Upload
hoangdiep
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemiskinan di Indonesia merupakan permasalahan yang menjadi isu
sentral dan sangat mendesak ditangani. Pada kabinet ”Indonesia Bersatu” strategi
dan rencana aksi penanggulangan kemiskinan menjadi salah satu prioritas utama
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-
2009 dan menempati Bab tersendiri dalam dokumen RPJMN. Target pada
RPJMN untuk penanggulangan kemiskinan adalah menurunkan setengah angka
kemiskinan tahun 2004 sebesar 16,6% menjadi 8,3% pada tahun 2009. Untuk
mencapai target itu Pemerintah menetapkan berbagai program yang bersifat
sektoral maupun lintas sektoral (Bappenas, 2004).
Salah satu Program yang dilaksanakan oleh Pemerintah dalam upaya
penanggulangan kemiskinan tersebut adalah melalui pelaksanaan Program
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). Program ini dilaksanakan
sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian
masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara
berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan
kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang
representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social
capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat
jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat
dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli
setempat.
Kabupaten Karimun merupakan salah satu Kabupaten yang mendapat
bantuan pelaksanaan program P2KP pada tahap ketiga. Kabupaten yang terdapat
di Propinsi Kepulauan Riau ini terbentuk berdasarkan Undang-undang no. 53
tahun 1999. Secara geografis posisi Kabupaten Karimun sangat strategis, karena
berada pada jalur pelayaran Selat Malaka, dan berada di antara Kota Batam,
Singapura, Malaysia, Kepulauan Riau dan Riau. Hal ini menjadikan Kabupaten
Karimun sebagai tempat yang sangat strategis terutama untuk berbagai kegiatan
yang merupakan imbas dari geostrategis tersebut. Disamping itu, salah satu wujud
1
dari keberadaannya telah pula menjadikan kegiatan perekonomian di Kabupaten
Karimun semakin tumbuh dan bersaing.
Potensi selain dari tumbuhnya perekonomian di wilayah ini adalah
sumberdaya alam yang terkandung di bumi Kabupaten Karimun. Dimana potensi
sumber daya alam yang merupakan salah satu sumber pendapatan daerah terdiri
dari bahan galian golongan B (timah) serta bahan galian golongan C (granit, pasir,
batu pasir wacke, ocker, lempung dan sebagainya).
Meski Kabupaten Karimun memiliki potensi geografis dan sumber daya
alam yang besar, namun tingkat kemiskinannya relatif cukup tinggi. Pada Tahun
2006, dari 51.520 Kepala Keluarga yang ada sebanyak 15.743 kepala keluarga
termasuk kategori miskin. Yang berarti 30% dari total kepala keluarga yang ada.
Sedangkan pada tahun 2007 terdapat kenaikan Kepala keluarga miskin menjadi
31% sebagaimana pada tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Keluarga Miskin Kabupaten Karimun per Kecamatan Tahun 2006-2007
Tahun 2006
Tahun 2007 No
Kecamatan Jumlah
KK Miskin
Total
Jumlah KK
% KK Miskin
thd Total KK
Jumlah
Penduduk
Jumlah
KK Miskin
Total
Jumlah KK
% KK Miskin
thd Total KK
Jumlah
Penduduk
1. Moro 1.757 4.993 35% 18.924 1.883 5.120 36% 19.496 2. Durai 813 1.579 51% 6504 873 1620 54% 6.701 3. Kundur 1.705 8.556 20% 35.546 1.980 8.774 38% 36.221 4. Kundur Utara 1.429 4.593 31% 18.874 1.524 4.710 22% 19.445 5. Kundur Barat 860 3.998 21% 16.520 936 4.100 23% 17.019 6. Karimun 3.263 9.123 35% 38.470 3.692 9.355 28% 39.633 7. Buru 1.295 2.683 48% 10.304 818 2.752 39% 10.615 8. Meral 3.353 10.862 30% 41.334 3.841 11.139 34% 42.584 9. Tebing 1.268 5.133 24% 23.399 1.081 5.264 20% 24.107 Jumlah 15.743 51.520 30% 209.875 16.328 52.832 31% 216.221
Sumber: Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana Kabupaten Karimun (2006 dan 2007)
Tingginya tingkat kemiskinan di Kabupaten Karimun bertolak belakang
dengan kekayaan sumberdaya alamnya, yang mengindikasikan bahwa kemiskinan
tersebut bukan disebabkan karena kemiskinan alami, tetapi lebih disebabkan oleh
kemiskinan struktural. Wardhani dan Haryadi (2004) menyatakan bahwa
kemiskinan struktural merupakan akibat atau hasil bekerjanya kekuatan makro-
sosiologis dalam masyarakat, yaitu berupa proses yang menjauhkan rakyat dari
2
kepemilikan dan pengendalian sumberdaya ekonomi, sosial dan politik, yang
berarti pula sebagai akibat dari ketidakadilan struktural. Diujung yang satu,
ketidakadilan struktural terwujud sebagai perampasan hak-hak dasar manusia
yang dengan sendirinya terkait pada masalah pembagian kesempatan.
Dalam upaya penanggulangan kemiskinan, salah satu pilihan kebijakan
strategis yang dapat dilaksanakan adalah memberi peluang yang lebih besar
kepada masyarakat untuk dapat mengakses faktor produksi. Untuk maksud
tersebut maka dana merupakan salah satu aset produksi yang paling mendasar
dalam kegiatan ekonomi (sumodiningrat, 1998). Tersedianya dana yang memadai
dapat menciptakan pembentukan modal usaha bagi masyarakat. Sehingga dapat
meningkatkan produksi, pendapatan dan menciptakan tabungan yang dapat
digunakan untuk pemupukan modal secara berkesinambungan.
Selanjutnya menurut Sumodiningrat (1998), sesungguhnya modal usaha
yang diperlukan setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan kegiatan
ekonominya harus berasal dari kemampuan sendiri. Modal tersebut dihimpun dari
tabungan yang diperoleh dari surplus pendapatan. Tabungan yang dikumpulkan
kemudian ditingkatkan menjadi investasi dan digunakan sebagai pembentukan
modal.
Namun, menurut Maskun (1998), yang menjadi masalah bagi penduduk
miskin adalah ketidakmampuan mereka menciptakan tabungan karena
keterbatasan modal usaha pada permulaan siklus kegiatan ekonomi. Menyadari
akan permasalahan tersebut, langkah yang ditempuh pemerintah selama ini adalah
memberikan stimulasi dan motivasi dengan menciptakan katalis yang dapat
menimbulkan daya gerak pada masyarakat yang bersangkutan. Motivasi dan
stimulasi dilakukan dengan mengadakan gerakan-gerakan sosial dan penyuntikan
dana dengan haapan memberi dampak yang berkepanjangan serta memberikan
nilai tambah pada usaha-usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat. Pola
pendekatannya antara lain adalah dengan memberikan dana bantuan modal usaha
bergulir. Melalui pendekatan pemberian bantuan dana bergulir tersebut
diharapkan akan dapat menggairahkan kegiatan usaha ekonomi produktif yang
diusahakan oleh masyarakat.
3
Upaya tersebut pada dasarnya bukan untuk menuntaskan secara
menyeluruh masalah yang dihadapi masyarakat, akan tetapi sebagian besar
permasalahan akan dituntaskan sendiri oleh kekuatan dan kemampuan
masyarakat. Program-program dari manapun datangnya akan kecil artinya
dibanding mekanisme pembangunan yang dapat dikembangkan sendiri oleh
masyarakat. Yang diharapkan melalui program-program tersebut adalah
masyarakat akan memiliki daya dorong yang kuat dan bertindak strategis dalam
usaha melakukan proses perkembangan (Maskun, 1998).
Menyadari konsep diatas, upaya penanggulangan kemiskinan melalui
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) salah satunya adalah
melalui pinjaman bergulir kepada Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
membutuhkan dana untuk kegiatan yang terkait usaha produktif untuk anggota-
anggotanya. Kegiatan ini termasuk dalam komponen Bantuan Langsung
Masyarakat (BLM). Dimana masyarakat melakukan proses pembelajaran untuk
menanggulangi masalah kemiskinan melalui praktek langsung dilapangan oleh
masyarakat sendiri dengan melaksanakan apa yang sudah direncanakan (PJM dan
Renta Pronangkis), dengan dukungan dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)
dimaksud. Harapannya adalah melalui praktek langsung dalam stimulan BLM
tersebut masyarakat secara bertahap mampu menumbuhkembangkan
keberdayaaan sendiri dalam tiga aspek, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan.
Adapun pelaksanaan pembangunan ekonomi yang mengacu pada konsep
dana bergulir yang dananya bersumber dari APBD Kabupaten Karimun adalah
program Usaha Kecil Menengah (UKM). Program yang bersifat lintas sektoral ini
dikoordinir dibawah suatu forum atau wadah yang bernama Forum Koordinasi
Penyelenggaraan Pinjaman Modal (FKPPM). Sejak dimulainya program ini pada
tahun 2002 sampai tahun 2005, FKPPM telah menyalurkan kredit Koperasi dan
UKM sebesar 18 milyar rupiah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 2 dibawah
ini.
4
Tabel 2. Jumlah Penyaluran kredit Koperasi dan UKM di Kabupaten Karimun Tahun 2002-2005
No Tahun Penyaluran Nilai (Rp) 1. 2. 3. 4.
2002 2003 2004 2005
10.000.000.000,00 5.000.000.000,00 2.000.000.000,00 1.000.000.000,00
Total Penyaluran 18.000.000.000,00 Sumber: FKPPM Kabupaten Karimun (2002 s/d 2005)
Dari total penyaluran sebesar 18 Milyar rupiah tersebut terdapat tunggakan
sebesar Rp. 9.062.084.150 yang terdiri dari tunggakan pokok sebesar Rp.
8.127.495.969 atau 41,50% dari total platfond kredit yang diberikan. Hal tersebut
mengakibatkan adanya potensi keuangan daerah dan tujuan investasi jangka
panjang kredit koperasi dan UKM sebagai dana bergulir tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Permasalahan tersebut juga menyebabkan program ini
sempat terhenti pada tahun 2006 dan 2007.
Hasil evaluasi Bagian Program dan Evaluasi Sekretariat Daerah terhadap
penyebab terjadinya permasalahan tunggakan kredit UKM tersebut adalah: (1)
Kurangnya pemahaman penerima kredit dalam memanfaatkan dana pinjaman
yang berakibat pada penyalahgunaan pinjaman dari tujuan awal untuk
mengembangkan usaha menjadi pembelian barang-barang kebutuhan rumah
tangga termasuk kendaraan dan sejenisnya; (2) Menurunnya iklim investasi dan
perekonomian Kabupaten Karimun secara umum turut mempengaruhi kemajuan
usaha penerima kredit; (3) Pengaruh kenaikan BBM mengakibatkan tingginya
biaya operasional usaha kecil/rumah tangga yang harus dikeluarkan; (4) Rentang
jarak tempuh yang cukup jauh antara penerima kredit dengan pihak bank
mengakibatkan lambatnya pengembalian pinjaman; (5) Sebagian penerima
pinjaman adalah petani dan nelayan yang sangat bergantung kepada hasil panen
secara musiman dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk mengelolanya;
(6) Masih kurangnya pembinaan yang diberikan baik dari tim FKPPM maupun
dinas/instansi terkait.
Sedangkan program-program dari pusat yang selama ini dikenal
menggunakan pola pendekatan bantuan dana bergulir adalah program yang
arahnya dalam kerangka pengentasan kemiskinan seperti Inpres Desa Tertinggal
(IDT), Program Peningkatan Pendapatan Petani-Nelayan Kecil (P4K), Jaring
5
Pengaman Sosial (JPS), Program Pengembangan Kecamatan (PPK),
Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Krisis ekonomi (PDM-DKE), Tabungan
Kesejahteraan Rakyat/Kredit Usaha Kesejahteraan Rakyat (Takesra/Kukesra),
Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM),
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP), Kredit Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan sebagainya. Sasaran
akhir yang diharapkan dari pelaksanaan program tersebut adalah untuk
memandirikan masyarakat miskin melalui jalan memberdayakan kegiatan
ekonominya.
Terlepas dari keberhasilan yang sudah dicapai, program-program tersebut
selain masih dirancang secara terpusat, juga dalam implementasinya direduksi
menjadi persoalan sektoral, sehingga lebih berciri instansional dan kurang
menyentuh faktor-faktor dasar yang menjadi penyebab kemiskinan itu sendiri
serta mengabaikan kekhasan pada pola-pola penanggulangan kemiskinan yang
berkembang di dalam masyarakat. Oleh sebab itu tidak mengherankan apabila
tingkat keberhasilan dan keberlanjutannya program-program dimaksud diatas
masih rendah. Fakta tersebut diperoleh dari berbagai informasi yang dilaporkan
secara luas sehubungan dengan pelaksanaan evaluasi program dimaksud.
Mubyarto (2000) mengemukakan hasil evaluasi pelaksanaan program IDT pada
lima propinsi sample, sangat berhasil di dua propinsi yaitu D.I. Yogyakarta dan
Bali, tetapi gagal di Kalimantan Barat, Maluku dan Irian.
Pendekatan pembangunan yang bersifat bottom-up dalam pelaksanaannya
terbentur pada kapasitas aparat yang rendah dan seringkali menunggu perintah
atasan atau juklak sehingga akhirnya hanya sebatas semangat saja. Kondisi
tersebut menguatkan tesis yang menyatakan bahwa meluasnya kemiskinan justru
terjadi karena persoalan-persoalan struktural , seperti tidak adanya good will dan
political will pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan, tidak adanya clean
and good governance, tertutupnya akses sumberdaya dan buruknya sistem
monitoring dan evaluasi. Padahal evaluasi program sangat diperlukan untuk
melihat seberapa besar manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat miskin
sebagai target sasaran kegiatan.
6
Manfaat dari kegiatan monitoring dan evaluasi adalah sebagai umpan balik
(feed back) dari proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan/program yang
telah dilakukan. Umpan balik tersebut dapat digunakan sebagai input dalam
memperbaiki serta menyusun kebijakan/program selanjutnya. Selain itu
monitoring/evaluasi bermanfaat untuk terus memantau pelaksanaan suatu program
sehingga dapat diketahui ketika terjadi deviasi dalam pelaksanaan program
tersebut.
Bertitik tolak dari uraian diatas, maka keragaan program yang
menggunakan pola pendekatan kredit/pinjaman dana bergulir menjadi menarik
untuk dikaji karena di satu sisi kehadiran dana bergulir sangat membantu
masyarakat dalam hal penyediaan modal untuk kegiatan usaha, namun di sisi lain
program-program yang dilaksanakan selama ini belum menunjukkan hasil yang
maksimal terutama dalam hal keberlanjutan perguliran dananya. Sehingga pada
program dana bergulir P2KP ini perlu dilaksanakan kajian untuk mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan untuk perbaikan dan penyempurnaan program dimasa yang
akan datang.
1.2. Perumusan Masalah
Penanggulangan kemiskinan melalui program P2KP dilakukan dengan
memberdayakan masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu Infrastruktur,
Sosial dan Ekonomi yang dikenal dengan Tridaya. Dalam kegiatan ekonomi,
diwujudkan dengan kegiatan Pinjaman Bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam
skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan atau desa dimana
BKM/UPK berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan
berdasarkan Pedoman yang telah ada, namun keputusan untuk melaksanakannya
diserahkan sepenuhnya kepada warga masyarakat setempat.
Pelaksanaan kegiatan Pinjaman Bergulir dalam P2KP ini bertujuan untuk
menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan
pinjaman mikro berbasis pasar untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan
membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya
secara benar.
Ketentuan umum atau skim Pinjaman Bergulir dalam P2KP secara ringkas
terdiri dari: (1) Peminjam adalah warga miskin yang tergabung dalam kelompok
7
KSM dengan anggota minimal 3 orang dan minimal 30% adalah wanita; (2)
pinjaman untuk mengembangkan usaha yang tidak melanggar ketentuan, bukan
untuk menunjang kepentingan militer atau politik; (3) Besar pinjaman pertama
kali maksimal Rp.500.000,- per orang (disesuaikan dengan usahanya dan
kemampuan membayarnya). Besar pinjaman berikutnya tergantung pada
pembayaran kembalinya, dan besar pinjaman terakhir maksimal Rp. 2 juta; (4)
Jasa pinjaman ditetapkan 1,5% sampai dengan 3%, dihitung dari pokok pinjaman
semula, dan dibayar bersamaan dengan pembayaran angsuran pokok pinjaman;
(5) Jangka waktu pinjaman 3-12 bulan, disesuaikan dengan kegiatan usaha
pinjaman; (6) Peminjam hanya bisa meminjam sebanyak 4 kali pinjaman dengan
catatan pengembaliannya lancar; dan (7) Angsuran pinjaman maksimal secara
bulanan. Sedangkan bagi anggota KSM yang telah menerima pinjaman sampai
batas maksimal (Rp. 2 juta atau 4 kali pinjaman) maka BKM/UPK: (a)
memberikan rekomendasi anggota KSM tersebut ke Lembaga Keuangan Formal;
(b) Mengupayakan chanelling sebagai sumber dana pinjaman.
Berdasarkan ketentuan di atas khususnya pada ketentuan jangka waktu
pinjaman yang ditetapkan selama 3-12 bulan, maka pelaksanaan dana pinjaman
bergulir di Kabupaten Karimun yang telah dimulai pada bulan Juni Tahun 2007
telah dapat dievaluasi sehingga diketahui permasalahan yang terjadi ataupun
manfaat yang telah dirasakan masyarakat.
Setelah berjalan selama setahun, permasalahan ataupun kendala terbesar
yang dihadapi sampai saat ini adalah mengenai pengembalian dana pinjaman
bergulir tersebut. Dimana dari data Koordinator Kota (Korkot) Kabupaten
Karimun sampai dengan September 2008 dari total realisasi penyaluran Bantuan
Langsung Masyarakat (BLM) tahap pertama sebesar Rp. 1.053.500.000 terdapat
tunggakan sebesar Rp. 246.974.500 yang berarti baru 76.5% angsuran yang
dikembalikan. Ini dibawah target realisasi tingkat pengembalian (repayment
rates) kredit mikro diatas 90%. Dari total tunggakan yang tersebar di 8 kelurahan
penerima bantuan P2KP, Kelurahan Tanjung Balai Karimun menempati urutan
tertinggi dengan jumlah tunggakan sebesar Rp. 73.125.000 Sedangkan yang
paling sedikit adalah Kelurahan Harjosari dengan jumlah tunggakan sebesar Rp.
1.863.500 sebagaimana pada tabel 3 dibawah ini.
8
Tabel 3. Realisasi Penyaluran dan Besar Tunggakan BLM Tahap I Sampai Dengan Bulan September 2008
No Kelurahan/Desa Penyaluran Tunggakan 1. Tanjung Balai Karimun Rp. 217.000.000 Rp. 73.125.000 2. Teluk Air Rp. 83.000.000 Rp. 29.381.500 3. Harjosari Rp. 130.000.000 Rp. 1.862.500 4. Baran Rp. 57.000.000 Rp. 36.587.500 5. Meral Kota Rp. 289.000.000 Rp. 59.912.000 6. Pamak Rp. 44.500.000 Rp. 6.836.500 7. Parit Rp. 143.000.000 Rp. 17.632.000 8. Tulang Rp. 90.500.000 Rp. 21.637.500
Total Rp. 1.053.500.000 Rp. 246.974.500 Sumber: Korkot Kabupaten Karimun, 2008 (diolah)
Mengingat permasalahan tunggakan diatas dan cakupan yang luas dimana
dari 8 Kelurahan/Desa sasaran tersebut selanjutnya disalurkan kepada 376 KSM
dengan total peminjam sebanyak 2147 orang, maka diperlukan suatu kajian yang
mendalam terhadap satu Kelurahan melalui penelitian/studi kasus. Ditinjau dari
wilayahnya, maka penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat
sempit. Tetapi ditinjau dari sifat penelitian, penelitian kasus lebih mendalam
(Arikunto,1997).
Kelurahan Tanjung Balai Karimun dipilih dalam kajian ini dengan
pertimbangan selain dari permasalahan tunggakan diatas, Kelurahan ini
merupakan Kelurahan dengan jumlah penduduk miskin (Prasejahtera dan
Sejahtera I) sebesar 687 KK. Dimana untuk Kelurahan/Desa sasaran P2KP,
merupakan Kelurahan dengan penduduk miskin kedua terbesar setelah Meral
Kota.
Secara teoritis, sejak digulirkan kepada masyarakat program
pemberdayaan yang berbasis pada kelurahan ini diyakini akan mendorong
kegiatan ekonomi masyarakat terutama yang berbasis kegiatan ekonomi mikro.
Hal ini dimungkinkan karena kegiatan P2KP direncanakan, dilaksanakan, dan
diawasi oleh masyarakat secara langsung serta kegiatannya berorientasi pada
usaha-usaha untuk meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat dengan
memperhatikan Local Spesific atau kekhasan masing-masing daerah. Namun
dalam prakteknya terdapat deviasi ataupun penyimpangan sebagaimana
disebutkan diatas.
9
Penyimpangan pada hasil sementara ataupun hasil akhir (output) dari
suatu program tidak terlepas dari penyimpangan yang terjadi pada tahapan
perencanaan ataupun Input program maupun pada proses pelaksanaan suatu
program. Sehingga untuk mengevaluasi suatu program khususnya pada pinjaman
bergulir P2KP ini harus dievaluasi mulai dari Input, Proses dan akhirnya pada
Output yang dihasilkan.
Evaluasi terhadap persiapan (Input) program yaitu evaluasi yang dilakukan
pada kegiatan atau persiapan yang dilaksanakan sebelum dana bergulir tersebut
diserahkan kepada anggota KSM (peminjam) yaitu mengenai kelayakan lembaga
pengelola dana pinjaman bergulir dalam hal ini BKM/UPK dan kelayakan
masyarakat yang tergabung dalam KSM Peminjam sebagai calon peminjam.
Selain itu dalam hal pendanaan diperbolehkan bagi BKM/UPK mendapatkan dana
diluar dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Sehingga perlu juga dievaluasi
mengenai realisasi dana yang diperoleh diluar dana BLM tersebut. Sehingga
pertanyaan awal kajian ini adalah ”Bagaimanakah implementasi persiapan (input)
pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai
Karimun?”.
Sedangkan evaluasi terhadap pelaksanaan (proses) program adalah
evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan kegiatan setelah masyarakat
mendapatkan dana pinjaman bergulir P2KP. Evaluasi yang dilakukan adalah
mengenai pengembangan usaha yang dijalankan oleh anggota KSM dalam
memanfaatkan dana tersebut. Hal ini dilihat dari jenis usaha yang dijalankan, baik
usaha yang telah berjalan sebelumnya maupun usaha yang dijalankan setelah
mendapatkan pinjaman dimaksud. Selain itu dalam pelaksanaan kegiatan ini perlu
dievaluasi terhadap pengembalian atau angsuran terhadap pinjaman yang telah
diberikan. Pertanyaan kajian yang berkaitan dengan hal ini adalah:
”Bagaimanakah implementasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman
bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun?”
Dampak atau output yang ingin dicapai adalah sesuai dengan tujuan umum
dari dilaksanakannya pinjaman bergulir P2KP yaitu keadaan ekonomi dari
masyarakat golongan miskin dapat meningkat dengan indikator meningkatnya
modal usaha, aset kepemilikan dan pendapatan. Sehingga perlu dievaluasi
10
terhadap dampak yang dihasilkan setelah berjalannya program ini selama setahun.
Selain itu perlu dievaluasi juga terhadap upaya agar perguliran pinjaman atau
keberlanjutan progam ini tetap terjaga. Dimana salah satu upaya yang dilakukan
adalah melalui penagihan kepada anggota KSM yang melakukan tunggakan
pembayaran. Pertanyaan kajian yang berkaitan dengan hal ini adalah:
”Bagaimanakah dampak (output) pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di
Kelurahan Tanjung Balai Karimun?”
Dari hasil evaluasi yang dilakukan dan mengingat pentingnya program
pinjaman bergulir ini bagi pemberdayaan ekonomi masyarakat golongan miskin
maka perlu disusun suatu strategi penyempurnaan untuk perbaikan program di
masa yang akan datang. Sehingga dapat menjawab pertanyaan “Bagaimanakah
strategi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman bergulir P2KP di Kelurahan
Tanjung Balai Karimun?”.
1.3. Tujuan dan Manfaat Kajian
Kajian ini secara umum bertujuan untuk menelaah dan menganalisis:
“Evaluasi Pemanfaatan Dana Pinjaman Bergulir Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dan Strategi Penyempurnaannya di Kelurahan
Tanjung Balai Karimun”. Untuk mendapatkan tujuan umum tersebut, maka tujuan
spesifik kajian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengevaluasi persiapan (Input) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di
Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
2. Mengevaluasi pelaksanaan (Proses) pemanfaatan dana pinjaman bergulir
P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
3. Mengevaluasi Dampak (Output) pemanfaaan dana pinjaman bergulir P2KP di
Kelurahan Tanjung Balai Karimun;
4. Menganalisis strategi baru bagi penyempurnaan pemanfaatan dana pinjaman
bergulir P2KP di Kelurahan Tanjung Balai Karimun.
Adapun manfaat dari kajian ini adalah:
1. Memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam merumuskan
kebijakan pembangunan dalam rangka penanggulangan kemiskinan di
Kabupaten Karimun.
11
2. Kajian ini sangat bermanfaat bagi penulis untuk memperluas cakrawala
berpikir dalam pembangunan daerah khususnya membantu upaya-upaya
penanggulangan kemiskinan.
12