134
1 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI Studi Kasus di: Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi Oleh: Retno Widaningsih 031324008 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007

EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG … › 21179 › 2 › 031324008_Full.pdfDi kota Ternate ada keluarga yang seharusnya menerima BLT, namun pada saat pencacahan keluarga

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 1

    EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI Studi Kasus di: Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

    SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi

    Oleh: Retno Widaningsih

    031324008

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA 2007

  • 2

  • 3

  • 4

    PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN

    Dengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepada

    Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk :

    Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)

    Ibuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta Purwaningsih

    Adiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari Nugroho

    Yang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto Kurniawan

  • 5

    MottoMottoMottoMotto

    Kedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengah----

    tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi

    Kebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengah----

    tengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalan

    Kesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengah----

    tengah orang yang saling mentengah orang yang saling mentengah orang yang saling mentengah orang yang saling mendukung dan tidak dukung dan tidak dukung dan tidak dukung dan tidak

    memberikan kecurangan memberikan kecurangan memberikan kecurangan memberikan kecurangan

    Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku

    dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa

    kecurangan apapun kecurangan apapun kecurangan apapun kecurangan apapun

  • 6

  • 7

    ABSTRAK Evaluasi

    Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai Studi Kasus: Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah

    Retno WidaningsihRetno WidaningsihRetno WidaningsihRetno Widaningsih

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proses rekruitmen terhadap penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), mengevaluasi proses penyaluran dan pencairan dana, mengevaluasi pengawasan terhadap program BLT, dan mengevaluasi sikap masyarakat terhadap program BLT. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen. Jenis penelitian ini adalah evaluatif dan ex post facto. Subjek penelitiannya adalah penerima BLT di kecamatan Prembun. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling dan purposive sampling, dengan mengambil sampel sebanyak 6 desa dengan 36 responden dari penerima BLT dan 10 responden dari petugas BLT tingkat kabupaten dan kecamatan. Teknik pengumpulan data dengan wawancara berpedoman dan dokumentasi. Analisis data menggunakan trianggulasi dengan reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian adalah sebagai berikut:

    1. Proses perekrutan terhadap penerima BLT di kecamatan Prembun kurang tepat karena melalui proses yang tidak sesuai dengan petunjuk pelaksann BLT sehingga mengakibatkan salah sasaran pada beberapa keluarga yang dianggap tidak miskin tapi menerima BLT.

    2. Penyaluran dan pencairan dana berlangsug dengan lancar dan transparan yaitu adanya keterbukaan pengurus terhadap proses pencairan dana sehingga penerima BLT dapat menerima dan sebesar Rp 300.000., per tiga bulan.

    3. Telah dilaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT di kecamatan Prembun berupa pengawasan langsung terhadap proses rekruitmem dan pencairan dana.

    4. Masyarakat menunjukkan sikap positif terhadap program BLT yaitu dengan mendukung program BLT dan masyarakat merasa terbantu dengan adanya program BLT.

  • 8

    ABSTRACT

    EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION OF CASH CIRECT AID PROGRAM

    A Case Study at Prembun District Kebumen Regency Central Java Province

    Retno Widaningsih Sanata Dharma University

    Yogyakarta 2007

    The aim of the research is to value: (1) the process of recruitment of the

    receivers of Cash Direct Aid; (2) the process of distribution and cach payment; (3) the control of Cash Direct Aids Programs and (4) the attitude of society towards Cash Direct Aid programs.

    This research conducted at Prembu District, Kebumen Regency, Central Java Privince. This research is an evaluative and ex post facto research. The subjects of the research were the receivers of cash Direct Aid Programs in Prembun District. The technique of gathering samples was cluster random sampling. The samples taken from 6 villages consisted of 36 respondents who received Cash Direct Aid Programs and 10 respondent taken from officers of Cash Direct Aid Programs at the level of District and Regency. The technique of analizing the data was triangulation by applying the reduction and presentation of the data, and drawing conclusion.

    The result of this research show that: 1. The process of recruitment of the receivers of Cash Direct Aid in

    Prembun District is not good because it’s doesn’t conform to the guide of the implementation of Cash Direct Aid Programs. There are many people who are not poor received that cash direct aid.

    2. the process of distribution and cash payment runs very well and fully transparent. So the receivers get Rp 300,000.00 for each three months.

    3. The control of Cash Direct Aid programs in Prembun District done directly.

    4. The attitude of society towards Cash Direct Aid Programs is verypositive and they supoort this program very well because they fell that this program is very helpful and significant for them.

  • 9

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas

    rahmat dan hidayahnya. Sehingga penulisan skripsi berjudul “Evaluasi

    Pelaksanaan Program bantuan Langsung Tunai “ ini dapat terselesaikan.

    Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana

    Pendidikan di Universitas sanata dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan, Jurusan Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi

    Pendidikan Ekonomi.

    Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

    bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

    ucapan terimakasih kepada:

    1. Dekan Universitas Sanata Dharma yang tela memberikan bantuan

    kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Universitas

    Sanata Dharma.

    2. Ketua Program Studi pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma,

    yang telah memberikan kesempatam kepada penulis untuk

    mengadakan penelitian.

    3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si, selaku pembimbing I, yang

    dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis, serta

    memberi banyak saran, masukan, pikiran, dan referensi yang

    mendukung dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

    4. Bapak Yohanes Maria Vianey mudayen, S.Pd, selaku pembimbing II

    yang telah banyak membimbing penulis dengan memberikan saran dan

    pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    5. Bapak Indra Darmawan SE,.M.Si yang dengan penuh kesabaran dan

    perhatian membimbing penulis, serta memberi banyak saran, masukan,

    pikiran, dan referensi yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.

    6. Staf Perpustakaan Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan

    kepada penulis dalam mendapatkan referensi berupa buku, majalah,

    dan koran.

  • 10

    7. Pihak sekretariat: Mba’ Titin, Pak Wawik, dan Mba’ Aris yang dengan

    saar selalu memberi informasi dan bantuan dari awal semester sampai

    terselesaikannya studi.

    8. Ayahku (alm) Herman Yoseph Paring Haryanto yang selalu

    memberikan semangat kepada penulis untuk tetap berjuang.

    9. Ibuku tercinta yang telah memberi penulis semangat, kasih, kesabaran,

    dan biaya (akhirnya aku lulus pada saat yang tepat).

    10. Adikku Kusno Ari Nugroho yang selalu memberi penulis penghiburan

    dan semangat sehingga semua bisa terselesaikan.

    11. Urbanus Yulianto Kurniawan, atas kasih sayang, kesabaran, perhatian

    bantuan, dan segala-galanya.

    12. Mbah Kakung dan Mbah Putri ku terkasih yang selalu memberikan

    doa dan dorongannya.

    13. Bulek Tutik dan suami, bulek Sulis dan suami, bulek Wati dan suami,

    bulek Asmi dan suami, om Kun dan istri, Om Budi , dan om Nur yang

    selalu memberi doa dan dukungan kepada penulis sehingga semua

    dapat berjalan lancar.

    14. Sepupuku: Lina, Nita, Sipra, Eko, Iwan, deni, Jihan atas doa dan

    dukungannya selama ini.

    15. Sahabat setiaku: Monica, Pipit, Istadi, Wiwin, Lius, Dhika, Riskha,

    Nanik, atas persaudaraan dan kegembiraan yang pernah kita alami

    bersama.

    16. Teman-teman tercinta di Stembayo 16D: Miss Tya, Mba Emi,

    Shelita, Mpok Ulie, Mpok Shila, Mpok Etha, Miss Murnie,

    Shantie, Pipin, Priskha, Mba Elies, Ser, dan Nining, atas

    kebersamaan, persaudaraan dan kegembiraannya.

    17. Teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2003 dan 2004.

    18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

  • 11

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu

    penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai upaya

    penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian

    pada umumnya dan bagi Universitas Sanata Dharma pada khususnya.

    Yogyakarta, 30 Juli 2007

    Penulis

  • 12

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL …………………………………………………... i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………... ii

    HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. Iii

    HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………. iv

    HALAMAN MOTTO …………………………………………………. v

    HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………….. vi

    ABSTRAK ……………………………………………………………... vii

    ABSTRACT …………………………………………………………. … viii

    KATA PENGANTAR ………………………………………………… ix

    DAFTAR ISI …………………………………………………………… xii

    DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xvi

    DAFTAR TABEL ................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang ……………………………………………… 1

    B. Rumusan Masalah …………………………………………... 6

    C. Batasan Masalah ……………………………………………. 6

    D. Tujuan Penelitian …………………………………………… 6

    E. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 7

    BAB II LANDASAN TEORI

    A. Kebutuhan Dasar ……………………………………………. 8

    1. Munculnya Pendekatan Kebutuhan Dasar …………........ 9

    2. Konsep Pendekatan Kebutuhan Dasar ………………….. 9

    3. Ciri-Ciri Pendekatan Kebutuhan Dasar …………………. 10

    4. Perencanaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar …….. 12

    5. Implikasi Dari Strategi Kebutuhan Dasar ……………… 13

  • 13

    B. Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ……. 14

    a. Kriteria Rumah Tangga Miskin Penerima BLT………… 14

    b. Kelembagaan …………………………………………… 15

    c. Rekruitmen …………………………………………….. 16

    d. Penyaluran Dana ……………………………………….. 19

    C. Dampak Transfer dan Subsidi Pemerintah terhadap Masyarakat ………………………………………. 22

    1. Pengeluaran Pemerintah……………………………….. 22

    2. Dampak Adanya Subsidi………………………………. 24

    3. Angka Pengganda Transfer Pemerintah (Tr)………….... 24

    D. Kondisi kemiskinan Indonesia………………………………. 26

    1. Kemiskinan Suatu Masalah yang Kompleks…………... 26

    2. Kesenjangan Sebagai Salah Satu Sebab Kemiskinan…. 27

    3. Jumlah Penduduk Miskin……………………………... 29

    E. Penelitian Terdahulu ……………………………………….. 30

    BAB III METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian …………………………………………….. 32

    B. Lokasi Penelitian…………………………………………… 33

    C. Subjek dan Objek Penelitian ………………………………. 33

    D. Populasi dan Sampel……………………………………….. 33

    E. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………… 34

    F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Pengukuran …………………………………………… 36

    G. Data Yang Dicari…………………………………………... 42

  • 14

    H. Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 42

    I. Analisis Data………………………………………………. 44

    BAB IV GAMBARAN UMUM…………………………………… 46

    A. Deskripsi Data……………………………………………… 46

    1. Keadaan Geografis……………………………………… 46

    2. Luas Wilayah…………………………………………… 46

    3. Keadaan Demografi…………………………………….. 48

    4. Keadaan Ekonomi………………………………………. 50

    5. Keadaan Sosial budaya………………………………… 51

    6. Sarana dan Prasarana…………………………………… 56

    B. Kondisi Kemiskinan di Kecamatan Prembun ……………... 57

    C. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)…………………. 60

    1. Syarat penerima Bantuan Langsung Tunai…………….. 60

    2. Pihak-pihak yang Terkait dengan Pengurusan BLT dan Tugasnya………………………………………………. 61

    BAB V PEMBAHASAN…………………………………………….. 63

    1. Rekruitmen Terhadap Penerima BLT……………………… 61

    2. Penyaluran Kartu Kompensasi BBM dan Pencairan Dana…. 69

    3. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan BLT…………………. 74

    4. Sikap Masyrakat Terhadap program BLT………………… 76

    BAB VI PENUTUP……………………………………………………. 78

    A. Kesimpulan ………………………………………………. 78

    B. Saran ……………………………………………………… 80

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 82

  • 15

    PEDOMAN WAWANCARA …………………………………………. 83

    HASIL WAWANCARA………………………………………………... 87

  • 16

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar II.1 Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin

    yang Seharusnya ………………………………………... 20

    Gambar II.2 Alur Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM 22

    Gambar V.1 Alur Pendataan Penerima BLT ………………………….. 68

    Gambar V.2 Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin

    yang Seharusnya ………………………………………… 69

    Gambar V.3 Alur Pendistribusian KKB di Kecamatan Prembun ……… 72

    Gambar V.4 Alur Pendistribusian KKB di Kecamtan Prembun ………. 72

    Gambar V.5 Bentuk Kartu Kompensasi BBM…………………………. 73

  • 17

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. LATAR BELAKANG

    Dalam rangka mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM), pada 1

    Oktober 2005 pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan harga BBM.

    Tingkat kenaikan untuk bensin sebesar 87,5%, solar 104,8% dan minyak

    tanah 185,7%. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh: 1) peningkatan harga

    BBM di pasar dunia yang melonjak tajam sehingga berakibat pada makin

    besarnya penyediaan dana subsidi yang dengan sendirinya makin

    membebani anggaran belanja negara, 2) pemberian subsidi selama ini

    cenderung lebih banyak dinikmati kelompok masyarakat menengah keatas

    dan 3) perbedaan harga yang besar antara dalam dan luar negeri memicu

    terjadinya penyelundupan BBM ke luar negeri (www.kompas.com).

    Kenaikan harga BBM menambah beban hidup masyarakat. Mereka

    tidak hanya menghadapi kenaikan harga BBM, tetapi juga kenaikan

    berbagai barang dan jasa kebutuhan sehari-hari. Kenaikan tersebut

    berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga

    miskin. Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintah mengeluarkan

    Instruksi Presiden (Inpres) No.12 Tahun 2005 tentang pelaksanaan Subsidi

    Langsung Tunai (SLT) kepada Rumah Tangga miskin. Rumah Tangga

    miskin didefinisikan sebagai rumah tangga yang mempunyai pengeluaran

    perkapita perbulan Rp 175.000 atau kurang (Kedaulatan Rakyat17 Oktober

    2005). Kriteria yang lain meliputi masyarakat sangat miskin, sangat miskin

  • 18

    dan mendekati miskin (near poor) berdasarkan definisi konsumsi kaori atau

    pengeluaran (www.kompas.com/kompas-cetak/050927/daerah/208/1906

    htm).

    Namun, meskipun kriterianya demikian, ternyata orang yang mendaftar

    membengkak, banyak orang merasa mendadak miskin pasca kenaikan

    BBM. Hal tersebut juga disebabkan adanya petugas pendata atau aparat

    desa yang dengan sengaja memasukkan anggota keluarga atau kerabatnya

    yang sebenarnya tidak miskin.

    Peluncuran program BLT yang sentralistik dan bertujuan mengurangi

    himpitan masalah ekonomi bagi masyarakat miskin menimbulkan kendala-

    kendala tersendiri di tingkat lokal. Skalanya yang luas dan strukturnya yang

    amat vertikal dan sentralistik (top-down planning) memberikan implikasi

    tertentu pada tingkat penerapannya. Mekanisme program yang dirancang

    tidak cukup memadai untuk mengakomodasi keanekaragaman karakteristik

    dan tuntutan lokal. Di tingkat inilah sering kali muncul benturan yang

    menjurus pada konflik sosial.

    Di kota Ternate ada keluarga yang seharusnya menerima BLT, namun

    pada saat pencacahan keluarga ini tidak termasuk dalam penerima BLT.

    Keluarga tersebut adalah keluarga seorang petani sayuran di lahan milik

    orang lain dengan penghasilan sekitar Rp 200.000-Rp 300.000 per bulan.

    Penghasilan tesebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

    keluarganya yang terdiri dari satu istri dan satu anak yang masih bersekolah

    di SMA. Karena penghasilannya sering tidak mencukupi, keluarga ini harus

  • 19

    mengurangi kualitas konsumsi dan menunggak biaya sekolah. Keluarga ini

    tinggal di rumahnya sendiri yang luasnya 30 m 2 , berdinding dan beratap

    daun nipah dan berlantai tanah. Mereka tidak memiliki WC dan kamar

    mandi, sedangkan untuk keperluan memasak menggunakan kayu bakar dan

    air dari sumur. Mereka hanya bisa makan dua kali sehari dan tidak

    seminggu sekalipun mampu mengkonsumsi makanan berprotein (Smeru

    2005 : 21).

    Program BLT terkesan sebagai program dadakan yang hanya mengejar

    target waktu untuk meredam gejolak sosial akibat kenaikan harga BBM.

    Hal ini nampak dari sempitnya waktu yang tersedia untuk memverifikasi

    data rumah tangga miskin. BPS hanya punya waktu sekitar satu bulan

    untuk mempersiapkan tekhnis program BLT. Mulai dari

    mengkoordinasikan kegiatan penyiapan data rumah tangga miskin sampai

    menyiapkan dan mengkoordinasikan kartu tanda pengenal rumah tangga

    miskin serta memberikan akses data tersebut kepada instansi pemerintah

    lain yang melakukan kegiatan kesejahteraan sosial. Maka isu yang mencuat

    ke permukaan adalah masalah pendataan yang berakibat pada

    ketidaktepatan sasaran dan ketidakpuasan masyarakat atas pendistribusian

    program BLT. Ketidakpuasan ini bahkan diikuti oleh berbagai ancaman

    dan tindak kekerasan, baik kepada petugas BPS maupun pengurus lokal,

    seperti RT dan kelurahan. Misalnya Maryanto, kades Giripurno, kecamatan

    Borobudur mengeluhkan bahwa tahun 2006 kehilangan empat orang

    perangkatnya yang terpaksa mengundurkan diri karena stress dengan protes

  • 20

    warga yang muncul karena tidak mendapat jatah BLT, sementara para

    perangkat desa tersebut hanya pelaksana lapangan yang sama sekali tidak

    terlibat dalam menentukan kriteria kemiskinan (Bernas, 5 Oktober 2006).

    Selain tindak kekerasan kepada aparat pemerintah, antrian panjang

    untuk mengambil dana BLT telah mengakibatkan korban jiwa. Dalam

    pencairan dana sudah pasti ada ratusan bahkan ribuan orang yang antri

    disetiap kantor pos, namun tidak ada persiapan khusus ketika juklak

    (petunjuk pelaksanaan) pengambilan BLT disebarkan ke kantor-kantor pos

    diseluruh Indonesia.

    Program bantuan ini dirancang dalam rangka kompensasi pengurangan

    subsidi BBM. Untuk itu pemerintah menyediakan dana kompensasi bagi

    kurang lebih 15,5 juta keluarga miskin. Setiap rumah tangga miskin

    menerima Rp100.000 per bulan yang diberikan dalam setiap tiga bulan

    sekali. Pada penyaluran BLT tahap pertama, pemerintah menyediakan dana

    sebesar Rp 4,6 triliun. Penyaluran BLT kepada rumah tangga miskin

    dilasanakan oleh PT. Pos Indonesia.

    Sebagai sebuah program, Bank Dunia menilai eksperimen subsidi atau

    Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Indonesia tidak main-main. Menurut

    mereka, ini adalah program BLT terbesar di dunia

    (www.kompas.com/kompas-cetak/05/10/22/fokus/2145441).

    Deputi Menneg PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan,

    Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah Bambang Widianto

    mengemukakan bahwa “masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan BLT,

  • 21

    mulai dari tahap pencacahan, penetapan kriteria kemiskinan, hingga

    pembagian kartu dan pembagian dananya”. Menurut beliau, yang tidak

    kena sasaran sebenarnya hanya sekitar 1 %, sementara masyarakat miskin

    yang berhak mendapatkan BLT tetapi belum terdata sekitar 4 %. Sehingga

    pemerintah membuka kesempatan pengaduan sampai tanggal 31 Oktober

    2005.

    Di Kabupaten Kebumen, tepatnya di Desa Kabekelan, Kecamatan

    Prembun pelaksanaan BLT masih menjadi suatu dilema. Banyak warga

    mempertanyakan mengenai rekruitmen penerima BLT, transparansi

    penyaluran dan pelaporan BLT. Misalnya mengenai pemungutan

    pengambilan BLT untuk biaya administrasi, jadwal pengambilan yang

    tidak tepat, kurang jelasnya kriteria penerima BLT dan sebagainya.

    Pelaksanaan program BLT sebenarnya telah jelas dan rinci. Berbagai

    permasalahan yang muncul seputar BLT, membuat pelaksanaan program

    BLT menjadi menarik untuk diteliti. Pelaksanaan penyaluran dana

    kompensasi subsidi BBM selalu menghadapi permasalahan, oleh karena

    itu diperlukan evaluasi dini terhadap program BLT untuk mencari jalan

    keluar dari berbagai permasalahan dan kelemahan teknis di lapangan.

    Maka berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui

    secara obyektif dan nyata tentang pelaksanaan BLT di desa Kabekelan,

    kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen. Dengan demikian penulis

    mengajukan judul Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung

  • 22

    Tunai di Desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kabupaten

    Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.

    B. RUMUSAN MASALAH

    Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis mengajukan rumusan

    masalah sebagai berikut:

    1. Apakah rekruitmen terhadap penerima BLT di kecamatan Prembun,

    Kabupaten Kebumen sudah tepat sasaran?

    2. Apakah penyaluran dan pencairan dana BLT di kecamatan Prembun,

    Kabupaten Kebumen sudah transparan?

    3. Apakah pengawasan pelaksanaan program BLT di Kecamatan Prembun

    Kabupaten Kebumen telah berjalan dengan baik?

    4. Bagaimana sikap masyarakat terhadap program BLT yang berlangsung?

    C. BATASAN MASALAH

    Supaya penelitian tidak terlalu luas, maka peneliti memberikan batasan

    yaitu: masyarakat yang akan diteliti adalah masyarakat yang menerima

    dana BLT di desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen.

    D. TUJUAN PENELITIAN

    1. Untuk mengetahui ketepatan rekruitmen penerima BLT di kecamatan

    prembun

    2. Untuk mengetahui apakah penyaluran dan pencairan dana sudah

    transparan

    3. Untuk mengetahui apakah pengawasan yang dilakukan sudah berjalan

    dengan baik.

  • 23

    4. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap program BLT

    E. MANFAAT PENELITIAN

    1. Bagi Pemerintah Daerah

    Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan

    untuk memperbaiki kinerja program BLT selanjutnya.

    2. Bagi Masyarakat

    Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui secara obyektif dan

    nyata pelaksanaan BLT di desa Kabekelan, kecamatan Prembun,

    kabupaten Kebumen. Sehingga dapat ditindak lanjuti untuk

    membangun kesejahteraan

    3. Bagi Penulis

    Dengan penelitian ini diharapkan penulis mendapatkan sumber

    pengetahuan dan pengalaman serta membandingkan pengetahuan

    yang diperoleh dibangku kuliah dengan keadaan nyata.

    4. Bagi Universitas Sanata Dharma

    Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi

    pembaca.

  • 24

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    A. Kebutuhan Dasar (Basic Needs)

    Dalam dasawarsa terakhir ini angka kemiskinan terus meningkat. Hal

    tersebut dibarengi dengan tingkat kesehatan yang memburuk dan konsumsi

    masyarakat golongan menengah kebawah akan kebutuhan dasar menurun.

    Untuk keluar dari masalah tersebut, pemerintah mulai memperhatikan

    kebutuhan dasar (basic need) bagi penduduknya, maka munculah program

    BLT yang harapannya mampu membantu pemenuhan konsumsi masyarakat

    golongan menengah kebawah, khususnya kebutuhan dasarnya.

    Kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang harus

    dipenuhi untuk dapat hidup sebagai layaknya manusia (Gilarso 1992 : 19).

    Hal ini mencakup kebutuhan primer atau kebutuhan fisik minimum yang

    secara kuantitatif seperti: makanan, pakaian dan perumahan, selain itu ada

    dua unsur tambahan yang penting yaitu yang berkaitan dengan kecukupan

    kebutuhan pokok minim bagi setiap warga masyarakat termasuk lapisan

    masyarakat paling miskin, yang meliputi kecukupan pangan, gizi, sandang,

    kesehatan, perumahan, pendidikan dan sarana pendukung lainnya seperti

    transportasi, air minum, rasa aman, dan sebagainya. Unsur keduanya adalah

    adanya kemampuan orang untuk memperoleh atau memenuhi kecukupan

    kebutuhan pokok tersebut terutama dengan memperoleh kesempatan kerja.

  • 25

    1. Munculnya Pendekatan Kebutuhan Dasar

    Munculnya pendekatan kebutuhan dasar adalah pada tahun 1969

    ketika International Labour Organization (ILO) meluncurkan program

    kesempatan kerja sedunia (World Employment Program, disingkat WEP).

    Perhatian WEP ditujukan pada masalah kesempatan kerja di berbagai

    negara berkembang termasuk Kolombia, Kenya, Sudan, Srilangka, dan

    Filipina. Selama mempelajari masalah kesempatan kerja ini, WEP

    semakin banyak terlihat dalam masalah pembangunan yang lebih luas.

    Khususnya sebab-sebab pokok dari kegagalan strategi pembangunan

    konvensional yang dilaksanakan di negara tersebut, dalam meningkatkan

    kesejahteraan rakyat banyak secara berarti di negara ini. Fokus perhatian

    para ahli ILO mulai bergeser dari tekanan pada penciptaan lapangan kerja

    yang memadai ke penghapusan kemiskinan dan akhirnya ke penyediaan

    barang dan jasa bagi kebutuhan dasar penduduk. Pendekatan kebutuhan

    dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh penduduk di

    dalam setiap negara.

    2. Konsep Pendekatan Kebutuhan Dasar

    Tujuan utama dari pendekatan kebutuhan dasar dalam perencanaan

    pembangunan adalah untuk mencapai tujuan dengan dua perangkat

    sasaran yang terpisah, namun saling melengkapi. Perangkat sasaran yang

    pertama mencakup kebutuhan konsumsi perorangan seperti sandang,

    pangan dan papan. Perangkat sasaran kedua mencakup penyediaan jasa

  • 26

    umum dasar seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum,

    pengangkutan kebudayaan.

    Di samping kedua perangkat sasaran tersebut, konsep kebutuhan

    dasar juga digunakan untuk mencakup tiga sasaran lain yaitu : 1) hal atas

    pekerjaan produktif dan yang memberikan imbalan yang layak yaitu

    menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar

    setiap rumah tangga dan perorangan, 2) prasarana yang mampu

    menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi

    kebutuhan dasar penduduk, 3) partisipasi seluruh penduduk baik dalam

    pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan proyek yang

    berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa kebutuhan dasar.

    3. Ciri-ciri Pendekatan Kebutuhan Dasar

    Suatu ciri pokok dari pendekatan kebutuhan dasar adalah tekanan

    pada pendekatan kebutuhan dasar seluruh penduduk. Dengan demikian

    diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Strategi kebutuhan

    dasar mengutamakan investasi dalam sektor yang menghasilkan lebih

    banyak barang serta jasa kebutuhan dasar yang padat karya. Dengan

    strategi ini diharapkan dapat membantu mengurangi masalah

    pengangguran. Ciri pokok yang lain dalam pemenuhan kebutuhan dasar,

    akan diadakan suatu perbandingan antara pendekatan kebutuhan dasar dan

    pendekatan kemiskinan atau pendekatan anti kemiskinan yang

    konvensional dalam perencanaan pembangunan mengingat ada persamaan

    –persamaan yang nyata antara kedua pendekatan ini. Sejauh terdapatnya

  • 27

    suatu tingkat pemenuhan dasar absolute yang tertentu untuk seluruh

    penduduk berarti penghapusan kemiskinan, maka pendekatan kebutuhan

    dasar dalam perencanaan pembangunan adalah sama dengan pendekatan

    konvensional yang berorientasi anti kemiskinan. Akan tetapi ada

    perbedaan-pebedaan konseptual yang penting antara kedua pendekatan ini

    dalam perencanaan pembangunan adalah : 1) pendekatan yang

    berorientasi pada kemiskinan dalam perencanaan pembangunan

    memusatkan perhatian pada kelompok sasaran dalam masyarakat yang

    hidup dibawah garis kemiskinan yeng ditentukan, sedangkan pendekatan

    kebutuhan dasar berangapan bahwa kemiskinan dibagian terbesar negara-

    negara berkembang tersebar luas dan oleh karenanya memerlukan

    program-program kebutuhan dasar untuk seluruh penduduk, 2) dalam

    usaha penghapusan kemiskinan, pendekatan yang berorientsai pada

    kemiskinan memusatkan perhatian usaha peningkatan terhadap barang dan

    jasa. Sedangkan sasaran kebutuhan dasar tidak terbatas pada penghapusan

    kemiskinan, melainkan meliputi pula pemenuhan kebutuhan di atas

    tingkat kelangsungan hidup sebagai suatu cara untuk mengurangi dan

    bahkan menghapus kemiskianan relatif melalui suatu proses pertumbuhan

    ekonomi dan kemajuan sosial yang mantap, 3) jika pendekatan yang

    berorientasi pada kemiskinan mendesak pemerintah untuk mengambil

    langkah kongkrit dalam menghapus kemiskinan, maka pendekatan tadi

    mengutamakan partisipasi massa secara kolektif baik dalam perumusan

    maupun dalam pelaksanaan program kebutuhan dasar agar tujuan pokok

  • 28

    tidak diabaikan. Dengan demikian kebutuhan dasar sebenarnya

    menggabungkan dan mensintesiskan tujuan-tujuan dari strategi

    pembangunan yang beroirentasi pada pertumbuhan kesempatan kerja dan

    kemiskinan.

    4. Perencanaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar

    Dalam menyusun rencana pembangunan yang berorientasi pada

    kebutuhan dasar maka langkah-langkahnya adalah :

    a. Menentukan suatu tingkat tertentu dari kebutuhan dasar khususnya

    keperluan bagi konsumsi perorangan yang seharunya dicapai oleh

    seluruh penduduk termasuk golongan penduduk yang berpendapatan

    rendah

    b. Penyusunan rencana pemenuhan kebutuhan dasar dicakup pula jasa-

    jasa pelayanan masyarakat yang merupakan bagian integral dari

    kebutuhan konsumsi perorangan seperti tersedianya fasilitas

    pendidikan, kesehatan serta air bersih

    c. Rencana kebutuhan dasar ditentukan dan diidentifikasikan berbagai

    kelompok sasaran dalam masyarakat yang kebutuhan dasarnya belum

    terpenuhi masyarakat yang konsumsinya di bawah tingkat minimum

    d. Menentukan jadwal agar seluruh penduduk mampu mencapai tingkat

    minimum kebutuhan dasar.

    e. Memperkirakan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk

    mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum dalam jangka waktu

    yang telah ditentukan.

  • 29

    5. Implikasi Dari Strategi Kebutuhan Dasar

    Strategi pembangunan pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh

    penduduk tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak diperlukan

    lagi. Pemenuhan kebutuhan dasar hanya dapat terlaksana dalam konteks

    perekonomian yang bertumbuh pesat, namun keberhasilan strategi mutlak

    memerlukan perubahan dalam pola pertumbuhan ekonomi sedemikian

    rupa sehingga kapasitas produksi yang sudah ada dan yang sedang

    dibangun akan menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah lebih banyak

    sehingga memadai bagi kebutuhan seluruh penduduk.

    Implikasi dari perubahan dalam pola pertumbuhan ekonomi adalah

    bahwa perlu diadakan perubahan struktural dalam alokasi dan mobilisasi

    sumber daya produktif (modal, kewiraswataan, dan sumber daya alam) ke

    usaha kegiatan yang menghasilkan dan mendistribusikan secara merata

    barang dan jasa kebutuhan pokok. BLT termasuk dalam mobilisasi sumber

    daya produktif khususnya transfer modal sebesar Rp 300.000,- per tiga

    bulan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat tertentu. Dari

    mobilitas modal tersebut diharapkan mampu membantu pemenuhan

    barang dan jasa kebutuhan pokok, sehingga terjadi distribusi yang merata

    untuk barang dan jasa kebutuhan pokok.

    Pendekatan kebutuhan dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan

    dasar seluruh penduduk di dalam setiap negara. Kebutuhan yang dimaksud

    mencakup kebutuhan konsumsi perorangan seperti sandang, pangan dan

    papan. BLT merupakan salah satu program yang diberikan pemerintah

  • 30

    kepada masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu untuk membantu

    pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya konsumsi. Oleh sebab itu, maka

    dapat dikatakan bahwa BLT sebagai salah satu upaya perwujudan

    pemenuhan kebutuhan dasar yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas

    penduduk Indonesia, sehingga mampu meningkatkan produktivitas

    masyarakat dan pada akhirnya mampu mendorong ke arah penghapusan

    kemiskinan dan mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi.

    B. Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)

    1. Kriteria Rumah Tangga Miskin Penerima BLT

    BLT merupakan bantuan yang diberikan pada masyarakat miskin

    dengan kriteria tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

    warga miskin yang diberikan secara langsung melalui kantor pos sebesar

    Rp 100.000/bulan yang diterimakan 3 bulan sekali.

    Adapun 14 kriteria rumah tangga miskin (penerima bantuan langsung

    tunai) sebagai berikut (www.kompas.com/kompas-

    cetak/05/09/27/daerah/2081906.htm) :

    a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

    b. Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan

    c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu

    berkulaitas rendah/tembok tanpa diplester

    d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah

    tangga lain

    e. Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik

  • 31

    f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

    terlindung/sungai/air hujan

    g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/minyak

    tanah.

    h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu

    i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

    j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari

    k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik

    l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas

    lahan 0,5 ha; buruh tani; nelayan; buruh bangunan; atau pekerjaan

    lainya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000/bulan

    m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat

    SD/hanya SD

    n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai

    minimal Rp 500.000 seperti: sepeda motor (kredit/non-kredit), emas,

    ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

    2. Kelembagaan

    Inpres No.12 Tahun 2005 tentang pelaksanaan BLT kepada Rumah

    Tangga Miskin yang dikeluarkan pada 10 september 2005 merupakan

    dasar hukum pertama mengenai program BLT. Melalui Inpres tersebut

    Presiden menginstruksikan pada Bappenas untuk mengkoordinasikan

    penyusunan rencana dan organisasi pelaksana program. Presiden juga

    menginstruksikan agar Gubernur/Bupati/Walikota beserta jajarannya

  • 32

    memberikan dukungan dan pengawasan atas pelaksanaan program.

    Mendagri mengkomunikasikan kegiatan pendataan melalui surat No.

    413.3/1941/SJ tanggal 1 agustus 2005 tentang pendataan penduduk miskin

    yang berbunyi “…. Kami minta kepada para Gubernur, Bupat/Walikota

    untuk menyiapkan para kepala desa/kelurahan, ketua RW ,ketua RT

    sebagai petugas lapangan yang akan membantu BPS melaksanakan

    pendaftaran”. Kepala BPS ditugaskan untuk : a) mengkoordinasikan

    kegiatan penyiapan data, termasuk menyiapkan dan mendistribusikan

    tanda pengenal rumah tangga miskin untuk program pemberian BLT

    kepada rumah tangga miskin. b) memberi akses antara data rumah tangga

    miskin berdasarkan hasil rapat koordinasi Program Kompensasi

    Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM).

    3. Rekruitmen

    BPS adalah lembaga yang bertanggung jawab sekaligus pelaksana

    pendataan rumah tangga/keluarga miskin. Di setiap kecamatan BPS

    menempatkan KSK (Koordinator Statistik Kecamatan) yang dibantu oleh

    seorang pembantu KSK (PKSK). Sebagian besar KSK adalah mantis dan

    sebagian lagi adalah staf BPS kabupaten/kota yang ditunjuk karena tidak

    semua kecamatan mempunyai mantis (mantri statistik). Sedangkan PKSK

    biasanya berasal dari staf kecamatan setempat yang direkrut selama satu

    bulan oleh BPS atau ada juga yang berasal dari staf BPS sendiri. BPS

    melibatkan aparat pemerintahan desa/kelurahan dan mitra BPS sebagai

  • 33

    petugas pencacah lengkap (PCL). Pencacah bekerja di bawah koordinasi

    KSK dan PKSK.

    Mekanisme pemilihan pencacah diserahkan kepada setiap BPS

    Kabupaten/kota dan menjadi salah satu tanggungjawab KSK. KSK

    meminta pertimbangan kepala desa/lurah dalam menentukan petugas

    pencacah di wilayahnya dengan kriteria memiliki pengalaman dalam

    melakukan pencacahan, sedangkan pendidikan tidak dipersyaratkan secara

    ketat.

    Sebelum menjalankan tugasnya, KSK mendapat pelatihan dari

    instruktur nasional (BPS Pusat) yang diselenggarakan di tingkat provinsi

    selama dua hari. Setelah mendapat pelatihan, KSK menjadi instruktur

    daerah dan memberikan pelatihan kepada pencacah di wilayah kerjanya

    masing-masing. Materi pelatihan bagi pencacah meliputi : tahapan

    pendataan, tata cara pengisian formulir dan kuisioner, serta pengetahuan

    tentang konsep-konsep baku yang diperlukan dalam pendataan.

    Bagan alur kegiatan pendataan rumah tangga miskin yang

    seharusnya dilakukan oleh pencacah

  • 34

    Gambar 2.1

    Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin yang Seharusnya

    Keterangan :

    Ruta : rumah tangga

    PSE05 : pedataan sosial ekonomi penduduk 2005

    PSE05RT : pendataan sosial ekonomi rumah tangga 2005

    SLS : satuan lingkungan setempat

    Pada saat KKB dibagikan pada yang berhak, petugas harus

    menerangkan fungsi dan kegunaan KKB. Beberapa hal yang perlu

    disampaikan adalah : 1) KKB digunakan oleh yang berhak mencairkan

    uang sebesar Rp 300.000 untuk setiap kali pembayaran di kantor pos, 2)

    kapan pembayaran akan dilakukan, menunggu pengumuman lebih lanjut

    dari kantor pos dan atau kepala desa setempat, 3) KKB tidak bisa diganti

    Melengkapi data ruta miskin dari : - data BKKBN - sensus kemiskinan BPS

    daerah - data Pemda

    Pengisian formulir PSE 05. LS.dimulai dari ruta paling miskin

    Verifikasi lapangan : - tanya tetangga & tokoh

    masyarakat - observasi kasat mata oleh

    pencacah untuk menentukan : - layak/tidak catat ruta

    miskin yang terlewat

    Pencacah mendatangi ketua SLS, kaji dan catat ruta miskin

    Wawancara dengan ruta miskin yang layak dengan isi PSE 05.RT.

  • 35

    dengan kartu identitas atau kartu sejenis lainnya sehingga KKB tidak boleh

    hilang, kehilangan kartu menjadi tanggungjawab pemilik dan tidak ada

    penggantian kartu yang baru.

    4. Penyaluran Dana

    a. Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM (KKB)

    Rumah tangga penerima BLT diberi kartu identitas berupa KKB.

    KKB dicetak oleh kantor pos pusat berdasarkan data rumah tangga

    penerima program yang diperoleh dari BPS pusat. KKB dilengkapi

    dengan 4 kupon sebagai bukti pengambilan dana disetiap tahap

    penyaluran.

    Mekanisme pendistribusian KKB dari pusat ke tingkat

    kabupaten/kota berlangsung sesuai prosedur yaitu KKB dibuat rangkap

    dua, KKB asli diterima BPS kabupaten/kota untuk diserahkan kepada

    penerima BLT, sedangkan KKB duplikat diterima kantor pos untuk

    keperluan pengecekan saat pencairan.

    Penyerahan KKB dari BPS kabupaten/kota kepada rumah tangga

    penerima dapat bervariasi seperti empat jalur pendistribusian sebagai

    berikut :

  • 36

    Gambar 2.2

    Alur Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM

    I II III IV

    b. Pencairan Dana

    Pencairan dana tahap pertama di seluruh Indonesia dibagi dalam

    tiga jadwal penyaluran. Penyaluran pertama dimulai 1 Oktober 2005

    untuk lima belas kota (Jakarta, Bnadung, Surabaya, Semarang,

    Yogyakarta, Palembang, Medan, Padang, Bogor, Solo, Manado,

    Denpasar, Makasar, Sorong, dan Jayapura) pada 1 oktober 2005.

    Penyaluran kedua untuk 24 ibu kota provinsi dan kota strategis lain

    dimulai pada 5 oktober 2005 dan penyaluran ketiga untuk daerah

    lainnya dimulai pada 11 oktober 2005. penyaluran dana subsidi

    diawasi oleh tim pengaduan, pengawasan, dan pemantau bahan bakar

    minyak yang telah dibentuk Depdagri.

    camat

    Kepala desa/lurah

    Pencacah/ ketua SLS

    Penerima BLT

    KSK

    Penerima BLT

    Kepala Desa/Lurah

    Pencacah/ ketua SLS

    Penerima BLT

    Pencacah

    KSK

    Penerima BLT

    KSK

  • 37

    Penyaluran dana kepada rumah tangga penerima dilakukan oleh

    kantor pos. Penunjukan kantor pos sebagai pelaksana pencairan dana

    BLT dengan alasan kantor pos berpengalaman dalam melayani transfer

    dana masyarakat. Jumlah cabang kantor pos relatif banyak dan tersebar

    ketingkat kecamatan. Selain itu kemungkinan terjadinya kebocoran

    dana relatif kecil karena masyarakat secara langsung mengambilnya

    dan kantor pos dinilai relatif bersih dari kasus penyelewengan.

    Beberapa hal yang perlu dilakukan agar pencairan dana berjalan lancar

    adalah :

    1) Kantor pos menetapkan jadwal pencairan untuk setiap desa dengan

    mempertimbangkan jumlah penerima BLT yang harus dilayani.

    2) Jadwal pencairan disosialisasikan secara luas ke setiap desa bahkan

    perlu dilampirkan dalam KKB yang diserahkan kepada penerima.

    3) Kantor pos berkoordinasi dengan aparat kecamatan, aparat desa,

    dan kepolisian dengan aparat keamanan

    4) Kantor pos menambah pos pelayanan, loket pembayaran, atau

    melakukan jemput bola di wilayah yang relatif jauh.

    Penunjukkan PT. Pos Indonesia sebagai salah satu pelaksana

    program BLT tidak lepas dari kapasitas tekniknya untuk mencairkan

    dananya bagi rumah tangga penerima. Penunjukan ini antara lain

    mengacu pada syarat kredibilitas dan pengalaman yang telah

    dimilikinya mengingat kantor pos lazim dilibatkan dalam urusan

    pencairan dana program sosial. Kredibilitas lainnya juga berkaitan

  • 38

    dengan luasnya jaringan dan etos kerja yang dinilai profesional.

    Kepiawaian kantor pos dalam layanan penyaluran dan pencairan telah

    terbukti melalui program-program sosial terdahulu seperti dana JPS

    pendidikan. Ditinjau dari kapasitas jaringannya, cabang kantor pos

    tersebar hampir disemua kecamatan yang ada pada tingkat kabupaten

    (Kompas, 22 Oktober 2005).

    C. Dampak Transfer dan Subsidi Pemerintah terhadap Masyarakat

    1. Pengeluaran Pemerintah

    Menurut Keynes, pemerintah merupakan faktor ekonomi yang

    sangat penting bahkan semakin tambah penting dari dasawarsa ke

    dasawarsa berikutnya. Pemerintah menerima pendapatan kemudian

    pendapatan itu dibelanjakan, ditabung atau diinvestasikan. Para ahli

    ekonomi klasik dan neo klasik beranggapan bahwa peranan pemerintah

    dalam soal keuangan negara pada dasarnya netral. Pemerintah

    menjalankan beberapa fungsi yang tidak dapat dihindarkan tetapi

    memerlukan banyak biaya, sehingga harus mengumpulkan uang dari wajib

    pajak dan dikeluarkan untuk berbagai keperluan. Jika pemerintah terpaksa

    harus berhutang maka hutang tersebut harus dilunasi sesegera mungkin

    (Soule, 1994: 147).

    Campur tangan pemerintah ada dalam bentuk pengeluaran

    konsumsi pemerintah atau goverment expenditure atau ”G“ dan transfer

    pemerintah atau goverment transfer atau Tr“. Pengeluaran konsumsi

    pemerintah meliputi semua pengeluaran pemerintah dimana pemerintah

  • 39

    secara langsung menerima balas-jasanya. Misalnya, dengan pengeluaran

    pemerintah untuk membayar gaji para pegawai negeri maka pemerintah

    secara langsung menerima balas- jasa berupa prestasi kerja dari pegawai-

    pegawai-pegawai tersebut.

    Transfer pemerintah adalah pengeluaran pemerintah dimana

    pemerintah tidak menerima balas-jasa langsung. Contoh bentuk transfer

    pemerintah adalah: sumbangan pemerintah yang diberikan kepada kaula

    negara yang menderita sebagai akibat adanya bencana alam, sumbangan

    yang diberikan pemerintah kepada kepada penganggur, uang pensiunan

    yang diterima oleh para pegawai negeri yang telah dipensiun, subsidi yang

    diberikan pemerintah dan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah

    kepada mahasiswa.

    Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa dengan pengeluaran

    pemerintah tersebut, pemerintah tidak memperoleh balas jasa apa-apa.

    Dari dana bantuan yang diberikan kepada para penderita bencana alam,

    pemerintah tidak memperoleh balas jasa. Sedangkan pembayaran uang

    pensiun kepada para pegawai negeri yang telah pensiun dapat

    diinterpretasikan bahwa pemerintah memperoleh balas jasa berupa prestasi

    kerja yang diberikan oleh pensiunan tersebut pada masa mereka masih

    aktif bekerja. Pemberian jasa tersebut tidak bersamaan waktunya dengan

    pembayaran uang pensiunannya, sehingga dapat digolongkan sebagai

    balas jasa yang diterima oleh pemerintah secara tidak tidak langsung

    (Reksoprayitno, 2000: 96-97). Contoh yang lain adalah pemberian subsidi

  • 40

    seperti subsidi langsung tunai atau sering disebut bantuan langsung tunai,

    pemerintah juga tidak memperoleh balas jasa karena tujuan utamanya

    adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi rakyat miskin.

    2. Dampak adanya subsidi

    Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada masyarakat dengan

    maksud meringankan beban masyarakat. Dampak dari subsidi adalah

    kebalikan dari pengenaan pajak. Bagi produsen, pemberian subsidi akan

    berakibat pada penurunan harga, sedangkan pada konsumen atau

    masyarakat, subsidi yang diberikan mampu menaikkan daya beli

    masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok. Perubahan jumlah

    konsumsi sebagai akibat berubahnya transfer pemerintah dapat ditulis sbb:

    � C = c � Tr

    Yang dimaksud dengan perubahan-perubahan jumlah konsumsi adalah

    perubahan-perubahan yang langsung ditimbulkan oleh perubahan jumlah

    transfer pemerintah.

    3. Angka Pengganda Transfer Pemerintah (Tr)

    Yang dimaksud dengan angka pengganda transfer pemerintah atau

    government transfer multiplier ialah nilai perbandingan antara berubahnya

    jumlah pendapatan nasional ekuilibriun sebagai akibat berubahnya jumlah

    transfer pemerintah yang mengakibatkan berubahnya tingkat pendapatan

    nasional ekuilibrium tersebut. Adapun formula angka pengganda transfer

    pemerintah adalah sebagai berikut:

    kTr = � Y / � Tr = c

    c−1

  • 41

    Apabila jumlah transfer pemerintah per periode berubah dari

    semula sebesar Tr menjadi sebesar (Tr + � Tr) mengakibatkan tingkat

    pendapatan nasional ekuilibrium berubah dari semula sebesar Y menjadi

    sebesar (Y+ � Y), maka ini berarti:

    Sebelum adanya perubahan transfer pemerintah

    Y = c

    GIcTxcTrc−

    ++−+1

    Sesudah adanya transfer pemerintah, tingkat pendapatan nasional

    ekuilibrium akan menjadi sebesar:

    Y + �Y = ( )

    cGIcTxTrTrcc

    −++−∆++

    1

    Y + �Y = c

    GIcTxcTrc−

    ++−+1

    + c

    Trc−∆

    1

    �Y = c

    Trc−∆

    1

    �Y/�Tr = c

    c−1

    kTr = �Y/�Tr = c

    c−1

    Dengan jalan memperbesar atau memperkecil jumlah transfer

    pemerintah maka pemerintah dapat mempengaruhi tingkat kesempatan

    kerja dan pendapatan nasional. Transfer pemerintah (Tr) berdampak positif

    terhadap pendapatan nasional, yaitu apabila diadakan transfer pemerintah

    maka pendapatan nasional akan naik. Pembayaran-pembayaran transfer

    seperti misalnya jaminan sosial, tunjangan pengangguran, atau

    pembayaran-pembayaran untuk kesejahteraan merupakan bagian dari

  • 42

    pendapatan perseorangan netto (Disposable Income = DI). Pemerintah

    tidak mengurangi DI seperti halnya pajak tetapi justru DI bertambah

    karena transfer pemerintah. Pembayaran-pembayaran transfer merupakan

    pajak negatif. Sebagai pajak negatif, maka apabila transfer-transfer yang

    bertambah dibiayai oleh pajak yang dinaikkan, maka budget akan

    berimbang.

    Tingkat pendapatan nasional yang biasa dianggap sebagai tingkat

    pendapatan nasional yang ideal adalah tingkat pendapatan pada full

    employment. Dengan demikian apabila terjadi deflation gap maka

    pemerintah pada umumnya meningkatkan pendapatan nasional.

    Sebaliknya, apabila dalam perekonomian terdapat inflationary gap,

    pemerintah pada umumnya mengusahakan menurunkan tingkat

    pendapatan dengan maksud untuk menghilangkan inflationary gap

    tersebut.

    D. Kondisi kemiskinan di Indonesia

    1. Kemiskinan suatu masalah yang kompleks

    Kemiskinan merupakan masalah pelik dan sensitif dalam

    pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, maka dalam membangun selalu

    harus diperhatikan segi pemerataan disamping pertumbuhan. Dalam hal

    kemiskinan, jumlah maupun persentase penduduk miskin sudah berkurang

    dan tingkat penurunannya termasuk cepat. Akan tetapi jumlah rakyat yang

    miskin masih banyak. Jumlah masyarakat yang masih miskin merupakan

    kelompok hard core yang tersebar dan sukar dientaskan dengan program-

  • 43

    program yang umum saja. Penduduk miskin umumnya berpendidikan

    rendah, berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana minimal seperti

    minimnya jaringan komunikasi dan konsern sosial yang hanya bersifat

    lokal, serta budaya tradisional yang masih kental (Sigit, 2006: 466).

    Pada saat ini, upaya penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas

    dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tekad

    pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk miskin secara cepat

    hingga tahun 2009. upaya tersebut berkaitan dengan agenda pencapaian

    Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. salah satu

    sasaran MDGs adalah menurunkan tingkat kemiskinan dan kelaparan

    dunia (Smeru News, 2005: 28).

    2. Kesenjangan sebagai salah satu penyebab kemiskinan

    Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia adalah karena

    terjadinya kesenjangan. Kesenjangan yang terjadi di Indonesia meliputi:

    kesenjangan antar daerah, kesenjangan intra daerah dan kesenjangan

    antara daerah perkotaan dan pedesaan ( Smeru news, 2005: 28-30).

    Kesenjangan antar daerah pada provinsi-provinsi terjadi sebagai

    konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dan

    Bali. Selain itu juga disebabkan oleh pengembangan provinsi-provinsi

    baru sejak tahun 2001 yang telah menyumbangkan tingkat kesenjangan

    yang lebih lebar. Pada tingkat provinsi, ketimpangan tertinggi masih tetap

    ditemui di Jakarta, Jawa dan Bali pada tahun 1990-an dan tahun 2000.

    berdasarkan PDRB non minyak per kapita tahun 2000, provinsi termiskin

  • 44

    di Jawa dan Bali mempunyai rasio kurang dari seperlima yang dimiliki

    oleh provinsi terkaya, yaitu DKI Jakarta. Kesaenjangan antar provinsi

    menjadi lebih lebar ketika minyak dan gas dimasukkan dalam PDB per

    kapita, terutama di Kalimantan. Adanya kota-kota metropolitan dan kota-

    kota besar di Jawa telah menarik orang-orang untuk bermigrasi, baik dari

    daerah pedesaan di Jawa maupun di luar Jawa. Hal ini telah

    mengakibatkan proporsi PDB pulau Jawa sangat tinggi dan penduduk

    terkonsentrasi di pulau Jawa. Konsekuensi dari konsentrasi ekonomi dan

    penduduk yang tinggi di pulau Jawa adalahmunculnya dampak

    negatifterkait dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan serta

    masalah sosio ekonomi.

    Kesenjangan intra daerah terjadi karena adanya beberapa kabupaten

    yang kaya dengan jumlah penduduk yang terbatas dalam sebuah propinsi.

    Kabupaten ini akan menonjol dalam han PDB per kapita relatif terhadap

    kabupaten-kabupaten lainnya dalan provinsi yang sama. Kesenjangan intra

    daerah yang tinggi dapat ditemukan baik di kawasan timur maupun barat,

    sebagai contoh, rasio PDRB per kapita termasuk minyak dan gas

    kabupaten Pidie, adalah 2% dibandingkan dengan kabupaten terkaya di

    Aceh Utara di propinsi Aceh. Contoh lainnya adalah kabupaten Nunukan

    yang merupakan kabupaten termiskin di Kalimantan Timur dengan rasio

    PDRB per kapita minyak dan gas sebesar 5% terhadap wilayah terkaya,

    yaitu kota Bontang.

  • 45

    Disamping antar kabupaten, kesenjangan yang terjadi antara daerah

    perkotaan lebih berkembang dari segi ekonomi, karena terdapat investasi

    negara dan swasta, fasilitas invrastruktur yang terdapat dalam suatu kota

    telah menarik lebih banyak orang dari pedesaan dan menambah masalah

    urbanisasi, maka hal ini akan menciptakan masalah sosial ekonomi yang

    lebih banyak bagi perkotaan. Disisi lain, kota yang mampu mengelola

    masalah urbanisasi dapat lebih banyak berperan sebagai pusat

    pertumbuhan bagi daerah-daerah disekitarnya dan mengurangi masalah

    akibat kesenjangan yang tajam antara perkotaan dan pedesaan (Smeru

    News, 2005: 28-29).

    3. Jumlah penduduk miskin

    Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurun secara cepat selama

    periode 1970-1996. jumlah penduduk miskin mencapai 70 juta orang pada

    tahun 1970. jumlah penduduk tersebut menurun hingga mencapai 22,5 juta

    orang pada tahun 1996.

    Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah

    menghambat upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Krisis

    ekonomi meningkatkan kembali jumlah penduduk miskin Indonesia secara

    drastis. Pada tahun 1998, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi

    49,5 juta orang. Dampak krisis ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin

    masih terasa sampai saat ini. Meskipun mengalami penurunan selama

    periode 1998-2004, namun jumlah penduduk miskin di Indonesia masih

    mencapai 36,2 juta orang atau sekitar 16,7% dari seluruh penduduk.

  • 46

    Tabel 2.1

    Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta)

    Tahun Perkotaan Pedesaan Jumlah

    1970 1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004

    Tidak Tersedia 10,0 8,3 9,5 9,3 9,3 9,7 9,4 8,7 7,2

    17,6 15,6 12,3 8,6

    13,3 12,2 11,4

    Tidak Tersedia 44,2 38,9 32,8 31,3 25,7 20,3 17,8 17,2 15,3 31,9 32,3 26,4 29,3 25,1 25,1 24,8

    70,0 54,2 47,2 42,3 40,6 35,0 30,0 27,2 25,9 22,5 49,5 47.9 38,7 37,9 38,4 37,3 36,2

    Sumber: Data Statistik 60 Tahun Indonesia merdeka, hal 63

    E. Penelitian Terdahulu

    Penelitian sebelumnya dilakukan oleh tim peneliti dari mahasiswa FKIP

    Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 2005 dengan judul “Efektivitas BLT

    bagi masyarakat Manisrenggo, Klaten”. Tim tersebut meneliti tentang

    ketepatan sasaran dan manfaat BLT bagi masyarakat Manisrenggo, Klaten.

    Dalam penelitian tersebut digunakan metode ex post facto. Peneliti melakukan

    wawancara kepada penerima BLT di Manisrenggo, Klaten dengan tujuan untuk

    meneliti efektifitas penggunaan BLT. Hasil penelitian mendapatkan bahwa

    pelaksanaan BLT belum tepat sasaran karena masih banyak masyarakat miskin

  • 47

    yang belum mendapatkan BLT, selain itu manfaat yang didapat dari BLT

    hanya bersifat sementara karena dana dari BLT tersebut belum mampu

    memenuhi kebutuhan masyarakat dimasa yang akan datang.

    Penelitian lain dilakukan oleh Lembaga Penelitian Smeru pada bulan

    Januari 2006 dengan judul “Pelaksanaan Subsidi Langsung Tunai (SLT) di

    Indonesia”. Lembaga penelitian tersebut meneliti mengenai pencacahan

    penerima BLT dan tanggung jawab petugas di Ternate, Cianjur dan Demak.

    Penelitian ini menggunakan metode ex post facto. Wawancara digunakan untuk

    mendapatkan informasi secara langsung dari penerima BLT dan petugas

    masing-masing kecamatan.sedangkan dokumentasi dilakukan pada saat

    pencairan dana SLT dan pengambilan gambar kondisi rumah penerima BLT.

    Hasil penelitian mendapatkan bahwa masih adanya kendala dalam pencacahan

    khususnya dalam penyaluran informasi dan pembuatan KKB serta masih ada

    sebagian petugas yang bingung akan tugas dan tanggungjawabnya. Selain itu,

    sering terjadi kekeliruan di Kantor pos, misalnya ketika kupon yang telah

    disobek dari KKB penerima jatuh atau terselip, sehingga pegawai kantor pos

    kesulitan untuk memastikan bahwa semua kupon telah tersimpan dengan baik.

    Ukuran kupon yang kecil juga membuat sobekan kupon mudah tercecer. Hasil

    lainnya adalah tentang pengalokasian SLT yang banyak digunakan untuk

    konsumsi, bukan untuk membayar sekolah dan menambah biaya kesehatan.

    Sehingga dapat dikatakan bahwa dana SLT lebih banyak digunakan untuk

    memenuhi kebutuhan konsumsi.

  • 48

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    penelitian kualitatif, yang mana dalam penelitian ini bermaksud untuk

    memamahami fenomena tentang hal-hal yang dialami oleh subyek

    penelitian secara holistik dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata

    dan bahasa pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan

    berbagai metode ilmiah (Moelong, 2004:6). Adapun jenis penelitian yang

    digunakan dalam penelitian ini adalah evaluatif. Menurut Muhajir

    (2003:209) dikatakan bahwa penelitian evaluatif adalah sebuah metode

    penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan dari

    sebauh kebijakan, pelaksanaan program dari kebijakan dan pengawasan

    terhadap pelaksanaan program telah tepat sasaran (feasible) atau tidak.

    Dalam penelitian evaluatif diharapkan dapat memberikan keterangan

    tentang seberapa jauh penyimpangan yang dilakukan obyek dan subyek

    sebuah penelitian sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam

    mengarahkan dan membina keberhasilan obyek dan subyek sebuah

    penelitian. Penelitian ini juga termasuk jenis penelitian ekspos facto yaitu

    penelitian yang mana data dikumpulkan setelah semua kegiatan

    dipersoalkan.

  • 49

    B. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kecamatan

    Prembun Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih

    dengan alasan sebagai berikut :

    1. Daerah tersebut merupakan salah satu daerah penerima program BLT

    sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi

    terhadap program yang telah dilaksanakan.

    2. Di daerah tersebut sebagian masyarakat menengah menginginkan

    menerima BLT. Sehingga penelitian ini menarik peneliti untuk

    mengetahui keadaan sebenarnya.

    3. Kecamatan merupakan tingkatan terkecil agar pelaksanaan BLT dapat

    diteliti

    Adapun waktu penelitian dilakukan pada Maret sampai dengan Mei

    2007.

    C. Subjek dan Objek Penelitian

    Subjek penelitian ini adalah penerima BLT di Kecamatan Prembun,

    Kabupaten Kebumen. Sedangkan objek penelitiannya adalah rekruitmen

    penerima BLT, penyaluran dan pencairan dana BLT, pengawasan BLT

    oleh pihak terkait, sikap masyarakat terhadap program BLT di Kecamatan

    Prembun, kabupaten Kebumen.

    D. Populasi dan Sampel

    1. Populasi adalah kumpulan yang lengkap dari seluruh elemen sejenis,

    akan tetapi dapat dibedakan sama sekali. Dalam penelitian ini yang

  • 50

    menjadi populasi adalah seluruh masyarakat yang menerima BLT

    yang berada di Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen.

    2. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan

    menggunakan cara-cara tertentu (Sudjana,1992:161). Dalam penelitian

    ini sampel yang diambil adalah sebagian masyarakat penerima BLT di

    kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen.

    E. Teknik Pengambilan Sampel

    Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan adalah Cluste

    Randomr Sampling. Cluster Random sampling digunakan jika populasi

    tidak terdiri dari individu-individu melainkan terdiri dari kelompok-

    kelompok individu atau cluster (Zuriah, 2006: 136). Penelitian dilakukan

    terhadap populasi penerima BLT di desa Kabekelan untuk itu random

    tidak dilakukan langsung pada semua BLT, tetapi pada suatu pedukuhan

    sebagai kelompok atau cluster. Dengan begitu maka kesimpulan dari

    penyelidikan cluster sampling tidak berlaku atas individu melainkan

    cluster-cluster sebagai keseluruhannya. Cara penentuan sampelnya adalah

    bahwa kepala keluarga yang menerima BLT di desa kabekelan kemudian

    peneliti akan menggunakan teknik pengambilan sampel yang kedua yaitu

    teknik purposif sampling. Subjek dalam purposive sampling didasarkan

    atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat

    dengan populasi yang diketahui sebelumnya (Zuriah, 2006: 135). Dengan

    kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria

    tertentu, misalnya ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan diteliti,

  • 51

    menjadi sasaran penelitian, dan ingin diteliti lebih mendalam. Dalam

    penelitian ini sampel yang diambil adalah sebagian kepala keluarga yang

    menerima BLT di kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen.

    Adapun tahap-tahap pelaksanaan adalah peneliti melakukan

    penelitian pada 13 desa di Kecamatan Prembun, yaitu: Desa Prembun,

    Bagung, Kabekelan, Tunggal Roso, Kedungwaru, Tersobo, Sidogede,

    Mulyasri, Pesuningan, Sembirkadipaten, Pecarikan, Kedungbulus, dan

    Kabuaran. Adapun jumlah seluruh populasi dan sampel dalam penelitian

    ini tampak dalam tabel sebagai berikut:

    Tabel 3.1

    Jumlah Populasi

    No Desa Jumlah Penerima BLT

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

    10. 11. 12. 13.

    Prembun Bagung Kabekelan Tunggal Roso Kedungwaru Tersobo Sidogede Mulyasri Pesuningan Sumber Kabuaran Pecarikan Kedungbulus JUMLAH

    374 357 320 296 274 271 243 235 217 214 201 211 209

    3422 Sumber: BPS Kecamatan Prembun

    Dari keseluruhan jumlah populasi tersebut diambil 6 desa secara

    acak kemudian mengambil 2% dari jumlah penerima BLT di desa yang

    telah ditentukan, petugas kecamatan bidang kemasyarakatan, BPS

  • 52

    Kecamatan Prembun, petugas kantor pos kecamatan Prembun, Dinas

    Kesejahteraan rakyat kabupaten Kebumen, dan BPS kabupaten Kebumen.

    Adapun jumlah keseluruhan sampel tampak dalam tabel sebagai berikut:

    Tabel 3.2

    Jumlah Sampel

    No Responden Jumlah

    1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

    10. 11.

    Penerima BLT dari desa Prembun Penerima BLT dari desa Bagung Penerima BLT dari desa Kabekelan Penerima BLT dari desa Tunggal Roso Penerima BLT dari desa Kedungwaru Penerima BLT dari desa Kabuaran Petugas kecamatan bidang kesejahteraan rakyat Petugas BPS kecamatan Petugas Kantor Pos kecamatan Petugas Dinas Kesejahteraan Masyarakat Petugas BPS kabupaten JUMLAH:

    8 7 6 6 5 4 2 2 2 2 2

    46 orang

    F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran

    1. Variabel Penelitian

    Variabel yang dimaksud adalah sebagai segala sesuatu yang dapat

    menjadi obyek pengamatan/faktor-faktor yang berperanan dalam

    peristiwa atau gejala yang diteliti. Adapun variabel yang diteliti

    adalah :

    a. Ketepatan rekruitmen penerima BLT

    b. Transparan tidaknya penyaluran dan pencairan dana

    c. Pengawasan program BLT

    d. Sikap masyarakat miskin

  • 53

    2. Definisi dan Pengukuran

    a. Ketepatan rekruitmen BLT

    Ketepatan rekruitmen diartikan sebagai ketepatan dalam

    proses penyaringan masyarakat yang akan menjadi penerima BLT.

    Rekruitmen dapat dikatakan tepat jika memenuhi sebagian besar

    syarat sebagai berikut:

    1) Memenuhi proses rekruitmen yang benar sesuai dengan

    petunjuk pelaksanaan BLT

    a) BPS kecamatan melengkapi data rumah tangga miskin

    berdasarkan pada data rumah tanggga miskin yang ada di

    BKKBN, sensus kemiskinan BPS daerah dan data

    kemiskinan dari Pemerintah Daerah

    b) Pencacah kecamatan mengisi formilir pendataan sosial

    ekonomi

    c) Pencacah kecamatan dan desa melakukan verifikasi

    lapangan dengan observasi kasat mata dengan tujuan

    menentukan layak atau tidaknya menjadi penerima BLT

    d) Pencacah melakukan wawancara dengan rumah tanggga

    miskin yang telah dicatat

    2) Penerima BLT benar-benar warga miskin dengan ketentuan

    sebagai berikut:

  • 54

    a) Pola kesehatan dan makan

    (1) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-

    sama dengan rumah tangga lain

    (2) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak

    terlindung/sungai/air hujan

    (3) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu

    bakar/minyak tanah

    (4) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali

    dalam seminggu

    (5) Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari

    (6) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di

    Puskesmas atau poliklinik

    (7) Luas rumah keluarga kurang dari 8 m /kapita

    (8) Tinggal di rumah berlantai tanah

    b) Tingkat Kesejahteraan

    (1) Menggunakan sumber energi listrik untuk penerangan

    (2) Hanya mampu membeli satu stel pakaian baru dalam

    setahun

    (3) Pernah menjadi korban kejahatan selama 5 tahun

    terakhir

    c) Sektor Pekerjaan

    (1) Keluarga bekerja di sektor pertanian dengan luas

    lahan 0,5 ha

  • 55

    (2) Keluarga bekerja di sektor jasa (buruh tani, bangunan

    dan nelayan)

    (3) Keluarga mengandalkan kiriman uang dari saudara /

    anaknya

    d) Akses terhadap lembaga keuangan

    (1) Tidak memiliki tabungan di bank

    (2) Harus menjual aset untuk melunasi hutang

    e) Tingkat Pendidikan

    (1) Kepala keluarga tidak sekolah, tidak tamat SD atau

    hanya SD

    (2) Pendidikan pasangan tidak tamat SD atau tidak

    sekolah atau hanya SD

    f) Kepemilikan aset

    (1) Tidak memiliki sepeda motor (kredit atau non kredit)

    (2) Kepemilikan emas maksimal 10 gram

    (3) Tidak memiliki kapal motor

    (4) Tidak mamiliki ternak dalam jumlah besar

    b. Transparan tidaknya penyaluran dan pencairan dana

    Transparansi penyaluran diartikan sebagai penyaluran KKB yang

    tepat dengan informasi yang jelas dan tidak ditutup-tutupi.

    Sedangkan transparansi penyaluran dana diartikan sebagai

    kejelasan dan ketepatan prosedur pencairan dana. Penyaluran KKB

    dapat dikatakan transparan jika:

  • 56

    1) Mekanisme pendistribusian KKB dari tingkat pusat ke

    kabupaten berlangsung sesuai prosedur yaitu dari pusat ke

    camat kemudian kepala desa dan terakhir kepada pencacah

    untuk diberikan ke penerima BLT

    2) Ada pengumuman tentang penjelasan mengenai prosedur dan

    kegunaan KKB

    3) Ada pemberitahuan secara terbuka mengenai siapa saja yang

    bertugas menangani BLT sehingga masyarakat dapat

    mengutarakan pendapatnya mengenai program BLT.

    Ketepatan pencairan dana dapat dilihat dari hal-hal sebagai

    berikut:

    1) Petugas mencairkan dana BLT sesuai dengan jadwal yang

    ditentukan

    2) Dana yang dicairkan sesuai dengan ketentuan yaitu Rp

    300.000,- tanpa potongan apapun

    3) Pencairan dana dilakukan oleh pihak Kantor Pos yang

    ditunjuk

    c. Pengawasan Program BLT

    Diartikan sebagai pengawasan terhadap rekruitmen, pembagian

    KKB, penyaluran dan pencairan dana. Pengawasan dikatakan baik

    jika:

    1) Petugas pengawas hadir dan aktif dalam pelaksanaan BLT

  • 57

    2) Pengawasan terhadap program BLT dilakukan oleh pihak

    netral sehingga tidak memihak kepentingan salah satu

    golongan

    d. Sikap masyarakat miskin

    Sikap diartikan sebagai suatu bentuk reaksi perasaan. Perasaan

    tersebut dapat mendukung, memihak atau tidak memihak suka

    atau tidak suka. Peneliti akan mengukur sikap masyarakat

    terhadap pelaksanaan BLT agar diketahui sikap masyarakat

    terhadap program tersebut.

    Sikap masyarakat dikatakan mendukung atu memihak jika:

    1) Masyarakat menyambut baik program BLT

    2) Masyarakat merasa terbantu akan program BLT

    3) Masyarakat antusias dalam pencairan dana

    Sikap masyarakat dikatakan tidak mendukung atau tidak memihak

    jika:

    1) Masyarakat tidak suka dengan program BLT

    2) Masyarakat tidak merasa terbantu dengan program BLT

    3) Masyarakat merasa kecil hati karena digolongkan dalam

    salah satu warga miskin

  • 58

    G. Data Yang Dicari

    1. Data Primer yaitu data-data atau keterangan yang diperoleh dari hasil

    wawancara maupun observasi langusung yang sudah terpadu. Data-

    data tersebut adalah :

    a. Rekruitmen terhadap penerima BLT

    b. Penyaluran dan pencairan dana setiap periodenya

    c. Pengawasan program BLT setiap periodenya

    d. Sikap masyarakat setempat terhadap pelaksanaan program BLT

    2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh pihak

    lain. Yaitu data-data yang tersedia di tempat penelitian. Data tersebut

    meliputi jumlah penerima BLT, penrimaan dana, ketentuan pencairan

    dana, ketentuan pendataan, serta ketentuan pengawasan.

    H. Teknik Pengumpulan Data

    a. Wawancara Berpedoman

    Yaitu teknik pengumpulan data dengan wawancara langsung dengan

    responden berdasarkan pedoman wawancara. Teknik wawancara

    digunakan untuk melengkapi data dan menaggulangi kelemahan teknik

    kuisioner. Data yang termasuk dalam wawancara adalah pernyataan

    petugas BLT mengenai pengawasan BLT dan sikap masyarakat

    terhadap program BLT. Adapun kisi-kisi wawancaranya adalah

    sebagai berikut:

  • 59

    Tabel 3.3

    Kisi-kisi Wawancara

    No Variabel Indikator Nomer Item Jumlah

    1. Ketepatan Rekruitmen

    1.Luas lantai kurang dari 8m/orang

    2.Lantai terbuat dari tanah

    3.Dinding terbuat dari bambu

    4.Tidak memiliki fasilitas buang air besar

    5.Tidak menggunakakan listrik

    6.Sumber air dari sumur 7.Bahan bakar dari kayu

    dan minyak 8. Konsumsi terhdap

    daging/susu/ayam jarang

    9.Hanya membeli satu pakaian dalam setahun

    10.Makan satu/dua kali sehari

    11.Tidak sanggup membayar biaya puskesmas

    12.Sumber penghasilan dari petani, nelayan dan buruh

    13.Pendidikan kepala rumah tangga adalah SD 14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    9

    10

    11

    12

    13

    14

    14

  • 60

    No

    2.

    Variabel Transparansi penyaluran KKB dan pencairan dana

    Indikator 1.Mekanisme

    pendistribusian KKB 2.Transparansi

    penyalaran dana

    Nomor Item

    15,16,17,18.19

    20,24,25,26

    21,22,27,28

    Jumlah

    9

    4

    3. Pengawasan terhadap pelaksanaan BLT

    1.Pengawasan dari petugas kabupaten 2.pengawasan dari petugas kecamatan

    29,30,31,32

    33,34,35,36

    4

    4

    4. Sikap masyarkat terhadap program BLT Jumlah

    1.Tanggapan masyarakat terhadap BLT

    2.Harapan masyarakat terhadap BLT

    37,38,39.40

    41

    4

    1

    41

    b. Teknik Dokumentasi

    Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari data-data

    yang telah ada. Data yang termasuk dalam teknik ini adalah jumlah

    penerima BLT se-kecamatan Prembun

    I. Analisis Data

    Tekhnik analisis data dalam penelitian ini melalui alur kegiatan

    yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan

    penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16).

    1. Reduksi Data

    Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan

    perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data

    kasar dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data

  • 61

    berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung sampai

    laporan akhir tersusun. Proses reduksi data dilakukan setelah

    wawancara.

    2. Penyajian Data

    Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun

    yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

    pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk

    teks naratif, matriks atau bagan. Hal tersebut ditujukan agar peneliti

    tidak kesulitan dalam penguasaan informasi baik secara keseluruhan

    maupun terpisah-pisah dari data yang telah terkumpul.

    3. Kesimpulan

    Setelah data terkumpul maka diambil kesimpulan serta

    diverifikasi yang terus menerus selama penelitian berlangsung guna

    menjamin keabsahan dan objektivitas data sehingga kesimpulan akhir

    dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data saling berkaitan antara

    reduksi data, penyajian data serta kesimpulan pada saat sebelum,

    selama dan sesudah pengumpulan data. Analisis data kualitatif

    merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.

  • 62

    BAB IV

    GAMBARAN UMUM

    A. Deskripsi Data

    1. Keadaan Geografis

    Kecamatan Prembun termasuk salah satu wilayah di kabupaten

    Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Wilayah ini berjarak 18 Km dari pusat

    pemerintahan kabupaten. Secara administratif, Kacamatan Prembun

    mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:

    a. Sebelah utara adalah waduk wadaslintang

    b. Sebelah selatan adalah kecamatan Bonorowo

    c. Sebelah barat adalah Petanahan

    d. Sebelah timur adalah Kutoarjo

    Kecamatan Prembun terdiri dari 13 desa yaitu desa Tersobo, desa

    Prembun, desa Kabekelan, desa Tunggalroso, desa Kedungwaru, desa

    Bagung, desa Sidogede, desa Sembirkadipaten, desa Kedungbulus, desa

    mulyosri, desa pesuningan, desa Pecarikan, dan desa Kabuaran.

    2. Luas Wilayah

    Berdasarkan buku Kecamatan Dalam Angka, luas wilayah Kecamatan

    Prembun mencapai 2.453,01 Km2. Adapun perincian luas wilayah tampak

    dalam tabel sebagai berikut:

  • 63

    Tabel IV.1

    Luas Wilayah Kecamatan Prembun Tahun 2006 No Desa Sawah

    (Km) Pekarangan (Km)

    Tegalan (Km)

    Ladang (Km)

    Kebun (Km)

    Lainnya (Km)

    1 Tesobo 68,88 59,94 0,85 0 0 13,88 2 Prembun 111 58 13,5 0 0 16 3 Kabekelan 101 45,6 0 0 0 11,13 4 Tunggalroso 132 70 8 0 0 7,16 5 Kedungwaru 67 30 3 0 0 3 6 Bagung 85 41,05 0 0 0 13,51 7 Sidogede 5 83,5 0,5 134,5 0 14,5 8 Sembirkadip

    aten 56 35 18 0 0 1,5

    9 Kedungbulus 50 50,64 51,2 0 0 1 10 Mulyosri 68,48 103,02 84,69 0 3,5 10,92 11 Pesuningan 118,55 75,04 23,29 0 0 13,68 12 Pecarikan 65 36 0 28 28 6 13 Kabuaran

    80 87 138 0 0 13

    Jumlah 1017,91 774,79 341,03 162,5 31,5 125,28

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006

    Dari keseluruhan wilayah tersebut, yang paling banyak atau luas adalah

    tanah sawah. Luas tanah sawah tersebut diatas dapat ditanami padi dan

    palawija, juga ada pula yang ditanami tembakau, tetapi diantara ketiganya

    yang paling diunggulkan adalah komoditi padi walaupun komoditi yang lain

    masih tetap diharapkan memberikan hasil.

    Pengurusan administrasi atau kepentingan lain penduduk dipusatkan di

    kecamatan dan kabupaten. Adapun luas masing-masing desa dan jarak dari

    Desa ke Kecamatan serta Kabupaten adalah sebagai berikut:

  • 64

    Tabel IV.2

    Luas Desa dan Jarak dari Desa ke Kecamatan serta Kabupaten

    No Desa Luas Desa (Km)

    Jarak ke kecamatan (Km)

    Jarak ke Kabupaten (Km)

    1 Tesobo 1,22 4 17 2 Prembun 1,86 2 18 3 Kabekelan 1,55 1 18 4 Tunggalroso 2,17 1 21 5 Kedungwaru 1,03 4 21 6 Bagung 1,3 4 17,5 7 Sidogede 2,93 0,5 19 8 Sembirkadipaten 1,2 2 21 9 Kedungbulus 1,53 4,5 21,5 10 Mulyosri 2,67 5 22 11 Pesuningan 2,31 6 23 12 Pecarikan 1,01 8 25 13 Kabuaran

    Jumlah 3,18

    23,96 7 24

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006

    3. Keadaan Demografi

    Data komposisi penduduk sangat diperlukan dalam membuat

    perencanaan pembangunan nasional baik itu ditingkat pusat maupun tingkat

    daerah. Hal ini dikarenakan komposisi penduduk suatu daerah mempunyai

    andil yang sangat menentukan dan partisipasinya mempengaruhi keadaan

    sosial dan ekonomi daerah yang bersangkutan. Penduduk di Kecamatan

    Prembun pada tahun 2006 tercatat sejumlah 27.266 jiwa, laki-laki

    berjumlah 13615 dan perempuan berjumlah 13651 dengan perincian sebagai

    berikut :

  • 65

    Tabel IV.3

    Komposisi Penduduk berdasarkan jenis Kelamin di Kecamatan Prembun

    Tahun 2006

    No Desa Laki-laki Perempuan 1 Tersobo 1308 1252 2 Prembun 2036 2076 3 Kabekelan 1118 1104 4 Tunggalroso 1182 1277 5 Kedungwaru 599 595 6 Bagung 1018 1042 7 Sidogede 1569 1518 8 Sembirkadipaten 627 653 9 Kedungbulus 476 475

    10 Mulyosri 902 894 11 Pesuningan 986 988 12 Pecarikan 426 470 13 Kabuaran

    Jumlah 1368

    13.615 1307

    13.651 Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2005

    Dari tabel IV.3 dapat diketahui bahwa penduduk perempuan lebih

    banyak yaitu sebanyak 13.651 (50,06%) dari pada laki-laki yang berjumlah

    13.615 (49,94%). Dari keseluruhan penduduk yang berjumlah 27.266 jiwa

    tersebut terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang sudah

    menikah maupun yang belum menikah. Adapun jumlah kepala keluarga

    menurut status perkawinan dan tingkat pendidikan tampak pada tabel IV.4.

  • 66

    Tabel IV.4

    Jumlah Kepala Keluarga Menurut Status Perkawinan dan Tingkat

    Pendidikan

    Status Perkawinan Tingkat Pendidikan No Desa Kawin Duda/janda Tdk

    tamat SD

    SD-SMP

    SMA-Keatas

    1 Tesobo 532 107 123 325 191 2 Prembun 858 233 144 610 337 3 Kabekelan 498 90 91 308 189 4 Tunggalroso 527 130 187 369 101 5 Kedungwaru 245 52 42 221 34 6 Bagung 425 133 135 254 169 7 Sidogede 627 107 193 414 127 8 Sembirkadipaten 284 64 82 192 74 9 Kedungbulus 220 56 104 137 354

    10 Mulyosri 395 83 144 273 61 11 Pesuningan 452 75 112 326 89 12 Pecarikan 197 28 41 156 28 13 Kabuaran 606 105 226 406 79

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006

    Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah kepala keluarga

    sebanyak 711, adapun yang berstatus kawin 606 orang dan janda atau duda

    sebanyak 105 orang. Dari tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa sebagian

    besar kepala keluarga berpendidikan sampai SMP yaitu sebanyak 406

    orang, selebihnya 226 tidak tamat SD dan 79 orang tamat SMA.

    4. Keadaan Ekonomi

    Penduduk di kecamatan Prembun pada umumnya hidup bergantung

    pada sektor pertanian, baik itu sebagai petani pemilik maupun penggarap

    (buruh tani). Disamping itu juga ada penduduk yang hidup (bermata

    pencaharian) di luar sektor pertanian , seperti industri, pedagang, pegawai

  • 67

    negeri (PNS), sektor jasa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, disajikan tabel

    tentang komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di bawah ini.

    Tabel IV.5

    Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No

    Desa Petani Industri Pedagang PNS TNI Buruh

    Jasa JML

    1 Tesobo 431 250 15 71 11 283 15 1076 2 Prembun 334 4 201 80 30 756 199 1604 3 Kabekelan 932 41 40 58 6 350 55 1482 4 Tunggalroso 218 2 27 6 3 377 2 635 5 Kedungwaru 61 0 9 11 3 77 21 182 6 Bagung 320 54 47 85 7 191 132 836 7 Sidogede 1257 7 162 10 2 216 7 1661 8 Sembirkadipaten 700 3 27 38 11 175 5 959 9 Kedungbulus 810 5 3 8 1 496 15 1338 10 Mulyosri 876 12 2 19 1 29 4 943 11 Pesuningan 726 205 97 39 1 235 10 1313 12 Pecarikan 230 60 10 10 4 356 16 686 13 Kabuaran

    Jumlah 1326 8.257

    36 679

    21 661

    24 459

    1 81

    817 4.358

    170 651

    2431 15.14

    6 Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006

    Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar penduduk

    kecamatan Prembun bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak

    8.254 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa bidang pertanian masih

    merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat kecamatan

    Prembun.dr

    5. Keadaan Sosial Budaya

    a. Organisasi Sosial

    Organisasi sosial merupakan wadah penyaluran kegiatan

    masyarakat baik dalam kegiatan sosial maupun kelembagaan desa. Di

    kecamatan Prembun terdapat 8 organisasi sosial masyarakat dalam

    bidang seni, diantaranya adalah: karawitan, qosidah, janeng, tari,

    organ, wayang , rebana dan campur sari. Selain organisasi sosial

  • 68

    terdapat beberapa organisasi masyarakat yang mengatur

    masyarakatnya seperti dusun, RW, RT, PKK, LKMD dan BPD.

    Rincian jumlah dari masing-masing organisasi disajikan dalam tabel di

    bawah ini.

    Tabel IV.6

    Organisasi Sosial Masyarakat No Desa Kara-

    witan Qosidah Janeng Tari Organ Wayang Rebana Campur

    sari 1 Tesobo - - - - - - 4 - 2 Prembun 1 1 - 1 1 - 5 2 3 Kabekelan - - - 1 1 2 7 1 4 Tunggalroso - - - - - 1 3 - 5 Kedungwaru - - - - - - 2 - 6 Bagung - - - - 1 1 3 - 7 Sidogede - 1 1 - - - 3 1 8 Sembirkadipaten - - - - - - 2 - 9 Kedungbulus - - - - - - 1 - 10 Mulyosri - - - - - - 3 - 11 Pesuningan - - - - - - 2 1 12 Pecarikan - - - - - - 3 - 13 Kabuaran

    Jumlah 1 4

    - 2

    - 1

    - 2

    - 4

    1 5

    2 40

    2 7

    Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006

    Dari tabel di atas diketahui bahwa terdapat 8 organisasi seni di

    kecamatan Prembun. 8 organisasi sosial dalam bidang seni tersebut

    diantaranya adalah: 4 karawitan, 2 qosidah, 1 janeng, 2 tari, 4 organ, 5

    wayang, 40 rebana dan 7 campur sari. Organisasi tersebut dijadikan

    sebagai muara untuk mengolah bakat dan dapat pula mendatangkan

    penghasilan. Selain organisasi masyarakat dalam bidang seni, terdapat

    juga organisasi masyarakat yang terbentuk dalam sebuah lembaga

    yang disebut dengan kelembagaagn desa. Tujuan dari dibentuknya

    kelembagaan desa adalah untuk mengatur norma-norma yang ada

    dalam masyarakat dan untuk membuat kumpulan masyarakat menjadi

  • 69

    sebuah organisasi yang terstruktur. Di kecamatan Prembun terdapat 6