Upload
shuichi-akai
View
125
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
EVALUASI PENDIDIKAN DALAM ISLAM
A. PENGERTIAN EVALUASI PENDIDIKAN
Shalih Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid menyatakan “
innamal hayata madrasatun” artinya sesungguhnya kehidupan itu
merupakan lembaga pendidikan. Pernyataan ini apabila digambarkan
dalam program pendidikan maka akan menjelaskan bahwa
pendidikan adalah upaya sadar dan bertanggung jawab untuk
memelihara, membimbing, dan mengarahkan pertumbuhan dan
perkembangan kehidupan peserta didik agar ia memiliki makna dan
tujuan hidup yang hakiki. Sementara proses pendidikan bertujuan
untuk mewujudkan perubahan-perubahan yang diinginkan pada
setiap peserta didik. Proses pendidikan yang dimaksud tidak terlepas
dari beberapa komponen yang mendukungnya. Salah satu komponen
yang urgen dalam melihat keberhasilan pendidikan adalah penilaian.
Konsep penilaian dalam wacana pendidikan memiliki makna
ganda yaitu : pertama, penilaian ditempatkan sebagai salah satu
aktivitas epistemologi pendidikan Islam yang berguna untuk
mengetahui berapa “banyak hasil yang diperoleh dalam proses
pendidikan”. Kedua, penilaian ditempatkan sebagai aksiologi
pendidikan Islam yang berguna untuk memberi “muatan nilai” dalam
setiap komponen dan proses pendidikan. Penilaian dalam konteks ini
lebih mengarah pada aspek epistimologi pendidikan Islam dan bukan
aksiologinya. (Langgulung, 1985 : 3). Omar Muhammad al-Toumy al-
Saibany (1979 :339) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang
diinginkan pada peserta didik meliputi tiga bidang asasi, yaitu :
1 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
“Salah satu komponen yang urgen dalam melihat keberhasilan pendidikan adalah penilaian.”
Tujuan personal yang berkaitan dengan individu-individu yang sedang belajar untuk terjadinya perubahan yang diinginkan, baik perubahan tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya serta pertumbuhan yang diinginkan pada pribadi peserta didik. 1. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
sebagai unit sosial berikut dengan dinamika masyarakat
umumnya.
2. Tujuan-tujuan profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan
pengajaran sebagai ilmu, seni dan profesi.
Evaluasi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti menilai.
Penilaian atau evaluasi menurut Edwin Wandt dan Gerald W. Brown
(1957 : 1) adalah ‘ act orprocess to determining the value of
something’ yaitu aktivitas atau proses untuk menentukan nilai atas
sesuatu. Penilaian dalam pendidikan berarti seperangkat tindakan
atau proses untuk menentukan nilai sesuatu yang berkaitan dengan
dunia
pendidikan. Muhibbinsyah (2003 : 195) menyatakan evaluasi artinya
penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang
telah ditetapkan dalam sebuah program.
Padanan kata evaluasi adalah assesment yang menurut Tardif
(1989: 25) berarti proses penilaian untuk menggambarkan prestasi
yang dicapai seorang siswa sesuai dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Selain kata evaluasi dan assesment ada pula kata lain
yang memiliki arti yang sama dan relatif lebih dikenal dalam dunia
pendidikan kita yakni, tes, ujian dan ulangan. Istilah ‘Ulangan’ dan
‘Ulangan Umum’ yang dulu disebut THB (Tes Hasil Belajar) itu adalah
alat-alat ukur yang banyak digunakan untuk menentukan taraf
keberhasilan sebuah proses belajar mengajar (the teaching-learning
process) atau untuk menentukan taraf keberhasilan sebuah program
pengajaran dan kenaikan kelas. Sementara itu, istilah evaluasi
biasanya digunakan untuk menilai hasil pembelajaran para siswa
pada akhir jenjang pendidikan tertentu, seperti Evaluasi Tahap Akhir
Nasional (EBTANAS) yang kini disebut Ujian Akhir Nasional (UAN).
Selain evaluasi terdapat istilah lain yaitu measurement.
Measurement berasal dari kata to measure yang berarti mengukur.
Measurement berarti perbandingan data kuantitatif dengan data
2 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
“Dalam pendidikan Islam penilaian akan objektif apabila didasarkan dengan tolak ukur Al-Qur’an atau Hadits sebagai
kualitatif lainnya yang sesuai dengan tujuan mendapatkan nilai
(angka).
Pengukuran dalam pendidikan berarti usaha untuk memahami
kondisi-kondisi objektif tentang sesuatu yang akan dinilai. Ukuran
atau patokan yang menjadi pembanding perlu ditetapkan secara
konkrit guna menetapkan nilai atau hasil perbandingan. Hasil
penilaian tidak bersifat mutlak tergantung dari kriteria yang menjadi
ukuran atau pembandingnya. (Qahar, 1972 : 1)
Suharsimi Arikunto (1955 : 3) mengajukan tiga istilah dalam
menerjemahkan kata evaluasi yaitu pengukuran, penilaian dan
evaluasi. Pengukuran (measurement) adalah membandingkan
sesuatu dengan alat ukur. Pengukuran ini bersifat kuantitatif.
Penilaian adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu
dengan alat ukur baik dan buruk secara kualitatif. Sedangkan
evaluasi adalah mencakup pengukuran dan penilaian secara
kuantitatif.
B. EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Evaluasi dalam pendidikan Islam adalah suatu kegiatan untuk
menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan
Islam. (Zuhairini, 1981 : 139). Program evaluasi ini diterapkan dalam
rangka mengetahui tingkat keberhasilan seorang pendidik dalam
menyampaikan materi pelajaran, menemukan kelemahan-kelemahan
yang dilakukan, baik berkaitan dengan materi, metode, fasilitas dan
sebagainya. Dalam pendidikan Islam penilaian akan objektif apabila
didasarkan dengan tolak ukur Al-Qur’an atau Hadits sebagai
pembandingnya.
Pengukuran dalam pendidikan Islam
juga bersifat konkrit, objektif dan didasarkan
atas ukuran-ukuran yang umum dan dapat
dipahami secara umum pula. Contoh
pelaksanaan shalat. Seorang yang
melaksanakan shalat dapat diukur dan dinilai.
Pengukuran shalat dilakukan pada aktivitas
yang berkaitan dengan pelaksanaan
3 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Bila hal
tersebut terpenuhi, maka shalatnya dianggap
sah dan seorang muslim terbebas dari
kewajiban shalat.
Sedangkan penilaian shalat yang berkaitan dengan adab-adab
seperti keikhlasan, kekhusyu’an dan sebagainya sangat sulit untuk
dilihat. Penilaian dalam aspek ini hanya bisa dilakukan dari aktivitas
seseorang dalam kehidupan sehari-hari setelah ia melaksanakan
shalat.
Penilaian lebih sulit dari pengukuran, apalagi jika penilaian itu
dikaitkan dengan nilai aspek-aspek keagamaan yang aspek tersebut
merupakan bukan wewenang manusia melainkan wewenang Allah.
(Ramayulis, 1999 : 37). Namun dalam Al-Qur’an dan Hadits dapat
ditemukan tolak ukur evaluasi dalam pendidikan Islam. Misalnya
tolak ukur shalat yang baik dan sempurna mencegah seseorang dari
perbuatan keji dan mungkar (QS, 29 : 45).
Cر اءK وCالمFنك CحشCن الفCع CنهىC CةC ت إنX الصXالC. TERM EVALUASI DALAM WACANA PENDIDIKAN ISLAM
Term atau istilah evaluasi dalam wacana pendidikan Islam
tidak diperoleh padanan katanya yang pasti, tetapi terdapat term
atau istilah-istilah tertentu yang mengarah pada makna evaluasi.
Term-term tersebut adalah :
a. Al- Hisab, memiliki makna mengitung, menafsirkan dan mengira.
Hal ini dapat dilihat dalam firman Allah SWT :
Fوه F__خفF Cو ت Fم أ ك K__سFنفC FبدFوا مCا فKي أ Kن ت FموCإ بك K_اسCحF هKي K_ب
اءF وCالل__ه عCلCى CشC FعCذqبF مCن ي اءF وCي CشC KمCن ي CغفKرF ل الله فCي
يءw قCدKير Cش qلF ك“ Dan apabila kamu menzhahirkan/menyatakan apa yang ada di
hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan
membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan tersebut.
4 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
Maka Allah akan mengampuni siapa saja yang Dia kehendaki .
Allah Maha Kuasa atas segalanya. (QS. Albaqarah, 2 : 284).
b. Al- Bala’ , memiliki makna cobaan, ujian. Terdapat dalam Firman
Allah Surat Al-Mulk (62) ayat 2 :
CاةC ي CالحCو CوتCالم CقCل Cي خKذq Fمال وCك F__بلC Kي �ل نF عCمCال C__حسC Fم أ qك Cي ` أ
وCهFوC العCزKيزF الغCفFور“ Yang menjadikan kematian dan kehidupan sebagai ujian bagi
kamu siapa ahsan (paling baik) amalnya. Allah Maha Perkasa lagi
Maha Pengampun” c. Al-Imtihan, berarti ujian yang juga berasal
dari kata mihnah.
Bahkan dalam Al-Qur’an terdapat surat yang menyatakan wanita-
wanita yang diuji dengan menggunakan kata imtihan yaitu surat
al-Mumtahanah. Firman Allah SWT yang berkaitan dengan kata
imtihan ini terdapat pada surat al- Mumtahanah (60) ayat 10 :
wات CرKاج C__هFم Fات C__نKؤمFالم FمF اءCك C__ا جCذK وا إ F__نCآم CينKذ q__ا ال C__هq يC Cا أ ي
FوهFن ن KحC فCامت“ Wahai orang-orang yang beriman apabila telah datang kepada
kamu wanita-wanita yang beriman yang melakukan hijrah maka
ujilah iman mereka.”
c. Al-ikhtibar, memiliki makna ujian atau cobaan / al-bala’. Orang
Arab sering menggunakan kata ujian atau bala’ dengan sebutan
ikhtibar. Bahkan di lembaga pendidikan bahasa Arab
menggunakan istilah evaluasi dengan istilah ikhtibar. (naskah
ujian ma’had Abu Ubaidah, 2009).
Beberapa term tersebut di atas dapat dijadikan petunjuk arti
evaluasi secara langsung atau hanya sekedar alat atau proses di
dalam evaluasi. Hal ini didasarkan asumsi bahwa Al-Qur’an dan
Hadits merupakan asas maupun prinsip pendidikan Islam, sementara
5 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
Jenis-Jenis Evaluasi :
1.Ev. Formatif2.Ev. Sumatif3.Ev. Placement4.Ev. Diagnostik5.Ev. Prasyarat6.UAN
untuk operasionalnya tergantung pada ijtihad umat. Term penilaian
pada taraf berikutnya lebih diorientasikan pada makna “penafsiran
atau memberi putusan terhadap kependidikan’. Setiap tindakan
pendidikan didasarkan atas rencana, tujuan, bahan, alat dan
lingkungan kependidikan tertentu. Berdasarkan komponen ini, maka
peran penilaian dibutuhkan guna mengetahui sejauh mana
keberhasilan pendidikan tercapai. Dari pengertian ini, proses
pelaksanaan penilaian lebih ditekankan pada akhir tindakan
pendidikan. Penilaian dalam pendidikan dimaksudkan untuk
menetapkan keputusan-keputusan pendidikan, baik yang
menyangkut perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut
pendidikan, baik yang menyangkut perorangan, kelompok maupun
kelembagaan.(Purwanto, 1975 : 2 ).
Dalam konteks ini, penilaian dalam pendidikan Islam bertujuan
agar keputusan-keputusan yang berkaitan dengan pendidikan Islam
benar-benar sesuai dengan niai-nilai Islami sehingga tujuan
pendidikan Islam yang dicanangkan dapat tercapai secara maksimal.
D. JENIS-JENIS EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
Jenis-jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan
Islam ada beberapa macam yaitu :
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi ini digunakan untuk
mengetahui hasil belajar yang dicapai anak
didik setelah ia menyelesaikan program
dalam satuan bahan pelajaran pada suatu
bidang studi tertentu.Evaluasi ini dipandang
sebagai “ulangan” yang dilakukan pada
setiap akhir penyajian satuan pelajaran atau
modul. Tujuannya adalah untuk memperoleh umpan balik yang
mirip dengan evaluasi diagnostik (penjelasannya akan dijelaskan
selanjutnya) yakni mendiagnosis (mengetahui penyakit/kesulitan)
belajar siswa. Hasil diagnosis kesulitan belajar tersebut digunakan
sebagai bahan pertimbangan rekayasa pengajaran remedial
6 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
(perbaikan). (Muhibbinsyah, 2000: 200). Asumsi yang mendasari
evaluasi ini adalah bahwa manusia dalam hal ini peserta didik
mempunyai banyak kelemahan (QS.4: 28) :
Fان CنسK لKقC ال FخCيف�ا… وKعCض “ Diciptakan manusia dalam keadaan lemah.”
(QS. 16 : 78) :
Fم Kك مqهCاتF FطFونK أ Fم مKن ب جCك CخرC �اوCالله أ يئ Cش CونFمC Cعل C ت ال
“ Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibu-ibu kamu
sedangkan kamu tidak mengetahui apa-apa.”
Sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikap tidak akan
lebih abadi bila pengetahuan, keterampilan dan sikap itu tidak
dibiasakan. Untuk itu Allah SWT meganjurkan agar manusia
berkonsentrasi pada suatu informasi yang didalami sampai
tuntas, mulai proses pencarian (belajarmengajar) sampai pada
tahap pengevaluasian. Setelah informasi itu dikuasai dengan
sempurna, ia dapat beralih pada informasi yang lain . Dalam
melaksanakan evaluasi formatif, seorang pendidik perlu
memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk memperbaiki proses belajar mengarah
ke arah yang lebih baik dan efisien.
b. Aspek tujuan, yaitu mengetahui sampai dimana penguasaan
peserta didik tentang bahan pendidikan yang diajarkan dalam
satu program satuan satuan pelajaran serta sesuai atau tidaknya
dengan tujuan.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang
dinilai pada penilaian formatif, meliputi, tingkat pengetahuan
peserta didik , keterampilan dan sikapnya ketika dan setelah
proses pembelajaran dilaksanakan.
2. Evaluasi Sumatif
Yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil belajar peserta
didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu catur wulan, satu
semester atau akhir tahun untuk menentukan jenjang pendidikan
berikutnya. Evaluasi sumatif ini dapat dianggap sebagai “ulangan
7 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
umum” yang dilakukan untuk mengukur kinerja akademik atau
prestasi belajar siswa pada akhir periode pelaksanaan program
pengajaran. Evaluasi ini lazim dilakukan pada setiap akhir
semester atau akhir tahun ajaran. Hasilnya dijadikan bahan
laporan resmi mengenai kinerja akademik siswa dan bahan
penentu naik tidaknya siswa ke kelas yang lebih tinggi.
(Muhibbinsyah, 2003 : 200-2001). Asumsi evaluasi ini adalah
bahwa segala sesuatu termasuk peserta didik diciptakan
mengikuti hukum bertahap. Setiap tahap memiliki satu tujuan dan
karakteristik tertentu.(Ramayulis, 2003 : 242). Satu tahapan yang
harus diselesaikan terlebih dahulu untuk kemudian beralih ke
tahapan yang lebih baik. (QS. 84 : 19) :
qنF Cب Cرك Cت Cقwل Cق�ا عCن طCب طCب“ Sesungguhnya kamu akan melalui tingkat (tahap) demi tahap
dalam kehidupan.”
Dalam melaksanakan evaluasi sumatif, seorang pendidik
perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu :
Aspek fungsi, yaitu untuk menentukan angka atau nilai peserta
didik setelah mengikuti program bahan pelajaran dalam satu catur
wulan atau semester.
a. Aspek tujuan, yaitu mengetahui taraf hasil belajar yang dicapai
oleh peserta didik setelah menyelesaikan program bahan
pelajaran dalam catur wulan, semester, akhir tahun atau akhir
program pelajaran pada suatu unit pendidikan tertentu.
b. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui aspek-aspek yang
dinilai atas kemajuan hasil pelajaran meliputi pengetahuan,
keterampilan, sikap dan penguasaan peserta didik tentang
materi yang diberikan. (Harahap, tt : 26).
c. Waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan sebaiknya
penilaian dilaksanakan, apakah sebelum, ketika proses belajar
berlangsung atau akhir proses pembelajaran.
3. Evaluasi Penempatan (Placement)
8 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
Yaitu evaluasi yang dilakukan sebelum peserta didik
mengikuti proses belajar mengajar untuk kepentingan penempatan
pada jurusan atau fakultas yang diingini. Asumsi yang mendasari
evaluasi ini bahwa setiap manusia dalam hal ini peserta didik
memiliki perbedaan-perbedaan dan potensi khusus. Perbedaan ini
kadang-kadang merupakan kelebihan atau kelemahan. Masing-
masing perbedaan harus ditempatkan sebagaimana seharusnya,
sehingga kelebihan individu dapat berkembang dan kelemahannya
dapat diperbaiki. Firman Allah dalam surat al-Isra’ 36 ayat 84 :
Fلq ي KهKك Cت Kل اك C__ى شCلCع Fل C__عمCىCد Cه__` وC أ F__ن هCمK CمF ب Cعل Fم أ qك ب Cر C__ف
Kيل� ب Cس“ Tiap-tiap orang berbuat berbuat menurut keadaannya masing-
masing. Maka Thanmulah yang Maha Mengetahui siapa yang Dia
beri Jalan Petunjuk”
Dalam melaksanakan evaluasi placement, seorang pendidik
perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini, yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui potensi, kecenderungan
kemampuan peserta didik dan keadaan pribadinya agar dapat
ditempatkan pada posisinya. umpamanya, anak yang
berbadan kecil jangan ditempatkan di paling belakang, tetapi
sebaiknya di depan agar ia tidak mengalami kesulitan
mengikuti proses pembelajaran. Begitu pula kasus penempatan
jurusan tertentu. Di Madrasah Aliyah, umpamanya, peserta
didik yang berbakat Ilmu Pasti jangan ditempatkan pada
jurusan Bahasa, sebab akan mengalami hambatan dalam
menerima pelajaran lebih lanjut. Banyak lagi masalah-masalah
lain yang harus diperhatikan dalam penempatan peserta didik.
b. Aspek tujuan, yaitu menempatkan peserta didik pada tempat
yang sebenarnya berdasarkan bakat, minat, kemampuan,
kesanggupan serta keadaan diri anak sehingga anak tidak
mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran atau setiap
program/bahan yang disajikan pendidik.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui keadaan fisik dan
psikis, bakat, minat, kemampuan, pengetahuan, pengalaman,
9 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
keterampilan, sikap dan aspek-aspek lain yang dianggap perlu
bagi kepentingan pendidikan anak selanjutnya. Kemungkinan
penilaian ini dapat juga dilakukan setelah anak mengikuti
pelajaran selama satu catur wulan, satu semester, atau satu
tahun sesuai dengan tujuan lembaga pendidikan yang
bersangkutan.
d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan
sebaiknya dilaksanakan penilaian penempatan (placement),
apakah sebelum anak mengikuti proses pembelajaran atau
setelah mengikuti pendidikan di suatu tingkat pendidikan
tertentu.
4. Evaluasi Diagnostik
Yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap hasil penganalisaan
tentang keadaan belajar peserta didik, meliputi kesulitan-kesulitan
atau hambatan yang ditemui dalam situasi belajar mengajar.
Asumsi yang mendasari evaluasi ini adalah bahwa pengalaman
pahit masa lalu dapat dijadikan guru untuk memperbaiki masa
depan. Setiap kegiatan dalam proses pembelajaran tidak terlepas
dari kesulitan dan hambatan yang dihadapi, maka ia akan
memperoleh kemudahan dalam kegiatan berikutnya. Menurut
Muhibbinsyah (2003 : 200), evaluasi ini dilakukan setelah
penyajian sebuah satuan pelajaran dengan tujuan mengidentifikasi
bagian-bagian tertentu yang belum dikuasai siswa. Instrumen
evaluasi jenis ini dititikberatkan pada bahasan tertentu yang
dipandang telah membuat siswa mendapatkan kesulitan. Dalam
Islam, banyak Firman Allah yang mengisyaratkan asumsi ini,
seperti peringatan Allah dalam kisah-kisah kaum terdahulu yang
hancur dikarenakan membuat kesulitan dan tidak mampu
menyelesaikan kesulitannya (QS. Al-Hasyr : 18)
wدCغK Cفس� مCا قCدqمCت ل Fر ن Cنظ وCلت“ Dan hendaknya setiap diri memperhatikan (mengevaluasi) apa
yang telah diperbuat untuk hari esok.”
10 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
Dalam melaksanakan penilaian diagnostik, seorang pendidik
perlu memperhatikan beberapa aspek evaluasi jenis ini yaitu :
a. Aspek fungsi, yaitu untuk mengetahui masalahmasalah yang
menganggu peserta didik yang dapat mempersulit dan
menghambat proses pembelajaran, baik dalam satu bidang
studi tertentu atau keseluruhan bidang studi. Setelah
mengetahui penyebab kesulitan terjadi, lalu diformulasikan
usaha pemecahannya.
b. Aspek tujuan, yaitu membantu kesulitan atau mengatasi
hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan
belajar pada satu mata pelajaran atau keseluruhan program
pengajaran.
c. Aspek yang dinilai, yaitu untuk mengetahui hasil belajar yang
diperoleh peserta didik, latar belakang kehidupannya dan
semua aspek yang menyangkut kegiatan belajar.
d. Aspek waktu pelaksanaan, yaitu untuk mengetahui kapan
diperlukan pembinaan yang tepat dalam rangka meningkatkan
mutu pengetahuan peserta didiknya.
Menurut Muzayyin, meskipun dalam sumber ilmu
pendidikan Islam klasifikasi jenis penilaian di atas tidak
ditemukan secara eksplisit, namun dalam praktek dapat
diketahui bahwa pada prinsipnya jenis penilaian tersebut
seringkali ditemukan. (Muzayyin, 1991 : 246). Disamping itu
dalam pendidikan Islam seorang pendidik bisa saja mengadopsi
hal-hal yang positif yang datang dari luar untuk diterapkan pula
dalam pendidikan Islam selama yang diadopsi tersebut tidak
bertentangan dengan prinsip kependidikan dalam Islam.
5. Evaluasi Prasyarat
Evaluasi jenis ini sangat mirip dengan pre test. Tujuannya
adalah untuk mengidentifikasi penguasaan siswa atas materi lama
yang mendasari materi baru yang akan diajarkan. Contoh, evaluasi
penguasaan penjumlahan bilangan sebelum memulai pelajaran
perkalian bilangan, karena penjumlahan merupakan prasyarat atau
dasar pekalian.
11 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
6. Ujian Akhir Nasional (UAN)
Ujian Akhir Nasional (UAN) yang dulu disebut EBTANAS
bahkan sekarang diganti menjadi Ujian Nasional (UN) pada
prinsipnya sama dengan evaluasi sumatif dalam arti sebagai alat
penentu kenaikan status siswa. Namun UAN yang diberlakukan
mulai tahun 2002 itu dirancang untuk siswa yang telah menduduki
kelas tertinggi pada satu jenjang pendidikan tertentu seperti
jenjang SD, MI, SLTP/MTs, dan sekolah-sekolah menengah yakni
SMA dan sebagainya.
E. OBJEK EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
Objek evaluasi Pendidikan Islam dalam arti yang umum adalah
peserta didik. Sementara dalam arti khusus adalah aspek-aspek
tertentu yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini
sebenarnya bukan hanya sebagai objek evaluasi semata, tetapi juga
sebagai subjek evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan Islam
dilakukan dengan dua cara yaitu : pertama, evaluasi atas diri sendiri
(self evaluation/muhasabah), kedua, evaluasi terhadap peserta didik.
(Ramayulis, 2009 : 237).
1. Evaluasi atas Diri Sendiri (Self Evaluation/Muhasabah)
Seorang muslim termasuk peserta didik yang sadar dan baik
adalah mereka yang sering mengevaluasi diri sendiri, baik
mengenai kelebihan yang harus dipertahankan maupun
kekurangan dan kelemahan yang perlu dibenahi, karena evaluasi
diri sendiri bersifat lebih objektif. Hal ini ditegaskan dalam Al-
Qur’an surat Adz-Dzariat (51) ayat : 21
Fم ك KسFنفC ونCوCفKي أ FرKبصF C ت CفCال أ“ Dan pada diri kamu kamu sendiri maka mengapa kamu tidak
mau melihat dan memikirkannya.”?
Umar bin Khattab pernah mengatakan hasibu anfusakum
qabla an tuhasabu (evaluasilah diri kamu sendiri sebelum kamu
mengevaluasi orang lain). Manusia dituntut untuk waspada dalam
melakukan berbagai perbuatan karena semua perbuatan manusia
12 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
tidak lepas dari evaluasi Allah serta dua malaikat sebagai
supervisor dan evaluator yaitu Raqib dan ‘Atid berdasarkan surat
Qaf (50) ayat 18 :
wولCن قKم FظKلفC Kيد�مCا ي قKيب� عCت Cر KيهCدC q ل Kال إ
“ Tidak ada satu perkataan yang dilafazkan melainkan disisinya
terdapat malaikat Raqib dan ‘Atid yang siap menuliskan segala
perbuatannya.”
Hasil penilaian yang baik mendapatkan surga sedangkan
hasil penilaian buruk mendapatkan neraka.
2. Evaluasi Terhadap Peserta Didik
Evaluasi ini harus disertai niat “ Amar Ma’ruf Nahi Munkar”
yang bertujuan memperbaiki (ishlah) bagi tindakan orang lain,
serta untuk terlaksananya suatu tujuan pendidikan Islam sesuai
dengan tuntunan Al-Qur’an.
Ada satu asumsi bahwa dalam kondisi tertentu, seseorang
terkadang lepas kendali, sehingga ia melakukan tindakan tidak
dalam kesadarannya yang hakiki, karena terpengaruh oleh emosi
dan sifat subjektivitasnya. Pada saat inilah, orang lain mudah
menilai dan mengevaluasi kegiatan tersebut, sedangkan pelaku
sendiri tidak mengerti apakah tindakannya itu benar atau salah.
Pengevaluasian dari orang lain (pendidik) dalam hal ini lebih
bersifat komparabel, menilai anak didik secara jelas dan jawaban
yang salah segera dibenarkan bukan dibiarkan berlarut-larut,
sehingga anak didik tetap tenggelam dalam kebimbangan,
kebodohan dan tidak dapat melangkah yang lebih maju.
(Muhaimin, 1993 : 280).
F. SISTEM EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sistem evaluasi yang dikembangkan oleh Allah SWT dan Rasul-
Nya yang berimplikasi pedagogis sebagai berikut :
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap
berbagai macam problema kehidupan yang dialami sesuai dengan
Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 155 :
13 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
CنKم wقصC وعK وCن F__الجCو Kوف C__الخ CنKم wيء C__شK Fم ب qك وCن F__بلC Cن وCل
CينKرK رK الصqاب qشC اتK وCب CرCمq نفFسK وCالث `CاالCو KالCموC اال“ Dan benar-benar Kami uji kamu manusia dengan sesuatu berupa
rasa takut, rasa lapar dan kekurangan harta serta hilangnya jiwa
berupa kematian serta kekurangan buah-buahan semacam
paceklik namun demikian berilah kabar gembira bagi orang-orang
yang sabar.”
b. Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil
pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan oleh Rasulullah SAW
kepada umatnya sesuai dengan Al-Qur’an surat an-Naml ayat 27 :
... FرFكفC Cم أ FرF أ Cشك Cأ Kي أ FوCن Cبل Kي qي ل ب Cر KضلCن فKا مCذCه...“ … Ini adalah limpahan Karunia Tuhanku untuk menguji apakah
aku adalah orang yang bersyukur atau tidak atas nikmat
pemberianNya....”
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau
keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah terhadap Nabi
Ibrahim yang meyembelih Ismail putera yang dicintainya.
d. Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dari pelajaran
yang telah diberikan padanya, seperti pengevaluasian terhadap
Nabi Adam tentang asma-asmayang diajarkan kepadanya
dihadapan para Malaikat.
e. Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang
beraktivitas baik, dan memberikan semacam iqab (siksa) bagi
mereka yang beraktivitas buruk.
14 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
KESIMPULAN
1. Islam memandang evaluasi pendidikan sebagai alat pengukur keberhasilan sebuah
proses pendidikan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Hadits.
2. Adanya pedoman Al-Qur’an dan Hadits dapat dijadikan acuan untuk melakukan
sebuah evaluasi baik itu evaluasi kepada diri sendiri atau evaluasi kepeada peserta
didik.
3. Berkat adanya evaluasi pendidikan yang ditawarkan oleh islam, dunia pendidikan
seolah mendapat “suntikan medis” dalam mengatasi masalah-masalah pendidikan
yang terjadi.
15 Evaluasi Pendidikan dalam Islam
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono Anas. 2006. Pengantar Evaluasi Pendidikan.: Jakarta : Raja Grafindo
Suharsimi Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2008
Arwani 2010. Evaluasi dalam Pendidikan Islam. [online] . Tersedia :
http://algaer.wordpress.com/2010/05/10/evaluasi-dalam-
pendidikan-islam/
2008. Hakikat Evaluasi Pendidikan Islam. [online]. Tersedia :
http://makalah-ibnu. blogspot.com/2008/10/hakekat-evaluasi-
16 Evaluasi Pendidikan dalam Islam