Upload
others
View
0
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI Studi Kasus di: Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh: Retno Widaningsih
031324008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2007
2
3
4
PERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHANPERSEMBAHAN
Dengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepadaDengan segala cinta dan syukur kepada
Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk : Allah SWT kupersembahkan karya ini untuk :
Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)Ayahku tercinta Hy.Paring Haryanto (Alm)
Ibuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta PurwaningsihIbuku tercinta Purwaningsih
Adiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari NugrohoAdiku tercinta kusno Ari Nugroho
Yang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto KurniawanYang tercinta Urbanus Yulianto Kurniawan
5
MottoMottoMottoMotto
Kedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengahKedamaian sejati adalah bila kita ada di tengah----
tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi tengah orang yang saling berbagi
Kebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengahKebahagian sejati adalah bila kita ada di tengah----
tengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalantengah orang yang bisa seiring sejalan
Kesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengahKesuksesan sejati adalah bila kita ada di tengah----
tengah orang yang saling mentengah orang yang saling mentengah orang yang saling mentengah orang yang saling mendukung dan tidak dukung dan tidak dukung dan tidak dukung dan tidak
memberikan kecurangan memberikan kecurangan memberikan kecurangan memberikan kecurangan
Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku Sahabat sejati adalah seseorang yang membuat aku
dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa dan dia damai, bahagia, dan sukses tanpa
kecurangan apapun kecurangan apapun kecurangan apapun kecurangan apapun
6
7
ABSTRAK Evaluasi
Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai Studi Kasus: Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah
Retno WidaningsihRetno WidaningsihRetno WidaningsihRetno Widaningsih
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proses rekruitmen terhadap penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT), mengevaluasi proses penyaluran dan pencairan dana, mengevaluasi pengawasan terhadap program BLT, dan mengevaluasi sikap masyarakat terhadap program BLT. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen. Jenis penelitian ini adalah evaluatif dan ex post facto. Subjek penelitiannya adalah penerima BLT di kecamatan Prembun. Teknik pengambilan sampel adalah cluster random sampling dan purposive sampling, dengan mengambil sampel sebanyak 6 desa dengan 36 responden dari penerima BLT dan 10 responden dari petugas BLT tingkat kabupaten dan kecamatan. Teknik pengumpulan data dengan wawancara berpedoman dan dokumentasi. Analisis data menggunakan trianggulasi dengan reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Hasil penelitian adalah sebagai berikut:
1. Proses perekrutan terhadap penerima BLT di kecamatan Prembun kurang tepat karena melalui proses yang tidak sesuai dengan petunjuk pelaksann BLT sehingga mengakibatkan salah sasaran pada beberapa keluarga yang dianggap tidak miskin tapi menerima BLT.
2. Penyaluran dan pencairan dana berlangsug dengan lancar dan transparan yaitu adanya keterbukaan pengurus terhadap proses pencairan dana sehingga penerima BLT dapat menerima dan sebesar Rp 300.000., per tiga bulan.
3. Telah dilaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan BLT di kecamatan Prembun berupa pengawasan langsung terhadap proses rekruitmem dan pencairan dana.
4. Masyarakat menunjukkan sikap positif terhadap program BLT yaitu dengan mendukung program BLT dan masyarakat merasa terbantu dengan adanya program BLT.
8
ABSTRACT
EVALUATION OF THE IMPLEMENTATION OF CASH CIRECT AID PROGRAM
A Case Study at Prembun District Kebumen Regency Central Java Province
Retno Widaningsih Sanata Dharma University
Yogyakarta 2007
The aim of the research is to value: (1) the process of recruitment of the
receivers of Cash Direct Aid; (2) the process of distribution and cach payment; (3) the control of Cash Direct Aids Programs and (4) the attitude of society towards Cash Direct Aid programs.
This research conducted at Prembu District, Kebumen Regency, Central Java Privince. This research is an evaluative and ex post facto research. The subjects of the research were the receivers of cash Direct Aid Programs in Prembun District. The technique of gathering samples was cluster random sampling. The samples taken from 6 villages consisted of 36 respondents who received Cash Direct Aid Programs and 10 respondent taken from officers of Cash Direct Aid Programs at the level of District and Regency. The technique of analizing the data was triangulation by applying the reduction and presentation of the data, and drawing conclusion.
The result of this research show that: 1. The process of recruitment of the receivers of Cash Direct Aid in
Prembun District is not good because it’s doesn’t conform to the guide of the implementation of Cash Direct Aid Programs. There are many people who are not poor received that cash direct aid.
2. the process of distribution and cash payment runs very well and fully transparent. So the receivers get Rp 300,000.00 for each three months.
3. The control of Cash Direct Aid programs in Prembun District done directly.
4. The attitude of society towards Cash Direct Aid Programs is verypositive and they supoort this program very well because they fell that this program is very helpful and significant for them.
9
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
rahmat dan hidayahnya. Sehingga penulisan skripsi berjudul “Evaluasi
Pelaksanaan Program bantuan Langsung Tunai “ ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana
Pendidikan di Universitas sanata dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Pendidikan ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi
Pendidikan Ekonomi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terimakasih kepada:
1. Dekan Universitas Sanata Dharma yang tela memberikan bantuan
kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Universitas
Sanata Dharma.
2. Ketua Program Studi pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma,
yang telah memberikan kesempatam kepada penulis untuk
mengadakan penelitian.
3. Bapak Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si, selaku pembimbing I, yang
dengan penuh kesabaran dan perhatian membimbing penulis, serta
memberi banyak saran, masukan, pikiran, dan referensi yang
mendukung dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
4. Bapak Yohanes Maria Vianey mudayen, S.Pd, selaku pembimbing II
yang telah banyak membimbing penulis dengan memberikan saran dan
pikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Indra Darmawan SE,.M.Si yang dengan penuh kesabaran dan
perhatian membimbing penulis, serta memberi banyak saran, masukan,
pikiran, dan referensi yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Staf Perpustakaan Sanata Dharma, yang telah memberikan pelayanan
kepada penulis dalam mendapatkan referensi berupa buku, majalah,
dan koran.
10
7. Pihak sekretariat: Mba’ Titin, Pak Wawik, dan Mba’ Aris yang dengan
saar selalu memberi informasi dan bantuan dari awal semester sampai
terselesaikannya studi.
8. Ayahku (alm) Herman Yoseph Paring Haryanto yang selalu
memberikan semangat kepada penulis untuk tetap berjuang.
9. Ibuku tercinta yang telah memberi penulis semangat, kasih, kesabaran,
dan biaya (akhirnya aku lulus pada saat yang tepat).
10. Adikku Kusno Ari Nugroho yang selalu memberi penulis penghiburan
dan semangat sehingga semua bisa terselesaikan.
11. Urbanus Yulianto Kurniawan, atas kasih sayang, kesabaran, perhatian
bantuan, dan segala-galanya.
12. Mbah Kakung dan Mbah Putri ku terkasih yang selalu memberikan
doa dan dorongannya.
13. Bulek Tutik dan suami, bulek Sulis dan suami, bulek Wati dan suami,
bulek Asmi dan suami, om Kun dan istri, Om Budi , dan om Nur yang
selalu memberi doa dan dukungan kepada penulis sehingga semua
dapat berjalan lancar.
14. Sepupuku: Lina, Nita, Sipra, Eko, Iwan, deni, Jihan atas doa dan
dukungannya selama ini.
15. Sahabat setiaku: Monica, Pipit, Istadi, Wiwin, Lius, Dhika, Riskha,
Nanik, atas persaudaraan dan kegembiraan yang pernah kita alami
bersama.
16. Teman-teman tercinta di Stembayo 16D: Miss Tya, Mba Emi,
Shelita, Mpok Ulie, Mpok Shila, Mpok Etha, Miss Murnie,
Shantie, Pipin, Priskha, Mba Elies, Ser, dan Nining, atas
kebersamaan, persaudaraan dan kegembiraannya.
17. Teman-teman Pendidikan Ekonomi angkatan 2003 dan 2004.
18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
11
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai upaya
penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian
pada umumnya dan bagi Universitas Sanata Dharma pada khususnya.
Yogyakarta, 30 Juli 2007
Penulis
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. Iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ………………………………………. iv
HALAMAN MOTTO …………………………………………………. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………….. vi
ABSTRAK ……………………………………………………………... vii
ABSTRACT …………………………………………………………. … viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………… ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………… xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………….. xvi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………... 6
C. Batasan Masalah ……………………………………………. 6
D. Tujuan Penelitian …………………………………………… 6
E. Manfaat Penelitian ………………………………………….. 7
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kebutuhan Dasar ……………………………………………. 8
1. Munculnya Pendekatan Kebutuhan Dasar …………........ 9
2. Konsep Pendekatan Kebutuhan Dasar ………………….. 9
3. Ciri-Ciri Pendekatan Kebutuhan Dasar …………………. 10
4. Perencanaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar …….. 12
5. Implikasi Dari Strategi Kebutuhan Dasar ……………… 13
13
B. Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ……. 14
a. Kriteria Rumah Tangga Miskin Penerima BLT………… 14
b. Kelembagaan …………………………………………… 15
c. Rekruitmen …………………………………………….. 16
d. Penyaluran Dana ……………………………………….. 19
C. Dampak Transfer dan Subsidi Pemerintah terhadap Masyarakat ………………………………………. 22
1. Pengeluaran Pemerintah……………………………….. 22
2. Dampak Adanya Subsidi………………………………. 24
3. Angka Pengganda Transfer Pemerintah (Tr)………….... 24
D. Kondisi kemiskinan Indonesia………………………………. 26
1. Kemiskinan Suatu Masalah yang Kompleks…………... 26
2. Kesenjangan Sebagai Salah Satu Sebab Kemiskinan…. 27
3. Jumlah Penduduk Miskin……………………………... 29
E. Penelitian Terdahulu ……………………………………….. 30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………….. 32
B. Lokasi Penelitian…………………………………………… 33
C. Subjek dan Objek Penelitian ………………………………. 33
D. Populasi dan Sampel……………………………………….. 33
E. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………… 34
F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Pengukuran …………………………………………… 36
G. Data Yang Dicari…………………………………………... 42
14
H. Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 42
I. Analisis Data………………………………………………. 44
BAB IV GAMBARAN UMUM…………………………………… 46
A. Deskripsi Data……………………………………………… 46
1. Keadaan Geografis……………………………………… 46
2. Luas Wilayah…………………………………………… 46
3. Keadaan Demografi…………………………………….. 48
4. Keadaan Ekonomi………………………………………. 50
5. Keadaan Sosial budaya………………………………… 51
6. Sarana dan Prasarana…………………………………… 56
B. Kondisi Kemiskinan di Kecamatan Prembun ……………... 57
C. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)…………………. 60
1. Syarat penerima Bantuan Langsung Tunai…………….. 60
2. Pihak-pihak yang Terkait dengan Pengurusan BLT dan Tugasnya………………………………………………. 61
BAB V PEMBAHASAN…………………………………………….. 63
1. Rekruitmen Terhadap Penerima BLT……………………… 61
2. Penyaluran Kartu Kompensasi BBM dan Pencairan Dana…. 69
3. Pengawasan Terhadap Pelaksanaan BLT…………………. 74
4. Sikap Masyrakat Terhadap program BLT………………… 76
BAB VI PENUTUP……………………………………………………. 78
A. Kesimpulan ………………………………………………. 78
B. Saran ……………………………………………………… 80
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 82
15
PEDOMAN WAWANCARA …………………………………………. 83
HASIL WAWANCARA………………………………………………... 87
16
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar II.1 Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin
yang Seharusnya ………………………………………... 20
Gambar II.2 Alur Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM 22
Gambar V.1 Alur Pendataan Penerima BLT ………………………….. 68
Gambar V.2 Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin
yang Seharusnya ………………………………………… 69
Gambar V.3 Alur Pendistribusian KKB di Kecamatan Prembun ……… 72
Gambar V.4 Alur Pendistribusian KKB di Kecamtan Prembun ………. 72
Gambar V.5 Bentuk Kartu Kompensasi BBM…………………………. 73
17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam rangka mengurangi subsidi bahan bakar minyak (BBM), pada 1
Oktober 2005 pemerintah Indonesia menetapkan kenaikan harga BBM.
Tingkat kenaikan untuk bensin sebesar 87,5%, solar 104,8% dan minyak
tanah 185,7%. Keputusan ini dilatarbelakangi oleh: 1) peningkatan harga
BBM di pasar dunia yang melonjak tajam sehingga berakibat pada makin
besarnya penyediaan dana subsidi yang dengan sendirinya makin
membebani anggaran belanja negara, 2) pemberian subsidi selama ini
cenderung lebih banyak dinikmati kelompok masyarakat menengah keatas
dan 3) perbedaan harga yang besar antara dalam dan luar negeri memicu
terjadinya penyelundupan BBM ke luar negeri (www.kompas.com).
Kenaikan harga BBM menambah beban hidup masyarakat. Mereka
tidak hanya menghadapi kenaikan harga BBM, tetapi juga kenaikan
berbagai barang dan jasa kebutuhan sehari-hari. Kenaikan tersebut
berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat, terutama rumah tangga
miskin. Untuk mengurangi beban tersebut, pemerintah mengeluarkan
Instruksi Presiden (Inpres) No.12 Tahun 2005 tentang pelaksanaan Subsidi
Langsung Tunai (SLT) kepada Rumah Tangga miskin. Rumah Tangga
miskin didefinisikan sebagai rumah tangga yang mempunyai pengeluaran
perkapita perbulan Rp 175.000 atau kurang (Kedaulatan Rakyat17 Oktober
2005). Kriteria yang lain meliputi masyarakat sangat miskin, sangat miskin
18
dan mendekati miskin (near poor) berdasarkan definisi konsumsi kaori atau
pengeluaran (www.kompas.com/kompas-cetak/050927/daerah/208/1906
htm).
Namun, meskipun kriterianya demikian, ternyata orang yang mendaftar
membengkak, banyak orang merasa mendadak miskin pasca kenaikan
BBM. Hal tersebut juga disebabkan adanya petugas pendata atau aparat
desa yang dengan sengaja memasukkan anggota keluarga atau kerabatnya
yang sebenarnya tidak miskin.
Peluncuran program BLT yang sentralistik dan bertujuan mengurangi
himpitan masalah ekonomi bagi masyarakat miskin menimbulkan kendala-
kendala tersendiri di tingkat lokal. Skalanya yang luas dan strukturnya yang
amat vertikal dan sentralistik (top-down planning) memberikan implikasi
tertentu pada tingkat penerapannya. Mekanisme program yang dirancang
tidak cukup memadai untuk mengakomodasi keanekaragaman karakteristik
dan tuntutan lokal. Di tingkat inilah sering kali muncul benturan yang
menjurus pada konflik sosial.
Di kota Ternate ada keluarga yang seharusnya menerima BLT, namun
pada saat pencacahan keluarga ini tidak termasuk dalam penerima BLT.
Keluarga tersebut adalah keluarga seorang petani sayuran di lahan milik
orang lain dengan penghasilan sekitar Rp 200.000-Rp 300.000 per bulan.
Penghasilan tesebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarganya yang terdiri dari satu istri dan satu anak yang masih bersekolah
di SMA. Karena penghasilannya sering tidak mencukupi, keluarga ini harus
19
mengurangi kualitas konsumsi dan menunggak biaya sekolah. Keluarga ini
tinggal di rumahnya sendiri yang luasnya 30 m 2 , berdinding dan beratap
daun nipah dan berlantai tanah. Mereka tidak memiliki WC dan kamar
mandi, sedangkan untuk keperluan memasak menggunakan kayu bakar dan
air dari sumur. Mereka hanya bisa makan dua kali sehari dan tidak
seminggu sekalipun mampu mengkonsumsi makanan berprotein (Smeru
2005 : 21).
Program BLT terkesan sebagai program dadakan yang hanya mengejar
target waktu untuk meredam gejolak sosial akibat kenaikan harga BBM.
Hal ini nampak dari sempitnya waktu yang tersedia untuk memverifikasi
data rumah tangga miskin. BPS hanya punya waktu sekitar satu bulan
untuk mempersiapkan tekhnis program BLT. Mulai dari
mengkoordinasikan kegiatan penyiapan data rumah tangga miskin sampai
menyiapkan dan mengkoordinasikan kartu tanda pengenal rumah tangga
miskin serta memberikan akses data tersebut kepada instansi pemerintah
lain yang melakukan kegiatan kesejahteraan sosial. Maka isu yang mencuat
ke permukaan adalah masalah pendataan yang berakibat pada
ketidaktepatan sasaran dan ketidakpuasan masyarakat atas pendistribusian
program BLT. Ketidakpuasan ini bahkan diikuti oleh berbagai ancaman
dan tindak kekerasan, baik kepada petugas BPS maupun pengurus lokal,
seperti RT dan kelurahan. Misalnya Maryanto, kades Giripurno, kecamatan
Borobudur mengeluhkan bahwa tahun 2006 kehilangan empat orang
perangkatnya yang terpaksa mengundurkan diri karena stress dengan protes
20
warga yang muncul karena tidak mendapat jatah BLT, sementara para
perangkat desa tersebut hanya pelaksana lapangan yang sama sekali tidak
terlibat dalam menentukan kriteria kemiskinan (Bernas, 5 Oktober 2006).
Selain tindak kekerasan kepada aparat pemerintah, antrian panjang
untuk mengambil dana BLT telah mengakibatkan korban jiwa. Dalam
pencairan dana sudah pasti ada ratusan bahkan ribuan orang yang antri
disetiap kantor pos, namun tidak ada persiapan khusus ketika juklak
(petunjuk pelaksanaan) pengambilan BLT disebarkan ke kantor-kantor pos
diseluruh Indonesia.
Program bantuan ini dirancang dalam rangka kompensasi pengurangan
subsidi BBM. Untuk itu pemerintah menyediakan dana kompensasi bagi
kurang lebih 15,5 juta keluarga miskin. Setiap rumah tangga miskin
menerima Rp100.000 per bulan yang diberikan dalam setiap tiga bulan
sekali. Pada penyaluran BLT tahap pertama, pemerintah menyediakan dana
sebesar Rp 4,6 triliun. Penyaluran BLT kepada rumah tangga miskin
dilasanakan oleh PT. Pos Indonesia.
Sebagai sebuah program, Bank Dunia menilai eksperimen subsidi atau
Bantuan Langsung Tunai (BLT) di Indonesia tidak main-main. Menurut
mereka, ini adalah program BLT terbesar di dunia
(www.kompas.com/kompas-cetak/05/10/22/fokus/2145441).
Deputi Menneg PPN/Kepala Bappenas Bidang Kemiskinan,
Ketenagakerjaan, dan Usaha Kecil Menengah Bambang Widianto
mengemukakan bahwa “masih banyak kelemahan dalam pelaksanaan BLT,
21
mulai dari tahap pencacahan, penetapan kriteria kemiskinan, hingga
pembagian kartu dan pembagian dananya”. Menurut beliau, yang tidak
kena sasaran sebenarnya hanya sekitar 1 %, sementara masyarakat miskin
yang berhak mendapatkan BLT tetapi belum terdata sekitar 4 %. Sehingga
pemerintah membuka kesempatan pengaduan sampai tanggal 31 Oktober
2005.
Di Kabupaten Kebumen, tepatnya di Desa Kabekelan, Kecamatan
Prembun pelaksanaan BLT masih menjadi suatu dilema. Banyak warga
mempertanyakan mengenai rekruitmen penerima BLT, transparansi
penyaluran dan pelaporan BLT. Misalnya mengenai pemungutan
pengambilan BLT untuk biaya administrasi, jadwal pengambilan yang
tidak tepat, kurang jelasnya kriteria penerima BLT dan sebagainya.
Pelaksanaan program BLT sebenarnya telah jelas dan rinci. Berbagai
permasalahan yang muncul seputar BLT, membuat pelaksanaan program
BLT menjadi menarik untuk diteliti. Pelaksanaan penyaluran dana
kompensasi subsidi BBM selalu menghadapi permasalahan, oleh karena
itu diperlukan evaluasi dini terhadap program BLT untuk mencari jalan
keluar dari berbagai permasalahan dan kelemahan teknis di lapangan.
Maka berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengetahui
secara obyektif dan nyata tentang pelaksanaan BLT di desa Kabekelan,
kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen. Dengan demikian penulis
mengajukan judul Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Langsung
22
Tunai di Desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kabupaten
Kebumen, Provinsi Jawa Tengah.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang diatas, maka penulis mengajukan rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah rekruitmen terhadap penerima BLT di kecamatan Prembun,
Kabupaten Kebumen sudah tepat sasaran?
2. Apakah penyaluran dan pencairan dana BLT di kecamatan Prembun,
Kabupaten Kebumen sudah transparan?
3. Apakah pengawasan pelaksanaan program BLT di Kecamatan Prembun
Kabupaten Kebumen telah berjalan dengan baik?
4. Bagaimana sikap masyarakat terhadap program BLT yang berlangsung?
C. BATASAN MASALAH
Supaya penelitian tidak terlalu luas, maka peneliti memberikan batasan
yaitu: masyarakat yang akan diteliti adalah masyarakat yang menerima
dana BLT di desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen.
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui ketepatan rekruitmen penerima BLT di kecamatan
prembun
2. Untuk mengetahui apakah penyaluran dan pencairan dana sudah
transparan
3. Untuk mengetahui apakah pengawasan yang dilakukan sudah berjalan
dengan baik.
23
4. Untuk mengetahui sikap masyarakat terhadap program BLT
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan
untuk memperbaiki kinerja program BLT selanjutnya.
2. Bagi Masyarakat
Dari penelitian ini diharapkan dapat diketahui secara obyektif dan
nyata pelaksanaan BLT di desa Kabekelan, kecamatan Prembun,
kabupaten Kebumen. Sehingga dapat ditindak lanjuti untuk
membangun kesejahteraan
3. Bagi Penulis
Dengan penelitian ini diharapkan penulis mendapatkan sumber
pengetahuan dan pengalaman serta membandingkan pengetahuan
yang diperoleh dibangku kuliah dengan keadaan nyata.
4. Bagi Universitas Sanata Dharma
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi
pembaca.
24
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kebutuhan Dasar (Basic Needs)
Dalam dasawarsa terakhir ini angka kemiskinan terus meningkat. Hal
tersebut dibarengi dengan tingkat kesehatan yang memburuk dan konsumsi
masyarakat golongan menengah kebawah akan kebutuhan dasar menurun.
Untuk keluar dari masalah tersebut, pemerintah mulai memperhatikan
kebutuhan dasar (basic need) bagi penduduknya, maka munculah program
BLT yang harapannya mampu membantu pemenuhan konsumsi masyarakat
golongan menengah kebawah, khususnya kebutuhan dasarnya.
Kebutuhan dasar atau kebutuhan pokok adalah kebutuhan yang harus
dipenuhi untuk dapat hidup sebagai layaknya manusia (Gilarso 1992 : 19).
Hal ini mencakup kebutuhan primer atau kebutuhan fisik minimum yang
secara kuantitatif seperti: makanan, pakaian dan perumahan, selain itu ada
dua unsur tambahan yang penting yaitu yang berkaitan dengan kecukupan
kebutuhan pokok minim bagi setiap warga masyarakat termasuk lapisan
masyarakat paling miskin, yang meliputi kecukupan pangan, gizi, sandang,
kesehatan, perumahan, pendidikan dan sarana pendukung lainnya seperti
transportasi, air minum, rasa aman, dan sebagainya. Unsur keduanya adalah
adanya kemampuan orang untuk memperoleh atau memenuhi kecukupan
kebutuhan pokok tersebut terutama dengan memperoleh kesempatan kerja.
25
1. Munculnya Pendekatan Kebutuhan Dasar
Munculnya pendekatan kebutuhan dasar adalah pada tahun 1969
ketika International Labour Organization (ILO) meluncurkan program
kesempatan kerja sedunia (World Employment Program, disingkat WEP).
Perhatian WEP ditujukan pada masalah kesempatan kerja di berbagai
negara berkembang termasuk Kolombia, Kenya, Sudan, Srilangka, dan
Filipina. Selama mempelajari masalah kesempatan kerja ini, WEP
semakin banyak terlihat dalam masalah pembangunan yang lebih luas.
Khususnya sebab-sebab pokok dari kegagalan strategi pembangunan
konvensional yang dilaksanakan di negara tersebut, dalam meningkatkan
kesejahteraan rakyat banyak secara berarti di negara ini. Fokus perhatian
para ahli ILO mulai bergeser dari tekanan pada penciptaan lapangan kerja
yang memadai ke penghapusan kemiskinan dan akhirnya ke penyediaan
barang dan jasa bagi kebutuhan dasar penduduk. Pendekatan kebutuhan
dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seluruh penduduk di
dalam setiap negara.
2. Konsep Pendekatan Kebutuhan Dasar
Tujuan utama dari pendekatan kebutuhan dasar dalam perencanaan
pembangunan adalah untuk mencapai tujuan dengan dua perangkat
sasaran yang terpisah, namun saling melengkapi. Perangkat sasaran yang
pertama mencakup kebutuhan konsumsi perorangan seperti sandang,
pangan dan papan. Perangkat sasaran kedua mencakup penyediaan jasa
26
umum dasar seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, saluran air minum,
pengangkutan kebudayaan.
Di samping kedua perangkat sasaran tersebut, konsep kebutuhan
dasar juga digunakan untuk mencakup tiga sasaran lain yaitu : 1) hal atas
pekerjaan produktif dan yang memberikan imbalan yang layak yaitu
menghasilkan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar
setiap rumah tangga dan perorangan, 2) prasarana yang mampu
menghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan dasar penduduk, 3) partisipasi seluruh penduduk baik dalam
pengambilan keputusan maupun dalam pelaksanaan proyek yang
berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa kebutuhan dasar.
3. Ciri-ciri Pendekatan Kebutuhan Dasar
Suatu ciri pokok dari pendekatan kebutuhan dasar adalah tekanan
pada pendekatan kebutuhan dasar seluruh penduduk. Dengan demikian
diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Strategi kebutuhan
dasar mengutamakan investasi dalam sektor yang menghasilkan lebih
banyak barang serta jasa kebutuhan dasar yang padat karya. Dengan
strategi ini diharapkan dapat membantu mengurangi masalah
pengangguran. Ciri pokok yang lain dalam pemenuhan kebutuhan dasar,
akan diadakan suatu perbandingan antara pendekatan kebutuhan dasar dan
pendekatan kemiskinan atau pendekatan anti kemiskinan yang
konvensional dalam perencanaan pembangunan mengingat ada persamaan
–persamaan yang nyata antara kedua pendekatan ini. Sejauh terdapatnya
27
suatu tingkat pemenuhan dasar absolute yang tertentu untuk seluruh
penduduk berarti penghapusan kemiskinan, maka pendekatan kebutuhan
dasar dalam perencanaan pembangunan adalah sama dengan pendekatan
konvensional yang berorientasi anti kemiskinan. Akan tetapi ada
perbedaan-pebedaan konseptual yang penting antara kedua pendekatan ini
dalam perencanaan pembangunan adalah : 1) pendekatan yang
berorientasi pada kemiskinan dalam perencanaan pembangunan
memusatkan perhatian pada kelompok sasaran dalam masyarakat yang
hidup dibawah garis kemiskinan yeng ditentukan, sedangkan pendekatan
kebutuhan dasar berangapan bahwa kemiskinan dibagian terbesar negara-
negara berkembang tersebar luas dan oleh karenanya memerlukan
program-program kebutuhan dasar untuk seluruh penduduk, 2) dalam
usaha penghapusan kemiskinan, pendekatan yang berorientsai pada
kemiskinan memusatkan perhatian usaha peningkatan terhadap barang dan
jasa. Sedangkan sasaran kebutuhan dasar tidak terbatas pada penghapusan
kemiskinan, melainkan meliputi pula pemenuhan kebutuhan di atas
tingkat kelangsungan hidup sebagai suatu cara untuk mengurangi dan
bahkan menghapus kemiskianan relatif melalui suatu proses pertumbuhan
ekonomi dan kemajuan sosial yang mantap, 3) jika pendekatan yang
berorientasi pada kemiskinan mendesak pemerintah untuk mengambil
langkah kongkrit dalam menghapus kemiskinan, maka pendekatan tadi
mengutamakan partisipasi massa secara kolektif baik dalam perumusan
maupun dalam pelaksanaan program kebutuhan dasar agar tujuan pokok
28
tidak diabaikan. Dengan demikian kebutuhan dasar sebenarnya
menggabungkan dan mensintesiskan tujuan-tujuan dari strategi
pembangunan yang beroirentasi pada pertumbuhan kesempatan kerja dan
kemiskinan.
4. Perencanaan Untuk Memenuhi Kebutuhan Dasar
Dalam menyusun rencana pembangunan yang berorientasi pada
kebutuhan dasar maka langkah-langkahnya adalah :
a. Menentukan suatu tingkat tertentu dari kebutuhan dasar khususnya
keperluan bagi konsumsi perorangan yang seharunya dicapai oleh
seluruh penduduk termasuk golongan penduduk yang berpendapatan
rendah
b. Penyusunan rencana pemenuhan kebutuhan dasar dicakup pula jasa-
jasa pelayanan masyarakat yang merupakan bagian integral dari
kebutuhan konsumsi perorangan seperti tersedianya fasilitas
pendidikan, kesehatan serta air bersih
c. Rencana kebutuhan dasar ditentukan dan diidentifikasikan berbagai
kelompok sasaran dalam masyarakat yang kebutuhan dasarnya belum
terpenuhi masyarakat yang konsumsinya di bawah tingkat minimum
d. Menentukan jadwal agar seluruh penduduk mampu mencapai tingkat
minimum kebutuhan dasar.
e. Memperkirakan jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk
mencapai tingkat kebutuhan dasar minimum dalam jangka waktu
yang telah ditentukan.
29
5. Implikasi Dari Strategi Kebutuhan Dasar
Strategi pembangunan pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi seluruh
penduduk tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi tidak diperlukan
lagi. Pemenuhan kebutuhan dasar hanya dapat terlaksana dalam konteks
perekonomian yang bertumbuh pesat, namun keberhasilan strategi mutlak
memerlukan perubahan dalam pola pertumbuhan ekonomi sedemikian
rupa sehingga kapasitas produksi yang sudah ada dan yang sedang
dibangun akan menghasilkan barang dan jasa dalam jumlah lebih banyak
sehingga memadai bagi kebutuhan seluruh penduduk.
Implikasi dari perubahan dalam pola pertumbuhan ekonomi adalah
bahwa perlu diadakan perubahan struktural dalam alokasi dan mobilisasi
sumber daya produktif (modal, kewiraswataan, dan sumber daya alam) ke
usaha kegiatan yang menghasilkan dan mendistribusikan secara merata
barang dan jasa kebutuhan pokok. BLT termasuk dalam mobilisasi sumber
daya produktif khususnya transfer modal sebesar Rp 300.000,- per tiga
bulan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat tertentu. Dari
mobilitas modal tersebut diharapkan mampu membantu pemenuhan
barang dan jasa kebutuhan pokok, sehingga terjadi distribusi yang merata
untuk barang dan jasa kebutuhan pokok.
Pendekatan kebutuhan dasar bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar seluruh penduduk di dalam setiap negara. Kebutuhan yang dimaksud
mencakup kebutuhan konsumsi perorangan seperti sandang, pangan dan
papan. BLT merupakan salah satu program yang diberikan pemerintah
30
kepada masyarakat yang memenuhi kriteria tertentu untuk membantu
pemenuhan kebutuhan dasar, khususnya konsumsi. Oleh sebab itu, maka
dapat dikatakan bahwa BLT sebagai salah satu upaya perwujudan
pemenuhan kebutuhan dasar yang ditujukan untuk memperbaiki kualitas
penduduk Indonesia, sehingga mampu meningkatkan produktivitas
masyarakat dan pada akhirnya mampu mendorong ke arah penghapusan
kemiskinan dan mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi.
B. Petunjuk Pelaksanaan Program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
1. Kriteria Rumah Tangga Miskin Penerima BLT
BLT merupakan bantuan yang diberikan pada masyarakat miskin
dengan kriteria tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
warga miskin yang diberikan secara langsung melalui kantor pos sebesar
Rp 100.000/bulan yang diterimakan 3 bulan sekali.
Adapun 14 kriteria rumah tangga miskin (penerima bantuan langsung
tunai) sebagai berikut (www.kompas.com/kompas-
cetak/05/09/27/daerah/2081906.htm) :
a. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
b. Lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
c. Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu
berkulaitas rendah/tembok tanpa diplester
d. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah
tangga lain
e. Penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
31
f. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan
g. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/minyak
tanah.
h. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
i. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
l. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah : petani dengan luas
lahan 0,5 ha; buruh tani; nelayan; buruh bangunan; atau pekerjaan
lainya dengan pendapatan di bawah Rp 600.000/bulan
m. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga : tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD
n. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai
minimal Rp 500.000 seperti: sepeda motor (kredit/non-kredit), emas,
ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
2. Kelembagaan
Inpres No.12 Tahun 2005 tentang pelaksanaan BLT kepada Rumah
Tangga Miskin yang dikeluarkan pada 10 september 2005 merupakan
dasar hukum pertama mengenai program BLT. Melalui Inpres tersebut
Presiden menginstruksikan pada Bappenas untuk mengkoordinasikan
penyusunan rencana dan organisasi pelaksana program. Presiden juga
menginstruksikan agar Gubernur/Bupati/Walikota beserta jajarannya
32
memberikan dukungan dan pengawasan atas pelaksanaan program.
Mendagri mengkomunikasikan kegiatan pendataan melalui surat No.
413.3/1941/SJ tanggal 1 agustus 2005 tentang pendataan penduduk miskin
yang berbunyi “…. Kami minta kepada para Gubernur, Bupat/Walikota
untuk menyiapkan para kepala desa/kelurahan, ketua RW ,ketua RT
sebagai petugas lapangan yang akan membantu BPS melaksanakan
pendaftaran”. Kepala BPS ditugaskan untuk : a) mengkoordinasikan
kegiatan penyiapan data, termasuk menyiapkan dan mendistribusikan
tanda pengenal rumah tangga miskin untuk program pemberian BLT
kepada rumah tangga miskin. b) memberi akses antara data rumah tangga
miskin berdasarkan hasil rapat koordinasi Program Kompensasi
Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM).
3. Rekruitmen
BPS adalah lembaga yang bertanggung jawab sekaligus pelaksana
pendataan rumah tangga/keluarga miskin. Di setiap kecamatan BPS
menempatkan KSK (Koordinator Statistik Kecamatan) yang dibantu oleh
seorang pembantu KSK (PKSK). Sebagian besar KSK adalah mantis dan
sebagian lagi adalah staf BPS kabupaten/kota yang ditunjuk karena tidak
semua kecamatan mempunyai mantis (mantri statistik). Sedangkan PKSK
biasanya berasal dari staf kecamatan setempat yang direkrut selama satu
bulan oleh BPS atau ada juga yang berasal dari staf BPS sendiri. BPS
melibatkan aparat pemerintahan desa/kelurahan dan mitra BPS sebagai
33
petugas pencacah lengkap (PCL). Pencacah bekerja di bawah koordinasi
KSK dan PKSK.
Mekanisme pemilihan pencacah diserahkan kepada setiap BPS
Kabupaten/kota dan menjadi salah satu tanggungjawab KSK. KSK
meminta pertimbangan kepala desa/lurah dalam menentukan petugas
pencacah di wilayahnya dengan kriteria memiliki pengalaman dalam
melakukan pencacahan, sedangkan pendidikan tidak dipersyaratkan secara
ketat.
Sebelum menjalankan tugasnya, KSK mendapat pelatihan dari
instruktur nasional (BPS Pusat) yang diselenggarakan di tingkat provinsi
selama dua hari. Setelah mendapat pelatihan, KSK menjadi instruktur
daerah dan memberikan pelatihan kepada pencacah di wilayah kerjanya
masing-masing. Materi pelatihan bagi pencacah meliputi : tahapan
pendataan, tata cara pengisian formulir dan kuisioner, serta pengetahuan
tentang konsep-konsep baku yang diperlukan dalam pendataan.
Bagan alur kegiatan pendataan rumah tangga miskin yang
seharusnya dilakukan oleh pencacah
34
Gambar 2.1
Alur Pendataan Rumah Tangga Miskin yang Seharusnya
Keterangan :
Ruta : rumah tangga
PSE05 : pedataan sosial ekonomi penduduk 2005
PSE05RT : pendataan sosial ekonomi rumah tangga 2005
SLS : satuan lingkungan setempat
Pada saat KKB dibagikan pada yang berhak, petugas harus
menerangkan fungsi dan kegunaan KKB. Beberapa hal yang perlu
disampaikan adalah : 1) KKB digunakan oleh yang berhak mencairkan
uang sebesar Rp 300.000 untuk setiap kali pembayaran di kantor pos, 2)
kapan pembayaran akan dilakukan, menunggu pengumuman lebih lanjut
dari kantor pos dan atau kepala desa setempat, 3) KKB tidak bisa diganti
Melengkapi data ruta miskin dari : - data BKKBN - sensus kemiskinan BPS
daerah - data Pemda
Pengisian formulir PSE 05. LS.dimulai dari ruta paling miskin
Verifikasi lapangan : - tanya tetangga & tokoh
masyarakat - observasi kasat mata oleh
pencacah untuk menentukan : - layak/tidak catat ruta
miskin yang terlewat
Pencacah mendatangi ketua SLS, kaji dan catat ruta miskin
Wawancara dengan ruta miskin yang layak dengan isi PSE 05.RT.
35
dengan kartu identitas atau kartu sejenis lainnya sehingga KKB tidak boleh
hilang, kehilangan kartu menjadi tanggungjawab pemilik dan tidak ada
penggantian kartu yang baru.
4. Penyaluran Dana
a. Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM (KKB)
Rumah tangga penerima BLT diberi kartu identitas berupa KKB.
KKB dicetak oleh kantor pos pusat berdasarkan data rumah tangga
penerima program yang diperoleh dari BPS pusat. KKB dilengkapi
dengan 4 kupon sebagai bukti pengambilan dana disetiap tahap
penyaluran.
Mekanisme pendistribusian KKB dari pusat ke tingkat
kabupaten/kota berlangsung sesuai prosedur yaitu KKB dibuat rangkap
dua, KKB asli diterima BPS kabupaten/kota untuk diserahkan kepada
penerima BLT, sedangkan KKB duplikat diterima kantor pos untuk
keperluan pengecekan saat pencairan.
Penyerahan KKB dari BPS kabupaten/kota kepada rumah tangga
penerima dapat bervariasi seperti empat jalur pendistribusian sebagai
berikut :
36
Gambar 2.2
Alur Pendistribusian Kartu Kompensasi BBM
I II III IV
b. Pencairan Dana
Pencairan dana tahap pertama di seluruh Indonesia dibagi dalam
tiga jadwal penyaluran. Penyaluran pertama dimulai 1 Oktober 2005
untuk lima belas kota (Jakarta, Bnadung, Surabaya, Semarang,
Yogyakarta, Palembang, Medan, Padang, Bogor, Solo, Manado,
Denpasar, Makasar, Sorong, dan Jayapura) pada 1 oktober 2005.
Penyaluran kedua untuk 24 ibu kota provinsi dan kota strategis lain
dimulai pada 5 oktober 2005 dan penyaluran ketiga untuk daerah
lainnya dimulai pada 11 oktober 2005. penyaluran dana subsidi
diawasi oleh tim pengaduan, pengawasan, dan pemantau bahan bakar
minyak yang telah dibentuk Depdagri.
camat
Kepala desa/lurah
Pencacah/ ketua SLS
Penerima BLT
KSK
Penerima BLT
Kepala Desa/Lurah
Pencacah/ ketua SLS
Penerima BLT
Pencacah
KSK
Penerima BLT
KSK
37
Penyaluran dana kepada rumah tangga penerima dilakukan oleh
kantor pos. Penunjukan kantor pos sebagai pelaksana pencairan dana
BLT dengan alasan kantor pos berpengalaman dalam melayani transfer
dana masyarakat. Jumlah cabang kantor pos relatif banyak dan tersebar
ketingkat kecamatan. Selain itu kemungkinan terjadinya kebocoran
dana relatif kecil karena masyarakat secara langsung mengambilnya
dan kantor pos dinilai relatif bersih dari kasus penyelewengan.
Beberapa hal yang perlu dilakukan agar pencairan dana berjalan lancar
adalah :
1) Kantor pos menetapkan jadwal pencairan untuk setiap desa dengan
mempertimbangkan jumlah penerima BLT yang harus dilayani.
2) Jadwal pencairan disosialisasikan secara luas ke setiap desa bahkan
perlu dilampirkan dalam KKB yang diserahkan kepada penerima.
3) Kantor pos berkoordinasi dengan aparat kecamatan, aparat desa,
dan kepolisian dengan aparat keamanan
4) Kantor pos menambah pos pelayanan, loket pembayaran, atau
melakukan jemput bola di wilayah yang relatif jauh.
Penunjukkan PT. Pos Indonesia sebagai salah satu pelaksana
program BLT tidak lepas dari kapasitas tekniknya untuk mencairkan
dananya bagi rumah tangga penerima. Penunjukan ini antara lain
mengacu pada syarat kredibilitas dan pengalaman yang telah
dimilikinya mengingat kantor pos lazim dilibatkan dalam urusan
pencairan dana program sosial. Kredibilitas lainnya juga berkaitan
38
dengan luasnya jaringan dan etos kerja yang dinilai profesional.
Kepiawaian kantor pos dalam layanan penyaluran dan pencairan telah
terbukti melalui program-program sosial terdahulu seperti dana JPS
pendidikan. Ditinjau dari kapasitas jaringannya, cabang kantor pos
tersebar hampir disemua kecamatan yang ada pada tingkat kabupaten
(Kompas, 22 Oktober 2005).
C. Dampak Transfer dan Subsidi Pemerintah terhadap Masyarakat
1. Pengeluaran Pemerintah
Menurut Keynes, pemerintah merupakan faktor ekonomi yang
sangat penting bahkan semakin tambah penting dari dasawarsa ke
dasawarsa berikutnya. Pemerintah menerima pendapatan kemudian
pendapatan itu dibelanjakan, ditabung atau diinvestasikan. Para ahli
ekonomi klasik dan neo klasik beranggapan bahwa peranan pemerintah
dalam soal keuangan negara pada dasarnya netral. Pemerintah
menjalankan beberapa fungsi yang tidak dapat dihindarkan tetapi
memerlukan banyak biaya, sehingga harus mengumpulkan uang dari wajib
pajak dan dikeluarkan untuk berbagai keperluan. Jika pemerintah terpaksa
harus berhutang maka hutang tersebut harus dilunasi sesegera mungkin
(Soule, 1994: 147).
Campur tangan pemerintah ada dalam bentuk pengeluaran
konsumsi pemerintah atau goverment expenditure atau ”G“ dan transfer
pemerintah atau goverment transfer atau Tr“. Pengeluaran konsumsi
pemerintah meliputi semua pengeluaran pemerintah dimana pemerintah
39
secara langsung menerima balas-jasanya. Misalnya, dengan pengeluaran
pemerintah untuk membayar gaji para pegawai negeri maka pemerintah
secara langsung menerima balas- jasa berupa prestasi kerja dari pegawai-
pegawai-pegawai tersebut.
Transfer pemerintah adalah pengeluaran pemerintah dimana
pemerintah tidak menerima balas-jasa langsung. Contoh bentuk transfer
pemerintah adalah: sumbangan pemerintah yang diberikan kepada kaula
negara yang menderita sebagai akibat adanya bencana alam, sumbangan
yang diberikan pemerintah kepada kepada penganggur, uang pensiunan
yang diterima oleh para pegawai negeri yang telah dipensiun, subsidi yang
diberikan pemerintah dan beasiswa yang diberikan oleh pemerintah
kepada mahasiswa.
Dari contoh tersebut dapat dilihat bahwa dengan pengeluaran
pemerintah tersebut, pemerintah tidak memperoleh balas jasa apa-apa.
Dari dana bantuan yang diberikan kepada para penderita bencana alam,
pemerintah tidak memperoleh balas jasa. Sedangkan pembayaran uang
pensiun kepada para pegawai negeri yang telah pensiun dapat
diinterpretasikan bahwa pemerintah memperoleh balas jasa berupa prestasi
kerja yang diberikan oleh pensiunan tersebut pada masa mereka masih
aktif bekerja. Pemberian jasa tersebut tidak bersamaan waktunya dengan
pembayaran uang pensiunannya, sehingga dapat digolongkan sebagai
balas jasa yang diterima oleh pemerintah secara tidak tidak langsung
(Reksoprayitno, 2000: 96-97). Contoh yang lain adalah pemberian subsidi
40
seperti subsidi langsung tunai atau sering disebut bantuan langsung tunai,
pemerintah juga tidak memperoleh balas jasa karena tujuan utamanya
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi rakyat miskin.
2. Dampak adanya subsidi
Subsidi adalah pemberian pemerintah kepada masyarakat dengan
maksud meringankan beban masyarakat. Dampak dari subsidi adalah
kebalikan dari pengenaan pajak. Bagi produsen, pemberian subsidi akan
berakibat pada penurunan harga, sedangkan pada konsumen atau
masyarakat, subsidi yang diberikan mampu menaikkan daya beli
masyarakat terhadap pemenuhan kebutuhan pokok. Perubahan jumlah
konsumsi sebagai akibat berubahnya transfer pemerintah dapat ditulis sbb:
� C = c � Tr
Yang dimaksud dengan perubahan-perubahan jumlah konsumsi adalah
perubahan-perubahan yang langsung ditimbulkan oleh perubahan jumlah
transfer pemerintah.
3. Angka Pengganda Transfer Pemerintah (Tr)
Yang dimaksud dengan angka pengganda transfer pemerintah atau
government transfer multiplier ialah nilai perbandingan antara berubahnya
jumlah pendapatan nasional ekuilibriun sebagai akibat berubahnya jumlah
transfer pemerintah yang mengakibatkan berubahnya tingkat pendapatan
nasional ekuilibrium tersebut. Adapun formula angka pengganda transfer
pemerintah adalah sebagai berikut:
kTr = � Y / � Tr = c
c−1
41
Apabila jumlah transfer pemerintah per periode berubah dari
semula sebesar Tr menjadi sebesar (Tr + � Tr) mengakibatkan tingkat
pendapatan nasional ekuilibrium berubah dari semula sebesar Y menjadi
sebesar (Y+ � Y), maka ini berarti:
Sebelum adanya perubahan transfer pemerintah
Y = c
GIcTxcTrc−
++−+1
Sesudah adanya transfer pemerintah, tingkat pendapatan nasional
ekuilibrium akan menjadi sebesar:
Y + �Y = ( )
cGIcTxTrTrcc
−++−∆++
1
Y + �Y = c
GIcTxcTrc−
++−+1
+ c
Trc−∆
1
�Y = c
Trc−∆
1
�Y/�Tr = c
c−1
kTr = �Y/�Tr = c
c−1
Dengan jalan memperbesar atau memperkecil jumlah transfer
pemerintah maka pemerintah dapat mempengaruhi tingkat kesempatan
kerja dan pendapatan nasional. Transfer pemerintah (Tr) berdampak positif
terhadap pendapatan nasional, yaitu apabila diadakan transfer pemerintah
maka pendapatan nasional akan naik. Pembayaran-pembayaran transfer
seperti misalnya jaminan sosial, tunjangan pengangguran, atau
pembayaran-pembayaran untuk kesejahteraan merupakan bagian dari
42
pendapatan perseorangan netto (Disposable Income = DI). Pemerintah
tidak mengurangi DI seperti halnya pajak tetapi justru DI bertambah
karena transfer pemerintah. Pembayaran-pembayaran transfer merupakan
pajak negatif. Sebagai pajak negatif, maka apabila transfer-transfer yang
bertambah dibiayai oleh pajak yang dinaikkan, maka budget akan
berimbang.
Tingkat pendapatan nasional yang biasa dianggap sebagai tingkat
pendapatan nasional yang ideal adalah tingkat pendapatan pada full
employment. Dengan demikian apabila terjadi deflation gap maka
pemerintah pada umumnya meningkatkan pendapatan nasional.
Sebaliknya, apabila dalam perekonomian terdapat inflationary gap,
pemerintah pada umumnya mengusahakan menurunkan tingkat
pendapatan dengan maksud untuk menghilangkan inflationary gap
tersebut.
D. Kondisi kemiskinan di Indonesia
1. Kemiskinan suatu masalah yang kompleks
Kemiskinan merupakan masalah pelik dan sensitif dalam
pembangunan ekonomi. Oleh sebab itu, maka dalam membangun selalu
harus diperhatikan segi pemerataan disamping pertumbuhan. Dalam hal
kemiskinan, jumlah maupun persentase penduduk miskin sudah berkurang
dan tingkat penurunannya termasuk cepat. Akan tetapi jumlah rakyat yang
miskin masih banyak. Jumlah masyarakat yang masih miskin merupakan
kelompok hard core yang tersebar dan sukar dientaskan dengan program-
43
program yang umum saja. Penduduk miskin umumnya berpendidikan
rendah, berada di pedesaan dengan sarana dan prasarana minimal seperti
minimnya jaringan komunikasi dan konsern sosial yang hanya bersifat
lokal, serta budaya tradisional yang masih kental (Sigit, 2006: 466).
Pada saat ini, upaya penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas
dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan tekad
pemerintah untuk menurunkan jumlah penduduk miskin secara cepat
hingga tahun 2009. upaya tersebut berkaitan dengan agenda pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015. salah satu
sasaran MDGs adalah menurunkan tingkat kemiskinan dan kelaparan
dunia (Smeru News, 2005: 28).
2. Kesenjangan sebagai salah satu penyebab kemiskinan
Salah satu penyebab terjadinya kemiskinan di Indonesia adalah karena
terjadinya kesenjangan. Kesenjangan yang terjadi di Indonesia meliputi:
kesenjangan antar daerah, kesenjangan intra daerah dan kesenjangan
antara daerah perkotaan dan pedesaan ( Smeru news, 2005: 28-30).
Kesenjangan antar daerah pada provinsi-provinsi terjadi sebagai
konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi di Pulau Jawa dan
Bali. Selain itu juga disebabkan oleh pengembangan provinsi-provinsi
baru sejak tahun 2001 yang telah menyumbangkan tingkat kesenjangan
yang lebih lebar. Pada tingkat provinsi, ketimpangan tertinggi masih tetap
ditemui di Jakarta, Jawa dan Bali pada tahun 1990-an dan tahun 2000.
berdasarkan PDRB non minyak per kapita tahun 2000, provinsi termiskin
44
di Jawa dan Bali mempunyai rasio kurang dari seperlima yang dimiliki
oleh provinsi terkaya, yaitu DKI Jakarta. Kesaenjangan antar provinsi
menjadi lebih lebar ketika minyak dan gas dimasukkan dalam PDB per
kapita, terutama di Kalimantan. Adanya kota-kota metropolitan dan kota-
kota besar di Jawa telah menarik orang-orang untuk bermigrasi, baik dari
daerah pedesaan di Jawa maupun di luar Jawa. Hal ini telah
mengakibatkan proporsi PDB pulau Jawa sangat tinggi dan penduduk
terkonsentrasi di pulau Jawa. Konsekuensi dari konsentrasi ekonomi dan
penduduk yang tinggi di pulau Jawa adalahmunculnya dampak
negatifterkait dengan kerusakan sumber daya alam dan lingkungan serta
masalah sosio ekonomi.
Kesenjangan intra daerah terjadi karena adanya beberapa kabupaten
yang kaya dengan jumlah penduduk yang terbatas dalam sebuah propinsi.
Kabupaten ini akan menonjol dalam han PDB per kapita relatif terhadap
kabupaten-kabupaten lainnya dalan provinsi yang sama. Kesenjangan intra
daerah yang tinggi dapat ditemukan baik di kawasan timur maupun barat,
sebagai contoh, rasio PDRB per kapita termasuk minyak dan gas
kabupaten Pidie, adalah 2% dibandingkan dengan kabupaten terkaya di
Aceh Utara di propinsi Aceh. Contoh lainnya adalah kabupaten Nunukan
yang merupakan kabupaten termiskin di Kalimantan Timur dengan rasio
PDRB per kapita minyak dan gas sebesar 5% terhadap wilayah terkaya,
yaitu kota Bontang.
45
Disamping antar kabupaten, kesenjangan yang terjadi antara daerah
perkotaan lebih berkembang dari segi ekonomi, karena terdapat investasi
negara dan swasta, fasilitas invrastruktur yang terdapat dalam suatu kota
telah menarik lebih banyak orang dari pedesaan dan menambah masalah
urbanisasi, maka hal ini akan menciptakan masalah sosial ekonomi yang
lebih banyak bagi perkotaan. Disisi lain, kota yang mampu mengelola
masalah urbanisasi dapat lebih banyak berperan sebagai pusat
pertumbuhan bagi daerah-daerah disekitarnya dan mengurangi masalah
akibat kesenjangan yang tajam antara perkotaan dan pedesaan (Smeru
News, 2005: 28-29).
3. Jumlah penduduk miskin
Jumlah penduduk miskin di Indonesia menurun secara cepat selama
periode 1970-1996. jumlah penduduk miskin mencapai 70 juta orang pada
tahun 1970. jumlah penduduk tersebut menurun hingga mencapai 22,5 juta
orang pada tahun 1996.
Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah
menghambat upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Krisis
ekonomi meningkatkan kembali jumlah penduduk miskin Indonesia secara
drastis. Pada tahun 1998, jumlah penduduk miskin meningkat menjadi
49,5 juta orang. Dampak krisis ekonomi terhadap jumlah penduduk miskin
masih terasa sampai saat ini. Meskipun mengalami penurunan selama
periode 1998-2004, namun jumlah penduduk miskin di Indonesia masih
mencapai 36,2 juta orang atau sekitar 16,7% dari seluruh penduduk.
46
Tabel 2.1
Jumlah Penduduk Miskin (dalam juta)
Tahun Perkotaan Pedesaan Jumlah
1970 1976 1978 1980 1981 1984 1987 1990 1993 1996 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Tidak Tersedia 10,0 8,3 9,5 9,3 9,3 9,7 9,4 8,7 7,2
17,6 15,6 12,3 8,6
13,3 12,2 11,4
Tidak Tersedia 44,2 38,9 32,8 31,3 25,7 20,3 17,8 17,2 15,3 31,9 32,3 26,4 29,3 25,1 25,1 24,8
70,0 54,2 47,2 42,3 40,6 35,0 30,0 27,2 25,9 22,5 49,5 47.9 38,7 37,9 38,4 37,3 36,2
Sumber: Data Statistik 60 Tahun Indonesia merdeka, hal 63
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh tim peneliti dari mahasiswa FKIP
Sanata Dharma, Yogyakarta pada tahun 2005 dengan judul “Efektivitas BLT
bagi masyarakat Manisrenggo, Klaten”. Tim tersebut meneliti tentang
ketepatan sasaran dan manfaat BLT bagi masyarakat Manisrenggo, Klaten.
Dalam penelitian tersebut digunakan metode ex post facto. Peneliti melakukan
wawancara kepada penerima BLT di Manisrenggo, Klaten dengan tujuan untuk
meneliti efektifitas penggunaan BLT. Hasil penelitian mendapatkan bahwa
pelaksanaan BLT belum tepat sasaran karena masih banyak masyarakat miskin
47
yang belum mendapatkan BLT, selain itu manfaat yang didapat dari BLT
hanya bersifat sementara karena dana dari BLT tersebut belum mampu
memenuhi kebutuhan masyarakat dimasa yang akan datang.
Penelitian lain dilakukan oleh Lembaga Penelitian Smeru pada bulan
Januari 2006 dengan judul “Pelaksanaan Subsidi Langsung Tunai (SLT) di
Indonesia”. Lembaga penelitian tersebut meneliti mengenai pencacahan
penerima BLT dan tanggung jawab petugas di Ternate, Cianjur dan Demak.
Penelitian ini menggunakan metode ex post facto. Wawancara digunakan untuk
mendapatkan informasi secara langsung dari penerima BLT dan petugas
masing-masing kecamatan.sedangkan dokumentasi dilakukan pada saat
pencairan dana SLT dan pengambilan gambar kondisi rumah penerima BLT.
Hasil penelitian mendapatkan bahwa masih adanya kendala dalam pencacahan
khususnya dalam penyaluran informasi dan pembuatan KKB serta masih ada
sebagian petugas yang bingung akan tugas dan tanggungjawabnya. Selain itu,
sering terjadi kekeliruan di Kantor pos, misalnya ketika kupon yang telah
disobek dari KKB penerima jatuh atau terselip, sehingga pegawai kantor pos
kesulitan untuk memastikan bahwa semua kupon telah tersimpan dengan baik.
Ukuran kupon yang kecil juga membuat sobekan kupon mudah tercecer. Hasil
lainnya adalah tentang pengalokasian SLT yang banyak digunakan untuk
konsumsi, bukan untuk membayar sekolah dan menambah biaya kesehatan.
Sehingga dapat dikatakan bahwa dana SLT lebih banyak digunakan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi.
48
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif, yang mana dalam penelitian ini bermaksud untuk
memamahami fenomena tentang hal-hal yang dialami oleh subyek
penelitian secara holistik dan dengan cara diskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa pada suatu konteks khusus alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode ilmiah (Moelong, 2004:6). Adapun jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah evaluatif. Menurut Muhajir
(2003:209) dikatakan bahwa penelitian evaluatif adalah sebuah metode
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah perencanaan dari
sebauh kebijakan, pelaksanaan program dari kebijakan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan program telah tepat sasaran (feasible) atau tidak.
Dalam penelitian evaluatif diharapkan dapat memberikan keterangan
tentang seberapa jauh penyimpangan yang dilakukan obyek dan subyek
sebuah penelitian sehingga dapat digunakan sebagai landasan dalam
mengarahkan dan membina keberhasilan obyek dan subyek sebuah
penelitian. Penelitian ini juga termasuk jenis penelitian ekspos facto yaitu
penelitian yang mana data dikumpulkan setelah semua kegiatan
dipersoalkan.
49
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di Kecamatan
Prembun Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi ini dipilih
dengan alasan sebagai berikut :
1. Daerah tersebut merupakan salah satu daerah penerima program BLT
sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan evaluasi
terhadap program yang telah dilaksanakan.
2. Di daerah tersebut sebagian masyarakat menengah menginginkan
menerima BLT. Sehingga penelitian ini menarik peneliti untuk
mengetahui keadaan sebenarnya.
3. Kecamatan merupakan tingkatan terkecil agar pelaksanaan BLT dapat
diteliti
Adapun waktu penelitian dilakukan pada Maret sampai dengan Mei
2007.
C. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah penerima BLT di Kecamatan Prembun,
Kabupaten Kebumen. Sedangkan objek penelitiannya adalah rekruitmen
penerima BLT, penyaluran dan pencairan dana BLT, pengawasan BLT
oleh pihak terkait, sikap masyarakat terhadap program BLT di Kecamatan
Prembun, kabupaten Kebumen.
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi adalah kumpulan yang lengkap dari seluruh elemen sejenis,
akan tetapi dapat dibedakan sama sekali. Dalam penelitian ini yang
50
menjadi populasi adalah seluruh masyarakat yang menerima BLT
yang berada di Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen.
2. Sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi dengan
menggunakan cara-cara tertentu (Sudjana,1992:161). Dalam penelitian
ini sampel yang diambil adalah sebagian masyarakat penerima BLT di
kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen.
E. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik yang akan digunakan adalah Cluste
Randomr Sampling. Cluster Random sampling digunakan jika populasi
tidak terdiri dari individu-individu melainkan terdiri dari kelompok-
kelompok individu atau cluster (Zuriah, 2006: 136). Penelitian dilakukan
terhadap populasi penerima BLT di desa Kabekelan untuk itu random
tidak dilakukan langsung pada semua BLT, tetapi pada suatu pedukuhan
sebagai kelompok atau cluster. Dengan begitu maka kesimpulan dari
penyelidikan cluster sampling tidak berlaku atas individu melainkan
cluster-cluster sebagai keseluruhannya. Cara penentuan sampelnya adalah
bahwa kepala keluarga yang menerima BLT di desa kabekelan kemudian
peneliti akan menggunakan teknik pengambilan sampel yang kedua yaitu
teknik purposif sampling. Subjek dalam purposive sampling didasarkan
atas ciri-ciri tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat
dengan populasi yang diketahui sebelumnya (Zuriah, 2006: 135). Dengan
kata lain unit sampel yang dihubungi disesuaikan dengan kriteria-kriteria
tertentu, misalnya ada sangkut pautnya dengan masalah yang akan diteliti,
51
menjadi sasaran penelitian, dan ingin diteliti lebih mendalam. Dalam
penelitian ini sampel yang diambil adalah sebagian kepala keluarga yang
menerima BLT di kecamatan Prembun, kabupaten Kebumen.
Adapun tahap-tahap pelaksanaan adalah peneliti melakukan
penelitian pada 13 desa di Kecamatan Prembun, yaitu: Desa Prembun,
Bagung, Kabekelan, Tunggal Roso, Kedungwaru, Tersobo, Sidogede,
Mulyasri, Pesuningan, Sembirkadipaten, Pecarikan, Kedungbulus, dan
Kabuaran. Adapun jumlah seluruh populasi dan sampel dalam penelitian
ini tampak dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Populasi
No Desa Jumlah Penerima BLT
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
Prembun Bagung Kabekelan Tunggal Roso Kedungwaru Tersobo Sidogede Mulyasri Pesuningan Sumber Kabuaran Pecarikan Kedungbulus JUMLAH
374 357 320 296 274 271 243 235 217 214 201 211 209
3422 Sumber: BPS Kecamatan Prembun
Dari keseluruhan jumlah populasi tersebut diambil 6 desa secara
acak kemudian mengambil 2% dari jumlah penerima BLT di desa yang
telah ditentukan, petugas kecamatan bidang kemasyarakatan, BPS
52
Kecamatan Prembun, petugas kantor pos kecamatan Prembun, Dinas
Kesejahteraan rakyat kabupaten Kebumen, dan BPS kabupaten Kebumen.
Adapun jumlah keseluruhan sampel tampak dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.2
Jumlah Sampel
No Responden Jumlah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11.
Penerima BLT dari desa Prembun Penerima BLT dari desa Bagung Penerima BLT dari desa Kabekelan Penerima BLT dari desa Tunggal Roso Penerima BLT dari desa Kedungwaru Penerima BLT dari desa Kabuaran Petugas kecamatan bidang kesejahteraan rakyat Petugas BPS kecamatan Petugas Kantor Pos kecamatan Petugas Dinas Kesejahteraan Masyarakat Petugas BPS kabupaten JUMLAH:
8 7 6 6 5 4 2 2 2 2 2
46 orang
F. Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Pengukuran
1. Variabel Penelitian
Variabel yang dimaksud adalah sebagai segala sesuatu yang dapat
menjadi obyek pengamatan/faktor-faktor yang berperanan dalam
peristiwa atau gejala yang diteliti. Adapun variabel yang diteliti
adalah :
a. Ketepatan rekruitmen penerima BLT
b. Transparan tidaknya penyaluran dan pencairan dana
c. Pengawasan program BLT
d. Sikap masyarakat miskin
53
2. Definisi dan Pengukuran
a. Ketepatan rekruitmen BLT
Ketepatan rekruitmen diartikan sebagai ketepatan dalam
proses penyaringan masyarakat yang akan menjadi penerima BLT.
Rekruitmen dapat dikatakan tepat jika memenuhi sebagian besar
syarat sebagai berikut:
1) Memenuhi proses rekruitmen yang benar sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan BLT
a) BPS kecamatan melengkapi data rumah tangga miskin
berdasarkan pada data rumah tanggga miskin yang ada di
BKKBN, sensus kemiskinan BPS daerah dan data
kemiskinan dari Pemerintah Daerah
b) Pencacah kecamatan mengisi formilir pendataan sosial
ekonomi
c) Pencacah kecamatan dan desa melakukan verifikasi
lapangan dengan observasi kasat mata dengan tujuan
menentukan layak atau tidaknya menjadi penerima BLT
d) Pencacah melakukan wawancara dengan rumah tanggga
miskin yang telah dicatat
2) Penerima BLT benar-benar warga miskin dengan ketentuan
sebagai berikut:
54
a) Pola kesehatan dan makan
(1) Tidak memiliki fasilitas buang air besar / bersama-
sama dengan rumah tangga lain
(2) Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak
terlindung/sungai/air hujan
(3) Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu
bakar/minyak tanah
(4) Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali
dalam seminggu
(5) Hanya sanggup makan satu/dua kali dalam sehari
(6) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di
Puskesmas atau poliklinik
(7) Luas rumah keluarga kurang dari 8 m /kapita
(8) Tinggal di rumah berlantai tanah
b) Tingkat Kesejahteraan
(1) Menggunakan sumber energi listrik untuk penerangan
(2) Hanya mampu membeli satu stel pakaian baru dalam
setahun
(3) Pernah menjadi korban kejahatan selama 5 tahun
terakhir
c) Sektor Pekerjaan
(1) Keluarga bekerja di sektor pertanian dengan luas
lahan 0,5 ha
55
(2) Keluarga bekerja di sektor jasa (buruh tani, bangunan
dan nelayan)
(3) Keluarga mengandalkan kiriman uang dari saudara /
anaknya
d) Akses terhadap lembaga keuangan
(1) Tidak memiliki tabungan di bank
(2) Harus menjual aset untuk melunasi hutang
e) Tingkat Pendidikan
(1) Kepala keluarga tidak sekolah, tidak tamat SD atau
hanya SD
(2) Pendidikan pasangan tidak tamat SD atau tidak
sekolah atau hanya SD
f) Kepemilikan aset
(1) Tidak memiliki sepeda motor (kredit atau non kredit)
(2) Kepemilikan emas maksimal 10 gram
(3) Tidak memiliki kapal motor
(4) Tidak mamiliki ternak dalam jumlah besar
b. Transparan tidaknya penyaluran dan pencairan dana
Transparansi penyaluran diartikan sebagai penyaluran KKB yang
tepat dengan informasi yang jelas dan tidak ditutup-tutupi.
Sedangkan transparansi penyaluran dana diartikan sebagai
kejelasan dan ketepatan prosedur pencairan dana. Penyaluran KKB
dapat dikatakan transparan jika:
56
1) Mekanisme pendistribusian KKB dari tingkat pusat ke
kabupaten berlangsung sesuai prosedur yaitu dari pusat ke
camat kemudian kepala desa dan terakhir kepada pencacah
untuk diberikan ke penerima BLT
2) Ada pengumuman tentang penjelasan mengenai prosedur dan
kegunaan KKB
3) Ada pemberitahuan secara terbuka mengenai siapa saja yang
bertugas menangani BLT sehingga masyarakat dapat
mengutarakan pendapatnya mengenai program BLT.
Ketepatan pencairan dana dapat dilihat dari hal-hal sebagai
berikut:
1) Petugas mencairkan dana BLT sesuai dengan jadwal yang
ditentukan
2) Dana yang dicairkan sesuai dengan ketentuan yaitu Rp
300.000,- tanpa potongan apapun
3) Pencairan dana dilakukan oleh pihak Kantor Pos yang
ditunjuk
c. Pengawasan Program BLT
Diartikan sebagai pengawasan terhadap rekruitmen, pembagian
KKB, penyaluran dan pencairan dana. Pengawasan dikatakan baik
jika:
1) Petugas pengawas hadir dan aktif dalam pelaksanaan BLT
57
2) Pengawasan terhadap program BLT dilakukan oleh pihak
netral sehingga tidak memihak kepentingan salah satu
golongan
d. Sikap masyarakat miskin
Sikap diartikan sebagai suatu bentuk reaksi perasaan. Perasaan
tersebut dapat mendukung, memihak atau tidak memihak suka
atau tidak suka. Peneliti akan mengukur sikap masyarakat
terhadap pelaksanaan BLT agar diketahui sikap masyarakat
terhadap program tersebut.
Sikap masyarakat dikatakan mendukung atu memihak jika:
1) Masyarakat menyambut baik program BLT
2) Masyarakat merasa terbantu akan program BLT
3) Masyarakat antusias dalam pencairan dana
Sikap masyarakat dikatakan tidak mendukung atau tidak memihak
jika:
1) Masyarakat tidak suka dengan program BLT
2) Masyarakat tidak merasa terbantu dengan program BLT
3) Masyarakat merasa kecil hati karena digolongkan dalam
salah satu warga miskin
58
G. Data Yang Dicari
1. Data Primer yaitu data-data atau keterangan yang diperoleh dari hasil
wawancara maupun observasi langusung yang sudah terpadu. Data-
data tersebut adalah :
a. Rekruitmen terhadap penerima BLT
b. Penyaluran dan pencairan dana setiap periodenya
c. Pengawasan program BLT setiap periodenya
d. Sikap masyarakat setempat terhadap pelaksanaan program BLT
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dan dikumpulkan oleh pihak
lain. Yaitu data-data yang tersedia di tempat penelitian. Data tersebut
meliputi jumlah penerima BLT, penrimaan dana, ketentuan pencairan
dana, ketentuan pendataan, serta ketentuan pengawasan.
H. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Berpedoman
Yaitu teknik pengumpulan data dengan wawancara langsung dengan
responden berdasarkan pedoman wawancara. Teknik wawancara
digunakan untuk melengkapi data dan menaggulangi kelemahan teknik
kuisioner. Data yang termasuk dalam wawancara adalah pernyataan
petugas BLT mengenai pengawasan BLT dan sikap masyarakat
terhadap program BLT. Adapun kisi-kisi wawancaranya adalah
sebagai berikut:
59
Tabel 3.3
Kisi-kisi Wawancara
No Variabel Indikator Nomer Item Jumlah
1. Ketepatan Rekruitmen
1.Luas lantai kurang dari 8m/orang
2.Lantai terbuat dari tanah
3.Dinding terbuat dari bambu
4.Tidak memiliki fasilitas buang air besar
5.Tidak menggunakakan listrik
6.Sumber air dari sumur 7.Bahan bakar dari kayu
dan minyak 8. Konsumsi terhdap
daging/susu/ayam jarang
9.Hanya membeli satu pakaian dalam setahun
10.Makan satu/dua kali sehari
11.Tidak sanggup membayar biaya puskesmas
12.Sumber penghasilan dari petani, nelayan dan buruh
13.Pendidikan kepala rumah tangga adalah SD 14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp.500.000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
14
60
No
2.
Variabel Transparansi penyaluran KKB dan pencairan dana
Indikator 1.Mekanisme
pendistribusian KKB 2.Transparansi
penyalaran dana
Nomor Item
15,16,17,18.19
20,24,25,26
21,22,27,28
Jumlah
9
4
3. Pengawasan terhadap pelaksanaan BLT
1.Pengawasan dari petugas kabupaten 2.pengawasan dari petugas kecamatan
29,30,31,32
33,34,35,36
4
4
4. Sikap masyarkat terhadap program BLT Jumlah
1.Tanggapan masyarakat terhadap BLT
2.Harapan masyarakat terhadap BLT
37,38,39.40
41
4
1
41
b. Teknik Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari data-data
yang telah ada. Data yang termasuk dalam teknik ini adalah jumlah
penerima BLT se-kecamatan Prembun
I. Analisis Data
Tekhnik analisis data dalam penelitian ini melalui alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16).
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
kasar dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
61
berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung sampai
laporan akhir tersusun. Proses reduksi data dilakukan setelah
wawancara.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk
teks naratif, matriks atau bagan. Hal tersebut ditujukan agar peneliti
tidak kesulitan dalam penguasaan informasi baik secara keseluruhan
maupun terpisah-pisah dari data yang telah terkumpul.
3. Kesimpulan
Setelah data terkumpul maka diambil kesimpulan serta
diverifikasi yang terus menerus selama penelitian berlangsung guna
menjamin keabsahan dan objektivitas data sehingga kesimpulan akhir
dapat dipertanggungjawabkan. Analisis data saling berkaitan antara
reduksi data, penyajian data serta kesimpulan pada saat sebelum,
selama dan sesudah pengumpulan data. Analisis data kualitatif
merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.
62
BAB IV
GAMBARAN UMUM
A. Deskripsi Data
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Prembun termasuk salah satu wilayah di kabupaten
Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Wilayah ini berjarak 18 Km dari pusat
pemerintahan kabupaten. Secara administratif, Kacamatan Prembun
mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut:
a. Sebelah utara adalah waduk wadaslintang
b. Sebelah selatan adalah kecamatan Bonorowo
c. Sebelah barat adalah Petanahan
d. Sebelah timur adalah Kutoarjo
Kecamatan Prembun terdiri dari 13 desa yaitu desa Tersobo, desa
Prembun, desa Kabekelan, desa Tunggalroso, desa Kedungwaru, desa
Bagung, desa Sidogede, desa Sembirkadipaten, desa Kedungbulus, desa
mulyosri, desa pesuningan, desa Pecarikan, dan desa Kabuaran.
2. Luas Wilayah
Berdasarkan buku Kecamatan Dalam Angka, luas wilayah Kecamatan
Prembun mencapai 2.453,01 Km2. Adapun perincian luas wilayah tampak
dalam tabel sebagai berikut:
63
Tabel IV.1
Luas Wilayah Kecamatan Prembun Tahun 2006 No Desa Sawah
(Km) Pekarangan (Km)
Tegalan (Km)
Ladang (Km)
Kebun (Km)
Lainnya (Km)
1 Tesobo 68,88 59,94 0,85 0 0 13,88 2 Prembun 111 58 13,5 0 0 16 3 Kabekelan 101 45,6 0 0 0 11,13 4 Tunggalroso 132 70 8 0 0 7,16 5 Kedungwaru 67 30 3 0 0 3 6 Bagung 85 41,05 0 0 0 13,51 7 Sidogede 5 83,5 0,5 134,5 0 14,5 8 Sembirkadip
aten 56 35 18 0 0 1,5
9 Kedungbulus 50 50,64 51,2 0 0 1 10 Mulyosri 68,48 103,02 84,69 0 3,5 10,92 11 Pesuningan 118,55 75,04 23,29 0 0 13,68 12 Pecarikan 65 36 0 28 28 6 13 Kabuaran
80 87 138 0 0 13
Jumlah 1017,91 774,79 341,03 162,5 31,5 125,28
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006
Dari keseluruhan wilayah tersebut, yang paling banyak atau luas adalah
tanah sawah. Luas tanah sawah tersebut diatas dapat ditanami padi dan
palawija, juga ada pula yang ditanami tembakau, tetapi diantara ketiganya
yang paling diunggulkan adalah komoditi padi walaupun komoditi yang lain
masih tetap diharapkan memberikan hasil.
Pengurusan administrasi atau kepentingan lain penduduk dipusatkan di
kecamatan dan kabupaten. Adapun luas masing-masing desa dan jarak dari
Desa ke Kecamatan serta Kabupaten adalah sebagai berikut:
64
Tabel IV.2
Luas Desa dan Jarak dari Desa ke Kecamatan serta Kabupaten
No Desa Luas Desa (Km)
Jarak ke kecamatan (Km)
Jarak ke Kabupaten (Km)
1 Tesobo 1,22 4 17 2 Prembun 1,86 2 18 3 Kabekelan 1,55 1 18 4 Tunggalroso 2,17 1 21 5 Kedungwaru 1,03 4 21 6 Bagung 1,3 4 17,5 7 Sidogede 2,93 0,5 19 8 Sembirkadipaten 1,2 2 21 9 Kedungbulus 1,53 4,5 21,5 10 Mulyosri 2,67 5 22 11 Pesuningan 2,31 6 23 12 Pecarikan 1,01 8 25 13 Kabuaran
Jumlah 3,18
23,96 7 24
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006
3. Keadaan Demografi
Data komposisi penduduk sangat diperlukan dalam membuat
perencanaan pembangunan nasional baik itu ditingkat pusat maupun tingkat
daerah. Hal ini dikarenakan komposisi penduduk suatu daerah mempunyai
andil yang sangat menentukan dan partisipasinya mempengaruhi keadaan
sosial dan ekonomi daerah yang bersangkutan. Penduduk di Kecamatan
Prembun pada tahun 2006 tercatat sejumlah 27.266 jiwa, laki-laki
berjumlah 13615 dan perempuan berjumlah 13651 dengan perincian sebagai
berikut :
65
Tabel IV.3
Komposisi Penduduk berdasarkan jenis Kelamin di Kecamatan Prembun
Tahun 2006
No Desa Laki-laki Perempuan 1 Tersobo 1308 1252 2 Prembun 2036 2076 3 Kabekelan 1118 1104 4 Tunggalroso 1182 1277 5 Kedungwaru 599 595 6 Bagung 1018 1042 7 Sidogede 1569 1518 8 Sembirkadipaten 627 653 9 Kedungbulus 476 475
10 Mulyosri 902 894 11 Pesuningan 986 988 12 Pecarikan 426 470 13 Kabuaran
Jumlah 1368
13.615 1307
13.651 Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2005
Dari tabel IV.3 dapat diketahui bahwa penduduk perempuan lebih
banyak yaitu sebanyak 13.651 (50,06%) dari pada laki-laki yang berjumlah
13.615 (49,94%). Dari keseluruhan penduduk yang berjumlah 27.266 jiwa
tersebut terdiri dari anak-anak, remaja, dan orang dewasa yang sudah
menikah maupun yang belum menikah. Adapun jumlah kepala keluarga
menurut status perkawinan dan tingkat pendidikan tampak pada tabel IV.4.
66
Tabel IV.4
Jumlah Kepala Keluarga Menurut Status Perkawinan dan Tingkat
Pendidikan
Status Perkawinan Tingkat Pendidikan No Desa Kawin Duda/janda Tdk
tamat SD
SD-SMP
SMA-Keatas
1 Tesobo 532 107 123 325 191 2 Prembun 858 233 144 610 337 3 Kabekelan 498 90 91 308 189 4 Tunggalroso 527 130 187 369 101 5 Kedungwaru 245 52 42 221 34 6 Bagung 425 133 135 254 169 7 Sidogede 627 107 193 414 127 8 Sembirkadipaten 284 64 82 192 74 9 Kedungbulus 220 56 104 137 354
10 Mulyosri 395 83 144 273 61 11 Pesuningan 452 75 112 326 89 12 Pecarikan 197 28 41 156 28 13 Kabuaran 606 105 226 406 79
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah kepala keluarga
sebanyak 711, adapun yang berstatus kawin 606 orang dan janda atau duda
sebanyak 105 orang. Dari tingkat pendidikan dapat dilihat bahwa sebagian
besar kepala keluarga berpendidikan sampai SMP yaitu sebanyak 406
orang, selebihnya 226 tidak tamat SD dan 79 orang tamat SMA.
4. Keadaan Ekonomi
Penduduk di kecamatan Prembun pada umumnya hidup bergantung
pada sektor pertanian, baik itu sebagai petani pemilik maupun penggarap
(buruh tani). Disamping itu juga ada penduduk yang hidup (bermata
pencaharian) di luar sektor pertanian , seperti industri, pedagang, pegawai
67
negeri (PNS), sektor jasa, dan lain-lain. Untuk lebih jelasnya, disajikan tabel
tentang komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di bawah ini.
Tabel IV.5
Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No
Desa Petani Industri Pedagang PNS TNI Buruh
Jasa JML
1 Tesobo 431 250 15 71 11 283 15 1076 2 Prembun 334 4 201 80 30 756 199 1604 3 Kabekelan 932 41 40 58 6 350 55 1482 4 Tunggalroso 218 2 27 6 3 377 2 635 5 Kedungwaru 61 0 9 11 3 77 21 182 6 Bagung 320 54 47 85 7 191 132 836 7 Sidogede 1257 7 162 10 2 216 7 1661 8 Sembirkadipaten 700 3 27 38 11 175 5 959 9 Kedungbulus 810 5 3 8 1 496 15 1338 10 Mulyosri 876 12 2 19 1 29 4 943 11 Pesuningan 726 205 97 39 1 235 10 1313 12 Pecarikan 230 60 10 10 4 356 16 686 13 Kabuaran
Jumlah 1326 8.257
36 679
21 661
24 459
1 81
817 4.358
170 651
2431 15.14
6 Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebagian besar penduduk
kecamatan Prembun bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak
8.254 orang, sehingga dapat disimpulkan bahwa bidang pertanian masih
merupakan tulang punggung perekonomian masyarakat kecamatan
Prembun.dr
5. Keadaan Sosial Budaya
a. Organisasi Sosial
Organisasi sosial merupakan wadah penyaluran kegiatan
masyarakat baik dalam kegiatan sosial maupun kelembagaan desa. Di
kecamatan Prembun terdapat 8 organisasi sosial masyarakat dalam
bidang seni, diantaranya adalah: karawitan, qosidah, janeng, tari,
organ, wayang , rebana dan campur sari. Selain organisasi sosial
68
terdapat beberapa organisasi masyarakat yang mengatur
masyarakatnya seperti dusun, RW, RT, PKK, LKMD dan BPD.
Rincian jumlah dari masing-masing organisasi disajikan dalam tabel di
bawah ini.
Tabel IV.6
Organisasi Sosial Masyarakat No Desa Kara-
witan Qosidah Janeng Tari Organ Wayang Rebana Campur
sari 1 Tesobo - - - - - - 4 - 2 Prembun 1 1 - 1 1 - 5 2 3 Kabekelan - - - 1 1 2 7 1 4 Tunggalroso - - - - - 1 3 - 5 Kedungwaru - - - - - - 2 - 6 Bagung - - - - 1 1 3 - 7 Sidogede - 1 1 - - - 3 1 8 Sembirkadipaten - - - - - - 2 - 9 Kedungbulus - - - - - - 1 - 10 Mulyosri - - - - - - 3 - 11 Pesuningan - - - - - - 2 1 12 Pecarikan - - - - - - 3 - 13 Kabuaran
Jumlah 1 4
- 2
- 1
- 2
- 4
1 5
2 40
2 7
Sumber: Kecamatan Dalam Angka 2006
Dari tabel di atas diketahui bahwa terdapat 8 organisasi seni di
kecamatan Prembun. 8 organisasi sosial dalam bidang seni tersebut
diantaranya adalah: 4 karawitan, 2 qosidah, 1 janeng, 2 tari, 4 organ, 5
wayang, 40 rebana dan 7 campur sari. Organisasi tersebut dijadikan
sebagai muara untuk mengolah bakat dan dapat pula mendatangkan
penghasilan. Selain organisasi masyarakat dalam bidang seni, terdapat
juga organisasi masyarakat yang terbentuk dalam sebuah lembaga
yang disebut dengan kelembagaagn desa. Tujuan dari dibentuknya
kelembagaan desa adalah untuk mengatur norma-norma yang ada
dalam masyarakat dan untuk membuat kumpulan masyarakat menjadi
69
sebuah organisasi yang terstruktur. Di kecamatan Prembun terdapat 6