Upload
muditateach
View
542
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Skripsi, oleh: Angelinus W. Kusuma, mahasiswa PS IHPT Faperta Undana, versi final menjelang ujian sebelum mahasiswa yang bersangkutan meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas di Jembatan Liliba, Kota Kupang, Provinsi NTT
Citation preview
i
EVALUASI PENGGUNAAN BUBUR KALIFORNIA UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT DIPLODIA PADA TANAMAN
JERUK KEPROK SOE DI KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN DAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan dan dipertahankan untuk memenuhi salah satu persyaratan
menyelesaikan program pendidikan pada program Studi Ilmu Hama dan Penyakit
Tumbuhan, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian
Universitas Nusa Cendana
Oleh:
ANGELINUS W. KUSUMA
0604040024
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
Kupang,
2012
ii
LEMBARAN PENGESAHAAN
JUDUL PENELITIAN : Evaluasi Penggunaan Bubur Kalifornia untuk
Mengendalikan Penyakit Diplodia pada Tanaman
Jeruk Keprok Soe di Kabupaten Timor Tengah
Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara, Provinsi
Nusa Tenggara Timur
NAMA/NIM : Angelinus W. Kusuma/0604040024
Dosen pembimbing : Ir. I Wayan Mudita, M.Sc.
: Sri Widinugraheni, SP, M.Sc.
JURUSAN : Budidaya Pertanian
PROGRAM STUDI : Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan
Menyetujui
Pembimbing I
Ir. I Wayan Mudita, M.Sc.
NIP. 19590721 198601 1 002
Pembimbing II
Sri Widinugraheni, SP. M.Sc.
NIP. 197207202 199703 2 002
Ketua Jurusan Budidaya Pertanian
Ir. J. E. R. Markus, M.App.Sc.
NIP. 19640701 199009 2 001
Dekan Fakultas Pertanian
Ir. Marten R. Pellokila, MP, Ph.D.
NIP. 19650317 198903 1 002
Tanggal Lulus:
iii
RINGKASAN
EVALUASI PENGGUNAAN BUBUR KALIFORNIA UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT DIPLODIA PADA TANAMAN
JERUK KEPROK SOE DI KABUPATEN TIMOR TENGAH
SELATAN DAN KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA,
PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Oleh:
Angelinus Warta Kusuma
Di bawah Bimbingan:
Ir. I Wayan Mudita, M.Sc., dan Sri Widinugraheni, SP. M.Sc.
Penyakit diplodia telah menjadi kendala utama dalam usaha pengembangan dan
peningkatan produksi jeruk keprok soe. Kebijakan pengendalian yang telah dilakukan
oleh pemerintah adalah pengendalian penyakit dengan menggunakan Bubur Kalifornia
sebagai bagian dari program pengembangan jeruk keprok soe. Walaupun program
tersebut sudah dilaksanakan, sejak lama, sampai saat ini belum tersedia informasi
mengenai efektifitas penggunaan Bubur Kalifornia tersebut. Sebagaimana dengan
program pemerintah dan program pembangunan lainnya, pelaksanaan program
pengendalian penyakit diplodia dengan menggunakan Bubur Kalifornia tersebut perlu
ditindaklanjuti dengan evaluasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan, untuk
mengkaji seberapa efektif penggunaan Bubur Kalifornia sebagai teknik pengendalian
penyakit diplodia pada jeruk keprok soe.
Penelitian lapangan telah dilaksanakan di pusat produksi jeruk keprok soe di
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) dan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU)
sejak bulan Oktober sampai November 2010. Di Kabupaten TTS dilakukan di
Kecamatan Molo Tengah (Desa Oelbubuk), Kecamatan Molo Utara (Desa O’besi,
Tunua dan Ajaobaki), sedangkan di Kabupaten TTU di Kecamatan Miomaffo Barat
(Desa Lemon dan Desa Suanae). Dari setiap desa ditentukan 10 petani jeruk, masing-
masing 5 petani yang menggunakan Bubur Kalifornia dan 5 petani yang tidak
menggunakan Bubur Kalifornia, untuk diwawancarai mengenai cara aplikasi Bubur
Kalifornia. Dari setiap petani diambil satu kebun, dan di setiap kebun dibuat tiga transek
uantuk melakukan pengamatan insidensi penyakit. Wawancara dilakukan mengenai: (1)
jumlah pohon yang diberi perlakuan Bubur Kalifornia, (2) cara aplikasi bubur
kalifornia, 3) waktu dan frekuensi aplikasi bubur kalifornia, (4) cara memperoleh bubur
kalifornia, dan (5) dosis yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan. Pengamatan
dilakukan terhadap: (1) gejala dan tanda busuk diplodia, (2) insidensi tanaman yang
diberi perlakuan dan tanpa perlakuan Bubur Kalifornia, (3) ketinggian tempat (elevasi),
(4) dimeter batang, dan (5) populasi tanaman. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisisis kualitatif
dilakukan dengan mengolah transkip rekaman hasil wawancara dan kemudian
menentukan tema yang terdapat dalam transkrip hasil wawancara dengan analisis temati
dan analisis kuantitatif dengan uji t dan analisis regresi linier sederhana dan berganda.
iv
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan aplikasi Bubur
Kalifornia pada tanaman jeruk di Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU ternyata tidak
efektif dalam mengendalikan penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok soe. Hasil
analisis tematik menunjukkan bahwa, sekalipun hampir semua petani mendapatkan
penyuluhan sebelum melakukan aplikasi, ternyata tidak semuanya mengikuti cara
menyiapkan dan mengaplikasikan Bubur Kalifornia sebagaimana yang
direkomendasikan, demikian juga dengan waktu dan frekuensi pengaplikasian.
Frekuensi aplikasi bervariasi, ada petani yang hanya melakukan aplikasi sekali saja, ada
pula yang mengaplikasikannya berulang-ulang tetapi pada musim hujan. Dosis aplikasi
yang digunakan oleh petani tidak sesuai dengan rekomendasi. Hasil uji t menunjukan
bahwa tanaman tanpa perlakuan dan dengan perlakuan Bubur Kalifornia ternyata
menderita busuk diplodia dengan insidensi yang tdak berbeda nyata. Keadaan tidak
berbeda nyata ini tidak berhubungan dengan ketinggian tempat, jarak tanam, dan
populasi tanaman, baik secara sindiri-sendiri maupun secara berganda. Hal ini
menunjukkan bahwa ketidakefektifan Bubur Kalifornia dalam mengendalikan busuk
diplodia pada jeruk soe di Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU berhubungan dengan
faktor pelaksanaan kebijakan, bukan dengan kondisi fisik lingkungan.
Kata Kunci :
Bubur Kalifornia, penyakit diplodia, evaluasi, jeruk keprok soe, Kabupaten TTS dan
TTU
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
LEMBARAN PENGESAHAAN ......................................................................... ii
RINGKASAN ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan dan Kegunaan dari Penelitian ........................................................ 2
1.2.1. Tujuan ...................................................................................................... 2
1.2.2. Kegunaan ................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengendalian Penyakit sebagai Bagian dari Perlindungan Tanaman......... 3
2.1.1. Kebijakan perlindungan Tanaman ............................................................ 3
2.1.2 Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat
dalam Perlindungan Tanaman .................................................................. 4
2.2 Evaluasi sebagai Unsur Penting Program Perlidungan Tanaman ............. 5
2.3 Penggunaan Bubur Kalifornia untuk Pengendalian Penyakit ................... 6
2.3.1 Bubur Kalifornia, Cara Penggunaan dan Cara Pembuatanya ................ 6
2.3.2 Penyakit-Penyakit yang Dilaporkan Dapat Dikendalikan
dengan Bubur Kalifornia ........................................................................... 6
2.3.2.1 Berbagai Penyakit yang Pernah Dilaporkan ............................... 6
2.3.2.2 Gejala dan Tanda Busuk Diplodia ............................................... 7
2.3.2.3 Penyebab Penyakit dan Morfologi Patogen ................................. 7
2.3.2.4 Daur Busuk Penyakit Diplodia .................................................... 9
2.3.2.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Busuk Diplodia ............... 9
2.4 Arti Penting dan Budidaya Jeruk Keprok Soe ............................................ 9
2.4.1. Arti Penting Jeruk Keprok Soe ................................................................. 10
2.4.2. Budidaya Jeruk Keprok Soe di TTS dan TTU .......................................... 10
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Teoritis ...................................................................................... 12
3.2. Rancangan Pengambilan Sampel .............................................................. 13
3.3. Pelaksanaan Penelitian ............................................................................... 14
3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 14
3.3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................... 14
3.3.3. Wawancara dan Pengamatan di Lapangan .............................................. 14
3.4. Peubah Penelitian ....................................................................................... 15
3.5. Analisis Data ............................................................................................... 16
vi
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Lokasi Penelitian dan Pertanaman Jeruk ................................................. 17
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................................... 17
4.1.2. Kedaan Umum Tanaman Jeruk Keprok Soe ............................................ 18
4.2. Evaluasi Kualitatif ..................................................................................... 19
4.2.1. Jumlah Tanaman dengan dan Tanpa Perlakuan ...................................... 19
4.2.2. Penyiapan dan Pengaplikasian Bubur Kalifornia ..................................... 20
4.2.3. Waktu dan Frekuensi Pengaplikasian Bubur Kalifornia ......................... 21
4.2.4. Cara Memperoleh Bubur Kalifornia ......................................................... 23
4.2.5. Dosis yang Dibutuhkan dalam Pengaplikasian ......................................... 24
4.3. Evaluasi Kuantitatif .................................................................................. 24
4.3.1. Gejala Penyakit Diplodia pada Jeruk Keprok Soe
di Lokasi Penelitian .................................................................................. 24
4.3.2. Efektivitas Bubur Kalifornia
dalam Mengendalikan Penyakit Diplodia ............................................... 25
4.3.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan Efektivitas Bubur Kalifornia .......... 26
4.3.3.1. Hubungan Insidensi dengan Faktor Tunggal ............................. 26
4.3.3.2. Hubungan Insidensi dengan Faktor Berganda .......................... 29
4.4. Pembahasan Umum ................................................................................... 30
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................. 32
5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 32
5.2 Saran ......................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 33
LAMPIRAN ......................................................................................................... 35
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Curah Hujan Kecamatan Mollo Utara
Kabupaten Timor Tengah Selatan .............................................................. 17
Tabel 2. Curah Hujan Kecamatan Miomafo Barat
Kabupaten Timor Tengah Utara .................................................................. 18
viii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 (a) Diplodia Kering Membentuk Koloni yang Berwarna
Hitam Kecoklatan dan Tersebar Disebar di bagian Batang Jeruk .............. 8
Gambar 1 (b) Diplodia Basah, Infeksi Patogen
pada bagian Batang Muncul Luka ............................................................ 8
Gambar 2. Alur dan Skema Pengambilan Sampel Secara Bertingkat untuk
Menentukan Sampel Rumah Tangga dan Sampel Pengamatan ................. 13
Gambar 3. (a) Infeksi Diplodia: (a) Infeksi Lanjutan Diplodia Basah pada Batang .. 25
Gambar 3. (b) (b) Infeksi Lanjutan Diplodia Kering pada Batang ........................... 25
Gambar 4. Plot Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat
dan Insidensi Penyakit Diplodia ................................................................ 27
Gambar 5. Plot Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat dan
Insidensi Penyakit Diplodia ...................................................................... 28
Gambar 6. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Populasi Tanaman dan
Insidensi Perlakuan ................................................................................... 29
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lokasi Penelitian ................................................................................ 35
Lampiran 2a. Daftar Pertanyaan yang Ditujuakn Kepada Petani Jeruk Keprok Soe
di Lokasi Penelitian yang menggunakan Bubur Kalifornia ...................... 36
Lampiran 2b. Daftar Pertanyaan yang Ditujukan Kepada Petani Jeruk Keprok Soe
di Lokasi Penelitian yang menggunakan Bubur Kalifornia ...................................... 38
Lampiran 3. Lembar Pengamatan Lapangan ........................................................... 39
Lampiran 4a Contoh Transkripsi Wawancara dengan Petani yang
Menggunakan Bubur Kalifornia (tidak semua dilampirkan) .................... 40
Lampiran 4b Contoh Transkripsi Wawancara dengan Petani yang
Tidak Menggunakan Bubur Kalifornia (tidak semua dilampirkan) .......... 55
Lampiran 5a Data Insidensi Perlakuan dan Tanpa Perlakuan .................................. 58
Lampiran 5b. Hasil Analisis Uji T .......................................................................... 59
Lampiran 6a. Data Regresi Ketinggian Tempat dengan Insiden Perlakuan .............. 60
Lampiran 6b. Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat dengan
Insidensi Perlakuan ................................................................................. 62
Lampiran 7a. Data Diameter Batang dengan Insidensi Perlakuan ............................ 63
Lampiran 7b. Hasil Analisis Regresi Diameter Batang dengan
Insidensi Perlakuan ................................................................................ 67
Lampiran 8a. Data Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan ........................ 68
Lampiran 8b. Hasil Analisis Regresi Populasi Tanaman dengan
Insidensi Perlakuan ................................................................................ 72
Lampiran 9a. Data Berganda Ketingian Tempat, Diameter Batang,
Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan ....................................... 73
Lampiran 9b. Hasil Analisis Regresi Berganda Ketinggian Tempat,
Diameter Batang, Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan ........... 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu masalah utama dalam membudidayakan tanaman adalah ancaman
serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang dapat mengakibatkan
kerusakan dan kehilangan hasil tanaman. Demikian pula pada budidaya jeruk keprok
soe, tidak terlepas dari gangguan penyebab penyakit. Menurut laporan Bora (2001) 25–
75%, petani mengalami kehilangan hasil, yang disebabkan oleh penyakit baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan,
tetapi hasilnya belum memadai.
Pengendalian penyakit dilakukan untuk mengurangi menurunkan tingkat infeksi,
menghindari kematian tanaman, dan kehilangan hasil. Kebijakan pengendalian yang
telah diberikan oleh pemerintah adalah pengendalian penyakit dengan menggunakan
Bubur Kalifornia dengan melalui program pengembangan jeruk keprok soe (Badan
Litbang Pertanian, 2010). Pemerintah memandang perlu untuk mengambil kebijakan ini
mengingat jeruk merupakan komoditas penting bagi petani di wilayah TTS dan TTU
karena merupakan sumber penghasilan tunai rumah tangga.
Bubur Kalifornia merupakan fungisida sintetik yang diformulasikan dari
belerang kapur dan air (Wudianto, 1990). Bubur Kalifornia mempunyai kelebihan
dalam hal mudah dibuat dengan bahan yang mudah diperoleh di daerah dan murah
sehingga ketika harga pestisida sintetik mahal maka Bubur Kalifornia menjadi
alternatif. Menurut Wudianto (1990), Bubur Kalifornia dapat mengendalikan penyakit,
busuk diplodia basah dan diplodia kering (Botryodiplodia theobromae). Pemerintah
menganjurkan pengendalian dengan Bubur Kalifornia, dengan alasan Bubur Kalifornia
merupakan fungisida alami dan mudah diperoleh. Bubur Kalifornia juga sangat praktis
dalam pembuatan dan penggunaannya (Badan Litbang Pertanian, 2010).
Walaupun sudah lama diaplikasikan sebagai langkah pengendalian, tetapi sejak
Bubur Kalifornia mulai digunakan, sampai saat ini belum tersedia informasi mengenai
evektifitas penggunaan Bubur Kalifornia tersebut untuk mengendalikan penyakit jeruk.
Menurut Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi NTT (2000), penggunaan
Bubur Kalifornia untuk mengendalikan penyakit-penyakit jeruk merupakan program
2
pemerintah. Sebagaimana dengan program pemerintah dan program pembangunan
lainnya, pelaksanaan program perlu dan ditindak-lanjuti dengan evaluasi. Oleh karena
itu, penggunaan Bubur Kalifornia untuk mengendalikan penyakit busuk diplodia perlu
dievaluasi untuk mengetahui seberapa efektif Bubur Kalifornia dalam mengendalikan
penyakit-penyakit tersebut. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji evektifitas
penggunaan Bubur Kalifornia sebagai teknik pengendalian penyakit diplodia pada jeruk
keprok soe.
1.2 Tujuan dan Kegunaan dari Penelitian
1.2.1. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui evektifitas penggunaan
Bubur Kalifornia dalam mengendalikan penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok
soe yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
1.2.2. Kegunaan
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan bagi
pihak-pihak yang berkepentingan dalam melakukan pengendalian penyakit tanaman
jeruk keprok, khususnya petani dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengendalian Penyakit sebagai Bagian dari Perlindungan Tanaman
2.1.1 Kebijakan Perlindungan Tanaman
Perumusan kebijakan yang berhubungan dengan perlindungan tanaman
didasarkan pada Undang-undang (UU) No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman dan Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan
Tanaman.
.Menurut Pasal 20 UU No. 12 Tahun. 1992, “perlindungan tanaman
dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu”. Selanjutnya, Pasal 21
menyatakan bahwa “perlindungan tanaman dilaksanakan melalui kegiatan berupa: (a)
pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari
suatu area ke area lain di dalam wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, (b) pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan, dan (c) eradikasi organisme pengganggu tumbuhan”. Dalam melakukan
tindakan perlindungan tanaman tersebut, Pasal 22 menyatakan bahwa “setiap orang
atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan/atau cara yang dapat mengganggu
kesehatan dan/atau mengancam keselamatan manusia, menimbulkan gangguan dan
kerusakan sumberdaya alam dan/atau lingkungan hidup, ketentuan mengenai
penggunaan sarana dan/atau cara diatur lebih lanjut oleh pemerintah”. Mengenai
keterlibatan pemerintah, Pasal 24 menyatakan bahwa “apabila serangan organisme
pengganggu tumbuhan merupakan eksplosi, maka pemerintah bertanggungjawab
menanggulanginya bersama masyarakat”. Selajutnya, Pasal 25 menyatakan bahwa
“pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya eradikasi terhadap
tanaman dan/atau benda lain yang menyebabkan tersebarnya organisme pengganggu
tumbuhan, apabila organisme pengganggu tumbuhan tersebut dianggap sangat
berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara meluas” (UU No. 12 Tahun.
1992).
PP No. 6 Tahun 1995, mengatur pelaksanaan pengendalian organisme
pengganggu tumbuhan. Menurut Pasal 8, “pengendalian organisme pengganggu
tumbuhan dilaksanakan dengan memadukan satu atau lebih teknik pengendalian yang
4
dikembangkan dalam satu kesatuan”, sedangkan menurut Pasal 9, “pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan melalui tindakan pemantauan dan
pengamatan terhadap organisme pengganggu tumbuhan dan faktor yang mempengaruhi
perkembangannya serta perkiraan terjadinya serangan organisme pengganggu
tumbuhan”. Mengenai pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
Pasal 10 menyatakan bahwa “tindakan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
dilaksanakan dengan: (1) cara fisik, melalui pemanfaatan unsur fisika tertentu; (2) cara
mekanik, melalui penggunaan alat dan atau kemampuan fisik manusia; (3) cara
budidaya, melalui pengaturan kegiatan bercocok tanam; (4) cara biologi, melalui
pemanfaatan musuh alami organisme pengganggu tumbuhan; (5) cara genetik, melalui
manipulasi gen baik terhadap organisme pengganggu tumbuhan maupun terhadap
tanaman; (6) cara kimiawi, melalui pemanfaatan pestisida; dan/atau (7) cara lain sesuai
perkembangan teknologi”. Selanjutnya, Pasal 22 menyatakan bahwa “pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan dilakukan secara efektif, efisien dan aman sesuai
petunjuk teknis yang ditetapkan” (PP No. 6 Tahun 1995).
Kebijakan yang ditetapkan menurut UU No. 12 Tahun 1992 dan PP No. 6 Tahun
1995 mengamanatkan bahwa perlindungan tanaman terdiri atas tindakan pencegahan,
pengendalian dan eradikasi untuk menanggulangi OPT. Kebijakan yang berhubungan
dengan penelitian ini adalah tindakan pengendalian melalui cara kimiawi. Penggunaan
Bubur Kalifornia merupakan aplikasi kebijakan, khususnya kebijakan pengendalian
dengan cara kimiawi. Dalam UU No. 12 Tahun 1992 maupun PP No. 6 Tahun 1995,
pasal yang mengatur tentang evaluasi belum ada. Namun demikian, tersirat dari Pasal
22 UU No. 12 Tahun 1992 bahwa setiap tindakan perlindungan tanaman perlu
dievaluasi.
2.1.2 Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat dalam Perlindungan
Tanaman
Perlindungan tanaman merupakan kewajiban dan tanggungjawab bersama
masyarakat maupun pemerintah. Ketentuan yang mengatur kewajiban dan
tanggungjawab bersama pemerintah dan masyarakat dalam perlindungan tanaman
tersebut adalah Pasal 20 UU No. 12 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa “pelaksanaan
perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah”. Mengenai
5
tanggung jawab pemerintah, Pasal 24 UU No 12 Tahun 1992 mengatur bahwa “apabila
serangan organisme pengganggu tumbuhan merupakan eksplosi, pemerintah
bertanggung jawab menanggulanginya bersama masyarakat”. Selajutnya, Pasal 25
menyatakan bahwa “pemerintah dapat melakukan atau memerintahkan dilakukannya
eradikasi terhadap tanaman dan/atau benda lain yang menyebabkan tersebarnya
organisme pengganggu tumbuhan, khususnya apabila organisme pengganggu tumbuhan
tersebut dianggap sangat berbahaya dan mengancam keselamatan tanaman secara
meluas”. Mengenai pelaksanaan oleh masyarakat, Pasal 11 menyatakan bahwa
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan dilaksanakan oleh perorangan atau
badan hukum yang memiliki dan/atau menguasai tanaman (UU No. 12 Tahun 1992).
Peran aktif pemerintah dalam mengambil kebijakan perlindungan tanaman
merupakan bentuk tanggungjawab pemerintah atas perlindungan tanaman. Masyarakat
sebagai salah satu komponen dalam perlindungan tanaman perlu mendukung kebijakan
pemerintah, yaitu dengan cara melaksanakan tindakan perlindungan sebagaiman
kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2.2 Evaluasi sebagai Unsur Penting Program Perlindungan Tanaman
Evaluasi adalah suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu
obyek, keadaan peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati atau yang telah
dilaksanakan (Wikipedia Indonesia, 2010). Evaluasi suatu kegiatan pengendalian
merupakan proses penilaian terhadap hasil yang dicapai dari pelaksanaan pengendalian
yang telah dilaksanakan, evaluasi tersebut meliputi keberhasilan dan kegagalan. Melalui
evaluasi maka dapat dinilai evektifitas dari tindakan perlindungan tanama yang
dilakukan (Wikipedia Indonesia 2010).
Menurut Resminingsih (2010), evaluasi merupakan pemikiran terhadap
keberhasilan dan kekurangan dalam sebuah program. Evaluasi juga merupakan suatu
proses dalam merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat
diperlukan untuk membuat suatu keputusan (Lelman, 1978). Ditambahkan lagi, menurut
Wong (2011), evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan keputusan.
Evaluasi merupakan unsur penting dalam program perlindungan tanaman.
Evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau kegagalan dari suatu
kegiatan yang telah dilaksanakan. Kegiatan evaluasi dapat meliputi wawancara terhadap
6
orang atau instansi tertentu obsevasi (pengamatan) langsung terhadapa apa yang telah
dilaksanakan (Wikipedia Indonesia, 2010).
2.3 Penggunaan Bubur Kalifornia untuk Pengendalian Penyakit
2.3.1 Bubur Kalifornia, Cara Penggunaan dan Cara Pembuatanya
Bubur Kalifornia merupakan fungisida yang telah diperkenalkan sejak abad ke-
18. Di luar negeri, termasuk di beberapa negara maju, fungisida ini masih digunakan.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan Bubur Kalifornia adalah belerang, kapur dan
air (Wudianto, 1990). Bubur Kalifornia (lime sulphur) terdiri atas Bubur Kalifornia
yang kering (dry lime-sulphur) dan Bubur Kalifornia yang masak sendiri (self-boiled
lime sulphur) (Badan Litbang Pertanian, 2012).
Cara kerja Bubur Kalifornia adalah dengan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan jamur. Racun Bubur Kaliforia membunuh patogen dengan menghambat
perkembangan dan penularan patogen serta dengan mempercepat kematian dari jamur
yang menginfeksi tanaman (Badan Litbang Pertanian, 2012).
Konsentrasi aplikasi Bubur Kalifornia yang direkomendasikan adalah 1 kg kapur
dalam ±10 liter air untuk 50-100 pohon (Dinas Pertanian TTS, 2001). Waktu yang tepat
dalam pengaplikasian Bubur Kalifornia adalah pada saat musim kemarau dengan
frekuensi 1 kali dalam satu musim (Badan Litbang Pertanian, 2011). Pembuatan Bubur
Kalifornia dilakukan dengan cara: (1) memannaskan 10 bagian air dalam periuk tanah,
kaleng cat atau drum besi sampai mendidih, (2) memasukan satu bagian serbuk belerang
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai benar-benar merata dan (3) merebus selama
kurang lebih 15 menit (Wudianto, 1990). Hasil Bubur Kalifornia yang berkualitas baik
akan berwarna kuning kemerahan dan pada saat didinginkan akan terpisah endapan
berwarna kuning dan larutan di atasnya berwarna merah. (Wudianto, 1990).
2.3.2 Penyakit-Penyakit yang Dilaporkan Dapat Dikendalikan dengan
Bubur Kalifornia
2.3.2.1 Berbagai Penyakit yang Pernah Dilaporkan
Menurut Murdolelono dkk. (2000), tanaman jeruk keprok soe di Kabupaten TTS
dan Kabupaten TTU menderita beberapa penyakit berbahaya, di antaranya busuk
diplodia, busuk phytophthora dan penyakit psorosis. Di antara penyakit-penyakit
7
tersebut, busuk diplodia merupakan penyakit yang paling penting di Kabupaten TTS
dan Kabupaten TTU karena menurut Murdolelono (2000) menyebabkan kematian
sebagian besar pohon jeruk keprok soe.
2.3.2.2 Gejala dan Tanda Busuk Diplodia
Pada jeruk dikenal dua macam busuk diplodia yaitu, diplodia basah dan diplodia
kering. Gejala penyakit ini dapat ditemukan pada akar, batang, serta ranting dan dapat
berupa busuk akar, busuk leher, dan mati ranting.
Gejala diplodia basah mudah dikenali karena menyebabkan tanaman sakit
mengeluarkan blendok yang berwarna kuning emas dari batang atau cabang. Kulit
batang tanaman sakit, setelah beberapa lama, dapat sembuh kembali, tetapi sebagian
besar akan mengering dan mengelupas. Pada perkembangan lebih lanjut, pada batang
timbul luka-luka yang tidak beraturan, kadang-kadang terbatas pada jalur yang sempit,
memanjang dan bahkan dapat berkembang melingkari batang atau cabang sehingga
menyebabkan kematian cabang atau tanaman. Jamur berkembang di antara kulit batang
dan kayu, dan merusak lapisan kambium tanaman. Kayu yang telah mati berwarna hijau
sampai hitam (Semangun, 1989).
Gejala awal diplodia kering sukar diketahui sehingga menyebabkan penyakit ini
menjadi lebih berbahaya dibandingkan dengan diplodia basah yang mudah diketahui.
Kulit batang atau cabang tanaman yang menderita diplodia kering tiba-tiba mengering
dengan celah-celah kecil pada permukaan kulit. Pada bagian celah-celah kulit yang
mengelupas tampak adanya massa spora berwarna putih atau hitam. Kulit yang
mengering meluas sangat cepat dan bila sudah mengelilingi batang atau cabang maka
daun-daun akan menguning dan cabang di bagian atasnya akan mati (Murdolelono,
2000).
2.3.2.3 Penyebab Penyakit dan Morfologi Patogen
Penyebab penyakit diplodia menurut Semangun (1989) adalah jamur Diplodia
natalensisi. dengan sinonim Botryodiplodia natalensis. Jamur ini mempunyai kisaran
inang yang sangat luas. Patogen patogenik ini menyebar pada bagian batang tanaman
jeruk dengan membentuk koloni. Koloni yang terbentuk akan berwarna hitam
kecoklatan (Gambar 1a). Hal tersebut menyebabkan batang tanaman yang terinfeksi
patogen membusuk dan akan menimbulkan gejala seperti luka pada batang (Gambar
8
1b). Infeksi pada tingkatan tinggi dapat menyebabkan tanaman jeruk mengering dan
lama kelamaan mati secara keseluruhan. (Semangun, 1989).
Menurut Species Fungorum (2012a), nama saat ini (current name) untuk jamur
Diplodia natalensis Pole-Evans adalah Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon &
Maubl. Jamur Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl. bersinonim dengan
dengan sinonim Botryodiplodia ananassae (Sacc.) Petr., Botryodiplodia elasticae Petch,
Botryodiplodia gossypii Ellis & Barthol., Botryodiplodia theobromae Pat.,
Botryodiplodia tubericola (Ellis & Everh.) Petr., Botryosphaeria rhodina (Berk. &
M.A. Curtis) Arx, Chaetodiplodia grisea Petch, Cryptostictis glandicola (Schwein.)
Starbäck, Diplodia ananassae Sacc., Diplodia cacaoicola Henn., Diplodia gossypina
Cooke, Diplodia natalensis Pole-Evans, Diplodia theobromae (Pat.) W. Nowell,
Diplodia tubericola (Ellis & Everh.) Taubenh., Lasiodiplodia nigra Griffon & Maubl.,
Lasiodiplodia triflorae B.B. Higgins, Lasiodiplodia tubericola Ellis & Everh.,
Lasiodiplodiella triflorae (B.B. Higgins) Zambett., Macrophoma vestita Prill. &
Delacr., Phoma glandicola (Schwein.) Cooke, Physalospora glandicola N.E. Stevens,
Physalospora gossypina F. Stevens, Physalospora rhodina Berk. & M.A. Curtis,
Pyreniella rhodina (Berk. & M.A. Curtis) Theiss., dan Sphaeria glandicola Schwein,
dengan posisi dalam klasifikasi sebagai berikut: Botryosphaeriaceae, Botryosphaeriales,
Incertae sedis, Dothideomycetes, Ascomycota, Fungi (Species Fungorum, 2012b).
(a) (b)
. Gambar 1. Penyakit diplodia pada jeruk keprok: (a) Diplodia Kering Infeksi Patogen
pada bagian Batang Muncul Luka (b) Diplodia Basah Infeksi Patogen
Membentuk Koloni yang Berwarna Hitam Kecoklatan dan Tersebar Disebar di
bagian Batang Jeruk
Sumber: Mudita (2008).
9
2.3.2.4 Daur Penyakit Busuk Diplodia
Menurut Semangun (1989), Diplodia natalensis mempunyai kisaran inang yang
sangat luas. Perkembangan penyakit diplodia terjadi pada awal musim hujan (antara
bulan Oktober–November). Patogen masuk melalui luka baik secara alamiah maupun
luka buatan serta alat-alat pertanian. Infeksi penyakit diplodia banyak terdapat di
dataran rendah dengan kelembaban tinggi. (Semangun, 1989).
2.3.2.5 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Busuk Diplodia
Infeksi patogen pada jeruk keprok bergantung pada umur tanaman, umur
tanaman yang lebih muda akan menyebabkan jamur Diplodia natalensis akan
berkembang dengan baik dan cepat. Tanaman jeruk yang lebih tua umurnya akan
bertahan dari infeksi patogen. Faktor lingkungan juga mempengaruhi perkembangan
penyakit diplodia. Suhu dan kelembaban merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan penyakit. Pengaruh suhu dan kelembaban dapat menghambat dan
mempercepat pertumbuhan dan perkembangan penyakit dalam menginfeksi tanaman
jeruk (Semanngun, 1989).
2.4 Arti Penting dan Budidaya Jeruk Keprok Soe
2.4.1. Arti Penting Jeruk Keprok Soe
Sebagai salah satu komoditas utama, jeruk keprok soe sangat berpeluang untuk
menjadi sumber penambahan pendapatan asli daerah. Dalam hal ini jeruk keprok soe
memiliki keunggulan komparatif yang dapat bersaing dengan jeruk lainnya, mempunyai
peluang pasar yang luas (lokal, antar kota, kabupaten, provinsi, dan nasional), dan
mempunyai peluang pengembangan karena ditunjang oleh kesesuaian kondisi
agroklimatik (Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, 2010).
Keberadaan jeruk keprok soe menjadi kebanggaan masyarkat NTT, khususnya
masyarakat TTS dan TTU. Kebanggaan masyarakat ini dikarenakan jeruk keprok soe
merupakan tanaman asli yang telah dibudidayakan secara turun temurun. Oleh karena
itu, masyarakat merasa kerusakan akan sangat merugikan (Dinas Pertanian dan
Tanaman Pangan , 2001).
2.4.2. Budidaya Jeruk Keprok Soe di TTS dan TTU
10
Teknik perbanyakan tanaman jeruk keprok soe lebih banyak dilakukan dengan
perbanyakan vegetatif dalam bentuk okulasi. Dengan demikian, pembibitan merupakan
tahap awal dalam upaya membudidayakan tanaman jeruk. Batang bawah bersumber dari
biji sapuan, sedangkan batang atas berasal dari mata tunas jeruk keprok soe dari pohon
induk yang telah disertifikasi oleh UPTPSB. Perbanyakan dengan cara ini mengalami
kendala karena terjadinya ketidak-sesuaian antara batang atas dengan batang bawah,
dan membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan bibit yang siap tanam. Salah
satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan teknik
kultur jaringan melalui embriogenesis somatik dan penggandaan tunas aksiler (Mudita,
2008).
Bibit jeruk keprok soe dikembangkan oleh petani penangkar dan oleh Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Timor Tengah Selatan lewat
pengelolaan Kebun Dinas. Permasalahan yang dihadapi dalam rangka mendapatkan
bibit yang berkualitas antara lain adalah keterbatasan dalam mendapatkan mata tunas
dari pohon induk yang dijadikan sebagai batang atas (Seran & Hau, 2003).
Bibit bermutu berasal dari perbanyakan vegetatif bebas penyakit sistemik, dan
mempunyai karakteristik tanaman mirip dengan karakteristik pohon induknya. Untuk
memperoleh bibit yang sehat bermutu, terjamin keasliannya, dan terkontrol maka proses
pembibitan dengan cara okulasi harus melalui beberapa tahapan kegiatan yaitu: seleksi
varietas pohon induk, pembersihan tanaman yang sakit melalui metode penyambungan
tunas pucuk, analisis patogen, blok fondasi, blok penggandaan mata tempel, dan
distribusi mata tempel kepada penangkar, serta distribusi bibit dari penangkar ke petani
(Bora & Murdolelono, 2000).
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Kerangka Teoritis
Evaluasi adalah suatu tindakan pengambilan keputusan untuk menilai suatu
obyek, keadaan peristiwa atau kegiatan tertentu yang sedang diamati atau yang telah
dilaksanakan (Wikipedia Indonesia, 2010). Menurut Resminingsih (2010), evaluasi
merupakan pemikiran terhadap keberhasilan dan kekurangan dalam sebuah program.
evaluasi merupakan pemikiran terhadap keberhasilan dan kekurangan dalam sebuah
program. Evaluasi juga merupakan suatu proses dalam merencanakan, memperoleh, dan
menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat suatu keputusan
(Lelman, 1978). Menurut Wong (2011), evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses
pembuatan keputusan.
Evaluasi merupakan unsur penting dalam program perlindungan tanaman dan
dapat dilakukan dengan obsevasi (pengamatan) secarah langsung terhadapa apa yang
telah dikerjakan dapatpula dilakukan dengan mewawancara terhadap komponen-
komponen yang bersangkutan yang telah melaksanakan kegiatan tersebut. Proses
evaluasi suatu kegiatan, dalam hal ini adalah pengendalian, maka yang menjadi tujuan
adalah penilaian keberhasilan dan kegagalan apa yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Melalui evaluasi maka dapat dinilai evektifitas dari tindakan perlindungan tanama yang
dilakukan.
Evaluasi pelaksanaan pengendalian penyakit dengan menggunakan Bubur
Kalifornia dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengendalian serta
kemampuan Bubur Kalifornia yang digunakan dalam mengendalikan penyakit jeruk
keprok soe. Dasar hukum yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan evaluasi,
tersirat pada Pasal 22 UU No. 12 Tahun 1992.
12
3.2. Rancangan Pengambilan Sampel
Rancangan pengambilan sampel yang digunakan adalah rancangan sistematik
bertingkat. Pengambilan sampel penelitian dapat dilihat pada skema sebagaimana
disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Alur dan skema pengambilan sampel secara bertingkat untuk menentukan
sampel rumah tangga dan sampel pengamatan
Pengamatan insidensi dilakukan dengan membuat tiga transek di setiap kebun,
satu di bagian tengah dan dua di bagian pinggir. Transek dibuat dari bagian kebun yang
Kabupaten
5 Responden yang Tidak
MenggunakanBubur
Kalifornia
5 Responden
Pengguna Bubur
Kalifornia
Transek (3 bagian)
Kebun yang Paling
Banyak Tanaman
Jeruk
Pengamatan Insidensi
Desa
Kecamatan
10 Responden
Transek (3 bagian)
Kebun yang Paling
Banyak Tanaman Jeruk
13
lebih tinggi ke bagian yang lebih rendah. Pada setiap transek kemudian diambil empat
pohon sebagai pohon sampal. Keempat pohon tersebut diambil secara sistematik dengan
posisi pada jarak yang sama di sepanjang transek.
3.3. Pelaksanaan Penelitian
3.3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di dua Kabupaten, yaitu Kabupaten Timor Tengah
Selatan (TTS) dan Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Di Kabupaten TTS
penelitian dilasanakan di Desa Tunua, Ajobaki, dan O’besi di Kecamatan Mollo Utara
dan di Desa Oelbubuk di Kecamatan Mollo Tengah, sedangkan di Kabupaten TTU
dilasanakan di Desa Lemon dan Desa Suanae di Kecamatan Miomafo Barat. Peta lokasi
penelitian disajikan pada Lampiran 1. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-
Desember 2011.
3.3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: alat tulis menulis, untuk
mencatat data, alat ukur (meter) untuk mengukur diameter batang tanaman jeruk,
kamera untuk mengambil gambar tanaman jeruk dan GPS (Global Positioning System)
untuk mengukur ketinggian tempat tiap lokasi pengamatan tanaman jeruk. Bahan yang
digunakan adalah daftar pertanyaan untuk dilakukan wawancara.
3.3.3. Wawancara dan Pengamata di Lapangan
Wawancara dilakukan terhadap petani sampel dengan panduan daftar pertanyaan
sebagaimana dicantumkan pada (Lampiran 2). Daftar pertanyaan disusun dalam bentuk
pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka mengenai pelaksanaan pengendalian dengan
menggunakan Bubur Kalifornia. Wawancara dilaksanakan sedapat mungkin dengan
petani tanpa kehadiran pihak ketiga, atau dipengaruhi oleh orang lain yang tidak
berkepentingan baik bertempat di rumah maupun di kebun sebelum pelaksanaan
penelitian.
Pengamatan lapangan dilakukan di kebun yang ditentukan oleh pemilik kebun.
Bila petani responden memilki lebih dari satu kebun, maka pengamatan dilakukan pada
kebun yang tanaman jeruknya paling banyak diberikan perlakuan pengendalian dengan
14
Bubur Kalifornia. Pengamatan lapangan dilakukan dengan mengamati dan mencatat
insidensi penyakit pada tanaman baik yang diberi perlakuan, maupun yang tidak diberi
perlakuan Bubur Kalifornia. Pengamatan tersebut dilakukan dengan menggunakan
lembaran pencatat data (Lampiran 3).
3.4. Peubah Penelitian
Peubah yang datanya dikumpulkan melalui pengamatan lapangan adalah:
1) Tingkat keberhasilan pengendalian dengan Bubur Kalifornia dengan cara melakukan
pengamatan insidensi penyakit yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi
perlakuan Bubur Kalifornia. Insidensi penyakit adalah penyakit yang menginfeksi
tanaman
2) Cara menyiapkan dan mengaplikasikan Bubur Kalifornia, dilakukan dengan
wawancara.
3) Waktu dan frekuensi aplikasi Bubur Kalifornia, dilakukan dengan wawancara.
4) Cara memperoleh Bubur Kaliforia, dilakukan dengan wawancara.
5) Dosis yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan Bubur Kalifornia dilakukan dengan
wawancara.
Peubah yang datanya dikumpulkan melalui pengamatan lapangan adalah :
1) Tingkat keberhasilan pengendalian dengan Bubur Kalifornia dengan cara melakukan
pengamatan insidensi penyakit yang diberi perlakuan dan yang tidak diberi
perlakuan Bubur Kalifornia.
2) Ketinggian tempat lokasi pengamatan, dengan cara mengukur ketinggian tempat
(elevasi)
3) Dimeter batang tanaman diukur ± 50 cm dari permukaan tanah atau sebelum
percabangan
4) Populasi tanamaan diukur setiap jarak tanaman sampel dengan empat tanaman
terdekat
15
3.5. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
analisis kuantitatif.
Analisisis kualitatif dilakukan dengan mentranskripsi rekaman wawancara dan
kemudian menentukan tema yang terdapat dalam transkripsi dengan analisis tematik.
Tema-tema analisis ditetapkan bukan dari data, melainkan ditetapkan terlebih dahulu,
yaitu jumlah pohon yang diberi perlakuan terhadap seluruh jumlah pohon yang dimiliki,
cara menyiapkan dan mengaplikasikan Bubur Kalifornia, waktu dan frekuensi aplikasi
Bubur Kalifornia, cara memperoleh Bubur Kalifornia dan dosis yang dibutuhkan dalam
mengaplikasikan Bubur Kalifornia.
Analisis kuantitatif dilakukan untuk menentukan evektifitas pengendalian
Bubur Kalifornia. Pertama-tama, dilakukan pembandingan insidensi antara tanaman
yang diberi dan yang tidak diberi perlakuan Bubur Kalifornia dengan menggunakan uji
t. Bila pembandingan menunjukkan bahwa penggunaan Bubur Kalifornia ternyata
menyebabkan insidensi penyakit atau secara nyata dengan tanpa penggunaan Bubur
Kalifornia, maka dilakukan analisis regresi faktor tunggal dan kemudian analisis regresi
faktor berganda. Menurut Mudita (2012), analisis regresi dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan satu faktor tertentu dengan satu atau beberapa faktor lain.
16
BAB IV.
PEMBAHASAN
4.1. Lokasi Penelitian dan Pertanaman Jeruk
4.1.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) memiliki luas wilayah 394.700 ha,
dengan batas sebelah utara adalah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), sebelah
timur Kabupaten Timor Tengah Utara dan Kabupaten Belu, sebelah selatan Laut
Timor, dan sebelah barat Kabupaten Kupang (BPS TTS, 2010). Wilayah Kabupaten
TTS terdiri atas barisan penggunungan yang terletak di bagian utara, dengan dataran
tinggi di bagian tengah dan barisan pegunungan di sebelah Selatan. Kondisi geografis
Kabupaten TTS memiliki struktur geografis yang berbukit-bukit dengan tingkat
kemiringan 49-51o. Kabupten TTS berada pada ketinggian 0-1.500 m dpl (BPS TTS,
2010).
Kabupaten TTU mempunyai luas wilayah 2.669,66 km2, dengan batas-batas
sebelah Utara dengan Republic Democratic Timor Leste (RDTL), sebelah Timur
dengan Kabupaten Belu, sebelah Selatan dengan Kabupaten TTS, dan sebelah Barat
dengan Kabupaten Kupang ( BPS TTU, 2010). Wilayah Kabupaten TTU terdiri atas
kawasan pesisir Utara dan dataran tinggi berada pada bagian tengah.
Desa-desa yang menjadi sampel penelitian seluruhnya terletak di barisan
pegunungan Utara kabupaten TTS dan Kabupaten TTU.
Data curah hujan lokasi penelitian di Kabupaten TTS dan TTU perkecamatan dalam
sepuluh tahun terakir disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Curah Hujan Kecamatan Mollo Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Curah Hujan
(Milimeter)
1428 2668 2668 1884 2211 2211 - 180 5670 313
Sumber: BPS Kabupaten TTS (2011)
17
Tabel 2. Curah Hujan Kecamatan Miomafo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Curah
Hujan
(Milimeter)
742 2042 989 715 356 501 292 3026 675 -
Sumber: BPS Kabupaten TTU (2011).
Tanaman jeruk ditanam di daerah yang memiliki curah hujan tahunan antara
1000-3.000 mm/tahun (optimum 1.500-2.500 mm/tahun). Induksi pembungaan jeruk
membutuhkan kondisi tanah kering (strees air) paling sedikit sekitar 2 bulan yang
biasanya akan tercapai jika terjadi bulan kering (curah hujan < 60 mm) minimal 3 bulan
berurutan. (Badan Litbang Pertanian, 2011).
Curah hujan pada daerah penelitian berkisar antara 292-5670 mm/tahun. Kisaran
curah hujan tersebut cukup lembab untuk perkembangan tanaman jeruk keprok. Curah
hujan yang tinggi akan berpengaruh terhadap kelembaban tanah, sehingga tanaman
jeruk akan cepat terinfeksi jamur busuk diplodia. Pada tanah yang tidak kelebihan air,
tanaman akan lebih tahan terhadap perkembangan penyakit daripada pada tanah yang
kelebihan air (Badan Litbang Pertanian, 2011).
4.1.2. Kedaan Umum Tanaman Jeruk Keprok Soe
Hasil pengamatan menunjukan bahwa tanaman jeruk keprok soe yang ada di
lokasi penelitian menunjukan insidensi penyakit diplodia sangat tinggi. Hal ini sesuai
dengan hasil pengamatan insidensi perlakuan yang lebih tinggi dari insidensi tanpa
perlakuan Bubur Kalifornia. Pada umumnya petani mempunyai masalah yang sama
terhadap tanaman jeruk keprok soe yang mereka miliki, yakni sebagian besar tanaman
mereka telah terinfeksi penyakit busuk diplodia. Selain penyakit diplodia, juga terdapat
penyakit lain, yaitu penyakit phytophthora dan penyakit psorosis. Menurut seorang
petani, ”ketong punya jeruk ni tidak sama ke dulu. Sekarang su hilang semua, tu kerena
penyakit pu kerja” Petani tersebut mengalami kesulitan untuk mengendalikan penyakit
yang dari tahun ketahun menurunkan kualitas dan bahkan hampir memusnahkan
tanaman jeruk keprok soe yang meraka miliki. Menurut petani tersebut, tanaman jeruk
keprok soe yang mereka miliki saat ini sudah berkurang jumlahnya dibandingkan
dengan jumlah tahun-tahun sebelumnya.
18
Dari hasil wawancara serta pengamatan secara langsung, jeruk keprok soe yang
ada saat ini ternyata telah mengalami kerusakan. Petani mengakui bahwa tanaman jeruk
keprok soe sekarang ini jauh dari harapan. Jeruk keprok soe yang dahulu menjadi
kebanggaan, sekarang justeru meresahkan mereka.
4.2. Evaluasi Kualitatif
4.2.1. Jumlah Tanaman dengan dan Tanpa Perlakuan
Hasil wawancara dan pengamatan secara langsung terhadap petani sampel jeruk
keprok soe (Lampiran 4a dan Lampiran 4b) menunjukkan bahwa petani telah
menggunakan Bubur Kalifornia. Seorang petani menjelaskan bahwa dia telah
memberikan perlakuan Bubur Kalifornia terhadap sembilan pohon yang terinfeksi
diplodia sebanyak dua puluh pohon. Menurut petani tersebut:
Kalau tanaman jeruk keprok yang saya oleskan itu sembilan pohon sudah kena
[terinfeksi] penyakit dan saya lihat parah sekali. Jeruk yang saya punya itu ada
dua puluh pohon (Transkip Wawancara, 2011).
Seorang petani petani lain lagi menjelaskan bahwa dia memberikan perlakuan
Bubur Kalifornia terhadap dua belas pohon dari dua puluh lima pohon yang
dimilikinya:
Saya hanya oleskan [pada] dua belas pohon, dari dua puluh lima pohon yang
saya punya [miliki] (Transkip Wawancara 2011).
Seorang petani lain menjelaskan bahwa, tanaman jeruk keprok soe yang diberi
perlakuan Bubur Kalifornia bejumlah dua puluh satu pohon yang terinfeksi diplodia dari
tiga puluh tiga pohon yang dimiliki. Seorang petani lain juga menjelaskan bahwa
tanaman jeruk keprok soe yang diberi perlakuan Bubur Kalifornia sebanyak lima belas
pohon yang terinfeksi diplodia dari dua puluh tiga pohon:
Saya oleskan lima belas pohon yang sudah kena [terinfeksi] penyakit diplodia,
kalau tanaman yang saya punya [miliki] semuanya ada dua puluh tiga pohon.
(Transkip Wawancara 2011).
Seorang petani yang tidak menggunakan Bubur Kalifornia menjelaskan tanaman
jeruk keprok soe yang terinfeksi diplodia sebanyak delapan pohon dari sebelas pohon
yang dimilkinya:
Saya punya [miliki] jeruk sebanyak sebelas pohon, sedangkan yang kena
[terinfeksi] penyakit delapan pohon (Transkip Wawancara 2011).
19
Seorang petani yang lain yang tidak menggunakan Bubur Kalifornia juga
menjelaskan bahwa jeruk keprok soe yang terinfeksi diplodia sebanyak sebelas pohon,
dari lima belas pohon yang dimiliki:
Jeruk yang ada sekarang sebanyak lima belas pohon, sedangkan yang kena
[terinfeksi] penyakit sembilan pohon (Transkip Wawancara 2011).
Dari hasil wawancara dan pengamatan, jumlah pohon sampel, baik yang diberi
maupun yang tidak diberi perlakuan Bubur Kalifornia, berbeda antar petani. Contoh
sampel wawancara serta pengamatan dari kutipan di atas menunjukan jumlah pohan
yang diberi perlakuan lebih banyak dari jumlah pohon yang tidak diberi perlakuan.
Hasil wawancara dan pengamatan dari keseluruhan pohon dari keseluruhan petani
sampel yang ada di enam desa menunjukan jumlah petani sampel yang menggunakan
Bubur Kalifornia lebih banyak dari yang tidak menggunakan.
4.2.2. Penyiapan dan Pengaplikasian Bubur Kalifornia
Hasil analisis tematik data hasil wawancara (Lampiran 4a dan Lampiran 4b)
menunjukan hampir semua petani jeruk keprok soe melakukan hal yang sama
sehubungan dengan penyiapan dan pengaplikasian Bubur Kalifornia.
Seorang petani di desa Tunua menjelaskan penyiapan dan pengaplikasian Bubur
Kalifornia dengan cara sebagai berikut:
Kami petani yang menggunakan bubur ini, diberi penyuluhan bagaimana cara
mencampurkan larutan dari Bubur Kalifornia, cara kerja dan cara
mengaplikasikannya pada tanaman yang terinfeksi diplodia. Kami siapkan dulu
jerigen, ember atau gentong untuk tempat campuran. Setelah kami campur kami
aduk-aduk larutan [maksudnya campuran] tersebut sampai rata, kemudian
dimasak [di dalam] di periuk. Kalau sudah panas [mendidih] kami angka, setelah
sudah dingin baru kami oleskan di jeruk yang sakit. Sebelum aplikasi kami
bersihkan dulu jeruk yang akan kami oles nanti [baru kemudian] siapkan alat
serta bahan yang akan kami gunakan (Transkip Wawancara 2011).
Kutipan wawancara di atas menunjukan bahwa petani jeruk keprok soe
mendapatkan penyuluhan sebelum petani tersebut mengaplikasikan Bubur Kalifornia
pada tanaman jeruk keprok soe yang terinfeksi penyakit diplodia. Sebelum
mengaplikasikan Bubur Kalifornia, petani perlu terlebih dahulu menyiapkan alat dan
bahan untuk pembuatan Bubur Kalifornia tersebut. Berkaitan dengan hal ini seorang
petani dari Desa Oelbubuk menjelaskan:
Kami petani selalu ikut apa yang dijelaskan oleh penyuluh dari pihak
pemerintahan. Kalau kami bikin [kerjakan] sendiri, takutnya salah. Kalau
20
caranya itu, kami oleskan bubur yang sudah siapkan secara merata di bagian
jeruk yang kena [terinfeksi] sakit itu (Transkip wawancara 2011).
Aplikasi yang dilakukan oleh petani sesuai dengan prosedur dan cara kerja yang
diberikan penyuluh pertanian sebagaimana diungkapkan oleh seorang petani:
Selalu kami oleskan yang sakit duluan, supaya cepat terobati, kami takut jeruk
mati (Transkip Wawancara 2011).
Aplikasi yang dilakukan selalu mendahulukan tanaman jeruk keprok soe yang
sudah terinfeksi diplodia dengan harapan tanaman dapat pulih sehingga tidak menjadi
sumber penular bagi tanaman lainnya. Semua yang berhubungan dengan menyiapkan
dan mengaplikasikan dilakukan petani sesuai dengan aturan. Hal tersebut dilakukan
oleh petani dengan harapan agar pengendalian dengan menggunakan Bubur Kalifornia
dapat memberikan hasil yang efektif.
4.2.3. Waktu dan Frekuensi Pengaplikasian Bubur Kalifornia
Hasil analisis tematik data hasil wawancara (Lampiran 4a dan Lampiran 4b)
menunjukan bahwa waktu dan frekuensi pemberian Bubur Kalifornia tidak sama antar
petani. Bebepara petani mengaplikasikan pada saat musim kemarau, petani lainnya
mengaplikasikannya pada saat musim hujan. Demikian juga dengan frekuensi aplikasi,
juga berbeda antar petani.
Seorang petani di Desa Oelbubuk menjelaskan waktu dan frekuensi
pengaplikasian Bubur Kalifornia adalah sebagai berikut:
Kami sebagai petani ikut aturan yang ada, aturan yang kami dapatkan saat
penyuluhan. Kami oleskan sesuai waktu yang telah dijelaskan dalam
penyuluhan, itu tu [waktu] pada saat panas [kemarau] supaya itu bubur dapat
meresap bagian [di dalam] yang kami oleskan. Kami biasanya oleskan satu kali
saja selama musim panas (Transkip Wawancara 2011).
Waktu dan frekuensi pengapliksian yang dilakukan oleh petani sesuai dengan
ketentuan, yaitu waktunya pada saat musim kemarau dan minimal satu kali aplikasi
dalam satu tahun. Petani tersebut juga mengaplikasikan Bubur Kalifornia sesuai dengan
apa yang mereka dapatkan saat mengikuti penyuluhan. Menurut Badan Litbang
Pertanian (2011), waktu yang tepat adalah pada saat musim kemarau dengan frekuensi
satu kali aplikasi dalam musim kemarau.
Seorang petani dari Desa Suanae menjelaskan waktu dan frekuensi
pengaplikasian sebagai berikut:
21
Penyuluh pertania datang jelaskan di kami petani ini, kapan kami harus oleskan,
mereka jelaskan waktu di kami. Mereka [penyuluh] kasih tau
[menginformasikan] di kami itu tu [waktu] harus pada saat panas,mereka juga
omong [menjelaskan] ke kami selang waktu yang harus kami oleskan satu kali
selama masih [musim] panas supaya kami punya [miliki] bubur itu di bias resap
ke jeruk [di bagian] yang kami oleskan (Transkip Wawancara 2011).
Sama halnya dengan petani sebelumnya, penjelasan yang diberikan pada saat
wawancara menunjukan bahwa petani mengikuti aturan serta ketentuan yang diberikan
oleh penyuluh pertania. Aplikasi Bubur Kalifornia diaplikasikan satu kali pada saat
musim kemarau. Menurut Wudianto (1990), waktu yang tepat untuk pengaplikasian
adalah pada saat musim kemarau.
Seorang petani dari Desa O’besi menjelaskan bahwa waktu dan frekuensi
pengaplikasian Bubur Kalifornia adalah sebagai berikut:
Kami biasanya oleskan itu barang [Bubur Kalifornia] saat matahari panas atau
musim panas juga, saya oles tidak [bukan] sati kali saja, lebih dari satu kali.
Saya pikir kalau saya oles terus-terus pasti dia berubah, dia sembuh [terobati]
denga cepat (Transkip Wawancara 2011).
Petani tersebut melakukan aplikasi pada musim kemarau. Hal tersebut sudah
sesuai ketentuan, tetapi frekuensi aplikasi tidak sesuai dengan ketentuan. Frekuensi
yang tepat menurut Badan Litbang Pertania (2011) adalah satu kali aplikasi pada musim
kemarau.
Seorang petani dari Desa Ajobaki menjelaskan waktu dan frekuensi
pengaplikasian Bubur Kalifornia sebagai berikut :
Kami dapat penyuluhan menyangkut waktu yang tepat untuk oles itu bubur
[pengolesan], saya biasa oles bubur di musim panas juga,tapi saya lihat saya
punya jeruk tidak baik [terobati] saya oles lagi di musim hujan, karena yang saya
lihat saya punya jeruk ini di musim hujan banyak rusak [terinfeksi] ada juga
yang mati [Transkip Wawancara 2011].
Petani tersebut tidak mengikuti aturan waktu dan frekuensi aplikasi dengan baik.
Petani tersebut cendrung melihat perubahan pada tanaman jeruk keprok soe yang
dimilki dari keadaan luar saja. Dia juga melakukan pengendalian dengan hanya melihat
keadaan tanaman jeruk yang sudah semakin sakit (terinfeksi). Menurut Badan Litbang
Pertanian (2011), waktu yang tepat untuk mengaplikasikan Bubur Kalifornia adalah
pada musim kemarau. Hal yang dilakukan petani tersebut menyalahi ketentuan waktu
pengaplikasian Bubur Kalifornia. Waktu yang kurang tepat dalam pengaplikasian dapat
menyebabkan aplikasi Bubur Kalifornia menjadi tidak efektif.
22
4.2.4. Cara Memperoleh Bubur Kalifornia
Hasil analisi tematik data wawancara (Lampiran 4a dan Lampiran 4b)
menunjukan adanya ketidaksamaan antar petani dalam memperoleh Bubur Kalifornia.
Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan petani yang menggunakan Bubur
Kalifornia.
Seorang petani yang menggunakan Bubur Kalifornia di Desa Oelbubuk
menjelaskan bahwa:
Kami dapat ini barang [Bubur Kalifornia] dari pemerintah. Pemerintah kasi kami
waktu itu hari ada program, mereka [pemerintah] mau kembangkan kami punya
jeruk keprok ini. Mereka [pemerintah] bilang program pemberdayaan jeruk
keprok soe. Mereka bagi kasi kami lewat kelompok tani, saya dapat itu bahan-
bahan untuk buat itu bubur karena saya ikut kelompok tani (Transkip
Wawancara 2011).
Petani tersebut memperoleh Bubur Kalifornia langsung melalui program
pemerintah, yaitu program pengembangan jeruk keprok soe, yang dibagiakan melalui
kelompok-kelompok tani yang ada di Desa.
Seorang petani lain dari Desa O’besi menjelaskan bagaimana cara memperoleh
Bubur Kalifornia, sebagai berikut:
Saya dapat itu barang [Bubur Kalifornia] pake beli di pegawe [petugas]
pertanian yang kerja di Kecamatan. Mereka [petugas] suruh saya masuk
kelompok tani, supaya bias dapat gratis (Transkip Wawancara 2011).
Petani tersebut memperoleh Bubur Kalifornia dengan jalan membeli di petugas
pertanian yang bekerja di kecamatan.
Seorang petani dari desa yang sama menjelaskan, bagaiman petani tersebut
mendapatakan Bubur Kalifornia.
Saya dapat itu bahan-bahan [Bubur Kalifornia] dari tetangga saya, dia punya
banyak, makanya dia bagi dengan [kepada] saya. Saya tidak pake beli, dia kasi
saya frei-frei [gratis] sa [saja] (Transkip Wawancara 2011).
Petani tersebut memperoleh Bubur Kalifornia melalui tetangganya, tanpa
membeli atau mendapat pembagian gratis dari pemerintah.
23
4.2.5. Dosis yang Digunakan dalam Aplikasi
Hasil analisi tematik data wawancara (Lampiran 4a dan Lampiran 4b)
menunjukan dosis yang digunakan dalam pengaplikasian berbeda antara satu petani
dengan petani yang lain. Hal tersebut dapat disimak dari hasil wawancara dengan petani
Seorang petani di desa Tunua menjelaskan bahwa dosis yang digunakan dalam
pengaplikasian Bubur Kalifornia adalah sebagai berikut:
Saya ini ikut saja aturan pakai yang telah dijelas waktu saya terima penyuluhan,
saya takut buat salah lagi [aturaan salah]. Mereka [penyuluh] kastau [beritakan]
kami saat penyuluhan, kalau mau pake itu bubur harus sesuai dengan aturan, jadi
saya taru kapur [dan belerang] ditambah dengan air ±10 liter, terus saja adu-
aduk baru saya masak sampai dia [campuran] itu masak (Transkip wawancara
2011).
Petani tersebut mengikuti rekomendasi yang diberikan penyuluh pertanian saat
Bubur Kalifornia dibagikan. Dosis yang direkomendasikan oleh penyuluh pertanian
adalah 1 kg kapur dicampurkan dengan air ± 10 liter. Menurut Dinas Pertanian TTS
(2001), konsentrasi yang digunakan adalah ±10 liter air dan 1 kg kapur untuk 50-100
pohon.
Seorang petani lain dari Desa Lemon menjelaskan dosis yang digunakan sebagai
berikut:
Kalau aturan pake barang itu [Bubur Kalifornia] saya tau, mereka kastau
[diinformasihkan] penyuluh pertania, tapi saya campurkan itu barang [bahan-
bahan] sebanyak-banyaknya, supaya saya tidak cape-cape kalau saya mau oles
ke jeruk [Transkip Wawancara 2011].
Dosis yang diberikan tidak sesuai rekomendasi. Petani menggunakan dosis yang
berlebihan, hanya karena ingin meringankan dalam pekerjaan. Seharusnya konsentrasi
yang tepat adalah 10 liter air dan 1 kg kapur (Dinas Pertanian TTS, 2001) untuk 50-100
pohon. Hal yang dilakukan petani tersebut mempengaruhi evektifitas Bubur Kalifornia,
dalam mengendalikan penyakit sasaran.
4.3. Evaluasi Kuantitatif
4.3.1. Gejala Penyakit Diplodia pada Jeruk Kerpok di Lokasi Penelitian.
Pengamatan secara langsung ditemukan penyakit diplodia telah merusak jeruk
keprok soe. Hal ini tampak dari gejala dan tanda yang ditemukan pada tanaman. Bagian
batang dan ranting tanaman kelihatan kering dan mengeluarkan blendok (Gambar 3).
Warna daun menguning dan timbul pada bagian jeruk secara berkelompok dan infeksi
24
diplodia tersebar di seluruh bagian batang maupun cabang tanaman. Penyakit diplodia
tersebut kemudian berkembang dan menyebabkan kematian tanaman.
(a) (b)
Gambar 3. Infeksi Diplodia: (a) Infeksi Lanjutan Diplodia Basah pada Batang, (b)
Infeksi Lanjutan Diplodia Kering pada Batang.
Sumber: Foto Penelitian 2011.
4.3.2. Efektivitas Bubur Kalifornia dalam Mengendalikan Penyakit
Diplodia
Suatu pengendalian dapat dikatakan berhasil atau efektif apabila tanaman yang
diberi perlakuan menunjukkan insidensi yang lebih rendah daripada tanaman tanpa
perlakuan. Untuk mengukur keberhasilan Bubur Kalifornia, telah disajikan dan dibahas
hasil wawancara dengan petani pengguna dan bukan pengguna Bubur Kalifornia.
Namun untuk melengkapinya diperlukan data pengamatan langsung di lapangan, yaitu
pengamatan insidensi penyakit pada tanaman yang diberikan perlakuan dan pada
tanaman tanpa perlakuan.
Data pengamatan insidensi disajikan pada Lampiran 5a, sedangkan hasil uji t
dapat disajikan pada Lampiran 5b. Hasil uji t terhadap data insidensi penyakit
menunjukan tidak terdapat perbedaan nyata (P(T<=t) satu-arah>0,05) antara tanaman
yang diberikan perlakuan dan tanpa diberikan perlakuan Bubur Kalifornia. Berdasarkan
atas hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa ternyata perlakuan Bubur Kalifornia tidak
efektif dalam mengendalikan buduk diplodia pada tanaman jeruk keprok soe di
Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU.
25
Penggunaan Bubur Kalifornia yang tidak efektif tersebut terjadi karena beberapa
faktor. Hasil analisis tematik menunjukkan bahwa petani melakukan penyimpangan
dalam waktu aplikasi, yakni waktu pengaplikasian yang salah oleh petani. Bubur
Kalifornia seharusnya diaplikasikan pada musim kemarau, tetapi petani
mengaplikasikan pada musim hujan. Selain itu, petani melakukan aplikasi terhadap
tanaman yang sakit, padahal Bubur Kalifornia bersifat mencegah penyebaran penyakit,
bukan mengobati tanaman yang telah sakit. Seharusnya, tanaman yang sudah sakit
parah ditebang dan dibasmi dan aplikasi Bubur Kalifornia dilakukan terhadap tanaman
yang sakit ringan dan terutama terhadap tanaman sehat untuk melindungi tanaman dari
infeksi oleh jamur. Aplikasi juga tidak dilakukan terhadap seluruh tanaman dan tidak
oleh semua petani secara serentak. Dengan demikian, tanaman yang tidak memperoleh
aplikasi Bubur Kalifornia akan menjadi sumber inokulum bagi tanaman sehat dan
tanaman yang telah diberi aplikasi Bubur Kalifornia.
4.3.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Efektivitas Bubur
Kalifornia
4.3.3.1. Hubungan Insidensi Penyakit dengan Faktor Tunggal
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakefektifan
Bubur Kalifornia dalam mengendalikan penyakit diplodia pada tanaman jeruk Keprok
soe di Kabupten TTS dan kabupaten TTU, dilakukan analisis regresi antara ketinggian
tempat, diameter batang, dan populasi tanaman dengan insidensi penyakit. Ketinggian
tempat merupakan proksi suhu, diameter tanaman merupakan proksi umur tanaman, dan
populasi tanaman merupakan proksi kelembaban udara. Suhu, umur tanaman, dan
kelembaban udara merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
(Semangun, 1989) sehingga dapat menentukan evektifitas pengendalian dengan
menggunakan Bubur Kalifornia.
Data ketinggian tempat dan insidensi penyakit diplodia disajikan pada Lampiran
6a, sedangkan hasil analisis regresi antara keduanya disajikan pada Lampiran 6b. Plot
hasil analisis regresi disajikan pada Gambar 3.
26
Gambar 4. Plot Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat dan Insidensi Penyakit
Diplodia
Hasil analisis regresi menunjukan signifikan model p>0,05 dan signifikan
parameter model p>0,05. Hasil analisis regresi tersebut menunjukkan bahwa ketinggian
tempat tidak berhubungan dengan insidensi penyakit diplodia pada tanaman jeruk
keprok soe. Hal ini juga berarti bahwa efektivitas Bubur Kalifornia dalam
mengendalikan penyakit diplodia tanaman jeruk keprok soe tidak berhubungan dengan
ketinggian tempat. Karena ketinggian tempat merupakan proksi suhu maka ini juga
berarti bahwa ketidakefektifan penggunaan Bubur Kalifornia tidak berhubungan dengan
suhu.
Data diameter batang dan insidensi penyakit diplodia disajikan pada Lampiran
7a, sedangkan hasil analisis regresi antara keduanya disajikan pada Lampiran 7b. Plot
hasil analisis regresi disajikan pada Gambar 4
-23
-3
17
37
57
940
970
1000
1030
1060
1090
1120
1150
1180
Insi
den
si P
erla
ku
an (
%)
Ketinggian Tempat (m dpl)
27
Gambar 5. Plot Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat dan Insidensi Penyakit
Diplodia
Hasil analisis menunjukan signifikan model p>0,05 dan signifikan parameter
model p>0,05. Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa diameter batang
tidak berhubungan dengan insidensi penyakit diplodia pada jeruk keprok soe dan
dengan demikian juga dengan efektivitas Bubur Kalifornia dalam mengendalikan
penyakit tersebut. Mengingat diameter batang merupakan proksi umur tanaman maka
ini juga berarti bahwa ketidakefektifan penggunaan Bubur kalifornia untuk
mengendalikan penyakit diplodia di Kabupaten TTS dan kabupaten TTU tidak
berhubungan dengan umur tanaman.
Data populasi tanaman dan insidensi penyakit diplodia disajikan pada Lampira
8a, sedangkan hasil analisis regresi antara keduanya dapat disajikan pada Lampiran 8b.
Plot hasil analisis regresi disajikan pada Gambar 5.
-23
-13
-3
7
17
27
37
47
57
67
5.73
7.73
9.73
11.73
13.73
15.73
17.73
19.73
Insi
den
si P
erla
kuan
(%
)
Diameter Batang (cm)
28
Gambar 6. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Populasi Tanaman dan Insidensi Perlakuan
Hasil analisis menunjukan signifikan model p>0,05 dan signifikan parameter
model p>0,05. Berdasarkan hasil analisis ini dapat disimpulkan bahwa populasi
tanaman tidak berhubungan dengan insidensi penyakit diplodia. Hal ini juga dapat
berarti bahwa ketidakefektifan penggunaan Bubur Kalifornia untuk mengendalikan
penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok soe di Kabupaten TTS dan kabupaten
TTU tidak berhubungan dengan populasi tanaman. Mengingat populasi tanaman
merupakan proksi kelembaban udara maka hal ini juga dapat diartikan bahwa
ketidakefektifan penggunaan Bubur Kalifornia untuk mengendalikan penyakit diplodia
pada tanaman jeruk keprok soe di Kabupaten TTS dan kabupaten TTU tidak
berhubungan dengan kelembaban udara mikro di areal pertanaman.
4.3.3.2. Hubungan Insidensi Penyakit dengan Faktor Berganda
Hasil analisis regresi yang dijasikan sebelumnya dilakukan terhadap ketinggian
tempat, diameter batang, dan populasi tanaman secara sendiri-sendiri. Padahal, insidensi
penyakit dapat dipengaruhi oleh ketinggian tempat, diameter batang, dan populasi
tanaman secara bersamaan. Untuk menguji apakah terjadi hubungan seperti ini atau
tidak maka dilakukan analisis regresi berganda antara insidensi penyakit dengan
ketinggian tempat, diameter batang, dan populasi tanaman secara berganda. Data
ketinggian tempat, diameter batang, dan populasi tanaman serta insidensi penyakit
-23
-13
-3
7
17
27
37
47
57
67
2 502
1,002
1,502
2,002
2,502
3,002
3,502
4,002
4,502Insi
den
si P
erla
kuan
(%)
Populasi Tanaman (pohon)
29
disajikan pada Lampiran 9a, sedangkan hasil analisis regresi berganda disajikan pada
Lampiran 9b.
Hasil analisi regresi berganda menunjukan tidak terdapar hubungan yang nyata
antara ketinggian tempat, diameter batang dan populasi tanaman dengan insidensi
penyakit. Hal tersebut ditunjukan oleh signifikan model p>0,05 dan signifikan
parameter model p>0,05. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa insidensi penyakit
diplodia tidak berhubungan secara berganda dengan faktor ketinggian tempat, diameter
batang, dan populasi tanaman. Dengan kata lain, efektivitas penggunaan Bubur
Kalifornia untuk mengendalikan penyakit diplodia tidak berhubungan secara berganda
dengan faktor ketinggian tempat, diameter batang, dan populasi tanaman.. Dengan kata
lain, ketidakefektifan penggunaan Bubur Kalifornia dalam mengendalikan penyakit
diplodia pada tanaman jeruk keprok soe di Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU tidak
berhubungan dengan ketinggian tempat, diameter batang, dan populasi tanaman yang
masing-masing merupakan proksi suhu udara, umur tanaman, dan kelembaban udara
mikro.
4.4. Pembahasan Umum
Wilayah Kabupaten TTS dan TTU merupakan pusat produksi jeruk kerpok soe
yang merupakan kebanggaan dan unggulan masyarakat NTT. Namun dalam beberapa
tahun terakhir, populasi keprok soe yang dibudidayakan semakin berkurang dan
produksinya pun menurun. Penurunan populasi dan produksi tersebut dapat terjadi
karena penyakit diplodia sehingga pemerintah daerah setempat mencanangkan program
pengendalian dengan menggunakan Bubur Kalifornia.
Untuk menentukan keberhasilan program perlindungan tanaman, termasuk
program pengendalian penyakit diplodia dengan menggunakan Bubur Kalifornia, perlu
dilakukan evaluasi, bukan hanya untuk mengetahui tingkat keberhasilan, tetapi juga
untuk menentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan program
tersebut. Evaluasi suatu program seharusnya dilakukan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan daur pengelolaan program, tetapi sejauh ini pemerintah daerah
setempat tidak pernah melakukan evaluasi tersebut dengan sebagaimana mestinya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan aplikasi Bubur
Kalifornia untuk mengendalikan penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok soe di
30
TTS dan TTU tidak efektif. Hal itu ditunjukan dengan tidak terdapatnya perbedaan
insidensi yang nyata antara tanaman yang diberikan aplikasi dengan tanaman yang tidak
diberikan aplikasi Bubur Kalifornia. Hasil yang tidak efektif ini terjadi karena
penyimpangan dalam pelaksanaan aplikasi Bubur Kalifornia. Penyimpangan terjadi
bukan saja oleh petani, tetapi juga oleh petugas dalam memberikan penyuluhan kepada
petani terutama dalam hal waktu aplikasi dan tanaman yang dijadikan sasaran aplikasi.
Hal ini dikonfirmasi pula dengan hasil analisis regresi yang menunjukkan bahwa
insidensi penyakit pada tanaman yang diberikan maupun yang tidak diberikan perlakuan
Bubur Kalifornia tidak berhubungan dengan ketinggian tempat, diameter batang,
maupun populasi tanaman. Dengan kata lain, program penggunaan Bubur Kalifornia
untuk mengendalikan penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok soe di kabupaten
TTS dan kabupaten TTU tidak berhasil ternyata tidak berhubungan dengan faktor
lingkungan fisik. Dengan demikian maka ketidakberhasilan program pengendalian
penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok di Kabupaten TTS dan Kabupaten TTU
berkaitan terutama dengan faktor lingkungan sosial, dalam hal ini pelaksanaan
kebijakan pemerintah melalui program penggunaan Bubur Kalifornia untuk
mengendalikan penyakit diplodia.
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengendalian penyakit diplodia pada tanaman jeruk keprok soe dengan
menggunakan Bubur Kalifornia kurang efektif. Insidensi penyakit diplodia pada
tanaman Keprok soe yang diberikan dan tidak diberikan aplikasi Bubur Kalifornia
ternyata tidak berbeda secara nyata. Ketidak berhasilan aplikasi Bubur Kalifornia untuk
mengendalikan penyakit diplodia tersebut ternyata tidak berhubungan dengan
lingkungan fisik, melainkan dengan faktor sosial. Dalam hal ini, faktor sosial tersebut
berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah setempat menggunakan
Bubur Kalifornia untuk mengendalikan penyakit diplodia pada jeruk Keprok soe.
5.2 Saran
Mengingat keterbatasan lingkup penelitian ini maka diperlukan penelitian
lanjutan untuk menunjukkan apakah tanaman jeruk keprok soe, selain terinfeksi oleh
penyakit diplodia, juga terinfeksi oleh penyakit lain yang memang tidak dapat
dikendalikan dengan Bubur Kalifornia.
32
DAFTAR PUSTAKA
BPS TTU. 2010. Statistik Pertanian Kabupaten TTU dalam Angka. Kupang: BPS
Provinsi NTT. 2010.
Badan Litbang Pertanian, 2010 . Bubur Kalifornia dan Penggunaanya diakses 5/5/2010.
Propinsi NTT.
Badan Litbang Pertanian, 2010. Keprok Soe Bebas penyakit. diakses 5/5/2010). Provinsi
NTT.
Bora & Murdolelono. (2000). Prosiding Masalah dan Alternatif Pengendalian Penyakit
Jeruk Keprok Soe Di Nusa Tenggara Timur. Strategi Program Pengkajian
Jeruk Keprok Soe. Kupang: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT.
BPS TTS. (2010). Staistik Pertanian Kabupaten TTS dalm Angka. Kupang: BPS
Provinsi NTT.
Cardozo, 2002. Penyakit Diplodia Jeruk. diakses 24/11/2012.
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan .(2001). Pengembangan Jeruk Keprok Soe
Propinsi NTT.
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, 2010. Prosiding seminar Nasional. Budidaya
Jeruk Unggulan Indonesia. Yokyakarta.
Husein dalam Wikipedia Indonesia, 2010 Cara Kerja dan Evaluasi. diakses 15/09/2010
.
Lelman, 1978. Pengertian dan Evaluasi. Carapedia diakses 24/11/2012.
Mudita, I W. (2008). Penyakit Diplodia pada Jeruk Keprok Soe.. Picasa Web Album,
siakses dari:
Mudita. 2012. Analisi Regresi, dalam Sumberdayaskripsi. diakses 10/092012
Resminingsih, A. d, 2010. Pengertian dan evaluasi. carapedia. diakses 24/11/2012
Semangun. (1989). Penyakit penting tanaman Hortikultura. Jakarta: Gramedia.
Seran & Hau. (2003). Pengelolaan Sisitem Usaha Tani Menunjang Perkembangan Jeruk
Keprok Soe Secara Berkelanjutan. Seminar Nasional Jeruk Keprok Soe.
Kupang: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT.
Species Fungoeum, 2012a. Diplodia natalensis Pole-Evans. Diakses dari:
http://www.speciesfungorum.org/Names/NamesRecord.asp?RecordID=227722
Species Fungoeum, 2012b. Lasiodiplodia theobromae (Pat.) Griffon & Maubl., Diakses
dari:
http://www.speciesfungorum.org/Names/GSDSpecies.asp?RecordID=188476
33
Winarto, 1997. Infeksi Penyakit Diplodia. dalam Prosiding Seminar Infeksi penyakit
yang Membahayakan jeruk .Yokyakarta
Wong, D. L, 2011. Pengertian dan Evaluasi. carapedia. diakses 24/11/2012
Wudianto. (1990). Bubur Kalifornia dan Penggunaanya. Yokyakarta : Kanisius. Tambuan, H. dan Hapsoro, W. A. 2007. Jeruk Keprok Soe (JKS). Pemerintah Provinsi Nusa
Tenggara Timur Dinas Pertanian Tanaman Pangan Dan Hortikultura UPTD Proteksi
Tanaman. Kupang
Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Lembaran
Negara Republik Indonesia No. 12. Tahun 1992. Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46
34
Lampiran 1. Lokasi Penelitian
35
Lampiran 2a. Daftar Pertanyaan yang Ditujuakn Kepada Petani Jeruk Keprok Soe di
Lokasi Penelitian yang menggunakan Bubur Kalifornia.
1) Nama Bapak/Ibu siapa, umur berapa tahun? Sudah menikah atau belum?
2) Apakah Bapak/Ibu dahulu pernah sekolah? Sekolah terakhir sekolah apa? Sampai
tamat atau tidak dari sekolah yang paling terakhir itu?
3) Tempat tinggal Bapak/Ibu ini termasuk dusun berapa, desa apa?
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?\
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian?
36
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
14) Bagaimana keadaan tanaman setelah diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
16) Kalau BK memang dapat menyembuhkan tanaman, apakah Bapak/Ibu pernah
membeli sendiri BK? Di mana membeli? Berapa harganya?
17) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
37
Lampiran 2b. Daftar Pertanyaan yang Ditujukan Kepada Petani Jeruk Keprok Soe di
Lokasi Penelitian yang menggunakan Bubur Kalifornia.
1) Saya mendengar, petani jeruk lainnya menggunakan BK untuk mengendalikan
penyakit jeruk keprok. Bagaimana dengan Bapak/Ibu, mengapa tidak ikut
menggunakan?
2) Atau, apakah Bapak/Ibu memang tidak bersedia menggunakan BK karena alasan
lain? Mohon Bapak/Ibu menjelaskan alasan tidak menggunakan BK.
3) Atau, apakah dahulu Bapak/Ibu pernah menggunakan BK dan karena suatu alasan
Bapak/Ibu kemudian tidak mau menggunakannya lagi? Apakah memang begitu?
4) Bila memang begitu, apakah alasan Bapak/Ibu tidak lagi menggunakan BK padahal
dahulu pernah menggunakan?
5) Apakah Bapak/Ibu yakin BK dapat mengobati segala macam penyakit? Atau apakah
Bapak yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok saat ini memang disebabkan
oleh penyakit yang dapat diobati dengan BK?
6) Bila Bapak/Ibu yakin bahwa BK tidak dapat mengobati semua macam penyakit atau
bila ibu yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok bukanlah penyakit yang dapat
diobati dengan BK, bagaimana Bapak/Ibu bisa berpikir demikian? (Apa alasannya
sehingga Bapak/Ibu mengatakan demikian)?
38
Lampiran 3. Lembar Pengamatan Lapangan
Lembar Pengamatan Pohon diberi Perlakuan Bubur Kalifornia
Nama :
Dusun :
Desa :
Ketinggian Tempat :
Peubah Pengamatan Uraian Pohon Sampel ke
1 2 3 4 5
1. Jumlah pohon total dalam transek
(pohon)
2. Jumlah pohon bergejala penyakit
diplodia dalam transek (pohon)
3 Penyebaran gejala diplodia pada pohon
Bagian terinfeksi
4. Tanda penyakit pada pohon sampel
(patogen yang tampak, tulis uraian pada
buku kerja terpisah)
5. Lingkar batang pohon sampel (cm)
Lembar Pen#gamatan Pohon tidak diberi Perlakuan Bubur Kalifornia
Nama :
Dusun :
Desa :
Ketinggian Tempat :
Peubah Pengamatan Uraian Pohon Sampel ke
1 2 3 4 5
1. Jumlah pohon total dalam transek
(pohon)
2. Jumlah pohon bergejala penyakit
diplodia dalam transek (pohon)
3. Penyebaran gejala pada pohon
Bagian terinfeksi
4. Tanda penyakit pada pohon sampel
(patogen yang tampak, tulis uraian pada
buku kerja terpisah
5. Lingkar batang pohon sampel (cm)
39
Lampiran 4a Contoh Transkripsi Wawancara dengan Petani yang Menggunakan Bubur
Kalifornia (tidak semua dilampirkan)
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “Itu bubur kami dapat dari pemerintah. Pemerintah berikan kami lewat
kelompok kelompok tani, lewat program pemberdayaan dan pengembangan jeruk
keprok yang ada di kabupaten TTS. Petani yang tidak ada kelompok tidak dapat.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “Kami petani yang menggunakan bubur ini, diberi penyuluhan, bagai
mana cara mencampurkan larutan dari Bubur kalifornia, cara kerja dan bagaimana
cara mengaplikasikannya pada tanaman yang terinfeksi penyakit diplodia. . Kami
siapkan dulu jerigen, ember atau gentong untuk tempat campuran dan belerang,
kapur siri dan air. Setelah kami campur kami aduk-aduk larutan tersebut sampai
rata, kemudian dimasak diperiuk. Kalau sudak panas (mendidih) kami angkat,
setelah sudah dingin baru kami oleskan di jeruk yang sakit. Sebelum aplikasi kami
bersihkan dulu jeruk yang akan kami oles nanti dan siapkan alat serta bahan yang
akan kami gunakan
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “Kami petani ini selalu ikut apa yang dijelaskan oleh penyuluh pertanian
dari pemerintah kalau kami bikin sendiri takunya salah. Kalau caranya itu kami
oleskan bubur yang kami sudah siapkan secarah merata di bagian jeruk yang kena
sakit. Mereka dari penyuluh dari dinas pertania, yang kerja di kecamatan. Penyuluh
jelaskan cara-cara campur larutan, terus cara oles, kemudian saat kapan harus kami
oleskan.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
Jawaban : “Kalau caranya itu kami oleskan bubur yang kami sudah siapkan secarah
merata di bagian jeruk yang kena sakit itu
40
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ ya, tergantung ukuran tanamannya, kalau dia banyak maka kami campur
banyak dan oleskan. Biasaanya kami campur bukan untuk satu pohon saja, tetapi
kami siapkan untuk banyak pohon.
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
Jawaban : “kalau itu, untuk seluruh tanaman yang saya punya, yang saya gunaka
sekitar dua jergen.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “kami petani ini selalu ikut penjelasan yang diberikan oleh penyuluh dari
pemeritah. Kami selalu bersikan dulu pada bagin batang, ranting dan pada bagian-
bagian yang akan dioleskan.
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “Kami ikut arahan dari penyuluh pertania, kami biasanya melakukan
pengendalian pada saat musim kemarau, sehingga Bubur Kalifornia yang kami
oleskan dapat bermanfaat dengan baik mematikan penyakit yang menyerang. Musim
kemarau bubur cepat kering dan dia pasti meresap ke bagian jeruk yang kami
oleskan tadi
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan, supaya cepat terobati, kami takut
nanti jeruk mati.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
Jawaban : penyuluh jelaskan di kami, harus yang sakit duluan, tapi kami takut yang
sehat juga kena, makanya kami oleskan juga yang masih sehat.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
41
Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan, supaya cepat terobati, kami takut
nanti jeruk mati.
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian?
Jawaban : “khusus yang kami oleskan banyak yang sehat, tapi ada beberapa pohon
yang tidak bias bertahan, tetap sakit terus
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kelihatan warnanya agak putih-putih, kunung-kuning, dia kelihatan
macam luka-luka itu. Macam keluar lender begitu
14) Bagaimana keadaan tanaman setelah diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kalau yang sudah kami oleskan kelihatan seperti biasa warnanya, dia
tidak luka-luka. Lender juga tidak keluar lagi.
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
Jawaban : “kalau soal puas, kami puas juga. Tapi ada sebagin pohon yang mati,
kami harap supaya semua pohon sehat terus
16) Kalau BK memang dapat menyembuhkan tanaman, apakah Bapak/Ibu pernah
membeli sendiri BK? Di mana membeli? Berapa harganya?
Jawaban : “Itu bubur kami dapat dari pemerintah. Pemerintah berikan kami lewat
kelompok-kelompok tani, lewat program pemberdayaan dan pengembangan jeruk
keprok yang ada di kabupaten TTS dan TTU. Petani yang tidak ada kelompok tidak
dapat. Saya pernah beli di petugas yang kerja di dinas pertania.
17) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “sebagian masih ada, tapi sampai saat ini jeruk di kami punya kampung
sebagian besar tidak ada lagi. Mungkin kami terlambat kasi obat juga,mungkin juga
ada penyakit lain. Kami petani tidak tau kalau jeruk yang kami punya ini sudah
berkurang sekarang.
42
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “ade kami dapat dari pemerintah. Mereka kasi kami lewat kelompok
kelompok tani, dong pemerrintah punya program pemberdayaan dan
pengembangan jeruk keprok di ketong punya kabupaten.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “sebelum ketong pake, ketong dapa penyuluhan, dong ajar ketong cara
mencampur larutan, ajar ketong cara kerja, terus cara ketong oles di jeruk yang kena
penyakit busuk tu ade. Mereka kami siapkan jerigen, ember, atau gentong untuk
tempat ketong belerang, kapur siri dan air. Ketong campur abis aduk-aduk dia
sampai rata. Habis itu ketong masak di periuk sampai dia panas. Kalau sudah panas
ketong angka periuk, terus lepas sampai dingin, baru ketong oles di jeruk yang kena
itu panyakit.
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “ketong petani ini ikut sa apa yang mereka omong (penyuluh pertanian)
dari pemerintah kalau kami bikin sendiri takunya salah. Kalau caranya itu kami
oleskan bubur yang kami sudah siapkan secarah merata di bagian jeruk yang kena
sakit itu. Dong kastau cara penggunaanya, cara campurnya, terus cara olesnya, terus
kapan ketong harus oles.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
Jawaban : “Kalau caranya itu kami oleskan bubur yang kami sudah siapkan secarah
merata di bagian jeruk yang kena sakit itu.
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ ya ade, tergantung ukuran tanamannya, kalau dia banyak maka kami
campur banyak dan oleskan. Biasaanya ketong campur bukan untuk satu pohon saja,
tetapi kami siapkan untuk banyak pohon.
43
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
Jawaban : “ade kalau untuk saya punya pohon hanya dua ember bokor tu ade, itu
untuk seluruh jeruk.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “ketong bersikan dulu ade, dia punya bagian-bagian jeruk tu.
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “beta su omong tadi ade, ketong ikut arahan dari penyuluh pertania,
kaetong biasanya oles saat musim panas.
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?Jawaban : “ketong oleskan
yang sakit duluan,ketong takut nanti jeruk mati.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
Jawaban : be su kastau tadi ade, yang sake dahulu ade,supaya dia biasa sembuh.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan. Ade tu aturan dong jelaskan tu
cukup satu kali saja, kalu dia su kering. Biasa oles lagi kalau ketong lihat jeruk
masih parah.
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian?
Jawaban : “khusus yang kami oleskan banyak yang sehat, tapi ada beberapa pohon
yang tidak bias bertahan, tetap sakit terus
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kelihatan warnanya agak putih-putih, kunung-kuning, dia kelihatan
macam luka-luka itu. Macam keluar lender begitu.
44
14) Bagaimana keadaan tanaman setelah diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kalau yang sudah kami oleskan kelihatan seperti biasa warnanya, dia
tidak luka-luka. Lender juga tidak keluar lagi.
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
16) Jawaban : “kalau soal puas, kami puas juga. Tapi ada sebagin pohon yang mati,
kami harap supaya semua pohon sehat terus.
17) Kalau BK memang dapat menyembuhkan tanaman, apakah Bapak/Ibu pernah
membeli sendiri BK? Di mana membeli? Berapa harganya?
Jawaban : “Itu bubur kami dapat dari pemerintah. Pemerintah berikan kami lewat
kelompok-kelompok tani, lewat program pemberdayaan dan pengembangan jeruk
keprok yang ada di kabupaten TTS dan TTU. Petani yang tidak ada kelompok tidak
dapat. Saya pernah beli di petugas yang kerja di dinas pertania.
18) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “separuh yang masih ada ade, mungkin ketong terlambat kasi tu barang
juga ade, tapi ketong petani ne tidak tau ade. Mungkin pengaruh tu ko atu pengaruh
laen, ade dong yang tau.
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “saya pake beli ade, be beli di tu penyuluh pertaniaan yang kerja di kantor
camat.
Tu hari be beli seratus ribu, dong bilang untuk uang rook sa.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “sebelum beta bawa pulang, tu pegawe penyulu jelaskan di beta dulu,
bagaimana dia pung aturan mainnya. Tu penyuluh bilang siapkan dulu tempa
kosong di jerigen ato ember, atau gentong. Tempat itu untuk ketong campur
belerang, kapur siri dan air. Dia bilang, setelah campur baru di eok-eok sampai rata,
45
habis itu masak di periuk sampai dia mendidih. Kalau sudah mendidih baru angkat.
Lepas dia sampai dingin baru biasa oles di jeruk.
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “ kalau beta sendiri lansung dijelaskan di kantor camat, langsung dengan
petugasnya memang. Tu dia kastau beta yang tadi tu cara-caranya tu, terus waktu
kapan saya harus oleskan.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
Jawaban : “Kalau caranya itu kami seperti yang dijelaskan petugas tadi oles bubur
yang sudah disiapkan, kita oles secarah merata di bagian jeruk yang kena penyakit
busuk tu
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ tu hari beta beli hanya 1 ember ade. Aturanya seperti itu, harus
tergantung ukuranya ade, tapi beta oles sedik-sedikit, karena kurang tow ade.
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
jawaban : “be punya kurang ade,,jadi beta olessadikit-sadikit, soalnya b punya jeruk
yang kana panyakit banyak na.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “ketong bersikan dulu ade, dia punya bagian-bagian jeruk tu.
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “beta su omong tadi ade, ketong ikut arahan dari penyuluh pertania,
kaetong biasanya oles saat musim panas.
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
Jawaban : “be oles yang su parah sekali ade.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
46
Jawaban : be su kastau tadi ade, yang sake dahulu ade,supaya dia biasa sembuh.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
Jawaban : “be kasi satu kali saja ade..
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian
Jawaban : “ada yang sehat ade, tapi ada yang mati na.
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : ketong lihat kering, batang macam ke orang potong tu ade.
14) Bagai mana keadaan setelah dioleskan?
Jawaban : “kalau yang sembuh tu, dia punya batang ketong lihat sehat, terus macam
luka-luka tu tidak ada, tapi ada yang masih noe-noe, kering, terus dia punya luka ju
masih ada na.
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
Jawaban : “beta puas kalau tidak ada yang mati,
16) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “sebagiannya masih ada ade, mungkin ketong terlambat kasi tu barang
juga ade, mungkin juga penyakit lain yang kena ketong punya panyakit ade.
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “Dapat dari pemerintah.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “Kami, diberi penyuluhan, bagai mana cara mencampurkan larutan, cara
kerja dan bagaimana cara mengaplikasikannya pada tanaman yang terinfeksi
47
penyakit busuk batang. . Kami siapkan dulu jerigen, ember atau gentong untuk
tempat campuran dan belerang, kapur siri dan air. Setelah kami campur kami aduk-
aduk larutan tersebut sampai rata, kemudian dimasak diperiuk. Kalau sudak panas
(mendidih) kami angkat, setelah sudah dingin baru kami oleskan di jeruk yang sakit.
Sebelum aplikasi kami bersihkan dulu jeruk yang akan kami oles nanti dan siapkan
alat serta bahan yang akan kami gunakan.
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “Kami ikut apa yang dijelaskan oleh penyuluh pertanian dari pemerintah
kalau kami bikin sendiri takunya salah. Kalau caranya itu kami oleskan bubur yang
kami sudah siapkan secarah merata di bagian jeruk yang kena sakit. Mereka dari
penyuluh dari dinas pertania, yang kerja di kecamatan. Penyuluh jelaskan cara-cara
campur larutan, terus cara oles, kemudian saat kapan harus kami oleskan.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
Jawaban : “Kalau caranya itu kami oleskbu bur yang kami sudah siapkan secarah
merata di bagian jeruk yang kena sakit itu.
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ ya, tergantung ukuran tanamannya, kalau dia banyak maka kami campur
banyak dan oleskan. Biasaanya kami campur bukan untuk satu pohon saja, tetapi
kami siapkan untuk banyak pohon.
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
Jawaban : “kalau itu, untuk seluruh tanaman yang saya punya, yang saya gunaka
sekitar dua jergen.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “kami petani ini selalu ikut penjelasan yang diberikan oleh penyuluh dari
pemeritah. Kami selalu bersikan dulu pada bagin batang, ranting dan pada bagian-
bagian yang akan dioleskan.
48
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “Kami ikut arahan dari penyuluh pertania, kami biasanya melakukan
pengendalian pada saat musim kemarau, sehingga Bubur Kalifornia yang kami
oleskan dapat bermanfaat dengan baik mematikan penyakit yang menyerang. Musim
kemarau bubur cepat kering dan dia pasti meresap ke bagian jeruk yang kami
oleskan tadi.
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan, supaya cepat terobati, kami takut
nanti jeruk mati.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
Jawaban : yang sakit duluan, kalau yang sehat juga kena baru kita oleskan. Karena
kami takut yang parah itu mati.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan, supaya cepat terobati, kami takut
nanti jeruk mati.
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian?
Jawaban : “khusus yang kami oleskan banyak yang sehat, tapi ada beberapa pohon
yang tidak bias bertahan, tetap sakit terus.
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kelihatan warnanya agak putih-putih, kunung-kuning, dia kelihatan
macam luka-luka itu. Macam keluar lender begitu
14) Bagaimana keadaan tanaman setelah diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kalau yang sudah kami oleskan kelihatan seperti biasa warnanya, dia
tidak luka-luka. Lender juga tidak keluar lagi.
49
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
Jawaban : “kalau soal puas, kami puas juga. Tapi ada sebagin pohon yang mati,
kami harap supaya semua pohon sehat terus.
16) Kalau BK memang dapat menyembuhkan tanaman, apakah Bapak/Ibu pernah
membeli sendiri BK? Di mana membeli? Berapa harganya?
Jawaban : “kami pake hanya itu kali saja, tidak beli lagi ade.
17) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “masih ada ,yang mati, kami tidak tau mungkin bukan dia punya obat
yang ini, atau ada penyakit lain ade,,ade dong yang tau,,kami petani ne tidak terlalu
tau.
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “dapa dari pemerintah, lewat kelompok kelompok tani.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “kami dapa penyuluhan, bagaiman cara mencampur larutan,cara kerja,
terus cara oles di jeruk yang kena penyakit. kami siapkan jerigen, ember, atau
gentong untuk tempat campur belerang, kapur siri dan air, campur abis aduk-aduk
dia sampai rata. Habis itu masak di periuk sampai dia panas. Kalau sudah panas
kami angka periuk, terus lepas sampai dingin, baru kami oles di jeruk yang kena itu
panyakit.
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “ seperti saya jelaskan tadi, dari dinas pertania melalui penyuluh pertania
di Kecamatan. Caranya seperti tadi.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK?
50
Jawaban : “Kalau caranya itu kami oleskan bubur yang kami sudah siapkan secarah
merata di bagian jeruk yang kena sakit itu.
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ ya ade, tergantung ukuran tanamannya, kalau dia banyak maka kami
campur banyak dan oleskan. Biasaanya ketong campur bukan untuk satu pohon saja,
tetapi kami siapkan untuk banyak pohon.
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
Jawaban : “ade kalau untuk saya punya pohon hanya dua ember bokor tu ade, itu
untuk seluruh jeruk.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “ketong bersikan dulu ade, dia punya bagian-bagian jeruk tu.
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “beta su omong tadi ade, ketong ikut arahan dari penyuluh pertania,
kaetong biasanya oles saat musim panas.
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
Jawaban : “ketong oleskan yang sakit duluan,ketong takut nanti jeruk mati.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
Jawaban : be su kastau tadi ade, yang sake dahulu ade,supaya dia biasa sembuh.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
12) Jawaban : “Selalu kami oleskan yang sakit duluan. Ade tu aturan dong jelaskan tu
cukup satu kali saja, kalu dia su kering. Biasa oles lagi kalau ketong lihat jeruk
masih parah.
13) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian?
51
Jawaban : “khusus yang kami oleskan banyak yang sehat, tapi ada beberapa pohon
yang tidak bias bertahan, tetap sakit terus.
14) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kelihatan warnanya agak putih-putih, kunung-kuning, dia kelihatan
macam luka-luka itu. Macam keluar lender begitu.
15) Bagaimana keadaan tanaman setelah diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : “kalau yang sudah kami oleskan kelihatan seperti biasa warnanya, dia
tidak luka-luka. Lender juga tidak keluar lagi.
16) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
Jawaban : “kalau soal puas, kami puas juga. Tapi ada sebagin pohon yang mati,
kami harap supaya semua pohon sehat terus.
17) Kalau BK memang dapat menyembuhkan tanaman, apakah Bapak/Ibu pernah
membeli sendiri BK? Di mana membeli? Berapa harganya?
Jawaban : “Itu bubur kami dapat dari pemerintah. Pemerintah berikan kami lewat
kelompok-kelompok tani, lewat program pemberdayaan dan pengembangan jeruk
keprok yang ada di kabupaten TTS dan TTU. Petani yang tidak ada kelompok tidak
dapat. Saya pernah beli di petugas yang kerja di dinas pertania.
18) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “separuh yang masih ada ade, mungkin ketong terlambat kasi tu barang
juga ade, tapi ketong petani ne tidak tau ade. Mungkin pengaruh tu ko atu pengaruh
laen, ade dong yang tau.
52
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Dari mana Bapak/Ibu memperoleh BK? Apakah memperoleh pembagian dari
pemerintah atau membeli sendiri?
Jawaban : “saya punya tu tetangga yang kasi, soalnya mereka punya ada banyak
na.
2) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara mempersiapkanBK?
Jawaban : “saya tidak terlalu tau, tetangga yang kasi juga tiddak menjelaskan cara-
cara bagaiman. Hanya dia bilang, kau campur itu barang-barang (larutan) terus kau
adu, kau buat di ember atu bokor besar. Terus itu dia bilang masak sampai mendidi
terus oles di jeruk
3) Bagaimana cara menggunakan BK? Apakah ada yang memberitahu cara
menggunakannya? Dari instansi mana yang memberitahu? Apa saja yang
diberitahukan?
Jawaban : “saya tidak ada informasi dari instansi manapun, hanya tetangga saya
yang beritakan seperti saya omong tadi.
4) Tolong Bapak/Ibu menceritakan bagaimana cara menggunakan BK
Jawaban : “caranya macam tadi itu.
5) Berapa banyak BK yang diperlukan untuk mengolesi satu tanaman? Apakah
tergantung ukuran tanamannya?
Jawaban : “ tu hari dia kasi saya lumayan juga, jadi saya oleskan di saya punya jeruk
hamper semua.
6) Dengan kebutuhan BK seperti itu, berapa banyak BK yang diperlukan untuk satu
kali mengolesi seluruh tanaman yang Bapak Ibu miliki? Berapa kali Bapak/Ibu
mengolesi tanaman dalam satu tahun?
jawaban : “saya oleskan secarah keseluruh di saya punya tanaman jeruk ade, yang
sakit dengan yang belum sakit tu, alasanya saya takut yang sehat juga kena penyakit
lagi.
7) Apakah sebelum diolesi BK, batang dibersihkan terlebih dahulu?
Jawaban : “saya bersihkan bagian-bagian tertentu saja.
53
8) Pada saat mana sebaiknya digunakan, pada akhir musim kemarau sebelum musim
hujan, pada saat musim hujan, pada awal musim kemarau, atau pada saat musim
kemarau?
Jawaban : “ saya oles pada saat mau hujan ade.
9) Apakah pada saat memberi perlakuan BK, seluruh tanaman Bapak/Ibu berikan
perlakuan? Atau, apakah hanya tanaman tertentu saja?
Jawaban : “be oles yang su parah sekali ade.
10) Tanaman yang bagaimana yang Bapak/Ibu dahulukan untuk diolesi BK, tanaman
yang masih sehat atau yang sudah sakit? Mengapa?
Jawaban : saya oles semua ade, saya sudah kastau tadi. Takut yang sehat juga kena
lagi,lebeh baik saya oles semua.
11) Apakah BK cukup diberikan satu kali saja atau harus secara berulang? Bila harus
berulang, setiap barapa hari atau minggu?
Jawaban : “saya hanya kasi satu kali.
12) Selama ini, apakah menurut Bapak/Ibu pengendalian dengan BK ada hasilnya?
Bagaimana hasilnya? Apakah tanaman yang sakit bisa menjadi sehat kembali
setelah diberi perlakuan BK? Bagaimana Bapak/Ibu bisa menyimpulkan demikian
Jawaban : “adu ade, saya punya hamper sebagian mati.
13) Bagaimana keadaan tanaman sebelum diolesi BK? Bagaimana keadaan batangnya,
cabangnya, daunnya?
Jawaban : kelihatan pucat-pucat ade, keluar macam nana tu ade, di bagian batangnya
14) Bagai mana keadaan setelah dioleskan?
Jawaban : “lebih banyak yang mati, ada yang sembuh sebentar saja terus kena lagi
ade.
15) Setelah berapa lama perubahan sebagaimana yang Bapak/Ibu sebutkan tadi terjadi?
Apakah Bapak/Ibu puas dengan perubahan tersebut?
Jawaban : “puas bagimana, ko mati semua ne ade.
16) Apakah setelah memberikan perlakuan BK masih ada tanaman Bapak/Ibu yang
mati? Menurut Bapak/Ibu, apakah matinya tanaman tersebut terjadi karena
Bapak/Ibu terlambat memberikan perlakuan BK atau bagaimana?
Jawaban : “sebagian besar mati, mungkin saya terlambat atau saya salah pake, atau
mungkin ada sebab lain. Ada penyakit lain mungkin ade.
54
Lampiran 4b Contoh Transkripsi Wawancara dengan Petani yang Tidak Menggunakan
Bubur Kalifornia (tidak semua dilampirkan)
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Saya mendengar, petani jeruk lainnya menggunakan BK untuk mengendalikan
penyakit jeruk keprok. Bagaimana dengan Bapak/Ibu, mengapa tidak ikut
menggunakan?
Jawaban : “itu bubur dibagian pada mereka yang punya kelompok tani. Kami yang
tidak ikut kelompok tani tidak dapat.
2) Atau, apakah Bapak/Ibu memang tidak bersedia menggunakan BK karena alasan
lain? Mohon Bapak/Ibu menjelaskan alasan tidak menggunakan BK.
Jawaban : “ yang pertama kami tidak ikut kelompok tani, kalau diberikan kami
bersedia. Kalau menurut kami petani yang tidak sekolah, kami lihat meraka yang
menggunakan itu obat, jeruknya juga mati. Mungkin itu obat tidak cocok dengan
penyakit itu barang kali.
3) Atau, apakah dahulu Bapak/Ibu pernah menggunakan BK dan karena suatu alasan
Bapak/Ibu kemudian tidak mau menggunakannya lagi? Apakah memang begitu?
Jawaban : “kami tidak pernah menggunakan itu bubur, kami tidak mau pake karena
tidak cocok dengan penyakit yang dialami jeruk kami.
4) Bila memang begitu, apakah alasan Bapak/Ibu tidak lagi menggunakan BK padahal
dahulu pernah menggunakan?
Jawaban : kami tidak gunakan dari dulu. Yang menggunakanpun tidak pake lagi
karena tidak cocok dengan penyakit yang dialami oleh jeruk keprok soe kami.
5) Apakah Bapak/Ibu yakin BK dapat mengobati segala macam penyakit? Atau apakah
Bapak yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok saat ini memang disebabkan
oleh penyakit yang dapat diobati dengan BK?
Jawaban : “kami petani ini tidak tau ade, tapi kami lihat merak yang menggunaka itu
bubur jeruknya juga sekarang sudah berkurang, padahal dulu banyak juga seperti
kami punya. Mungki ada penyakit atau penyebab yang lain sampai kami punya
tanaman mati semu.
6) Bila Bapak/Ibu yakin bahwa BK tidak dapat mengobati semua macam penyakit atau
bila ibu yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok bukanlah penyakit yang dapat
55
diobati dengan BK, bagaimana Bapak/Ibu bisa berpikir demikian? (Apa alasannya
sehingga Bapak/Ibu mengatakan demikian)?
Jawaban : kalau jeruk yang bias diobati atau disembuhkan dengan itu bubur berarti
dia cocok. Kami tidak tau itu bubur cocok untuk penyakit apa, soalnya kami ini
tidak sekolah dan tidak ada juga yang menjelaskan di kami petani ini ade. Pasti ada
penyakit lain atau penyebab lain sehingga jeruk kami mati.
Nama : Petani X
Desa : X
Kabupaten : X
1) Saya mendengar, petani jeruk lainnya menggunakan BK untuk mengendalikan
penyakit jeruk keprok. Bagaimana dengan Bapak/Ibu, mengapa tidak ikut
menggunakan?
Jawaban : “itu bubur dibagian pada mereka yang punya kelompok tani. Kami yang
tidak ikut kelompok tani tidak dapat.
2) Atau, apakah Bapak/Ibu memang tidak bersedia menggunakan BK karena alasan
lain? Mohon Bapak/Ibu menjelaskan alasan tidak menggunakan BK.
Jawaban : “ yang pertama kami tidak ikut kelompok tani, kalau diberikan kami
bersedia. Kalau menurut kami petani yang tidak sekolah, kami lihat meraka yang
menggunakan itu obat, jeruknya juga mati. Mungkin itu obat tidak cocok dengan
penyakit itu barang kali.
3) Atau, apakah dahulu Bapak/Ibu pernah menggunakan BK dan karena suatu alasan
Bapak/Ibu kemudian tidak mau menggunakannya lagi? Apakah memang begitu?
Jawaban : “kami tidak pernah menggunakan itu bubur, kami tidak mau pake karena
tidak cocok dengan penyakit yang dialami jeruk kami.
4) Bila memang begitu, apakah alasan Bapak/Ibu tidak lagi menggunakan BK padahal
dahulu pernah menggunakan?
Jawaban : kami tidak gunakan dari dulu. Yang menggunakanpun tidak pake lagi
karena tidak cocok dengan penyakit yang dialami oleh jeruk keprok soe kami.
5) Apakah Bapak/Ibu yakin BK dapat mengobati segala macam penyakit? Atau apakah
Bapak yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok saat ini memang disebabkan
oleh penyakit yang dapat diobati dengan BK?
Jawaban : “kami petani ini tidak tau ade, tapi kami lihat merak yang menggunaka itu
bubur jeruknya juga sekarang sudah berkurang, padahal dulu banyak juga seperti
56
kami punya. Mungki ada penyakit atau penyebab yang lain sampai kami punya
tanaman mati semu.
6) Bila Bapak/Ibu yakin bahwa BK tidak dapat mengobati semua macam penyakit atau
bila ibu yakin bahwa penyakit tanaman jeruk keprok bukanlah penyakit yang dapat
diobati dengan BK, bagaimana Bapak/Ibu bisa berpikir demikian? (Apa alasannya
sehingga Bapak/Ibu mengatakan demikian)?
Jawaban : kalau jeruk yang bias diobati atau disembuhkan dengan itu bubur berarti
dia cocok. Kami tidak tau itu bubur cocok untuk penyakit apa, soalnya kami ini
tidak sekolah dan tidak ada juga yang menjelaskan di kami petani ini ade. Pasti ada
penyakit lain atau penyebab lain sehingga jeruk kami mati.
57
Lampiran 5a Data Insidensi Perlakuan dan Tanpa Perlakuan
Petani
Insidensi
Perlakuan (%) Petani
Insidensi Tanpa
Perlakuan (%)
Mikael Gebe Tanu 45.00 Nao Mitan Tanesi 60.00
Imanuel Banu 48.00 Lambertus Naben 42.31
Marten Naben 55.00 Zakeus Pit'ay 85.00
Gerson Nahas 40.91 Yohanes Pit'ay 35.00
Yustus Tanu 40.00 Mikael Banu 52.38
Dikson Selan 42.11 Ananias Pa'i 35.00
Jidron Nomleni 50.00 Martinus Fallo 47.62
Marten Talan 70.00 Marten Selan 60.00
Kornelis Benu 36.00 Yefta Yap 54.17
Samgar Benu 52.17 Yosua Talan 39.13
Yohanis Babis 63.64 Elliaser Besi 56.25
Yonatan Naben 35.29 Fredik Teek 48.28
Yohanes Takaeb 60.00 Martinus Lasa 52.38
Sefna Pit'ay 67.74 Alexsander Sunbanu 33.33
Yafet Lasa 63.64 Filipus Oematan 59.09
Benyamin Banfatin 51.35 Stefanus Banoet 36.36
Zakaris Oematan 36.36 Godlif Kase 45.83
Heskiel Ollin 37.50 Anton Lasa 80.00
Martinus Lasfeto 47.37 Kirinus Banfatin 35.14
Thobias Oematan 50.00 Koenelis Oematan 68.75
Yosep Salu 23.53 Mika Naben 65.22
Kris Na'if 36.84 Ose Naben 73.33
Ruben Naben 63.64 David Fallo 40.00
Nikson Taus 40.00 Guido Ce 45.00
Mikael Tau 36.36 Thomas Kuil 43.75
Wili Taus 31.58 Maksi Banfatin 41.18
Agus Tael 54.55 Nikson Kosat 40.91
Vinsen Fallo 57.14 Manuel Fallo 66.67
Lambertus Fallo 41.18 Rikson Talaan 23.53
Agus Naif 48.00 Petrus Anduli Kosat 33.33
58
Lampiran 5b. Hasil Analisis Uji T
t-Test: Two-Sample
Assuming Unequal
Variances
Insidensi
Perlakuan (%)
Insidensi Tanpa
Perlakuan (%)
Mean 47,49667 49,96467
Variance 134,6391 224,8916
Observations 30 30
Hypothesized Mean
Difference 0
df 55
t Stat -0,71292
P(T<=t) one-tail 0,239456
t Critical one-tail 1,673034
P(T<=t) two-tail 0,478912
t Critical two-tail 2,004045
59
Lampiran 6a. Data Regresi Ketinggian Tempat dengan Insiden Perlakuan
Petani Desa Elevasi
Mikael Gebe Tanu Tunua 1121
Imanuel Banu Tunua 1102
Marten Naben Tunua 998
Gerson Nahas Tunua 1125
Yustus Tanu Tunua 987
Dikson Selan Ajobaki 1167
Jidron Nomleni Ajobaki 1168
Marten Talan Ajobaki 1155
Kornelis Benu Ajobaki 1106
Samgar Benu Ajobaki 1135
Yohanis Babis O'besi 1179
Yonatan Naben O'besi 1165
Yohanes Takaeb O'besi 1094
Sefna Pit'ay O'besi 1023
Yafet Lasa O'besi 1022
Benyamin Banfatin Oelbubuk 1037
Zakaris Oematan Oelbubuk 1011
Heskiel Ollin Oelbubuk 1065
Martinus Lasfeto Oelbubuk 1036
Thobias Oematan Oelbubuk 1052
Yosep Salu Lemon 1100
Kris Na'if Lemon 1109
Ruben Naben Lemon 1110
Nikson Taus Lemon 1100
Mikael Tau Lemon 1077
Wili Taus Suanae 998
Agus Tael Suanae 1050
Vinsen Fallo Suanae 1055
Lambertus Fallo Suanae 1030
Agus Naif Suanae 1020
Nao Mitan Tanesi Tunua 1121
Lambertus Naben Tunua 1182
Zakeus Pit'ay Tunua 975
Yohanes Pit'ay Tunua 987
Mikael Banu Tunua 1105
Ananias Pa'i Ajobaki 1147
Martinus Fallo Ajobaki 1121
Marten Selan Ajobaki 1103
Yefta Yap Ajobaki 1150
60
Yosua Talan Ajobaki 1150
Elliaser Besi O'besi 1034
Fredik Teek O'besi 1054
Martinus Lasa O'besi 1036
Alexsander Sunbanu O'besi 1023
Filipus Oematan O'besi 1033
Stefanus Banoet Oelbubuk 1054
Godlif Kase Oelbubuk 1060
Anton Lasa Oelbubuk 1066
Kirinus Banfatin Oelbubuk 1024
Koenelis Oematan Oelbubuk 1000
Mika Naben Lemon 1103
Ose Naben Lemon 1119
David Fallo Lemon 1075
Guido Ce Lemon 1107
Thomas Kuil Lemon 1109
Maksi Banfatin Suanae 1025
Nikson Kosat Suanae 991
Manuel Fallo Suanae 970
Rikson Talaan Suanae 955
Petrus Anduli Kosat Suanae 946
61
Lampiran 6b. Hasil Analisis Regresi Ketinggian Tempat dengan Insidensi Perlakuan
SUMMAR
Y
OUTPUT
Regression
Statistics
Multiple R 0.06532718
R Square 0.1426764
Adjusted R
Square 0.00053831
Standard
Error 11.4638881
Observation
s 269
ANOVA
df SS MS F
Signifi
cance
F
Regression 1
150.39
04856
150.3904
856
1.1
44
34
0.2857
0246
Residual 267
35089.
3352
131.4207
311
Total 268
35239.
72568
Coeffi
cients
Standa
rd
Error t Stat
P-
value
Lower
95%
Uppe
r 95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept
33.102
7543
13.430
18267
2.4648
02979
0.014
34
6.6602
2119
59.54
5287
6.6602
2119
59.545
2873
1121
0.0132
8887
0.0124
22521
1.0697
40015
0.285
7
-
0.0111
6969
0.037
7474
-
0.0111
697
0.0377
4743
1
62
Lampiran 7a. Data Diameter Batang dengan Insidensi Perlakuan
Petani
Diameter
Batang Petani
Diameter
Batang
Mikael Gebe Tanu 18.45 Benyamin Banfatin 15.91
Mikael Gebe Tanu 15.59 Benyamin Banfatin 17.18
Mikael Gebe Tanu 8.91 Benyamin Banfatin 18.45
Mikael Gebe Tanu 9.23 Benyamin Banfatin 18.77
Mikael Gebe Tanu 18.14 Benyamin Banfatin 18.14
Mikael Gebe Tanu 9.55 Benyamin Banfatin 19.09
Mikael Gebe Tanu 11.14 Benyamin Banfatin 17.18
Mikael Gebe Tanu 10.18 Benyamin Banfatin 17.82
Mikael Gebe Tanu 9.55 Zakaris Oematan 18.14
Imanuel Banu 9.23 Zakaris Oematan 15.91
Imanuel Banu 8.91 Zakaris Oematan 14.32
Imanuel Banu 8.59 Zakaris Oematan 14.64
Imanuel Banu 9.23 Zakaris Oematan 19.09
Imanuel Banu 10.18 Zakaris Oematan 18.14
Imanuel Banu 11.14 Zakaris Oematan 18.77
Imanuel Banu 10.82 Zakaris Oematan 17.18
Imanuel Banu 10.82 Zakaris Oematan 15.91
Imanuel Banu 9.23 Zakaris Oematan 16.23
Marten Naben 9.23 Heskiel Ollin 13.36
Marten Naben 9.55 Heskiel Ollin 15.59
Marten Naben 12.73 Heskiel Ollin 14.64
Marten Naben 13.36 Heskiel Ollin 19.09
Marten Naben 7.95 Heskiel Ollin 19.73
Marten Naben 18.45 Heskiel Ollin 20.05
Marten Naben 6.36 Heskiel Ollin 19.09
Marten Naben 8.91 Heskiel Ollin 18.14
Marten Naben 9.23 Heskiel Ollin 18.77
Gerson Nahas 18.14 Martinus Lasfeto 17.18
Gerson Nahas 9.55 Martinus Lasfeto 15.91
Gerson Nahas 11.14 Martinus Lasfeto 16.23
Gerson Nahas 10.18 Martinus Lasfeto 19.09
Gerson Nahas 9.55 Martinus Lasfeto 18.14
Gerson Nahas 9.23 Martinus Lasfeto 18.77
Gerson Nahas 8.91 Martinus Lasfeto 17.18
Gerson Nahas 8.59 Martinus Lasfeto 15.91
Gerson Nahas 9.23 Martinus Lasfeto 16.23
Yustus Tanu 10.18 Thobias Oematan 9.55
Yustus Tanu 11.14 Thobias Oematan 8.91
63
Yustus Tanu 10.82 Thobias Oematan 11.14
Yustus Tanu 10.82 Thobias Oematan 14.64
Yustus Tanu 9.23 Thobias Oematan 7.95
Yustus Tanu 9.23 Thobias Oematan 7.64
Yustus Tanu 9.55 Thobias Oematan 7.95
Yustus Tanu 12.73 Thobias Oematan 9.86
Yustus Tanu 13.36 Thobias Oematan 8.27
Dikson Selan 7.95 Yosep Salu 8.59
Dikson Selan 9.55 Yosep Salu 17.50
Dikson Selan 11.14 Yosep Salu 13.68
Dikson Selan 10.18 Yosep Salu 7.64
Dikson Selan 9.55 Yosep Salu 10.82
Dikson Selan 9.23 Yosep Salu 7.00
Dikson Selan 8.91 Yosep Salu 13.68
Dikson Selan 8.59 Yosep Salu 17.18
Dikson Selan 9.23 Yosep Salu 7.95
Jidron Nomleni 10.18 Kris Na'if 6.36
Jidron Nomleni 11.14 Kris Na'if 14.32
Jidron Nomleni 10.82 Kris Na'if 11.14
Jidron Nomleni 10.82 Kris Na'if 11.14
Jidron Nomleni 9.23 Kris Na'if 7.95
Jidron Nomleni 9.23 Kris Na'if 6.36
Jidron Nomleni 9.55 Kris Na'if 7.95
Jidron Nomleni 12.73 Kris Na'if 10.18
Jidron Nomleni 13.36 Kris Na'if 7.64
Marten Talan 7.95 Ruben Naben 12.73
Marten Talan 9.55 Ruben Naben 5.73
Marten Talan 11.14 Ruben Naben 5.73
Marten Talan 10.18 Ruben Naben 7.95
Marten Talan 9.55 Ruben Naben 8.27
Marten Talan 9.23 Ruben Naben 7.64
Marten Talan 8.91 Ruben Naben 7.32
Marten Talan 8.59 Ruben Naben 6.68
Marten Talan 9.23 Ruben Naben 6.36
Kornelis Benu 10.18 Nikson Taus 6.36
Kornelis Benu 11.14 Nikson Taus 6.36
Kornelis Benu 10.82 Nikson Taus 7.95
Kornelis Benu 10.82 Nikson Taus 7.95
Kornelis Benu 9.23 Nikson Taus 7.95
Kornelis Benu 9.23 Nikson Taus 6.68
Kornelis Benu 9.55 Nikson Taus 6.68
64
Kornelis Benu 12.73 Nikson Taus 7.64
Kornelis Benu 13.36 Nikson Taus 7.32
Samgar Benu 9.23 Mikael Tau 7.64
Samgar Benu 9.23 Mikael Tau 7.32
Samgar Benu 9.55 Mikael Tau 7.95
Samgar Benu 12.73 Mikael Tau 8.27
Samgar Benu 13.36 Mikael Tau 7.95
Samgar Benu 7.95 Mikael Tau 7.95
Samgar Benu 9.55 Mikael Tau 7.32
Samgar Benu 11.14 Mikael Tau 8.27
Samgar Benu 10.18 Mikael Tau 6.68
Yohanis Babis 8.91 Wili Taus 8.91
Yohanis Babis 8.59 Wili Taus 8.59
Yohanis Babis 8.59 Wili Taus 8.59
Yohanis Babis 9.23 Wili Taus 8.91
Yohanis Babis 8.59 Wili Taus 9.23
Yohanis Babis 7.95 Wili Taus 9.55
Yohanis Babis 8.91 Wili Taus 10.18
Yohanis Babis 9.55 Wili Taus 8.91
Yohanis Babis 9.86 Wili Taus 9.23
Yonatan Naben 9.55 Agus Tael 10.18
Yonatan Naben 11.14 Agus Tael 6.36
Yonatan Naben 9.86 Agus Tael 7.32
Yonatan Naben 9.55 Agus Tael 13.68
Yonatan Naben 7.95 Agus Tael 8.27
Yonatan Naben 8.27 Agus Tael 8.91
Yonatan Naben 8.59 Agus Tael 10.50
Yonatan Naben 7.64 Agus Tael 6.36
Yonatan Naben 8.27 Agus Tael 14.00
Yohanes Takaeb 12.73 Vinsen Fallo 10.50
Yohanes Takaeb 13.05 Vinsen Fallo 12.73
Yohanes Takaeb 13.68 Vinsen Fallo 10.82
Yohanes Takaeb 12.09 Vinsen Fallo 7.32
Yohanes Takaeb 12.41 Vinsen Fallo 7.95
Yohanes Takaeb 14.64 Vinsen Fallo 10.82
Yohanes Takaeb 12.73 Vinsen Fallo 14.00
Yohanes Takaeb 14.64 Vinsen Fallo 7.64
Yohanes Takaeb 15.91 Vinsen Fallo 9.23
Sefna Pit'ay 7.95 Lambertus Fallo 7.95
Sefna Pit'ay 7.64 Lambertus Fallo 14.32
Sefna Pit'ay 8.91 Lambertus Fallo 11.14
65
Sefna Pit'ay 9.23 Lambertus Fallo 14.32
Sefna Pit'ay 8.59 Lambertus Fallo 8.27
Sefna Pit'ay 9.86 Lambertus Fallo 8.27
Sefna Pit'ay 9.55 Lambertus Fallo 9.86
Sefna Pit'ay 7.64 Lambertus Fallo 8.59
Sefna Pit'ay 8.27 Lambertus Fallo 9.23
Yafet Lasa 8.91 Agus Naif 7.32
Yafet Lasa 9.55 Agus Naif 7.64
Yafet Lasa 9.23 Agus Naif 7.64
Yafet Lasa 18.77 Agus Naif 6.36
Yafet Lasa 9.23 Agus Naif 7.00
Yafet Lasa 8.59 Agus Naif 6.05
Yafet Lasa 8.91 Agus Naif 7.95
Yafet Lasa 8.59 Agus Naif 7.32
Yafet Lasa 9.55 Agus Naif 7.95
66
Lampiran 7b. Hasil Analisis Regresi Diameter Batang dengan Insidensi Perlakuan
SUMMAR
Y
OUTPUT
Regression
Statistics
Multiple R
0.1324
3
R Square
0.1754
9
Adjusted R
Square
0.0138
6
Standard
Error
11.387
2
Observation
s 269
ANOVA
df SS MS F
Signific
ance F
Regression 1
618.05
68608
618.
057
4.7664
1
0.2989
1126
Residual 267
34621.
66882
129.
669
Total 268
35239.
72568
Coeffi
cients
Standa
rd
Error
t
Stat
P-
value
Lower
95%
Upper
95%
Lower
95.0%
Upper
95.0%
Intercept
52.123
1
2.2502
27249
23.1
635
7.9E-
66
47.692
67356
56.553
5669
47.692
6736
56.553
5669
18.4545454
5
-
0.4349
0.1991
84225
-
2.18
32
0.2989
1126
-
0.8270
3287
-
0.0426
898
-
0.8270
329
-
0.0426
898
1
67
Lampiran 8a. Data Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan
Petani
Populasi
Tanam
Insidensi
Perlakua
n Petani
Populasi
Tanam
Insidensi
Perlakuan
Mikael G.Tanu 2,667 45.00 Benyamin B. 2,222 51.35
Mikael G.Tanu 2,667 45.00 Benyamin B. 2,222 51.35
Mikael G.Tanu 2,222 45.00 Benyamin B. 4,444 51.35
Mikael G.Tanu 2,667 45.00 Benyamin B. 2,222 51.35
Mikael G.Tanu 2,667 45.00 Benyamin B. 2,500 51.35
Mikael G.Tanu 2,222 45.00 Benyamin B. 2,500 51.35
Mikael G.Tanu 3,333 45.00 Benyamin B. 2,500 51.35
Mikael G.Tanu 2,667 45.00 Benyamin B. 2,500 51.35
Mikael G.Tanu 2,222 45.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 3,333 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 3,333 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 2,222 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 2,222 48.00 Zakaris Oematan 2,000 36.36
Imanuel Banu 3,333 48.00 Zakaris Oematan 2,000 36.36
Imanuel Banu 3,333 48.00 Zakaris Oematan 3,333 36.36
Imanuel Banu 2,222 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 2,222 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Imanuel Banu 3,333 48.00 Zakaris Oematan 2,500 36.36
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 2,500 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 2,500 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 4,444 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Marten Naben 2,222 55.00 Heskiel Ollin 3,333 37.50
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 3,333 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 3,333 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 3,333 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 3,333 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 4,444 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 4,444 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 4,444 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 4,444 47.37
Gerson Nahas 2,500 40.91 Martinus Lasfeto 4,444 47.37
Yustus Tanu 3,333 40.00 Thobias Oematan 4,444 50.00
68
Yustus Tanu 3,333 40.00 Thobias Oematan 4,444 50.00
Yustus Tanu 3,333 40.00 Thobias Oematan 4,444 50.00
Yustus Tanu 2,500 40.00 Thobias Oematan 4,444 50.00
Yustus Tanu 2,500 40.00 Thobias Oematan 2,667 50.00
Yustus Tanu 2,500 40.00 Thobias Oematan 2,667 50.00
Yustus Tanu 2,500 40.00 Thobias Oematan 2,222 50.00
Yustus Tanu 3,333 40.00 Thobias Oematan 2,667 50.00
Yustus Tanu 3,333 40.00 Thobias Oematan 2,667 50.00
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,222 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,667 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,667 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,222 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 3,333 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 3,333 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,222 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 2,222 23.53
Dikson Selan 3,333 42.11 Yosep Salu 3,333 23.53
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 3,333 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 3,333 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Jidron N. 4,444 50.00 Kris Na'if 2,222 36.84
Marten Talan 1,667 70.00 Ruben Naben 2,222 63.64
Marten Talan 1,667 70.00 Ruben Naben 2,222 63.64
Marten Talan 1,667 70.00 Ruben Naben 4,444 63.64
Marten Talan 2,667 70.00 Ruben Naben 2,222 63.64
Marten Talan 2,667 70.00 Ruben Naben 2,500 63.64
Marten Talan 2,667 70.00 Ruben Naben 2,500 63.64
Marten Talan 1,667 70.00 Ruben Naben 2,500 63.64
Marten Talan 1,667 70.00 Ruben Naben 3,333 63.64
Marten Talan 2,000 70.00 Ruben Naben 3,333 63.64
Kornelis Benu 2,667 36.00 Nikson Taus 3,333 40.00
Kornelis Benu 2,222 36.00 Nikson Taus 3,333 40.00
Kornelis Benu 2,222 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Kornelis Benu 4,444 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Kornelis Benu 3,333 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Kornelis Benu 3,333 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
69
Kornelis Benu 4,444 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Kornelis Benu 3,333 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Kornelis Benu 4,444 36.00 Nikson Taus 2,500 40.00
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 2,500 36.36
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 2,500 36.36
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 2,000 36.36
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Samgar Benu 3,333 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Samgar Benu 3,333 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Samgar Benu 2,500 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Samgar Benu 3,333 52.17 Mikael Tau 3,333 36.36
Yohanis Babis 3,333 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 3,333 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 2,500 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 3,333 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 4,444 63.64 Wili Taus 4,444 31.58
Yohanis Babis 4,444 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 4,444 63.64 Wili Taus 3,333 31.58
Yohanis Babis 4,444 63.64 Wili Taus 4,444 31.58
Yohanis Babis 4,444 63.64 Wili Taus 2,667 31.58
Yonatan N. 3,333 35.29 Agus Tael 2,667 54.55
Yonatan N. 3,333 35.29 Agus Tael 2,222 54.55
Yonatan N. 3,333 35.29 Agus Tael 1,600 54.55
Yonatan N. 3,333 35.29 Agus Tael 1,600 54.55
Yonatan N. 4,444 35.29 Agus Tael 1,333 54.55
Yonatan N. 4,444 35.29 Agus Tael 2,667 54.55
Yonatan N. 4,444 35.29 Agus Tael 2,667 54.55
Yonatan N. 4,444 35.29 Agus Tael 2,222 54.55
Yonatan N. 4,444 35.29 Agus Tael 3,333 54.55
Yohanes T. 2,222 60.00 Vinsen Fallo 3,333 57.14
Yohanes T. 2,222 60.00 Vinsen Fallo 2,222 57.14
Yohanes T. 2,222 60.00 Vinsen Fallo 2,667 57.14
Yohanes T. 2,222 60.00 Vinsen Fallo 2,667 57.14
Yohanes T. 2,667 60.00 Vinsen Fallo 2,667 57.14
Yohanes T. 2,667 60.00 Vinsen Fallo 2,667 57.14
Yohanes T. 2,222 60.00 Vinsen Fallo 4,444 57.14
Yohanes T. 2,667 60.00 Vinsen Fallo 4,444 57.14
Yohanes T. 2,667 60.00 Vinsen Fallo 4,444 57.14
Sefna Pit'ay 2,222 67.74 Lambertus Fallo 2,667 41.18
Sefna Pit'ay 2,667 67.74 Lambertus Fallo 2,667 41.18
70
Sefna Pit'ay 2,667 67.74 Lambertus Fallo 2,667 41.18
Sefna Pit'ay 2,222 67.74 Lambertus Fallo 3,333 41.18
Sefna Pit'ay 3,333 67.74 Lambertus Fallo 3,333 41.18
Sefna Pit'ay 2,667 67.74 Lambertus Fallo 3,333 41.18
Sefna Pit'ay 2,667 67.74 Lambertus Fallo 4,444 41.18
Sefna Pit'ay 2,667 67.74 Lambertus Fallo 2,222 41.18
Sefna Pit'ay 3,333 67.74 Lambertus Fallo 2,500 41.18
Yafet Lasa 3,333 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,222 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,222 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 3,333 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,222 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,222 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,000 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 2,000 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
Yafet Lasa 1,667 63.64 Agus Naif 2,500 48.00
71
Lampiran 8b. Hasil Analisis Regresi Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan
SUMMAR
Y
OUTPUT
Regression
Statistics
Multiple R
0.1508
28241
R Square
0.2227
49158
Adjusted R
Square
0.0190
89043
Standard
Error
11.357
00078
Observation
s 269
ANOVA
df SS MS F
Signific
ance F
Regression 1
801.67
40953
801.6
741
6.215
421
0.1132
70348
Residual 267
34438.
05159
128.9
815
Total 268
35239.
72568
Coeffici
ents
Standar
d Error t Stat
P-
value
Lower
95%
Uppe
r
95%
Lowe
r
95.0
%
Upper
95.0%
Intercept
54.007
54744
2.7198
90831
19.85
651
1.65
E-54
48.652
38549
59.36
271
48.65
239
59.362
70939
2666.66666
7
-
0.0022
22759
0.0008
91573
-
2.493
07
0.113
27
-
0.0039
78167
-
0.000
47
-
0.003
98
-
0.0004
6735
2
72
Lampiran 9a. Data Berganda Ketingian Tempat, Diameter Batang, Populasi Tanaman
dengan Insidensi Perlakuan
Petani Transek
Pohon
n Insidensi Elevasi
Diameter
Batang
Populas
i Tanam
Mikael G. Tanu 1 1 45.00 1121 18.45 2,667
Mikael G. Tanu 1 2 45.00 1121 15.59 2,667
Mikael G. Tanu 1 3 45.00 1121 8.91 2,222
Mikael G. Tanu 2 1 45.00 1121 9.23 2,667
Mikael G. Tanu 2 2 45.00 1121 18.14 2,667
Mikael G. Tanu 2 3 45.00 1121 9.55 2,222
Mikael G. Tanu 3 1 45.00 1121 11.14 3,333
Mikael G. Tanu 3 2 45.00 1121 10.18 2,667
Mikael G. Tanu 3 3 45.00 1121 9.55 2,222
Imanuel Banu 1 1 48.00 1102 9.23 3,333
Imanuel Banu 1 2 48.00 1102 8.91 3,333
Imanuel Banu 1 3 48.00 1102 8.59 2,222
Imanuel Banu 2 1 48.00 1102 9.23 2,222
Imanuel Banu 2 2 48.00 1102 10.18 3,333
Imanuel Banu 2 3 48.00 1102 11.14 3,333
Imanuel Banu 3 1 48.00 1102 10.82 2,222
Imanuel Banu 3 2 48.00 1102 10.82 2,222
Imanuel Banu 3 3 48.00 1102 9.23 3,333
Marten Naben 1 1 55.00 998 9.23 2,222
Marten Naben 1 2 55.00 998 9.55 2,222
Marten Naben 1 3 55.00 998 12.73 2,222
Marten Naben 2 1 55.00 998 13.36 2,222
Marten Naben 2 2 55.00 998 7.95 2,222
Marten Naben 2 3 55.00 998 18.45 2,222
Marten Naben 3 1 55.00 998 6.36 2,222
Marten Naben 3 2 55.00 998 8.91 4,444
Marten Naben 3 3 55.00 998 9.23 2,222
Gerson Nahas 1 1 40.91 1125 18.14 2,500
Gerson Nahas 1 2 40.91 1125 9.55 2,500
Gerson Nahas 1 3 40.91 1125 11.14 2,500
Gerson Nahas 2 1 40.91 1125 10.18 2,500
Gerson Nahas 2 2 40.91 1125 9.55 2,500
Gerson Nahas 2 3 40.91 1125 9.23 2,500
Gerson Nahas 3 1 40.91 1125 8.91 2,500
Gerson Nahas 3 2 40.91 1125 8.59 2,500
Gerson Nahas 3 3 40.91 1125 9.23 2,500
Yustus Tanu 1 1 40.00 987 10.18 3,333
73
Yustus Tanu 1 2 40.00 987 11.14 3,333
Yustus Tanu 1 3 40.00 987 10.82 3,333
Yustus Tanu 2 1 40.00 987 10.82 2,500
Yustus Tanu 2 2 40.00 987 9.23 2,500
Yustus Tanu 2 3 40.00 987 9.23 2,500
Yustus Tanu 3 1 40.00 987 9.55 2,500
Yustus Tanu 3 2 40.00 987 12.73 3,333
Yustus Tanu 3 3 40.00 987 13.36 3,333
Dikson Selan 1 1 42.11 1167 7.95 3,333
Dikson Selan 1 2 42.11 1167 9.55 3,333
Dikson Selan 1 3 42.11 1167 11.14 3,333
Dikson Selan 2 1 42.11 1167 10.18 3,333
Dikson Selan 2 2 42.11 1167 9.55 3,333
Dikson Selan 2 3 42.11 1167 9.23 3,333
Dikson Selan 3 1 42.11 1167 8.91 3,333
Dikson Selan 3 2 42.11 1167 8.59 3,333
Dikson Selan 3 3 42.11 1167 9.23 3,333
Jidron Nomleni 1 1 50.00 1168 10.18 4,444
Jidron Nomleni 1 2 50.00 1168 11.14 4,444
Jidron Nomleni 1 3 50.00 1168 10.82 4,444
Jidron Nomleni 2 1 50.00 1168 10.82 4,444
Jidron Nomleni 2 2 50.00 1168 9.23 4,444
Jidron Nomleni 2 3 50.00 1168 9.23 4,444
Jidron Nomleni 3 1 50.00 1168 9.55 4,444
Jidron Nomleni 3 2 50.00 1168 12.73 4,444
Jidron Nomleni 3 3 50.00 1168 13.36 4,444
Marten Talan 1 1 70.00 1155 7.95 1,667
Marten Talan 1 2 70.00 1155 9.55 1,667
Marten Talan 1 3 70.00 1155 11.14 1,667
Marten Talan 2 1 70.00 1155 10.18 2,667
Marten Talan 2 2 70.00 1155 9.55 2,667
Marten Talan 2 3 70.00 1155 9.23 2,667
Marten Talan 3 1 70.00 1155 8.91 1,667
Marten Talan 3 2 70.00 1155 8.59 1,667
Marten Talan 3 3 70.00 1155 9.23 2,000
Kornelis Benu 1 1 36.00 1106 10.18 2,667
Kornelis Benu 1 2 36.00 1106 11.14 2,222
Kornelis Benu 1 3 36.00 1106 10.82 2,222
Kornelis Benu 2 1 36.00 1106 10.82 4,444
Kornelis Benu 2 2 36.00 1106 9.23 3,333
Kornelis Benu 2 3 36.00 1106 9.23 3,333
74
Kornelis Benu 3 1 36.00 1106 9.55 4,444
Kornelis Benu 3 2 36.00 1106 12.73 3,333
Kornelis Benu 3 3 36.00 1106 13.36 4,444
Samgar Benu 1 1 52.17 1135 9.23 2,500
Samgar Benu 1 2 52.17 1135 9.23 2,500
Samgar Benu 1 3 52.17 1135 9.55 2,500
Samgar Benu 2 1 52.17 1135 12.73 2,500
Samgar Benu 2 2 52.17 1135 13.36 3,333
Samgar Benu 2 3 52.17 1135 7.95 3,333
Samgar Benu 3 1 52.17 1135 9.55 2,500
Samgar Benu 3 2 52.17 1135 11.14 2,500
Samgar Benu 3 3 52.17 1135 10.18 3,333
Yohanis Babis 1 1 63.64 1179 8.91 3,333
Yohanis Babis 1 2 63.64 1179 8.59 3,333
Yohanis Babis 1 3 63.64 1179 8.59 2,500
Yohanis Babis 2 1 63.64 1179 9.23 3,333
Yohanis Babis 2 2 63.64 1179 8.59 4,444
Yohanis Babis 2 3 63.64 1179 7.95 4,444
Yohanis Babis 3 1 63.64 1179 8.91 4,444
Yohanis Babis 3 2 63.64 1179 9.55 4,444
Yohanis Babis 3 3 63.64 1179 9.86 4,444
Yonatan Naben 1 1 35.29 1165 9.55 3,333
Yonatan Naben 1 2 35.29 1165 11.14 3,333
Yonatan Naben 1 3 35.29 1165 9.86 3,333
Yonatan Naben 2 1 35.29 1165 9.55 3,333
Yonatan Naben 2 2 35.29 1165 7.95 4,444
Yonatan Naben 2 3 35.29 1165 8.27 4,444
Yonatan Naben 3 1 35.29 1165 8.59 4,444
Yonatan Naben 3 2 35.29 1165 7.64 4,444
Yonatan Naben 3 3 35.29 1165 8.27 4,444
Yohanes Takaeb 1 1 60.00 1094 12.73 2,222
Yohanes Takaeb 1 2 60.00 1094 13.05 2,222
Yohanes Takaeb 1 3 60.00 1094 13.68 2,222
Yohanes Takaeb 2 1 60.00 1094 12.09 2,222
Yohanes Takaeb 2 2 60.00 1094 12.41 2,667
Yohanes Takaeb 2 3 60.00 1094 14.64 2,667
Yohanes Takaeb 3 1 60.00 1094 12.73 2,222
Yohanes Takaeb 3 2 60.00 1094 14.64 2,667
Yohanes Takaeb 3 3 60.00 1094 15.91 2,667
Sefna Pit'ay 1 1 67.74 1023 7.95 2,222
Sefna Pit'ay 1 2 67.74 1023 7.64 2,667
75
Sefna Pit'ay 1 3 67.74 1023 8.91 2,667
Sefna Pit'ay 2 1 67.74 1023 9.23 2,222
Sefna Pit'ay 2 2 67.74 1023 8.59 3,333
Sefna Pit'ay 2 3 67.74 1023 9.86 2,667
Sefna Pit'ay 3 1 67.74 1023 9.55 2,667
Sefna Pit'ay 3 2 67.74 1023 7.64 2,667
Sefna Pit'ay 3 3 67.74 1023 8.27 3,333
Yafet Lasa 1 1 63.64 1022 8.91 3,333
Yafet Lasa 1 2 63.64 1022 9.55 2,222
Yafet Lasa 1 3 63.64 1022 9.23 2,222
Yafet Lasa 2 1 63.64 1022 18.77 3,333
Yafet Lasa 2 2 63.64 1022 9.23 2,222
Yafet Lasa 2 3 63.64 1022 8.59 2,222
Yafet Lasa 3 1 63.64 1022 8.91 2,000
Yafet Lasa 3 2 63.64 1022 8.59 2,000
Yafet Lasa 3 3 63.64 1022 9.55 1,667
Benyamin B. 1 1 51.35 1037 15.91 2,222
Benyamin B. 1 2 51.35 1037 17.18 2,222
Benyamin B. 1 3 51.35 1037 18.45 4,444
Benyamin B. 2 1 51.35 1037 18.77 2,222
Benyamin B. 2 2 51.35 1037 18.14 2,500
Benyamin B. 2 3 51.35 1037 19.09 2,500
Benyamin B. 3 1 51.35 1037 17.18 2,500
Benyamin B. 3 2 51.35 1037 17.82 2,500
Zakaris Oematan 3 3 36.36 1011 18.14 2,500
Zakaris Oematan 1 1 36.36 1011 15.91 2,500
Zakaris Oematan 1 2 36.36 1011 14.32 2,500
Zakaris Oematan 1 3 36.36 1011 14.64 2,500
Zakaris Oematan 2 1 36.36 1011 19.09 2,000
Zakaris Oematan 2 2 36.36 1011 18.14 2,000
Zakaris Oematan 2 3 36.36 1011 18.77 3,333
Zakaris Oematan 3 1 36.36 1011 17.18 2,500
Zakaris Oematan 3 2 36.36 1011 15.91 2,500
Zakaris Oematan 3 3 36.36 1011 16.23 2,500
Heskiel Ollin 1 1 37.50 1065 13.36 2,500
Heskiel Ollin 1 2 37.50 1065 15.59 2,500
Heskiel Ollin 1 3 37.50 1065 14.64 3,333
Heskiel Ollin 2 1 37.50 1065 19.09 3,333
Heskiel Ollin 2 2 37.50 1065 19.73 3,333
Heskiel Ollin 2 3 37.50 1065 20.05 3,333
Heskiel Ollin 3 1 37.50 1065 19.09 3,333
76
Heskiel Ollin 3 2 37.50 1065 18.14 3,333
Heskiel Ollin 3 3 37.50 1065 18.77 3,333
Martinus Lasfeto 1 1 47.37 1036 17.18 3,333
Martinus Lasfeto 1 2 47.37 1036 15.91 3,333
Martinus Lasfeto 1 3 47.37 1036 16.23 3,333
Martinus Lasfeto 2 1 47.37 1036 19.09 3,333
Martinus Lasfeto 2 2 47.37 1036 18.14 4,444
Martinus Lasfeto 2 3 47.37 1036 18.77 4,444
Martinus Lasfeto 3 1 47.37 1036 17.18 4,444
Martinus Lasfeto 3 2 47.37 1036 15.91 4,444
Martinus Lasfeto 3 3 47.37 1036 16.23 4,444
Thobias Oematan 1 1 50.00 1052 9.55 4,444
Thobias Oematan 1 2 50.00 1052 8.91 4,444
Thobias Oematan 1 3 50.00 1052 11.14 4,444
Thobias Oematan 2 1 50.00 1052 14.64 4,444
Thobias Oematan 2 2 50.00 1052 7.95 2,667
Thobias Oematan 2 3 50.00 1052 7.64 2,667
Thobias Oematan 3 1 50.00 1052 7.95 2,222
Thobias Oematan 3 2 50.00 1052 9.86 2,667
Thobias Oematan 3 3 50.00 1052 8.27 2,667
Yosep Salu 1 1 23.53 1100 8.59 2,222
Yosep Salu 1 2 23.53 1100 17.50 2,667
Yosep Salu 1 3 23.53 1100 13.68 2,667
Yosep Salu 2 1 23.53 1100 7.64 2,222
Yosep Salu 2 2 23.53 1100 10.82 3,333
Yosep Salu 2 3 23.53 1100 7.00 3,333
Yosep Salu 3 1 23.53 1100 13.68 2,222
Yosep Salu 3 2 23.53 1100 17.18 2,222
Yosep Salu 3 3 23.53 1100 7.95 3,333
Kris Na'if 1 1 36.84 1109 6.36 3,333
Kris Na'if 1 2 36.84 1109 14.32 2,222
Kris Na'if 1 3 36.84 1109 11.14 2,222
Kris Na'if 2 1 36.84 1109 11.14 3,333
Kris Na'if 2 2 36.84 1109 7.95 2,222
Kris Na'if 2 3 36.84 1109 6.36 2,222
Kris Na'if 3 1 36.84 1109 7.95 2,222
Kris Na'if 3 2 36.84 1109 10.18 2,222
Kris Na'if 3 3 36.84 1109 7.64 2,222
Ruben Naben 1 1 63.64 1110 12.73 2,222
Ruben Naben 1 2 63.64 1110 5.73 2,222
Ruben Naben 1 3 63.64 1110 5.73 4,444
77
Ruben Naben 2 1 63.64 1110 7.95 2,222
Ruben Naben 2 2 63.64 1110 8.27 2,500
Ruben Naben 2 3 63.64 1110 7.64 2,500
Ruben Naben 3 1 63.64 1110 7.32 2,500
Ruben Naben 3 2 63.64 1110 6.68 3,333
Ruben Naben 3 3 63.64 1110 6.36 3,333
Nikson Taus 1 1 40.00 1100 6.36 3,333
Nikson Taus 1 2 40.00 1100 6.36 3,333
Nikson Taus 1 3 40.00 1100 7.95 2,500
Nikson Taus 2 1 40.00 1100 7.95 2,500
Nikson Taus 2 2 40.00 1100 7.95 2,500
Nikson Taus 2 3 40.00 1100 6.68 2,500
Nikson Taus 3 1 40.00 1100 6.68 2,500
Nikson Taus 3 2 40.00 1100 7.64 2,500
Nikson Taus 3 3 40.00 1100 7.32 2,500
Mikael Tau 1 1 36.36 1077 7.64 2,500
Mikael Tau 1 2 36.36 1077 7.32 2,500
Mikael Tau 1 3 36.36 1077 7.95 2,000
Mikael Tau 2 1 36.36 1077 8.27 3,333
Mikael Tau 2 2 36.36 1077 7.95 3,333
Mikael Tau 2 3 36.36 1077 7.95 3,333
Mikael Tau 3 1 36.36 1077 7.32 3,333
Mikael Tau 3 2 36.36 1077 8.27 3,333
Mikael Tau 3 3 36.36 1077 6.68 3,333
Wili Taus 1 1 31.58 998 8.91 3,333
Wili Taus 1 2 31.58 998 8.59 3,333
Wili Taus 1 3 31.58 998 8.59 3,333
Wili Taus 2 1 31.58 998 8.91 3,333
Wili Taus 2 2 31.58 998 9.23 4,444
Wili Taus 2 3 31.58 998 9.55 3,333
Wili Taus 3 1 31.58 998 10.18 3,333
Wili Taus 3 2 31.58 998 8.91 4,444
Wili Taus 3 3 31.58 998 9.23 2,667
Agus Tael 1 1 54.55 1050 10.18 2,667
Agus Tael 1 2 54.55 1050 6.36 2,222
Agus Tael 1 3 54.55 1050 7.32 1,600
Agus Tael 2 1 54.55 1050 13.68 1,600
Agus Tael 2 2 54.55 1050 8.27 1,333
Agus Tael 2 3 54.55 1050 8.91 2,667
Agus Tael 3 1 54.55 1050 10.50 2,667
Agus Tael 3 2 54.55 1050 6.36 2,222
78
Agus Tael 3 3 54.55 1050 14.00 3,333
Vinsen Fallo 1 1 57.14 1055 10.50 3,333
Vinsen Fallo 1 2 57.14 1055 12.73 2,222
Vinsen Fallo 1 3 57.14 1055 10.82 2,667
Vinsen Fallo 2 1 57.14 1055 7.32 2,667
Vinsen Fallo 2 2 57.14 1055 7.95 2,667
Vinsen Fallo 2 3 57.14 1055 10.82 2,667
Vinsen Fallo 3 1 57.14 1055 14.00 4,444
Vinsen Fallo 3 2 57.14 1055 7.64 4,444
Vinsen Fallo 3 3 57.14 1055 9.23 4,444
Lambertus Fallo 1 1 41.18 1030 7.95 2,667
Lambertus Fallo 1 2 41.18 1030 14.32 2,667
Lambertus Fallo 1 3 41.18 1030 11.14 2,667
Lambertus Fallo 2 1 41.18 1030 14.32 3,333
Lambertus Fallo 2 2 41.18 1030 8.27 3,333
Lambertus Fallo 2 3 41.18 1030 8.27 3,333
Lambertus Fallo 3 1 41.18 1030 9.86 4,444
Lambertus Fallo 3 2 41.18 1030 8.59 2,222
Lambertus Fallo 3 3 41.18 1030 9.23 2,500
Agus Naif 1 1 48.00 1020 7.32 2,500
Agus Naif 1 2 48.00 1020 7.64 2,500
Agus Naif 1 3 48.00 1020 7.64 2,500
Agus Naif 2 1 48.00 1020 6.36 2,500
Agus Naif 2 2 48.00 1020 7.00 2,500
Agus Naif 2 3 48.00 1020 6.05 2,500
Agus Naif 3 1 48.00 1020 7.95 2,500
Agus Naif 3 2 48.00 1020 7.32 2,500
Agus Naif 3 3 48.00 1020 7.95 2,500
79
Lampiran 9b. Hasil Analisis Regresi Berganda Ketinggian Tempat, Diameter Batang,
Populasi Tanaman dengan Insidensi Perlakuan.
SUMM
ARY
OUTPU
T
Regressi
on
Statistics
Multiple
R
0.20844
689
R
Square
0.04345
0106
Adjusted
R
Square
0.03262
1239
Standard
Error
11.2783
9074
Observat
ions 269
ANOVA
df SS MS F
Signific
ance F
Regressi
on 3
1531.
17
510.389
9401
4.01243
3362
0.08123
156
Residual 265
3370
8.56
127.202
0976
Total 268
3523
9.73
Coeffici
ents
Stand
ard
Error t Stat P-value
Lower
95%
Upper
95%
Lowe
r
95.0
%
Uppe
r
95.0
%
Intercept
41.7326
5748
14.13
682
2.95205
3545
0.00343
9551
13.8978
7252
69.5674
4245
13.89
787
69.56
744
1121
0.01529
5054
0.012
81
1.19400
6081
0.23354
3295
-
0.00992
7005
0.04051
7113
-
0.009
93
0.040
517
18.4545
4545
-
0.35559
9091
0.202
754
-
1.75384
8831
0.08061
2403
-
0.75481
1972
0.04361
3789
-
0.754
81
0.043
614
2666.66
6667
-
0.00236
4157
0.000
909
-
2.60176
5923
0.09796
115
-
0.00415
3297
-
0.00057
5018
-
0.004
15
-
0.000
58
12112