangan
lahan kering.
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Dapat memberikan gambaran mengenai pola usahatani sekarang dan
penggunaan sumberdaya lahan yang optimal sehingga dapat memberikan hasil
yang maksimal ditinjau dari segi kesesuaian lahan serta biaya yang
dikeluarkan.
2. Sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dalam upaya mengembangkan
usahatani di lahan kering untuk meningkatkan perekonomian petani,
menambah lapangan pekerjaan, kecukupan pangan dan kelestarian
lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan
Tanah dan lahan merupakan dua istilah yang berbeda. Tanah diartikan
sebagai suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat,
cair dan gas, yang mempunyai sifat dan perilaku yang dinamik. Adapun istilah
lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lingkungan fisik yang terdiri
dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang
ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Termasuk di dalamnya juga hasil
kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang (Sitorus, 2003).
Sedangkan Lichfied dan Darin-Drabkin (1980) dalam Saefulhakim (1994),
menyatakan bahwa dari segi geografi fisik, lahan didefinisikan sebagai terra firma
yang merupakan tempat pemukiman dan ditntukan oleh kualitas fisiknya. Karena
setiap bidang lahan adalah : (1) lokasi tetap, (2) tidak dapat dipindahkan, (3) tidak
bertambah atau berkurang (kecuali reklamasi), dimana tanah yang hilang karena
tererosi tidak dapat digantikan sehingga kebijaksanaan lahan harus berorientasi
pada konservasi.
Dari pengertian ekonomi, lahan merupakan sumberdaya yang tidak hanya
sebagai terra firma, namun juga kandungan mineral, air disekitarnya, flora dan
fauna yang yang hidup diatasnya, cahaya, udara dan lain-lain. Pengertian ini lebih
luas dari pengertian geografi fisik diatasnya (Lichfied dan Darin-Drabkin, 1980)
dalam (Saefulhakim, 1994).
Dalam literatur ekonomi, lahan dipandang sebagai suatu sumberdaya,
yaitu sumberdaya lahan (Barlowe, 1978) dalam (Saefulhakim, 1994). Dalam
pengertian ini, lahan dipandang sebagai komoditas yang dapat menghasilkan
barang dan jasa untuk dikonsumsi sehingga memiliki biaya, nilai dan harga.
Lahan memiliki pengertian yang lebih luas dari tanah, walaupun dalam
banyak hal kata tanah sering digunakan dalam makna yang setara. Lahan
merupakan matrik dasar kehidupan manusia dan pembangunan (Saefulhakim,
1997), karena hampir semua aspek dari kehidupan manusia dan pembangunan,
baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan
(Saefulhakim dan Nasoetion, 1999a).
11
Mengingat fungsi lahan yang demikian penting, maka manusia harus
membangun hubungan yang saling menguntungkan antara manusia dan lahan,
sehingga lahan dapat digunakan dengan sebaik-baiknya. Agar tercapai hubungan
tersebut, harus dilakukan berbagai upaya agar penggunaan lahan sesuai dengan
kemampuannya (Hardjowigeno, 1983). Menurut Sitorus (1996) penggunaan lahan
(land use) merupakan setiap bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap
lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun
spiritual.
Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, perubahan yang terus
menerus sebagai hasil perubahan pola dan besarnya aktivitas manusia sepanjang
waktu, sehingga masalah yang berkaitan dengan lahan merupakan masalah yang
kompleks (Saefulhakim dan Nasoetion, 1995b).
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar
yaitu : (1) penggunaan lahan pertanian; dan (2) penggunaan lahan bukan
pertanian. Untuk keberhasilan penggunaan dan pemanfaatan lahan diperlukan
perencanaan pengembangan sumberdaya lahan dengan baik. Menurut Soil Survey
Staff dalam Adiningsih (1996), perencanaan penggunaan lahan pada dasarnya
adalah inventarisasi dan penilaian keadaan (status), potensi dan pembatas-
pembatas dari suatu daerah setempat atau dengan orang-orang yang menaruh
perhatian terhadap daerah tersebut, terutama dalam menentukan kebutuhan
mereka serta aspirasi dan keinginan pada masa mendatang. Menurut
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), perencanaan penggunaan lahan
merupakan rencana pemanfaatan lahan di suatu daerah agar lahan dapat
digunakan secara optimal, yaitu memberikan hasil yang tertinggi dan tidak
merusak lahan dan lingkungan. Tabel 1 menunjukkan luas lahan yang terdapat di
empat Propinsi di Kalimantan menurut penggunaannya.
Perencanaan penggunaan lahan memberikan petunjuk atau pengarahan
dalam proses pengambilan keputusan untuk penggunaan lahan sehingga lebih
efisien dan menguntungkan bagi manusia dan penggunaan masa yang akan datang
(Jones dan Davies dalam Sitorus 1989). Oleh sebab itu, perencanan penggunaan
lahan bertujuan untuk : (1) mencegah penggunaan lahan yang salah tempat dalam
mengupayakan terciptanya penggunaan lahan yang optimal, (2) mencegah adanya
12
salah urus yang menyebabkan lahan rusak dalam mengupayakan penggunaan
lahan yang berkesinambungan, (3) mencegah adanya tuna kendali dalam
mengupayakan penggunaan lahan yang senantiasa diserasikan oleh adanya
kendali, (4) menyediakan lahan untuk keperluan pembangunan yang terus
meningkat, dan (5) memanfaatkan lahan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
manusia (Sandi 1984; Silalahi, 1985 dalam Sitorus, 1989).
Tabel 1 : Luas Penggunaan Lahan di Kalimantan Kalimantan
No.
Jenis Penggunaan Barat (ha)
Tengah (ha)
Selatan (ha)
Timur (ha)
1 Pekarangan (Lahan untuk bangunan dan halaman)
251.388 194.246 165.675 186.743
2 Lahan tegal/kebun 427.632 150.400 217.405 137.419
3 Lahan ladang/huma 258.987 248.739 153.225 147.492
4 Lahan pengembalaan/padang rumput 23229 128.720 246.128 30.737
5 Rawa-rawa (yang tidak ditanami) 217.672 588.530 201.023 820.123
6 Tambak 4.056 3.682 8.423 38.670
7 Kolam/tebat/empang 18.263 3.560 2.905 11.468
8 Lahan sementara tidak ditanami 1.803.154 1.518.680 784.703 1.292.376
9 Lahan kayu-kayuan/hutan rakyat 1.432996 327.231 247.603 758.814
10 Perkebunan 1.743.188 975.934 480.044 585.000
11 Sawah 374.711 247.502 307.492 542.00
12 Hutan Negara 7.411.103 878.100 960.503 770.973
Sumber : Badan Pusat Statistik (2000)
Makin tinggi tingkat kegiatan manusia, makin tinggi pula kebutuhan
manusia akan lahan, baik dalam arti peningkatan luas penggunaan lahan maupun
dalam jenis dan intensitas penggunaannya. Jenis-jenis penggunaan lahan di luar
perkotaan secara umum dapat dibagi atas : (1) hutan, meliputi hutan lebat, hutan
satu jenis dan hutan belukar; (2) perkebunan; (3) kebun, terdiri dari kebun
campuran dan kebun sayur; (4) tegalan dan ladang; (5) sawah satu kali setahun;
(6) sawah dua kali setahun; dan (7) perkampungan, termasuk kampung, kuburan
dan lainnya.
13
Dalam menentukan perencanaan penggunaan lahan haruslah disesuaikan
atau tergantung dari kemampuan sumberdaya lahan itu sendiri untuk dapat
diusahakan bagi suatu penggunaan tertentu. Untuk mendukung suatu kegiatan
usahatani haruslah diketahui potensi dari sumberdaya lahan itu sendiri serta
tindakan-tindakan konservasi yang diperlukan agar memberikan hasil yang baik
secara berkesinambungan. Fungsi utama dari perencaanaan penggunaan lahan
adalah untuk memberikan petunjuk atau pengarahan dalam proses pengambilan
keputusan tentang penggunaan lahan sehingga sumberdaya lahan dan lingkungan
tersebut ditempatkan pada penggunaan yang paling menguntungkan/efisien bagi
manusia, dan dalam waktu yang bersamaan juga mengkoservasikannya untuk
penggunaan pada masa yang akan dating (Dent, 1978; Jones dan Davies, 1983
dalam Sitorus, 1989).
Tabel 2 menunjukkan bahwa berdasarkan luasnya, lahan kering yang
tersedia di Kalimantan Barat sangat potensial untuk pengembangan pertanian baik
pertanian tanaman, perkebunan dan hortikultura dengan mempertimbangkan
karakteristik tanah dan agroklimatnya dalam pemilihan komoditas yang akan
dikembangkan. Maka dari itu perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang
tepat dan memberikan hasil yang optimal tanapa merusak lahan.
Tabel 2. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering di Propinsi Kalimantan Barat
No. Kabupaten dan Kota di
Kalimantan Barat
Lahan Sawah
(ha)
Lahan Kering
(ha)
Jumlah
(ha) 1 Sambas 93.443 1.092.212 1.229.600 2 Pontianak 98.361 1.383.745 1.187.120 3 Sanggau 50.402 1.734.296 1.830.200 4 Ketapang 77.125 3.281.809 3.580.900 5 Sintang 29.664 3.159.624 3.227.900 6 Kapuas Hulu 25.630 2.928.289 2.984.200 7 Kota Pontianak 86 10.693 10.700
Jumlah 374.711 13.560.668 13.965.379 Sumber : Potensi Investasi Subsektor Tanaman Pangan dan Hortikultur di Kalimantan Barat,
Disperta Propinsi Kalimantan Barat (2000).
Pada tingkat usahatani, perencanaan penggunaan lahan akan
mengemukakan kemungkinan yang paling sesuai dari bentuk pertanian dan pola
tanam yang cocok, ditinjau dari keadaan lahan dan keberadaan petani itu sendiri.
Sebagai langkah terakhir adalah merencanakan system pertanian yang paling
14
sesuai dengan keadaan lahan di dalam kerangka pembatas ekonomi pemakai lahan
atau petani. Hal ni mencakup tata ruang seperti penentuan letak lahan pertanian,
padang rumput, jalan, penyediaan air, saluran drainase, dan sebagainya.
2.2. Usahatani Lahan Kering
Usahatani yang harus dikembangkan pada suatu daerah harus diarahkan
pada pola usahatani terpadu yang dapat meningkatkan produksi, pendapatan,
kesempatan kerja dan sekaligus mempertahankan produktivitas lahan dan
menstabilkan kelestarian lingkungannya. Dalam meningkatkan produktivitas
usahataninya bukan saja ditujukan untuk menghasilkan komoditas pangan bagi
keluarganya, tetapi juga dapat menghasilkan surplus secara menyeluruh di daerah
pertanian yang dikembangkan, sehingga usahataninya bukan lagi usahatani
subsisten tetapi usahatani komersial yang menetap (Suryatna et al., 1982).
Soewardi (1977) menjelaskan bahwa suatu usahatani adalah bentuk
pemanfaatan sumberdaya dengan tujuan ganda dan berimbang. Seleksi jenis
tanaman didasarkan pada suatu pemenuhan keseluruhan tujuan dengan
memperhatikan skala prioritas. Usahatani tersebut merupakan suatu sistem yang
di dalamnya terdiri dari hamaparan-hamparan usahatani yang saling terkait dan
berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan, yaitu keuntungan yang maksimal,
sesuai dengan jumlah sumberdaya yang tersedia dan kemampuan petani dalam
mengelolanya.
Jones dan Egli (1984) mengemukakan bahwa usahatani yang baik untuk
dikembangkan di suatu daerah harus merupakan usahatani yang memberikan
keuntungan yang tinggi, sesuai dengan sumberdaya yang tersedia dan kemampuan
petani dalam mengelolanya. Dengan demikian usahatani yang dilaksanakan
tersebut harus sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Agar dalam
usahanya memperoleh keuntungan maksimal atau merupakan pola usahatani yang
optimal, maka harus merupakan suatu sistem yang berinteraksi, baik antar
komponen usahanya maupun dengan keadaan sosial-ekonomi petani dan
lingkungannya. Apabila pola usahatani ini berjalan demikian, maka diharapkan
dapat memberikan keuntungan maksimal secara berkesinambungan dalam jangka
panjang, sehingga merupakan pola usahatani yang mantap dan menetap.
15
Menurut Sudaryono (1997), model usahatani pilihan di lahan kering harus
memenuhi asas kemantapan dan ketepatan pemanfaatan lahan menurut matra
(dimensi) ruang dan waktu serta terjaminnya kelestarian sumberdaya lahan dan
lingkungan. Pilihan usahjatani harus bersifat rasional untuk memperbesar peluang
keberhasilan sistem produksi yang berkelanjutan. Model usahatani yang dipakai di
lahan kering pada dasarnya adalah penerapan asas diversifikasi.
Upaya rehabilitasi yang banyak dilakukan di lahan kering antara lain
perbaikan kualitas tanah, perbaikan pola tanam, dan pengendalian erosi tanah.
Sejauh ini usaha tersebut belum banyak dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari
menurunnya produksi beberapa komoditas tanaman pangan yang ada di
Kalimantan Barat, seperti tertera pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3. Rataan Produksi Panen Padi dan Palawija di Kalimantan Barat dari
Tahun 1996 sampai dengan Tahun 2000.
Tahun (Ton/ ha) No.
Jenis Tanaman
1996 1997 1998 1999 2000
1 Padi 838.563 829.106 827.499 969.658 876.618 2 Jagung 37.307 40.984 32.614 37.848 30.458 3 Kacang Tanah 2.235 2.087 1.586 1.642 1.631 4 Kedelai 7.115 5.629 4.065 5.236 2.140
Sumber : Badan Pusat Statistik (2000)
Tabel 4. Luas Tanam dan Rataan Produksi Padi dan Palawija setahun terakhir di Kabupaten Pontianak.
No. Jenis Tanaman Luas Tanam
(ha) Produksi
(Ton) 1 Padi 40.165,2 57.939,3 2 Jagung 2.918,0 5.803,2 3 Kedelai 550,4 134,2 4 Ubi Kayu 1.637,9 17.591,2 5 Ubi Jalar 680,8 835,0 6 Kacang Tanah 567,7 184,2
Sumber : Badan Pusat Statistik (2000)
Sebenarnya bila lahan kering diolah secara intensif akan menghasilkan
produksi yang tidak kalah dengan produktivitas lahan yang beririgasi. Hal ini
dibuktikan oleh penelitian Suryatna et al. (1983) di Banjarjaya, Lampung yang
menunjukkan bahwa pola pertanaman introduksi padi gogo, jagung, ketela pohon
dan kacang tanah dapat memberikan pangan dan kalori yang cukup bagi petani
16
transmigran. Hasil kalori dan protein dari pertanaman tersebut, sebanding dengan
produksi dua kali padi sawah yang baik di Jawa, dengan pemberian pupuk yang
sama. Tujuan pengelolaan usahatani pada dasarnya adalah memilih berbagai
alternatif penggunaan sumberdaya yang tersedia meliputi lahan, tenaga kerja,
modal, waktu dan pengelolaan, dengan maksud mencapai tujuan yang sebaik-
baiknya dalam lingkungan yang penuh resiko dan kesulitan-kesulitan yang
dihadapi dalam melaksanakan usahataninya. Apabila pola usahatani ini berjalan
demikian, maka diharapkan dapat memberikan keuntungan maksimal secara
berkesinambungan dalam jangka panjang, sehingga merupakan pola usahatani
yang mantap dan menetap.
2.3. Usahatani Berkelanjutan
Ciri utama yang menonjol di lahan kering adalah terbatasnya air, makin
menurunnya produktivitas lahan dan tingginya keragaman atau variabilitas:
kesuburan tanah, macam spesies tanaman yang ditanam, serta aspek sosial,
ekonomi dan budaya. Pendekatan sistem usahatani yang berkelanjutan adalah
merupakan pendekatan yang paling sesuai untuk pengembangan lahan kering.
Pada pendekatan ini keberlanjutan aspek biofisik, budaya, social-ekonomi diberi
prioritas utama secara komprehensif berdasarkan keterpaduan antar disiplin ilmu
secara holistik.
Kata keberlanjutan sekarang ini digunakan secara meluas dalam lingkup
program pembangunan. Keberlanjutan dapat diartikan menjaga agar suatu upaya
terus berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan menjaga agar tidak merosot.
Berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha
pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan
sumberdaya alam (Technical Advisory Committe of the CGIAR, dalam Reijntjes et
al. 1999). Menurut Amien (1999), keberlanjutan juga dapat diartikan sebagai
menjaga agar suatu upaya terus berlangsung, kemampuan untuk bertahan dan
menjaga agar tidak merosot. Dalam konteks pertanian, keberlanjutan pada
dasarnya berarti kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap
mempertahankan basis sumberdaya.
17
Reijntjes et al. (1999) mengemukakan bahwa pertanian bisa dikatakan
pertanian berkelanjutan jika mencakup beberapa hal antara lain:
1) Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumberdaya alam
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan dari
manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan. Kedua
hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta
masyarakat dipertahankan melalui proses biologi. Sumberdaya local
digunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa, dan
energi bisa ditekan serendah mungkin agar tercapai efisiensi pemakaian input
serta mampu mencegah pencemaran terhadap lingkungan.
2) Berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani bisa cukup menghasilkan untuk
pemenuhan kebutuhan dan pendapatan sendiri, serta mendapatkan penghasilan
yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Keberlanjutan ekonomis ini bisa diukur bukan hanya dalam hal produk
usahatani yang berlangsung, namun juga dalam hal fungsi seperti melestarikan
sumberdaya alam dan meminimalkan resiko.
3) Adil, yang berarti bahwa sumberdaya dan kekuasaan didistribusikan
sedemikian rupa sehingga dasar semua anggota masyarakat terpenuhi dan hak-
hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang memadai, bantuan teknis
serta peluang pemasaran terjamin.
4) Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya
pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar dan lain-lain
Semaoen et al. (1991), berpendapat bahawa sistem usahatani yang
berkelanjutan merupakan sistem usahatani yang dirancang dengan memperhatikan
kaidah-kaidah kelestarian produktivitas sumberdaya lahan. Dimensi waktu
merupakan unsur yang diperhitungkan dalam usahatani berkelanjutan. Produksi
dan manfaat dalam pengelolaan sumberdaya lahan mungkin tidak dapat dibuat
maksimal dalam waktu pendek, karena akan berakibat pada penurunan
produktivitas di masa yang akan datang. Kerusakan pada pengelolaan lahan kering
biasa disebut lahan kritis. Timbulnya lahan kritis disebabkan oleh karena
18
sumberdaya lahan yang dikelola melebihi batas kemampuannya tanpa
memperhatikan unsur-unsur konservasi sehingga terjadi degradasi lahan.
Pertanian berkelanjutan hanya adapat dicapai apabila lahan digunakan
dengan tepat dan pengelolaan yang sesuai. Penggunaan lahan yang salah sering
menyebabkan kerusakan lahan, produktivitasnya akan cepat menurun dan
ekosistem lahan akan terancam oleh bahaya kerusakan tersebut. Penggunaan lahan
yang tidak tepat hanya akan memberikan kerugian untuk pemakai pada saat ini,
juga terhadap generasi penerus di masa-masa mendatang. Reijntjes et al. (1999)
mengatakan langkah pertama dalam mencari keseimbangan baru itu adalah
evaluasi secara seksama terhadap kelangsungan cara usahatani yang ada. Teknik-
teknik usahatani yang ada harus dinilai dari segi keberlanjutan ekonomis,
ekologis, dan sosiopolitiknya.
2.4. Pengembangaan Usahatani Lahan Kering
Pembangunan pertanian saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan,
seperti meningkatnya permintaan akan bahan pangan, menyusutnya lahan
pertanian subur, pertumbuhan produktivitas beberapa komoditas pertanian yang
relatif lambat, pemilikan lahan pertanian yang semakin sempit, keterbatasan
investasi dan pemodalan, tingkat pendidikan petani dan nelayan yang relatif
rendah, dan lambatnya penggunaan iptek maju (Karama, 1999).
Namun demikian, masih terdapat peluang yang besar untuk membangun
sektor pertanian yang tangguh, modern, dan efisien, misalnya masih tersedianya
areal pertanian dan lahan potensial yang belum dimanfaatkan secara optimal,
adanya kesenjangan hasil antara produktivitas riil dengan produktivitas potensial,
masih besarnya kehilangan dan kerusakan hasil pada waktu panen dan pasca
panen serta meningkatnya daya saing hasil-hasil pertanian akibat depresi nilai
rupiah (Karama, 1999).
Salah satu potensi lahan yang dapat dikembangkan adalah lahan kering.
Lahan kering adalah lahan yang pemenuhan kebutuhan air tanamannya
tergantung sepenuhnya dari air hujan dan tidak pernah tergenang air sepanjang
tahun. Pada definisi ini lahan kering dapat berada di dataran rendah, sedang
maupun dataran tinggi (Semaoen, et al., 1991).
19
Peluang pengembangan lahan kering dalam arti luas masih terbuka
terutama pada lahan-lahan yang memiliki hambatan teknis tingkat sedang dan
ringan. Lahan kering yang belum digunakan untuk budidaya tanaman pangan
masih cukup luas, terutama di luar Jawa. Dengan demikian dalam rangka
mempertahankan swasembada pangan posisi lahan kering sangat penting artinya
mengingat potensi yang besar sebagai penyangga alih fungsi lahan sawah di pulau
Jawa, tetapi mengingat permasalahannya yang spesifik dalam penanganannya
dibutuhkan perencanaan yang matang dan komprehensif melalui koordinasi secara
aktif dengan semua instansi terkait secara lintas sub sektoral maupun lintas
sektoral. Dalam pengembangan usahatani lahan kering diperlukan kebijakan,
strategi dan pola pengembangannya (Kahar, 1995).
Kebijakan pengembangan usahatani lahan kering ditujukan untuk
pengembangan sumberdaya manusia agar menjadi petani kreatif dan fleksibel,
menerapkan ilmu dan teknologi tepat guna dalam upaya memantapkan
swasembada pangan, dan pengembangan usahatani yang didasarkan atas analisis
ekonomi serta berorientasi pada pasar dalam upaya meningkatkan pendapatan
petani dan pengentasan kemiskinan, serta pengembangan agribisnis dan
agroindustri dalam memperoleh nilai tambah dari hasil-hasil pertanian yang dapat
dijadikan komoditi ekspor.
Pengembangan lahan kering dilakukan dalam bentuk usaha besar,
menengah atau kecil yang dibina melalui kerjasama dalam kelompok tani. Strategi
pengembangan pertanian di lahan kering dalam pemantapan swasembada pangan
adalah sebagai berikut : 1) pewilayahan komoditi unggulan tanaman pangan yang
akan dikembangkan didasarkan atas agroklimat, sosial budaya dan secara
ekonomi menguntungkan, 2) pengembangan sumberdaya manusia para petugas
harus memiliki keahlian dan ketrampilan melalui pelatihan dan pendidikan, 3)
menumbuh-kembangkan penangkar/ pengusaha benih atau bibit, 4)
pengembangan mekanisasi pertanian, 5) pemanfaatan teknologi, 6) pengembangan
sentra produksi tanaman pangan, 7) pengembangan kemitraan antara petani
dengan mitra usaha, 8) menggerakkan peran swasta/PMA dan PMDN (Kahar,
1995)
20
Untuk menjamin tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
perlu menggunakan berbagai pola pengembangan sebagai berikut : 1) pola insus
(pendekatan kelompok dengan program Bimas), 2) pola sekolah lapang (belajar
sendiri dalam kelompok tani dengan bimbingan penyuluh lapangan), 3) pola
sentra (komoditi yang dipilih disesuaikan dengan agroklimat serta
menguntungkan petani), 4) pola kemitraan (kerjasama petani dengan pengusaha)
(Kahar, 1995).
Karakteristik pertanian lahan kering, terutama usahatani tanaman pangan
dan hortikultura, sangat berbeda dengan pertanian lahan sawah. Misalnya,
keadaan yang sangat tergantung iklim atau curah hujan, biasanya hanya ditanami
sekali setahun, serangan hama dan penyakit tanaman jauh lebih sukar dikontrol,
produktivitas per hektar sangat rendah, dan sebagainya. Lebih parah lagi, jika
pada lahan yang memang tidak subur dan berproduktivitas rendah itu dilakukan
kegiatan intensifikasi yang berlebihan, maka fenomena degradasi lahan akan
senantiasa mengancam keberlanjutan pertanian lahan kering (Amien, 1999).
Menurut Hikmatullah et al. (2001) dalam rangka pengembangan lahan
kering menuju pembangunan berkelanjutan berbagai rakitan teknologi usahatani
telah berhasil ditemukan, pola usahatani tersebut antara lain : (1) pola usahatani
berorientasi pangan, (2) pola usahatani konservasi dan (3) pola usahatani terpadu.
2.5. Kendala Usahatani Lahan Kering
Sumber-sumber alam yang terbatas dan jumlah penduduk yang semakin
bertambah besar dengan tingkat pendapatan yang belum memadai, dapat
menimbulkan masalah-masalah dalam pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup. Tekanan kepadatan penduduk yang terjalin erat dengan
kemiskinan, telah mendorong penduduk untuk mengolah tanah dengan cara-cara
yang merusak kelestarian dan kesuburannya (Haeruman, 1979).
Masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan lahan kering antara
lain : (1) sumber air yang sangat terbatas dan hanya tergantung dari curah hujan,
(2) umumnya merupakan tanah marginal, dan (3) sangat peka terhadap erosi
(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Barat, 1983).Selanjutnya Tohir (1983)
mengemukakan bahwa masalah pokok yang dihadapi dalam penanganan lahan
21
kering adalah rumitnya penataan pertanaman yang beraneka ragam di samping
rendahnya kesuburan tanah. Dengan penataan pertanaman diharapkan dapat
meningkatakan kualitas dan kuantitas hasil panen secara rasional, efisien dan
ekonomis.
Apabila diperhatikan secara seksama, ternyata kemunduran kesuburan
tanah, timbulnya hama penyakit, timbulnya tanah bera dan sebagainya sering
disebabkan karena kesalahan dalam penataan tanaman. Untuk memahami
penataan pola pertanaman ini berbagai aspek perlu diperhatikan, baik secara
teknis, biologis maupun sosial ekonominya. Selain itu, kendala utama yang
dihadapi dalam pengelolaan usahatani lahan kering adalah terbatasnya pemilikan
modal dan tenaga kerja keluarga yang tersedia, sempitnya lahan usahatani, dan
menurunnya tingkat kesuburan tanah lahan kering.
Data keragaan tanah di Kalimantan Barat menunjukan bahwa, lahan
Podsolik Merah Kuning (PMK) mendominasi jenis tanah di Kalimantan Barat
yang luasnya mencapai 67,783 Km2. Jenis tanah ini merupakan jenis tanah yang
bermasalah, sehingga perlu masukan teknologi tinggi dan khusus untuk daerah
lahan kering. Jenis-jenis tanah yang lain dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis Tanah Tiap Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat
No. Kabupaten
Organosol, Gley dan Humus
(ha)
Aluvial (ha)
Regosol (ha)
PMK (ha)
Podsolik
(ha)
Litosol (ha)
1 Sambas 1.280 3.600 - 546 432 1.520 2 Pontianak 6.187 3.934 - 6.176 1.408 416 3 Ketapang 7.360 4.336 448 21.953 1.712 - 4 Sanggau 1.056 144 - 15.296 992 192 5 Sintang 480 912 - 15.296 - - 6 Kapuas Hulu 3.968 2.064 - 3.584 - - 7 Kota Pontianak 36 72 - - - - Keseluruhan 19.935 15.112 448 67.783 4.544 2.128
Sumber : Kalimantan Barat dalam Angka (2000) Keterangan : PMK = Podsolik Merah Kuning
Pada umumnya kondisi petani lahan kering memiliki sumberdaya yang
terbatas. Mereka harus membuat keputusan dengan menggunakan sumberdaya
(tanah, tenaga kerja dan modal) yang terbatas untuk memperoleh hasil yang
setinggi-tingginya sesuai dengan kondisi usahataninya. Keterbatasan sumberdaya
22
tersebut terutama adalah terbatasnya modal dan rendahnya tingkat kesuburan
tanah. Padahal modal merupakan unsur yang esensial dalam mendukung
peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan itu sendiri. Menurut
Hardwood (1982) faktor modal merupakan faktor pembatas dalam pengembangan
pertanian. Hal ini membuat semakin sulitnya usaha-usaha untuk meningkatkan
taraf hidup masyarakat pedesaan dengan cepat.
2.6. Struktur Klasifikasi Lahan
Evaluasi sumberdaya merupakan proses untuk menduga potensi
sumberdaya untuk berbagai penggunaan . Dengan demikian evaluasi sumberdaya
adalah membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk penggunaan suatu
sumberdaya dengan sifat yang dimiliki oleh sumberdaya tersebut. Hasil dari suatu
evaluasi sumberdaya menjadi suatu dasar bagi perencanaan dan pengembangan
wilayah (Saefulhakim et al., 2003).
Menurut FAO dalam Sitorus (1998) struktur klasifikasi kesesuaian lahan
dibagi menjadi empat kategori yaitu : Ordo, Kelas, Sub-kelas dan Unit kesesuaian
lahan. Ordo kesesuaian lahan mencerminkan macam kesesuaiannya. Kelas
kesesuaian lahan mencerminkan derajat kesesuaian lahan dalam Ordo, Sub-kelas
kesesuaian lahan mencerminkan macam hambatan atau perbaikan utama yang
dibutuhkan dalam kelas, dan Unit kesesuaian lahan mencerminkan perbedaan-
perbedaan minor yang dibutuhkan dalam pengelolaan Sub-kelas.
Ordo kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu ; Sesuai (S) dan
Tidak Sesuai (N). Ordo Sesuai (S) adalah lahan yang dapat digunakan secara
berkesinambungan untuk tujuan yang dipertimbangkan. Keuntungan dari hasil
pengelolaan akan memuaskan setelah dikalkulasi dengan masukan, tanpa adanya
resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Ordo Tidak Sesuai (N) adalah
lahan yang apabila dikelola mempunyai kesulitan sedemikian rupa sehingga
menghambat penggunaannya untuk tujuan yang direncanakan.
Ordo Sesuai dapat dibagi menjadi beberapa kelas. Jumlah kelas pada ordo
sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sesedikit mungkin untuk memudahkan
interpretasi. Jika terdapat tiga kelas dalam ordo Sesuai (S) maka definisi masing-
masing kelas dapat dijelaskan sebagai berikut :
23
Ordo S (Sesuai) terdiri atas tiga kelas :
1. Kelas S1 (Sangat Sesuai) adalah lahan yang tidak mempunyai pembatas serius dalam pengelolaannya atau hanya mempunyai faktor pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.
2. Kelas S2 (Cukup Sesuai) adalah lahan yang mempunyai pembatas-pembatas
agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan, sebab akan meningkatkan masukan yang diperlukan.
3. Kelas S3 (Sesuai Marjinal) adalah lahan yang mempunyai pembatas-pembatas
yang sangat berat untuk penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan karena akan menaikkan masukan yang diperlukan.
Order N (Tidak Sesuai) terdiri atas dua kelas :
1. Kelas N1 (Tidak Sesuai Saat Ini) adalah lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan saat ini dengan biaya yang rasional.
2. Kelas N2 (Tidak Sesuai Permanen) adalah lahan yang mempunyai pembatas
yang sangat berat sehingga tidak memungkinkan digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
Sub-kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas. Tiap kelas
dapat dibagi menjadi satu atau lebih sub-kelas tergantung dari jenis pembatas
yang ada, tetapi untuk S1 tidak ada faktor pembatas. Jenis pembatas ini
ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang diletakkan setelah simbol kelas.
Sebagai contoh, kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman tanah
efektif (s) akan menyebabkan kelas masuk ke sub-kelas S2s.
Kesesuaian lahan pada tingkat satuan lahan merupakan pembagian lebih
lanjut dari sub-kelas. Semua satuan yang berada dalam sub-kelas mempunyai
tingkat kesesuaian yang sama pada tingkat sub-kelas. Satuan-satuan berbeda satu
dengan yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek-aspek tambahan pengelolaan
yang diperlukan dan sering merupakan rincian bagi pembatasnya. Dengan
diketahuinya pembatas secara rinci akan memudahkan penafsiran perencanaan
pada tingkat usahatani. Tingkat kesesuaian lahan dapat berupa gambaran keadaan
lahan pada saat penelitian, yang disebut kesesuaian lahan aktual, ataupun
24
kesesuaian lahan setelah dilakukan perbaikan, atau input tertentu, yang disebut
kesesuaian lahan potensial (Dent dan Young, 1983).
Sehubungan dengan kesesuaian lahan potensial Hardjowigeno et al.(2001)
menggolongkan masukan tersebut atas tiga bagian. Pertama masukan rendah,
kedua masukan sedang, dan ketiga adalah masukan tinggi, Jenis masukan dan
kemungkinan perbaikan yang dapat dilakukan untuk masing-masing karakteristik
lahan tertera pada Tabel 6.
Berdasarkan Tabel 6 tersebut kemungkinan akan ditemui beberapa
kombinasi masukan. Jika kombinasi dari beberapa tingkat masukan ditemui maka
kombinasi dari dua tingkat masukan rendah akan menghasilkan tingkat masukan
menengahApabila dengan kombinasi dua tingkat masukan yang ditemui memiliki
tingkat yang berbeda, maka yang digunakan adalah input yang tertinggi.
Perbaikan yang dilakukan akan menghasilkan peningkatan kelas
kesesuaian lahan satu tingkat atau lebih dari kesesuaian lahan aktual. Penjelasan
mengenai kelas kesesuaian lahan potensial ini adalah sebagai berikut :
1. Jika kelas kesesuaian lahan aktual adalah kelas S2 dan memungkinkan untuk diperbaiki, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas S1.
2. Jika kelas kesesuaian lahan aktual adalah kelas S3 dan memungkinkan untuk
diperbaiki, tapi faktor pembatas pada kelas S2 masih ada, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas S2.
3. Jika kelas kesesuaian lahan aktual adalah kelas S3 dan memungkinkan untuk
diperbaiki, dan faktor pembatas untuk kelas S3 tidak ada lagi, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas S1.
4. Jika kelas kesesuaian lahan aktual adalah N dan memungkinkan untuk
diperbaiki, tapi faktor pembatas untuk S3 masih ada, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas S3.
5. Jika kelas kesesuaian lahan aktual adalah N dan memungkinkan untuk diperbaiki, tapi faktor pembatas untuk S2 masih ada, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah kelas S2.
4. Jika kelas kesesuaian lahan aktuala adalah N dan memungkinkan untuk
diperbaiki, dan tidak ditemukan faktor pembatas lain, maka kelas kesesuaian lahan potensial adalah S1.
7. Jika tidak memungkinkan untuk diperbaiki (simbol x) maka kelas kesesuaian
lahan aktual dan potensial adalah sama.
25
Tabel 6. Jenis Masukan dan Kemungkinan Perbaikan yang Dapat Dilakukan untuk Masing-masing Karakteristik Lahan.
Karakteristik Lahan Yang
Dikelompokkan Berdasarkan Kualitas Lahan
Perbaikan dan Simbolnya Tingkat
Input
t – Regim Temperatur
1. Rata-rata temperatur tahunan
w- Ketersediaan Air 2. Bulan kering 3. Curah hujan rata-rata tahunan
r – Keadaan Perakaran 1. Kelas drainase 2. Tekstur 3. Kedalaman perakaran
f – Retensi Unsur Hara 1. KTK me/ 100 g (subsoil) 2. pH (Lapisan atas) n – Ketersediaan Unsur Hara
1. Nitrogen total (Lapisan atas) 2. P2O5 tersedia (Lapisan atas)
3. K2O tersedia (Lapisan Atas) x – Toksisitas 1. Salinitas s – Lahan 1. Lereng (%) 2. Batuan lepas 3. Batuan tersingkap
Tidak dapat diperbaiki Irigasi (I) Irigasi (I) Drainase buatan Tidak dapat diperbaiki Umumnya tidak dapat diperbaiki jika lapisan yang menghambat tebal dan tidak dapat ditembus, tetapi jika lapisan yang menghambat tipis dan dapat diperbaiki maka masih dapat diperbaiki (I) Pengapuran dengan sumber disekitar Lokasi (L) Pengapuran dengan sumber jauh dari Lokasi (L) -sda- Pemupukan (M) Pemupukan untuk kelas S2 (M) Pemupukan untuk kelas S3/N (M) -sda- Reklamasi untuk tanah salin kelas S2/S3 (N) Reklamasi untuk kelas N (N) Kontruksi sawah kemiringan < 3 % (P) Kontruksi sawah kemiringan 3 - 8 % (P) Kontruksi sawah kemiringan 8 - 15 % (P) Penanaman strip rumput pada kontur kemiringan 0 – 8 % (O) Teras tanpa SPA, kemiringan > 8 % ® Teras dengan SPA, kemiringan >8 % (T) Pengambilan batuan untuk kelas S2/S3 (S) Tidak dapat diperbaiki
Hi
Hi
Hi
Hi Mi
Li Li Mi
Mi Mi
Li Mi Hi
Li Li
Mi Mi
Sumber : Hardjowigeno et al., (2001) Keterangan : Hi = Masukan Tinggi Mi = Masukan Sedang Li = Masukan Rendah
2.7. Optimasi Penggunaan Sumberdaya Lahan
Penggunaan sumberdaya lahan sering dilakukan tanpa memperhatikan
kesesuaian lahan atau asas-asas konservasi tanah sehingga mempercepat
kemerosotan produktivitas lahan. Untuk mempertahankan dan meningkatkan
kualitas sumberdaya lahan dan lingkungan dapat dilakukan dengan penggunaan
26
sumberdaya lahan yang optimal dalam pengertian sumberdaya lahan dan
lingkungan akan dapat memberikan manfaat yang tinggi kepada penduduk dalam
jangka panjang. Dengan demikian, penggunaan sumberdaya lahan yang optimal
mengandung makna azas pelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan.
Optimalisasi penggunaan sumberdaya lahan atau penggunaan sumberdaya
yang optimal akan memperkecil atau mencegah banjir pada musim hujan dan
mencegah kekeringan pada musim kemarau, menekan kehilangan tanah (erosi),
memberikan pendapatan yang tinggi kepada penduduk, serta mendukung sejumlah
penduduk dalam keadaan hidup layak.
Menurut Verinumbe, et al. (1984), dalam menentukan pola usahatani
dapat menggunakan alat matematik, yaitu melalui perencanaan atau program
linier (linier programming). Dengan metode ini kita dapat menentukan suatu pola
usahatani yang optimal dan menghasilkan keuntungan yang maksimal. Metode ini
juga dapat digunakan untuk memilih beberapa alternatif jika ada fungsi tujuan dan
sumberdaya sebagai pembatas.
Soekartawi et al. (1985) mengemukakan bahwa program linier dapat
digunakan untuk memilih kombinasi beberapa kegiatan yang dapat
memaksimalkan pendapatan kotor. Metode ini juga dapat memberikan tambahan
informasi ekonomi yang berguna mengenai pemecahan optimal.
Menurut Kasryno dalam Sumantri (1991) metode program linier untuk
membahas persoalan optimasi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
dengan metode lainnya, yaitu : (1) lebih efisien dalam penggunaan waktu, biaya
dan kemampuan menganalisis hasil penggunaan data, (2) analisis ekonomi dapat
dikembangkan sekaligus walaupun kegiatan ekonomi dikategorikan atas dasar
wilayah, sektor serta waktu, (3) solusi programasi linier dapat memberikan
informasi tentang struktur kait-mengait dan keuntungan komparatif dalam sektor
pertanian, potensi produksi dan kesempatan kerja, pola produksi dan konsistensi
dari kebijakan pertanian.
Hasil yang maksimum dapat dicapai dengan menggunakan lahan pada
intensitas maksimum dan tingkat pengeluaran korbanan (input) yang rendah,
diperoleh keuntungan yang optimum. Dalam hal ini perbandingan antara harga
hasil dengan harga korbanan adalah tertinggi (Cooke, 1982).
27
Sumberdaya petani meliputi faktor fisik berupa tanah, sinar matahari, air
dan faktor sosial ekonomi seperti uang tunai dan kredit, tenaga kerja
(mekanik/hewan), dan pasar (Hardwood, 1979). Suatu sumberdaya lahan dapat
digunakan untuk berbagai keperluan, sehingga pemilihan peruntukan tersebut
menjadi sangat penting. Dalam hal ini perlu diperhatikan agar pemilihan
peruntukan tersebut dilakukan atas dasar : (1) efisiensi dan efektivitas penggunaan
yang optimum dalam batas-batas kelestarian yang mungkin, (2) tidak mengurangi
kemampuan dan kelestarian sumberdaya alam lain yang berkaitan dalam suatu
ekosistem, dan (3) memberikan kemungkinan untuk mempunyai pilihan
penggunaan di masa depan, perombakan ekosistem tidak dilakukan secara drastis
(Haeruman, 1979).
Model analisis yang digunakan untuk mencapai tujuan adalah model
Program Linier. Model ini digunakan untuk memperoleh kombinasi optimal dari
aktivitas-aktivitas produksi dan menjadi pilihan pada kondisi sumberdaya tersedia
dalam jumlah terbatas.
III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Administrasi dan Geografis
Daerah penelitian secara administratif terletak di Kecamatan Sungai Raya
yang merupakan salah satu dari 23 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten
Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Secara geografis daerah Kecamatan Sungai
Raya terletak pada 109 0 – 21’ 00 0 BT dan 1090 – 52’ 30 0 LU yang dilintasi Garis
Khatulistiwa dengan iklim Tropis. Luas wilayah Kecamatan Sungai Raya
926.750 KM yang berjarak 180 km dari Kotamadya Pontianak.
Wilayah Kecamatan Sungai Raya mempunyai batas-batas sebagai berikut :
- Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Kapur, Kelurahan Parit Mayor
Kecamatan Pontianak Timur Kodya Pontianak dan
Kecamatan Sungai Ambawang.
- Sebelah Timur : Berbatasan dengan Gunung Tamang Belungai Kecamatan
Toba dan Kecamatan Tayan Kabupaten Sanggau.
- Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Sungai Asam, Desa Sungai
Bulan, Desa Jongkong Kecamatan Toba dan Kecamatan
Tayan Kabupaten Sanggau.
- Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Sungai Raya, Kelurahan Bangka
Belitung Kecamatan Pontianak Selatan Kodya Pontianak
dan Desa Punggur Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten
Pontianak.
Kecamatan Sungai Raya terletak dipinggir Sungai Kapuas, dimana untuk
menuju ke desa-desa dapat ditempuh dengan kendaraan air dan sebagian lagi
dapat ditempuh dengan kendaraan darat. Luas wilayah daerah penelitian 92.675
hektar atau 5,10 % dari luas wilayah Kabupaten Pontianak. Kecamatan Sungai
Raya terdiri dari 10 desa yaitu : Desa Sungai Raya, Desa Kapur, Desa Arang
Limbung, Desa Kuala Dua, Desa Sungai Ambangah, Desa Tembang Kacang,
Desa Sungai Bulan, Sungai Asam, Desa Limbung dan Desa gunung Tamang.
Letak lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
29
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian
3.2. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan dalam konteks ini diartikan sebagai perwujudan fisik
penggunaan lahan, baik bersifat alamiah maupun sebagai aktivitas manusia.
Variasi wujud penggunaan lahan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh
aktivitas manusia diatas lahan yang bersangkutan. Makin banyak jumlah
penduduk yang mengusahakan lahan untuk aneka ragam kegiatan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, makin bervariasi pula wujud penggunaan lahan
yang terjadi. Pola penyebaran penduduk juga ikut berperan dalam membentuk
pola penggunaan lahan, baik diperkotaan maupun di pedesaan.
Jenis dan luas penggunaan lahan di Kabupaten Pontianak berdasarkan peta
skala 1 : 50.000 tahun 2005 disajikan pada Tabel 7.
30
Tabel 7. Penggunaan Lahan di Kecamatan Sungai Raya
No. Penggunaan Lahan Luas (ha)
Luas (%)
1. Hutan (hutan lebat dan hutan belukar) 45.567 44,44
2. Kebun Karet 10.980 10,61
3. Kebun Campuran 876 0,85
4. Kebun Masyarakat 3.245 3,14
5. Ladang 13.407 12,94
6. Pemukiman 10.032 9,69
7. Semak 19.383 18,73
Jumlah 1.817.120 100 Sumber : Badan Pertanahan Nasional Kalimantan Barat (2005)
Jenis dan luas penggunaan lahan di Kabupaten Pontianak berdasarkan peta
skala 1 : 50.000 adalah sebagai berikut : hutan lebat dan hutan belukar (44,44 %),
kebun karet (10,61 %), kebun campuran (0,85 %), kebun masyarakat (3,14 %),
ladang (12,94 %), Pemukiman (9,69%), dan semak (18,73 %).
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa penggunaan lahan dominan adalah
hutan lebat dan hutan belukar. Selain itu penggunaan lahan untuk ladang/tegalan,
yang merupakan kebiasaan bertani di daerah pedalaman masih menunjukkan
peran yang berarti dalam memberi corak penggunaan lahan diwilayah Kabupaten
Pontianak. Umumnya penutupan lahan oleh semak belukar cukup mendominasi
wilayah ini yaitu sekitar 18,73 % dari luas kecamatan. Sebagian besar dari luasan
semak, pemukiman, hutan dan ladang di daerah ini diklasifikasikan sebagai lahan
kering.
Penggunaan lahan berupa semak yang secara umum dipandang sebagai
penggunan lahan yang tidak ekonomis atau bahkan terkesan sebagai penelantaran
lahan masih menunjukkan angka luasan yang cukup tinggi. Umumnya
penggunaan lahan seperti ini merupakan bekas perladangan yang ditinggalkan
sementara, dan pada suatu ketika akan diusahakan kembali dengan periode
putaran tertentu. Jenis-jenis penggunaan lahan secara umum di Kecamatan Sungai
Raya dapat dilihat pada Gambar 3.
31
Gambar 3. Peta Penggunaan Lahan
3.3. Keadaan Topografi
Secara umum, wilayah Kabupaten Dati II Pontianak dapat digolongkan
atas 2 (dua) unit fisiografi yaitu ; datar dan landai sampai bergunung. Kecamatan
Sungai Raya termasuk kedalam fisiografi datar yang merupakan dataran rendah
dan rawa-rawa. Menurut Badan Pertanahan Nasional (2000), daerah dengan
fisiografi datar mencapai areal seluas ± 1.058.695 ha atau 58 % dari luas wilayah
Kabupaten Pontianak.
Berdasarkan peta topografi skala 1 : 200.000, diperkirakan ketinggian
tempat di wilayah Kecamatan Sungai Raya 0 sampai dengan 1 meter diatas
permukaan laut dengan lereng/kemiringan lahan 2 %, yang merupakan daerah
subur untuk pertanian tanaman pangan. Sebagian tanahnya merupakan dataran
rendah kering dengan rawa-rawa dan dataran tinggi dengan variasi perbukitan
bergelombang yang terdapat di sekitar daerah hutan gua sikafir, sehingga
merupakan salah satu kendala untuk di kembangkan menjadi lahan pertanian.
32
3.4. Jenis Tanah
Berdasarkan hasil survei Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Pontianak tahun 2002 pada peta tanah eksplorasi skala 1 : 1.000.000 diketahui
bahwa tanah-tanah yang menyebar di Kecamatan Sungai Raya diantaranya jenis
tanah Aluvial dalam system USDA disebut Entisol.
Pada keempat desa pengamatan yang terdiri dari 40 unit lahan contoh di
Kecamatan Sungai Raya terdapat jenis tanah Aluvial (Entisol). Tanah Aluvial
terbentuk sebagai hasil pengendapan material yang terangkut air sungai. Bahan-
bahan yang relatife kasar dan berat mengendap sepanjang pinggiran sungai,
sementara bahan-bahan halus diendapkan pada tempat-tempat yang lebih jauh dari
sungai. Karena merupakan hasil endapan, umumnya jenis tanah ini menunjukkan
lapisan-lapisan yang jelas.
3.5. Kondisi Iklim
Kondisi iklim yang paling menentukan dalam penelitian ini adalah curah
hujan dan temperatur. Curah hujan sangat menentukan kondisi untuk usahatani di
suatu wilayah. Keadaan curah hujan Kecamatan Sungai Raya didasarkan pada
data curah hujan dari stasiun penakar hujan milik Badan Meteorologi dan
Geofisika (BMG) Provinsi Kalimantan Barat yaitu Stasiun Meteorologi Supadio
yang terletak di Kecamatan Sungai Raya. Pada daerah penelitian ini data curah
hujan tahunan selama sepuluh (10) tahun terakhir (1995-2005) Kondisi iklim di
daerah penelitian tertera pada Tabel 8.
Kondisi iklim di daerah penelitian dengan sudu bulanan rata-rata berkisar
antara 26,13 oC – 26,87 oC dengan susu udara tahunan sebesar 26,57 oC.
Kelembaban udara rata-rata tahunan sebesar 94,94 %, dengan kelembaban nisbi
berkisar anatara 57,46 % - 96,77 %. Kecepatan angin rata-rata tahunan sebesar
53,08 km/jam. Lama penyinaran matahari rata-rata tahunan sebesar 651,48 jam.
Berdasarkan klasifikasi Oldeman dalam Kartasapoetra (2004) (BB = CH
rata-rata > 200 mm/bulan ; BK = CH rata-rata < 100 mm/bulan), iklim di wilayah
Kecamatan Sungai Raya tergolong Zona A, yaitu terdapat bulan basah yang lebih
dari 9 kali berturut-turut. Menurut klasifikasi Scmidt-Fergusson (BB = CH > 100
33
mm/bulan ; BK = < 60 mm/bulan) bahwa Kecamatan Sungai Raya tergolong tipe
iklim C, yaitu sangat basah.
Tabel 8. Kondisi Rataan Cuaca di Daerah Penelitian pada Periode 1995-2005
Bulan Curah Hujan (mm)
Suhu (oC)
Lama Penyinaran
(jam)
Kelembaban (%)
Hari Hujan (hari)
Januari 379,09 26,31 50,10 87,60 18,30
Februari 224,75 26,16 58,40 85,30 13,50
Maret 261,99 26,69 60,70 85,80 14,80
April 345,04 26,53 60,60 86,10 20,50
Mei 213,50 27,33 67,50 85,80 14,20
Juni 205,03 26,85 69,50 84,50 12,70
Juli 207,70 26,74 68,80 84,30 11,10
Agustus 217,50 26,87 66,20 84,10 12,30
September 185,26 26,43 51,80 86,10 14,70
Oktober 303,50 26,52 50,20 87,80 20,60
November 293,50 26,13 54,20 87,30 20,80
Desember 276,70 26,28 52,70 88,10 19,40
Rata-rata 311,34 26,57 59,23 96,77 16,08
Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika Supadio Pontianak (2005)
3.6. Kependudukan
Berdasarkan data pada Kecamatan Sungai Raya dalam Angka (2005)
jumlah penduduk yang ada pada Kecamatan Sungai Raya adalah 182.987 jiwa
terdiri dari 85739 jiwa laki-laki dan 97248 jiwa perempuan. Dengan kepadatan
penduduk di Kecamatan Sungai Raya adalah 4804 jiwa per km2.
Data kependudukan menurut desa tertera pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa
jumlah penduduk terbesar 59.520 jiwa dan kepadatan tertinggi 1.965 hiwa/km2
terdapat di Desa Sungai Raya, yaitu salah satu desa yang berbatasan langsung
dengan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yaitu Kota Pontianak dan juga
merupakan Kota Kecamatan Sungai Raya, sedangkan jumlah penduduk paling
sedikit 1.698 jiwa adalah Desa Gunung Tamang.
34
Tabel 9. Data Kependudukan Menurut Desa di Kecamatan Sungai Raya
Jumlah Penduduk (jiwa) No Nama Desa
Luas
(km2) Pria Wanita Jumlah
Kepadatan
(jiwa/km2)
1. Sungai Raya 28,6 29.274 27.246 59.520 1.965
2. Kapur 12,4 6.291 5.422 11.713 947
3. Arang Limbung 21,5 7.991 7.960 15.951 738
4. Kuala Dua 46,9 13.675 14.801 28.476 607
5. Sungai Ambangah 33,8 4.105 3.792 7.897 233
6. Tebang Kacang 162,5 9.599 9.267 18.866 116
7. Sungai Bulan 37,5 1.168 1.328 2.496 66
8. Sungai Asam 401,3 10.439 24.393 21.393 53
9. Pulau Limbung 81,3 2.309 2.229 4.538 55
10. Gunung Tamang 68,7 888 810 1.698 24
Jumlah 894,5 85.739 97.248 182.987 4.804
Sumber : Kecamatan Sungai Raya dalam Angka (2005)
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencahariannya dapat dilihat pada
Tabel 10, menunjukkan bahwa pada umumnya mata pencaharian penduduk di
daerah penelitian adalah petani. Dari data ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa
daerah penelitian masih tetap mengandalkan sektor pertanian sebagai tulang
punggung perekonomian.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencahariannya di Kecamatan
Sungai Raya
No. Mata Pencaharian Jumlah (Orang)
1. Tani 42.233 2. Buruh/ Swasta 24.186 3. Pegawai Negeri Sipil 1.682 4. Pengrajin 295 5. Pedagang 3.085 6. Peternak 1.185 7. Nelayan 266 8. Montir 109 9. Doktor 24 10. Lainnya 109.522
Sumber : Kecamatan Sungai Raya dalam Angka (2005)
35
3.7. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat
Karakteristik rumah tangga merupakan keragaan kondisi rumah tangga
yang dinilai berdasarkan penguasaan lahan, pendidikan, pengalaman usahatani,
produktivitas, ketersediaan tenaga kerja, tingkat adopsi teknologi, pemasaran dan
lain-lain. Karakteristik keluarga pada setiap unit lahan yang dijadikan contoh
menggambarkan kondisi usahatani yang sedang dilakukan oleh petani.
Unit lahan yang dijadikan contoh untuk perencanaan usahatani lahan
kering di Kecamatan Sungai Raya terdapat di Desa Sungai Raya, Kuala Dua,
Tembang Kacang dan Sungai Asam karena dari berbagai penggunaan lahan,
tingkat kelerengan dan jenis tanah yang ada dapat terwakili.
Dari semua unit lahan yang telah ditentukan dipilih responden sebanyak
40 KK yang merupakan pemilik dari unit lahan contoh dan dilakukan wawancara
dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui karakteristik keluarga petani
responden (KK) meliputi : pendidikan, jumlah anggota keluarga, pekerjaan utama,
status penguasaan lahan, luas tanah garapan, sumber pendapatan utama,
pengalaman usahatani, sumber modal, peruntukan produksi, hambatan usahatani,
pemahaman tentang erosi dan tindakan konservasi, intensitas pengolahan tanah,
pemupukan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, persepsi petani tentang
usahatani sekarang, komoditi yang diusahakan dan pola tanam. Komponen
pendapatan meliputi : jumlah produksi dan harga. Komponen biaya produksi
meliputi : biaya bibit/benih, peralatan, pupuk, pestisida, upah tenaga kerja dan
biaya lainnya.
Sebanyak 44 persen dari jumlah penduduk di daerah penelitian
mempunyai mata pencaharian sebagai petani pemilik ataupun buruh tani. Jumlah
ini ternyata merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja yang ada. Sebagian
besar dari petani yang ada menggantungkan usahanya dibidang tanaman pangan.
Sedangkan bidang usahatani lainnya adalah memelihara ternak dan hanya
sebagian kecil saja itupun hanya merupakan kegiatan usahatani sampingan.
Penanaman tanaman tahunan hanya dilakukan petani di pekarangan rumah dengan
jarak yang tidak teratur.
36
3.8. Penguasaan Lahan
Status penguasaan lahan merupakan penguasaan lahan garapan yaitu
sebagai pemilik, penggarap dan penyewa. Keadaan penguasaan lahan penduduk
Desa Sungai Raya, Kuala Dua, Tembang Kacang dan Sungai Asam yang terdiri
dari masyarakat asli pribumi menunjukkan semua penguasaan lahan adalah
berstatus pemilik. Dengan keadaan tersebut dapat dikatakan bahwa lahan yang
dimiliki petani di Desa Sungai Raya, Kuala Dua, Tembang Kacang dan Sungai
Asam cukup luas. Pewarisan lahan umumnya tidak bersifat fragmentatif yaitu
lahan milik kepala keluarga dibagi-bagi kepada anak-anaknya yang telah berumah
tangga, tetapi di daerah ini dengan cara membuka lahan baru oleh kepala keluarga
dan anak-anaknya yang sudah berumah tangga sehingga kecenderungannya lahan
untuk usahatani semakin luas.
Desakan pertambahan penduduk dari tingkat kelahiran dan perpindahan
penduduk sangat mempengaruhi meluasnya penguasaan lahan ke wilayah yang
mempunyai lereng-lereng yang curam untuk lahan-lahan pertanian sehingga di
daerah ini banyak terjadi konversi lahan hutan menjadi lahan pertanian tanaman
pangan atau perkebunan sawit dan karet di daerah ini.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten
Pontianak, Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan selama 9 bulan
mulai dari bulan Juni 2004 sampai dengan bulan Februari 2005.
4.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Munsell soil color chart, kantong plastik, pisau lapangan, sekop, meteran, busur
derajat, label, sekop, karet gelang, kompas, abney hand level, alat tulis, kamera
dan film, serta alat dan bahan analisis laboratorium untuk analisis sifat-sifat tanah.
Peta-peta seperti peta tanah semi detil, peta penggunaan lahan, peta lereng dan
peta topografi.
4.3. Rancangan Penelitian
Penelitian dilakukan di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak
dengan pertimbangan lahan kering di kecamatan ini cukup luas dan belum
dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan tanaman pangan terlihat dari
tingkat produktifitas yang masih rendah. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode survei. Penetapan desa ditentukan dengan cara purposive sampling
yaitu Desa Sungai Raya, Kuala Dua, Tembang Kacang dan Sungai Asam dengan
pertimbangan memiliki lahan kering paling luas dan produksinya rendah. Jumlah
petani.responden dipilih secara acak sebanyak 40 petani responden terdiri dari 10
petani dari tiap desa, dengan kriteria responden adalah petani pemilik dan
penggarap yang menanam tanaman pangan di daerah penelitian.
Penelitian ini ditujukan untuk mengkaji pola usahatani yang optimal.
Tujuan usahatani adalah untuk memperoleh pendapatan bersih yang setinggi-
tingginya dan lahan usahatani dapat terus memberikan hasil dalam jangka waktu
yang lama. Rancangan penelitian yang digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan
yang ingin dicapai atau rekomendasi rencana penggunaan lahan terdiri atas :
38
(1) analisis penggunaan dan pola tanam, (2) analisis kesesuaian lahan, (3)
penentuan tipologi wilayah, (3) analisis usahatani dan (3) optimasi pemanfaatan
lahan, dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Tujuan Penelitian, Data yang Dikumpulkan dan Analisis Data
No.
Tujuan
Variabel yang
Diamati
Metode
Pengumpulan Data
Metode
Analisis Data
1.
Inventarisasi penggunaan lahan, pola tanam dan pergiliran tanaman
1. Penggunaan lahan 2. Pola tanam 3. Pergiliran tanaman 4. Jenis tanaman
Wawancara, pengamatan di lapangan, studi pustaka
Analisis deskriftif
2.
Evaluasi Kesesuaian Lahan
Data biofisisk tanah dari pengambilan sampel tanah di lahan petani responden kemudian dianalisis di laboratorium Prediksi Erosi : 1. Erosivitas (R) 2. Erodibilitas (K) 3. Kelerengan (LS) 4. Faktor peng.tanaman 5. Teknik konservasi
Wawancara, pengamatan di lapangan, studi pustaka dan analisis lab. Sample tanah. Tabulasi data curah hujan dan hari hujan, observasi lapangan, kajian pustaka dan wawancara
Perpaduan antara Atlas Format Procedurs (CSR/FAO, 1983) dan Djaenuddin et all. (2000) Model USLE (Universal Soil Loss Equation) Wischmeier dan Smith, 1978
3.
Analisis Usahatani
1. Biaya usahatani 2. Penerimaan
usahatani 3. Pendapatan usahatani
Pengamatan lapang, wawancara, studi pustaka dan kajian pustaka
Analisis usahatani Soekartawi, 1995
4.
Pola Usahatani Optimal
Data sosial-ekonomi dan usahatani tanaman pangan
Pengamatan lapang, wawancara, studi pustaka.
Linier Programming menggunakan Soft ware GAMS IDE: Versi 22.2
39
4.3.1. Analisis Penggunaan Lahan dan Pola Tanam
4.3.1.1. Tujuan Penelitian
Menginventarisasi berbagai macam pola penggunaan lahan kering yang
terdapat di daerah penelitian termasuk komoditas yang diusahakan, pola tanam
dan pergiliran tanaman.
4.3.1.2. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Penggunaan
lahan dengan pengamatan di lapangan, studi pustaka, data-data dari instansi yang
terkait dan wawancara dengan petani sampel.
4.3.1.3. Variabel yang Diamati
Data-data yang diamati dilapangan yaitu ; penggunaan lahan, pola tanam,
pergiliran tanaman dan jenis tanaman pangan yang diusahakan oleh petani di
lokasi penelitian.
4.3.1.4. Metode Analisis Data
Untuk keperluan inventarisasi pola penggunaan lahan kering yang
terdapat di daerah penelitian termasuk komoditas yang diusahakan, pola tanam
dan pergiliran tanam dilakukan penyusunan data hasil observasi lapang dan studi
pustaka serta data-data dari instansi yang berkait.
4.3.2. Analisis Kesesuaian Lahan
4.3.2.1. Tujuan Penelitian
Mengevaluasi kesesuaian penggunaan lahan pada saat ini untuk
mengetahui tingkat kesesuaian lahan serta faktor penghambat pertumbuhan
tanaman.
4.3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Pengambilan sampel tanah dilakukan dilahan petani responden, kemudian
dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kondisi biofisik lahan. Sampel tanah
diambil secara komposit pada kedalaman 0 – 20 cm masing-masing 1 sampel
tanah dari lahan petani responden. Contoh tanah tesebut dianalisis sifat fisik-
kimianya di laboratorium Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Hasil
dari analisis tanah tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat kesesuaian
lahannya dan tindakan pengelolaan lahan.
40
4.3.2.3. Variabel yang Diamati
Untuk keperluan evaluasi kesesuaian penggunaan lahan diukur besarnya
erosi yang terjadi di lapangan. Untuk prediksi erosi data-data yang dikumpulkan
adalah sebagai berikut :
Erosivitas hujan (R) diambil dari stasiun penakar hujan terdekat yaitu di
Kecamatan Sungai Raya, untuk melihat curah hujan, banyaknya hari hujan,
kelembaban, lamaya penyinaran dan suhu udara.
Nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan dari tekstur tanah, struktur tanah,
permeabilitas dan bahan organik tanah.
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) ditentukan dengan mengukur
langsung dilapangan, yaitu panjang dan kemiringan lahan petani responden. Hasil
pengukuran digunakan untuk menentukan nilai indeks LS.
Pengelolaan tanaman (C) ditentukan berdasarkan sifat perlindungan
tanaman terhadap erosivitas hujan, ditentukan berdasarkan pola penutupan tanah.
Teknik konservasi tanah (P) ditentukan berdasarkan hasil pengamatan di
lapangan. Skor yang diperoleh dari pengamatan kualitas teras akan digunakan
untuk memperoleh indeks tindakan konservasi (P).
4.3.2.4. Metode Analisis Data
Untuk keperluan evaluasi lahan dilakukan penyusunan data hasil observasi
lapang serta studi peta tanah semi-detil dan analisis sifat fisik dan kimia sampel
tanah yang diambil pada lahan petani responden, kemudian disusun data yang
meliputi sifat fisik lingkungan yaitu: iklim, tanah, terrain yang terdiri dari lereng,
topografi, batuan di permukaan dan singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan
tumbuh tanaman.
Kemudian, dilakukan pencocokan antara sifat fisik dan kimia tanah dari
lahan petani dengan persyaratan penggunaan dan pengembangan komoditi
tanaman pangan yang telah umum dikembangkan petani setempat. Analisis
kesesuaian lahan dilakukan didasarkan pada perpaduan antara Format Procedurs
(CSR/FAO, 1983) dan Djaenuddin et al. (1997). Untuk keperluan data bagi
analisis kesesuaian lahan dibutuhkan juga data prediksi erosi. Model yang
digunakan untuk memprediksi erosi adalah model USLE (Universal Soil Loss
41
Equation). Nilai dugaan erosi tersebut dituangkan dengan rumus (Wischmeier dan
Smith, 1978) sebagai berikut :
A = f (R * K * LS * C * P) ...................................................... (4.1)
Dimana, A = Jumlah tanah hilang maksimum dalam ton/ha/tahun,
R = Faktor erosivitas hujan (dihitung berdasarkan data curah hujan)
Penjumlahan dari energi hujan selama setahun dengan intensitas
hujan maksimum 30 menit (EI30) atau dinyatakan dengan persamaan
(Wischmeier dan Smith, 1978) sebagai berikut:
∑=
=12
130
iEIR ....................................................................(4.2)
Lenvain (1975 dalam Bols, 1978) mengembangkan persamaan untuk
menghitung erosivitas hujan yaitu :
EI30 = 2,34 (RAIN)1,98....................................................(4.3)
dimana, EI30 = indeks erosivitas hujan RAIN = curah hujan rata-rata bulanan (cm)
K = Faktor erodibilitas tanah
Ditentukan dengan persamaan (Wischmeier dan Smith, 1978)
sebagai berikut:
( ) ( ) ( )( ){ }1,14 41, 292 2,1 10 12 3, 25 2 2,5 3
100
M a b cK
−× × − + − + −= ...(4.4)
dimana; K = faktor erodibilitas tanah M = persentase pasir halus dan debu x (100 - % liat) a = persentase bahan organik (%C x 1,724) b = kode struktur tanah c = kelas permeabilitas profil tanah
LS = Faktor indeks panjang dan kemiringan lereng
Faktor kemiringan dan panjang lereng (LS) merupakan nisbah antara
erosi dari tanah dengan suatu panjang tertentu terhadap erosi dari
tanah dengan panjang lereng 22,1 meter dan kemiringan 9 % di
42
bawah keadaan identik. Faktor LS dapat ditentukan berdasarkan data
hasil pengukuran panjang dan kemiringan lereng dengan
menggunakan persamaan (Wischmeier dan Smith, 1978) sebagai
berikut:
( ) LssLS 200138,000965,00138,0 ++= .....................(4.5)
dimana; LS = faktor kelerengan
L = panjang lereng (M)
S = kemiringan lereng (%)
C = Faktor indeks pengelolaan tanaman
Merupakan nisbah antara tanah yang hilang pada pengelolaan
tanaman tertentu
P = Faktor indeks konservasi tanah.
Erosi yang dapat ditoleransikan (ETOL) ditentukan berdasarkan
persamaan (Hammer, 1981) sebagai berikut :
thhatonBDnTanahKelestaria
lenTanahlamanEkivaFaktorKedaETOL //10∗∗= ..........(4.6)
dimana ; BD = Bulk density tanah (1,2 g/cc)
Kualitas dan karakteristik lahan yang digunakan untuk evaluasi kesesuaian
lahan didasarkan pada Atlas Format Procedure (CSR/FAO, 1983) dan Djaenuddin
et al. (2000) seperti tertera pada Tabel 12.
43
Tabel 12. Karakteristik Lahan yang Digunakan untuk Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Metode Pengumpulan dan Pengukuran Data
Karakteristik Lahan
Metode Pengumpulan dan Pengukuran Data
t – Regim Temperatur
Rata-rata temperatur (0C)
w- Ketersediaan Air Bulan kering (mm) Kelembaban (%)
r – Keadaan Perakaran Kelas drainase Tekstur Kedalaman perakaran
f – Ketersediaan Unsur Hara KTK liat (cmol) pH H2O Kejenuhan Basa (%) C-Organik n –Unsur Hara
Nitrogen total P2O5 tersedia
K2O tersedia e – Bahaya erosi Lereng (%) Bahaya erosi
Diambil dari stasiun penakar hujan terdekat yaitu di Kecamatan Siantan Diambil dari stasiun penakar hujan terdekat yaitu di Kecamatan Siantan Pengamatan lapangan Pengambilan contoh tanah dan dianalisa dilaboratorium Berdasarkan kedalaman tanah di lahan petani Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Pengambilan contoh tanah dan dianalisis dilaboratorium Diukur berdasarkan kemiringan lereng lahan petani Tingkat bahaya erosi (Rumus USLE)
Sumber : Atlas Format Procedure (CSR/FAO, 1983) dan Djaenuddin et al. (2000).
4.3.3. Penentuan Kualitas Lahan
4.3.3.1. Tujuan Penelitian
Penentuan tipologi wilayah berdasarkan kualitas lahan untuk tujuan
ortogonalisasi dan penyederhanaan variabel.
4.3.3.2. Metode Pengumpulan Data
Untuk menentukan tipologi wilayah berdasarkan kualitas lahan
pengumpulan data dilakukan dengan metode survei di lapangan untuk
44
pengambilan sampel tanah di lahan petani responden kemudian dianalisis di
laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat kimia tanahnya.
4.3.3.3. Variabel yang Diamati
Data-data hasil analisis laboratorium sifat-sifat kimia tanah dari sampel
tanah responden yang dianalisis di laboratorium kemudian disesuaikan dengan
peta penggunaan dan peta kesesuaian lahan di Kecamatan Sungai Raya.
4.3.3.4. Metode Analisis Data
Untuk menetukan tipologi wilayah berdasarkan kualitas lahannya dengan
menggunakan analisis komponen utama (Principal Components Analysis)) dengan
mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling
berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel baru (yang disebut sebagai
komponen utama/ faktor) yang tidak saling berkorelasi, dimana variabel baru yang
dihasilkan jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan
informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah. Dengan analisis PCA kita
mereduksi variabel yang dalam hal ini adalah sifat kimia tanah, dari 13 sifat
kimia tanah dikelompokkan menjadi 3 komponen utaama/ faktor (Saefulhakim).
Kemudian dilanjutkan dengan analisis cluster untuk membatasi wilayah
berdasarkan kemiripan karakteristik tertentu dari suatu hamparan wilayah, dalam
hal ini adalah wilayah (Saefulhakim).
Selanjutnya dilakukan analisis fungsi diskriminan (Discriminat Function
Analysisi) untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata
kelompok yang telah ada secara alami atau variabel mana yang merupakan
penduga terbaik dari pembagian-pembagian kelompok-kelompok yang telah ada
(Saefulhakim).
4.3.4. Analisis Usahatani
4.3.4.1. Tujuan Penelitian
Menganalisis struktur input dan output serta tingkat kelayakan usahatani
dari berbagai pola pada tujuan 1.
45
4.3.4.2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung terhadap petani
responden dan juga dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Data
primer yang dikumpulkan meliputi input produksi dan ouput yang dihasilkan.
4.3.4.3. Variabel yang Diamati
Analisis usahatani bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan sistem
usahatani yang dikembangkan petani dari hubungan ekonomi antara output yang
dihasilkan dengan input yang digunakan petani. Untuk keperluan analisis
usahatani dikumpulkan data dan informasi tentang: 1) berapa produksi, 2) berapa
biaya, dan 3) berapa besar pendapatan usahatani.
4.3.4.4. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani
(Soekartawi, 1995) dengan persamaan sebagai berikut :
1. Struktur Penerimaan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual, yang dapat dituliskan dengan rumus :
jijij PYTR ⋅= ……………………………………………………………………………………………………..….. (4.7)
Dimana,
TRij = Total penerimaan dari suatu pengusahaan komoditas tanaman j
pada lahan ke-i (Rp).
yij = Produksi yang diperoleh dari suatu pengusahaan komoditas
tanaman j pada lahan ke-i (Ton/ Ha).
Pj = Harga produksi untuk setiap komoditas tanaman ke-j (Rp).
2. Struktur Biaya Usahatani
Biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya tetap (fixed
cost), dan biaya tidak tetap (variable cost). Persamaan untuk menghitung biaya
tetap adalah :
jk
n
iijkijk CXFC ⋅= ∑
=1 …………………………………………….…...(4.8)
46
Dimana,
FCijk = Biaya tetap input produksi ke-k dalam pengusahaan komoditas
tanaman j dengan kategori kualitas lahan ke-i (Rp)
Xijk = Kebutuhan input produksi ke-k dalam pengusahaan komoditas
tanaman j dengan kategori kualitas ke-i (Kg atau lt/ Ha)
Cjk = Rataan harga satuan input produksi ke-k di lokasi usahatani
dalam pengusahaan komoditas tanaman j (Rp).
Rumus (3) juga dapat dipakai untuk menghitung biaya tidak tetap, karena
total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap (VC).
3. Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua jenis
biaya. Persamaannya adalah :
Pdij = TRij - TCij …………………………………………........(4.9)
Dimana,
Pdij = Pendapatan usahatani pengusahaan komoditas tanaman j pada
lahan ke-i (Rp).
TRij = Total penerimaan dari suatu pengusahaan komoditas tanaman j
pada lahan ke-i (Rp).
TCij = Total biaya pengusahaan komoditas tanaman j pada lahan ke-i
(Rp).
4.3.5. Analisis Pola Usahatani Optimal
4.3.5.1. Tujuan Penelitian
Menyususun pola optimal penggunaan lahan untuk usahatani tanaman
pangan lahan kering dengan fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan petani.
4.3.5.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan untuk teknik optimasi Program Linier melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner pada petani responden.
4.3.5.3. Variabel yang Diamati
Data yang dibutuhkan untuk teknik optimasi Program Linier melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner pada petani responden, meliputi :
47
1. Data koefisen fungsi tujuan, yaitu : rataan output per hektar per tahun,
rataan harga satuan output, rataan kebutuhan input-input per hektar per
tahun, rataan harga satuan masing-masing input.
2. Data koefisien fungsi kendala, yaitu : rataan kebutuhan tenaga kerja
bulanan (HOK/ha), rataan kebutuhan input-input per hektar per tahun,.
3. Data konstanta kendala, yaitu : total lahan yang sesuai, total input dan
tenaga kerja tersedia di wilayah penelitian.
4.3.5.4. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini digunakan analisis program linier (linier
programming) yang merupakan salah satu cara atau alat untuk menyusun rencana
kegiatan usahatani optimal. Dalam penelitian ini digunakan model maksimisasi,
yaitu memaksimumkan pendapatan bersih atau keuntungan wilayah dari suatu
pola usahatani tanaman pangan di lahan kering yang memilki beberapa tipe
kualitas lahan, dengan kendala luas lahan, tenaga kerja dan modal usaha tersedia.
Dalam analisis program linier (linier programming) menggunakan Soft
ware GAMS IDE Versi 22.2. Susunan model didasarkan pada model baku
Program Linier (Saefulhakim, 2006), yaitu :
Fungsi Tujuan :
Fungsi tujuannya adalah menetukan pola tanam yang dapat memaksimumkan
pendapatan petani, yang secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
Max. Z = ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛⋅−⋅⋅ ∑ ∑∑∑∑∑
m ml
lijmlk
kijmk
i jij BxHyA .......... (4.10)
Fungsi-fungsi Kendala :
a. Kendala Lahan
Luas baku lahan yang diusahakan tidak dapat melebihi luas baku areal lahan
yang tersedia, yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
ij
ij LA ≤∑ ........................................................(4.11)
Luas baku areal lahan yang diusahakan oleh setiap petani pada masing-masing
kualitas lahan 1, 2 dan 3 adalah sebesar
b. Kendala Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja untuk masing-masing tahapan kegiatan usahatani
tanaman panagan tidak dapat melebihi tenaga kerja tersedia pada masing-
48
masing periode tersebut. Dalam hal ini tahapan kegiatan usaha diagregasikan
ke dalam bulanan. Kendala ini secara matematis dapat dituliskan sebagai
berikut :
tiji j
ijt TNAKN ≤⋅∑∑ .............................................(4.12)
Ketersediaan tenaga kerja didasarkan atas jumlah tenaga kerja keluarga
dengan pendekatan sebagai berikut :
- Pada tiap keluarga terdapat empat anggota yang turut serta dalam usahatani,
terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak.
- Jumlah tenaga kerja dihitung dengan satuan hari orang kerja pria (hokp),
dengan konversi :
1 hokw (wanita) = 0,6 hokp
1 hoka (anak) = 0,5 hokp
- Anak-anak hanya mencurahkan sepertiga waktunya dalam usahatani karena
harus masih sekolah.
- Petani tidak menyewa tenaga kerja dari luar keluarga.
- Satu bulan terdiri dari 25 hari kerja.
Dengan demikian tenaga kerja yang tersedia per bulan adalah : (1 + 0,6) hokp
+ 2 (0,5 x 0,33) hokp x 25 hari/bulan = 48 hokp/bulan. Nilai sisi kanan untuk
kendala tenaga kerja adalah nilai yang tersedia dikali dengan jumlah keluarga
petani diseluruh wilayah Kecamatan Sungai Raya, sehingga tenaga kerja yang
tersedia adalah 878.325.
c. Kendala Keuangan
Pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan untuk kegiatan usahatani tidak bisa
melebihi modal usaha yang dapat disediakan petani, yang secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut :
ii j
ijm l
ijml LAx ≤⋅∑∑∑∑ ..................................(4.13)
Dalam hal ini pengeluaran-pengeluaran yang dibutuhkan untuk kegaiatan
usahatani tanaman pangan merupakan modal yang dimiliki petani.
49
Syarat nonnegatifitas : 0≥ijA
Dimana,
Z : Variabel Tujuan, yaitu: nilai total pendapatan dari ushatani tanaman pangan di wilayah penelitian (Rp/tahun), yang dicari nilai maksimumnya
Aij : Variabel Keputusan, yaitu: luas areal lahan tiap pola tanam j pada pada tiap tipe lahan i (1,2,3)
Li : Perkiraan total dana yang dapat disediakan oleh seluruh petani dalam Rp/tahun di wilayah penelitian (ha)
KNijt : perkiraan rataan kebutuhan tenaga kerja pada bulan ke-t untuk menjalankan setiap satuan usahatani pola tanam ke-j pada tipe lahan ke-i di wilayah penelitian (HOK/ha)
TNt : perkiraan total ketersediaan tenaga kerja pada bulan ke-t untuk menjalankan seluruh kegiatan usahatani di wilayah penelitian (HOK)
xijl : perkiraan rataan kebutuhan input ke-l (selain tenaga kerja) pada musim tanam ke-m, pola tanam ke-j, pada tipe lahan ke-i di wilayah penelitian (satuan/ha); satuan ini bisa kg, liter, dll. Bergantung jenis pada input
Bl : perkiraan harga satuan input (selain tenaga kerja) jenis ke-l di wilayah penelitian (Rp/satuan); satuan ini bisa kg, liter, dll. Bergantung jenis pada input.
ALi : perkiraan total lahan tipe ke-I yang tersedia di wilayah penelitian.
yijmk : perkiraan produktifitas (yield) komoditas tanaman pangan jenis ke-k pada musim tanam m untuk pola tanam ke-j pada lahan tipe ke-i di wilayah penelitian (ton/ha)
Hk : perkiraan harga satuan komoditas tanaman pangan jenis ke-k di wilayah penelitian (Rp/ton)
Untuk lebih jelasnya rancangan penelitian dapat dilihat pada diagram Alir
Penelitian seperti pada Gambar 4
50
Gambar 4. Diagram Alir Metode Penelitian
Pengumpulan data sekunder
Survey sosial-ekonomi
Inventarisasi pola
penggunaan lahan
Analisis usahatani
Evaluasi kesesuaian
lahan
Pola usahatani optimal
Pola optimal pengembangan usahatani
lahan kering
Pengambilan contoh tanah dan analisis
laboratorium
Penyusunan program linier
Data yang dikumpulkan : - Produksi usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan usahatani
Data yang dikumpulkan : - Rata-rata temperatur - Ketersediaan air (bulan
kering dan kelembaban) - Keadaan perakaran (kelas
draenase, tekstur dan kedalaman perakaran)
- Ketersediaan unsure hara (KTK liat, pH H2O, kejenuhan basa dan C-Organik)
- Unsur hara (nitrogen total, P2O5 tersedia dan K2O tersedia)
- Bahaya erosi (lereng dan bahaya erosi)
Data yang dikumpulkan : - Fungsi tujuan : rataan
output/ha/th, harga satuan output, rataan kebutuhan input-input/ha/th, rataan harga satuan input dan total areal lahan tersedia.
- Fungsi kendala : rataan kebutuhan tenaga kerja bulanan (HOK/ha), rataan kebutuhan input-input/ha/th, rataaan harga satuan masing-masing input, dan total luas lahan tersedia.
- Konstanta kendala : total areal lahan tersedia, total tenaga kerja tersedia, dan total modal kerja.
Tingkat kesesuaian
lahan
Macam pola penggunaan
dan pergiliran tanaman
Data yang dikumpulkan : - Pola penggunaan
lahan - Jenis komoditi - Jenis penggunaan lahan
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Jenis Penggunaan Lahan dan Pola Tanam
Luas lahan kering di Kecamatan Sungai Raya sekitar 88.389 ha (Dinas
Pertanian, 2004). Hutan negara mempunyai penyebaran terluas sebesar 45.567 ha
(51,55 %), sedangkan yang terkecil adalah pekarangan sebesar 3.694 ha (4,18 %).
Luas lahan kering yang digunakan untuk tegal/kebun/ladang/huma sebesar 13.407
ha (15,17 %) lebih kecil jika dibandingkan dengan lahan yang sementara tidak
digunakan sebesar 19.638 ha (15,17 %). Lahan yang sementara tidak digunakan
tersebut didominasi oleh semak belukar. Berdasarkan hasil verifikasi di lapangan
dan wawancara dengan masyarakat setempat, umumnya semak belukar berasal
dari lahan pertanian yang pernah diusahakan dan kemudian ditinggalkan untuk
beberapa tahun. Jenis dan luas penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Jenis dan Luas Penggunaan Lahan Kering di Kecamatan Sungai Raya No.
Jenis Penggunaan Lahan
Luas (ha)
Persen (%)
1. Pekarangan 3.694 4,182. Tegalan/kebun/ladang/huma 13.407 15,173. Sementara tidak digunakan (rumput,
alang-alang, semak belukar 19.638 22,22
4. Hutan Negara 45.567 51,555 Lainnya (kawasan terbangun) 6.083 6,88 Jumlah 88.389 100
Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Sngai Raya (2004)
Luas semak belukar ini mencirikan belum optimalnya pemanfaatan lahan
usahatani di lokasi penelitian. Hal ini terbukti dengan masih luasnya lahan ladang
dan semak belukar yang belum diusahakan. Hal ini dapat berakibat terhadap
rendahnya produksi tanaman pertanian terutama tanaman pangan dibandingkan
dengan kebutuhan masyarakat. Rata-rata produksi pertanian di 4 desa penelitian
tertera pada Tabel 14.
52
Tabel 14. Rata-rata Produksi Pertanian di 4 Desa Penelitian
Rata-rataProduksi (Ton/ha)
No.
Desa
Padi Jagung Ubi Kayu 1 Sungai Raya 1080 12 5102 Kuala Dua 1242 80 4653 Tebang Kacang 480.6 348 9004 Sungai Asam 1881.9 44 675
Sumber : Dinas Pertanian Kecamatan Sungai Raya (2005)
Belum optimalnya pemanfaatan lahan usahatani tersebut juga
menyebabkan rendahnya pendapatan petani yang pada akhirnya mengurangi
keinginan masyarakat setempat untuk mengusahakan lahan pertaniannya dan
membiarkan lahannya menjadi lahan tidur yang pada akhirnya menjadi semak
belukar. Oleh karena itu perlu dicari alternatif pengelolaan lahan yang lebih baik
yang diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan lahan usahatani di lokasi
penelitian, sehingga petani tertarik mengusahakan lahannya, memperoleh
penghasilan yang relatif tinggi untuk jangka waktu yang tidak terbatas
(sustainable) dan disertai teknik pengelolaan tanah dan tanaman yang
menghasilkan erosi lebih kecil dari erosi yang diperbolehkan.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan umumnya lahan pertanian di
daerah penelitian sebagian besar terdiri dari lahan kering. Rata-rata luas lahan
kering yang diusahakan oleh setiap keluarga petani adalah 0,87 hektar. Lahan
kering yang dimiliki petani umumnya berbentuk datar dan terletak di daerah aliran
sungai. Tanaman pangan yang banyak di usahakan di lahan kering oleh petani
terbatas pada tanaman padi gogo, jagung dan ubi kayu. Pada umumnya pemilihan
jenis tanaman di lahan kering yang dilakukan petani dalam hal ini berkaitan
dengan karakteristik pola kosumsi masyarakat Indonesia yang menempatkan padi
sebagai sumber makanan pokok sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan
keluarga petani.
Jenis tanaman pangan yang umumnya diusahakan petani di lahan kering
ini adalah padi gogo, jagung dan ubi kayu. Jenis tanaman ini umumnya ditanam
petani di tegalan atau kebun. Sedangkan lahan kering yang berupa pekarangan,
petani menanam dengan tanaman buah-buahan atau tanaman perdagangan
53
(kelapa) dengan jarak yang tidak teratur. Tanaman buah-buahan, terutama pisang
atau tanaman perdagangan jarang sekali diusahakan petani tegalan. Penanam
tanaman tersebut hanya dilakukan petani di pinggir-pinggir lahan yang mereka
miliki dan digunakan petani sebagai pagar atau pembatas.
Tanaman pangan yang diusahakan petani di lahan kering ini diusahakan
secara monokultur atau tumpangsari dengan tanaman pangan lainnya. Dari hasil
penelitian, ada suatu kecenderungan bahwa petani yang memiliki lahan relatif luas
(2 ha) menanami lahan usahanya tersebut dengan cara monokultur. Hal ini
disebabkan pengusahaan tanaman ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pangan bagi petani dan keluarganya, terutama tanaman padi gogo, karena pola
konsumsi masyarakat Indonesia yang menempatkan nasi sebagai bahan makanan
pokok sehari-hari.
Pemilihan jenis komoditi dan kombinasi tanaman oleh petani didasari oleh
pertimbangan harga pasar, walaupun sesungguhnya pasaran untuk semua jenis
komoditi pangan dan hortikultura di Pontianak relatif tinggi. Sifat pertanian yang
demikian dapat dikatakan sebagai pertanian subsisten.
Pada umumnya petani di Kecamatan Sungai Raya melakukan penanaman
komoditi tanaman pangan di lahan kering secara monokultur dan tumpangsari.
Pola tanam yang khas disini mencakup dua pertanaman atau musim tanam secara
berurutan sepanjang tahun. Musim tanam pertama dimulai pada bulan Oktober
sampai dengan bulan Februari tahun berikutnya (awal musim hujan) dan musim
kedua dimulai bulan April sampai dengan bulan Agustus (akhir musim hujan).
Jadi masa istrahat lahan (bera) kurang lebih dua bulan yaitu bulan Maret dan
September. Masa bera ini sebenarnya dapat digunakan petani untuk menanam
tanaman sayuran, untuk menambah pendapatan petani.
Pola pergiliran tanaman di lahan kering di Kecamatan Sungai Raya ada
tiga pola pergiliran tanaman yang kini digunakan petani, yaitu ; (1) padi gogo-padi
gogo, (2) padi gogo-padi.jagung dan (3) padi gogo-padi gogo.ubi kayu. Dalam
pola (1), (2) dan (3) musim tanam pertama padi gogo ditanam secara monokultur
ditanam pada bulan Oktober dan dipanen pada bulan Februari. Untuk musim
tanam kedua, pola (1) petani tetap menanam padi gogo secara monokultur, pada
pola (2) petani menanam padi gogo secara tumpangsari dengan jagung, dan pada
54
pola (3) menanam padi gogo tumpangsari dengan ubi kayu. Penanaman jagung
biasanya dilakukan bersamaan dengan penanaman padi gogo, sedangkan tanaman
ubi kayu penanamannya dilakukan satu sampai dua minggu setelah penanaman
padi gogo.
Suatu sistim pergiliran tanaman yang tersusun baik, dari selain
mempertahankan kesuburan tanah dan menghindari kerusakan tanah, akan
mempertinggi produksi per satuan luas per musim per tahun (Arsyad, 1976)
Teknik bercocok tanam yang digunakan umumnya masih tradisional.
Kebanyakan petani menggunakan varietas lokal. Penanaman,penyiangan dan
pasca panen masih dilakukan secara tradisional. Pemupukan sudah dilakukan
walaupun dalam jumlah yang masih terbatas dan belum sesuai dengan
rekomendasi pemupukan. Persiapan tanam, pembuatan persemaian dan
penyiangan masih dlakukan secara tradisional. Pengolahan tanah dilakukan pada
bulan Oktober yaitu 7 – 15 hari sebelum tanam.
Perencanaan pola tanam sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air terutama
di lahan kering. Menurut FAO (1982), musim tanam adalah selang waktu dalam
setahun dengan curah hujan lebih besar dari setengah evapotranspirasi ditambah
waktu yang dibutuhkan untuk mengevapotranspirasi air setinggi 100 mm yang
dianggap masih tersimpan dalam profil tanah pada akhir musim hujan setelah
hujan sama atau mendekati setengah evapotranspirasi. Beberapa pola tanam yang
dilaksanakan petani disesuaikan dengan curah hujan seperti pada Gambar 5,
menunjukkan padi gogo merupakan tanaman pertama yang ditanam, sedangkan
tanaman palawija ditanam berikutnya.
55
Curah Hujan Bulanan
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Bulan
Rata
-rat
a Cu
rah
Huj
an (m
m)
Curah HujanBulanan
POLA TANAM
I Padi Bera Padi Bera
Monokultur Monokultur
II Padi Bera Padi + Jagung Bera
Monokultur Tumpangsari
III Padi Bera Padi + Ubi Kayu Bera
Monokultur Tumpangsari MUSIM TANAM I MUSIM TANAM II
Gambar 5. Pola Tanam Dihubungkan dengan Curah Hujan dan Evapotranspirasi
5.2. Evaluasi Kesesuaian Lahan
Kriteria yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan merupakan
kombinasi dari kriteria kesesuaian lahan menurut CSR/FAO STAFF (1983),
kriteria menurut Tim Biro Perencanaan Departemen Transmigrasi (1984) dan
kriteria menurut Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1994). Tanaman
yang dievaluasi kesesuaian lahannya adalah tanaman pangan yang diusahakan
oleh petani, yaitu : (1) Padi Gogo (Oryza sativa L.), (2) Jagung (Zea mays) dan (3)
Ubi Kayu (Manihot uttilissima). Hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat dilihat
pada Tabel 15.
56
Tabel 15. Data Rataan Sampel Evaluasi Kesesuaian Lahan di Lokasi Penelitian
Nama Desa Jenis Komoditi
Kelas Kesesuaian Faktor Pembatas Utama
Padi Kelembaban udara, tekstur, KB, pH
Sungai Raya Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH , C-organik
Ubi Kayu
Sesuai Marjinal (S3)
Curah hujan, tekstur, pH Padi Kelembaban udara, tekstur, KB,
pH, C-organik Kuala Dua Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH, C-
organik Ubi
Kayu
Sesuai Marjinal (S3)
Curah hujan, tekstur tanah, pH
Padi Kelembaban udara, drainase, KB, pH
Jagung Curah hujan, tekstur, KB, pH
Tembang Kacang
Ubi Kayu
Sesuai Marjinal (S3)
Curah hujan, tekstur, pH Padi Curah hujan, tekstur, pH Jagung Kelembaban udara, drainase, pH
Sungai Asam
Ubi Kayu
Sesuai Marjinal (S3) Curah hujan, tekstur tanah dan
pH Sumber : Data primer diolah (2006)
Untuk dapat memanfaatkan lahan secara optimal dan berkelanjutan, perlu
dilakukan tindakan-tindakan perbaikan sesuai dengan faktor-faktor pembatas yang
ada pada tiap kelas kesesuaian lahan. Untuk dapat menentukan jenis usaha
perbaikan yang perlu dilakukan, perlu diperhatikan karakteristik lahan yang
tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Pembatas-pembatas lahan yang
terdapat di lokasi penelitian adalah: ketersediaan air (curah hujan dan
kelembaban), media perakaran (drainase dan tekstur), serta ketersediaan unsur
hara (pH, kejenuhan basa dan C-organik). Pembatas ketersediaan air, menurut
Leiwakabessy (1988), dapat diatasi dengan pengaturan waktu tanam yang tepat
menurut pola tanam, sedangkan Hardjowigeno (1994) mengatakan bahwa kendala
air dapat diatasi dengan pengairan atau sistem irigasi.
Untuk faktor pembatas media perakaran, dapat dilakukan perbaikan sistem
drainase seperti pembuatan saluran drainase. Menurut Hakim, et al. (1986)
umumnya akar tanaman pangan lahan kering tidak mampu menembus lapisan
tanah yang jenuh air karena defisiensi oksigen, drainase yang baik memungkinkan
difusi oksigen CO2 ke akar tanaman. Faktor pembatas tekstur, tidak dapat
57
dilakukan upaya perbaikan. Pembatas retensi hara yaitu pH, kejenuhan basa dan
C-organik, dapat diatasi dengan melalui pemberian kapur dan penambahan bahan
organik. Hakim, et al.(1986) mengatakan bahwa masalah bahan organik yang
dihadapi pada tanah yang ditanami terus menerus adalah merosotnya kadar bahan
organik tanah. Penurunan kandungan bahan organik tanah lebih dari 40 % sudah
berbahaya sekali karena dapat mengakibatkan penurunan produksi. Mengingat
peranan bahan organik tanah sangat penting maka tidak saja perlu dipertahankan,
tetapi juga harus ditingkatkan, sehingga perlu penambahan bahan organik ke
dalam tanah. Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik menurut
Hakim, et al.(1986) dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik
(membenamkan bahan hijauan sukulen, menambah pupuk kandang dan menutup
permukaan tanah).
Evaluasi kesesuaian lahan dapat digunakan untuk mencari lokasi yang
sesuai dalam hubungan dengan pengembangan pertanian atau bentuk penggunaan
lainnya. Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya
ditentukan oleh sifat-sifat lingkungan fisik yang mencakup tanah, iklim,
relief/topografi, hidrologi dan persyaratan untuk penggunaan tertentu. Dalam
pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu, diperlukan kecocokan antara
sifat lingkungan fisik tersebut dengan persyaratan penggunaan atau komoditas
yang dievaluasi.
Evaluasi kesesuaian lahan di lokasi penelitian dilakukan dengan
melakukan kecocokan antara kualitas dan karakteristik lahan dengan persyaratan
penggunaan tertentu atau persyaratan tumbuh tanaman yang akan dikembangkan.
Jenis tanaman yang dievaluasi adalah tanaman pangan yang diusahakan oleh
petani di lahan kebun dan ladang. Evaluasi dilakukan pada 40 lahan petani sebagai
sampel mewakili lokasi penelitian. Jenis komoditi tanaman pangan yang
dievaluasi kesesuaian lahannya adalah tanaman pangan yang diusahakan petani
responden yaitu padi gogo (Oryza sativa), jagung (Zea mays) dan ubi kayu
(Manihot utilisima).
Tabulasi hasil evaluasi kesesuaian lahan dapat dilihat pada Lampiran 15.
Hasil klasifikasi kesesuaian lahan tertera pada Tabel 15. Berikut ini akan
diuraikan secara ringkas mengenai kelas kesesuaian lahan untuk komoditi
58
tanaman pangan yang diusahakan petani di masing-masing desa di Kecamatan
Sungai Raya.
Berdasarkan hasil pencocokan kualitas dan karakteristik lahan dengan
persyaratan tumbuh tanaman keempat desa sampel di Kecamatan Sungai Raya
tegolong Sesuai Marjinal (S3) untuk tanaman padi, jagung dan ubi kayu. Lahan di
Desa Sungai Raya mempunyai faktor pembatas kesesuaian lahan untuk padi gogo
yaitu kelembaban udara, tekstur tanah dan retensi hara (kejenuhan basa, pH).
Faktor pembatas untuk jagung adalah curah hujan, tekstur tanah dan retensi hara (
kejenuhan basa, pH) serta C-organik. Sedangkan untuk tanaman ubi kayu faktor
pembatasnya adalah curah hujan, tekstur dan retensi hara (pH).
Di Desa Kuala Dua untuk tanaman padi faktor pembatas kesesuaian
lahannya berupa kelembaban udara, tekstur tanah, kejenuhan basa, pH serta C-
organik. Untuk tanaman jagung dengan faktor pembatas kesesuaian lahannya
adalah curah hujan, tekstur tanah, kejenuhan basa, pH dan C-organik, sedangkan
untuk tanaman ubi kayu faktor pembatas kesesuaian lahannya adalah curah hujan,
tekstur tanah dan pH.
Faktor pembatas kesesuaian lahan di Desa Tembang Kacang untuk
tanaman padi adalah kelembaban udara, drainase, kejenuhan basa dan pH. Untuk
tanaman jagung faktor pembatasnya adalah curah hujan, tekstur tanah, kejenuhan
basa dan pH, sedangkan untuk tanaman ubi kayu faktor pembatas kesesuaian
lahannya adalah curah hujan, tekstur tanah serta pH.
Faktor pembatas kesesuaian lahan di Desa Sungai Asam untuk tanaman
padi adalah curah hujan, tekstur tanah dan pH, untuk tanaman jagung adalah
kelembaban udara, draenase dan pH, dan untuk tanaman ubi kayu adalah curah
hujan, tekstur tanah dan pH Berdasarkan penggunaan lahan yang ada sekarang,
hasil evaluasi kesesuaian penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa
seluruh komoditi yang diusahakan oleh petani di Kecamatan Sungai Raya
tergolong kelas sesuai marjinal (S3). Untuk dapat memanfaatkan lahan secara
optimal dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan tindakan-tindakan perbaikan
sesuai dengan faktor-faktor pembatas yang ada pada tiap kelas kesesuaian lahan.
Untuk dapat menentukan jenis usaha perbaikan yang dapat dilakukan,
perlu diperhatikan karakteristik lahan yang tergabung dalam masing-masing
59
kualitas lahan. Faktor pembatas lahan yang terdapat di lokasi penelitian adalah
ketersediaan air (curah hujan dan kelembaban), media perakaran (drainase dan
tekstur), serta ketersediaan unsur hara (pH, kejenuhan basa dan c-organik).
Pembatas ketersediaan air terjadi pada tanaman padi, jagung dan ubi kayu.
Menurut Leiwakabessy (1988), kendala ketersediaan air dapat diatasi dengan
pengaturan waktu tanam yang tepat, sedangkan Hardjowigeno (1994) mengatakan
bahwa kendala ini dapat diatasi dengan pengairan atau sistem irigasi.
Untuk pembatas media perakaran yaitu drainase dapat dilakukan upaya
perbaikan dengan perbaikan sistem drainase seperti pembuatan saluran drainase.
Menurut Hakim, et al. (1986) umumnya akar tanaman lahan kering tidak mampu
menenbus lapisan tanah yang jenuh air karena defisiensi oksigen. Drainase yang
baik memungkinkan difusi oksigen ke CO2 ke akar tanaman. Faktor pembatas
tekstur terjadi pada tanaman jagung dan ubi kayu menyebabkan lahan tergolong
ke dalam kelas sesuai marjinal (S3). Faktor kendala ini tidak dapat dilakukan
upaya perbaikan.
Pembatas retensi hara yaitu pH, kejenuhan basa dan C-organik membatasi
pertumbuhan tanaman padi, jagung dan ubi kayu. Kendala ini dapat diatasi dengan
pemberian kapur dan penambahan bahan organik yang diharapkan dapat
meningkatkan ketersediaan hara di dalam tanah. Menurut Hakim, et al. (1986)
tanah yang pH rendah (< 6) diklasifikasikan sebagai tanah masam. Tujuan
pengapuran adalah untuk menaikkan pH menjadi 6,5. Secara umum pemberian
kapur dapat mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik
tanah.
Hakim, et al. (1986) mengatakan bahwa masalah bahan organik yang
dihadapi pada tanah yang ditanami terus menerus adalah merosotnya kadar bahan
organik tanah. Penurunan kandungan bahan organik tanah lebih dari 40 % sudah
berbahaya sekali karena akan mengakibatkan penurunan produksi. Mengingat
peranan bahan organik tanah sangat penting maka tidak saja perlu dipertahankan,
tetapi juga harus ditingkatkan, sehingga perlu penambahan bahan organik ke
dalam tanah.
Untuk mempertahankan dan meningkatkan bahan organik menurut Hakim,
et al. (1986) dapat dilakukan dengan memanfaatkan bahan-bahan organik
60
(membenamkan bahan hijau sukulen, menambah pupuk kandang dan menutup
sisa tanaman di atas tanah); menjaga reaksi tanah (pH), menciptakan drainase
yang baik dan menambahkan pupuk yang cukup); serta rotasi tanaman dengan
mengatur penanaman secara bergilir. Hal ini dapat mempertahankan bahan
organik tanah dimana setiap jenis akan menghasilkan jumlah bahan organik yang
berbeda sehingga dapat saling mengimbangi.
Prediksi erosi (A) dilakukan pada setiap titik pengamatan di lahan petani
dengan menggunakan model persamaan USLE (persamaan 4.1) Prediksi erosi
dilakukan sesuai dengan penggunaan dan kondisi pengelolaan lahan aktual.
Prediksi erosi dihitung dengan menggunakan data antara lain : (1) faktor erosivitas
hujan, (2) faktor erodibilitas tanah, (3) faktor panjang dan kemiringan lereng, (4)
faktor pengelolaan tanaman, (5) faktor teknik konservasi tanah. Perhitungan erosi
yang masih dapat ditoleransi (ETOL) dilakukan dengan menggunakan pendekatan
Hammer (1981) yang dihitung berdasarkan kedalaman ekivalen tanah dan umur
guna tanah (persamaan 4.6).
Faktor Erosivitas Hujan (R), didasarkan dari data yang diperoleh dari
stasiun penakar hujan Kecamatan Sungai Raya selama 10 tahun. Hasil analisisnya
adalah curah hujan rata-rata bulanan di daerah penelitian tergolong bervariasi
yaitu berkisar antara 185 mm sampai 379,1 mm dengan curah hujan tahunan
3113,35 mm. Dari data curah hujan rata-rata bulanan selanjutnya dihitung nilai
erosivitas hujan bulanan (EI30) dihitung dengan menggunakan rumus Lenvain
(1975 dalam Bols, 1978). Berdasarkan rumus tersebut, maka nilai erosivitas hujan
bulanan (EI30) sebesar 2017,44 (Lampiran 11). Faktor erosivitas hujan sangat
berpengaruh terhadap terjadinya proses erosi air.
Menurut Hudson (1971) erosi hampir seluruhnya disebabkan oleh hujan
dengan intensitas lebih dari 25 mm/jam (KE ≥ 25). Tanah yang terdispersi akibat
tekanan energi kinetik butir-butir hujan yang berupa butiran tanah akan larut
terbawa air.
Faktor Erodibilitas Tanah (K), berdasarkan hasil analisis sampel tanah
yang dilakukan di laboratorium terlihat bahwa tekstur tanah di lahan petani di 4
desa bervariasi. Di Desa Sungai Raya 70 % berstekstur liat berdebu, 20 %
lempung berpasir dan 10 % lempung berliat, Desa Kuala Dua 50 % bertekstur liat
61
berdebu, 40 % bertekstur lempung berpasir dan 10 % bertekstur lempung liat
berpasir. Di Desa Tembang Kacang 50% bertekstur liat berdebu, 40% bertekstur
lempung liat berpasir dan 10 % bertekstur lempung berpasir, sedangkan Desa
Sungai Asam 70 % bertekstur lempung liat berdebu dan 30 % bertekstur lempung
liat berpasir. Penilaian ukuran butir untuk masing-masing tekstur liat berdebu,
lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung berpasir
dan lempung liat berdebu berturut-turut adalah 1213, 2160, 2830 dan 3245.
Hasil pengamatan struktur tanah dilapangan menunjukkan bahwa di Desa
Sungai Raya sekitar 42,5 % berstruktur halus, 40 % berstruktur agak halus dan
17,5 % berstruktur agak halus.
Nilai permeabilitas hasil pengamatan di lapangan didasarkan data
pengukuran laju infiltrasi tanah di lapangan. Di Desa Sungai Raya 80 % tergolong
dalam kelas permeabilitas sedang (kode-3) dan 20 % tergolong sedang sampai
lambat (kode-4). Di Desa Kuala Dua 50 % tergolong dalam kelas permeabilitas
sedang (kode-3) dan 50 % tergolong sedang sampai lambat (kode-4). Di Desa
Tembang Kacang 50 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang (kode-3) dan
50 % tergolong sedang sampai lambat (kode-4). Di Desa Sungai Asam sedang
100 % tergolong dalam kelas permeabilitas sedang sampai lambat (kode-4).
Rata-rata faktor erodibilitas tanah di desa Sungai Raya, Kuala Dua,
Tembang Kacang dan Sungai Asam berturut-turut adalah 0,03; 0,04; 0,09; 0,1;
0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa tingkat erodibilitas
tanah di lokasi penelitian tergolong rendah sampai sedang. Hasil perhitungan
faktor erodibilitas tanah (K) dapat dilihat pada Lampiran 9.
Faktor panjang dan kemiringan lereng (LS), hasil pengukuran di lapangan
menunjukkan bahwa kemiringan lereng di lokasi penelitian homogen, yaitu 2 %.
Panjang lereng dihitung berdasarkan pada panjang lahan yang ada di lapangan.
Nilai Faktor LS hasil perhitungan berkisar antara 0,12 sampai 0,33 (Lampiran 10).
Faktor pengelolaan Tanaman (C), didasarkan pada jenis tanaman aktual
berupa padi gogo dengan pola tanam monokultur mempunyai faktor C yaitu
0,561, padi tumpangsari dengan jagung mempunyai faktor C 0,588, sedangkan
padi tumpangsari dengan ubi kayu mempunyai faktor C yaitu 0,421.
62
Faktor teknik konservasi (P), hanya tindakan konservasi secara mekanik
atau fisik saja, tetapi juga termasuk berbagai macam usaha yang bertujuan
mengurangi erosi tanah. Pemberian mulsa serasah atau jerami memberikan nilai P
sebesar 0,8 (Lampiran 2)
Selanjutnya hasil perhitungan prediksi erosi dan perhitungan ETOL pada
setiap titik pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 11.Berdasarkan Lampiran 11
nampak bahwa sebagian besar erosi yang terjadi lebih kecil dari erosi yang dapat
ditoleransi kecuali di desa Sungai Raya pada nomor lapangan I.8 erosi aktual lebih
besar dari pada erosi yang dapat ditoleransi (erosi > ETOL) yaitu 75,53 ton/ha/th
dan Desa Kuala Dua erosi aktual lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransi
terjadi pada nomor lapangan II.10 yaitu 89,33 ton/ha/th. Di Desa Tembang
Kacang dan Sungai Asam erosi aktual yang terjadi masih dibawah erosi yang
dapat ditoleransi.
5.3. Penentuan Kualitas Lahan
Hasil analisis sifat kimia tanah dengan menggunakan analisis komponen
utama (PCA) menghasilkan 3 faktor utama dari 13 sifat kimia tanah. Sifat kimia
yang mencirikan faktor 1 adalah N-Total, K, Na, KTK dan tekstur (pasir, debu
dan liat) dengan faktor keragaman 32,0 %. Sifat kimia yang mencirikan faktor 2
adalah Ca, Mg dan KB, dengan faktor keragaman 19,7 %, dan sifat kimia yang
mencirikan faktor 3 adalah C-Organik dan P dengan faktor keragaman 12,7 %.
Hasil analisis faktor loading disajikan pada Tabel 16.
Dari analisis gerombol cluster diperoleh bahwa ke-40 sampel tanah dapat
dikelompokkan kedalam tiga cluster yang selanjutnya disebut kelompok kualitas
lahan. Koefisien fungsi diskriminan untuk masing-masing kualitas lahan disajikan
pada Tabel 17. Kualitas Lahan 1 dicirikan dengan N, dan K tinggi serta tekstur
halus, Kualitas Lahan 2 dicirikan dengan C-Organik tinggi, tekstur kasar dan
Kualitas Lahan 3 dicirikan dengan P tinggi, tekstur halus sampai sedang.
63
Tabel 16. Hasil Analisis Komponen Utama
Factor Loading Sifat Kimia Tanah
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
pH H2O -0.51 -0.51 0.36 C-Org 0.42 0.29 -0.67* N-Total 0.77* 0.10 -0.16 P 0.14 0.26 0.79* Ca 0.01 -0.87* -0.25 Mg 0.13 -0.84* -0.07 K 0.69* -0.07 0.09 Na 0.59* 0.03 -0.08 KTK 0.63* -0.29 -0.39 KB -0.06 -0.77* 0.12 Pasir -0.88* 0.06 0.09 Debu 0.79* 0.09 0.19 Liat 0.68* 0.05 -0.36 Akar Ciri 4.16 2.56 1.65 Proporsi Total 0.32 0.20 0.13
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : *=nyata pada p < 0,05 (factor loading > 0,70)
Tabel 17. Koefisien Fungsi Diskriminan Antar Kualitas Lahan
Gerombol (Cluster) Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3
1 3.21 -3.18 0.25 2 1.92 -0.39 -1.91 3 -0.72 -1.25 2.62
Sumber : Data primer diolah (2006)
5.4. Analisis Usahatani
Analisis usahatani bertujuan untuk menentukan tingkat kelayakan sistem
usahatani yang dikembangkan petani. Analisis biaya dan pendapatan dihitung
berdasarkan selisih antara hasil penjualan (pendapatan kotor) setiap komoditi
dikurangi dengan input produksi yang dikeluarkan petani meliputi : pupuk,
pestisida dan pembelian bibit/benih. Dalam hal ini biaya tenaga kerja dan sewa
lahan tidak diperhitungkan sebagai biaya ouput produksi karena lahan yang
dikelola petani adalah lahan milik sendiri dan dikerjakan sendiri oleh anggota
keluarga. Analisis biaya dan pendapatan usahatani di lahan kering dilakukan
64
dalam dua siklus penanaman (1 tahun) serta berdasarkan pola tanam yang
diterapkan oleh petani responden.
Jenis-jenis komoditi yang banyak ditanam adalah padi gogo (Oryza
sativa), jagung (Zea mays), ubi kayu (Manihot uttilisima). Pola tanam yang
diterapkan oleh petani di lokasi penelitian hampir sama yaitu : monokultur padi (2
kali setahun), tumpangsari padi dengan jagung dan tumpang sari padi dengan ubi
kayu. Petani menerapkan pola tanam yang hampir sama pada setiap daerah. Petani
di daerah penelitian merupakan pemilik sekaligus penggarap lahannya sendiri
dengan rata-rata luas kepemilikan lahan sebesar 0,87 ha lahan yang diusahakan
untuk tanaman semusim.
Untuk mengetahui total biaya dan pendapatan aktual masing-masing pola
tanam, dilakukan perhitungan biaya dan pendapatan. Tenaga kerja adalah jumlah
tenaga kerja yang tersedia, yang digunakan untuk bekerja di lahan usahatani.
Sewa tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian adalah sebesar Rp. 15.000
per HOK, sedangkan ketersediaan tenaga kerja keluarga per bulan dihitung dari
jumlah keluarga inti (kepala keluarga dan istri) dikalikan jumlah hari kerja (25
hari). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebagian besar biaya usahatani
digunakan untuk tenaga kerja. Biaya ini sebenarnya cukup besar bagi petani
dengan modal yang terbatas, namun petani belum menyadarinya. Hal ini
disebabkan karena tenaga kerja yang digunakan umumnya bersumber dari tenaga
kerja keluarga. Oleh karena itu perlu diupayakan optimalisasi penggunaan sarana
produksi dan pengelolaan sistem atau pola tanam yang baik agar peningkatan
produksi dan pengelolaan sistem atau pola tanam yang baik agar peningkatan
produksi dapat dicapai dan akhirnya dapat memenuhi kebutuhan hidup yang layak
bagi petani itu sendiri.
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa rata-rata anggota keluarga yang
bekerja untuk kegiatan usahatani tanaman pangan di Kecamatan Sungai Raya
dalam tiap bulannya adalah 878.325 HOK. Ketersediaan tenaga kerja setiap
bulannya ini merupakan kendala dalam menentukan pola usahatani optimal dan
digunakan sebagai dasar perhitungan nilai sebelah kanan dalam analisis program
linier.
65
Tabel. 18 dan Tabel 19 menunjukkan rincian penggunaan tenaga kerja
setiap bulannya berdasarkan pola tanam yang diusahakan petani dalam dua
musim tanam. Musim tanam pertama penggunaan tenaga kerja terbesar pada
bulan Oktober, karena pada bulan ini dilakukan pengolahan tanah dan penanaman.
Demikian juga pada musim tanam kedua penggunaan tenaga kerja terbesar terjadi
pada bulan April dimana pada bulan ini musim tanam kedua baru dimulai
sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk pengolahan tanah dan
penanaman.
Tabel 18. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Untuk Setiap Bulannya
pada Musim Tanam I di Kecamatan Sungai Raya
Kualitas Lahan Pola Tanam
Okt.
(HOK)
Nov.
(HOK)
Des.
(HOK)
Jan.
(HOK)
Feb.
(HOK) Pd-Pd 51,2 3,4 26,0 9,7 42,6
1 Pd-Pd.Jg 54,7 3,7 27,8 10,4 45,5 Pd-Pd.Uk 49,7 3,3 25,3 9,4 41,3
Pd-Pd 40,1 2,7 20,4 7,6 33,3 2 Pd-Pd.Jg 44,7 3,0 22,7 8,5 37,2 Pd-Pd.Uk 50,1 3,4 25,5 9,5 41,6 Pd-Pd 38,9 2,6 19,8 7,4 32,3
3 Pd-Pd.Jg 40,1 2,7 20,4 7,6 33,3 Pd-Pd.Uk 44,7 3,0 22,7 8,5 37,2
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Tabel 19. Sebaran Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Untuk Setiap Bulannya
pada Musim Tanam II di Kecamatan Sungai Raya
Kualitas Lahan
Pola Tanam
Apr.
(HOK)
Mei
(HOK)
Jun.
(HOK)
Jul.
(HOK)
Agt
(HOK) Pd-Pd 53,5 3,6 27,2 10,1 44,5
1 Pd-Pd.Jg 82,9 24,5 42,2 15,7 85,6 Pd-Pd.Uk 71,5 17,3 36,3 13,5 60,7
Pd-Pd 45,1 3,0 22,9 8,5 37,5 2 Pd-Pd.Jg 73,4 21,7 37,3 13,9 75,8 Pd-Pd.Uk 75,2 18,2 38,3 14,3 69,4 Pd-Pd 38,9 2,6 19,8 7,4 32,3
3 Pd-Pd.Jg 58,8 17,4 29,9 11,1 60,7 Pd-Pd.Uk 48,4 11,7 24,6 9,2 73,0
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
66
Tabel 20 menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja terbesar setiap
tahunnya terjadi pada kualitas lahan 1, yaitu 393 HOK. Harga satuan untuk upah
tenaga kerja yang berlaku di Kecamatan Sungai Raya sebesar Rp. 15.000 per
HOK. Biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja untuk
pengusahaan tanaman di Kecamatan Sungai Raya tiap pola tanamnya dalam
setahun dimana upah tenaga kerja terbesar untuk membiayai kegiatan produksi
pola tanam padi-padi.jagung pada kualitas lahan 1, yaitu sebesar lebih dari Rp. 5
juta per hektar per tahun, sedangkan biaya tenaga kerja terkecil pada pola tanam
padi-padi pada kualitas lahan 2 sebesar Rp. 3 juta per hektar per tahun.
Apabila biaya tenaga kerja keluarga diperhitungkan dalam analisis
usahatani maka biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja merupakan yang
terbesar jika dibandingkan dengan biaya input yang dikeluarkan. Untuk itu
penggunaan tenaga kerja keluarga harus seefisien mungkin agar usahatani tetap
menguntungkan.
Tabel 20. Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja per ha Tiap Tahunya dari Berbagai Pengusahaan Komoditi di Kecamatan Sungai Raya
Kualitas Lahan
Pola Tanam
Jumlah Tenaga Kerja (HOK/ha/th)
Harga satuan(Rp/HOK)
Upah Tenaga Kerja
(Rp) Pd-Pd 271,8 15.000 3.855.0001 Pd-Pd.Jg 393,0 15.000 5.895.000 Pd-Pd.Uk 337,0 15.000 5.055.000
Pd-Pd 221,1 15.000 3.316.5002 Pd-Pd.Jg 338,2 15.000 5.073.000 Pd-Pd.Uk 349,1 15.000 .5.236.500 Pd-Pd 202,0 15.000 3.030.0003 Pd-Pd.Jg 282,0 15.000 3.780.000 Pd-Pd.Uk 257,0 15.000 3.855.000
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Salah satu korbanan yang diperlukan dalam usahatani adalah sarana
produksi (bibit/benih, pupuk dan pestisida). Pada umumnya petani membeli
sarana produksi ini di pasar-pasar ibukota propinsi Kalimantan Barat (Kota
Pontianak) yang letaknya tidak terlalu jauh dari Kecamatan Sungai Raya, karena
67
sarana produksi tersebut tidak tersedia di Kecamatan Sungai Raya. Semua biaya
yang dikeluarkan petani untuk membeli sarana produksi ini dimasukkan ke dalam
biaya sarana produksi. Rataan penggunaan input produksi di lokasi penelitian
disajikan pada Tabel 21.
Bibit tanaman yang digunakan adalah bibit padi varietas lokal, bibit
jagung Bisi2 dan Pioner serta ubi kayu dari hasil stek batangnya. Pupuk anorganik
yang digunakan adalah Urea, SP-36 dan KCl serta pestisida yang digunakan
adalah Gandasil dan Furadan. Pupuk organik yang digunakan responden berasal
dari kotoran sapi yang dikelola oleh kelompok tani.
Tabel 21. Rata-rata Kebutuhan per ha Input Produksi Untuk Setiap Musim
Tanam di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak
Sarana Produksi Kualitas Lahan Pola
Tanam
Benih Padi (kg)
Benih Jagung
(kg)
Pupuk Kandang
(kg)
Pupuk Urea (kg)
Pupuk SP-36 (kg)
Pupuk KCl (kg)
Pestisida
(lt) Pd-Pd 98,0 380,0 178,0 128,0 32,0 1,9
1 Pd-Pd.Jg 101,3 14,5 400,0 201,3 130,0 30,0 2,0 Pd-Pd.Uk 94,3 385,7 181,5 134,3 25,7 1,9
Pd-Pd 50,0 320,0 116,0 84,0 25,7 1,4 2 Pd-Pd.Jg 94,5 14,4 351,5 253,9 126,5 18,0 1,8 Pd-Pd.Uk 96,3 400,0 162,5 130,0 35,2 2,1 Pd-Pd 89,7 313,3 137,3 102,7 32,7 1,7
3 Pd-Pd.Jg 98,1 9,1 358,4 167,9 128,3 32,1 1,8 Pd-Pd.Uk 93,9 318,2 116,7 118,2 34,1 1,7
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Menurut Soekartawi (1993) tersedianya faktor produksi atau input belum
berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi pula, tergantung dari
bagaimana petani melakukan usahataninya secara efisien. Salah satunya adalah
efisiensi teknis dapat terjadi apabila petani mampu meningkatkan produksinya
dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan, dan selanjutnya menjual hasil
produksi tersebut dengan harga tinggi. Hal ini merupakan efisiensi teknis bahkan
sekaligus efisiensi ekonomis.
Semua sarana produksi tersebut dimasukan ke dalam biaya sarana
produksi. Rata-rata kebutuhan biaya sarana produksi per hektar di Kecamatan
Sungai Raya dapat dilihat pada Tabel 22. Dari Tabel 22 tersebut terlihat bahwa
68
penggunaan pupuk kandang merupakan pengeluaran terbesar pada setiap pola
tanam dibandingkan dengan sarana produksi lainnya. Pengeluaran biaya produksi
terkecil adalah pada input benih.
Tabel 22. Rata-rata Kebutuhan per ha Input Produksi Untuk Setiap Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya
Sarana Produksi
Kualitas Lahan Pola
Tanam
Benih Padi (Rp)
Benih Jagung
(Rp)
Pupuk Kandang
(Rp
Pupuk Urea (Rp)
Pupuk SP-36 (Rp)
Pupuk KCl (Rp)
Pestisida
(Rp) Pd-Pd 245.000 380.000 356.000 320.000 287.000 111.915
1 Pd-Pd.Jg 296.750 43.500 400.000 402.600 325.000 288.750 161.655 Pd-Pd.Uk 235.750 385.700 363.000 335.750 254.800 157.510
Pd-Pd 125.000 320.000 232.000 210.000 133.000 116.060 2 Pd-Pd.Jg 279.450 43.200 351.500 507.800 316.250 303.800 149.220 Pd-Pd.Uk 240.750 400.000 325.000 325.000 315.350 169.945 Pd-Pd 224.250 313.300 274.600 256.750 263.900 136.785
3 Pd-Pd.Jg 272.550 27.300 358.400 335.800 320.500 284.200 145.075 Pd-Pd.Uk 234.750 318.200 233.400 295.500 302.050 140.930
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Perbedaan jenis tanaman pada setiap musim tanam menyebabkan
perbedaan dalam jumlah produksi dan tingkat pendapatan. Tabel 23 menyajikan
jumlah produksi rata-rata per hektar per musim tanam. Produksi padi pada musim
tanam I memiliki jumlah yang paling besar dibandingkan produksi padi pada
musim tanam II, karena musim tanam I merupakan musim hujan sehingga
ketersediaan air bisa mencukupi. Musim tanam II produksi padi lebih sedikit
dibandingkan produksi pada nusim tanam I, karena musim tanam II jumlah air
terbatas sehingga sebagian lahannya ditumpangsarikan dengan tanaman palawija.
Dari Tabel 23 dapat dlihat bahwa produksi rata-rata yang dihasilkan oleh
tanaman padi tiap pola tanam selama dua musim tanam di kualitas lahan 1,
kualitas lahan 2 dan kualitas lahan 3 berturut-turut adalah 2.580 kg/ha/th, 2.400
kg/ha/th dan 2.299,7 kg/ha/th. Pada kualitas lahan 1 hasil produksi komoditi padi
lebih banyak dibandingkan dari kualitas lahan 2 dan 3. Hal ini karena perbedaan
karakteristik sifat kimia tanah, dimana tingkat kesuburan tanahnya tinggi karena
pada kualitas lahan 1 tekstur tanahnya halus dan kandungan unsur hara N dan K
tinggi.
69
Tabel 23. Jumlah Produksi Rata-rata Setiap Jenis Tanaman Per Musim Tanam di Kecamatan Sungai Raya
Kualitas Lahan
Pola
Tanam
Musim
Tanam I
Musim
Tanam II
Padi (kg)
Padi (kg)
Jagung (kg)
Ubi Kayu (kg)
Pd-Pd 1.380,0 1.200,0 1 Pd-Pd.Jg 1.425,0 912,5 1.442,5 Pd-Pd.Uk 1.328,0 957,1 2.085,7
Pd-Pd 1.240,0 1.160,0 2 Pd-Pd.Jg 1.250,0 828,1 1.101,6 Pd-Pd.Uk 1.337,5 1.062,5 1.875,0 Pd-Pd 1.226,7 1.073,3 3 Pd-Pd.Jg 1.301,9 622,6 1.207,5 Pd-Pd.Uk 1.244,4 636,4 1.697,0
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Produksi rata-rata yang dihasilkan oleh tanaman jagung pada kualitas
lahan 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 1.442,5 kg/ha/th, 1.101,6 kg/ha/th dan
1.207,5 kg/ha/th, sedangkan produktivitas untuk tanaman ubi kayu pada kualitas
lahan 1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 2.085,7 kg/ha/th, 1.875,0 kg/ha/th dan
1.697,0 kg/ha/th.
Pada umumnya petani di Kecamatan Sungai Raya menjual hasil
produksinya ke pedagang pengumpul di kecamatan dengan mengikuti harga yang
ditetapkan oleh pedagang pengumpul tersebut. Sebagian hasil produksi tanaman
padi digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan sebagian lagi dijual,
sedangkan tanaman jagung dan ubi kayu seluruh hasil produksinya dijual.
Penerimaan hasil usahatani tiap pola tanam di Kecamatan Sungai Raya dapat
dilihat pada Tabel 24.
Petani dalam mengelola usahataninya menggunakan modal kerja sendiri.
Untuk melihat ketersediaan sumberdaya modal sendiri didekati dengan cara
menghitung rata-rata tingkat pendapatan petani selama setahun. Data yang
diperoleh menunjukkan bahwa pendapatan terbesar yang diperoleh dari usahatani
menunjukkan jumlah sumberdaya modal sendiri tersedia sebesar Rp. 6,8 juta/ha/th
70
pada kualitas lahan 1, Rp. 5,4 juta/ha/th pada kualitas lahan 2 dan Rp.5,5
juta/ha/th pada kualitas lahan 3.
Tabel 24. Rata-rata Penerimaan Usahatani Setiap Pola Tanam Tanam di Kecamatan Sungai Raya
Kualitas Lahan
Pola
Tanam
Padi (Rp)
Jagung (Rp)
Ubi Kayu (Rp)
Total (Rp)
Pd-Pd 6.450.000 6.450.0001 Pd-Pd.Jg 5.846.250 2.825.000 8.671.250 Pd-Pd.Uk 5.714.250 1.029.350 6.743.600
Pd-Pd 6.000.000 6.000.0002 Pd-Pd.Jg 5.195.250 2.203.200 7.398.450 Pd-Pd.Uk 6.000.000 6.000.000 Pd-Pd 5.748.250 5.748.2503 Pd-Pd.Jg 4.811.250 2.415.000 7.226.250 Pd-Pd.Uk 4.697.000 848.500 5.545.500
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Pendapatan bersih terbesar selama satu tahun diperoleh petani dari pola
tanam tumpangsari antara padi dan jagung pada pola pergiliran tanaman padi-
padi.jagung dengan rata-rata pendapatan sebesar Rp. 6,8 juta/ha/th pada kualitas
lahan 1 dan terkecil pada pola pergiliran tanaman padi-padi pada kualitas lahan 3
sebesar Rp. 4,2 juta/ha/th. Nilai pendapatan yang positif ini menunjukkan bahwa
pengusahaan tanaman padi-padi.jagung yang dilakukan petani di Kecamatan
Sungai Raya layak secara finansial. Hasil analisis B/C ratio menunjukkan bahwa
di kualitas lahan 1 pada pola tanam padi-padi.jagung untuk setiap Rp. 1,00 biaya
yang dikeluarkan petani rata-rata memberikan imbalan penerimaan sebesar Rp.
5,12. Hasil perhitungan biaya dan pendapatan bersih pada setiap pola tanam di
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 25
71
Tabel 25. Tingkat Pendapatan Bersih Setiap Pola Tanam di Kecamatan Sungai Raya Kabupaten Pontianak
Kualitas Lahan
Pola Tanam
Total Penerimaan (Rp/ha/th)
Total Biaya (Rp/ha/th)
Total Pendapatan (Rp/ha/th)
B/C Ratio
Pd-Pd 6.450.000 1.741.365 4.708.635 3,70 1 Pd-Pd.Jg 8.668.750 1.875.005 6.793.745 5,12 Pd-Pd.Uk 6.757.100 1.732.510 5.024.590 3,91
Pd-Pd 6.000.000 1.171.060 4.828.940 5,12 2 Pd-Pd.Jg 7.398.450 1.908.020 5.490.430 3,88 Pd-Pd.Uk 6.000.000 1.776.045 5.161.455 3,91 Pd-Pd 5.750.000 1.471.735 4.278.265 3,91
3 Pd-Pd.Jg 7.226.250 1.716.775 5.509.475 4,21 Pd-Pd.Uk 5.545.500 1.524.830 4.020.670 3,64
Sumber : Data primer diolah (2006) Keterangan : 1. Pd-Pd = padi-padi
2. Pd-Pd.Jg = padi-padi.jagung 3. Pd-Pd.Uk = padi-padi.ubi kayu
Menurut Sajogyo (1988), ukuran garis kemiskinan untuk wilayah
Indonesia dicirikan oleh spesifikasi atas tiga garis kemiskinan yang mencakup
konsepsi ”nilai ambang kecukupan pangan”. Garis kemiskinan tersebut
dinyatakan dalam Rp/bulan tetapi dalam bentuk ekivalen nilai tukar beras
(kg/orang/tahun) agar dapat saling dibandingkan nilai tukar antar daerah dan antar
zaman sesuai dengan harga beras setempat. Berdasarkan hasil beberapa penelitian,
Sajogyo mengklasifikasikan suatu wilayah menjadi tiga, yaitu : miskin, miskin
sekali dan paling miskin, baik untuk daerah pedesaan maupun untuk kota. Tingkat
pengeluaran rumah tangga di pedesaan sebesar 240 – 320 kg nilai tukar
beras/orang/tahun disebut ambang kecukupan, sedangkan untuk kota sebesar 360
– 480 nilai tukar beras kg/orang/tahun
Apabila diterapkan klasifikasi Sajogyo pada daerah penelitian dengan
asumsi tiap rumah tangga terdiri dari 4 orang, maka pendapatan yang layak untuk
setiap rumah tangga adalah sebesar 320 kg/orang/tahun x 4 orang x Rp. 2.500,-/kg
= Rp. 3.200.000,-/KK/tahun. Dengan demikian usahatani lahan kering di
Kecamatan Sungai Raya ini layak untuk dipertahankan, karena pendapatan petani
rata-rata di tiga kualitas lahan tersebut diatas standar kebutuhan hidup minimum
menurut Sajogyo (1988).
72
5.5. Pola Usahatani Optimal
Optimalisasi pola usahatani dilakukan pada tingkat wilayah di Kecamatan
Sungai Raya dengan fungsi tujuan memaksimumkan pendapatan wilayah yang
memiliki lahan dengan berbagai tipe kualitas lahan dengan kendala luas lahan, ,
tenaga kerja dan modal usaha. Berdasarkan input data pada Lampiran 13, semua
faktor yang merupakan faktor pembatas dalam kegiatan usahatani sesuai keadaan
saat ini dimasukkan sebagai kendala. Jika pola optimal dapat dijalankan oleh
petani maka petani akan memperoleh tingkat pendapatan yang lebih besar
dibandingkan dengan apa yang sudah dilakukan selama ini, karena dalam solusi
optimal terjadi realokasi sumberdaya sehingga menjadi lebih efisien.
Pendapatan petani yang diperoleh jika menjalankan solusi optimal adalah
lebih dari Rp. 89,2 milyar per tahun di wilayah Kecamatan Sungai Raya.
Pendapatan optimum ini dapat dicapai apabila petani menanam padi-padi musim
tanam pertama dan kedua pada kualitas lahan 1 seluas 5.417,72 ha, pada kualitas
lahan 2 seluas 7.993 ha dan kualitas lahan 3 seluas 5.861 ha, tanpa menanam padi-
padi.jagung dan padi-padi.ubi kayu (musim tanam pertama dan kedua).
Hasil analisis pola usahatani optimal, menunjukkan pada kualitas lahan 1
dari jumlah keseluruhan lahan yang tersedia 7.460 ha hanya terpakai seluas
5.417,72 ha pada pola tanam padi-padi musim tanam pertama dan kedua seperti
terlihat pada Tabel 7, dan masih tersisa lahan seluas 2.042,28 ha. Sisa lahan ini
masih dapat dioptimalkan penggunaannya dengan menambah faktor kebijakan
baru. Pada kualitas lahan 2 dari luas lahan yang tersedia 7.993 ha dan kualitas
lahan 3 dari jumlah lahan yang tersedia 5.861 ha tidak ada lahan yang tersisa,
digunakan seluruhnya untuk pola tanam padi-padi musim tanam pertama dan
kedua.
Dari Tabel 26. dapat dilihat bahwa nilai Marjinal (harga bayangan) yang
negatif terjadi pada pola tanam padi-padi.jagung dan padi-padi.ubi kayu pada
kualitas lahan 1,2 dan 3. Hal ini berarti akan terjadi penurunan pendapatan pada
setiap penambahan 1 ha lahan untuk setiap komoditas, misalnya jika dipaksakan
menanam padi-padi.jagung musim tanam pertama dan kedua pada kualitas lahan
1, maka setiap 1 hektar yang ditanami maka petani akan rugi sebesar Rp. 50 juta
lebih.
73
Tabel 26. Luas Penggunaan Lahan Hasil Optimasi Kualitas Lahan
Pola Tanam
Luas Lahan Tersedia
(ha)
Luas Lahan Terpakai pada
Level Optimal (ha)
Nilai Marjinal
Pd-Pd 5417,72 0 1 Pd-Pd.Jg 7460 0 -50.243.895 Pd-Pd.Uk 0 -12.682.590 Pd-Pd 7993.00 0
2 Pd-Pd.Jg 7993 0 -18.292.460 Pd-Pd.Uk 0 -23.166.420 Pd-Pd 5861.00 0
3 Pd-Pd.Jg 5861 0 -52.022.619 Pd-Pd.Uk 0 -10.937.080
Sumber : Data primer diolah (2006)
Sumberdaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani dalam perencanaan
optimal adalah lahan, tenaga kerja dan modal. Modal yang termasuk disini yaitu
input produksi, dimana input produksi yang dipertimbangkan meliputi benih
tanaman, pupuk dan pestisida. Untuk benih tanaman terdiri atas benih padi dan
jagung. Adapun pupuk yang digunakan yaitu pupuk anorganik (Urea, SP-36 dan
KCl) sedangkan pupuk organik yang digunakan berasal dari limbah ternak sapi.
Semua faktor tadi dimasukkan sebagai kendala dalam penyusunan perencanaan
pola usahatani optimal.
Sebaran penggunaan tenaga kerja bulanan hasil optimasi disajikan pada
Tabel 24, hasilnya menunjukkan tidak semua tenaga kerja keluarga yang tersedia
dapat dialokasikan dalam kegiatan usahatani. Dari sebaran penggunaan tenaga
kerja bulanan ternyata pada bulan April semua tenaga kerja yang tersedia
(878.325 HOK), habis semua terpakai. Pada bulan April ini memasuki masa
tanam untuk komoditi padi pada musim tanam kedua, sehingga penggunaan
tenaga kerja banyak terkonsentrasi pada bulan ini.
Nilai marjinal (harga bayangan) pada bulan April yang positif
menunjukkan bahwa setiap penambahan 1 HOK tenaga kerja, maka pendapatan
optimum akan meningkat sebesar Rp. 88.001,87 /ha/th. Nilai marjinal yang positif
ini juga menunjukkan bahwa tenaga kerja merupakan sumberdaya yang langka
terutama pada bulan April. Pada bulan Oktober sampai Februari dan Mei sampai
Agustus sisa tenaga kerja cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai marjinal
74
(harga bayangan) sama dengan nol yang berarti tenaga kerja cukup tersedia dan
tidak habis digunakan pada bulan-bulan tersebut. Kelebihan tenaga kerja tersebut
dapat dimanfaatkan untuk bekerja di luar usahatani dengan menyewakan tenaga
kerja keluarga atau mengusahakan komoditi baru yang sesuai dengan karakteristik
lahan yang dapat ditanam sebagai tanaman sela diantara tanaman utama, sehingga
terbuka kemungkinan untuk menambah pendapatan petani.
Tabel 27. Sebaran Penggunaan Tenaga Kerja Hasil Optimasi
Bulan Jumlah Tenaga Kerja Terpakai pada Level Optimal (HOK)
Tenaga Kerja Tersedia (HOK)
Nilai Marjinal
Okt 825.899 878.325 0 Nov 55.239 878.325 0 Des 419.965 878.325 0 Jan 156.670 878.325 0 Feb 686.271 878.325 0 Apr 878.325 878.325 88.001 Mei 58.721 878.325 0 Jun 446.449 878.325 0 Jul 166.030 878.325 0 Agt 730.136 878.325 0
Sumber : Data primer diolah (2006) Penggunaan modal usahatani hasil optimasi ditunjukkan pada Tabel 28.
dimana nampak bahwa petani tidak memerlukan adanya tambahan modal dari
luar, karena modal yang tersedia bisa membiayai kegiatan usahatani yang
dilakukan petani. Nilai Marjinal (harga bayangan) sama dengan nol artinya dari
modal yang terpakai masih ada modal yang tersisa. Modal ini dapat digunakan
untuk membiayai kegiatan usahatani baru atau perluasan lahan usahatani.
Tabel 28. Penggunaan Modal Usahatani Hasil Optimasi
Modal Terpakai pada Level Optimal (Rp/th)
Modal Tersedia (Rp/th)
Nilai Marjinal
27.420.340.000 40.011.552.000 0
Sumber : Data primer diolah (2006)
75
Apabila petani di Kecamatan sungai Raya ingin menjalankan kondisi
optimal seperti hasil optimasi maka petani harus mampu memenuhi kebutuhan
input produksi untuk usahatani tiap musim tanam. Kebutuhan input tiap musim
tanam dalam setahun dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Kebutuhan Input Produksi Pola Usahatani Optimal
Kebutuhan Input Produksi
Musim TanamI
Musim TanamII
Jumlah ( pertahun)
Benih Padi (kg) 787.901,0 670.175,0 1.458.076,0 Pupuk Kandang (kg) 3.646.348,0 2.806.394,0 6.452.742,0 Pupuk Urea (kg) 1.560.021,0 1.140.337,0 2.700.358,0 Pupuk SP-36 (kg) 1.151.334,0 815.469,0 1.966.803,0 Pupuk KCl (kg) 760.940,0 508.895,0 1.269.835,0 Pestisida (lt) 30.319,0 31.447,0 61.766,0
Sumber : Data primer diolah (2006)
Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui jumlah keseluruhan sarana produksi
yang dibutuhkan untuk kegiatan usahatani di Kecamatan sungai Raya pada
kondisi optimal. Jumlah keseluruhan bibit padi gogo yang dibutuhkan apabila
kondisi optimal dijalankan oleh petani tiap musim tanam masing-masing sebesar
787.901,0 kg dan 670.175,0 kg. Kebutuhan pupuk kandang tiap musim tanam
masing-masng sebesar 3.646.348,0 kg dan 2.806.394,0 kg. Total kebutuhan pupuk
urea tiap musim tanam masing-masng sebesar 1.560.021,0 kg dan 1.140.337,0 kg.
Kebutuhan pupuk SP-36 tiap musim tanam masing-masng sebesar 1.151.334,0 kg
dan 815.469,0 kg. Kebutuhan pupuk KCl tiap musim tanam masing-masng
sebesar 760.940,0 kg dan 508.895,0 kg. Kebutuhan pestisida tiap musim tanam
masing-masng sebesar 30.319,0 lt dan 31.447,0 lt.
Apabila hasil optimasi dijalankan yaitu petani menanam padi-padi dalam
setahun dengan dua musim tanam, maka petani di wilayah Kecamatan Sungai
Raya akan memperoleh hasil produksi padi sebanyak 24,6 ribu ton padi pada
musim tanam I dan 22,1 ribu ton pada musim tanam II. Hasil produksi komoditi
padi hasil optimasi ditunjukkan pada Tabel 30.
76
Tabel 30. Produksi Komiditi Padi Hasil Optimasi Tiap Musim Tanam
Hasil Produksi Musim Tanam (Ton) I 24.577,5 II 22.063,8
Sumber : Data primer diolah
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Jenis penggunaan dan penutupan lahan di lokasi penelitian adalah :
pekarangan, tegal/kebun/ladang/huma, sementara tidak digunakan, hutan
Negara dan lainnya.
2. Petani di lokasi penelitian melakukan usahataninya selama dua musim,
dimana musim tanam pertama dimulai bulan Oktober – Februari (awal musim
hujan) petani menanam padi secara monokultur dan musim tanam kedua
dimulai bulan April – Agustus petani menanam padi monokultur dan padi
tumpangsari dengan palawija (jagung dan ubi kayu), dengan dua kali masa
bera yaitu Maret dan September.
3. Kesesuaian penggunaan lahan di Kecamatan Sungai Raya memiliki
kesesuaian lahan tergolong Sesuai Marjinal (S3) untuk seluruh komoditi padi
gogo, jagung dan ubi kayu yang dievaluasi kesesuaian lahannya. Faktor
pembatas utama adalah : curah hujan, kelembaban, draenase, tekstur, pH,
kejenuhan basa dan C- organik.
4. Berdasarkan hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa struktur input yang
dibutuhakn untuk usahatani yaitu : benih (padi dan jagung), pupuk (kandang,
urea, SP-36 dan KCl) dan pestisida. Sedangkan struktur output yang
dikeluarkan untuk usahatani yaitu : tenaga kerja.
5. Biaya input benih terbesar yaitu untuk benih padi pada kualitas lahan 1 pada
pola tanam padi-padi.jagung sebesar Rp. 296 ribu per hektar per tahun, input
pupuk terbesar pada kualita lahan 2 pada pola tanam padi-padi.jagung sebesar
Rp. 507 ribu per hektar per tahun, sedangkan biaya pestisida terbesar pada
kualitas lahan 2 padaa pola tanam padi-padi.jagung sebesar Rp. 315 ribu per
hektar per tahun.
6. Hasil analisis usahatani pendapatan bersih terbesar selama satu tahun
diperoleh dari pola tanam tumpangsari antara tanaman padi dengan tanaman
jagung dengan rata-rata pendapatan Rp. 6,8 juta hektar tahun pada kualitas
78
lahan 1, sedangkan pendapatan bersih terkecil diperoleh dari pola tanam padi-
padi.ubi kayu pada kualitas lahan 3 sebesar Rp. 3 juta per hektar per tahun.
7. Aktivitas menanam pada usahatani optimal tingkat petani meliputi aktivitas
menanam padi-padi pada kualitas lahan 1,2 dan 3, dimana hasil optimasi
menunjukkan bahwa pendapatan optimum yang dapat dicapai di wilayah
Kecamatan Sungai Raya sebesar Rp. 89,2 milyar/tahun apabila petani
menjalankan pola tanam optimal dari hasil optimasi.
6.2. . Saran
1. Agar tujuan pemanfaatan lahan kering untuk tanaman pangan dapat tercapai
yaitu meningkatkan pendapatan petani, maka petani disarankan untuk
mengusahakan tanaman pangan di lahan kering sesuai dengan kondisi optimal.
2. Disarankan untuk mempertimbangkan menggunakan jumlah responden yang
lebih luas dan lebih banyak, serta menambah beberapa data yang dapat
dimasukkan dalam model linier.
3. Disarankan adanya pembinaan secara intensif terhadap industri-industri rumah
tangga yang mengolah hasil-hasil pertanian tanaman pangan, sehingga
kelebihan produksi sebagai akibat pemanfaatan lahan kering secara optimal,
dapat dimanfaatkan secara efisien agar pendapatan keluarga petani dapat lebih
meningkat.
4. Berhubung koefisien-koefisien teknis yang digunakan dalam penelitian ini
bersifat statis, maka untuk penggunaannya, disarankan dilakukan penelitian
lebih lanjut mengenai koefisien-koefisien teknis dengan sifat dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., K. Nugroho dan Sumarmo. 1995. Pengembangan Lahan
Kering untuk Menunjang Ketahanan Pangan Nasional Indonesia. Prosiding Diskusi Pengembangan Teknologi Tepat Guna Di Lahan Kering untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Dies Natalis XXXII Institut Pertanian Bogor 27 September. Jurusan Budidaya Pertanian.
Adiningsih, E. S. 1996. Studi Perencanaan Pengelolaan Lahan di Sub. DAS
Cimuntur DAS Citanduy Jawa Barat. Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Amien, I. 1999. Kesesuaian Tanaman dan dan Pemilihan Sistem Pertanian
Berkelanjutan Dengan Sistem Pakar. Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering yang Berkelanjutan. Prosiding Simposium Nasional Malang, 29-31 Agustus 1991. Puslittanak. Bogor. Hal. 64-71.
Arsyad, S. 1976. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2000. Kalimantan Barat dalam Angka. Bols, P.L. 1978. The Isoerodent Map of Java and Madura. Belgium Technical
Assistance Projecy ATA 105. Soil Research Institute. Bogor.
Cooke, G.W. 1982. Fertilizing for Maximum Yield. 3rd Ed. Macmilian Publishing Co., Inc. New York.
Cerite foe Soil Research/ Food and Agriculture Organization (CSR/ FAO) Staff.
1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1 : 250.000 Scale, Atlas Format Procedures. Centre For Soil Research Bogor. Indonesia.
Dent, D. and A. Young. 1983. Soil Survey and Land Evaluation. George Allen
and Unwin Pub. Ltd. London. Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, A. Mulyani. 1997. Kriteria Kesesuaian
Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Adroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. 1983. Pengembangan Pola
Pertanaman dalam Usaha Peningkatan Produksi Tanaman Pangan di Jawa Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Barat. Bandung.
Dinas Pertanian Kalimantan Barat. 2000. Potensi Investasi Subsektor Tanaman
Pangan dan Hortikultura di Kalimantan Barat. FAO. 1976. A Framework For Land Evaluation. FAO Soil Buletin. FAO. Rome.
80
Haeruman, H. 1979. Perencanaan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sekolah Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong,
H.H. Balley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Andalas. Lampung.
Hammer, W.I. 1981. Second Soil Conservation Consultant Report.
Agol/Ins/78/606 note. No.10. Center for Soil Research. Bogor. Hardjowigeno, S. 1983. Ilmu Tanah. Mediyatama Perkasa. Jakarta. Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan
Tata Guna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Harwood, R.R. 1979. Small Farm Development. Understanding and Improving
Farming System in the Humid Tropics. Westview Press. Boulder. Colorado.
Hikmatullah, B. H. Prasetyo dan N. Suharta. 2001. Identifikasi Potensi dan
Kendala Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Pengembanagan Pertanian Kawasan Andalan di Propinsi Kalimantan Timur Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Pupuk, Cisarua-Bogor, 30-31 Oktober 2001. Puslittanak. Bogor. Buku I. Hal. 111-116.
Hudson, H.W. 1971. Soil Conservation. Cornel University Press. Ithaca, New
York. Jones, W. I. and R. Egli. 1984. Farming System in Africa. The Great Lake
Highlands of Zaire, Rwanda, and Burundi. World Bank Paper. Number 27. Washington D. C. USA.
Kahar, A. 1995. Kebijakan Pengembangan Lahan Kering untuk Mendukung
Pemantapan Swasembada Pangan. Prosiding Diskusi Pengembangan Teknologi Tepat Di Lahan Kering untuk Mendukung Pertanian Berkelanjutan. Dies Natalis XXXII Institut Pertanian Bogor 27 September. Jurusan Budidaya Pertanian.
Karama, A.S. dan A. Abdurrachman. 1993. Optimasi Pemanfaatan Sumberdaya
Berwawasan Lingkungan. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Puslitbangtan Tanaman Pangan dan Badan Litbang Deptan.
Karama, A.S. 1999. Kebijakan Departemen Pertanian dalam Pemanfaatan
Sumberdaya Lahan yang Optimal. Prosiding Diskusi Pengembangan Teknologi Tepat Di Lahan Kering untuk Mendukung Pertanian
81
Berkelanjutan. Dies Natalis XXXII Institut Pertanian Bogor 27 September. Jurusan Budidaya Pertanian.
Kasryno, F. 1979. Analisis Linier Programming Sektor Pertanian di Indonesia.
Agro-Ekonomika II. Leiwakabessy, F. M. 1988. Bahan Kuliah Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah,
faperta, IPB. Bogor. Nasendi, N. B. dan A. Anwar. 1985. Program Linier dan Variasinya. PT.
Gramedia, Jakarta. Oldeman, L.R. 1994. The Global Extent of Soil Degradation. In : Soil Resilience
and Sustainable Land Use. Proceding of A Symposium Held in Budapest, 28 September to 2 October 1992, Including the Second Workshop on The Ecological Foundations of Sustainable Agriculture (WEFSA II).
Reinjtjes, C., B. Haverkort and W. Bayer. 1999. Pertanian Masa Depan. Pengantar
untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Terjemahan Kanisius. Yogyakarta.
Sandi, I,J. 1990. Pengaruh Sistem Usahatani Konservasi Lahan Kering terhadap
Produktivitas Tanah dan Pendapatan Usahatani di Sub DAS Jragung Kabupaten Semarang. Tesis Magister Sains. IPB. Bogor.
Sajogjo. 1988. Garis Kemiskinan dan Kebutuhan Minimum. Gramedia. Jakarta. Saefulhakim, R.S. 1994. A Land Availability Mapping Model for Suitainable
Land Use Management. Phd. Disertation of the Regional Planning Laboratory. Kyoto University. Japan.
Saefulhakim, R.S. dan Nasoetion, L.I. 1995a. Kebijaksanaan Pengendalian
Konservasi Sawah Beririgasi Teknis. Prosiding Penelitian Tanah, no.12/1996. Pusat Penelitian Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saefulhakim, R.S. dan Nasoetion, L.I. 1995b. Rural Land Use Management for
Economic Development, Laboratory of Land Resources Development Planning. Departement of Soil Sciences, Faculty of Agriculture, Bogor Agriculture University. Bogor.
Saefulhakim, R.S. 1997. Konsep Dasar Penataan Ruang dan Pengembangan
Kawasan Pedesaan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Kerjasama Pusat Penelitian Pengembangan Wilayah dan kota (P3WK-ITB), Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, PTSP, ITB. Bandung. Ikatan Ahli Perencanaan (IAP). Bandung. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
82
Saefulhakim, R.S., E. Rustiadi, D.R. Panuju. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Konsep Dasar dan Teori. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Semaoen, M. I., L. Agustina, L. Stroosnijder, Soemarmo, M. Munir, L. Hakim,
Daryono, E. Legowo. 1991. Pendekatan Sistem Usahatani Yang Berkelanjutan Di Lahan Kering. Prosiding Simposium Nasional. Malang, 27-29 Agustus. 1991. Penelitian dan Pengembangan Sistem Usahatani Lahan Kering Yang Berkelanjutan. Malang. Hal. 2-8.
Silalahi, S.B. 1985. Penggunaan Tanah Berencana (Land Use Planning). Bahan
Diskusi dalam Studi Ilmiah Tentang Agraria di Akademi Agraria Yogyakarta, 30 Desember 1985. Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jenderal Agraria, Departemen Dalam Negeri.
Sitorus, S.R.P. 1989. Survai Tanah dan Penggunaan Lahan. Laboratorium
Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.. Penelitian Institut Pertanian Bogor.
Sitorus, S.R.P. 1996. Dampak Pembangunan Terhadap Tanah, Lahan dan Tata
Ruang Serta Penanganannya. Kumpulan Materi AMDAL. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor.
Sitorus, S.R.P. 1998. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung. Sitorus, S.R.P. 2003. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan.
Laboratorium Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.. Penelitian Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi, A. Soeharjo, J.L. Dillon dan J.B. Hardaker. 1985. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia. Jakarta.
Soekartawi. 1992. Linier Programming: Teori dan Aplikasi Khususnya dalam
Bidang Pertanian. Rajawali Press, Jakarta. Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Teori dan Aplikasi. Edisi
Revisi. Raja Grafindo. Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia. Jakarta. Soewardi, B.1977. Integrasi Peternakan dalam Sistem Usahatani Terpadu. Kertas
Kerja yang Disajikan pada Simposium Peranan Peternakan dalam Pemulihan Tanah Kritis di Daerah Padat Penduduk.
Sudaryono, 1997. Rekomendasi Sistem Usahatani Konservasi Di Wilayah Proyek
Pertanian Lahan Kering Jawa Timur. Konservasi Tanah dan Air Kunci Pemberdayaan Pertanian Pelestarian Sumberdaya Alam. Prosiding
83
Konggres Ke-II dan Seminar Nasional MKTI. Yogyakarta, 27-28 Oktober 1993. Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Bogor. Hal. 26-33.
Sumantri, B. 1991. Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Untuk Tanaman
Pangan Di Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas. Tesis Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suryatna, E.,I. Ismail, H. Nataatmadja dan I. Basa. 1982. Hasil Penelitian
Menunjang Program Transmigrasi. Departemen Pertanian. Badan Litbang Pertanian Proyek P3MT. Bogor.
Suryatna, E.S., J.L. McIntosh, A. Syarifuddin dan Imtias. 1983. Peningkatan
Produksi Pangan pada Lahan Kering Podsolik Merah Kuning Melalui Pola Tanam. Peranan Hasil Penelitian Padi dan Palawija dalam Pembangunan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Departemen Pertanian. Bogor.
Syam, A., K. Kariyasa, E. Sujitno dan Z. Zaini. 1996. Pengembangan Lahan
Kering untuk Menunjang Ketahanan Pangan Nasional Indonesia. Prosiding Lokakarya Evaluasi Hasil Penelitian Usahatani Lahan Kering. Bogor 1996. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Tim Biro Perencanaan Deptrans. 1984. Kriteria Kesesuaian Lahan Pola-pola
Pemukiman Transmigrasi dalam Rangka Survey dan Pemetaan Tingkat Tinjau Sumberdaya Lahan dan Sumberdaya Alam lainnya. Proyek Rencana Pemukiman Transmigrasi, Departemen Transmigrasi. Jakarta. 45 Halaman.
Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan.Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Bekerjasama dengan proyek {embangunan Penelitian Pertanian Nasional, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Bogor.
Tohir, K. 1983. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani di Indonesia. Bagian
Dua. Cara-cara Petani Indonesia Memanfaatkan Alam dan Cara-cara Pendekatan Pembangunan Usahatani Indonesia. PT. Bina Aksara. Jakarta.
Verinumbe, I., H.C. Knipscheer and E. E. Enabor 1984. The Economic Potensial
of Leguminose Tree Crops in Zero-Tillage Cropping in Nigeria. A Linier Programming Model. In Agroforestry System 2. Martinue Nijhoff-Dr. W. Junk Publishers. Dordrecht. Nederlands.
Wischmeier, W.H. and D.D. Smith. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. US.
Dept. Agric. Handbook. No.537.
84
Lampiran 1. Nilai faktor C dari Berbagai Tanaman dan Pengelolaan atau Penggunaan Lahan
No. Jenis Tanaman dan Pengelolaannya / Tipe penggunaan lahan
Nilai faktor C Sumber
1 Tanah bera tanpa tanaman, diolah 1,0 1 2 Sawah beririgasi 0.01 1, 2 3 Sawah tadah hujan 0,05 1 4 Tegalan, tanaman tidak spesifik 0,05 1
5
Rumput brachiaria • Tahun pertama • Tahun kedua • Tahun seterusnya
0,3 0,02
0,002
1, 2 2 2
6 Ubi kayu Ubi kayu
0,363 0,7
1 1
7 Jagung Jagung
0,7 0,637
1 2
8 Padi gogo, tegalan, lahan kering Padi gogo
0,5 0,565
1 2
9 Kacang-kacangan, tidak spesifik 0,6 1 10 Kacang jogo 0,161 2 11 Kacang tanah 0,452 2 12 Kedelai 0,399 2 13 Sorgum 0,242 2 14 Sereh wangi (Citronella) 0,434 1, 2 15 Kentang 0,4 1 16 Tebu 0,2 1 17 Pisang (jarang, sebagai monokultur) 0,6 1 18 Talas 0,85 1
19
Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi) • Kerapatan tinggi • Ubi kayu/kedelai • Kerapatan sedang • Kerapatan rendah (Cayamus sp, kacang tanah)
0,452
0,1 0,2 0,3 0,5
2 1 2 1 2
20 Tanaman perkebunan dengan tanaman penutup tanah (permanen) • Kerapatan tinggi • Kerapatan rendah
0,1 0,5
1 1
21 Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama 0,3 1 22 Kopi dengan penutup tanah 0,2 1 23 Tanaman bumbu ( cabe, jahe) 0,9 1 24 Perladangan berpindah 0,4 1
25 Hutan, hutan alami (primer) berkembang baik : • Serasah tinggi • Serasah sedang
0,001 0,005
1, 2 1
26 Hutan produksi : • Tebang habis • Tebang pilih
0,5 0,2
1 1
Keterangan (Sumber) :
1. Hammer, 1981, dalam Sinukaban, 1989 2. Adimihardja, Abujamin dan Kurnia. U, 1981, dalam Sinukaban, 1989 3. Pusat Penelitian Tanah, 1973 – 1981, dalam Sinukaban, 1989.
85
Lampiran 1. (Lanjutan)
(1) (2) (3) (4)
27
Kebun produksi (penutup tanah jelek) • Karet • Teh • Kelapa sawit • Kelapa
0,8 0,5 0,5 0.5
1 1 1 1
28 Kolam ikan 0,001 1 29 Lahan kritis, tanpa vegetasi 0,95 1 30 Semak, belukar 0,3 1 31 Sorgum – sorgum (terus menerus) 0,341 3 32 Padi gogo – jagung ( dalam rotasi) 0,209 3 33 Padi gogo – jagung ( dalam rotasi) + mulsa jagung 0,083 3
34 Padi gogo – jagung ( dalam rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dan 10 – 20 ton pupuk kandang 0,030 3
35 Padi gogo tumpangsari jagung + ubi kayu dirotasikan dengan kedelai atau kacang tanah 0,421 3
36 Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman jadi mulsa 0,014 3 37 Alang-alang permanen 0,021 3 38 Alang-alang dibakar satu kali 0,20 3 39 Semak, lamtoro 0,51 3 40 Albisia dengan semak campuran 0,012 3 41 Albisia tanpa tanaman bawah 1,0 3 42 Kentang ditanam mengikuti arah lereng 1,0 3 43 Kentang penanaman mengikuti kontur 0,35 3 44 Bawang, penanaman dalam kontur 0,08 3 45 Pohon tanpa semak 0,32 3 46 Ubi kayu tumpangsari dengan kedelai 0,181 2 47 Ubi kayu tumpangsari dengan kacang tanah 0,195 2 48 Ubi kayu + sorgum (tumpangsari) 0,345 2 49 Padi gogo + sorgum (tumpangsari) 0,417 2 50 Kacang tanah + kacang gude (tumpangsari) 0,495 2 51 Kacang tanah + kacang panjang (tumpangsari) 0,571 2 52 Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton / ha 0,049 2 53 Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton /ha 0,196 2 54 Kacang tanah , mulsa clotolaria 3 ton / ha 0,028 2 55 Kacang tanah, mulsa kacang panjang 0,259 2 56 Kacang tanah, mulsa jerami padi 0,377 2 57 Padi gogo, mulsa clotolaria 3 ton / ha 0,387 2
58 Padi gogo + jagung + ubi kayu , mulsa jerami 6 ton/ ha, setelah padi ditanami kacang tanah 0,079 2
59 Padi gogo - jagung – kacang tanah, dalam rotasi, dengan sisa tanaman jadi mulsa 0,347 2
60 Padi gogo – jagung – kacang tanah, dalam rotasi 0,496 2
61 Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpangsari), dengan mulsa sisa tanaman 0,357 2
62 Padi gogo + jagung + kacang tanah (tumpangsari) 0,588 2 Keterangan (Sumber) :
1. Hammer, 1981, dalam Sinukaban, 1989 2. Adimihardja, Abujamin dan Kurnia. U, 1981, dalam Sinukaban, 1989 3. Pusat Penelitian Tanah, 1973 – 1981, dalam Sinukaban, 1989.
86
Lampiran 2. Nilai Faktor P Beberapa Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman (CP)
No Tindakan Konservasi dan Pengelolaan Tanaman P dan CP Sumber
1
Teras Bangku Teras Bangku : • Konstruksi baik • Konstruksi sedang • Konstruksi buruk
0,037
0,04 0,15 0,35
2
1 1 1
2 Teras tradisional 0,35 1
3
Teras koluvial ditanami strip rumput/bambu atau rumput permanen seperti rumput bahia : • Disain baik, tahun pertama • Disain buruk, tahun pertama
0,04 0,40
1 1
4 Rorak (split pits) 0,6 1
5
Mulsa penahan air : • Serasah atau jerami 6 ton / tahun • Serasah atau jerami 3 ton / tahun • Serasah atau jerami 1 ton / tahun
0,3 0,5 0,8
1 1 1
6
Penanaman menurut kontur : • Pada lereng 0 – 8 % • Pada lereng • Pada lereng
0,5 0,75 0,90
1 1 1
7 Teras bangku ditanami kacang tanah – kacang tanah 0,009 2 8 Teras bangku ditanami jagung + mulsa jerami 4 ton/ha 0,006 2 9 Teras bangku ditanami sorgum - sorgum 0,012 2 10 Teras bangku ditanami jagung 0,048 2 11 Penanaman strip rumput bahia (1 thn) dalam tanaman kedelai 0,02 2 12 Penanaman strip crotalaria dalam pertanaman padi gogo 0,340 2 13 Penanaman strip crotalaria dalam keledai 0,111 2 14 Penanaman strip crotalaria dalam kacang tanah 0,389 2
15 Penanaman strip kacang tanah dalam petanaman jagung, menggunakan sisa tanaman sebagai mulsa 0,05 2
16 Teras guludan dengan rumput penguat 0,50 3 17 Teras guludan ditanami padi gogo dan jagung dalam rotasi 0,015 3 18 Teras guludan pada pertanaman sorgun - sorgum 0,041 3 19 Teras guludan pada pertanaman ubi kayu 0,063 3
20 Teras guludan pada pertanaman jagung – kacang tanah dalam rotasi, menggunakan mulsa sisa tanaman 0,006 3
21 Teras guludan, pada kacang tanah – kedelai dalam rotasi 0,105 3
22 Teras guludan, padi gogo – jagung – kacang panjang dalam rotasi dengan 2 ton/ha kapur 0,012 3
23 Teras bangku, ditanami jagung – ubi kayu/kedelai dalam rotasi 0,015 3 24 Teras bangku, ditanami sorgum - sorgum 0,041 3 25 Teras bangku , kacang tanah – kacang tanah 0,009 3 26 Teras bangku tanpa tanaman 0,039 3 27 Penanaman strip crotalaria dalam sorgum - sorgum 0,264 3 28 Penanaman strip crotalaria dalam kacang tanah – ubi kayu 0,405 3 29 Penanaman strip crotalaria dalam pertanaman padi gogo – ubi kayu 0,193 3 30 Penanaman strip rumput dalam padi gogo 0,841 3
Keterangan : 1. Hammer, 1981, dalam Sinukaban, 1989 2. Adimihardja, Abujamin dan Kurnia, 1981, dalam Sinukaban, 1989 3. Pusat Penelitian Tanah, 1973 – 1981, dalam Sinukaban, 1989.
87
Lampiran 3. Penilaian Ukuran Butir (M) Struktur Tanah dan Permeabilitas untuk Digunakan Dalam Rumus (Hammer, 1978)
a. Ukuran Butir
Kelas Tekstur (USDA) Nilai M Kelas Tekstur
(USDA) Nilai M
Liat berat 210 Pasir 3035 Liat sedang 750 Lempung berpasir 3245 Liat berpasir 1213 Lempung liat berdebu 3770 Liat ringan 1685 Lempung berpasir 4005 Lempung liat berpasir 2160 Lempung 4390 Liat berdebu 2830 Lempung berdebu 6330 Lempung liat 2830 Debu 8245
b. Struktur Tanah
Tipe Struktur Nilai Granular sangat halus (very fine granular) 1 Granular halus (fine granular) 2 Granular sedang dan kasar (medium, coarse, granular) 3 Gumpal, lempeng, pejal (bloky, patty, massive) 4
c. Permeabilitas
Kelas Permeabilitas Cm/Jam Nilai Cepat (rapid) > 285,4 1 Sedang sampai cepat (moderate to rapid) > 12,7 – 25,4 2 Sedang (moserate) > 6,3 – 12,7 3 Sedang sampai lambat (moderate to slow) > 2,0 – 6,3 4 Lambat (slow) 0,5 – 2,0 5 Sangat lambat (very slow) < 0,5 6
88
Lampiran 4. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Padi gogo (Oryza sativa)
KELAS KESESUAIAN LAHAN
KARAKTERISTIK
LAHAN S1 S2 S3 N
Regim Temperatur 1. Rata-rata temperatur
(oC) 22 - 29 29 – 32
18 - 22 32– 35 < 18
> 35
Ketersediaan Air (w) 1. Curah Hujan
(mm) > 1500 1000 – 1500
750– 1000
> 750 – 400
2. Kelembaban Udara (%)
33 - 90 30 - 33 < 30 > 90 -
Media Perakaran ( r ) 1. Kelas Draenase baik, agak
baik, agak cepat, agak terhambat
- terhambat, sangat terhambat
cepat
2. Tekstur h, ah, s - ak k 3. Kedalaman
Perakaran > 50 40 - 50 25 - 40 < 25
Ketersediaan Unsur Hara (f)
1. KTK Liat (cmol) > 16 < 6 - - 2. Kejenuhan Basa (%) > 35 20 - 35 < 20 -
3. pH H2O 5.5 – 7.5 5.0 – 5.5
7.5 – 7.9 < 5.0 > 7.9
4. C-Organik > 1.5 0.8 – 1.5 < 0.8 - Bahaya Erosi 1. Lereng (%) < 8 8 - 16 16 - 30 > 30 2. Bahaya Erosi sr r - sd b sb
Keterangan : Kriteria ini hasil dari perpaduan dari • CSR/FAO (1983) • Tim Biro Perencanaan Departemen Pertanian (1997)
89
Lampiran 5. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Jagung (Zea mays)
KELAS KESESUAIAN LAHAN
KARAKTERISTIK
LAHAN S1 S2 S3 N
Regim Temperatur 1. Rata-rata temperatur
(oC) 20 - 26 -
26 - 30 16 – 20 30 - 32
< 16 > 32
Ketersediaan Air (w) 1. Curah Hujan (mm) 500 - 1200 1200 – 1600
400 - 500 3000 – 5000
300 - 400 -
< 300 2. Kelembaban Udara
(%) > 42 36 - 42 30 - 36 < 30
Media Perakaran ( r ) 1. Kelas Draenase baik sampai
agak terhambat
agak cepat terhambat sangat terhambat, cepat
2. Tekstur h, s ah ak k 3. Kedalaman
Perakaran > 60 40 - 60 25 - 40 < 25
Ketersediaan Unsur Hara (f)
1. KTK Liat (cmol) > 16 ≤ 16 - - 2. Kejenuhan Basa (%) > 50 35 - 50 < 35 - 3. pH H2O 5.8 – 7.8 5.5 – 5.8
7.8 – 8.2 < 5.5 > 8.2 -
4. C-Organik > 0.4 ≤ 0.4 - - Bahaya Erosi 1. Lereng (%) < 8 8 - 16 16 - 30 > 30 2. Bahaya Erosi sr r - sd b sb
Keterangan : Kriteria ini hasil dari perpaduan dari • CSR/FAO (1983) • Tim Biro Perencanaan Departemen Pertanian (1997)
90
Lampiran 6. Kriteria Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Ubi Kayu (Manihot utilissima)
KELAS KESESUAIAN LAHAN
KARAKTERISTIK
LAHAN S1 S2 S3 N
Regim Temperatur 1. Rata-rata
temperatur (oC) 2 - 308 18 - 20 30 – 35
< 35 > 35
Ketersediaan Air (w)
1. Curah Hujan (mm) 600 - 1000 2000 – 3000 500 - 600
3000 – 5000 < 500
> 5000
2. Kelembaban Udara (%) - - - -
Media Perakaran ( r )
1. Kelas Draenase agak terhambat
terhambat agak capat, sangat terhambat
cepat
2. Tekstur h, ah, s h, ah, s ak ak 3. Kedalaman
Perakaran > 100 75 - 100 50 - 75 < 50
Ketersediaan Unsur Hara (f)
1. KTK Liat (cmol) > 16 ≤ 16 - - 2. Kejenuhan Basa (%)
3. pH H2O 5.2 – 7.0 4.8 – 5.2 < 4.8 - 4. C-Organik ≤ 0.8 - - - Bahaya Erosi 1. Lereng (%) < 8 8 - 16 16 - 30 > 30 2. Bahaya Erosi sr r - sd b sb
Keterangan : Kriteria ini hasil dari perpaduan dari • CSR/FAO (1983) • Tim Biro Perencanaan Departemen Pertanian (1997)
91
Lampiran 7. Evaluasi Kesesuaian Penggunaan Lahan di Kecamatan Sungai Raya
Nama Desa Unit Jenis Komoditi Lahan Padi Gogo
(Oryza sativa) Jagung
(Zea mays) Ubi Kayu
(Manihot utilisima) I.1 S3.w2.r2.f3 S3.w1.r2.f3 S3.w1.r2.f3 I.2 S3.w2.r2.f2.3 S3.w1.r2.f2.3 S3.w1.r2.f3 I.3 S3.w2.r2.f2.3 S3.w1.r2.f2 S3.w1.r2 I.4 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1 Sungai Raya I.5 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 I.6 S3.w2 S3.w1 S3.w1 I.7 S3.w2.f3 S3.w1.f3 S3.w1 I.8 S3.w2.f3 S3.w1.f3 S3.w1 I.9 S3.w2 S3.w1 S3.w1 I.10 S3.w2.f4 S3.w1.f2.4 S3.w1 II.1 S3.w2.r2.f3 S3.w1.r2.f2.4 S3.w1.r2.f3 II.2 S3.w2.r2.f3 S3.w1.r2.f2.3 S3.w1.r2.f3 II.3 S3.w2.r2.f3 S3.w1.r2.f3 S3.w1.r2.f3 II.4 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f.3 Kuala Dua II.5 S3.w2.f2.3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 II.6 S3.w2.f3.4 S3.w1 S3.w1 II.7 S3.w2.f3.4 S3.w1.f2.3.4 S3.w1.f3 II.8 S3.w2 S3.w1 S3.w1 II.9 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1 II.10 S3.w2.f3 S3.w1.f3 S3.w1 III.1 S3.w2.f2.3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 III.2 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 III.3 S3.w2.r1.f3 S3.w1.r1.f3 S3.w1.r1.f3 III.4 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 Tembang III.5 S3.w2 S3.w1 S3.w1.f.3 Kacang III.6 S3.w2.f3 S3.w1.f3 S3.w1 III.7 S3.w2.f3 S3.w1.r1.f2.3 S3.w1.r1.f3 III.8 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1 III.9 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 III.10 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f3 S3.w1.f3 IV.1 S3.w2.f3 S3.w1.r1.f2.3 S3.w1.r1.f.3 IV.2 S3.w2.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.r1.f.3 IV.3 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.r1.f3 IV.4 S3.w2.f3 S3.w1.f3 S3.w1.r1.f3 Sungai Asam IV.5 S3.w2 S3.w1 S3.w1 IV.6 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2 S3.w1 IV.7 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f3 S3.w1 IV.8 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3 IV.9 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2 S3.w1 IV.10 S3.w2.r1.f3 S3.w1.f2.3 S3.w1.f3
Sumber : Data primer diolah (2005) Keterangan : Kelas Kesesuaian Lahan Faktor Pembatas
S1 = Sangat sesuai t1 = Temperatur rata-rata f1 = KTK liat S2 = Cukup sesuai w1 = Curah hujan rata-rata f2 = pH H2O S3 = Sesuai marjinal w2 = Kelembaban f3 = Kejenuhan Basa N1 = Tidak sesuai e1 = Lereng f4 = C-Organik saat ini e2 = Bahaya erosi r1 = Kelas draenase
r2 = Tekstur tanah r3 = Kedalaman efektif
92
Lampiran 8. Kondisi curah hujan di Kecamatan Sungai Raya (nilai erosivitas – R)
Jumlah hari hujan stasiun Supadio Pontianak tahun 1995-2004
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Rerata
1995 22 18 18 18 17 14 14 22 18 18 25 13 18.08
1996 10 20 16 18 8 20 13 20 14 25 20 20 17.00
1997 14 11 12 23 11 10 5 0 6 16 16 23 12.25
1998 17 15 21 21 17 14 16 25 17 20 19 21 18.58
1999 17 10 16 17 24 12 7 13 12 27 16 19 15.83
2000 23 16 9 19 11 16 8 16 17 19 22 18 16.17
2001 20 11 13 18 12 14 15 6 19 24 24 16 16.00
2002 21 9 16 23 14 11 6 7 9 15 21 21 14.42
2003 18 15 15 25 11 11 12 12 14 25 23 18 16.58
2004 21 10 12 23 17 5 15 2 21 17 22 25 15.83 Rerata 18.3 13.5 14.8 20.5 14.2 12.7 11.1 12.3 14.7 20.6 20.8 19.4 16.08
Jumlah curah hujan (mm) stasiun Supadio Pontianak tahun 1995-2004
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Rerata 1995 498 338 282 299 205 177 221 224 135 239 238 189 3045
1996 199 313 294 304 109 280 154 290 133 589 226 185 3076 1997 135 161 172 451 337 221 206 0 56 250 191 524 2704
1998 403 278 501 449 351 263 233 489 301 236 216 188 3908
1999 423 204 229 146 234 204 77 255 183 429 205 330 2919
2000 582 164 169 179 64 302 195 372 341 253 343 191 3155
2001 306 253 269 357 161 223 302 155 155 345 469 184 3179
2002 466,9 76,5 285,9 339,4 141,5 136 153.7 164 108 210 362 297 2740,50
2003 394 297 202 614 147 134 281 207 132 302 334 257 3301
2004 384 163 216 312 386 113 249 19 309 182 351 422 3106
Rerata 379,10 224,80 262,00 345,00 213,60 205,30 207,20 218,00 185,00 303,50 294,00 276,70 3113,4
Curah hujan maksimal 24 jam (mm) stasiun Supadio Pontianak tahun 1995-2004
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Rerata
1995 102 93 80 56 82 59 45 65 97 89 3 39 67,50
1996 79 75 92 52 46 68 38.4 43 72.6 58 57 24 58,75
1997 45 76 28 53 132 22 29 30 51 45 17 41 47,42
1998 52 42 77 49 67 19 35 54 23 43 61 72 49,50
1999 120 62 56 74 81 48 72 40 46 74 36 49 63,17
2000 62,4 60 113 74 48 28 115 65 58 66 29 23 61,78
2001 154 75 61 46 37 28 61 34 32 67 48 74 59,75
2002 55 60 52 48 77 50 33 86 61 32 56 128 61,50
2003 36 45 41 71 19 27 37 65 45 52 49 64 45,92
2004 54 88 35 20 13 54 46 58 85 122 32 49 54,67 Rerata 75,90 67,60 63,50 54,30 60,20 40,30 51,10 54,00 57,10 64,80 38,80 56,30 56,99
93
Lampiran 8. (Lanjutan)
Temperatur ( 0 C)stasiun Supadio Pontianak tahun 1995-2004
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Rerata
1995 26,3 26 26,4 26,8 27,0 27,1 26,9 26,5 26,2 26,9 26,2 26,6 26,58 1996 26,3 26,2 26,3 26,0 27,5 25.8 26,6 26,6 26,6 26,5 25,9 26,5 26,40 1997 26,1 24,0 26,9 25,9 27,4 26,4 27,0 27,7 25,4 26,3 25,6 26,4 26,26 1998 26,9 27,0 27,2 27,3 27,7 27,3 26,8 26,2 26,8 26,5 26,7 26,0 26,87
1999 26,3 26,4 26,3 26,2 26,6 26,8 26,5 26,6 26,5 26,1 25,2 26,1 26,30 2000 26,1 26,2 26,7 26,3 27,4 26,6 27,1 26,3 26,6 26,2 26,4 26,1 26,50 2001 26,1 26,0 26,6 26,6 27,2 26,7 26,5 27,2 26,1 26,5 26,2 26,1 26,48 2002 26,2 26,6 26,9 26,8 27,5 27 27,3 27,1 27,0 26,8 26,4 26,8 26,87 2003 26,4 26,5 26,7 26,6 27,7 27,4 26,7 27,3 26,7 26,7 26,4 26,2 26,78 2004 26,4 26,7 26,9 26,8 27,3 27,4 26,0 27,2 26,4 26,7 26,3 26,0 26,68
Rerata 26,30 26,20 26,70 26,50 27,33 26,85 26,74 26,90 26,40 26,50 26,10 26,30 26,57
Kelembabab Udara ( % ) udara stasiun Supadio Pontianak 1995 – 2004
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nov Des Rerata 1995 86 86 85 85 86 85 82 86 87 86 86 86 93,17 1996 85 80 86 81 83 84 84 85 81 87 83 85 92,08 1997 85 77 84 83 84 80 82 79 83 89 82 87 92,25 1998 88 88 88 87 87 85 86 88 87 88 88 89 95,42 1999 88 87 88 85 87 86 84 87 87 90 88 91 95,58 2000 92 90 88 90 88 89 86 88 89 89 90 89 99,42 2001 87 87 85 87 86 84 84 81 88 88 89 88 94,33 2002 89 85 84 89 87 87 84 84 88 88 88 87 96,25 2003 88 88 85 87 84 83 84 84 85 87 89 89 95,42 2004 88 85 85 87 86 82 87 79 86 86 90 90 95,50
Rerata 87,60 85,30 85,80 86,10 85,80 84,50 84,0 84,10 86,10 87,80 87,30 88,10 94,94
94
Lampiran 9. Faktor Erodibilitas Tanah ( K) di Kecamatan Sungai Raya
% Bahan Kode
Struktur Kelas
Permeabilitas Nilai Nilai No. Organik Tanah Tanah M K Lap. (a) (b) ( c )
Desa Sungai Raya I.1 10.41 2 3 2830 0.04 I.2 10.41 2 3 2830 0.04 I.3 13.02 2 3 2830 0.09 I.4 10.81 2 3 2830 0.03 I.5 10.55 2 3 2830 0.04 I.6 10.59 2 3 2830 0.03 I.7 6.40 3 4 3245 0.3 I.8 5.22 3 3 2830 0.39 I.9 6.15 3 3 2830 0.23 I.10 2.86 3 4 1213 0.52 Kuala Dua II.1 6.62 2 3 2830 0.09 II.2 8.62 2 3 2830 0.1 II.3 7.62 2 3 2830 0.13 II.4 6.69 2 3 2830 0.14 II.5 5.90 2 3 2830 0.14 II.6 5.45 3 4 3245 0.38 II.7 6.86 3 4 3245 0.33 II.8 6.15 3 4 2160 0.39 II.9 6.40 3 4 3245 0.34 II.10 5.95 3 4 3245 0.41 Tembang Kacang III.1 7.34 2 3 2830 0.16 III.2 11.00 3 4 3245 0.19 III.3 7.96 2 3 2830 0.2 III.4 4.10 2 3 2830 0.26 III.5 9.55 2 3 2830 0.11 III.6 11.14 3 4 2160 0.18 III.7 4.03 3 4 2160 0.43 III.8 5.00 3 4 2160 0.33 III.9 5.71 2 3 2830 0.21 III.10 3.57 3 4 2160 0.37 Sungai Asam IV.1 6.40 2 4 2830 0.26 IV.2 9.62 2 4 2830 0.12 IV.3 12.48 2 4 2830 0.06 IV.4 6.07 2 4 2830 0.22 IV.5 11.48 2 4 2830 0.09 IV.6 9.69 3 4 2160 0.25 IV.7 8.21 3 4 2160 0.3 IV.8 5.71 3 4 2160 0.39 IV.9 9.72 2 4 2830 0.09 IV.10 5.00 2 4 2830 0.32
95
Lampiran 10. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS) Kemiringan Panjang
No. Lereng Lereng Faktor LS Lap. (%) (m)
Desa Sungai Raya I.1 2 50 0.27 I.2 2 45 0.26 I.3 2 10 0.12 I.4 2 30 0.21 I.5 2 15 0.15 I.6 2 45 0.26 I.7 2 12.5 0.14 I.8 2 40 0.24 I.9 2 45 0.26 I.10 2 35 0.23 Desa Kuala Dua II.1 2 30 0.21 II.2 2 25 0.19 II.3 2 45 0.26 II.4 2 30 0.21 II.5 2 12.5 0.14 II.6 2 25 0.19 II.7 2 35 0.23 II.8 2 25 0.19 II.9 2 25 0.19 II.10 2 50 0.27 Desa Tembang Kacang III.1 2 40 0.24 III.2 2 35 0.23 III.3 2 12.5 0.14 III.4 2 35 0.23 III.5 2 75 0.33 III.6 2 45 0.26 III.7 2 40 0.24 III.8 2 25 0.19 III.9 2 30 0.21 III.10 2 50 0.27 Desa Sungai Asam IV.1 2 40 0.24 IV.2 2 35 0.23 IV.3 2 20 0.17 IV.4 2 50 0.27 IV.5 2 75 0.33 IV.6 2 45 0.26 IV.7 2 12.5 0.14 IV.8 2 25 0.19 IV.9 2 40 0.24 IV.10 2 25 0.19
96
Lampiran 11. Nilai erosi yang dapat ditoleransikan (ETol)
No. Faktor EROSI (A) ETOL Lap. R K LS CP (Ton/ha/th) (Ton/ha/th)
Sungai Raya I.1 2017.44 0.04 0.27 0.40 8.72 72.00 I.2 2017.44 0.04 0.26 0.40 8.39 72.00 I.3 2017.44 0.09 0.12 0.22 4.79 72.00 I.4 2017.44 0.03 0.21 0.16 2.03 84.00 I.5 2017.44 0.04 0.15 0.16 1.94 84.00 I.6 2017.44 0.03 0.26 0.16 2.52 78.00 I.7 2017.44 0.30 0.14 0.16 13.56 66.00 I.8 2017.44 0.39 0.24 0.40 75.53 69.00 I.9 2017.44 0.23 0.26 0.40 48.26 69.00 I.10 2017.44 0.52 0.23 0.16 38.61 63.00 Kuala Dua II.1 2017.44 0.09 0.21 0.16 6.10 72.00 II.2 2017.44 0.10 0.19 0.16 6.13 66.00 II.3 2017.44 0.13 0.26 0.40 27.28 60.60 II.4 2017.44 0.14 0.21 0.22 13.05 71.40 II.5 2017.44 0.14 0.14 0.16 6.33 76.80 II.6 2017.44 0.38 0.19 0.16 23.31 71.40 II.7 2017.44 0.33 0.23 0.22 33.69 60.60 II.8 2017.44 0.39 0.19 0.22 32.89 63.30 II.9 2017.44 0.34 0.19 0.16 20.85 76.80 II.10 2017.44 0.41 0.27 0.40 89.33 66.00 Tembang Kacang III.1 2017.44 0.16 0.24 0.16 12.40 51.00 III.2 2017.44 0.19 0.23 0.22 19.40 63.00 III.3 2017.44 0.20 0.14 0.22 12.43 66.00 III.4 2017.44 0.26 0.23 0.22 26.54 78.00 III.5 2017.44 0.11 0.33 0.40 29.29 69.00 III.6 2017.44 0.18 0.26 0.22 20.77 72.00 III.7 2017.44 0.43 0.24 0.16 33.31 72.00 III.8 2017.44 0.33 0.19 0.40 50.60 84.00 III.9 2017.44 0.21 0.21 0.22 19.57 66.00 III.10 2017.44 0.37 0.27 0.22 44.34 69.00 Sungai Asam IV.1 2017.44 0.26 0.24 0.22 27.70 66.00 IV.2 2017.44 0.12 0.23 0.16 8.91 78.00 IV.3 2017.44 0.06 0.17 0.22 4.53 63.00 IV.4 2017.44 0.22 0.27 0.16 19.17 63.00 IV.5 2017.44 0.09 0.33 0.40 23.97 66.00 IV.6 2017.44 0.25 0.26 0.22 28.85 69.00 IV.7 2017.44 0.30 0.14 0.22 18.64 84.00 IV.8 2017.44 0.39 0.19 0.16 23.92 78.00 IV.9 2017.44 0.09 0.24 0.22 9.59 72.00 IV.10 2017.44 0.32 0.19 0.22 26.99 72.00
97
Lampiran 12. Hasil Analisis Tanah pada Unit Lahan di Daerah Penelitian
Tekstur No. Lap.
pH H2O
C-Org
N-Total P Ca Mg K Na
KTK
KB (%) Pasir Debu Liat
(%) (%) (me/ 100 gr) (%)
I.1 4.75 2.04 0.75 3.8 8.30 7.56 0.20 0.37 20.95 78.42 10.92 47.35 41.73
I.2 3.93 3.55 0.62 2.0 3.33 0.33 0.10 0.25 20.76 19.32 12.6 44.82 42.58
I.3 5.22 2.27 0.63 2.8 2.80 0.88 0.62 0.60 24.58 19.61 10.68 56.72 32.60
I.4 4.98 2.14 0.76 7.1 2.48 0.80 0.72 0.15 19.43 23.67 13.43 54.11 42.46
I.5 4.02 1.00 0.86 7.9 0.34 0.15 0.05 0.57 17.56 33.93 11.92 55.96 42.12
I.6 5.30 1.44 0.13 1.6 6.66 4.22 0.33 0.61 23.74 49.79 16.45 42.52 41.03
I.7 4.80 1.8 0.06 0.3 2.59 2.00 0.09 0.47 14.43 35.69 31.26 38.22 30.52
I.8 4.90 1.12 0.11 3.7 3.77 2.75 0.21 0.43 15.18 47.16 15.66 50.53 13.81
I.9 5.10 1.28 0.13 15.2 4.46 2.88 0.31 0.49 15.63 52.08 26.86 40.49 32.66
I.10 5.20 0.4 0.05 11.0 2.82 0.80 0.10 0.39 16.38 25.09 31.00 45.22 23.78
II.1 4.45 4.42 0.42 0.1 7.13 1.13 0.20 0.60 16.20 56.44 11.92 42.69 55.87
II.2 4.74 3.88 0.33 12.5 2.32 0.80 0.39 0.98 15.89 25.37 11.44 54.85 42.70
II.3 4.32 3.42 0.31 1.8 2.82 2.28 0.62 0.80 27.60 48.46 12.45 55.59 42.65
II.4 3.70 3.16 0.90 3.0 3.06 2.07 0.92 0.96 25.92 24.82 11.7 54.13 44.17
II.5 3.63 2.85 0.66 4.3 1.13 0.65 0.60 0.67 16.38 12.89 11.91 50.20 47.89
II.6 5.20 1.44 0.15 7.4 1.47 0.30 0.12 0.35 6.28 35.67 59.54 25.81 14.65
II.7 4.80 0.32 0.04 20.1 1.02 0.28 0.08 0.13 10.18 34.83 35.82 39.28 24.90
II.8 5.10 0.96 0.11 0.3 7.38 1.05 0.13 0.35 22.24 40.06 28.91 46.13 24.96
II.9 4.80 3.11 0.29 2.4 1.62 0.80 0.10 0.15 12.02 22.21 18.36 54.07 37.57
II.10 4.80 2.38 0.06 0.1 4.61 2.62 0.08 0.57 16.38 50.73 33.78 44.12 22.10
III.1 4.65 4.62 0.38 4.8 1.47 0.18 0.15 0.60 21.72 19.21 19.39 49.86 30.75
III.2 4.47 2.38 0.21 5.1 3.49 0.52 0.22 0.98 17.91 25.85 49.74 30.89 19.37
III.3 4.75 1.54 0.52 6.6 3.22 2.20 0.26 0.80 17.91 35.06 12.28 65.50 22.22
III.4 4.38 2.46 0.62 6.0 3.23 1.53 0.36 0.96 16.73 34.67 16.99 51.18 31.83
III.5 5.20 1.36 0.10 6.0 3.99 0.32 0.77 0.61 13.95 37.88 18.93 64.24 26.83
III.6 4.70 1.56 0.06 3.0 0.58 0.37 0.10 0.28 15.03 50.83 27.88 42.62 29.50
III.7 4.80 1.28 0.13 1.9 3.92 2.35 0.28 0.40 17.52 17.69 26.93 45.23 27.84
III.8 4.70 1.96 0.11 0.2 3.21 2.47 0.21 0.39 20.74 33.51 24.38 41.80 33.82
III.9 4.50 1.64 0.05 0.2 1.25 0.85 0.18 0.30 17.73 33.51 13.68 52.97 33.35
III.10 4.35 1.48 0.53 8.5 1.32 2.26 0.41 0.77 13.88 37.88 25.18 41.09 33.73
IV.1 3.93 1.72 0.68 8.6 1.75 1.15 0.41 0.70 21.15 18.96 14.49 56.71 38.80
IV.2 3.66 3.52 0.33 7.8 0.70 0.48 0.26 0.68 19.24 11.02 11.29 52.30 46.41
IV.3 3.72 3.66 0.65 6.0 0.90 0.52 0.33 0.60 18.85 12.47 11.96 57.77 40.27
IV.4 4.52 1.62 0.54 5.4 3.58 2.98 0.82 0.62 20.96 38.17 14.54 50.68 44.78
IV.5 5.10 1.76 0.07 7.8 1.32 0.58 0.15 0.25 14.21 35.42 17.75 52.90 39.35
IV.6 5.10 1.36 0.07 0.5 3.09 1.80 0.15 0.28 14.73 18.59 50.87 32.08 17.05
IV.7 4.90 1.8 0.09 5.2 1.53 0.47 0.18 0.30 18.12 54.63 31.23 43.05 25.72
IV.8 4.20 1.72 0.03 3.3 1.22 0.38 0.08 0.28 10.28 30.54 36.67 40.51 22.82
IV.9 5.10 1.76 0.09 0.3 3.98 2.10 0.22 0.22 15.34 19.07 42.72 22.43 34.85
IV.10 4.56 2.42 0.90 2.5 3.23 0.47 0.15 0.56 23.45 42.50 14.99 52.82 32.19
98
Lampiran 13. Bagian Data input yang Digunakan untuk Model Linier Programming Struktur Program Komputerisasi dengan GAMS di Kecamatan sungai Raya
G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 1 C o m p i l a t i o n GAMS 2.50C Windows NT/95/98 1 * MODEL OPTIMASI USAHATANI TANAMAN PANGAN 2 * KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN PONTIANAK KALIMANTAN BARAT 3 * MODEL & CODING: H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM 4 * DATA: DIANA,PS PSL S2, IPB, 2006 5 6 SETS 7 I Tipe Lahan / 1*3 / 8 J Pola Tanam / Pd_Pd, Pd_PdJg, Pd_PdUk / 9 K Jenis Output / K_Pd, K_Jg, K_Uk / 10 L Jenis Input / BnPd, BnJg, PKnd, Urea, SP36, KCl, Pest / 11 M Musim Tanam / 1*2 / 12 T Bulan / Okt, Nov, Des, Jan, Feb, Mar, Apr, Mei, Jun, Jul, Agu, Sep / 13 ; 14 SCALARS 15 U Total dana dpt disediakan seluruh petani Rp per tahun / 40115520603 / 16 Uph Tingkat upah tenaga kerja Rp per HOK /15000 / 17 ; 18 PARAMETERS 19 AL(I) Total areal tiap tipe lahan ha 20 / 1 7460 21 2 7993 22 3 5861 / 23 TN(T) Total naker tersedia bulanan HOK 24 / Okt 878325 25 Nov 878325 26 Des 878325 27 Jan 878325 28 Feb 878325 29 Mar 878325 30 Apr 878325 31 Mei 878325 32 Jun 878325 33 Jul 878325 34 Agu 878325 35 Sep 878325 / 36 B(L) Harga satuan tiap jenis input Rp per satuan 37 / BnPd 2500 38 BnJg 3000 39 PKnd 1000 40 Urea 2000 41 SP36 2500 42 KCl 3500 43 Pest 41450 /
99
Lampiran 13 (Lanjutan) 44 H(K) Harga jual tiap komoditi Rp per kg 45 / K_Pd 2500 46 K_Jg 2000 47 K_Uk 500 / 48 ; 49 TABLE KN(I,J,T) Kebutuhan naker bulanan pada tiap pola tanam dan tipe lahan HOK per ha 50 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep 51 1.Pd_Pd 51.2 3.4 26.0 9.7 42.6 0.0 53.5 3.6 27.2 10.1 44.5 0.0 52 2.Pd_Pd 40.1 2.7 20.4 7.6 33.3 0.0 45.1 3.0 22.9 8.5 37.5 0.0 53 3.Pd_Pd 38.9 2.6 19.8 7.4 32.3 0.0 38.9 2.6 19.8 7.4 32.3 0.0 54 1.Pd_PdJg 54.7 3.7 27.8 10.4 45.5 0.0 82.9 24.5 42.2 15.7 85.6 0.0 55 2.Pd_PdJg 44.7 3.0 22.7 8.5 37.2 0.0 73.4 21.7 37.3 13.9 75.8 0.0 56 3.Pd_PdJg 40.1 2.7 20.4 7.6 33.3 0.0 58.8 17.4 29.9 11.1 60.7 0.0 57 1.Pd_PdUk 49.7 3.3 25.3 9.4 41.3 0.0 71.5 17.3 36.3 13.5 69.4 0.0 58 2.Pd_PdUk 50.1 3.4 25.5 9.5 41.6 0.0 75.2 18.2 38.3 14.3 73.0 0.0 59 3.Pd_PdUk 44.7 3.0 22.7 8.5 37.2 0.0 48.4 11.7 24.6 9.2 47.0 0.0 60 ; 61 TABLE X(I,J,M,L) Kebutuhan input Usahatani selain Tenaga Kerja Pest liter per ha lainnya kg per ha 62 BnPd BnJg PKnd Urea SP36 KCl Pest 63 1.Pd_Pd.1 50.0 0.0 220.0 104.0 76.0 50.0 1.8 64 2.Pd_Pd.1 30.0 0.0 180.0 68.0 50.0 30.0 1.4 65 3.Pd_Pd.1 47.3 0.0 173.3 77.3 58.0 42.7 1.6 66 1.Pd_PdJg.1 58.8 0.0 237.5 118.8 81.3 52.5 1.9 67 2.Pd_PdJg.1 53.9 0.0 203.1 140.6 74.2 51.6 1.8 68 3.Pd_PdJg.1 50.9 0.0 207.5 98.1 75.5 49.1 1.7 69 1.Pd_PdUk.1 55.7 0.0 228.6 108.6 81.4 47.1 1.9 70 2.Pd_PdUk.1 55.0 0.0 237.5 100.0 80.0 56.3 2.0 71 3.Pd_PdUk.1 54.5 0.0 181.8 69.7 66.7 51.5 1.7 72 1.Pd_Pd.2 48.0 0.0 160.0 74.0 52.0 32.0 1.9 73 2.Pd_Pd.2 20.0 0.0 140.0 48.0 34.0 18.0 1.4 74 3.Pd_Pd.2 42.7 0.0 140.0 60.7 44.7 32.7 1.7
100
Lampiran 13 (Lanjutan) 75 1.Pd_PdJg.2 42.5 14.5 162.5 82.5 48.8 30.0 2.0 76 2.Pd_PdJg.2 40.6 14.4 148.4 113.3 52.3 35.2 1.8 77 3.Pd_PdJg.2 47.2 9.1 150.9 69.8 52.8 32.1 1.8 78 1.Pd_PdUk.2 38.6 0.0 157.1 72.9 52.9 25.7 1.9 79 2.Pd_PdUk.2 41.3 0.0 162.5 62.5 50.0 33.8 2.1 80 3.Pd_PdUk.2 39.4 0.0 136.4 47.0 51.5 34.8 1.7 81 ; 82 TABLE Y(I,J,M,K) Produktifitas tiap komoditi pada tiap pola tanam di tiap tipe lahan kg per ha 83 K_Pd K_Jg K_Uk 84 1.Pd_Pd.1 1380.0 0.0 0.0 85 2.Pd_Pd.1 1240.0 0.0 0.0 86 3.Pd_Pd.1 1226.7 0.0 0.0 87 1.Pd_PdJg.1 1425.0 0.0 0.0 88 2.Pd_PdJg.1 1250.0 0.0 0.0 89 3.Pd_PdJg.1 1301.9 0.0 0.0 90 1.Pd_PdUk.1 1328.6 0.0 0.0 91 2.Pd_PdUk.1 1337.5 0.0 0.0 92 3.Pd_PdUk.1 1242.4 0.0 0.0 93 1.Pd_Pd.2 1200.0 0.0 0.0 94 2.Pd_Pd.2 1160.0 0.0 0.0 95 3.Pd_Pd.2 1073.3 0.0 0.0 96 1.Pd_PdJg.2 912.5 1412.5 0.0 97 2.Pd_PdJg.2 828.1 1101.6 0.0 98 3.Pd_PdJg.2 622.6 1207.5 0.0 99 1.Pd_PdUk.2 957.1 0.0 2085.7 100 2.Pd_PdUk.2 1062.5 0.0 1875.0 101 3.Pd_PdUk.2 636.4 0.0 1697.0 102 ; 103 VARIABLES 104 Z Variabel tujuan _ total pendapatan usahatani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun 105 A(I,J) Variabel keputusan _ areal tiap pola tanam pada tiap tipe lahan ha 106 ; 107 POSITIVE VARIABLE A 108 ; 109 EQUATIONS 110 FUNTUJ Fungsi tujuan _ total pendapatan usaha tani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun 111 KDLLHN(I) Fungsi kendala lahan 112 KDLNKR(T) Fungsi kendala naker 113 KDLKEU Fungsi kendala dana tersedia 114 ; 115 FUNTUJ .. Z =E= SUM( (I,J), A(I,J) * ( SUM( (M,K), Y (I,J,M,K) * H(K) ) - 116 SUM( (M,L), X (I,J,M,L) * B(L) ) ) ) 117 ;
101
Lampiran 13 (Lanjutan) 118 KDLLHN(I) .. SUM( J, A(I,J) ) =L= AL(I) 119 ; 120 KDLNKR(T) .. SUM( (I,J), KN(I,J,T) * A(I,J) ) =L= TN(T) 121 ; 122 KDLKEU .. SUM( (I,J,M,L), X(I,J,M,L) * B(L) * A(I,J) ) =L= U 123 ; 124 MODEL OptUshTn / FUNTUJ, KDLLHN, KDLNKR, KDLKEU / 125 ; 126 SOLVE OptUshTn USING LP MAXIMIZING Z 127 ; 128 PARAMETERS 129 Q_OUT(M,K) Total hasil komoditi tiap musim di wilayah penelitian kg 130 Q_INP(M,L) Total kebutuhan input tiap musim di wilayah penelitian l utk Pest kg utk lainnya 131 MODAL Total Kebutuhan Modal Usahatani di wilaah penelitian Rp 132 REV(I,J) Rataan Revenue tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rr per ha 133 COS(I,J) Rataan Cost tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rr per ha 134 RC(I,J) Revenue Cost Ratio tiap kombinasi pola tanam tipe lahan 135 INC(I,J) Rataan Pendapatan bersih tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rp per ha 136 INPN(I,J) Rataan Rasio pendapatan bersih per tenaga kerja Rp per HOK 137 ; 138 Q_OUT(M,K) = SUM( (I,J), Y(I,J,M,K) * A.L(I,J) ) ; 139 Q_INP(M,L) = SUM( (I,J), X(I,J,M,L) * A.L(I,J) ) ; 140 MODAL = SUM( (I,J,M,L), X(I,J,M,L) * B(L) * A.L(I,J) ) ; 141 REV(I,J) = SUM( (M,K), Y(I,J,M,K) * H(K) ) ; 142 COS(I,J) = SUM( (M,L), X(I,J,M,L) * B(L) ) ; 143 RC(I,J) = REV(I,J) / COS(I,J) ; 144 INC(I,J) = REV(I,J) - COS (I,J) ; 145 INPN(I,J) = INC(I,J) / SUM( (T), KN(I,J,T) ) ; 146 147 DISPLAY Z.L, A.L, A.M, Q_OUT, Q_INP, MODAL, REV, COS, RC, INC, INPN ; COMPILATION TIME = 0.000 SECONDS 0.7 Mb WIN-18-100
102
Lampiran 13 (Lanjutan) G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 2 Equation Listing SOLVE OPTUSHTN USING LP FROM LINE 126 GAMS 2.50C Windows NT/95/98 ---- FUNTUJ =E= Fungsi tujuan _ total pendapatan usaha tani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun FUNTUJ.. Z - 4.708635E+6*A(1,Pd_Pd) - 6.793745E+6*A(1,Pd_PdJg) - 5.024590E+6*A(1,Pd_PdUk) - 4.828940E+6*A(2,Pd_Pd) - 5.490430E+6*A(2,Pd_PdJg) - 5.161455E+6*A(2,Pd_PdUk) - 4.278265E+6*A(3,Pd_Pd) - 5.509475E+6*A(3,Pd_PdJg) - 4.020670E+6*A(3,Pd_PdUk) =E= 0 ; (LHS = 0) ---- KDLLHN =L= Fungsi kendala lahan KDLLHN(1).. A(1,Pd_Pd) + A(1,Pd_PdJg) + A(1,Pd_PdUk) =L= 7460 ; (LHS = 0) KDLLHN(2).. A(2,Pd_Pd) + A(2,Pd_PdJg) + A(2,Pd_PdUk) =L= 7993 ; (LHS = 0) KDLLHN(3).. A(3,Pd_Pd) + A(3,Pd_PdJg) + A(3,Pd_PdUk) =L= 5861 ; (LHS = 0) ---- KDLNKR =L= Fungsi kendala naker KDLNKR(Okt).. 51.2*A(1,Pd_Pd) + 54.7*A(1,Pd_PdJg) + 49.7*A(1,Pd_PdUk) + 40.1*A(2,Pd_Pd) + 44.7*A(2,Pd_PdJg) + 50.1*A(2,Pd_PdUk) + 38.9*A(3,Pd_Pd) + 40.1*A(3,Pd_PdJg) + 44.7*A(3,Pd_PdUk) =L= 878325 ; (LHS = 0) KDLNKR(Nov).. 3.4*A(1,Pd_Pd) + 3.7*A(1,Pd_PdJg) + 3.3*A(1,Pd_PdUk) + 2.7*A(2,Pd_Pd) + 3*A(2,Pd_PdJg) + 3.4*A(2,Pd_PdUk) + 2.6*A(3,Pd_Pd) + 2.7*A(3,Pd_PdJg) + 3*A(3,Pd_PdUk) =L= 878325 ; (LHS = 0) KDLNKR(Des).. 26*A(1,Pd_Pd) + 27.8*A(1,Pd_PdJg) + 25.3*A(1,Pd_PdUk) + 20.4*A(2,Pd_Pd) + 22.7*A(2,Pd_PdJg) +
103
Lampiran 13 (Lanjutan) 25.5*A(2,Pd_PdUk) + 19.8*A(3,Pd_Pd) + 20.4*A(3,Pd_PdJg) + 22.7*A(3,Pd_PdUk) =L= 878325 ; (LHS = 0) REMAINING 7 ENTRIES SKIPPED ---- KDLKEU =L= Fungsi kendala dana tersedia KDLKEU.. 1741365*A(1,Pd_Pd) + 1875005*A(1,Pd_PdJg) + 1732510*A(1,Pd_PdUk) + 1171060*A(2,Pd_Pd) + 1908020*A(2,Pd_PdJg) + 1776045*A(2,Pd_PdUk) + 1471735*A(3,Pd_Pd) + 1716775*A(3,Pd_PdJg) + 1524830*A(3,Pd_PdUk) =L= 4.011552E+10 ; (LHS = 0)
104
Lampiran 13 (Lanjutan) G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 3 Column Listing SOLVE OPTUSHTN USING LP FROM LINE 126 GAMS 2.50C Windows NT/95/98 ---- Z Variabel tujuan _ total pendapatan usahatani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun Z (.LO, .L, .UP = -INF, 0, +INF) 1 FUNTUJ ---- A Variabel keputusan _ areal tiap pola tanam pada tiap tipe lahan ha A(1,Pd_Pd) (.LO, .L, .UP = 0, 0, +INF) -4.708635E+6 FUNTUJ 1 KDLLHN(1) 51.2 KDLNKR(Okt) 3.4 KDLNKR(Nov) 26 KDLNKR(Des) 9.7 KDLNKR(Jan) 42.6 KDLNKR(Feb) 53.5 KDLNKR(Apr) 3.6 KDLNKR(Mei) 27.2 KDLNKR(Jun) 10.1 KDLNKR(Jul) 44.5 KDLNKR(Agu) 1741365 KDLKEU A(1,Pd_PdJg) (.LO, .L, .UP = 0, 0, +INF) -6.793745E+6 FUNTUJ 1 KDLLHN(1) 54.7 KDLNKR(Okt) 3.7 KDLNKR(Nov) 27.8 KDLNKR(Des) 10.4 KDLNKR(Jan) 45.5 KDLNKR(Feb) 82.9 KDLNKR(Apr) 24.5 KDLNKR(Mei) 42.2 KDLNKR(Jun) 15.7 KDLNKR(Jul) 85.6 KDLNKR(Agu) 1875005 KDLKEU A(1,Pd_PdUk) (.LO, .L, .UP = 0, 0, +INF)
105
Lampiran 13 (Lanjutan) -5.024590E+6 FUNTUJ 1 KDLLHN(1) 49.7 KDLNKR(Okt) 3.3 KDLNKR(Nov) 25.3 KDLNKR(Des) 9.4 KDLNKR(Jan) 41.3 KDLNKR(Feb) 71.5 KDLNKR(Apr) 17.3 KDLNKR(Mei) 36.3 KDLNKR(Jun) 13.5 KDLNKR(Jul) 69.4 KDLNKR(Agu) 1732510 KDLKEU REMAINING 6 ENTRIES SKIPPED
106
Lampiran 13 (Lanjutan) G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 4 Model Statistics SOLVE OPTUSHTN USING LP FROM LINE 126 GAMS 2.50C Windows NT/95/98 MODEL STATISTICS BLOCKS OF EQUATIONS 4 SINGLE EQUATIONS 15 BLOCKS OF VARIABLES 2 SINGLE VARIABLES 10 NON ZERO ELEMENTS 118 GENERATION TIME = 0.000 SECONDS 1.4 Mb WIN-18-100 EXECUTION TIME = 0.000 SECONDS 1.4 Mb WIN-18-100
107
Lampiran 14. . Hasil Analisis Optimasi Usahatani Tanaman Pangan di Kecamatan Sungai Raya
G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 5 GAMS 2.50C Windows NT/95/98 S O L V E S U M M A R Y MODEL OPTUSHTN OBJECTIVE Z TYPE LP DIRECTION MAXIMIZE SOLVER BDMLP FROM LINE 126 **** SOLVER STATUS 1 NORMAL COMPLETION **** MODEL STATUS 1 OPTIMAL **** OBJECTIVE VALUE 89182675234.5888 RESOURCE USAGE, LIMIT 0.023 1000.000 ITERATION COUNT, LIMIT 8 10000 BDMLP 1.1 Sep 30, 1999 WIN.BD.18.3 053.035.037.WAT A. Brooke, A. Drud, and A. Meeraus, Analytic Support Unit, Development Research Department, World Bank, Washington, D.C. 20433, U.S.A. Work space allocated -- 0.04 Mb EXIT -- OPTIMAL SOLUTION FOUND. LOWER LEVEL UPPER MARGINAL ---- EQU FUNTUJ . . . EPS FUNTUJ Fungsi tujuan _ total pendapatan usaha tani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun ---- EQU KDLLHN Fungsi kendala lahan LOWER LEVEL UPPER MARGINAL 1 -INF 5417.7159 7460.0000 . 2 -INF 7993.0000 7993.0000 859604.7009 3 -INF 5861.0000 5861.0000 854603.2897 ---- EQU KDLNKR Fungsi kendala naker
108
Lampiran 14 (Lanjutan) LOWER LEVEL UPPER MARGINAL Okt -INF 825899.2535 878325.0000 . Nov -INF 55239.9340 878325.0000 . Des -INF 419965.6131 878325.0000 . Jan -INF 156670.0441 878325.0000 . Feb -INF 686271.8968 878325.0000 . Apr -INF 878325.0000 878325.0000 88011.8692 Mei -INF 58721.3772 878325.0000 . Jun -INF 446449.3721 878325.0000 . Jul -INF 166030.8305 878325.0000 . Agu -INF 730136.1570 878325.0000 . LOWER LEVEL UPPER MARGINAL ---- EQU KDLKEU -INF 2.742034E+10 4.011552E+10 . KDLKEU Fungsi kendala dana tersedia LOWER LEVEL UPPER MARGINAL ---- VAR Z -INF 8.918268E+10 +INF . Z Variabel tujuan _ total pendapatan usahatani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun ---- VAR A Variabel keputusan _ areal tiap pola tanam pada tiap tipe lahan ha LOWER LEVEL UPPER MARGINAL 1.Pd_Pd . 5417.7159 +INF . 1.Pd_PdJg . . +INF -502438.9533 1.Pd_PdUk . . +INF -1.268259E+6 2.Pd_Pd . 7993.0000 +INF . 2.Pd_PdJg . . +INF -1.829246E+6 2.Pd_PdUk . . +INF -2.316642E+6 3.Pd_Pd . 5861.0000 +INF . 3.Pd_PdJg . . +INF -520226.1963 3.Pd_PdUk . . +INF -1.093708E+6 **** REPORT SUMMARY : 0 NONOPT 0 INFEASIBLE 0 UNBOUNDED
109
Lampiran 14 (Lanjutan) G e n e r a l A l g e b r a i c M o d e l i n g S y s t e m 09/26/06 19:28:42 PAGE 6 E x e c u t i o n GAMS 2.50C Windows NT/95/98 ---- 147 VARIABLE Z.L = 8.91827E+10 Variabel tujuan _ total pendapatan usahatani wilayah tanpa memasukkan biaya naker Rp per tahun ---- 147 VARIABLE A.L Variabel keputusan _ areal tiap pola tanam pada tiap tipe lahan ha Pd_Pd 1 5417.716 2 7993.000 3 5861.000 ---- 147 VARIABLE A.M Variabel keputusan _ areal tiap pola tanam pada tiap tipe lahan ha Pd_PdJg Pd_PdUk 1 -502438.953 -1.26826E+6 2 -1.82925E+6 -2.31664E+6 3 -520226.196 -1.09371E+6 ---- 147 PARAMETER Q_OUT Total hasil komoditi tiap musim di wilayah penelitian kg K_Pd 1 2.457746E+7 2 2.206375E+7 ---- 147 PARAMETER Q_INP Total kebutuhan input tiap musim di wilayah penelitian l utk Pest kg utk lainnya BnPd PKnd Urea SP36 KCl Pest 1 787901.094 3646348.795 1560021.752 1151334.407 760940.494 30319.689 2 670175.063 2806394.542 1140337.676 815469.926 508895.608 31447.560
110
Lampiran 14 (Lanjutan) ---- 147 PARAMETER MODAL = 2.74203E+10 Total Kebutuhan Modal Usahatani di wilaah penelitian Rp ---- 147 PARAMETER REV Rataan Revenue tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rr per ha Pd_Pd Pd_PdJg Pd_PdUk 1 6450000.000 8668750.000 6757100.000 2 6000000.000 7398450.000 6937500.000 3 5750000.000 7226250.000 5545500.000 ---- 147 PARAMETER COS Rataan Cost tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rr per ha Pd_Pd Pd_PdJg Pd_PdUk 1 1741365.000 1875005.000 1732510.000 2 1171060.000 1908020.000 1776045.000 3 1471735.000 1716775.000 1524830.000 ---- 147 PARAMETER RC Revenue Cost Ratio tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Pd_Pd Pd_PdJg Pd_PdUk 1 3.704 4.623 3.900 2 5.124 3.878 3.906 3 3.907 4.209 3.637 ---- 147 PARAMETER INC Rataan Pendapatan bersih tiap kombinasi pola tanam tipe lahan Rp per ha Pd_Pd Pd_PdJg Pd_PdUk 1 4708635.000 6793745.000 5024590.000 2 4828940.000 5490430.000 5161455.000 3 4278265.000 5509475.000 4020670.000 ---- 147 PARAMETER INPN Rataan Rasio pendapatan bersih per tenaga kerja Rp per HOK Pd_Pd Pd_PdJg Pd_PdUk 1 17323.896 17286.883 14909.763 2 21840.525 16234.270 14785.033 3 21179.530 19537.145 15644.630
111
Lampiran 14 (Lanjutan) EXECUTION TIME = 0.000 SECONDS 1.4 Mb WIN-18-100 USER: Basuki Sumawinata G000110:1210AV-WIN BOGOR AGRICULTURAL UNIVERSITY, FACULTY OF AGRICULTURE DC2588 **** FILE SUMMARY INPUT E:\S2PSL2006-DIANA-KALBAR\MODELOPTUSHTANI.GMS OUTPUT C:\WINDOWS\GAMSDIR\MODELOPTUSHTANI.L